laporan penelitian kelompok penegakan dan … · laporan penelitian kelompok penegakan dan...

17
LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN PELINDUNGAN HUKUM DI BIDANG MEREK 2016 Trias Palupi Kurnianingrum, S.H., M.H. Sulasi Rongiyati, SH., MH. Novianti, SH., MH. Puteri Hikmawati, SH., MH. PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN DPR RI JAKARTA

Upload: phamnhan

Post on 02-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN … · LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN PELINDUNGAN HUKUM DI BIDANG MEREK 2016 • Trias Palupi Kurnianingrum, S.H., M.H. • Sulasi

LAPORAN

PENELITIAN KELOMPOK

PENEGAKAN DAN PELINDUNGAN HUKUM

DI BIDANG MEREK

2016

• Trias Palupi Kurnianingrum, S.H., M.H.

• Sulasi Rongiyati, SH., MH.

• Novianti, SH., MH.

• Puteri Hikmawati, SH., MH.

PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN DPR RI

JAKARTA

Page 2: LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN … · LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN PELINDUNGAN HUKUM DI BIDANG MEREK 2016 • Trias Palupi Kurnianingrum, S.H., M.H. • Sulasi

EXCECUTIVE SUMMARY

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan kegiatan perdagangan barang dan jasa di Indonesia dalam

beberapa tahun ini telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini

dikarenakan adanya perkembangan teknologi informasi dan sarana transportasi yang

secara tidak langsung telah menyebabkan aktivitas di sektor perdagangan mengalami

perkembangan yang cukup pesat. Kecenderungan peningkatan arus perdagangan

barang dan jasa tersebut akan terus berlangsung, sejalan dengan pertumbuhan

ekonomi nasional yang semakin meningkat. Merek dagang, atau yang lebih dikenal

sebagai “merek”, merupakan salah satu karya intelektual manusia sangat erat

hubungannya dengan kegiatan ekonomi dan perdagangan.

Dalam dunia perdagangan, merek berperan penting untuk kelancaran dan

peningkatan perdagangan barang atau jasa. Merek (dengan “brand image”-nya) dapat

memenuhi kebutuhan konsumen akan tanda pengenal atau daya pembeda yang

teramat penting. Selain itu juga merek merupakan jaminan kualitas suatu produk atau

jasa.1 Terlebih lagi Indonesia sebagai negara kepulauan yang kaya akan ilmu

pengetahuan tradisional, tradisi, dan budaya, serta iklim tropis telah menghasilkan

berbagai macam produk yang memiliki potensi ekonomi yang besar. Oleh karenanya

merek sebagai salah satu potensi yang dimiliki oleh Indonesia, sudah semestinya

dilindungi dan dimanfaatkan secara optimal. Dengan memperhatikan kenyataan dan

kecenderungan tersebut, maka menjadi hal yang sangat dipahami apabila kemudian

muncul tuntutan kebutuhan pengaturan yang lebih memadai dalam rangka terciptanya

kepastian dan pelindungan hukum yang kuat.

Pengaturan mengenai merek pada dasarnya telah diatur di dalam Undang-

Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Akan tetapi dalam praktiknya,

keberadaan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek tersebut masih 1 Tim Lindsey, dkk. Hak Kekayaan Intelektual: Suatu Pengantar, Bandung: PT. Alumni, 2006, Hal. 131-132.

Page 3: LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN … · LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN PELINDUNGAN HUKUM DI BIDANG MEREK 2016 • Trias Palupi Kurnianingrum, S.H., M.H. • Sulasi

menemui kendala dalam penerapannya, belum sesuai dengan perkembangan

kebutuhan hukum dalam masyarakat, dan belum sesuai dengan konvensi-konvensi di

bidang merek, baik yang sudah diratifikasi maupun konvensi yang akan diratifikasi.

Tidak dipungkiri bahwa ratifikasi beberapa konvensi internasional di bidang merek

merupakan bentuk kesadaran Indonesia untuk menjadi bagian dari pergaulan dunia

dan kebutuhan yang diharapkan memberi manfaat lebih baik bagi perkembangan

perdagangan secara khusus dan perekonomian nasional pada umumnya, karena

penerapan sistem HKI, khususnya merek tidak hanya mendasarkan pada kepentingan

hukum semata melainkan juga kepentingan ekonomi nasional.

Meluasnya globalisasi di bidang perdagangan barang dan jasa juga menuntut

pelindungan merek bagi produk nasional di negara tujuan ekspor. Mekanisme

pendaftaran merek internasional menjadi salah satu sistem yang dapat dimanfaatkan

guna melindungi merek-merek nasional di dunia internasional, di mana salah satunya

adalah Protokol Madrid. Protokol Madrid menjadi sarana yang sangat membantu para

pelaku usaha nasional untuk mendaftarkan merek mereka di luar negeri dengan

mudah dan biaya yang terjangkau. Berdasarkan sistem ini, pendaftaran merek di

beberapa negara yang juga merupakan anggota Protokol Madrid dapat dilakukan

secara sekaligus hanya dengan mengajukan satu permohonan merek, sehingga biaya

yang dikeluarkan akan menjadi lebih murah dan efeisien.2

Wacana Indonesia mengaksesi Protokol Madrid sudah menjadi pembahasan

inter Kementeriaan,3 hal ini dikarenakan Indonesia harus segera mengaksesi konvensi

tersebut. Terlebih lagi di tingkat ASEAN, negara-negara anggota telah mencapai

kesepakatan untuk mengaksesi Protokol Madrid guna mendukung Masyarakat Ekonomi

Asean (MEA) 2015 yang tertuang dalam cetak biru MEA 2014 – 2015 bahwa Protokol

Madrid akan mulai diberlakukan di negara-negara ASEAN termasuk Indonesia di tahun

2015. Dengan adanya keharusan Indonesia melakukan aksesi Protokol Madrid, maka

akan berdampak langsung terhadap Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang

2 Tarsisius Didik Taryadi, Ratifikasi Madrid Protokol dan Masalah di Seputarnya (Protocol Relating to the Madrid Agreement Concerning

the International Registration of Marks), Jurnal Hukum Bisnis Vol. 28 No. 2 Tahun 2009, Hal. 12-13. 3 Hasil Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Pansus RUU Merek dengan Ferry Adamhar Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian

Internasional, Senin tanggal 14 September 2015.

Page 4: LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN … · LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN PELINDUNGAN HUKUM DI BIDANG MEREK 2016 • Trias Palupi Kurnianingrum, S.H., M.H. • Sulasi

Merek itu sendiri, sementara Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek

belumlah mengatur mengenai pendaftaran merek secara internasional.

Selain hal tersebut, nyatanya masih terdapat beberapa kendala atau hambatan

dalam penerapan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, sebagai

contoh kurangnya kemudahan pelayanan kepada masyarakat pemohon pendaftaran

merek. Dalam hal ini mengenai lamanya proses pendaftaran merek. Lamanya proses

pendaftaran merek dikarenakan adanya penumpukan dokumen permohonan

pendaftaran merek di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian

Hukum dan HAM (selanjutnya disebut dengan DJKI). Kendala pendaftaran merek juga

dialami oleh UMKM. Suatu produk yang sudah mempunyai merek dan merek tersebut

dijaga dan dikembangkan dengan baik maka branding (pemberian merek) tersebut

akan mampu mendongkrak penjualan produk tersebut. Oleh karenanya pendaftaran

merek menjadi hal penting bagi para pelaku usaha, termasuk UMKM. Namun, dalam

tataran implementasi masih sedikit UMKM yang mendaftarkan merek dagangnya

karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh UMKM, seperti karakteristik

UMKM yang bermodalkan minim, pengetahuan dan pendidikan khususnya di bidang

merek rendah, dan keterbatasan mengakses kantor pendaftaran merek. Kendala

lainnya adalah mahalnya biaya pendaftaran, rumitnya prosedur pendaftaran, birokrasi

yang buruk sehingga memunculkan korupsi, masih tersentralistiknya kontor

pendaftaran merek.4

Kurangnya pelindungan hukum juga terlihat dalam pengaturan mengenai

indikasi geografis. Materi mengenai indikasi geografis sebenarnya sudah diatur di

dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, namun undang-undang

tersebut belumlah sepenuhnya mengatur secara jelas mengenai indikasi geografis. Di

dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, pengaturan indikasi

geografis hanya terdiri dari beberapa pasal saja.5 Bahkan ketentuan mengenai indikasi

geografis dianggap bertentangan dengan pasal-pasal di dalam Undang-Undang Nomor

15 Tahun 2001 tentang Merek. Selain itu, kurangnya pelindungan optimal terhadap

4 Sistem Konstitutif dalam UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek Bagi UMKM, “Jurnal Ilmu Hukum :Syiar Hukum”, Vol. XIII No.2 Tahun

2011, http://hukum.unisba.ac.id/syiarhukum/index.php/jurnal/item/124-sistem-konstitutif-dalam-uu-no-15-tahun-2001-tentang-merek-bagi-umkm, diakses tanggal 14 Februari 2016.

5 Pasal 56 s.d. Pasal 60 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.

Page 5: LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN … · LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN PELINDUNGAN HUKUM DI BIDANG MEREK 2016 • Trias Palupi Kurnianingrum, S.H., M.H. • Sulasi

indikasi geografis terlihat pada rumit dan kompleksnya proses pendaftaran indikasi

geografis tersebut. Meskipun Indonesia memiliki banyak potensi terkait indikasi

geografis, namun belum sepenuhnya juga dipahami oleh masyarakat luas. Tidak semua

masyarakat di daerah mengetahui bahwa hasil daerahnya, produk-produk kerajinan

dan hasil pertanian dapat menjadi bagian dari pelindungan indikasi geografis.

Kekurangpahaman masyarakat akan pentingnya pendaftaran indikasi geografis, justru

dapat membuka celah besar untuk tindak pidana pembajakan dan pemalsuan produk

barang dan jasa di Indonesia. Sebagai contoh, kasus kopi Gayo Aceh yang pernah

diklaim oleh perusahaan Belanda European Coffee Bv. Melalui Holland Coffee pada tahun

1999 dengan mendaftarkan nama “Gayo” sebagai merek dagang kopi mereka di

Belanda (Gayo Mountain Coffee).6 Dengan memakai nama “Gayo” tersebut, maka secara

otomatis tidak ada perusahaan lain yang boleh menjual kopi dengan nama “Gayo” di

Belanda termasuk perusahaan asal Indonesia yang memang merupakan asal dari kopi

torabika Gayo.

Atas dasar tersebut, maka permasalahan hukum dalam penelitian ini

menitikberatkan mengenai penegakan dan pelindungan hukum di bidang merek.

Permasalahan penelitian tersebut kemudian dijabarkan dalam beberapa pertanyaan

penelitian sebagai berikut: Pertama, apa yang menjadi urgensi aksesi Protokol Madrid

terhadap ketentuan merek di Indonesia; Kedua, bagaimana penegakan dan pelindungan

hukum terhadap hak merek kolektif ; Ketiga, bagaimana penegakan dan pelindungan

hukum indikasi geografis di Indonesia; dan Keempat, bagaimana penegakan dan

pelindungan norma hukum serta ketentuan sanksi terhadap pelanggaran merek.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji: urgensi aksesi Protokol

Madrid bagi Indonesia, penegakan dan pelindungan hukum bagi pemegang merek

kolektif, penegakan dan pelindungan hukum bagi pemegang hak indikasi geografis

serta penegakan dan pelindungan norma hukum serta ketentuan sanksi terhadap

pelanggaran merek. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan atau

manfaat, baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan

dapat memperkuat khasanah ilmu pengetahuan hukum, khususnya dalam bidang

6 Indikasi Geografis: Pelindung Kekayaan Indonesia, https://imamhariyanto.com/indikasi-geografis-pelindung-kekayaan-indonesia/,

diakses Kamis 4 Februari 2016.

Page 6: LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN … · LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN PELINDUNGAN HUKUM DI BIDANG MEREK 2016 • Trias Palupi Kurnianingrum, S.H., M.H. • Sulasi

hukum ekonomi. Sedangkan secara praktis, penelitian ini dapat digunakan sebagai

bahan bagi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang sedang dalam

melakukan pembahasan RUU tentang merek, sebagaimana yang tercantum dalam

Program Legislasi Nasional Tahun 2016.

B. Metode Penelitian

Penelitian tentang penegakan dan pelindungan hukum di bidang merek

merupakan penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris. Penelitian yuridis normatif

yang dimaksudkan adalah penelitian terhadap sistematika hukum.7 Sedangkan

penelitian yuridis empiris yang dimaksudkan adalah penelitian terhadap efektivitas

hukum, yaitu penelitian yang membahas bagaimana hukum beroperasi dalam

masyarakat.8 Berdasarkan metode pendekatan yang digunakan, maka penelitian ini

termasuk penelitian kualitatif, dalam hal ini melakukan penelitian dengan pedoman

wawancara (interview guide).

Penelitian ini memerlukan data sekunder dan data primer. Data sekunder terdiri

dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer adalah

bahan yang isinya mengikat, seperti peraturan perundang-undangan yang berkaitan

dengan merek dan indikasi geografis. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum

yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti buku,

laporan penelitian, dan literatur lain mengenai merek dan indikasi geografis. Penelitian

ini juga dilengkapi dengan data primer melakukan observasi, wawancara dan Focus

Group Discussion (FGD) dengan instansi-instansi terkait seperti: Pemerintah Daerah,

Kantor Wilayah Kementeriaan Hukum dan HAM, Akademisi, Dinas Perindustrian dan

Perdagangan, Dinas Koperasi dan UMKM, Pembina UMKM, Aparat Penegak Hukum

meliputi Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan serta UMKM lokal.

Penelitian ini dilakukan di Provinsi Aceh (tanggal 11-17 April 2016) dan

Provinsi Bali (tanggal 16-22 Mei 2016) dengan pertimbangan pemilihan lokasi tersebut

sebagai berikut:

7 H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2009, hal. 24. 8 Ibid, hal.31.

Page 7: LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN … · LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN PELINDUNGAN HUKUM DI BIDANG MEREK 2016 • Trias Palupi Kurnianingrum, S.H., M.H. • Sulasi

1) Provinsi Aceh, dipilih karena perkembangan UMKM di daerah tersebut telah

mencapai peningkatan hingga 8405 unit atau sekitar 3,4% dari jumlah populasi

penduduk kota di Banda Aceh.9 Pertumbuhan UMKM yang sangat signifikan ini jelas

sangat membutuhkan adanya upaya pelindungan hukum yang memadai terhadap

produk-produk tersebut, khususnya dalam hal pendaftaran merek. Selain itu,

Provinsi Aceh dipilih dikarenakan Provinsi Aceh merupakan salah satu daerah yang

pernah mengalami sengketa terkait studi kasus sengketa merek Kopi Arabika Gayo

yang pernah diklaim oleh perusahaan Belanda European Coffee Bv. Melalui Holland

Coffee pada tahun 1999 dengan mendaftarkan nama “Gayo” sebagai merek dagang

kopi mereka di Belanda (Gayo Mountain Coffee). Dengan adanya merek dagang

tersebut, maka secara tidak langsung masyarakat Gayo Aceh telah kehilangan hak

atas penggunaan nama mereka. Meskipun pada akhirnya kasus tersebut telah

dimenangkan oleh Indonesia setelah melalui perjuangan panjang, di mana pada

tahun 2010 akhirnya Kopi Arabika Gayo berhasil meraih sertifikat IG (ID G

000000005) yang diajukan oleh Masyarakat Pelindungan Kopi Gayo (MPKG).

2) Provinsi Bali, dipilih karena Bali merupakan salah satu daerah dengan industri

pariwisata terbesar di Indonesia. Pada tahun 2003, sekitar 80% perekonomian Bali

bergantung pada industri pariwisata. Selain pariwisata, ekonomi kreatif juga

menjadi andalan pendapatan Bali. Tidak jarang berbagai macam merek barang

buatan Provinsi Bali telah diakui di mancanegara, sebut saja seperti merek sepatu Ni

Luh asal Bali yang sudah terkenal hingga ke New York, Paris, dan Italia. Kemudian

juga merek baju Djoger, merek makanan pai susu “asli enak”, dan sebagainya.

Maraknya potensi kreatif yang dimiliki oleh masyarakat Provinsi Bali, secara tidak

langsung telah melahirkan UMKM-UMKM yang kreatif di Provinsi Bali. Selain itu

Provinsi Bali juga telah memiliki beberapa sertifikat Indikasi Geografis, di antaranya

Kopi Arabika Kintamani Bali (tahun 2008) yang telah diekspor hingga ke

mancanegara. Kemudian Mete Kubu Bali (tahun 2014) dan Garam Amed Bali (tahun

9 Data Dishubkominfo Pemerintah Kota Banda Aceh, Pertumbuhan UMKM dan Koperasi di Banda Aceh Sangat

Signifikan,http://perhubungan.bandaacehkota.go.id/v3/pertumbuhan-umkm-dan-koperasi-di-banda-aceh-sangat-signifikan/, diakses Kamis 11 Februari 2016.

Page 8: LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN … · LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN PELINDUNGAN HUKUM DI BIDANG MEREK 2016 • Trias Palupi Kurnianingrum, S.H., M.H. • Sulasi

2015). Sementara untuk kasus pelanggaran merek, Provinsi Bali merupakan salah

satu daerah dengan jumlah kasus tindak pidana merek sebanyak 11 kasus.10

C. Hasil Penelitian

1. Aksesi Protokol Madrid Terhadap Ketentuan Merek Di Indonesia

Sebagai negara yang terlibat dalam perdagangan dunia, Indonesia mulai

mempertimbangkan untuk melakukan aksesi terhadap Protokol Madrid. Keikutsertaan

Indonesia sebagai anggota WIPO (World Intellectual Property Organization)

mengharuskan Indonesia menyesuaikan segala peraturan perundangan di bidang HKI

dengan beberapa konvensi internasional terkait pelindungan merek seperti, Konvensi

Paris, Nice Agreement dan lain-lain. Komitmen Indonesia di bidang HKI khususnya

terhadap berbagai perjanjian internasional dalam skala bilateral maupun regional

dilakukan dalam rangka mendukung program Pemerintah dalam membangun merek

global atas produk lokal Indonesia, khususnya dalam mengembangkan Usaha Kecil dan

Menengah agar mampu bersaing di pasar global, diperlukan sistem pendaftaran merek

secara internasional yang efektif dan efisien. Komitmen Indonesia untuk mengaksesi

Protokol Madrid didasarkan pada: Asean Framework Agreement on Intellectual Property

Cooperation (Bangkok, 15 Desember 1995) yang kemudian menghasilkan Rencana Aksi

HKI ASEAN 2004-2010 (Vientiane), dan Rencana Aksi HKI ASEAN 2011-2015.

Kedua Rencana Aksi tersebut menyepakati beberapa hal, di antaranya untuk

mengaksesi Protokol Madrid. Melalui kesepakatan yang telah dilakukan Indonesia

dengan Japan Economic Partnership Agreement yang ditandatangani pada tanggal 20

Agustus 2007 menyepakati bahwa kedua belah pihak sepakat untuk melakukan

langkah-langkah bagi aksesi beberapa traktat/perjanjian internasional di bidang HKI, di

antaranya untuk mengaksesi Protokol Madrid. Selain itu, kesepakatan ASEAN dengan

Australia New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA) yang ditandatangani pada 27

Februari 2009 di Thailand dan berlaku sejak 1 Januari 2010 juga telah menetapkan

komitmen dan kewajiban kedua belah pihak dalam berbagai bidang perdagangan,

termasuk untuk mengaksesi Protokol Madrid.

10 Data pelanggaran merek yang ditangani Kepolisian Daerah Provinsi Bali, Hasil Kunjungan Kerja Pansus RUU Merek DPR RI, tanggal 16-

18 September 2015.

Page 9: LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN … · LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN PELINDUNGAN HUKUM DI BIDANG MEREK 2016 • Trias Palupi Kurnianingrum, S.H., M.H. • Sulasi

Berdasarkan hasil penelitian di daerah, keikutsertaan Indonesia dalam

melakukan aksesi Protokol Madrid perlu diimbangi dengan adaya revisi Undang-

Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Dikarenakan undang-undang tersebut

belum mengatur mengenai pendaftaran merek internasional. Revisi Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek perlu mengantisipasi pengaturan pendaftaran

merek secara internasional, dengan harapan dengan meningkatnya pendaftaran merek

dari luar negeri maka secara tidak langsung akan berdampak pula pada meningkatnya

pemasukan negara dan makin tingginya reputasi negara dalam pergaulan internasional

sesuai dengan tujuan Protokol Madrid.

