laporan problem based learning(1)

75
LAPORAN PBL I TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Putus Obat dengan Penyebaran Milier BLOK RESPIRATORY SYSTEM Tutor : dr. Agung Saprasetya Dwi Laksana,M.Sc.PH Disusun oleh : KELOMPOK 1 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL 1. Ganda Sapto Edi G1A012001 2. Nafiisah G1A012002 3. Arvi Tri Sulistiyani G1A012003 4. Fitri Ayu Ramadona G1A012004 5. Wilvi Rahmannesa G1A012005 6. Desi Faridah Manalu G1A012006 7. Nabila Saribanun G1A012007 8. Nabela Azahra G1A012008 9. Marlina Jaya Diputri G1A012009 10 . Silvia Rosyada G1A010035

Upload: rizki-baiti-oktaviyani

Post on 11-Nov-2015

258 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

pbl respi

TRANSCRIPT

LAPORAN PBL ITB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Putus Obat dengan Penyebaran MilierBLOK RESPIRATORY SYSTEM

Tutor:dr. Agung Saprasetya Dwi Laksana,M.Sc.PH

Disusun oleh :KELOMPOK 11.Ganda Sapto EdiG1A012001

2.NafiisahG1A012002

3.Arvi Tri SulistiyaniG1A012003

4.Fitri Ayu RamadonaG1A012004

5.Wilvi RahmannesaG1A012005

6.Desi Faridah ManaluG1A012006

7.Nabila SaribanunG1A012007

8.Nabela AzahraG1A012008

9.Marlina Jaya DiputriG1A012009

10. Silvia Rosyada G1A010035

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU ILMU KESEHATANJURUSAN KEDOKTERANPURWOKERTO2014

BAB IPENDAHULUAN

A. SKENARIOInformasi 1Gerhana seorang pelajar SMA datang ke klinik, mengeluh batuk berdarah sejak dua bulan terakhir. Batuk dirasakan hampir setiap hari, dahak berwarna kekuningan dan pernah bercampur darah merah segar beberapa kali. Batuk berdarah disertai penurunan berat badan 8 kg dalam waktu 2 bulan, kadang disertai sesak napas terutama apabila beraktivitas.

Informasi 2 Setahun yang lalu Gerhana pernah batuk darah dan diharuskan menjalani pengobatan yang menyebabkan air kencing berwarna merah setelah dilakukan pemeriksaan dahak di puskesmas. Gerhana hanya meminum obat selama 2.5 bulan karena merasa bosan tiap hari minum obat.

Informasi 3Pemeriksaan fisik : Keadaan umum : sedang, tampak sesak Kesadaran : compos mentis Tanda vital : Tekanan darah 130/70 mmHg, nadi 92/menit, pernapasan 28/menit, suhu 37.2 C Mata : konjungtiva anemis (-) Paru inspeksi :simetris kanan dan kiri Palpasi :hantaran paru kanan = kiri Perkusi :sonor di kedua lapang paru Auskultasi :suara dasar vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

Informasi 4Pemeriksaan penunjang Darah rutin : HB 12 gram %, Leukosit 8600/mm3, Hitung jenis 0/3/4/32/61/0, LED 74/1 jam Sputum BTA SPS : +/+++/++Foto toraks : terdapat gambaran infiltrat kecil kecil yang tersebar merata di kedua lapang paru

Informasi 5Diagnosis : TB paru BTA (+) Lesi luas kasus putus obat (dengan penyebaran milier)Penatalaksanaan : 1. Pemberian OAT kategori II yaitu 2RHZES + 1RHZE + 5RH atau 2(4FDC+S) + 1(4FDC) + 5(2FDC+E)2. Mukolitik/ekspektoran3. Vitamin B6 1 1 tab

BAB IIPEMBAHASAN

A. Klarifikasi Istilah1. Batuk berdarah Batuk darah merupakan keadaan batuk dengan pengeluaran sputum berbercak darah atau pengeluaran darah yang tampak jelas dari dalam traktus respiratorius (Harrison, 1999).2. sesak nafasSesak nafas merupakan gejala nyata adanya gangguan trakeobronkial, parenkim paru, dan rongga pleura. Saat terjadinya sesak nafas ada peningkatan kerja pernapasan akibat bertambahnya resistensi elastis paru (pneumonia, atelektasis, penyakit pleura) tau peningkatan non elastitas (eemfisema, asma, bronkitis) (Muttaqin, 2001).

B. Batasan Masalah1. Gerhana pelajar SMA.2. Datang ke klinik dengan keluhan batuk berdarah sejak dua bulan terakhir, batuk dirasakan tiap hari dengan dahak berwarna kekuningan dan pernah bercampur darah merah segar, disertai penurunan berat badan 8 kg dalam 2 bulan dan mengeluh sesak nafas terutama beraktivitas.3. Setahun lalu pernah mendapatkan pengobatan yang menyebabkan urin berwarna merah.4. Gehana hanya meminum obat selama 2.5 bulan karena merasa bosan.5. Hasil pemeriksaan sputum BTA SPS didapatkan hasil +/+++/++.6. Pemeriksaan foto thorax didapatkan infiltrat kecil kecil yang tersebar merata di kedua lapang paru.

C. Analisis Masalah 1. Apa itu batuk ?2. Apa itu batuk berdarah ?3. Apa perbedaan batuk darah dengan muntah darah ?4. Bagaimana mekanisme batuk ?5. Apa saja komplikasi dari batuk ? 6. Bagaimana prognosis batuk ?

D. Menyusun Berbagai Penjelasan Mengenai Permasalahan yang Ada1.Batuk Batuk adalah refleks protektif yang timbul akibat iritasi percabangan trakeobronkial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme yang penting untuk membersihkan saluran pernafasan bagian bawah (Muttaqin, 2001).2.Batuk berdarah Batuk darah merupakan keadaan batuk dengan pengeluaran sputum berbercak darah atau pengeluaran darah yang tampak jelas dari dalam traktus respiratorius (Harrison, 1999).

Berdasarkan penyebabnya dikenal berbagai macam batuk darah (Purwandianto, 2000) :A. Batuk darah idiopatik atau esensial dimana penyebabnya tidak diketahuiAngka kejadian batuk darah idiopatik sekitar 15% tergantung fasilitas penegakan diagnosis. Pria terdapat dua kali lebih banyak daripada wanita, berumur sekitar 30 tahun, biasanya perdarahan dapat berhenti sendiri sehingga prognosis baik. Teori perdarahan ini adalah sebagai berikut :a. Adanya ulserasi mukosa yang tidak dapat dicapai oleh bronkoskopi.b. Bronkiektasis yang tidak dapat ditemukan.c. Infark paru yang minimal.d. Menstruasi vikariensis.e. Hipertensi pulmonal.

