laporan problem based learning ke 1 kel 9

40
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING KE 1 BLOK TROPICAL MEDICINE KELOMPOK VI G1A007100 AKHMAD FAUZAN G1A007106 RITA EFENDI G1A007112 YOSINOV NUR H G1A007118 EKO DIBYO HERY R G1A007124 KUSUMA AJENG S G1A007130 M.RIZKI FADLAN G1A007111 SYAZILIASNUR Q G1A007117 AJENG T A G1A007123 MUIZZA NUR AFIFA G1A007129 ARYO WIDAGDHO

Upload: m-rizki-fadlan

Post on 23-Jun-2015

720 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Problem Based Learning Ke 1 Kel 9

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING KE 1

BLOK TROPICAL MEDICINE

KELOMPOK VI

G1A007100 AKHMAD FAUZAN

G1A007106 RITA EFENDI

G1A007112 YOSINOV NUR H

G1A007118 EKO DIBYO HERY R

G1A007124 KUSUMA AJENG S

G1A007130 M.RIZKI FADLAN

G1A007111 SYAZILIASNUR Q

G1A007117 AJENG T A

G1A007123 MUIZZA NUR AFIFA

G1A007129 ARYO WIDAGDHO

Page 2: Laporan Problem Based Learning Ke 1 Kel 9

Tutor : dr. Busono

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER

PURWOKERTO

2010

BAB I

PENDAHULUAN

Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu metode pengajaran

yang melatih keaktifan mahasiswa dalam memecahkan masalah yang

dihadapinya, sehingga dapat memperluas wawasan dan pengetahuan

mahasiswa. Tujuan dari kegiatan Problem Based Learning ini adalah agar

mahasiswa tidak monoton terpaku dalam materi kuliah yang diberikan oleh

dosen pada saat kuliah, tetapi lebih aktif dalam mencari sumber-sumber lain

yang relevan dengan materi kuliah. Sehingga nantinya mahasiswa akan

dapat malatih untuk berpikir kritis, berusaha mencari apa yang masih kurang

jelas, dan tentunya dapat melatih keterampilan berkomunikasi di forum

dengan peraturan-peraturan yang sudah ditentukan.

Problem Based Learnig (PBL) kasus 1 blok Tropical Medicine

merupakan suatu wadah diskusi yang digunakan oleh mahasiswa untuk

mencapai tujuan pembelajaran sebagai bekal menjadi dokter umum. Dalam

PBL kali ini membahas tentang kasus cutaneus larva migrans.

Dalam diskusi ini kami sedikit mengalami hambatan karena masih

sedikit ilmu yang kita dapatkan. Oleh karena itu, disinilah perlu adanya PBL

kita lakukan agar kita dapat saling menukar ilmu dan informasi antara satu

Page 3: Laporan Problem Based Learning Ke 1 Kel 9

dengan yang lain. Akan tetapi di dalam berdiskusi, informasinya harus

didasari referensi yang diakui kebenarannya, misalnya text book atau jurnal.

Mahasiswa diberikan sebuah skenario tentang sebuah masalah yang

tejadi di masyarakat. Mahasiswa diharapkan dapat memecahkan masalah

tersebut dengan menggunakan langkah-langkah yang ada.

Dengan adanya sistem pembelajaran seperti ini mahasiswa diharapkan

dapat menjadi lebih aktif dalam mengikuti kegiatan perkuliahan. Setelah PBL

mahasiswa diharapkan dapat menguasai outline yang diberikan dalam

bentuk skenario, dan menganalisa permasalahan-permasalahan yang timbul

dengan pendekatan yang komprehensif, terintegrasi, dan sistematis.

Page 4: Laporan Problem Based Learning Ke 1 Kel 9

BAB II

PEMBAHASAN

INFORMASI I

Seorang Ibu S, 50 tahun datang ke tempat praktek anda dengan

keluhan gatal di telapak kaki. Gatal dirasakan sejak 1 minggu terakhir.

Ibu S seorang petani dan terbiasa tidak memakai alas kaki pada saat

bekerja.

A. Klarifikasi istilah

PBL kali ini tidak menemukan istilah yang asing dan perlu diklarifikasi

karena informasi yang diberikan sudah menggunakan bhasa yang umum

dan mudah dimengerti.

