patgul laporan

22
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara perkebunan tebu yang sangat banyak tanamannya. Selain itu para penduduknya juga sangat menggemari produk manis sehingga permintaannya sangat tinggi. Namun pemenuhan akan produk yang rasanya manis itu masih kurang memenuhi. Hal ini disebabkan karena kurangnya peningkatan teknologi yang dilakukan untuk meningkatkan teknoogi prosesnya dengan nilai tambah yang tiinggi. Proses yang kurang tersebut mulai dari penanganan bahan baku yang masih jauh dari teknologi, pengangkutan bahan baku hingga proses ke bahan jadinya. Padahal dengan meningkatnya teknologi yang sekarang sudah umum berkembang baik dari transportasi hingga prosesnya, seharusnya sudah dapat meningkatkan produktivitas dari industri tersebut. Selain itu di Indonesia tidak dapat dipungkiri akan tersedianya bahan baku baik daritanaman tebu, kelapa, aren dan lain-lain seharusnya menjadi peluang para agroindustrialis dibidang gula ini untuk mengembangkannya. Ditambah lagi pasar baik dari dalam negeri maupun luar sangat besar. Untuk itu diperlukan pembelajaran untuk para mahasiswa agroindustri untuk mempelajari produk gula ini, baik dari inovasi bahan baku, produk, teknologi prosesnya, hingga produk yang memenuhi keinginan konsumen yaitu gula yang rendah kalori.

Upload: dharma-yoga

Post on 05-Jul-2015

611 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Patgul Laporan

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara perkebunan tebu yang sangat banyak

tanamannya. Selain itu para penduduknya juga sangat menggemari produk manis

sehingga permintaannya sangat tinggi. Namun pemenuhan akan produk yang rasanya

manis itu masih kurang memenuhi. Hal ini disebabkan karena kurangnya

peningkatan teknologi yang dilakukan untuk meningkatkan teknoogi prosesnya

dengan nilai tambah yang tiinggi. Proses yang kurang tersebut mulai dari

penanganan bahan baku yang masih jauh dari teknologi, pengangkutan bahan baku

hingga proses ke bahan jadinya.

Padahal dengan meningkatnya teknologi yang sekarang sudah umum

berkembang baik dari transportasi hingga prosesnya, seharusnya sudah dapat

meningkatkan produktivitas dari industri tersebut. Selain itu di Indonesia tidak dapat

dipungkiri akan tersedianya bahan baku baik daritanaman tebu, kelapa, aren dan lain-

lain seharusnya menjadi peluang para agroindustrialis dibidang gula ini untuk

mengembangkannya. Ditambah lagi pasar baik dari dalam negeri maupun luar sangat

besar.

Untuk itu diperlukan pembelajaran untuk para mahasiswa agroindustri

untuk mempelajari produk gula ini, baik dari inovasi bahan baku, produk, teknologi

prosesnya, hingga produk yang memenuhi keinginan konsumen yaitu gula yang

rendah kalori.

B. Tujuan

Praktikum ini bertujuan agar praktikan dapat mengetahui teknologi proses

yang digunakan untuk membuat berbagai macam produk gula dengan berbagai

macam teknologi dan bahan baku. Kemudian mempelajari karakterisasi dari gula

yang telah dibuat tersebut baik karakterisasi fisik maupun kimia yang nantinya

karakter tersebut menjadi acuan apakah produk gua tersebut memenuhi permintaan

pasar atau tidak.

Page 2: Patgul Laporan

II. METODOLOGi

A. Pembuatan Gula Merah

Bahan- bahan yang digunakan adalah nira aren, gula aren, gula palem, dan

minyak nabati. Peralatan yang digunakan adalah wajan, kain saring, timbangan,

kompor, sendok, dan pengaduk kayu.

Metode

B. Pembuatan Gula Invert

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah gula pasir,gula aren, gula kelapa,

asam tartarat, HCL, sodium bikarbonat, air. Alat yang digunakan adalah gelas piala,

pengaduk, termometer, sendok, pemanas/kompor listrik.