B. Batuk darah sekunder, yang penyebabnya dapat di pastikan Pada prinsipnya berasal dari : a. Saluran napasYang sering ialah tuberkulosis, bronkiektasis, tumor paru, pneumonia dan abses paru. Menurut Bannet, 82 86% batuk darah disebabkan oleh tuberkulosis paru, karsinoma paru dan bronkiektasis.Yang jarang dijumpai adalah penyakit jamur (aspergilosis), silikosis, penyakit oleh karena cacing. b. Sistem kardiovaskulerYang sering adalah stenosis mitral, hipertensi. Yang jarang adalah kegagalan jantung, infark paru, aneurisma aorta.c. Lain-lainDisebabkan oleh benda asing, ruda paksa, penyakit darah seperti hemofilia, hemosiderosis, sindrom Goodpasture, eritematosus lupus sistemik, diatesis hemoragik dan pengobatan dengan obat-obat antikoagulan.

Berdasarkan jumlah darah yang dikeluarkan, hemoptisis dapat dibagi atas (Purwandianto, 2000) :1. Hemoptisis masifBila darah yang dikeluarkan adalah 100-160 cc dalam 24 jam.2. Kriteria yang digunakan di rumah sakit Persahabatan Jakarta :a. Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam.b. Bila perdarahan kurang dari 600 cc dan lebih dari 250 cc / 24 jam, akan tetapi Hb kurang dari 10 g%.c. Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam dan Hb kurang dari 10 g%, tetapi dalam pengamatan 48 jam ternyata darah tidak berhenti.

Kesulitan dalam menegakkan diagnosis ini adalah karena pada hemoptoe selain terjadi vasokonstriksi perifer, juga terjadi mobilisasi dari depot darah, sehingga kadar Hb tidak selalu memberikan gambaran besarnya perdarahan yang terjadi (Purwandianto, 2000).Kriteria dari jumlah darah yang dikeluarkan selama hemoptoe juga mempunyai kelemahan oleh karena (Purwandianto, 2000) :a. Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan sputum dan kadang-kadang dengan cairan lambung, sehinga sukar untuk menentukan jumlah darah yang hilang sesungguhnya.b. Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan bersama-sama dengan tinja, sehingga tidak ikut terhitungc. Sebagian dari darah masuk ke paru-paru akibat aspirasi.Oleh karena itu suatu nilai kegawatan dari hemoptoe ditentukan oleh :a. Apakah terjadi tanda-tanda hipotensi yang mengarah pada renjatan hipovolemik (hypovolemik shock) (Purwandianto, 2000).b. Apakah terjadi obstruksi total maupun parsial dari bronkus yang dapat dinilai dengan adanya iskemik miokardium, baik berupa gangguan aritmia, gangguan mekanik pada jantung, maupun aliran darah serebral. Dalam hal kedua ini dilakukan pemantauan terhadap gas darah, disamping menentukan fungsi-fungsi vital. Oleh karena itu suatu tingkat kegawatan hemoptoe dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu bentuk akut berupa asfiksia, sedangkan bentuk yang lain berupa renjatan hipovolemik (Purwandianto, 2000).Bila terjadi hemoptoe, maka harus dilakukan penilaian terhadap(Purwandianto,2000) :a. Warna darah untuk membedakannya dengan hematemesis.b. Lamanya perdarahan.c. Terjadinya mengi (wheezing) untuk menilai besarnya obstruksi.d. Keadaan umum pasien, tekanan darah, nadi, respirasi dan tingkat kesadaran.Klasifikasi menurut Pusel:+ : batuk dengan perdarahan yang hanya dalam bentuk garis-garis dalam sputum++ : batuk dengan perdarahan 1 30 ml+++ : batuk dengan perdarahan 30 150 ml++++ : batuk dengan perdarahan > 150 ml Positif satu dan dua dikatakan masih ringan, positif tiga hemoptisis sedang, positif empat termasuk di dalam kriteria hemoptisis massif (Purwandianto, 2000).

3.Perbedaan batuk darah dengan muntah darah (Jusuf, 2010) :

Batuk darahMuntah darah/hematemesis

ProdromalRasa tidak enak pada tenggorokanMual stomach distress

WarnaMerah segar dan berbuihMerah kehitaman dan tidak berbuih

IsiDapat bercampur dengan dahakMengandung sisa makanan

PHAlkalisAsam

Riwayat penyakitPenyakit paru atau jantungUlkus peptikum atau penyakit hati

Tabel 1. Perbedaan Batu Darah dengan Muntah Darah (Jusuf, 2010)

4.Mekanisme batuk

Bagan 1. Mekanisme batuk (Soemantri, 2007).Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi (literatur lain membagi fase batuk menjadi 4 fase yaitu fase iritasi, inspirasi, kompresi, dan ekspulsi). Batuk biasanya bermula dari inhalasi sejumlah udara, kemudian glotis akan menutup dan tekanan di dalam paru akan meningkat yang akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba dan ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu (Aditama,2006).Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar udara, pada saat ini glotis secara refleks sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasi sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Penelitian lain menyebutkan jumlah udara yang dihisap berkisar antara 50% dari tidal volume sampai 50% dari kapasitas vital. Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama, volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang besar akan memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah (Aditama,2006).

Gambar 1. Skema diagram menggambarkan aliran dan perubahan tekanan subglotis selama, fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi batuk (Aditama, 2006)Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan meningkat sampai 50 100 mmHg. Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk, yang membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glotis tertutup adalah 10 sampai 100% lebih besar daripada cara ekspirasi paksa yang lain. Di pihak lain, batuk juga dapat terjadi tanpa penutupan glottis (Aditama,2006).

Gambar 2. Fase Batuk (Aditama, 2006)

Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi. Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada sehingga menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasi yang maksimal akan tercapai dalam waktu 3050 detik setelah glotis terbuka, yang kemudian diikuti dengan arus yang menetap. Kecepatan udara yang dihasilkan dapat mencapai 16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase ini dapat dijumpai pengurangan diameter trakea sampai 80% (Goldsobel,2010). 5. Komplikasi batuk Komplikasi tersering adalah keluhan non spesifik seperti badan lemah, anoreksia, mual dan muntah. Mungkin dapat terjadi komplikasi-komplikasi yang lebih berat, baik berupa kardiovaskuler, muskuloskeletal atau gejala-gejala lain .Pada sistem kardiovaskuler dapat terjadi bradiaritmia, perdarahan subkonjungtiva, nasal dan di daerah anus, bahkan ada yang melaporkan terjadinya henti jantung. Batuk-batuk yang hebat juga dapat menyebabkan terjadinya pneumotoraks, pneumomediastinum, ruptur otot-otot dan bahkan fraktur iga (Dennis, 2006).Komplikasi yang sangat dramatis tetapi jarang terjadi adalah Cough syncope atau Tussive syncope. Keadaan ini biasanya terjadi setelah batuk-batuk yang paroksismal dan kemudian penderita akan kehilangan kesadaran selama 10 detik. Cough syncope terjadi karena peningkatan tekanan serebrospinal secara nyata akibat peningkatan tekanan intratoraks dan intraabdomen ketika batuk (Dennis,2006).