B. Batasan masalah

Identitas pasien

Nama :Ny.S

Usia : 50 tahun

Keluhan utama : gatal

RPS

Onset : 1 minggu yang lalu

Lokasi : telapak kaki

RPD : tidak ada

RPK : tidak ada

Page 5: Laporan Problem Based Learning Ke 1 Kel 9

RSE

Pekerjaan : petani

Kebiasaan : tidak memakai alas kaki pada saat bekerja

C. Analisis masalah

1. Penyebab gatal yang mungkin pada Ny.S

Gatal pada Infeksi Parasit

a. Strongiloidosis

Bila larva filariform dalam jumlah besar menembus kulit timbul

kelainan kulit yang disebut creeping eruption yang disertai dengan

rasa gatal yang hebat. Cacing dewasa menyebabkan kelainan

pada mukosa usus muda. Infeksi ringan dengan strongiloides pada

umumnya terjadi tanpa diketahui hospesnya karena

tidakmenimbulkan gejala. Infeksi sedang dapat menyebabkan rasa

sakit seperti tertusuk-tusuk didaerah epgastrium tengah dan tidak

menjalar. Mungkin ada mual, muntah diare dan konstipasi saling

bergantian. Pada strongiloidiasis ada kemungkinan terjadi

autoinfeksi atau hiperinfeksi. Pada hiperinfeksi cacing dewasa yang

hidup sebagai parasit dapat ditemukan diseluruh traktus digestivus

dan larvanya dapat ditemukan diberbagai alat dalam (paru, hati,

kandung empedu). Pada pemerikasaan darah mungkin ditemukan

eosinofilia atau hipereosinofilia meskipun pada banyak kasus

jumlah sel eosinofil normal (Supali, et al., 2009).

b. Scabies

Page 6: Laporan Problem Based Learning Ke 1 Kel 9

Gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau

lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. Gejala ini

disebut pruritus nokturna. Tempat predileksi yaitu tempat dengan

stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan,

pergelangan tangan bagian volar, siku bagian volar, lipat ketiak

bagian depan, areola mamae, umbilicus, bokong, genitalia

eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat

menyerang telapak tangan dan telapak kaki.

c. Creeping eruption

Etiologi adalah larva yang berasal dari cacing tambang binatang

anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma

caninum. Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan

panas. Tempat predileksi adalah di tungkai, plantar, tangan, anus,

bokong dan paha, juga di bagian tubuh di mana saja yang sering

berkontak dengan tempat larva berada. Pada tempat tersebut,

terdapat benang yang lurus atau berkelok-kelok, menimbul dan

terdapat papul atau vesikel di atasnya.

d. Pedikulosis, ada 3 klasifikasi

Pedikulosis capitis

Predileksi di kulit dan rambut kepala. Gejala mula yang dominan

hanya rasa gatal, terutama daerah oksiput dan temporal serta

dapat meluas ke seluruh kepala. Kemudian karena garukan, terjadi

erosi, ekskoriasi, dan infeksi sekunder (pus, krusta). Bila infeksi

Page 7: Laporan Problem Based Learning Ke 1 Kel 9

sekunder berat, rambut akan bergumpal disebabkan banyaknya

pus dan krusta disertai pembesaran kelenjar getah bening regional.

Pada keadaan tersebut kepala memberikan bau busuk.

Pedikulosis corporis

Umumnya hanya ditemukan kelainan berupa bekas-bekas garukan

pada badan, karena gatal baru berkurang dengan garukan lebih

intensif. Kadang-kadang timbul infeksi sekunder dengan

pembesaran kelenjar getah bening regional.

Phthirus pubis

Gejala utama berupa gatal di daerah pubis dan di sekitarnya. Gatal

ini dapat meluas sampai ke daerah abdomen dan dada, di situ

dijumpai bercak-bercak yang berwarna abu-abu atau kebiruan

yang disebut sebagai macula serulae. Gejala lain adalah black dot,

yaitu adanya bercak-bercak hitam yang tampak jelas pada celana

dalam berwarna putih yang dilihat oleh penderita pada waktu

bangun tidur.

e. Gatal pada Infeksi Jamur

Gatal merupakan gejala klinis yang ditemukan pada penyakit akibat

infeksi jamur superfisialis, baik dermatofitosis maupun

nondermatofitosis. Kelainan lesi dermatofitosis berbatas tegas,

terdiri atas macam-macam efloresensi kulit (polimorfi). Bagian tepi

Page 8: Laporan Problem Based Learning Ke 1 Kel 9

lesi lebih aktif (lebih jelas tanda-tanda peradangan) daripada

bagian tengah. Istilah untuk lesi dermatofitosis adalah eczema

marginatum.

