patgul laporan
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara perkebunan tebu yang sangat banyak
tanamannya. Selain itu para penduduknya juga sangat menggemari produk manis
sehingga permintaannya sangat tinggi. Namun pemenuhan akan produk yang rasanya
manis itu masih kurang memenuhi. Hal ini disebabkan karena kurangnya
peningkatan teknologi yang dilakukan untuk meningkatkan teknoogi prosesnya
dengan nilai tambah yang tiinggi. Proses yang kurang tersebut mulai dari
penanganan bahan baku yang masih jauh dari teknologi, pengangkutan bahan baku
hingga proses ke bahan jadinya.
Padahal dengan meningkatnya teknologi yang sekarang sudah umum
berkembang baik dari transportasi hingga prosesnya, seharusnya sudah dapat
meningkatkan produktivitas dari industri tersebut. Selain itu di Indonesia tidak dapat
dipungkiri akan tersedianya bahan baku baik daritanaman tebu, kelapa, aren dan lain-
lain seharusnya menjadi peluang para agroindustrialis dibidang gula ini untuk
mengembangkannya. Ditambah lagi pasar baik dari dalam negeri maupun luar sangat
besar.
Untuk itu diperlukan pembelajaran untuk para mahasiswa agroindustri
untuk mempelajari produk gula ini, baik dari inovasi bahan baku, produk, teknologi
prosesnya, hingga produk yang memenuhi keinginan konsumen yaitu gula yang
rendah kalori.
B. Tujuan
Praktikum ini bertujuan agar praktikan dapat mengetahui teknologi proses
yang digunakan untuk membuat berbagai macam produk gula dengan berbagai
macam teknologi dan bahan baku. Kemudian mempelajari karakterisasi dari gula
yang telah dibuat tersebut baik karakterisasi fisik maupun kimia yang nantinya
karakter tersebut menjadi acuan apakah produk gua tersebut memenuhi permintaan
pasar atau tidak.
II. METODOLOGi
A. Pembuatan Gula Merah
Bahan- bahan yang digunakan adalah nira aren, gula aren, gula palem, dan
minyak nabati. Peralatan yang digunakan adalah wajan, kain saring, timbangan,
kompor, sendok, dan pengaduk kayu.
Metode
B. Pembuatan Gula Invert
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah gula pasir,gula aren, gula kelapa,
asam tartarat, HCL, sodium bikarbonat, air. Alat yang digunakan adalah gelas piala,
pengaduk, termometer, sendok, pemanas/kompor listrik.
- Metode asam tartarat
Tebu digiling
1 kg gula + 1 g asam tartarat
dicampur dan
dididihkan
pertahankan pada
1000c,diaduk selama 30
menit
asam dinetralkan
dengan 1,134 g sodium
bikarbonat, diaduk cepat
- Metode HCl
C. Pembuatan gula cetak
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tebu, kapur, dan minyak nabati.
Alat yang digunakan adalah wajan, saringan, kompor, pengaduk kayu, penggiling
tebu, dan cetakan bambu
- Metode karakteristik nira tebu
- Metode produksi gula merah
1 kg gula + 420 ml
larutan HCl 0,1 %
dipanaskan pada 700c selama 30
menit
didinginkan lalu
ditambahkan 1,11 g sodium
bikarbonat
tebu dibagi
menjadi 2
bagian,atas dan bawah
tebu ditimban
g sebelum dikupas
tebu diperas,disaring,
dan di ukur
volumenya
Nilai TSS
ditentukan
dengan refraktometer
nira dipanaskan
sampai mengental
dan berbuih
ditambahkan minyak nabati 1 sendok makan
diaduk sampai
mengental
uji kematangan
dengan meneteskan
di air dan getascetakan
bambu disiapkan
nira diangkat dan
dituangkan di cetakangula
dikeluarkan saat
mengeras
dihitung neraca
massanya
D. Analisis Produk Gula
Prosedur Bahan – bahan yang digunakan adalah Larutan Luff, KI 20%,
H2SO4 24%, Na2S2O5, 0.1 N, indikator kanji 0.5%, DNS, NaOH, potasium sodium
tartarat, phenol, sodium metabisulfit, glukosa. Peralatan yang digunakan adalah pipet
ukur, tabung reaksi, gelas piala, spectrofotometer, kuvet, colori-meter,
penetrometer, refraktometer, erlenmeyer, pendingin balik, pemanas, labu ukur, gelas
ukur, dan buret.
- Uji kekerasan
- Bagian yang tidak larut air
- Gula pereduksi ( Metode Luff Schoorl )
Sampel
Uji kekerasan dengan
penetometer
Baca nilai kekerasannya
10 g conto
h + 200ml
air panas
ad
uk
saring
dengan
kertas
saring
bilas
kertas
saring
keringkan pada suhu 1050
selama 2 jam
dinginkan dan
timbang
2 g contoh dalam labu ukur 250 ml + air hingga larut
kocok dan tambahkan air
hingga tanda tera
10 ml larutan +15ml akuades + 25 ml
larutan Luff dalam erlenmeyer
hubungkan erlenmeyer dengan pendingin balik dan didihkan 10 menit
dinginkan
tambahkan 10 ml larutan KI 20 % +
25 ml H2SO4
Titrasi dengan larutan tio 0.1 N dengan
indikator kanji 0.5%
- Gula pereduksi ( metode DNS )
- Kadar Sukrosa
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL[Terlampir]
B. PEMBAHASAN
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan merupakan oligosakarida, polimer dengan derajat polimerisasi 2-10 dan biasanya bersifat larut dalam air yang terdiri dari dua molekul yaitu glukosa dan fruktosa. Gula memberikan flavor dan warna melalui reaksi browning secara non enzimatis pada berbagai jenis makanan. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman. Dalam industri pangan, sukrosa diperoleh dari bit atau tebu (Winarno 1997).
1 ml lar contoh + 3 ml reagen DNS dalam tabung reaksi
letakkan dalam air mendidih selama 5 menit dan dinginkan
uji dengan spectrofotometer pada λ= 550 nm
catat nilaiabsorbansi dan % transmitansinya
buat kurva standar dengan larutan glukosa 100, 150, 200, dan 250
ppm
nilai transmitansi yang dipakai 20%-80%
50 ml hasil saringan gula preduksi dalam
labu ukur 100 ml
+ 25 ml HCl 25%, hidolisis pada suhu 68-700 C 10 menit
dinginkan dan netralkan dengan
NaOH 30%
tepatkan pada tanda tera daan
kocok 12x
10ml larutan + 15 ml akuadml akuades + 25 ml larutan luff
didihkan 10 menit dan dinginkan
+ ao ml larutan KI 20% + 25ml H2SO4
titrasi dengan tio 0.1 N dengan
indikator kanji 0.5 %
Tanaman Tebu atau Saccharum officinarum L termasuk kelas Monocotyledon, ordo Glumaceae, keluarga Gramineae dan grup Andropogoneae. Diduga tanaman ini berasal dari Irian (Husz, 1972). Tanaman tebu tumbuh baik di daerah beriklim panas (Notojoewono, 1970). Bagian dari tanaman tebu yang diambil untuk pembuatan gula adalah batangnya. Batang tebu berdiri lurus dengan diameter batang 3-4 cm dan tinggi 2-5 meter serta tidak bercabang (Soebroto, 1983). Batang terdiri atas ruas-ruas dan dibatasi dengan buku-buku, dimana pada setiap buku terdapat mata ruas. Pemanenan merupakan tahapan yang penting dalam penanganan tebu. Makin mendekati umur panen makin tinggi kadar sukrosa dan sebaliknya terjadi penurunan kadar glukosa dan fruktosa; tetapi setelah melewati umur panen, kadar sukrosa akan menurun kembali (Goutara, 1975). Di Indonesia, bahan baku untuk gula merah adalah nira palma dan nira tebu. Menurut Herman (1984), nira adalah suatu jenis cairan atau ekstrak yang berasal dari tanaman yang mengandung gula relatif tinggi. Kadar sukrosa akan mengalami penurunan selama penyimpanan disebabkan terjadinya hidrolisa sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa (Payne, 1953). Kerusakan nira ditandai dengan rasa nira menjadi asam, berbuih putih dan berlendir (Goutara dan Wijandi, 1975). Kerusakan ini terjadi karena aktifitas mikroorganisme terhadap kandungan sukrosa nira (Dachlan, 1984).
