2018 pengaruh ekstraksi enzimatik terhadap rendemen minyak ... · departemen kimia kertas karya...

47
Universitas Sumatera Utara Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id Departemen Kimia Kertas Karya Diploma 2018 Pengaruh Ekstraksi Enzimatik terhadap Rendemen Minyak dan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) dari Minyak Ekstraksi Mesocarp di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan Ningrum, Citra Novia Universitas Sumatera Utara http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/6748 Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 01-Jun-2020

22 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id

Departemen Kimia Kertas Karya Diploma

2018

Pengaruh Ekstraksi Enzimatik terhadap

Rendemen Minyak dan Kadar Asam

Lemak Bebas (ALB) dari Minyak

Ekstraksi Mesocarp di Pusat Penelitian

Kelapa Sawit (PPKS) Medan

Ningrum, Citra Novia

Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/6748

Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara

PENGARUH EKSTRAKSI ENZIMATIK TERHADAP RENDE

MEN MINYAK DAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB)

DARI MINYAK EKSTRAKSI MESOCARP DI

PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT

(PPKS) MEDAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

CITRA NOVIA NINGRUM

152401107

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENGARUH EKSTRAKSI ENZIMATIK TERHADAP RENDE

MEN MINYAK DAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB)

DARI MINYAK EKSTRAKSI MESOCARP DI

PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT

(PPKS) MEDAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh gelar

Ahli Madya

CITRA NOVIA NINGRUM

152401107

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENGESAHAN TUGAS AKHIR

Judul : PENGARUH EKSTRAKSI ENZIMATIK

TERHADAP RENDEMEN MINYAK DAN

KADAER ASAM LEMAK BEBAS DARI

MINYAK EKSTRAKSI MESOCARP DI PUSAT

PENELITIAN KELAPA SAWIT (PPKS) MEDAN

Kategori : Laporan Tugas Akhir

Nama : Citra Novia Ningrum

Nomor Induk Mahasiswa : 152401107

Program Studi : Diploma III Kimia

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA)

Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, Juli 2018

Ketua Program Studi D3 Kimia Pembimbing

Dr. Minto Supeno, M.S Dr. Minto Supeno, M.S

NIP. 196105091987031002 NIP. 196105091987031002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PERNYATAAN ORISINALITAS

PENGARUH EKSTRAKSI ENZIMATIK TERHADAP RENDE

MEN MINYAK DAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB)

DARI MINYAK EKSTRAKSI MESOCARP DI

PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT

(PPKS) MEDAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

Saya menyatakan bahwa Laporan Tugas Akhir ini adalah hasil karya sendiri,

kecuali beberapa kutipan dari ringkasan yang masing-masing disebutkan

sumbernya.

Medan, Juli 2018

CITRA NOVIA NINGRUM

152401107

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENGARUH EKSTRAKSI ENZIMATIK TERHADAP RENDE

MEN MINYAK DAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB)

DARI MINYAK EKSTRAKSI MESOCARP DI

PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT

(PPKS) MEDAN

ABSTRAK

Telah dilakukan percobaan ekstraksi buah sawit menggunakan enzim dan

analisa kadar asam lemak bebas dari minyak sawit. Dimana ekstrasi buah dengan

enzim dilakukan untuk memperoleh minyak dalam jumlah yang maksimal. Pada

analisa kadar asam lemak bebas dilakukan dengan metode titrasi asidi alkalimetri

menggunakan larutan standar KOH dan indikator fenolftalein. Dimana

perbandingan rendemen minyak yang dihasilkan pada saat penambahan enzim

lebih besar dibandingkan tanpa penambahan enzim yaitu pada percobaan 1 (27%

: 32%), percobaan 2 (30 % : 33%) dan percobaan 3 (26% : 29%) dimana terjadi

kenaikan rendemen minyak 3-5% pada setiap penambahan enzim. Dan hasil rata-

rata dari analisa kadar asam lemak bebas dari minyak ekstraksi mesocarp yaitu

berkisar 1,4361% - 2,4002% yang mana menggambarkan masih memenuhi

standar mutu yang telah ditetapkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit dengan

kadar asam lemak bebas maksimal 3%.

Kata Kunci : Crude Palm Oil (CPO), Ekstraksi buah dengan enzim, Kadar asam

lemak bebas, Titrasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

THE EFFECT OF ENZYMATIC EXTRACTION ON OIL CONTENT AND

ANALYSIS OF FREE FATTY ACID (FFA) CONTENT FROM

MESOCARP OIL EXTRACTION AT THE PALM OIL RESEARCH

CENTER (PPKS) MEDAN

ABSTRACT

An experiment was conducted on the enzyme extraction of palm fruit

using enzymes and analysis of free fatty acid content from palm oil. In which the

extraction of the fruit with the enzyme is performed to obtain the maximum

amount of oil. On the analysis of free fatty acid content was performed by

alkalimetry asylation titration method using standard KOH solution and

phenolphthalein indicator. Where the ratio of the yield of oil produced at the time

of enzyme addition is greater than without the addition of enzyme that is in

experiment 1 (27% : 32%), experiment 2 (30 % : 33%) and experiment 3 (26% :

29%) where there is an increase of oil yield of 3-5% in each adddition of enzyme.

And the average yield of free fatty acid analysis of the oil of mesocarp extraction

is ranged from 1,4361% - 2,4022%, which describes still meet the quality

standard set by the palm oil research center with maximum free fatty acid content

of 3%.

Keywords: Crude Palm Oil (CPO), Extraction with enzyme, Free fatty acid

content, Titration

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya

ilmiah ini dengan judul ″PENGARUH EKSTRAKSI ENZIMATIK TERHADAP

RENDEMEN MINYAK DAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DARI

MINYAK EKSTRAKSI MESOCARP DI PUSAT PENELITIAN KELAPA

SAWIT (PPKS) MEDAN″, guna melengkapi tugas sebagai salah satu persyaratan

akademis untuk menyelesaikan program studi Diploma-3 Kimia Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Selesainya karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis mengucapkan

terima kasih banyak kepada :

1. Bapak Drs. Kerista sebayang, MS selaku Dekan Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra S.Si, M.Si selaku ketua Departemen Kimia

FMIPA USU Medan

3. Bapak Dr. Minto Supeno, M.S, selaku dosen pembimbing dan selaku

ketua Prodi D-3 Kimia FMIPA USU yang telah banyak meluangkan

waktu, tenaga, pikiran dalam memberikan bimbingan kepada penulis

untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini

4. Orang tua tercinta ayahanda Ir. Junardi dan ibunda Herlina, yang telah

memberikan dukungan moril , spiritual, dan material. Terima kasih juga

kepada saudara saya, Ghani Untung Gunawan, Jhoya Andini Sintya bella,

Priti Nadia Saras , Jandri Edi Putra yang telah banyak memberikan

motivasi serta dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan masa studi

perkuliahan dan juga telah dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan

baik

5. Bapak / Ibu staff pengajar khususnya program studi D-3 Kimia FMIPA

USU yang telah banyak membimbing penulis selama mengikuti

perkuliahan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

6. Bapak Dr.Tjahjono Herawan, M.Sc , dan Bapak Andri saputra sebagai

pembimbing PKL di Pusat Penelitian Kelapa Sawit yang telah meluangkan

waktu dalam memberikan bimbingan dan arahan dalam pelaksanaan PKL

7. Sahabat terbaik Inda Agustina, Marina, Halimatussa’diyah Sinambela,

Anita Hera Sianturi, Muhammad Yusuf, Era wiranto, M. Syah Iman,

Bagus Indra, Sinta Kartini Sirait, dan Rodi Lusianna yang selalu

memotivasi penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir

8. Teman-teman seperjuangan D-3 Kimia FMIPA USU 2015, yang telah

bersinergi dalam membantu penulis, semoga kita menjadi generasi

intelektual yang berguna bagi nusa dan bangsa

Demikian Tugas Akhir ini penulis perbuat dan penulis menyadari bahwa

Karya Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan dalam materi dan cara

penyajiannya dikarenakan keterbatasan waktu dan kemampuan. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi

kesempurnaan Karya Ilmiah ini dan penulis berharap semoga Karya Ilmiah ini

dapat bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi penulis.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang

telah membantu dalam penyusunan Tugas Akhir ini.