Lesi dermatofitosis dapat berupa:

a. Tinea pedis; predileksinya di sela-sela jari dan telapak kaki.

b. Tinea unguium; predileksinya di kuku

a. Tinea kruris; predileksinya di lipat paha, daerah perineum, dan

sekitar anus.

c. Tinea korporis; predileksinya pad akulit tubuh tidak berambut

d. Tinea kapitis; predileksinya di kulit dan rambut kepala

Lesi nondermatofitosis dapat berupa:

a. Ptiriasis versikolor

Berupa makula atau bercak berskuama halus dalam berbagai

ukuran yang berwarna putih sampai coklat hitam, terutama

meliputi badan dan kadang-kadang dapat menyerang ketiak,

lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka, dan tempat-

tempat yang tidak tertutup pakaian. Bentuknya tidak teratur

sampai teratur, batas jelas sampai difus. Bercak-bercak

tersebut berfluororesensi kuning keemasan bila dilihat dengan

lampu Wood. Gatal dapat dirasakan ringan, yang merupakan

alasan berobat.

b. Tinea Nigra Palmaris

Page 9: Laporan Problem Based Learning Ke 1 Kel 9

Merupakan infeksi jamur superfisial yang menyerang telapak

kaki dan tangan, menimbulkan gambaran khas berupa warna

coklat kehitaman pada kulit. Penyebabnya adalah

Cladosporium werneckii. Penyakit ini dimulai dengan bintik-

bintik hitam kecoklatan pada telapak kaki atau tangan yang

makin lama makin besar hingga mencapai ukuran uang logam.

Kadang terasa nyeri atau sedikit gatal. Jika diperiksa dengan

sinar wood akan memberikan efloresensi kuning kehijauan.

c. Pitirosporum folikulitis / Malassezia folikulitis

Memberikan keluhan gatal pad atempat predileksi. Morfologinya

terlihat papul dan pustule perifolikular, berukuran 2-3 diameter,

dengan peradangan minimal. Tempat predileksi adalah dada,

punggung dan lengan atas. Kadang-kadang dapat di leher dan

jarang di muka.

d. Otomikosis

Infeksi jamur kronik atau subakut pada liang telinga luar, yang

ditandai dengan inflamasi eksudatif dan gatal. Penderita

mengeluh sangat gatal di dalam telinga. Liang telinga merah

sembab dan banyak krusta.

f. Gatal pada Infeksi Bakteri

Infeksi bakteri pada kulit umumnya dalam bentuk impetigo,

folliculitis, furuncle, carbuncle, abses dan luka lecet yang terinfeksi.

Sindroma “scalded skin” (luka Bakar) yang lain daripada yang lain

Page 10: Laporan Problem Based Learning Ke 1 Kel 9

disebabkan oleh strain Staphylococcus aureus, sebagian besar

tergolong phage  group II, yang memproduksi toksin epidermolitik.

Lesi kulit bentuk lain adalah berupa lesi diskret dan terlokalisir.

Gejala umum jarang ditemukan, jika lesi bertambah dan meluas,

dapat timbul demam, mailase ( lesu), sakit kepala dan tidak nafsu

makan. Biasanya tidak terjadi komplikasi, tetapi bila bakteri masuk

aliran darah dapat memicu terjadinya pneumonia, abses pada

paru-paru, osteomiielitis, sepsis, endokarditis, Pyarthrosis,

meningitis atau  abses otak. Sebagai tambahan pada infeksi primer

kulit, Staphylococcal conjunctivitis dapat terjadi pada bayi baru lahir

dan pada orang tua. Staphylococcal pneumonia adalah komplikasi

yang paling sering terjadi pada influensa. Staphylococcal

endocarditis dan kompikasi yang lain sebagai akibat dari

Staphylococal bacteremia karena akibat dari pemakaian obat

terlarang melalui intravena atau karena infeksi nasokomial pada

pasien yang dikateterisasi atau tindakan lain. Lesi emboli di kulit

sering menimbulkan komplikasi  berupa endokarditis, dan

bakteriemia. Staphylococcus coagulase negative dapat

menyebabkan terjadinya sepsis, meningitis, endokarditis atau

infeksi saluran kemih dan makin sering ditemukan, biasanya

disebabkan pemakaian alat-alat portesa dan pemakaian kateter.

Diagnosa ditegakkan dengan adanya konfirmasi laboratorium

dengan cara isolasi dari bakteri tersebut.

