laporan praktikum manajemen peternakan

22

Click here to load reader

Upload: sammy-synyster

Post on 22-Dec-2015

32 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Laporan Praktikum Manajemen Peternakan

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Praktikum Manajemen Peternakan

Laporan Praktikum Manajemen Peternakan

LAPORAN PRAKTIKUMMANAJEMEN TERNAK PERAH

Disusun oleh:

Kelompok IXD

Muhamad Nur Rokhim            Aries Rahardian            Septo Setyanang            Dewi Sri Hartatik         Novita Dewi Patriasari        Liana Eka L.                   

FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIANUNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG 2012

BAB I

PENDAHULUAN

Page 2: Laporan Praktikum Manajemen Peternakan

Manajemen suatu perusahaan peternakan sapi perah penting untuk diketahui oleh orang-

orang yang berkecimpung dalam dunia peternakan khususnya peternakan sapi perah. Manajemen

sebagai pedoman agar tidak terjadi kerugian baik secara materi maupun kerugian secara genetik

dan agar terciptanya sebuah usaha peternakan yang efektif dan efisien. Susu sebagai hasil utama

dari ternak perah khususnya sapi perah dihasilkan melalui suatu peternakan sapi perah. Kualitas

dan kuantitas serta kontinuitas produksi susu dari suatu perusahaan peternakan sapi perah sangat

penting untuk menjamin kelangsungan produksi dari peternakan sapi perah.

Tujuan dilakukannya praktikum manajemen ternak perah adalah untuk mengetahui tata

laksana pemeliharaan sapi perah  dari pakan, pemerahan, perkandangan, perkawinan, produksi

susu dan keadaan fisiologis lingkungan. Manfaat yang dapat diperoleh anatara lain adalah

mengetahui manajemen pemeliharaan sapi perah dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi

susu.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.     Sapi Perah

Sapi perah adalah suatu jenis sapi yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan susu.

Terdapat beberapa bangsa sapi perah yaitu Ayrshire, Guernsey, Jersey dan Friesian Holstein

(FH) (Blakely dan Bade, 1995). Sapi-sapi perah di Indonesia dewasa ini pada umumnya adalah

sapi perah bangsa FH import dan turunannya. Kemampuan berproduksi susu dari sapi FH bisa

mencapai 5984 kg tiap laktasi dengan kadar lemak susu rata-rata 3,7%, standar bobot badan pada

Page 3: Laporan Praktikum Manajemen Peternakan

sapi betina dewasa 650 kg, sedangkan pada sapi jantan dewasa 700-900 kg (Syarief dan

Sumoprastowo, 1985). Sapi Friesian Holstein (FH) yang mempunyai ciri-ciri anatara lain

warnanya hitam berbelang putih, kepala berbentuk panjang, lebar dan lurus, tanduk relatif

pendek dan melengkung ke depan, temperamen tenang dan jinak (Siregar, 1993).

Untuk mencapai produksi yang normal, pemeliharaan sebaiknya dilakukan pada

ketinggian + 1000 m diatas permukaan laut dengan suhu berkisar antara  15-21 0 C dan

kelembaban udara diatas 55% (Andriyani et al. 1980).

2. Manajemen Pemeliharaan

Tata laksana pemeliharaan dalam suatu peternakan memegang peranan penting karena

keberhasilan suatu usaha peternakan tersebut sangat dipengaruhi oleh baik tidaknya tata laksana

pemeliharaan (Muljana, 1985). Syarief dan Sumoprastowo (1985) menambahkan bahwa hal yang

harus mendapat perhatian dalam pemeliharaan adalah kebersihan kandang dan peralatan,

pengaturan pemberian ransum dan air minum serta penjagaan kebersihan sapi. Manejemen

pemeliharaan sapi perah terdiri atas pemeliharaan pedet, dara, bunting, laktasi dan kering kandang

(Putra, 2004).

1. Manajemen pedet

Pedet yang baru lahir tersebut dikeringkan atau membiarkan induk menjilatinya sehingga

pedet tidak kedinginan apabila cuaca dalam keadaan dingin (Blakely dan Bade, 1998). Menurut

Williamson dan Payne (1993), pedet yang baru lahir perlu disiapkan kandang dengan memberikan

alas berupa jerami kering atau serbuk gergaji.

Page 4: Laporan Praktikum Manajemen Peternakan

Blakely dan Bade (1998) menyatakan bahwa Pedet sapi perah disapih pada umur 3-4 bulan,

tergantung dari kondisi pedet. Cara penyapihan pedet sedikit demi sedikit susu yang diberikan

dikurangi. Sebaliknya, pemberian konsentrat dan hijauan ditingkatkan sampai pada saatnya pedet itu

disapih sehingga terbiasa dan tidak mengalami stress (Putra, 2004).

Kolostrum merupakan susu pertama yang diproduksi oleh induk sekitar hari 5-7 setelah

melahirkan dan sangat penting bagi pedet karena kandungan nutrisi yang terkandung dalam

kolostrum sangat tinggi dan terdapat antibodi yang dapat mencegah timbulnya penyakit

(Muljana, 1985). Kandang pedet harus tersedia tempat pakan dan air minum dan berukuran 1,5 x

2 m. Alas kandang diberi jerami dan sering diganti. Sebelumnya biarkan kandang itu kosong 2-7

hari sebelum pedet dimasukkan (Santosa, 1995). Saat sapi lahir hanya abomasum yang telah

berfungsi, kapasitas abomasum sekitar 60 % dan menjadi 8 % bila nantinya telah dewasa.

Sebaliknya untuk rumen semula 25 % berubah menjadi 80 % saat dewasa ( Imron, 2009 ).

2. Manajemen sapi dara

Sapi dara adalah sapi pada masa antara lepas sapih sampai laktasi pertama kali yaitu

berkisar antara umur 12 minggu sampai dengan 2 tahun (Ensminger, 1971). Setelah berumur 3

bulan sapi dara sebaiknya ditempatkan di dalam kandang kelompok yang berjumlah anrtara 3-4

ekor, dengan jenis kelamin, umur dan berat badan yang seragam (Soetarno, 2003). Kekurangan

pemeliharaan atau perawatan dimasa pertumbuhan akan meyebabkan sapi sulit bunting bila

dikawinkan, kesulitan dalam melahirkan (distokia) yang pertama kalinya, pedet yang dilahirkan

kecil dan lemah dan produksi susunya rendah. Tujuan pemeliharaan sapi dara yaitu untuk

mengganti induk “replacement” untuk sapi perah yang mempunyai kemampuan produksi rendah

serta untuk pengembangan usaha (Siregar, 1993).

Page 5: Laporan Praktikum Manajemen Peternakan

Pemeliharaan sapi dara yang baik serta pemberian ransum yang berkualitas baik pula sapi

dara akan terus tumbuh sampai umur 4-5 tahun, bila sapi tidak cukup diberi ransum ditinjau dari

kualitas dan kuantitasnya akan terjadi sebagai berikut: 1). Pada waktu sapi dara beranak pertama

kali besar badannya tidak akan mencapai ukuran normal, 2). Kelahiran pertama kali pada umur 3

tahun adalah termasuk terlambat, 3). Produksi cenderung rendah tidak sesuai dengan yang

diharapkan (Sudono, 1984). Sapi perah dara dapat dikawinkan pertama kali pada umur 15 bulan

(Williamsom dan Payne, 1993). Sapi dara mampu mencerna serat kasar tinggi, sedangkan

penambahan pakan penguat hanya sebagai pelengkap zat-zat gizi yang terkandung dalam

hijauan. Pakan sebaiknya diberikan 2-3 kali sehari. Sapi perah dara dikawinkan tergantung dari

umur dan besar tubuhnya (Siregar, 1993).

Sapi-sapi harus selalu bersih setiap kali akan diperah, terutama bagian daerah lipatan

paha sampai bagian belakang tubuh sapi perah dan sebaiknya dimandikan sekurangnya satu kali

sehari (Syarief dan Sumoprastowo, 1985). Hal ini diperkuat dengan pendapat Muljana (1985)

yang menyatakan bahwa sapi sebaiknya dimandikan setiap hari dan pembersihan kotoran yang

menempel dikulit. Sanitasi dilakukan setiap 2 kali sehari setiap pagi dan sore dengan tujuan

menjaga kebersihan kandang karena berhubungan dengan kesehatan ternak.

3. Manajemen sapi laktasi

Manajemen perawatan sapi laktasi bertujuan untuk memperoleh  produksi susu yang

bagus dan optimal (Prihadi, 1996). Sapi laktasi perlu mendapatkan perawatan badan secara rutin,

sebab setiap saat tubuhnya menjadi kotor, berupa daki atau kotoran sapi itu sendiri. Sapi laktasi

perlu diperhatikan sanitasinya, ransum/pakan yang diberikan dan produksi yang dihasilkan.

Pembersihan kandang dan ternak harus dilakukan secara rutin.

Page 6: Laporan Praktikum Manajemen Peternakan

Pakan sapi perah laktasi terbagi menjadi dua golongan yaitu pakan kasar dan pakan penguat

atau konsentrat (Syarief dan Sumoprastowo, 1985). Pemberian konsentrat lebih dari 60% banyak

mendatangkan kerugian dibanding dengan keuntungan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa bahan pakan

konsentrat mengandung serat kasar rendah dan sifatnya mudah dicerna. Kadar serat kasar yang

terlalu tinggi menyebabkan ransum sulit untuk dicerna, sebaliknya jika kadar serar kasar rendah

mengakibatkan kadar lemak susu menjadi lebih rendah dan menyebabkan gangguan pencernaan

(Prihadi, 1996). Umur dewasa kelamin sapi yaitu 12- 17 bulan (Blakely dan Bade , 1998) .

Umur dewasa kelamin pada sapi perah bervariasi karena dipengaruhi fakror ras, keadaan

lingkungan dan terutama pemberian pakan (Putra, 2004). Sapi perah laktasi yang terinfeksi mastitis

bakterial mula-mula ditandai dengan perubahan susu. Susu berubah menjadi encer dan pecah

menggunakan uji alkohol, susu bergumpal dan kadang-kadang bercampur darah atau nanah.

Penyebab mastitis bakterial diantaranya adalah ambing yang tidak terpelihara kebersihannya,

perlakuan pemerahan atau tangan pemerah yang terkontaminasi (Siregar, 1993),.

3. Manajemen Pakan

Pakan sapi perah terdiri dari hijauan leguminosa dan rumput yang berkualitas baik serta

dengan konsentrat tinggi kualitas serta palatabel (Blakely dan Bade, 1998).  Ransum ternak besar

(sapi) terdiri dari 60% hijauan dan 40% limbah pengolahan pangan (bekatul dan bungkil),

sedangkan pemberian pakan konsentrat hendaknya sebelum hijauan, bertujuan untuk merangsang

pertumbuhan mikrobia rumen (Reksohadiprojo, 1984). Hijauan diberikan sepanjang hari secara

ad libitum, hijauan juga diselingi dengan jerami padi sebanyak 1 kg yang diberikan dua kali

sehari (Prihadi, 1996).

Page 7: Laporan Praktikum Manajemen Peternakan

Pemberian konsentrat diberikan sebelum sapi diperah dengan jumlah 1-2 kg/ekor/hari atau sebanyak 1-2%

bobot badan sapi tersebut dan pakan hijauan yang diberikan setelah pemerahan susu sebanyak 30-50 kg/ekor/hari

atau 10% dari bobot badan sapi. Pakan hijauan diberikan setelah pemerahan agar mikrobia dalam rumen dapat

dimanfaatkan dan karbohidrat dapat dicerna (Hidayat, 2001).

Kebutuhan bahan kering (BK) untuk sapi laktasi adalah 2-4% bobot badan. BK pakan

berfungsi sebagai pengisi lambung dan merangsang dinding saluran untuk menggiatkan

pembentukan enzim di dalam tubuh ternak. Kebutuhan BK ternak akan meningkat sesuai dengan

bertambahnya produksi susu (Williamsom dan Payne, 1993). Pakan konsentrat merupakan

komposisi pakan yang dilengkapi kebutuhan nutrisi utama, mengandung protein lebih dari 20%

dan serat kasar kurang dari 18%, energi tinggi berperan sebagai penutup kekurangan zat

makanan didalam pakan keseluruhannya (Ensminger,1971).

Konsentrat mengandung serat kasar rendah dan bersifat mudah dicerna, tersusun dari biji-

bijian dan hasil dari pengolahan suatu industri pertanian.  Konsentrat berfungsi sebagai suplai

energi tambahan dan protein, lebih lanjut dijelaskan bahwa protein ransun bervariasi langsung

dengan kandungan protein hijauannya, dimana campuran konsentrat dari bahan pakan protein

dan energi kandungannya berfariasi antara 12% dan 18% PK. Pemberian konsentrat dilakukan

dua kali sehari sebelum pemerahan (Prihadi, 1996). Menurut Syarief dan Sumoprastowo (1985)

jumlah air minum yang diberikan pada sapi perah laktasi sebaiknya adalah adlibitum karena

tidak akan menimbulkan efek negatif bahkan dapat meningkatkan produksi air susu.

4. Manajemen Pemerahan

Pemerahan adalah tindakan mengeluarkan susu dari ambing. Pemerahan bertujuan untuk

mendapatkan produksi susu yang maksimal. Terdapat tiga tahap pemerahan yaitu pra pemerahan,

Page 8: Laporan Praktikum Manajemen Peternakan

pelaksanaan pemerahan dan pasca pemerahan (Syarief dan Sumoprastowo, 1985). Tujuan dari

pemerahan adalah untuk mendapatkan jumlah susu maksimal dari ambingnya, apabila pemerahan

tidak sempurna sapi induk cenderung untuk menjadi kering terlalu cepat dan produksi total

cenderung menjadi kering terlalu cepat dan produksi total menjadi menurun (Williamson dan Payne,

1993).

5. Manajemen Perkandangan

Perkandangan merupakan suatu lokasi atau lahan khusus yang diperuntukkan sebagai sentra

kegiatan peternakan yang di dalamnya terdiri atas bangunan utama (kandang), bangunan penunjang

(kantor, gudang pakan, kandang isolasi) dan perlengkapan lainnya (Sugeng, 1998).Menurut Siregar

(1993) dalam pembuatan kandang sapi perah diperlukan beberapa persyaratan yaitu : terdapat

ventilasi, memberikan kenyamanan sapi perah, mudah dibersihkan, dan memberi kemudahan bagi

pekerja kandang dalam melakukan pekerjaannya. Sistem perkandangan ada dua tipe yaitu stanchion

barn dan loose house. Stanchion barn yaitu sistem perkandangan dimana hewan diikat sehingga

gerakannya terbatas sedangkan loose house yaitu sistem perkandangan dimana hewan dibiarkan

bergerak dengan batas – batas tertentu (Davis, 1962)

1. Lokasi kandang

Lokasi kandang harus dekat dengan sumber air, mudah terjangkau, tidak membahayakan

ternak, tidak berdekatan dengan pemukiman penduduk. Lokasi usaha peternakan diusahakan

bukan areal yang masuk dalam daerah perluasan kota dan juga merupakan daerah yang nyaman

dan layak untuk peternakan sapi perah (Syarief dan Sumoprastowo, 1985). Ditambahkan, hal-hal

lain yang perlu diperhatikan pada kandang sapi perah adalah lantai, selokan, dinding, atap,

Page 9: Laporan Praktikum Manajemen Peternakan

ventilasi serta tempat pakan dan minum. Lokasi kandang sebaiknya berada pada tanah yang

datar, tidak becek dan lembab, cukup sinar matahari, ventilasi lancar, agak jauh dari pemukiman

penduduk dan ukurannya sesuai dengan umur ternak (Setiadi, 1982).

Menurut Siregar (1993), sebaiknya kandang 20-30 cm lebih tinggi dari tanah sekitarnya,

jauh dari keramaian lalu lintas, manusia dan kendaraan. Kandang harus dibangun dekat sumber

air, sebab sapi perah memerlukan air untuk minum, pembersihan lantai dan memandikan sapi.

Kandang sebaiknya diarahkan ke timur atau membujur ke utara selatan agar bagian dalam

kandang memperoleh sinar matahari pagi yang memadai.  Sinar matahari bermanfaat untuk

mengeringkan lantai kandang sehingga mengurangi resiko terjangkitnya penyakit (Siregar,

1993).  

2. Kontruksi kandang

Bahan yang digunakan untuk pembuatan atap antara lain asbes, rumbai, genting dan seng.

Keuntungan rumbai dan genting adalah kandang tidak terlalu panas pada siang hari dan tidak

terlalu dingin pada malam hari.  Atap genting dan rumbai memiliki kelemahan yaitu mudah

rusak akibat serangan angin yang besar, oleh karena itu perlu adanya pengikatan yang kuat pada

pembuatan atap.  Tetapi bila menggunakan seng sebaiknya dicat putih pada bagian luarnya dan

hitam pada bagian luarnya agar siang hari tidak terlalu panas (Williamson dan Payne, 1983).

Siregar (1993) menyatakan bahwa kemiringan atap dari genting 30–450, asbes 15–200, welit

(daun tebu dan sebagainya) 25–300. Tinggi atap dari genting 4,5 m untuk dataran rendah dan

menengah, dan 4 m untuk dataran tinggi. Tinggi plafon emperan berkisar antara 1,75–2,20 m

dengan lebar emperan sekitar 1 m.

Page 10: Laporan Praktikum Manajemen Peternakan

Lantai kandang dapat dibuat agak miring, dari bahan beton dengan perbandingan 1

bagian semen 2 bagian pasir dan 3 bagian kerikil, atau tanah biasa (Williamson dan Payne,

1993). Menurut Sudarmono (1993), lantai kandang sebaiknya dibuat dari bahan yang cukup

keras dan tidak licin untuk dapat menjaga kebersihan dan kesehatan kandang. Kebersihan

kandang sangat diperlukan karena akan mempengaruhi  kesehatan sapi.  Lantai kandang terlalu

keras dapat ditutup dengan jerami agar menjadi tidak begitu keras. Lebih tegas Siregar (1993)

menyebutkan bahwa supaya air mudah mengalir atau kering, lantai kandang harus diupayakan

miring dengan kemiringan kurang lebih 20    

Bagian kandang yang penting adalah tempat pakan dan minum.  Hendaknya tempat

tersebut dibuat sekuat mungkin dan mudah dibersihkan (Ensminger,1991). Tempat pakan dapat

dibuat memanjang sepanjang kandang dan diusahakan sapi dapat mengambil pakan yang

disediakan. Tempat pakan dapat dibuat dengan kedalaman sekitar 50 cm, dengan luas tempat

pakan sekitar    1 m2. Tempat minum dapat diletakkan pada ember plastik atau dari bahan lain,

diletakkan dengan cara digantung dengan ketinggian kurang lebih 80 cm dari lantai dengan

tujuan untuk menghindari kontaminasi dari makanan dan desakan sapi (Sudarmono, 1993).

Selokan atau drainase lebarnya minimal 30–40 cm. Kedalaman selokan atau drainase 20–

25 cm (Siregar, 1993).  Muljana (1985) menyatakan agar air pembersih kandang dan air untuk

memandikan sapi mudah mengalir menuju bak penampungan, maka lantai bagian belakang dan

disekeliling kandang harus dilengkapi selokan. Selokan dibuat dengan lebar 20 cm dan

kedalaman 15 cm yang dimaksudkan untuk memudahkan pembuangan kotoran yang cair, air

minum maupun air untuk memandikan sapi. Blakely dan Bade (1998) mengatakan bahwa

selokan harus cukup lebar agar kotoran yang berasal dari kandang dapat keluar dengan cepat.

Page 11: Laporan Praktikum Manajemen Peternakan

2. Tipe kandang

    Bentuk kandang sapi perah ada dua macam, yaitu kandang konvensional dan kandang

bebas. Kandang konvensional berarti sapi ditempatkan pada jajaran yang dibatasi dengan

penyekat, sedangkan kandang bebas yaitu kandang yang ruangannya bebas tanpa penyekat

(Williamson dan Payne, 1993). Kandang yang biasa digunakan yaitu jenis tail to tail atau saling

membelakangi dan head to head atau saling berhadapan (Blakely dan Bade, 1998).

3. Sanitasi dan penanganan limbah

Kandang dibersihkan setiap hari minimal 2 kali, bersama dengan memandikan sapi laktasi

(Syarif dan Sumoprastowo, 1985).  Usaha pemeliharaan kesehatan ternak sapi perah selain

melalui pembersihan kandang, juga dengan kebersihan ternak, peralatan dan petugas kandang.

Kandang sapi perah harus bersih supaya saat pemerahan  susu tidak terkontaminasi dengan udara

luar guna menjaga kesehatan ternak sapi (Williamson dan Payne, 1993).  

Sapi harus dimandikan 2 kali sehari untuk membersihkan kotoran yang menempel pada

tubuhnya, karena dengan adanya kotoran yang menempel pada tubuh akan menyebabkan pori-

pori tertutup.  Hal tersebut mengakibatkan kelenjar keringat tidak akan mengeluarkan sekresinya

secara senpurna dan selanjutnya akan mempegaruhi kesehatan ternak. Air pembersih kandang

dan air untuk memandikan sapi mudah mengalir menuju bak penampungan, maka lantai bagian

belakang dan disekeliling kandang harus dilengkapi selokan. Selokan dibuat dengan lebar 20 cm

Page 12: Laporan Praktikum Manajemen Peternakan

dan kedalaman 15 cm yang dimaksudkan untuk memudahkan pembuangan kotoran yang cair, air

minum maupun air untuk memandikan sapi (Muljana, 1985).

Selokan harus cukup lebar agar kotoran yang berasal dari kandang dapat keluar dengan

cepat (Blakely dan Bade, 1998). Selokan atau drainase lebarnya minimal 30–40 cm. Kedalaman

selokan atau drainase 20–25 cm (Siregar, 1993).

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Page 13: Laporan Praktikum Manajemen Peternakan

    Berdasarkan hasil praktikum Manajemen Ternak Perah pakan yang digunakan terdiri dari

hijauan dan konsentrat. Pemberian pakan dilakukan dua kali dalam sehari dan pakan yang

diberikan adalah hijauan dan konsentrat. Sistem perkandangan head to head sehingga mudah

dalam pemberian pakan. Sanitasi kandang dilakukan dua kali sehari sebelum pemerahan untuk

menjaga kebersihan dan kesehatan sapi serta kehigienisan susu. Pemerahan dilakukan  pagi dan

sore hari.

2. Saran

Sebaiknya dilakukan pemerikasaan kesehatan ternak secara berkala agar ternak yang terkena

mastitis atau penyakit-penyakit lainnya dapat segera ditangani.

DAFTAR PUSTAKA

Adriyani, Y. H. Suhartini, Aunorohman, Prayitno dan A. Priyono. 1980. Pengantar Ilmu Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Jendran Soedirman, Purwokerto (Tidak diterbitkan).

Blakely, J. dan Bade, D.H. 1995. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Bina UKM. 2011. http://binaukm.com/2011/03/peralatan-dalam-penanganan-susu-sapi-seri-penanganan-dan-pengolahan-susu-sapi/. Diakses pada tanggal 13 Juni 2012 pukul 21.37.

Chamberlain. 1993. Milk Production in The Tropics. Intermediate Tropical Agriculture Series. Longman Scientific and Technical, England.

Davis, R.F. 1962. Modern Dairy Cattle Management. Prentice Hall, Inc. Amerika

Page 14: Laporan Praktikum Manajemen Peternakan

Serikat

Ensminger, M. E. 1971. Dairy Cattle Science. First Edition. The Inter State Printers Publisher, Inc. Dancilles, Illionois.

Hidayat, Arif. 2001. Buku Petunjuk Peternakan Sapi Perah, Jakarta: DairyTechnology ImproveElement Project Indonesia.

Imron, Muhammad. 2009. Manajemen Pemeliharaan Pedet.http://betcipelang.info.

Muljana, W. 1985. Pemeliharaan dan Ternak Kegunaan Sapi Perah. Aneka Ilmu. Semarang.

Putra, A. R. 2004. Kondisi teknis peternakan sapi perah rakyat di Kelurahan Pondok Rangon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak. Fakultan Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Prihadi. 1996. Tata Laksana dan Produksi Sapi Perah. Fakultas Peternakan Universitas Wangsa Manggala. Yogyakarta.

Reksohadiprodjo, S. 1984. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada. Puspaswara. Jakarta.

Santosa, U. 1995. Tata Laksana Pemeliharaan Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Santosa, U. 1997. Prospek Agribisnis Penggemukan Pedet. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sindoeredjo, S. 1970. Pedoman Perusahaan Pemerahan Susu. Proyek Pengembangan Produksi Ternak. Dirjen Peternakan. Jakarta.

Siregar, S.B. 1993. Sapi Perah, Jenis, Teknik Pemeliharaan dan Analisis Usaha. Penebar Swadaya. Jakarta.

Soepardjo, Timan Soetarno, Soenardi, Soetimboel, Wartomo. 1979. :Produksi Air Susu Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein di Yogyakarta”. Presentasi pada Seminar Fakultas Peternakan UGM tanggal 13 oktober 1979.

Soedono, A. 1984. Pedoman Beternak Sapi Perah. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta

Sudono, A., R. F. Rosdiana dan B. Setiawan. 2003. Petnjuk Praktis Beternak SapiPerah Secara Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta.Sugeng, Y. B. 1992. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sugeng, Y. B. 1992. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.

Page 15: Laporan Praktikum Manajemen Peternakan

Sudarmono. 1993. Tata Usaha Sapi Kereman. Penerbit Kanisius, Yogyakarta

Syarief, M. Z. dan C. D. A. Sumoprastowo.1985. Ternak Perah. CV. Yasaguna. Jakarta.

Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan Di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh B. Srigandono)