Gambar 3. Komplikasi Batuk (Dennis, 2006)5.Prognosis batuk Sebagian besar penderita mengalami pemulihan total, meskipun berlangsung lambat. Sekitar 1-2% anak yang berusia dibawah 1 tahun meninggal. Kematian terjadi karena berkurangnya oksigen ke otak (ensefalopati anoksia) dan bronkopneumonia (Aditama, 2006).

Diagnosis Banding1. BronkiektasisCiri khas bronkiektasis adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya hemoptisis dan pneumonia berulang. Batuk pada bronkiektasis memiliki ciri antara lain batuk produktif yang berlangsung lama dan frekuens mirip dengan bronchitis kronik. Jika terjadi karena infeksi, warna sputum akan menjadi purulen, dan dapat memberikan bau tidak sedap pada mulut (Aru,2006). Pada kasus yang sudah berat, sputum disertai dengan nanah dan jaringan nekrosis bronkus. Pada sebagian besar pasien juga ditemukan dipsneu dengan suara tambahan wheezing akibat adanya obstruksi bronkus. Demam berulang juga dapat dirasakan pasien karena adanya infeksi berulang yang sifatnya kronik. Hemoptisis juga dapat terlihat pada sebagian besar kasus, hal ini disebabkan adanya destruksi mukosa bronkus yang mengenai pembuluh darah (Aru,2006).Pada dry bronkiektasis (bronkiektasis kering), hemoptisis terjadi tanpa disertai dengan batuk dan pengeluaran dahak. Hal ini biasanya terjadi pada bronkiektasis yang menyerang mukosa bronkus bagian lobus atas paru. Bagian ini memiliki drainase yang baik sehingga sputum tidak pernah menumpuk pada bagian ini (Aru,2006).Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan sianosis dan jari tabuh. Pada keadaan yang lebih parah dapat dilihat tanda-tanda kor pulmonal. Kelainan paru yang lain daapat ditemukan tergantung dari tempat kelainan yang terjadi. Pada bronkiektasis biasanya ditemukan ronkhi basah paru yang jelas pada bagian lobus bawah paru dan ini hilang setelah melakukan drainase postural. Dapat dilihat pula retraksi dinding dada dan berkurang gerakan dinding dada pada paru yang terkena serta terjadi pergeseran mediastinum (tertarik) kearah yang terkena (Aru,2006).Pada pemeriksaan laboratorium sering ditemukan anemia akibat infeksi kronis dan adanya leukositosis yang menunjukkan infeksi kronis. Pemeriksaan urin umumnya normal, kecuali bila sudah ada komplikasi amiloidosis akan ditemukan proteinuria. Pemeriksaan sputum serta kultur bakteri dan uji resistensi perlu untuk dilakukan, apabila ada kecurigaan terhadap infeksi sekunder (Aru,2006).Gambaran radiologis khas untuk bronkiektasis biasanya menunjukkan kista kista kecil dengan fluid level, mirip seperti gambaran sarang tawon. Gambaran seperti ini hanya dapart dilihat pada 13% kasus. Kadang-kadang gambaran radiologis paru pada bronkiektasis menunjukkan adanya bercak-bercak pneumonia, peeumonia, fibrosis atau kolaps (atelataksis), bahkan terkadang paru terlihat normal (pada 7% kasus) (Aru,2006).Pada pemeriksaan spirometri akan ditemukan penurunan rasio VC dan FEV1 yang menunjukkan adanya obstruksi saluran nafas. Pada bronkiektasis dapat terjadi perubahan gas darah berupa penurunan PaO2 yang menunjukkan adanya abnormalitas regional, seperti kelainan ventilasi (Aru,2006).

2. Fibrosis KistikKelainan genetic yg bersifat resesis heterogen (dari ayah dan ibu keduanya harus punya) dengan gambaran patobiologik yang mencerminkan mutasi pada gen regulator transmembran fibrosis kistik (Price,2005).Tanda dan gejala (Alwinsyah,2009) :a. Batuk kronik dan berdahak dan sering berulang terkadang batuk disertai darahb. Anoreksiac. Berat badan turund. Demame. Sesak nafasf. Malabsorbsi karena kekurangan eksokrin pancreasg. Steatorea (feses yang berminyak)h. Pertumbuhan bayi lambat (kurus dan perut buncit)Pemeriksaan fisik (Alwinsyah,2009): a. Kurusb. Barrel chestc. Auskultasi: ronkhid. Memakaiotot bantu pernafasane. sianosisPemeriksaan penunjang(Alwinsyah,2009) :a. Uji fungsi kelenjar eksokrin Pada pasien malnutrisi apabila diberikan enzim pancreas responnya sangat baik itu membuktikan adanya kekurangan eksokrin pancreas.b. Uji faal paruMenunjukkan gambaran obstrukasi yang merupakan gambaran yang khas dan dapat menyebabkan hipoksemia yang progressive.c. Uji keringatJika ditemukan konsentrasi cl 80mmol/l maka positif kuat dan 40 mmol/l pada anak-anak.d. FototoraksMenunjukkan gambaran hiperinflasi dengan diafragma yang mendatar, dinding bronchus menebal.e. Foto sinusKarena pansinus sering dijumpai pada penderita fibrosis kistik.DiagnosisDiagnosis Fibrosis kistik tidak dapat ditegakkan tanpa adanya manifestasi paru dan gastrointestinal yang khas atau adanya riwayat keluarga ditambah kadar elektrolit keringat yang abnormal terkadang disertai azoospermia obstructive (Price,2005).