Page 11: Laporan Problem Based Learning Ke 1 Kel 9

Penyakit tersebut tersebar di seluruh dunia. Insiden tertinggi

ditemukan di daerah yang kebersihan perorangannya jelek (mandi

tidak menggunakan sabun dan air bersih) dan di daerah dengan

penduduk yang padat biasanya menyerang anak-anak, khususnya

pada musim kemarau. Penyakit tersebar secara sporadis dan

dapat menyebabkan wabah kecil di lingkungan keluarga dan orang

yang kamping pada musim panas, anggota keluarga yang berbeda

terkena penyakit berulang dengan strain Staphylococcus  yang

sama.

a. Impetigo Krustosa

Merupakan bentuk pioderma yang paling sederhana. Menyerang

epidermis, gambaran yang dominan ialah krusta yang khas,

berwarna kuning kecoklatan seperti madu yang berlapis-lapis.

Penyebabnya adalah Staphyllococcus aureus koagulase positif dan

Streptococcus betahemolyticus. Keluhan utamanya adalah rasa

gatal. Daerah yangs ering terpajan adalah wajah, tanga, leher, dan

ekstremitas. Efloresensi atau sifat-sifatnya adalah makula

eritematosa miliar sampai lentikular, difus, anular, sirsinar; vesikel

dan bula lentikular difus; pustula miliar sampai lentikular; krusta

kuning kecoklatan, berlapis-lapis, dan mudah diangkat.

b. Folikulitis

Adalah peradangan folikel rambut yang disebabkan oleh infeksi

Staphyllococcus koagulase positif. Keluhan utamanya adalah rasa

Page 12: Laporan Problem Based Learning Ke 1 Kel 9

gatal dan rasa terbakar pada daerah rambut. Berupa makula

eritematosa disertai papula atau pustula yang ditembus rambut.

c. Ektima

Adalah pioderma yang menyerang epidermis dan dermis,

membentuk ulkus dangkal yang ditutupi oleh krusta berlapis.

Penyebabnya adalah Streptokok piogenik. Keluhannya adalah

gatal. Lesi awal berupa vesikel atau vesikopustula di atas kulit yang

eritematosa, membesar dan pecah, terbentuk krusta tebal dan

kering yang sukar dilepas dari dasarnya. Lokasinya biasa terjadi

pada ekstremitas bawah, wajah, dan ketiak.

g. Gatal pada Infeksi Virus

a. Herpes Zoster

Infeksi ini menyerang kulit dan mukosa, merupakan reaktivasi

virus yang terjadi setelah infeksi primer (varisela). Lebih sering

terjadi pada dewasa. Gatal merupakan gejala prodromal lokal

selain nyeri otot-tulang, pegal, dan sebagainya, sebelum timbul

gejala kulit. Selain gejala prodromal lokal, juga terdapat gejala

prodromal sistemik berupa di antaranya berupa demam, pusing,

dan malaise. Setelah gejala prodromal, timbul Eritema yang

berkembang dengan cepat menjadi vesikel yang berkelompok

dengan dasar kulit yang eritemtosa dan edema. Vesikel berisi

cairan jernih, kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu),

Page 13: Laporan Problem Based Learning Ke 1 Kel 9

dapat menjadi pustul dan krista.kadang vesikel mengandung

darah disebut sebagai herpes zoster hemoragik.

b. Herpes Simpleks

Suatu lesi akut berupa vesikel berkelompok di atas daerah yang

eritema, dapat satu atau berkelompok. Penyebabnya adalah

herpes virus hominis. Awitan penyakit didahului perasaan gatal,

rasa terbakar dan eritema selama beberapa menit sampai

beberapa jam, kadang timbul nyeri saraf. Vesikel-vesikel miliar

berkelompok, jika pecah membentuk ulkus yang dangkal

dengan kemerahan pada daerah di sekitarnya.

c. Varisela

Infeksi akut primer oleh virus varisela zoster, menyerang kulit

dan mukosa, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di

bagian sentral tubuh. Terutama menyerang anak-anak.

Masa penularan lebih kurang 7 hari dari timbulnya gejala kulit.

Masa inkubasi berlangsung 14-21 hari. Gejala klinis mulai dari

gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi,

malaise dan nyeri kepala, disusul timbul erupsi kulit berupa

papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah

menjadi vesikel, berupa tetesan embun. Penyebaran terutama

didaerah badan dan kemudian menyebar secara sentrifugal ke

muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lender

mata, mulut, dan saluran napas bagian atas. Jika terdapat

Page 14: Laporan Problem Based Learning Ke 1 Kel 9

infeksi sekunder, terdapat pembesaran kelenjar getah bening

regional. Penyakit ini biasanya disertai rasa gatal.

d. Variola

Penyebab variola adalah virus poxs. Penyakit ini lebih berat dari

varisela, memberi gambaran monomorf dan penyebaran dimulai

dari bagian akral tubuh, yakni telapak tangan dan kaki. Masa

inkubasinya 2-3 minggu.

h. Gatal karena Gigitan Binatang

Adalah kelainan akibat gigitan atau tusukan serangga yang

disebabkan reaksi terhadap toksin atau alergen yang dikeluarkan

oleh artropoda penyerang. Berupa eritema morbiliformis atau bula

yang dikelilingi eritema dan iskemia, kemudian terjadi nekrosis luas

dan gangren. Kadang- kadang berupa pustula miliar sampai

Page 15: Laporan Problem Based Learning Ke 1 Kel 9

lentikular menyeluruh atau pada sebagian tubuh. Biasanya sembuh

sendiri setelah beberapa hari, minggu atau bulan.