- Metode asam tartarat

Tebu digiling

1 kg gula + 1 g asam tartarat

dicampur dan

dididihkan

pertahankan pada

1000c,diaduk selama 30

menit

asam dinetralkan

dengan 1,134 g sodium

bikarbonat, diaduk cepat

Page 3: Patgul Laporan

- Metode HCl

C. Pembuatan gula cetak

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tebu, kapur, dan minyak nabati.

Alat yang digunakan adalah wajan, saringan, kompor, pengaduk kayu, penggiling

tebu, dan cetakan bambu

- Metode karakteristik nira tebu

- Metode produksi gula merah

1 kg gula + 420 ml

larutan HCl 0,1 %

dipanaskan pada 700c selama 30

menit

didinginkan lalu

ditambahkan 1,11 g sodium

bikarbonat

tebu dibagi

menjadi 2

bagian,atas dan bawah

tebu ditimban

g sebelum dikupas

tebu diperas,disaring,

dan di ukur

volumenya

Nilai TSS

ditentukan

dengan refraktometer

nira dipanaskan

sampai mengental

dan berbuih

ditambahkan minyak nabati 1 sendok makan

diaduk sampai

mengental

uji kematangan

dengan meneteskan

di air dan getascetakan

bambu disiapkan

nira diangkat dan

dituangkan di cetakangula

dikeluarkan saat

mengeras

dihitung neraca

massanya

Page 4: Patgul Laporan

D. Analisis Produk Gula

Prosedur Bahan – bahan yang digunakan adalah Larutan Luff, KI 20%,

H2SO4 24%, Na2S2O5, 0.1 N, indikator kanji 0.5%, DNS, NaOH, potasium sodium

tartarat, phenol, sodium metabisulfit, glukosa. Peralatan yang digunakan adalah pipet

ukur, tabung reaksi, gelas piala, spectrofotometer, kuvet, colori-meter,

penetrometer, refraktometer, erlenmeyer, pendingin balik, pemanas, labu ukur, gelas

ukur, dan buret.

- Uji kekerasan

- Bagian yang tidak larut air

- Gula pereduksi ( Metode Luff Schoorl )

Sampel

Uji kekerasan dengan

penetometer

Baca nilai kekerasannya

10 g conto

h + 200ml

air panas

ad

uk

saring

dengan

kertas

saring

bilas

kertas

saring

keringkan pada suhu 1050

selama 2 jam

dinginkan dan

timbang

2 g contoh dalam labu ukur 250 ml + air hingga larut

kocok dan tambahkan air

hingga tanda tera

10 ml larutan +15ml akuades + 25 ml

larutan Luff dalam erlenmeyer

hubungkan erlenmeyer dengan pendingin balik dan didihkan 10 menit

dinginkan

tambahkan 10 ml larutan KI 20 % +

25 ml H2SO4

Titrasi dengan larutan tio 0.1 N dengan

indikator kanji 0.5%

Page 5: Patgul Laporan

- Gula pereduksi ( metode DNS )

- Kadar Sukrosa

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL[Terlampir]

B. PEMBAHASAN

Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan merupakan oligosakarida, polimer dengan derajat polimerisasi 2-10 dan biasanya bersifat larut dalam air yang terdiri dari dua molekul yaitu glukosa dan fruktosa. Gula memberikan flavor dan warna melalui reaksi browning secara non enzimatis pada berbagai jenis makanan. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman. Dalam industri pangan, sukrosa diperoleh dari bit atau tebu (Winarno 1997).