3. Bronkitis Khronik Anamnesis (Suryo, 2010) : Riwayat penyakit yang ditandai tiga gejala klinis utama (batuk, sputum, sesak) dan faktor-faktor penyebabnya seperti :a. Kebiasaan merokokb. Polusi udarac. Paparan debu, asap dan gas-gas kimiawi akibat kerjad. Riwayat infeksi saluran nafase. Bersifat genetikPemeriksaan fisik (Suryo, 2010) :a. Bila ada keluhan sesak, akan terdengar ronki pada waktu ekspirasi maupun inspirasi disertai bising mengi.b. Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shape chest (diameter anteroposteriordada meningkat).c. Iga lebih horizontal dan sudut subkostal bertambah.d. Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, pekak jantung berkurang.e. Pada pembesaran jantung kanan, akan terlihat pulsasi di dada kiri bawah di pinggir sternum.f. Pada kor pulmonal terdapat tanda-tanda payah jantung kanan dengan peninggian tekanan vena, hepatomegali, refluks hepato jugular dan edema kaki.Pemeriksaan penunjang (Suryo, 2010) :a. Pemeriksaan radiologi.Ada hal yang perlu diperhatikan yaitu adanya tubular shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah.b. Pemeriksaan fungsi paru.Terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang normal. Sedang KRF sedikit naik atau normal. Diagnosis ini dapat ditegakkan dengan spirometri, yang menunjukkan (VEP) volume ekspirasi paksa dalam 1 detik < 80% dari nilai yang diperkirakan, dan rasio VEP1 : KVP 20% dari berat badan sebelumnya (bulan sebelumnya) sering mengindikasikan adanya metastasis. Pasien dengan metastasis ke hepar sering mengeluhkan penurunan berat badan. Kanker paru umumnya juga bermetastasis ke kelenjar adrenal, tulang, otak, dan kulit. Keterlibatan organ-organ ini dapat menyebabkan nyeri local. Metastasis ke tulang dapat terjadi ke tulang mana saja namun cenderung melibatkan tulang iga, vertebra, humerus, dan tulang femur. Bila terjadi metastasis ke otak, maka akan terdapat gejala-gejala neurologi, seperti confusion, perubahan kepribadian, dan kejang. Kelenjar getah bening supraklavikular dan servika anterior dapat terlibat pada 25% pasien dan sebaiknya dinilai secara rutin dalam mengevaluasi pasien kanker paru (Suyono,2001).

Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik sangat penting dalam mendiagnosis suatu penyakit. Tumor paru ukuran kecil dan terletak di perifer dapat memberikan gambaran normal pada pemeriksaan fisik. Tumor dengan ukuran besar, terlebih bila disertai atelektasis sebagai akibat kompresi bronkus, efusi pleura atau penekanan vena kava akan memberikan hasil yang informatif. Pada pasien kanker paru dapat ditemukan demam, kelainan suara pernafasan pada paru, pembesaran pada kelenjar getah bening, pembesaran hepar, pembengkakan pada wajah, tangan, kaki, atau pergelangan kaki, nyeri pada tulang, kelemahan otot regional atau umum, perubahan kulit seperti rash, daerah kulit menghitam, atau bibir dan kuku membiru, pemeriksaan fisik lainnya yang mengindikasikan tumor primer ke organ lain (Suyono,2001).

Pemeriksaan Penunjang (Radiologi)a. Foto ThoraxPada pemeriksaan foto toraks PA/lateral, kelainan dapat dilihat bila massa tumor berukuran >1 cm. Tanda yang mendukung keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai indentasi pleura, tumor satelit, dan lain-lain. Pada foto toraks juga dapat ditemukan invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikard dan metastasis intrapulmoner (Suyono,2001). Pemberian OAT pada penderita golongan risiko tinggi yang tidak menunjukkan perbaikan atau bahkan memburuk setelah 1 bulan harus menimbulkan pemikiran kemungkinan kanker paru dan melakukan pemeriksaan penunjang lain sehingga kanker paru dapat disingkirkan. Pengobatan pneumonia yang tidak berhasil setelah pemberian antibiotik selama 1 minggu juga harus menimbulkan dugaan kemungkinan tumor di balik pneumonia tersebut (Suyono,2001).

b. CT Scan ThoraxCT scan toraks (Computerized Tomographic Scans) dapat mendeteksi tumor yang berukuran lebih kecil yang belum dapat dilihat dengan foto toraks, dapat menentukan ukuran, bentuk, dan lokasi yang tepat dari tumor oleh karena 3 dimensi. CT scan toraks juga dapat mendeteksi pembesaran kelenjar getah bening regional (Suyono,2001). Tanda-tanda proses keganasan tergambar dengan baik, bahkan bila terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intrabronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak massif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala. Demikian juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan metastasis intrapulmoner. Pemeriksaan CT scan toraks sebaiknya diminta hingga suprarenal untuk dapat mendeteksi ada/tidak adanya pembesaran KGB adrenal (Suyono,2001).

c. MRI (Magnetic Resonance Imaging Scans) MRI tidak rutin digunakan untuk penjajakan pasien kanker paru. Pada keadaan khusus, MRI dapat digunakan untuk mendeteksi area yang sulit diinterpretasikan pada CT scan toraks seperti diafragma atau bagian apeks paru (untuk mengevaluasi keterlibatan pleksus brakial atau invasi ke vertebra) (Suyono,2001).

d. PET scan (Positron Emission Tomography) PET scan merupakan teknologi yang relatif baru. Molekul glukosa yang memiliki komponen radioaktif diinjeksikan ke dalam tubuh kemudian scan diambil. Banyaknya radiasi yang digunakan sangat kecil. Sel-sel kanker mengambil lebih banyak glukosa daripada sel yang normal karena sel-sel kanker bertumbuh dan bermultiplikasi dengan cepat. Oleh karena itu, jaringan dengan sel kanker tampak lebih terang daripada jaringan yang normal. Tumor primer, kelenjar getah bening dengan sel-sel keganasan, dan tumor metastasis tampak sebagai spot yang terang pada PET scan (Suyono,2001).PET scan tidak rutin digunakan sebagai tes diagnostik lini pertama untuk kanker paru, kadang digunakan setelah foto toraks atau CT scan toraks untuk membedakan antara tumor jinak dan ganas. PET scan khusus digunakan untuk mendeteksi penyebaran tumor ke kelenjar getah bening regional dan metastasis jauh. Bagaimanapun, terdapat beberapa kondisi yang lain dari kanker yang juga dapat menyebabkan gambaran positif PET scan. Gambaran PET scan sebaiknya diinterpretasikan dengan hati-hati dan dikorelasikan dengan hasil pemeriksaan penunjang lainnya (Suyono,2001).

5. PneumoniaPneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat konsolidasi dan terjadi pengisian alveoli oleh eksudat yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan benda benda asing (Mansjoer,2000).Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru.Menurut anatomis pneumonia pada anak dibedakan menjadi 3 yaitu pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronchopneumonia), Pneumonia interstisialis (Mansjoer, 2000).

