laporan penelitian masjid dan fragmentasi sosial ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf ·...

122
i LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL: Pencarian Eksistensi Salafi di Tengah Mainstream Islam di Lombok Oleh: Dr. Saparudin, M.Ag Dr. Emawati, M.Ag PUSAT PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM TAHUN 2018 No. Reg. 171020000008426/PDPPS

Upload: others

Post on 15-Nov-2019

37 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

i

LAPORAN PENELITIAN

MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL: Pencarian Eksistensi Salafi di Tengah Mainstream Islam di Lombok

Oleh:

Dr. Saparudin, M.Ag Dr. Emawati, M.Ag

PUSAT PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA

MASYARAKAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM

TAHUN 2018

No. Reg. 171020000008426/PDPPS

Page 2: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

ii

Page 3: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

iii

DAFTAR ISI

Halaman Sampul [i]

Halaman Pengesahan [ii]

Daftar Isi [iii]

Daftar Lampiran [iv]

Daftar Tabel [v]

BAB I: PENDAHULUAN [1]

A. Latar Belakang Masalah [1]

B. Rumusan Masalah [5]

C. Tujuan Penelitian [5]

D. Manfaat Penelitian [6]

BAB II: PERSPEKTIF PENELITIAN [7]

A. Penelitian Terdahulu [7]

B. Kerangka Teori [10]

BAB III: METODE PENELITIAN [13]

A. Paradigma dan Jenis Penelitian [13]

B. Lokasi Penelitian [14]

C. Data dan Sumber Data [14]

D. Teknik Pengumpulan Data [15]

E. Teknik Analisis [16]

BAB IV: MENGERAKKAN MASJID: SETTING SOSIAL DAN DINAMIKA SALAFI DI LOMBOK [17]

A. Lombok: Pulau Seribu Masjid dan Performa Islam [17]

B. Kemunculan Gerakan Salafi di Lombok [24]

C. Bagek Nyake sebagai Basis Membangun Eksistensi: Peran Masjid Jamaludin

dan Sulaiman al-Fauzan [25]

Page 4: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

iv

D. Masjid Ummu Sulaiman Suela: Negosiasi dan Tensi [34]

E. Desa Bebidas: Ekspansi Salafi [39]

F. Doktrin Salafi: Teologi dan Sistingsi [42]

BAB V: MASJID, FRAGMENTASI SOSIAL DAN PENGUKUHAN EKSISTENSI SALAFI [55]

A. Mengalah untuk Menang: Kasus Pendirian Masjid Jamaludin [55]

B. Melawan untuk Menang: Kasus Ambil Alih Masjid An-Nur Bebidas [59]

C. Konflik dan Pengerusakan Masjid Salafi: Kasus Suela [62]

D. Perang Speaker, Justifikasi dan Penegasian: Kasus “Masjid dalam” dan

Jamaludin [65]

E. Bentuk Fragmentasi Sosial [66]

F. Masjid, Pembentukan Identitas Baru, dan Penguatan Eksistensi [68]

G. Respon Islam Mainstream [69]

H. Faktor-faktor Fragmentasi [73]

I. Akselerasi Gerakan Salafi: Media Pendukung [76]

BAB V: PENUTUP [79]

A. Simpulan [79]

B. Saran [80]

DAFTAR ISI [81] LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 5: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah Umat Beragama [19]

Tabel 2. lembaga pendidikan keagamaan di Bagek Nyake [26]

Tabel 3. Jumlah Penduduk Desa Bagek Nyaka Berdasarkan Jenis Kelamin [27]

Tabel 4. Jumlah Penduduk Desa Suela [36]

Tabel 5. Sarana Ibadah di Desa Suela [37]

Tabel 6. Luas Wilayah Desa Bebidas [40]

Tabel 7. Jumlah Penduduk Desa Bebidas [40]

Tabel 8. Jumlah Umat Beragama di Desa Bebidas [41]

Page 6: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Sulit untuk disangkal bahwa reformasi yang diikuti proses demokratisasi

sejak 1998 memberi kontribusi terhadap semakin menguatnya rivalitas, keragaman

dan dinamika gerakan keagamaan. Analisis Martin van Bruinessen1 dan Robert W.

Hefner2 menunjukkan bahwa reformasi memberikan ruang yang semakin terbuka

untuk tumbuh dan bangkitnya berbagai gerakan keagamaan dengan identitas ideologi

masing-masing, baik yang bersifat demokratis, progressif maupun konservatif, dan

bahkan radikal. Hadir dan berkembangnya gerakan Islam yang bersifat transnasional

semisal Salafi, Hizbut Tahrir Indonesia, Jama’ah Islamiyah, Tarbiyah – Ikhwan al-

Muslim dan Jama’ah Tabligh di berbagai daerah semakin memperkuat

kecenderungan ini. Bahkan menurut Azra, gerakan keagamaan yang tidak diketahui

sebelumnya semisal Forum Komunikasi Ahlu-Sunnah Wal-Jama’ah (FKASWJ),

Lasykar Jihad, Fron Pembela Islam (FPI) mendapat momentum.3 Meuleman secara

tegas mengatakan bahwa runtuhnya orde baru berkontribusi dalam mengintensifkan

persaingan perebutan otoritas keagamaan antar kelompok keagamaan, dimana

kepentingan ideologis lintas Negara juga terlibat untuk menanamkan pengaruhnya.4

Kelompok Salafi, - sebagaimana yang akan ditunjukkan merupakan salah

satu gerakan keagamaan yang memiliki progress dan sebaran yang tinggi di tengah

keragaman tersebut. Perkembangannya menghadirkan corak baru pola keberagamaan

di Indonesia. Walaupun jumlahnya tidak begitu signifikan, namun lembaga-lembaga

pendidikan dan dakwah yang berafiliasi dengan salafi yang secara terus menerus

1Martin van Bruinessen, Contemporary Developments in Indonesian Islam Explaining the

“Conservative Turn” (Singapore: ISEAS, 2013), 21-53. 2Robert W. Hefner, Is lamic Schools, Social Movements, and Democrasy in Indonesia, dalam Robert

W. Hefner (ed.) Making Modern Muslims the Politics of Islamic Education in Southeast Asia (Honolulu: University of Hawai Press, 2009), 55-98. Lihat jugaRobert W. Hefner.“Public Islam and the problem of Democratization”.Sociology of Religion (2001): 62:4, 491-514.

3Azyumardi Azra, Distinguishing Indonesian Islam Some Lessons to Learn, dalam Jaja t Burhanuddin dan Kees van Dijk (eds.), Islam in Indonesia Contrasting Images and Interpretations. Amsterdam: ICAS/Amsterdam University Press, 2013), 72-73.

4Meuleman, J. (2011). Dakwah, competition for authority, and development. Bijdragen Tot De Taal-, Land- En Volkenkunde, 167(2), 236.

Page 7: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

2

didukung oleh Arab Saudi, tumbuh dan tetap akan memberikan pengaruh terhadap

perubahan sosial dan politik di Indonesia.5 Sejumlah yayasan Timur Tengah, seperti

Rabitah al-Alam Islami6 dan International Islamic Relief Organization (IIRO)

memiliki kontribusi.7 Belakangan, sejumlah lembaga seperti Islamic Development

Bank, Kementerian Pendidikan Saudi, Raja Qatar dan Kuwait, dan sejumlah donatur

pribadi di kawasan Uni Emiret Arab, ikut terlibat dalam projek ini.8 Kehadiran

lembaga Ihya al-Turats bersama yayasan Jami’iyah Darul Birr, juga secara aktif

memberikan dukungan finansial lembaga pendidikan dan Masjid di berbagai daerah

di tanah air.9 Sehingga dari waktu ke waktu, perkembangan dakwah salaf i

menunjukkan peningkatan secara terus menerus.

Dalam konteks Lombok, meski tidak diketahui secara pasti kapan gerakan

Salafi diperkenalkan di daerah ini, - dengan menandaskan diri pada manhaj salaf,10

kelompok ini berkembang secara signifikan, dan terlibat secara aktif dalam

pembentukan struktur dan kultur keberagamaan masyarakat Sasak.11 Merasa

memperoleh legalitas normatif generasi salaf al-sha>leh, kelompok ini meneguhkan

dirinya sebagai gerakan Islam murni, untuk memurnikan keberislaman masyarakat.

Tidak heran jika dalam praktiknya, kelompok ini mengusung apa yang disebut

Charlene Tan sebagai sectarian brand of wahabisme12 untuk purifikasi dan

menegasikan pola keberagamaan kelompok lain.

Di tengah stereotype negatif dan resistensi dari kelompok mainstream

Nahdlatul Wathan (NW) dan Nahdlatul Ulama (NU), gerakan Salafi menunjukkan

dinamika dan memperoleh apresiasi yang semakin tinggi dari masyarakat. Hal ini

ditandai tidak hanya perkembangan jumlah Masjid dan lembaga pendidikan yang

5Robert W. Hefner, Islamic Schools, Social Movements, 91. 6Noorhaidi Hasan, The Salafi Madrasas of Indonesia, 255. Lihat juga Martin van Bruinessen,

Introduction: Contemporery Developments in Indonesian Islam , 51-52. 7Abdurrahman Wahid (ed.) Ilusi Negara Islam Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di

Indonesia (Jakarta: Wahid Institut, Maarif Institut dan Gerakan Bhineka Tunggal Ika, 2009), 75. 8Joseph Chinyong Liow, "Muslim Identity, Local Networks, and Transnational Islam in Thailand's

Southern Border Provinces." Modern Asian Studies 45, no. 6 (11, 2011): 1383-421. 9Lebih lengkap lihat Chris Chaplin, Imagining the Land of the Two Holy Mosques,225-226. 10Abd al-Salam ibn Salim al-Sahimy, Kun Salafiyyan ‘ala al-Ja>ddah (Madinah al-Nabawiyah, tp.

1423 H.), 50-51. 11Sasak merupakan suku asli masyarakat Lombok. Berdasarkan temuan bukti-bukti arkeologis

prasejarah Gumi Sasak, asal-usul suku Sasak adalah ras Mongoloid di Asia Tenggara, pencampuran dari suku Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Bali, dan Nusa Tenggara. Lihat H. Sudirman, Gumi Sasak dalam Sejarah (Bagian I), (Lombok: KSU Primaguna- Pusat Studi dan Kajian Budaya, 2012), 1, 16.

12Charlene Tan, Educative Tradition and Islamic school in Indonesia, Journal of Arabic and Islamic Studies, 14 (2014):47-62. 60

Page 8: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

3

diselenggarakan, juga jumlah pengikut yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

Beberapa lembaga pendidikan, seperti Ponpes: Abu Hurairah, Ubay bin Ka’ab dan

Imam Syafi’i Mataram; Abu Zar al-Ghifari, dan Abu Abdillah Lombok Barat, al-

Sunnah, al-Manar, al-Shifa’, Anas bin Malik dan Jamaludin Lombok Timur; dan

Abu Darda di Lombok Tengah,13 dapat disebut sebagai beberapa contoh yang

memberikan akselerasi gerakan Salafi.

Tumbuh di tengah kultur keberagamaan mainstream NW dan NU, gerakan

Salafi menempatkan Masjid sebagai wadah dan networking gerakan utama, di

samping lembaga pendidikan. Penempatan Masjid sebagai basis gerakan

sebagaimana diamati Chaplin, secara sosiologis dan teologis memiliki implikasi

psikologis, tidak hanya dipandang tempat sakral juga aktivitas di dalamnya

merupakan ibadah. Ustaz Abdullah, Pimpinan Ponpes Assunnah, dan Ustaz Syafi’,

Pimpinan Ponpes Anas bin Malik Lombok Timur menuturkan tidak kurang dari 90

Masjid Salafi tersebar di Lombok dalam 15 tahun terakhir. Meskipun jumlah ini

tidak signifikan jika dibandingkan jumlah Masjid yang mencapai 3.92814 di daerah

ini, namun jumlah ini akan terus bertambah bersamaan dengan semakin besarnya

dukungan Arab Saudi dan semakin opensif dan intensifnya dakwah Salafi di tempat

ini.

Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator

pertumbuhan proponen, lebih dari itu juga pembentukan identitas ideologis baru

masyarakat sasak. Konskuensinya, jika tidak dapat mengontrol aktivitas keagamaan

di suatu Masjid, maka kelompok Salafi bersikukuh memiliki Masjid tersendiri,

terpisah dari Masjid masyarakat sekitar pada umumnya, meskipun secara geografis

berdekatan. Sehingga dalam satu dusun di beberapa desa dapat dengan mudah

ditemui sejumlah Masjid yang saling berdekatan dengan tipologi jama’ah dan paham

keagamaan yang berbeda. Label “Masjid Salafi” atau “Masjid Wahabi” kerap

diperlawankan dengan “Masjid Umum”. Memiliki Masjid sendiri bermakna secara

teologis menjaga manhaj salaf, Islam murni bebas dari bid’ah, dan secara ideologis

bermakna memiliki ruang untuk menanamkan dan menyebarkan prilaku keagamaan

sesuai dengan paham yang dianutnya. Pada gilirannya, Masjid hanya akan

13 Saparudin, Salafism, State Recognition, and Social Tension: New Trend Islamic Education in

Lombok. Ulumuna Journal of Islamic Studies, vol. 21, no. 1, 2017, 81- 90. 14Badan Statistik NTB, Nusa Tenggara Barat dalam Angka tahun 2013, 223.

Page 9: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

4

memperkuat eksistensi ideologis dan menjadi sarana yang ampuh dan instrumen

legimitasi sektarian kelompok tertentu.

Sikap puritan Salafi yang diwujudkan dalam pemisahan tempat ibadah dengan

kelompok Muslim mainstream memiliki resistensi sosial. Sebagian besar dari

pembangunan Masjid baru Salafi selalu disertai ketegangan sosial dan konflik.

Sejauh identifikasi awal, setidaknya ada 14 konflik keagamaan yang melibatkan

Salafi dengan mainstream Islam Lombok, dimana Masjid Salafi kerap menjadi objek.

Semakin meningkatnya tensi sosial yang melibatkan sentiment teologis-ideologis,

dimana perusakan Masjid dan rumah, serta pengusiran jama’ah Salafi kerap terjadi.

Dampak lebih jauh, sejumlah kasus pemutusan hubungan sosial dan pemutusan

hubungan keluarga antara anak dengan orang tua, antar saudara, dan perceraian

karena perbedaan afiliasi paham keagamaan dan pilihan Masjid, kini menjadi

fenomena baru. Pada akhirnya, masyarakat dipisahkan berdasarkan afiliasi paham

keagamaan dan Masjid.

Terjadinya fragmentasi sosial di atas, tidaklah semata-semata dipengaruhi isu

teologis perbedaan paham keagamaan, sebagaimana temuan Chaplin,15 Liow,16

Wiktorowicz,17 Alvi,18 Murdianto dan Azwani,19 Fauziah,20 Nuhrison M. Nuh.21

lebih dari itu, juga kontestasi pembentukan dan peneguhan eksistensi komunal Salafi

di tengah mainstream. Perbedaan paham keagamaan kini berkembang ke rivalitas

kelompok untuk mengontrol otoritas keagamaan dan masyarakat. Hal ini dilakukan

bersamaan dengan semakin konfidennya kelompok Salafi atas dukungan ideologis

dan finansial sejumlah donatur Timur Tengah dalam melakukan dakwah. Pada saat

yang bersamaan, bagi NW dan NU, perkembangan Salafi merupakan rival ideologis

15Chaplin, Chris. 2014. Imagining the Land of the Two Holy Mosques: The Social and Doctrina l

Importance of Saudi Arabia in Indonesian Salafi Discourse, ASEAS – Austrian Journal of South-East Asian Studies, 7 (2).

16Joseph Chinyong Liow, "Muslim Identity, Local Networks, and Transnational Islam in Thailand's Southern Border Provinces." Modern Asian Studies 45, no. 6 (11, 2011): 1383-421.

17Wiktorowicz, Quintan. 2000. “The Salafi Movement in Jordan.” International Journal of Middle East Studies 32, (2).

18Hayat Alvi. 2014. “The Diffusion of Intra-Islamic Violence and Terrorism: The Impact of the Proliferation of Salafi/Wahabi Ideologies.” Middle East Review of International Affairs 18, (2), 380.

19Murdianto dan Azwani, Dakwah dan Konflik Sosial Jama’ah Salafi d i Gunungsari Lombok Barat, Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 9, nomor 2, 2013.

20Faizah, Pergulatan Teologi Salafi dalam Maenstream Keberagamaan Masyarakat Sasak, Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 16, no. 2, 2012.

21Nuhrison M. Nuh, Kelompok Salafi di Kabupaten Lombok Barat, dalam Ahmad Syafi’I Mufid (ed.), Kasus-Kasus Aliran/Paham Kegamaan Aktual di Indonesia (Jakarta: Balitbangdiklat Depag., 2009).

Page 10: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

5

bahkan ancaman baru. Sebagai kelompok dominan yang telah lama menjadikan

tradisi sebagai ekspresi keislaman, NU dan NW memandang bahwa penegasian

Salafi ini adalah sikap provokatif dan mengabaikan perbedaan paham keagamaan.

Ketegangan semakin terasa ketika terjadinya konversi sejumlah jamaahnya ke

Salafi,22 dan adanya beberapa Masjid yang awalnya berafiliasi dengan dua Ormas

tersebut kini berada di bawah kontrol elit Salafi.

Berdasarkan realitas di atas, riset statement yang diajukan adalah Masjid kini

mengalami pergeseran untuk tidak hanya sebagai tempat pembentukan identitas

ideologis tertentu, juga sebagai wadah pencarian dan penguatan otoritas keagamaan

elit komunal kelompok keagamaan. Bahkan Masjid menjadi simbol fragmentasi

sosial, dimana antar kelompok saling menegasikan dan membangun sterotype negatif

di dalamnya pada tingkat lokal. Di sisi lain, fragmentasi sosial tidak lagi terbatas

karena perbedaan paham keagamaan, tetapi lebih jauh kontestasi dan proses

peneguhan eksistensi komunal dalam mengontrol otoritas keagamaan dan

masyarakat Islam.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan isu dan kecenderungan di atas, pertanyaan yang diajukan adalah

bagaimana Masjid Salafi tumbuh dan digunakan sebagai tempat pembentukan

identitas ideologis, dan implikasinya terhadap fragmentasi sosial dan eksistensi

Salafi sendiri di Lombok?.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini difokuskan untuk penggalian data tentang pola petumbuhan

Masjid-Masjid Salafi dan pembentukan identitas ideologis - dalam dan melalui

Masjid tersebut. Selanjutnya diidentifikasi, dianalisi dan dipetakan implikasi-

implikasi sosiologisnya terhadap terjadinya fragmentasi sosial masyarakat Islam

sekitar Masjid.

22Saparudin, Pemutusan Hubungan Keluarga Berdasarkan Afiliasi Lembaga Keagamaan,

Laporan Penelitian Dosen Muda. DP2M Dikti, 2007.

Page 11: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

6

D. Manfaat Penelitian Penguatan pergulatan internal umat Islam yang direpresentasikan oleh

gerakan dan kelompok keagamaan berdampak tidak hanya terhadap semakin

beragamnya corak keberagamaan, namun juga semakin tingginya tensi sosial internal

umat Islam. Maka, membangun dan memperkuat kohesi sosial umat Islam yang

berbasis pada hasil-hasil penelitian semakin dibutuhkan. Menjadikan Salafi sebagai

fokus kajian, secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

empiris tentang dinamika dan eksistensi Salafi di tengah mainstream Islam Lombok,

respon lokalitas dan dampak sosiologis yang menyertainya. Bagi pemerintah daerah,

informasi ini dapat dijadikan dasar pengambilan kebijakan terhadap pembangunan

harmoni dan kerukunan internal umat beragama. Sedangkan bagi pimpinan

kelompok keagamaan, hasil studi ini dapat dijadikan evaluasi, terutama terkait

dengan implikasi-implikasi sosiologis (fragmentasi sosial) dari pergulatan ideologis

yang dijalankan. Sekaligus dapat dijadikan refleksi empiris atas kecenderungan

fenomena sosial keagamaan, terutama di tingkat lokal-Lombok.

Sedangakan secara teoritis, di tengah semakin menguatnya isu-isu radikalisme

dan konservatisme di satu sisi, dan tuntutan memperkuat pluralism dan

multikulturalisme di sisi lain, diskursus keragaman dan pergulatan gerakan

keagamaan semakin memperoleh perhatian. Maka hasil studi ini diharapkan dapat

memberikan kontribusi pengetahuan terkait, dan sebagai salah satu bahan diskursus

akademik tentang dinamika sosial keagamaan, terutama di kawasan Indonesia Timur.

Page 12: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

7

BAB II

PERSPEKTIF PENELITIAN

A. Penelitian Terdahulu Berdasarkan hasil identifikasi, ada beberapa hasil kajian tentang gerakan

keagamaan yang memimiliki titik singgung dan relevansi dengan fokus penelitian

ini. Sesuai theorical mapping yang dilakukan, - sebagaimana akan dijelaskan, para

peneliti menempatkan Salafi dalam hubungannya dengan doktrin teologis yang

dipertentangkan dengan tradisi lokal. Sehingga mereka memiliki kecenderungan

untuk memposisikan perbedaan paham keagamaanlah yang menjadi pemicu utama

konflik dengan kelompok Islam di berbagai tempat. Tanpa mengabaikan pandangan

ini, sebagaimana diuraikan pada latar belakang, bahwa fragmentasi sosial tidak lagi

terbatas karena perbedaan paham keagamaan, tetapi lebih jauh kontestasi dan

peneguhan eksistensi komunal dalam mengontrol otoritas keagamaan dan

masyarakat Islam. Di samping itu, bagaimana identitas ideologis dikonstruksi dan

instrument Masjid dijadikan wadahnya, serta pergeseran peran dan fungsi Masjid

dari sekedar tempat ibadah menjadi tempat ideologisasi, saling menegasikan dan

membangun sterotype negatif belum sepenuhnya mendapat perhatian. Hal ini

penting, mengingat militansi proponen Salafi untuk selanjutnya bersedia berjuang

dan berkorban untuk dan atas nama manhaj salaf dibangun pada aspek ini.

Berkaitan dengan gerakan keagamaan terdapat beberapa hasil studi yang

memadai. Martin van Bruinessen melalui hasil studinya Contemporary

Developments in Indonesian Islam Explaining the “Conservative Turn”,23 berhasil

memetakan orientasi dan afiliasi gerakan sosial keagamaan kontemporer. Secara

lugas ia menjelaskan bahwa gerakan-gerakan sosial keagamaan tidak hanya lahir dari

respon lokalitas-keindonesiaan, sebagaimana Muhammadiyah dan NU, juga

hubungan yang bersifat transnasional seperti Jamaah Islamiyah, gerakan Tarbiyah,

Majlis Muhjahidin Indonesia, Hizbut Tahrir dan kelompok Salafi Wahabi sendiri.

Hadirnya gerakan yang bercorak konservatif seperti Salafi menurut Bruinessen

merupakan kelompok independen yang memberikan warna tersendiri. Berbasis pada

23Martin van Bruinessen, Contemporary Developments in Indonesian Islam Explaining the “Conservative Turn” (Singapore: ISEAS, 2013).

Page 13: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

8

isu-isu sosial-keagamaan dan respon kelompok keagamaan, ia menyebutnya sebagai

conservative turn, dimana islamisme memperoleh momentum.

Lebih lanjut, berdasarkan analisis Jajat Burhanudin, berkembangnya gerakan

yang cenderung konservatif semisal Salafi beberapa tahun terakhir karena

Muhammadiyah dan NU cenderung lebih konsentrasi terhadap politik. Sementara

program-program spiritualitas keagamaan cenderung terabaikan.24 Pada saat yang

bersamaan, kekosongan ini kemudian menjadi peluang bagi kelompok Islamis untuk

menarik simpati dengan mengusung isu-isu agama ke ruang publik. Di sisi lain, suara

dua Ormas tersebut tidak memadai bahkan terabaikan dari media massa, dimana

kelompok radikal atau konservatif lebih tertarik untuk memanfaatkannya.25

Pergulatan tersebut selanjutnya memperoleh pengabsahan oleh perbedaan

sosial budaya masyarakat. Meuleman dalam artikelnya Dakwah, Competition for

Authority, and Development,26 menjelaskan perbedaan sosial dan budaya masyarakat

Indonesia dan adanya transformasi yang mendasar mempengaruhi keragaman

gerakan dakwah. Kondisi ini mempengaruhi terjadinya persaingan perebutan otoritas

keagamaan di Indonesia. Hadirnya gerakan salafi dan gerakan transnasional lainnya

memperkuat tidak hanya kompetisi, juga tensi dan konflik horizontal.

Masih terkait dengan gerakan keagamaan yang mempengaruhi wajah Islam di

Asia Tenggara, dua hasil studi Angel M. Rabasa, penting dihadirkan. Masing-masing

Islamic Education in Southeast Asia,27 dan Radical Islamist Ideologis in Southeast

Asia.28 Melalui dua karyanya ini Rabasa berhasil mengidentifikasi keragaman dan

kecenderungan gerakan keagamaan di beberapa negara seperti Malaysia, Thailand,

Philifina, dan Indonesia. Gerakan keagamaan transnasional seperti Salafi Wahabi dan

Tarbiyah Ikhwan Al-Muslim, dan Jama’ah Islamiyah dijelaskan Rabasa sebagai

gerakan kontemporer yang secara intens terlibat dalam pembentukan identitas dan

orientasi masyarakat Islam, di samping organisasi lokal NU dan Muhammadiyah.

Berdasarkan analisisnya terhadap kecenderungan ini, ia sampai pada simpulan bahwa

24Jajat Burhanudin, “Redefening the Roles of Islamic Organizations in the Reformasi Era”. Studia Islamika, Vol. 17, No. 2, 2010.

25Azyumard i Azra, Distinguishing Indonesian Islam , 73. 26Meuleman, J. (2011). Dakwah, competition for authority, and development. Bijdragen Tot De

Taal-, Land- En Volkenkunde, 167 (2), 236. 27Angel M. Rabasa. "Islamic Education in Southeast Asia." Current Trends in Islamist Ideology 2

(2005): 97-109. 28Angel M. Rabasa. "Radical Islamist Ideologies in Southeast Asia." Current Trends in Islamist

Ideology 1 (2005): 27,38,83.

Page 14: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

9

lembaga-lembaga keagamaan masih menjadi wadah yang melibatkan rambahan

ideologi transnasional di satu sisi, dan gerakan radikal di sisi lain.

Relevan dengan gerakan transnasional di atas, terdapat beberapa studi yang

secara spesifik menjadikan gerakan Salafi sebagai objek kajian. Berdasarkan

international networking-nya beberapa peneliti seperti Chaplin,29 Liow,30

Wiktorowicz31 dan Noorhaidi32 berpendapat bahwa perkembangan Salafi tidak dapat

dipisahkan dengan dukungan Arab Saudi dan beberapa negara di Timur-

Tengah.Sebagaimana ditunjukkan Chaplin dan Noorhaidi dalam studinya di

Yogyakarta, dan Liow di Thailand, Saudi Arabia memiliki peranan penting tidak

hanya secara ideologis, sebagai sumber otoritas keagamaan dan sosial, juga secara

finansial dalam mensuport kelompok dan lembaga pendidikan Salafi. Perbedaan

doktrin dan orientasi menjadi pemicu resistensi dengan kelompok Islam pada

umumnya. Dalam penetrasi ideologinya, berdasarkan temuan Liow di Thailand dan

Wiktorowicz di Yordan, Salafi lebih memilih lembaga non-formal seperti Masjid dan

kelompok-kelompok kajian dalam mempromosikan ideologinya.

Lebih fokus kajian tentang gerakan Salafi di Indonesia dilakukan Din Wahid.33

Dengan menggunakan pendekatan antropologi dalam studinya terhadap pesantren

Salafi: al-Nur al-Athari Ciamis, Assunnah Cirebon, dan al-Furqon Gresik, - tiga

pesantren berpengaruh di Jawa, ia sampai pada simpulan bahwa pesantren Salafi

hadir sebagai pemunculan kembali keberhasilan dan peran pesantren tradisional

dalam menanamkan ilmu agama dan melahirkan ulama. Peran ini cenderung semakin

tidak nampak, bersamaan dengan dimulainya pesantren mengadopsi pendidikan

formal: madrasah dan sekolah Islam, dimana siswa lebih banyak belajar pengetahuan

umum dan agama. Hal ini didasarkan atas pembacaannya terhadap dominannya

kajian keislaman dalam muatan kurikulum Pesantren Salafi.

29Chaplin, Chris. 2014. Imagining the Land of the Two Holy Mosques: The Social and Doctrina l

Importance of Saudi Arabia in Indonesian Salafi Discourse, ASEAS – Austrian Journal of South-East Asian Studies, 7 (2).

30Joseph Chinyong Liow, "Muslim Identity, Local Networks, and Transnational Islam in Thailand's Southern Border Provinces." Modern Asian Studies 45, no. 6 (11, 2011): 1383-421.

31Wiktorowicz, Quintan. 2000. “The Salafi Movement in Jordan.” International Journal of Middle East Studies 32, (2).

32Noorhaidi Hasan, “The Salafi Madrasas of Indonesia,”dalam Farish A. Noor, Yonginder Sikand Martin van Bruinessen (eds.), The Madrasa in Asia Political Activism and Transnational Lingkages (Amsterdam: Amsterdam University Press, 2007).

33Din Wahid, Nurturing The Salafi Manhaj: A Studi of Salafi Pesantren in Contemporay Indonesia, Dissertation (Utrecht University Nederland, 2014).

Page 15: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

10

Secara empiris kajian tentang Salafi di Lombok, berikut implikasi-implikasi

sosiologisnya, hasil penelitian Murdianto dan Azwani,34 Fauziah,35 Nuhrison M.

Nuh,36 dan Saparudin37 dapat dijadikan contoh. Dari aspek objek kajian, empat

penelitian ini mengkaji Salafi Wahabi sebagai gerakan dakwah yang dipertentangkan

dengan keberagamaan mainstrem masyarakat Lombok. Keempat penelitian ini

menemukan bahwa dengan semangat puritanisme yang keras atas berbagai ritual

yang dianggap sinkritis, kelompok Salafi Wahabi kerap menimbulkan tensi dan

konflik horizontal yang melibatkan sentiment teologis ideologis dengan masyarakat

yang secara teologis memegang kuat Islam tradisional sebagaimana

direpresentasikan oleh NU dan NW.

B. Kerangka Teori Menganalisis pembentukan ideologis keagamaan Salafi, teori apparartus

ideology Louis Althusser relevan untuk digunakan. Teori ini selanjutnya menjadi

grand theory dalam mengamati bagaimana Masjid digerakkan untuk kepentingan

ideologis kelompok keagamaan. Secara operasional dibantu oleh teori modus

operandi ideology Terry Eagleton dalam mengamati bagaimana ideologi bekerja dan

berproses, dan teori contestation Antje Wiener untuk mengamati bagaimana

justifikasi dan penegasian antar kelompok keagamaan melalui dan dalam Masjid.

Menurut Althusser, ideologi,- dalam rangka untuk eksis, mengharuskan apparatuses

mereproduksi kondisi produksinya, dimana ia sendiri menjadi produk dan produsen

sekaligus.38 Apparatus ideology ini selanjutnya berperan dalam reproduksi apparatus

baru (kader/jama'ah), juga subyek yang terlibat dalam persaingan pembentukan

identitas ideologi. Karena sebuah ideologi hanya eksis dalam apparatus dan

praksisnya, yang ia sebut sebagai eksistensi material ideologi.39 Karena itulah,

34Murdianto dan Azwani, Dakwah dan Konflik Sosial Jama’ah Salafi d i Gunungsari Lombok Barat,

Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 9, nomor 2, 2013. 35Faizah, Pergulatan Teologi Salafi dalam Maenstream Keberagamaan Masyarakat Sasak, Ulumuna

Jurnal Studi Keislaman, Volume 16, no. 2, 2012. 36Nuhrison M. Nuh, Kelompok Salafi di Kabupaten Lombok Barat, dalam Ahmad Syafi’I Mufid

(ed.), Kasus-Kasus Aliran/Paham Kegamaan Aktual di Indonesia (Jakarta: Balitbangdiklat Depag., 2009). 37Saparudin, Pemutusan Hubungan Keluarga Berdasarkan Afiliasi Lembaga Keagamaan, Laporan

Penelitian Dosen Muda (DP2M Dikti, 2007). 38Louis Althusser, On The Reproduction of Capitalism Ideology, 233. 39Louis Althusser, 2004. Ideology and Ideological State Apparatuses, in In Literary Theory: An

Anthology, Second edition, edited by Julie Rivkin and Michael Ryan, Maiden USA, Blackwell Publishing. 693 – 695.

Page 16: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

11

menurut Althusser apparatus membutuhkan rekrut atau transformasi individu

menjadi subject ideology (pengikut setia), yang dalam teorinya ia sebut sebagai

proses interpellation.40 Interpellation bermakna memanggil seseorang untuk

kemudian memisahkannya dari ikatan sebelumnya (Islam Mainstream) dimana ia

menjadi bagian di dalamnya.41 Selanjutnya interpellation secara empiris digunakan

untuk memahami bagaimana jama’ah sebagai individu untuk selanjutnya mengalami

interpelasi menjadi subyek konkrit ideologi Salafi.

Karakter ideologi yang ingin menjadi dominan, dan keterlibatan sejumlah

apparatus ideologi Salafi, dapat berimplikasi terhadap terjadinya kontestasi

pembentukan identitas ideologis. Karena memang salah satu dampak ideologi adalah

secara praktis menolak karakter ideologis dari dan dengan ideologi.42 Ditempatkan

dalam kerangka teori kontestasi yang dirumuskan Wiener, implikasi ini dalam

gerakan keagamaan memiliki struktur yang secara sistematis mencerminkan

dialektika yang intens antara kebutuhan penegasan di satu sisi dan penegasian di sisi

lain. Dalam pandangan Wiener, kontestasi merupakan pertarungan legality dan

legitimacy yang di dasarkan atas norms.43Norms menandung prinsip, ajaran dan

regulasi, yang selanjutnya menjadi standar prilaku dan memberikan arah semua

anggota yang terlibat di dalamnya, dan karenanya dapat menjadi perekat dalam

sebuah institusi sosial atau organisasi,44 tidak terkecuali gerakan keagamaan.

Sebagai aktivitas sosial, dalam kontestasi menurut Wiener interaksi sosial

dibentuk secara ekspelisit melalui persaingan, penolakan, perdebatan dan konflik ;

dan secara implisit melalui pengabaian, penegasian, dan ketidakpedulian.45 Dalam

implementasi norms terdapat tiga segmen norms yang dalam tataran praktis dapat

bersifat siklus, yaitu formal validity, seperangkat norma atau aturan yang secara

resmi merupakan pedoman atau basis prilaku dari organisasi atau kelompok sosial;

social recognition, yaitu penyebaran, sosialisasi dan pembelajaran formal validity

untuk memperoleh pengakuan sosial; dancultural validation, yaitu aktualisasi

normspada level individual yang melibatkan pengalaman, ekspektasi dan latar

40Louis Althusser, 2004. Ideology and Ideological State Apparatuses, 699. 41Warren Montag,Between Interpellation and Immunization, 3. 42Louis Althusser, 2004. Ideology and Ideological State Apparatuses, 700. 43Antje Wiener, A Theory of Contestation (New York: Springer, 2014), 3. 44Antje Wiener, A Theory of Contestation, 20-21. 45Antje Wiener, A Theory of Contestation, 2-3.

Page 17: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

12

belakang ilmu pengetahuan.46 Pada level cultural validatioan inilah menurut Wiener

potensi konflik dan konflik berada dan terjadi.47

Memaknai ideology Salafi, berdasarkan teori apparatus ideology Althusser,

dan teori contestation Wiener di atas, penelitian ini akan melihat bagaimana ideologi

keagamaan ditempatkan sebagai identitas institusi dan komunal, yang

didiseminasikan dan ditransformasikan melalui Masjid, dan implikasi-implikasi

sosiologisnya dalam masyarakat. Bagaimanpun, kepentingan ideologis yang

diartikulasikan dalam Masjid sebagai sesuatu yang tidak bisa dihindari. Kepentingan

eksistensial kelompok yang dibingkai oleh legitimasi agama – dan kini lembaga

tempat ibadah seperti Masjid, secara internal umat Islam merupakan alasan dominan

penetrasi ideologi tersebut berproses.

46Antje Wiener (2009), The Quality of Norms is What Actors Make, 6-7; lihat juga Antje Wiener, A Theory of Contestation, 20.

47Antje Wiener (2009), The Quality of Norms is What Actors Make, 13.

Page 18: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

13

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Paradigma dan Jenis Penelitian Sesuai dengan fokus kajian, penelitian ini merupakan field research, yang

dilakukan pada latar alamiah dengan lokus gerakan keagamaan Salafi pada

masyarakat Islam di Lombok. Maka dipandang relevan metode kualitatif dengan

pendekatan fenomenologi dan sosiologi dijadikan sebagai cognitive framework

dalam proses penelitian. Relevansi metode kualitatif karena menitikberatkan pada

fenomena sosial yang melibatkan interpretasi, pengalaman, perasaan dan persepsi

dari subyek yang diteliti.48 Penggunaan fenomenologi dipandang relevan karena:

pertama, sesuai dengan fokus penelitian, yang dikaji adalah konstruksi yang

mengandung pemaknaan dan manifestasi ideologi keagamaan. Sehingga yang

diamati bukan saja realitas yang manifes, tetapi yang lebih penting adalah apa

mendasari munculnya prilaku dan aktivitas ideologis di dalam Masjid Salafi; kedua,

pembentukan identitas salafi melibatkan dimensi belief dan religiusitas yang bersifat

subyektif, sehingga data yang diperoleh tergantung dan ditentukan oleh subyek itu

sendiri. Sesusai paradigma fenomenologi, data-data yang diperoleh tersebut akan

dikonstruksi dan diabstraksikan sesuai dengan pemaknaan subyek itu sendiri.

Sedangkan pendekatan sosiologi yang memberikan perhatian pada hubungan

interaksi dan konstruksi sosial,49 digunakan untuk melihat bagaimana relasi, interaksi

dan kontestasi dalam pencarian eksistensi Salafi dalam mengkonstruk dan

mempertahankan identitas ideologisnya. Adanya interaksi baik dalam bentuk

justifikasi maupun penegasian dan konflik sebagai respon mainstream Islam terhadap

dinamika Salafi merupakan alasan utama mengapa pendekatan sosiologi dipandang

relevan.

48Maguerite G. Lodico, Dean T. Spaulding, Katherine H. Voegtle, Methods in Educational Research From Theory to Practice (Fransisco: Jossey-Bass, 2010), 142-143.

49Michael S. Northcott, Sociological Approaches, dalam Peter Connoly (ed.) Approaches to the Study of Religion, 193-194.

Page 19: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

14

B. Lokasi Penelitian Sesuai dengan paradigma yang digunakan, penentuan Masjid sebagai objek

kajian diseleksi berdasarkan basis atau afiliasi ideologisnya dengan kelompok Salafi.

Berdasarkan basis afiliasinya, Masjid Salafi yang dipilih dipastikan secara geografis

berdekatan dengan Masjid masyarakat non-Salafi. Selanjutnya ditentukan wilayah

yang selama ini menjadi wilayah pergerakan Salafi yang disertai resistensi sosial dari

kelompok Mainstream. Di samping itu, seberapa kuat muatan ideologis yang

diartikulasikan dalam berbagai kegiatan dan aspek Masjid juga menjadi dasar

penentuan. Didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan ini, maka akan diambil

masing-masing dua Masjid Salafi di Lombok Timur, dan satu Masjid Salafi di

Lombok Barat.

C. Data dan Sumber Data Pemilihan sumber data dalam penelitian ini ditentukan secara purposive

sampling, dengan mempertimbangkan kesesuainnya dengan kepentingan penelitian.

Sesuai dengan karakteristiknya, purposive sampling digunakan untuk memastikan

bahwa sumber data atau informan yang dipilih memiliki informasi yang

dibutuhkan.50 Penggunaan purposive merupakan langkah yang tepat sesuai dengan

jenis penelitian yang digunakan (kualitatif) , sehingga hal-hal yang dicari tampil di

permukaan dan lebih mudah diidentifikasi makna dan pemaknaannya.51 Sehingga

dianggap merepresentasikan subyek dan mencapai ketercukupan.52 Berdasarkan

teknik ini, maka subyek yang akan dijadikan informan adalah unsur pimpinan Salafi,

Takmir Masjid, para ustaz yang aktif memberikan kajian, jama’ah aktif, tokoh

masyarakat sekitar Masjid, Majlis Ulama Indonesia daerah, dan sejumlah pimpinan

dan jama’ah Ormas kegamaan non-Salafi. Sesuai dengan teknik penentuan sumber

data secara purposive, maka mereka yang akan diwawancarai ditentukan berdasarkan

kedalaman pengetahuan, peran, dan posisinya sesuai dengan fokus dalam studi ini.

Sedangkan sumber dokumentatif berupa kitab-kitab yang digunakan, kebijakan dan

regulasi internal dan eksternal, media cetak (majalah, bulletin, buku) dan elektronik

50Maguerite G. Lodico, Dean T. Spaulding dan Katherine H. Voegtle, Methods in Educational

Research, 163. 51Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, 149 52Royce A. Singleton dan Bruce C Straits. Approaches to Social Research Thrid Edition (New

York: Oxford University Press, 1999), 158.

Page 20: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

15

(rekaman, video) yang memuat dan memiliki relevansi dengan dakwah Salafi, dan

dokumen-dokumen yang relevan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Agar penelitian ini dapat menggali data secara utuh dan holistik, maka teknik

wawancara mendalam (indept interview), observasi dan dokumentasi digunakan

secara simultan. Berpedoman pada garis-garis besar bahan wawancara (semi

terstruktur), wawancara dilakukan dengan unsur pimpinan Salafi, Takmir Masjid,

para ustaz yang aktif memberikan kajian, jama’ah aktif, tokoh masyarakat sekitar

Masjid, Majlis Ulama Indonesia daerah, dan sejumlah pimpinan dan jama’ah Ormas

kegamaan non-Salafi. Sesuai dengan teknik penentuan sumber data secara purposive,

maka mereka yang akan diwawancarai ditentukan berdasarkan kedalaman

pengetahuan, peran, dan posisinya sesuai dengan fokus dalam studi ini. Dari mereka

diperoleh informasi tentang pemaknaan, manifestasi, konstruksi, motivasi, persepsi,

dan proses berbagai aspek tentang sejarah dan penyebaran Salafi, kegiatan-kegiatan

di dalam Masjid Salafi, respon masyarakat, serta pandangan terhadap perbedaan

orientasi ideologis, respon terhadap perbedaan dan tensi sosial yang melibatkan

sentimen ideologis dengan masyarakat sekitar.

Dokumentasi digunakan untuk menggali data dalam bentuk dokumen, baik

yang berkaitan dengan aspek normatif sebagai basis legitimasi (kitab-kitab yang

digunakan), kebijakan dan regulasi internal dan eksternal, media cetak (majalah,

bulletin, buku) dan elektronik (rekaman, video) yang memuat dan memiliki relevansi

dengan dakwah Salafi, dan dokumen-dokumen yang relevan. Sedangkan observasi

diarahkan untuk menggali data tentang setting sosial lokus penelitian, aktivitas

dakwah, proses pengajian, berbagai kegiatan di dalam Masjid, kegiatan sosial dan

keagamaan di luar Masjid yang relevan dengan fokus kajian. Lingkungan Masjid dan

pola interaksi antara jemaah Salafi dengan non-Salafi, fragmentasi masyarakat,

konflik dan berbagai implikasi sosial gerakan Salafi menjadi bagian penting yang

diobservasi.

Page 21: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

16

E. Teknik Analis is Prosedur analisis data yang digunakan dalam studi ini adalah mengacu pada

prosedur analisis Milles dan Huberman. Menurut Milles dan Huberman analisis data

dalam penelitian kualitatif secara umum dimulai sejak pengumpulan data, reduksi

data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.53 Penggunaan

prosedur ini dalam memahami diseminasi ideologi Salafi dalam Masjid dan implikasi

sosiologisnya, mengingat unsur–unsur metodologis dalam prosedur ini bersifat

interaktif dan fleksibel, sehingga sesuai dengan pendekatan dan karakteristik data

yang dibutuhkan. Kegiatan analisis selama pengumpulan data dimaksudkan untuk

menetapkan fokus di lapangan, penyusunan temuan sementara, pengembangan

pernyataan-prnyataan analitik dan penetapan sasaran-sasaran pengumpulan data

berikutnya. Data (data collection) tersebut direduksi (data reduction) sebagai upaya

pemilihan pemusatan perhatian pada penyederhanaan. Selanjutnya adalah

menyajikan sekumpulan data (data display) yang disusun sebagai basis penarikan

simpulan.

53Matthew B. Milles dan A. Michael Huberman. Qualitative Data Analysis: A Sourecbook of New

Methods (Bavery Hills: Sage Publication, 1986), 16.

Page 22: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

17

BAB IV

MENGGERAKKAN MASJID:

SETTING SOSIAL DAN DINAMIKA SALAFI DI LOMBOK

Kemampuan kelompok Salafi menjadikan dan memanfaatkan Masjid sebagai

mobilitas dan modal sosial memberikan kontribusi signifikan terhadap dinamika

Salafi di Lombok. Kelompok ini berhasil mengisi ruang kosong, yang dulunya diisi

dan d bawah kontrol para elit Islam tradisional. Di tengah kuat Islam mainstream,

gerakan Salafi berhasil menempatkan Masjid sebagai basis dakwah dan networking

ideologis. Kemampuan memposisi Masjid secara strategis dalam penyebaran - apa

yang mereka sebut sebagai manhaj salaf, menempatkan gerakan ini secara perlahan

turut secara signifikan mempengaruhi pola dan prilaku kehidupan keagamaan di

Lombok. Karena memang Masjid bukanlah semata-mata sebagai tempat ibadah,

namun juga secara ideologis sebagai wadah semaian ideologi tertentu untuk

eksistensi kelompok. Menempatkan diri di tengah kompetisi komunal kelompok

keagamaan, - meski secara ideologis dan afiliasi kelembagaan berbeda dari konsep

dan gerakan mainstrem di Lombok, seperti NU dan NW, gerakan Salafi memperoleh

apresiasi oleh tidak hanya masyarakat pedesaan, tapi merambah ke masyarakat

menengah perkotaan. Gerakan ini dipandang mampu menawarkan alternatif baru

dengan mempromosikan terminologi “assunnah” sebagai framing dakwahnya.

Bagian ini menguraikan tentang setting sosial dan perkembangan Salafi di Lombok

secara umum, dimana Masjid secara spesifik dijadikan tools yang berperan. Hingga

kini tidak kurang dari 90 Masjid Salafi54 sudah beroperasi di Lombok.

A. Lombok: Pulau Seribu Masjid dan Performa Islam Pelekatan identitas sebagai “pulau seribu Masjid” bagi pulau Lombok tidaklah

berlebihan. Walaupun tidak diketahui secara pasti sejak kapan mulai digunakan,

istilahini tidak hanya merefleksikan secara fisik jumlah Masjid yang mencapai 3.928

(74%), dari 5.28855 buah Masjid di Nusa Tenggara Barat, juga tingginya religiusitas

54 Jumlah ini dio lah dari hasil wawancara dengan Ustaz Abdullah, P impinan Ponpes Assunah

Bagek Nyake, 2 Maret 2015 dan Ustaz Syafi’ Pimpinan Ponpes, wawancara 13 Oktober 2018. Keduanya adalah tokoh Salafi berpengaruh di Lombok Timur.

55Sisanya 1.360 (26%) Masjid berada di pulau Sumbawa. Lihat Badan Statistik NTB, Nusa Tenggara Barat dalam Angka tahun 2013, 223.

Page 23: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

18

masyarakat di pulau ini.Berbagai prestasi yang disandang tokoh Islam Lombok,

seperti Shekh Ibnu Hajar al-Khaitamy (Tuan Guru Umar Kelayu), Shekh Wildan,

Shekh Khalid sebagai pengajar di Mekkah, dan sejumlah tuan gurualumni Mekkah

dan Mesir turut memperkuat identitas tersebut.56Tetapi secara ideologis menurut Kar i

Telle hal ini juga dapat dipahami untuk membedakan dengan Bali yang dikenal

dengan pulau seribu dewa.57Manifestasi keberagamaan masyarakat sasak58 (suku asli

masyarakat Lombok) yang disimbolkan dengan Masjid, mencerminkan Islam

memiliki tempat yang fundamental dalam struktur psikologis maupun sosiologis

masyarakatsasak.

Berbanding lurus dengan penyandingan identitas di atas, dominannya umat

Islam turut mempengaruhi jumlah dan pertumbuhan tempat ibadah. Masyarakat

sasak yang merupakan suku asli pulau Lombok59 hampir keseluruhannya menganut

agama Islam. Data statistik menunjukkan bahwa umat Islam mencapai 96.4%, dari

keseluruhan penduduk. Kendati jumlahnya lebih kecil dibanding penganut agama

Islam, agama Hindu mencapa 2.5%, jauh lebih besar dibanding agama Budha 0.5%,

Agama Kristen Protestan 0.4%, dan Kristen Katolik 0.2%. Berkuasanya Kerajaan

Karang Asem Bali selama 154 tahun,dari tahun 1740 sampai dengan 1894,60

memiliki kontribusi terhadap besarnya jumlah penganut agama Hindu di Pulau

Lombok.

56Departemen P dan K NTB, Pengaruh Budaya Asing terhadap Kehidupan Sosial Budaya

Masyarakat Sasak di Daerah NTB (Mataram: Departemen P dan K,1996), 35. 57Kari Telle, Canging Spiritual Landscapes and Religious Politics on Lombok, dalam Brigitta

Hauser-Schaublin and David D. Harnish (eds.), Between Harmony and Discrimination Negotiating religious Identities within Majority-Minority Relationship in Bali and Lombok(Leiden Boston, Brill, 2014), 35.

58Berdasarkan temuan bukti-bukti arkeologis prasejarah Gumi Sasak, asal-usul suku Sasak adalah ras Mongoloid di Asia Tenggara, pencampuran dari suku Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Bali, dan Nusa Tenggara. Lihat H. Sudirman, Gumi Sasak dalam Sejarah (Bagian I), (Lombok: KSU Primaguna- Pusat Studi dan Kajian Budaya, 2012), 1, 16. Migrasi orang Jawa bersamaan dengan proses is lamisasi yang menyertai keruntuhan kerajaan Majapahit memberikan kontribusi pertumbuhan suku sasak. Lihat Djalaludin Arzaki, dkk. Nilai-nilai Agama dan Kearifan Budya Lokal Suku Bangsa Sasak dalam Pluralisme Bermasyarakat: Sebuah Kajian Antthropologis-Sosiologis-Agamis, (Mataram: Redam, 2001), 4-7.

59Istilah Sasak dan Lombok walaupun dua hal yang berbeda, ditengarai secara etimologi memilik i ikatan yang erat. Kedua kata tersebut berasal dari “sa’sa’ loombo”, sa’ berarti satu, dan lombo berarti lurus, sehingga Sasak Lombok dimaknai satu-satunya kelurusan. Lihat H. Sudirman, Gumi Sasak dalam Sejarah (Bagian 1) (Lombok Timur: KSU Primaguna-Pusat Studi dan Kajian Budaya, 2012), 16.

60H. Lalu Lukman, Pulau Lombok dalam Sejarah Ditinjau dari Aspek Budaya, cet. 3 (Jakarta, 20 05), 28.

Page 24: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

19

Tabel 1. Jumlah Umat Beragama61

No Kabupaten/Kota Agama

Islam Kristen Katolik Hindu Budha

1 Lombok Timur 1.170.829 175 47 875 2

2 Lombok Tengah 895.061 188 96 2.619 115

3 Lombok Barat 551.818 332 105 2.456 2.456

4 Lombok Utara 200.319 33 6 8.851 6.317

5 Kota Mataram 338.900 12.270 5.760 68.242 7.680

\ Jumlah 3.156.927 12.998 6.014 83.043 16.570

Tidak dapat dipastikan sejak kapan orang sasak mengenal Islam.

Sebagaimana ditengarai Mohammad Noor, dkk., selain kesulitan melacak jejak

sejarah masuknya Islam di pulau ini, juga kesulitan memetakan antara mitos dan

fakta sejarah yang tertuang dalam cerita-cerita legenda dan mistis lainnya.

Penuturan-penuturan yang ada selama ini sangat beragam dan agak sulit

dikompromikan satu sama lain menjadi ringkasan proses yang

berkesinambungan.62Namun dari berbagai studi yang dilakukan mengenai islamisasi

di di wilayah ini, umumnya memiliki persepsi yang sama bahwa Islam masuk ke

Lombok secara lebih jelas sekitar abad ke-16,63dengan tokoh utamanya Sunan

Prapen,64 setelah Islam diperkenalkan oleh bapaknya Sunan Giri tahun

1545.65Namun persepsi ini tidak menafikan bahwa adanya interaksi orang Muslim

Jawa, Sulawesi, Banten, dan Gresik pada abad ke-13 dengan masyarakat sasak.66

61Badan Statistik Pemprov. NTB, Nusa Tenggara Barat dalam Angka Tahun 2013. 226-227 62Mohammad Noor, dkk., Visi Kebangsaan Religius Refleksi Pemikiran dan Perjuangan Tuan

Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid 1904-1997, Edisi Revisi (Jakarta: Ponpes NW Jakarta, 2014), 75.

63Sven Cederroth, The Spell of The Ancestors and The Power of Mekkah A Sasak Community on Lombok (Sweden: ACTA Universitis Gothoburgensis, 1981), 32.

64Sunan Prapen merupakan putera Sunan Giri salah seorang Wali Songo dari Jawa. Lihat Lalu Lukman, Pulau Lombok dalam Sejarah Ditinjau dari Aspek Budaya (Mataram, 2005), 6-7.

65Sven Cederroth, The Spell of The Ancestors and The Power, 32. 66Sudirman, Gumi Sasak dalam Sejarah, 19.

Page 25: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

20

Mengingat interaksi ini hanya kepentingan perdagangan, bukan kepentingan dakwah,

patut diduga sebagai alasan mengapa abad ini cenderung tidak dijadikan sebagai

awal islamisasi di daerah ini.

Sebelum Islam diperkenalkan, masyarakat sasak menganut aliran kepercayaan

yang disebut boda. Boda bukanlah agama Budha, tetapi kepercayaan yang bertumpu

pada anasir Animisme, Dinamisme, dan Antromofisme. Oleh sebab itu, pemujaan

dan penyembahan terhadap roh-roh leluhur dan berbagai dewa lainnya merupakan

fokus utama keagamaan Sasak-Boda .67Dalam perkembangannya, praktik Boda

tergusur ke daerah pegunungan dan hutan bersamaan dengan infiltrasi budaya luar,

terutama agama Islam.

Dengan latarbelakang demikian, ketika Islam mulai diperkenalkan, masyarakat

sasak memperlihatkan pola keberagamaan yang sinkritis. Bartholomew

mengintrodusir bahwa campuran antara kepercayaan-kepercayaan Austronesia

dengan Islam merupakan keberislaman masyarakat sasak di masa awal.68 Pola ini

pada tahap selanjutnya bermetamorfosis menjadi Islam Wetu Telu,69 sebuah tipe

Islam sinkritis antara kepercayaan-kepercayaan Animisme, Hindu dan

Muslim.70Meskipun mereka mengaku sebagai Muslim, secara terus menerus memuja

para leluhur, berbagai dewa roh dan lain-lainnya dalam lokalitas mereka.

Walaupun tidak diterima secara keseluruhan,- sebagaimana yang nampak

dalam keberagamaan Islam Wetu Telu, Islam relatif mudah masuk dan dipraktikkan

masyarakat sasak. Hal ini dimungkinkan karena, pertama,secara konseptual ajaran

Islam cocok dengan, dan tidak mengancam struktur sosial dan kepercayaan-

67Sudirman, Gumi Sasak dalam Sejarah, 1. Bandingkan dengan Sven Cederroth, The Spell of The

Ancestors and The Power, 32-33. 68John Ryan Bartholomew, Alif Lam Mim, 95. 69Penggunaan istilah ini (versi Waktu Lima) didasarkan pada sistem keyakinan bahwa mereka

hanya menerapkan Islam dalam skala yang terbatas, yakni tiga rukun Is lam (Syahadah, Shalat, dan Puasa), tiga shalat dalam sehari (Subuh, Magrib dan Isya), dan tiga hari puasa pada bulan Ramdhan. Bersamaan dengan praktik keberislamaan ini Wetu Telu tetap melestarikan budaya dan praktik pemujaan leluhur yang sarat dengan anisme dan antromofisme. Sementara penganut Wetu Telu , memaknai istilah sebagai pembagian konsep kosmologi bahwa hidup terbagi dalam tiga siklus, yakni menganak (melahirkan), menteluk (bertelur), mentiuk (berkembang biak). Penjelasan lebih detail lihat Erni Budiwanti, Islam Sasak Wetu Telu versus Waktu Lima (Yogyakarta: LKiS, 2000). Belakangan ditengarai istilah Wetu Telu sebagai produk kolonial Belanda, yang dihadap-hadapkan dengan Islam ideal Waktu Lima . Lihat juga Sven Cederroth, The Spell of The Ancestors and The Power, 2-5.

70Departemen P dan K, Adat Istiadat Daerah Nusa Tenggara Barat (Jakarta: Departemen P dan K, 1978). Tentang peraktik-peraktik Islam Wetu Telu , Lihat Erni Budiwanti, Islam Sasak Wetu Telu, 139-195.

Page 26: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

21

kepercayaan lokal.71Kedua, pola dakwah yang diterapkan mencerminkan strategi

yang fleksibel yang cenderung toleran terhadap budaya lokal. Ketiga,Islam yang

dibawakan Sunan Prapen bercita rasa sufisme – mistisme, sehingga dalam aspek

tertentu memiliki relevansi dengan ajaran nenek moyang orang sasak.72

Gencarnya proses dakwah yang dilakukan, pada tahap selanjutnya melahirkan

Islam Waktu Lima, yang secara dikotomis vis a vis Wetu Telu. Istilah Waktu Lima

digunakan sebagai kerangka teoritik untuk menggambarkan Islam yang sempurna,

yakni pola keberagamaan yang ditandai ketaatan yang tinggi terhadap ajaran-ajaran

Islam, sebagaimana muslim pada umumnya.73Munculnya dua tipe keberagamaan ini,

sebagai implikasi dari dua jalur dengan karakteristik islamisasi yang berbeda.

Harnish mentengarai, Islam yang datang dari Lombok Utara bercorak sufisme, yang

selanjutnya menghasilkan tipe Wetu Telu, dan Islam yang datang dari Timur

bercorak ortodoks, yang selanjutnya melahirkan tipe Waktu Lima.74Jadi

praksis,penggunaan dikotomi ini untuk menegasikan satu dengan yang lain.

Didukung oleh institusi pemerintah, dan berbagai organisasi sosial keagamaan,Waktu

Lima sebagai kelompok dominan, secara terus menerus menjadikan Wetu Telu

sebagai objek dakwahnya.75 Implikasinya, Wetu Telu menjadi minoritas, dan kini

hanya dapat dijumpai di daerah pedalaman tertentu di Lombok Utara dan Selatan.

Kemungkinan berdasarkan kecenderungan ini, Cederroth sampai pada pandangan

bahwa pada masa itu Islam Waktu Lima bukanlah pilihan asli, dan dipandang tidak

suitable dengan masyarakat Sasak.76

Terlepas dari dikotomi di atas, Islam telah menemukan bentuk dan tempatnya

di masyarakat sasak, sebagaimana dipraktikan secara luas.Wetu Telu bukanlah entitas

yang berdiri sendiri, sebagaimana dipahami banyak pihak, namun lebih sebagai

proses transisi dari agama Hindu menuju Islam yang ideal.Tidak pelak Wetu Telu

secara terus menerus menjadi objek dakwah Waktu Lima. Dalam konteks ini, tuan

71John Ryan Bartholomew, Alif Lam Mim Kearifan Masyarakat Sasak, penerjemah Imron Rosyid i

(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001), 95. 72Sudirman, Gumi Sasak dalam Sejarah, 25-26 73Erni Budiwanti, Islam Sasak Wetu Telu, 7. 74David Harnish, Worlds of Wayang Sasak: Music, Performance, and Negotiations of Religion and

Modernity. Asian Music 34, no. 2 (2003): 91-120. 75Lebih jelas lihat Team Penyusunan Monografi NTB, Monografi Daerah Nusa Tenggara Barat

(Departemen P dan K, 1977), 79-86. Lihat juga Erni Budiwanti, Islam Sasak Wetu Telu, 289-335. 76Sven Cederroth, The Spell of The Ancestors and The Power, 2-3.

Page 27: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

22

guru77 memiliki posisi strategis, pengaruh, dan berkontribusi terhadap pembentukan

“Islam ideal”, sekaligus memperbesar otoritas tuan guruatas elit adat Bangsawan.

Keberhasilan ini menurut MacDougall, tidak terlepas dari dukungan pemerintah atas

dakwah tuan guru sebagai timbal balik atas dukungan dan keterlibatannya dalam

Golkar (partai penguasa) dan penumpasan PKI.78 Kondisi ini berbeda dengan masa

kolonialisme Belanda, dimana kaum bangsawan yang menopang Wetu Telu

memperoleh tempat yang istimewa, yangdipertentangkan dengan Waktu Lima, dalam

waktu yang bersamaan tidak hanya menjadi tantangan bagi tuan guru, juga

membatasi ruang tuan guru dalam melakukan dakwah.79

Hasil studi Kingsley menunjukkan, hingga kini, tuan guru memiliki posisi

sentral dalam berbagai aspek kehidupan, tidak hanya pimpinan agama, juga sosial,

ekonomi dan politik. Tuan guru menurut Kingsley merupakan actors non state yang

memiliki posisi sentral dan otoritas yang penting,- yang dalam hal tetentu, melebihi

aparatur pemerintah dan pimpinan politik. Dengan otoritas cultural religious yang

demikian tinggi, tuan guru ditempatkan dalam posisi terhormat tidak hanya dalam

kehidupan keagamaan, juga mediator sosial masyarakat Lombok.80 Dengan posisi

dan otoritas ini, tuan guru dengan mudah melakukan berbagai fungsi-fungsi sosial

dan politik dengan berbagai instrumen yang dimiliki.

Kondisi di atas menegasikan kondisi awal Islam yang dipraktikan masyarakat

sasak.Perkembagan Islam di Lombok, dan pembentukan keberislaman masyarakat

Sasaktidak bisa lepas peran dan kontribusi Nahdlatul Wathan sebagai organisasi

terbesar di daerah ini. Organisasi ini telah meletakkan suatu landasan bagi proses

penerjemahan Islam ke dalam sistem dan budaya masyarakat sasak. Secara ideologis

77Tuan Guru merupakan pimpinan Islam yang dapat disejajarkan dengan Kyai di Jawa, setelah

memenuhi sejumlah kriteria seperti pengetahuan keagamaan yang tinggi, pernah menunaikan haji, memiliki jama’ah atau pondok pesantren. Lihat Jeremy Kingsley, Tuan Guru, Community and Conflik in Lombok Indonesia, Dissertation, (Melbourne Law School The University of Melbourne, 2010), 78. Peran tuan guru pada periode islamisasi dan pembentukan masyarakat Is lam d i Lombok, lihat Sven Cederroth, The Spell of The Ancestors and The Power, 81-91.

78John M. MacDougall, Kriminalitas dan Ekonomi Politik Keamanan di Lombok, dalam Henk Schulte dkk. (eds.) Politik Lokal Indonesia, alih bahasa Bernard Hidayat (Jakarta: KITLV, 2007), 379.

79Tentang dialektika tuan guru dengan elit bangsawan di satu sisi, dan kolonial Belanda di sis i lain, lihat David Harnish, Worlds of Wayang Sasak, 94-95.

80Jeremy J. Kingsley, Village Election, Vio lence and Islamic Leadership in Lombok Eastern Indonesia, Sojourn: Journal of Social Issues in Southeast Asia, Vol. 27, no. 2 (2012), 288.

Page 28: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

23

keagamaan, - dalam banyak hal, NW sejajar dengan NU di Jawa81 atau disebut

Bartholomew NW sebagai saudara muda NU,82 meski berbeda dalam hal pola

indoktrinasi dan militansi. Di bawah pendiri dan sekaligus pimpinan Tuan Guru

Zainuddin Abdul Majid, organisasi ini melalui gerakan dakwah dan lembaga

pendidikan yang dimiliki, menjadi garda terdepan dalam membentuk struktur dan

kultur sosial keagamaan muslim Lombok, diikuti NU, Muhammadiyah, dan

belakangan gerakan Salafi.

Menguatnya demokrasi dan adanya otonomi daerah justru memberikan ruang

yang semakin terbuka bagi elit agama – tuan guru untuk memperluas peran dalam

berbagai sektor, terutama sosial politik.83 Kondisi ini berdampak terhadap semakin

berkurangnya peran-peran sosial keagamaan yang selama ini menjadi basis otoritas

dan modal sosial. Pada akhirnya membuka peluang bagi gerakan Salafi untuk

mengisi kekosongan, dan memberikan pola keberagamaan “baru” bagi masyarakat

Lombok. Sementara Muhammadiyah yang lebih terkosentrasi pada lembaga

pendidikan nampaknya bukanlah hambatan yang berarti bagi Salafi untuk

bernegosiasi, bahkan, - karena memiliki persamaan doktrin teologis, menjadi patner

dalam kondisi aspek tertentu. Akhirnya, sebagaimana dapat disaksikan pola

keberagamaan masyarakat Islam Lombok tidak hanya semakin plural, juga semakin

kompleks bersamaan dengan keinginan masing-masing gerakan keagamaan untuk

memperoleh otoritas dan kontrol sosial.

B. Kemunculan Gerakan Salafi di Lombok Dalam konteks Lombok, tidak dapat diketahui secara pasti sejak kapan gerakan

Salafi untuk pertama kalinya diperkenalkan di daerah ini. Selain karena minimnya

kajian-kajian tentang gerakan ini, juga fenomena Salafi dipandang sebagai realitas

yang relatif baru dibandingkan dengan NW, NU, dan Muhammadiyah. Hasil

pelacakan jejak kelompok ini, Tuan Guru Husni (alm.) Bagek Nyake Lombok Timur

81Jajat Burhanuddin, Pesantren, Madrasah, dan Islam di Lombok, dalam Jajat Burhanuddin dan Dina Afrianty (editor), Mencetak Muslim Modern Peta Pendidikan Islam Indonesia (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), 45.

82John Ryan Bartholomew, Alif Lam Mim, 30. Kesamaan ini dapat dilihat dari paham keagamaan yang dianut dengan merujuk kepada Imam Hasan Ash’ari dan al-Maturidi dalam tauhid, Imam Syafi’ i dalam shari’ah. Lihat Munawir Husni, Nahdlatul Wathan Restorasi Islam Indonesia Timur (Yogyakarta: Binafsi Publihser, 2015), 52-53.

83Jeremy J. Kingsley, “Redrawing Lines of Religious Authority in Lombok, Indonesia” Asian Journal of Social Science 42 (2014), 661.

Page 29: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

24

dipandang sebagai tokoh utama yang pertama kalinya memperkenalkan Salafi di

Lombok pada tahun 1989.84 Tuan Guru Husni adalah sosok yang dibesarkan di

lingkungan keluarga NU. Orang tuanya Abdul Manan adalah salah seorang tuan

guru yang kharismatik dan disegani. Tuan Guru Husni menghabiskan masa mudanya

untuk belajar dan sebagai tenaga pengajar di Mekkah. Perbedaan setting sosial ini,

Tuan Guru Husni memperoleh tantangan dari orang tuanya sendiri, ketika mencoba

memperkenalkan ideologi Salafi untuk pertama kalinya. Implikasinya, ia tidak

diperkenankan mendakwahkan paham keagamaannya, kecuali ia (orang tuanya) telah

meninggal dunia.

Ponpes Al-Manar, yang didirikan tahun 1989 oleh Tuan Guru Husni diyakini

sebagai Lembaga pendidikan pertama yang berafiliasi dengan dengan gerakan Salafi,

dan menjadi tempat reproduksi kader salafi di masa-masa selanjutnya. Oleh tiga

orang putranya, lembaga ini mengalami perkembangannya yang cukup signifikan,

dan melahirkan beberapa lembaga pendidikan seperti Ponpes Assunnah, dan Ponpes

Ponpes Al-Manar. Berpusat di Aik Mel Lombok Timur, Tuan Guru Husni dipandang

orang pertama dan berhasil meletakkan dasar-dasar gerakan Salafi di daerah ini,85dan

mempengaruhi lahirnya Masjid dan lembaga-lembaga pendidikan Salafi di berbagai

tempat.

Sekitar tahun 80-an TGH.Husni datang ke Lombok dari Tanah Suci Makkah akan tetapi masih belum mengenalkan dan menyebarkan ajaran As-Sunnah dan lebih tepatnya TGH.Husni memantau situasi masyarakat sekitar. Beliau kembali lagi ke Makkah. Baru kedatangannya yang kedua kali pada tahun 1990 TGH. Husni mulai menyebarkan ajaran As-Sunnah ke Masyarakat di Lombok dengan Pusat penyebarannya berada di Daerah Lombok Timur Kecamatan Aik Mal. Akan tetapi benturan-benturan itu terlalu berat dirasakan TGH. Husni dalam berdakwah menyebarkan ajaran As-Sunnah yang berasal dari Keluarga maupun dari Masyarakat Sehingga beliau ingin kembali ke Makkah. Akan tetapi, beberapa hari sebelum beliau kembali ke Makkah. Ada sebgian pengikut beliau yaitu orang-orang Suralaga, Lombok Timur meminta TGH. Husni untuk tetap tinggal dan ditawari ssebidang tanah untuk mendirikan Pondok Pesantren untuk memotivasi TGH. Husni agar tetap melanjtukan dakwahnya. Sehingga beliau berfikir ulang dan pada akhirnya menetapkan hati

84Tuan Guru Manar, tokoh Salafi, Pimpinan Ponpes Jamaludin, wawancara , 7 September 2018.

Tuan Guru Manar adalah saudara Tuan Guru Husni yang memiliki memiliki peran dan kontribusi dalam pengembanagn Salafi di Lombok melalui Ponpes Jamaludin Bagek Nyake.

85Ustaz Sofyan, tokoh Salafi, wawancara, 9 September 2018.

Page 30: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

25

untuk tetap tinggal di Lombok dan melanjutnya perjuangan dakwahnya dalam menyebarkan Ajaran As-Sunnah tersebut.86

C. Bagek Nyake sebagai Basis Membangun Eksistensi: Peran Masjid Jamaludin dan Sulaiman al-Fauzan

1. Setting Sosial Keagamaan Bagek Nyake Penulis memasuki wilayah Bagek Nyake untuk pertama kalinya sekitar

tahun 1995. Suasana pedesaan pada saat itu masih mewarnai kehidupan

penduduknya. Tanda-tanda perkembangan seperti sekarang ini hampir belum

terasakan. Jalan-jalan desa masih terlihat sepi dari hiruk pikuk kendaraan

bermotor, kecuali jalan nasional dari Mataram ke Sumbawa yang membentang

membelah desa ini. Sebagaimana desa-desa di Lombok pada umumnya, desa

Bagek Nyake masih terlihat hamparan sawah yang luas dengan beraneka ragam

tanaman. Di sebelah Selatan, Utara, dan Timur desa ini terlihat hamparan sawah.

Meskipun dalam perkembangannya beberapa tahun terakhir, ditengah-tengah

sawah persawahan dan pinggir-pinggir jalan mulai tumbuh bangunan-bangunan

perumahan penduduk, dan perlahan menjadi pemukiman masyarakat, namun

tetap pertanian menjadi yand dominan. Dari total luas daerah 96.50 ha/m² yang

dimiliki Bagek Nyake, sebagian besar merupakan area pertanian, yaitu 62.60

ha/m².87

Bagek Nyake adalah salah satu desa di Kecamatan Aik Mel Lombok

Timur. Desa ini memiliki posisi strategis mengingat dibentangi jalan nasional

menuju pulau Sumbawa. Posisi ini menjadikan desa Bagek Nyake mudah diakses

oleh masyarakat. Oleh karenanya, secara geografis posisi desa ini dapat

menguntungkan bagi tumbuh dan berkembangnya lembaga pendidikan di desa

ini. Hal ini nampak dari semakin banyaknya lembaga pendidikan keagamaan

dengan ribuan siswa/santri di dalamnya.

Tabel: lembaga pendidikan keagamaan di Bagek Nyake88

Nama Jumlah Status pemeri

ntah swasta

Jumlah siswa

Raudhatul 3 Terdaftar V 173

86 Ustaz Sofyan, Tokoh Salafi, wawancara 9 September 2018 87 Pemerintah Kabupaten Lombok Timur, Profile Desa Bagek Nyake Santri, 2017 88 Pemerintah Kabupaten Lombok Timur, Profile Desa Bagek Nyake Santri, 2017

Page 31: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

26

atfal Ibtidaiayah 2 Terdaftar V 415

Tsanawiyah 4 Terdaftar v 519

Madrasah Aliyah

4 Terdaftar v 850

Ponpes 4 Terdaftar v 1.873

Seiring dengan pertumbuhan penduduk akibat pertumbuhan lembaga

pendidikan, perkembangan sarana dan prasarana juga meningkat. Sarana

transportasi, pengembangan jalan, perumahan, komunikasi, percetakan, lembaga

kesehatan, dan sebagainya. Banyaknya sarana ini menggambarkan bahwa

adanya suatu dinamika dan penduduknya pun mengalami mobilitas horizontal –

vertikal.

Tabel: Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis kelamin Jumlah

1 Laki-laki 1.219 Orang

2 Perempuan 1.523 Orang

Jumlah total 2.742 Orang

Jumlah kepala keluarga 816 KK

Kepadatan penduduk 1.500 per km

Desa Bagek Nyake memang sedang berubah, pendudukanya mengalami

transisi dalam sikap dan prilakunya. Semakin menyempitnya lahan pertanian dan

mulai terbukanya peluang untuk bergerak ke sektor lain, memungkinkan

penduduknya melakukan diversifikasi orientasi profesi. Sebagian dari mereka

yang semula bertani, kini mencari sektor lain seperti wiraswasta, pegawai

formal, guru, dan sebagainya. Sikap dan gaya hidup mengalami pergeseran,

mereka kini lebih kompetitif, dinamis, dan bahkan memiliki orientasi masa

depan, terutama bagi anak-anak mereka. Perubahan ini menggambarkan adanya

Page 32: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

27

perkembangan dari situasi pedesaan dengan berbagai macam karakteristiknya,

memiliki potensi dan bergerak kearah situasi yang cenderung semakin urban.

Kondisi di atas mempengaruhi kehidupan keagamaan masyarakat Bagek

Nyake yang semakin dinamis. Hingga 2018, tercatat enam gerakan keagamaan

yang berkembang di desa ini.89 Masing-masing adalah NW, NU, Salafi,

Marakita’lim, Muhammadiyah, dan Muhammadiyah. Dari enam gerakan

keagamaan tersebut, pola keberagamaan NW dan NU merupakan yang dominan,

meskipun belakangan gerakan Salafi semakin memperluas pengaruhya. Karena

memang, dalam hal kehidupan keagamaan, desa Bagek Nyake dikenal sebagai

basis gerakan kelompok Salafi. Sebutan ini tidaklah berlebihan, mengingat

sejarah masuk dan berkembangnya kelompok Salafi dimulai dari dusun ini.

Meskipun datang belakangan dan menjadi urutan kedua dalam perkembangan

kelompok keagamaan di desa ini, gerakan Salafi tetap memiliki posisi strategis

dalam membentuk dan menentukan identitas keagamaan masyarakat. Penolakan

dan tensi sosial yang kerap terjadi di masa awal perlahan mereda, bersamaan

dengan semakin diterimanya Salafi di tengah masyarakat. Dari tiga Masjid di

desa ini, dua di antaranya merupakan Masjid yang berafiliasi dengan gerakan

Salafi. Masing-masing adalah Masjid Jamaludin dan Masjid Sulaiman al-Fauzan

(yang oleh masyarakat kerap disebut masjid Assunnah atau Masjid luar).

Sedangkan Masjid Syamsul Falah merupakan Masjid pertama, dan menjadi pusat

ibadah non-Salafi atau Islam Mainstream (yang oleh masyarakat disebut Masjid

dalam).

2. Membangun Gerakan dari Masjid: Pendirian Masjid Jamaludin dan

Sulaiman Al-Fauzan Masjid adalah basis gerakan utama bagi kelompok Salafi. Posisi Masjid

sangat strategis untuk membuat jaringan dan melakukan kaderisasi dan dakwah

di berbagai tempat.90 Dalam konteks Bagek Nyake, munculnya Masjid

Jamalaudin dan Sulaiman Al-fauzan atau yang dikenal dengan Masjid Assunnah,

bersamaan dengan berkembangnya lembaga pendidikan Salafi. Dua Ponpes

89Pemerintah Kabupaten Lombok Timur, Profile Desa Bagek Nyake Santri, 2017 90 Chaplin…

Page 33: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

28

Salafi yang kini masih eksis dan memilik kontribusi dalam akselerasi

perkembangan Salafi adalah Ponpes Al-Manar atau disebut juga Ponpes

Jamaludin.

Yayasan Pondok Pesantren Jamaluddin merupakan salah satu pondok

pesantren yang tertua di Bagek Nyake. Ponpes Jamaluddin didirikan oleh TGH.

Abdul Manan, nama Jamaludin diambil dari nama orang tuanya yang juga

seorang ulama yang cukup terkenal di Lombok. Setelah TGH. Abdul Manan

wafat, kepemimpinan ponpes Jamaluddin dilanjutkan oleh TGH. Husni yang baru

pulang dari Mekkah dan membawa pemahaman manhaj salafi, sehingga pada

saat itu pemahaman salafi menjadi pemahaman yang diajarkan di ponpes

Jamaluddin sampai sekarang. Selanjutnya, ponpes Jamaluddin dipimpin oleh adik

dari TGH. Husni yaitu Tuan Guru Abdul Manar dan ustadz Iswandi Abubakar.

Pada saat dipimpinan oleh TGH. Husni, ponpes Jamaluddin merupakan satu-

satunya ponpes salafi di wilayah Lombok Timur. Dalam perkembangannya, ponpes

Jamaluddin menjadi cikal bakal lahirnya ponpes-ponpes yang bermanhaj salafi di

wilayah Lombok Timur. Para santri awal ponpes Jamaluddin inilah yang

mengembangkan dakwah salafi melalui lembaga pendidikan yang ada di seputar

wilayah Lombok Timur. Disamping itu juga, setelah wafat TGH. Husni ponpes

mengalami perpecahan, dari perpecahan tersebut lahirlah Ponpes As-Sunnah,

disamping Ponpes Jamaludin sendiri.

Popes Jamaluddin menyelenggarakan beberapa lembaga pendidikan mulai

dari tingkat Taman Kanak-kanak, Madrasah Ibtida'iyah, Madrasah Tsanawiyah, dan

Madrasah Aliyah, dengan jumlah santri 400-an orang dari semua jenjang

pendidikan. Semua santri diwajibkan tinggal di dalam asrama. Mereka berasal dari

berbagai daerah tidak hanya Lombok juga dari luar daerah, seperti Sumbawa, Jawa

dan bahkan Sulawesi.91

Ponpes Jamaluddin memiliki beberapa program unggulan, salah satunya ialah

tahfidz al-Qur’an. Melalui program tahfidz diharapkan para santri lulusan ponpes

Jamaluddin mampu membaca dan menghafal al-Qur’an dengan baik. Tahfidz al-

Qur’an manjadi program wajib yang harus diikuti oleh para santri. Dalam

pelaksanaannya program tahfidz al-Qur’an dilakukan setiap hari yang dipusatkan di

91 Tuan Guru Manar, Pimpinan Ponpes Jamaludin, wawancara 5 September 2018

Page 34: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

29

masjid pesantren yang bangunannya terletak di tengah-tengah pesantren dan

dikelilingi oleh gedung-gedung sekolah. Terdapat beberapa tingkatan pembelajaran

sebelum para santri mulai menghafal al-Qur’an, mulai dari tingkatan belajar

membaca al-Qur’an (tingkatan iqra’), tingkatan tahsin bagi santri yang belum

lancar membaca al-Qur’an sebagai tingkatan persiapan tahfidz, dan tingkatan

tahfidz al-Qur’an bagi santri yang telah lulus dari tingkatan sebelumnya.

Setelah Ponpes Jamaludin eksis, dan adanya tensi sosial di “Masjid dalam”

Syamsul Falah, maka Tuan Guru Manar mendirikan Masjid Jamaludin. Pendirian

masjid ini sebagai jawaban atas terjadinya pertentangan pemahaman keagamaan di

masjid Syamsul Falah yang merupakan Masjid umum dan tertua di Bagek Nyake.