Pada praktikum pembuatan gula merah, nira yang dipakai berasal dari tebu
yang digiling. Awalnya batang tebu dibelah terlebih dahulu agar dapat masuk ke
mesin penggilingan. Nira tersebut kemudian disaring dan dididihkan. Dalam proses
pendidihan nira ditambahkan minyak nabati. Penambahan minyak goreng sewaktu
penguapan nira bertujuan untuk mengurangi pembentukkan buihyang berlebihan
selama penguapan (Sagala et al., 1978). Dari berat tebu 10801 g diperoleh gula
merah 1403 g yang berasa manis dengan warna coklat gelap sekali. Jika
dibandingkan antara berat tebu dan produk maka dapat dilihat rendemen produk tebu
(gula merah) yaitu, 1403:10801x100% = 12,99%. Jika dibandingkan dengan berat
tebu dan tenaga yang dibutuhkan untuk membuatnya, rendemen tersebut masih
belum cukup besar. Kecilnya jumlah rendemen bisa diakibatkan karena banyaknya
lost saat proses produksi, baik dalam pengekstrakkan nira, pemasakan, maupun
proses pengambilan gula merah dari kuali. Warna yang terlalu coklat pada gula
semut mungkin diakibatkan karena api yang digunakan dalam proses pemanasan
terlalu besar sehingga memperbesar reaksi pencoklatan (karamelisasi). Reaksi
karamelisasi pada pembuatan gula merah terjadi tanpa melibatkan senyawa amino,
dan membutuhkan temperatur yang relatif tinggi (Winarno, 1988). Selain itu pada
sebagian kelompok gula merah tidak dapat dicetak karena terlalu lembek dan tidak
bisa mengeras. Hal ini mungkin diakibatkan karena saat pemasakan api yang
digunakan terlalu besar sehingga gula mengalami karamelisasi.
Pembuatan gula semut pada dasarnya hampir sama dengan pembuatan gula
merah. Perbedaannya pada gula semut setelah nira mulai mengental dan diangkat
dari kompor, proses pengadukkan tetap dilakukan hingga terbentuk kristal-kristal
gula. Pengadukan yang terus-menerus bertujuan untuk menghancurkan kristal-kristal
yang mulai terbentuk sehingga berbentuk butiran-butiran. Perbedaan nyata antara
komposisi gula semut dengan gula merah adalah kadar air. Perbedaan ini disebabkan
karena selama pengolahan gula semut mengalami penanganan yang lebih lama
sehingga jumlah air yang menguap lebih banyak dibanding gula merah (Santoso,
1988). Pada praktikum pembuatan gula semut ini tidak digunakan nira aren dan
kelapa melainkan menggunakan gula merah dari aren dan kelapa yang dicairkan
kembali. Gula pasir yang ditambahkan pada nira yang mulai mengental bertujuan
untuk memancing pembentukkan kristal sehingga gula semut cepat terbentuk. Pada
pembuatan gula semut yang berasal dari gula kelapa semuanya mengalami kegagalan
yakni tidak terbentuk butiran-butiran kristal gula, melainkan terbentuk bongkahan
gula yang berwarna coklat. Kegagalan ini diakibatkan karena terlalu lama dalam
pemanasan sehingga telat diangkat sehingga terjadi karamelisasi dan kristal-kristal
yang terbentuk saling menyatu. Selain itu karakter gula kelapa yang mengandung
serat yang lebih besar daripada gula aren juga dapat berpengaruh terhadap
pembentukkan butiran gula serta daya ikat antar molekul serat pada gula kelapa lebih
kuat sehingga susah untuk dipisahkan.
Gula yang merupakan diversifikasi bentuk dari gula merah ini memiliki
beberapa kelebihan dibanding gula cetak. Gula semut memiliki ketahanan simpan
lebih lama dibandingkjan dengan gula merah. Hal tersebut dikarenakan kandungan
kadar air yang lebih sedikit yang disebabkan karena mengalami pengolahan yang
lebih lama. Kemudahan dalam penyimpanan pun menjadi salah satu keunggulan gula
semut. Sesuai dengan hasil pengujian organoleptik yang telah dilakukan tentang
warna, aroma, dan rasa, gula semut memiliki warna coklat, dengan aroma yang
mengikuti bahan bakunya(kelapa/aren), dan rasa yang manis.
Inversi sukrosa menghasilkan gula invert atau gula reduksi (glukosa dan
fruktosa). Gula invert akan mengkatalisis proses inversi sehingga kehilangan gula
akan berjalan dengan cepat. Menurut Parker (1987) dkk. Dalam kuswurj (2008) laju
inversi sukrosa akan semakin besar pada kondisi pH rendah dan temperatur tinggi
dan berkurang pada pH tinggi (pH 7) dan temperatur rendah. Laju inversi yang
paling cepat adalah pada kondisi pH asam (pH 5) (Winarno 2007).
Pada praktikum gula invert kali ini digunakan dua metode yaitu metode asam tartarat dan metode HCL. Pada dasarnya kedua metode tersebut memiliki prosedur yang hampir sama, perbedaannya hanya pada jenis asam yang digunakan. Pada kedua metode tersebut ada penambahan sodium bikarbonat yang berfungsi untuk menetralkan asam sehingga gula invert yang dihasilkan tidak berbahaya terhadap kesehatan konsumen. Kedua metode sama-sama menggunakan gula pasir, gula kelapa, dan gula aren masing-masing sejumlah 100 ml. Dari hasil praktikum menggunakan metode asam tartarat diperoleh gula invert dari gula pasir sebanyak 114.01 ml, dari gula kelapa 131.36 ml, dan dari gula aren 123.07 ml. Sedangkan gula invert yang dihasilkan menggunakan metode HCL diperoleh gula invert dari gula pasir sebanyak 125.71 ml, dari gula kelapa 120.72 ml, dan dari gula aren sebesar 119.50 ml. Dari data tersebut diketahui bahwa berat akhir gula invert yang paling besar diperoleh dari gula kelapa metode HCL. Ini menunjukkan metode dan gula invert dari gula kelapa memiliki rendemen yang lebih besar daripada gula lainnya.
Penentuan kadar glukosa dilakukan dengan cara menganalisis sampel melalui pendekatan proksimat. Terdapat beberapa jenis metode yang dapat dilakukan untuk menentukan kadar gula dalam suatu sampel. Salah satu metode yang paling mudah pelaksanaannya dan tidak memerlukan biaya mahal adalah metode Luff Schoorl. Metode Luff Schoorl merupakan metode yang digunakan untuk menentukan kandungan gula dalam sampel. Metode ini didasarkan pada pengurangan ion tembaga (II) di media alkaline oleh gula dan kemudian kembali menjadi sisa tembaga. Ion tembaga (II) yang diperoleh dari tembaga (II) sulfat dengan sodium karbonat di sisa alkaline pH 9,3-9,4 dapat ditetapkan dengan metode ini. Pembentukan (II)-hidroksin dalam alkaline dimaksudkan untuk menghindari asam sitrun dengan penambahan kompleksierungsmittel. Hasilnya, ion tembaga (II) akan larut menjadi tembaga (I) iodide berkurang dan juga oksidasi iod menjadi yodium. Hasil akhirnya didapatkan yodium dari hasil titrasi dengan sodium hidroksida (Anonim 2010). Gula pereduksi yaitu monosakarida dan disakarida kecuali sukrosa dapat ditunjukkan dengan pereaksi Fehling atau Benedict menghasilkan endapan merah bata (Cu2O). selain pereaksi Benedict dan Fehling, gula pereduksi juga bereaksi positif dengan pereaksi Tollens (Apriyanto et al 1989). Penentuan gula pereduksi selama ini dilakukan dengan metode pengukuran konvensional seperti metode osmometri, polarimetri, dan refraktrometri maupun berdasarkan reaksi gugus fungsional dari senyawa sakarida tersebut (seperti metode Luff-Schoorl, Seliwanoff, Nelson-Somogyi dan lain-lain). Hasil analisisnya adalah kadar gula pereduksi total dan tidak dapat menentukan gula pereduksi secara individual. Untuk menganalisis kadar masing-masing dari gula pereduksi penyusun madu dapat dilakukan dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCTK). Metode ini
mempunyai beberapa keuntungan antara lain dapat digunakan pada senyawa dengan bobot molekul besar dan dapat dipakai untuk senyawa yang tidak tahan panas (Gritter et al 1991 dalam Swantara 1995).
Kegiatan penyadapan memerlukan suatu pengalaman dan keteratnpilan untuk memperolefi nira yang berkualitas dm berkuantitas yang tinggi (Sunantyo, 1996). Nira kelapadapat gula merah oleh karena rasanya yang manis dan komposlsinya relatif hampir sama dengan komgosisi nira tebu (Rolmd., 1977)..Mengingat nira kelapa merupakan suatu media yang manis, maka sangat baik untuk perturnbuhan mikroba. Sebagai tanda bahwa nira mulai menurunn kualitasnya, yaitu nira mulai berbau asam terbentuk lendir disamping viskositasnya juga meningkat (Child, 1974). Dalam upaya untuk rnenekan atau mengambat kecepatan penurunan kualitas nira selama proses penyadapan berlangsung diperlukm suatu tdambahan bahan kimia, baik secara alami maupun secara sintetis (Sunantyo, 1992). Upaya tersebut mutlak harus dilakukan mengingat bahwa dalam proses pembuatan gula merah diperlukan kualitas nira yang prima HK sekitar 85 untuk memperoleh gula merah dengan kualitas yang baik (Martoyo dan Santoso, 1989).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Luff Schoorl. www.wikipedia.org/Luff Schoorl (16 April 2010).
Swantara DIM. 1995. Kromatografi Cair Kerja Tinggi Beberapa Senyawa Monosakarida dan Dosakarida serta Penerapannya Untuk Analisis Madu dan bahan Jenis lainnya. [Tesis].Roland, V Norris,D.Sc. 1977. The Improvement of Gwnut Jag gee Industry on the West Cost. Agricultural Journal of India XXVIIMartoyo dan Bambang S. 1989. Studi Tentang Pembuatan Gula Merah Nipah dari Nira Nipah. Prosiding Pertemuan Teknis Budi Daya Lahan Kering P3GI. Pasuruan.
Sunantyo. 1992. Kayu Angin Sebagai Bahan Pengatvet Alami Nira Nipah. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotmi. Cisama-Bogor.
Child, R. 1974. Coconot, 2 ed. Longmans, Green&Co., London.
Sunantyo dan Santosa, B.E., 1996. Mengenal Cara Menyadap dm Membuat Gula Kelapa di Daerah Pare, Kediri ,Blitar, Pacitan dm sekitarnya. Berita P3GI. No. 15. Pasuruan.
Santoso, Heri. 1988. Kajian Sifat-Sifat Gula Merah dari Nira Palma. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian-IPB. Bogor.
Winarno. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia
Winarno, F.G. 1988. Kimia Pangan. Jakarta: PT Gramedia.
III. Hasil dan PembahasanA. Hasil
PEMBAHASAN
B. Gula Merah
Pengamatan
Tebu
Berat tebu : 10801 g
Berat kulit : 2349,2 g
Berat tebu setelah dikupas : 8451,8 g
Nira
Volume : 3440 liter
pH : 5
kadar gula (refraktometer) : 51
Warna : coklat tua
Rasa : manis +++
Aroma : gula/karamel
Gula merah
Berat gula : 1403 g
Warna : coklat gelap sekali
Rasa : manis
Aroma : gula merah
b. Gula Semut
Kelompok Gula Semut Warna Aroma Rasa
1 Gula Kelapa
Berat gula : 600 g
Air : 600 ml
Hasil : 400 g
Coklat Gula
merah
Manis
2 Gula kelapa+10% gula
pasir
Berat gula : 500 g
Gula pasir : 50 g
Air : 500 ml
Hasil :268,94 g
Coklat
muda
Gula
kelapa
Manis
3 Gula kelapa
Berat gula : 500 g
Air : 500 ml
Hasil : 207,63 g
Coklat
muda
Gula
kelapa
Manis dan
liat
4 Gula aren
Berat gula : 489,4 g
Air : 489 g
Hasil : 364,93 g
Coklat
muda
Gula aren Manis sekali
5 Gula aren + 10% gula
pasir
Berat gula : 557 g
Coklat
krem muda
Gula aren Manis
Gula pasir : 55,7 g
Air : 550 g
Hasil : 524,71 g
6 Gula aren
Berat gula : 510,7 g
403,88 g
Coklat
muda agak
kekuningan
Gula
merah
Manis
a. Gula Invert
Kelompok Metode Gula Volume gula Berat akhir
1 HCl Pasir 100 ml 114,01 ml
2 HCl Kelapa 100 ml 131,36 ml
3 HCl Aren 100 ml 123,07 ml
4 Asam Tartarat Pasir 100 ml 125,71 ml
5 Asam Tartarat Kelapa 100 ml 120,72 ml
6 Asam Tartarat Aren 100 ml 119,50 ml
b.Analisis Gula
Kurva Standar
konsentrasi larutan
(ppm) Nilai absorbansi
0 0
50 0,038
100 0,077
150 0,271
200 0,479
250 0,715
0 50 100 150 200 250 3000
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
f(x) = 0.00290971428571429 x − 0.100380952380953R² = 0.913651816840661
Kurva Standar
Series2Linear (Series2)
Konsentrasi larutan
Nila
i Abs
orba
nsi
DNS
Kelompok 550 nm
1 0.126x10-4
2 0.078
3 0.311
4 0.433x10-4
5 0.056
6 0.271
Kelompok Uji kekerasan Bag. yg tdk larut
air
Gula pereduksi (ml
larutan tio 0.1 N)
Kadar sukrosa (ml
larutan tio 0.1 N)
1 Titik 1 : 17
Titik 2 : 15
Titik 3 : 12
Berat kertas
saring awal :
Semut : 1.14 g
Cetak : 1.22 g
Berat kertas
saring akhir :
Semut : 21.3 ml
Cetak : 21.6 ml
Semut : 15.4 ml
Cetak : 19.1 ml
Semut : 1.18 g
Cetak : 1.37 g
2 Titik 1 : 26.5
Titik 2 : 44.5
Titik 3 : 28.5
Berat kertas
saring awal :
Semut : 1.10 g
Cetak : 1.20 g
Berat kertas
saring akhir :
Semut : 1.11 g
Cetak : 1.34 g
Semut : 22.7 ml
Cetak : 24.3 ml
Semut : 16.6 ml
Cetak : 15.9 ml
3 Titik 1 : 50
Titik 2 : 49
Titik 3 : 19
Berat kertas
saring awal :
Semut : 1.09 g
Cetak : 1.05 g
Berat kertas
saring akhir :
Semut : 1.24 g
Cetak : 1.09 g
Semut : 22 ml
Cetak : 24.1 ml
Semut : 15.4 ml
Cetak : 19.2 ml
4 Titik 1 : 13
Titik 2 : 7
Titik 3 : 5
Berat kertas
saring awal :
Semut : 1.19 g
Cetak : 1.06 g
Berat kertas
saring akhir :
Semut : 1.39 g
Cetak : 1.29 g
Semut : 22.1 ml
Cetak : 27 ml
Semut : 15.7 ml
Cetak : 20 ml
5 Titik 1 : 219
Titik 2 : 211
Titik 3 : 50
Berat kertas
saring awal :
Semut : 1.17 g
Semut : 26.2 ml
Cetak : 25.3 ml
Semut : 16.6 ml
Cetak : 19 ml
Cetak : 1.06 g
Berat kertas
saring akhir :
Semut :1.40 g
Cetak : 1.23 g
6 Titik 1 : 50
Titik 2 : 49
Titik 3 : 19
Berat kertas
saring awal :
Semut : 1.25 g
Cetak : 1.21 g
Berat kertas
saring akhir :
Semut : 1.46 g
Cetak : 1.35 g
Semut : 27 ml
Cetak : 22 ml
Semut : 13.2 ml
Cetak : 21 ml
Penundaan ekstraksi batang tebu selama 3 harimenyebabkan kecenderungan penurunan kadar sukrosa danharkat kemurnian nira tebu. Dari analisa zat gulamenggunakan HPLC, diketahui kadar fruktosa nira tebu lebihrendah dibandingkan dengan kadar glukosa. Masih terdapatgula lain selain sukrosa, glukosa dan fruktosa di dalamnira tebu.