Tanda dan Gejala Pneumonia

Gejala penyakit Pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat sampai 400 C, sesak nafas, nyeri dada, dan batuk dengan dahak kental, terkadang berwarna kuning kehijauan (Mansjoer, 2000).Gejala dan tanda lainnya :Batuk berdahak, nyeri dada (saat menarik nafas dalam atau terbatuk), demam, retraksi intercosta, sesak nafas, sakit kepala, nafsu makan berkurang, mual muntah, kekakuan sendi dan otot, cyanosis, ronchi, thorak foto menunjukkan infiltrasi melebar (Mansjoer, 2000).

Klasifikasi PneumoniaBerdasarkan pedoman MTBS (2000), pneumonia dapat diklasifikasikan secara sederhana berdasarkan gejala yang ada. Klasifikasi ini bukanlah merupakan diagnose medis dan hanya bertujuan untuk membantu para petugas kesehatan yang berada di lapangan untuk menentukan tindakan yang perlu diambil, sehingga anak tidak terlambat penanganan. Klasifikasi tersebut adalah:1. Pneumonia berat atau penyakit sangat berat, apabila terdapat gejala :a. Ada tanda bahaya umum, seperti anak tidak bisa minum atau menetek, selalu memuntahkan semuanya, kejang atau anak letargis/tidak sadar.b. Terdapat tarikan dinding dada ke dalam.c. Terdapat stridor ( suara napas bunyi grok-grok saat inspirasi )

2. Pneumonia, apabila terdapat gejala napas cepat, batasan nafas cepat adalah :a. Anak usia 2 12 bulan apabila frekuensi napas 50 x/menit atau lebih.b. Anak Usia 1 5 tahun apabila frekuensi napas 40 x/menit atau lebih.

3. Batuk bukan Pneumonia, apabila tidak ada tanda tanda atau penyakit sangat berat.

Tanda dan Gejala Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu, ekspektorasi sputum, napas cuping hidung, sesak napas, merintih dan sianosis. Anak yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Tanda Pneuomonia berupa retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan peningkatan frekuensi nafas, perkusi pekak, fremitrus melemah. Suara napas melemah, dan ronkhi (Mansjoer, 2000).Gejala penyakit pneumonia berupa napas cepat dan sesak napas, karena paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak dibawah usia 2 bulan, tidak dikenal diagnosis pneumonia. Pneumonia berat ditandai dengan adanya batuk juga disertai kesukaran bernafas, napas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga pneumonia sangat berat, dengan gejala pneumonia sangat berat, dengan gejala batuk, kesukaran bernapas disertai gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum (Mansjoer, 2000).Menurut (Mansjoer,2000) pada awalnya keluhan batuk tidak produktif, tapi selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus purulen kekuningan, kehijauan, kecoklatan atau kemerahan, dan sering kali berbau busuk. Klien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil (onset mungkin tiba tiba dan berbahaya ). Adanya keluhan nyeri dada pleuritis, sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan, lemas dan nyeri kepala.

Komplikasi Pneumonia Pada paru paru penderita pneumonia di penuhi sel radang dan cairan yang sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk mematikan kuman, tetapi karena adanya dahak yang kental maka akibatnya fungsi paru terganggu sehingga penderita mengalami kesulitan bernafas karena tidak adanya ruang untuk tempat oksigen. Kekurangan oksigen membuat sel sel tubuh tidak bisa bekerja karena inilah, selain penyebaran infeksi keseluruh tubuh, penderita pneumonia juga bisa meninggal (Mansjoer,2000).Menurut Mansjoer (2000) komplikasi pneumonia yaitu :1. Abses kulit2. Abses jaringan lunak3. Otitis media4. Sinusitis5. Meningitis purualenta6. Perikarditis Pemeriksaan pneumoniaPemeriksaan fisik1.InspeksiPerlu diperhatikan adanya takipnea dispne, sianosis sirkumoral, pernapasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada pada waktu menarik napas. Batasan takipnea pada anak berusia 12 bulan 5 tahun adalah 40 kali / menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding dada ke dalam pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada kedalam akan tampak jelas (Mansjoer,2000).

2. PalpasiSuara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan atau tachycardia (Mansjoer,2000).

3. PerkusiSuara redup pada sisi yang sakit (Mansjoer,2000).

3. AuskultasiAuskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung / mulut bayi. Pada anak yang pneumonia akan terdengar stridor. Sementara dengan stetoskop, akan terdengar suara napas berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan bronchial, egotomi, bronkofoni, kadang terdengar bising gesek pleura (Mansjoer,2000).

Pemeriksaan Penunjang (Mansjoer,2000) :1. Pemeriksaan laboraturiuma. Leukosit 18.000 40.000 / mm3.b. Hitung jenis didapatkan geseran ke kiri.c. LED meningkat.

2. X-foto dadaTerdapat bercak bercak infiltrate yang tersebar (bronco pneumonia) atau yang meliputi satu/sebagian besar lobus/lobule.

4. Merumuskan Tujuan Belajar 1. Anatomi Paru 2. Histologi Paru3. Fisiologi Paru 4. Definisi Tuberculosis Paru5. Etiologi Tuberculosis Paru6. Patogenesis Tuberculosis Paru 7. Patofisiologis Tuberculosis Paru8. Penegakan diagnosis Tuberculosis Paru9. Penatalaksanaan Tuberculosis Paru10. Komplikasi dari OAT

5. Belajar MandiriSudah dilakukan

6. Menarik atau Mengambil Informasi yang Dibutuhkan

1. Anatomi Paru

Gambar 4. Anatomi Paru (Putz, 2006)

Ciri ciri pulmo (Putz, 2006 ) : Konsistensi : Lunak , seperti spon , elastis Warna: merah muda pada anak-anak , gelap berbintik jika semakin tua Bentuk : KerucutLetak : Cavitas thoracica bagian lateral mediastinum

A. Bagian Pulmo (Putz, 2006 ) :a.Apex pulmonalisb.Basis pulmonalis B. Facies Pulmo (Putz, 2006 ) :1. Facies costalis2. Facies mediastinum3. Facies diafragmatica4. Facies vertebralis C. Margo Pulmo (Putz, 2006 ) :a. Margo anteriorb. Margo posteriorc. Margo inferiorD. Lobus Pulmo (Putz, 2006 ) :1. Dextra a. Lobus superior dextrab. Lobus media dextrac. Lobus inferior dextra Antara lobus superior dextra dengan lobus media dextra dibatasi oleh fissura horizontalis pulmo dextra . Antara lobus media dextra dengan lobus inferior dextra dibatasi oleh fissura obliqua pulmo dextra (Putz, 2006 ).

2. Sinistraa. Lobus superior sinistrab. Lobus inferior sinistraAntara lobus superior sinistra dengan lobus inferior sinistra dibatasi oleh fissura obliqua pulmo sinistra (Putz, 2006 ).

