laporan - mdpi.or.id kpdp tct ntb xiii.pdflaporan pertemuan reguler xiii komite pengelola data...
TRANSCRIPT
LAPORAN PERTEMUAN REGULER XIII
KOMITE PENGELOLA DATA PERIKANAN TUNA, CAKALANG DAN TONGKOL (KPDP-TCT) PROVINSI NTB
6 Desember 2018
Hari dan tanggal pertemuan : Kamis, 6 Desember 2018
Waktu Pertemuan (mulai dan akhir) : Mulai pukul 09:30, selesai pukul 17:00 Dibuka oleh : Beny Iskandar
Ditutup oleh : Abdul Wahab
Lokasi Pertemuan : Ruang Pertemuan di Hotel Pratama, Mataram, Lombok, NTB
Peserta (Nama/Institusi) :
1 Hary Christyanto (Dit PSDI-KKP)
2 Beny Iskandar (DKP Provinsi NTB)
3 Abdul Wahab (DKP Provinsi NTB)
4 Masdarul Helmi (DKP Provinsi NTB)
5 Ahdiat Mdr (DKP Provinsi NTB)
6 Ulandari (DKP Provinsi NTB)
7 Sabariyono (DKP Provinsi NTB)
8 Nia Kurniati (DKP Kab. Bima)
9 Aziz (DKP Kab. Lombok Timur)
10 Amiril Mukminin (Pelabuhan Perikanan Labuhan Lombok)
11 Herman E. (Syahbandar Pelabuhan Perikanan Labuhan Lombok)
12 Sahdim Mulyadi (Satker PSDKP Labuhan Lombok)
13 Jering Jantralika (Enumerator One Data)
14 Didik Y. (Syahbandar KSOP Lembar)
15 Khaeruman (UPP Labuhan Lombok)
16 As Syamsudin (Ka TPI Tj. Luar)
17 Ahaddi Bahari (DPM-PTSP Prov. NTB)
18 Moh. Subhan (UGR)
19 Nurjamil (HNSI NTB)
20 Yusifar Fathanas (Mahasiswa UNRAM)
21 Rusdi Ariobo (Nelayan)
22 Saeful Hamdi (Nelayan)
23 Lutfi Sandi (Nelayan)
24 Sukmaraharja (WCS)
25 Juhrin (Jaya Maritim/JM)
26 Wildan (MDPI)
27 A. Riza Baroqi (MDPI)
28 Hairul Hadi (MDPI)
29 Amrollah (MDPI)
30 Koming (MDPI)
31 M. Taeran (MDPI)
32 Juchairi Azrin Y. (MDPI)
I. PENDAHULUAN
Komite Pengelola Data Perikanan Tuna, Cakalang dan Tongkol (KPDP-TCT) merupakan
pertemuan regular yang di dukung oleh MDPI dalam rangka melaksanakan Rencana Aksi Pengelolaan
Perikanan Tuna Cakalang dan Tongkol (RPP-TCT) yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri
Nomor 107/KEPMEN-KP/2015. Pertemuan Komite ini bertujuan menjadi wadah diskusi seluruh
stakeholder Perikanan TCT untuk berkolaborasi dalam berbagi informasi dan mencari solusi terkait
isu Perikanan TCT di NTB. Keterlibatan seluruh stakeholder sangat dibutuhkan sebagai masukan
untuk membangun Perikanan TCT di NTB.
Pertemuan reguler XIII KPDP-TCT provinsi NTB menindaklanjuti pertemuan XII, pada tanggal
26 Juli 2018 yang lalu. Peserta yang hadir meliputi stakeholder Perikanan, baik pemerintah pusat,
daerah, nelayan, LSM, Universitas dan juga kesyahbandaran dibawah kementrian Perhubungan.
Beberapa hal yang dibahas yaitu perkembangan hasil pendataan Perikanan TCT di Labuhan Lombok,
berbagi informasi terkait hasil rekomendasi dari Harvest Strategy, update informasi terkait KUSUKA
dan Asuransi Nelayan, serta kesepakatan rencana aksi Komite dalam mendukung pengelolaan
Perikanan TCT di NTB.
II. HASIL DISKUSI
A. Beni Iskandar Kabid Perikanan Tangkap/Plt. Kadis KP Provinsi NTB (Pembukaan)
Ucapan terimakasih disamapaikan kepada MDPI atas dukungannya, pertemuan dapat
terlaksana
Isu status stok tuna (YFT) di wilayah IOTC dalam keadaan “merah”. Oleh karena itu, dalam
pengelolaan perlu memerhatikan keberlanjutan, salah satunya dengan menggunakan alat
tangkap ramha lingkungan (Pancing ulur, tonda Huhate) seperti nelayan kita di Labuhan
Lombok
Pengelolaan perikanan tuna tidak dapat dilakukan oleh pemerintah saja, namun perlu
keterlibatan seluruh pemangku kepentingan untuk berkolaborasi
Dengan adanya pertemuan KPDP-TCT ini harapannya seluruh pemangku kepentingan terlibat
aktif, baik memberikan masukan dan data untuk mendukung pengelolaan perikanan
Dengan adanya dukungan data dari nelayan dan supplier, dapat mendukung pemerintah dala
penerapan harvest strategy dalam pengelolaan perikanan Tuna dan Cakalang
B. Beny Iskandar, Kabid Perikanan Tangkap/Plt. Kadis KP Provinsi NTB (Pembukaan)
Meyampaikan hasil evaluasi pelaksanaan rencana kerja Juli - November 2018 dengan
pencapaian sebagai berikut :
1. Pengumpulan data hasil tangkapan di lokasi terpilih, untuk kepentingan I-FISH dan Harvest
Strategy dalam mendukung perolehan sertifikasi MSC tetap berjalan di Labuhan Lombok
2. Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan MDPI kepada DKP Provinsi NTB, sudah dilaksanakan.