1 ml lar contoh + 3 ml reagen DNS dalam tabung reaksi

letakkan dalam air mendidih selama 5 menit dan dinginkan

uji dengan spectrofotometer pada λ= 550 nm

catat nilaiabsorbansi dan % transmitansinya

buat kurva standar dengan larutan glukosa 100, 150, 200, dan 250

ppm

nilai transmitansi yang dipakai 20%-80%

50 ml hasil saringan gula preduksi dalam

labu ukur 100 ml

+ 25 ml HCl 25%, hidolisis pada suhu 68-700 C 10 menit

dinginkan dan netralkan dengan

NaOH 30%

tepatkan pada tanda tera daan

kocok 12x

10ml larutan + 15 ml akuadml akuades + 25 ml larutan luff

didihkan 10 menit dan dinginkan

+ ao ml larutan KI 20% + 25ml H2SO4

titrasi dengan tio 0.1 N dengan

indikator kanji 0.5 %

Page 6: Patgul Laporan

Tanaman Tebu atau Saccharum officinarum L termasuk kelas Monocotyledon, ordo Glumaceae, keluarga Gramineae dan grup Andropogoneae. Diduga tanaman ini berasal dari Irian (Husz, 1972). Tanaman tebu tumbuh baik di daerah beriklim panas (Notojoewono, 1970). Bagian dari tanaman tebu yang diambil untuk pembuatan gula adalah batangnya. Batang tebu berdiri lurus dengan diameter batang 3-4 cm dan tinggi 2-5 meter serta tidak bercabang (Soebroto, 1983). Batang terdiri atas ruas-ruas dan dibatasi dengan buku-buku, dimana pada setiap buku terdapat mata ruas. Pemanenan merupakan tahapan yang penting dalam penanganan tebu. Makin mendekati umur panen makin tinggi kadar sukrosa dan sebaliknya terjadi penurunan kadar glukosa dan fruktosa; tetapi setelah melewati umur panen, kadar sukrosa akan menurun kembali (Goutara, 1975). Di Indonesia, bahan baku untuk gula merah adalah nira palma dan nira tebu. Menurut Herman (1984), nira adalah suatu jenis cairan atau ekstrak yang berasal dari tanaman yang mengandung gula relatif tinggi. Kadar sukrosa akan mengalami penurunan selama penyimpanan disebabkan terjadinya hidrolisa sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa (Payne, 1953). Kerusakan nira ditandai dengan rasa nira menjadi asam, berbuih putih dan berlendir (Goutara dan Wijandi, 1975). Kerusakan ini terjadi karena aktifitas mikroorganisme terhadap kandungan sukrosa nira (Dachlan, 1984).

Pada praktikum pembuatan gula merah, nira yang dipakai berasal dari tebu

yang digiling. Awalnya batang tebu dibelah terlebih dahulu agar dapat masuk ke

mesin penggilingan. Nira tersebut kemudian disaring dan dididihkan. Dalam proses

pendidihan nira ditambahkan minyak nabati. Penambahan minyak goreng sewaktu

penguapan nira bertujuan untuk mengurangi pembentukkan buihyang berlebihan

selama penguapan (Sagala et al., 1978). Dari berat tebu 10801 g diperoleh gula

merah 1403 g yang berasa manis dengan warna coklat gelap sekali. Jika

dibandingkan antara berat tebu dan produk maka dapat dilihat rendemen produk tebu

(gula merah) yaitu, 1403:10801x100% = 12,99%. Jika dibandingkan dengan berat

tebu dan tenaga yang dibutuhkan untuk membuatnya, rendemen tersebut masih

belum cukup besar. Kecilnya jumlah rendemen bisa diakibatkan karena banyaknya

lost saat proses produksi, baik dalam pengekstrakkan nira, pemasakan, maupun

proses pengambilan gula merah dari kuali. Warna yang terlalu coklat pada gula

semut mungkin diakibatkan karena api yang digunakan dalam proses pemanasan

terlalu besar sehingga memperbesar reaksi pencoklatan (karamelisasi). Reaksi

karamelisasi pada pembuatan gula merah terjadi tanpa melibatkan senyawa amino,

dan membutuhkan temperatur yang relatif tinggi (Winarno, 1988). Selain itu pada

sebagian kelompok gula merah tidak dapat dicetak karena terlalu lembek dan tidak

bisa mengeras. Hal ini mungkin diakibatkan karena saat pemasakan api yang

digunakan terlalu besar sehingga gula mengalami karamelisasi.

Page 7: Patgul Laporan

Pembuatan gula semut pada dasarnya hampir sama dengan pembuatan gula

merah. Perbedaannya pada gula semut setelah nira mulai mengental dan diangkat

dari kompor, proses pengadukkan tetap dilakukan hingga terbentuk kristal-kristal

gula. Pengadukan yang terus-menerus bertujuan untuk menghancurkan kristal-kristal

yang mulai terbentuk sehingga berbentuk butiran-butiran. Perbedaan nyata antara

komposisi gula semut dengan gula merah adalah kadar air. Perbedaan ini disebabkan

karena selama pengolahan gula semut mengalami penanganan yang lebih lama

sehingga jumlah air yang menguap lebih banyak dibanding gula merah (Santoso,

1988). Pada praktikum pembuatan gula semut ini tidak digunakan nira aren dan

kelapa melainkan menggunakan gula merah dari aren dan kelapa yang dicairkan

kembali. Gula pasir yang ditambahkan pada nira yang mulai mengental bertujuan

untuk memancing pembentukkan kristal sehingga gula semut cepat terbentuk. Pada

pembuatan gula semut yang berasal dari gula kelapa semuanya mengalami kegagalan

yakni tidak terbentuk butiran-butiran kristal gula, melainkan terbentuk bongkahan

gula yang berwarna coklat. Kegagalan ini diakibatkan karena terlalu lama dalam

pemanasan sehingga telat diangkat sehingga terjadi karamelisasi dan kristal-kristal

yang terbentuk saling menyatu. Selain itu karakter gula kelapa yang mengandung

serat yang lebih besar daripada gula aren juga dapat berpengaruh terhadap

pembentukkan butiran gula serta daya ikat antar molekul serat pada gula kelapa lebih

kuat sehingga susah untuk dipisahkan.

Gula yang merupakan diversifikasi bentuk dari gula merah ini memiliki

beberapa kelebihan dibanding gula cetak. Gula semut memiliki ketahanan simpan

lebih lama dibandingkjan dengan gula merah. Hal tersebut dikarenakan kandungan

kadar air yang lebih sedikit yang disebabkan karena mengalami pengolahan yang

lebih lama. Kemudahan dalam penyimpanan pun menjadi salah satu keunggulan gula

semut. Sesuai dengan hasil pengujian organoleptik yang telah dilakukan tentang

warna, aroma, dan rasa, gula semut memiliki warna coklat, dengan aroma yang

mengikuti bahan bakunya(kelapa/aren), dan rasa yang manis.

Inversi sukrosa menghasilkan gula invert atau gula reduksi (glukosa dan

fruktosa). Gula invert akan mengkatalisis proses inversi sehingga kehilangan gula

akan berjalan dengan cepat. Menurut Parker (1987) dkk. Dalam kuswurj (2008) laju

Page 8: Patgul Laporan

inversi sukrosa akan semakin besar pada kondisi pH rendah dan temperatur tinggi

dan berkurang pada pH tinggi (pH 7) dan temperatur rendah. Laju inversi yang

paling cepat adalah pada kondisi pH asam (pH 5) (Winarno 2007).

Pada praktikum gula invert kali ini digunakan dua metode yaitu metode asam tartarat dan metode HCL. Pada dasarnya kedua metode tersebut memiliki prosedur yang hampir sama, perbedaannya hanya pada jenis asam yang digunakan. Pada kedua metode tersebut ada penambahan sodium bikarbonat yang berfungsi untuk menetralkan asam sehingga gula invert yang dihasilkan tidak berbahaya terhadap kesehatan konsumen. Kedua metode sama-sama menggunakan gula pasir, gula kelapa, dan gula aren masing-masing sejumlah 100 ml. Dari hasil praktikum menggunakan metode asam tartarat diperoleh gula invert dari gula pasir sebanyak 114.01 ml, dari gula kelapa 131.36 ml, dan dari gula aren 123.07 ml. Sedangkan gula invert yang dihasilkan menggunakan metode HCL diperoleh gula invert dari gula pasir sebanyak 125.71 ml, dari gula kelapa 120.72 ml, dan dari gula aren sebesar 119.50 ml. Dari data tersebut diketahui bahwa berat akhir gula invert yang paling besar diperoleh dari gula kelapa metode HCL. Ini menunjukkan metode dan gula invert dari gula kelapa memiliki rendemen yang lebih besar daripada gula lainnya.

Penentuan kadar glukosa dilakukan dengan cara menganalisis sampel melalui pendekatan proksimat. Terdapat beberapa jenis metode yang dapat dilakukan untuk menentukan kadar gula dalam suatu sampel. Salah satu metode yang paling mudah pelaksanaannya dan tidak memerlukan biaya mahal adalah metode Luff Schoorl. Metode Luff Schoorl merupakan metode yang digunakan untuk menentukan kandungan gula dalam sampel. Metode ini didasarkan pada pengurangan ion tembaga (II) di media alkaline oleh gula dan kemudian kembali menjadi sisa tembaga. Ion tembaga (II) yang diperoleh dari tembaga (II) sulfat dengan sodium karbonat di sisa alkaline pH 9,3-9,4 dapat ditetapkan dengan metode ini. Pembentukan (II)-hidroksin dalam alkaline dimaksudkan untuk menghindari asam sitrun dengan penambahan kompleksierungsmittel. Hasilnya, ion tembaga (II) akan larut menjadi tembaga (I) iodide berkurang dan juga oksidasi iod menjadi yodium. Hasil akhirnya didapatkan yodium dari hasil titrasi dengan sodium hidroksida (Anonim 2010). Gula pereduksi yaitu monosakarida dan disakarida kecuali sukrosa dapat ditunjukkan dengan pereaksi Fehling atau Benedict menghasilkan endapan merah bata (Cu2O). selain pereaksi Benedict dan Fehling, gula pereduksi juga bereaksi positif dengan pereaksi Tollens (Apriyanto et al 1989). Penentuan gula pereduksi selama ini dilakukan dengan metode pengukuran konvensional seperti metode osmometri, polarimetri, dan refraktrometri maupun berdasarkan reaksi gugus fungsional dari senyawa sakarida tersebut (seperti metode Luff-Schoorl, Seliwanoff, Nelson-Somogyi dan lain-lain). Hasil analisisnya adalah kadar gula pereduksi total dan tidak dapat menentukan gula pereduksi secara individual. Untuk menganalisis kadar masing-masing dari gula pereduksi penyusun madu dapat dilakukan dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCTK). Metode ini

Page 9: Patgul Laporan

mempunyai beberapa keuntungan antara lain dapat digunakan pada senyawa dengan bobot molekul besar dan dapat dipakai untuk senyawa yang tidak tahan panas (Gritter et al 1991 dalam Swantara 1995).

Kegiatan penyadapan memerlukan suatu pengalaman dan keteratnpilan untuk memperolefi nira yang berkualitas dm berkuantitas yang tinggi (Sunantyo, 1996). Nira kelapadapat gula merah oleh karena rasanya yang manis dan komposlsinya relatif hampir sama dengan komgosisi nira tebu (Rolmd., 1977)..Mengingat nira kelapa merupakan suatu media yang manis, maka sangat baik untuk perturnbuhan mikroba. Sebagai tanda bahwa nira mulai menurunn kualitasnya, yaitu nira mulai berbau asam terbentuk lendir disamping viskositasnya juga meningkat (Child, 1974). Dalam upaya untuk rnenekan atau mengambat kecepatan penurunan kualitas nira selama proses penyadapan berlangsung diperlukm suatu tdambahan bahan kimia, baik secara alami maupun secara sintetis (Sunantyo, 1992). Upaya tersebut mutlak harus dilakukan mengingat bahwa dalam proses pembuatan gula merah diperlukan kualitas nira yang prima HK sekitar 85 untuk memperoleh gula merah dengan kualitas yang baik (Martoyo dan Santoso, 1989).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Luff Schoorl. www.wikipedia.org/Luff Schoorl (16 April 2010).

Swantara DIM. 1995. Kromatografi Cair Kerja Tinggi Beberapa Senyawa Monosakarida dan Dosakarida serta Penerapannya Untuk Analisis Madu dan bahan Jenis lainnya. [Tesis].Roland, V Norris,D.Sc. 1977. The Improvement of Gwnut Jag gee Industry on the West Cost. Agricultural Journal of India XXVIIMartoyo dan Bambang S. 1989. Studi Tentang Pembuatan Gula Merah Nipah dari Nira Nipah. Prosiding Pertemuan Teknis Budi Daya Lahan Kering P3GI. Pasuruan.

Page 10: Patgul Laporan

Sunantyo. 1992. Kayu Angin Sebagai Bahan Pengatvet Alami Nira Nipah. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotmi. Cisama-Bogor.

Child, R. 1974. Coconot, 2 ed. Longmans, Green&Co., London.

Sunantyo dan Santosa, B.E., 1996. Mengenal Cara Menyadap dm Membuat Gula Kelapa di Daerah Pare, Kediri ,Blitar, Pacitan dm sekitarnya. Berita P3GI. No. 15. Pasuruan.

Santoso, Heri. 1988. Kajian Sifat-Sifat Gula Merah dari Nira Palma. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian-IPB. Bogor.

Winarno. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia

Winarno, F.G. 1988. Kimia Pangan. Jakarta: PT Gramedia.

III. Hasil dan PembahasanA. Hasil

PEMBAHASAN

B. Gula Merah

Pengamatan

Tebu

Berat tebu : 10801 g

Berat kulit : 2349,2 g

Berat tebu setelah dikupas : 8451,8 g

Nira

Volume : 3440 liter

pH : 5

kadar gula (refraktometer) : 51

Warna : coklat tua

Rasa : manis +++

Page 11: Patgul Laporan

Aroma : gula/karamel

Gula merah

Berat gula : 1403 g

Warna : coklat gelap sekali

Rasa : manis

Aroma : gula merah

b. Gula Semut

Kelompok Gula Semut Warna Aroma Rasa

1 Gula Kelapa

Berat gula : 600 g

Air : 600 ml

Hasil : 400 g

Coklat Gula

merah

Manis

2 Gula kelapa+10% gula

pasir

Berat gula : 500 g

Gula pasir : 50 g

Air : 500 ml

Hasil :268,94 g

Coklat

muda

Gula

kelapa

Manis

3 Gula kelapa

Berat gula : 500 g

Air : 500 ml

Hasil : 207,63 g

Coklat

muda

Gula

kelapa

Manis dan

liat

4 Gula aren

Berat gula : 489,4 g

Air : 489 g

Hasil : 364,93 g

Coklat

muda

Gula aren Manis sekali

5 Gula aren + 10% gula

pasir

Berat gula : 557 g

Coklat

krem muda

Gula aren Manis

Page 12: Patgul Laporan

Gula pasir : 55,7 g

Air : 550 g

Hasil : 524,71 g

6 Gula aren

Berat gula : 510,7 g

403,88 g

Coklat

muda agak

kekuningan

Gula

merah

Manis

a. Gula Invert

Kelompok Metode Gula Volume gula Berat akhir

1 HCl Pasir 100 ml 114,01 ml

2 HCl Kelapa 100 ml 131,36 ml

3 HCl Aren 100 ml 123,07 ml

4 Asam Tartarat Pasir 100 ml 125,71 ml

5 Asam Tartarat Kelapa 100 ml 120,72 ml

6 Asam Tartarat Aren 100 ml 119,50 ml

b.Analisis Gula

Kurva Standar

konsentrasi larutan

(ppm) Nilai absorbansi

0 0

50 0,038

100 0,077

150 0,271

200 0,479

250 0,715

Page 13: Patgul Laporan

0 50 100 150 200 250 3000

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

f(x) = 0.00290971428571429 x − 0.100380952380953R² = 0.913651816840661

Kurva Standar

Series2Linear (Series2)

Konsentrasi larutan

Nila

i Abs

orba

nsi

DNS

Kelompok 550 nm

1 0.126x10-4

2 0.078

3 0.311

4 0.433x10-4

5 0.056

6 0.271

Kelompok Uji kekerasan Bag. yg tdk larut

air

Gula pereduksi (ml

larutan tio 0.1 N)

Kadar sukrosa (ml

larutan tio 0.1 N)

1 Titik 1 : 17

Titik 2 : 15

Titik 3 : 12

Berat kertas

saring awal :

Semut : 1.14 g

Cetak : 1.22 g

Berat kertas

saring akhir :

Semut : 21.3 ml

Cetak : 21.6 ml

Semut : 15.4 ml

Cetak : 19.1 ml

Page 14: Patgul Laporan

Semut : 1.18 g

Cetak : 1.37 g

2 Titik 1 : 26.5

Titik 2 : 44.5

Titik 3 : 28.5

Berat kertas

saring awal :

Semut : 1.10 g

Cetak : 1.20 g

Berat kertas

saring akhir :

Semut : 1.11 g

Cetak : 1.34 g

Semut : 22.7 ml

Cetak : 24.3 ml

Semut : 16.6 ml

Cetak : 15.9 ml

3 Titik 1 : 50

Titik 2 : 49

Titik 3 : 19

Berat kertas

saring awal :

Semut : 1.09 g

Cetak : 1.05 g

Berat kertas

saring akhir :

Semut : 1.24 g

Cetak : 1.09 g

Semut : 22 ml

Cetak : 24.1 ml

Semut : 15.4 ml

Cetak : 19.2 ml

4 Titik 1 : 13

Titik 2 : 7

Titik 3 : 5

Berat kertas

saring awal :

Semut : 1.19 g

Cetak : 1.06 g

Berat kertas

saring akhir :

Semut : 1.39 g

Cetak : 1.29 g

Semut : 22.1 ml

Cetak : 27 ml

Semut : 15.7 ml

Cetak : 20 ml

5 Titik 1 : 219

Titik 2 : 211

Titik 3 : 50

Berat kertas

saring awal :

Semut : 1.17 g

Semut : 26.2 ml

Cetak : 25.3 ml

Semut : 16.6 ml

Cetak : 19 ml

Page 15: Patgul Laporan

Cetak : 1.06 g

Berat kertas

saring akhir :

Semut :1.40 g

Cetak : 1.23 g

6 Titik 1 : 50

Titik 2 : 49

Titik 3 : 19

Berat kertas

saring awal :

Semut : 1.25 g

Cetak : 1.21 g

Berat kertas

saring akhir :

Semut : 1.46 g

Cetak : 1.35 g

Semut : 27 ml

Cetak : 22 ml

Semut : 13.2 ml

Cetak : 21 ml

Penundaan ekstraksi batang tebu selama 3 harimenyebabkan kecenderungan penurunan kadar sukrosa danharkat kemurnian nira tebu. Dari analisa zat gulamenggunakan HPLC, diketahui kadar fruktosa nira tebu lebihrendah dibandingkan dengan kadar glukosa. Masih terdapatgula lain selain sukrosa, glukosa dan fruktosa di dalamnira tebu.