laporan modul 7 ekstraksi minyak finished
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA HAYATI-2 BE-3214
EKSTRAKSI MINYAK NABATI SECARA MEKANIK
NAMA: MUHAMMAD FADHLULLAH
NIM: 11210001
KELOMPOK: 1
TANGGAL PRAKTIKUM: 11 DAN 18 APRIL 2013
TANGGAL PENYERAHAN LAPORAN: 25 APRIL 2013
ASISTEN: NEIL PRIHARTO
PROGRAM STUDI REKAYASA HAYATI
SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BANDUNG
2013
! "!
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bidang Rekayasa Hayati (Bioengineering) merupakan bidang yang
meliputi pemenuhan berbagai kebutuhan manusia seperti kesehatan, pangan,
dan energi (Shuler dan Kargi, 2002). Kaitan Rekayasa Hayati dengan energi
adalah cakupan bidangnya dalam memproduksi bahan bakar yang
berbasiskan hayati, yakni biofuel. Beberapa kelebihan biofuel dibandingkan
dengan bahan bakar yang sudah ada saat ini dan berbagai bahan bakar
alternatif lainnya adalah sifatnya yang dapat terbarukan serta tidak
memberikan dampak bagi lingkungan (Pandey, 2009).
Jenis biofuel yang cukup popular saat ini adalah biodiesel dan
bioethanol (Pandey, 2009). Kedua jenis biofuel ini dihasilkan dari kandungan
minyak yang terdapat dalam tumbuhan, yang disebut dengan minyak nabati.
Untuk memperoleh minyak tersebut dari dalam tumbuhan dibutuhkan
berbagai tahap pengolahan. Tahapan pengolahan ini tidaklah bertujuan hanya
sekedar untuk memperoleh minyak nabati saja, tetapi memperoleh minyak
nabati dengan tingkat kemurnian yang tinggi dan efisien.
Salah satu tahap penting dalam pengolahan minyak nabati adalah proses
ekstraksi minyak nabati dari sumbernya (seperti dari biji). Oleh karena itu,
seorang Bioengineer harus memahami serta menguasai proses ekstraksi
tersebut. Untuk itu, modul praktikum ini diberikan kepada mahasiswa
Rekayasa Hayati sebagai media untuk mempelajari salah satu metode
ekstraksi minyak nabati yang umum digunakan, yakni ekstraksi minyak
nabati secara mekanis.
1.2 Tujuan
Praktikum modul "Ekstraksi Minyak Nabati secara Mekanik" ini
bertujuan:
! #!
a. Menentukan kadar air dalam biji/kacang
b. Menentukan fraksi minyak dari tiap jenis biji/kacang
c. Menentukan hasil uji bakar sederhana pada minyak dari tiap jenis
biji/kacang.
! $!
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Minyak Nabati
Minyak nabati merupakan trigliserida yang diekstraksi dari tumbuhan.
Istilah minyak nabati umumnya digunakan pada minyak yang pada
temperatur ruangan berfasa cair. Sedangkan minyak nabati yang pada
temperatur ruangan berfasa padat disebut dengan lemak nabati. Kebanyakan
bagian tubuh tumbuhan dapat menghasilkan minyak nabati, namun bagian
tumbuhan yang umum diekstrak untuk diperoleh minyaknya adalah biji
(McCullough, 2006).
Berdasarkan peninggalan dokumen yang ada, penggunaan minyak
nabati diketahui telah dimulai dari 4000 tahun yang lalu. Masyarakat pada
saat itu menggunakan batu untuk menghancurkan biji, lalu dilakukan
pendidihan untuk mengekstrak minyaknya (McCullough, 2006).
Saat ini minyak nabati digunakan untuk berbagai jenis keperluan,
seperti untuk memasak, industri (pembuatan sabun, produk kosmetik,
pewarna, dll), feed (pakan ternak), serta bahan bakar (McCullough, 2006).