Laporan meliputi ringkasan kegiatan MDPI tidak hanya di NTB, juga diseluruh wilayah kerja
3. Penyelesaian PKS pendaftaran kapal berukuran dibawah 30 GT antara KSOP Lembar, KUPP
Lombok Timur dan DKP Provinsi NTB. Ini tidak perlu dibuat, karena walaupun tanpa PKS,
proses tetap berjalan.
4. Inventarisasi dan identifikasi rumpon (nama pemilik, lokasi rumpon, jumlah rumpon, layout,
jenis alat tangkap yang digunakan). Terkait inventarisasi, masih ditunda karena perlu ada
kejelasan aturan. Dalam PP No. 24 thn 2018 tentang perijinan, rumpon dihapus. Pengertian
disini dihapus masih belum jelas. Apakah jika ingin pemasangan tidak perlu izin, atau sama
sekali tidak diperbolehkan memasang rumpon. Jadi perlu diperjelas.
5. Sosialisasi dan simulasi pengisian logbook. Syahbandar dan tim Selalu sigap, tanggap dan
sabar dalam mensosialisasikan tata cara pengisian log book bagi nelayan. Namun masih
belum ada nelayan yang dapat mengisi secara mandiri. Tantangannya adalah staff
kesyahbandaran belum ada yang fokus mensosialisasikannya, terlebih kedepannya ada e –
log book
6. Support nelayan yang akan diusulkan mengikuti pelatihan BST dan SKK 60 mil di KSOP
Lembar. Ada 600 nelayan yang akan mengikuti pelatihan (Sudah mengajukan pendaftaran)
Beberapa agenda tambahan ;
1. Pemasangan alat monitoring kapal (spot trace) yang berfungsi untuk mengetahui lokasi
nelayan memancing
2. Pemasangan alat monitoring hasil tangkapan (TLC) yang berfungsi untuk mengentahui jenis
tangkapan nelayan dan interaksi dengan hewan yang dilindungi
3. Hari Perikanan Sedunia (dilaksanakan di Balai Pelabuhan Perikanan Labuhan Lombok, yang
diikuti oleh Siswa SD, Nelayan, Masyarakat sekitar dan Pemerintah, tanggal 30 November
2018)
4. Awarrenes Sustainability (Universitas Mataram, Universitas 45, Universitas Gunung Rinjani)
OSS dan Status perizinan Rumpon – Ahaddi Bohari
Online Single Submission (OSS) adalah perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik
atau online single submission yang selanjutnya disingkat oss adalah perizinan berusaha yang
diterbitkan oleh lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau
bupati/wali kota kepada pelaku usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi. Tujuannya
utamanya tentu untuk mempermudah pelayanan perizinan sehingga mempercepat dan
meningkatkan penanaman modal dan berusaha. Hadirnya OSS menjawab permasalahan
perizinan selama ini tentang lambatnya pelayanan perizinan diberbagai daerah di Indonesia.
Lembaga OSS berwenang untuk:
a. menerbitkan Perizinan Berusaha melalui sistem OSS;
b. menetapkan kebijakan pelaksanaan Perizinan Berusaha melalui sistem OSS;
c. menetapkan petunjuk pelaksanaan penerbitan Perizinan Berusaha pada sistem OSS;
d. mengelola dan mengembangkan sistem OSS; dan
e. bekerja sama dengan pihak lain dalam pelaksanaan, pengelolaan, dan pengembangan
sistem OSS.
Jenis izin yang dikeluarkan oleh OSS adalah Izin Usaha dan Izin Komersial atau
Operasional. Berdasarkan peraturan Gubernur (PerGub) No.31 Tahun 2017, DPMPTSP
melakasanan kegiatan pelayanan di Bidang Kelautan dan Perikanan sebanyak 15 Jenis Izin dan 3
Non Izin. Dari 15 Jenis izin di bidang Kelautan dan Perikanan salah satunya adalah Izin Rumpon
(SIPR). Jenis rumpon terdiri dari: a. rumpon hanyut; dan b. rumpon menetap , Jenis rumpon ini
ada pengaruhnya dengan proses perizinannya. Pemasangan rumpon merupakan hal yang
diperbolehkan dan dilegalkan oleh pemerintah, sebagai upaya untuk meningkatkan produksi
perikanan dan pendapatan masyarakat, Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,
terlihat bahwa Kepmen KP No. 26/PERMEN-KP/2014 ini belum dilakukan dengan baik. Faktor
penyebab belum berjalannya aturan, yaitu terkait dengan materi aturan dan pelaksanaannya di
lapangan. Dalam implementasinya, peraturan ini masih memerlukan aturan yang lebih teknis di
tingkat bawah, seperti dalam hal :
1. tata cara permohonan ijin pemasangan rumpon yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Perikanan Tangkap (Dirjen Tangkap), Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan wilayah
kewenangannya;
2. Ketentuan teknik pemasangan rumpon yang ditetapkan oleh Dirjen Tangkap;
3. Bentuk dan format tanda pengenal yang ditetapkan oleh Dirjen Tangkap, selanjutnya
diberikan kepada pemohon oleh Dirjen Tangkap, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan
wilayah kewenangannya.
Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa, implementasi peraturan juga sulit dijalankan oleh
nelayan atau pengusaha perikanan. Kesulitan tersebut diantaranya, yaitu:
1. Di laut tidak ada batas administrasi yang jelas antara batas administrasi laut kabupaten, laut
provinsi, dan laut nasional;
2. Rencana pemasangan rumpon tidak memiliki lokasi koordinat yang pasti;
3. Nelayan memasang rumpon bukan karena kesesuaian faktor lingkungan untuk lokasi
penangkapan ikan tetapi dipengaruhi oleh insting atau kepercayaan yang turun temurun;
4. Nelayan kesulitan untuk menentukan jarak antar rumpon, yaitu 10 mil.
Syarat Permohonan Surat Izin Pemasangan Rumpon (SIPR) :
a. Setiap orang untuk memiliki SIPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a harus
mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal yang memuat: a. tanggal dan waktu
pemasangan rumpon; b. jumlah rumpon; c. koordinat (lintang dan bujur) lokasi masing-
masing pemasangan rumpon; d. estimasi frekuensi waktu pemanfaatan; dan e. estimasi jenis
dan jumlah ikan hasil tangkapan (kg) pada setiap operasi penangkapan ikan. Fotokopi SIPI;
b. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemilik kapal atau penanggungjawab perusahaan
perikanan, dengan menunjukkan aslinya; dan
c. Gambar rencana umum ( lay out) rumpon yang dilengkapi dengan spesifikasi teknis rumpon
paling sedikit meliputi bahan, ukuran, dan jumlah dari masing-masing komponen utama
rumpon.
Semua izin yang dilayangkan ke DPMPTSP tidak langsung dikeluarkan, karena kami juga
mempertimbangkan ekosistem dan segalanya, setiap izin yang kami keluarkan di sector Kelautan
dan Perikanan kami juga tetap berkoodinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan. DPMPTSP
tidak akan mengeluarkan jenis izin apapun, sebelum dinas teknik mengatakan bahwa Izin itu
boleh dan pada lokasi itu boleh dan juga kegiatan-kegiatan lainnya tidak terganggu.
Sabariyono : Program Bantuan Premi Asuransi Bagi Nelayan
Asuransi Nelayan dan kartu KUSUKA pada dasarnya DKP Provinsi hanya menfasilitasi dan
mengkoordinasikan, sedangkan segala kegiatan atau pelaksanaannya melalui Pusat (KKP). Dasar
hukum tentang asuransi nelayan, kita berpegang teguh pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2016 Tentang PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDI DAYA IKAN, DAN
PETAMBAK GARAM, kemudian Kementrian Kelautan dan Perikanan melakukan inisiasi
memberikan bantuan Premi Asuransi nelayan kemudian bekerja sama dengan JASINDO. Jika
meninggal dunia di laut mendapatkan asuransi sebesar 200 jt Rupiah. Tujuan pengembangannya
adalah untuk memberdayakan atau melindungi nelayan yang sifatnya membahayakan dan
menjamin untuk keselamatan keluarga nelayan itu sendiri. Sampai dengan pelaksanaan program
BPAN 2017, Total jumlah peserta mencapai 909 ribu peserta, dibandingkan dengan target
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap sebesar 2,6 Juta Nelayan, maka baru 34% nelayan yang
sudah pernah mendapat bantuan program, dan di tahun 2018 ditargetkan 500 ribu nelayan
mendapat program bantuan. Tahun 2016 Klaim yang terjadi sangat tinggi dan Jasindo mengalami
kerugian yang sangat luar biasa, jumlah premi yang diterima oleh Jasindo adalah 71,6 M, tetapi
klaim yang dibayarkan oleh Jasindo adalah 261,4 M, kemudian dengan terjadinya kerugian itu,
tahun 2017 mulai dilakukan perbaikan dan syarat-syaratnya diperketat. Di NTB 8,25 % yang
diklaim untuk tahun 2017. Secara umum untuk NTB tahun 2016 jumlah bantuan premi asuransi
nelayan 10.535, tahun 2017 menjadi 18.100 dan 2018 sama seperti tahun 2017 yaitu 18.100.
Jasindo meluncurkan program kartu SIMANTEP yaitu Asuransi Nelayan Mandiri
Terpercaya biayanya sangat murah, untuk SI MANTEP WARNA BIRU biaya Premi Rp 175,000, SI
MANTEP JINGGA Biaya Premi Rp 100,000 dan SI MANTEP HIJAU biaya premi Rp 75.000.
Mekanisme Penerbitan Kartu Asuransi Bagi Nelayan adalah :
1. Nelayan melakukan pendaftaran peserta asuransi melalui laman www.satudata.kkp.go.id
atau di bantu pendaftaran oleh Petugas pendamping/Dinas/Direktorat
2. KKP menyerah daftar usulan Peserta asuransi yang menerima bantuan kepada Perusahaan
Asuransi
3. Kartu yg sudah diterbitkan berikan kepada kepada Dinas setempat
4. Dinas menyerahkan Berita Acara Serah Terima (BAST) kepada kantor Cabang perusahaan
Asuransi Setempat dan Dinas mendistribusikan kartu peserta Asuransi kepada nelayan
KARTU KUSUKA
Kebijakan Menteri Kelautan dan perikanan ingin menyatukan satu data termasuk satu
data perikanan dan statistic, kartu-kartu perikanan akan dijadikan satu kartu (Kartu Nelayan, kartu
Pembudidaya, Kartu Pengolah dan kartu lainnya di Bidang Kelautan dan Perikanan). Menurut
informasi kedepannya kartu KUSUKA bisa digunakan seperti ATM karena yang mencetaknya dari
Bank. Dasar hukum kartu KUSUKA adalah PERMEN-KP NO 39 THN 2017 tentang Kartu Usaha
Kelautan dan Perikanan.