2. Informasi tambahan yang diperlukan

Informasi yang diberikan kurang cukup untuk mementukan

diagnosis sehingga informasi tambahan yang diperlukan untuk dapat

menegakkan diagnosis, antara lain:

a. Anamnesis

1) RPS

a) Gejala gatalnya seperti apa?

b) Pola penyebaran atau gatal pertama kali muncul di daerah

mana?

c) Apakah terdapat gejala lain seperti mual, nyeri di daerah

epigastrium, demam, lemah, letih, lesu, dan lunglai.

2) RPD

a) Adakah riwayat penyakit internal seperti DM, ginjal atau

hepar?

b) Apakah ada riwayat alergi?

c) Apakah terdapat riwayat kontak dengan bahan iritan?

d) Riwayat pengobatan?

3) RPK

a) Apakah ada anggota keluarga lain yang mengalami hal

yang sama?

4) RSE

a) Bagaimana personal hygiene Ny. S?

b) Dimana tempat tinggalnya dan berapa anggota keluarga

yang tinggal bersama?

b. Pemeriksaan fisik

1) UKK (ujud kelainan kulit)

2) Tanda-tanda vital

Page 16: Laporan Problem Based Learning Ke 1 Kel 9

3) Pemeriksaan fisik semua sistem dari kepala sampai ujung kaki

c. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan darah lengkap

2. Pemeriksaan fungsi hati, ginjal, dan gula darah: untuk

mengetahui apakah terdapat penyakit internal

3. Pemeriksaan feses : untuk mengetahui apakah terdapat telur

cacing

4. Pemeriksaan kerokan kulit : untuk mengetahui apakah terdapat

jamur dengan menggunakan pemeriksaan KOH

5. Pemeriksaan prick test : untuk mengetahui apakah terdapat

alergi

6. Pemeriksaan sputum : untuk mengetahui apakah ada penyakit

paru yang mendasari gejala Ny.S

3. Patofisiologi gatal

Mekanisme pasti sampai saat ini belum jelas Diduga banyak

neurotransmitter yang berperan dalam proses tersebut diantaranya

Neuropeptida, VIP, dan Calcitonin. Secara Umum gatal disebabkan

oleh 4 hal, yaitu: allergen, iritan, keringat dan kelembapan.

Rangsangan gatal dapat cetuskan oleh beberapa mediator inflamasi

diantaranya histamine. Rasa gatal ditimbulkan oleh serabut ujung

saraf bebas dekat perbatasan dermis dan epidermis. Dihubungkan

secara sentripetal oleh sistem saraf afferent masuk ke corda spinalis

melewati dorsal. Saraf yang sensitive terhadap gatal, kecil,tidak

bermielin, dengan konduksi yang lambat. Rangsangan tersebut akan

sampai ke thalamus,akhirnya rangsangan terhubung pada kortex

cerebral. Misalakan area rangsang pada centralgyrus belakang.

Lokasi tersebut akan di ketahui dan dirasakan sesuai intensitas dan

kualitas gatal tersebut. Pruritus merupakan hasil stimulkasi ringan

pada sel saraf. Garukan memperingan rasa gatal, karena mengubah

ritme impuls efferen pada korpus spinalis.

Page 17: Laporan Problem Based Learning Ke 1 Kel 9

INFORMASI II

4. Cara penyingkiran DD dan penentuan DK setelah informasi II

a. Stongiloidosis

DD ini belum dapat ddisingkirkan karena anamnesis dan

pemeriksaan fisik hampir sesuai dengan gejala dan tanda pada

infeksi cacing strongiloides.

b. Creeping eruption

DD ini belum bisa disingkirkan karena dari anamnesis dan

pemeriksaan fisik hampir sesuai dengan gejala dan tanda dari

creeping eruption., akan tetapi gejala pulmonal sangat jarang pada

infeksi cutaneus larva migrans

c. Scabies

Scabies disingkirkan sebagai DD karena predileksi dari scabies

pada orang dewasa adalah bagian tubuh yang mempunyai stratum

corneum yang tipis dan gatal juga terdapat pada alat genitalia.