Berdasarkan publikasi Oil World, di dunia terdapat 17 jenis komoditas
minyak, dimana empatnya berasal dari hewan dan sisanya berasal dari
tumbuhan (nabati). Contoh minyak nabati di antaranya: minyak kacang
kedelai, minyak kelapa sawit, minyak canola, minyak biji bunga matahari,
minyak kacang tanah, minyak kelapa, minyak zaitun, dsb (Gunstone, 2002).
! %!
2.2 Ekstraksi, Pengilangan, dan Pengolahan Minyak Nabati
Mayoritas minyak nabati diperoleh dari bagian biji atau kacang suatu
tanaman. Ekstraksi biji dapat dilakukan dengan melakukan pressing atau
ekstraksi menggunakan pelarut. Beberapa jenis minyak nabati dapat
digunakan tanpa melalui perlakuan lebih lanjut, namun kebanyakan minyak
nabati akan melalui proses pengilangan (Gunstone, 2002).
Proses pengilangan berguna untuk memisahkan minyak dari zat-zat
lainnya, baik zat pengotor (contohnya fosfolipid dan pigmen) maupun zat
yang bernilai tinggi (contohnya antioksidan dan vitamin). Zat bernilai tinggi
tersebut dapat diperoleh kembali melalui aliran samping agar diproses lebih
lanjut (Gunstone, 2002).
Seringkali jumlah minyak nabati yang terbatas dalam skala komersil
tidak cukup untuk memenuhi syarat fisik, nutrisi, serta kimia yang
dibutuhkan dalam menghasilkan suatu produk. Namun dalam 1 abad terakhir
para peneliti telah berhasil menemukan metode untuk mengatasi masalah
tersebut, salah satunya dengan memodifikasi komposisi asam lemak
(Gunstone, 2002).
Metode-metode pengolahan minyak nabati yang sering kali digunakan
adalah fraksionasi, hidrogenasi, serta modifikasi komposisi asam lemak, baik
Gambar 2.1.1 Minyak zaitun yang merupakan contoh minyak nabati
! &!
secara konvensional (pembiakan biji) maupun melalui rekayasa genetika.
Metode-metode pengolahan tersebut berguna untuk meningkatkan
pemenuhan syarat fisik, nutrisi, serta kimia minyak (Gunstone, 2002).
2.3 Ekstraksi Minyak secara Mekanik
Metode pengekstraksian minyak telah mengalami evolusi dari waktu ke
waktu, termasuk metode ekstraksi secara mekanis. Ekstraksi minyak secara
mekanis yang terdokumentasi oleh sejarah dimulai dari tahun 1650 SM di
Mesir, yakni ekstraksi minyak zaitun dengan metode pressing menggunakan
tangan. Pada tahun 1795, J Bramah mengembangkan hydraulic press
extraction. Alat ini digunakan secara umum hingga tahun 1950-an, sebelum
akhirnya kalah pamor oleh continuous screw extraction. Walaupun begitu,
industri minyak zaitun masih menggunakan hydraulic press extraction hingga
saat ini. Screw press extraction pertama kali dikembangkan pada tahun 1900
oleh Valerius D. Anderson. Hingga kini metode ini terus mengalami
perkembangan, dan masih merupakan metode yang popular digunakan untuk
mengekstraksi minyak (Kemper, 2005).
!
Gambar 2.3.1 Hydraulic press extraction (a), screw press extraction (b)
a. b.
! '!
Ekstraksi (secara mekanis) merupakan faktor penentu kualitas minyak
yang dihasilkan. Prinsip dasar ekstraksi minyak secara mekanis ialah
pemberian gaya yang cukup besar pada biji sehingga tekanan yang besar akan
meremukkan biji. Oleh karena itu minyak yang terkandung dalam biji pun
dapat terbebas (Herkes, et al, 2012).