Tabel 3. Perbedaan Pulmo Dextra dengan Pulmo Sinistra (Putz, 2006)

2. Histologi Paru

Gambar 5. Histologi Pulmo (Junqueira, 2007)

Keterangan gambar (Junqueira, 2007) :A. Huruf T Bronkiolus Terminal B. Huruf R Bronkiolus RespiratoriusC. Huruf AD Ductus AlveolusD. Huruf AS Saccus Alveolus E. Huruf A Alveolus Didalam alveolus terdapat beberapa sel yaitu :a. Pneumosit tipe I : tempat difusi gas b. Pneumosit tipe II : penghasil surfaktan c. Sel dust

3. Fisiologi Paru Fungsi paru-paru adalah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Pada pernapasan melalui paru-paru, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernapas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkhial ke alveoli, dan dapat erat dengan darah di dalam kapiler pulmonaris. Hanya satu lapisan membran , yaitu membran alveoli-kapiler, memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini, dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95 persen jenuh oksigen. Di dalam paru-paru, karbon dioksida adalah salah satu hasil buangan metabolisme, menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronkhial dan trakhea, dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut (Sloane, 2003). Pengambilan udara pernapasan dikenal dengan inspirasi dan pengeluaran udara pernapasan disebut dengan ekspirasi. Mekanisme pertukaran udara pernapasan berlangsung di alveolus disebut pernapasan eksternal. Udara pernapasan selanjutnya diangkut oleh hemoglobin dalam eritrosit untuk dipertukarkan ke dalam sel. Peristiwa pertukaran udara pernapasan dari darah menuju sel disebut pernapasan internal. Aktivitas inspirasi dan ekspirasi pada saat bernapas selain melibatkan alat-alat pernapasan juga melibatkan beberapa otot yang ada pada tulang rusuk dan otot diafragma (selaput pembatas rongga dada dengan rongga perut). Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar. Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan (Sloane, 2003).A. Pernapasan DadaPada pernapasan dada, otot yang berperan penting adalah otot antar tulang rusuk. Otot tulang rusuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu otot tulang rusuk luar yang berperan dalam mengangkat tulang-tulang rusuk dan tulang rusuk dalam yang berfungsi menurunkan atau mengembalikan tulang rusuk ke posisi semula (Sloane, 2003).a. InspirasiFase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga rongga dada mengembang. Pengembangan rongga dada menyebabkan volume paru-paru juga mengembang akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk (Sloane, 2003).b. EkspirasiFase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antartulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Rongga dada yang mengecil menyebabkan volume paru-paru juga mengecil sehingga tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar. Hal tersebut menyebabkan udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar (Sloane, 2003).B. Pernapasan PerutPernapasan perut merupakan pernapasan yang mekanismenya melibatkan aktifitas otot-otot diafragma yang membatasi rongga perut dan rongga dada (Sloane, 2003) :a.InspirasiPada saat pengambilan udara (inspirasi) tahap-tahap yang terjadi dan dapat dirasakan adalah diafragma berkontraksi sehingga diafragma menjadi datar dan otot antartulang rusuk sebelah luar juga berkontraksi yang diikuti dengan terangkatnya tulang rusuk yang menyebabkan rongga dada membesar. Membesarnya rongga dada ini menyebabkan tekanan di dalam rongga dada mengecil sehingga memungkinkan paru-paru dapat mengembang. Mengembangnya paru-paru memungkinkan tekanan di dalam ruang paru-paru mengecil bahkan lebih kecil dari udara luar sehingga udara dapat masuk secara berurutan ke lubang hidung - rongga hidung - faring trakea (melaui glottis) - bronkus (kanan-kiri) - bercabang 22 (bronkiolus-bronkiolus) alveolus (kantong-kantong kecil) (Sloane, 2003).b.EkspirasiPada saat pengeluaran udara (ekspirasi) tahap-tahap yang dapat dirasakan adalah diafragma relaksasi sehingga kembali ke posisis semula dan otot antarrusuk dalam kontraksi menyebabkan tulang rusuk kembali ke posisi semula sehingga rongga dada mengecil. Rongga dada mengecil sehingga menyebabkan tekanan di dalam rongga dada meningkat yang mengakibatkan ruang paru-paru mengecil.Mengecilnya ruang paru-paru menyebabkan membesaranya tekanan di dalam paru-paru sehingga udara akan mengalir keluar dari alveolus melalui bronkiolus - bronkus - trakea glotis - faring - rongga hidung dan lubang hidung (Sloane, 2003).4. Definisi Tuberculosis ParuTuberculosis, adalahpenyakit yang disebabkaninfeksikumanMycobacterium tuberculosisyang dapatmerusakparu-parumanusiaataubagiantubuh lain (NSW Health, 2005).

5. Etiologi Tuberculosis ParuPenyebab dari penyakit tuberculosis itu sendiri yaitu adanya infeksi dari kuman Mycobacterium tuberculosis yang biasanya ditularkan melalui inhalasi.Kuman ini sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 m dantebal 0,3-0,6 m (Amin &Bahar, 2009).

6. Patogenesis Tuberculosis Paru Patogenesisdari tuberculosis inidibagimenjadi 2 yaitu tuberculosis primer dan tuberculosis sekunder(Amin &Bahar, 2009).

Tuberculosis Primer

Bakteri TB masukmelalui droplet penderita

Bakteri TB menempelpadasalurannafasataujaringanparu

Mati difagosit Difagosit oleh makrofag

Menetap dan berkembang biak (multiplikasi)Dalam sitoplasma makrofag

Apabila imunitas baik, Maka bakteri akan dormant

Tuberculosis Sekunder

Basil TB yang dormant bertahun-tahun,Akan muncul kembali aktif sebagai infeksi

Biasanya disebabkan oleh menurunnyaImunitas (malnutrisi, gagalginjal, alcohol, dll)

Menjadi TB dewasa

Terbentuk sarang dini di region atas paru

Terbentuk tuberkelYaitu suatu granuloma

Keterangan :A. Tuberculosis PrimerPenularan terjadi karena adanya kuman yang terkandung dalam droplet yang dikeluarkan oleh penderita, kemudian terhirup oleh orang lain yang sehat. Bakteri ini dapat bertahan dalam udara bebas selama 1-2 jam tergantung ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan kelembapan.Setelah itu, bakteriakan menempel pada saluran pernapasan atau jaringan paru. Di paru, bakteri akan difagosit oleh makrofag. Ada 2 kemungkinan yang dapat terjadi yaitu bakteri akan mati atau malah justru akan menetap dan berkembangbiak di sitoplasma makrofag(Amin &Bahar, 2009).Kuman yang berada di dalam jaringan paru kemudian akan berkumpul membentuk suatu sarang yang disebut dengan sarang (focus) Ghon. Apabila orang tersebu tmempunyai imunitas yang baik, maka bakteriakan mengalami masa dormansi. Masuklah ke pathogenesis tuberculosis sekunder (Amin &Bahar, 2009).