Medan, Juli 2018

Penulis

Citra Novia Ningrum

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR ISI

Halaman

PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR i

ABSTRAK ii

ABSTRACT iii

PENGHARGAAN iv

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Hipotesis 4

1.4 Tujuan 4

1.5 Manfaat 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Kelapa Sawit 5

2.2 Varietas Kelapa Sawit 7

2.3 Fraksi TBS dan Mutu Panen 9

2.4 Proses pengolahan kelapa sawit 10

2.5 Minyak Kelapa Sawit 14

2.6 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Minyak Sawit 15

2.7 Metode Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) 18

2.8 Standar Mutu Minyak Sawit 19

2.9 Pemanfaatan Minyak Sawit 22

2.10 Ekstraksi Enzimatik 23

BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN 25

3.1 Alat 25

3.2 Bahan 25

3.3 Prosedur Percobaan 26

3.3.1 Pembuatan Minyak 26

3.3.2 Analisa kadar Asam Lemak Bebas (ALB) pada Minyak 26

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 28

4.1 Hasil Percobaan 28

4.2 Perhitungan 29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4.3 Pembahasan 30

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 32

5.1 Kesimpulan 32

5.2 Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR TABEL

Nomor

Tabel Judul Halaman

Tabel 2.1 Tingkatan Fraksi TBS 10

Tabel 2.2 Tingkatan Kandungan Dalam CPO 16

Tabel 2.3 Standar Mutu Minyak Sawit, Minyak Inti Sawit

dan Inti Sawit

21

Tabel 4.1 Data Hasil Pembuatan Minyak (1:1) 28

Tabel 4.2 Data HasilPembuatan Minyak (1:0,5) 28

Tabel 4.3 Data Hasil Pembuatan Minyak (1: 0,1) 28

Tabel 4.4 Data Kadar Asam Lemak Bebas minyak (1:1) 28

Tabel 4.5 Data Kadar Asam Lemak Bebas minyak (1:0,5) 29

Tabel 4.6 Data Kadar Asam Lemak Bebas minyak (1:0,1) 29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Gambar Judul Halaman

2.1 Hidrolisis Minyak Sawit 16

4.1 Reaksi KOH Dengan Asam Lemak Bebas 31

4.2 Reaksi larutan KOH Dengan Indikator Phenolftalein 31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit ( Elaeis guineensis jack) berasal dari guinea, Afrika

Barat, kemudian diperkenalkan ke afrika lainnya, Asia Tenggara dan Amerika

latin. Kelapa sawit tumbuh baik pada daerah iklim tropis, dengan suhu antara

24°C - 32°C dengan kelembapan yang tinggi dan curah hujan 200 mm pertahun

(Tambun, 2006).

Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati yang

sangat penting. Dewasa ini, minyak sawit tumbuh sebagai tanaman liar (hutan),

setengah liar, dan sebagai tanaman budi daya yang tersebar diberbagai negara

beriklim tropis bahkan mendekati subtropis di Asia, Amerika selatan, dan Afrika.

Bagian tanaman kelapa sawit yang bernilai ekonomi tinggi adalah buahnya yang

tersusun dalam sebuah tandan, biasa disebut dengan TBS ( Tandan Buah Segar ).

Buah sawit di bagian sabut (daging buah atau mesocarp) menghasilkan minyak

sawit kasar ( Crude Palm Oil atau CPO) sebanyak 20-24%. Sementara itu, bagian

inti sawit menghasilkan minyak inti sawit (Palm Kemel Oil atau PKO) 3-4%

(Sastrosayono, 2003).

Di industri minyak sawit, proses ekstraksi yang dapat menghasilkan minyak

kelapa sawit melibatkan proses mekanisme pada suhu mulai 90-140°C. Umumnya

tandan buah segar menjalani proses sterilisasi untuk megurangi kadar air dan

menonaktifkan hidrolitik enzim yang bertanggung jawab untuk memecah minyak

menjadi asam lemak bebas. Minyak yang tidak diekstraksi tetap dalam bentuk

residu padat akan berakhir sebagai limbah. Maka untuk meningkatkan produksi

dan mengurangi limbah minyak yang terdapat didalam residu perlu dilakukan

beberapa percobaan salah satunya seperti ekstraksi enzimatik. Dimana minyak

yang dapat dihasilkan pada tandan buah segar (TBS) ialah 22%.

Kelapa sawit merupakan tanaman tropis penghasil minyak nabati yang hingga

saat ini diakui paling produktif dan ekonomis dibandingkan tanaman penghasil

minyak nabati lainnya. Jika dibandingkan dengan minyak nabati lain, minyak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

kelapa sawit memiliki keistimewaan tersendiri, yakni rendahnya kandungan

kolesterol dan dapat diolah lebih lanjut menjadi suatu produk yang tidak hanya

dikonsumsi untuk kebutuhan pangan (minyak goreng, margarin, vanaspati, lemak,

dan lain-lain), tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan nonpangan (gliserin, sabun,

deterjen, BBM dan lain-lain) (Tim Penulis, 1997).

Selain minyak, ada beberapa hasil sampingan dari produksi kelapa sawit,

diantaranya bungkil inti sawit (palm kernel chips), pelet ampas inti sawit (palm

kemel pellets), arang tempurung (charcoal), dan pupuk abu (ash). Dari komoditas

kelapa sawit dapat dikembangkan down stream industry yang beraneka ragam,

baik untuk produk pangan maupun produk nonpangan seperti yang telah

disebutkan (Sunarko, 2007).

Produksi minyak sawit indonesia, selain untuk konsumsi dalam negeri (bahan

baku minyak goreng dan produk lainnya) juga diekspor ke berbagai negara seperti

negara-negara di Eropa, Amerika dan Jepang. Minyak sawit yang diekspor harus

memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditetapkan, terutama kadar asam

lemak bebas (ALB) atau free fatty acid (FFA) harus dipertahankan sekitar 2%.

Selain itu, kandungan air dan bahan kontaminan lainnya tidak lebih dari 0,1% dan

0,3% (Sunarko, 2007).

Didalam perdagangan kelapa sawit, istilah mutu sebenarnya dapat dibedakan

menjadi dua arti. Yang pertama adalah mutu minyak sawit dalam arti benar-benar

murni dan tidak tercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit dalam

arti yang pertama dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, antara lain

titik lebur, angka penyabunan dan bilangan yodium. Sedangkan yang kedua yaitu

mutu minyak sawit dilihat dalam arti penilaian menurut ukuran. Dalam hal ini

syarat mutunya diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional, yang

meliputi kadar asam lemak bebas (ALB, FFA), air, kotoran, logam besi, logam

tembaga, peroksida dan ukuran pemucatan. Dalam dunia perdagangan, mutu

minyak sawit dalam arti yang kedua lebih penting (Tim Penulis, 1997).

Mutu minyak sawit dipengaruhi oleh kadar asam lemak bebasnya, karena jika

kadar asam lemak bebasnya tinggi, maka akan mengakibatkan timbulnya bau

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

tengik. Hal ini disebabkan kandungan air terhadap minyak. Karena air merupakan

bahan perangsang tumbuhnya mikroorganisme lipolitik. Jika kandungan air dalam

minyak tinggi, maka menaikkan kadar asam lemak bebas dalam selang waktu

tertentu (Tambun, 2006).

Penentuan saat panen sangat mempengaruhi kandungan asam lemak

bebas(ALB) minyak sawit yang dihasilkan. Apabila pemanenan buah dilakukan

dalam keadaan lewat matang, maka minyak yang dihasilkan mengandung asam

lemak bebas (ALB) dalam persentase yang tinggi (lebih dari 5%). Sebaliknya, jika

pemanenan dilakukan dalam keadaan belum matang, selain kadar asam lemak

bebasnya rendah, rendemen minyak yang diperoleh juga rendah. Asam lemak

bebas terbentuk karena adanya kegiatan enzim lipase yang terkandung di dalam

buah dan befungsi memecah lemak atau minyak minyak menjadi asam lemak

bebas dan gliserol. Kerja enzim tersebut semakin aktif bila sel buah matang

mengalami kerusakan.

Kenaikan asam lemak bebas menyebabkan turunnya mutu dari minyak sawit.

Penyimpanan dan penanganan selama transportasi minyak sawit yang kurang baik

dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan asam lemak bebas sehingga akan

menurunkan kualitas minyak sawit tersebut. Dengan demikian pengawasan mutu

minyak sawit selama penyimpanan, transportasi dan penimbunan perlu dilakukan

dengan ketat untuk mencegah terjadinya penurunan mutu (Naibaho,1998).

Untuk meningkatkan rendemen minyak sawit yang diperoleh penulis tertarik

melakukan percobaan menggunakan metode ekstraksi buah dengan enzimatik dan

tanpa proses enzimatik agar kita dapat melihat perbedaannya dan menganalisa

kandungan asam lemak bebas pada kedua jenis minyak tersebut apakah memenuhi

standar mutu yang telah ditetapkan.

1.2 Permasalahan

Bagaimana pengaruh ekstraksi dengan enzim terhadap rendemen minyak

yang dihasilkan dan kandungan Asam lemak Bebas dari minyak tersebut , apakah

kandungan Asam Lemak Bebas sudah memenuhi standar mutu yang telah

ditentukan dan layak untuk diperdagangkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

I.3 Hipotesis

Sesuai dengan permasalahan di atas maka dapat dirumuskan suatu hipotesis yaitu:

ekstraksi secara enzimatik lebih menghasilkan rendemen minyak yang lebih besar

dibandingkan ekstraksi minyak tanpa enzimatik.