Diskusi :
M. SUBHAN (Dekan UGR):
1. Peran lembaga oss dan siapa saja yang bisa mengakses izin oss?
Jwb : semua yang mau berusaha harus berizin harus lewat OSS, sementra 483 jenis izin yang
saat ini dilayani pelayanan perizinannya lewat OSS.
2. Apakah servernya sudah siap betul untuk mengcover OSS?
Jwb : server sudah dipikirkan oleh pemerintah pusat, OSS sudah online dengan semua
lembaga , dan provinsi, kota/kabupaten sudah terhubung dengan OSS.
3. Apakah sudah dilakukan riset terlebih dahulu untuk sdm yang akan dilaksanakan OSS
Jwb : kaitan dengan SDM, di kota mataram saja belum tentu bisa buka hp android, memang
untuk kendala pada umumnya akses signal di beberapa daerah tidak memungkinkan untuk
mengakses OSS, selain masalah SDM.
4. Apakah pembina mendapat asuransi?
Jwb : selama dia membina dan memiliki profesinya sebagai nelayan, memiliki kapal tidak
>10GT dia masih bisa mendapatkan asuransi, tapi kalau sudah tida berprofesi sebagai
nelayan, berarti tidak bisa.
NURJAMIL(HNSI) :
1. Terkait dengan RUMPON, PERMEN 26 ini muncul sebelum UU 23, artinya di PERMEN 26
masih ada izin kabupaten/kota, sedangkan di UU 23 diambil oleh Provinsi, di PP 24 tidak ada
Tentang Rumpon, kalau OSS ini mengamanatkan PP 24, lalu PERMEN 26 kita urus Izin
Rumpon, di OSS tidak ada rumponnya nanti kedepannya untuk perizinan siapa yang akan
menandatangani izinya?
JWB : Izin perikanan yang sementara ini diharuskan masuk lewat OSS berdasarkan surat
edaran Menteri sampai dengan saat ini, kami masih melakukan pelayanan melalui SIMKADA,
karena OSS ini masih belum bisa melayani SIPI dan SIUP secara utuh dan OSS masih banyak
kekurangan dan butuh perbaikan bersama kedepannya.
2. Apakah kartu KUSUKA ini mengikuti kartu nelayan? Dimana di Kartu Nelayan ada Nomor
Kartu Nelayan, dari nomor kartu sudah dapat divonis kalau nelayan yang bersangkutan tidak
bisa mendapatkan Asuransi, kalau memang ada kartu KUSUKA kenapa program Pusat tidak
langsung Asuransi KUSUKA saja?
Jwb : tergantung dari Verifikasi, dari kartu KUSUKA memang sangat rinci dan semua sudah
ada aturannya. Kalau memang dia sudah tidak bisa memenuhi mekanisme system dan tidak
memenuhi criteria untuk mendapatkan Police Asuransi tetap ditolak.
SAIFUL (Nelayan HL) :
1. bagaimana cara memperpanjang kartu asuransi yang sudah tidak berlaku?
Jawab : bisa melapor dan mengurus ke petugas di Dinas Perikanan Kabupaten/kota
WILDAN :
1. Apa keuntungan suppplier menggunakan kartu kusuka? Apakah yang bersangkutan
mendapatkan bantuan/asuransi?
Jwb : filosofi awal kartu KUSUKA awalnya adalah pendataan secara nasional mengenai semua
pelaku usaha perikanan/yang berkecimpung langsung ke usaha perikanan. Kartu KUSUKA
filisofinya untuk mendata sejauh mana, berapa orang yang berkecimpung didunia Perikanan.
Amrollah : Hasil Pengolahan Data Ifish 2018 di NTB
1. Komposisi Hasil tangkapan Tuna yang disampling di Labuhan Lombok adalah : YFT : 77%, BET
4,4%, SKJ : 18% dan ALB :0,6%.
2. Total tangkapan yang disampling dari tahun 2016 : 570,5 Ton, 2017 : 607 Ton dan 2018 : 230
Ton dengan Jumlah kapal yang tersampling 2016 :481 Kapal, 2017 : 414 dan 2018 : 178 Kapal
3. Rata-rata penggunaan umpan selama tahun 2018, ikan SKJ dan Juvenil Tuna berada dipaling
atas, dimana setiap bulan didominasi oleh SKJ dan YFT kecuali bulan Agustus didominasi oleh
ikan Layang.
4. Tahun 2018, tangkapan sampingan didominasi oleh KAW dengan total 15 Ton, BUM 4,5 Ton
dan BLT 3,2 Ton
5. Frekuensi panjang ikan YFT dari tahun 2016 75% yang disampling adalah Juvenil YFT, tahun
2017 90% Juvenil dan tahun 2018 ada 94% yang disampling adalah Juvenil.
6. Kegiatan tambahan lainnya yang dilakukan MDPI di Labuhan Lombok adalah Pemasangan
alat Monitoring berupa Spot Trace dan TLC, Kuliah Umum di UGR, UNRAM dan Univ.45, serta
memperingati Hari Perikanan Dunia yang jatuh pada tanggal 21 November 2018.
Wildan MDPI : HASIL PENGOLAHAN DATA IFISH 2018 LABUHAN LOMBOK
Hasil analisis penggunaan Spot Trace (ST) yang dilaksanakan di NTB, Kupang dan Bone. Data
yang dikumpulkan adalah data agustus 2016 dan Januari 2018. ST yang dipasang sekitar 34 Kapal
penangkap ikan yang berbeda selama 1 bulan dan ini masih merupakan data sampling.
Hasil penelitian ini, diinisiasi issue diskusi di KPDP_TCT, daerah tidak memiliki jumlah
rumpon dan daerah kesulitan bagaimana cara mendata rumponnya sampai ke Nasional. Dengan
menggunakan technology Spot Trace, bagaimana cara mengidentifikasi, menduga jumlah
rumpon yang tersebar berapa dan perkiraan lokasi rumpon. Selain memasang spot Trace di
kapal penangkap, peneliti juga mewawancarai nelayan mengenai rumpon, baik lokasinya,
kedalaman perairan dan lain-lain.
Potensi jumlah rumpon yang ada, selama sampling menggunakan spot Trace secara umum
diduga ada sekitar 136 rumpon yang tersebar. Selanjutnya dengan melihat titik koordinat lebih
dari dua kali kujungan dikoordinat yang sama ada sekitar 48 rumpon dari seluruh lokasi. Di NTB,
rumpon yang diidentifikasi semuanya berada didalam 15 millaut dari garis pantai, tidak ada di
laut lepas dan berada di bagian selatan dan utara dari Provinsi NTB dimana ada 11 rumpon di
bagian Utara dan 12 Rumpon di bagian selatan.
Dalam satu kali trip nelayan mengunjungi beberapa rumpon. beberapa perjalanan
menghabiskan waktu di satu rumpon, yang lain hanya menghabiskan beberapa jam di FAD.
Rumpon dikunjungi oleh banyak kapal (perjanjian pembagian resmi atau tidak resmi) dan adalah
mungkin bagi dua kapal untuk memancing pada suatu FAD pada saat yang sama. hierarki akses,
yaitu jika sebuah kapal sedang memancing di FAD yang tidak dia miliki, dia akan pergi jika dia
melihat pemilik datang (Catatan: Moko tidak menyebutkan tentang hukuman, tetapi ini tidak
berarti bahwa tidak ada hukuman ada, mungkin para nelayan tidak memberi tahu Peneliti
tentang hukuman).
RUSDI : Hasil penelitian yang dijabarkan ada benarnya, tetapi juga ada juga tidak benarnya, karena
tidak setiap rumpon di laut ada ikannya, makanya kita harus pergi mencari rumpon yang ada ikannya,
dilaut kami para nelayan menyusuri setiap rumpon yang ada ikannya.
PAK NURJAMIL : menjadi perhatian kita bersama, dapat dilihat dari slide yang ditampilkan untuk
frekuensi panjang ikan dari tahun ke tahun, tahun 2016 frekuensi panjang ikan 75% yang disampling
adalah Juvenil tuna, meningkat dari tahun 2017 90% Juvenil dan 2018 94% Juvenil. Ini menjadi
pertanyaan dan tantangan kita bersama-sama menuju perikanan berkelanjutan. Mungkin
kedepannya bisa ditampilkan CPUE/tahunnya untuk melihat produktifitasnya.
PAK AZIZ (Kabid Bidang Tangkap Kab. Lotim) : Terima kasih kepada MDPI dengan adanya data yang
selalu terbaru sangat membantu kami di Kab. Lombok Timur terutama di labuhan Lombok ada 6
perusahaan pengumpul ikan yang memiliki kapal >10GT, namun kendala di perusahaan disana tidak
bisa mengeksport ikan ke Luar Negeri, selama ini hanya bisa mengirim ikan hanya sampai Surabaya,
karena tidak memiliki SHTI, ikan hasil dari NTB yang mempunyai nama adalah Bali dan Surabaya
padahal sebenarnya ikan ini adalah ikah hasil dari NTB. Bagaimana solusi agar NTB ini bisa
mengeksort ikan sendiri tanpa harus ke Bali/Surabaya terlebih dahulu.
PAK WAHAB : terkait dengan valitasi data, data dari ntb dibilng nol, yang menjadi harapan
kedepannya harapannya mdpi masih bisa membantu untuk pengumpulan data khususnya untuk data
produksi, untuk dkp kab/kota, dimohon untuk bantu support data total produksi walaupun untuk
sekarang sudah ada satu data.
JERING (Enumerator One Data) : Petugas satu data adalah semua penyuluh yang ada di Indonesia
adalah petugas satu data. Kegiatan pendataan setiap penyuluh sudah diberikan target untuk
memenuhi kebutuhan data yang dibutuhkan oleh PUSDATIN. Terkait dengan tugas Satu Data untuk
pendataan satu Data tahun 2017 ada pedoman, tugas satu data itu ada 2 yaitu petugas yang ada
dikecamatan dan petugas pendataan yang ada di pelabuhan. Untuk petugas yang dipelabuhan
petugas satu data tersendiri sedangkan petugas satu data yang ada di kecamatan ditugaskan ke
Penyuluh perikanan. Selama melakukan pendataan sala satu yang menjadi tantangan adalah jaringan
internet, apalagi mengenai program kartu KUSUKA, sangat lama sekali. KUSUKA tahun 2017, 4. 907
yang sudah terinput di Kabupaten Lombok Timur. Kami melakukan pendataan di salah satu kelompok
Nelayan (KUB) contohnya di KUB Permata Merah di Labuhan Lombok, kami tetap melakukan
pendataan, tapi tidak kami input di sampling aplikasi sattu data, karena kami khawatir akan dobel
data, karena sudah ada petugas satu data di pelabuhan, tapi kami tetap kami kirim ke PUSDATIN
untuk soft Copynya.
HERMAN EFENDI (Syahbandar Pelabuhan Perikanan Labuhan Lombok) : Syarat eksport tidak hanya
SHTI, banyak persyaratan yang harus dipenuhi untuk bisa mengeksprt ikan kita ke Negara tujuan.
SHTI hanya salah satu persyaratan produknya saja bukan persayaratan mekanismenya. Karena
selama ini kita mengirim ikan menggunakan Thermoking, tetapi container pendingin belum banyak
tersedia di NTB. SHTI ini sudah pernah kita upayakan beberapa kali, yang menjadi kendala selama ini
adalah pergantian pimpinan. Sejauh ini belum ada upaya untuk mendukung masyarakat/perusahaan
di NTB ini berani melakukan eksport. Terkait pendataan, setificat CPIB harus ada yang memeriksa,
kendala kita adalah tidak ada yang mempedulikan bagaimana susahnya mendapatkan data, apakah
anggaran untuk pendataan. Fungsi kita dipelabuhan adalah mendeklarasi pendaratan ikan itu,
Volumenya berapa, kuantitasnya bagaimana. Fungsi kita sebagai pendeklarasi dipelabuhan itu belum
jalan. Jika kita ingin lebih serius untuk eksport, paling tidak penguatan di pelabuhannya dulu.
Pak Hari Christijanto : Untuk kapal yang <30 TON ADA SHTI YANG DISEDERHANAKAN. Itu jauh lebih
mudah. Syarat untuk eksport itu bukan hanya SHTI, banyak persyaratan lain yang harus dipenuhi.
Semakin bagus harga suatu barang/ikan maka persyaratannya semakin banyak yang diminta.
Hary Cristianto : Implementasi Harvest Strategy Perikanan Tuna di WPPNRI 713, 714 dan 715
(Bogor, 22 - 23 November 2018)
Harvest Strategy mempunyai arti Strategy penangkapan tujuannya adalah Hasilnya bagus
secara individual, dalam pemahaman kami, yang paling bagus adalah kita tidak hanya panen hari ini,
tetapi bisa kita panen sampai seterusnya. Di HT ada 2 batas yang ditunjukkan yang pertama batas
yang tidak boleh kita lewati dan ke dua adalah batas yang harus kita capai. Secara sederhana, ikan
dilaut sama halnya dengan ikan di kolam yang sangat besar, disana pasti jumlah ikannya ada
angkanya, kalau sesuatu ada angkanya berarti terbatas. Karena kita tidak bisa menghitung jumlah
ikan dilaut oleh sebab itu adanya ilmu pendugaan stock untuk memperkirakan jumlah ikan yang ada
di laut. Data yang sedang dipakai untuk membuat HS adalah data MDPI, ACIAR FADs, dan WPEA.
Hasil yang akan saya sampaikan bukan hasil yang saya tulis sendiri, melainkan syarat dari peserta
yang hadir dipertemuan Harvest Strategy di Bogor bulan lalu dimana ada 13 rekomendasi yang
ditawarkan.
Sosialisasi Harvest Strategy
A. KESIMPULAN
1. Penyusunan harvest strategy (HS) telah dilakukan melalui beberapa kegiatan meliputi
stakeholder workshop, technical data workshop, konsultasi ahli dan pelatihan sejak tahun
2014 dengan hasil Harvest Strategy Framework yang sudah di-launching pada Bali Tuna
Conference ke-3 tahun 2018. Harvest Strategy Framework ini menjadi acuan dalam
pelaksanaan harvest strategy untuk perikanan tuna di WPPNRI 713, 714 dan 715.
2. Input monitoring data untuk prototype HS berdasarkan monitoring di pelabuhan untuk data
catch and effort dan komposisi ukuran hasil tangkapan dari alat tangkap yang selektif
(PUSRISKAN-WPEA, MDPI, PUSRISKAN-CSIRO-ACIAR). Data tersebut diseleksi berdasarkan
lamanya time-series, cakupan area dan konsistensi pengumpulan data. Proses penyusunan
HS telah mengidentifikasi pentingnya perbaikan monitoring data dandanrangkaian
monitoring lainnya yang akan tersedia di masa mendatang.
3. Berdasarkan proses seleksi tindakan pengelolaan oleh stakeholder yang dilakukan pada saat
stakeholder ke 4-dan ke-6, telah disepakati lima opsi tindakan pengelolaan yang akan
dipertimbangkan dalam implementasi HS yaitu (1) pengendalian penggunaan rumpon, (2)
penutupan daerah penangkapan tertentu (3) pengendalian jumlah hari operasi penangkapan
(4) pengendalian jumlah kapal, dan (5) pengendalian tingkat hasil tangkapan.
4. Prorotype Operating Model (OM) telah berhasil dibangun untuk melakukan testing dan
mereviu performa HS pendahuluan untuk masing perikanan cakalang dan madidihang untuk
mendemonstrasikan konsep HS dan MSE ke stakeholder. OM menggunakan hasil dari
regional stock assessment yang dilakukan oleh SPC untuk WCPFC untuk melakukan simulasi
potensial HS untuk perairan kepulauan Indonesia. Saat ini OM mencakup selektifitas dari
data monitoring di pelabuhan Indonesia. Pembaharuan analisis harus dilakukan dengan
memasukkan data time-series tambahan tahun 2016-2018 yang diperlukan untuk perbaikan
gambaran OM terhadap perikanan Indonesia.
5. Kegiatan yang diperlukan untuk implementasi HS diantaranya memperbaiki spesifikasi HS
berdasarkan evaluasi teknis, mendesain tindakan pengelolaan yang spesifik untuk
dimasukkan kedalam HS, melakukan konsultasi dengan stakeholder, melengkapi proses MSE
untuk mengidentifikasi HS yang dipilih, memperbaharui framework monitoring pengumpulan
data, melegalisasikan HS framework sebagai dasar implementasi, merevisi RPP TCT untuk
2020-2024 dengan mencakup pelaksanaan HS dan Harvest Control Rules (HCR), pembatasan
atau kuota tangkapan di masing-masing area atau perikanan.
6. Salah satu output pertemuan stakeholder HS adalah saran untuk menjabarkan respon dari
kebijakan apa yang akan diambil untuk masing-masing HS yang diuji oleh OM termasuk
menterjemahkannya kedalam kebijakan atau kegiatan masing-masing institusi/lembaga
pemerintah pusat, pemerintah daerah, NGOs, asosiasi perikanan dan industri perikanan.
7. Keterhubungan kerja kelembagaan WPP dengan HS menjadi hal yang penting khususnya bagi
Pemerintah Daerah, diantaranya dengan adanya peningkatan peran kelembagaan WPP
dalam penentuan alokasi sumberdaya tuna (kuota tuna).
B. REKOMENDASI
1. Melaksanakan pertemuan terkait implementasi HS di masing-masing lokasi WPP dengan
tujuan untuk:
a. Meningkatkan pemahaman para pemangku kepentingan tentang HS;
b. Menyepakati dan menetapkan pilihan dan rincian dari lima opsi tindakan pengelolaan
perikanan yang akan dipertimbangkan dalam implementasi HS meliputi (1) pengendalian
penggunaan rumpon, (2) penutupan daerah penangkapan tertentu (3) pengendalian hari
operasi penangkapan (4) pengendalian jumlah kapal, dan (5) pengendalian tingkat hasil
tangkapan.
2. Menyepakati semua pihak untuk melaksanakan atau mendukung pelaksanaan pengumpulan
data yang merupakan input utama bagi implementasi HS, meliputi:
a. Menambahkan data sesuai dengan form yang disepakati untuk HS sebelumnya untuk
periode tahun 2016-2018, meliputi data pendaratan hasil tangkapan dan data
operasional penangkapan ikan. Data tersebut akan digunakan untuk OM dan stock
assessment;
b. Batas waktu penyampaian data kepada Tim Teknis HS pada tanggal 4 Maret 2019 melalui
email [email protected] dan [email protected].
3. Menegaskan keterhubungan kerja kelembagaan WPP dengan implementasi HS, diantaranya
dengan peningkatan peran kelembagaan WPP dalam proses penentuan alokasi sumber daya
tuna (kuota tuna).
4. Menerapkan kriteria alokasi tuna untuk tiap WPP dan perikanan sesuai azas keberlanjutan,
keadilan dan kepatuhan usaha perikanan.
5. Disarankan untuk melakukan pengumpulan data sosial ekonomi lebih lanjut atau
mengintegrasikan hasil kajian yang telah ada untuk mengetahui dampak lebih lanjut terkait
dengan rencana implementasi tindakan pengelolaan yang akan diambil berdasarkan HS/HCR.
Masing-masing institusi/lembaga pemerintah pusat, pemerintah daerah, NGOs, asosiasi
perikanan dan industri perikanan dapat melakukan pengumpulan data dan/atau
mengintegrasikannya kedalam sistem database dibawah naungan Pemerintah Pusat.
6. Disarankan untuk mempertimbangkan ulang penggunaan standarisasi data CPUE longline
untuk madidihang dimana data tersebut dianggap lebih baik untuk analisis indeks
kelimpahan karena tidak berasosiasi dengan rumpon. Data aktifitas longline saat ini relatif
mampu menyediakan rangkaian kelimpahan madidihang di masa mendatang. Sedangkan
data handline sebagian besar berasosiasi dengan rumpon sehingga tidak dapat digunakan
sebagai indeks kelimpahan untuk madidihang di area tersebut. Diharapkan bisa didapatkan
data longline dari program Observer di WPP 713, 714 dan 715.
7. Diharapkan di masa mendatang data Logbook dapat menyediakan operational catch and
effort data sesuai kebutuhan, terutama untuk fishing days untuk standarisasi CPUE.
8. Merekomendasikan penghentian penambahan ijin baru untuk perikanan madidihang yang
dimanfaatkan oleh perikanan skala industri (kapal di atas 30 GT) hingga HS untuk madidihang
ditetapkan lebih lanjut dengan melalui konsultasi publik dengan seluruh stakeholder di tahun
2019.
9. Merekomendasikan penghentian penambahan ijin baru untuk perikanan cakalang yang
dimanfaatkan oleh perikanan industri (kapal di atas 30 GT) hingga Re-Assessment status tuna
di WCPO ditetapkan lebih lanjut pada tahun 2019.
10. Pengaktifan kembali aplikasi pendaftaran kapal yang menangkap tuna di Perairan Indonesia
(R-VIA) untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan perikanan tuna, cakalang dan tongkol.
11. Melakukan internalisasi HS ke dalam rencana pengelolaan perikanan tuna, cakalang dan
tongkol pada proses revisi Kepmen KP. No. 107/KEPMEN-KP/2015 tentang Rencana
Pengelolaan Perikanan Tuna, Cakalang dan Tongkol untuk tahun 2020-2024.
12. Menyusun mekanisme pertukaran data dari NGO, asosiasi dan industri perikanan yang
kompatibel untuk dimasukkan ke dalam sistem database e-brpl dan koordinasi sistem
pengumpulan data untuk implementasi HS. Disarankan untuk tidak mengubah platform data
base yang digunakan oleh masing-masing NGO, namun mencari database developer untuk
mengintegrasikan sistem masing-masing NGO. Melaksanakan pertemuan terkait data
sebelum 4 Maret 2019.
13. Melakukan reviu pelaksanaan Kepmen No. 04/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan
Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia 714 terkait
dengan perlindungan nelayan kecil pada tahun 2019.
SESI DISKUSI
Pak sabariono memberikan saran “sosialisasi biologi perikanan ke nelayan dan masyarakat serta
sosial ekonomi. Sebelum melakukan/mengambil keputusan alangkah baiknya melakukan
sosialisasi”.
Pak Burhan (Dekan UGR) bertanya bagaimana cara nelayan bisa mengakses informasi baru
maupun terupdate mengenai kesuburan perairan dll
Pak Hari menjawab : ada beberapa cara yaitu secara Manual dan secara Electronik bisa diakses
menggunakan teknologi/internet
PERKEMBANGAN RENCANA KEGIATAN DIKLAT BST
1. Pelatihan BST/SKK peserta yang PENDAFTAR SEKITAR 700 orang
2. Anggaran yang seharusnya untuk pelatihan BST/SKK di Lombok dialihkan ke Kalimantan
Timur (Tarakan) oleh pemilik anggaran (BP2IP Tanggerang).
3. Tujuan dari kepemilikan/pelatihan BST/SKK adalah ibarat SIM bagi nelayan, untuk SKK <35
GT, 60 MIL. GT>35 bukan SKK tetapi ada level yang lebih atas lagi JMPR/MPR, NKP untuk
kapal ikan, jika tidak ada BST/SKK nelayang dianggap tidak layak untuk berlayar. Karena tidak
layak untuk berlayarkan kapal nantinya akan bermasalah.
BST khusus untuk kapal ikan dari BST akan masuk Online tujuannya adalah menerbitkan
BUKU PELAUT. BUKU PELAUT harus dimiliki oleh semua Kru Kapal baik Kapten maupun ABK.
Juhrin bertanya : “apakah diwajibkan semua kru kapal memiliki bst dan buku pelaut, apakah ada
dasar hukumnya?”
Jawaban dari Pak Didik (KSOP Lembar) : kami mengikuti peraturan pemerintah, tentunya kalau kami
mengikuti Kementrian Perhubungan, di Kementrian Perhubungan ada namanya peraturan Lokal,
silahkan Stakeholder membantu memfasilitasi untuk minta keringanan, karena buku Pelaut sudah
ditunda selama 3 tahun untuk memberikan kesempatan Diklat BST sehingga pertengahan 2019
sudah diwajibkan untuk memiliki buku pelaut. Buku pelaut tujuannya untuk melindungi Nelayan itu
sendiri. Buku Pulaut aka nada perjanjian antara ABK dan Capten Kapal namanya Perjanjian Kerja Laut,
dengan adanya perjanjian Kerja Laut, Nelayan dilindungi dan tidak diberlakukan semena-mena oleh
capten kapal.
Pak Herman memberikan Komentar “ikan yang akan ke uni eropa harus bebas dari IUU Fishing,
perbudakan, memperkerjakan di bawah umur, sedangkan nelayan harus memiliki banyak dokument
yang dibutuhkan sebagai syarat eksport ikan. Dan tantangannya adalah : sampai saaat ini belum
dilakukan pelatihan BST/SKK sebagai sim nelayan untuk melaut”.
III. RENCANA AKSI DESEMBER 2018 – MEI 2019
Adapun sesi terakhir dari pertemuan ini yaitu mendiskusikan rencana aksi untuk 6 bulan kedepan yang di pimpin oleh Pak Wildan. Hasil diskusi
tersebut dapat dilihat dari rencana aksi dibawah ini :
SMART SPECIFIC, MEASURABLE, AGREED, REALISTIC, TIME-FRAME
No Kegiatan Indikator keberhasilan PIC Dana Waktu
1 Pengumpulan data hasil tangkapan di lokasi
terpilih, untuk kepentingan IFish dan
Harvest Strategy dan Pendataan perikanan
mini Purse Sein di Tanjung Luar
Laporan analisa hasil pengumpulan
data.
MDPI, TPI Tanjung
Luar, Nelayan, dan
Supplier
MDPI Dec 2018 – Juli
2019
2 Laporan Triwulan kegiatan tetap
dilanjutkan untuk di update ke Anggota
Komite.
Ringkasan laporan kegiatan MDPI MDPI
3 Sosialisasi pengurusan dokumen kapal Awang, maringkik JM, Herman Effendi,
DKP Prov. NTB, DKP
Loteng
DKP Prov. NTB Jan 2019 – Maret
2019
4 Mendukung kelengkapan dokumen menuju
R-VIA.
Syahbandar, PSDI,
MDPI
Dec 2018 – Juli
2019
5 Membuat Jalur Komunikasi antar anggota
komite (WA)
Adanya grup WA KPDP-TCT NTB,
meliputi seluruh anggota.
MDPI - Des 2018 – Dst.
6 Grup diskusi kecil, base Labuhan Lombok. Pertemuan 1 kali sebulan Syahbandar, MDPI,
PSDKP, Nelayan,
Supplier, KUPP Lab.
Lombok, JM, AL,
AIRUD, SAR
Kopi = MDPI
Transport dll
tanggung
sendiri :D
Jan 2019
*Disusun Oleh : 1. Amrollah 2. A. Riza Baroqi (MDPI)
*DOKUMENTASI