2. Penegakan Dan Pelindungan Hukum Terhadap UKM

Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, merek memiliki

pengertian yaitu tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan

warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan

digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. 11 Dari pengertian tersebut

maka Undang-Undang mengenal dua jenis merek, yaitu merek dagang dan merek jasa.

Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh

seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk

membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. Sedangkan merek jasa adalah

merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa

orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan jasa-jasa sejenis

lainnya.

Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek juga dikenal

merek kolektif. Namun, pada prinsipnya merek kolektif bukanlah jenis merek,

melainkan kemudahan yang diberikan oleh Undang-Undang kepada para pemohon

merek untuk memiliki hak atas merek secara bersama-sama dengan biaya pendaftaran

ditanggung bersama, melalui merek kolektif. Dalam praktiknya, data di lapangan

menujukan minimnya pengajuan pendaftaran merek kolektif. Berdasarkan hasil

penelitian, hal ini berkaitan dengan karakteristik masyarakat Indonesia termasuk UKM

yang enggan memiliki merek dagang secara bersama-sama. Setiap hak kekayaan 11 Pasal 1 angka 1 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek

Page 10: LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN … · LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN PELINDUNGAN HUKUM DI BIDANG MEREK 2016 • Trias Palupi Kurnianingrum, S.H., M.H. • Sulasi

intelektual wajib didaftarkan, karenanya pendaftaran yang memenuhi persyaratan

perundang-undangan merupakan pengakuan dan pembenaran atas hak kekayaan

intelektual seseorang dengan sertifikat pendaftaran sehingga memperoleh pelindungan

hukum. Begitu juga halnya dengan hak merek. Berdasarkan sistem konstitutif yang

dianut dalam hukum merek Indonesia, hak merek UKM hanya bisa diakui dan

dilindungi oleh undang-undang jika hak merek tersebut didaftarkan.12 Hal ini

mengandung makna merek-merek UKM yang tidak didaftarkan tidak diakui dan

dilindungi oleh negara melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek,

sehingga kemungkinan untuk ditiru, dijiplak oleh pengusaha lain sangat besar. Dampak

lebih lanjut UKM yang tidak mendaftarkan mereknya tidak memperoleh keuntungan

ekonomis dari merek produknya secara maksimal.

Perlu sosialisasi secara menyeluruh yang tidak hanya ditujukan kepada Kantor

Wilayah Hukum dan HAM, namun juga beberapa instansi terkait seperti Dinas

Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi dan UKM baik di tingkat provinsi

maupun kab/kota serta peran Pemda. Peningkatan kesadaran bagi pelaku UKM melalui

sosialisasi hak kekayaan intelektual serta pembinaan yang terkoordinasi antar instansi

terkait menjadi sangat penting. Demikian juga penyederhanaan proses pendaftaran

merek yang dalam praktiknya masih memakan waktu relatif lama. Perlu juga didukung

fasilitas-fasilitas untuk UKM, baik berupa keringanan biaya pendaftaran, pembinaan

dan pelatihan maupun pendampingan dalam melakukan pendaftaran merek.

3. Penegakan Dan Pelindungan Hukum Atas Indikasi Geografis Di Indonesia

Tidak dipungkiri bahwa indikasi geografis merupakan salah satu bagian dari HKI

yang dirasakan penting untuk mendapatkan pelindungan hukum. Sama halnya seperti

hak cipta dan paten, sebagai bagian dari HKI indikasi geografis juga memiliki potensi

nilai ekonomi. HKI dianggap sebagai suatu alat bagi pengembangan ekonomi.

Pentingnya pelindungan terhadap HKI, dianggap sebagai suatu kebutuhan yang dapat

mendorong pergerakan perekonomian suatu negara seiring dengan berkembangnya

perdagangan internasional dalam era global dan persaingan usaha tidak sehat.

Pelindungan HKI dianggap memiliki nilai ekonomi karena pada dasarnya bagi pengagas 12 Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2007,hal.159.

Page 11: LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN … · LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN PELINDUNGAN HUKUM DI BIDANG MEREK 2016 • Trias Palupi Kurnianingrum, S.H., M.H. • Sulasi

karya intelektual akan memperoleh nilai insentif sesuai dengan jerih payah yang

dikeluarkannya.13

Indikasi geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu

barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia,

atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan ciri dan kualitas tertentu pada

barang yang dihasilkan.14 Pelindungan indikasi geografis sebagai bagian dari HKI tidak

terlepas dari pertimbangan adanya nilai ekonomis yang melekat adanya suatu

“property”. Hal ini dikarenakan penggunaan label atau tanda indikasi geografis

menggambarkan adanya kualitas terhadap produk atau barang yang dihasilkan oleh

suatu daerah atau wilayah tertentu. Inilah yang secara tidak langsung akan menambah

nilai ekonomis pada produk atau barang yang dihasilkan oleh daerah atau wilayah

tersebut.

Pentingnya pelindungan hak ekonomi atas indikasi geografis pada dasarnya

telah diatur di dalam konstitusi negara. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945), menyatakan “bumi dan air dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan

untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.15 Penekanan kata “negara” diartikan bahwa

negara haruslah bertanggungjawab untuk memberikan pelindungan terhadap hasil

produk-produk berindikasi geografis mengingat indikasi geografis juga merupakan

sumber daya alam yang dikuasai oleh negara. Sayangnya, dari data yang diperoleh dari

DJKI16, total baru terdapat sekitar 38 barang yang sudah terdaftar sebagai indikasi

geografis baik dari dalam negeri dan luar negeri di Indonesia (tahun 2008-2015). Ini

berarti memang menunjukkan bahwa apresiasi masyarakat Indonesia akan pentingnya

pelindungan indikasi geografis melalui pendaftaran belum begitu signifikan.

Hak ekonomi baru akan tercapai apabila masing-masing daerah “peka” untuk

lebih giat melindungi potensi indikasi geografis daerahnya melalui pendaftaran. Pasal

56 ayat (7) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek telah menyatakan

secara tegas bahwa indikasi geografis yang terdaftar akan mendapatkan pelindungan

13 Djulaeka, Konsep Pelindungan Hak Kekayaan Intelektual, hal. 137. 14 Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis. 15 Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 16 Ahmad M. Ramli, Data Indikasi Geografis di Indonesia, Makalah disampaikan pada Kunjungan Lapangan Panitia Khusus RUU Merek DPR

RI, Jakarta, 17 November 2015.

Page 12: LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN … · LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN PELINDUNGAN HUKUM DI BIDANG MEREK 2016 • Trias Palupi Kurnianingrum, S.H., M.H. • Sulasi

hukum selama ciri dan/atau kualitas yang menjadi dasar bagi diberikannya

pelindungan atas indikasi geografis itu masih ada.17 Ketentuan pasal ini menujukkan

bahwa indikasi geografis baru akan mendapatkan pelindungan apabila sudah

didaftarkan. Inilah yang menjadi catatan penting bahwa pendaftaran indikasi geografis

mutlak diperlukan supaya daerah nantinya juga ikut merasakan peningkatan nilai

tambah hak ekonomi. Sayangnya belum semua daerah menyadari potensi ekonomi

tersebut.

Menurut hasil penelitian18, baik di Provinsi Aceh maupun Provinsi Bali,

rendahnya angka pendaftaran indikasi geografis disebabkan kurangnya pemahaman

masyarakat akan indikasi geografis. Stakeholders dalam hal ini Pemerintah daerah

(Pemda) beserta instansi terkait dan juga DJKI juga dirasa kurang giat dalam

melakukan sosialisasi terkait indikasi geografis. Bahkan belum semua Pemda

memahami apa itu indikasi geografis.19 Pemda dirasakan kurang giat dalam melakukan

inventarisasi data potensi indikasi geografis yang dimiliki daerah setempat. Dari 34

Provinsi di Indonesia, tercatat baru Pemerintah Kabupaten Sumedang yang berinisiatif

untuk mendaftarkan produk unggulan daerahnya, yakni tembakau hitam Sumedang

yang telah didaftarkan pada tanggal 25 April 2011 (ID G 000000007) dan tembakau

mole Sumedang yang juga didaftarkan pada tanggal 25 April 2011 (ID G 000000008).20

Sementara bagi Provinsi Aceh dan Provinsi Bali sendiri, belum terlihat adanya upaya

atau peran dari Pemda untuk aktif melakukan pendaftaran produk berindikasi

geografis di daerahnya. Pendaftaran produk berindikasi geografis hanya dilakukan oleh

asosiasi masyarakat setempat, seperti pada Kopi Arabika Gayo yang telah didaftarkan

oleh Masyarakat Pelindungan Kopi Gayo (MPKG), Minyak Nilam Aceh yang telah

didaftarkan oleh Forum Masyarakat Pelindungan Nilam Aceh (FMPNA), Kopi Arabika

Kintamani Bali yang telah didaftarkan oleh Masyarakat Pelindungan Indikasi Geografis

(MPIG) Kopi Kintamani Bali.

17 Pasal 56 ayat (7) UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. 18 Hasil wawancara penelitian kelompok “Penegakan dan Pelindungan Hukum di Bidang Merek”,Wayan (Dosen Fakultas Hukum

Universitas Udayana), Provinsi Bali tanggal 18 Mei 2016. 19 Hasil wawancara penelitian kelompok “Penegakan dan Pelindungan Hukum di Bidang Merek”, Muhamad Raudi (Kepala Biro

Perekonomian), Provinsi Aceh, tanggal 12 April 2016. 20 Buku Saku Indikasi Geografis Indonesia.

Page 13: LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN … · LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN PELINDUNGAN HUKUM DI BIDANG MEREK 2016 • Trias Palupi Kurnianingrum, S.H., M.H. • Sulasi

Kurang pekanya pihak Pemda dan juga instansi terkait sungguh disayangkan.

Padahal jika dicermati, pelindungan indikasi geografis secara tidak langsung justru

akan membawa pengaruh pula terhadap daerah khususnya terkait peningkatan hak

ekonomi (nilai tambah bagi daerah). Hal ini dikarenakan potensi barang atau produk

daerah yang memiliki karakteristik unik untuk melindungi indikasi geografis

merupakan suatu kekayaan yang memiliki nilai tambah ataupun manfaat secara

ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan keuntungan bagi masyarakat

daerah setempat.21 Dari hasil penelitian, disarankan perlu upaya atau peran strategis

dari Pemda untuk ikut menjaga serta melindungi produk berindikasi geografis.

Pemetaan atau inventarisasi data yang dilakukan oleh Pemda, secara tidak langsung

juga akan meningkatkan kualitas dan aksesbilitas pelayanan HKI.

Pemetaan atau inventarisasi data ini berfokus pada pendaftaran, pelindungan

dan penegakan hukum, karena kondisi tiap-tiap daerah tidaklah sama. Kepekaan dari

masyarakat dan stakeholders untuk berupaya dan berpartisipasi melakukan

inventarisasi atau pemetaan terhadap produk unggulan daerah yang berbasis indikasi

geografis akan membantu Pemda dalam mengangkat dan memperkenalkan nama

daerah kepada komunitas negara lain, selain untuk meningkatkan penghasilan dari

masyarakat daerah. Indikasi geografis sebagai bagian dari HKI telah memberikan

banyak pengaruh pada kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi khususnya dalam

memberikan perhatian ekstra terhadap kemungkinan penyalahgunaan dari pihak lain

yang tidak berhak. Kepentingan pemerintah dalam pelindungan indikasi geografis

merupakan bagian internal sebagai otoritas publik, sehingga pengaturan dan

kebutuhan terhadap pelindungan indikasi geografis harus benar-benar terwujud.

4. Penegakan Dan Pelindungan Norma Hukum serta Ketentuan Sanksi Pelanggaran

Merek

Dalam dunia perdagangan, merek berperan penting untuk kelancaran dan

peningkatan perdagangan barang atau jasa. Merek merupakan jaminan kualitas produk

atau jasa, sehingga terhadapnya perlu pelindungan hukum terhadap objek, berkaitan

21 Winda Risma Yessiningrum, “Pelindungan Hukum Indikasi Goegrafis Sebagai Bagian dari Hak Kekayaan Intelektual”, Jurnal Kajian

Hukum dan Keadilan IUS, hal. 43.

Page 14: LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN … · LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN PELINDUNGAN HUKUM DI BIDANG MEREK 2016 • Trias Palupi Kurnianingrum, S.H., M.H. • Sulasi

dengan hak-hak perseorangan atau badan hukum. Dalam bidang hukum, khususnya

penegakan hukum di bidang merek, dinilai masih belum memenuhi harapan banyak

pihak. Terdapat beberapa permasalahan hukum yang muncul dalam pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, antara lain: Pertama,

penentuan tindak pidana merek sebagai delik aduan. Di dalam Pasal 96 Undang-Undang

No. 15 Tahun 2001 tentang Merek telah ditentukan, bahwa tindak pidana dari Pasal 90

- Pasal 94 adalah delik pidana aduan. Padahal secara teori dalam delik pidana aduan itu

unsur yang lebih besar adalah unsur pelanggaran bukan kejahatan. Jika tindak pidana

merek ini delik aduan berarti aparat penegak hukum baru dapat memproses perkara

setelah ada pengaduan dari pihak yang dirugikan, khususnya pemegang merek

terdaftar. Inilah yang dirasakan menjadi kendala, sementara berdasarkan hasil

penelitian di lapangan,22 pemalsuan merek merupakan perbuatan melawan hukum,

yang sangat merugikan masyarakat. Dikarenakan banyak merugikan masyarakat, maka

sebaiknya dikembalikan menjadi delik biasa. Terlebih lagi terdapat kepentingan negara

untuk ikut turut campur dalam mengawasi, mengontrol, dan memproses apabila terjadi

tindak pidana di bidang merek..23 Dengan adanya delik aduan, dikhawatirkan dapat

menyebabkan pelaku tindak pidana di bidang merek lolos dari pertanggungjawaban

pidana, yang pada akhirnya tidak dipidana.

Kedua, terkait korporasi sebagai subjek tindak pidana di bidang merek. Meski

korporasi dapat dijatuhi pidana bila melakukan tindak pidana merek, tetapi juga perlu

diatur sanksi pidana untuk korporasi, selain pengaturan sanksi kepada pengurus atau

pemilik korporasi tersebut. Sesuai dengan karakteristik yang melekat pada korporasi,

maka sanksi pidana yang dapat diancamkan kepada korporasi adalah sanksi pidana

pokok yang berupa pidana denda dan juga perlu diatur ancaman pidana tambahan yang

berupa pengumuman putusan hakin dan pencabutan izin usaha. Untuk menjamin

kepastian hukum bagi pemilik merek terdaftar yang sudah dirugikan, perlu secara tegas

mencantumkan kapan masing-masing pertanggungjawaban perdata dan pidana dapat

diberlakukan. Agar pemilik merek terdaftar dapat segera mendapatkan ganti kerugian.

Untuk itu, perlu dibuka kemungkinan diterapkannya ketentuan Pasal 98 KUHAP yaitu 22 Hasil wawancara penelitian kelompok “Penegakan dan Pelindungan Hukum di Bidang Merek”, Wawancara dengan Penyidik Polda

Aceh, Provinsi Aceh, tanggal 12 April 2016. 23 Ibid.

Page 15: LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN … · LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN PELINDUNGAN HUKUM DI BIDANG MEREK 2016 • Trias Palupi Kurnianingrum, S.H., M.H. • Sulasi

tentang Penggabungan Gugatan Ganti Kerugian. Dengan demikian pemilik merek

terdaftar yang dirugikan tidak terlalu lama menunggu mendapatkan ganti kerugian

yaitu pada saat terdakwa dijatuhi pidana atas kesalahannya melakukan tindak pidana

di bidang merek, hakim juga menjatuhkan putusan tentang gugatan ganti kerugian yang

diajukan oleh pemilik merek terdaftar.

Ketiga, terkait sanksi pidana. Pelanggaran dan pemalsuan merek masih marak

terjadi. Oleh karena itu, agar pelanggar jera melakukan pelanggaran dan pemalsuan,

maka sanksi pidana denda dan hukuman terhadap pelanggaran merek harus diperberat

dengan mengacu pada prinsip-prinsip fundamental modern dikemukakan Gabriel

Hallevy.24 Hal ini perlu mendapat perhatian yang serius dikarenakan sanksi pidana

dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek terbukti tidak membuat

pelaku pelanggaran jera melakukan pelanggaran pemalsuan merek, terutama yang

membahayakan kesehatan dan keselamatan jiwa manusia, seperti pelanggaran merek

di bidang obat-obatan, oli atau pelumas, suku cadang, kosmetik, garmen, dan lain-lain

sangat merugikan pelaku usaha dan masyarakat, sehingga ketentuan mengenai sanksi

pidana, baik hukuman denda maupun hukuman badan yang dapat diberlakukan

terhadap pelanggar yang diatur dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang

Merek, harus diperberat dengan menggunakan prinsip fundamental seperti yang

dikemukakan oleh Gabriel Hallevy .

D. Penutup

Penegakan dan pelindungan hukum atas merek menjadi hal yang sangat penting,

mengingat dalam dunia perdagangan, merek berperan penting untuk kelancaran dan

peningkatan perdagangan barang atau jasa. Meskipun merupakan jaminan kualitas

suatu produk atau jasa namun sayangnya di lapangan masih terdapat banyak hal-hal

yang menjadi kendala dalam penerapan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang

Merek. Untuk itu perlu melakukan pembaharuan hukum terhadap Undang-Undang No.

15 Tahun 2001 tentang Merek.

24 Eddy Damian, “Urgensi Pelindungan Merek Berdasarkan Undang-Undang Merek Baru di Indonesia”, disampaikan pada saat Rapat

Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pansus RUU Merek, 8 September 2015.

Page 16: LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN … · LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN PELINDUNGAN HUKUM DI BIDANG MEREK 2016 • Trias Palupi Kurnianingrum, S.H., M.H. • Sulasi

Pembaharuan hukum yang dimaksud adalah melakukan revisi/penggantian

Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Dikarenakan adanya materi yang

patut untuk dicermati oleh pemangku kepentingan: Pertama, dalam mengantisipasi

aksesi Protokol Madrid maka Indonesia perlu segera merevisi/mengganti Undang-

Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, dikarenakan di dalam materi Undang-

Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek belum mengatur mengenai pendaftaran

merek secara internasional. Pengaturan pendaftaran merek secara internasional dinilai

menjadi “jembatan” bagi produk lokal yang ingin mendaftarkan mereknya ke negara

yang tergabung dalam Protokol Madrid. Sistem Protokol Madrid diharapkan dapat

meningkatkan pemasukan negara dan makin tingginya reputasi negara dalam

pergaulan internasional sesuai dengan tujuan Protokol Madrid. Kedua, dalam rangka

melindungi indikasi geografis maka perlu segera merevisi/mengganti Undang-Undang

No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya

pelindungan terhadap indikasi geografis dinilai masih rendah. Hal ini dipicu dengan

belum adanya sosialisasi secara menyeluruh terkait indikasi geografis. Rendahnya

tingkat pendaftaran indikasi geografis secara tidak langsung dinilai akan membuka

ruang/celah timbulnya tindak pidana. Ketiga, dalam rangka mengoptimalkan

penegakan dan pelindungan norma hukum serta sanksi, maka perlu untuk

mengembalikan delik biasa ke dalam revisi/penggantian Undang-Undang No. 15 Tahun

2001 tentang Merek. Delik aduan yang selama ini dilakukan aparat penegak hukum

dikhawatirkan dapat menyebabkan pelaku tindak pidana di bidang merek lolos dari

pertanggungjawaban pidana, yang pada akhirnya tidak dipidana. Terakhir, perlu

adanya sosialisasi secara menyeluruh yang tidak hanya ditujukan kepada instansi

terkait namun juga masyarakat (dalam hal ini pelaku UKM). Peningkatan kesadaran

bagi pelaku UKM melalui sosialisasi hak kekayaan intelektual serta pembinaan yang

terkoordinasi antar instansi terkait menjadi hal yang sangat penting. Perlu juga

dukungan fasilitas-fasilitas bagi pelaku UKM, baik berupa keringanan biaya

pendaftaran, pembinaan dan pelatihan maupun pendampingan dalam melakukan

pendaftaran merek.

Page 17: LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN … · LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN PELINDUNGAN HUKUM DI BIDANG MEREK 2016 • Trias Palupi Kurnianingrum, S.H., M.H. • Sulasi