B. Tuberculosis SekunderBakteri atau basil TB yang mengalami dormant bertahun-tahun ini akan dapat muncul lagi/aktif sebagai infeksi endogen. Biasanya terjadi karena adanya penurunan imunitas orang tersebut seperti malnutrisi, alcohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal, dan lainnya. Setelah itu, muncul sarang-sarangdini yang akan menjadi tuberkel (suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel Histiosit dan sel-sel Datia-Langhans) setelah 3-10 minggu(Amin &Bahar, 2009).

7. Patofisiologis Tuberculosis Paru

BB turun (Werdhani, 2009)

Sel makrofag yang tidak dapat mencerna (melisiskan)Bakteri M. Tuberkulosa

Endospora (pertahanan)rangsang epitelisasi

Granuloma (fokus Gohn)

NEKROTIC

imun Adekuatimun tidak adekuat

terjadi kalsifikasi dan fibrosistidak sukses mengontrol infeksi

sukses mengontrol infeksiliquefaksi dan dinding fibrous kehilangan struktur-struktur

basil dormanFibrous lepas

lesi sembuhNecrotic Semiliqiud

8. Penegakan diagnosis Tuberculosis ParuA. AnamnesisAnamnesis dilakukan untuk mengetahui adanya gejala utama dan gejala tambahan atau tidak.

Keluhan terbanyak yang dirasakan oleh penderita tuberculosis yaitu (Amin & Bahar, 2009) :1. Demam, biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang dapat mencapai 40-41 C. pada serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian akan timbul lagi. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk ketubuh.2. Batuk / Batuk Darah, gejala ini banyak ditemukan. Batuk yang terjadi disebabkan karena adanya iritasi pada bronkus dan memang diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar dari tubuh.Sifat batuk berawal dari batuk kering non-produktif0 kemudian setelah timbul peradangan akan menjadi produktif yaitu menghasilkan sputum. Keadaan lanjutan adalah batuk darah karena adanya pembuluh darah yang pecah.3. Sesak Napas, sesak napas belum terlalu dirasakan pada batuk yang masih ringan. Sesak napas ini akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltratnya sudah mencapai setengah bagian paru-paru.4. Nyeri Dada, gejala ini timbul apabila infiltrasi sudah mencapai pleura sehingga dapat menimbulkan pleuritis. Yaitu terjadinya gesekan kedua pleura pada saat penderita bernapas.5. Malaise ,sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan semakin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dan lainnya. Malaise ini semakin lama semakin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

Gejala Klinis yang sering dijumpai pada pasien TB dapat dikategorikan sebagai berikut (DEPKES, 2012) :1. Gejala UtamaBatuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga minggu) atau lebih2. Gejala tambahan yang sering dijumpaia. Dahak bercampur darahb. Batuk darahc. Sesak nafas dan rasa nyeri dadad. Badan lemah, anoreksia, berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.

Gejala respiratorik sangat bervariasi, ada yang tidak menunjukan gejala dan ada yang gejalanya cukup berat tergantung luasnya lesi. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit mungkin pasien tidak menunjukkan gejala batuk timbul sebagai akibat dari iritasi bronkus, dan untuk tahap lebih lanjut batuk muncul sebagai mekanisme untuk mengeluarkan dahak (DEPKES, 2012).

B. Pemeriksaan fisikPada awal perkembangan TB sangat sulit untuk menemukan kelainan pada pemeriksaan fisik. Biasanya pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai (Fauci et al, 2008) :a. Suara ronki karena obstruksi parsial bronkussuara nafas amforik pada daerah yang beronggab. Demamc. Lemasd. Pucate. Konjungtiva anemis

C. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan Bakteriologik (Fauci et al , 2008 ) :

a. Bahan pemeriksasan Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS): * Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)* Pagi ( keesokan harinya )* Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari berturut-turut. Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium.Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identiti pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium.Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos.

c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain. Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara :a. Mikroskopikb. Biakan Pemeriksaan mikroskopik: Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen Mikroskopik fluoresens :pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening) lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :a. 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif BTA positifb. 1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali,c. 1 kali positif, 2 kali negatif BTA positif d. 3 kali negatif BTA negatifInterpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi WHO).Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :c. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negative.d. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan.e. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+).f. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+).g. Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+). Pemeriksaan biakan kuman:Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara :a. Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudohb. Agar base media : Middle brookMelakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul.

2. Pemeriksaan Radiologik Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif (Fauci et al , 2008 ) :c. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah.d. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular.e. Bayangan bercak milier.f. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktifa. Fibrotik b. Kalsifikasic. Schwarte atau penebalan pleura

3. Pemeriksaan khususSalah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat (Fauci et al , 2008 ) . a. Pemeriksaan BACTEC Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan. Bentuk lain teknik ini adalah dengan menggunakan Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT) (Fauci et al , 2008 ).

b. Polymerase chain reaction (PCR)Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya (Fauci et al , 2008 ).Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar internasional.Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang ke arah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB (Fauci et al , 2008 ).Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun ekstraparu sesuai dengan organ yang terlibat.

c. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda :

1a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama (Fauci et al , 2008 ).1b. ICTUji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membrane (Fauci et al , 2008 ).

1c.Mycodot

Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan mudah (Fauci et al , 2008 ).

1d.Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)

Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi. Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi (Fauci et al , 2008 ).

1e.Uji serologi yang baru / IgG TB

Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi antibodi IgG dengan antigen spesifik untuk Mycobacterium tuberculosis. Uji IgG berdasarkan antigen mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan 16 kDa dan kombinasi lainnya akan menberikan tingkat sensitiviti dan spesifisiti yang dapat diterima untuk diagnosis. Di luar negeri, metode imunodiagnosis ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosis TB ekstraparu, tetapi tidak cukup baik untuk diagnosis TB pada anak.Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis (Fauci et al , 2008 ).

4. Pemeriksaan Penunjang laina. Analisis Cairan PleuraPemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah (Fauci et al , 2008 ).b. Pemeriksaan histopatologi jaringanPemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu (Fauci et al , 2008 ) :c. Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB).d. Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen Silverman).e. Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka).f. Otopsi Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.

5. Pemeriksaan darahHasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik (Fauci et al , 2008 ).6. Uji tuberkulinUji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di Indonesia dengan prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositivan dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negative (Fauci et al , 2008 ).