I.4 Tujuan

1. Untuk mengetahui perbandingan ekstraksi dengan penambahan enzim dan

tanpa penambahan enzim apakah dapat mempengaruhi produksi minyak

sawit

2. Untuk mengetahui kadar asam lemak bebas minyak ekstraksi mesocarp

yang diperoleh

I.5 Manfaat

1. Untuk menambah ilmu pengetahuan penulis dan pembaca dalam

penentuan minyak dan kadar asam lemak bebas

2. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat maupun perusahaan

tentang hasil rendemen minyak dan kadar asam lemak bebas yang

diperoleh dari ekstraksi buah sawit dengan penambahan enzim, serta

mengetahui apakah analisa yang diperoleh sudah memenuhi standar mutu

yang telah ditetapkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam

family palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa yunani Elaion atau minyak,

sedangkan nama spesies Guinensis berasal dari kata Guine, yaitu tempat dimana

seorang ahli bernama Jacquin menemukan tanaman kelapa sawit pertama kali

dipantai Guinea. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah beriklim

tropis dengan curah hujan 2000 - 2500 mm pertahun dan kisaran suhu 22 °C -

32°C. Panen kelapa sawit terutama didasarkan pada saat kadar mesokarp

mencapai maksimum dan kandungan asam lemak bebas maksimum, yaitu pada

saat buah mencapai tingkat kematangan tertentu. Kriteria kematangan yang tepat

ini dapat dilihat dari warna kulit buah dan jumlah buah yang rontok pada tiap

tandan (Kataren, 1986).

Tanaman kelapa sawit bisa tumbuh dengan baik ditanah yang bertekstur

lempung berpasir, tanah liat berat, dan tanah gambut. Memiliki ketebalan tanah

lebih dari 75 cm dan berstruktur kuat. Tanaman kelapa sawit membutuhkan unsur

hara dalam jumlah besar untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif. Karena itu,

untuk mendapatkan produksi yang tinggi dibutuhkan kandungan unsur hara yang

tinggi juga. Selain itu, pH tanah sebaiknya bereaksi asam dengan kisaran nilai 4,0

– 6,0 dan ber pH optimum 5,0 – 5,5. Tanaman kelapa sawit sebaiknya ditanam

dilahan yang kemiringan lereng 0 - 12 ° atau 21 %. Sebenarnya lahan yang

kemiringan lerengnya 13 - 25° masih bisa ditanami kelapa sawit, tetapi

pertumbuhannya kurang baik. Sementara itu, lahan yang kemiringannya lebih dari

25° sebaiknya tidak dipilih sebagai lokasi penanaman kelapa sawit karena

menyulitkan dalam pengangkutan buah saat panen dan berisiko terjadi erosi

(Sunarko, 2007).

Pada umumnya tanaman kelapa sawit yang tumbuh baik dan subur sudah

dapat menghasilkan buah serta siap dipanen pada umur sekitar 3,5 tahun jika

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

dihitung mulai dari penanaman biji kecambah di pembibitan. Namun, jika

dihitung mulai penanaman dilapangan maka tanaman berbuah dan siap panen

pada umur 2,5 tahun. Buah yang pertama keluar masih dinyatakan sebagai buah

pasir. Artinya, belum dapat diolah pabrik kelapa sawit (PKS) karena kandungan

minyaknya masih rendah ( Fauzi, 2008).

Klasifikasi kelapa sawit

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Palmales

Famili : Palmaceae

Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis

Elaeis odora ( tidak ditanam di indonesia )

Elaeis melanococca ( Elaeis oleivera)

Tanaman kelapa sawit tumbuh tegak lurus dan dapat mencapai ketinggian

pohon sampai 20 meter. Tanaman ini berumah satu atau monoecious yang artinya

bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon (Soehardjo, 1996).

Kelapa sawit merupakan sumber minyak nabati yang penting disamping

kelapa, kacang-kacangan, jagung, bunga matahari dan lain sebagainya. Komoditas

kelapa sawit merupakan komoditas yang sangat menjanjikan karena minyak

kelapa sawit mampu menghasilkan berbagai produk hasil industri hilir yang

dibutuhkan manusia (Lubis, 2012).

Tandan buah segar (TBS) dalam keadaan matang dapat mencapai rendemen

yang tinggi dan menghasilkan kualitas minyak yang baik, sedangkan buah mentah

memiliki kada minyak dalam daging buah dan kadar asam lemak bebas (ALB)

nya masih rendah. Tandan buah segar yang kelewat matang menghasilkan

kerugian berupa kadar asam lemak bebas yang tinggi (Pardamean, 2017).

Warna buah kelapa sawit tergantung pada varietas dan umurnya. Buah yang

masih muda berwarna hijau pucat kemudian berubah menjadi hijau hitam.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Semakin tua warna buah menjadi kuning muda dan pada waktu sudah masak

berwarna merah kuning (jingga). Mulai dari penyerbukan sampai buah matang

diperlukan waktu kurang lebih 5 – 6 bulan. Cuaca kering yang terlalu panjang

dapat memperlambat pematangan buah. Tanaman kelapa sawit normal yang telah

berbuah akan menghasilkan kira-kira 20 – 22 tandan / tahun dan semakin tua

produktivitasnya menurun menjadi 12 – 14 tandan / tahun. Pada tahun – tahun

pertama tanaman kelapa sawit berbuah atau pada tanaman yang sehat berat

tandannya berkisar antara 3 – 6 kg. Tanaman semakin tua. Berat tandan pun

bertambah, yaitu antara 25 – 35 kg/ tandan (Tim Penulis, 1997)

2.2 Varietas Kelapa Sawit

2.2.1. Varietas berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah

Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah beberapa varietas

kelapa sawit diantaranya Dura, Psifera, Tenera, Macro carya dan diwikka-wakka.

1. Dura

Tempurungnya cukup tebal antara 2-8 mm dan tidak terdapat lingkaran

serabut pada bagian luar tempurung. Daging buah relatif tipis dingin

persentase daging buah 35-50%. Kernel atau daging biji biasanya besar

dengan kandungan minyak yang rendah. Dalam persilangan varietas dura

dipakai sebagai tanaman betina (ibu) oleh pusat-pusat penelitian atau

produsen benih.

2. Pisifera

Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, daging buah

tebal, lebih tebal dari daging buah dura, inti buah sangat kecil. Kandungan

minyak pada daging buah cukup tinggi karena serabut (daging) tebal,

tetapi kandungan minyak inti rendah karena ukuran kernelnya sangat kecil,

dalam persilangan untuk menghasilkan varietas baru, varietas psifera

dijadikan sebagai tanaman pejantan (bapak) atau sebagai penghasil tepung

sari.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3. Tenera

Hasil dari persilangan Dura dan Psifera, tempurung tipis (0,5-4,0 mm).

Terdapat lingkaran serabut disekeliling tempurung, daging buah sangat

tebal (60-96% dari buah), dan tandan buah lebih banyak, tetapi ukurannya

relatif lebih kecil.

4. Marco carya

Tempurung tebal sekitar (4-5 mm), daging buah sangat tipis

5. Diwikka-wakka

Varietas ini mempunyai ciri khas dengan adanya dua lapisan daging buah.

Diwikka-wakka dapat dibedakan menjadi diwikka-wakkadura, dwikka-

wakkapisifera, dan diwikka-wakkatenera. Dua varietas kelapa sawit yang

disebutkan terakhir ini jarang dijumpai dan kurang begitu dikenal di

Indonesia (Tim Penulis, 1997).

2.2.2 Varietas berdasarkan warna kulit buah

Berdasarkan warna kulit beberapa varietas kelapa sawit diantaranya

varietas Nigrescens, Virescens, dan Albescens ysng dapat dilihat pada tabel

dibawah ini :

1. Nigrescens

Buah berwarna ungu sampai hitam pada waktu muda dan berubah

menjadi jingga kehitam-hitaman pada waktu masak. Varietas ini banyak

ditanam diperkebunan.

2. Virescens

Pada waktu muda buahnya berwarna hijau dan ketika masak warna buah

berubah menjadi jingga kemerahan, tetapi ujungnya tetap kehijauan.

Varietas ini jarang dijumpai dilapangan.

3. Albescens

Pada waktu muda buah berwarna keputih-putihan, sedangkan setelah

masak menjadi kekuning-kuningan dan ujungnya berwarna ungu

kehitaman. Varietas ini juga jarang dijumpai (Tim Penulis, 1997).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.2.3. Varietas Unggul

` Varietas unggul kelapa sawit dihasilkan melalui prinsip reproduksi

sebenarnya dari hibrida terbaik dengan melakukan persilangan mengikuti

prosedur seleksi Reciprocal Recurrent Selection (RRS). Ketebalan tempurung

yang digunakan dalam proses persilangan adalah Dura dan Pisifera. Varietas dura

sebagai induk betina dan pisifera sebagai induk jantan. Hasil persilangan tersebut

telah terbukti memiliki kualitas dan kuantitas yang lebih baik dibandingkan

dengan varietas lain. Salah satu sumber benih kelapa sawit di Indonesia adalah

Pusat Penelitian Perkebunan Marihat yang berkedudukan di Pematang Siantar,

Medan. Pusat Penelitian tersebut antara lain melakukan peningkatan mutu benih

secara berkesinambungan (Tim penulis, 1997).

2.3 Fraksi TBS dan Mutu Panen

Komposisi fraksi tandan yang biasanya ditentukan di pabrik sangat

dipengaruhi perlakuan sejak awal panen di lapangan. Faktor penting yang sangat

berpengaruh adalah kematangan buah yang dipanen dan cepat tidaknya

pengangkutan buah ke pabrik. Dalam hal ini, pengetahuan mengetahui derajat

kematangan buah mempunyai arti yang penting sebab jumlah dan mutu minyak

yang diperoleh nantinya sangat ditentukan oleh faktor ini. Penentuan saat panen

sangat mempengaruhi kandungan asam lemak bebas (ALB) minyak sawit yang

dihasilkan. Apabila pemanenan buah dilakukan dalam keadaan lewat matang,

maka minyak yang dihasilkan mengandung ALB dalam presentase tinggi ( lebih

dari 5% ). Sebaliknya, jika pemanenan dilakukan dalam keadaan buah belum

matang, maka selain kadar ALB nya rendah, rendemen minyak yang diperoleh

juga rendah. Disinilah, pengetahuan mengenai kriteria matang panen berdasarkan

jumlah brondolan yangjatuh berperan cukup penting dalam menentukan derajat

kematangan buah.

Berdasarkan hal tersebut diatas, dikenal ada beberapa tingkatan atau fraksi

dari TBS yang dipanen. Fraksi – fraksi TBS tersebut sangat mempengaruhi mutu

panen, termasuk juga kualitas minyak sawit yang dihasilkan. Dikenal ada lima

fraksi TBS yang dapat kita lihat pada tabel berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tabel 2.1 tingkatan fraksi TBS

No Kematangan Fraksi Jumlah Brondolan Keterangan

1 Mentah 00 Tidak ada, buah berwarna

hitam

Sangat mentah

0 1 – 12,5% buah luar

membrondol

Mentah

2

Matang 1 12,5% - 25% buah luar

membrondol

Kurang

matang

2 25 – 50% buah luar

membrondol

Matang I

3 50 – 75% buah luar

membrondol

Matang II

3 Lewat

matang

4 75 – 100% buah luar

membrondol

Lewat matang

I

5 Buah dalam juga

membrondol, ada buah yang

busuk

Lewat matang

II

Sumber : Pusat Penelitian Marihat, 1982

Derajat kematangan yang baik yaitu jika tandan – tandan yang dipanen

berada pada fraksi 1, 2, dan 3 (Tim Penulis, 1997).

2.4 Proses pengolahan kelapa sawit

Pengolahan TBS dipabrik bertujuan untuk memperoleh minyak sawit yang

berkualitas baik. Proses tersebut berlangsung cukup panjang dan memerlukan

kontrol yang cermat, dimulai dari pengangkutan TBS atau brondolan dari TPH ke

pabrik sampai dihasilkan minyak sawit dan hasil sampingnya.

Pada dasarnya ada dua macam hasil olahan utama TBS di pabrik. Yaitu

minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan daging buah dan minyak inti

sawit yang dihasilkan dari ekstraksi inti sawit. Secara ringkas, tahap-tahap proses

pengolahan TBS sampai dihasilkan minyak diuraikan sebagai berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.4.1 Pengangkutan TBS ke Pabrik

TBS yang baru dipanen harus segera diangkut kepabrik karena harus

diolah dan tidak boleh melebihi delapan jam setelah panen. Buah yang tidak

segera diolah akan mengalami kerusakan. Pemilihan alat angkut yang tepat dapat

membantu mengatasi kerusakan buah selama pengangkutan. Jadwal kedatangan

alat angkut ke lokasi panen dan pabrik harus diatur sedemikian rupa adar

sesampainya dikebun, tandan yang harus diangkut sudah tersedia. Alat angkut

yang dapat digunakan dari perkebunan ke pabrik diantaranya lori, traktor

gandengan, atau truk (Fauzi, 2012).

2.4.2. Perebusan TBS

TBS yang telah ditimbang beserta lorinya selanjutnya direbus didalam

sterilizer atau dalam ketel rebus. Perebusan dilakukan dengan mengalirkan uap

panas selama satu jam atau tergantung besarnya tekanan uap. Pada umumnya,

besarnya tekanan uap yang digunakan adalah 2,5 atmosfer dengan suhu uap

125°C. Perebusan yang terlalu lama dapat menurunkan kadar minyak dan

pemucatan kernel. Sebaliknya, perebusan dalam waktu yang terlalu pendek

menyebabkan semakin banyak buah yang tidak rontok dari tandannya. Pada

dasarnya tujuan perebusan adalah sebagai berikut :

Merusak enzim lipase yang menstimulir pembentukan ALB

Mempermudah pelepasan buah dari tandan dan inti dari cangkang

Memperlunak daging buah sehingga memudahkan proses pemerasan

Mengendapkan protein sehingga memudahkan pemisahan minyak

2.4.3. Perontokan dan Pelumatan Buah

Lori-lori yang berisi TBS ditarik keluar dan diangkat dengan alat hoisting

crane yang digerakkan oleh motor. Hoisting crane akan membalikkan TBS keatas

mesin perontok buah (thresher). Dari thresher, buah yang telah rontok dibawa ke

mesin pelumat (digester). Untuk lebih memudahkan penghancuran daging buah

dan pelepasan biji, selama proses digester buah dipanasi dengan penguapan

(Fauzi, 2012).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.4.4. Pemerasan dan Ekstraksi Minyak Sawit

Untuk memisahkan biji sawit dari hasil lumatan TBS, perlu dilakukan

pengadukan selama 25 – 30 menit. Setelah lumatan buah bersih dari biji sawit,

dapat dilakukan pemerasan atau ekstraksi. Tujuan ekstraksi adalah untuk

mengambil minyak dari massa adukan. Berikut beberapa cara dan alat yang

digunakan dalam proses ekstraksi minyak :

a. Ekstraksi dengan sentrifugasi

Alat yang dipakai pada cara ini berupa tabung baja silindris yang

berlubang-lubang pada bagian dindingnya. Buah yang telah lumat,

dimasukkan kedalam tabung, lalu diputar. Dengan adanya gaya

sentrifugasi, minyak akan keluar melalui lubang-lubang pada dinding

tabung.

b. Ekstraksi dengan cara srew press

Prinsip ekstraksi minyak dengan cara ini adalah menekan buah lumatan

dalam tabung yang berlubang dengan alat ulir yang berputar sehingga

minyak akan keluar lewat lubang-lubang tabung. Besarnya tekanan alat ini

dapat diatur secara elektris dan tergantung dari volume bahan yang akan

dipres. Cara ini mempunyai kelemahan yaitu pada tekanan yang terlampau

kuat akan menyebabkan biji banyak yang pecah.

c. Ekstraksi dengan bahan pelarut

Pada dasarnya, ekstraksi dengan cara ini adalah dengan menambah pelarut

tertentu pada lumatan daging buah sehingga minyak larut terpisah dari

partikel yang lain.

d. Ekstraksi dengan tekanan hidrolis

Ekstraksi dengan cara ini dilakukan dalam sebuah peti pemeras. Caranya

bahan ditekan secara otomatis dengan tekanan hidrolis (Fauzi, 2012).

2.4.5. Pemurnian dan Penjernihan Minyak Sawit

Minyak sawit yang keluar dari tempat pemerasan atau pengepresan maasih

berupa minyak sawit kasar karena masih mengandung kotoran berupa partikel-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

partikel dari tempurung dan serabut 40-50 % air. Tujuan dari pembersihan atau

pemurnian minyak kasar yaitu agar diperoleh minyak dengan kualitas sebaik

mungkin dan dapat dipasarkan dengan harga yang layak.agar diperoleh minyak

sawit yang bermutu baik, minyak sawit kasar tersebut diolah lebih lanjut, yaitu

dialirkan dalam tangki minyak kasar (crude oil tank). Minyak kasar yang telah

berkumpul dipanaskan hingga mencapai suhu 95-100°C. Peningkatan temperatur

ini bertujuan untuk memperbesar perbedaan berat jenis antara minyak, air dan

sludge sehingga sangat membantu dalam proses pengendapan.

Setelah melalui pemurnian atau klarifikasi yang bertahap, akan dihasilkan

minyak sawit mentah (CPO). Proses penjernihan dilakukan untuk menurunkan

kandungan air dalam minyak. Minyak sawit yang telah dijernihkan ditampung

dalam tangki-tangki penampungan dan siap dipasarkan atau diolah lebih lanjut

sampai dihasilkan minyak sawit murni atau processed palm oil (PPO) dan hasil

olahan lainnya (Fauzi, 2012).