Pada screw press extraction, tekanan pada biji berasal dari sekrup
(screw) yang bergerak mendorong biji pada suatu ruangan tetap. Selain
memberikan tekanan, gerakan sekrup pun akan menghasilkan gesekan yang
dapat meremukkan biji. Karena tekanan dan gesekan ini, minyak yang
terkandung dalam biji dapat keluar melalui celah kecil pada alat, dimana
serat-serat biji akan tertahan pada celah tersebut. Sedangkan biji yang telah
remuk akan membentuk pasta yang dapat dikeluarkan dari celah lainnya.
Gesekan dan tekanan dalam alat dapat menghasilkan panas dengan suhu 60-
99°C (Spectrum Ingredients, 2013).
2.4 Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar minyak yang dibuat dari bahan nabati
berupa lemak atau minyak untuk digunakan pada mesin genset diesel, mobil,
atau automotif lainnya. Biodiesel merupakan bahan bakar terbarukan karena
dapat ditanam pada areal kehutanan, pertanian, dll (Pakpahan dalam Sudrajat,
2003).
Biodiesel yang merupakan sumber energi alternatif memiliki banyak
keunggulan dibandingkan sumber energi alternatif lainnya, di antaranya:
ketersediaan sumber daya, ketersediaan teknologi, keunggulan kualitas
produk, memberikan dampak positif terhadap ekonomi makro (devisa
negara), dan ekonomi mikro seperti penciptaan lapangan kerja baru. Biodiesel
sendiri pun memiliki keunggulan dibandingkan petrodiesel, di antaranya:
resiko terbakar lebih rendah, kualitas pembakaran seimbang, emisi gas toksik
lebih rendah, lebih mudah terurai secara biologis, pengadaannya banyak
melibatkan masyarakat dari kelompok kurang mampu serta memberikan
dampak positif pada konservasi tanah dan air (Sudrajat, et al., 2003).
! (!
BAB III
METODE KERJA
3.1 Alat dan Bahan
Pada praktikum modul "Ekstraksi Minyak Nabati secara Mekanik" ini
digunakan alat dan bahan sebagai berikut:
3.1.1 Alat
• Screw press
• Pembakar Bunsen
• Gelas ukur
• Piknometer
• Beaker glass
3.1.2 Bahan
• Berbagai jenis biji/kacang (kacang tanah, kacang edamame, biji
kemiri, biji kemiri sunan, biji jarak pagar, biji jarak merah, dan biji
jarak hijau)
• Kain kassa
3.2 Langkah Kerja
Biji/kacang dikupas, lalu dikeluarkan daging biji/kacangnya secara
manual. Ditimbang daging biji/kacang yang telah diperoleh, kemudian
digiling sampai halus dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 2
jam. Setelah kering, biji/kacang dimasukkan ke dalam screw press sambil
dipanaskan. Lalu biji/kacang dikempa dengan menggunakan tuas sehingga
minyak pun akan keluar melalui lubang-lubang yang terdapat di bagian
pinggir blok ulir. Minyak ditampung, sedangkan bungkilnya dikeluarkan
untuk digiling dan dikempa kembali. Minyak yang telah diperoleh dihitung
! )!
densitasnya, sehingga diperoleh massa minyak. Setelah itu persentase (w/w)
yield minyak yang diperoleh dari biji sampel pun dapat dihitung. Lalu
dilakukan uji pembakaran sederhana pada minyak dengan menambahkan
sumbu yang disulut api.
! *+!
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakterisasi Umpan
Berdasarkan literatur, salah satu syarat suatu biji/kacang dapat
digunakan sebagai sumber minyak nabati yang digunakan untuk membuat
Berat basah Berat kering Kacang/biji yang
Volume minyak kotor Kel
ompok
Jenis Kacang/biji
kacang/biji (g) kacang/biji (g) digiling (g) yang diperoleh (mL)
1 Kacang tanah 300.25 257.36 135.05 2.1
2 Kacang edamame 300.08 100.55 87.517 1
3 Biji kemiri 300.04 293.829 279.102 slurry semua
4 Jarak Pagar (Jathropa curcas) 195 141.6 127.629 slurry > 2ml
5 Kemiri Sunan 302.2 275.95 255.75 75
6 Kemiri Sunan 300.02 205.61 174.54 75
7 Jarak (Ricinus communis) varian warna merah 124.13 115.0248 88.8808 sedikit
8 Jarak (Ricinus communis) varian warna hijau/Kemiri
Sunan 158.69 131.3121 131.3121 slurry semua
Keterangan:
Uji nyala menggunakan minyak jelantah karena minyak edamame sangat sedikit
Menggunakan data kemiri sunan
Menggunakan minyak jarak yang sudah disediakan asisten
Tabel 4.1.1 Data karakterisasi umpan
! **!
biofuel haruslah memiliki kadar air yang rendah. Hal ini berhubungan dengan
efisiensi pengolahan biji/kacang menjadi biofuel. Apabila suatu kacang/biji
memiliki kadar air yang tinggi, maka untuk memperoleh minyak nabati dalam
jumlah besar dibutuhkan biji/kacang dalam jumlah yang jauh lebih besar lagi.
Hal ini tentunya dapat meningkatkan ongkos produksi, menghabiskan waktu,
serta membutuhkan lahan yang besar.
Berdasarkan hasil pengamatan, kacang edamame memiliki kadar air
paling tinggi dibandingkan kacang/biji lainnya, yakni:
{(300.08-100.55) g/300.08 g} x 100% = 66.49%
Sedangkan kacang/biji dengan kadar air terendah adalah jarak varian warna
merah, yakni:
{(124.13-115.03) g/124.13 g} x 100% = 7.33%
Hal ini menunjukkan bahwa dari seluruh jenis kacang/biji yang digunakan,
biji jarak varian warna merahlah yang paling baik digunakan sebagai sumber
minyak nabati dalam pembuatan biofuel. Sedangkan kacang edamame paling
tidak layak untuk dijadikan sebagai sumber minyak nabati dalam pembuatan
biofuel. Oleh karena itu pada kenyataannya, biji jarak merupakan salah satu
jenis biji yang umum digunakan sebagai sumber minyak nabati dalam
pembuatan biofuel. Sedangkan kacang edamame lebih umum digunakan
sebagai bahan pangan.
Selain itu, diperoleh pula volume minyak nabati bruto, yakni volume
minyak nabati yang diperoleh setelah proses penggilingan namun belum
disaring. Dari seluruh jenis kacang/biji yang diuji, kemiri sunanlah yang
paling banyak menghasilkan minyak (75 mL). Hal ini menunjukkan bahwa
kemiri sunan berpotensi dijadikan sebagai sumber minyak nabati untuk
membuat biofuel.
Walaupun data kacang/biji selain kemiri sunan menunjukkan
kandungan minyak yang rendah, belum tentu keadaan nyatanya seperti itu.
Diduga kandungan minyak yang sedikit pada kacang/biji selain kemiri sunan
diakibatkan oleh ukuran kacang/biji yang dimasukkan ke alat penggiling
! *"!
kurang optimum, dan alat penggiling tersebut pun kurang optimum untuk
menggiling beberapa jenis kacang/biji tertentu.