7. Penatalaksanaan Tuberculosis ParuKategori IDiberikan kepada :a. TB paru BTA (+) kasus barub. TB paru BTA (-), Ro (+) lesi luas/ sakit beratc. TB ekstra paru beratDiberikan 2 HRZE/4H3R3 : Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan) (Amin, 2009).

Kategori IIDiberikan kepada :a. TB paru kasus kambuhb. TB paru kasus gagalc. TB paru kasus lalai Dibeikan 2 HRZES/1HRZE/5H3R3E3: Selama 2 bulan minum obat INH, rifampicin, pirazinamid, etambutol dan streptomisin setiap hari dilanjutkan INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol setiap hari selama 1 bulan dan dilanjutkan minumobat INH, rifampisin dan etambutol tiga kali dalam seminggu selama 5 bulan (Amin, 2009).

Kategori IIIDiberikan kepada :a. TB paru BTA (-), Ro (+) lesi/sakit ringanb. TB ekstra paru ringanDiberikan 2HRZ/4 H3R3: Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin dan pirazinamid dilanjutkan minum obat INH dan rifampisin tiga kali seminggu selama 4 bulan (Amin, 2009).

Table 1 . Jenis, sifat dan dosis OAT (mg/kgBB)

JenisAksiDosis/hrDosis 3x/mggIsoniazidBakterisidal 5 (4 6) 10 (8 12 )RifampisinBakterisidal 10 (8 12) 10 (8 12)PirazinamidBakterisidal 25 (20 30) 35 (30 40)EthambutolBakteriostatik 15 (15 20) 30 (25 35)StreptomisinBakterisidal 15 (12 18) 15 (12 18)

8. Efek samping dari OAT

EFEK SAMPING RINGAN OAT (Permenkes RI, 2009)

Tabel 4. Efek Samping Ringan OAT (Permenkes RI, 2009)

EFEK SAMPING BERAT OAT (Permenkes RI, 2009)

Tabel 5. Efek Samping Berat OAT (Permenkes RI, 2009)

Pengobatan TB pada Keadaan Khusus (Permenkes RI, 2009):1. KehamilanPada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.2. Ibu menyusui dan bayinya Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.3. Pasien TB pengguna kontrasepsiRifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi non-hormonal, atau kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg).4. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDSTatalaksanan pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama efektifnya dengan pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS.Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan stadium klinis HIV sesuai dengan standar WHO. Penggunaan suntikan Streptomisin harus memperhatikan Prinsip prinsip Universal Precaution (Kewaspadaan Keamanan Universal) Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu sarana pelayanan kesehatan untuk menjaga kepatuhan pengobatan secara teratur. Pasien TB yang berisiko tinggi terhadap infeksi HIV perlu dirujuk ke pelayanan VCT (Voluntary Counceling and Testing = Konsul sukarela dengan test HIV). 5. Pasien TB dengan hepatitis akutPemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan Tb sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6 bulan. 6. Pasien TB dengan kelainan hati kronikBila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali OAT tidak diberikan dan bila telah dalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE.7. Pasien TB dengan gagal ginjalIsoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. OAT jenis ini dapat diberikan dengan dosis standar pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal. Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal. Apabila fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia, Etambutol dan Streptomisin tetap dapat diberikan dengan dosis yang sesuai faal ginjal. Paduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.8. Pasien TB dengan Diabetes MelitusDiabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat anti diabetes perlu ditingkatkan. Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti diabetes oral. Pada pasien Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi retinopathy diabetika, oleh karena itu hati-hati dengan pemberian etambutol, karena dapat memperberat kelainan tersebut.9. Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroidKortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan jiwa pasien seperti:a. Meningitis TBb. TB milier dengan atau tanpa meningitisc. TB dengan Pleuritis eksudativad. TB dengan Perikarditis konstriktiva.Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari, kemudian diturunkan secara bertahap. Lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan.10. Indikasi operasiPasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (reseksi paru), adalah:a.Untuk TB paru:- Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan carakonservatif.- Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif.- Pasien MDR TB dengan kelainan paru yang terlokalisir.b.Untuk TB ekstra paru:Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien TB tulang yang disertai kelainan neurologik.

DAFTAR PUSTAKA

Aditama T. Patofisiologi Batuk. Jakarta : Bagian Pulmonologi FK UI, Unit Paru RS Persahabatan, Jakarta. 2006.Alwinsyah A, EN Keliat, Azhar T. 2009. Buku Ajar IlmuPenyakitDalamEdisi 5. Jakarta: InternaPublishingAmin Z, asril B. 2009. Buku Ajar IlmuPenyakitDalamEdisi 5. Jakarta: InternaPublishingAmin, Z & Bahar, A. 2009.Tuberculosis Paru dalam Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :InternaPublishing.Aru W. Sudoyo. 2006. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid II, Edisi IV. Jakarta : FKUIDepartemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FK UIDEPKES. 2012. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwld E, Hauser SL, Jameson JL, et al. 2008. Harrisons principles of internal medicine, 17th Ed. Philadelphia: Mcgraw-HillF. Dennis McCool. Global Physiology and Pathophysiology of Cough. CHEST January 2006 vol. 129 no. 1 suppl 48S-53SGoldsobel AB, Chipps BE (March 2010). Cough in the pediatric population. J. Pediatr. 156 (3): 352358Horrison, 1999. Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :EGC Junqueira , Luiz Carlos, Jose Carneiro. 2007. Histologi Dasar. Jakarta : EGCJusuf, M. Wibisono., Winariani., Slamet Hariadi. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair.Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : media aesculapius.Muttaqin Arif, 2001. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika Sloane, Ethel (2003). Anatomy and Physiology An Easy Learner. Jakarta : EGCPermenkes RI. 2009. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB). Jakarta : Menteri kesehatan republik Indonesia.Price AS, Lorraine MW. 2005. PatofisiologiEdisi 6. Jakarta:EGCPurwandianto A. Sampurna B. 2000. Kedaruratan Medik. ed. 3. Bina Rupa Aksara. Jakarta. p.19 20Putz, Reinhard, Reinhard Pabst. 2006. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Jakarta : EGC NSWHealth.2005.Tuberculosis.Availableat :http://www.health.nsw.gov.au/Infectious/tuberculosis/Documents/Language/factsheet-ind.pdf ( diaksestanggal 9 Maret 2014).Soemantri, Irman. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Penerbit Salemba Medica. Suryo, Joko. 2010. Penyembuhan Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta: Mizan.Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.Werdhani, Retno asti. 2009. Patofisiologi, Diagnosis, dan Klasifikasi Tuberkulosis. Jakarta: