laporan patgul 2

38
Laporan Praktikum Hari, tanggal: Kamis, 26 Maret – 9 April 2015 Teknologi Pati, Gula, Golongan : P4 Dan Sukrokimia Dosen : Dr.Ir. Sapta Raharja, DEA Asisten : 1. Ana Makrifatul Z F34110127 2. Nurlela F34110129 PRODUKSI DAN KARAKTERISASI PRODUK BERBASIS PATI Sopyan Nurkarim (E14120078) Icha Pebriyanti (F34120107) Amanda Dwi Gebrina (F34120110) DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

Upload: icha-pebriyanti

Post on 08-Nov-2015

364 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Pati, Gula dan Sukrokimia

TRANSCRIPT

Teknologi Pati, Gula, dan Sukrokimia

Laporan PraktikumHari, tanggal: Kamis, 26 Maret 9 April 2015Teknologi Pati, Gula,Golongan: P4Dan SukrokimiaDosen: Dr.Ir. Sapta Raharja, DEA

Asisten:

1. Ana Makrifatul Z

F341101272. Nurlela

F34110129

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI PRODUK BERBASIS PATI

Sopyan Nurkarim

(E14120078)

Icha Pebriyanti

(F34120107)

Amanda Dwi Gebrina

(F34120110)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015PENDAHULUANLatar BelakangIndonesia merupakan negara yang memiliki biodiversivitas yang tinggi. Terlihat dari banyaknya jenis tanaman yang bermanfaat untuk pemenuhan kebutuhan manusia. Pangan merupakan salah satu pemenuhan akan kebutuhan manusia yang penting. Pemenuhan kebutuhan pangan terus dilakukan melalui penelitian, pengembangan, dan produksi pangan yang ideal untuk dikonsumsi. Karbohidrat merupakan salah satu kebutuhan makro yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Karbohidrat dapat diperoleh dari tanaman yang menghasilkan pati. Indonesia memiliki banyak sumber pati potensial yang hingga saat ini belum dimanfaatkan secara optimal. Sumber-sumber pati potensial Indonesia adalah ubi kayu, jagung, beras, sagu, ubi jalar, dan jenis kacang-kacangan.

Pemanfaatan pati saat ini sudah sangat banyak ditemui di masyarakat. Pemanfaatannya tidak hanya melibatkan sektor pangan tetapi juga telah meluas ke sektor non pangan. Pemanfaatannya yang luas membuat pati menjadi sumber bahan baku yang ideal untuk dikembangkan. Pemanfaatan pati umumnya dibagi menjadi dua yaitu pati alami dan pati termodifikasi. Pati alami adalah pati yang dimanfaatkan tanpa melakukan modifikasi sifat fisiko-kimianya. Pati alami banyak dimanfaatkan dalam industri sebagai bahan filler (pengisi) dalam pembuatan tablet obat. Namun, pati alami memiliki beberapa kekurangan dalam memproduksi beberapa jenis produk seperti tablet dalam dunia farmasi. Sehingga perlu dilakukan modifikasi agar dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan kriteria produk yang diinginkan. Pati modifikasi merupakan pati yang dimodifikasi sifat fisik dan kimianya agar didapat sifat yang sesuai dengan kriteria akhir. Penggunaan pati termodifikasi melahirkan banyak inovasi produk yang awalnya tidak bisa dilakukan dengan menggunakan pati alami. Beberapa produk yang dihasilkan dengan menggunakan pati termodifikasi adalah biskuit, bahan pembuat film, pengental dalam saos, dan dunia farmasi.

Sumber karbohidrat tidak hanya dapat dipenuhi dari pati tetapi juga dapat dipenuhi dari tepung-tepungan. Tepung merupakan komponen turunan pati yang terdiri dari komponen yang kompleks. Secara umum, tepung dapat diperoleh dari berbagai jenis tanaman yang mengandung polisakarida. Beberapa jenis komersial yang beredar di pasaran adalah tepung tapioka, tepung jagung, tepung sagu, tepung beras, dan tepung ubi kayu. Kesemua tepung tersebut memiliki peran yang penting dalam pengembangan kebutuhan pangan manusia. Pengembagan yang dilakukan membutuhkan metode inovasi yang unggul dan dapat bersaing secara komparatif. Pengembangan dapat dilakukan dengan mengetahui teknik rekayasa proses. Untuk mengetahui teknik rekayasa proses, perlu mengetahui prinsip dasar dalam karakteristik, sifat fisiko-kimia, dan aspek teknologi proses yang digunakan untuk melakukan rekayasa proses dalam pengolahan produk berbasis pati dan tepung. Oleh karena itu, praktikum teknologi pengolahan pati dan tepung sangat penting dilakukan dalam proses pengembangan produk.

Tujuan

Tujuan praktikum ini bertujuan untuk mempelajari cara pembuatan tepung dan ekstraksi pati serta rendemen yang dihasilkan. Selain itu juga untuk mengetahui cara memodifikasi pati dan membandingkan perbedaan karakteristik pati yang dihasilkan, baik antara pati termodifikasi yang berbeda maupun antara pati termodifikasi dengan pati alami. Juga menganalisa karakteristik tepung dan pati yang dihasilkan dari berbagai bahan meliputi analisa fisik dan kimia.

METODOLOGIAlat dan Bahan

Alat yang dipergunakan dalam praktikum ini meliputi pisau, parut, kain saring, baskom, tampah, dan oven, , tampah, baskom, alat pengukus, panci, kompor, alat pengering dan alat penggiling, gelas piala, pengaduk, drum drier, ayakan tepung, baskom fluidized bed drier, penggorengan, kompor, loyang, dan blender, test plate, pipet tetes, mikroskop, cawan aluminium, oven, cawan porselin, tanur, erlenmeyer 50 ml, autoclave, corong Buchner, aspirator, gelas ukur, pipet volumetrik, pendingin tegak, kompor listrik, dan buret. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan terdiri dari beras, ubi, kacang hijau, kentang, tepung ketan hitam, singkong, bahan pemutih (natrium bisulfit, kapur), NaCl 0.2 M, dan NaOH 0.3%, umbi dari ubi kayu segar, dry yeast, ragi roti, pati singkong, beras merah, beras putih, HCL 0,1N, dan garam dapur, beberapa jenis pati, larutan iod, alkohol netral 95%, NaOH 0,05 N, phenolptalein, HCL 3%, H2SO4 0,325 N, NaOH 1,25 N, NaOH 40%, larutan LufSchroll, KI %, indikator kanji.

MetodeProses Pembuatan Tepung

Tepung umbi dan pisang

Proses Ekstraksi PatiPati umbi-umbian

Pisang, Ganyong

Serealia

Leguminosa

Beras, Beras Ketan

Uji KarakteristikUji Iod

Bentuk granula

Suhu gelatinisasi

Kejernihan pasta

Kelarutan dan swelling power

Uji kadar pati

Karakterisasi Sifat Fisik Serealia

Karakterisasi Umbi-umbian dan Buah

HASIL DAN PEMBAHASANHasil

[Terlampir]Pembahasan

Tepung adalah bahan pangan yang direduksi ukurannya dengan cara digiling sehingga memiliki ukuran antara 150-300 mikron. Tepung merupakan partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat halus tergantung pemakaiannya. Proses pembuatan tepung dari serealia relatif lebih mudah dibandingkan dengan bahan lainnya. Proses penepungannya meliputi penggilingan biji-bijian yang akan ditepungkan, pengeringan dan pengayakan. Penggilingan selain berfungsi untuk menghancurkan biji juga untuk memisahkan biji dari lembaganya. Penggilingan serealia dapat dilakukan dalam kondisi kering dan basah (Thompson 1976).