2.4.6. Pengeringan dan Pemecahan Biji

Biji sawit yang telah dipisah pada proses pengadukan, diolah lebih lanjut

untuk diambil minyaknya. Sebelum dipecah, biji-biji sawit dikeringkan dalam

silo, minimal 14 jam dengan sirkulasi udara kering pada suhu 50-80°C. Akibat

proses pengeringan ini, inti sawit akan mengerut sehingga memudahkan

pemisahan inti sawit dari tempurungnya. Biji-biji sawit yang sudah kering

kemudian dibawa ke alat pemecah biji. Terdapat dua jenis alat pemecah biji yang

digunakan oleh perkebunan kelapa sawit saat ini, yaitu nut cracker model rotor

vertikal dan nut cracker model rotor horizontal (ripper mill). Namun, yang lebih

banyak digunakan adalah ripper mill karena tanaman sawit yang diusahakan saat

ini adalah dari jenis tenera, dengan biji yang cenderung lebih kecil dan

cangkangnya lebih tipis. Pada ripple mill, biji seolah dikupas pada suatu startor

yang dibuat bergerigi ketika rotor (baling-baling) berputar untuk untuk

menggerakkan biji-biji tersebut sehingga mengakibatkan biji terpecah (Fauzi,

2012).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.4.7. Pemisahan Inti Sawit dari Tempurung

Pemisahan inti sawit dari tempurungnya dilakukan berdasarkan perbedaan

berat jenis antara inti sawit dan tempurung. Alat yang digunakan adalah

hydrocyclone separator. Inti dan tempurung dipisahkan oleh aliran air yang

berputar dalam sebuah tabung atau dapat juga dengan mengapungkan biji-biji

yang pecah dalam larutan lempung yang mempunyai berat jenis 1,16. Dalam

keadaan tersebut inti sawit akan mengapung dan tempurungnya tenggelam. Proses

selanjutnya adalah pencucian inti sawit dan tempurung sampai bersih. Untuk

menghindari kerusakan akibat mikroorganisme, inti sawit harus segera

dikeringkan dengan suhu 80 °C. Setelah kering, inti sawit dapat dipak atau diolah

lebih lanjut yaitu dengan ekstraksi untuk menghasilkan minyak inti sawit (Palm

Kernel Oil, PKO) (Fauzi, 2012).

2.5 Minyak Kelapa Sawit

Hasil utama yang dapat diperoleh dari tandan buah sawit adalah minyak

sawit yang terdapat pada daging buah (mesokarp) dan minyak inti sawit yang

terdapat pada kernel. Kedua jenis minyak ini berbeda dalam hal komposisi asam

lemak bebas dan sifat fisika dan kimia. Minyak sawit dan minyak inti sawit mulai

terbentuk sesudah 100 hari setelah penyerbukan dan berhenti setelah 180 hari atau

setelah dalam buah matang, maka yang terjadi ialah pemecahan trigliserida

menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Pembentukan minyak berakhir jika dari

tanda ini yang bersangkutan telah terdapat buah memberondol normal.

Minyak yang mula – mula terbentuk dalam buah adalah trigliserida yang

mengandung asam lemak bebas jenuh dan setelah mendekati masa pematangan

buah terjadi pembentukan trigliserida yang mengandung asam lemak tidak jenuh.

Untuk melindungi minyak dari oksidasi yang dirangsang oleh sinar matahari maka

tanaman tesebut membentuk senyawa kimia pelindung yaitu karotin. Setelah

penyerbukan kelihatan buah berwarna hitam kehijau – hijauan dan setelah terjadi

pembentukan minyak terjadi perubahan warna menjadi ungu kehijau – hijauan.

Pada saat – saat pembentukan terjadi trigliserida dengan asam lemak tidak jenuh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

tanaman membentuk karotin dan phitol untuk melidungi dari oksidasi, sedangkan

klorofil tidak mampu melakukannya sebagai antioksidan (Naibaho, 1996)

Minyak kelapa sawit adalah minyak yang diperoleh dari proses

pengempaan daging buah kelapa sawit (mesocarp). Minyak sawit kasar yang

dikenal dengan istilah CPO (Crude Palm Oil) adalah minyak yang diperoleh dari

ekstraksi dari bagian mesocarp buah, sedangkan minyak inti sawit yang disebut

dengan PKO (Palm Kernel Oil) adalah minyak yang diperoleh dari hasil ekstraksi

inti sawit.

Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah

proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna

orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak.

Bau dan flavour dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat

adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan

bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone.

Minyak inti kelapa sawit atau kernel palm oil (KPO) berupa minyak putih

kekuning-kuningan yang diperoleh dari proses ekstraksi inti buah tanaman kelapa

sawit, kandungan minyak yang terkandung di dalam inti kering sekitar 45-53%.

2.6 Faktor – faktor yang mempengaruhi mutu minyak sawit

Rendahnya mutu minyak sawit sa ngat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor –

faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya penanganan pascapanen

atau kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutannya. Berikut ini akan

dikemukakan beberapa hal yang secara langsung berkaitan dengan penurunan

mutu minyak sawit dan sekaligus cara pencegahannya, serta standar mutu minyak

sawit yang dikehendaki pasar.

2.6.1 Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak

sawit sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan

rendemen minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan

terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak sawit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Kenaikan kadar ALB ditentukan mulai dari saat tandan dipanen sampai tandan

diolah di pabrik. Kenaikan ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada

minyak. Hasil reaksi hidrolisa pada minyak sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi

ini akan dipercepat dengan adanya faktor – faktor panas, air, keasaman, dan

katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak

kadar ALB yang terbentuk.

Tabel 2.2 Tingkatan kandungan dalam CPO

Kandungan

bahan

dalam CPO

Sangat

Rendah

(%)

Rendah (%) Sedang (%) Tinggi (%)

Sangat

tinggi

(%)

ALB / FFA < 2,0 2,0 – 2,7 2,8 – 3,7 3,8 – 5,0 >5,0

Air < 0,1 0,1 – 0,19 0,2 – 0,39 0,4 – 0,6 >0,6

Kotoran < 0,005 0,00 – 0,001 0,01 – 0,25 0,26 – 0,5 >0,5

Sumber : Djoehana S

Hidrolisis minyak sawit adalah gliserol dan asam lemak bebas. Reaksi ini

dipercepat dengan adanya faktor panas, air, keasaman dan katalis (enzim).

Semakin lama reaksi ini berlangsung maka semakin tinggi kadar asam lemak

bebas yang terbentuk, lihat pada gambar

Gambar 2.6.1 Hidrolisis Minyak sawit

2.6.2 Kadar Zat Menguap dan Kotoran

Bagi negara konsumen terutama negara yang telah maju, selalu

menginginkan minyak sawit yang benar – benar bermutu. Permintaan tersebut

cukup beralasan sebab minyak sawit tidak hanya digunakan sebagai bahan baku

dalam industri nonpangan saja. Tetapi banyak industri pangan yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

membutuhkannya. Lagi pula, tidak semua pabrik minyak kelapa sawit mempunyai

teknologi dan instalasi yang lengkap, terutama yang berkaitan dengan proses

penyaringan minyak sawit. Pada umumnya, penyaringan hasil minyak sawit

dilakukan dalam rangkaian proses pengendapan, yaitu minyak sawit jernih

dimurnikan dengan sentrifugasi

Dengan proses di atas, kotoran – kotoran yang berukuran besar memang

bisa disaring. Akan tetapi kotoran – kotoran atau serabut yang berukuran kecil

tidak bisa disaring. Hanya melayang – melayang di dalam minyak sawit sebab

berat jenisnya sama dengan minyak sawit. Padahal, alat sentrifugasi tersebut dapat

berfungsi dengan prinsip kerja yang berdasarkan perbedaan berat jenis. Walaupun

bahan baku minyak sawit selalu dibersihkan sebelum digunakan pada industri –

industri yang bersangkutan, namun banyak yang beranggapan dan menuntut

bahwa kebersihan serta kemurnian minyak sawit merupakan tanggung jawab

sepenuhnya pihak produsen.

2.6.3 Kadar logam

Beberapa jenis logam yang dapat terikut dalam minyak antara lain besi,

tembaga dan kuningan. Logam – logam tersebut biasanya berasal dari alat – alat

pengolahan yang digunakan. Tindakan preventif pertama yang harus dilakukan

untuk menghindari terikutnya kotoran yang berasal dari pengelupasan alat – alat

dan pipa adalah mengusahakan alat – alat dari stainless steel. Mutu dan kualitas

minyak sawit yang mengandung logam – logam tersebut akan turun. Sebab dalam

kondisi tertentu, logam – logam itu dapat menjadi katalisator yang menstimulisir

reaksi oksidasi minyak sawit. Reaksi ini dapat dimonitor dengan melihat

perubahan warna minyak sawit yang semakin gelap dan akhirnya menyebabkan

ketengikan.

2.6.4 Angka oksidasi

Proses oksidasi yang distimulir pleh logam jika berlangsung dengan

intensif akan mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna ( menjadi semakin

gelap ). Keadaan ini jelas sangat merugikan sebab mutu minyak sawit menjadi

menurun. Konsumen atau pabrik yang menggunakan minyak sawit sebagai bahan

baku dapat menilai mutu dan kualitasnya dengan melihat angka oksidasi. Dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

angka ini dapat diperkirakan sampai sejauh mana proses oksidasi berlangsung

sehingga dapat pula dinilai kemampuan minyak sawit untuk menghasilkan barang

jadi yang memiliki daya tahan dan daya simpan yang lama.

2.6.5 Pemucatan

Minyak sawit memiliki warna kuning oranye sehingga jika digunakan

sebagai bahan baku untuk pangan perlu dilakukan pemucatan. Pemucatan ini

dimaksudkan untuk mendapatkan warna minyak sawit yang lebih memikat dan

sesuai dengan kebutuhannya. Keintesifan pemucatan minyak sawit sangat

ditentukan oleh kualitas minyak sawit yang bersangkutan. Semakin jelek

mutunya, maka biaya pemucatan juga semakin besar. Dengan demikian, minyak

sawit yang bermutu baik akan mengurangi biaya pemucatan pada pabrik

konsumen. Berdasarkan standar mutu minyak sawit untuk pemucatan dengan

lovibond dapat diketahui dosis bahan – bahan pemucatan yang dibutuhkan, biaya,

serta rendemen hasil akhir yang akan diperoleh (Tim Penulis, 1997).

2.7 Metode Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas

Salah satu cara pemeriksaan kimia disebut titrimetri, yakni pemeriksaan

jumlah zat yang didasarkan pada pengukuran volume larutan pereaksi yang

dibutuhkan untuk bereaksi secara stoikiometri dengan zat yang ditentukan.

Dimana larutan pereaksi itu biasanya diketahui kepekatannya dengan pasti, dan

disebut peniter atau larutan baku. Sedangkan proses penambahan peniter kedalam

larutan zat yang akan ditentukan disebut titrasi (Rivai,2006)

Titrasi adalah prosedur analisis yang memungkinan kita mengukur banyaknya

satu larutan yang diperlukan untuk dengan tepat bereaksi dengan kandungan

larutan lain. Analisis semacam itu, yang melibatkan pengukuran volume pereaksi

disebut analisis volumetri. Dalam titrasi, larutan standart dimasukkan kedalam

buret sampai garis batas. Larutan dalam buret disebut titran, dan selama

melakukan titrasi larutan dialirkan atau diteteskan perlahan – lahan lewat stopcock

kedalam erlenmeyer yang berisi larutan pereaksi lain. Titran ditambahkan sampai

reaksi berjalan sempurna ( mengalami perubahan warna ) yang menandakan

sebagai titik akhir titrasi, dengan demikian titran dihentikan dan volume titran

yang digunakan dalam reaksi dicatat. (Brady,1994)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Berikut syarat – syarat yang diperlukan agar titrasi yang dilakukan berhasil :

1. Konsentrasi titran harus diketahui. Larutan seperti ini disebut larutan

standar

2. Reaksi yang tepat antara titran dan senyawa dianalisis harus diketahui

3. Titik stoikhiometri atau ekuivalen harus diketahui. Indikator yang

memberi perubahan warna atau sangat dekat pada titik ekivalen yang

sering digunakan. Titik pada saat indikator perubahan warna disebut titik

akhir.

4. Volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen harus

diketahui dengan setepat mungkin (Sastrohamidjojo, 2005).

2.8 Standar Mutu Minyak Sawit

Akhir – akhir ini minyak sawit berperan cukup penting dalam perdagangan

dunia. Berbagai industri, baik pangan maupun nonpangan, banyak yang

menggunakannya sebagai bahan baku. Berdasarkan peranan dan kegunaan minyak

sawit itu, maka mutu dan kualitasnya harus diperhatikan sebab sangat menentukan

harga dan nilai komoditas ini.

Didalam perdagangan kelapa sawit, istilah mutu sebenarnya dapat dibedakan

menjadi dua arti. Yang pertama adalah mutu minyak sawit dalam arti benar –

benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit

dalam arti yang pertama dapat ditentukan dengan menilai sifat – sifat fisiknya,

antara lain titik lebur, angka penyabunan dan bilangan yodium. Sedangkan yang

kedua, yaitu mutu minyak sawit dilihat dlaam arti penilaian menurut ukuran.

Dalam hal ini syarat mutunya diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu

internasional. Yang meliputi kadar asam lemak bebas (ALB, FFA), air, kotoran,

logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan. Dalam dunia

perdagangan, mutu minyak sawit dalam arti yang kedua lebih penting.

Industri pangan maupun nonpangan selalu menghendaki minyak sawit dalam

mutu yang terbaik, yaitu minyak sawit yang dalam keadaan segar, asli, murni dan

tidak tercampur bahan tambahan lain seperti kotoran, air, logam – logam (dari alat

- alat selama pemrosesan), dan lain – lain. Adanya bahan – bahan yang tidak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

semestinya terikut dalam minyak sawit ini akan menurunkan mutu dan harga

jualnya.

Keunggulan minyak kelapa sawit terhadap minyak nabati lain ialah tingkat

efisien minyak sawit tinggi sehingga mampu menempatkan CPO menjadi sumber

minyak nabati termurah, mengandung antioksidan alami (tokoferol dan

tokotrienol) dimana telah banyak penelitian dilakukan untuk membuktikan bahwa

tokoferol dan tokotrienol bisa melindungi sel-sel dari proses penuaan dan penyakit

degeneratif seperti kanker, komposisi asam lemak seimbang dan mengandung

asam lemak linoleat sebagai asam lemak essensial. Minyak sawit juga memiliki

keunggulan dalam hal susunan dan nilai gizi yang terkandung didalamnya. Kadar

sterol dalam minyak sawit yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan minyak

nabati lainnya yang terdiri dari sitosterol, campesterol, sigmasterol, dan

kolesterol. Dalam CPO, kadar sterol berkisar 360-620 ppm dengan kadar

kolesterol hanya sekitar 10 ppm atau sebesar 0,001% dalam CPO. Selain

kandungan kolesterol minyak kelapa sawit yang memang rendah (bahkan dapat

digolongkan bebas kolesterol), juga mengandung asam lemak tak jenuh yang

dapat membantu menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Minyak kelapa sawit

juga mengandung karoten (sumber provitamin A) yang berfungsi sebagai bahan

obat anti kanker dan karoten daterofenol untuk bahan pengawet yang

meningkatkan kemantapan minyak terhadap oksidasi (mencegah bau tengik)

(Fauzi, 2008).

Minyak nabati yang dihasilkan dari pengolahan buah kelapa sawit berupa

minyak sawit mentah (CPO atau Crude Palm Oil) yang berwarna kuning dan

minyak inti sawit (PKO atau Palm Kernel Oil) yang tidak berwarna (jernih). CPO

atau PKO banyak digunakan sebagai bahan industri pangan (minyak goreng dan

margarin), industri sabun (bahan penghasil busa), industri baja (bahan pelumas),

industri tekstil, kosmetik, dan bahan bakar alternatif (minyak diesel)

(Sastrosayono, 2003).

Untuk kebutuhan pangan, tentunya tuntutan syarat mutu minyak sawit

harus lebih ketat bila dibandingkan dengan bahan baku non pangan. Oleh karena

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

itu keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek higenisnya harus lebih

diperhatikan (Fauzi, 2008).

Kebutuhan minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri

pangan dan non pangan masing-masing berbeda. Rendahnya mutu minyak sawit

sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat berlangsung

dari pohon induknya, penangan pasca panen atau kesalahan selama proses

pengangkutan. Berikut adalah standar mutu minyak sawit :

Tabel 2.3 Standar Mutu Minyak Sawit, Minyak Inti Sawit dan Inti Sawit

Karakteristik Minyak sawit Inti sawit Minyak inti

sawit Keterangan

Asam lemak

bebas 5% 3,5% 3,5% Maksimal

Kadar kotoran 0,5% 0,02% 0,02% Maksimal

Kadar zat

menguap 0,5% 7,5% 0,2% Maksimal

Bilangan

peroksida 6 meq - 2,2 meq Maksimal

Bilangan

iodine 44-58 mg/gr - 10,5-18,5 -

Kadar logam

(Fe,Cu) 10 ppm - - -

Lovibond 3-4 R - - -

Kadar

minyak - 47% - Minimal

Kontaminasi - 6% - Maksimal

Kadar pecah - 15% - Maksimal

Kadar air 0,1% 7% - Maksimal

Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan,1989

2.9 Pemanfaatan Minyak Sawit

2.9.1. Minyak Sawit Untuk Industri Pangan

Kenyataan menunjukkan bahwa banyak pelaku industri dan konsumen

yang cenderung menyukai dan menggunakan minyak sawit. Dari aspek ekonomis,

harganya relatif murah dibandingkan minyak nabati lain. Selain itu, komponen

yang terkandung didalam minyak sawit lebih banyak dan beragam sehingga

pemanfaatannya juga beragam. Dari aspek kesehatan yaitu kandungan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

kolesterolnya rendah. Saat ini telah aspek kesehatan yaitu kandungan

kolesterolnya rendah. Saat ini telah banyak pabrik pengolah yang memproduksi

yang memproduksi minyak goreng dari kelapa sawit dengan kandungan koleterol

yang rendah.

Minyak sawit yang digunakan sebagai produk pangan dihasilkan dari

minyak sawit maupun minyak inti sawit melalui proses fraksinasi, rafinasi, dan

hidrogenesis. Produk CPO indonesia sebagian besar difraksinasi sehingga

dihasilkan fraksi olein cair dan fraksin stearin padat. Fraksi olein tersebut

digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik sebagai pelengkap minyak

goreng dari minyak kelapa. Sebagai bahan baku untuk minyak makan, minyak

sawit antara lain digunakan dalam bentuk minyak goreng, margarin, butter,

vanaspati, shortening dan bahan untuk membuat kue-kue dan lain sebagainya.

Sebagai bahan pangan, minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan

dibandingkan dengan minyak goreng lain, antara lain mengandung karoten yang

diketahui berfungsi sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E.