Sedangkan pada pasien ini hanya mengeluh gatal pada kaki.

d. Gatal karena penyakit internal

Menyingkirkan gatal karena penyakit internal sebagai DD karena

tidak ada penyakit riwayat internal seperti ginjal, hepar, dan DM

pada penderita serta bentuk UKK tidak sampai membentuk

terowongan.

e. Dermatitis kontak alergika

DD ini disingkirkan karena ujud kelainan kulit yang tidak sesuai

dengan hasil pemeriksaan fisik pasien, onsetnya akut, dan tidak

terdapat riwayat kontak dengan zat yang diluar kebiasaan pasien.

f. Tinea pedis

Page 18: Laporan Problem Based Learning Ke 1 Kel 9

DD ini disingkirkan karena selain UKK tidak sesuai dengan

informasi tambahan yang telah diberikan juga karena tinea pedis

sering terjadi pada orang yang suka menggunakan sepatu

tertutup, padahal didalam kasus, pasien tidak suka menggunakan

alas kaki ketika bekerja.

g. Herpes zoster

DD ini disingkirkan karena ujud kelainan kulit yang tidak sesuai

dan tidak ada gejala prodromal yang mendahului sebelum gejala

gatal dan kelainan kulit terjadi.

D. SASARAN BELAJAR

1. Siklus Hidup cacing tambang

2. Faktor Resiko Cutaneus Larva Migran

3. Patogenesis Cutaneus Larva Migran

4. Patogenesis dan patofisiologi Cutaneus Larva Migran

5. Pemeriksaan diagnostik

6. Penatalaksanaan

a) Kuratif

b) Preventif

7. Komplikasi

8. Prognosis

E. PEMBAHASAN

1. Siklus Hidup cacing tambang

a. Siklus Langsung

Larva rhabditiform yang keluar bersama tinja penderita setelah 2 - 3

hari di tanah/air bertumbuh menjadi larva filariform (bentuk infektif)

yang dapat menembus kulit.2 Bila larva filariform tersebut menembus

kulit manusia masuk ke kapiler darah, mengikuti aliran darah ke

jantung kanan lalu ke paru. Setelah sampai di paru, larva filariform

menembus dinding alveolus lalu masuk ke alveolus kemudian ke

Page 19: Laporan Problem Based Learning Ke 1 Kel 9

bronchiolus, bronchus, trachea dan pharynx. Dari pharynx larva

tertelan masuk ke esofagus, lambung, usus halus lalu menjadi dewasa

di usus halus. Waktu yang diperlukan saat larva filariform menembus

kulit sampai cacing betina mengeluarkan telur kira-kira 28 hari. Daur

hidup langsung sering terjadi di daerah beriklim dingin.3

b. Siklus Tidak Langsung

Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi

cacing jantan dan cacing betina bentuk bebas. Bentuk bebas ini lebih

gemuk dari bentuk parasitik. Cacing yang betina berukuran 1mm x

0,06mm, yang jantan berukuran 0,75mm x 0,04 mm, mempunyai ekor

melengkung dengan dua buah spikulum. Sesudah pembuahan, cacing

betina menghasilkan telur yang menetas menjadi larva rabditiform.

Larva rabditiform dalam beberapa hari berubah menjadi larva filariform

yang infektif dan masuk ke dalam hospes baru. Siklus tidak langsung

ini terjadi bila lingkungan sekitarnya optimum yaitu iklim tropik dan

lembab.3

c. Autoinfeksi

Larva rabditiform kadang-kadang menjadi larva filariform di usus atau

di daerah sekitar anus. Bila larva filariform menembus mukosa usus

atau kulit perianal, maka terjadi suatu daur perkembangan di dalam

hospes. Adanya autoinfeksi dapat menyebabkan strongyloidisis

menahun pada penderita.3

Page 20: Laporan Problem Based Learning Ke 1 Kel 9

2. Faktor Resiko Strongiloidosis

Faktor risiko dari strongiloidosis adalah tidak memakai alas kaki di

kebun, sawah, atau kebun yang menggunakan pupuk. Hal ini

didukung jika seseorang bekerja di perkebunan dan pertanian. Anak-

anak dan pria lebih sering ditemukan menderita pnyakit ini dibanding

wanita dan orang dewasa.