Tepung dari umbi-umbian dapat dibuat dengan dua cara, yang pertama umbi-umbian diiris tipis lalu dikeringkan kemudian ditepungkan dan yang kedua umbi diparut atau dibuat pasta lalu dikeringkan dan ditepungkan. Pada praktikum ini, cara yang digunakan dalam pembuatan tepung adalah cara pertama dimana umbi diiris tipis lalu dikeringkan. Pengeringan adalah suatu cara untuk mengurang kadar air suatu bahan, sehingga diperoleh hasil akhir yang kering. Ada dua cara pengeringan yang biasa digunakan pada bahan pangan yaitu pengeringan dengan penjemuran (memanfaatkan sinar matahari) dan pengeringan dengan alat pengering. Pengeringan ini bertujuan untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan. Pengeringan juga diartikan sebagai suatu proses pindah panas dan pindah masa. Pindah panas berlangsung melalui suatu permukaan yang padat, dimana panas dipindahkan kedalam bahan melalui plat logam alat pemanas. Selanjutnya air dalam bahan keluar dan menguap. Pada dasarnya penguapan air suatu bahan sangat bervariasi sesuai dengan aliran panas. Pengeringan akan lebih efektif pada aliran udara yang terkontrol.Penggilingan merupakan proses yang selalu dilakukan dalam pembuatan tepung. Penggilingan pada praktikum ini menggunakan alat penggiling biji-bijian yang sederhana. Setelah itu dilakukan penyaringan menggunakan saringan agar didapat tepung yang lebih halus. Penggilingan serealia dan biji-bijian ke dalam bentuk tepung dapat meningkatkan daya gunanya sebagai bahan penyedia pemenuh kebutuhan kalori dan protein bagi bahan baku industri pangan. Penggilingan serealia dan biji-bijian ke dalam bentuk tepung dapat dilakukan secara kering dan basah. Kedua cara tersebut pada prinsipnya sama yaitu memisahkan lembaga dari bagian kulitnya (Thomson 1976).Pengayakan dilakukan untuk memperoleh butiran tepung yang lebih halus. Ukuran butiran tepung yang dihasilkan dari proses pengayakan bergantung pada ukuran mesh pada saringan yang digunakan. Makin besar ukuran mesh, makin kecil butiran tepung yang dihasilkan.

Setiap jenis serealia memilki karakteristik yang berbeda satu dengan yang lain. Oleh karena itu, teknik yang digunakan dalam proses penepungan tiap bahan tersebut juga dapat berbeda. Letak perbedaan utama dalam proses pembuatan tepung dari jenis bahan yang berlainan adalah pada tahap persiapan bahan sebelum penggilingan.Tepung yang dihasilkan dalam praktikum kali ini dibuat dengan cara sederhana dan tidak ada perbedaan persiapan bahan maupun metode pembuatan tepung antara bahan satu dengan yang lain kecuali pada pembuatan tepung kacang hijau. Data hasil pengamatan menunjukkan bahan tidak memiliki rendemen 100%, bahan memiliki selisih yang cukup besar antara berat awal dengan berat akhir. Hal ini dikarenakan tidak keseluruhan massa hasil pengilingan bahan merupakan tepung dari bahan tersebut seperti berat ampas kulit, penurunan kadar air akibat penjemuran, dan sisa bahan yang kasar setelah di ayak. Hasil rendemen terbesar adalah tepung jagung karena tidak mengandung kadar air yang tinggi seperti pada ubi jalar, kentang, dan singkong. Sedangkan untuk hasil rendemen terkecil adalah kentang karena kentang mengalami pengurangan bobot kulit dan kadar air yang di kandung cukup tinggi. Untuk serealia yang digunakan sebagai bahan baku kadar airnya cukup rendah sehingga ketika digiling dan dikeringkan susut bobotnya tidak terlalu besar.

Semakin tinggi kadar bahan kering maka semakin tinggi pula rendemen tepung yang dihasilkan. Besarnya kadar bahan kering tergantung pada jenis, lingkungan, dan umur tanamnya (Antarlina 1999). Dari hasil pengamatan jenis sumber tepung seperti ketan hitam, ubi ungu, ubi merah, pisang, dan belitung, hasil tepung yang amati didapatkan nilai rendemen pembuatan tepung tertinggi di dapatkan dari sumber tepung ketan hitam yaitu 91,85 %. Dan rendemen terkecil didapat dari talas belitung yaitu 12,51 %. Pati merupakan salah satu jenis polisakarida terpenting dan tersebar luas di alam. (Tjokroadikoesoemo 1986). Menurut Hart dan Schmetz (1972) pati merupakan polisakarida yang terdapat pada tanaman dalam bentuk granula. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin (Winarno 1985).

Pati dalam jaringan tanaman mempunyai bentuk granula yang berbeda-beda. Proses dasar pembuatan semua jenis pati adalah sama, yaitu penghancuran sel-sel untuk memisahkan butiran-butiran pati dari komponen-komponen lainnya dengan pertolongan air untuk mengekstraknya (Winarno 1985). Dasar pembuatan semua jenis pati adalah sama, yaitu penghancuran sel-sel untuk memisahkan butiran pati dari komponen lainnya dengan pertolongan air untuk mengekstraknya, tetapi proses pembuatan setiap jenis pati mempunyai sifat dan masalah yang berbeda (Dahleberg 1978).Ekstraksi pati dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara kering dan cara basah, pada cara kering bahan dijemur dahulu sebelum diekstrak patinya, sedangkan pada ekstraksi cara basah tidak dilakukan penjemuran terlebih dahulu. Proses ekstraksi pati melalui beberapa tahap, yaitu pengupasan, pengecilan ukuran, penghancuran sel-sel pati, peremasan, penyaringan, pengendapan, pencucian, pengeringan dan pengecilan ukuran (Sathe dan Salunkhe 1981). Pati merupakan produk akhir yang terpenting dari proses fotosintesis dan ditemukan sebagai senyawa dengan berat molekul tinggi dan merupakan bahan cadangan inaktif dalam kebanyakan tumbuhan kecuali tumbuhan tingkat rendah (Heiman 1980).

Proses ekstraksi pati dari berbagai jenis bahan berbeda-beda, tergantung pada karakteristik bahan yang akan diekstrak patinya. Misalnya pada bahan yang mengandung gum cukup banyak, sebelum diekstrak patinya harus direndam dulu dalam larutan NaCl untuk menghilangkan gumnya. Kandungan gum yang terlalu banyak dalam pati dapat menyebabkan pati yang dihasilkan berwarna coklat. Selain itu, gum juga dapat menghambat proses penyaringan.

Pada umumnya proses ektraksi pati meliputi penggilingan bahan, pelarutan granula, dekantasi, pengeringan, penggilingan pati, dan pengayakan. Penggilingan bahan bertujuan untuk menghancurkan dinding sel sehingga granula bahan dapat diekstrak. Proses pelarutan granula dilakukan dengan menambahkan air pada tepung kemudian tepung diperas untuk mengekstrak patinya. Pemerasan di sini berfungsi untuk memisahkan granula pati dari selulosa atau kandungan lain yang tidak diharapkan. Dekantasi berfungsi untuk memisahkan fraksi pati. Pengeringan dilakukan untuk mengurangi kadar air pada pati. Pengeringan dapat dilakukan dengan cara sederhana (menggunakan sinar matahari langsung) atau dengan pengeringan buatan (menggunakan mesin). Setelah dikeringkan, pati digiling dan diayak untuk mendapatkan bentuk butiran (serbuk) yang diinginkan.

Kadar pati merupakan salah satu kriteria mutu untuk tepung, baik sebagai bahan pangan maupun non-pangan. Umbi-umbian tersebut berkadar pati dalam jumlah yang sangat tinggi yaitu pada tepung umbi berkisar 39,36-52,25%, sedangkan kadar pati dalam bentuk ekstrak pati umbi berkisar 45,75-63,31% (Richana 2004). Dari hasil pengamatan jenis sumber pati seperti singkong, kacang hijau, ganyong, ubi jalar putih, sagu, dan kentang. Di dapatkan nilai rendemen pati yang tertinggi diperoleh dari ubi jalar putih yaitu 38,25 % dan yang terkecil diperoleh dari kentang yaitu sebesar 3,49%. Hal ini menunjukkan bahwa data yang dihasilkan sudah sesuai dengan literatur karena menurut Richana (2004), umbi-umbian tersebut berkadar pati dalam jumlah yang sangat tinggi yaitu pada tepung umbi berkisar 39,36-52,25%, sedangkan kadar pati dalam bentuk ekstrak pati umbi berkisar 45,75-63,31%.

Pada praktikum kali ini dilakukan karakterisasi pati dan tepung. Terdapat beberapa uji yang dilakukan. Uji yang pertama adalah uji iod. Uji iod ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan amilosa dan amilopektin pada pati. Respon warna pati terhadap iodin menurut derajat hidrolisis yaitu jika pati mengandung amilosa maka akan memberikan warna biru tua (kehitaman), sedangkan jika pati mengandung amilopektin maka akan memberikan warna merah violet. Warna biru yang timbul disebabkan karena struktur molekul pati yang berbentuk spiral sehingga bisa mengikat iodin. Warna biru ini hanya bisa direfleksikan oleh polimer glukosa yang lebih besar dari dua puluh, contohnya amilosa. Bila polimernya kurang dari dua puluh, seperti amilopektin, maka dapat dihasilkan warna merah (Winarno 1985).Ciri khas terjadinya hidrolisis pati secara umum, baik hidrolisis secara kimia maupun menggunakan enzim dengan penurunan kekentalan dan kemampuan mengikat iodium. Pada awal hidrolisis biasanya masih terlihat warna biru yang merupakan amilodekstrin. Kemudian akan dihasilkan warna merah coklat yang berasal dari kompleks antara eritrodekstrin dengan iodium. Pada tahap akhir hidrolisis tidak terlihat lagi perubahan yang menandakan bahwa pati sudah menjadi molekul yang pendek sehingga tidak dapat lagi membentuk konfirmasi heliks berikatan dengan iodium (Heiman 1980).

Pengaruh penambahan iodin pada pati pada saat pengamatan mikroskop adalah untuk mengetahui kandungan terbesar dalam granula pati tersebut seperti yang sudah disebutkan pada pustaka di atas. Pada hasil pengamatan pati tanpa perlakuan uji iodin menunjukkan hasil yang positif yaitu berwarna hitam. Warna tersebut merupakan refleksi dari warna biru yang sangat pekat. Hal ini berarti bahwa amilosa masih banyak terkandung dan belum berubah. Pada perlakuan fisik dan suhu, kandungan dalam pati tidak berubah dengan dihasilkannya kisaran warna biru yaitu ungu sampai hitam pekat pada uji iodin. Jadi, perlakuan fisik dan suhu hanya mempengaruhi bentuk granula bukan kandungan granulanya.

Berdasarkan hasil di atas dapat dilihat bahwa kadar amilodekstrin akan berkurang seiring dengan perlakuakn fisik dan panas yang dilakukan. Hal ini ditunjukkan denganberkurangnya kepekatan warna biru pada produk pati pada uji yang dilakukan.

Pada praktikum dilakukan uji iod terhadap beberapa produk tepung dan pati. Dari hasil praktikum dapat diketahui bahwa warna yang dihasilkan setelah dilakukan penambahan iodin berbeda-beda, walaupun pada dasarnya produk tersebut sama-sama dibuat dari pati, namun pada prosesnya, seperti produk hidrolisat dan pati menyebabkan berubahnya struktur molekul yang terkandung dalam pati tersebut. Apabila kita pisahkan berdasarkan warna, terdapat 3 kelompok warna, yaitu:1. Kelompok produk berwarna hitam (warna setelah diberi larutan iod) adalah pada produk pati sagu (+++++), dan pati kentang (+++++).

2. Kelompok produk berwarna cokelat (warna setelah diberi larutan iod): tepung talas belitung (++) menunjukan bahwa produk tersebut mengandung amilopektin.

3. Kelompok produk berwarna biru keunguan (warna setelah diberi larutan iod) termasuk produk tepung ubi jalar merah (+++), tepung ubi jalar ungu (+++), pati ubi jalar putih (+++), pati singkong (+++), pati ganyong (+++) dan pati kacang hijau (+++) menandakan bahwa produk tersebut mengandung amilosa (dalam jumlah sedikit).4. Kelompok produk berwarna oranye keunguan (warna setelah diberi larutan iod): tepung ketan hitam (++).Pada hasil pengamatan pati dengan uji iod, semua jenis pati termodifiksai yang diuji menunjukkan hasil positif yaitu berwarna biru kehitaman. Hal ini berarti bahwa amilosa masih banyak terkandung dan belum berubah. Semakin biru warna yang dihasilkan, maka menunjukkan semakin banyak kandungan pati yang terdapat pada produk hidrolisat pati. Hal ini dikarenakan semakin tinggi kemampuan pati dalam mengikat iodin, semakin terlihat warna biru yang ditampakkan. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa proses pembuatan semua jenis modifikasi produk hidrolisat pati tidak merusak kandungan pati yang ada pada bahan, sehingga pati yang dihasilkan pun masih mengandung pati. Uji kedua yaitu bentuk granula. Menurut Greenwood (1970), pati merupakan butir atau granula yang berwarna putih, mengkilat, tidak mempunyai bau dan rasa. Granula pati dibentuk dari lapisan tipis yang merupakan susunan melingkar dari molekul-molekul pati, lapisan-lapisan tersebut tersusun secara terpusat. Granula tiap-tiap jenis pati berbeda dalam bentuk dan ukurannya, sehingga dapat digunakan untuk menentukan sumbernya.

Pati terdapat dalam jaringan tanaman dalam bentuk granula yang berbeda-beda. Dengan menggunakan mikroskop granula pati dari berbagai spesies tanaman yang berbeda dapat dibeda-bedakan. Karakteristik yang unik tersebut adalah ukuran, bentuk dan keseragaman granula; letak hilum (suatu titik tunggal atau perpotongan dua garis pendek); ada atau tidaknya striation yang sebagian atau seluruhnya mengelilingi hilum; dan penampakan granula di bawah cahaya terpolarisasi (birefringent) (Smith 1982).

Kentang

Tepung

Tapioka

Beras

Jagung

Sagu

Gambar. Struktur granula berbagai jenis pati (Smith 1982)Dalam praktikum ini, dilakukan pengamatan mikroskopik terhadap struktur granula produk tepung dan pati. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap granula pada masing-masing jenis tepung dan pati didapatkan bahwa bentuk granula dari semua jenis tepung dan pati yang diujikan cukup sesuai (hampir serupa) dengan literatur yang ada.

Granula pati dapat menyerap air dan membengkak. Pembengkakan dan penyerapan air oleh granula pati dapat mencapai kadar 30 %, dan peningkatan volume granula pada selang suhu 55oC sampai 65oC masih memungkinkan granula kembali pada kondisi semula. Apabila terjadi pembengkakan yang luar biasa, dan granula pati tidak dapat kembali ke keadaan semula, maka perubahan ini disebut gelatinisasi. Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi dan besarnya berbeda-beda tergantung pada jenis pati dan konsentrasinya (Winarno 1997).

Winarno (1997) menambahkan bahwa kemampuan pati menyerap air disebabkan oleh adanya gugus hidroksil pada molekul pati dalam jumlah besar. Pemanasan suspensi pati dalam air mengakibatkan suspensi menjadi keruh, dan bila gaya tarik menarik antara molekul air lebih kuat dari pada antar molekul pati, air akan terserap dan granula pati membengkak. Masuknya air ke dalam granula meningkatkan viskositas suspensi pati.

Secara umum pada praktikum ini perlakuan pati dengan peningkatan suhu mengakibatkan terjadinya pembengkakan pada struktur granula bahkan pada beberapa pati tampak ada yang sudah pecah granulanya. Jadi, suhu akan mempengaruhi bentuk granula dan tentunya akan mempengaruhi sifat patinya.

Granula pati dapat menyerap air dan membengkak. Pembengkakan dan penyerapan air oleh granula pati dapat mencapai kadar 30 %, dan peningkatan volume granula pada selang suhu 55oC sampai 65oC masih memungkinkan granula kembali pada kondisi semula. Apabila terjadi pembengkakan yang luar biasa, dan granula pati tidak dapat kembali ke keadaan semula, maka perubahan ini disebut gelatinisasi. Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi dan besarnya berbeda-beda tergantung pada jenis pati dan konsentrasinya (Winarno 1988).

Winarno (1988) menambahkan bahwa kemampuan pati menyerap air disebabkan oleh adanya gugus hidroksil pada molekul pati dalam jumlah besar. Pemanasan suspensi pati dalam air mengakibatkan suspensi menjadi keruh, dan bila gaya tarik menarik antara molekul air lebih kuat dari pada antar molekul pati, air akan terserap dan granula pati membengkak. Masuknya air ke dalam granula meningkatkan viskositas suspensi pati. Dari hasil pengamatan, terlihat bentuk granula pati yang menggerombol bulat-bulat dan berukuran kecil. Bentuk granula dari tiap-tiap jenis pati kurang dapat dibedakan secara signifikan.

Uji ketiga yaitu suhu gelatinisasi. Zat pati dari butiran-butiran kecil yang disebut granula. Granula pati bervariasi dalam bentuk dan ukuran, ada yang berbentuk bulat, oval, atau bentuk tidak beraturan demikian juga ukurannya, mulai kurang dari 1m sampai 150m tergantung sumber patinya (Banks dan Greenwood 1975). Menurut Satin (2001), sebaran dan ukuran granula sangat menentukan karakteristik fisik pati serta aplikasinya dalam produk pangan. Bentuk granula pati ialah semi kristal yang terdiri dari unit kristal dan unit amorf (Banks dan Greenwood 1975).

Granula pati tidak larut dalam air dingin, tetapi akan mengembang dalam air panas atau hangat (Greenwood dan Munro 1979). Pengembangan granula pati tersebut bersifat bolak-balik (reversible) jika tidak melewati suhu gelatinisasi dan akan menjadi tidak bolak-balik (irreversible) jika telah mencapai suhu gelatinisasi.

Meyer (1982), menyatakan bahwa pengembangan granula pati dalam air dingin dapat mencapai 25-30 % dari berat semula. Pada keadaan tersebut granula pati tidak terlarut dalam air dingin, tetapi berbentuk suspensi dengan makin naiknya suhu suspensi pati dalam air, maka pengembangan granula semakin besar.

Winarno (1985), menambahkan bahwa pembengkakan diawali pada bagian amorf atau bagian yang kurang rapat, merusak ikatan antara molekul yang lemah dan menghidrasinya. Dengan meningkatnya suhu, air mulai memasuki daerah kristalin, sehingga miselin mulai rusak. Granula terus mengembang menjadi jaringan yang membengkak, namun masih terikat oleh misela yang belum rusak. Sebagian amilosa akan keluar dari granula dan melarut dalam larutan. Viskositas meningkat mencapai maksimum yang berkolerasi dengan jumlah volume yang membengkak dan menunjukkan hidrasi maksimum.

Proses gelatinisasi menurut Heiman (1980), dibedakan menjadi tiga fase. Fase pertama, air secara perlahan-lahan dan bolak-balik berimbibisi ke dalam granula, fase kedua pada suhu 60-85o C granula akan mengembang dengan cepat dan akhirnya kehilangan sifat birefringence amilosa terdifusi keluar granula. Granula pati singkong sudah terpecah sempurna dibawah suhu 80oC, karena memiliki daya ikat yang lemah.

Gelatinisasi merupakan fenomena pembentukan gel yang diawali dengan pembengkakan granula pati akibat penyerapan air. Gelatinisasi merupakan pembengkakan granula pati yang tidak kembali kebentuk semula. Secara umum perubahan yang terjadi selama proses pemanasan suspensi pati diikuti dengan pendinginan, adalah : 1). Pengembangan granula yang disebabkan oleh imbibisi air karma kelemahanya ikatan hydrogen. 2). Hilangnya sifat birefringence atau kristalinitasnya yang dapat diamati dengan mengunakan mikroskop electron (EM). 3).kejernihan yang meningkat dan 4).kenaikan kekentalan secara cepat. Ke empat tahapan perubahan tersebut dapat terjadi secara serentak atau bertahap, oleh karma itu biasanya suhu glatinisasi tidak dinyatakan dalam satu suhu akan tetapi merupakan suatu kisaran (Winarno 1988).

Suhu gelatinisasi adalah suatu kisaran suhu pada saat proses gelatinisasi berlangsung dari awal sampai berakhir sempurna. Suhu gelatinisasi ini diawali dengan pembengkakan yang tidak dapat balik granula pati dalam air panas dan diakhiri tepat ketika granula telah kehilangan sifat krisalnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi gelatinisasi antara lain kekompakan granula dan ukuran molekul amilosa dan amilopektin (derajat polimerisasi) serta keadaan media pemanasan. Granula pati tidak larut dalam air dingin, tetapi akan mengembang dalam air panas atau hangat. Pengembangan granula pati tersebut bersifat bolak-balik (reversible) jika tidak melewati suhu gelatinisasi dan akan menjadi tidak bolak-balik (irreversible) jika telah mencapai suhu gelatinisasi (Sari 1992). Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu gelatinisasi adalah kandungan amilosa dan ukuran granula pati. Granula pati yang berukuran kecil lebih tahan terhadap gelatinisasi dibandingkan dengan granula yang berukuran besar. Makin tinggi suhu gelatinisasi makin banyak pula molekul amilosa dan amilopektin yang terlepas dari granulanya untuk membentuk struktur jaringan yang elastis (Greenwood 1979).

Dari hasil percobaan dapat diperoleh bahwa suhu gelatinisasi hanya dilakukan pada pati yang berasal dari beberapa bahan terdapat pada suhu antara 50-750C. Dalam kasus ini dapat diberi pernyataan bahwa kandungan amilosa yang lebih rendah menyebabkan granula pati lebih sedikit menyerap air dan struktur granula patinya lebih kompak, agak lebih sukar terdispersi dalam air. Akibatnya pengembangan granula terjadi pada suhu yang lebih tinggi. Tepung memiliki suhu gelatinisasi yang lebih tinggi daripada pati. Peningkatan suhu gelatinisasi ini disebabkan oleh makin banyaknya daerah amorf yang akan menyebabkan naiknya derajat kristal pati. Hal lain yang menyebabkan naiknya suhu gelatinisasi adalah barkurangnya kapasitas pembengkakan sehingga konsistensi pasta juga lebih rendah. Dari hasil praktikum diketahui suhu gelatinisasi tertinggi adalah pati ubi jalar putih yaitu sebesar 80% dan suhu gelatinisasi terendah yaitu pati singkong sebesar 45%.Uji keempat yaitu kejernihan Pasta. Kejernihan pasta merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan kualitas pasta pati disamping viskositas pasta, terutama berdasarkan penampakan visual terkait pada sifat jernih atau buram dari pasta yang dihasilkan. Pada sebagian jenis makanan, pasta pati diharapkan berwujud jernih seperti untuk bahan pengisi kue. Namun ada pula makanan yang menghendaki pasta pati berwujud buram (opaque) seperti pada salad dressing.

Konsentrasi larutan pasta untuk mengukur kejernihan dekstrin, menurut Radley (1976) sekitar 30 50 %. Beberapa pati dalam bentuk pasta akan mengalami pengembangan dan perubahan menjadi keruh akibat pengaruh suhu. Kejernihan pasta memiliki hubungan dengan sifat kelarutan dimana semakin tinggi kelarutan maka akan semakin tinggi juga tingkat kejernihan pasta yang dihasilkan.

Kejernihan diipengaruhi oleh ISSP (insoluble strach particles) dalam pati. ISSP adalah partikel partikel pati yang tersusun atas sejumlah besar amilosa yang saling bergandengan membentuk rantai lurus (linear). Kandungan ISSP didalam pati slain dipengaruhi oleh tanaman penghasilnya, dapt terbentuk jika campuran antara -amilase dan pati mendapat perlakuan pemanasan secara bertahap.Pengujian terhadap tingkat kejernihan pasta pati dapat dilakukan dengan mengukur nilai transmisi cahaya yang dilewatkan melalui sampel pasta pati. Alat yang digunakan untuk mengukur kejernihan pasta adalah spektrofotometer yang dinyatakan dengan % transmisi. Di dalam praktikum ini, nilai yang dibaca terhadap pasta adalah persen transmittan. Transmittan adalah banyaknya cahaya yang dilewatkan oleh suatu zat. Jadi semakin tinggi nilai persen transmittan yang terbaca maka, pasta yang diukur semakin jernih.

Pengukuran persen transmisi pasta pati dapat digunakan sebagai indikator perubahan kadar zat warna yang terdapat dalam pasta pati tersebut. Kejernihan hidrolisat pati berkaitan dengan kandungan partikel yang larut. Kejernihan hidrolisat pati berkisar 0,9-84,3 % transmisi yang menunjukkan warna kuning kecoklatan. Warna coklat pada hidrolisat dapat disebabkan oleh reaksi antara gula pereduksi dengan senyawa nitrogen (reaksi maillard). Hasil reaksi maillard gula pentosa menghasilkan furfural yang berwarna coklat. Hidrolisat berwarna kuning kecoklatan menunjukkan terdapatnya senyawa furfural dan hidroksimetilfurfural (Jacobs 1994). Hasil pengamatan praktikum menunjukkan bahwa nilai persentase absorbansi untuk enam bahan pasta pati berkisar antara 43,3-90,4 % persen. Kejernihan diipengaruhi oleh ISSP (insoluble strach particles) dalam pati. ISSP adalah partikel partikel pati yang tersusun atas sejumlah besar amilosa yang saling bergandengan membentuk rantai lurus (linear). Kandungan ISSP didalam pati slain dipengaruhi oleh tanaman penghasilnya, dapt terbentuk jika campuran antara -amilase dan pati mendapat perlakuan pemanasan secara bertahap.Dari hasil pengamatan diperoleh hasil persen transmittan yang tertinggi adalah pada pati ubi jalar putih yaitu sebesar 80%, sedangkan persen transmittan yang paling rendah dimiliki oleh pati sagu yaitu sebesar 38,2%. Semakin tinggi nilai % transmisi, maka semakin kecil kadar zat warna yang terdapat dalam larutan pati tersebut dengan kata lain tingkat kejernihan pastanya makin tinggi pula. Artinya, pati ubi jalar putih memiliki kandungan ISSP yang rendah atau memiliki tingkat kejernihan pasta yang paling tinggi. Sedangkan pati sagu yang memiliki nilai kejernihan yang rendah menunjukkan bahwa didalamnya mengandung ISSP yang tinggi. ISSP sendiri merupakan partikel-partikel yang tersusun atas sejumlah besar amilosa yang saling bergandengan membentuk rantai lurus (linear). ISSP merupakan partikel yang larut dalam larutan pasta sehingga dengan demikian mempengaruhi kejernihan dari pasta, ini merupakan faktor yang mempengaruhi kejernihan pasta. Kandungan ISSP di dalam pati selain dipengaruhi oleh jenis tanaman penghasilnya, dapat terbentuk jika campuran antara -amilase dan pati mendapat perlakuan pemanasan secara bertahap.Terlihat bahwa pengujian karakteristik kejernihan pasta ini mempunyai hasil yang berbeda-beda pada tiap perlakuan modifikasi. Adanya perlakuan dimana suspensi pati dicelupkan pada air mendidih ditujukan agar suspensi pati tersebut dapat membentuk pasta secara keseluruhan/sempurna. Perlakuan pengocokan pada setiap 5 menit bertujuan agar pati tidak mengendap dan hasil pasta lebih baik.

Pengujian selanjutnya yaitu Apparent viscosity. Pati bila dipanaskan akan membentuk pasta yang kental. Kekentalan merupakan salah satu sifat ynag penting dari pasta pati. Beberapa hal yang mempengaruhi pengukuran viskositas yaitu, metode penyiapan pasta, kecepatan pengadukan, kesadahan air yang digunakan, konsentrasi pati yang digunakan dan suhu sifat rheologi pasta pati memungkinkan untuk diukur secara kontinyu dan menggunakan viscosimeter otomatis yang emmpunyai perekam, pada pengadukan yang konstan, salah satunya yaitu Brabender-viscograph. Peningkatan kekentalan secara tajam terjadi ketika granula yang telah membengkak menempati posisi yang besar dari total volume dan berhubungan dengan granula-granula lainnya yang akan memberikan kekmtalan maksimum pada kurva. Selama periode pendinginan kekentalan menurun karena pecahnya struktur pati sampai kekentalan maksimum yang kedua dimana pengukuran kekuatan gel dapat dilakukan (Heiman 1980).Untuk uji Apparent viscosity ini, digunakan alat ukur viskosimeter Brookfield sebagai alat ukur stabilitas viskositas. Setiap pati memiliki nilai viskositas yang berbeda-beda. Viscositas suatu pasta pati dipengaruhi oleh kadar glukosanya. Semakin tinggi kadar glukosa maka larutan akan semakin kental.Semua pasta pati yang diuji mengalami penurunan viskositas saat pendinginan hingga suhu mencapai 250C. Hal tersebut merupakan akibat dari penurunan ukuran granula karena terjadinya pelepasan amilosa dan air dari dalam granula yang pecah. Penurunan viskositas merupakan efek yang otomatis terjadi karena rantai amilosa dan amilopektin akan terpotong menjadi lebih pendek karena perlakuan yang dilakukan, sehingga viskositasnya menurun. Penurunan viskositas larutan pati terjadi karena rapuhnya granula pati akibat adanya gesekan dan pemanasan. Dari definisi tersebut, diperoleh gambaran bahwa pasta pati yang nilai viskositasnya lebih rendah disebabkan berkurangnya kapasitas pembengkakan sehingga konsistensi pasta juga lebih rendah selama terjadinya pemanasan (Greenwood 1970).

Dari hasil praktikum kali ini nilai Apparent viscosity yang tertinggi dimiliki oleh pati singkong yaitu sebesar 2,82% dan nilai yang terendah diperoleh dari pati ubi jalar putih yaitu sebesar 1,004%. Dari data tersebut, viskositas bahan menurun seiring dengan bertambahnya waktu dan penurunan yang signifikan dapat terlihat pada pati ubi jalar putih. Sedangkan pati kentang tidak terlalu signifikan penurunan viskositasnya. Hal ini dapat disebabkan oleh perlakuan pemotongan rantai amilosa dan amilopektin yang terjadi pada pati sehingga menyebabkan berkurangnya konsistensi pasta saat dipanaskan.

Uji keenam yaitu lelarutan dan Swelling Power. Kelarutan pati dalam media cair merupakan salah satu sifat yang penting dan berguna dalam berbagai aplikasi industri baik pangan maupun non pangan. Pada industri penggunanya, nilai kelarutan pati sangat bermanfaat dalam menentukan jumlah optimal dari pati yang akan digunakan untuk proses produksi atau konversi, sehingga akan dihasilkan produk dengan karakteristik yang diinginkan serta dapat menghindari penggunaan pati yang berlebih.

Karena setiap jenis pati mempunyai kelarutan yang berbeda-beda, maka sifat kelarutan ini merupakan salah satu cara guna mengidentifikasi jenis pati mana yang ingin kita gunakan. Salah satu faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah derajat polimerisasi (DP). Semakin tinggi DP, kelarutan semakin rendah. Sebaliknya semakin rendah DP, kelarutan semakin tinggi. Nilai kelarutan perlu diketahui sebagai informasi untuk mengetahui besarnya konversi dekstrin dalam kesesuaiannya pada aplikasi produk. Ukuran molekul menyebabkan kelarutan meningkat (Pomeranz 1991).

Suhu merupakan salah satu faktor yang turut menentukan besarnya nilai kelarutan pati, dimana semakin tinggi suhu maka kelarutan akan semakin meningkat. Selain itu, kejernihan pasta memiliki hubungan dengan sifat kelarutan dimana semakin tinggi kelarutan maka akan semakin tinggi juga tingkat kejernihan pasta yang dihasilkan. Dari hasil pengukuran kelarutan pati, pati ubi jalar putih memiliki persentase kelarutan yang paling tinggi diantara pati lainnya, yaitu sebesar 91% dan pati ganyong memiliki persentase kelarutan terendah yaitu sebesar 47,85%. Begitu pun dengan tingkat kejernihan, pati ubi jalar memiliki persentase tertinggi yaitu 80%. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, kelarutan pati berkorelasi dengan tingkat kejernihan pati. Semakin tinggi tingkat kejernihan pati maka tingkat kelarutan juga makin tinggi begitu pula sebaliknya.Pada tingkat molekuler, kemampuan mengembang dan kelarutan granula pati dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti perbandingan komposisi amilosa dan amilopektin, berat molekul dari tiap fraksi, derajat percabangan, proses pembentukan, panjang bagian terluar pada cabang amilopektin, dan tentu juga karena ada tidaknya komponen selain karbohidrat seperti lemak dan protein.

Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, ikatan hidrogen juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh besar terhadap nilai kelarutan granula pati dalam air. Pada granula pati terdapat gugus hidroksil yang terkandung pada unit glukosa dalam polimer amilosa dan amilopektin. Gugus hidroksil yang bersifat hidrofilik ini memiliki kecenderungan untuk berikatan hidrogen dengan gugus hidroksil yang berdekatan membentuk struktur granula yang kompak dan teratur. Sehingga memiliki barrier yang cukup baik terhadap difusi molekul lain kedalam granula pati termasuk molekul air. Jadi, semakin banyak ikatan hidrogen yang terbentuk akan membuat larutan pati semakin tidak larut dalam air (Reilly 1985).

Swelling power dilakukan untuk mengetahui kemampuan pati untuk mengembang. Dari hasil praktikum kali ini, nilai swelling power tertinggi dimiliki oleh pati ubi jalar putih sebesar 4,92%, dan pati ganyong memiliki nilai swelling power terendah, yaitu sebesar 0,79%. Dari sini terlihat bahwa kemampuan mengembang pada produk pati berkurang karena perlakuan yang dilakukan dan pati alami lebih sulit mengembang. Pati yang memiliki swelling power tertinggi menandakan masih banyak ikatan bercabang dalam pati yang dapat mengikat gugus hidroksil lebih banyak. Sedangkan untuk pati yang nilai swelling power-nya rendah menandakan ikatan cabang dalam produk ini telah berkurang akibat perlakuan dalam proses produksinya.

Uji terakhir adalah uji kadar pati. Komposisi pati pada umumnya terdiri dari amilopektin sebagai bagian terbesar dan sisanya amilosa. Adanya informasi mengenai komposisi pati diharapkan dapat menjadi data pendukung dalam menentukan jenis produk yang akan dibuat dari pati atau tepung talas. Metode Luff adalah uji kimia kualitatif yang bertujuan untuk menguji adanya gugus aldehid (CHO). Komponen utama reagen Luff adalah CuO. Uji ini dilakukan dengan menambahkan reagen Luff pada sampel, kemudian dipanaskan. Reaksi positif pada uji Luff ditandai dengan adanya endapan merah. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

Pada reaksi tersebut terjadi reduksi CuO menjadi Cu2O. Cu2O ini kemudian membentuk endapan merah bata. Salah satu manfaat praktis uji Luff adalah mengetahui adanya gula pereduksi atau aldosa (contohnya sukrosa), yang memiliki memiliki gugus aldehid. Pada metode luff school terdapat cara pengukuran yaitu penentuan Cu tereduksi dengan 12 dan menggunakan prosedur lae-Eynon monosakarida akan mereduksikan CuOdalam larutan Luff menjadi Cu2O. kelebihan Cuo akan direduksikan dengan KI berlebih, sehingga dilepaskan I2. I2 yang dibebaskan tersebut dititrasi dengan laruitan Na2S2O3. Pada dasarnya prinsip metode analisa yang digunakan adalah Iodometri karena kita akan menganalisis I2 yang bebas untuk dijadikan dasar penetapan kadar. Dimana proses iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium (I2) bebas dalam larutan. Apabila terjadi zat oksidator kuat (misal H2SO4) dalam larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam penambahan ion iodida berlebih akan membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan I2 yang setara jumlahnya dengan banyaknya oksidator. I2 bebas ini selanjurnya dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 sehingga I2 akan membentuk kompleks iod-amilum yang tidak larut dalam air. Oleh karena itu, jika dalam suatu titrasi membutuhkan indicator amilum, maka penambahan amilum harus sebelum titik ekuivalen (Balai Penelitian Pascapanen Pertanian 2002).

Hasil titrasi ditambahkan dengan akuades dan larutan luff kemudian dipanaskan. Pemanasan ini dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat reaksi reduksi dari monosakarida pada gula terhadap CuO menjadi CuO2 dan dalam pemanasan ditambahkan batu didih hal ini dimaksudkan untuk meratakan pemanasan. Pemanasan cukup lakukan pendinginan es (Balai Penelitian Pascapanen Pertanian 2002). Larutan ditambahkan larutan KI 10% sebanyak 10 ml untuk mereduksi kelebihan CuO sehingga I2 terlepas dan juga dilakukan penambahan H2SO 25% sebanyak 25 ml yang bertujuan untuk mengasamkan larutan karena pada suasana basa, tio sebagai larutan standar akan tereduksi secara parsial menjadi sulfat. Oleh karena tio perlu dilakukan pengasaman tersebut. Warna akan menjadi cokelat keruh dari awalnya berwarna biru karena larutan Luff. Kemudian dititrasi dengan larutan standar tio sampai terjadi perubahan warna menjadi kuning. Hal ini menandakan larutan tersebut mendekati titik ekuivalen. Sesuai dengan metode maka ditambahkan indikator amilum dan dititrasi hingga berubah warna menjadi putih susu. Metode luff Schrool ini baik digunakan untuk menentukan kadar karbohidrat yang berukuran sedang. Metode ini merupakan metode terbaik untuk mengukur kadar karbohidrat dengan tingkat kesalahan sebesar 10%. Metode Luff ini memiliki kelemahan terutama disebabkan oleh komposisi yang konstan.

Uji kadar pati hanya dilakukan pada tepung yang terbuat dari beberapa bahan. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar pati terbesar terdapat pada tepung singkong, yaitu sebesar 80,77%, dan kadar pati terendah adalah tepung kentang, yaitu sebesar 8,64%. Semakin banyak tio yang digunakan dalam titrasi, maka kadar pati yang diperoleh juga semakin banyak. Karena, hal tersebut menandakan bahwa gugus aldehid yang terdapat dalam larutan contoh banyak.Data pengamatan didapatkan hasil karakteristik pati dan gula dari serealia seperti kacang merah, jagung, milet, milet merah, ketan hitam, ketan putih dengan parameter jumlah biji per kilogramnya, dimensi, lebar, panjang, bobot, densitas kamba, nilai warna L, a, dan b serta nilai chalkiness, persen beras kepala dan persen beras pecah. Jumlah biji terbanyak di dapat dari ketan putih dengan nilai 51900 per kilogramnya dan nilai jumlah biji paling sedikit diperoleh dari biji kacang merah yaitu 2360 per kilogramnya. Hal ini dikarenakan dimensi dari kacang merah yang paling besar diantara komoditas yang lainnya dan dari data yang didapatkan nilai panjang dan lebar dari komoditas kacang merah adalah yang terbesar. Dengan tingginya nilai dimensi kacang merah yang didapat ini, nilai densitas tidak selaras dengan nilai dimensi dan bobot per kilogramnya karena dari data yang didapat nilai densitas tertinggi adalah jagung karena permukaannya yang menyudut, sehingga nilai densitas kamba jagung lebih besar dan nilai densitas yang paling rendah dimiliki oleh komoditas ketan putih.

PENUTUP

KesimpulanHasil dari rendemen pati dan tepung dari berbagai sumber dipengaruhi oleh kadar berat kering dan jenis komoditi dari sumber pati dan tepung. Umumnya sumber pati dan tepung dari umbi-umbian jauh lebih besar dibandig dengan yang lainnya. Dari hasil praktikum rendemen tepung tertinggi adalah tepung ketan hitam sebesar 91,85%, sedangkan untuk pati rendemen tertinggi adalah pati ubi jalar putih sebesar 38,25%.

Karakterisasi tepung dan pati dilakukan dengan beberapa uji yaitu uji iod, suhu gelatinisasi, kejernihan pasta, viskositas, kelarutan, swelling power dan kadar pati untuk tepung.

Pada hasil pengamatan pati dengan uji iod, semua jenis pati termodifiksai yang diuji menunjukkan hasil positif yaitu berwarna biru kehitaman. Hal ini berarti bahwa amilosa masih banyak terkandung dan belum berubah. Semakin biru warna yang dihasilkan, maka menunjukkan semakin banyak kandungan pati yang terdapat pada produk hidrolisat pati. Hal ini dikarenakan semakin tinggi kemampuan pati dalam mengikat iodin, semakin terlihat warna biru yang ditampakkan.

Suhu gelatinisasi adalah suatu kisaran suhu pada saat proses gelatinisasi berlangsung dari awal sampai berakhir sempurna. Dari hasil praktikum diketahui suhu gelatinisasi tertinggi adalah pati ubi jalar putih yaitu sebesar 80% dan suhu gelatinisasi terendah yaitu pati singkong sebesar 45%.

Kejernihan pasta menentukan kualitas pasta pati disamping viskositas pasta, terutama berdasarkan penampakan visual terkait pada sifat jernih atau buram dari pasta yang dihasilkan. Dari hasil pengamatan diperoleh hasil persen transmittan yang tertinggi adalah pada pati ubi jalar putih yaitu sebesar 80%, sedangkan persen transmittan yang paling rendah dimiliki oleh pati sagu yaitu sebesar 38,2%. Semakin tinggi nilai % transmisi, maka semakin kecil kadar zat warna yang terdapat dalam larutan pati tersebut dengan kata lain tingkat kejernihan pastanya makin tinggi pula.Pati bila dipanaskan akan membentuk pasta yang kental. Kekentalan merupakan salah satu sifat ynag penting dari pasta pati. Dari hasil praktikum kali ini nilai Apparent viscosity yang tertinggi dimiliki oleh pati singkong yaitu sebesar 2,82% dan nilai yang terendah diperoleh dari pati ubi jalar putih yaitu sebesar 1,004%. Dari data tersebut, viskositas bahan menurun seiring dengan bertambahnya waktu dan penurunan yang signifikan dapat terlihat pada pati ubi jalar putih.Kejernihan pasta memiliki hubungan dengan sifat kelarutan dimana semakin tinggi kelarutan maka akan semakin tinggi juga tingkat kejernihan pasta yang dihasilkan. Dari hasil pengukuran kelarutan pati, pati ubi jalar putih memiliki persentase kelarutan yang paling tinggi diantara pati lainnya, yaitu sebesar 91% dan pati ganyong memiliki persentase kelarutan terendah yaitu sebesar 47,85%.Swelling power dilakukan untuk mengetahui kemampuan pati untuk mengembang. Dari hasil praktikum kali ini, nilai swelling power tertinggi dimiliki oleh pati ubi jalar putih sebesar 4,92%, dan pati ganyong memiliki nilai swelling power terendah, yaitu sebesar 0,79%.Komposisi pati pada umumnya terdiri dari amilopektin sebagai bagian terbesar dan sisanya amilosa. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar pati terbesar terdapat pada tepung singkong, yaitu sebesar 80,77%, dan kadar pati terendah adalah tepung kentang, yaitu sebesar 8,64%. Semakin banyak tio yang digunakan dalam titrasi, maka kadar pati yang diperoleh juga semakin banyak. Karena, hal tersebut menandakan bahwa gugus aldehid yang terdapat dalam larutan contoh banyak.SaranSebaiknya gunakan suhu tinggi untuk melarutkan pati sehingga tingkat kejernihan pasta akan meningkat.DAFTAR PUSTAKA

Antarlina S.S. 1999. Pengaruh Umur Panen dan Klon Terhadap Beberapa Sifat Sensoris, Fisik, dan Kimiawi Tepung Ubi Jalar. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Balai Penelitian Pascapanen Pertanian. 2002. Petunjuk Teknis Proses Pembuatan Aneka Tepung dari Bahan Pangan Sumber Karbohidrat Lokal. Jakarta (ID) : Balai Penelitian Pascapanen Fennema OR. 1985. Food Chemistry. New York (US): Marcel Dekker Inc.Greenwood C. T. 1970. Starch and Glycogen. Di dalam The Carbohydrates Chemistry and Biochemistry. New York (US) :Academic Press.Heiman W. 1980. Fundamental of Chemistry. Westerfort (US) : Avi Publisher. Co.Jacobs M.B. 1994. The Chemistry and Technology of Food and Food Product. New York (US): Interscience, Publisher, Inc.Meyer SA. 2006. Food polysaccharides and their applications. Boca Raton (US) : CRC/Taylor & Francis.Pomeranz Y.1991. Functional Properties of Food Components. Second edition. Florida (US): Academic Press, Inc.

Richana N, Sunarti TC. 2004. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Umbi Dan Tepung Pati Dari Umbi Ganyong, Suweg, Ubi Kelapa Dan Gembili. J.Pascapanen 1(1) 2004: 29-37

Reilly P.J. 1985. Enzymatic Degradation of Starch. New York (US): Marcell Deccker Inc.Saati EA. 2010. Studi stabilitas ekstrak pigmen antosianin bunga mawar rontok pada periode simpan tertentu (kajian keragaman pH media dan suhu Pasteurisasi). Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang, Malang (ID).Sari Zainurita. 1992. Modifikasi Pati Jagung Dengan Hidrolisis Asam (Hcl) Dan Enzim Alpha Amilase. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Smith P. S. 1982. Starch Derivatives and Their Use in Foods. Di dalam Lineback, D. R. dan Inglett, G. E. (eds.). Food Carbohydrates. The AVI Publishing Company Inc., Westport, Connecticut.Thomson L. U. 1976. Preparation of MungbeanFlour and Application in BreadMaking. J. Food Scientist, Technology.Tjokroadikoesoemo P. Soebijanto. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Jakarta (ID): PT Gramedia. Winarno F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID) : Gramedia.Winarno F.G. 1988. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID) : Gramedia.Winarno F.G.1985. Enzim Pangan. Jakarta (ID) : Gramedia.Umbi disiapkan

Pembersihan, pengupasan,dan pengecilan ukuran umbi

Ditambahkan pemutih (Natrium bisulfit 1,5 g/l & kapur 20 g/l) (jika perlu

A

Tepung umbi

Dikeringkan pada cahaya matahari kemudian pada oven suhu 50C selama 24 jam

Digiling & diayak pada saringan 80 mesh

A

Pati umbi

Umbi sebanyak 1 kg

Ditimbang,dikupas kulitnya, ditimbang kembali bobot umbi bersihnya

Umbi diiris setebal 2cm

Larutan starter : 1 gr dry yeast atau 5 ml starter bakteri asam laktat dilarutkan dlm 1 lt aquades

Irisan umbi direndam dalam larutan starter selama 24 jam

Dijemur dan dikeringkan dgn sinar matahari,digiling&diayak saringan 80 mesh

2 kg Pisang atau Ganyong

dikupas dimasukkan ke dalam larutan sodium metabisulfit 0,2% selama 15 menit.

Diparut dan ditambahkan air lalu diperas dengan kain saring.

Diamkan semalam sampai mengendap

Cairan di atasnya dibuang. Pati dikeringkan di bawah sinar matahari atau oven

Bobot pati ditimbang dan dihitung rendemennya.

Pati Pisang atau Ganyong

2 kg Jagung

ditimbang

B

B

Rendam selama 48 jam 50 derajat C dengan larutan Na-bisulfit 0,2% lalu dicuci

Jagung dilumatkan dengan blender kemudian ditambahkan air sedikit demi sedikit, peras menggunakan kain saring. Lakukan berulang kali hingga air perasan berwarna jernih

Diamkan semalam sampai pati mengendap

Dicuci dengan NaOH 0.1N

Dikeringkan dibawah sinar matahari atau oven pengering 50OC

Pati Jagung

Rendemen dihitung dan buat neraca massa

200 g kacang hijau

C

direndam dalam 1 l larutan 0,05 N NaOH selama semalam

C

Digiling dalam blender selama 3 menit dan disaring

Residu kemudian digiling kembali dan disaring

Setelah dekantasi, cairan paling atas dibuang, sedangkan endapan dicuci 2 kali

Diamkan hingga mengendap, dan dikeringkan di oven

Pati Leguminosa

Bobot pati ditimbang dan dihitung rendemennya.

200 gram tepung ketan

Dicampurkan dengan 800 ml larutan NaOH 0.2% pada suhu 4OC selama semalam

Setelah dekantasi, cairan paling atas dibuang, sedangkan endapan dicuci 2 kali

Diamkan hingga mengendap, dan dikeringkan di oven

Bobot pati ditimbang dan dihitung rendemennya.

Sedikit Contoh

Diletakkan sedikit sampel pada test plate

Ditambahkan beberapa tetes larutan iod. Diamati perubahan warna yang terjadi.

Sampel yang telah ditambahkan iod

Sampel

Bentuk granula pati

Diamati bentuk granula dibawah mikroskop dan digambar bentuk granula pati

Diletakkan sedikit sampel pada gelas objek

Suspensi pati dengan konsentrasi 10%

Diukur tinggi volume larutan awal

Diletakkan gelas piala diatas pemanas, sambil diaduk naikkan suhu pemanas.

Setelah suhu 350C, gelas diturunkan dan diukur tinggi larutan

Kemudian, dilanjutkan lagi pemanasan setelah suhu mencapai 450C dan diukur lagi tinggi larutan.

Tinggi larutan diukur setiap kenaikan suhu100C sampai terjadi gelatinisasi dan dilihat suhunya

Suhu gelatinisasi pati

Pasta Pati (1%) tersuspensi

Dicelupkan ke air mendidih 30 menit. Dikocok setiap 5 menit

Sample didinginkan pada 25oC

Nilai transmittance (%T) diukur pada spektrofotometer 650 nm

0,5 gram pati dan 50 ml aquades dalam 100 ml labu gelas,beri tanda batas permukaan air pada dinding labu

Dimasukkan ke dalam sheker water bath suhu 70C selama 2 jam. Bila volume air berkurang aquades ditambahkan sampai batas tera, kocok lagi

30 ml larutan jernihnya diambil, ditempatkan dalam cawan petri

Cawan dan contoh dikeringkan dalam oven suhu 100 C sampai bobot konstan

Data Pertambahan bobot

1 gram contoh

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml, lalu ditambahkan 200 ml HCl 3%

Kadar Pati

Dititrasi dengan larutan sodiumtiosulfat 0,1 N, digunakan indikator kanji

Didinginkan contoh dan ditambahkan 20 ml larutan KI 20% dan 25 ml H2SO4 secara perlahan

Dididihkan larutan dibawah pendingin tegak tepat selama 10 menit

10 ml contoh dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan larutan luff schroll 25 ml.

Dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml dan ditambahkan aquades hingga tanda tera

Dinetralkan dengan NaOH 40 %

Dihidrolisis selama 1 jam dengan autoclave 1150C

1 kg contoh

Diamati dimensi, warna, chalkiness, persentase kepala, dan densitas kamba

Contoh

Diamati densitas kamba, reaksi enzimatis, dan pengaruh pemasakan