Disamping itu, kandungan asam linoleat dan linolenatnya rendah sehingga minyak

goreng yang terbuat dari buah sawit memiliki kemantapan kalor (heat stability)

yang tinggi dan tidak mudah teroksidasi (Fauzi, 2008).

2.9.2 Minyak Sawit Untuk Industri Non-pangan

Selain sebagai bahan untuk industri pangan, minyak sawit mempunyai

potensi yang cukup besar untuk digunakan di industri-industri non pangan, seperti

industri farmasi sampai industri oleokimia (fatty acids, fatty alkohol, dan

glycerine). Produk nonpangan yang dihasilkan dari minyak sawit dan minyak inti

sawit diproses melalui proses hidrolisis (splitting) untuk menghasilkan asam

lemak dan gliserin (Fauzi, 2008).

2.9.3 Minyak Sawit Sebagai Bahan Bakar Alternatif (Palm Biodiesel)

Pengembangan dan penggunaan minyak tumbuhan sebagai bahan bakar

telah dilakukan oleh Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa. Minyak

tumbuhan tersebut dikonversi menjadi bentuk metil ester asam lemakyang disebut

biodiesel. Indonesia dan malaysia adalah negara produsen utama minyak sawit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

didunia juga telah mengembangkan biodiesel dari minyak sawit (palm biodiesel).

Diindonesia, penelitian dilakukan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS),

Medan dan telah berhasil mengembangkan biodiesel dari minyak sawit mentah

(CPO), refined bleached deodorised palm oil (RBDPO), dan fraksi-fraksinya

seperti stearin dan olein serta minyak inti sawit. Pengembangan palm biodiesel

yang berbahan baku minyak sawit terus dilakukan karena selain untuk

mengantisipasi cadangan minyak bumi yang semakin terbatas, produk biodiesel

termasuk produk yang bahan bakunya dapat diperbaharui dan ramah lingkungan.

Disamping itu, produksi gas karbon dioksida (CO2) dari hasil pembakarannya

dapat dimanfaatkan kembali oleh tanaman. Penggunaan palm biodiesel juga dapat

mereduksi efek rumah kaca, polusi tanah, serta melindungi kelestarian perairan

dan sumber air minum. Hal ini berhubungan dengan sifat biodiesel yang dapat

teroksigenasi relatif sempurna atau terbakar habis, nontoksik, dan dapat terurai

secara alami (biodegradable) (Fauzi, 2008).

2.10 Ekstraksi Enzimatik

Enzim adalah benda tak hidup yang diproduksi oleh sel hidup yang

menyusun sebagian besar total protein dalam sel. Enzim berfungsi sebagai

biokatalisator yaitu mempercepat laju suatu reaksi kimia tanpa ikut terlibat dalam

reaksi tersebut. Sifat enzim adalah spesifik terhadap substratnya sehingga reaksi

kimia yang terjadi akan menghasilkan produk sesuai dengan spesifitas enzim

dengan substrat. Enzim sangat bermanfaat untuk diaplikasikan dalam bidang

pangan, kesehatan, farmasi, energi alternatif dan lain sebagainya (Susanti, 2017).

Teknologi alternatif yang ramah lingkungan untuk ekstraksi minyak dan juga

menghasilkan signifikan dalam menghasilkan. Efisiensi minyak yang difasilitasi

oleh enzim pengurang dinding sel mampu menunjukkan ekstraksi minyak lebih

dari 90%. Proses ekstraksi enzimatik berair menghilangkan fosfolipid, yang

menghilangkan langkah degumming dari proses dan sebagai imbalannya

mengurangi biaya keseluruhan dari produk akhir. Enzim hidrolitik yang paling

umum digunakan salam proses enzimatik berair adalah selulose, hemiselulose,

pektinase yang berfungsi untuk memecah struktur dinding sel kotiledon dan

membuat struktur lebih permeable (Silvamany, 2015).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Proses berbasis enzim untuk ekstraksi minyak nabati diangggap sebagai

lingkungan terknologi bersih. Penggunaan enzim untuk ekstraksi minyak telah

ditinjau oleh beberapa peneliti . teknologi ini telah dikembangkan dalam skala

bench untuk mengekstrak minyak dari kacang kedelai, kacang tana, wijen, kelapa

sawit, bunga matahari, kelapa, alpukat dan lain sebagainya. Keuntungan

utamanya ekstraksi berbasis enzim adalah operasi ringan kondisi, yang

menghasilkan energi substansial tabungan dan hasil yang lebih tinggi untuk proses

yang sama (Mariano, 2009).

Buah yang dilucuti tunduk pada perawatan enzimatik di seluruh digester

diikuti dengan menekan untuk ekstraksi minyak maksimum. Keuntungan :

pemulihan minyak hampir lengkap, kualitas nutrisi keseluruhan dipertahankan,

konsentrasi antioksidan yang lebih tinggi dalam minyak yang diekstraksi,

meningkatkan viskositas mash, pemutihan minyak, mengurangi konten FFA

dalam minyak akhir (Rathi, 2017).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB 3

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Erlenmeyer

2. Gelas ukur

3. Beaker glass

4. Hot plate

5. Neraca analitik

6. Pipet tetes

7. Buret

8. Statif dan klem

9. Mesin press

10. Kertas label

11. Botol sampel

12. Kain saring

13. Spatula

14. Autoklaf

15. Thermometer

16. Cutter

17. Alumunium foil

3.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Buah sawit segar

2. Alkohol netral

3. Indikator PP

4. KOH 0,1 N

5. Aquadest

6. Enzim

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1. Pembuatan Minyak

Ditimbang buah kelapa sawit 1 kg

Disterilisasi menggunakan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121°C

dan tekanan 1 ATM

Ditimbang 300 gram sampel buah sawit yang sudah disterilisasi

Diukur aquadest secukupnya kedalam 3 buah beaker glass yang telah

diberi label

Ditambahkan 1,5 ml coenzym spe kedalam 2 buah beaker glass

Dimasukkan buah kelapa sawit yang telah ditimbang kedalam beaker

glass

Dipanaskan diatas hot plate pada suhu 90-100 °C selama 1 jam sambil

di aduk dalam selang waktu 10 menit

Dipisahkan buah kelapa sawit dari sisa rebusan

Dipress buah kelapa sawit yang masih panas hingga semua minyak

keluar

Ditimbang minyak yang diperoleh

Dianalisis kadar ALB dari minyak

Dicatat hasilnya

Dilakukan percobaan yang sama pada perbandingan kelapa sawit : air

(1 : 0,5 dan 1 : 0,1)

3.3.2 Analisa kadar Asam Lemak Bebas (ALB) pada Crude Palm Oil (CPO)

a. Pembuatan Alkohol Netral

Diukur 20-25 ml alkohol

Ditambahkan 3 tetes indikator phenolftalein

Dititrasi dengan KOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah muda jika

disejajarkan dengan sinar cahaya

b. Standarisasi KOH 0,1 N

Ditimbang 0,1 gram KH pthalat

Dilarutkan kedalam 20 – 25 ml aquadest

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Ditambahkan 3 tetes indikator phenolftalein

Dititrasi dengan KOH 0,1 N hingga terjadi perubahan warna dari

bening menjadi merah lembayung

Dihitung volume KOH yang terpakai

Dicatat volume KOH yang terpakai

Keterangan :

G = Berat KH phtalat (mg)

V = Volume titrasi (ml)

BE = Berat Ekuivalen

c. Analisa Kadar Asam Lemak Bebas

Ditimbang 0,5 gram sampel kedalam erlenmeyer

Ditambahkan 30 mL alkohol netral

Diaduk hingga homogen

Ditambahkan indikator PP sebanyak 3 tetes

Dititrasi dengan larutan KOH 0,1 N yang telah distandarisasi sampai

terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah rose

Dicatat volume KOH 0,1 N yang terpakai

( )

keterangan :

V = Volume KOH (ml)

N = Normalitas KOH

BM = Berat molekul asam palmitat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan

Dari pembuatan minyak CPO dengan perbandingan kelapa sawit : air (1:1),

(1:0,5) dan (1:0,1) diperoleh data yang ditunjukkan pada tabel berikut :

Tabel 4.1 Data hasil pembuatan minyak ( 1 : 1 )

No Kode Berat buah sawit

(g)

V air

(ml)

V enzim

(ml)

Berat minyak

(g)

Rendemen

(%)

1 NE 300,3 300 1,5 92 27%

2 E1 300,05 300 1,5 105,6 32%

Tabel 4.2 Data hasil pembuatan minyak ( 1 : 0,5)

No Kode Berat buah sawit

(g)

V air

(ml)

V enzim

(ml)

Berat minyak

(g)

Rendemen

(%)

1 NE 300,75 150 1,5 100,5 30%

2 E1 301,55 150 1,5 110,7 33%

Tabel 4.3 Data hasil pembuatan minyak ( 1 : 0,1 )

No Kode Berat buah sawit

(g)

V air

(ml)

V enzim

(ml)

Berat minyak

(g)

Rendemen

(%)

1 NE 300,4 30 1,5 87,05 26%

2 E1 300,9 30 1,5 96,95 29%

Dari minyak CPO yang diperoleh dilakukan analisa kadar ALB dan diperoleh data

sebagai berikut :

Tabel 4.4 Data hasil analisa kadar asam lemak bebas (ALB) dari minyak

pada perbandingan (1:1)

No Kode

Berat

sampel

(g)

Volume

titrasi

(ml)

Normalitas

KOH

(ml)

Kadar

ALB

(%)

Rata-rata

1 NE1 0,5170 0,20 0,1643 1,6271 1,8293 %

2 NE2 0,5176 0,25 0,1643 2,0315

3 E1.1 0,5115 0,2 0,1643 1,6446 1,4361 %

4 E1.2 0,5139 0,15 0,1643 1,2277

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tabel 4.5 Data hasil analisa kadar asam lemak bebas (ALB) dari minyak

pada perbandingan (1:0,5)

No Kode

Berat

sampel

(g)

Volume

titrasi

(ml)

Normalitas

KOH

(ml)

Kadar

ALB

(%)

Rata-rata

1 NE1 0,5228 0,2 0,1643 1,6090 1,5903 %

2 NE2 0,5352 0,2 0,1643 1,5717

3 E1.1 0,5284 0,2 0,1643 1,5920 1,7949 %

4 E1.2 0,5263 0,25 0,1643 1,9979

Tabel 4.6 Data hasil analisa kadar asam lemak bebas (ALB) dari minyak

pada perbandingan (1:0,1)

No Kode

Berat

sampel

(g)

Volume

titrasi

(ml)

Normalitas

KOH

(ml)

Kadar

ALB

(%)

Rata-rata

1 NE1 0,5098 0,3 0,1612 2,4284 2,4002 %

2 NE2 0,5219 0,3 0,1612 2,3721

3 E1.1 0,5067 0,2 0,1612 1,6288 1,7915 %

4 E1.2 0,5279 0,25 0,1612 1,9543

Keterangan kode :

NE : tanpa penambahan enzim

E1 : dengan penambahan enzim

E2 : dengan penambahan enzim

4.2 Perhitungan

Normalitas KOH = ( )

=

= 0,1643

Kadar ALB (%) = ( )

( )

= ( )

= 1,6271%

Note book : Hal yang sama dilakukan untuk kadar asam lemak bebas (ALB)

yang lain

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4.3 Pembahasan

Dari data yang diperoleh dapat diketahui bahwa ekstraksi dengan

penambahan enzim pada buah sawit berpengaruh terhadap peningkatan jumlah

minyak yang diperoleh dimana dapat kita lihat pada tabel diatas. Dimana

rendemen minyak yang dihasilkan pada saat penambahan enzim lebih besar

dibandingkan tanpa penambahan enzim yaitu pada saat penambahan enzim terjadi

kenaikan rendemen minyak lebih kurang sekitar 3-5% pada setiap variasi volume

air yaitu pada percobaan 1 (27% : 32%), percobaan 2 (30 % : 33%) dan

percobaan 3 (26% : 29%). Dan diperoleh kadar Asam Lemak Bebas (ALB)

dengan rata-rata berkisar 1,4361% - 2,4002%. Berdasarkan standar mutu sesuai

dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah maksimal 3 %.

Proses ekstraksi enzimatik berair menghilangkan fosfolipid, yang

menghilangkan langkah degumming dari proses dan sebagai imbalannya

mengurangi biaya keseluruhan dari produk akhir. Enzim hidrolitik yang paling

umum digunakan salam proses enzimatik berair adalah selulose, hemiselulose,

pektinase yang berfungsi untuk memecah struktur dinding sel kotiledon dan

membuat struktur lebih permeable.

Ekstraksi minyak secara enzimatik merupakan langkah biologis untuk

ekstraksi minyak. Minyak yang terdapat pada serat dan dihubungkan dengan

protein dan berbagai macam karbohidrat seperti selulosa, pati, hemiselulosa.

Untuk memfasilitasi ekstraksi dari sel, perlu untuk menurunkan dinding sel untuk

meningkatkan permeable minyak. Penggunaan enzim sebagai biokatalis untuk

degradasi dinding sel akan meningkatkan permeabilitas minyak melalui

membrane sel, sehingga mamfasilitasi pelepasan minyak.

Kadar asam lemak yang tinggi akan menyebabkan turunnya mutu CPO

misalnya menyebabkan ketengikan pada minyak, membuat rasanya tidak enak,

terjadinya perubahan warna yang dapat menurunkan mutu minyak tersebut. Salah

satu faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar asam lemak bebas dalam

sawit ialah : pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu, keterlambatan dalam

pengumpulan dan pengangkatan buah, penumpukan buah yang terlalu lama dan

proses pengolahan di pabrik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Penentuan kadar asam lemak bebas dilakukan dengan mengikuti metode

titrasi asidi alkalimetri menggunakaan larutan standar KOH dan indikator

phenolftalein. Titrasi asam lemak bebas menggunakan titrasi asam basa dimana

asam lemak dititrasi dengan basa kuat (KOH) dengan menggunakan indikator

phenolftalein. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

Gambar 4.1 Reaksi KOH dengan asam lemak bebas

(bening) (merah lembayung)

Gambar 4.2 Reaksi larutan KOH dengan indikator phenolftalein

Untuk pengawasan mutu minyak sawit perlu dilakukan dengan ketat untuk

mencegah terjadinya penurunan mutu minyak. Salah satu cara yang dapat

dilakukan adalah dengan membuat standar prosedur penyimpanan dan

penimbunan minyak kelapa sawit yang mengikat semua pihak yang terlibat dalam

perdagangan sawit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan diperoleh hasil perbandingan

dari esktraksi tanpa dan dengan penambahan enzim yaitu pada percobaan 1

(27% : 32%), percobaan 2 (30 % : 33%) dan percobaan 3 (26% : 29%). Dapat

di lihat bahwa ekstraksi secara enzimatik pada saat pembuatan minyak

mempengaruhi rendemen minyak yang dihasilkan dimana terjadi peningkatan

jumlah minyak sekitar 3-5 % di setiap penambahan enzim.

2. Kadar asam lemak bebas yang diperoleh pada minyak hasil ekstraksi

mesocarp yaitu berkisar 1,4361% - 2,4022% . dimana hasil yang diperoleh

memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh SNI dan layak untuk

diperdagangkan

5.2 Saran

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar dapat mencoba variasi enzim lain

sehingga diperoleh metode yang dapat meningkatkan jumlah minyak yang

dihasilkan sehingga dapat digunakan dalam skala pabrik dan dapat mengurangi

limbah minyak yang berbentuk padatan. Dan dilakukan analisa dan pengontrolan

kadar asam lemak bebas sehingga mutu dari minyak tersebut dapat dipertahankan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR PUSTAKA

Brady JE, 1994. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jilid Satu. Edisi

Kedelapan. Jakarta: Erlangga

Fauzi Y, 2008. Seri Agribisnis Kelapa Sawit Budidaya Pemanfaatan Hasil dan

Limbah Analisis Usaha dan Pemasaran. Edisi Revisi. Penebar Swadaya:

Jakarta.

Fauzi Y, Widyastuti YE, Satyawibawa I, Paeru, RH, 2012. Kelapa Sawit.

Penebar Swadaya: Jakarta

Ketaren S, 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan

Pertama. Universitas Indonesia: Jakarta.

Lubis HB, Marwanti S, Ferichani M, 2012. Aplikasi Statiscal Quality

Control dalam Pengendalian Mutu Minyak Kelapa Sawit di PKS Pagar

Merbau PTPN II Sumatera Utara. Jurnal Program Studi Agribisnis Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas Maret.

Mangoensoekarjo S, 2008. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Cetakan

Ketiga. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta

Mariono RG, Couri S, 2009. Journal Enzymatic Technology to Improve Oil

Extraction From Caryocar brasiliense CAMB (PEQUI) PULP.

Naibaho PM, 1998. Teknik Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa

Sawit. Medan.

Pardamean M, 2017. Kupas Tuntas Agribisnis Kelapa Sawit. Penebar Swadaya

Grup: Jakarta.

Rivai, H. 2006. Asas Pemeriksaan Kimia. UI-Press: Universitas Indonesia.

Sastrohamidjojo H, 2005. Kimia Dasar. Edisi Kedua. Gadjah Mada: Universitas

Gadjah Mada.

Sastrosayono S, 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Jakarta: Agromedia Jakarta.

Silvamany H, Jahim JM, 2015. Journal Enhancement Of Palm Oil Extraction

Using Cell Wall Degrading Enzyme Formulation. University Kebangsaan

Malaysia: Malaysia.

Soehardjo H, Harahap H, Ishak R, Purba A, Lubis E, Budiana S,

Kusmahadi, 1996. Kelapa Sawit. Medan: PTPN IV Bah Jambi.

Sunarko, 2007. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Cetakan

Pertama. Tangerang: Agromedia Pustaka.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Susanti R, Fibriana F. Teknologi Enzim. Andi Offset: Yogyakarta.

Tambun R, 2006. Buku Ajar Teknologi Oleokimia. Medan : Universitas

Sumatera Utara.

Tim Penulis PS, 1997. Kelapa Sawit, Usaha Budidaya Pemanfaatan Hasil dan

Aspek Pemasarannya. Jakarta: Penebar Swadaya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA