laporan pengalaman belajar lapangan/kuliah kerja nyata fikes uhamka

84
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan bahwa upaya perbaikan gizi bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi perorangan dan masyarakat, antara lain melalui perbaikan pola konsumsi makanan, perbaikan perilaku sadar gizi, peningkatan akses mutu pelayanan gizi dan kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Upaya pembinaan gizi dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan sesuai dengan perkembangan masalah gizi, pentahapan dan prioritas pembangunan nasional. Sebagai negara berkembang, selain gizi kurang, Indonesia juga masih menghadapi masalah gizi lebih. Secara nasional masalah gemuk pada anak usia 5-12 tahun masih tinggi yaitu 18,8%, terdiri dari gemuk 10% dan sangat gemuk (obesitas) 8,8%. Prevalensi gemuk terendah di Nusa Tenggara Timur (8,7%) dan tertinggi di DKI Jakarta (30,1%). Sebanyak 14 Provinsi dengan prevalensi sangat gemuk di atas nasional, yaitu Kalimantan Tengah, Jawa Timur, Banten, Kalimantan Timur, Bali, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Jambi, Papua, Bengkulu, Bangka Belitung, Lampung dan DKI Jakarta (Riskesdas, 2013). Salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah kematian anak berusia di bawah lima tahun (Balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang khususnya di

Upload: hrdnt

Post on 03-Aug-2015

88 views

Category:

Healthcare


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan bahwa

upaya perbaikan gizi bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi perorangan dan masyarakat,

antara lain melalui perbaikan pola konsumsi makanan, perbaikan perilaku sadar gizi,

peningkatan akses mutu pelayanan gizi dan kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu dan

teknologi. Upaya pembinaan gizi dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan sesuai

dengan perkembangan masalah gizi, pentahapan dan prioritas pembangunan nasional.

Sebagai negara berkembang, selain gizi kurang, Indonesia juga masih menghadapi

masalah gizi lebih. Secara nasional masalah gemuk pada anak usia 5-12 tahun masih tinggi

yaitu 18,8%, terdiri dari gemuk 10% dan sangat gemuk (obesitas) 8,8%. Prevalensi gemuk

terendah di Nusa Tenggara Timur (8,7%) dan tertinggi di DKI Jakarta (30,1%). Sebanyak 14

Provinsi dengan prevalensi sangat gemuk di atas nasional, yaitu Kalimantan Tengah, Jawa

Timur, Banten, Kalimantan Timur, Bali, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Kepulauan Riau,

Jambi, Papua, Bengkulu, Bangka Belitung, Lampung dan DKI Jakarta (Riskesdas, 2013).

Salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah kematian anak berusia di

bawah lima tahun (Balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang khususnya di

Indonesia masih cukup tinggi. Salah satu penyebab yang sangat terlihat di antaranya karena

keadaan gizi yang kurang baik atau bahkan buruk. Badan kesehatan dunia (WHO)

memperkirakan bahwa 54% kematian anak disebabkan oleh keadaan gizi yang buruk.

Sementara masalah gizi di Indonesia mengakibatkan lebih dari 80% kematian anak (WHO,

2011).

Prevalensi balita gizi buruk merupakan indikator Millenium Development Goals

(MDGs) yang harus dicapai di suatu daerah (Kabupaten/Kota) pada tahun 2015, yaitu

terjadinya penurunan prevalensi balita gizi buruk menjadi 3,6% atau kekurangan gizi pada

anak balita menjadi 15,5% (Bappenas, 2010).

Masalah gizi disebabkan oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara langsung

masalah gizi khususnya gizi kurang dipengaruhi oleh asupan makanan dan penyakit infeksi.

Namun, masalah pokok dari munculnya gizi kurang ini adalah kemiskinan, rendahnya

pendidikan sehingga menyebabkan kurangnya pengetahuan.

Page 2: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

Program perbaikan gizi merupakan bagian integral dari program kesehatan yang

mempunyai peranan penting dalam menciptakan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-

tingginya. Departemen Kesehatan RI sampai beberapa dekade hingga saat ini telah

melakukan upaya perbaikan gizi namun hasil intervensinya belum maksimal ditunjukkan

dengan masih tingginya masalah gizi kurang di Indonesia (Depkes RI, 2007).

Gizi Buruk tingkat berat di Kabupaten Bogor sampai saat ini masih menjadi masalah

yang cukup memprihatinkan. Hal ini dapat dilihat dari adanya temuan baru kasus gizi buruk

tingkat berat sampai dengan 24 Oktober 2013 sebanyak 110 kasus. (Laporan Tahunan Dinas

Kesehatan Kabupaten Bogor 2013)

Kabupaten Bogor adalah sebuah Kabupaten di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Dinas

Kesehatan Kabupaten Bogor merupakan bagian dari Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten

Bogor yang bertanggungjawab dalam pengelolaan program kesehatan termasuk di dalamnya

program perbaikan gizi di tingkat Kabupaten Bogor yang akan menjadi fokus utama

kelompok dalam kegiatan PBL-II.

Berdasarkan data Profil Kesehatan Kabupaten Bogor, balita yang mengalami gizi

lebih meningkat di tahun 2013 menjadi 1,48%. Permasalahan lain yang masih menjadi fokus

adalah balita yang ditimbang berat badannya (D/S) tahun 2013 adalah 66,9% sedangkan

targetnya 80%. Karena semakin tinggi cakupan D/S maka akan meningkatkan cakupan

vitamin A serta semakin tinggi cakupan imunisasi maka akan mampu menurunkan prevalensi

gizi kurang pada bayi dan balita (Depkes, 2012). Program perbaikan gizi masyarakat

dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya adalah pemberian makanan tambahan,

pemberian vitamin, pemberian Fe, dan lain-lain yang bertujuan untuk meningkatkan status

gizi masyarakat khususnya bagi kelompok rentan gizi.

Berdasarkan data di atas kelompok ingin mengetahui bagaimana gambaran

manajemen program perbaikan gizi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor

dalam upaya meningkatkan status gizi masyarakat sehingga dapat memberikan pengetahuan

serta pengalaman bagi kelompok.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Diketahuinya Gambaran Manajemen Program Perbaikan Gizi di Dinas

Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2013

Page 3: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

1.2.2 Tujuan Khusus

a. Diketahuinya Gambaran Umum Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten

Bogor

b. Diketahuinya Gambaran Manajemen Program Perbaikan Gizi di Dinas

Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2013

c. Diketahuinya Gambaran Perencanaan Program Perbaikan Gizi di Dinas

Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2013

d. Diketahuinya Gambaran Pengorganisasian Program Perbaikan Gizi di Dinas

Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2013

e. Diketahuinya Gambaran Pelaksanaan Program Perbaikan Gizi di Dinas

Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2013

f. Diketahuinya Gambaran Pengawasan Program Perbaikan Gizi di Dinas

Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2013

g. Diketahuinya Gambaran Evaluasi Program Perbaikan Gizi di Dinas

Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2013

1.3 Manfaat

1.3.1Bagi Mahasiswa

1. Mahasiswa dapat mengaplikasikan antara konsep atau teori yang diperoleh

dari perkuliahan dengan kenyataan operasional di lapangan kerja.

2. Untuk menambah pengetahuan yang lebih mendalam di bidang Manajemen

Administrasi Kesehatan (MAK), pengalaman mengenai masalah yang ada di

lapangan, keterampilan dalam Manajemen Administrasi Kesehatan (MAK),

serta penyesuaian sikap dengan orang lain dan lingkungan tempat PBL II.

1.3.2 Bagi Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan

1. Terbinanya suatu jaringan kerjasama yang berkelanjutan antara institusi

pendidikan FIKes UHAMKA dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.

2. Menjadi masukan yang penting bagi tersusunnya kurikulum yang sesuai

dengan kebutuhan nyata di lapangan.

3. Meningkatkan kapasitas dan kualitas pendidikan dengan melibatkan tenaga

terampil dari lapangan dalam kegiatan proses pembelajaran di lapangan.

Page 4: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

1.3.3 Bagi Instansi (Dinas Kesehatan Kab. Bogor)

Dapat membantu memberikan masukan sekaligus bahan pertimbangan untuk

kemajuan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor baik dari segi teknis, administratif

dalam Manajemen Institusi (Manajemen SDM, Manajemen Finance, Manajemen

Logistik, Manajemen Strategis, Manajemen Marketing) dan Manajemen Program.

1.4 Ruang Lingkup

Kegiatan magang ini dilakukan oleh mahasiswa semester VII peminatan Manajemen

Administrasi Kesehatan, program studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-ilmu

Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka dalam rangka memenuhi mata

kuliah PBL- II. Kegiatan ini dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dan dilakukan

selama 28 hari dari tanggal 1 Oktober - 20 November tahun 2014. Kegiatan PBL-II ini

dilakukan untuk mendapatkan gambaran manajemen program perbaikan gizi di Kabupaten

Bogor. Kegiatan ini dilakukan dengan melihat alur proses perencanaan sampai dengan

evaluasi program perbaikan gizi yang dilaksanakan oleh Seksi Gizi di Dinas Kesehatan

Kabupeten Bogor melalui pengumpulan data primer, data sekunder, dan lain-lain.

Page 5: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Dinas Kesehatan

Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota merupakan unsur pelaksana pemerintah

Daerah Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah Kabupaten/Kota,

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertugas melaksanakan sebagian urusan rumah tangga

daerah di bidang kesehatan (Departemen kesehatan RI, 1999). Dinas Kesehatan berperan

dalam melaksanakan sebagian urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan

berdasarkan azas desentralisasi dan asas dekonsentrasi (SKN, 2009). Fungsi Dinas Kesehatan

diantaranya adalah :

a. Perumusan kebijakan teknis dinas di bidang perencanaan, pelaksanaan, pembinaan,

penyelenggara urusan pemerintah daerah serta penyiapan bahan perumusan

kebijakan pemerintah daerah di bidang kesehatan.

b. Penyelenggara urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang kesehatan.

c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dinas dalam menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang kesehatan.

d. Pelaksana tugas lain yang diberikan oleh Bupati.

2.1.1 Tenaga Kesehatan di Dinas Kesehatan

Tenaga Kesehatan menurut SKN 2009 adalah semua orang yang bekerja secara

aktif dan professional di bidang kesehatan, baik yang memiliki pendidikan formal

kesehatan maupun tidak. Sedangkan tenaga kesehatan menurut PP No. 32/ 1996

adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta yang

memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Adisasminto, 2007). Pola

tenaga kesehatan sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 tahun 1996

tentang tenaga kesehatan adalah sebagai berikut :

a. Tenaga Medis meliputi : dokter dan dokter gigi.

b. Tenaga Keperawatan dan bidan meliputi : perawat dan bidan.

c. Tenaga Kefarmasian meliputi : apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.

d. Tenaga Kesehatan Masyarakat meliputi : epidemiolog kesehatan, entomologi

Page 6: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan, dan

sanitarian.

e. Tenaga Sanitasi

f. Tenaga Gizi

g. Tenaga Keteknisan Fisik meliputi : fisioterapis, okuterapis dan terapis wicara.

h. Tenaga Keteknisan Medis meliputi : radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi

elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, optorik prosterik, teknisi

transfusi dan perekam medis.

i. Tenaga non kesehatan.

2.2 Manajemen

Istilah manajemen dalam bahasa Indonesia hingga saat ini belum ada keseragaman.

Selanjutnya, bila kita mempelajari literatur manajemen, maka akan ditemukan tiga pengertian

yaitu :

1. Manajemen sebagai suatu proses.

2. Manajemen sebagai kolektifitas orang-orang yang melakukan aktifitas manajemen.

3. Manajemen sebagai seni (art) dan sebagai satu ilmu pengetahuan (science).

Dalam Ensyclopedia Of The Social Science dikatakan bahwa manajemen adalah suatu

proses di mana pelaksanaan dari suatu tujuan diselenggarakan dan diawasi. Menurut G.R

Terry manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja yang melibatkan bimbingan atau

pengarahan suatu kelompok orang-orang ke arah tujuan organisasional. Sedangkan menurut

James A.F. Stoner, manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian,

kepemimpinan, dan pengendalian upaya anggota organisasi dan menggunakan sumber daya

organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.

2.2.1 Fungsi Manajemen

a. Perencanaan (Planning)

Perencanaan adalah suatu proses menganalisa dan memahami sistem yang dianut,

merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus yang ingin dicapai, menguraikan segala

kemungkinan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan,

menganalisa efektivitas dari berbagai kemungkinan tersebut, menyusun perincian

selengkapnya dari kemungkinan yang terpilih, serta mengikatnya dalam suatu sistem

pengawasan yang terus menerus sehingga dapat dicapai hubungan yang optimal antara

rencana yang dihasilkan dengan sistem yang dianut (Levey dan Lomba, 1973).

Page 7: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

Aspek dalam perencanaan terdapat tiga aspek pokok yang harus diperhatikan.

Ketiga aspek yang dimaksud adalah hasil dari pekerjaan perencanaan (outcome of

planning) atau disebut dengan rencana (plan), perangkat organisasi yang ditugaskan atau

yang bertanggung jawab menyelenggarakan pekerjaan perencanaan (mechanic of

planning), serta proses atau langkah-langkah melakukan pekerjaan perencanaan (process

of planning).

1). Syarat-syarat perencanaan yang baik

1. Merumuskan masalah yang akan di rencanakan

2. Perencanaan harus di dasarkan pada informasi data dan fakta

3. Rencana harus berkesinambungan

4. Menetapkan kebijakan

2). Unsur rencana

Perencanaan yang baik perlu memahami unsur-unsur rencana, yaitu; rumusan

misi, rumusan masalah, rumusan tujuan umum dan tujuan khusus, rumusan

kegiatan, asumsi perencanaan, strategi pendekatan, kelompok sasaran, waktu,

organisasi, tenaga pelaksana, biaya, dan metode penilaian serta kriteria

keberhasilan.

b. Pengorganisasian (Organizing)

Pengorganisasian adalah pengelompokan berbagai kegiatan yang diperlukan

untuk melaksanakan suatu rencana sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai

dengan baik. Pengorganisasian adalah pengaturan sejumlah personil yang dimiliki

untuk memungkinkan tercapainya suatu tujuan yang telah disepakati dengan jalan

mengalokasikan masing-masing fungsi dan tanggung jawabnya. Pengorganisasian

adalah pengkoordinasian secara nasional berbagai kegiatan dari sejumlah orang untuk

mencapai tujuan bersama, melalui pengaturan pembagian kerja.

c. Pelaksanaan (Actuating)

Setelah perencanaan (planning) dan pengorganisasian (Organizing) selesai

dilakukan, maka selanjutnya yang perlu ditempuh dalam pekerjaan administrasi adalah

mewujudkan rencana tersebut dengan menggunakan organisasi yang terbentuk menjadi

kenyataan. Ini berarti rencana tersebut dilaksanakan (implementating) atau

diaktualisasikan (actuating).

Pelaksanaan atau aktualisasi bukan merupakan pekerjaan yang mudah, karena

dalam melaksanakan suatu rencana terkandung berbagai aktifitas yang bukan saja satu

Page 8: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

sama lain saling berhubungan, tetapi juga sangat kompleks. Kesemua aktifitas ini harus

dipadukan sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.

d. Pengawasan (Controlling)

Pengawasan adalah proses penentuan apa yang harus dicapai, yaitu standar, apa

yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan bila perlu

melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu

selaras dengan standar (G. R. Terry). Pengawasan adalah pengukuran dan perbaikan

terhadap pelaksanaan kerja bawahan, agar rencana-rencana yang telah dibuat dalam

perencanaan untuk mencapai tujuan perusahaan dapat tercapai.

Pengawasan adalah proses pengaturan berbagai faktor dalam suatu perusahaan,

agar sesuai dengan ketetapan-ketetapan dalam rencana.

1). Proses pengawasan

1. Merumuskan rencana, tujuan dan standar pengawasan

2. Melakukan pengukuran terhadap penampilan yang ingin dicapai

3. Membandingkan hasil dengan standar

4. Menarik kesimpulan dan melaksanakan tindak lanjut

e. Evaluasi (Evaluating)

Evaluasi adalah proses untuk mengidentifikasi masalah, mengumpulkan data dan

menganalisis data, membandingkan dengan kriteria, menyimpulkan hasil yang telah

dicapai, menginterpretasikan hasil menjadi rumusan kebijakan dan menyajikan

informasi (rekomendasi) untuk membuat keputusan. Evaluasi merupakan suatu proses

membandingkan antara hasil yang telah dicapai oleh suatu program dengan tujuan yang

direncanakan. Menurut kamus istilah manajemen evaluasi ialah suatu proses bersistem

dan objektif menganalisis sifat dan ciri pekerjaan di dalam suatu organisasi atau

pekerjaan (Notoatmodjo, 2003).

Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai secara obyektif

atas pencapaian hasil-hasil pelaksanaan (program) yang telah direncanakan sebelumnya

dan dilakukan secara sistematis serta obyektif dengan menggunakan metode yang

relevan (Nurcholis, 2009).

Dari beberapa definisi di atas, evaluasi program merupakan satu metode untuk

mengetahui dan menilai efektivitas suatu program dengan membandingkan kriteria

yang telah ditentukan atau tujuan yang ingin dicapai dengan hasil yang dicapai. Hasil

Page 9: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

yang dicapai dalam bentuk informasi digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk

pembuatan keputusan dan penentuan kebijakan. Jenis evaluasi yang akan digunakan

sangat tergantung dari tujuan yang ingin dicapai lembaga, tahapan program yang akan

dievaluasi dan jenis keputusan yang akan diambil.

a. Evaluasi Program

Evaluasi pembangunan dikenal sebagai instrumen kebijakan dengan istilah

program dan kegiatan. Program adalah bentuk instrumen kebijakan yang berisi satu

atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga atau

masyarakat, yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah untuk mencapai sasaran

tujuan serta memperoleh alokasi anggaran. Sedangkan kegiatan adalah bagian dari

program yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa satuan kerja sebagai bagian dari

pencapaian sasaran yang terukur pada suatu program.

Kegiatannya terdiri atas sekumpulan tindakan pengetahuan sumber daya baik

berupa personil (sumber daya manusia), maupun yang berupa modal termasuk

peralatan dan teknologi, dana atau kombinasi dari beberapa atau kesemua jenis

sumberdaya tersebut sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output)

dalam bentuk barang dan jasa.

Program adalah sekumpulan kegiatan yang terencana dan tersistem. Program

terdiri dari komponen-komponen meliputi: tujuan, sasaran, kriteria keberhasilan,

jenis kegiatan, prosedur untuk melaksanakan kegiatan, waktu untuk melakukan

kegiatan, komponen pendukung seperti fasilitas, alat dan bahan, serta

pengorganisasian. Dengan demikian Evaluasi Program adalah proses untuk

mengidentifikasi, mengumpulkan fakta, menganalisis data dan menginterpretasikan,

serta menyajikan informasi untuk pembuatan keputusan bagi pimpinan. Evaluasi

program dilaksanakan secara sistematik seiring dengan tahapan (waktu pelaksanaan)

program untuk mengetahui ketercapaian tujuan, dan memberikan umpan balik untuk

memperbaiki program.

2.3 Sistem

Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu

kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan

aliran informasi. Sistem ialah satu kesatuan yang utuh, serta satu sama lain saling

mempengaruhi di mana dipersiapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (Azrul

Azwar).

Page 10: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

Unsur-unsur atau komponen dasar sistem adalah :

1. Input

Input ialah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan

kesehatan, yang terdiri dari beberapa komponen, yaitu :

a. Man adalah staf atau petugas kesehatan

b. Money adalah dana atau anggaran untuk kegiatan program

c. Materials adalah logistik, obat, vaksin, alat-alat kedokteran

d. Method adalah keterampilan, prosedur kerja, peraturan, kebijaksanaan, dll

e. Market adalah sasaran masyarakat yang akan diberikan pelayanan

kesehatan

2. Proses

Proses yaitu semua kegiatan sistem, melalui proses akan mengubah input menjadi

output, pengubahan berbagai masukan oleh kegiatan operasi/produksi menjadi keluaran

yang berbentuk produk dan atau jasa. Proses ialah interaksi professional antara pemberi

layanan dengan konsumen (pasien/masyarakat). Proses adalah semua kegiatan yang

dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan dan interaksinya dengan pasien.

Penilaian terhadap proses adalah evaluasi, kriteria umum yang digunakan dalam

penilaian adalah derajat kesehatan.

3. Output

Output ialah hasil pelayanan kesehatan serta merupakan perubahan yang terjadi

pada konsumen (pasien/masyarakat). Output secara tidak langsung dapat digunakan

sebagai pendekatan untuk menilai atau mengukur keluaran pelayanan kesehatan sudah

bermutu atau belum, keluaran tersebut dapat diukur dengan dengan standar hasil atau

yang diharapkan dari pelayanan medis yang telah dikerjakan.

2.4 Konsep Gizi

Masalah kesehatan masyarakat di Indonesia adalah masalah gizi kurang dan gizi lebih.

Pola pertumbuhan dan status gizi merupakan indikator kesejahteraan. Oleh karena itu, perlu

adanya program gizi yang berguna untuk mendorong kedua hal tersebut. (Sukirman, 2005).

Pendidikan gizi merupakan salah satu unsur yang terkait dalam meningkatkan status gizi

masyarakat jangka panjang. Melalui sosialisasi dan penyampaian pesan-pesan gizi yang

praktis akan membentuk suatu keseimbangan bangsa antara gaya hidup dengan pola

konsumsi masyarakat.

Page 11: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

Pengembangan pedoman gizi seimbang baik untuk petugas maupun masyarakat adalah

salah satu strategi dalam mencapai perubahan pola konsumsi makanan yang ada di

masyarakat dengan tujuan akhir yaitu tercapainya status gizi masyarakat yang lebih baik.

Setiap keluarga mempunyai masalah gizi yang berbeda-beda tergantung pada tingkat sosial

ekonominya. Pada keluarga yang kaya dan tinggal diperkotaan, masalah gizi yang sering

dihadapi adalah masalah kelebihan gizi yang disebut gizi lebih. Anggota keluarga ini

mempunyai risiko tinggi mengalami kegemukan dan rawan terhadap penyakit jantung, darah

tinggi, diabetes, dan kanker.

Pada keluarga dengan tingkat sosial ekonominya rendah atau sering disebut keluarga

miskin, umumnya sering menghadapi masalah kekurangan gizi yang disebut gizi kurang.

Resiko penyakit yang mengancamnya adalah penyakit infeksi terutama diare dan infeksi

saluran pernafasan atas (ISPA), rendahnya tingkat intelektual dan produktifitas kerja. Apabila

kedua masalah gizi tersebut ada dalam jumlah yang besar, maka akan menjadi masalah

masyarakat dan selanjutnya menjadi masalah bangsa.

Masyarakat yang terdiri dari keluarga yang menyandang masalah gizi, akan

menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas rendah. Rendahnya kualitas

sumber daya manusia merupakan tantangan berat dalam menghadapi persaingan bebas di era

globalisasi. Untuk mencapai sasaran global dan perkembangan gizi masyarakat, perlu

peningkatan pembangunan kesehatan yang merupakan modal utama pembangunan nasional

melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan.

Gizi seimbang merupakan aneka ragam bahan pangan yang mengandung unsur-unsur

zat gizi yang diperlukan oleh tubuh, baik kualitas (fungsinya), maupun kuantitas (jumlahnya).

Masalah gizi menyebabkan kualitas SDM menjadi rendah. Pemerintah menetapkan Pedoman

Gizi Seimbang (PGS) menggantikan slogan empat sehat lima sempurna sebagai salah satu

upaya meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat tentang gizi dan diharapkan dapat

mengubah perilaku gizi tidak seimbang masyarakat. (Depkes, 2009)

Gizi seimbang adalah susunan makanan yang mengandung zat gizi dalam jenis dan

jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh di mana memperhatikan prinsip

keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan dan berat badan ideal.

(PGS, 2014).

Pedoman empat sehat lima sempurna telah digantikan oleh pedoman yang lebih rinci

yang disebut PGS dengan alasan sebagai berikut:

1. Susunan makanan yang terdiri atas empat kelompok ini, belum tentu sehat, dilihat dari

porsi dan jenis zat gizinya sesuai kebutuhan tubuh. Contoh : Jika pola makan kita

Page 12: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

sebagian besar porsinya terdiri dari karbohidrat (nasi), sedikit sumber protein, sedikit

sayur, dan buah sebagai sumber vitamin, maka pola makan tersebut tidak dapat

dikatakan sehat.

2. Pola makan berdasarkan PGS menekankan pula proporsi yang berbeda untuk setiap

kelompok yang disesuaikan atau diseimbangkan dengan kebutuhan tubuh. PGS pun

memperhatikan aspek kebersihan makanan, aktivitas fisik, dan kaitannya dengan pola

hidup sehat lain.

3. Susu bukan “makanan sempurna” seperti anggapan umum selama ini. Oleh karena itu

dalam PGS, susu ditempatkan dalam satu kelompok dengan sumber protein hewani

lain. Dari segi kualitas protein, telur dalam ilmu gizi dikenal lebih baik dari susu

karena daya cerna protein telur lebih tinggi dari pada susu.

4. Pada konversi pangan seduina yang diadakan oleh FAO Tahun 1992 di Roma dan

Genewa, ditetapkan agar semua negara berkembang yang semula menggunakan

slogan sejenis “Basic Four” diperbaiki menjadi “Nutrition Guide For Balance Diet”.

Keputusan FAO tersebut diterapkan di Indonesia dalam kebijakan Repelita V Tahun

1995 sebagai PGS dan menjadi bagian dari Program Perbaikan Gizi.

PGS kurang disosialisakan sehingga terjadi pemahaman yang salah dan masyarakat

cenderung tetap menggunakan empat sehat lima sempurna. Baru pada Tahun 2009

secara resmi PGS diterima masyarakat, sesuai UU Kesehatan No.36 Tahun 2009 yang

menyebutkan secara eksplisit “Gizi Seimbang” dalam Program Perbaikan Gizi.

Faktor yang mempengaruhi penyusunan gizi seimbang diantaranya; ekonomi

(terjangkau dengan keuangan keluarga), sosial budaya (tidak bertentangan), kondisi

kesehatan, umur, berat badan, aktivitas, kebiasaan makan, ketersediaan pangan di daerah

setempat.

2.5 Status gizi anak balita

Cara penilaian status gizi anak balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan

tinggi badan (TB). Berat badan anak balita ditimbang menggunakan timbangan digital yang

memiliki presisi 0,1 kg, tinggi badan diukur menggunakan alat ukur tinggi dengan presisi 0,1

cm. Variabel BB dan TB anak balita disajikan dalam bentuk tiga indeks antropometri, yaitu

BB/U, TB/U, dan BB/TB.

Untuk menilai status gizi anak balita, maka angka berat badan dan tinggi badan setiap

anak balita dikonversikan ke dalam nilai terstandar (Zscore) menggunakan baku antropometri

anak balita WHO 2005. (Riskesdas,2013)

Page 13: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

2.6 Standar Pelayanan Minimal

Standar Pelayanan Minimal adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar

yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga Negara secara

minimal. Indikator SPM adalah tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan

untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian suatu SPM

tertentu, berupa masukan, proses, hasil dan/atau manfaat pelayanan.

Penerapannya SPM harus menjamin akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan

dasar dari Pemerintahan Daerah sesuai dengan ukuran-ukuran yang ditetapkan oleh

Pemerintah. Oleh karena itu, baik dalam perencanaan maupun penganggaran, wajib

diperhatikan prinsip-prinsip SPM yaitu sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau

dan dapat dipertanggungjawabkan serta mempunyai batas pencapaian yang dapat

diselenggarakan secara bertahap.

Pada dasarnya penetapan standar pelayanan minimal bidang kesehatan mengacu pada

kebijakan dan strategi desentralisasi bidang kesehatan yaitu :

1. Terbangunnya komitmen antara pemerintah, legislatif, masyarakat dan stakeholder

lainnya guna kesinambungan pembangunan kesehatan.

2. Terlindunginya kesehatan masyarakat, khususnya penduduk miskin, kelompok rentan,

dan daerah miskin.

3. Terwujudnya komitmen nasional dan global dalam program kesehatan.

Prinsip SPM Bidang Kesehatan:

1. Diterapkan pada urusan wajib. Oleh karena itu SPM merupakan bagian integral dari

Pembangunan Kesehatan yang berkesinambungan, menyeluruh, terpadu sesuai Rencana

Pembangunan Jangka menengah Nasional.

2. Diberlakukan untuk seluruh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. SPM harus mampu

memberikan pelayanan kepada publik tanpa kecuali (tidak hanya masyarakat miskin),

dalam bentuk, jenis, tingkat dan mutu pelayanan yang esensial dan sangat dibutuhkan

oleh masyarakat.

3. Menjamin akses masyarakat mendapat pelayanan dasar tanpa mengorbankan mutu dan

mempunyai dampak luas pada masyarakat (Positive Health Externality).

4. Merupakan indikator kinerja bukan standar teknis, dikelola dengan manajerial

professional sehingga tercapai efisiensi dan efektivitas penggunaan sumberdaya.

5. Bersifat dinamis.

Page 14: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

6. Ditetapkan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan dasar.

Departemen Kesehatan telah sepakat menambahkan kriteria SPM yaitu:

1. Merupakan pelayanan yang langsung dirasakan masyarakat, sehingga hal-hal yang

berkaitan dengan manajemen dianggap sebagai faktor pendukung dalam melaksanakan

urusan wajib (perencanaan, pembiayaan, pengorganisasian, perizinan, sumberdaya,

sistem dsb), tidak dimasukkan dalam SPM (kecuali critical support function).

2. Merupakan prioritas tinggi bagi Pemerintah Daerah karena melindungi hak-hak

konstitusional perorangan dan masyarakat, untuk melindungi kepentingan nasional dan

memenuhi komitmen nasional dan global serta merupakan penyebab utama

kematian/kesakitan.

3. Berorientasi pada output yang langsung dirasakan masyarakat.

4. Dilaksanakan secara terus menerus (sustainable), terukur (measurable) dan dapat

dikerjakan (feasible).

Sejalan dengan amanah PP Nomor 65 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 6 Tahun 2007, proses penyusunan SPM bidang kesehatandi Kabupaten/Kota

melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mengkaji standar jenis pelayanan dasar yang sudah ada dan/atau standar teknis yang

mendukung penyelenggaraan jenis pelayanan dasar.

2. Menyelaraskan jenis pelayanan dasar dengan pelayanan dasar yang tertuang dalam

RPJMN, RKP dan dokumen kebijakan, serta konvensi/perjanjian internasional.

3. Menganalisa dampak, efisiensi, dan efektivitas dari pelayanan dasar terhadap kebijakan

dan pencapaian tujuan nasional.

4. Menganalisis dampak kelembagaan dan personil.

5. Mengkaji status pelayanan dasar saat ini, termasuk tingkat pencapaian tertinggi secara

nasional dan daerah.

6. Menyusun rancangan SPM.

7. Menganalisis pembiayaan pencapaian SPM secara nasional dan daerah (dampak

keuangan).

8. Menganalisis data dan informasi yang tersedia.

9. Melakukan konsultasi dengan sektor–sektor terkait dan daerah.

10.Menggali masukan dari masyarakat dan kelompok-kelompok profesional.

2.7 Program Perbaikan Gizi Masyarakat

Page 15: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

Program pada dasarnya merupakan kumpulan kegiatan yang dihimpun dalam satu

kelompok yang sama secara sendiri-sendiri atau bersama-sama untuk mencapai tujuan dan

sasaran. Program yang baik akan menuntun pada hasil yang diinginkan. Oleh karena itu,

penetapan program dilakukan dengan melihat kebijakan yang telah ditetapkan, tujuan,

sasaran serta visi dan misi.

Dalam mewujudkan pembangunan kesehatan di era desentralisasi kesehatan yaitu

dengan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan sumber daya kesehatan/ tenaga

kesehatan. Program perbaikan gizi dilaksanakan untuk meningkatkan status gizi

masyarakat terutama ditujukan kepada kelompok rentan ibu hamil, ibu nifas dan menyusui

serta balita. Empat program utama yang dilaksanakan yaitu :

1. Program Penanggulangan Kurang Energi Protein (KEP) dan Kurang Energi

Kronik (KEK) serta kegemukan.

2. Program Penanggulangan Anemia Gizi Besi (AGB) dan kekurangan zat gizi.

3. Program Penanggulangan Kurang Vitamin A (KVA)

4. Program Penanggulangan Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY).

Tujuan khusus dari program di atas adalah menurunkan prevalensi masalah

kekurangan gizi. (PGS, 2014)

2.7.1 KEK dan KEP

a. Kekurangan Energi Kronis (KEK)

Menurut Depkes RI (2002) KEK adalah suatu keadaan di mana remaja

putri/wanita menderita kekurangan makanan yang berlangsung menahun/kronis dan

mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan pada remaja putri/wanita. Ambang

batas LILA WUS dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5cm.

Beberapa tanda klinis KEK antara lain :

1. Lingkar lengan atas sebelah kiri kurang dari 23,5 cm

2. Kurang cekatan dalam bekerja

3. Sering terlihat lemah, letih, lesu dan lunglai

4. Jika hamil cenderung akan melahirkan anak secara prematur atau jika lahir

secara normal bayi yang dilahirkan biasanya berat badan lahirnya rendah

atau kurang dari 2.500 gram

b. Kekurangan Energi Protein (KEP)

Page 16: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

Menurut Supariasa (2002) Kurang Energi Protein (KEP) adalah keadaan

seseorang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein

dalam makanan sehari-hari dan gangguan penyakit tertentu.

Anak disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80% indeks berat

badan menurut umur (BB/U) baku WHO-NCHS. KEP merupakan defisiensi gizi

(energi dan protein) yang paling berat dan meluas terutama pada anak balita.

Beberapa tanda klinis KEP ini antara lain :

1. Pada Rambut terdapat tanda-tanda Kurang bercahaya (lack of clustee):

rambut

kusam dan kering, Rambut tipis dan jarang (thinness and aparseness);

Rambut kurang kuat/ mudah putus (straightness), Kekurangan pigmen

rambut (dispigmentation): berkilat terang, terang pada ujung, mengalami

perubahan warna : coklat gelap/ terang, coklat merah/ pirang dan kelabu.

2. Sementara tanda-tanda pada wajah diantaranya terjadi penurunan pigmentasi

(defuse depigmentation) yang tersebar berlebih apabila disertai anemia.

3. Wajah seperti bulan (moon face), wajah menonjol ke luar, lipatan naso labial,

pengeringan selaput mata (conjunction xerosis), pengeringan kornea (cornea

xerosis).

4. Tanda-tanda pada mata, antara lain pada selaput mata pucat; Keratomalasia,

keadaan permukaan halus/ lembut dari keseluruhan bagian tebal atau

keseluruhan kornea; Angular palpebritis. Sedangkan pada bibir terjadi

Angular stomatitis (Jaringan parut angular).

5. Tanda-tanda pada gigi: Karies gigi; Pengikisan; Erosi email (enamel

erosion).

6. Tanda-tanda pada gusi: yaitu bunga karang keunguan atau merah yang

membengkak pada papila gigi bagian dalam dan atau tepi gusi.

7. Tanda pada kulit, antara lain: yaitu keadaan kulit yang mengalami

kekeringan tanpa mengandung air (Petechiae), Bintik haemorhagic kecil pada

kulit atau membran berlendir yang sulit dilihat pada orang kulit gelap;

dermatosis (spermatitis). Lesi kulit pelagra yang khas adalah area simetris,

terdemarkasi (batas) jelas, berpigmen berlebihan dengan atau tanpa

pengelupasan kulit (exfoliasi). Sedangkan tanda-tanda pada kuku,

diantaranya: Koilonychia, yaitu keadaan kuku bagian bilateral cacat

berbentuk sendok pada kuku orang dewasa atau karena sugestif anemia

Page 17: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

(kurang zat besi). Kuku yang sedikit berbentuk sendok dapat ditemukan

secara umum hanya pada kuku jempol dan pada masyarakat yang sering

berkaki telanjang.

2.7.2 AGB (Anemia Gizi Besi)

Anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah, artinya konsentrasi

hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya pembentukan sel-sel darah

merah. Semakin berat kekurangan zat besi yang terjadi akan semakin berat pula anemia

yang diderita. Batasan hemoglobin untuk menentukan apakah seseorang terkena anemia

gizi besi atau tidak sangat dipengaruhi oleh umur. Untuk anak-anak umur 6 bulan - 5

tahun dapat dikatakan menderita anemia gizi besi apabila kadar hemoglobinnya kurang

dari 11 g/dl, umur 6 – 14 tahun kurang dari 12 g/dl, dewasa laki-laki kurang dari 13 g/dl,

dewasa perempuan tidak hamil kurang dari 12 g/dl, dan dewasa perempuan hamil kurang

dari 11 g/dl. (WHO, 2009)

Dampak yang ditimbulkan akibat anemia gizi besi sangat kompleks. Anemia Gizi

Besi berdampak pada menurunnya kemampuan motorik anak, menurunnya skor IQ,

menurunnya kemampuan kognitif, menurunnya kemampuan mental anak, menurunnya

produktifitas kerja pada orang dewasa, dan pada wanita hamil akan menyebabkan

buruknya persalinan, berat bayi lahir rendah, bayi lahir premature, serta dampak negatif

lainnya seperti komplikasi kehamilan dan kelahiran. (WHO, 2009)

Penanggulangan Anemia Gizi Besi yang telah dilakukan meliputi suplementasi besi

dan fortifikasi besi pada beberapa bahan makanan, serta upaya lain yang dilakukan adalah

peningkatan konsumsi makanan sumber zat besi. Beberapa gejala klinis anemia gizi besi,

antara lain :

1. Lesu, letih, lemah, lelah, lunglai (5 L)

2. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang

3. Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak tangan

menjadi pucat

4. Nyeri tulang, pada kasus yang lebih parah anemia menyebabkan tachikardi, dan

pingsan.

2.7.3 KVA (Kekurangan Vitamin A)

Suatu zat pasti akan menimbulkan suatu dampak jika kekurangan atau kelebihan.

Demikian sama halnya dengan vitamin A. Jika tubuh kekurangan vitamin A, pasti akan

Page 18: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

berakibat negatif pada tubuh. Dampak tersebut bisa terlihat jelas namun bisa juga kurang

jelas. Beberapa contoh diantaranya yakni :

a. Masalah pada penglihatan

Fungsi utama dari vitamin A adalah untuk menjaga kesehatan mata. Maka dari itu

jika kekurangan vitamin A maka akan menyebabkan gangguan pada mata. Gejala

awal kekurangan vitamin A pada mata adalah mata kering (xeropthalmia) suatu

kelainan pada selaput lendir mata dan selaput bening mata.

b. Penyakit kulit

Kekurangan vitamin A pada tubuh kita dapat mengurangi kemampuan sel–sel

kelenjar untuk memproduksi mucus, akibatnya pada saat kulit regenerasi kulit akan

digantikan oleh sel–sel epitel yang bersisik dan kering. Hal itulah yang

menyebabkan membran kulit menjadi kering serta kasar. Hal itu pula yang

menyebabkan luka sukar sembuh pada saat terjadi luka.

c. Penyakit pencernaan

Usus mempunyai peran yang pentinng dalam proses pencernaan yaitu sebagai

tempat penyerapan air. Sementara vitamin A sendiri cukup berpengaruh dalam

menjaga dinding – dinding usus agar tetap berfungsi secara optimal sebagaimana

mestinya. Jika kekurangan vitamin A, maka penyerapan air diususpun akan

terganggu. Jika ini dibiarkan, dapat menyebabkan infeksi pada kandung kemih

akibat kurangnya penyerapan air yang optimal diusus.

d. Penghambat  pertumbuhan

Vitamin A juga berperan terhadap pertumbuhan tulang. Tulang dan epitel ternyata

membutuhkan vitamin A dalam proses pembentukkannya. Vitamin A hanya

mensintesis protein, akibatnya terbentuk sel–sel baru pada tulang dan gigi. Jika

kekurangan vitamin A, maka dapat mengidap penyakit jaringan ikat. Penyakit yang

satu ini diakibatkan kurangnya kolagen.

2.7.4 GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium)

Sekumpulan  gejala atau kelainan yang ditimbulkan karena tubuh menderita

kekurangan iodium secara terus – menerus dalam waktu yang lama yang berdampak pada

pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup (manusia dan hewan) (Depkes RI, 2007). 

Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan masalah yang

serius mengingat dampaknya secara langsung mempengaruhi kelangsungan hidup dan

Page 19: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

kualitas manusia. Kelompok masyarakat yang sangat rawan terhadap masalah dampak

GAKI adalah Wanita Usia Subur (WUS), ibu hamil, anak balita dan anak usia sekolah.

(Jalal, 2008)

a. Kekurangan Iodium pada janin

Kekurangan iodium pada janin diakibatkan ibunya kekurangan iodium juga.

Keadaan ini akan menyebabkan besarnya angka kejadian lahir mati, abortus, dan

cacat bawaan, yang semuanya dapat dikurangi dengan pemberian iodium. Akibat lain

yang lebih berat pada janin yang kekurangan iodium adalah kretin endemik (retradasi

mental, bisu tuli, dan kelumpuhan spastik pada kedua tungkai).

b. Kekurangan Iodium pada bayi baru lahir

Sangat penting diketahui pada saat ini, adalah fungsi tiroid pada bayi baru lahir

berhubungan erat dengan keadaan otak pada saat bayi lahir. Pada bayi baru lahir, otak

baru mencapai sepertiga, kemudian terus berkembang cepat sampai usia dua tahun.

Hormon tiroid pembentukannya sangat tergantung pada kecakupan iodium, dan

hormon ini sangat penting untuk perkembangan otak normal.

c. Kekurangan Iodium pada masa anak

Penelitian pada anak sekolah yang tinggal di daerah kekurangan yodium

menunjukkan prestasi sekolah dan IQ kurang dibandingkan dengan kelompok umur

yang sama berasal dari daerah yang berkecukupan iodium.

d. Kekurangan Iodium pada dewasa

Pada orang dewasa, apabila kekurangan iodium maka dapat menyebabkan gondok

dengan segala komplikasinya, seperti hipotiroid, bodoh, dan hipertiroid. Disamping

efek tersebut, kekurangan iodium dapat juga meningkatkan risiko terjadinya kanker

kelenjar tiroid bila terkena radiasi. Adapun penanggulangan GAKI, pemecahan

masalah yaitu dengan memberikan satu sendok yodium dan secara terus menerus.

Karena iodium tidak dapat disimpan oleh tubuh dalam waktu lama, dan hanya

dibutuhkan dalam jumlah sedikit sehingga harus berlangsung terus menerus. Pada

daerah kekurangan iodium endemik akibat tanah dan hasil panen serta rumput untuk

makanan ternak tidak cukup kandungan iodiumnya untuk dikonsumsi oleh penduduk

setempat, maka suplementasi dan fortifikasi iodium yang diberikan terus menerus

sangat tinggi angka keberhasilannya.

2.7.5 Center Klinik Gizi di Kabupaten Bogor

Page 20: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

Temuan kasus gizi buruk yang cukup meningkat di Kabupaten Bogor selain itu

banyaknya hambatan serta drop out yang tinggi pada rujukan gizi buruk ke rumah sakit

mendorong untuk dibentuknya center klinik gizi. Center klinik gizi bertujuan untuk

meningkatkan status gizi balita gizi buruk melalui peningkatan mutu pelayanan

tatalaksana gizi buruk di Puskesmas.

Center Klinik Gizi dilaksanakan untuk mendekatkan pelayanan kasus gizi buruk

tanpa kedaruratan medis secara komprehensif melalui rawat jalan. Tim pelaksana kegiatan

Center Klinik Gizi terdiri dari dokter, tenaga pelaksana gizi, bidan, perawat, dan tenaga

promkes puskesmas. Kegiatannya dilaksanakan 1 (satu) minggu sekali dengan sasaran

utama adalah anak gizi buruk dengan paket pemulihan dan anak kurus paket pencegahan

dalam waktu 6 (enam) bulan.

Sampai dengan tahun 2013 sudah ada 23 Center Klinik Gizi Di Kabupaten Bogor

yang tersebar di Puskesmas Sukaraja, Cibungbulang, Cileungsi, Parung, Caringin,

Rumpin, Jasinga, Kampung Manggis, Ciseeng, Cijeruk, Cigombong, Cisarua, Citeureup,

Cariu, Ciomas, Sukamakmur, Tanjungsari, Cigudeg, Tenjo, Jonggol, Rancabungur dan

Babakan Madang.

Page 21: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

BAB III

ALUR DAN JADWAL KEGIATAN PBL- II

3.1 Lokasi Tempat PBL II

Kegiatan Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) II dilaksanakan di Dinas Kesehatan

Kabupaten Bogor, Jl. Tegar Beriman, Cibinong Kabupaten Bogor.

3.2 Waktu Pelaksanaan

Kegiatan Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) II memiliki bobot 3 SKS,

dilaksanakan selama 28 hari terdiri dari 140 jam, yang dimulai dari tanggal 1 Oktober sampai

dengan 20 November 2014.

3.3 Langkah Kegiatan PBL II

3.3.1 Pembekalan PBL II

a. Pembukaan PBL II dan pembekalan ke-1 berupa penjelasan pedoman dan

tata tertib pelaksanaan PBL II oleh panitia PBL II

b. Pembekalan PBLII ke-2 berupa penjelasan kerjasama tim, format

penyusunan proposal dan laporan, serta rencana kegiatan PBLII oleh

Panitia PBL II

c. Pembekalan PBL II ke-3 berupa kegiatan sharing dan diskusi masalah -

masalah di lapangan selama persiapan PBL II (tempat PBL II, dan lain-

lain).

d. Pembekalan bidang minat PBL II ke-1 berupa penjelasan kriteria tempat

PBL II yang layak dan materi-materi bidang minat yang dapat dipelajari di

tempat PBL II

Page 22: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

e. Pembekalan bidang minat PBL II ke-2 berupa penjelasan langkah-langkah

yang harus dilakukan oleh peserta PBL II selama persiapan dan

pelaksanaan PBL II

3.4 Alur Kegiatan PBL- II

PASCA PBL- II

(EVALUASI)

PELAKSANAAN

PBL- II

PRA PBL

(PERSIAPAN)

1. Perkenalan dengan Staf Dinas

Kesehatan

2. Mengidentifikasi Dinas Kesehatan

Kabupaten Bogor

3. Mengidentifikasi Bidang-Bidang di

Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor

4. Mengidentikasi Program-program di

tiap seksi (Binkesmas, PSDK, PP,

Yankes, P2PKL)

5. Pemilihan Topik

6. Penajaman Konsep

7. Pengambilan Data Primer (wawancara)

8. Pengambilan Data Sekunder terkait

Program Perbaikan Gizi Masyarakat

9. Diskusi Kelompok dan Bimbingan

dengan Pembimbing Lapangan

10. Pembuatan Laporan PBL- II

11. Presentasi Kelompok di Dinas

Kesehatan

1. Bimbingan dengan

Pembimbing Fakultas

2. Evaluasi Seluruh

Kegiatan

3. Revisi Laporan PBL- II

4. Presentasi Kelompok

PBL- II

1. Permohonan Surat Izin

PBL- II ke Fakultas

2. Pengajuan Surat PBL- II

ke Dinas Kesehatan

3. Pembuatan Proposal

4. Bimbingan dan Revisi

Proposal

5. Menunggu Surat Izin

PBL- II dari Dinas

Kesehatan

Page 23: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

Gambar 3.1 Alur Kegiatan PBL-II Tahun 2014

Dari bagan 3.1 diketahui bahwa kegiatan PBL-II dilaksanakan dalam 3 tahapan

yaitu tahap pra PBL- II (persiapan), tahap pelaksanaan PBL- II dan tahap pasca PBL- II

(evaluasi).

Selama tahap pelaksanaan PBL II berlangsung, masing-masing dari kami

ditempatkan di empat bidang dan satu sub bagian. Melalui kegiatan PBL-II ini

diharapkan dapat diperoleh gambaran pelaksanaan program perbaikan gizi masyarakat

oleh Seksi Gizi di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.

3.5 Gambaran Bidang Promosi Kesehatan dan Sumber Daya

a. Ketua Bidang PSDK : Ir.Sri Basuki Dwi Lestari, MKM

b. Kasie SDK : Muhtar Lintang, SKM.,M.Kes

3.5.1 Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi)

Pengembangan Sumber Daya Kesehatan berpedoman kepada Struktur

Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah dimana tugas pokoknya adalah membantu

Kepala Bidang Promosi dan SDK dalam melaksanakan pengembangan sumber

daya kesehatan.

Selain menyelenggarakan tugas pokok tersebut, Seksi Pengembangan

Sumber Daya Kesehatan mempunyai fungsi :

a. Penyusunan petunjuk teknis pengelolaan dan pengembangan sumber daya

kesehatan

b. Pengembangan sistem pembiayaan kesehatan.

c. Pembinaan dan pengembangan kapasitas tenaga kesehatan

d. Pengkajian kelembagaan organisasi bidang kesehatan

e. Pengkajian sarana dan prasarana kesehatan

3.6 Sub Bagian Program Dan Pelaporan

Kepala Sub Bag Program dan Pelaporan : Dini Priyantini., SKM

1. Perkenalan dengan Staf Dinas

Kesehatan

2. Mengidentifikasi Dinas Kesehatan

Kabupaten Bogor

3. Mengidentifikasi Bidang-Bidang di

Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor

4. Mengidentikasi Program-program di

tiap seksi (Binkesmas, PSDK, PP,

Yankes, P2PKL)

5. Pemilihan Topik

6. Penajaman Konsep

7. Pengambilan Data Primer (wawancara)

8. Pengambilan Data Sekunder terkait

Program Perbaikan Gizi Masyarakat

9. Diskusi Kelompok dan Bimbingan

dengan Pembimbing Lapangan

10. Pembuatan Laporan PBL- II

11. Presentasi Kelompok di Dinas

Kesehatan

Page 24: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

3.6.1Tugas pokok dan fungsi (Tupoksi)

Tugas Pokok : Membantu Sekretaris dalam melaksanakan pengelolaan data dan

program Dinas

Tugas Fungsi :

1. Penyiapan bahan pengkoordinasian penyusunan program Dinas

2. Pengumpulan, pengolahan dan analisis data Dinas

3. Pelaksanaan pembinaan hubungan masyarakat

4. Pengelolaan situs web Dinas

5. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan penyusunan pelaporan kinerja Dinas.

3.7 Gambaran Bidang Pelayanan Kesehatan

Ketua Bidang Yankes: Dr. Agus Fauzi

3.7.1 Tugas pokok dan fungsi (Tupoksi)

Tugas pokok: Membantu Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan dalam melaksanakan

tugas Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan.

Tugas fungsi:

1. Pengumpulan dan pengolahan data serta analisis pelayanan kesehatan dasar

dan rujukan

2. Penyusunan petunjuk teknis pelayanan kesehatan dasar dan rujukan

3. Pengelolaan pelayanan kesehatan dasar kuratif dan rehabilitatif, pengobatan

dan pelayanan kesehatan kecelakaan serta Perawatan Kesehatan Masyarakat

(Perkesmas)

4. Pengelolaan saran dan pra sarana Kesehatan Masyarakat

5. Pengelolaan pelayanan kesehatan medik dasar khusus (Mata, Jiwa,

Kesehatan Kerja, Olahraga, Matra, Lab, Gigi mulut) Pengelolaan bimbingan

dan pengendalian pelayanan kesehatan rujukan Rumah Sakit Pemerintah dan

Swasta.

3.8 Gambaran Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Kesehatan

Lingkungan

a. Ketua Bidang P2PKL : dr. Eulis Wulantari, M. Epid

b. Kasie Surveilans : dr. Evawangi

3.8.1 Tugas pokok dan fungsi (Tupoksi)

Tugas Pokok: Membantu Kepala Bidang P2PKL dalam melaksanakan tugas

Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi

Page 25: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

Tugas Fungsi:

a. Melaksanakan analisis data penyelenggaraan Program Surveilans

Epidemiologi dan Imunisasi

b. Melaksanakan K3

c. Mengumpulkan, mengolah, dan menganalisa data penyelenggaraan program

Pencegahan Penyakit (Imunisasi)

d. Tim Pengamanan Kesehatan Haji

e. Mengelola vaksin kabupaten

3.9 Gambaran Bidang Pembinaan Kesehatan Masyarakat

a. Ketua Bidang Binkesmas : Drg. Rosnila Devy Siregar

b. Kasie Gizi : Dewi Dwinurwati, SKM, MKM

3.9.1Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi)

Tugas Pokok: Seksi gizi mempunyai tugas membantu kepala bidang pembinaan

kesehatan masyarakat dalam melaksanakan pengelolaan kegiatan

gizi

Tugas Fungsi:

a. Menyusun petunjuk teknis pengelolaan gizi masyarakat dan institusi

b. Pengelolaan pembinaan dan pengembangan gizi masyarakat

c. Pengelolaan usaha perbaikan gizi keluarga dan usaha perbaikan gizi institusi

Page 26: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor

Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

sehat bagi setiap orang agar tewujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Reformasi pembangunan di bidang kesehatan tahun 2010-2014 adalah revitalisasi

pelayanan kesehatan, ketersediaan distribusi, retensi dan mutu SDM, ketersediaan, distribusi,

keamanan, mutu, efektivitas, keterjangkauan, vaksin, dan alat kesehatan, jaminan kesehatan

masyarakat, keberpihakan kepada DTPK (Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan) serta

DBK (Daerah Bermasalah Kesehatan), reformasi birokrasi

Arah dan kebijakan pembangunan kesehatan di Kabupaten Bogor tahun 2013

mengacu pada Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tahun 2008-2013, yang tertuang

dalam Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, Strategi, Kebijakan dan Program Kesehatan

4.1.1 Situasi Keadaan Umum

Kabupaten Bogor termasuk dalam wilayah administratif Provinsi Jawa Barat.

Luas wilayah Kabupaten Bogor sekitar 299.019,06 Ha terdiri dari 40 kecamatan, 417

desa dan 17 kelurahan, 3.882 RW, 15.561 RT. Secara geografis terletak antara 6,19° -

6,47° LS dan 106,21° - 107,13° BT, sebelah utara berbatasan dengan wilayah DKI

Jakarta, kabupaten Tangerang dan kabupaten Bekasi, sebelah selatan berbatasan

dengan kabupaten Sukabumi, sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Cianjur,

Purwakarta dan Karawang, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan kabupaten

Lebak, Pandeglang dan Serang.

Kabupaten Bogor dibagi tiga (3) wilayah pembangunan yaitu wilayah

pembangunan barat terdiri dari 13 kecamatan yaitu kecamatan Jasinga, Parung

Page 27: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

Panjang, Tenju, Cigudeg, Sukajaya, Nanggung, Leuwiliang, Cibungbulang, Ciampea,

Pamijahan, Rumpin, Tenjolaya dan Kecamatan Leuwisadeng. Wilayah pembangunan

tengah terdiri dari 20 kecamatan yaitu Kecamatan Gunung Sindur, Parung, Ciseeng,

Cibinong, Sukaraja, Bojong Gede, Dramaga, Ciawi, Megamendung, Cisarua,

Citereup, Babakan Madang, Ciomas, Tajurhalang. Wilayah pembangunan timur

terdiri dari 7 kecamatan yaitu Kecamatan Gunung Putri, Cileungsi, Klapanunggal,

Jonggol, Sukamakmur.

4.1.2 Visi

Rencana Pembangunan Kabupaten Bogor tertuang dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bogor Tahun 2008-

2013 yang didalamnya tertuang visi Kabupaten Bogor yaitu “Menjadikan

Kabupaten Bogor sebagai Kabupaten Termaju se-Indonesia.”

Berdasarkan Visi Misi Pembangunan Kabupaten Bogor tersebut maka Dinas

Kesehatan telah menetapkan visi yang tertuang dalam Rencana strategis Dinas

Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2008-2013 yaitu “Mewujudkan Masyarakat

Kabupaten Bogor yang Mandiri untuk Hidup Sehat”

4.1.3 Misi

Untuk mewujudkan Visi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor yang Mandiri

untuk Hidup Sehat maka diterapkan 2 (dua) misi Dinas Kesehatan sebagaimana

tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) yaitu:

1. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas

2. Meningkatkan daya dukung kinerja Dinas Kesehatan

4.1.4 Tujuan Strategi Dinas Kesehatan

1. Meningkatkan status kesehatan dan gizi masyarakat

2. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan kesehatan

3. Meningkatkan kapasitas sumber daya, sarana dan prasarana kerja serta kualitas

aparatur

4.1.5 Sasaran Yang Tertuang Dalam Rencana Strategis Dinas Kesehatan

Kabupaten Bogor

1. Meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan dan gizi masyarakat

2. Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Page 28: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

3. Tersedianya sarana prasarana kerja yang memadai

4. Meningkatnya jumlah dan kualitas sumber daya kesehatan

5. Meningkatnya akuntabilitas kinerja Dinas Kesehatan

4.1.6 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor

Page 29: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

4.2 Gambaran Umum Seksi Gizi

4.2.1 Program Perbaikan Gizi Masyarakat

Pembangunan masyarakat di Kabupaten Bogor secara periodik terus ditingkatkan

khususnya pembangunan dibidang kesehatan yang merupakan salah satu komponen penting

dalam penentuan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Berbagai kegiatan guna menunjang

peningkatan IPM melalui perbaikan gizi masyarakat yang meliputi perbaikan gizi bayi, balita,

bumil dan wanita usia subur (WUS). Tujuan program perbaikan gizi masyarakat, yaitu :

1. Menurunkan prevalensi balita kurang gizi (KEP)

2. Menurunkan prevalensi Anemia Gizi Besi

3. Menurunkan prevalensi KVA

4. Menurunkan prevalensi GAKY

4.3 Manajemen Program Perbaikan Gizi Masyarakat di Dinas Kesehatan Kabupaten

Bogor Tahun 2013

4.3.1 Perencanaan Kegiatan Program Perbaikan Gizi

Berdasarkan rencana strategis Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor masalah

perbaikan gizi merupakan faktor penentu dalam menilai keberhasilan kinerja

pimpinan daerah. Penyusunan rencana strategis Dinas Kesehatan untuk program

perbaikan gizi masyarakat biasanya didasari oleh analisis akhir situasi gizi

masyarakat. Program Kerja yang dibuat oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dan

dilaksanakan setiap tahunnya berpedoman pada RPJMD (Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah) 2008-2013 maka secara otomatis pelaksanaan program di

dalamnya juga dilakukan pada tahun tersebut yang merupakan perencanaan jangka

menengah. Sedangkan perencanaan kegiatan jangka pendeknya berupa kegiatan rutin

dalam memantau pertumbuhan balita di posyandu serta rapat rutin antara kepala Seksi

Gizi dan Staf Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor setiap satu bulan sekali.

Page 30: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

Berdasarkan laporan tahunan dan mapping data Bulan Penimbangan Balita

(BPB) yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dapat disimpulkan

bahwa angka kasus gizi buruk di wilayah Kabupaten Bogor masih tinggi. Oleh karena

itu Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor merencanakan beberapa program kegiatan

untuk memperbaiki gizi masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya manusia dan

sarana prasarana dimana menurut penulis sumber daya tersebut belum optimal.

4.3.1.1 Unsur dalam Perencanaan Program Perbaikan Gizi Masyarakat

Perencanaan yang baik perlu memahami unsur-unsur rencana, yaitu: Tenaga

pelaksana, biaya, metode atau strategi, rumusan tujuan umum dan tujuan khusus,

rumusan kegiatan, kelompok sasaran, dan kriteria keberhasilan.

A. Tenaga Pelaksana Program Perbaikan Gizi Masyarakat di Dinas

Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2013

Tenaga pelaksana program perbaikan gizi masyarakat di Kabupaten Bogor

terdapat di dua lokasi yaitu di Dinas Kesehatan dan di Puskesmas. Tenaga

pelaksana program perbaikan gizi masyarakat di Dinas Kesehatan Kabupaten

Bogor terdapat di bidang Pembinaan Kesehatan Masyarakat khususnya di

bagian seksi gizi. Seksi gizi saat ini berjumlah 6 orang terdiri dari 1 orang

(Kepala Seksi) dan 5 orang staf. Seksi gizi mempunyai tugas membantu kepala

bidang pembinaan kesehatan masyarakat dalam merencanakan dan memantau

pengelolaan kegiatan gizi. Berikut adalah nama kepala dan anggota staf gizi :

1. Dewi Dwinurwanti SKM., MKM (Kepala seksi Gizi)

2. Nur Eliasari., SKM

3. Saadiyah, STP

4. Maya Adiyanti., AMG

5. Reni Fatmadewi., SGz

6. Lilia Mainingsih., AMG

Adapun fungsi Seksi Gizi yaitu:

a. Menyusun petunjuk teknis pengelolaan gizi masyarakat dan institusi

b. Pengelolaan pembinaan dan pengembangan gizi masyarakat

c. Pengelolaan usaha perbaikan gizi keluarga dan usaha perbaikan gizi

institusi

Page 31: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) Puskesmas

Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor merencanakan pelaksanaan program gizi di

tingkat Puskesmas adalah Tenaga Pelaksana Gizi (TPG). Tenaga pelaksana gizi

merupakan koordinator gizi di wilayah puskesmas yang langsung berhubungan

dengan masyarakat, sehingga keberhasilan upaya perbaikan gizi termasuk PMT

tidak terlepas dari peran TPG puskesmas.

Dari laporan tahunan seksi Gizi dapat diketahui bahwa jumlah TPG di

Kabupaten Bogor sebanyak 101 orang dengan sebagian besar berlatar belakang

pendidikan Bidan dan D3 Gizi. Berdasarkan hal tersebut maka Seksi Gizi

melaksanakan pembinaan atau pelatihan melalui kegiatan pembinaan TPG per

wilayah yang dilaksanakan 2-3 kali per tahun. Hal inilah yang mendasari pentingnya

pelaksanaan pembinaan dengan sejumlah sumber daya yang ada agar perencanaan

yang sudah ditargetkan dapat tercapai.

Gambar 4.2 Jumlah Tenaga Pelaksana Gizi Di Kabupaten Bogor

3.96

29.7

8.9135.64

21.78

Jumlah TPG di Kabupaten Bogor

Sarjana Gizi

D3 Gizi

D1 Gizi

Bidan

Lainnya

Sumber: Laporan Tahunan Seksi Gizi Tahun 2013

Dilihat dari grafik diatas, dapat diketahui jumlah Tenaga Pelaksana Gizi

paling banyak berlatar belakang pendidikan bidan sebanyak 35,64%.

B. Anggaran Program Perbaikan Gizi Masyarakat di Dinas Kesehatan

Kabupaten Bogor Tahun 2013

Perencanaan anggaran di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dilakukan oleh

setiap Kepala Seksi dengan melihat laporan tahun lalu serta kebijakan dari Kepala

Dinas Kesehatan. Berdasarkan hal tersebut dan data pendukung yang ada, maka

dibuatlah suatu anggaran untuk suatu program. Seluruh unit atau seksi yang ada di

Page 32: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor memberikan rincian anggaran dana kepada Sub

Bagian Program dan Pelaporan untuk dianalisa dan dipertimbangkan. Sub Bagian

Program dan Pelaporan akan meminta persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten Bogor dan dilanjutkan ke Pemerintah Provinsi.

Perencanaan anggaran yang telah disetujui oleh Pemerintah Provinsi akan

dikeluarkan dalam bentuk Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat

Daerah (DPA-SKPD), kemudian dengan anggaran yang telah dialokasikan, Kepala

Seksi merancang Rencana Anggaran Satuan kegiatan (RASK). Dalam RASK Kepala

Seksi telah menjelaskan latar belakang, tujuan, input, proses, output serta manfaat dan

dampak dari kegiatan tersebut.

Adapun perincian dari pembiayaan kesehatan untuk Program Perbaikan Gizi

di Kabupaten Bogor dapat lihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.1 Anggaran Kesehatan Program Perbaikan Gizi Tahun 2013

Nama Kegiatan Jumlah Persentase

Pemberian Makanan Tambahan

(PMT) dan VitaminRp 4.238.404.000-, 98,25 %

Pengelolaan Data BPB (Bulan

Penimbangan Balita)Rp 6.637.400-, 0,15 %

Rapat Koordinasi, evaluasi, dan

perencanaan program kesehatan

- Pertemuan perencanaan

program gizi

- Pertemuan evaluasi program

gizi dan dokumentasi

- Pertemuan evaluasi CKG

Rp 3.200.000-,

Rp 2.250.500-,

Rp 3.450.500-,

0,07 %

0,05 %

0,08 %

Pengiriman peserta tata laksana

gizi burukRp 60.000.000-, 1,40 %

Jumlah Rp. 4.313.941.400-, 100 %

Sumber

Berdasarkan tabel di atas kegiatan pemberian makanan tambahan dan vitamin

menghabiskan anggaran terbesar. Karena dalam kegiatan tersebut mencakup 4

Program Utama Seksi Gizi, kegiatannya meliputi: Pemberian Makanan Tambahan-

Page 33: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

Pemulihan (PMT-P) untuk bayi dan balita gizi kurang, gizi buruk dan ibu hamil.

Pemberian Makanan Tambahan-Penyuluhan (PMT-P) untuk seluruh bayi dan balita,

Pemberian Kapsul Vitamin A kepada seluruh balita di Kabupaten Bogor, Pemberian

Kapsul Beryodium, dan Pemberian Kapsul Fe dengan sasaran balita, ibu hamil KEK,

bayi (0-6 bulan) dan Wanita Usia Subur (WUS). Sumber dana pembangunan

kesehatan di Kabupaten Bogor berasal dari APBN dan APBD Kabupaten.

C. Metode Program Perbaikan Gizi Masyarakat di Dinas Kesehatan Kabupaten

Bogor Tahun 2013

Metode adalah jalan atau cara yang harus dilakukan untuk mencapai suatu tujuan.

Dalam program perbaikan gizi masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor

menggunakan metode pelaksanaan program perbaikan gizi sebagai berikut:

1. Pendidikan Gizi

Tujuan dari pendidikan gizi adalah meningkatkan pengetahuan, pemahaman

dan keterampilan petugas dalam memberikan pelayanan dan penanganan gizi

yang berkualitas serta dapat memberikan informasi dan pendidikan kepada

masyarakat terkait upaya perbaikan gizi.

Adapun kegiatan Pendidikan Gizi meliputi pengembangan dan pengadaan

materi gizi, advokasi dan sosialisasi peningkatan pemberian ASI dan MP-ASI,

kampanye peningkatan ASI eksklusif, bulan vitamin A, garam beryodium, dan

peningkatan pemberian Tablet Fe.

Indikator kinerja yang ingin dicapai adalah:

a. Terselenggaranya kampanye ASI

b. Terselenggaranya kampanye bulan vitamin A

c. Terselenggaranya kampanye pemberian tablet Fe

d. Terselenggaranya kampanye garam beryodium

e. Terselenggaranya Kampanye Posyandu

2. Penanganan Masalah Gizi

Tujuan penanganan masalah gizi adalah meningkatkan kualitas penanganan

gizi dan meningkatkan status gizi masyarakat. Adapun kegiatan penanganan gizi

meliputi tatalaksana gizi buruk baik rawat inap maupun rawat jalan, pemberian

PMT pemulihan balita gizi kurang dan ibu hamil keluarga miskin dan KEK.

Indikator kinerja yang ingin dicapai adalah:

Page 34: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

a. Seluruh Puskesmas terlatih Tatalaksana Anak Gizi Buruk

b. Tersedianya PMT-Pemulihan untuk balita gizi kurang dan buruk

c. Tersedianya PMT-Pemulihan untuk ibu hamil

d. Tersedianya mineral mix dan vitamin A di seluruh Puskesmas

e. Tersedianya Tablet Fe untuk seluruh ibu hamil

f. Tercukupinya konsumsi garam beryodium

g. Tersedianya Makanan Pendampng ASI (MP-ASI)

Tabel 4.4 Hasil Penanganan Masalah Gizi

No Indikator Jumlah1 Vitamin A pada Bayi 94,6%2 Vitamin A pada Balita 83,2%3 Tablet Fe 78,3%4 Konsumsi garam beryodium 80,3%5 MP-ASI 6-11 bulan 1500 bayi6 MP-ASI 12-23 bulan 3500 anak7 PMT-P Gizi Buruk 300 anak

(Sumber : Laporan Tahunan Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun

2013)

3. Surveilans Gizi

Tujuan surveilans gizi adalah memantau secara terus menerus pencapaian

pelaksanaan kegiatan perbaikan gizi agar mendapatkan informasi yang akurat dan

tepat untuk segera direspon dan ditindak lanjuti pemecahannya.

Adapun kegiatan surveilans gizi meliputi pengumpulan data, pengolahan

dan analisis data, dan desiminasi informasi serta melakukan tindak lanjut (respon).

Misalnya pengolahan data BPB untuk mengetahui hasil pengukuran antropometri

terhadap kasus gizi buruk yang ditemukan.

Indikator kinerja yang ingin dicapai adalah agar Kabupaten/Kota segera

melaporkan kasus gizi buruk baik saat Kejadian Luar Biasa (KLB) maupun tidak.

Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor mengontrol program yang terlaksana di setiap

Puskesmas dengan menerima laporan triwulan, tetapi laporan dari Puskesmas

sering kali mengalami keterlambatan, bahkan tidak jarang pihak Dinas Kesehatan

Kabupaten Bogor harus meninjau langsung ke lapangan. Selain itu terkadang

laporan yang sudah dikirim sering berbeda dengan pedoman yang diberikan oleh

Page 35: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

seksi gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor sehingga seksi gizi harus mengentry

ulang data tersebut.

Proses surveilans yang dilakukan yaitu melalui penilaian data-data

cakupan kegiatan program perbaikan gizi. Data SKDN merupakan salah satu data

untuk mengevaluasi perbaikan gizi, baik dari program maupun cakupannya. Data

tersebut di analisis oleh Tenaga Pelaksana Gizi di wilayah Kabupaten Bogor dan

hasilnya digunakan untuk mendapatkan kondisi pertumbuhan balita di wilayah

tersebut.

Analisa SKDN diperlukan untuk menilai capaian indikator pertumbuhan

di posyandu yang dipantau melalui penimbangan rutin yang dilakukan setiap

bulan di posyandu. Indikator S adalah (Semua balita yang ada di wilayah

Posyandu), K adalah (Jumlah balita yang memiliki KMS), D adalah (Jumlah

balita yang datang dan ditimbang di Posyandu), N adalah (Anak balita yang

ditimbang dan berat badannya naik). Ada 4 perbandingan indikator yang dapat

dijadikan untuk menilai keberhasilan kegiatan pertumbuhan balita di posyandu,

yaitu D/S (Partisipasi masyarakat dalam program), K/S (Cakupan Program), N/S

(Efektifitas Program), N/D (Kecenderungan status gizi). Hasil kegiatan

pemantauan pertumbuhan balita di Posyandu pada bulan Oktober Tahun 2013

yaitu:

Tabel 4.3 Pemantauan Pertumbuhan Balita di Posyandu bulan

Oktober Tahun 2013

(Sumber : Laporan Tahunan Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun

2013)

S 530.571 orang

K 397.337 orang

D 344.271 orang

N 272.781 orang

K/S 74,9 %

D/S 64,9%

N/D 79,2%

N/S 51,4%

Page 36: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

Berdasarkan tabel di atas S (Semua balita yang ada di wilayah Posyandu)

diambil berdasarkan proyeksi yaitu sebanyak 530.571 orang, sedangkan pada K

(Balita yang memiliki KMS) sejumlah 397.337 orang dan lebih kecil dari S (Semua

balita yang ada di wilayah posyandu), hal ini dapat disebabkan karena KMS pada

sebagian masyarakat hilang, selain itu saat ini di dalam buku KIA terdapat KMS juga,

sehingga dapat digunakan untuk mengukur status gizi balita.

Kemudian untuk data D (Balita yg datang dan ditimbang) jumlahnya lebih

sedikit dari jumlah K (Balita yang memiliki KMS). Hal ini terjadi karena imunisasi

pada balita sebagian sudah lengkap, selain itu kurangnya partisipasi masyarakat

karena posyandu kurang menarik, serta tingginya mobilitas penduduk karena banyak

ibu yang bekerja pada saat pelaksanaan posyandu, sehingga balita tidak datang ke

posyandu. Pengasuh balita juga kurang memahami pentingnya kegiatan posyandu

bagi pertumbuhan balita.

4. Perbaikan Gizi melalui Pemberdayaan Masyarakat

Tujuan dari pemberdayaan masyarakat yaitu memotivasi, menggerakkan

dan melibatkan masyarakat dalam upaya pembinaan gizi masyarakat.

Adapun kegiatan pemberdayaan masyarakat meliputi PMT penyuluhan,

pertemuan lintas program dan sektor terkait peningkatan fungsi posyandu,

pembinaan dan pelatihan ulang kader posyandu, penggerakkan kelompok

pendukung ASI dan MP-ASI.

Indikator kinerja yang ingin dicapai adalah :

a. Seluruh Puskesmas memiliki tenaga terlatih pemantauan

pertumbuhan.

b. Seluruh Puskesmas membina kelompok pendukung ASI.

c. Terselenggaranya pembinaan kader di seluruh Posyandu

5. Dukungan Manajemen

Tujuan dari dukungan manajemen adalah memfasilitasi dan memperlancar

proses mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi

program perbaikan gizi masyarakat.

Adapun kegiatan dukungan manajemen meliputi perencanaan pelaksanaan

program gizi, rapat kerjasama lintas sektor dan lintas program serta monitoring

evaluasi. Indikator kinerja yang ingin dicapai adalah:

a. Terselenggaranya fasilitas dan bimbingan teknis di seluruh

puskesmas

Page 37: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

b. Tersedianya materi Komunikasi, Informasi dan Edukasi gizi untuk

Puskesmas dan Posyandu, dll.

Hasil dari kegiatan dukungan manajemen ini ada di bagian

Pengorganisasian dan sarana prasarana yang dimiliki oleh Seksi Gizi Dinas

Kesehatan Kabupaten Bogor.

D. Sarana dan Prasarana Program Perbaikan Gizi Masyarakat di Dinas

Kesehatan Kabupaten Bogor tahun 2013

Tabel 4.2 Sarana dan Prasarana Program Perbaikan Gizi Masyarakat di Dinas

Kesehatan Kab Bogor Tahun 2013

Sarana Jumlah

Dacin 3.981 buah

Laptop 2 buah

Printer 2 buah

Alat Ukur Panjang Badan 416 buah

Microtoise 244 buah

Food Model 99 buah

Meja 6 buah

Mobil dinas 2 buah

(Sumber : Laporan Kegiatan Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun

2013)

Prasarana Jumlah

Puskesmas

Posyandu Pratama

Posyandu Madya

Posyandu Purnama

Posyandu Mandiri

101 buah

1.287 buah

2.142 buah

1.102 buah

198 buah

Pustu/ Poskesdes 129 buah

(Sumber : Laporan Kegiatan Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun

2013)

E. Sasaran Program Perbaikan Gizi Masyarakat di Dinas Kesehatan Kabupaten

Bogor tahun 2013

Page 38: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

Data sasaran program perbaikan gizi yaitu suatu kelompok di dalam

masyarakat yang paling mudah menderita gangguan kesehatannya atau rentan karena

kekurangan gizi. Sasaran yang diperhatikan dalam perencanaan program perbaikan

gizi adalah kelompok rentan gizi yang diantaranya adalah Bayi (0-11 bulan) sebanyak

116.776, Balita sebanyak 530.568, Anak (12-59 bulan) 413.792, Ibu Hamil KEK

sebanyak 128.453 dan Wanita Usia Subur (WUS).

Pembahasan dari semua aspek perencanaan program perbaikan gizi masyarakat:

a) Merumuskan terlebih dahulu masalah yang akan direncanakan.

b) Perencanaan  harus didasarkan pada informasi,  data,  dan fakta.

Perencanaan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor

di dasarkan dari data dan fakta, misalnya berdasarkan permasalahan dalam

laporan tahunan seksi gizi tahun lalu untuk menentukan rencana di tahun

berikutnya. Selain itu seksi gizi juga selalu memantau dari media cetak terkait

masalah perbaikan gizi untuk melaksanakan tindak lanjut. Seksi gizi juga

menetapkan perencanaan dari hasil pengolahan data yang diberikan oleh

Puskesmas.

c) Setiap aspek perencanaan harus berkesinambungan.

Rencana yang dibuat untuk perbaikan gizi masyarakat masih

berkesinambungan antara satu kegiatan dengan kegiatan yang lainnya. Empat

program utama yang menjadi prioritas seksi gizi antara kegiatan PMT-

Pemulihan dan PMT- Penyuluhan, Pemberian Vitamin A dan Pemberian table

Fe dapat dilaksanakan bersamaan di Posyandu yang tujuannya sama yaitu

untuk meningkatkan status gizi masyarakat. Peran kader sangat diperlukan

dalam meningkatkan partisipasi masyarkat untuk mau datang ke Posyandu.

4.3.2 Pengorganisasian Kegiatan Program Perbaikan Gizi

Pelaksanaan kegiatan program perbaikan gizi masyarakat perlu adanya suatu

pengorganisasian. Struktur organisasi menunjukkan bagian-bagian maupun orang

yang menjalankan tugas dan wewenang dalam organisasi tersebut.

Berdasarkan struktur organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor seksi gizi

termasuk ke dalam Bidang Pembinaan Kesehatan Masyarakat (Binkesmas). Selain

seksi gizi ada juga seksi KIA & KB serta Seksi Remaja dan Lansia. Setiap kegiatan

Page 39: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

Program Perbaikan Gizi Masyarakat yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan

KabupatenBogor, pemegang kebijakan dan penanggung jawabnya adalah Kepala

Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Kemudian wewenang untuk melaksanakan

kegiatan Perbaikan Gizi Masyarakat diserahkan kepada Bidang Binkesmas yang

kemudian meneruskan wewenang tersebut kepada bawahannya yaitu kepala seksi gizi

untuk mengadakan kegiatan perbaikan gizi. Wewenang pelaksanaannya dibantu oleh

Puskesmas dan Posyandu setempat.

Program Perbaikan Gizi perlu didukung oleh semua sektor baik internal

maupun eksternal supaya pelaksanaan program ini dapat berjalan dengan baik. Oleh

karena itu Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor secara rutin menyelenggaranan rapat/

koordinasi, sebagai berikut :

1. Rapat koordinasi lintas sektor dalam rangka penanganan kasus gizi buruk

2. Rapat koordinasi dengan tim Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK)

kecamatan dalam rangka pergerakan sasaran posyandu untuk peningkatan

cakupan kegiatan program perbaikan gizi

3. Rapat insidental yang dilaksanakan oleh Bappeda dalam rangka koordinasi

pennaggulangan kemiskinan.

4. Rapat koordinasi dengan Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) dalam rangka proses

perencanaan kegiatan program gizi di tahun berikutnya yaitu tahun 2014,

melaksanakan evaluasi klinik gizi, evaluasi sentinel gizi, dan melakukan evaluasi

kegiatan program gizi tahun 2013. Rapat tersebut dilaksanakan karena Seksi Gizi

Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak melaksanakan atau bertemu dengan

masyarakat secara langsung melainkan memantau dan mengevaluasi kegiatan

tersebut berdarkan laporan dari Posyandu dan Puskesmas. Sehingga harus selalu

melibatkan sektor lain baik pemerintah maupun swasta, TPG dan kader-kader

posyandu dalam setiap kegiatan perbaikan gizi masyarakat di Kabupaten Bogor.

4.3.3 Pelaksanaan Kegiatan Program Perbaikan Gizi

Pelaksanaan kegiatan perbaikan gizi di posyandu dilaksanakan oleh berbagai

lintas program seperti pelaksanaan di tingkat posyandu : kader, bidan, PLKB (Petugas

Lapangan Keluarga Berencana), PKP (Penyuluh Keamanan Pangan), PKK, RT, serta

RW. Kegiatan yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tahun 2013 yaitu:

1) Pemberian Makanan Tambahan

Kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dibagi menjadi 2 yaitu :

Page 40: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

a. Pemberian Makanan Tambahan – Pemulihan (PMT-P)

Kegiatan PMT-Pemulihan mencakup pemetaan gizi buruk di wilayah

Kabupaten Bogor yang digunakan untuk menentukan prioritas sasaran balita gizi

buruk dari keluarga miskin. Tujuannya adalah mengurangi angka kasus gizi

buruk yang ada di Kabupaten Bogor. Setelah menentukan prioritas, Tenaga

Pelaksana Gizi (TPG) melakukan rencana tindak lanjut dengan memberikan

formula 75 dan 100 selama 6 bulan berturut-turut, setelah kondisi membaik balita

pemberian formula 75 dan 100 dihentikan dan balita diberikan susu formula.

b. Pemberian Makanan Tambahan – Penyuluhan (PMT-P)

Kegiatan PMT-Penyuluhan mencakup pemberian makanan tambahan di

setiap Posyandu yang diberikan 1 kali kepada seluruh balita tanpa perlu

menentukan prioritas. Tujuannya adalah agar ibu-ibu mengetahui makanan yang

seharusnya diberikan kepada balita.

c. Vitamin

Penanggulangan KVA dan AGB dilaksanakan di Posyandu melalui

pemberian tablet Vitamin A diberikan setiap 6 bulan pada bulan Februari dan

Agustus. Tablet vitamin A untuk bayi usia (0-11 bulan) diberikan kapsul vitamin A

berwarna biru dengan dosis IU 100.000 SI dan pada balita (12-59 bulan) diberikan

kapsul vitamin A berwarna merah dengan dosis IU 200.000 SI. Pada kegiatan

penanggulangan anemia gizi besi di Posyandu diberikan tablet tambah darah (Fe)

90 tablet kepada ibu hamil yang mengalami kekurangan darah (anemia) dan atau

ibu hamil yang beresiko mengalami AGB.

Kegiatan pemberian makanan tambahan diatas adalah salah satu pencegahan atau

upaya yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor untuk meminimalisir

masalah gizi.

Berdasarkan indikator BB/TB, pada tahun 2013 ditemukan sebanyak 110 balita

dengan status gizi sangat kurus yang memerlukan penanganan atau perawatan, baik

secara rawat inap maupun rawat jalan melalui center klinik gizi, Puslitbang Gizi atau

Rumah sakit dengan pencapaian seluruh balita gizi buruk ditangani 100%. Dari hasil

wawancara dengan staf seksi gizi, dari 110 kasus gizi buruk, 61 kasus sudah teratasi, 30

kasus dengan status sangat kurus, dan 9 orang meninggal.

2) Pemberian Tablet Tambah Darah (Fe)

Page 41: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

Salah satu layanan yang diberikan saat pelayanan antenatal yang menjadi

standar kualitas adalah pemberian zat besi (Fe) 90 tablet. Cakupan Fe di Kabupaten

Bogor tahun 2013 sebesar 100.573 (78,30%),

Grafik 4.1 Cakupan Fe Tahun 2009-2013 di Kabupaten Bogor

2009 2010 2011 2012 20130

10

20

30

40

50

60

70

80

90

62.8

76.679.4 78.4 78.3

Sumber : Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2013

3) Pemberian Kapsul Vitamin A

Vitamin A berperan pada integritas sel epitel, imunitas dan reproduksi.