Tuan Guru Manar, pendiri Masjid ini menuturkan bahwa pendirian Masjid

Jamaludin sebagai jawaban atas besarnya tantangan dakwah sunnah di Bagek

Nyake di masa awal. Menurutnya “pada masa awal kami memperkenalkan dakwah

sunnah, terutama ketika masa Ayahanda kami Ustaz Husni menghadapi tantangan

yang besar dari masyarakat. Di Masjid Syamsul Palah kerap terjadi perdebatan dan

ketegangan satu dengan yang lain, terutama dalam praktik ibadah. Manhaj salaf

yang kami yakini sebagai paham yang murni dipandang sebagai paham baru oleh

masyarakat, bahkan dianggap mengada-ada dan ajaran palsu.92

Pendirian Masjid ini (Masjid Jamaludin) sebenarnya untuk menghindari konflik. Masjid yang kami tempati dulu (Masjid Syamsul Falah) adalah bergabung dengan ajaran yang lain. Akan tetapi dikarenakan kami ingin mengembangkan ajaran As-Sunnah ini, kami memohon untuk membuat Masjid dari pada ada konflik yang terjadi dengan orang di luar Jama’ah As-Sunnah. Sehingga, setiap Dusun itu terdapat dua Masjid yang salah satunya milik jama’ah As-Sunnah. Tujuannya adalah untuk tidak ada konflik yang terjadi dan agar kami juga tenang dalam beribadah.93

Sebagaimana di beberapa tempat lain, pendirian Masjid baru Salafi dapat

dipandang sebagai strategi dakwah – kalau bukan strategi kontestasi, di tengah

sejumlah tantangan dari Islam mainstream. Pendirian Masjid Jamaludin Bagek

Nyake merefleksikan bagaimana strategi ini ditunjukkan, dan berhasil

memperoleh apresiasi masyarakat sekitar meski tetap sebagai kelompok minoritas

92 Tuan Guru Manar, Pimpinan Salafi sekaligus pendiri Masjid Jamaludin Bagek Nyake,

wawancara, 7 September 2018 93Tuan Guru Manar, Tokoh Salafi, wawancara, 7 September 2018

Page 35: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

30

di desa ini. Kepala Desa Bagek Nyake menuturkan, “awalnya Masjid yang kita

miliki itu berjumlah satu yaitu masjid tua Samsul Falah yang digunakan untuk

Shalat berjamaah dan Jum’atan dan semua aliran keagamaan yang ada di Desa ini

berkumpul menjadi satu. Setelah itu mereka berpisah dikarenakan pemahaman

yang berbeda-beda terkait dengan ibadah. Hingga pada akhirnya mereka membaut

Masjid sendiri-sendiri.94

Melalui Masjid ini, di bawah bimbingan dakwah Tuan Guru Manar, kelompok

Salafi secara bebas dan independen melakukan penyebaran dan pelaksanaan manhaj

salaf sesuai dengan pemahamannya. Masjid Menjadi bagian terpenting dalam

pembentukan identitas religious-kultural masyarakat di daerah ini. Tuan Guru Manar

memiliki jangkauan dakwah di 30-an Masjid yang memiliki afiliasi paham dengan

ajaran As-Sunnah,95 dari ratusan Masjid Salafi di Lombok.

Lebih jauh Tuan Guru Manar menjelaskan, dalam pembangunan Masjid

Jamaludin didukung sepenuhnya dari donator Timur Tengah di bawah naungan

Yayasan Ihyat al-Turats. Bahkan seluruh Masjid yang berafiliasi dengan dakwah

Sunnah memperoleh dukungan dari Arab Saudi. Tidak mengherankan jika Masjid-

Masjid Salafi kerap dikunjungi para Syekh dari Arab Saudi, baik untuk mengamati

kondisi fisik bangunan, kegiatan keagamaan maupun untuk kepentingan berdakwah.

Pihak yayasan Ihya al-Turats selaku fasilitator hanya mensyaratkan adanya area

tanah sebagai tempat pembangunan, dan selanjutnya biaya pembangunan dan bahkan

tunjangan pengurus Masjidnya menjadi tanggung jawab yayasan tersebut.96

Dulu ketika masih di Masjid tua – Masjid Syamsul Falah, kita sempat memberikan dakwah yang dinamakan “Kuliah Shubuh” sebagai bagian dari strategi dakwah kami di masjid dan memberikan kesempatan-kesempatan untuk mereka untuk berdakwah. Dengan itu, kami tujuan kami hanya ingin meramaikan masjid shalat berjama’ah, bukan hanya meramaikan Masjid ketika Shalat Jum’atan saja. Pengajian-pengajian yang kami adakan rutin setiap minggunya. Mulai dari hari Jum’at pagi, Rabu, malam Ahad. Setiap malam ahad juga kami melakukan dakwah keliling di setiap Masjid terutama di wilayah Kecamatan Aik Mel ini. Dalam berdakwah ajaran As-Sunnah strategi dakwah kami sehingga bisa diterima di masyarakat adalah kita banyak mengambil pelajaran dari Sejarah Rasulullah melalui kesabaran beliau. Jika ada yang

94 ……. Kepala Desa Bagek Nyake, wawancara 7 September 2018

95 Tuan Guru Manar, Tokoh Salafi, wawancara, 7 September 2018 96 Tuan Guru Manar, Tokoh Salafi, wawancara, 7 September 2018

Page 36: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

31

menentang, kita biarin. Selain itu, TGH. Rusni berdakwah dengan cara yang seperti itu. Memang ada juga terkadang kelompok yang lain dengan cara kekerasan. Tetapi kita tak menggunakannya.. cara TGH. Rusni berdakwah dengan cara pendidikan, beliau juga ketika disuruh talqin, mau melalukannya. Dengan cara itulah beliau masuk dengan cara merubah cara pandang suatu masyarakat.97

Sedangkan Masjid Sulaiman al-Fauzan atau yang lebih dikenal dengan

Masjid Assunnah adalah Masjid kedua sebagai basis gerakan Salafi di Bagek

Nyake. Masjid Sulaiman Fauzan Al-Fauzan didirikan sekitar tahun 2000 sebelum

pondok pesantren As-Sunnah didirikan. Masjid ini dulu awalnya adalah masjid

yang diperuntukkan bagi jama’ah secara umum. Baru setelah masjid ini digunakan

oleh As-Sunnah dibangunlah Ponpes As-Sunnah yang secara resmi memperoleh

pengakuan Kemenag tahun 2011. Sebagaimana halnya Masjid Jamaludin,

pembangunan dan biaya operasional Masjid ini sepenuhnya dibiayai Yayasan Ihya

al-Turats yang berpusat di Kuait.98

Masjid Sulaiman Fauzan al-fauzan dikenal luas sebagai pusat utama dakwah

Salafi di Lombok bersamaan dengan komitmen dakwah yang kuat dari para dai

Salafi di Masjid ini. Ustadz Mizan Qudsiyah, Ustadz Abdullah Husni, dan Sufyan

Bafein Zain, adalah tiga juru dakwah yang secara rutin mengelola Masjid ini, dan

berkontribusi penting dalam perkembangan Salafi di Lombok. Masjid ini semakin

berkembang bersamaan dengan pendirian Ponpes Assunnah dengan sejumlah

lembaga formal. Kehadiran lembaga formal ini turut memperluas kemasyhuran

Masjid ini.

Pondok pesantren As-Sunnah merupakan pecahan dari ponpes Al-Manar. Pada awalnya, di Bagik Nyaka terdapat Masjid Sulaiman Fauzan al-Fauzan yang dibangun oleh TGH. Husni sebagai markaz dakwah salafi di Lombok Timur atas bantuan dari yayasan Ihya’ at-Turast Kuwait. Dari masjid inilah dibentuk program pendidikan Diniyah Islamiyah pada tahun 1999 oleh ustadz Sufyan Bafein Zein yang merupakan adik ipar TGH. Husni, dengan jumlah santri pertama pada saat itu 15 orang. Pelaksanaan pembelajaran madrasah diniyah pada saat itu sepenuhnya dipusatkan di masjid Sulaiman Fauzan al-Fauzan, baik aktifitas belajar maupun tempat tinggal para santri, karena belum terdapat

97 Tuan Guru Manar, Tokoh Salafi, wawancara, 7 September 2018 98 UStadz Sabrihadi, Tokoh Agama, mantan guru Madrasah As-Sunnah Lombok Bagek Nyaka,

wawancara 13 Oktober 2018

Page 37: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

32

gedung dan asrama khusus bagi para santri. Pada saat itu madrasah diniyah hanya dikhususkan bagi santri putra saja.99 Pada awal berdirinya, ponpes As-Sunnah dipimpin oleh ustadz Sufyan Bafien

Zein, namun setelah para keponakannya yang merupakan anak dari TGH. Husni

menyelesaikan studi mereka di Madinah dan kembali ke Lombok, ponpes As-Sunnah

dipimpin oleh mereka. Pimpinan yayasan diserahkan kepada ustadz Mizan Qudsiyah,

yang merupakan suami dari anak perempuan TGH. Husni, sedangkan Mudirul

ma’had diserahkan kepada ustadz Abdullah Husni, anak laki-laki dari TGH.

Husni.100

Kegiatan Keagamaan yang rutin dilakukan di Masjid Sulaiman adalah malam

Ahad kajian kitab Hadyun Nabi oleh ustadz Muharrir; malam Rabu kajian lepas

dengan para jama’ah dari luar pesantren oleh para ustadz yang digilir setiap

pekannya; malam Kamis kajian Uwaaiqutholib oleh ustadz Abu Ubadah; malam

Jum’at kajian kitab Raudhatul Anwar oleh ustadz Sufyan Bafein Zein; Jum’at ba’da

subuh kajian tentang adab menuntut ilmu oleh ustadz Mizan Qudsiyah, dan malam

Selasa kajian tafsir oleh ustadz Abdullah Husni. Tenaga pengajar di Masjid ini

merupakan para alumni dari luar dan dalam Negeri, seperti: Universitas Islam

Madinah, Ma’hadul Haram Makkah, Universitas Ibnu Utsaimin Unaizah, LIPIA

Jakarta, STAI Ali bin Abi Tholib Surabaya, Ma’hadul Furqon Gresik, Ma’had

Minhajus Sunnah Bogor, dan Ma'had-ma’had lainnya di Indonesia. Kajian-kajian

yang diberikan di Masjid Sulaiman lebih menekankan dan mengajarkan pada

bagaimana cara memahami dan menjalankan Islam sesuai dengan manhaj

salafusshalih. Kajian-kajian seperti kajian tentang tauhid dan akhlaq, fiqih, tafsir,

sirhah, dan materi-materi lain yang sesuai dengan manhaj salafi memperoleh

perioritas.

Masjid-masjid yang bernaung di bawah Yayasan As-Sunnah punya Program

untuk memberikan pengajian di setiap masjid-masjid yang dibangun. “Jadi, masjid-

masjid ini disumbang oleh orang-orang dari Kwait dan mereka berpesan agar masjid-

99UStadz Sabrihad i, Tokoh Agama, mantan guru Madrasah As-Sunnah Lombok Bagek Nyaka,

wawancara 13 Oktober 2018

100 UStadz Sabrihadi, Tokoh Agama, mantan guru Madrasah As-Sunnah Lombok Bagek Nyaka, wawancara 13 Oktober 2018

Page 38: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

33

masjid yang dibangun dari uang sumbangan mereka digunakan untuk shalat lima

waktu secara berjama’ah, shalat Jum’at, dan kami juga diminta masjid-masjid yang

ada diisi dengan pengajian-pengajian, itulah fungsi dari Masjid. Di mataram, juga

kami sering mengisi pengajian-pengajian seperti di Lawata pada malam Kamisnya,

Gedung Putih di depan Rumah Sakit Islam Mataram, dan juga ada kerja sama dengan

Yayasan Hunafa’ di Mataram. Dan Yayasan Abu Hurairah.101

D. Masjid Ummu Sulaiman Suela: Negosiasi dan Tensi

1. Setting Sosial Keagamaan Desa Suela Desa Suela merupakan salah satu dari 8 (delapan) Desa yang berada

di Kecamatan Suela. Nama Suela sendiri memiliki sejarah tersendiri. Pada

zaman pemerintahan Anak Agung beberapa orang Monek pindah dan

mendirikan perkampungan baru yang namanya sama pengertiannya

dengan Monek yaitu Suela. Setelah penduduk Monek menempati lokasi

baru tempat yang agak tinggi (Suela) sebutan kerajaan tidak diungkit-

ungkit lagi dan masuklah Desa Suela pada zaman Belanda menjadi

wilayah Kedistrikan yaitu Kedistrikan Pringgabaya.102

Luas wilayah Desa Suela secara keseluruhan adalah seluas 994 Ha.

Desa Suela berada di ketinggian 520 meter di atas permukaan laut. Desa

Suela Kecamatan Suela secara topografi merupakan perbukitan. Wilayah

Desa Suela yang beriklim tropik basah memiliki curah hujan sebesar

2000-3000 mm per tahun. Desa Suela memiliki intensitas curah

hujancukup tinggi sehingga suhu udara rendah sehingga dapat

mendukung kegiatanmasyarakat dalam bidang pertanian.103

Potensi di bidang pertanian dan perkebunan merupakan potensi

unggulan yangterdapat di Desa Suela. Komoditas padi, jagung, singkong,

tanaman hortikultura sangat dominan didukung oleh lahan yang subur,

iklim yang baikserta kemampuan petani dalam bidang pertanian yang

memadai. Adanyabeberapa sumber air di Desa Suela menjadikan sumber

pengairan utamabagi masyarakat petani disekitar Desa Suela sehingga

pada saat musimkemarau dapat menjadi sumber cadangan air yang cukup

101 Ustaz Sufyan, Tokoh Salafi Pimpinan Ponpes Assunnah, wawancara 9 September 2018 102 Kades, Wawancara, 7 Oktober 2018 103 Profile Desa Suela, 2015

Page 39: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

34

potensial untukdimanfaatkan. Iklim di Desa Suela terdapat dua musim

yaitu musim hujan danmusim kemarau. Musim hujan terjadi pada bulan

November hingga Mei. Musimkemarau umumnya terjadi pada bulan Juni

sampai Oktober.

Desa Suela merupakan salah satu Desa yang terdapat di Kawasan

lereng gunung Rinjani sehingga sangat menunjang aktivitas ekonomi

dalam bidangpertanian. Di Desa Suela terdapat jalan utama yang

merupakan aksesibilitasatau jalur penghubung yaitu menghubungkan

antar beberapa kecamatan seperti Kecamatan Sembalun, Kecamatan

Wanasaba, Kecamatan Pringgabaya, Kecamatan Aikmel serta merupakan

jalur penghubung untuk memasarkan hasil pertanian. Menurut data dari

http://prodeskel.pmd.depdagri.go.id, desa ini berada pada kooordinat (

Bujur) 116.5842dan koordinat (Lintang) 8.522 441, dengan ketinggian

520 meter dari permukaan laut serta curah hujan rata-rata 2000-3000

mm/tahun dengan suhu rata-rata ± 20- 32 ºC dengan batas-batas dengan

batas-batas wialayah sebagai berikut;

Sebelah utara : Desa Sapit dan Desa Bebidas

Sebelah timur : Desa Suntalanggu dan Desa Mekar Sari

Sebelah selatan : Desa Ketangga

Sebelah barat : Desa Wanasaba dan Desa Bebidas

Desa Suela merupakan pedesaan yang bersifat agraris, dengan

matapencaharian sebagianbesar penduduknya adalah bercocok

tanamterutama sektor pertanian tanaman pangan dengan hasil utama

padidan palawija. Sedangkan pencaharian lainnya diantaranya sector

industri kecil yang bergerak dibidang perbengkelan, kerajinan, Jasa

Angkutan, dan lain sebagainya.

Jumlah Penduduk berdasarkan Pemutahiran Data pada Bulan

Desember 2014, Desa Suela mempunyai Jumlah Penduduk 7.152 Jiwa,

terdiri dari 3.491 jiwa laki -Iaki dan 3.661 jiwa perempuan,terdiri 1.931

KK laki-laki 553 KK Perempuan tersebar di 4 Dusun 45 Rukun Tetangga.

Tabel: Jumlah Penduduk

No Nama Dusun Jumlah Jumla Jumlah Jumlah

Page 40: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

35

Penduduk h (Jiwa)

Kepala Keluarga

(KK)

Lk Pr Lk Pr 1 Bilakembar 482 452 934 229 52 281 2 Suela Lauq 843 943 1.786 504 166 670 3 Suela Daya 1.099 1.230 2.329 631 196 827 4 Cempaka 1.067 1.036 2.103 567 139 706 Jumlah 3.491 3.661 7.152 1.931 553 2.484

Selain dalam pembinaan hukum, Kepala Desa Suela tidak absen dalam

membina kerukunan kehidupan beragama, sebagai konsekwensinya peningkatan

tarap keimanan dan ketaqwaaan terhadap Tuhan Yang maha Esa, adalah

kewajiban kita bersama sebagai umat beragama untuk bersama-samas memupuk

dan menumbuhkan nilai-nilai toleransi dan ketentraman dalam menjalankan dan

meningkatkan kehidupan beragama. Sehingga sebagai pongayom dan panutan

masyarakat, maka Pemerintah Desa Suela dengan sendirinya merasa terpanggil

untuk terus dan berusaha membangun sendi-sendi kehidupan beragama guna

mewujudkan keteguhan iman dan ketaqwaan sebagai sumber inpirasi dalam

membangun mental spritual masyarakat yang berkwalitas. Salah satu langkah

konkrit guna mencapai tujuan tersebut adalah dengan berupaya mendorong dan

meotivasi usaha perbaikan sarana pribadatan, dengan berupaya membangun dan

meperbaiki prasarana ibadah seperti mengadakan pembangunan-pembangunan

Masjid, Mushalla, ataupun TPQ/TPA, serta Diniah. Realita yang ada saat ini

adalah adanya gairah dan semangat seluruh lapisan masyarakat pada semua dusun

yang ada, dan bahkan TPQ/TPA banyak yang terbangun Masjid dan Mushlla

yang ada.

Tabel: Sarana Ibadah104

No Jenis Jumlah 1 2 3 4

Masjid Mushalla TPA/TPQ Majlis Ta’lim

6 unit 24 unit 15 unit 3 Klp

2. Alih Fungsi Masjid Ummu Sulaiman

104Profile Desa Suela, 2015

Page 41: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

36

Masjid Ummu Sulaiman adalah Masjid Salafi di dusun Kopang desa Suela.

Masjid ini pada awalnya Mushalla yang berdiri sekitar tahun 1987. Karena

Mushalla, maka fungsinya sangat terbatas, sebatas tempat shalat lima waktu dan

mengaji. Namun perlahan sejak tahun 2000an Mushalla ini mulai dimanfaat oleh

Jama’ah Salafi. Bersamaan dengan penguasaannya terhadap Mushalla ini,

fungsinya diperluas untuk tidak hanya tempat shalat dan ngaji tapi juga untuk

Shalat Jum’at. Perluasan fungsinya diperkuat dengan dimulai pembangunan

Masjid Assunnah Ummu Sulaiman, nama baru dari Mushalla ini. Perubahan dari

Mushalla ke Masjid ini memperoleh tantangan dari masyarakat sekitar. Penolakan

ini selain disebabkan karena factor teologis perbedaan ajaran yang ditawarkan,

juga Dusun ini sudah mempunyai Masjid yang masih memadai untuk shalat

Jum’at. Sehingga masyarakat tidak butuh Masjid baru. Terlebih lagi jumalah

jama’ah Salafi sangat terbatas, tidak mencapai 15-an orang. Di samping itu

Mushalla tersebut adalah waqaf dari seseorang yang sudah lama dimanfaatkan

sebagai Mushalla. Penolakan ini berujung pada pengrusakan Masjid tersebut

ketika sedang berlangsung proses pembangunan.105

Pembangunan Masjid Ummu Sulaiman diinisiasi oleh Ustaz Syafi’, salah

seorang tokoh Salafi di desa ini. Sejak dimulai aktivitas pengajian oleh Jama’ah

Salafi, Ustaz Syafi’ berperan aktif. Ketika penolakan masyarakat yang berujung

pengerusakan Masjid terjadi, ustaz Syafi’ menjadi tokoh terdepan membela

meskipun tidak tinggal di dusun ini. Ia menuturkan:

…. ada penolakan dari masyarakat sekitar dikarenakan jama’ah kami kurang dari 40 orang untuk menunaikan shalat Jum’atan. Selain itu, kami dipandang kelompok minoritas dan dianggap ajaran yang menyimpang dari Islam. Pengerusakan masjid kami pada waktu itu diakibatkan masyarakat terprovokasi oleh kepala desa yang sebelumnya. Alhamdulillah, pemerintah dari Bangkespol dan Kemenag Lombok Timur memediasi konflik dan meninjau secara langsung lokasi pembangunan Masjid. Salah satu keputusan yang disepakati adalah kami diizinkan untuk membangun Masjid Ummu Sulaiman ini, dan selesai pembangunan pada tahun 2016. Kini kepala desa baru Desa Suela, bapak Eko sangat mendukung kami dan melindungi kami sebagai minoritas.106

105 Baharudin, Ketua RT Dusun Kopang Wawancara, 5 September 2018 106 Ustaz Ramli, Takmir Masjid Ummu Sulaiman Suela, wawancara, 20 Oktober 2018.

Page 42: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

37

Meskipun terjadi penolakan, pembanguan Masjid ini tetap dilanjutkan

dengan catatan tidak merubah fungsi awalnya sebagai Mushalla, bukan Masjid

untuk shalat Jum’at. Keputusan ini diperoleh setelah ada proses mediasi oleh

Kemenag, FKUB dan Bangkespol Lombok Timur.107 Namun dalam

perkembangannya setelah pembangunan Masjid sudah selesai, perlahan jamaah

Salafi kembali menggunakan Masjid ini sebagai tempat shalat Jum’at. Sampai

penelitian ini dilakukan Masjid ini digunakan selaian untuk shalat lima waktu dan

mengaji, juga shalat Jum’at. Masjid ini nampak ramai dan memiliki jama’ah pada

saat tertentu, ngaji dan shalat Jum’at, dimana yang datang orang-orang luar, bukan

masyarakat setempat.108

Memang awal penyebaran ajaran As-Sunnah waktu itu mengikuti tradisi

masyakarat dan sedikit demi sedikit diubah. Begitu cara As-Sunnah pertama kali

menyebarkan ajarannya yang berlangsung selama setahun. Mereka mengkaji

budaya masyarakat dulu pada awalnya. Baru pada tahun kedua saya dibukakan

kitab Adabus Salam dan disuruh mengkajinya. Saya membaca kitab tersebut dan

bertepatan waktu itu saya membaca tentang makruh hukumnya bersalaman ketika

selesai sholat. Karena para sahabat tidak pernah mengerjakan hal tersebut.

Apalagi Rasulullah SAW. ini pendapat Imam Anas bin Malik. Bahkan imam

Syafi’i mengatakan Tahzir orang yang melakukan salaman ketika selesai Shalat

karena itu adalah perbuatan orang Syi’ah. Ketika itupula saya masih tetap

mempertahankan keyakinan sya mengikuti ajaran tarikat.

E. Desa Bebidas: Ekspansi Salafi

1. Setting Sosial Awal mula dinamakan kampun Bebidas, yaitu pada zaman dahulu sekitar

ahun 1930 an ada beberapa masyarakat dai Desa Wanasaba mencoba bercocok

tanam di wilayah kampung Bebidas, karena tanahnya yang sangat subur sehingga

masyarakat tersebut memilih untuk menetap tinggal diwilayah tersebut, itupun

menempati lahan masing-masing sengga antara rumah satu dengan yang lainnya

jaraknya berjauhan. pada saat itu belum banyak jenis tanaman yang bisa ditanam 107H. Sudirman, Kepala Bangkespol Lombok Timur, wawancara, 7 Oktober 2018 108Baharudin, Ketua RT Dusun Kopang Wawancara, 5 September 2018

Page 43: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

38

hanya padi bulu, singkong dan ubi jalar, karena keadaan wilayahnya masih

rimbun, sangat digemari sekali oleh babi dan seringkali memakan tanaman

sehingga masyarakat sangat terganggu sekali dengan keberadaan babi-babi

tersebut, ambil menyuruh babi-babi itu pergi, penduduk setempat selalu memakai

kata "Babi Daus" dan kata-kata tersebut lazim dipakai oleh masyarakat setempat,

sehingga semua masyarakat yang tinggal diwilayah tersebut sepakat untuk

membanun sebuah kampung dengan nama "Bebidas".109

Desa Bebidas sebelum menjadi desa definitif, merupakan bagian dari

wilayah Desa Karang Baru, Desa Karang Barupeahan dari Desa Wanasaba.

seiring dengan perkembangan dan kebijakan pemerintah mengenai desa, maka

berdasarkan kesepakatan dan persetujuan semua masyarakat melalui musyawarah,

pada tahun2003 Desa Karang Baru dimekarka menjadi 2 (dua) desa, yakni Desa

Karang Baru (induk) dan Desa Bebidas (Pemekaran). Desa Bebidas definiif pada

tahun 2004, kemudian pada tahun 2011 Desa Bebidas dimekarkan lagi menjadi

dua desa yaitu Desa Bebidas (induk) dan Desa Otak Rarangan (pemekaran).110

Desa Bebidas memiliki luas wilayah 3.463 ha/m2, terletak:

Batas Desa/Kelurahan Kecamatan

Sebelah Utara Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR)

Suralaga

Sebelah Selatan Otak Rarangan Wanasaba

Sebelah Timur Suela Suela

Sebelah Barat Karang Baru Timur dan Jineng Wanasaba

Sedangkan jumlah penduduk desa Bebidas berdasarkan gendernya adalah

sebagai berikut:

Jumlah laki-laki 1142 Orang

Jumlah perempuan 1137 Orang

Jumlah total 2279 Orang

109 Pemerintah Daerah Lombok Timur, Profile Desa Bebidas 110 Kepala Desa Bebidas,

Page 44: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

39

Jumlah kepala keluarga

737 KK

Kepadatan penduduk

500 perKM

Sedangkan dari aspek pemeluk agama dapat digambarkan sebagai berikut:

Agama Laki-laki Perempuan

Islam 1140 Orang 1136 Orang

Kristen - Orang - Orang

Katholik - Orang - Orang

Hindu 2 Orang 1 Orang

2. Pengambil alihan Masjid An-Nur: Ekspansi Awal Salafi

Desa Bebidas merupakan salah satu desa yang menjadi basis

perkembangan gerakan Salafi di masa awal hingga saat ini. Hampir di semua

dusun di desa ini terdapat Masjid Salafi yang terpisah dengan Masjid masyarakat

pada umumnya. Salah satu Masjid utama yang menjadi pusat dakwah Salafi

adalah Masjid Assunnah An-Nur di Dusun Lampit, Bebidas. Masjid ini memiliki

sejarah tersendiri, meskipun sudah puluhan tahun di bawah control Islam

mainstream, namun kini dibawah penguasaan Jama’ah Salafi.

Masjid An-Nur sebelum diambil alih oleh Jama’ah Salafi sebenarnya adalah

salah satu Masjid umum bagi masyarakat Bebidas, terutama bagi masyarakat

Dusun Lampit. Semua kegiatan keagamaan mencerminkan aktivitas keagamaan

Islam tradisional sebagaimana masyarakat pada umumnya. Perayaan berbagai

ritual dan tradisi keagamaan di pusatkan di Masjid ini. Tradisi maulid, serakalan,

tahlilan berjama’ah, dan berbagai kegiatan keagamaan sejenisnya menjadi

aktivitas yang turut menghidupkan suasana religiusitas di Masjid ini. Namun

bersamaan dengan muncul dan berkembangnya kelompok Salafi yang mengusung

isu syirik dan bid’ah, berbagai aktivitas tersebut tidak hanya tidak lagi

Page 45: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

40

dilaksanakan, tetapi bahkan dianggap bid’ah yang sesat dan dipandang harus di

jauhi.111

Bersamaan dengan semakin banyaknya pengikut Salafi di dusun ini, pada

tahun 2012 Masjid An-Nur “diambil alih” oleh jama’ah Salafi, dan selanjutnya

nama Masjid An-Nur berubah menjadi Masjid Assunnah An-Nur.112 Perubahan

nama ini merefleksikan bagaimana identitas ideologis yang disemaikan di tempat

ibadah menjadi penting.

F. Doktrin Salafi: Teologi dan Sistingsi 1. Isu Bid’ah: Penegasian dan Distingsi Sosial Keagamaan

Sebagaimana gerakan Salafi di tempat lain, isu bid’ah113 tidak hanya

menjadi term teologis di kalangan Salafi yang secara sosiologis sebagai bentuk

penegasian, namun juga menjadi distingsi dengan kelompok lain. Lebih jauh, isu

bid’ah dipertautkan dengan klaim kebenaran dan klaim keselamatan kerap

berbenturan dengan faham mainstrem lebih akomodatif terhadap budaya lokal.

Dengan menandaskan diri pada hadith Nabi “man ‘amila ‘amalan laisa ‘alai>hi

amruna> fahua raddun”114 kelompok Salafi meneguhkan pandangan dan

pendiriannya sebagai pembawa Islam yang murni. Hal ini sebagai salah satu

manifestasi dari tiga karakter utama gerakan Salafi, yaitu pertama , menolak

segala bentuk pemikiran yang bernuansa filsafat, kalam, dan tasawuf. Kedua ,

menentang secara tegas dan keras segala hal yang dianggap bid’ah, shirik dan

111 Ustaz nawawi, Tokoh Agama, sekaligus Pimpinan Ponpes Islamiyah Bebidas, wawancara 7

Oktober 2018. 112 Amaq Ati, Pengurus Masjid Assunnah An-Nur, Lampit Bebidas, wawancara 21 Oktober 2018

113Kata bida’ah memiliki dua kata dasar, yaitu al-bad’u dan al-ibda’yang keduanya mengandung makna terjadinya sesuatu tanpa contoh sebelumnya, sesuatu yang baru, yang dibuat-buat. Karena itu bid’ah umum dimaknai sebagai praktik keagamaan yang dianggap baru dan tidak berdasarkan pada ajaran Islam. Dalam kajian Salafi, istilah ini sering d isandingkan dengan ahl al-hawa>’, yaitu kelompok yang menandaskan pemikiran dan praktik keagamaan pada hawa nafsu. Kedua istilah selanjutnya disebut ahl al-bid’ah wa al-ahwa>’ yang dalam praktiknya dipertentangkan dengan manhaj salaf, lihat Abd al-Sala>m al-Sihimy, Kun Salafiyyan ‘ala al-Ja>ddah, 91-92. Lihat juga Abd al-Razak al-Dawish, Fata>wa al-Lajnah al-Da>imah, Jilid 2, 461.

114Artinya: barang siapa yang beramal tidak atas perintah kami, maka tertolak (Muttafaqun ‘alaih). Lihat Abd al-Sala>m al-Sihimy, Kun Salafiyyan ‘ala al-Ja>ddah, 95. Diperkuat potongan hadith كل محدثة setiap yang baru adalah bid’dah, dan setiap yang bid’ah adalah sesat”. Meski“ بدعة وكل بدعة ضاللةinterpretasi terhadap hadith ini masih diperdebatkan, namun sudah populer menjadi landasan justifikas i kalangan puritanis, semisal Salafi. Lihat Nashir bin Abd al-Karim al-‘Akl, Isla>miyah La Wahabiyah (Saudi: Da>r al-Fad}ilah, 2007), 35, 143.

Page 46: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

41

khurafat. Ketiga, sebagai kelanjutan dari karakter pertama, Salafi menolak

penafsiran bi al-ra’yi yang menekankan pada rasionalitas.115

Salah seorang tokoh Salafi, Mizan Qudsiyah menyatakan, istilah bid’ah

sebagaimana dipahami kelompok Salafi adalah cara baru yang sengaja dibuat-buat

dalam menjalankan agama sehingga menandingi syari’at Islam (yang sudah

ditetapkan), dengan maksud berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah.116

Tema ini sejalan dengan pokok-pokok pikiran manhaj salaf yang: pertama,

menitikberatkan pada tauhid uluhiyah (menggerakkan seluruh bentuk ibadah

hanya kepada Allah); kedua , menitikberatkan pada perbaikan akidah, karena

perbaikan akidah inilah yang pertama kali dilakukan oleh Nabi; ketiga, selalu

mengedepankan wahyu al-Qur’an dan Sunnah atas akal manusia.117 Lebih lanjut,

Mizan membagi bid’ah dalam dua macam, yaitu bid’ah h}aqiqiyah dan bid’ah

id}a>fiyah. Bid’ah h}aqiqiyah adalah bid’ah yang tidak dibangun di atas satu dalil

syari’at pun, baik dari kitabullah, as-Sunnah, atau ijma, serta tidak pula merujuk

pada kaidah para ulama dalam menetapkan hukum, baik secara global maupun

terperinci. Jadi, murni dibuat-buat tanpa contoh sebelumnya dalam syari’at.

Beberapa praktik keagamaan yang termasuk dalam kategori ini menurut Mizan

adalah perayaan maulid Nabi, memperingati isra’ mi’raj, mengingkari ijma, dan

berkeyakinan bahwa imam bersifat maksum, dan bid’ah-bid’ah lain yang tidak

pernah diajarkan oleh Rasulullah dan para sahabat.118

Sedangkan bid’ah id}a>fiiyah merupakan bid’ah yang dibangun di atas dalil

namun menjadi salah kaprah dalam memahaminya, sehingga melahirkan hal-hal

baru di dalam syari’at. Dalam hal tertentu, sebagai akibat pemahaman yang keliru

lahirlah sesuatu yang bisa dikatakan sebagai bid’ah haqiqiyah karena hanya

berlandaskan syubhat, bukan dalil. Bid’ah jenis ini menurut Mizan masih banyak

ditemui, seperti pengkhususan puasa pada hari Jum’at, pengkhususan umrah pada

115Muhammad Imarah, Thayya>rat al-Fikr al-Isla>m (Kairo: Da>r al-Syuru>q, 1995), 254. Lihat

juga Abd al-Sala>m al-Sihimy, Kun Salafiyyan ‘ala al-J}a>ddah. 116Mizan Qudsiyah, Kaidah-Kaidah Penting Mengamalkan Sunnah (Jakarta: Pustaka Imam

Syafi’i, 2013), 37. Buku ini merupakan bahan ajar yang digunakan pada mata pelajaran Manhaj di MA Plus Abu Hurairah, d imana penulisnya sendiri merupakan salah seorang di madrasah ini.

117Fakhruddin Abdurrahman, Pimpinan Pospes Abu Hurairah, wawancara 19 November 2014. Lihat juga Abd al-Sala>m al-Sihimy, Kun Salafiyyan ‘ala al-Ja>ddah.

118Mizan Qudsiyah, Kaidah-Kaidah Penting Mengamalkan Sunnah, 38

Page 47: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

42

bulan Rajab, berzikir secara berjama’ah, dan berbagai praktik lainnya.119 Kendati

doa dan zikir adalah amal ibadah yang paling utama, ibadah itu harus didasari

oleh sikap ittiba>’ Nabi dengan konsisten, bukan dengan mengada-ada atau

bid’ah. Dengan mengutip pendapat Ibnu Taimiyah, Jawas menekankan bahwa

menggunakan hizib atau wirid yang berasal dari tuan gurunya, tanpa ada contoh

dari Nabi merupakan perbuatan sangat aib dan tercela.120 Lebih rinci Ibnu

Taimiyah menyebutkan beberapa contoh bid’ah yang kerap terjadi yaitu perayaan

maulid Nabi, Isra’ dan Mi’raj, Nisfu Sha’ban, Tahlil dan baca al-Qur’an untuk

orang yang telah meninggal, membesarkan suara bershalawat kepada Nabi, zikir

berjam’ah, dan kegiatan semisalnya.121

Menurut Mizan, di antara dua macam bid’ah di atas – kendatipun keduanya

sama-sama memperoleh dosa, tetapi dosa bid’ah haqiqiyah jauh lebih besar.

Karena murni ciptaan pelakunya dan menyimpang dari syari’at, tanpa ada dalil

syar’i yang menjadi landasan syubhatnya. Pola keberagamaan ini menurut Abd al-

Salam al-Sihimy, merupakan praktik ahl al-bid’u>n dan al-ahwa>’ yang

menyalahi manhaj ahl al-sunnah wa al-jama>’ahdan memecah belah umat Islam.

Ia menegaskan,praktik keagamaan yang tidak dilandaskan kepada al-Qur’an dan

Sunnah, dan hanya mengikuti pandangan nenek moyang dan akal, dan

menggunakan hadith-hadith d}ai>f, dan menerapkan ta’wil merupakan ciri-ciri

kelompok ini.122 Oleh karena itu, - dengan berlandaskan pada hadith Nabi Kullu

muh}dathatin bid’ah, wa kullu bid’atin d}ala>lah, Abdullah Al-Fauzan secara

tegas menyatakan bahwa bid’ah dalam agama adalah haram.123Oleh karena itu

menolak dan mengingkarinya, dan menjauhi (hajr) pelakunya merupakan

kewajiban.124

Dengan mengutip karya Imam al-Barbahari, al-Wajiz fi Aqi>dah al- Salafi

al-S}a>lih ahl Sunnah wa al-Jama>’ah, Mizan merumuskan beberapa ciri ahli

bid’ah, yaitu: 1) tidak memahami tujuan syari’at yang sesungguhnya; 2) hidup

119Mizan Qudsiyah, Kaidah-Kaidah Penting Mengamalkan Sunnah, 39. Pembagian bid’ah yang lain lihat Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Kitab Tauhid (Jakarta: Yayasan Al-Sofya, 1424 H), 137-138.

120Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Doa dan Wirid Mengobati Guna-Guna dan Sihir Menurut al-Qur’an dan al-Sunnah, cet. 24 (Jakarta: Pustaka Imam Syafi’ i, 2014), 6-7.

121Abd al-Razak al-Dawish, Fata>wa al-Lajnah al-Da>imah, Jilid 2, 462-464. 122Abd al-Salam al-Sihimy, Kun Salafiyyan ‘ala al-Ja>ddah, 91-92. 123Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Kitab Tauh}i>d, 138. Lihat jugaAbd al-Razak al-Dawish,

Fata>wa al-Lajnah al-Da>imah, Jilid 2, 464. 124Nashir bin Abd al-Karim al-‘Akl, Isla>miyah La Wahabiyah, 143.

Page 48: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

43

dalam firqah-firqah dan memisahkan diri dari jama’ah Muslimin ; 3) suka

memperdebatkan masalah yang sudah jelas hukumnya, namun mereka tidak

memiliki ilmu tentangnya; 4) selalu mengikuti hawa nafsu; 5) tidak mengerti

sunnah-sunnah Nabi; 6) suka bergelut dengan ayat-ayat mustashabiha>t; 7)

mendahulukan akal dari wahyu; 8) tidak mau menisbatkan diri kepada salaf; 9)

berlebih-lebihan dalam mengagungkan seseorang; 10) berlebih-lebihan dalam

ibadah; 11) sikap, perbuatan, dan cara hidupnya menyerupai orang kafir; 12)

sangat benci kepada ahl al-sunnah, memberikan julukan-julukan yang buruk

kepada mereka; 13) memusuhi dan melecehkan ulama hadith; 14) mengkafirkan

orang yang tidak sependapat dengannya, tanpa disertai dalil; dan 15) bekerjasama

dengan penguasa untuk menghalangi-halangi dakwah ahl sunnah;125 16) fanatik

terhadap pendapat seseorang atau mazhab tertentu; dan 17) berpedoman terhadap

hadith yang lemah dan palsu.126Infilterasi doktrin Salafi, dengan menempatkan isu

bid’ah dan syirik atas berbagai praktik keagamaan lokal, mengantarkan Salafi

dalam proses penegasian yang intens terhadap dan dengan mainstream di berbagai

daerah.

Terhadap orang pelaku bid’ah, dalam prinsip manhaj salaf menurut Mizan

adalah membenci, tidak simpatik, tidak berteman, tidak sudi mendengarkan

ucapan, dan tidak berdiskusi dengan mereka. Ini dilakukan sebagai sikap menjaga

pendengaran dari ucapan-ucapan batil ahli bid’ah yang dapat menimbulkan was-

was dan merusak aqidah. Berdasarkan prinsip ini, maka menimba ilmu terhadap

mereka adalah sesuatu yang dilarang.127

Maka salah satu kriteria seseorang yang harus dijauhi adalah pelaku bid’ah, “karena dalam diri ahli bid’ah terdapat bahaya penularan bid’ah dan keburukannya”, bahkan “berteman dengannya adalah racun. Mereka para ahli bid’ah yang menghalang-halangi sunnah Nabi, menjadikan yang bid’ah sebagai sunnah, dan yang sunnah jadi bid’ah. Bergaul dengan mereka berarti mati atau minimal sakit.”128

125Mizan Qudsiyah, Kaidah-Kaidah Penting Mengamalkan Sunnah, 44-45. 126Abd al-Sala>m al-Sihimy, Kun Salafiyyan ‘ala al-J}a>ddah. 91. Mizan Qudsiyah, Kaidah-

Kaidah Penting Mengamalkan Sunnah, 47. 127Mizan Qudsiyah, Kaidah-Kaidah Penting Mengamalkan Sunnah, 50. 128Jamaludin, “Begini Seharusnya Memilih Teman”, dalam MA Plus Abu Hurairah, Media

Madrasah, edisi 3, Desember 2013.

Page 49: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

44

Namun demikian, dalam doktrin manhaj salaf tidak menjustifikasi semua

ahli bid’ah memperoleh perlakuan yang sama, tergantung tingkatan

kebid’ahannya. Dalam konsepsi manhaj salaf ada tiga tingkatan pelaku bid’ah:

pertama, bid’ah yang menyebabkan kekufuran; kedua, bid’ah yang menyebabkan

dosa besar; dan ketiga bid’ah yang menyebabkan dosa kecil.Kategorisasi di atas

berimplikasi terhadap tata cara berinteraksi dengan ahli bid’ah. Menurut Mizan,

ahli bid’ah yang mendakwahkan bid’ahnya secara terang-terangan selain harus

diingkari, dibenci, dan juga harus dihajr, yaitu memtuskan hubungan dengan

seseorang atau kelompok orang dengan tidak berkomunikasi dan berinteraksi

dengannya(boikot).129 Konsep hajr sangat populer di kalangan Salafi, sebagai

bentuk penegasan atas identitas ideologis terhadap proponent-nya dihadapkan

dengan “oponent-nya”. Sikap ini ditempuh nampaknya sebagai antitesa terhadap

bahayanya bid’ah dalam pandangan Salafi. Sehingga hajrbagi Salafi bukanlah

sikap yang berlebihan, karena ahli bid’ah pada hakekatnya sudah keluar dari jalan

lurus yang ditempuh Rasulullah dan para sahabat, bahkan sebagian dapat

dianggap keluar dari Islam, dan karenanya dilarang bermajlis dengan meraka.130

Mizan menegaskan hajr merupakan ciri khas para ulama ahl al-Sunnah.131 Hal ini

juga sebagai konskwensi dari pemaknaan ittiba>’ tidak hanya sebagai sikap

ketundukkan kepada sunnah Nabi, juga dalam waktu yang bersamaan harus

meninggalkan bid’ah, dan melakukan tah}dhi>r terhadap pelaku bid’ah.132

Selain hajr, dalam paham Salafi juga dikenal konsep al-wala’ wal bara’. Al-

wala’ adalah membangun kedekatan dengan orang-orang shaleh dengan cara

menyayangi, dan membantu mereka dari musuh-musuh, dan tinggal bersama

mereka. Sedangkan al-bara’ adalah memutuskan hubungan dengan orang-orang

kafir atau ahli maksiat dengan cara membenci, tidak menolong dan tidak tinggal

bersama mereka.133 Maha Al-Bunyan menjelaskanal-bara’ merupakan sikap

129Mizan Qudsiyah, Kaidah-Kaidah Penting Mengamalkan Sunnah, 51 130Tabloid Al-Furqon, Metode Hajr terhadap Ahli Bid’ah, Edisi 3, tahun V/1426, 29-34. 131Mizan Qudsiyah, Kaidah-Kaidah Penting Mengamalkan Sunnah, 51. 132Konsep tah}dhir merupakan basis konseptual Salafi dalam memerangi mereka yang dianggap

bid’ah. Tah}dhi>r merupakan sikap menjauhi dan tidak bergaul terhadap mereka yang dianggap pelaku bid’ah.Abd al-Sala>m al-S ihimy, Kun Salafiyyan ‘ala al-J}a>ddah, 99-100. Lihat juga Nashir bin Abd al-Karim al-‘Akl, Isla>miyah La Wahabiyah, 359.

133Lihat MA Abu Hurairah, “Al-Wala wa al-Bara,” dalam Media Madrasah, Edisi 4, Juni 2014. 26-27; Wiza>rah al-Tarbiyah wa al-Ta’li>m, al-Tauh}id Lis}af al-Awwal al-Thana>wiyah, 82-83;Abd al-Razak al-Dawish, Fata>wa al-Lajnah al-Da>imah , Jilid 2, 64-134.

Page 50: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

45

membenci apa yang dibenci oleh Allah, dan tidak meridoi apa yang tidak

diridoiNya.134Seperti halnya hajr, konsep ini dilakukan agar terlindung dar i

bid’ah, dan sekaligus memperkuat solidaritas jama’ahnya, serta dapat membangun

hidup sesuai dengan salaf al-s}a>lih. Implikasi lebih lanjut dari konsep hajr

adalah pelarangan hadir di majlis-majlis ahli bid’ah, manakala ia tidak sanggup

mengubah kebid’ahannya. Bahkan Mizan dalam bukunya Kaidah-Kaidah Penting

Mengamalkan Sunnah menyatakan: “barang siapa memahami syari’at yang suci

ini dengan sebenarnya, niscaya akan mengetahui bahwa bahaya duduk bersama

ahli bid’ah berkali-kali lipat dibandingkan duduk bersama orang-orang bermaksiat

kepada Allah dengan melakukan dengan hal-hal yang diharamkanNya.”135

Doktrin ini memperjelas betapa bid’ah dijadikan isu sentral sebagai instrumen

penegasian, dan memiliki implikasi sosiologis yang tidak sederhana.

Rambahan paradigma ideologis teologis di atas, dengan segera menuai

reaksi keras dari masyarakat sasak, yang selama ini memegang teguh sejumlah

tradisi keagamaan yang dipandang bid’ah oleh Salafi. Penyebaran doktrin manhaj

salaf dipandang telah dan akan terus merusak struktur keberagamaan masyarakat

sasak yang selama ini dipelihara. Klaim kebenaran (truth claim) dan klaim

keselamatan(salvation claim), dan penegasian dengan sebutan bid’ah dan

“d}alalah” terhadap kelompok mainstrem, dirasakan sebagai sikap yang sangat

berani dan “provokatif” dalam menyebarkan misi puritan gerakan Salafi.

Berdasarkan paham yang dianut, dan adanya pergeseran strategi dengan

mendirikan sekolah formal, Hefner menyebutkan gerakan Salafi dengan

kecenderungan yang sekarang sebagai ideologi konservatif modernis, yang

memiliki kontribusi terhadap semakin terbangunnya dialektika gerakan

keagamaan dengan negara. Dengan corak yang demikian, sekolah-sekolah yang

berafiliasi dengan Salafi secara perlahan mengalami perekembangan. Hefner

mengidentifikasi, sejak tahun 1980 hingga 2007, madrasah salafi mencapai lebih

dari 200-an madrasah yang tersebar di beberapa daerah.136 Jumlah ini tentu

mengalami peningkatan bersamaan dengan dinamika Salafi di berbagai daerah

saat ini, tidak terkecuali daerah Lombok. Sungguhpun ini merupakan

134 Maha Al-Bunyan, Al-Wala’ wa Al-Bara’ (Pustaka Ibnu Umar, 2014), 11-12. 135Mizan Qudsiyah, Kaidah-Kaidah Penting Mengamalkan Sunnah, 54. 136Robert W. Hefner, Islamic Schools, Social Movements, 87.

Page 51: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

46

kecenderungan umum gerakan Salafi di berbagai daerah, tetapi memiliki

implikasi-implikasi sosiologis secara spesifik pada masyarakat sasak. Hal ini

setidaknya dapat diamati dari tiga hal: pertama, terjadinya konflik horizontal yang

berbasis teologis ideologis; kedua, terjadinya konversi internal umat Islam yang

berdampak terhadap perubahan prilaku beragama; ketiga, pembentukan dan

penguatan identitas, dan bahkan kontestasi melalui lembaga pendidikan formal.

Penetrasi ideologi keagamaan di satu sisi dan ikatan ideologis di sisi lain,

melebihi ikatan-ikatan kekerabatan hubungan famili. Pola interaksi patrilineal

yang dipegang dalam sistem kekerabatan masyarakat sasak,137 semakin pudar

sejalan semakin kuatnya penetrasi dan ikatan ideologis tersebut. Beberapa kasus

di banyak tempat, menunjukkan bahwa terjadi pemutusan hubungan keluarga

yang melibatkan sentimen ideologis teologis. Seorang tidak diperkenanka pulang

oleh orang tuanya, bertahun-tahun tidak tegur sapa dengan saudara kandungnya,

sepasang suami istri dipaksa cerai orang tuanya, perebutan hak pemakaman

terhadap orang tua, dan berbagai bentuk lainnya.138Keragaman kecenderungan

gerakan dan orientasi ideologis ini, pada akhirnya berimplikasi terhadap

tumbuhnya sikap justifikasi terhadap paham yang dianut, dan menegasikan paham

yang berbeda.

Menandaskan diri pada manhaj salaf, gerakan Salafi berkembang secara

signifikan, dan terlibat secara aktif dalam pembentukan struktur dan kultur

keberagamaan masyarakat sasak. Pemaknaan manhaj salaf yang merujuk kepada

generasi salafal-s}a>leh (sahabat Nabi, tabi’i>n, dan tabi’in al-tabi’i>n), yang

dipandang memperoleh legalitas normatif,139 kelompok ini meneguhkan dirinya

137Patrilineal merupakan sistem kekerabatan dimana keluara terdekat seperti suami-istri, anak,

kakek dan nenek disebut isi tolang mesak (keturunan sedarah sedaging). Penjelasan mengenai sistem kekerabatan ini lihat Departemen P dan K NTB, Pengaruh Budaya Asing terhadap Kehidupan Sosial, 35-39.

138Saparudin, Pemutusan Hubungan Keluarga Berdasarkan Afiliasi Lembaga Keagaman d i Lombok Timur, Laporan Penelitian (Mataram: Lemlit UMM, 2007). Penelitian ini dibiayai oleh DP2M Dikti melalui Program Dosen Muda.

139Sejumlah ayat al-Qur’an yang dijadikan legitimas i: Qs . at-Taubah:100, al-Maidah:3; Qs. al-Zukhruf:56; dan sejumlah hadith Nabi seperti man ‘amila ‘amalan laisa ‘alaihi amruna fahua raddun (muttafaqun ‘alaih), kullu muh}dathatin bid’ah wa kullu bid’atin d}ala>lah wakullu al-d}ala>lah fi al-na>r (HR. Bukhari), dan lain-lain yang berkaitan dengan kemuliaan masa Sahabat dan Tabi’in, tentang syirik dan bid’ah, dan sebagainya yang dipandang relevan. Lebih detil lihat Abd al-Sala>m al-Sahimy, Kun Salafiyyan ‘ala al-Ja>ddah (Madinah al-Nabawiyah, tp. 1423 H.), Waza>rah al-Tarbiyah wa al-Ta’li>m, Sharah Kitab Tauh}id Lishikh Muh}ammad ibn Abdul Wahab Lis}af al-Awwal al-Mutawa>sit}

Page 52: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

47

sebagai gerakan Islam murni, untuk memurnikan keberislaman

masyarakat.Bahkan mereka menyebut dirinya sebagai kelompok gerakan yang

diberkahi, melihara Islam dari segala syirik, bid’ah dan kesesatan, yang wajib

diikuti.140Gerakan Salafi mengidentifikasi dirinya sebagai Islam murni, Islam

yang benar (h}aq), dan gerakan dakwah yang memperoleh tuntunan langsung dari

Nabi.141 Dengan menandaskan diri pada hadith Nabi “sebaik-baik manusia adalah

zamanku, kemudian sesudah mereka, dan kemudian sesudah mereka”142 dan al-

Qur’an Surat at-Taubah ayat 100,143 secara lokal gerakan Salafi menegasikan

dirinya dengan kelompok mainstream. Atas dasar justifikasi ini, mereka secara

terbuka dan massif di berbagai media cetak dan online menyatakan “menolak

salaf berarti menolak Islam, cinta salaf berarti cinta Islam, benci salaf berarti

membenci Islam” bahkan “membenci salaf berarti membenci Nabi

Muhammad”.144

Rivalitas ideologis antara Islam tradisionalis yang direpresentasikan oleh

NW dengan Islam puritanis yang direpresentasikan oleh Salafi dan

Muhammadiyah berimplikasi terhadap terjadinya fragmentasi sosial.

Sebagaimana dijelaskan di bagian sebelumnya, NW menekankan pendekatan

mazhab, sufisme dan akomodatif terhadap budaya dan tradisi lokal dalam

mengekspresikan religiusitasnya. Belakang, pola keberagamaan ini memperoleh

tantangan dan kritikan dari kelompok Salafi,yang mempromosikan manhaj

salafdengan klaim sebagaiIslam murni. Salafi berpandangan bahwa keberagaman

(Riyad: Markaz al-Tatwi>r al-Tarbawy: 2007), Waza>rah al-Tarbiyah wa al-Ta’li>m, al-Tauh}id Lis}af al-Awwal al-Thana>wiyah (Riyad:Waza>rah al-Ma’a>rif, 1999).

140Nashir bin Abd al-Karim Al-‘Aql, Isla>miyah La> Wahabiyah (Saudi: Da>r al-Fad}ilah, 2007), 35.

141Abd al-Sala>m al-Sihimy, Kun Salafiyyan ‘ala al-Ja>ddah, 38-39, lihat juga Waza>rah al-Tarbiyah wa al-Ta’li>m, al-Tauhi>d (Riyadh: Waza>rah al-Ma’arif, 1999), 9-10.

,Al-Bukhari, al-Jami’ al-S}ah}ih (Beirut: Da>r Ibn Kathirخیر الناس قرني ثم الذین یلونھم ثم الذین یلونھم 1421987), no.3450. Selanjutnya dimaknai al-quru>n mufad}d}alah, yaitu masa para sahabat Nabi, ta>bi’i>n , dan atba> al-ta>bi’i>n.Lihat Abd al-Razak al-Dawish, Fata>wa al-Lajnah al-Da>imah, Jilid 2, 242-243. Abd al-Sala>m al-Sihi>my, Kun Salafiyan ‘ala al-Ja>ddah, 72-73.

143 ضى هللا عنھ حسن ر وھم بإ واألنصار والذین اتبع مھجرین لون من ال ون األو وا ع والسبق ت م ورض نھ وأعدلھم جنا د ھآ أب ن فی Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari)تجرى تحتھا األنھر خلدیgolongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya).

144Abu Muslih, Lebih Dekat Mengenal Manhaj Salaf (Jogjakarta: tp, 1427 H). Berbagai pernyataan yang sejenis, dan penegasiannya terhadap kelompok Islam lain disebarluaskan diberbagai media cetak dan online semisal www.salafy.or.id, www.majalahsyariah.com, maktabah salafy press, dan lain-lain.

Page 53: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

48

umat Islam saat ini sudah terdistorsi oleh kepercayaan-kepercayaan dan tradisi

lokal, dan karenanya harus diubah.145

Memperkuat komitmen purifikasinya, Salafi memiliki sejumlah doktrin

sosial yang memperjelas identitas dan gerakannya dengan kelompok lain.Pertama,

al-wala’ wa al-bara’, yang menekankanpada penguatan persaudaraan sesama

pengikut Salafi dan melarang siswa maupun pengikut Salafi untuk tidak

memberikan loyalitanya kepada non-Muslim146 Doktrin ini memiliki potensi

konflik antara Muslim dengan non-Muslim yang sudah lama terjadi. Kedua,al-

h}adhar wa al-tah}dhi>r, yaitu menekankan kehati-hatian dan kewaspadaan

terhadap praktik syirik dan bid’ah, dan pada saat yang bersamaan menjauhi

berbagai jenis kegiatan keagamaan ahlbid’ah. Hal ini mencakup bentuk-bentul

ritual dan tradisi yang selama ini dijalankan oleh NW dan NU. Ketiga,hajr,

memutus hubungan (boikot) dan menjauh dari kedua kelompok tersebut, non-

muslims and ahl bid’ah.147Qudsiah berpendapat bahwa berdasarkan prinsip-

prinsip manhaj salaf,pengikut Salafi diharapkan tidak simpatik dan tidak

bekerjasama dengan praktik-praktik ahl bid’ah.148Prinsip ini harus diikuti sebagai

cara untuk menjaga pemahaman Islam yang murni dari berbagai

pencampuradukkan ajaran Islam yang dapat memperlemah aqidah. Mencari

pengetahuan terhadap ahl bid’ah adalah terlarang.Hal ini sebagai konskuensi

orang Salafi yang ittiba>’, yaitu mengikuti sunnah Nabi tidak hanya ketaatan

terhadap sunnahnya, tetapi juga menghindari bid’ah dan menerapkan doktrin al-

tah}dhi>r.149Keempat,Salafi mencela tashabbuh, yaitu menyerupai tradisi dan

budaya Barat, seperti bernyanyi, mendengar music, interaksi wanita dengan laki-

145H. Mahsun, Tokoh Salafi, wawancara, 5 Desember 2013. Lihat juga Nashir b in Abd al-Karim Al-

‘Aql, Islamiyah La Wahabiyah(Saudi: Dar al-Fadilah, 2007), 35. 146Al-Dawish, Abd al-Razak. Fatawa al-Lajnah al-Da>imah Lilbuhuthi al-‘Ilmiyah wa al-

Ifta,Second book(Riyadh: Dar Bilnasiyah Linashr wa al-Tauzi, 1317 H), 64-134; lihat Adis Duderija, 2010 “Constructing the religious Self and the Other: neo-traditional Salafi Manhaj”, Islam and Christian-Muslim Relations, 21:1, 75-93; Waza>rah al-Tarbiyah wa al-Ta’li> m, al-Tauhi>d (Riyadh: Waza>rah al-Ma’arif, 1999), 82-83.MA Plus Abu Hurairah, Media Madrasah, edisi 3, Desember 2013.

147Mizan Qudsiah, Kaidah-Kaidah Penting Mengamalkan Sunnah. (Jakarta: Pustaka Imam Syafi’I, 2013). 51.

148Mizan Qudsiyah, Kaidah-Kaidah Penting, 50. 149Abd al-Salam Al-S ihimiy, Kun Salafiyan ‘Ala al-Jaddah (Madinah al-Nabawiyah, 1423H), 99-

100. Lihat juga Nashir bin Abd al-Karim Al-‘Aql, Islamiyah La Wahabiyah (Saudi: Dar al-Fadilah, 2007), 359.

Page 54: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

49

laki tanpa alasan shar’i, melarang perempuan bekerja di luar rumah dan berbagai

budaya lainnya.

Doktrin dan sikap yang puritan yang dipromosikan dalam berbagai aspek

pendidikan, membawa siswa dan pengikut Salafi menghadapi resistensi dari

kelompok tradisionalis mainstream dalam kehidupan sosial. Salafi menggunakan

isu-isu paham Islam murnisebagai instrument ideologis untuk mempromosikan

dan memelihara doktrin dan identitas mereka, untuk selanjutnya

menghadapikelompok traditionalis. Pelabelan isu shirk dan bid’ahterhadap tradisi

keislaman lokal merupakan isu utama yang menyebabkan fragmentasi sosialdan

reaksi lokal.150Mengembangkan upaya ideologis di dalam sekolah formal

memiliki kontribusi terhadap semakin berkembangnya theological dispute, yang

membawasemakin kuatnya tensi sosial di Lombok. Karena memang, menurut

Nata perbedaan mazhab yang kemudian menjelma dalam komunalisme kerap

membawa benturan dan konflik. Isu-isu furu’>iyah menurutnya sering muncul

kepermukaan dan menjadi alasan utama terjadinya tensi sosial tersebut.151

Perbedaan penafsiran dan praktik keagamaan dipandang sebagai sumber

utama kontestasi dan konflik keagamaan di Lombok. Sejumlah konflik yang

melibatkan sentimen ideologis teologis kerap menimpa kelompok Salafi. Azwani

dan Murdianto mencatat, setidaknya telah terjadi lima konflik horizontal yang

menimpa kelompok ini. Klaim kebenaran dan keselamatan, pemahaman yang

tekstual-literalis, fanatisme yang berlebihan dan menguatnya isu bid’ah, takhayul

dan khurafat, menurutnya merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi.152

Memperkuat temuan ini, hasil identifikasi Faizah153 dan Nuhrison154 menunjukkan

bahwa terjadinya sejumlah konflik tersebut, bermuara pada gerakan purifikasi

Salafi atas berbagai upacara dan praktik keagamaanmasyarakat sasak yang

dianggap sinkritis, tanpa mempertimbangkan dimensi sosial dan psikologis.

150Liow, Joseph Chinyong. 2011. "Muslim Identity, Local Networks, and Transnational Islam in Thailand's Southern Border Provinces." Modern Asian Studies 45, no. 6 (11): 1383-421.

151Abuddin Nata,Studi Islam Komprehensif, cetakan ke 2 (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), 533-534.

152Murdianto dan Azwani, Dakwah dan Konflik Sosial Jama’ah Salafi di Gunungsari Lombok Barat, Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 9, no. 2, 2013.

153Faizah, Pergulatan Teologi Salafi dalam Maenstream Keberagamaan Masyarakat Sasak, Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 16, no. 2, 2012. 393-399.

154Nuhrison M. Nuh, Kelompok Salafi di Kabupaten Lombok Barat, in Ahmad Syafi’i Mufid (editor), Kasus-Kasus Aliran/Paham Kegamaan Aktual di Indonesia.(Jakarta: Balitbangdiklat Depag, 2009).

Page 55: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

50

Bahkan temuan Saparudin menunjukkan ikatan emosional teologis-ideologi dan

adanya konversi non-salafi ke paham Salafi, dapat berimplikasi terhadap

pemutusan hubungan keluarga, baik dalam pemutusan komunikasi anak dengan

orang tua, antar saudara, pemaksaan perceraian, maupun bentuk disharmoni

lainnya.155 Realitas ini membuktikan bahwa high contestation dapat terjadi

berawal dari perebutan otoritas penerjemahan simbol dan doktrin Islam.

Nahdlatul Wathan bersama kelompok mainstream lainnya memandang

bahwa dakwah Salafi mengancam pola keberagamaan masyarakat yang sudah

lama tertanam. Klaim kebenaran dan keselamatan dan penyesatan pelaku bid’ah

merupakan cara pandang yang menyulut kebencian dan kekerasan antar

Muslim.156 Sejauh identifikasi terhadap konflik keagamaan, setidaknya terdapat

12 konflik yang melibatkan kelompok Salafi dengan non-Salafi sepanjang 2004

sampai 2016 di Lombok. Pada tahun 2016 di Suela misalnya, Masjid Salafi

dirusak masyarakat sekitar. Muhammad Tahir, menuturkan pengerusakan tersebut

disebabkan karena masyarakat tidak membutuhkan Masjid baru yang secara

berdekatan dengan berada di Masjid umum yang sudah lama ada dan digunakan

masyarakat bersama. Selain itu, ajaran Salafi yang cenderung memandang bid’ah

terhadap ibadah-iabadah yang selama ini diamalkan masyarakat. Namun

demikian, menurut Tahir sudah berdiri Masjid-Masjid Salafi yang terpisah dengan

dengan masyarakat pada umumnya.157 Akhirnya, Masjid tidak semata-mata

sebagai tempat ibadah, juga simbol fragmentasi sosial internal Muslim.

Lebih lanjut Ustaz Sofyan memaparkan bahwa para tuan guru yang pernah

mengenyam pendidikan di Makkah pasti memiliki pemahaman yang sama dengan

apa yang kami ajarkan saat ini. Namun ketika mereka pulang ke Lombok mungkin

ada kepenting-kepentingan yang lain sehingga apa yang dipelajari di Makkah

tidak disampaikan sehingga terjadilah perbedaan-perbedaan sebagaimana yang

terjadi saat ini.158

155Saparudin, Pemutusan Hubungan Keluarga Berdasarkan Afiliasi Lembaga Keagamaan, Laporan

Penelitian Dosen Muda (DP2M Dikti, 2007), 60-75. 156Hasil d iskusi dengan Tuan Guru Abdul Aziz, dalam kegiatan FGD Aswaja dan Ke-NW-an, 18

Januari 2017. 157Muhammad Tahir, Tokoh Masyarakat, Sekdes Desa Bebidas, wawancara, 5 Juli 2018. 158 Ustaz Sofyan, Tokoh Salafi, wawancara 9 September 2018

Page 56: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

51

Dalam perbedaan paham antara NU, NW, dengan ajaran Salaf/ As-Sunnah

adalah dalam ajaran As-Sunnah yang paling kami tekankan adalah untuk

mengamalkan al-Qur’an dan Hadits Nabi sesuai dengan pemahaman-pemahaman

ajaran Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Karena aliran Ahlussunah wal Jama’ah ini

adalah dagangan paling laris. Setiap orang yang ingin terkenal pasti mengatakan

bahwa diri mereka Ahlussunnah wal Jama’ah. Silahkan antum cari dimana dalil

ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah yang merayakan maulid, lalu mengapa mereka

mengatakan diri mereka Ahlussunnah Wal Jama’ah dan apa dalilnya.159

159 Ustaz Sufyan, Pimpinan Ponpes Assunnah Bagek Nyake, wawancara 8 September 2018

Page 57: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

52

BAB V

MASJID, FRAGMENTASI SOSIAL DAN PENGUKUHAN EKSISTENSI SALAFI

Masjid pada masa awal Islam memiliki multi-fungsi, dan mengalami

simplikasi fungsi sejak abad pertengahan hingga masa modern. Pada masa

kontemporer saat ini, fungsi Masjid mulai diperluas, kembali difungsikan untuk tidak

hanya untuk ibadah, tetapi juga untuk pembentukan identitas ideologis dan

persaingan antar golongan. Dengan kata lain perluasan fungsi Masjid tersebut

berkaitan dengan semakin menguatnya persaingan ideologis dan komunal kelompok

keagamaan. Implikasinya, Masjid berada dalam pusaran penguatan fragmentasi

sosial yang melibatkkan sentimen teologis-ideologis masyarakat Islam. Bagian ini

menjelaskan bagaimana posisi strategis dan pengembangan Masjid sebagai basis

gerakan kelompok Salafi, dan bagaimana implikasinya dalam kehidupan social

keagamaan. Di bagian akhir juga dijelaskan media eksalator pengembangan Salafi di

Lombok.

A. Mengalah untuk Menang: Kasus Pendirian Masjid Jamaludin Ungkapan “menjadikan tantangan sebagai peluang” dapat digunakan untuk

menggambarkan bagaiman latar belakang historis pendirian Masjid Jamaludin.

Masjid ini merupakan salah satu dari tiga Masjid di Bagek Nyake, yang lahir dari

pertarungan teologis ideologis kelompok Salafi dengan Islam mainstream. Tuan

Guru Manar, pendiri Masjid ini menuturkan bahwa pendirian Masjid Jamaludin

sebagai jawaban atas besarnya tantangan dakwah sunnah di Bagek Nyake di masa

awal. Menurutnya “pada masa awal kami memperkenalkan dakwah sunnah, terutama

ketika masa Ayahanda kami Ustaz Husni menghadapi tantangan yang besar dari

masyarakat. Di Masjid Syamsul Palah kerap terjadi perdebatan dan ketegangan satu

dengan yang lain, terutama dalam praktik ibadah. Manhaj salaf yang kami yakini

sebagai paham yang murni dipandang sebagai paham baru oleh masyarakat, bahkan

dianggap mengada-ada dan ajaran palsu.160

Pendirian Masjid ini (Masjid Jamaludin) sebenarnya untuk menghindari konflik. Masjid yang kami tempati dulu (Masjid Syamsul Falah) adalah bergabung

160 Tuan Guru Manar, Pimpinan Salafi sekaligus pendiri Masjid Jamalud in Bagek Nyake,

wawancara, 7 September 2018

Page 58: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

53

dengan ajaran yang lain. Akan tetapi dikarenakan kami ingin mengembangkan ajaran As-Sunnah ini, kami memohon untuk membuat Masjid dari pada ada konflik yang terjadi dengan orang di luar Jama’ah As-Sunnah. Sehingga, setiap Dusun itu terdapat dua Masjid yang salah satunya milik jama’ah As-Sunnah. Tujuannya adalah untuk tidak ada konflik yang terjadi dan agar kami juga tenang dalam beribadah.161

Sebagaimana di beberapa tempat lain, pendirian Masjid baru Salafi dapat

dipandang sebagai strategi dakwah – kalau bukan strategi kontestasi, di tengah

sejumlah tantangan dari Islam mainstream. Pendirian Masjid Jamaludin Bagek

Nyake merefleksikan bagaimana strategi ini ditunjukkan, dan berhasil memperoleh

apresiasi masyarakat sekitar meski tetap sebagai kelompok minoritas di desa ini.

Melalui Masjid ini, di bawah bimbingan dakwah Tuan Guru Manar, kelompok Salafi

secara bebas dan independen melakukan penyebaran dan pelaksanaan manhaj salaf

sesuai dengan pemahamannya. Masjid Menjadi bagian terpenting dalam

pembentukan identitas religious-kultural masyarakat di daerah ini. Tuan Guru Manar

memiliki jangkauan dakwah di 30-an Masjid yang memiliki afiliasi paham dengan

ajaran As-Sunnah,162 dari ratusan Masjid Salafi di Lombok.

Lebih jauh Tuan Guru Manar menjelaskan, dalam pembangunan Masjid

Jamaludin didukung sepenuhnya dari donator Timur Tengah di bawah naungan

Yayasan Ihyat al-Turats. Bahkan seluruh Masjid yang berafiliasi dengan dakwah

Sunnah memperoleh dukungan dari Arab Saudi. Tidak mengherankan jika Masjid-

Masjid Salafi kerap dikunjungi para Syekh dari Arab Saudi, baik untuk mengamati

kondisi fisik bangunan, kegiatan keagamaan maupun untuk kepentingan berdakwah.

Pihak yayasan Ihya al-Turats selaku fasilitator hanya mensyaratkan adanya area

tanah sebagai tempat pembangunan, dan selanjutnya biaya pembangunan dan bahkan

tunjangan pengurus Masjidnya menjadi tanggung jawab yayasan tersebut.163

Dalam konteks pembiayaan, Ustaz Syafi, Pimpinan Ponpes Anas bin Malik

mengakui adanya pembiayaan dari donatur Timur Tengah dan Arab Saudi, melalui

lembaga Ihya Al-Turath yang berpusat di Kwait. Namun ia menegaskan bahwa

komponen pembiayaan hanya terbatas pada bangunan fisik. Untuk Ponpes Anas bin

Malik yang dikelola Ustaz Syafi, memperoleh pembebasan 3 hektar lahan dan

161Tuan Guru Manar, Tokoh Salafi, wawancara, 7 September 2018 162 Tuan Guru Manar, Tokoh Salafi, wawancara, 7 September 2018 163 Tuan Guru Manar, Tokoh Salafi, wawancara, 7 September 2018

Page 59: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

54

pembangunan Pondok dengan total rancangan anggaran 45 Miliar.164 Dapat

dipastikan semua bangunan fisik, baik lembaga pendidikan maupun Masjid yang

tersebar di pulau Lombok merupakan hasil dari pembiayaan lembaga ini. Bahkan

lebih dari itu, sejumlah guru memperoleh gaji dan tunjangan dari lembaga ini,

bersama sejumlah donatur yang bersifat individual dan kelembagaan. Mereka yang

memperoleh gaji ini pada umumnya adalah penanggung jawab lembaga atau

Masjid.165

Konskuensi dari penerimaan bantuan dana dari Timur tengah, maka elit salafi

harus menunjukkan prestasinya dalam dakwah. Tuan Guru Manar menceritakan:

Dulu ketika masih di Masjid tua – Masjid Syamsul Falah, kita sempat memberikan dakwah yang dinamakan “Kuliah Shubuh” sebagai bagian dari strategi dakwah kami di masjid dan memberikan kesempatan-kesempatan untuk mereka untuk berdakwah. Dengan itu, kami tujuan kami hanya ingin meramaikan masjid shalat berjama’ah, bukan hanya meramaikan Masjid ketika Shalat Jum’atan saja. Pengajian-pengajian yang kami adakan rutin setiap minggunya. Mulai dari hari Jum’at pagi, Rabu, malam Ahad. Setiap malam ahad juga kami melakukan dakwah keliling di setiap Masjid terutama di wilayah Kecamatan Aik Mel ini. Dalam berdakwah ajaran As-Sunnah strategi dakwah kami sehingga bisa diterima di masyarakat adalah kita banyak mengambil pelajaran dari Sejarah Rasulullah melalui kesabaran beliau. Jika ada yang menentang, kita biarin. Selain itu, TGH. Rusni berdakwah dengan cara yang seperti itu. Memang ada juga terkadang kelompok yang lain dengan cara kekerasan. Tetapi kita tak menggunakannya.. cara TGH. Rusni berdakwah dengan cara pendidikan, beliau juga ketika disuruh talqin, mau melalukannya. Dengan cara itulah beliau masuk dengan cara merubah cara pandang suatu masyarakat.166

Terkait dengan konflik-konflik dengan organisasi lain semisalnya NW, NW

dan lain-lain itu tidak pernah karena disekitar kami banyak orang-orang NW, NU dan

lain-lain. dan disetiap pengajian kami di masjid-masjid kami menyampaiakan apa

yang perlu kami sampaikan sesuai dengan tuntunan AL-Qur’an dan Al-Hadits. Jadi

jika mau membantah kami, bantahlah Qur’an dan Hadits dan jangan ke kami. Karena

kami hanya membaca dan menyampaikan.

Rambahan paradigma ideologis teologis Salafi di atas, dengan segera menuai

reaksi keras dari masyarakat yang selama ini memegang teguh sejumlah tradisi

164Ustaz Syafi’, Ketua Ponpes Anas bin Malik, wawancara 20 Oktober 2018. 165Ustaz Abdullah, tokoh Salafi, P imp inan Yayasan Assunnah Lombok Timur, wawancara, 1

Maret 2018. 166 Tuan Guru Manar, Tokoh Salafi, wawancara, 7 September 2018

Page 60: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

55

keagamaan yang dipandang bid’ah oleh Salafi. Penyebaran doktrin manhaj salaf

dipandang telah dan akan terus merusak struktur keberagamaan masyarakat sasak

yang selama ini dipelihara. Klaim kebenaran (truth claim) dan klaim keselamatan

(salvation claim), dan penegasian dengan sebutan bid’ah dan “d}ala>lah” terhadap

berbagai ritual dan tradisi keagamaan kelompok NW, dirasakan sebagai sikap yang

sangat berani dan “provokatif” dalam menyebarkan misi puritan gerakan Salafi.

Perbeaan ideologis dua kelompok keagamaan ini melahirkan sejumlah tensi dan

fragmentasi sosial di tingkat lokal. Bahkan konflik fisik yang melibatkan sentiment

teologis ideologis kerap terjadi dalam sepuluh tahun terakhir.

Jika kami dianggap sesat, apa definisi dari sesat tersebut? Jika kami dikatakan

tidak zikir, kami zikir. jika kami dikatakan kami tidak mengaji, kami mengaji siang

dan malam. Sampai hari ini tidak ada titik temu definisi dari sesat tersebut. Jadi apa

definisi sesat yang ditujukan kepada kami? Kalau kami tidak shalat, kami shalat,

puasa, mengaji, kitab kami al-Qur’an, Tuhan kami Allah SWT. Jadi apa arti sesat

menurut mereka? Jika kami kaum As-Sunnah ditanyakan arti sesat, kami bisa

menjawab,sesat tidak mengamalkan Al-Qur’an, Sunnah Rasul, tetapi malahan

tuduhan itu selalu dialamatkan kepada kami.

Malahan ada penghasut masyarakat yang memprovokasi untuk menghancurkan

masjid-masjid kami. Kami seperti terdeskriminasi sementara orang-orang yang

mabuk-mabukan, judi, berzina, dan orang-orang kafir tidak prnah mereka urus. Jadi

mana lebih baik? Kami orang-orang yang shalat lima waktu atau mereka yang

mabuk-mabukan, judi, berzina, dan orang-orang kafir dan mengapa orang seperti itu

tidak pernah diusik.

Terutama sektar tahun 80-an didaerah ini dulu sering terjadi konflik tawuran

dan sekarang Alhamdulillah udah tidak ada karena secara perlahan mereka mulai

enerima dan mau mengaji kepada kita.

Dalam penyebaran awalnya ajaran As-Sunnah ini dilakukan oleh TGH. Husni

kakak dari TGH.Manar Bagek Nyaka. Jadi dulu-dulu itu, sering terjadi konflik antar

organisasi seperti tawuran dan pengerusakan. Alhamdulillah karena perjuangan kami

dengan niat karena Allah SWT. mereka yang melakukan kekerasan disadarkan.

Terkait dengan ajaran As-Sunnah, sering datang kepada kami Perguruan Tinggi

Pancor bertanya tentang ajaran As-Sunnah ini tentang penyebarannya. Kok bisa,

Page 61: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

56

TGH. Husni ini dalam jangka waktu yang singkat mampu merubah Aik Mal ini dari

orang-orang yang memakai pakaian ”Kelemben”(Pakaian tradisional Sasak) hingga

memakai pakaian Syar’i. sehingga Aik Mal ini bisa menjadi basis-basis organisasi

besar.

Dalam perbedaan paham antara NU, NW, dengan ajaran Salaf/ As-Sunnah

adalah dalam ajaran As-Sunnah yang paling kami tekankan adalah untuk

mengamalkan Al-Qur’an dan Hadits Nabi sesuai dengan pemahaman-pemahaman

ajaran Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Karena aliran Ahlussunah wal Jama’ah ini adalah

dagangan paling laris. Setiap orang yang ingin terkenal pasti mengatakan bahwa diri

mereka Ahlussunnah wal Jama’ah. Silahkan antum cari dimana dalil ajaran

Ahlussunnah Wal Jama’ah yang merayakan maulid, lalu mengapa mereka

mengatakan diri mereka Ahlussunnah Wal Jama’ah dan apa dalilnya.

B. Melawan untuk Menang: Kasus Ambil Alih Masjid An-Nur Bebidas

Sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya, Desa Bebidas merupakan

salah satu desa yang menjadi basis perkembangan gerakan Salafi. Hampir di semua

dusun terdapat Masjid Salafi yang terpisah dengan Masjid masyarakat pada

umumnya. Salah satu Masjid utama yang menjadi pusat dakwah Salafi adalah Masjid

Assunnah An-Nur di Dusun Lampit, Bebidas. Masjid ini memiliki sejarah tersendiri,

meskipun sudah puluhan tahun di bawah control Islam mainstream, namun kini

dibawah penguasaan Jama’ah Salafi.

Masjid An-Nur sebelum diambil alih oleh Jama’ah Salafi sebenarnya adalah

salah satu Masjid umum bagi masyarakat Bebidas, terutama bagi masyarakat Dusun

Lampit. Semua kegiatan keagamaan mencerminkan aktivitas keagamaan Islam

tradisional sebagaimana masyarakat pada umumnya. Perayaan berbagai ritual dan

tradisi keagamaan di pusatkan di Masjid ini. Tradisi maulid, serakalan, tahlilan

berjama’ah, dan berbagai kegiatan keagamaan sejenisnya menjadi aktivitas yang

turut menghidupkan suasana religiusitas di Masjid ini. Namun bersamaan dengan

muncul dan berkembangnya kelompok Salafi yang mengusung isu syirik dan bid’ah,

Page 62: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

57

berbagai aktivitas tersebut tidak hanya tidak lagi dilaksanakan, tetapi bahkan

dianggap bid’ah yang sesat dan dipandang harus di jauhi.167

Bersamaan dengan semakin banyaknya pengikut Salafi di dusun ini, pada tahun

2012 Masjid An-Nur “diambil alih” oleh jama’ah Salafi, dan selanjutnya nama

Masjid An-Nur berubah menjadi Masjid Assunnah An-Nur.168 Perubahan nama ini

merefleksikan bagaimana identitas ideologis yang disemaikan di tempat ibadah

menjadi penting.

Semenjak diperkenalkan tahun 1990-an oleh Tuan Guru Husni, gerakan Salafi

yang belakangan disebut dakwah sunnah, terus memperoleh apresiasi meskipun

memperoleh sejumlah penolakan dari sejumlah masyarakat. Ustaz Nawawi, salah

seorang tokoh agama menuturkan:

Awal mula masuknya ajaran As-Sunnah di Desa Bebidas adalah dasarnya dulu kita pernah mengadakan pengajian di beberapa Masjid, awalnya kita tidak pernah tau ajaran As-Sunnah itu. Sampai pada akhirnya, di acara pengajian tersebut kita mengundang Tuan Guru Rusni. Ketika itu, kami mengundangnya dikarenakan orang tua beliau adalah Tuan Guru Manan. Beliau adalah salah seorang tuan guru termashur dan tokoh NU yang satu pemahaman dengan kita. Sehingga kami yakin apa yang Tuan Guru akan sampaikan sama sebagaimana Bapak beliau. Lama-kelamaan dalam pengajian itu, dibukakanlah kitab Fathul Mu’in, kan kitab Fathul Mu’in ini adalah kitab Madzhab Syafi’i, tetapi dalam penyampaian yang diberikan banyak perbedaan para ulama’. Sehingga pada waktu itu, Tuan Guru Rusni tersebut mengajak kita untuk bingung ulama’ mana yang harus kita ikuti. Sampai pada akhirnya beliau menyarankan lebih baik kita kembali kepada Al-Qur-an dan Hadits.169

Dengan menggelorakan “kembali ke al-Qur’an dan Hadits” Tuan Guru Husni

perlahan berhasil meyakinkan masyarakat. Dengan menyampaikan argument

normatif bahwa segala yang tidak diperintahkan oleh Allah dan Rasulnya, maka itu

adalah bid’ah, dan bid’ah adalah sesat, dan sesat adalah neraka. Konskuensinya, jika

tidak menguasai suatu Masjid, maka mereka para Jama’ah Salafi harus mendirikan

Masjid sendiri. Alasan mereka orang-orang As-Sunnah adalah tidak ingin satu masjid

dengan jama’ah di luar golongan mereka karena selain mereka itu adalah ahlul

bid’ah, berbuat kemusyrikan karena kami ziarah kubur.170

167 Ustaz nawawi, Tokoh Agama, sekaligus Pimpinan Ponpes Islamiyah Bebidas, wawancara 7

Oktober 2018. 168 Amaq Ati, Pengurus Masjid Assunnah An-Nur, Lampit Bebidas, wawancara 21 Oktober 2018 169 Ustaz Nawawi, Tokoh Agama, wawancara, 11 September 2018 170 Ustaz Nawawi, Tokoh Agama, wawancara, 11 September 2018

Page 63: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

58

Pertambahan jumlah pengikut, menambah percaya diri jama’ah Salafi untuk

berdakwah dan menjadikan Masjid yang sudah ada sebagai basis dakwah. Setelah

berhasil mengambilalih Masjid An-Nur sebagaimana dijelaskan di atas, para ustaz

secara bebas dan terbuka menyampaikan doktrin sesuai dengan pemahamannya.

Pada awalnya dulu kami satu masjid akan tetapi, karena kami selalu disindir disetiap pengajiannya, ceramah, dan khotbah Jum’at. Maka dari itu, kami akhirnya mengalah untuk membuat masjid kami sendiri. Karena mereka adalah mayoritas di Desa Bebidas ini. masjid itu kan milik bersama tetapi, mayoritas itu yang lebih berhak berkuasa untuk mengambil alih masjid. Ketika dia yang menguasai, maka ketika itu dia yang menentukan wajah Islam itu sendiri.171 Masjid ini menurut amaq ati dulunya adalah masjib bersama, sejak masuknya assunnah ke desa ini, banyak jamaah yang menolak, namun sampai hari ini bisa bertahan dan menjadi tempat tetap jamaah melaksanakan ibadah. Awalnya penolakan sering terjadi, baik berupa saling sindir dan teguran lainnya. Penyelesaian masalah berjalan dengan sendirinya dan tidak ada penyelesaian baik secara hukum atau mediasi.172

Dulu pernah ada ketegangan bahwa merayakan maulid Nabi itu masih lebih

baik kita berzina katanya ketika itu ceramah dari salah satu Ustadz As-Sunnah

namanya Ustadz Masdar. Sampai pada akhirnya kami masyarakat yang lain di luar

aliran mereka nggk terima. Sehingga kami meminta mempertanggung jawabkan

tentang apa yang disampaikan oleh ustadz tersebut terkait maulid masih lebih baik

dari pada berzina. Ketika itu kami menantang mereka untuk melakukan debat

terbuka sampai kami menyuruh ustadz dari As-Sunnah itu membuka kitabnya.

Kebetulan Ustadz dari As-Sunnah itu pernah bersekolah di Madrasah kami. Sehingga

pada akhirnya mereka tak menghadiri debat tersebut.173

Kendala saya masuk ajaran As-Sunnah ini ketika itu, saya langsung

menyuruh murid saya untuk membakar kitab tarikat yang saya karang itu dan saya

mengatakan saya mengikuti As-Sunnah sekarang. Karena perkataan saya seperti

itu, murid saya sebagain menolah untuk mengikuti ajaran As-Sunnah dan tetap

kepada keyakinannya. Padahal sya mengatakan kepada mereka bahwa tarikat yang

171 Ustaz Nawawi, Tokoh Agama, wawancara, 11 September 2018 172 Amak Ati, Pengurus masjid Assunnah An-Nur Bebidas, wawancara 13 September 2018 173 Ustaz Nawawi, Tokoh Agama, pimpinan Ponpes Islamiyah Bagek Nayake, wawancara 5

Oktober 2018

Page 64: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

59

dulu saya ajarkan sebagian besar tidak punya dalil. Itu dalilnya dari akal saja. Tidak

dari Allah.174

Adapun terkait alasan kenapa tertarik untuk masuk ke dalam jamaah assunnah ada beberapa alasan, hal ini disampaiakan oleh amaq ati, warga dusun tibu lampit mengungkapkan, bahwa ajaran assunnah tidak berbeda dengan ajaran islam pada umumnya, hanya saja ada beberapa hal yang diluruskan oleh ajaran ini ungkapnya, yakni menghilangkan kebiasaan-kebiasaan yang sudah membudaya, namun tidak ada dalam ajaran yang diajarkan Rasulullaah, misalnya maulid, zikiran dan lain sebagainya. Ditanya terkait pengajian, terkadang ada ustad yang datang mengisi pengajian, terkadang juga pergi mengaji ke bagek nyaka setiap sekali dalam sepekan. Heruna, ketika ditanya apa yang menjadi hal menarik sehinggga ikut assunnah, ia mengaku mengenal assunnah dari media sosial, awalnya sering mendapatan kiriman video ceramah dan kajian-kajian assunnah. Di keluarganya hanya dia yang ikut dalam jamaah assunnah, sedangkan kedua orang tuanya tidak. Namun, hubungan kekeluargaan tidak ada yang terganggu sama sekali, walaupun ada beberapa keluaraga yang menantang ikut assunnah. Setiap pengajian, ia selalu mengikuti pengajian di bagek nyaka. Terkait kitab yang digunakan, ia tidak mengetahui persis kitab apa yang digunakan. Menurut Heruna, perbedaan ajaran assunnah dengan ajaran lainnya adalah ajaran ini berusaha mengembalikan kemurnian ajaran dengan tidak mengada-adakan ajaran yang tidak sesuai dengan ajara rasulullah. Pemuda yang pernah berkuliah di fakultas tehnik UNRAM inipun mengaku dirinya tertarik untuk mendalami ajaran assunnah, hal ini dilakukan dengan tetap mengikuti pengajian langsung di bagek nyaka di ustad yang sering mengisi pengajian.175

C. Konflik dan Pengerusakan Masjid Salafi: Kasus Suela Ketua Takmir, Masjid Ummu Sulaiman, Ustaz Rusli menuturkan:

Masjid Ummu Sulaiman ini pada awalnya Mushalla yang berdiri sekitar tahun 1987-an. Setelah itu, pada tahun 2014 dimulai pembangunan Masjid. Tapi ada penolakan dari masyarakat sekitar dikarenakan jama’ah kami kurang dari 40 orang untuk menunaikan shalat Jum’atan. Selain itu, kami dipandang kelompok minoritas dan dianggap ajaran yang menyimpang dari Islam. Pengerusakan masjid kami pada waktu itu diakibatkan masyarakat terprovokasi oleh kepala desa yang sebelumnya. Alhamdulillah, pemerintah dari Bangkespol dan Kemenag Lombok Timur memediasi konflik dan meninjau secara langsung lokasi pembangunan Masjid. Salah satu keputusan yang disepakati adalah kami diizinkan untuk membangun Masjid Ummu Sulaiman ini, dan selesai

174 Ustaz Syafi’, Tokoh Salafi dan Pimpinan Ponpes Anas bin Malik Bebidas, wawancara 13

Oktober 2018 175 Haeruna, Jama’ah Salafi, Wawancara, 13 Oktober 2018

Page 65: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

60

pembangunan pada tahun 2016. Kini kepala desa baru Desa Suela, bapak Eko sangat mendukung kami dan melindungi kami sebagai minoritas.176

Suela merupakan salah satu desa yang mejadi salah satu desa yang memiliki

pengikut jamaah assunah, tepatnya ada di dusun kopang satu. Adapun keberadaan

jamaah assunnah sempat menuai kontroversi, yakni ada warga yang menerima dan

ada juga yang menolak. Adapun keterangan Nasrimudiin menyatakan, tidak ada alas

an untuk melarang keberadaan jamaah assunnah, mereka masih seagama dan

ajarannya tidak ada yang menyimpang sama sekali, warga sekitar justru tidak ada

yang menolak, penolakan justru berasal dari pihak kecamatan dan pihak dusun lain.

Yang pantas kiita khawatirkan adalah anak-anak muda kita yang masih banyak

meminum minuman keras.

Adapun terkait keributan atau perusakan yag diisukan, mungkin kurang tepat

dikatakan perusakan, kaedaan sebenarnya adalah masjid mamang sengaja

diruntuhkan untuk dibangun kembali, keributan terjadi ketika kegiatan rapat

persiapan pembangunan, dan ada pihak yang tiba-tiba datang dan memicu keributan

dan membatalkan rapat lalu membawa bahan bangunan untuk pembuatan masjid

menjadi barang bukti, dan sampai saat ini bahan bangunan tersebut masih disimpan

di kantor camat suela sebagai barang bukti. Adapun keberadaan jamaah assunnah

sampai hari ini masih baik-baik saja dan bermasyarakat secara normal.

Sejarah masjid yang akan dijadikan masjid assunnah saat itu adalah merupakan

masjid jamaah, namun karena mayoritas masyarakat pindah domisili ke bawah maka

masjid yang lama tidak ada yang menempati, sedangkan warga juga sudah

membangun masjid baru sekitar tahun 1995, sejak saat itu masjid lama mulai disisi

dengan pengajian oleh jamaah assunnah. 1. Konflik/Ketegangan Sosial

Di Desa ini ada beberapa organisasi Islam seperti NW Pancor, NW Anjani,

selanjutnya ada namanya As-Sunnah. Khususnya As-Sunnah sempat terjadi

pengerusakan Masjid mereka. Isu utama pengerusakan masjid As-Sunnah itu

karena orang-orang/masyarakat sekitar masih tidak tau ajaran mereka. Mereka di

176 Ustaz Ramli, Takmir Masjid Ummu Sulaiman Suela, wawancara, 20 Oktober 2018.

Page 66: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

61

provokasi oleh kepala desa sebelum saya yang mengerakkan masyarakat untuk

merusak masjid mereka.

Konflik ini terjadi dikarenakan ajaran As-Sunnah ini mengharamkan yang

namanya Tahlil dan Maulid, mereka As-Sunnah kan mempunyai madzhab

masing-masing dan mempunyai landasannya. Kita juga begitu sebagai warga

NW. tetapi jangan malah perbedaan ini di buat menjadi arena konflik. Menurut

saya, As-Sunnah itukan tidak melanggar aturan Undang-Undang dan aturan

agama. Selama mereka masih bersyahadat, bermadzhab, tugas kita itulah sebagai

kepala desa mem- back up yang minoritas bukan malah membuangnya. Kita kan

Pancasila. Jangan nanti kalau dia As-Sunnah mengaku Islam tetapi tidak

mengakui Nabi Muhammad SAW sebagai Nabinya baru kita adili.

Kalau dilihat-lihat juga mereka itu lebih jujur orang As-Sunnah ini dari

pada kita-kita ini. ibadahnya menurut saya lebih bagus. Selama mereka

mengakui Allah sebagai Tuhan-Nya. Nabi Muhammad adalah Nabinya, Al-

Qur’an adalah kitab sucinya terus kita mau pertanyakan apalagi. Justru ini yang

harus menjadi pembelajaran untuk Ustadz-Ustadz kita ini untuk terus

memberikan pengajian kepada masyarakat sekitar. Kita ini malah disibukkan

oleh masalah-masalah politik.

Sejarah masuknya ajaran As-Sunnah di Desa Suela ini tidak terlalu lama.

Awalnya, dibawa oleh satu orang yang bernama Amaq Baiah (Al-Marhum) dia

adalah guru ngaji dulu, ya mungkin karena ia merasa nyaman dengan apa yang

dia yakini hingga pada akhirnya dia merasa inilah ajaran yang benar menurut

dia.

Terkait dengan pengerusan masjid beberapa tahun lalu diakibatkan karena

penyebab yang sederhana yaitu, orang-orang disekitar masjid yang kami bangun

terdapat beberapa tokoh-tokoh yang sudah terpandang diluar organisasi As-

Sunnah. Sehingga pada akhirnya ketika ada faham yang berbeda yang datang

disekitar mereka maka harus dirusakkan karena kami dianggap suatu kelompok

minoritas. Akan tetapi kami tidak menganjurkan melawan dengan cara

kekerasan, memaksa kehendak, dan apabila kami menempuh jalur hukum tidak

pernah dip roses dikarenakan kami adalah minoritas. Konflik-konflik ini

Page 67: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

62

disebabkan karena ada orang yang berperan dibalik layar sebagai dalang

pengerusakan masjid-masjid kami.

Jika kami dianggap sesat, apa definisi dari sesat tersebut? Jika kami

dikatakan tidak zikir, kami zikir. jika kami dikatakan kami tidak mengaji, kami

mengaji siang dan malam. Sampai hari ini tidak ada titik temu definisi dari sesat

tersebut. Jadi apa definisi sesat yang ditujukan kepada kami? Kalau kami tidak

shalat, kami shalat, puasa, mengaji, kitab kami Al-Qur’an, Tuhan kami Allah

SWT. Jadi apa arti sesat menurut mereka? Jika kami kaum As-Sunnah

ditanyakan arti sesat, kami bisa menjawab,sesat tidak mengamalkan Al-Qur’an,

Sunnah Rasul, tetapi malahan tuduhan itu selalu dialamatkan kepada kami.

Malahan ada penghasut masyarakat yang memprovokasi untuk

menghancurkan masjid-masjid kami. Kami seperti terdeskriminasi sementara

orang-orang yang mabuk-mabukan, judi, berzina, dan orang-orang kafir tidak

prnah mereka urus. Jadi mana lebih baik? Kami orang-orang yang shalat lima

waktu atau mereka yang mabuk-mabukan, judi, berzina, dan orang-orang kafir

dan mengapa orang seperti itu tidak pernah diusik.

D. Perang Speaker, Justifikasi dan Penegasian: Kasus “Masjid dalam” dan

Jamaludin Masjid yang ada di Desa Bagek Nyaka Santri, Kcamatan Aik Mal ini

berjumlah 3, dari tiga masjid yang ada dimilki oleh organisasi As-Sunnah,Jamaludin,

dan warga NU, NW yang bertepatan di Masjid tua yaitu Masjid Samsul Falah. Dari

tiga Organisasi ini, As-Sunnah,Jamaludin, Al-Manan yang memegang Faham NU

adalah satu Keluarga.

Terkait masjid yang ada di Bagek Nyaka Santri ini, awalnya masjid yang kita

miliki itu berjumlah satu yaitu masjid tua Samsul Falah yang digunakan untuk Shalat

berjamaah dan Jum’atan dan semua aliran keagamaan yang ada di Desa ini

berkumpul menjadi satu. Setelah itu mereka berpisah dikarenakan pemahaman yang

berbeda-beda terkait denga ibadah. Hingga pada akhirnya mereka membaut masjid

sendiri-sendiri. Khususnya masjid yang dimiliki As-Sunnah ini anggaran dananya

langsung dari Kuait yang mana dana tersebut dibuat untuk membangun masjid

langsung dikirim melalui rekening yayasan dan sebagian uangnya digunakan untuk

Page 68: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

63

membangun sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan ajaran As-Sunnah

seperti gedung Sekolah, Asrama, dan untuk kesejahteraan sosial mereka.177

E. Bentuk Fragmentasi Sosial

1. Pemutusan Hubungan Keluarga Dalam keluarga kami juga ada juga yang berbeda pemahaman yang

mengikuti aliran As-Sunnah tersebut. Dulu ketika ibu kami meninggal, saudara

kami yang mengikuti paham As-Sunnah ini tidak mengikuti tahlilan. Jika sholat

secara berjama’ah baru kami bersama-sama. Tapi terkadang dia berangkat ke

Masjid yang milik As-Sunnah tersebut. Karena kami beda pemahaman ya kami

harus saling menerima agar tidak menimbulkan perpecahan.

Ahya menuturkan,

Semenjak nenek saya mengikuti suaminya menjadi jama’ah Salafi, dia tidak lagi mau berinteraksi dengan bapak dan keluarga saya. Sangat saya sayangkan karena bapak saya dibesarkan oleh beliau. Berbagai kegiatan keluarga, tahlilan, maulidan, pengajian di Majlis ta’lim bapak saya dia tidak mau lagi. Dia termasuk yang paling aktif dalam kegiatan pengajian di Masjid Assunnah milik Salafi, bahkan dapat dikatakan kaki tangan para ustaz di Masjid tersebut. Tetapi kasus yang sejenis, seperti tidak tegur sapa antara orang tua dengan anak, antar saudara, antar tetangga, bahkan perceraian juga terjadi antara jama’ah Salafi dengan non-salafi dalam satu keluarga.178

Heruna, salah seorang Jama’ah Salafi menuturkan life history-nya menjadi

bagian dari Salafi dan tantangannya dalam keluarga. Ketika ditanya apa yang

menjadi hal menarik sehinggga ikut assunnah, ia mengaku mengenal assunnah

dari media sosial, awalnya sering mendapatan kiriman video ceramah dan kajian-

kajian assunnah. Di keluarganya hanya dia yang ikut dalam jamaah assunnah,

sedangkan kedua orang tuanya tidak. Namun, hubungan kekeluargaan tidak ada

yang terganggu sama sekali, walaupun ada beberapa keluaraga yang menantang

ikut assunnah. Setiap pengajian, ia selalu mengikuti pengajian di bagek nyaka.

Terkait kitab yang digunakan, ia tidak mengetahui persis kitab apa yang

digunakan. Menurut Heruna, perbedaan ajaran assunnah dengan ajaran lainnya

adalah ajaran ini berusaha mengembalikan kemurnian ajaran dengan tidak

177 Bahrudin, Kepala Desa Bagek Nyake, wawancara 5 September 2018

178 Ahya, Tokoh Agama Bagek Nyake, wawancara 2 Oktober 2018

Page 69: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

64

mengada-adakan ajaran yang tidak sesuai dengan ajara rasulullah. Pemuda yang

pernah berkuliah di fakultas tehnik UNRAM inipun mengaku dirinya tertarik

untuk mendalami ajaran assunnah, hal ini dilakukan dengan tetap mengikuti

pengajian langsung di bagek nyaka di ustad yang sering mengisi pengajian.179

2. Konflik

Pada awalnya, konflik yang pertama kali terjadi terkait dengan ajaran As-

Sunnah ini dilingkup keluarga terjadi perceraian dikarenakan dalam satu keluarga

menganut ajaran yang berbeda-beda misalnya, anaknya Jamaludin, Ibunya As-

Sunnah dan Bapaknya NU/NW. ketegangan dalam hal keagamaan ini diakibatkan

karena tiba-tiba ada ajaran yang belum mereka kenal terutama oleh masyarakat

pada umunya.

Selain itu, Kasus ketegangan/konflik jama’ah As-Sunnah dengan Jama’ah

yang lain dulu pernah terjadi terkait dengan pengeras Suara Masjid yang saling

berhadapan. Pada awalnya kami susah mendamaikan beberapa ajaran dikarenakan

pengajian yang saling menyindir satu sama lainnya. Sehingga untuk meredam

konflik tersebut, sebagai kepala Desa saya harus memindahkan alat pengeras

suara tersebut berlainan arah pada setiap Masjid yang ada di Desa ini.180

Terkait dengan konflik-konflik dengan organisasi lain semisalnya NW, NW

dan lain-lain itu tidak pernah karena disekitar kami banyak orang-orang NW, NU

dan lain-lain. dan disetiap pengajian kami di masjid-masjid kami menyampaiakan

apa yang perlu kami sampaikan sesuai dengan tuntunan AL-Qur’an dan Al-

Hadits. Jadi jika mau membantah kami, bantahlah Qur’an dan Hadits dan jangan

ke kami. Karena kami hanya membaca dan menyampaikan. Terkait dengan

pengerusan masjid beberapa tahun lalu diakibatkan karena penyebab yang

sederhana yaitu, orang-orang disekitar masjid yang kami bangun terdapat

beberapa tokoh-tokoh yang sudah terpandang diluar organisasi As-Sunnah.

Sehingga pada akhirnya ketika ada faham yang berbeda yang datang disekitar

mereka maka harus dirusakkan karena kami dianggap suatu kelompok minoritas.

Akan tetapi kami tidak menganjurkan melawan dengan cara kekerasan, memaksa

kehendak, dan apabila kami menempuh jalur hukum tidak pernah dip roses

179 Haeruna, Jama’ah Salafi Bebidas, wawancara 13 Oktober 2013 180 Bahrudin, Kepala Desa Bagek Nyake, wawancara 5 September 2018

Page 70: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

65

dikarenakan kami adalah minoritas. Konflik-konflik ini disebabkan karena ada

orang yang berperan dibalik layar sebagai dalang pengerusakan masjid-masjid

kami.181

Terkait masjid yang ada di Bagek Nyaka Santri ini, awalnya masjid yang kita miliki itu berjumlah satu yaitu masjid tua Samsul Falah yang digunakan untuk Shalat berjamaah dan Jum’atan dan semua aliran keagamaan yang ada di Desa ini berkumpul menjadi satu. Setelah itu mereka berpisah dikarenakan pemahaman yang berbeda-beda terkait denga ibadah. Hingga pada akhirnya mereka membaut masjid sendiri-sendiri.182

F. Masjid, Pembentukan Identitas Baru, dan Penguatan Eksistensi Bagi kelompok Salafi, Masjid bukanlah sekedar tempat ibadah yang suci, tetapi

juga merupakan wadah strategis untuk menyebarkan dan memelihara manhaj salaf

dari aneka praktik keagamaan yang menyimpang. Tuan Guru Manar menjelaskan,

Masjid-masjid yang bernaung di bawah Yayasan As-Sunnah punya Program untuk memberikan pengajian disetiap masjid-masjid yang kita bangun. Jadi, masjid-masjid ini disumbang oleh orang-orang dari Kwait dan mereka berpesan agar masjid-masjid yang dibangun dari uang sumbangan mereka digunakan untuk shalat lima waktu secara berjama’ah, shalat Jum’at, dan kami juga diminta masjid-masjid yang ada diisi dengan pengajian-pengajian, itulah fungsi dari masjid. Di mataram, juga kami sering mengisi pengajian-pengajian seperti di Lawata pada malam Kamisnya, Gedung Putih di depan Rumah Sakit Islam Mataram, dan juga ada kerja sama dengan Yayasan Hunafa’ di Mataram. Dan Yayasan Abu Hurairah. Terkait dengan konflik-konflik dengan organisasi lain semisalnya NW, NW dan lain-lain itu tidak pernah karena disekitar kami banyak orang-orang NW, NU dan lain-lain. dan disetiap pengajian kami di masjid-masjid kami menyampaiakan apa yang perlu kami sampaikan sesuai dengan tuntunan AL-Qur’an dan Al-Hadits. Jadi jika mau membantah kami, bantahlah Qur’an dan Hadits dan jangan ke kami. Karena kami hanya membaca dan menyampaikan.183

Terutama sektar tahun 80-an didaerah ini dulu sering terjadi konflik tawuran

dan sekarang Alhamdulillah udah tidak ada karena secara perlahan mereka mulai

menerima dan mau mengaji kepada kita.

181 Ustaz Sofyan, Tokoh Salafi, Pimpinan Ponpes Assunnah Bagek Nyake, wawancara 20

September 2018. 182 Bahrudin, Kepala Desa Bagek Nyake, wawancara 5 September 2018

183 Tuan Guru Manar

Page 71: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

66

Dalam penyebaran awalnya ajaran As-Sunnah ini dilakukan oleh TGH. Husni

kakak dari TGH.Manar Bagek Nyaka. Jadi dulu-dulu itu, sering terjadi konflik antar

organisasi seperti tawuran dan pengerusakan. Alhamdulillah karena perjuangan kami

dengan niat karena Allah SWT. mereka yang melakukan kekerasan disadarkan.

Program kegiatan masjid ini adalah setiap malam kami mengajar anak-anak mengaji. Kalau pengajian diadakan setiap satu bulan sekali dengan pengajar Ustadz Solihin adik dari Ustadz Mizan, setiap kurang lebih 6 Bulan sekali kami mendapat jadwal pengajian yang bertepatan pada hari sabtu. Selain itu, ada juga sekarang pengajian yang kami adakan sebagai program kami peribadi yaitu pengajian pada malam minggunya setiap bulan.184

G. Respon Islam Mainstream Rambahan paradigma ideologis teologis Salafi, dengan segera menuai reaksi

keras dari masyarakat yang selama ini memegang teguh sejumlah tradisi keagamaan

yang dipandang bid’ah oleh Salafi. Penyebaran doktrin manhaj salaf dipandang telah

dan akan terus merusak struktur keberagamaan masyarakat sasak yang selama ini

dipelihara. Klaim kebenaran (truth claim) dan klaim keselamatan (salvation claim),

dan penegasian dengan sebutan bid’ah dan “dlalalah” terhadap berbagai ritual dan

tradisi keagamaan mainstream, dirasakan sebagai sikap yang sangat berani dan

“provokatif” dalam menyebarkan misi puritan gerakan Salafi. Perbeaan ideologis dua

kelompok keagamaan ini melahirkan sejumlah tensi dan fragmentasi sosial di tingkat

lokal. Bahkan konflik fisik yang melibatkan sentiment teologis ideologis kerap

terjadi dalam sepuluh tahun terakhir.

Respon terbuka, dalam pengantar buku Perisai Ke-Aswaja-an Nahdlatul

Wathan, diberikan Tuan Guru M. Sahrullah Ma’shum, salah seorang Mustasyar PB

NW Pancor, dan Tuan Guru Sholah Sukarnawadi,salah seorang tokoh muda NW:

Demikian pula dalam mempertahankan keutuhan ahl Sunnah wa al-jama’ah peran beliau (Tuan Guru Zainuddin) tidaklah remeh. Sekte wahabi yang menjadi musuh bebuyutan ahl Sunnah wa al-jama’ah tidak berhasil melarikan diri dari genggaman tangan beliau. Melalui hizib NW, 17 kitab anti wahabi peringkat tertinggi dideklarasikan beliau sebagai kitan-kitab yang harus dimiliki dan dijiwai segenap warga NW.185 Saya sempat menyusun sebuah buku saku berjudul NW: No Wahabi. Buku ini tiada lain sebagai tameng ala kadarnya untuk mengantisipasi dan menghindari

184 Ustaz Ramli, Takmir Masjid Ummu Sulaiman Suela, wawancara, 20 Oktober 2018. 185Tuan Guru M. Nashrullah Ma’shum, Sambutan dalam H. Abdul Aziz Sukarnadi, Perisai Ke-

Aswaja-an Nahdlatul Wathan Membedah 17 Literatur Anti Wahabi Rekomendasi Pendiri NW (Yogyakarta: Samudera Biru, 2016), xi.

Page 72: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

67

virus-virus wahabi agar tidak merasuki tubuh NW. Sikap antipati terhadap wahabi sebetulnya tidak hanya diinspirasi oleh pendiri NW yang sangat menolak paham wahabi, melainkan juga dilandasi mufakat ulama ahl Sunnah wa al-jama’ah di seluruh dunia bahwa ideologi wahabi memang harus diwaspadai bahkan dijauhi sejauh-jauhnya dari segenap hamba Allah Swt. dan pengikut Rasulullah.186 Mengklaim diri sebagai pengemban tauhid otentik, gerakan Salafi segera

mempromosikan dirinya berasal dari haramain, dua tempat yang diberkahi, dimana

Nabi Muhammad hidup dan mengajarkan Islam. Bahkan lebih jauh Abd al-Salam al-

Sihimy mengklaim bahwa “Arab Saudi merupakan daulah salafiyah, di dalamnya

dakwah Salafi digaungkan, akidah pimpinannya salafiyah, dan karenanya

menunjunjung kitabullah dan sunnah Rasulullah”.187 Secara lokal posisi ini kerap

menjadi bagian terpenting dalam upaya legitimasi kebenaran isi dakwah oleh para

da’i kelompok Salafi.

Dalam perbedaan paham antara NU, NW, dengan ajaran Salaf/ As-Sunnah adalah dalam ajaran As-Sunnah yang paling kami tekankan adalah untuk mengamalkan Al-Qur’an dan Hadits Nabi sesuai dengan pemahaman-pemahaman ajaran Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Karena aliran Ahlussunah wal Jama’ah ini adalah dagangan paling laris. Setiap orang yang ingin terkenal pasti mengatakan bahwa diri mereka Ahlussunnah wal Jama’ah. Silahkan antum cari dimana dalil ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah yang merayakan maulid, lalu mengapa mereka mengatakan diri mereka Ahlussunnah Wal Jama’ah dan apa dalilnya.188 Terkait dengan ajaran As-Sunnah, sering datang kepada kami Perguruan Tinggi Pancor bertanya tentang ajaran As-Sunnah ini tentang penyebarannya. Kok bisa, TGH. Husni ini dalam jangka waktu yang singkat mampu merubah Aik Mal ini dari orang-orang yang memakai pakaian ”Kelemben”(Pakaian tradisional Sasak) hingga memakai pakaian Syar’i. sehingga Aik Mal ini bisa menjadi basis-basis organisasi besar. Sekitar tahun 80-an TGH.Husni datang ke Lombok dari Tanah Suci Makkah akan tetapi masih belum mengenalkan dan menyebarkan ajaran As-Sunnah dan lebih tepatnya TGH.Rusni memantau situasi masyarakat sekitar. Beliau kembali lagi ke Makkah. Baru kedatangannya yang kedua kali pada tahun 1990 TGH. Husni mulai menyebarkan ajaran As-Sunnah ke Masyarakat di Lombok dengan Pusat penyebarannya berada di Daerah Lombok Timur Kecamatan Aik Mal. Akan tetapi benturan-benturan itu terlalu berat dirasakan TGH. Husni dalam

186Tuan Guru Sholah, Sambutan dalam H. Abdul Aziz Sukarnadi, Perisai Ke-Aswaja-an Nahdlatul

Wathan Membedah 17 Literatur Anti Wahabi Rekomendasi Pendiri NW (Yogyakarta: Samudera Biru, 2016), xx.

187Abd al-Sala>m al-Sihimy, Kun Salafiyyan ‘ala al-J}a>ddah, 50-51. 188 Ustaz Sofyan, Pimpinan Ponpes Assunnah Bagek Nyake, wawancara, 9 September 2018

Page 73: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

68

berdakwah menyebarkan ajaran As-Sunnah yang berasal dari Keluarga maupun dari Masyarakat Sehingga beliau ingin kembali ke Makkah.

Akan tetapi, beberapa hari sebelum beliau kembali ke Makkah. Ada sebgian pengikut beliau yaitu orang-orang Suralaga, Lombok Timur meminta TGH. Rusni untuk tetap tinggal dan ditawari ssebidang tanah untuk mendirikan Pondok Pesantren untuk memotivasi TGH. Rusni agar tetap melanjtukan dakwahnya. Sehingga beliau berfikir ulang dan pada akhirnya menetapkan hati untuk tetap tinggal di Lombok dan melanjutnya perjuangan dakwahnya dalam menyebarkan Ajaran As-Sunnah tersebut.189

Nahdlatul Wathan bersama kelompok mainstream lainnya memandang bahwa

dakwah Salafi mengancam pola keberagamaan masyarakat yang sudah lama

tertanam. Klaim kebenaran dan keselamatan, dan penyesatan pelaku bid’ah

merupakan cara pandang yang menyulut tensi dan bahkan kekerasan antar Muslim di

Lombok. Sejauh identifikasi terhadap konflik keagamaan, setidaknya terdapat 14

konflik yang melibatkan kelompok Salafi dengan non-Salafi sepanjang 2004 sampai

2016 di Lombok. Pada tahun 2016 di Swela Lombok Timur misalnya, Masjid Salafi

dirusak masyarakat sekitar. Muhammad Tahir, tokoh setempat menuturkan

pengerusakan tersebut disebabkan karena masyarakat tidak membutuhkan Masjid

baru yang secara berdekatan dengan berada di Masjid umum yang sudah lama ada

dan digunakan masyarakat bersama. Selain itu, ajaran Salafi yang cenderung

memandang bid’ah terhadap ibadah-iabadah yang selama ini diamalkan masyarakat.

Namun demikian, menurut Tahir sudah berdiri Masjid-Masjid Salafi yang terpisah

dengan dengan masyarakat pada umumnya. Akhirnya, Masjid tidak semata-mata

sebagai tempat ibadah, juga simbol fragmentasi sosial internal Muslim.

Ketegangan dan konflik juga dapat diamati di beberapa tempat yang lain. Pada

tahun 2015 di Batukliang Lombok Tengah, tujuh jama’ah Salafi d iusir dari

kampung halamannya; pada tahun 2009 di Gunungsari Lombok Barat beberapa

pengikut Salafi dievakuasi pihak keamanan dan rumahnya dibakar oleh masyarakat

setempat. Pada tahun 2006 terjadi pengerusakan Sekolah Salafi di Kota Mataram.

Demikian juga Ponpes Ubay bin Ka’ab di Cakra Negara Mataram, menghadapi

penolakan oleh masyarakat setempat karenanya harus ditutup sejak 2015 hingga

sekarang. Konflik-konflik ini merupakan contoh yang mengindikasikan bahwa

189 Ustaz Sofyan, Pimpinan Ponpes Assunnah Bagek Nyake, wawancara, 8 September 2018

Page 74: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

69

ketegangan ideologis sudah mencapai high level contestation, dimana perbedaan

ideologis dipertentangkan secara fisik.

Di sisi lain, reaksi lokal terhadap ide-ide Salafi dalam bentuk berbagai konflik

tersebut, juga dapat dimengerti sebagai upaya kelompok dominan NW dalam

mempertahankan dominasinya. Sejak Salafi diperkenalkan tahun 1990-an, beberapa

pengikut NW mengalami konversi ke paham Salafi, dan bahkan sebagian menjadi

juru dakwah kelompok Salafi. H. Mahsun dan H. Said misalnya, dua tokoh Salafi

merupakan alumni pesantren NW. Setelah menjadi da’i Salafi, H. Mahsun pernah

diusir oleh warga di kampungnya, dan sudah lama tidak terlibat di dalam aktivitas

ibadah pada Masjid setempat. Hal yang sama juga terjadi pada H. Said tahun 2006,

Sekolah Bani Shaleh yang ia pimpin dirusak oleh masyarakat sekitar. Dua kasus

pengusiran dan pengerusakan dimana pengikut Salafi sebagai korbannya, merupakan

contoh dari beberapa kasus serupa lainnya di beberapa tempat lain di Lombok.

Semakin meningkatnya kepentingan untuk mengidentifikasi diri ke dalam

identitas ideologis, telah memperbesar distance dan potensi konflik internal yang

bersifat laten, dan kini diterjemahkan secara lokal. Merujuk pada berbagai konflik di

atas, dimana jama’ah Salafi menjadi objeknya, bukan semata-mata sebagai akibat

langsung dari isu teologis dan aktivitas dakwah, sebagaiman digambarkan Murdianto

dan Azwani di atas, -melainkan - juga melibatkan perebutan otoritas elit agama,

dimana tuan guru menjadi bagian di dalamnya. Menjadi jelas, kecenderungan

pengidentifikasian diri yang berbasis pada identitas ideologis, akan memperkuat

perebutan otoritas keagamaan, dan pada saat yang bersamaan memperkuat kontestasi

horizontal masyarakat Islam.

Fragmentasi identitas, - berikut implikasi sosiologisnya di atas bukanlah

fenomena yang khas masyarakat Lombok. Keterlibatan gerakan Salafi dalam

pembentukan identitas transnasional dan upaya mengkonstruksi otoritas keagamaan,

yang mengantarkannya vis a vis masyarakat lokal juga terjadi berbagai daerah

bahkan Negara.

Page 75: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

70

H. Faktor-faktor Fragmentasi 1. Faktor Teologis

Dulu pernah ada ketegangan bahwa merayakan maulid Nabi itu masih lebih

baik kita berzina katanya ketika itu ceramah dari salah satu Ustadz As-Sunnah

namanya Ustadz Masdar. Sampai pada akhirnya kami masyarakat yang lain di

luar aliran mereka nggk terima. Sehingga kami meminta mempertanggung

jawabkan tentang apa yang disampaikan oleh ustadz tersebut terkait maulid masih

lebih baik dari pada berzina. Ketika itu kami menantang mereka untuk melakukan

debat terbuka sampai kami menyuruh ustadz dari As-Sunnah itu membuka

kitabnya. Kebetulan Ustadz dari As-Sunnah itu pernah bersekolah di Madrasah

kami. Sehingga pada akhirnya mereka tak menghadiri debat tersebut.190

Salah seorang tokoh Salafi yang menyatakan bahwa paham Salafi bukanlah

mazhab atau paham baru, melainkan Islam itu sendiri, apa yang diajarkan adalah

sesuai dengan yang termaktub dalam al-Qur’an dan Sunnah, dan sesuai dengan

yang diajarkan oleh Nabi Muhammad. Berdasarkan pemaknaan ini, menurutnya,

tidak ada alasan, dan merupakan kesalahan besar orang Islam menolak paham

Salafi.191 Penolakan terhadap pandangan sebagai mazhab baru juga disebut al-

Aqldalam pendahuluan bukunya Islamiyah la Wahabiyah. Ia menjelaskan bahwa

“gerakan yang di bawa mujaddid Muhammad bin Abdul Wahab dan Muhammad

bin Sa’u>d bukanlah mazhab baru, melainkan manhaj islamiyah yang haq, yang

berjuang memelihara Islam dari syirik, bid’ah dan kesesatan, menghidupkan

sunnah, dan merupakan gerakan yang diberkahi.”192

Selain itu yang menjadi konflik selama ini adalah kata-kata mereka yang

paling menyakitkan adalah kata-kata yang mengunakan dalil:

وكل ضاللة فى النار, كل بدعة ضال لة

Sebenarnya itulah yang memicu konflik, itu yang membuat kita pecah belah dengah sesama. Mereka menafsirkan dalil itu terlalu sempit. Padahal mereka tidak menggunakan madzhab Syafi’i, tapi mereka mengunakannya. Setelah itu mereka mengatakan mengikuti Sunnah Rasul. Andaikan mereka mendalami ilmu tafsir, tasawuf, Fiqh, mungkin mereka tidak akan

190 Ustaz Nawawi, Tokoh Agama, pimpinan Ponpes Islamiyah Bagek Nayake, wawancara 5

Oktober 2018 191Ustaz Sufyan, tokoh Salafi, dan Pimpinan Ponpes Assunnah Lombok Timur, wawancara 20

September 2018 192Nashir bin Abd al-Karim al-‘Aql, Isla>miyah La Wahabiyah, 35.

Page 76: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

71

menggampangkan membid’ahkan orang. Khilafiyah ini juga ada pada masa Rasululah contoh dulu di Zaman Rasulullah SAW mengutus dua sahabat untuk pergi berdakwah. Pesan Rasul, nanti jika ada waktu shalat, cepatlah shalat. Singkat cerita, ada saat itu datanglah waktu shalat. Kedua sahabat bertayamum untuk shalat. Setelah itu selesai melakukan shalat mereka melanjutkan perjalanan, sahabat yang satu itu menemukan air, lalu ia berwudhu dan mengganti shalatnya yang tadi, lalu shabat yang satunya bergumam dalam hatinya “ nanti jika kembali di hadapan Rasulullah, saya akan melaporkan kejadian ini”. Tidak lama ketika itu mereka kembali ke Rasulullah dan sahabat yang tadi melaporkan kejadian itu. Ya Rasulullah, engkau pernah mengatakan pada kami jika ada waktu untuk shalat, bersegeralah, lalu kami bertayamum. Tapi saudaraku yang satu ini mengganti sholatnya ketika ia menemukan air. Lalu Rasul Menjawab, kalian berdua sama-sama benar. Kamu yang melakukan shalat dengan tayamum menjalankan Sunnah, saudaramu yang mengganti shalatnya ketika menemukan air mendapatkan dua pahala. Seperti itulah Rasulullah memimpin umatnya agar tidak terjadi perpecahan dan tidak ada yang saling menyalahkan. Tapi sekarang ini selalu menyalahkan.193

Jika kami dianggap sesat, apa definisi dari sesat tersebut? Jika kami

dikatakan tidak zikir, kami zikir. jika kami dikatakan kami tidak mengaji, kami

mengaji siang dan malam. Sampai hari ini tidak ada titik temu definisi dari sesat

tersebut. Jadi apa definisi sesat yang ditujukan kepada kami? Kalau kami tidak

shalat, kami shalat, puasa, mengaji, kitab kami Al-Qur’an, Tuhan kami Allah

SWT. Jadi apa arti sesat menurut mereka? Jika kami kaum As-Sunnah ditanyakan

arti sesat, kami bisa menjawab,sesat tidak mengamalkan Al-Qur’an, Sunnah

Rasul, tetapi malahan tuduhan itu selalu dialamatkan kepada kami. Malahan ada

penghasut masyarakat yang memprovokasi untuk menghancurkan masjid-masjid

kami. Kami seperti terdeskriminasi sementara orang-orang yang mabuk-mabukan,

judi, berzina, dan orang-orang kafir tidak prnah mereka urus. Jadi mana lebih

baik? Kami orang-orang yang shalat lima waktu atau mereka yang mabuk-

mabukan, judi, berzina, dan orang-orang kafir dan mengapa orang seperti itu tidak

pernah diusik.194

193 Ustaz Nurudin, Tokoh Agama, Mantan Guru Ponpes Assunnah Bagek Nyake, wawancara 14

Oktober 2018 194Ustaz Sofyan, Pimp inan Ponpes Assunnah Bagek Nyake, wawancara, 8 September 2018

Page 77: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

72

2. Persaingan Komunal Rambahan paradigma ideologis teologis Salafi, dengan segera menuai reaksi

keras dari masyarakat yang selama ini memegang teguh sejumlah tradisi

keagamaan yang dipandang bid’ah oleh Salafi. Penyebaran doktrin manhaj salaf

dipandang telah dan akan terus merusak struktur keberagamaan masyarakat sasak

yang selama ini dipelihara. Klaim kebenaran (truth claim) dan klaim keselamatan

(salvation claim), dan penegasian dengan sebutan bid’ah dan “dlalalah” terhadap

berbagai ritual dan tradisi keagamaan mainstream, dirasakan sebagai sikap yang

sangat berani dan “provokatif” dalam menyebarkan misi puritan gerakan Salafi.

Perbeaan ideologis dua kelompok keagamaan ini melahirkan sejumlah tensi dan

fragmentasi sosial di tingkat lokal. Bahkan konflik fisik yang melibatkan

sentiment teologis ideologis kerap terjadi dalam sepuluh tahun terakhir.

Tidak hanya ideologinya yang dianggap berbeda, kelompok Salafi juga

dikenal dengan atribut fashion-nya yang khas. Dengan menggunakan celana

setengah betis, gamis, dan memanjangkan jenggot, dan cadar gelap bagi

perempuan menjadi distingsi tersendiri. Hal ini dilakukan sebagai bentuk

menjalankan sunnah Nabi. Sekecil apapun sunnah yang pernah dicontohkan Nabi

harus kita laksanakan, termasuk aspek tata cara berpakaian dan penampilan. Etika

berpakaian bukanlah sekedar pilihan, melainkan kewajiban shar’i yang harus

djilankan. Banyak fitnah yang diarahkan ke Salafi, terutama terkait dengan ibadah.

Misalnya, dikatakan bahwa cara memandikan mayat hanya tiga percikan air, dan

cara pemakaman mayatnya diberdirikan. Ternyata fitnah semua.195 Demikian juga

Ustaz Sufyan menuturkan bahwa “terkait dengan pengerusan masjid beberapa

tahun lalu diakibatkan karena penyebab yang sederhana yaitu, orang-orang

disekitar masjid yang kami bangun terdapat beberapa tokoh-tokoh yang sudah

terpandang diluar organisasi As-Sunnah. Sehingga pada akhirnya ketika ada

faham yang berbeda yang datang disekitar mereka maka harus dirusakkan karena

kami dianggap suatu kelompok minoritas. Akan tetapi kami tidak menganjurkan

melawan dengan cara kekerasan, memaksa kehendak, dan apabila kami

menempuh jalur hukum tidak pernah dip roses dikarenakan kami adalah

195 Ustaz Ramli, Takmir Masjid Ummu Sulaiman Suela, wawancara 20 Oktober 2018

Page 78: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

73

minoritas. Konflik-konflik ini disebabkan karena ada orang yang berperan dibalik

layar sebagai dalang pengerusakan masjid-masjid kami.196

I. Akselerasi Gerakan Salafi: Media Pendukung 1. Bulettin al-Hujjah

Buletin Jum’at/mingguan al-Hujjah, sebagaimana dituturkan Ust. Johan

Saputra untuk pertama kalinya terbit pada tahun 2003, atas inisiasi Ust. Fakhrudin

(Mudir Ponpes Abu Hurairah) dan sekaligus sebagai Pimpred pertama. Penerbitan

bulletin ini dimotivasi oleh keinginan untuk berdakwah melalui media cetak yang

praktis, namun memiliki jangkauan yang luas. Sebelum dikelola oleh Ponpes Abu

Hurairah bulletin ini dikelola oleh bidang dakwah yayasan al-Hunafa Mataram.

Lebih jauh, Ust. Johan Saputra menjelaskan Buletin Al-Hujjah terbit dalam

satu kali dalam sepekan, yang didistribusikan setiap hari Jum’at. Dengan jumlah

oplah yang mencapai 6000 eksamplar per-edisi, buletin ini dapat menjangkau

NTB dan provinsi NTT. Umumnya bulletin ini didistribusikan di Masjid-Masjid,

kelompok pengajian, dan individu-invidu yang membutuhkan secara gratis.

Sebagaimana yang saya amati di beberapa Masjid yang berafiliasi dengan Salafi,

bulletin ini selalu disediakan di pintu masuk Masjid sebelum shalat Jumat dimulai.

Karena memang pembaca yang disasar adalah masyarakat umum.

Sedangkan tema-tema yang dimuat menurut Ust. Johan Saputra, tetap

seputar kajian Keislaman, terutama tentang tauhid, akhlak dan ibadah (mahdah

dan muamalah). Memperhatikan tema-tema yang diusung nampaknya aspek

tauhid dan akhlak cenderung memperoleh porsi yang lebih dominan. Semua

materi bulletin al-Hujjah dapat diakses di www.alhujjah.com

Buletin Jum’at/mingguan al-Hujjah, sebagaimana dituturkan Ust. Johan

Saputra untuk pertama kalinya terbit pada tahun 2003, atas inisiasi Ust. Fakhrudin

(Mudir Ponpes Abu Hurairah) dan sekaligus sebagai Pimpred pertama. Penerbitan

bulletin ini dimotivasi oleh keinginan untuk berdakwah melalui media cetak yang

praktis, namun memiliki jangkauan yang luas. Sebelum dikelola oleh Ponpes Abu

Hurairah bulletin ini dikelola oleh bidang dakwah yayasan al-Hunafa Mataram.

Lebih jauh, Ust. Johan Saputra menjelaskan Buletin Al-Hujjah terbit dalam

satu kali dalam sepekan, yang didistribusikan setiap hari Jum’at. Dengan jumlah 196 Ustaz Sufyan, tokoh Salafi, wawancara 8 September 2018

Page 79: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

74

oplah yang mencapai 6000 eksamplar per-edisi, buletin ini dapat menjangkau

NTB dan provinsi NTT. Umumnya bulletin ini didistribusikan di Masjid-Masjid,

kelompok pengajian, dan individu-invidu yang membutuhkan secara gratis.

Sebagaimana yang saya amati di beberapa Masjid yang berafiliasi dengan Salafi,

bulletin ini selalu disediakan di pintu masuk Masjid sebelum shalat Jumat dimulai.

Karena memang pembaca yang disasar adalah masyarakat umum.

Sedangkan tema-tema yang dimuat menurut Ust. Johan Saputra, tetap

seputar kajian Keislaman, terutama tentang tauhid, akhlak dan ibadah (mahdah

dan muamalah). Memperhatikan tema-tema yang diusung nampaknya aspek

tauhid dan akhlak cenderung memperoleh porsi yang lebih dominan. Semua

materi bulletin al-Hujjah dapat diakses di www.alhujjah.com

Ust. Johan Saputra juga menjelaskan bahwa pembiayaan penerbitan Buletin

al-Hujjah sebagian ditanggung oleh Ponpes Abu Hurairah untuk percetakan (Rp.

300/edisi), dan pembiayaan kertas dari “muhsinin” (donator), yaitu Ust.

Abdurrahman Hizam, Ketua Yayasan Al-Hunafa). Sehingga bulletin ini bertahan

hingga sekarang.

2. Radio SATU Radio Lombok FM

Pada awalnya SATU Radio Lombok di bentuk atas arahan dan inisiatif dari

Ust. Mizan Qudsiyah, yang merupakan pimpinan yayasan As-Sunnah dengan

beberapa pengurus lainnya atas dasar bahwa kajian-kajian keagamaan yang di

lakukan oleh para Ustadz salafi terbatas hanya bisa di dengarkarkan oleh jamaah

yang ikut pengajian di masjid Sulaiman Fauzan al-Fauzan saja tetapi harus bisa di

dengarkan oleh jamaah yang domisilinya jauh dari masjid dan tidak bisa hadir

dalam kajian tersebut atas dasar itulah SATU Radio Lombok di bentuk dan

ditunjuk Ustadz H. Muhibbin sebagai ketua pengelolanya.

SATU Radio telah terbentuk selama 5 tahun dan pada awalnya berbentuk

radio komunitas yang oleh pemerintah di beri alokasi frekuensi di 107.9 Mhz

yang jarak tempuhnya hanya 5 km dan daya mesin hanya 50 Watt. Hadirnya

siaran radio tersebut mendapat sambutan yang luar biasa dari jama’ah, sehingga

pengurus mempertimbangkan untuk beralih ke Siaran Swasta yang

Page 80: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

75

jangakauannya lebih luas sampai ke luar daerah dan radio komunitas inilah yang

menjadi cikal bakal terbentuknya SATU Radio Lombok.

Melalui Frekuensi baru di 106.7 Mhz radio komunitas tersebut hadir dengan

nama Radio Suara Qur’an, namun frekuensi ini hanya dipakai beberapa bulan

saja, karena adanya complain dari Radio Swasta lain yang berdempetan

dengan frekuensi 106.7 Mhz sehingga terjedi interference ( suara yang saling

tindih ). Akhirnya untuk melanjutkan Radio Suara Qur’an tersebut dan agar tidak

terjadi masalah interference lagi pihak pengelola mengajukan frekuensi lain

namun tidak ada dan telah terisi semua, sehingga jalan satu-satunya adalah dengan

membeli dan mengakuisisi radio lain yang sudah tidak aktif lagi. Pengelola radio

Suara Qur’an kemudian melobi ke pengurus SATU Radio Lombok yang

mengudara difrekuensi 105.4 Mhz dan tercapai kesepakatan dengan dewan

redaksi PT. Radio A-Best Lombok Perkasa (SATU Radio Lombok) untuk

merger manajemen dan format radio akan dirubah dari format radio siaran

hiburan/music menjadi radio siaran bertemakan Dakwah dengan visi menjadi

media dakwah Islam yang istiqomah menyampaikan tasfiyyah dan tarbiyyah

dengan senantiasa merujuk kepada pemahaman generasi pertama dan utama

ummat ini.

Saat ini SATU Radio sudah memiliki legalitas resmi dari komimfo pusat

dan jangkaunya lebih luas lagi bahkan sudah masuk dalam Jaringan Radio TV

Islam Indonesia dan bisa siaran live secara bersama-sama yang tergabung dalan

jariangan tersebut. Adapun sumber dana SATU Radio adalah dari para jamaah

dan juga dari percetakan dan iklan.

Adapaun program/materi siaran SATU Radio Lombok, diantaranya:

1. Siaran langsung pengajian di Masjid Sulaiman Fauzan Al-Fauzan Bagik

Nyaka yang diisi oleh asatidzah ahlussunnah

2. Siaran langsung kajian ilmiyah dari studio

3. Siaran langsung dialog interaktif permasalahan umum di masyarakat

4. Siaran dari radio luar yang tergabung dalam jaringan radio dan TV

Islam Indonesia

5. Materi kajian manhaj salaf dari CD/MP3 yang dibeli dari produsen

secara lepas

Page 81: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

76

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Masjid kini mengalami perluasan peran untuk tidak hanya sebagai tempat

ibadah, tetapi juga sebagai wadah pembentukan identitas dan ersaingan ideologis,

pencarian dan penguatan otoritas keagamaan elit kelompok keagamaan. Sehingga

tidak dapat dihindari kondisi ini berimplikasi terhadap terjadinya penguatan simbol

fragmentasi sosial, dimana antar kelompok saling menegasikan. Kehadiran kelompok

Salafi memberikan fenomena baru, dimana lahirnya Masjid-Masjid baru yang

berafiliasi dengan gerakan ini memperoleh apresiasi di satu sisi dan tensi di sisi lain.

Apresiasi karena memang Jama’ah dan Masjid Salafi mengalami pertumbuhan

terutama di Desa Bagek Nyake, Bebidas dan Suela. Sedangkan tensi, karena memang

sebagian besar Masjid baru Salafi kalau tidak diawali atau diikuti oleh tensi social,

baik konflik fisik, konflik ideologis, maupun tensi sosial. Kasus pendirian Masjid

Jamaludin Bagek Nyake, pengambil alihan Masjid Assunnah An-Nur Bebidas, dan

perusakan Masjid Ummu Sulaiman Suela membuktikan kecenderungan ini.

Bagi Salafi, fragmentasi sosial baik dalam bentuk konflik, pemutusan

hubungan kelaurga, perceraian, pemisahan Masjid, dan persaingan pengeras suara,

dan sejumlah tensi social lainnya, tidak dijadikan halangan dalam mengembangan

ekspansinya. Kondisi ini dipandang sebagai proses untuk membuktikan bahwa

membawa “kebenaran” memiliki rintingan. Dalam faktanya, di tengah penolakan

Islam mainstream gerakan Salafi tetap mengalami pertumbuhan, dan karenanya

semakin mengukuhkan eksistensinya, kelompok keagamaan yang siap bersaing.

Kemana arah dinamika ini selanjutnya, tentu sangat ditentukan oleh dinamika social

di masing-masing tempat.

B. Saran

Pergulatan internal Islam yang kini melibatkan Masjid menyisakan sejumlah

persoalan. Maka berdasarkan temuan dan hasil penelitian ini, ada beberapa saran

yang dapat dijadikan informasi kualitatif dan empiris sebagai salah satu aspek yang

dapat dipertimbangkan dalam membina kerukunan internal umat beragama. Pertama,

Page 82: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

77

dalam batas tertentu dibutuhkan intervensi Negara, tanpa menghilangkan keragaman

identitas komunal kelompok keagamaan. Setidaknya ada tiga hal yang perlu

dilakukan. (1) Dibutuhkan regulasi operasinal yang lebih spesifik untuk mengatur

ekspresi muatan ideologi di dalam Masjid, untuk tidak menyinggung satu aliran ke

aliran lain; (2) dibutuhkan kebijkan eksplisit dan pendekatan holistik yang

memastikan bahwa dakwah di Masjdi yang berlangsung sesuai dengan prinsip-

prinsip hikmah dan mauizah, bersifat terbuka; (3) Kerjasama yang lebih integratif

antara Kemenag dengan Ormas keagamaman harus semakin diintensifkan sesuai

dengan kebutuhan kontemporer. Kedua, Ormas keagamaan hendaknya menempatkan

Masjid sebagai wadah universal untuk setiap Muslim apapun kelompoknya. Sharing

ruang untuk saling berdialog sudah saatnya semakin dibuka dan intensif dilakukan.

Page 83: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

78

DAFTAR PUSTAKA

al-Suhaimy, Abd al-Salam ibn Salim. Kun Salafiyyan ‘ala al-Ja>ddah. Madinah al-

Nabawiyah, tp. 1423 H. Althusser, Louis. Ideology and Ideological State Apparatuses, in In Literary Theory:

An Anthology, Second edition, edited by Julie Rivkin and Michael Ryan, Maiden USA, Blackwell Publishing. 2004.

_________. On The Reproduction of Capitalism Ideology and Ideological State

Apparatuses. London: Verso, 1971. _________. Lenin and Philosophy and Other Essays. London: New Left Books,

1971. Alvi, Hayati. “The Diffusion of Intra-Islamic Violence and Terrorism: The Impact of

the Proliferation of Salafi/Wahabi Ideologies.” Middle East Review of International Affairs 18, (2), 2014.

Arzaki, Djalaludin, dkk. Nilai-nilai Agama dan Kearifan Budya Lokal Suku Bangsa

Sasak dalam Pluralisme Bermasyarakat: Sebuah Kajian Antthropologis-Sosiologis-Agamis. Mataram: Redam, 2001.

Azra, Azyumardi. Distinguishing Indonesian Islam Some Lessons to Learn, dalam

Jajat Burhanuddin dan Kees van Dijk (eds.), Islam in Indonesia Contrasting Images and Interpretations. Amsterdam: ICAS/Amsterdam University Press, 2013.

Badan Statistik NTB, Nusa Tenggara Barat dalam Angka tahun 2013. Burhanuddin, Jajat. “Redefening the Roles of Islamic Organizations in the Reformasi

Era”. Studia Islamika, Vol. 17, No. 2, 2010. Chaplin, Chris. Imagining the Land of the Two Holy Mosques: The Social and

Doctrinal Importance of Saudi Arabia in Indonesian Salafi Discourse, ASEAS – Austrian Journal of South-East Asian Studies, 7 (2). 2014.

Faizah, Pergulatan Teologi Salafi dalam Maenstream Keberagamaan Masyarakat

Sasak, Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 16, no. 2, 2012. H. Sudirman, Gumi Sasak dalam Sejarah (Bagian I). Lombok: KSU Primaguna-

Pusat Studi dan Kajian Budaya, 2012. Hefner, Robert W. “Public Islam and the problem of Democratization”.Sociology of

Religion : 62:4, 2001.

Page 84: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

79

_________. Islamic Schools, Social Movements, and Democrasy in Indonesia, dalam Robert W. Hefner (ed.) Making Modern Muslims the Politics of Islamic Education in Southeast Asia. Honolulu: University of Hawai Press, 2009.

Liow. Joseph Chinyong. "Muslim Identity, Local Networks, and Transnational Islam

in Thailand's Southern Border Provinces." Modern Asian Studies 45, no. 6 (11, 2011).

Maguerite G. Lodico, Dean T. Spaulding, Katherine H. Voegtle, Methods in

Educational Research From Theory to Practice. Fransisco: Jossey-Bass, 2010. Martin van Bruinessen, Contemporary Developments in Indonesian Islam Explaining

the “Conservative Turn.” Singapore: ISEAS, 2013. Meuleman, J. Dakwah, competition for authority, and development. Bijdragen Tot

De Taal-, Land- En Volkenkunde, 167 (2), (2011). Milles, Matthew B. dan A. Michael Huberman. Qualitative Data Analysis: A

Sourecbook of New Methods. Bavery Hills: Sage Publication, 1986. Montag, Warren. "Between Interpellation and Immunization: Althusser, Balibar,

Esposito." Postmodern Culture 22, no. 3 (05), 2012.. Murdianto dan Azwani, Dakwah dan Konflik Sosial Jama’ah Salafi di Gunungsari

Lombok Barat, Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 9, nomor 2, 2013. Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, 149 Noorhaidi Hasan, “The Salafi Madrasas of Indonesia,”dalam Farish A. Noor,

Yonginder Sikand Martin van Bruinessen (eds.), The Madrasa in Asia Political Activism and Transnational Lingkages. Amsterdam: Amsterdam University Press, 2007.

Northcott, Michael S. Sociological Approaches, dalam Peter Connoly (ed.)

Approaches to the Study of Religion, 193-194. Nuh, Nuhrison M. Kelompok Salafi di Kabupaten Lombok Barat, dalam Ahmad

Syafi’I Mufid (ed.), Kasus-Kasus Aliran/Paham Kegamaan Aktual di Indonesia. Jakarta: Balitbangdiklat Depag., 2009.

Rabasa, Angel M. "Islamic Education in Southeast Asia." Current Trends in Islamist

Ideology 2 (2005). _________. "Radical Islamist Ideologies in Southeast Asia." Current Trends in

Islamist Ideology 1 (2005). Saparudin, Pemutusan Hubungan Keluarga Berdasarkan Afiliasi Lembaga

Keagamaan, Laporan Penelitian Dosen Muda. DP2M Dikti, 2007.

Page 85: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

80

_________. Salafism, State Recognition, and Social Tension: New Trend Islamic

Education in Lombok. Ulumuna Journal of Islamic Studies, vol. 21, no. 1, 2017.

Singleton, Royce A. dan Bruce C Straits. Approaches to Social Research Thrid

Edition New York: Oxford University Press, 1999. Sofie, Anne Roald, Tarbiya: Education and Politic in Islamic Movement in Jordan

and Malaya , Lund Studies in History of Religius Vol. 3 (Lund, Routledge Taylor & Francis Group, 1994).

Tan, Charlene. Educative Tradition and Islamic school in Indonesia, Journal of

Arabic and Islamic Studies, 14 (2014). Wahid, Abdurrahman (ed.). Ilusi Negara Islam Ekspansi Gerakan Islam

Transnasional di Indonesia. Jakarta: Wahid Institut, Maarif Institut dan Gerakan Bhineka Tunggal Ika, 2009.

Wahid, Din. Nurturing The Salafi Manhaj: A Studi of Salafi Pesantren in

Contemporay Indonesia, Dissertation. Utrecht University Nederland, 2014. Wiener, Antje. “The Quality of Norms is What Actors Make of It Critical

Constructivist Research of Norms”, Journal of International Law and International Relation, Vol. 5, No. 1, (2009).

_________. A Theory of Contestation. New York: Springer, 2014. Wiktorowicz, Quintan. “The Salafi Movement in Jordan.” International Journal of

Middle East Studies 32, (2), 2000.

Page 86: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

JADWAL PENELITIAN Penelitian ini akan dilakukan selama tujuh bulan dengan perincian sebagai

berikut:

Jenis Kegiatan Bulan

I II III IV V VI VII

Penulisan Proposal

Pengumpulan Data

Pemetaan dan Analisis Data

Penulisan Laporan Sementara

Seminar Progress Report

Penyempurnaan Laporan

Publikasi Hasil Penelitian

*Jadwal tersebut bersifat fleksibel sesuai dengan kebutuhan di lapangan

Page 87: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

TIM PENELITI

Ketua :

Nama : Dr. Saparudin, M.Ag NIP : 197810152007011022 Pangkat/Golongan : Penata Tk. I (III/d) Jabatan Fungsional : Lektor Tempat Tanggal Lahir : Lombok Tengah, 15 Oktober 1978 Jenis Kelamin : Laki-laki Instansi Tempat Kerja : Fak. Tarbiyah dan Keguruan UIN Mataram Bidang Keahlian : Sosiologi Pendidikan Islam Alamat : Jl. Taebah No. 21 Kekait Gunungsari Lombok Barat Nomor Telepon/HP : 081805200441 Emil : [email protected]

Latar Belakang Pendidikan : Jenjang Program/Kosentrasi Tahun Selesai Perguruan Tinggi

S1 Pendidikan Agama Islam 2001 IAIN Mataram

S2 Pendidikan Islam 2004 Univ. Muhammadiyah Malang

S3 Pendidikan Islam 2017 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengalaman Penelit ian : Tahun JudulPenelit ian Status Sumber Dana

2017 Perkembangan Dakwah Salafi di Indonesia

Asisten Peneliti PPIM UIN Jakarta

2016 Salafism, State Recognition, and Social Tension: New Trends Islamic Education in Lombok

Ketua PIES Project –Australian National University

2015 Infilterasi Ideologi Transnasional dalam Pendidikan Islam: Studi Sekolah Salafi di Lombok

Ketua Diktis Kemenag RI

2014 Bias Ideologi dalam Konstruksi Bahan Ajar Keislaman Studi pada Lembaga Pendidikan NU dan Muhammadiyah

Ketua DIPA IAIN Mataram

2006 Konversi Prilaku Kebegaramaan Masyarakat Islam di Lombok

Ketua DP2M Dikti Diknas (Penelitian Dosen Muda)

2007 Pemutusan Hubungan Keluarga Berdasarkan Afiliasi Lembaga Keagamaan di Lombok Timur

Ketua DP2M Dikti Diknas (Penelitian Dosen Muda)

2010 Penyelenggaraan Perguruan Tinggi Anggota DIPA IAIN Mataram

Page 88: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

Pesantren dan Implikasinya terhadap Perubahan Orientasi Santri di Ponpes Qamarul Huda Loteng

2011 Relevansi Status Akreditasi terhadap Peningkatan Tata Kelola MA Swasta di Lombok Barat

Ketua DIPA IAIN Mataram

2012 Pemetaan Kajian Pendidikan Islam pada Berkala Ilmiah di IAIN Mataram

Ketua DIPA IAIN Mataram

Anggota:

Nama : Dr. Emawati, M. Ag NIP : 197705192006042002 Pangkat/Golongan : Penata Tk. I (III/d) Jabatan Fungsional : Lektor Tempat Tanggal Lahir : Klaten 19 Mei 1977 Jenis Kelamin : Perempuan Instansi Tempat Kerja : Fak. Tarbiyah dan Keguruan UIN Mataram Bidang Keahlian : Pemikiran Pendidikan Islam Alamat : Jl. Neptunus Raya C/78, BTN BHP Labuapi Lombok Barat Nomor Telepon/HP : 08175745131 Emil : [email protected]

Latar Belakang Pendidikan : Jenjang Program/Kosentrasi Tahun Selesai Perguruan Tinggi

S1 Bahasa dan Sastra Arab 1999 IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

S2 Pendidikan Islam 2003 IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

S3 Studi Islam 2018 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Karya Ilmiah dan Penelitian:

Tahun Judul Penelit ian Status Sumber Dana

2010 Pengembangan Model Bahan Ajar Bahasa Arab Inklusi Tafsir Maudhu’i untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi Bahasa Arab mahasiswa PTAI.

Anggota Diktis Kementerian Agama

2010 Pengembangan Paket Pendidikan Nilai dalam Mata Pelajaran Pendidikan

Ketua DIPA IAIN Mataram

Page 89: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

Agama Islam (PAI) pada Tingkat Sekolah Dasar di Kota Mataram.

2011 Hadith dan Sunnah: Landasan Tradisi Dalam Islam (Analisis Historis Terminologis), artikel dalam Jurnal Ulumuna, Vol. x, No. 2, Juli-Desember 2011.

Ketua -

2013 Pengembangan Model Pembelajaran Gramatika Bahasa Arab Berbasis Al-Qur’an di Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Iain Mataram.

Ketua DIPA IAIN Mataram

2014 Partisipasi Masyarakat Muslim Desa Sesaot Kecamatan Narmada dalam Upaya Pelestarian Hutan.

Ketua DIPA IAIN Mataram

2006 Menemukan Makna Aurat dalam Tafsir Al- Qur’an Klasik dan Kontemporer, artikel dalam Jurnal Ulumuna, Vol. x, No. 2, Juli-Desember 2006.

Ketua -

2007 Filsafat Pendidikan Islam, Diktat Bahan Ajar untuk Jurusan PAI, Fakultas Tarbiyah, Tahun 2007.

Ketua -

2009 Pembelajaran Bahasa Arab, Diktat Bahan Ajar untuk Program Kualifikasi PGMI, Fakultas Tarbiyah, Tahun 2009.

Ketua -

2010 Al-Mar’ah fi Riwa>yah Maut al-Rajul al-Wahi>d ‘ala al-Ardh li Nawa>l al- Sa’dawi, (Dira>sah Tahli>liyyah Ijtima>’iyyah fi al-Adab), artikel dalam Jurnal Qawwam, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2010.

Ketua -

ANGGARAN BIAYA (terlampir)

Page 90: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

Log Book Kegiatan Penelitian 2018

Nama Ketua : Dr. Saparudin, M. Ag

No Registrasi Proposal : 171020000008426

Jenis Penelitian : PDPPS

Judul Penelitian : Masjid dan Fragmentasi Sosial : Pencarian Eksistensi Salafi di Tengah Mainstream Islam di Lombok Tahun 2018

No Tanggal Kegiatan Data yang diperoleh

Dokumen Penting

1 5 Juli 2018 Observasi ke Desa Bagik Nyake dan Suela

Lokasi masjid salafi di desa-desa tersebut

Nama-nama masjid jamaah salafi

2 5 September 2018

Wawancara dengan Bapak Kades Bagik Nyake dan TG Manar dan dokumentasi.

Keterangan mengenai dinamika gerakan salafi dalam masyarakat Desa Bagik Nyake dan Perkembangan Ponpes Jamaludin

rekaman wawancara dan foto dokumen wawancara dan profil Desa Bagik Nyaka

3 7 September 2018

Wawancara dengan TG Manar

Penjelasan tentang kronologi pendirian Ponpes Jamaludin dan fungsi masjid Jamaludin

Rekaman wawancara dan foto dokumen wawancara

4 8 September 2018

Wawancara dengan Ust. Sofyan

Keterangan mengenai sejarah awal dakwah Salafi di Lombok Timur.

Rekaman wawancara dan foto dokumen wawancara

5 9 September 2018

Wawancara dengan Ust. Sofyan

Keterangan mengenai kronologi pertumbuhan gerakan Salafi di Lombok Timur .

Rekaman wawancara dan foto dokumen wawancara

Page 91: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

6 11 September 2018

Wawancara dengan Ust. Nawawi dan Amaq Ati

Keterangan mengenai penyebaran Salafi di Desa Bebidas.

Rekaman wawancara dan foto dokumen wawancara

7 20 September 2018

Wawancara dengan Ust. Sofyan dan Observasi kegiatan keagamaan masyarakat di Desa Karang Baru.

Penjelasan tentang Masjid dan konflik dalam masyarakat Bagek Nyaka.

Rekaman wawancara dan foto dokumen wawancara dan catatan lapangan tentang kegiatan keagamaan masyarakat Desa Karang Baru

8 1 Oktober 2018 FGD Masukan pengayaan data

Daftar Hadir FGD

9 5 Oktober 2018 Wawancara dengan Ust. Nawawi dan observasi lokasi masjid An-Nur.

Penjelasan tentang latar belakang berdirinya masjid An-Nur di Desa Bebidas

Rekaman wawancara dan foto dokumen wawancara dan kegiatan masyarakat di masjid An-Nur

10 6 Oktober 2018 Wawancara dengan Ahya

Keterangan mengenai ihwal perbedaan pemahaman dalam satu keluarga dalam masyarakat Bagek Nyaka.

Rekaman wawancara dan foto dokumen wawancara

11 7 Oktober 2018 Wawancara dengan H. Sudirman dan Ust. Nawawi

Keterangan mngenai pengembalian fungsi masjid sebagai mushalla dan penjelasan tentang pengambil alihan masjid umum oleh jamaah Salafi di

Rekaman wawancara dan foto dokumen wawancara

Page 92: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

Desa Bebidas.

12 13 Oktober 2018 Wawancara dengan Husna, Ust. Syafi’, dan Ust. Sabri Hadi dan observasi di Masjid Sulaiman Al-Fauzan Bagek Nyaka

Keterangan mengenai kendala penyebaran Salafi di Bebidas dan informasi mengenai pendirian Masjid Sulaiman Al-Fauzan Bagek Nyaka.

Rekaman wawancara dan foto dokumen wawancara dan Kegiatan keagamaan di Masjid Sulaiman Al-Fauzan.

13 14 Oktober 2018 Wawancara dengan Ust. Nurudin

Keterangan mengenai konsep bid’ah sebagai sumber konflik

Rekaman wawancara dan foto dokumen wawancara

14 20 Oktober 2018 Wawancara dengan Ust. Sofyan, Ust. Syafi’, dan Ust. Ramli

Tentang pengerusakan masjid Salafi di Desa Suela dan Pembangunan Masjid Ummu Sulaiman.

Rekaman wawancara dan foto dokumen wawancara

15 21 Oktober 2018 Wawancara dengan Amaq Ati dan observasi kegiatan di masjid……

Penggantian nama Masjid An-Nur menjadi Masjid As-Sunnah An-Nur di Desa Bebidas dan kegiatan keagamaan jamaah Salafi di Masjid tersebut.

Rekaman wawancara dan foto dokumen wawancara dan hasil pengamatan kegiatan keagamaan.

Page 93: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

Saparudin Saparudin: Thank you for submitting the manuscript, "MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL: Penguatan Eksistensi Salafi di Tengah Mainstream Islam di Lombok" to Analisa: Journal of Social Science and Religion. With the online journal management system that we are using, you will be able to track its progress through the editorial process by logging in to the journal web site: Manuscript URL: https://blasemarang.kemenag.go.id/journal/index.php/analisa/author/submission/694 Username: saparudin If you have any questions, please contact me. Thank you for considering this journal as a venue for your work. Noviani Analisa: Journal of Social Science and Religion ________________________________________________________________________ Analisa http://blasemarang.kemenag.go.id/journal/index.php/analisa

Page 94: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

1

Artikel Hasil Penelitian

MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL: Penguatan Eksistensi Salafi di Tengah Mainstream Islam di Lombok

Oleh:

Dr. Saparudin, M.Ag Dr. Emawati, M.Ag

PUSAT PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA

MASYARAKAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM

TAHUN 2018

No. Reg. 171020000008426/PDPPS

Page 95: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

2

MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL: Penguatan Eksistensi Salafi di Tengah Mainstream Islam di Lombok

Saparudin197 Emawati198

Abstract: Penguatan eksistensi Salafi yang diwujudkan dalam penyebaran dan pemisahan tempat ibadah dengan kelompok Muslim mainstream memiliki resistensi sosial. Pembangunan Masjid baru Salafi kerap disertai ketegangan sosial dan konflik. Studi ini bertujuan untuk menganalisis petumbuhan Masjid-Masjid Salafi dan pembentukan identitas ideologis - dalam dan melalui Masjid, dan implikasi sosiologisnya terhadap terjadinya fragmentasi sosial masyarakat Islam sekitar Masjid. Selaras dengan isu ini, maka dipandang relevan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dan sosiologi dijadikan sebagai cognitive framework. Berdasar kecenderungan empiris studi ini menunjukkan bahwa Masjid kini mengalami pergeseran untuk tidak hanya sebagai tempat pembentukan identitas ideologis tertentu, juga sebagai wadah pencarian dan penguatan otoritas keagamaan elit komunal kelompok keagamaan. Di sisi lain, fragmentasi sosial tidak lagi terbatas karena perbedaan paham keagamaan, tetapi lebih jauh kontestasi dan proses peneguhan eksistensi komunal dalam mengontrol otoritas keagamaan dan masyarakat Islam. Bagi Salafi, memiliki Masjid sendiri bermakna secara teologis menjaga manhaj salaf, Islam murni bebas dari bid’ah, dan secara ideologis bermakna memiliki ruang untuk menanamkan dan menyebarkan prilaku keagamaan sesuai dengan paham yang dianutnya.

Kata-Kata Kunci: Salafi, Masjid, konflik, ideologi keagamaan, puritan, manhaj salaf

LATAR BELAKANG

Reformasi yang digulirkan sejak 1998 membuka ruang bagi gerakan keagamaan

untuk mengekspresikan dan mengembangkan identitas ideologisnya di ruang publik.

Hasil analisis Bruinessen199, dan Hefner200 menunjukkan bahwa kebangkitan gerakan

keagamaan sejak reformasi menandai semakin beragamnya corak dan oreintasi gerakan,

baik yang bersifat demokratis, progressif maupun konservatif, dan bahkan radikal.

197 Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Mataram, email. [email protected] 198 Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Mataram, email. [email protected] 199Martin van Bruinessen, Contemporary Developments in Indonesian Islam Explaining the

“Conservative Turn” (Singapore: ISEAS, 2013), 21-53. 200Robert W. Hefner, Islamic Schools, Social Movements, and Democrasy in Indonesia, dalam

Robert W. Hefner (ed.) Making Modern Muslims the Politics of Islamic Education in Southeast Asia (Honolulu: University of Hawai Press, 2009), 55-98. Lihat jugaRobert W. Hefner.“Public Islam and the problem of Democratization”.Sociology of Religion (2001): 62:4, 491-514.

Page 96: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

3

Bahkan gerakan Islam transnasional semisal Salafi, Hizbut Tahrir Indonesia, Jama’ah

Islamiyah, Tarbiyah Ikhwan al-Muslimin dan Jama’ah Tabligh, dan sejumlah kelompok

semisal Forum Komunikasi Ahlu-Sunnah Wal-Jama’ah (FKASWJ), Lasykar Jihad,

Front Pembela Islam (FPI) juga mendapat momentum untuk tumbuh.201 Lebih jauh,

menurut Meuleman kondisi ini semakin mengintensifkan rivalitas antar kelompok

gerakan keagamaan, yang melibatkan sentiment ideologis lintas Negara.202

Di tengah keragaman di atas, kelompok Salafi, - sebagaimana yang akan

ditunjukkan merupakan salah satu kelompok keagamaan yang memiliki dinamika yang

unik. Meski memperoleh tantangan dan resistensi dari kelompok Islam mainstream

yang sudah mapan, namun tetap memiliki progress dan sebaran yang tinggi di tengah

keragaman tersebut.203 Gerakan Salafi menghadirkan corak baru pola keberagamaan di

Indonesia. Meski secara kuantitatif masih menjadi kelompok minoritas, namun Masjid

dan lembaga pendidikan yang berafiliasi dengan salafi terus tumbuh dan memberikan

implikasi terhadap perubahan social keagamaan di Indonesia.204

Dalam konteks Lombok, meski tidak diketahui secara pasti kapan gerakan Salafi

diperkenalkan di daerah ini, - dengan menandaskan diri pada manhaj salaf,205 kelompok

ini berkembang secara signifikan, dan terlibat secara aktif dalam pembentukan struktur

dan kultur keberagamaan masyarakat Sasak.206 Merasa memperoleh legalitas normatif

generasi salaf al-sha>leh, kelompok ini meneguhkan dirinya sebagai gerakan Islam

murni, untuk memurnikan keberislaman masyarakat. Tidak heran jika dalam praktiknya,

kelompok ini mengusung apa yang disebut Charlene Tan sebagai sectarian brand of

wahabisme207 untuk purifikasi dan menegasikan pola keberagamaan kelompok lain.

201Azyumardi Azra, Distinguishing Indonesian Islam Some Lessons to Learn, dalam Jaja t

Burhanuddin dan Kees van Dijk (eds.), Islam in Indonesia Contrasting Images and Interpretations. Amsterdam: ICAS/Amsterdam University Press, 2013), 72-73.

202Meuleman, J. (2011). Dakwah, competition for authority, and development. Bijdragen Tot De Taal-, Land- En Volkenkunde, 167(2), 236.

203 Saparudin, Salafism, State Recognition, and Social Tension: New Trend Islamic Education in Lombok. Ulumuna Journal of Islamic Studies, vol. 21, no. 1, 2017.

204Robert W. Hefner, Islamic Schools, Social Movements, 91. 205Abd al-Salam ibn Salim al-Sahimy, Kun Salafiyyan ‘ala al-Ja>ddah (Madinah al-Nabawiyah,

tp. 1423 H.), 50-51. 206Sasak merupakan suku asli masyarakat Lombok. Berdasarkan temuan bukti-bukti arkeologis

prasejarah Gumi Sasak, asal-usul suku Sasak adalah ras Mongoloid di Asia Tenggara, pencampuran dari suku Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Bali, dan Nusa Tenggara. Lihat H. Sudirman, Gumi Sasak dalam Sejarah (Bagian I), (Lombok: KSU Primaguna- Pusat Studi dan Kajian Budaya, 2012), 1, 16.

207Charlene Tan, Educative Tradition and Islamic school in Indonesia, Journal of Arabic and Islamic Studies, 14 (2014):47-62. 60

Page 97: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

4

Di tengah stereotype negatif dan resistensi dari kelompok mainstream Nahdlatul

Wathan (NW) dan Nahdlatul Ulama (NU), gerakan Salafi menunjukkan dinamika dan

memperoleh apresiasi yang semakin tinggi dari masyarakat. Hal ini ditandai tidak hanya

perkembangan jumlah Masjid dan lembaga pendidikan yang diselenggarakan, juga

jumlah pengikut yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Beberapa lembaga

pendidikan, seperti Ponpes: Abu Hurairah, Ubay bin Ka’ab dan Imam Syafi’i Mataram;

Abu Zar al-Ghifari, dan Abu Abdillah Lombok Barat, al-Sunnah, al-Manar, al-Shifa’,

Anas bin Malik dan Jamaludin Lombok Timur; dan Abu Darda di Lombok Tengah,208

dapat disebut sebagai beberapa contoh yang memberikan akselerasi gerakan Salafi.

Tumbuh di tengah kultur keberagamaan mainstream NW dan NU, gerakan Salafi

menempatkan Masjid sebagai wadah dan networking gerakan utama, di samping

lembaga pendidikan. Penempatan Masjid sebagai basis gerakan sebagaimana diamati

Chaplin, secara sosiologis dan teologis memiliki implikasi psikologis, tidak hanya

dipandang tempat sakral juga aktivitas di dalamnya merupakan ibadah. Ustaz Abdullah,

Pimpinan Ponpes Assunnah, dan Ustaz Syafi’, Pimpinan Ponpes Anas bin Malik

Lombok Timur menuturkan tidak kurang dari 90 Masjid Salafi tersebar di Lombok

dalam 15 tahun terakhir. Meskipun jumlah ini tidak signifikan jika dibandingkan jumlah

Masjid yang mencapai 3.928209 di daerah ini, namun jumlah ini akan terus bertambah

bersamaan dengan semakin besarnya dukungan Arab Saudi dan semakin opensif dan

intensifnya dakwah Salafi di tempat ini.

Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator

pertumbuhan proponen, lebih dari itu juga pembentukan identitas ideologis baru

masyarakat sasak. Konskuensinya, jika tidak dapat mengontrol aktivitas keagamaan di

suatu Masjid, maka kelompok Salafi bersikukuh memiliki Masjid tersendiri, terpisah

dari Masjid masyarakat sekitar pada umumnya, meskipun secara geografis berdekatan.

Sehingga dalam satu dusun di beberapa desa dapat dengan mudah ditemui sejumlah

Masjid yang saling berdekatan dengan tipologi jama’ah dan paham keagamaan yang

berbeda. Label “Masjid Salafi” atau “Masjid Wahabi” kerap diperlawankan dengan

“Masjid Umum”. Memiliki Masjid sendiri bermakna secara teologis menjaga manhaj

salaf, Islam murni bebas dari bid’ah, dan secara ideologis bermakna memiliki ruang

208 Saparudin, Salafism, State Recognition, and Social Tension: New Trend Islamic Education in

Lombok. Ulumuna Journal of Islamic Studies, vol. 21, no. 1, 2017, 81- 90. 209Badan Statistik NTB, Nusa Tenggara Barat dalam Angka tahun 2013 , 223.

Page 98: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

5

untuk menanamkan dan menyebarkan prilaku keagamaan sesuai dengan paham yang

dianutnya. Pada gilirannya, Masjid hanya akan memperkuat eksistensi ideologis dan

menjadi sarana yang ampuh dan instrumen legimitasi sektarian kelompok tertentu.

Sikap puritan Salafi yang diwujudkan dalam pemisahan tempat ibadah dengan

kelompok Muslim mainstream memiliki resistensi sosial. Sebagian besar dari

pembangunan Masjid baru Salafi selalu disertai ketegangan sosial dan konflik. Sejauh

identifikasi awal, setidaknya ada 14 konflik keagamaan yang melibatkan Salafi dengan

mainstream Islam Lombok, dimana Masjid Salafi kerap menjadi objek. Semakin

meningkatnya tensi sosial yang melibatkan sentiment teologis-ideologis, dimana

perusakan Masjid dan rumah, serta pengusiran jama’ah Salafi kerap terjadi. Dampak

lebih jauh, sejumlah kasus pemutusan hubungan sosial dan pemutusan hubungan

keluarga antara anak dengan orang tua, antar saudara, dan perceraian karena perbedaan

afiliasi paham keagamaan dan pilihan Masjid, kini menjadi fenomena baru. Pada

akhirnya, masyarakat dipisahkan berdasarkan afiliasi paham keagamaan dan Masjid.

Terjadinya fragmentasi sosial di atas, tidaklah semata-semata dipengaruhi isu

teologis perbedaan paham keagamaan, sebagaimana temuan Chaplin,210 Liow,211

Wiktorowicz,212 Alvi,213 Murdianto dan Azwani,214 Fauziah,215 dan Nuhr ison M.

Nuh.216 Lebih dari itu, juga kontestasi pembentukan dan peneguhan eksistensi komunal

Salafi di tengah mainstream. Perbedaan paham keagamaan kini berkembang ke rivalitas

kelompok untuk mengontrol otoritas keagamaan dan masyarakat. Hal ini dilakukan

bersamaan dengan semakin konfidennya kelompok Salafi atas dukungan ideologis dan

finansial sejumlah donatur Timur Tengah dalam melakukan dakwah. Pada saat yang

bersamaan, bagi NW dan NU, perkembangan Salafi merupakan rival ideologis bahkan

210Chaplin, Chris. 2014. Imagining the Land of the Two Holy Mosques: The Social and Doctrina l

Importance of Saudi Arabia in Indonesian Salafi Discourse, ASEAS – Austrian Journal of South-East Asian Studies, 7 (2).

211Joseph Chinyong Liow, "Muslim Identity, Local Networks, and Transnational Islam in Thailand's Southern Border Provinces." Modern Asian Studies 45, no. 6 (11, 2011): 1383-421.

212Wiktorowicz, Quintan. 2000. “The Salafi Movement in Jordan.” International Journal of Middle East Studies 32, (2).

213Hayat Alvi. 2014. “The Diffusion of Intra-Islamic Violence and Terrorism: The Impact of the Proliferation of Salafi/Wahabi Ideologies.” Middle East Review of International Affairs 18, (2), 380.

214Murd ianto dan Azwani, Dakwah dan Konflik Sosial Jama’ah Salafi di Gunungsari Lombok Barat, Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 9, nomor 2, 2013.

215Faizah, Pergulatan Teologi Salafi dalam Maenstream Keberagamaan Masyarakat Sasak, Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 16, no. 2, 2012.

216Nuhrison M. Nuh, Kelompok Salafi di Kabupaten Lombok Barat, dalam Ahmad Syafi’I Mufid (ed.), Kasus-Kasus Aliran/Paham Kegamaan Aktual di Indonesia (Jakarta: Balitbangdiklat Depag., 2009).

Page 99: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

6

ancaman baru. Sebagai kelompok dominan yang telah lama menjadikan tradisi sebagai

ekspresi keislaman, NU dan NW memandang bahwa penegasian Salafi ini adalah sikap

provokatif dan mengabaikan perbedaan paham keagamaan. Ketegangan semakin terasa

ketika terjadinya konversi sejumlah jamaahnya ke Salafi,217 dan adanya beberapa

Masjid yang awalnya berafiliasi dengan dua Ormas tersebut kini berada di bawah

kontrol elit Salafi.

Berdasarkan realitas di atas, riset statement yang diajukan adalah Masjid kini

mengalami pergeseran untuk tidak hanya sebagai tempat pembentukan identitas

ideologis tertentu, juga sebagai wadah pencarian dan penguatan otoritas keagamaan elit

komunal kelompok keagamaan. Bahkan Masjid menjadi simbol fragmentasi sosial,

dimana antar kelompok saling menegasikan dan membangun sterotype negatif di

dalamnya pada tingkat lokal. Di sisi lain, fragmentasi sosial tidak lagi terbatas karena

perbedaan paham keagamaan, tetapi lebih jauh kontestasi dan proses peneguhan

eksistensi komunal dalam mengontrol otoritas keagamaan dan masyarakat Islam. Studi

ini difokuskan untuk menganalisis petumbuhan Masjid-Masjid Salafi, pembentukan

identitas ideologis di dalamya, dan implikasi sosiologisnya terhadap terjadinya

fragmentasi sosial masyarakat Islam sekitar Masjid.

METODE PENELITIAN Sesuai isu yang dikaji, studi ini menggunakan metode kualitatif dengan

pendekatan fenomenologi dan sosiologi sebagai perspektif analisis. Relevansi metode

kualitatif karena menitikberatkan pada fenomena sosial yang melibatkan pemaknaan,

pengalaman keagamaan, keyakinan, dan interaksi social subyek yang diteliti. 218

Fenomenologi dipandang relevan karena yang dikaji adalah konstruksi yang

mengandung pemaknaan dan manifestasi ideologi keagamaan yang tercermin dalam

prilaku, aktivitas dan interaksi ideologis di dalam Masjid Sedangkan pendekatan

sosiologi yang memberikan perhatian pada hubungan interaksi dan konstruksi sosial,219

digunakan untuk melihat bagaimana relasi, interaksi dan kontestasi dalam pencarian

217Saparudin, Pemutusan Hubungan Keluarga Berdasarkan Afiliasi Lembaga Keagamaan, Laporan Penelitian Dosen Muda. DP2M Dikti, 2007.

218Maguerite G. Lodico, Dean T. Spaulding, Katherine H. Voegtle, Methods in Educationa l Research From Theory to Practice (Fransisco: Jossey-Bass, 2010), 142-143.

219Michael S. Northcott, Sociological Approaches, dalam Peter Connoly (ed.) Approaches to the Study of Religion, 193-194.

Page 100: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

7

eksistensi Salafi dalam mengkonstruk dan mempertahankan identitas ideologisnya.

Adanya interaksi baik dalam bentuk justifikasi maupun penegasian dan konflik sebagai

respon mainstream Islam terhadap dinamika Salafi merupakan alasan utama mengapa

pendekatan sosiologi dipandang relevan. Selanjutnya, dua pendekatan ini diguanakan

untuk menganalisis pergulatan Salafi dengan Islam mainstream melalui Masjid, masing-

masing Masjid Jamaludin Bagek Nyaka, Masjid Assunnah Ummu Sulaiman Suela, dan

Masjid Assunnah An-Nur Bebidas Lombok Timur.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dinamika Salafi di Lombok

Dalam konteks Lombok, tidak dapat diketahui secara pasti sejak kapan gerakan

Salafi untuk pertama kalinya diperkenalkan di daerah ini. Selain karena minimnya

kajian-kajian tentang gerakan ini, juga fenomena Salafi dipandang sebagai realitas yang

relatif baru dibandingkan dengan NW, NU, dan Muhammadiyah. Hasil pelacakan jejak

kelompok ini, Tuan Guru Husni (alm.) Bagek Nyake Lombok Timur dipandang sebagai

tokoh utama yang pertama kalinya memperkenalkan Salafi di Lombok pada tahun

1989.220 Tuan Guru Husni adalah sosok yang dibesarkan di lingkungan keluarga NU.

Orang tuanya Abdul Manan adalah salah seorang tuan guru yang kharismatik dan

disegani. Tuan Guru Husni menghabiskan masa mudanya untuk belajar dan sebagai

tenaga pengajar di Mekkah. Perbedaan setting sosial ini, Tuan Guru Husni memperoleh

tantangan dari orang tuanya sendiri, ketika mencoba memperkenalkan ideologi Salafi

untuk pertama kalinya. Implikasinya, ia tidak diperkenankan mendakwahkan paham

keagamaannya, kecuali ia (orang tuanya) telah meninggal dunia.

Ponpes Al-Manar, yang didirikan tahun 1989 oleh Tuan Guru Husni diyakini

sebagai Lembaga pendidikan pertama yang berafiliasi dengan dengan gerakan Salafi,

dan menjadi tempat reproduksi kader salafi di masa-masa selanjutnya. Berpusat di Aik

Mel Lombok Timur, Tuan Guru Husni dipandang orang pertama dan berhasil

220Tuan Guru Manar, tokoh Salafi, Pimpinan Ponpes Jamaludin, wawancara , 7 September 2018.

Tuan Guru Manar adalah saudara Tuan Guru Husni yang memiliki memiliki peran dan kontribusi dalam pengembanagn Salafi di Lombok melalui Ponpes Jamaludin Bagek Nyake.

Page 101: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

8

meletakkan dasar-dasar gerakan Salafi di daerah ini,221 dan mempengaruhi lahirnya

Masjid dan lembaga-lembaga pendidikan Salafi di berbagai tempat.

Sekitar tahun 80-an Tuan Guru datang ke Lombok dari Tanah Suci Makkah akan tetapi masih belum mengenalkan dan menyebarkan ajaran As-Sunnah. Beliau kembali lagi ke Makkah. Baru kedatangannya yang kedua kali pada tahun 1990, Tuan Guru Husni mulai menyebarkan ajaran As-Sunnah ke Masyarakat di Lombok dengan pusat penyebarannya berada di Daerah Lombok Timur Kecamatan Aik Mal. Akan tetapi penolakan dan benturan-benturan dari masyarakat dan keluarga itu terlalu berat dirasakan sehingga beliau ingin kembali ke Mekkah untuk kedua kalinya. Akan tetapi, beberapa hari sebelum beliau kembali ke Makkah. Ada sebagian pengikut beliau yaitu orang-orang Suralaga, meminta Tuan Guru Rusni untuk tetap tinggal dan ditawari ssebidang tanah untuk mendirikan Pondok Pesantren untuk memotivasi TGH. Rusni agar tetap melanjtukan dakwahnya. Sehingga beliau memutuskan untuk tetap tinggal di Lombok dan melanjutnya perjuangan dakwahnya dalam menyebarkan ajaran As-Sunnah tersebut.222

Meskipun Salafi untuk pertama kalinya diperkenalkan di Lombok Timur, namun

akselarasi perkembangannya juga dari Mataram, Lombok bagian Barat. Hadirnya

yayasan al-Hunafa Lawata Mataram dengan Masjid Aisahnya, mendorong pertumbuhan

gerakan Salafi di daerah ini. Sejak tahun 2002, yayasan al-Huanafa ini

menyelenggarakan pondok pesantren Abu Hurairah. Sepanjang tahun 2002 sampai

dengan 2006 Ponpes ini telah berhasil mendirikan lembaga pendidikan formal dalam

berbagai tingkatan dan jenisnya, baik dari TK hingga SMA. Pembangunan Ponpes ini

ditopang oleh adanya pembiayaan dari donatur Timur Tengah dan Arab Saudi, melalui

lembaga Ihya Al-Turath yang berpusat di Kwait. Hingga tahun 2017, setidaknya Ponpes

Abu Hurairah menerima bantuan Rp. 7,5 M dari lembaga ini. Namun lebih dominan

komponen pembiayaan hanya terbatas pada bangunan fisik 223 sampai dengan penelitian

ini dilakukan, tercatat 2.309 siswa mengenyam pendidikan di Ponpes ini.224

Doktrin Salafi: Penegasian dan Distingsi Sosial Keagamaan Menandaskan diri pada manhaj salaf, gerakan Salafi berkembang secara

signifikan, dan terlibat secara aktif dalam pembentukan struktur dan kultur

221Ustaz Sofyan, tokoh Salafi, wawancara , 9 September 2018. 222 Ustaz Sofyan, Tokoh Salafi, wawancara 9 September 2018 223Fakhruddin Abdurrahman, Ketua Ponpes Abu Hurairah Mataram, wawancara 19 November

2014. 224Dokumen Data Lembaga dan Santri Ponpes Abu Hurairah 2014.

Page 102: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

9

keberagamaan masyarakat sasak. Pemaknaan manhaj salaf yang merujuk kepada

generasi salafal-s}a>leh (sahabat Nabi, tabi’i>n, dan tabi’in al-tabi’i>n), yang

dipandang memperoleh legalitas normatif,225 kelompok ini meneguhkan dirinya sebagai

gerakan Islam murni, untuk memurnikan keberislaman masyarakat.Bahkan mereka

menyebut dirinya sebagai kelompok gerakan yang diberkahi, melihara Islam dari segala

syirik, bid’ah dan kesesatan, yang wajib diikuti.226 Gerakan Salafi mengidentifikasi

dirinya sebagai Islam murni, Islam yang benar (haq), dan gerakan dakwah yang

memperoleh tuntunan langsung dari Nabi.227 Dengan menandaskan diri pada hadith

Nabi “sebaik-baik manusia adalah zamanku, kemudian sesudah mereka, dan kemudian

sesudah mereka”228 dan al-Qur’an Surat at-Taubah ayat 100,229 secara lokal gerakan

Salafi menegasikan dirinya dengan kelompok mainstream. Atas dasar justifikasi ini,

mereka secara terbuka dan massif di berbagai media cetak dan online menyatakan

“menolak salaf berarti menolak Islam, cinta salaf berarti cinta Islam, benci salaf berarti

membenci Islam” bahkan “membenci salaf berarti membenci Nabi Muhammad”.230

Sebagaimana gerakan Salafi di tempat lain, isu bid’ah231 tidak hanya menjadi

term teologis di kalangan Salafi yang secara sosiologis sebagai bentuk penegasian,

225Sejumlah ayat al-Qur’an yang dijadikan legitimas i: Qs . at-Taubah:100, al-Maidah:3; Qs. al-

Zukhruf:56; dan sejumlah hadith Nabi seperti man ‘amila ‘amalan laisa ‘alaihi amruna fahua raddun (muttafaqun ‘alaih), kullu muh}dathatin bid’ah wa kullu bid’atin d}ala>lah wakullu al-d}ala>lah fi al-na>r (HR. Bukhari), dan lain-lain yang berkaitan dengan kemuliaan masa Sahabat dan Tabi’in, tentang syirik dan bid’ah, dan sebagainya yang dipandang relevan. Lebih detil lihat Abd al-Sala>m al-Sahimy, Kun Salafiyyan ‘ala al-Ja>ddah (Madinah al-Nabawiyah, tp. 1423 H.), Waza>rah al-Tarbiyah wa al-Ta’li>m, Sharah Kitab Tauh}id Lishikh Muh}ammad ibn Abdul Wahab Lis}af al-Awwal al-Mutawa>sit} (Riyad: Markaz al-Tatwi>r al-Tarbawy: 2007), Waza>rah al-Tarbiyah wa al-Ta’li>m, al-Tauh}id Lis}af al-Awwal al-Thana>wiyah (Riyad:Waza>rah al-Ma’a>rif, 1999).

226Nashir bin Abd al-Karim Al-‘Aql, Isla>miyah La> Wahabiyah (Saudi: Da>r al-Fad}ilah, 2007), 35.

227Abd al-Sala>m al-Sihimy, Kun Salafiyyan ‘ala al-Ja>ddah, 38-39, lihat juga Waza>rah al-Tarbiyah wa al-Ta’li>m, al-Tauhi>d (Riyadh: Waza>rah al-Ma’arif, 1999), 9-10.

,Al-Bukhari, al-Jami’ al-S}ah}ih (Beirut: Da>r Ibn Kathirخیر الناس قرني ثم الذین یلونھم ثم الذین یلونھم 2281987), no.3450. Selanjutnya dimaknai al-quru>n mufad}d}alah, yaitu masa para sahabat Nabi, ta>bi’i>n , dan atba> al-ta>bi’i>n.Lihat Abd al-Razak al-Dawish, Fata>wa al-Lajnah al-Da>imah, Jilid 2, 242-243. Abd al-Sala>m al-Sihi>my, Kun Salafiyan ‘ala al-Ja>ddah, 72-73.

229 ضى هللا عنھ حسن ر وھم بإ واألنصار والذین اتبع مھجرین لون من ال ون األو وا ع والسبق ت م ورض نھ وأعدلھم جنھر ألن آ أبدا تجرى تحتھا ا یھ ن ف Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari)خلدیgolongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya).

230Abu Muslih, Lebih Dekat Mengenal Manhaj Salaf (Jogjakarta: tp, 1427 H). Berbagai pernyataan yang sejenis, dan penegasiannya terhadap kelompok Islam lain disebarluaskan diberbagai media cetak dan online semisal www.salafy.or.id, www.majalahsyariah.com, maktabah salafy press, dan lain-lain.

231Kata bida’ah memiliki dua kata dasar, yaitu al-bad’u dan al-ibda’yang keduanya mengandung makna terjadinya sesuatu tanpa contoh sebelumnya, sesuatu yang baru, yang dibuat-buat. Karena itu

Page 103: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

10

namun juga menjadi distingsi dengan kelompok lain. Lebih jauh, isu bid’ah

dipertautkan dengan klaim kebenaran dan klaim keselamatan kerap berbenturan dengan

faham mainstrem lebih akomodatif terhadap budaya lokal. Dengan menandaskan diri

pada hadith Nabi “man ‘amila ‘amalan laisa ‘alai>hi amruna> fahua raddun”232

kelompok Salafi meneguhkan pandangan dan pendiriannya sebagai pembawa Islam

yang murni. Hal ini sebagai salah satu manifestasi dari tiga karakter utama gerakan

Salafi, yaitu pertama, menolak segala bentuk pemikiran yang bernuansa filsafat, kalam,

dan tasawuf. Kedua, menentang secara tegas dan keras segala hal yang dianggap bid’ah,

shirik dan khurafat. Ketiga, sebagai kelanjutan dari karakter pertama, Salafi menolak

penafsiran bi al-ra’yi yang menekankan pada rasionalitas.233

Salah seorang tokoh Salafi, Mizan Qudsiyah menyatakan, istilah bid’ah

sebagaimana dipahami kelompok Salafi adalah cara baru yang sengaja dibuat-buat

dalam menjalankan agama sehingga menandingi syari’at Islam (yang sudah ditetapkan),

dengan maksud berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah.234 Tema ini sejalan

dengan pokok-pokok pikiran manhaj salaf yang: pertama, menitikberatkan pada tauhid

uluhiyah (menggerakkan seluruh bentuk ibadah hanya kepada Allah); kedua,

menitikberatkan pada perbaikan akidah, karena perbaikan akidah inilah yang pertama

kali dilakukan oleh Nabi; ketiga, selalu mengedepankan wahyu al-Qur’an dan Sunnah

atas akal manusia.235 Lebih lanjut, Mizan membagi bid’ah dalam dua macam, yaitu

bid’ah h}aqiqiyah dan bid’ah id}a>fiyah. Bid’ah h}aqiqiyah adalah bid’ah yang tidak

dibangun di atas satu dalil syari’at pun, baik dari kitabullah, as-Sunnah, atau ijma, serta

bid’ah umum dimaknai sebagai praktik keagamaan yang dianggap baru dan tidak berdasarkan pada ajaran Islam. Dalam kajian Salafi, istilah ini sering d isandingkan dengan ahl al-hawa>’, yaitu kelompok yang menandaskan pemikiran dan praktik keagamaan pada hawa nafsu. Kedua istilah selanjutnya disebut ahl al-bid’ah wa al-ahwa>’ yang dalam praktiknya dipertentangkan dengan manhaj salaf, lihat Abd al-Sala>m al-Sihimy, Kun Salafiyyan ‘ala al-Ja>ddah, 91-92. Lihat juga Abd al-Razak al-Dawish, Fata>wa al-Lajnah al-Da>imah, Jilid 2, 461.

232Artinya: barang siapa yang beramal tidak atas perintah kami, maka tertolak (Muttafaqun ‘alaih). Lihat Abd al-Sala>m al-Sihimy, Kun Salafiyyan ‘ala al-Ja>ddah, 95. Diperkuat potongan hadith كل محدثة setiap yang baru adalah bid’dah, dan setiap yang bid’ah adalah sesat”. Meski“ بدعة وكل بدعة ضاللةinterpretasi terhadap hadith ini masih diperdebatkan, namun sudah populer menjadi landasan justifikas i kalangan puritanis, semisal Salafi. Lihat Nashir bin Abd al-Karim al-‘Akl, Isla>miyah La Wahabiyah (Saudi: Da>r al-Fad}ilah, 2007), 35, 143.

233Muhammad Imarah, Thayya>rat al-Fikr al-Isla>m (Kairo: Da>r al-Syuru>q, 1995), 254. Lihat juga Abd al-Sala>m al-Sihimy, Kun Salafiyyan ‘ala al-J}a>ddah.

234Mizan Qudsiyah, Kaidah-Kaidah Penting Mengamalkan Sunnah (Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i, 2013), 37. Buku ini merupakan bahan ajar yang digunakan pada mata pelajaran Manhaj di MA Plus Abu Hurairah, d imana penulisnya sendiri merupakan salah seorang di madrasah ini.

235Fakhruddin Abdurrahman, Pimpinan Pospes Abu Hurairah, wawancara 19 November 2014. Lihat juga Abd al-Sala>m al-Sihimy, Kun Salafiyyan ‘ala al-Ja>ddah.

Page 104: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

11

tidak pula merujuk pada kaidah para ulama dalam menetapkan hukum, baik secara

global maupun terperinci. Jadi, murni dibuat-buat tanpa contoh sebelumnya dalam

syari’at. Beberapa praktik keagamaan yang termasuk dalam kategori ini menurut Mizan

adalah perayaan maulid Nabi, memperingati isra’ mi’raj, mengingkari ijma, dan

berkeyakinan bahwa imam bersifat maksum, dan bid’ah-bid’ah lain yang tidak pernah

diajarkan oleh Rasulullah dan para sahabat.236

Sedangkan bid’ah id}a>fiiyah merupakan bid’ah yang dibangun di atas dalil

namun menjadi salah kaprah dalam memahaminya, sehingga melahirkan hal-hal baru di

dalam syari’at. Dalam hal tertentu, sebagai akibat pemahaman yang keliru lahirlah

sesuatu yang bisa dikatakan sebagai bid’ah haqiqiyah karena hanya berlandaskan

syubhat, bukan dalil. Bid’ah jenis ini menurut Mizan masih banyak ditemui, seperti

pengkhususan puasa pada hari Jum’at, pengkhususan umrah pada bulan Rajab, berzikir

secara berjama’ah, dan berbagai praktik lainnya.237 Kendati doa dan zikir adalah amal

ibadah yang paling utama, ibadah itu harus didasari oleh sikap ittiba>’ Nabi dengan

konsisten, bukan dengan mengada-ada atau bid’ah. Dengan mengutip pendapat Ibnu

Taimiyah, Jawas menekankan bahwa menggunakan hizib atau wirid yang berasal dari

tuan gurunya, tanpa ada contoh dari Nabi merupakan perbuatan sangat aib dan

tercela.238 Lebih rinci Ibnu Taimiyah menyebutkan beberapa contoh bid’ah yang kerap

terjadi yaitu perayaan maulid Nabi, Isra’ dan Mi’raj, Nisfu Sha’ban, Tahlil dan baca al-

Qur’an untuk orang yang telah meninggal, membesarkan suara bershalawat kepada

Nabi, zikir berjam’ah, dan kegiatan semisalnya.239

Menurut Mizan, di antara dua macam bid’ah di atas – kendatipun keduanya

sama-sama memperoleh dosa, tetapi dosa bid’ah haqiqiyah jauh lebih besar. Karena

murni ciptaan pelakunya dan menyimpang dari syari’at, tanpa ada dalil syar’i yang

menjadi landasan syubhatnya. Pola keberagamaan ini menurut Abd al-Salam al-Sihimy,

merupakan praktik ahl al-bid’u>n dan al-ahwa>’ yang menyalahi manhaj ahl al-

sunnah wa al-jama>’ahdan memecah belah umat Islam. Ia menegaskan,praktik

keagamaan yang tidak dilandaskan kepada al-Qur’an dan Sunnah, dan hanya mengikuti

236Mizan Qudsiyah, Kaidah-Kaidah Penting Mengamalkan Sunnah, 38 237Mizan Qudsiyah, Kaidah-Kaidah Penting Mengamalkan Sunnah, 39. Pembagian bid’ah yang

lain lihat Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Kitab Tauhid (Jakarta: Yayasan Al-Sofya, 1424 H), 137-138. 238Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Doa dan Wirid Mengobati Guna-Guna dan Sihir Menurut al-

Qur’an dan al-Sunnah, cet. 24 (Jakarta: Pustaka Imam Syafi’ i, 2014), 6-7. 239Abd al-Razak al-Dawish, Fata>wa al-Lajnah al-Da>imah, Jilid 2, 462-464.

Page 105: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

12

pandangan nenek moyang dan akal, dan menggunakan hadith-hadith d}ai>f, dan

menerapkan ta’wil merupakan ciri-ciri kelompok ini.240 Oleh karena itu, - dengan

berlandaskan pada hadith Nabi Kullu muh}dathatin bid’ah, wa kullu bid’atin d}ala>lah,

Abdullah Al-Fauzan secara tegas menyatakan bahwa bid’ah dalam agama adalah

haram.241Oleh karena itu menolak dan mengingkarinya, dan menjauhi (hajr) pelakunya

merupakan kewajiban.242

Terhadap orang pelaku bid’ah, dalam prinsip manhaj salaf menurut Mizan

adalah membenci, tidak simpatik, tidak berteman, tidak sudi mendengarkan ucapan,

dan tidak berdiskusi dengan mereka. Ini dilakukan sebagai sikap menjaga

pendengaran dari ucapan-ucapan bathil ahli bid’ah yang dapat menimbulkan was-

was dan merusak aqidah. Berdasarkan prinsip ini, maka menimba ilmu terhadap

mereka adalah sesuatu yang dilarang.243

Maka salah satu kriteria seseorang yang harus dijauhi adalah pelaku bid’ah, “karena dalam diri ahli bid’ah terdapat bahaya penularan bid’ah dan keburukannya”, bahkan “berteman dengannya adalah racun. Mereka para ahli bid’ah yang menghalang-halangi sunnah Nabi, menjadikan yang bid’ah sebagai sunnah, dan yang sunnah jadi bid’ah. Bergaul dengan mereka berarti mati atau minimal sakit.”244

Namun demikian, dalam doktrin manhaj salaf tidak menjustifikasi semua ahli

bid’ah memperoleh perlakuan yang sama, tergantung tingkatan kebid’ahannya. Dalam

konsepsi manhaj salaf ada tiga tingkatan pelaku bid’ah: pertama, bid’ah yang

menyebabkan kekufuran; kedua, bid’ah yang menyebabkan dosa besar; dan ketiga

bid’ah yang menyebabkan dosa kecil.Kategorisasi di atas berimplikasi terhadap tata

cara berinteraksi dengan ahli bid’ah. Menurut Mizan, ahli bid’ah yang mendakwahkan

bid’ahnya secara terang-terangan selain harus diingkari, dibenci, dan juga harus dihajr,

yaitu memutuskan hubungan dengan seseorang atau kelompok orang dengan tidak

berkomunikasi dan berinteraksi dengannya(boikot).245

240Abd al-Salam al-Sihimy, Kun Salafiyyan ‘ala al-Ja>ddah, 91-92. 241Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Kitab Tauh}i>d, 138. Lihat jugaAbd al-Razak al-Dawish,

Fata>wa al-Lajnah al-Da>imah, Jilid 2, 464. 242Nashir bin Abd al-Karim al-‘Akl, Isla>miyah La Wahabiyah, 143. 243Mizan Qudsiyah, Kaidah-Kaidah Penting Mengamalkan Sunnah, 50. 244Jamaludin, “Begini Seharusnya Memilih Teman”, dalam MA Plus Abu Hurairah, Media

Madrasah, edisi 3, Desember 2013. 245Mizan Qudsiyah, Kaidah-Kaidah Penting Mengamalkan Sunnah, 51

Page 106: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

13

Lebih lanjut Ustaz Sofyan memaparkan bahwa para tuan guru yang pernah

mengenyam pendidikan di Makkah pasti memiliki pemahaman yang sama dengan apa

yang kami ajarkan saat ini. Namun ketika mereka pulang ke Lombok mungkin ada

kepenting-kepentingan yang lain sehingga apa yang dipelajari di Makkah tidak

disampaikan sehingga terjadilah perbedaan-perbedaan sebagaimana yang terjadi saat

ini.246

Hasil identifikasi Wiktorowicz menunjukkan ada tiga kecenderungan tipologi

gerakan kelompok Salafi, yaitu puritan, politico, dan jihadis.247 Kelompok puritan

menekankan pada gerakan purifikasi melalui pendidikan, dan tanpa kekerasan . Mereka

tidak mau terlibat dalam gerakan politik, bahkan memandang politik sebagai bentuk

penyimpangan. Sedangkan kelompok politico mencoba membawa doktrin salafi ke

arena politik, yang mereka pandang sebagai wilayah yang penting untuk menegakkan

doktrin Islam. Sedangkan kelompok jihadis menekankan perubahan secara mendasar

dan total dengan cara mengusung revolusi melalui kekerasan. Namun demikian menurut

Wiktorowicz, sesungguhnya mereka memiliki doktrin yang sama, namun berbeda dalam

menjelaskannya sesuai problem kontemporer yang dihadapi. Jika merujuk pada tipologi

ini, maka gerakan Salafi di Lombok dapat dikategorikan ke dalam kelompok puritan,

dimana isu-isu bid’ah dan syirik sebagai utama, dan menjadikan lembaga pendidikan

sebagai medianya. Dalam konteks relasinya dengan negara pada aspek pendidikan

menurut Din Wahid dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok, yaiturejectionist yang

cenderung ekslusif dan menolak kurikulum negara; cooperationistyangcenderung

terbuka dan menerima kurikulum negara; dan tanzimiyang mengorganisasikan dirinya

ke dalam kelompok tersendiri.248

MASJID: FRAGMENTASI SOSIAL DAN PENGUATAN EKSISTENSI SALAFI

Kemampuan kelompok Salafi menjadikan dan memanfaatkan Masjid sebagai

mobilitas dan modal sosial memberikan kontribusi signifikan terhadap dinamika Salafi

di Lombok. Kelompok ini, - praksis sebagaimana diungkapkan Jajang berhasil mengisi

ruang kosong, yang dulunya diisi dan di bawah kontrol para elit Islam tradisional.

246 Ustaz Sofyan, Tokoh Salafi, wawancara 9 September 2018

247Quintan Wiktorowicz“Anatomy of the Salafi Movement.” Studies in Conflict & Terrorism 29 (3): 2006, 208.

248Din Wahid, Nurturing The Salafi Manhaj: A Studi of Salafi Pesantren in Contemporay Indonesia, Dissertation (Utrecht University Nederland, 2014), 272.

Page 107: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

14

Kajian keagamaan di Masjid-Masjid yang dulu secara intensif dan tulus dilakukan elit

Islam tradisional, perlahan mulai terasa jauh berkurang. Kini menjadi peluang bagi

kelompok Salafi untuk menjawab kebutuhan sprititual masyarakat yang hilang

tersebut.249 Bahkan di beberapa tempat, - sebagaimana juga dalam penelitian ini,

sejumlah Masjid Islam mainstream beralih di bawah Kontrol elit Salafi.

Di tengah kuatnya Islam mainstream, gerakan Salafi berhasil menempatkan

Masjid sebagai basis dakwah dan networking ideologis. Kemampuan memposisi Masjid

secara strategis dalam penyebaran - apa yang mereka sebut sebagai manhaj salaf,

menempatkan gerakan ini secara perlahan turut secara signifikan mempengaruhi pola

dan prilaku kehidupan keagamaan di Lombok. Karena memang Masjid bukanlah

semata-mata sebagai tempat ibadah, namun juga secara ideologis sebagai wadah

semaian ideologi tertentu untuk eksistensi kelompok. Menempatkan diri di tengah

kompetisi komunal kelompok keagamaan, - meski secara ideologis dan afiliasi

kelembagaan berbeda dari konsep dan gerakan mainstrem di Lombok, seperti NU dan

NW, gerakan Salafi memperoleh apresiasi oleh tidak hanya masyarakat pedesaan, tapi

merambah ke masyarakat menengah perkotaan. Gerakan ini dipandang mampu

menawarkan alternatif baru dengan mempromosikan terminologi “assunnah” sebagai

framing dakwahnya. Bagian ini menguraikan tentang setting sosial dan perkembangan

Salafi di Lombok secara umum, dimana Masjid secara spesifik dijadikan tools yang

berperan. Hingga kini tidak kurang dari 90 Masjid Salafi250 sudah beroperasi di Lombok.

Penyebaran Masjid Salafi dan kekhasan ekspresi keagamaan di dalamnya,

memberikan kesan kuat bahwa kini Masjid cenderung melekat dengan identitas

komunal kelompok keagamaan. Masjid pada masa awal Islam memiliki multi-fungsi,

dan mengalami simplikasi fungsi sejak abad pertengahan hingga masa modern. Pada

masa kontemporer saat ini, fungsi Masjid mulai diperluas, kembali difungsikan untuk

tidak hanya untuk ibadah, tetapi juga untuk pembentukan identitas ideologis dan

persaingan antar golongan. Dengan kata lain perluasan fungsi Masjid tersebut berkaitan

dengan semakin menguatnya persaingan ideologis dan komunal kelompok keagamaan.

Implikasinya, Masjid berada dalam pusaran penguatan fragmentasi sosial yang

249 Jajang….

250Jumlah ini diolah dari hasil wawancara dengan Ustaz Abdullah, Pimp inan Ponpes Assunah Bagek Nyake, 2 Maret 2015 dan Ustaz Syafi’ Pimpinan Ponpes, wawancara 13 Oktober 2018. Keduanya adalah tokoh Salafi berpengaruh di Lombok Timur.

Page 108: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

15

melibatkkan sentimen teologis-ideologis masyarakat Islam. Bagian ini menjelaskan

bagaimana posisi strategis dan pengembangan Masjid sebagai basis gerakan kelompok

Salafi, dan bagaimana implikasinya dalam kehidupan social keagamaan.

Mengalah untuk Menang: Kasus Pendirian Masjid Jamaludin

Ungkapan “menjadikan tantangan sebagai peluang” dapat digunakan untuk

menggambarkan bagaiman latar belakang historis pendirian Masjid Jamaludin. Masjid

ini merupakan salah satu dari dua Masjid Salafi di Bagek Nyake, yang lahir dari

pertarungan teologis ideologis kelompok Salafi dengan Islam mainstream. Tuan Guru

Manar, pendiri Masjid ini menuturkan bahwa pendirian Masjid Jamaludin sebagai

jawaban atas besarnya tantangan dakwah sunnah di Bagek Nyake di masa awal.

Menurutnya “pada masa awal kami memperkenalkan dakwah sunnah, terutama ketika

masa Ayahanda kami Ustaz Husni menghadapi tantangan yang besar dari masyarakat.

Di Masjid Syamsul Palah (Masjid umum) kerap terjadi perdebatan dan ketegangan satu

dengan yang lain, terutama dalam praktik ibadah. Manhaj salaf yang kami yakini

sebagai paham yang murni dipandang sebagai paham baru oleh masyarakat, bahkan

dianggap mengada-ada dan ajaran palsu.251

Pendirian Masjid ini (Masjid Jamaludin) sebenarnya untuk menghindari konflik. Masjid yang kami tempati dulu (Masjid Syamsul Falah) adalah bergabung dengan ajaran yang lain. Akan tetapi dikarenakan kami ingin mengembangkan ajaran As-Sunnah ini, kami memohon untuk membuat Masjid dari pada ada konflik yang terjadi dengan orang di luar Jama’ah As-Sunnah. Sehingga, setiap Dusun itu terdapat dua Masjid yang salah satunya milik jama’ah Salafi. Tujuannya adalah untuk tidak ada konflik yang terjadi dan agar kami juga tenang dalam beribadah.252

Sebagaimana di beberapa tempat lain, pendirian Masjid baru Salafi dapat

dipandang sebagai strategi dakwah – kalau bukan strategi kontestasi, di tengah sejumlah

tantangan dari Islam mainstream. Pendirian Masjid Jamaludin Bagek Nyake

merefleksikan bagaimana strategi ini ditunjukkan, dan berhasil memperoleh apresiasi

masyarakat sekitar meski tetap sebagai kelompok minoritas di desa ini. Melalui Masjid

ini, di bawah bimbingan dakwah Tuan Guru Manar, kelompok Salafi secara bebas dan

251 Tuan Guru Manar, Pimpinan Salafi sekaligus pendiri Masjid Jamalud in Bagek Nyake,

wawancara, 7 September 2018 252Tuan Guru Manar, Tokoh Salafi, wawancara, 7 September 2018

Page 109: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

16

independen melakukan penyebaran dan pelaksanaan manhaj salaf sesuai dengan

pemahamannya. Masjid Menjadi bagian terpenting dalam pembentukan identitas

religious-kultural masyarakat di daerah ini. Tuan Guru Manar memiliki jangkauan

dakwah di 30-an Masjid yang memiliki afiliasi paham dengan ajaran Salafi dari ratusan

Masjid Salafi di Lombok.

Dulu ketika masih di Masjid tua – Masjid Syamsul Falah, kita sempat memberikan dakwah yang dinamakan “Kuliah Shubuh” sebagai bagian dari strategi dakwah kami di masjid dan memberikan kesempatan-kesempatan untuk mereka untuk berdakwah. Dengan itu, kami tujuan kami hanya ingin meramaikan masjid shalat berjama’ah, bukan hanya meramaikan Masjid ketika Shalat Jum’atan saja. Pengajian-pengajian yang kami adakan rutin setiap minggunya. Mulai dari hari Jum’at pagi, Rabu, malam Ahad. Setiap malam ahad juga kami melakukan dakwah keliling di setiap Masjid terutama di wilayah Kecamatan Aik Mel ini. Dalam berdakwah ajaran As-Sunnah strategi dakwah kami sehingga bisa diterima di masyarakat adalah kita banyak mengambil pelajaran dari Sejarah Rasulullah melalui kesabaran beliau. Jika ada yang menentang, kita biarin. Selain itu, TGH. Rusni berdakwah dengan cara yang seperti itu. Memang ada juga terkadang kelompok yang lain dengan cara kekerasan. Tetapi kita tak menggunakannya.. cara TGH. Rusni berdakwah dengan cara pendidikan, beliau juga ketika disuruh talqin, mau melalukannya. Dengan cara itulah beliau masuk dengan cara merubah cara pandang suatu masyarakat.253

Dalam konteks pembiayaan, Ustaz Syafi, Pimpinan Ponpes Anas bin Malik

mengakui adanya pembiayaan dari donatur Timur Tengah dan Arab Saudi, melalui

lembaga Ihya Al-Turath yang berpusat di Kwait. Namun ia menegaskan bahwa

komponen pembiayaan hanya terbatas pada bangunan fisik. Untuk Ponpes Anas bin

Malik yang dikelola Ustaz Syafi, memperoleh pembebasan 3 hektar lahan dan

pembangunan Pondok dengan total rancangan anggaran 45 Miliar.254 Dapat dipastikan

semua bangunan fisik, baik lembaga pendidikan maupun Masjid yang tersebar di pulau

Lombok merupakan hasil dari pembiayaan lembaga ini. Bahkan lebih dari itu, sejumlah

guru memperoleh gaji dan tunjangan dari lembaga ini, bersama sejumlah donatur yang

bersifat individual dan kelembagaan. Mereka yang memperoleh gaji ini pada umumnya

adalah penanggung jawab lembaga atau Masjid.255

253 Tuan Guru Manar, Tokoh Salafi, wawancara, 7 September 2018 254Ustaz Syafi’, Ketua Ponpes Anas bin Malik, wawancara 20 Oktober 2018. 255Ustaz Abdullah, tokoh Salafi, P imp inan Yayasan Assunnah Lombok Timur, wawancara, 1

Maret 2018.

Page 110: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

17

Lebih jauh Tuan Guru Manar menjelaskan, dalam pembangunan Masjid

Jamaludin didukung sepenuhnya dari donator Timur Tengah di bawah naungan Yayasan

Ihyat al-Turats. Bahkan seluruh Masjid yang berafiliasi dengan dakwah Sunnah

memperoleh dukungan dari Arab Saudi. Tidak mengherankan jika Masjid-Masjid Salafi

kerap dikunjungi para Syekh dari Arab Saudi, baik untuk mengamati kondisi fisik

bangunan, kegiatan keagamaan maupun untuk kepentingan berdakwah. Pihak yayasan

Ihya al-Turats selaku fasilitator hanya mensyaratkan adanya area tanah sebagai tempat

pembangunan, dan selanjutnya biaya pembangunan dan bahkan tunjangan pengurus

Masjidnya menjadi tanggung jawab yayasan tersebut.256

Kondisi di atas memperkuat temuan bahwa perkembangan Salafi tidak terlepas

dari dukungan sejumlah lembaga dan donatur Timur Tengah. Sejumlah yayasan Timur

Tengah, seperti Rabitah al-Alam Islami257 dan International Islamic Relief Organization

(IIRO) memiliki kontribusi.258 Belakangan, sejumlah lembaga seperti Islamic

Development Bank, Kementerian Pendidikan Saudi, Raja Qatar dan Kuwait, dan

sejumlah donatur pribadi di kawasan Uni Emiret Arab, ikut terlibat dalam projek ini.259

Kehadiran lembaga Ihya al-Turats bersama yayasan Jami’iyah Darul Birr, juga secara

aktif memberikan dukungan finansial lembaga pendidikan dan Masjid di berbagai

daerah di tanah air.260 Sehingga dari waktu ke waktu, perkembangan dakwah salaf i

menunjukkan peningkatan secara terus menerus.

Terkait dengan konflik-konflik dengan organisasi lain semisalnya NW, NW dan

lain-lain itu tidak pernah karena disekitar kami banyak orang-orang NW, NU dan lain-

lain. dan disetiap pengajian kami di masjid-masjid kami menyampaiakan apa yang perlu

kami sampaikan sesuai dengan tuntunan AL-Qur’an dan Al-Hadits. Jadi jika mau

membantah kami, bantahlah Qur’an dan Hadits dan jangan ke kami. Karena kami hanya

membaca dan menyampaikan.

256 Tuan Guru Manar, Tokoh Salafi, wawancara, 7 September 2018 257Noorhaidi Hasan, The Salafi Madrasas of Indonesia, 255. Lihat juga Martin van Bruinessen,

Introduction: Contemporery Developments in Indonesian Islam , 51-52. 258Abdurrahman Wahid (ed.) Ilusi Negara Islam Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di

Indonesia (Jakarta: Wahid Institut, Maarif Institut dan Gerakan Bhineka Tunggal Ika, 2009), 75. 259Joseph Chinyong Liow, "Muslim Identity, Local Networks, and Transnational Islam in

Thailand's Southern Border Provinces." Modern Asian Studies 45, no. 6 (11, 2011): 1383-421. 260Lebih lengkap lihat Chris Chaplin, Imagining the Land of the Two Holy Mosques,225-226.

Page 111: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

18

Malahan ada penghasut masyarakat yang memprovokasi untuk menghancurkan masjid-masjid kami. Kami seperti terdeskriminasi sementara orang-orang yang mabuk-mabukan, judi, berzina, dan orang-orang kafir tidak prnah mereka urus. Jadi mana lebih baik? Kami orang-orang yang shalat lima waktu atau mereka yang mabuk-mabukan, judi, berzina, dan orang-orang kafir dan mengapa orang seperti itu tidak pernah diusik. Dalam perbedaan paham antara NU, NW, dengan ajaran Salaf/ As-Sunnah adalah dalam ajaran As-Sunnah yang paling kami tekankan adalah untuk mengamalkan Al-Qur’an dan Hadits Nabi sesuai dengan pemahaman-pemahaman ajaran Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Karena aliran Ahlussunah wal Jama’ah ini adalah dagangan paling laris. Setiap orang yang ingin terkenal pasti mengatakan bahwa diri mereka Ahlussunnah wal Jama’ah. Silahkan antum cari dimana dalil ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah yang merayakan maulid, lalu mengapa mereka mengatakan diri mereka Ahlussunnah Wal Jama’ah dan apa dalilnya.261

Melawan untuk Menang: Kasus Ambil Alih Masjid An-Nur Bebidas Sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya, Desa Bebidas merupakan salah

satu desa yang menjadi basis perkembangan gerakan Salafi. Hampir di semua dusun

terdapat Masjid Salafi yang terpisah dengan Masjid masyarakat pada umumnya. Salah

satu Masjid utama yang menjadi pusat dakwah Salafi adalah Masjid Assunnah An-Nur

di Dusun Lampit, Bebidas. Masjid ini memiliki sejarah tersendiri, meskipun sudah

puluhan tahun di bawah Kontrol Islam mainstream, namun kini dibawah penguasaan elit

Salafi.

Bersamaan dengan semakin banyaknya pengikut Salafi di dusun ini, pada tahun

2012 Masjid An-Nur “diambil alih” oleh jama’ah Salafi, dan selanjutnya nama Masjid

An-Nur berubah menjadi Masjid Assunnah An-Nur.262 Perubahan nama ini

merefleksikan bagaimana identitas ideologis yang disemaikan di tempat ibadah menjadi

penting. Masjid ini selanjutnya menjadi pusat kajian dan pengembangan Salafi di desa

Bebidas.

Masjid An-Nur sebelum diambil alih oleh Jama’ah Salafi sebenarnya adalah salah

satu Masjid umum bagi masyarakat Bebidas, terutama bagi masyarakat Dusun Lampit.

Semua kegiatan keagamaan mencerminkan aktivitas keagamaan Islam tradisional

sebagaimana masyarakat pada umumnya. Perayaan berbagai ritual dan tradisi

keagamaan di pusatkan di Masjid ini. Tradisi maulid, serakalan, tahlilan berjama’ah,

dan berbagai kegiatan keagamaan sejenisnya menjadi aktivitas yang turut

261 Ustaz Sofyan,

262 Amaq Ati, Pengurus Masjid Assunnah An-Nur, Lampit Bebidas, wawancara 21 Oktober 2018

Page 112: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

19

menghidupkan suasana religiusitas di Masjid ini. Namun bersamaan dengan muncul dan

berkembangnya kelompok Salafi yang mengusung isu syirik dan bid’ah, berbagai

aktivitas tersebut tidak hanya tidak lagi dilaksanakan, tetapi bahkan dianggap bid’ah

yang sesat dan dipandang harus di jauhi.263

Sebagaimana di Bagek Nyake, Tuan Guru Husni memiliki peran penting.

Semenjak diperkenalkan tahun 1990-an oleh Tuan Guru Husni, gerakan Salafi yang

belakangan disebut dakwah sunnah, terus memperoleh apresiasi meskipun memperoleh

sejumlah penolakan dari sejumlah masyarakat di Bebidas. Ustaz Nawawi, salah seorang

tokoh agama menuturkan:

Awal mula masuknya ajaran Salafi di Desa Bebidas adalah dasarnya dulu kita pernah mengadakan pengajian di beberapa Masjid, awalnya kita tidak pernah tau ajaran As-Sunnah itu. Sampai pada akhirnya, di acara pengajian tersebut kita mengundang Tuan Guru Rusni. Ketika itu, kami mengundangnya dikarenakan orang tua beliau adalah Tuan Guru Manan. Beliau adalah salah seorang tuan guru termashur dan tokoh NU yang satu pemahaman dengan kita. Sehingga kami yakin apa yang Tuan Guru akan sampaikan sama sebagaimana Bapak beliau. Lama-kelamaan dalam pengajian itu, dibukakanlah kitab Fathul Mu’in, kan kitab Fathul Mu’in ini adalah kitab Madzhab Syafi’i, tetapi dalam penyampaian yang diberikan banyak perbedaan para ulama’. Sehingga pada waktu itu, Tuan Guru Rusni tersebut mengajak kita untuk bingung ulama’ mana yang harus kita ikuti. Sampai pada akhirnya beliau menyarankan lebih baik kita kembali kepada Al-Qur-an dan Hadits.264

Dengan menggelorakan “kembali ke al-Qur’an dan Hadits” Tuan Guru Husni

perlahan berhasil meyakinkan masyarakat. Dengan menyampaikan argument normatif

bahwa segala yang tidak diperintahkan oleh Allah dan Rasulnya, maka itu adalah

bid’ah, dan bid’ah adalah sesat, dan sesat adalah neraka. Konskuensinya, jika tidak

menguasai suatu Masjid, maka mereka para Jama’ah Salafi harus mendirikan Masjid

sendiri. Alasan mereka orang-orang As-Sunnah adalah tidak ingin satu masjid dengan

jama’ah di luar golongan mereka karena selain mereka itu adalah ahlul bid’ah, berbuat

kemusyrikan karena kami ziarah kubur.265

263 Ustaz nawawi, Tokoh Agama, sekaligus Pimpinan Ponpes Islamiyah Bebidas, wawancara 7

Oktober 2018. 264 Ustaz Nawawi, Tokoh Agama, wawancara, 11 September 2018 265 Ustaz Nawawi, Tokoh Agama, wawancara, 11 September 2018

Page 113: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

20

Pertambahan jumlah pengikut, menambah percaya diri jama’ah Salafi untuk

berdakwah dan menjadikan Masjid yang sudah ada sebagai basis dakwah. Setelah

berhasil mengambilalih Masjid An-Nur sebagaimana dijelaskan di atas, para ustaz

secara bebas dan terbuka menyampaikan doktrin sesuai dengan pemahamannya. Jika di

desa Bagek Nyake kelompok Salafi mengalah dan mendirikan Masjid Jamaludin, maka

di desa Bebidas justru sebaliknya. Kelompok Islam mainstream mengalah dan

mendirikan Masjid baru untuk menghindari ketegangan sosial di dalam Masjid.

Pada awalnya dulu kami satu masjid akan tetapi, karena kami selalu disindir di setiap pengajiannya, ceramah, dan khotbah Jum’at. Maka dari itu, kami akhirnya mengalah untuk membuat masjid kami sendiri. Karena mereka adalah mayoritas di Desa Bebidas ini. Masjid itu kan milik bersama, tetapi mayoritas itu yang lebih berhak berkuasa untuk mengambil alih Masjid. Ketika mereka yang menguasai, maka ketika itu mereka yang menentukan wajah Islam itu sendiri.266

Meski di tahun 1990-an, masa awal dimana Salafi mulai diperkenalkan oleh Tuan

Gurun Husni, penguasaan Masjid An-Nur oleh Salafi memperoleh penolakan dari

masyarakat sekitar. Ketegangan antara jama’ah Salafi yang dipandang mengusung

paham baru dengan Muslim mainstream yang sudah mapan dengan Islam

tradisionalnya, melahirkan sejumlah negosiasi dan tensi. Negosiasi keduanya

melahrikan kesepakatan bahwa petugas Masjid share jadwal dan bergantian, baik

sebagai khotib shalat Jum’at, maupun penceramah. Namun dalam perkembangannya,

kesepakatan ini justru dijadikan ruang untuk mengekspresikan identitas masing-masing

yang kerap menyinggung satu dengan yang lain. Salah seorang Pengurus Masjid

tersebut menuturkan bahwa:

Dulunya adalah masjib bersama, sejak masuknya assunnah ke desa ini, banyak jamaah yang menolak, namun sampai hari ini bisa bertahan dan menjadi tempat tetap jamaah melaksanakan ibadah. Awalnya penolakan sering terjadi, baik berupa saling sindir dan teguran lainnya. Penyelesaian masalah berjalan dengan sendirinya dan tidak ada penyelesaian baik secara hukum atau mediasi.267 Dulu pernah ada ketegangan bahwa merayakan maulid Nabi itu masih lebih baik kita berzina katanya ketika itu ceramah dari salah satu Ustadz As-Sunnah namanya Ustadz Masdar. Sampai pada akhirnya kami masyarakat yang lain di luar aliran mereka nggak terima. Sehingga kami meminta mempertanggung jawabkan tentang apa yang disampaikan oleh ustadz tersebut terkait maulid masih lebih baik dari pada berzina. Ketika itu kami menantang mereka untuk melakukan debat terbuka sampai kami menyuruh ustadz dari As-Sunnah itu

266 Ustaz Nawawi, Tokoh Agama, wawancara, 11 September 2018 267Amak Ati, Pengurus masjid Assunnah An-Nur Bebidas, wawancara 13 September 2018

Page 114: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

21

membuka kitabnya. Kebetulan Ustadz dari As-Sunnah itu pernah bersekolah di Madrasah kami. Sehingga pada akhirnya mereka tak menghadiri debat tersebut.268

Tensi sosial yang melibatkan isu teologis dan persaingan ideologis di atas,

mencerminkan betapa Masjid memiliki posisi strategis untuk memperoleh otoritas elit

keagamaman. Para elit kelompok keagamaan nampaknya dipersatukan oleh pandangan

bahwa menguasai atau memiliki Masjid adalah salah satu indikator eksistensi. Semakin

besar peran dan kebebasan dalam mengelola Masjid, maka kelompok keagamaan akan

merasa semakin eksis. Karena memang, Masjid dapat disebut sebagai wadah mobilitas

sosial yang sangat efektif masyarakat Islam. Dalam kontek inilah, maka apa yang

disebut apparatus ideology oleh Althrusser direproduksi.269 Karena dalam rangka untuk

eksis, kelompok keagamaan membutuh kader yang militant untuk digerakkan dan

bergerak

Konflik dan Pengerusakan Masjid Salafi: Kasus Suela Suela merupakan salah satu desa yang mejadi salah satu desa yang memiliki

pengikut jama’ah Salafi, tepatnya ada di dusun Kopang Satu. Sejarah masuknya ajaran

Salafi di Desa Suela ini tidak terlalu lama. Ajaran Salafi untuk pertama kalinya

diperkenalkan oleh Amaq Baiah (Al-Marhum), salah seorang guru ngaji. Interaksi

Amaq Baiah dengan sejumlah ustaz Salafi, terutama Ustaz Syafi, salah seorang tokoh

Salafi di Bebidas. Karena ia merasa nyaman dengan apa yang dia yakini hingga pada

akhirnya dia memutuskan untuk memilih dan terlibat dalam penyebaran Salafi.

Sebagaimana dua desa di atas (Bagek Nyake dan Bebidas), pada masa awal

keberadaan jamaah Salafi sempat menuai kontroversi. Kehadirannya memperoleh

penolakan dari masyarakat setempat. Semenjak berkembangnya Salafi, masyarakat

dibedakan berdasarkan Masjid masing-masing. Hal menemukan titik puncaknya pada

perubahan Mushalla Sulaiman menjadi Masjid Ummu Sulaiman oleh kelompok Salafi.

Masjid Ummu Sulaiman ini pada awalnya Mushalla, waqaf dari salah seorang jama’ah

yang berdiri sekitar tahun 1987-an. Sebagaimana fungsi Mushalla pada umumnya, pada

268Ustaz Nawawi, Tokoh Agama, pimpinan Ponpes Islamiyah Bagek Nayake, wawancara, 5

Oktober 2018 269Althusser, Louis. Ideology and Ideological State Apparatuses, in In Literary Theory: An

Anthology, Second edition, edited by Julie Rivkin and Michael Ryan, Maiden USA, Blackwell Publishing. 2004

Page 115: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

22

awalnya hanya digunakan untuk shalat lima waktu dan mengaji dalam skala dan

jama’ah yang sangat terbatas. Bersamaan dengan perkembangan Salafi di desa ini,

melalui Amaq Baiah (Al-Marhum) dan Ustaz Rusli aktivitas keagamaan di Mushalla ini

diisi oleh beberapa Ustaz dari luar Desa, yang memang berafiliasi dengan Salafi. Ustaz

Syafi’ salah seorang tokoh Salafi dan sekaligus sebagai inisiator pengalihan Mushalla

ke Masjid berinisiatif mengubah Mushalla tersebut menjadi Masjid, yang kemudian

diberi nama Masjid Ummu Sulaiman.

Bersamaan dengan keinginan untuk memperkuat gerakannya, pada tahun 2014

dimulai pembangunan Masjid, meski menuai penolakan dari masyarakat setempat.

Ustaz Rusli menuturkan:

Tapi ada penolakan dari masyarakat sekitar dikarenakan jama’ah kami kurang dari 40 orang untuk menunaikan shalat Jum’atan. Selain itu, kami dipandang kelompok minoritas dan dianggap ajaran yang menyimpang dari Islam. Kondisi ini mendoroang terjadinya pengerusakan masjid kami pada waktu itu diakibatkan masyarakat terprovokasi oleh kepala desa yang sebelumnya. Alhamdulillah, pemerintah dari Bangkespol dan Kemenag Lombok Timur memediasi konflik dan meninjau secara langsung lokasi pembangunan Masjid. Salah satu keputusan yang disepakati adalah kami diizinkan untuk membangun Masjid Ummu Sulaiman ini, dan selesai pembangunan pada tahun 2016.270

Keberadaan Masjid Ummu Sulaiman menjadi satu-satunya pusat pengembangan

Salafi di Suela, meskipun masih menjadi minoritas di desa ini. Kepada Desa Suela

mengungkapkan, tidak ada alasan untuk melarang keberadaan jamaah assunnah, mereka

masih seagama dan ajarannya tidak ada yang menyimpang sama sekali. Di Desa ini ada

beberapa organisasi Islam seperti NW Pancor, NW Anjani, selanjutnya ada namanya

As-Sunnah. Khususnya As-Sunnah sempat terjadi pengerusakan Masjid mereka. Isu

utama pengerusakan masjid As-Sunnah itu karena masyarakat sekitar masih tidak tau

ajaran mereka. Mereka di provokasi oleh kepala desa sebelum saya yang mengerakkan

masyarakat untuk merusak masjid mereka.271 Namun, konflik ini terjadi menurut

beberapa informan, dikarenakan ajaran Salafi ini mengharamkan praktik tahlil dan

maulid. Karenanya, kelompok Salafi dipandang sebagai mazhab baru.

Persaingan otoritas elit agama juga menjadi bagian terpenting dalam terjadinya

tensi social antar kelompok keagamaan. Ustaz Syafi menungkapkan bahwa:

270 Ustaz Rusli, Takmir Mas jid Ummu Sulaiman Suela, wawancara, 20 Oktober 2018. 271 Kades Suela

Page 116: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

23

Terkait dengan pengerusan masjid beberapa tahun lalu diakibatkan karena penyebab yang sederhana yaitu, orang-orang disekitar masjid yang kami bangun terdapat beberapa tokoh-tokoh yang sudah terpandang diluar organisasi As-Sunnah. Sehingga pada akhirnya ketika ada faham yang berbeda yang datang disekitar mereka maka harus dirusakkan karena kami dianggap suatu kelompok minoritas. Akan tetapi kami tidak menganjurkan melawan dengan cara kekerasan, memaksa kehendak, dan apabila kami menempuh jalur hukum tidak pernah dip roses dikarenakan kami adalah minoritas. Konflik-konflik ini disebabkan karena ada orang yang berperan dibalik layar sebagai dalang pengerusakan masjid-masjid kami.272 Pernyataan bahwa isu teologis sebagai dasar dan satu-satunya pembenaran konflik

juga tidak sepenuhnya dapat diterima. Perdebatan teologis, terutama terkait isu-isu

bid’ah dan syirik sebenarnya bukanlah persoalan baru, melainkan persoalan laten yang

sudah jauh sebelum Salafi eksis di Lombok. Dari isu-isu teologis kini berkembang

menjadi persolan komunal. Pembedaan dua kelompok Salafi dan non-Salafi (atau Islam

mainstream) yang dipresentasikan dalam dikotomi Masjid, berimplikasi terhadap tidak

hanya perbedaan paham keagamaan, melainkan juga perbedaan kelompok.

Respon Islam Mainstream Rambahan paradigma ideologis teologis Salafi, dengan segera menuai reaksi

keras dari masyarakat yang selama ini memegang teguh sejumlah tradisi keagamaan

yang dipandang bid’ah oleh Salafi. Penyebaran doktrin manhaj salaf dipandang telah

dan akan terus merusak struktur keberagamaan masyarakat sasak yang selama ini

dipelihara. Klaim kebenaran (truth claim) dan klaim keselamatan (salvation claim), dan

penegasian dengan sebutan bid’ah dan “dlalalah” terhadap berbagai ritual dan tradisi

keagamaan mainstream, dirasakan sebagai sikap yang sangat berani dan “provokatif”

dalam menyebarkan misi puritan gerakan Salafi. Perbeaan ideologis dua kelompok

keagamaan ini melahirkan sejumlah tensi dan fragmentasi sosial di tingkat lokal.

Bahkan konflik fisik yang melibatkan sentiment teologis ideologis kerap terjadi dalam

sepuluh tahun terakhir.

Respon terbuka, dalam pengantar buku Perisai Ke-Aswaja-an Nahdlatul Wathan,

diberikan Tuan Guru M. Sahrullah Ma’shum, salah seorang Mustasyar PB NW Pancor,

dan Tuan Guru Sholah Sukarnawadi,salah seorang tokoh muda NW:

272 Ustaz Syafi,

Page 117: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

24

Demikian pula dalam mempertahankan keutuhan ahl Sunnah wa al-jama’ah peran beliau (Tuan Guru Zainuddin) tidaklah remeh. Sekte wahabi yang menjadi musuh bebuyutan ahl Sunnah wa al-jama’ah tidak berhasil melarikan diri dari genggaman tangan beliau. Melalui hizib NW, 17 kitab anti wahabi peringkat tertinggi dideklarasikan beliau sebagai kitan-kitab yang harus dimiliki dan dijiwai segenap warga NW.273 Saya sempat menyusun sebuah buku saku berjudul NW: No Wahabi. Buku ini tiada lain sebagai tameng ala kadarnya untuk mengantisipasi dan menghindari virus-virus wahabi agar tidak merasuki tubuh NW. Sikap antipati terhadap wahabi sebetulnya tidak hanya diinspirasi oleh pendiri NW yang sangat menolak paham wahabi, melainkan juga dilandasi mufakat ulama ahl Sunnah wa al-jama’ah di seluruh dunia bahwa ideologi wahabi memang harus diwaspadai bahkan dijauhi sejauh-jauhnya dari segenap hamba Allah Swt. dan pengikut Rasulullah.274

Mengklaim diri sebagai pengemban tauhid otentik, gerakan Salafi segera

mempromosikan dirinya berasal dari haramain, dua tempat yang diberkahi, dimana

Nabi Muhammad hidup dan mengajarkan Islam. Bahkan lebih jauh Abd al-Salam al-

Sihimy mengklaim bahwa “Arab Saudi merupakan daulah salafiyah, di dalamnya

dakwah Salafi digaungkan, akidah pimpinannya salafiyah, dan karenanya menunjunjung

kitabullah dan sunnah Rasulullah”.275 Secara lokal posisi ini kerap menjadi bagian

terpenting dalam upaya legitimasi kebenaran isi dakwah oleh para da’i kelompok Salafi. Nahdlatul Wathan bersama kelompok mainstream lainnya memandang bahwa

dakwah Salafi mengancam pola keberagamaan masyarakat yang sudah lama tertanam.

Klaim kebenaran dan keselamatan, dan penyesatan pelaku bid’ah merupakan cara

pandang yang menyulut tensi dan bahkan kekerasan antar Muslim di Lombok. Sejauh

identifikasi terhadap konflik keagamaan, setidaknya terdapat 14 konflik yang

melibatkan kelompok Salafi dengan non-Salafi sepanjang 2004 sampai 2016 di

Lombok. Pada tahun 2016 di Suela Lombok Timur misalnya, Masjid Salafi dirusak

masyarakat sekitar. Muhammad Tahir, tokoh setempat menuturkan pengerusakan

tersebut disebabkan karena masyarakat tidak membutuhkan Masjid baru yang secara

berdekatan dengan berada di Masjid umum yang sudah lama ada dan digunakan

masyarakat bersama. Selain itu, ajaran Salafi yang cenderung memandang bid’ah

273Tuan Guru M. Nashrullah Ma’shum, Sambutan dalam H. Abdul Aziz Sukarnadi, Perisai Ke-

Aswaja-an Nahdlatul Wathan Membedah 17 Literatur Anti Wahabi Rekomendasi Pendiri NW (Yogyakarta: Samudera Biru, 2016), xi.

274Tuan Guru Sholah, Sambutan dalam H. Abdul Aziz Sukarnadi, Perisai Ke-Aswaja-an Nahdlatul Wathan Membedah 17 Literatur Anti Wahabi Rekomendasi Pendiri NW (Yogyakarta: Samudera Biru, 2016), xx.

275Abd al-Sala>m al-Sihimy, Kun Salafiyyan ‘ala al-J}a>ddah, 50-51.

Page 118: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

25

terhadap ibadah-iabadah yang selama ini diamalkan masyarakat. Namun demikian,

menurut Tahir sudah berdiri Masjid-Masjid Salafi yang terpisah dengan dengan

masyarakat pada umumnya. Akhirnya, Masjid tidak semata-mata sebagai tempat ibadah,

juga simbol fragmentasi sosial internal Muslim.

Ketegangan dan konflik juga dapat diamati di beberapa tempat yang lain. Pada

tahun 2015 di Batukliang Lombok Tengah, tujuh jama’ah Salafi diusir dari

kampung halamannya; pada tahun 2009 di Gunungsari Lombok Barat beberapa

pengikut Salafi dievakuasi pihak keamanan dan rumahnya dibakar oleh masyarakat

setempat. Pada tahun 2006 terjadi pengerusakan Sekolah Salafi di Kota Mataram.

Demikian juga Ponpes Ubay bin Ka’ab di Cakra Negara Mataram, menghadapi

penolakan oleh masyarakat setempat karenanya harus ditutup sejak 2015 hingga

sekarang. Konflik-konflik ini merupakan contoh yang mengindikasikan bahwa

ketegangan ideologis sudah mencapai high level contestation, dimana perbedaan

ideologis dipertentangkan secara fisik.

Di sisi lain, reaksi lokal terhadap ide-ide Salafi dalam bentuk berbagai konflik

tersebut, juga dapat dimengerti sebagai upaya kelompok dominan NW dalam

mempertahankan dominasinya. Sejak Salafi diperkenalkan tahun 1990-an, beberapa

pengikut NW mengalami konversi ke paham Salafi, dan bahkan sebagian menjadi juru

dakwah kelompok Salafi. H. Mahsun dan H. Said misalnya, dua tokoh Salafi merupakan

alumni pesantren NW. Setelah menjadi da’i Salafi, H. Mahsun pernah diusir oleh warga

di kampungnya, dan sudah lama tidak terlibat di dalam aktivitas ibadah pada Masjid

setempat. Hal yang sama juga terjadi pada H. Said tahun 2006, Sekolah Bani Shaleh

yang ia pimpin dirusak oleh masyarakat sekitar. Dua kasus pengusiran dan

pengerusakan dimana pengikut Salafi sebagai korbannya, merupakan contoh dari

beberapa kasus serupa lainnya di beberapa tempat lain di Lombok.

Penetrasi ideologi keagamaan di satu sisi dan ikatan ideologis di sisi lain,

melebihi ikatan-ikatan kekerabatan hubungan famili. Pola interaksi patrilineal yang

dipegang dalam sistem kekerabatan masyarakat sasak,276 semakin pudar sejalan

semakin kuatnya penetrasi dan ikatan ideologis tersebut. Beberapa kasus di banyak

276Patrilineal merupakan sistem kekerabatan dimana keluara terdekat seperti suami-istri, anak,

kakek dan nenek disebut isi tolang mesak (keturunan sedarah sedaging). Penjelasan mengenai sistem kekerabatan ini lihat Departemen P dan K NTB, Pengaruh Budaya Asing terhadap Kehidupan Sosial, 35-39.

Page 119: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

26

tempat, menunjukkan bahwa terjadi pemutusan hubungan keluarga yang melibatkan

sentimen ideologis teologis. Seorang tidak diperkenanka pulang oleh orang tuanya,

bertahun-tahun tidak tegur sapa dengan saudara kandungnya, sepasang suami istri

dipaksa cerai orang tuanya, perebutan hak pemakaman terhadap orang tua, dan berbagai

bentuk lainnya.277Keragaman kecenderungan gerakan dan orientasi ideologis ini, pada

akhirnya berimplikasi terhadap tumbuhnya sikap justifikasi terhadap paham yang

dianut, dan menegasikan paham yang berbeda.

Semakin meningkatnya kepentingan untuk mengidentifikasi diri ke dalam

identitas ideologis, telah memperbesar distance dan potensi konflik internal yang

bersifat laten, dan kini diterjemahkan secara lokal. Merujuk pada berbagai konflik di

atas, dimana jama’ah Salafi menjadi objeknya, bukan semata-mata sebagai akibat

langsung dari isu teologis dan aktivitas dakwah, sebagaiman digambarkan Murdianto

dan Azwani di atas, -melainkan - juga melibatkan perebutan otoritas elit agama, dimana

tuan guru menjadi bagian di dalamnya. Menjadi jelas, kecenderungan

pengidentifikasian diri yang berbasis pada identitas ideologis, akan memperkuat

perebutan otoritas keagamaan, dan pada saat yang bersamaan memperkuat kontestasi

horizontal masyarakat Islam.

Fragmentasi identitas, - berikut implikasi sosiologisnya di atas bukanlah

fenomena yang khas masyarakat Lombok. Keterlibatan gerakan Salafi dalam

pembentukan identitas transnasional dan upaya mengkonstruksi otoritas keagamaan,

yang mengantarkannya vis a vis masyarakat lokal juga terjadi berbagai daerah bahkan di

berbagai Negara. Kemampuan Salafi memanfaatkan Masjid sebagai wadah

pembentukan dan penyebaran identitas ideologis menjadi formasi baru dalam kultur

keagamaan masyarakat Lombok. Akhirnya, meski disertai dengan ketegangan dan

bahkan konflik dari kelompok mainstream, Masjid telah secara efektif sebagai wadah

mobilitas proponen untuk memperkuat eksistensi kelompok Salafi di Lombok.

Simpulan

Masjid kini mengalami perluasan peran untuk tidak hanya sebagai tempat ibadah,

tetapi juga sebagai wadah pembentukan identitas dan ersaingan ideologis, pencarian dan

277Saparudin, Pemutusan Hubungan Keluarga Berdasarkan Afiliasi Lembaga Keagaman d i

Lombok Timur, Laporan Penelitian (Mataram: Lemlit UMM, 2007). Penelitian ini dibiayai oleh DP2M Dikti melalui Program Dosen Muda.

Page 120: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

27

penguatan otoritas keagamaan elit kelompok keagamaan. Sehingga tidak dapat dihindari

kondisi ini berimplikasi terhadap terjadinya penguatan simbol fragmentasi sosial,

dimana antar kelompok saling menegasikan. Kehadiran kelompok Salafi memberikan

fenomena baru, dimana lahirnya Masjid-Masjid baru yang berafiliasi dengan gerakan ini

memperoleh apresiasi di satu sisi dan tensi di sisi lain. Apresiasi karena memang

Jama’ah dan Masjid Salafi mengalami pertumbuhan terutama di Desa Bagek Nyake,

Bebidas dan Suela. Sedangkan tensi, karena memang sebagian besar Masjid baru Salafi

kalau tidak diawali atau diikuti oleh tensi social, baik konflik fisik, konflik ideologis,

maupun tensi sosial. Kasus pendirian Masjid Jamaludin Bagek Nyake, pengambil alihan

Masjid Assunnah An-Nur Bebidas, dan perusakan Masjid Ummu Sulaiman Suela

membuktikan kecenderungan ini.

Bagi Salafi, fragmentasi sosial baik dalam bentuk konflik, pemutusan hubungan

kelaurga, perceraian, pemisahan Masjid, dan persaingan pengeras suara, dan sejumlah

tensi social lainnya, tidak dijadikan halangan dalam mengembangan ekspansinya.

Kondisi ini dipandang sebagai proses untuk membuktikan bahwa membawa

“kebenaran” memiliki rintingan. Dalam faktanya, di tengah penolakan Islam

mainstream gerakan Salafi tetap mengalami pertumbuhan, dan karenanya semakin

mengukuhkan eksistensinya, kelompok keagamaan yang siap bersaing. Kemana arah

dinamika ini selanjutnya, tentu sangat ditentukan oleh dinamika social di masing-

masing tempat.

DAFTAR PUSTAKA al-Suhaimy, Abd al-Salam ibn Salim. Kun Salafiyyan ‘ala al-Ja>ddah. Madinah al-

Nabawiyah, tp. 1423 H. Althusser, Louis. Ideology and Ideological State Apparatuses, in In Literary Theory: An

Anthology, Second edition, edited by Julie Rivkin and Michael Ryan, Maiden USA, Blackwell Publishing. 2004.

_________. On The Reproduction of Capitalism Ideology and Ideological State Apparatuses. London: Verso, 1971.

_________. Lenin and Philosophy and Other Essays. London: New Left Books, 1971. Alvi, Hayati. “The Diffusion of Intra-Islamic Violence and Terrorism: The Impact of

the Proliferation of Salafi/Wahabi Ideologies.” Middle East Review of International Affairs 18, (2), 2014.

Arzaki, Djalaludin, dkk. Nilai-nilai Agama dan Kearifan Budya Lokal Suku Bangsa Sasak dalam Pluralisme Bermasyarakat: Sebuah Kajian Antthropologis-Sosiologis-Agamis. Mataram: Redam, 2001.

Page 121: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

28

Azra, Azyumardi. Distinguishing Indonesian Islam Some Lessons to Learn, dalam Jajat Burhanuddin dan Kees van Dijk (eds.), Islam in Indonesia Contrasting Images and Interpretations. Amsterdam: ICAS/Amsterdam University Press, 2013.

Badan Statistik NTB, Nusa Tenggara Barat dalam Angka tahun 2013. Burhanuddin, Jajat. “Redefening the Roles of Islamic Organizations in the Reformasi

Era”. Studia Islamika, Vol. 17, No. 2, 2010. Chaplin, Chris. Imagining the Land of the Two Holy Mosques: The Social and

Doctrinal Importance of Saudi Arabia in Indonesian Salafi Discourse, ASEAS – Austrian Journal of South-East Asian Studies, 7 (2). 2014.

Faizah, Pergulatan Teologi Salafi dalam Maenstream Keberagamaan Masyarakat Sasak, Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 16, no. 2, 2012.

H. Sudirman, Gumi Sasak dalam Sejarah (Bagian I). Lombok: KSU Primaguna- Pusat Studi dan Kajian Budaya, 2012.

Hefner, Robert W. “Public Islam and the problem of Democratization”.Sociology of Religion : 62:4, 2001.

_________. Islamic Schools, Social Movements, and Democrasy in Indonesia, dalam Robert W. Hefner (ed.) Making Modern Muslims the Politics of Islamic Education in Southeast Asia. Honolulu: University of Hawai Press, 2009.

Liow. Joseph Chinyong. "Muslim Identity, Local Networks, and Transnational Islam in Thailand's Southern Border Provinces." Modern Asian Studies 45, no. 6 (11, 2011).

Maguerite G. Lodico, Dean T. Spaulding, Katherine H. Voegtle, Methods in Educational Research From Theory to Practice. Fransisco: Jossey-Bass, 2010.

Martin van Bruinessen, Contemporary Developments in Indonesian Islam Explaining the “Conservative Turn.” Singapore: ISEAS, 2013.

Meuleman, J. Dakwah, competition for authority, and development. Bijdragen Tot De Taal-, Land- En Volkenkunde, 167 (2), (2011).

Milles, Matthew B. dan A. Michael Huberman. Qualitative Data Analysis: A Sourecbook of New Methods. Bavery Hills: Sage Publication, 1986.

Montag, Warren. "Between Interpellation and Immunization: Althusser, Balibar, Esposito." Postmodern Culture 22, no. 3 (05), 2012..

Murdianto dan Azwani, Dakwah dan Konflik Sosial Jama’ah Salafi di Gunungsari Lombok Barat, Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 9, nomor 2, 2013.

Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, 149 Noorhaidi Hasan, “The Salafi Madrasas of Indonesia,”dalam Farish A. Noor, Yonginder

Sikand Martin van Bruinessen (eds.), The Madrasa in Asia Political Activism and Transnational Lingkages. Amsterdam: Amsterdam University Press, 2007.

Northcott, Michael S. Sociological Approaches, dalam Peter Connoly (ed.) Approaches to the Study of Religion, 193-194.

Nuh, Nuhrison M. Kelompok Salafi di Kabupaten Lombok Barat, dalam Ahmad Syafi’I Mufid (ed.), Kasus-Kasus Aliran/Paham Kegamaan Aktual di Indonesia. Jakarta: Balitbangdiklat Depag., 2009.

Rabasa, Angel M. "Islamic Education in Southeast Asia." Current Trends in Islamist Ideology 2 (2005).

_________. "Radical Islamist Ideologies in Southeast Asia." Current Trends in Islamist Ideology 1 (2005).

Saparudin, Pemutusan Hubungan Keluarga Berdasarkan Afiliasi Lembaga Keagamaan, Laporan Penelitian Dosen Muda. DP2M Dikti, 2007.

Page 122: LAPORAN PENELITIAN MASJID DAN FRAGMENTASI SOSIAL ...repository.uinmataram.ac.id/323/1/323.pdf · Bertambahnya jumlah Masjid, bagi salafi tidak semata-mata sebagai indikator pertumbuhan

29

_________. Salafism, State Recognition, and Social Tension: New Trend Islamic Education in Lombok. Ulumuna Journal of Islamic Studies, vol. 21, no. 1, 2017.

Singleton, Royce A. dan Bruce C Straits. Approaches to Social Research Thrid Edition New York: Oxford University Press, 1999.

Sofie, Anne Roald, Tarbiya: Education and Politic in Islamic Movement in Jordan and Malaya, Lund Studies in History of Religius Vol. 3 (Lund, Routledge Taylor & Francis Group, 1994).

Tan, Charlene. Educative Tradition and Islamic school in Indonesia, Journal of Arabic and Islamic Studies, 14 (2014).

Wahid, Abdurrahman (ed.). Ilusi Negara Islam Ekspansi Gerakan Islam Transnasional

di Indonesia. Jakarta: Wahid Institut, Maarif Institut dan Gerakan Bhineka Tunggal Ika, 2009.

Wahid, Din. Nurturing The Salafi Manhaj: A Studi of Salafi Pesantren in Contemporay

Indonesia, Dissertation. Utrecht University Nederland, 2014. Wiener, Antje. “The Quality of Norms is What Actors Make of It Critical Constructivist

Research of Norms”, Journal of International Law and International Relation, Vol. 5, No. 1, (2009).

_________. A Theory of Contestation. New York: Springer, 2014. Wiktorowicz, Quintan. “The Salafi Movement in Jordan.” International Journal of

Middle East Studies 32, (2), 2000.