3. Patofisiologi Strongiloidosis

Bila larva filariform menembus kulit, timbul kelainan kulit yang

dinamakan creeping eruption yang sering disertai rasa gatal yang

Page 21: Laporan Problem Based Learning Ke 1 Kel 9

hebat. Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus

muda. Infeksi ringan terjadi pada umunya tanpa diketahui hospesnya

karena tidak menimbulkan gejala. Infeksi sedang dapat menyebabkan

rasa sakit seperti di tusuk-tusuk di daerah epigastrium tengah.

Mungkin disertai mual dan muntah, diare dan konstipasi saling

bergantian. Pada hiperinfeksi cacing dewasa yang hidup sebagai

parasit dapat ditemukan diseluruh traktus digestivus dan larvanya

dapat ditemukan pada paru, hati, dan kandung empedu.

4. Patofisiologi Gatal Karena Strongyloides stercolaris.

\

Cacing menembus kulit

INFLAMASI

RESPON IMUN HUMORAL

Produksi Ig E

Degranulasi sel mast

Meningkatnya sekresi histamin

Rangsangan serabut sraf bebas

GATAL

Page 22: Laporan Problem Based Learning Ke 1 Kel 9

5. Patofisiologi Loffler syndrome

Infeksi Strongyloides yang melewati siklus paru akan menimbulkan

respon imun non spesifik diantara sel sel imun yang paling

berperan dalam melawan infeksi cacing tersebut adalah sel

eosinofil, sel ini akan meningkat ketika infeksi cacing terjadi.

Respon infalmasi akan meningkatkan produksi mucus yang

dihasilkan dari proses inflamasi tersebut. Timbunan mucus terbeut

akan merangsang serabut saraf batuk yang akan menimbulkan

terjadinya batuk dan sesak nafas karena terdapat sumbtan mucus.

Kumpulan gejala batuk, eosinofilia, dan sesak nafas ini dikenal

sebagai Loffler syndrome.

Kelanan suara nafas yang terdengar pada strongiloidosis adalah

ronki basah halus, Hal ini disebabakn infesi strongilodes dapat

menyebabkan infesi parenkim paru dan meningkatkan produksi

mucus hasil proses inflamasi yang terdengar sebagai ronki basah

halus.

6. Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan laboratorium yang biasa diusulkan adalah

pemeriksaan kadar eosinofilia karena pada infeksi parasit kadar

eosinofilia kan meningkat. Selain pemeriksaan eosinofilia, larva

filariform dari cacing tambang juga bisa ditemukan pada

pemeriksaan sputum bila terjadi komplikasi berupa pneumonitis

pada pasien, akan tetapi, komplikasi ini jarang sekali ditemukan.

Selain itu, larva juga dapat ditemukan pada pemeriksaan bilas

lambung. Pada pemeriksaan tinja dapat ditemukan telur atau dari

cacing tambang.

Page 23: Laporan Problem Based Learning Ke 1 Kel 9

7. Morfologi Cacing Tambang

Morfologi Cacing tambang (Etiologi Cutaneus Larva Migrans)Gambar Keterangan

Ancylostoma duodenale Panjang badannya ± 1 cm, menyerupai huruf C

Di bagian mulutnya terdapat 2 pasang gigi

Cacing jantan mempunyai bursa kopulatriks pada bagian ekornya

Cacing betina ekornya runcing

Necator Americanus Panjang badannya ± 1 cm, menyerupai huruf S

Di bagian mulutnya terdapat benda kitin

Cacing jantan mempunyai bursa kopulatriks pada bagian ekornya

Cacing betina ekornya runcing

Telur cacing tambang Telurnya berukuran ± 70x45 mikron

Page 24: Laporan Problem Based Learning Ke 1 Kel 9

bulat lonjong, berdinding tipis, kedua kutub mendatar, didalamnya terdapat beberapa sel.

Larva rabditiform Panjangnya ± 250 mikron Rongga mulut panjang dan

sempit, oesofagus dengan dua bulbus dan menempati 1/3 panjang badan bagian anterior

Larva filariform Panjangnya ± 500 mikron Rongga mulut tertutup,

oesofagus dengan dua bulbus dan menempati ¼ panjang badan bagian anterior

Ancylostoma braziliense Mulutnya mempunyai sepasang gigi besar dan sepasang gigi kecil

Badan cacing jantan panjangnya 4,7-6,3 mm

Badan cacing betina panjangnya 6,1-8,4 mm

Page 25: Laporan Problem Based Learning Ke 1 Kel 9

Ancylostoma caninum Mulutnya mempunyai tiga pasang gigi besar

cacing jantan panjangnya 10 mm

cacing betina panjangnya 14 mm

Strongyloides stercoralis Panjangnya ± 1 mm oesofagus pendek dengan 2

bulbus, cacing jantan ekornya

melingkar dengan spikulum cacing betina ekornya

runcing,uterus berisi telur.

Larva rabditiform Panjangnya ± 225 mikron Ruang mulut terbuka, pendek

dan lebar Esophagus dnegna dua bulbus,

ekor runcing

Larva filariform Panjangnya ± 700 mikron Langsing, tanpa sarung Ruang mulut tertutup Esophagus mnempati ½

panjang badan Bagisn ekor tumpul berlekuk

8. Penatalaksanaan

Page 26: Laporan Problem Based Learning Ke 1 Kel 9

a) Kuratif

1) Creeping eruption: Krioterapi dengan liquid nitrogen dan

Kloretilen spray, tiabendazol topikal selama 1 minggu. Coulau

dkk (1982) mengobati 18 kasus cutaneus larva migrans dengan

albendazol 400 mg seaa 5 har berturut-turut, mendapaatkan

hasil yang sangat memuaskan

2) Pengobatan terhadap cacing dewasa: dibangsal anak RS

Pringadi medan, pengobatan yang digunakan adalah gabungan

pirantel-pamoat dengan mebendazol, ddengan cara pirantel

pamoat dosis tunggal 10 mg/kgBB diberikan pda pagi harinya

diikuti denga pemberian maben dazol 100 mg dua kali sehari

selama 3 hari berturut-turut, terutama bila dijumpai adanya

infeksi campuran dengan cacing lain (Kazura,2007).

3) Obat-obat lain yang dapat digunakan :

Pirantel pamoat, dosis tunggal 10 mg/kgBB

Mebendazol 100 mg dua kali sehari selama 3 hari berturut-

turut

Albendazol, pada anak usia diatas 2 tahun dapat diberikan

400 mg (2 tablet) atau steara dengan 20 ml suspensi,

sedangkan pada anak yang kecil diberikan dengan dosis

separuhnya, dilaporkan hasi cukup memuaskan

Antihistamin dapat diberikan untuk mengurang rasa gatal

(Kazura,2007).

4) Terapi Penunjang

Pemberian makanan yang bergizi dan preparat besi

dapat mencegah terjadinya anemia. Pada keadaan anemia

yang berat (Hb<5 g/dL), preparat besi diberikan sebelum dimulai

pengobatan dengan obat cacing. Besi lementer diberikan

secara oral dengan dosis 2 mg/kgBB tiga kali sehari sampai

tanda-tanda anemia hilang (Kazura,2007).

Page 27: Laporan Problem Based Learning Ke 1 Kel 9

b) Preventif

Cuci tangan sebelum makan dengan sabun

Cuci kaki sampai ke sela-sela jari dengan sabun

Menggunakan sandal saat keluar rumah

Membuang kotoran di jamban

9. Komplikasi

Gambar 8. Target deposit larva migrans (Efendi, 2007)

Page 28: Laporan Problem Based Learning Ke 1 Kel 9

10. Prognosis

Penyakit ini memiliki prognosis yang baik, karena bukan merupakan

penyakit yang serius. Penderita sebaiknya mematuhi nasehat dokter

untuk meminum obat supaya lekas sembuh, dan juga melakukan

tindakan preventif terhadap dirinya sendiri dengan melaksanakan

prinsip hidup bersih dan sehat,khusus untuk petani maupun pekerja

perkebunan sebaiknya menggunakan alas kaki saat bekerja supaya

tidak terjadi infeksi ulang.

Sehingga secara garis besar prognosis pasien dengan cutaneus

larva migran bergantung pada beberapa faktor, antara lain:

a)Pasien diberi pengobatan atau tidak

b)Pemilihan obat, apakah sesuai dengan karakteristik pasien atau

parasit yang menginfeksi atau tidak.

c) Cara pemakaian obat

d),Faktor predisposisi (hygiene). Sebagian besar, penyakit ini terjadi

karena higienitas dari penderita kurang baik seperti jarang

memakai alas kaki.

Page 29: Laporan Problem Based Learning Ke 1 Kel 9

BAB III

KESIMPULAN

1. Pada kasus ini penderita mengalami strongiloidosis.

2. Penyakit ini terutama disebabkan oleh Strongiloides Stercolaris,

yaitu sejenis cacing tambang yang umum ditemukan pada daerah

tropis.

3. Manusia adalah hospes definitive.

4. Tindakan preventif yang mudah yaitu memakai alas kaki jika keluar

rumah (kontak dengan tanah) dan mencuci tangan dan kaki dengan sabun

sampai ke sela-sela jari.

Page 30: Laporan Problem Based Learning Ke 1 Kel 9

DAFTAR PUSTAKA