Kekurangan Vitamin A (KVA) pada anak dapat mengakibatkan resiko kematian

sampai 20-30%. Upaya pencegahan kekurangan vitamin A pada anak balita (6-59

bulan) adalah dengan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi sebanyak dua kali

setiap tahun. Kapsul vitamin A berwarna biru dengan dosis 100.000 SI diberikan pada

bayi (umur 6-11 bulan) setahun sekali pada bulan Februari atau Agustus, dan

pemberian kapsul vitamin A pada anak balita 1-4 tahun berwarna merah dengan dosis

200.000 SI. Cakupan pemberian vitamin A pada bayi (umur 6-11 bulan) tahun 2013

sebesar 94,59% dan tahun 2012 sebesar 97,1% dan cakupan anak balita (1-4 tahun)

yang mendapat kapsul vitamin A pada tahun 2013 sebesar 83,19%.

Sasaran lain penerima kapsul vitamin A dosis tinggi (Vitamin A 200.000 SI)

adalah Ibu Nifas, dengan harapan bayi akan memperoleh vitamin A yang cukup

melalui ASI. Pemberian vitamin A pada Ibu Nifas dapat dilakukan saat pelayanan Ibu

Nifas dan dapat pula diberikan diluar pelayanan Ibu Nifas. Cakupan pemberian

vitamin A pada Ibu Nifas di Kabupaten Bogor Tahun 2013 sebesar 98.168 (80,1%).

Page 42: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

Jika dibandingkan dengan target nasional (100%) angka ini masih belum tercapai.

Dengan demikian masih diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan cakupan

tersebut, antara lain peningkatan integrasi pelayanan kesehatan ibu nifas, sweeping

pada daerah yang cakupannya masih rendah, dan kampanye pemberian kapsul vitamin

A.

4) Penimbangan Balita di Posyandu (D/S)

Posyandu sebagai ujung tombak kegiatan pemantauan pertumbuhan balita di

masyarakat memegang peranan yang penting dalam Sistem Kewaspadaan Dini Gizi

(SKD-KLB) melalui data SKDN, balita BGM dan 2T serta perilaku keluarga mandiri

sadar gizi (Kadarzi).

Tingkat partisipasi masyarakat dalam pemantauan pertumbuhan balita melalui

kegiatan posyandu dapat terlihat dari data cakupan Balita yang datang dan ditimbang

dibagi dengan seluruh jumlah balita yang ada di wilayah tersebut (D/S), sedangkan

untuk keberhasilan program dapat dipantau dari capaian stastus gizi (N/D). Target

cakupan N/D dan D/S yang diharapkan adalah 80%, sementara cakupan yang dicapai

pada tahun 2013 untuk N/D adalah 75,2. Sedangkan cakupan D/S pada tahun 2013

sebesar 67,0%.

5) Center Klinik Gizi di Kabupaten Bogor

Temuan kasus gizi buruk yang cukup meningkat di Kabupaten Bogor dengan

lokasi yang menyebar dan banyaknya hambatan serta drop out yang tinggi pada

rujukan gizi buruk ke rumah sakit mendorong untuk dibentuknya center klinik gizi.

Center klinik gizi bertujuan untuk meningkatkan status gizi balita gizi buruk melalui

peningkatan mutu pelayanan tatalaksana gizi buruk di Puskesmas.

Center Klinik Gizi dilaksanakan untuk mendekatkan pelayanan kasus gizi

buruk tanpa kedaruratan medis secara komprehensif melalui rawat jalan. Tim

pelaksana kegiatan Center Klinik Gizi terdiri dari dokter, tenaga pelaksana gizi, bidan,

perawat, dan tenaga promosi kesehatan Puskesmas. Kegiatannya dilaksanakan 1 (satu)

minggu sekali dengan sasaran utama adalah anak gizi buruk dengan paket pemulihan

dan anak kurus paket pencegahan dalam waktu 6 (enam) bulan.

Sampai dengan tahun 2013 sudah ada 23 Center Klinik Gizi yang tersebar di

Puskesmas Sukaraja, Cibungbulang, Cileungsi, Parung, Caringin, Rumpin, Jasinga,

Kampung Manggis, Ciseeng, Cijeruk, Cigombong, Cisarua, Citeureup, Cariu,

Page 43: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

Ciomas, Sukamakmur, Tanjungsari, Cigudeg, Tenjo, Jonggol, Rancabungur, dan

Babakan Madang. Hasil Pelaksanaan Kegiatan evaluasi Center Klinik Gizi yaitu

adanya kesepakatan sebagai berikut:

a. Membuat mapping gizi buruk per desa per puskesmas. Dikumpulkan

paling lambat tanggal 5 November 2013 (kasus baru gizi buruk Januari

sampai Oktober 2013)

b. Diupayakan untuk 2 bulan (November sampai Desember 2013), temuan

gizi buruk di Kabupaten Bogor tidak lebih dari 4 kasus.

c. Pemberian sarana PMT-P untuk gizi buruk dan MP-ASI harus sesuai

(tepat sasaran dan tepat jumlah)

d. Penyimpanan PMT-P dan MP-ASI, harus diperhatikan agar tidak cepat

rusak.

e. Berkoordinasi dengan lintas program (seperti KIA untuk kegitan

SDIDTK, Kohort Bayi dan Lintas program lainnya)

f. Berkoordinasi dengan lintas sektor dalam penangganan kasus gizi buruk.

g. Rujukan, Pelacakan dan kunjungan rumah balita gizi buruk dapat

menggunakan dana BOK.

h. Gizi buruk yang akan menggajukan biaya bantuan dana dari bantuan

sosial agar dapat disiapkan data dan administasi kelengkapan (KK, KTP,

SKKM, pernyataan rincian biaya Living Cost)

i. Perkembangan kasus gizi buruk yng ada di wilayah di laporkan setiap

bulannya, nama kasus dan status gizinya sampai normal

j. Laporan kasus CKG menggunakan format yang baru

6) Pengelolaan Data BPB (Bulan Penimbangan Balita)

Kegiatan BPB meliputi data validasi pengukuran antropometri terhadap kasus

gizi buruk yang baru ditemukan, biasanya pelaksanaan BPB ini dilaksankan

mendekati akhir tahun untuk dijadikan sebagai informasi dalam membuat suatu

kebijakan baru terkait perbaikan gizi masyarakat. Data ini diperoleh dari UPF dan

UPT yang kemudian direkap petugas seksi gizi di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.

Data BPB tesebut berupa form umur tunggal (Gakin/non gakin), BB/U , BB/TB, dan

TB/U. Berdasarkan Hasil Bulan Penimbangan Balita (BPB) di Kabupaten Bogor

tahun 2013 yang mengalami gizi lebih sebesar 1,48%, gizi normal 91,62%, gizi

kurang 6,21, dan gizi sangat kurang 0,69%.

Page 44: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

Kesimpulan dari pelaksanaan program perbaikan gizi yang dilaksanakan oleh

Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor adalah dengan melibatkan tenaga

kesehatan yang berada di puskesmas atau tenaga pelaksana gizi, sehingga Dinas

kesehatan bukan pelaksana program namun hanya memonitoring dan mengevaluasi

kegiatan program perbaikan gizi.

Tabel 4.1 Kegiatan Program Perbaikan Gizi Masyarakat Tahun 2013

No Kegiatan Target PencapaianN

(Jumlah)

1Persentase gizi buruk ditemukan

mendapat perawatan100% 100% 110

2Persentase bayi usia 0-6 bulan

mendapat ASI Eksklusif70% 47,3% 56.144

3Cakupan rumah tangga yang

mengkonsumsi garam beryodium90% 80,3% 9631/12.000

4Persentase anak usia 6-59 bulan

mendapat vitamin A87% 86,2% 457.198

5Persentase ibu hamil mendapat 90

tablet Fe90% 78,3% 100.573

6Persentase balita ditimbang berat

badannya (D/S)80% 66,9% 355.485

7Persentase penyediaan buffer stock

MP-ASI untuk bencana5% 5% 50.156

(Sumber : Laporan Kegiatan Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2013)

Dari tabel kegiatan program perbaikan gizi diatas dapat diketahui lima dari

delapan program masih belum mencapai target. Hal ini dikarenakan masih belum

optimalnya manajemen program yang dilaksanakan oleh seksi gizi. Oleh karena itu,

kelompok akan menjabarkan bagaimana manajemen program yang dilaksanakan oleh

Seksi Gizi.

Berdasarkan hasil tabel diatas, menurut kelompok yang menjadi prioritas masalah

adalah persentase balita ditimbang berat badannya (D/S) yang masih rendah, karena

berdasarkan teori yang ada, cakupan kegiatan balita ditimbang berat badannya (D/S)

Page 45: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

dapat mempengaruhi semua kegiatan program perbaikan gizi yang ada dengan memantau

status gizi bayi dan balita melalui Kartu Menuju Sehat (KMS).

Menurut Depkes, 2012 semakin tinggi cakupan kegiatan balita ditimbang berat

badannya (D/S) maka akan meningkatkan cakupan kegiatan vitamin A dan cakupan

imunisasi yang dimana dua kegiatan tersebut mampu menurunkan prevalensi gizi

kurang pada bayi dan balita.

4.3.4 Monitoring dan Evaluasi

Kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan untuk mengetahui bagaimana

capaian kegiatan yang telah dilaksanakan dan bagaimana kinerja organisasi dalam

pelaksanaan program perbaikan gizi masyarakat. Monitoring yang dilakukan oleh

seksi gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor yaitu:

1. Bina Wilayah Tenaga Pelaksana Gizi (TPG)

Kegiatan ini diadakan oleh Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten

Bogor kepada para tenaga pelaksana gizi (TPG) di wilayah Kabupaten

Bogor setiap tiga bulan sekali per wilayah. Tujuan dari kegiatan ini adalah

untuk memantau sejauh mana pelaksanaan perbaikan gizi masyarakat,

mengetahui permasalahan yang terjadi di lapangan dan mencari alternatif

solusinya termasuk umpan balik program gizi dan informasi program gizi.

2. Bina Teknis Terpadu

Kegiatan monitoring ini dilaksanakan berupa pembinaan seluruh

program di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor untuk mengkoordinasikan

kegiatan lintas program.

3. Lomba Posyandu

Lomba posyandu ini dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan

Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor ikut berpartisipasi dalam lomba

posyandu. Lomba posyandu ini dilakukan mulai dari tingkat kecamatan,

kabupaten hingga provinsi. Tujuan diadakannya lomba ini adalah untuk

memberdayakan masyarakat serta kader posyandu. Selain itu diharapkan

mampu meningkatkan motivasi kader posyandu dan masyarakat agar

secara sukarela mau untuk berpartisipasi dalam mempersiapkan diri, baik

dari merapikan administrasi posyandu, pokok kegiatan pendidikan anak

usia dini (PAUD) hingga insfrastrukturnya.

Page 46: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

Lomba ini dilaksanakan oleh 40 Kecamatan di Kabupaten Bogor

dengan jumlah Posyandu sebanyak 4.729 buah. Penilaian terdiri dari PKK

Kabupaten Bogor, BPMPD Kabupaten Bogor, Dinas Kesehatan

Kabupaten Bogor, BPPKB Kabupaten Bogor dan Dinas Pendidikan

Kabupaten Bogor atau biasa disebut dengan tim rechecking. Penilaian

ditahap awal adalah melakukan penilaian administrasi. Bahkan tim juga

meninjau langsung ke lapangan untuk menentukan Posyandu yang terbaik

di Kabupaten Bogor. Dengan kehadiran tim rechecking ini dapat

memotivasi dan menjadi ajang pembinaan bagi petugas untuk lebih baik

lagi dalam melayani masyarakat.

Kegiatan monitoring ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang

terjadi pada saat pelaksanaan program perbaikan gizi masyarakat baik di tingkat

puskesmas atau posyandu serta memastikan bahwa PMT, vitamin A, tablet Fe dan

garam beryodium dapat diberikan tepat sasaran. Selain melakukan monitoring seksi

gizi juga melakukan evaluasi perbaikan gizi masyarakat.

Evaluasi dilakukan untuk menilai kemajuan kegiatan dan hasil yang dicapai

dalam upaya peningkatan gizi masyarakat yang dilakukan di masing-masing wilayah

atau daerah. Evaluasi yang dilakukan oleh puskesmas untuk setiap program kesehatan

di wilayah kerjanya dilakukan setiap bulan. Sedangkan rapat evaluasi oleh seksi gizi

dilaksanakan setiap empat bulan. Rapat evaluasi dilakukan melalui suatu pertemuan

di Dinas Kesehatan dengan semua petugas gizi yang kemudian akan digunakan untuk

bahan perencanaan dan rencana tindak lanjut kegiatan perbaikan gizi. Evaluasi yang

dilakukan oleh seksi gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor yaitu:

EVALUASI ASPEK PERENCANAAN

1. Unsur Tenaga Pelaksana

Dilihat dari jumlah tenaga kesehatan seksi gizi yang berjumlah enam orang, menurut

kelompok seksi gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor perlu melakukan rekrutmen

untuk membantu staf gizi dalam melakukan semua perencanaan kegiatan program

perbaikan gizi. Begitu pula untuk Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) Puskesmas yang

memiliki tugas double dalam melaksanakan tugasnya dalam menangani status gizi dan

juga bertugas di Puskesmas, perlu adanya rekrutmen dan pembinaan atau pelatihan

untuk TPG agar kegiatan program perbaikan gizi di Kabupaten Bogor dapat terlaksana

Page 47: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

dengan baik dan dapat mengurangi angka kasus gizi buruk. Namun masih terjadi

permasalahan dalam pelaksanaannya karena TPG ternyata kurang paham dengan

pengolahan data gizi dan tidak semua petugas memahami tentang cara pengolahan data

sehingga seksi gizi terkadang harus merekap ulang data tersebut.

2. Unsur Anggaran Kegiatan

Menurut kelompok anggaran kegiatan yang dibuat oleh Seksi Gizi Dinas Kesehatan

Kabupaten Bogor terlalu jauh jarak dana yang diberikan untuk suatu program. Walaupun

memang kegiatan Pemberian Makanan Tambahan dan Vitamin memerlukan dana yang

cukup banyak, namun sayangnya untuk kegiatan program perbaikan gizi yang lain

seperti pengelolaan data BPB, rapat-rapat koordinasi, dan pengiriman peserta tata

laksana gizi buruk mendapat anggaran yang jauh berbeda dengan kegiatan PMT dan

Vitamin. Hal lain yang disayangkan adalah, kelompok tidak mendapatkan rincian dana

untuk setiap kegiatan program perbaikan gizi.

3. Unsur Metode Kegiatan

Dari semua metode atau cara yang digunakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten

Bogor dalam upaya perbaikan gizi masyarakat sudah cukup baik karena setiap kegiatan

atau metode yang diterapkan saling berkesinambungan.

4. Unsur Sarana Prasarana

Menurut kelompok sarana dan prasarana yang ada di Kabupaten Bogor belum

memadai untuk melaksanakan kegiatan program perbaikan gizi masyarakat karena dari

101 Puskesmas yang ada, sarana yang tesedia (misalnya laptop) hanya 2 buah.

Sehingga dalam pelaksanaan kegiatan program perbaikan gizi Kabupaten Bogor kurang

maksimal.

5. Unsur Sasaran Program

Menurut kelompok dengan jumlah sasaran yang cukup banyak, Dinas Kesehatan

Bogor harus melakukan pembenahan besar-besaran baik secara internal ataupun

eksternal guna mengurangi jumlah angka kasus gizi buruk.

EVALUASI ASPEK PENGORGANISASIAN

Menurut kelompok, aspek pengorganisasian yang dijalankan oleh Dinas Kesehatan

Kabupaten Bogor sudah cukup baik, namun untuk tata tertib berupa penyerahan laporan

Bulan Penimbangan Balita dari setiap Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten

Bogor seharusnya lebih didisiplinkan lagi supaya dapat tepat waktu dalam pelaporan.

Page 48: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

EVALUASI ASPEK PELAKSANAAN

Pelaksanaan (Actuating) bukan merupakan pekerjaan yang mudah, karena dalam

melaksanakan suatu rencana terkandung berbagai aktifitas yang saling berhubungan,

serta kompleks dan majemuk. Kesemua aktifitas ini harus dipadukan sedemikian rupa

dengan melibatkan sektor lain sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.

Bedasarkan teori diatas, menurut kelompok Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor

sudah melaksanakan kegiatan program perbaikan gizi dengan melibatkan sektor lain

yang dekat masyarakat seperti tenaga pelaksana gizi serta kader-kader posyandu.

Proses evaluasi yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor yaitu melalui

penilaian data-data cakupan kegiatan program perbaikan gizi. Data SKDN merupakan

salah satu data untuk mengevaluasi perbaikan gizi, baik dari program maupun

cakupannya. Data tersebut oleh tenaga gizi di wilayah Kabupaten Bogor di analisis

hasilnya untuk mendapatkan kondisi pertumbuhan balita di wilayah tersebut. Sentinel

gizi adalah kegiatan analisis data dengan cara pengumpulan dan pengolahan data secara

terus-menerus yang dilakukan di wilayah/ unit yang terbatas (Depkes RI, 2004).

Evaluasi Sentinel Gizi dilaksanakan untuk menilai kemajuan dalam pengumpulan dan

pengolahan data terkait dengan program perbaikan gizi masyarakat. Evaluasi ini juga

dilakukan untuk mengetahui permasalahan dalam system pelaporan terkait kegiatan

perbaikan gizi.

4.3.5 Hambatan Pelaksanaan Program Perbaikan Gizi di Dinas Kesehatan Kab Bogor

Tahun 2013

Tabel 4.4 Hambatan Pelaksanaan Program Perbaikan Gizi Tahun 2013

No Masalah Internal Upaya Internal

1 Tenaga (TPG) dengan profesi

gizi belum tersedia di semua

puskesmas. Data menunjukkan

masih sekitar 42,6% TPG

dengan profesi gizi (D1, D3,

S1).

Pembinaan/Pelatihan

yangdilaksankan melalui kegiatan

pembinaan TPG per wilayah yang

dilaksankan 2-3 kali/ tahun.

2 TPG memegang tugas rangkap

karena kurangnya SDM.

Pembinaan pada TPG Puskesmas

agar dapat melaksanakan tupoksi

dengan baik

Page 49: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

3 Sarana penunjang kegiatan

(dacin, alat ukur PB/TB, KMS,

Hb meter dan food model)

terbatas di Puskesmas/

Posyandu.

Mengupayakan pengadaan sarana,

berasal dari sumber dananya yaitu:

lembaga, donator, dll

No Masalah External Upaya External

1 Kurangnya partisipasi

masyarakat dalam kegiatan

pemantauan pertumbuhan balita

di posyandu (D/S)

Peningkatan koordinasi lintas

sektor dalam pergerakan sasaran

ke posyandu di tingkat kabupaten

melalui rakor dewan ketahanan

pangan kabupaten.

2 Rendahnya pemberdayaan

masyarakat sehingga sulit

mempertahankan

kesinambungan kegiatan

Peningkatan penyakit kesehatan

masyarakat

3 Kurang optimalnya koordinasi

lintas sector

Peningkatan koordinasi lintas

sektor

4 Menurunnya ketahanan pangan

di tingkat rumah tangga

Peningkatan kapasitas kader

posyandu melalui pembinaan

kader

5 Pola asuh kurang mendukung

program perbaikan gizi dan

kesehatan

Peningkatan komitmen SKPD

terkait dalam peningkatan

pemberdayaan masyarakat dalam

penangganan masalah pangan dan

gizi.

6 Kuantitas dan kualitas kader

yang kurang

Page 50: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

7 Pendidikan dan perilaku

masyarakat yang masih rendah

Page 51: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

BAB V

PENUTUP

a. Kesimpulan

A. Perencanaan

1. Perencanaan program yang diimplementasikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten

Bogor didasarkan dari Rencana Strategis yang telah dibuat sebelumnya. Program

Kerja yang dibuat dan dilaksanakan setiap tahunnya berpedoman pada Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2008-2013. Program ini

dilaksanakan di 40 Kecamatan dengan 101 Puskesmas. Perencanaan program

perbaikan gizi, seksi gizi mengidentifikasi masalah gizi dengan mempelajari dan

menganalisa laporan bulanan gizi puskemas sehingga bisa diketahui besaran

masalah gizi dan cakupan program gizi yang telah dicapai. Setelah dibandingkan

dengan target program gizi dan prevalensi gizi bisa diketahui masalah gizi yang

ada di Kabupaten Bogor. Setelah itu diketahui besaran masalah, maka ditentukan

prioritas masalah disuatu kecamatan yang akan menjadi daerah binaan Dinas

Kesehatan Kabupaten Bogor.

2. Tenaga Pelaksana Program Perbaikan Gizi Masyarakat direncankan oleh Seksi

Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor yang berjumlah 6 orang terdiri dari 1

orang (Kepala Seksi) dan 5 orang staf. Seksi gizi mempunyai tugas membantu

kepala bidang pembinaan kesehatan masyarakat dalam melaksanakan

pengelolaan kegiatan gizi selain itu dalam pelaksanaan dibantu oleh Tenaga

Pelaksana Gizi (TPG) berjumlah 101 orang yang sebagian besar berlatar belakang

sebagai Bidan. Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) memiliki tugas sebagai koordinator

gizi di wilayah puskesmas yang langsung berhubungan dengan kader dan

masyarakat, sehingga keberhasilan upaya perbaikan gizi termasuk Pemberian

Makanan Tambahan (PMT) tidak terlepas dari peran Tenaga Pelaksana Gizi

(TPG) puskesmas.

3. Perencanaan anggaran awalnya dilakukan oleh setiap Kepala Seksi, dengan

melihat laporan tahun sebelumnya serta kebijakan dari Kepala Dinas Kesehatan.

Berdasarkan hal tersebut dan dipertimbangkan berdasarkan data pendukung

Laporan Bulanan ke-3 (LB3) yang ada. Setelah itu dilanjutkan oleh Sub bagian

Program dan Pelaporan, di mana akan dianggarkan kembali dengan

Page 52: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

mempertimbangkan anggaran dari semua unit atau seksi yang ada di Dinas

Kesehatan Kabupaten Bogor. Kemudian Subbag Program dan Pelaporan akan

meminta persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dan

dilanjutkan ke Pemerintah Provinsi. Sumber dana yang di dapat oleh Dinas

Kesehatan Kabupaten Bogor berasal dari Anggaran Pembelanjaan Belanja Daerah

(APBD).

4. Metode Perbaikan Gizi Masyarakat dilaksanakan dengan berbagai macam cara

seperti Pendidikan Gizi, Penangganan Masalah Gizi, Surveilans Gizi, dan

Perbaikan Gizi melalui Pemberdayaan Masyarakat dan Dukungan Manajemen.

5. Sarana dan Prasarana Program Perbaikan Gizi yaitu Laptop sebanyak 2 buah,

Printer sebanyak 2 buah, Puskesmas sebanyak 101, Posyandu/Pustu sebanyak 129

buah. Sarana untuk Program perbaikan gizi masih belum memadai untuk

menjalankan kegiatan.

1. Sararan Program Perbaikan Gizi adalah kelompok rentan gizi yang diantaranya

adalah Bayi (0-11 bulan) sebanyak 116,776, Balita sebanyak 530,568, Anak (12-

59 bulan) 413,792, Ibu hamil KEK sebanyak 128,453 dan Wanita Usia Subur

(WUS).

B. Organisasi

1. Berdasarkan struktur organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor seksi gizi

termasuk ke dalam Bidang Pembinaan Kesehatan Masyarakat (Binkesmas). Selain

seksi gizi ada juga seksi KIA & KB serta Seksi Remaja dan Lansia. Setiap

kegiatan Program Perbaikan Gizi Masyarakat yang dilaksanakan oleh Dinas

Kesehatan Kabupaten Bogor pemegang kebijakan dan penanggung jawabnya

adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Kemudian wewenang untuk

melaksanakan kegiatan Program Perbaikan Gizi Masyarakat diserahkan kepada

Bidang Pembinaan Kesehatan Masyarakat (Binkesmas) yang kemudian

meneruskan wewenang tersebut kepada bawahannya yaitu seksi gizi untuk

mengadakan kegiatan Program Perbaikan Gizi. Wewenang pelaksanaannya

dibantu oleh Puskesmas dan Posyandu di wilayah Kabupaten Bogor.

Page 53: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

C. Pelaksanaan

1. Pelaksana kegiatan program perbaikan gizi di posyandu dilaksanakan oleh

berbagai lintas sektor seperti pelaksanaan di tingkat posyandu : kader, bidan,

PLKB (Petugas Lapangan Keluarga Berencana), PKP (Penyuluh Keamanan

Pangan), PKK (Pembinaan Kesejateraan Keluarga), RT (Rukun Tetangga), serta

RW (Rukun Warga).

2. Kegaitan pelaksanaannya meliputi : Pemberian Makanan Tambahan- Pemulihan,

Pemberian Makanan Tambahan- Penyuluhan, Pemberian Vitamin A, Pemberian

tablet Fe, Pemberian Garam Ioudium, Menilai Cakupan D/S Penimbangan Balita

di posyandu, Pengelolaan data Bulan Penimbangan Balita serta membentuk

Center Klinik Gizi (CKG).

D. Monitoring dan Evaluasi

1. Monitoring Perbaikan Gizi Masyarakat di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor

dilaksanakan melalui : Bina Wilayah Tenaga Pelaksana Gizi yang diadakan setiap

3 bulan sekali per wilayah, Bina Teknis Terpadu dan Lomba Posyandu yang

dilaksanakan setiap 1 tahun.

2. Monitoring ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang terjadi pada saat

pelaksanaan program perbaikan gizi masyarakat baik di tingkat puskesmas atau

posyandu serta memastikan bahwa PMT, vitamin A, tablet Fe dan garam

beryodium dapat tepat sasaran selain itu untuk meningkatkan perans serta

masyarakat untuk mau berpartisipasi dalam kegiatan Posyandu.

3. Evaluasi dilakukan untuk menilai kemajuan kegiatan dan hasil yang dicapai dalam

upaya peningkatan gizi masyarakat yang dilakukan di masing-masing

wilayah/daerah. Evaluasi yang dilakukan oleh puskesmas untuk setiap program

kesehatan di wilayah kerjanya dilakukan setiap bulan. Sedangkan rapat evaluasi

oleh seksi gizi dilaksanakan setiap empat bulan. Rapat evaluasi dilakukan melalui

suatu pertemuan di Dinas Kesehatan dengan semua petugas gizi yang kemudian

akan digunakan untuk bahan perencanaan dan rencana tindak lanjut kegiatan

perbaikan gizi. Evaluasi yang dilaksanakan oleh Seksi Gizi : Evaluasi CKG dan

Evaluasi Sentinel Gizi.

Page 54: Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA

5.2 Saran

1. Peningkatan pelatihan kader yang dapat membuat partisipasi masyarakat dalam

meningkatkan program pertumbuhan balita di Posyandu, karena dengan tingginya

cakupan D/S maka akan mampu meningkatkan cakupan vitamin A serta semakin

tinggi cakupan imunisasi maka akan mampu menurunkan prevalensi gizi kurang

pada bayi dan balita.

2. Adanya reward bagi TPG (Tenaga Pelaksana Gizi) yang tepat waktu dalam

melaporkan datanya dan peringatan bagi TPG (Tenaga Pelaksana Gizi) yang

terlambat melaporkan datanya atau yang tidak melaporkan datanya.

3. Proses pengentrian harus dimulai sejak laporan dilaporkan sehingga evaluasi

bulanan dapat dilakukan dan dapat diketahui penyebabnya segera mungkin untuk

pelaksanaan kegiatan yang lebih baik dalam periode selanjutnya.

4. Peningkatan kegiatan monitoring pada pelaksanaan pemantauan PMT dan

pemantauan Gizi Buruk di lapangan dengan menugaskan SDM yang ada di seksi

gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.

5. Diperlukan adanya upaya untuk menanggulangi permasalahan keterbatasan

petugas pelaksana dengan cara peningkatan koordinasi lintas program antar

bidang dalam pelaksanaan program perbaikan gizi.