4.2 Karakterisasi Minyak
Minyak nabati yang telah diperoleh dari proses penggilingan haruslah
disaring lebih lanjut karena masih mengandung padatan pengotor yang dapat
digiling lebih lanjut. Dari data yang telah diperoleh, kemiri sunan pulalah
Volume minyak setelah
Densitas Minyak Daya Kapilaritas Kel
ompok
Jenis Kacang/biji
disaring (mL) (g/mL) (cm/s)
Massa minyak (g)
1 Kacang tanah 0.75 0.9467 - 0.71
2 Kacang edamame tidak disaring karena terlalu
dikit 0.8881 0.0045 -
3 Biji kemiri 4,5 0.8484 0.002222 0.93324
4 Jarak Pagar (Jathropa curcas) 2 0.895 0.00829 1.7946
5 Kemiri Sunan 15 0.86 0.0058 12.9
6 Kemiri Sunan 10 0.89 - 8.9
7 Jarak (Ricinus
communis) varian warna merah
2 0.89325 0.005 1.7865
8 Jarak (Ricinus
communis) varian warna hijau/Kemiri Sunan
1 0.7857 0.002863 0.7857
Keterangan:
Uji nyala menggunakan minyak jelantah karena minyak edamame sangat sedikit
Menggunakan data kemiri sunan Menggunakan minyak jarak yang sudah disediakan asisten
Tabel 4.2.1 Data karakterisasi minyak
! *#!
yang menghasilkan minyak saringan dengan hasil yang paling banyak
dibandingkan kacang/biji lainnya. Sedangkan minyak saringan paling sedikit
dihasilkan oleh kacang tanah. Oleh karena itu, kacang tanah umumnya
digunakan sebagai bahan pangan, bukan sebagai sumber bahan pembuat
biofuel.
Berdasarkan Johnson (1999), densitas minyak nabati berada di kisaran
0.920-0.969 g/mL. Selain itu, umumnya minyak memiliki densitas yang lebih
rendah dibandingkan dengan air (1g/mL). Berdasarkan data yang diperoleh
dalam praktikum, nilai-nilai yang diperoleh tidaklah begitu jauh dengan
literatur. Hal ini menunjukkan bahwa data densitas masing-masing minyak
yang diperoleh pada praktikum ini cukup valid.
Berdasarkan Sunandar (2010) kapilaritas minyak pada sumbu kompor
merupakan salah satu hal penting dalam mempertimbangkan kelayakan suatu
jenis minyak sebagai sumber bahan bakar. Oleh karena itu, pada praktikum
ini dilakukan pula uji kapilaritas minyak nabati pada sumbu. Berdasarkan
data yang diperoleh, minyak jarak pagar memiliki daya kapilaritas yang
paling besar (0.00829 cm/s) dibandingkan minyak dari biji/kacang lainnya.
Hal ini menunjukkan potensi minyak jarak pagar sebagai sumber pembuatan
biofuel.
Yield (g/g) minyak (massa minyak yang dihasilkan per massa
biji/kacang yang diproses) merupakan salah satu pertimbangan yang
digunakan untuk menentukan kelayakan suatu minyak nabati dijadikan
sebagai sumber pembuatan bahan bakar. Berdasarkan data yang diperoleh
pada praktikum, yield paling besar dihasilkan oleh minyak kemiri sunan:
8.9 g/174.54 g = 0.051
Sedangkan yield paling rendah dihasilkan oleh minyak kemiri:
0.93324 g/279.102 g = 0.003
Hasil ini menunjukkan bahwa minyak kemiri sunan memiliki potensi untuk
dijadikan sebagai bahan pembuat biofuel, sedangkan minyak kemiri tidak.
Jika minyak nabati dengan yield yang kecil dipilih sebagai sumber pembuat
! *$!
biofuel, maka dalam proses pengolahannya akan terjadi peningkatan ongkos
produksi.
4.3 Uji Pembakaran Minyak dan Uji Halogen
Uji Bakar Kelompok
Jenis Kacang/biji Warna Api Asap Kestabilan Percikan
Uji Halogen
(%)
1 Kacang tanah Merah kejinggaan Ada di awal pembakaran (warna hitam), setelah itu
tidak ada Stabil Tidak
ada 2.8
2 Kacang edamame Kuning Ada di awal pembakaran (warna hitam), setelah itu
tidak ada Stabil Tidak
ada 13.81
3 Biji kemiri Kuning
Ada asap hitam yang muncul dari pembakaran,
api berwarna merah menyala
Stabil Tidak ada 2.07
4 Jarak Pagar (Jathropa curcas) Kuning Asap warna hitam dari
awal Stabil Tidak ada 3.5
5 Kemiri Sunan Merah Asap hitam Stabil Tidak ada 8.52
6 Kemiri Sunan Merah Asap hitam Stabil Tidak ada 7.22
7 Jarak (Ricinus
communis) varian warna merah
Merah Berwarna hitam, sejak awal Stabil Tidak
ada 5.14
8
Jarak (Ricinus communis) varian
warna hijau/Kemiri Sunan
Merah Asap hitam sejak awal Stabil Tidak ada 3.48
Keterangan:
Uji nyala menggunakan minyak jelantah karena minyak edamame sangat sedikit
Menggunakan data kemiri sunan Menggunakan minyak jarak yang sudah disediakan asisten
Tabel 4.3.1 Data uji pembakaran dan uji halogen
! *%!
Selain kandungan air, daya kapilaritas, kandungan minyak, serta yield,
pertimbangan yang digunakan dalam menentukan kelayakan suatu minyak
nabati untuk menjadi sumber pembuat biofuel adalah kualitas dari minyak itu
sendiri. Kualitas minyak dapat diuji dengan menggunakan uji bakar. Indikator
yang menentukan bahwa suatu minyak berkualitas baik adalah saat uji
pembakaran, minyak yang dibakar harus menghasilkan api yang berwarna
biru, tidak menghasilkan asap hitam, tidak menghasilkan percikan, tidak
berbau tengik,serta stabil. Data yang diperoleh pada praktikum menunjukkan
bahwa seluruh jenis minyak berkualitas menengah, karena tidak ada hasil uji
bakar minyak yang benar-benar sama dan benar-benar berbeda dengan
indikator yang telah disebutkan sebelumnya. Berdasarkan literatur seharusnya
ada beberapa jenis minyak yang diuji dalam praktikum ini dapat masuk ke
dalam kategori minyak berkualitas baik. Namun dalam praktikum ini tidak
ada minyak yang masuk ke dalam kategori tersebut. Diduga hal ini dapat
terjadi karena kurang baiknya proses pengolahan yang dilakukan, seperti saat
penggilingan serta penyaringan.
Uji halogen berfungsi untuk menunjukkan kadar air dalam suatu
kacang/biji. Semakin tinggi nilai persen pada hasil uji halogen, semakin
tinggi kandungan air dalam kacang/biji tersebut. Berdasarkan data yang
diperoleh dalam praktikum, kandungan air terendah terdapat pada biji kemiri
(2.07%), sedangkan kandungan air terbesar terdapat pada kacang edamame
(13.81%). Hal ini menunjukkan bahwa biji kemiri dapat dipertimbangkan
untuk menjadi sumber pembuat biofuel sedangkan kacang edamame tidak.
! *&!
4.4 Kadar Air dalam Minyak Jelantah
Minyak jelantah memiliki potensi untuk dijadikan sebagai bahan
pembuatan biofuel (Sunandar, 2010). Sedangkan salah satu syarat bahan
pembuat biofuel ialah kandungan airnya yang harus kecil. Berdasarkan data
di atas, diperoleh kadar air rata-rata dalam minyak jelantah adalah 0.18%.
Data ini meyakinkan penggunaan minyak jelantah sebagai bahan pembuat
biofuel karena kadar airnya yang sangat rendah.
Berdasarkan pembahasan-pembahasan yang telah dilakukan, indikator
suatu biji/kacang serta minyak nabati yang dapat dipertimbangkan untuk
menjadi sumber pembuat biofuel di antaranya: biji/kacang harus memiliki
kadar air yang rendah, biji/kacang memiliki yield minyak yang tinggi, daya
kapilaritas minyak harus cukup besar, kadar air dalam minyak harus rendah,
Kadar air dalam Kelompok
minyak jelantah (%)
1 0.117
2 0.0062
3 0.10287
4 0.3338
5 0.63
6 0.02968
7 0.211
8 0.0184
Tabel 4.4.1 Kandungan air dalam minyak jelantah
! *'!
serta minyak harus memiliki kualitas yang baik. Untuk itu, dalam
menentukan kelayakan suatu biji/kacang serta minyak nabati sebagai sumber
pembuat biofuel, kita harus mempertimbangkan seluruh indikator tersebut.
Kita tidak bisa menentukan kelayakan berdasarkan hanya pada salah satu
indikator tersebut. Dengan praktikum ini, kita sebagai calon Bioengineer
dilatih untuk mengolah suatu bahan menjadi minyak nabati yang dapat
digunakan sebagai bahan pembuat biofuel. Selain itu, kita pun dilatih untuk
menentukan kelayakan bahan tersebut untuk diolah menjadi biofuel.
! *(!
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil serta pembahasan praktikum, diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
a. Berdasarkan pengeringan, kadar air paling sedikit terdapat pada biji jarak
varian warna merah, dan kadar air paling banyak terdapat pada kacang
edamame. Sedangkan berdasarkan uji halogen, kadar air paling sedikit
terdapat pada biji kemiri dan kadar air paling banyak terdapat pada kacang
edamame.
b. Diperoleh fraksi minyak tiap kacang/biji (g/g) sebagai berikut: kacang
tanah 0.0053, kacang edamame 0, biji kemiri 0.003, jarak pagar 0.014, biji
kemiri sunan 1 0.050, biji kemiri sunan 2 0.051, biji jarak varian merah
0.020, dan biji jarak varian hijau 0.006.
c. Berdasarkan uji bakar, seluruh jenis minyak berkualitas menengah karena
tidak ada hasil uji bakar minyak yang benar-benar sama dan benar-benar
berbeda dengan indikator yang telah disebutkan.
! *)!
DAFTAR PUSTAKA
Gunstone, Frank D. 2002. Vegetable Oils in Food Technology: Composition,
Properties and Uses. Boca Raton: CRC Press.
Herkes, John, Vern Grubinger, Joel Schumacher, Joe Thompson. 2012.
Mechanical Extraction Processing Technology for Biodiesel, (Online),
(http://www.extension.org/pages/26911/mechanical-extraction-processing-
technology-for-biodiesel, diakses pada 21 April 2013).
Johnson, Arthur T. 1999. Biological Process Engineering An Analogical
Approach to Fluid Flow, Heat Transfer, and Mass Transfer Applied to
Biological Systems. New York: John Wiley and Sons.
Kemper, Timothy G. 2005. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products, Sixth
Edition, Six Volume Set. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
McCullough, Bob. 2006. 4,000-year-old 'kitchen' unearthed in Indiana, (Online),
(http://www.stonepages.com/news/archives/001708.html, diakses pada 21
April 2013).
Pandey, Ashok. 2008. Handbook of Plant-Based Biofuels. Boca Raton: CRC
Press.
Shuler, Michael L., Fikret Kargi. 2002. Bioprocess Engineering Basic Concepts
Second Edition. New York: Prentice Hall.
Spectrum Ingredients. 2013. Understanding Oil Extraction Methods: Expeller
pressed vs solvent extracted oils, (Online),
(http://www.spectrumingredients.com/product/gen_info/oil_extract.html,
diakses pada 21 April 2013).
Sudradjat, R., Hendra A., W. Iskandar dan D. Setiawan. 2003. TEKNOLOGI
PEMBUATAN BIODISEL DARI MINYAK BIJI TANAMAN JARAK
PAGAR, (Online), (http://www.forda-
! "+!
mof.org/files/TEKNOLOGI%20PEMBUATAN%20BIODISEL%20DARI
.pdf, diakses pada 21 April 2013).
Sunandar, Kudrat. 2010. Kajian Kapilaritas Minyak Nabati pada Kompor Sumbu,
(Online),
(http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/26718/2010ksu_ab
stract.pdf?sequence=1, diakses pada 21 April 2013).