jawa,bali ntb

57
TATANAN TEKTONIK PULAU JAWA, BALI, DAN NTB Oleh kelompok I Anggota kelompok : Angga Vertika Diansari 13 09 2077 Bayu Prasetya A 13 08 1872 Mila Apriani 13 08 1883 Puji Ariyanto 13 08 1887 Supartoyo 13 09 2095 AKADEMI METEOROLOGI DAN GEOFISIKA JAKARTA 1

Upload: ricko-kardoso

Post on 31-Jul-2015

314 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jawa,Bali NTB

TATANAN TEKTONIK PULAU JAWA, BALI, DAN NTB

Oleh kelompok I

Anggota kelompok :

Angga Vertika Diansari13 09 2077

Bayu Prasetya A 13 08 1872

Mila Apriani 13 08 1883

Puji Ariyanto 13 08 1887

Supartoyo 13 09 2095

AKADEMI METEOROLOGI DAN GEOFISIKA

JAKARTA

1

Page 2: Jawa,Bali NTB

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya dan tak lupa shalawat serta salam semoga senantiasa

tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini disususn dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Tektonik

Indonesia yang berjudul “Tatanan Tektonik Pulau Jawa, Bali, dan NTB”.

Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tulis makalah ini, terutama

kepada:

1. Bapak Suko Prayitno Aji sebagai Direktur Akademi Meteorologi dan Geofisika,

2. Bapak Suaidi Ahadi dan Bapak Hendro selaku Pembimbing Materi dan Dosen mata kuliah

Tektonik Indonesia,

3. Kedua Orang Tua yang telah memberikan dukungan dan motivasi, dan

4. Teman-teman Geofisika 44 dan 45 yang telah memberikan dukungan dan semangat serta

memberikan segala bentuk informasi.

Kritik dan saran dari para pembaca merupakan sumbangan yang sangat berarti bagi

penulis, demi kesempurnaan makalah ini.

Atas perhatian dan partisipasinya penulis ucapkan terimakasih.

Jakarta, Juli 2011

Tim penulis

2

Page 3: Jawa,Bali NTB

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................ii

I.PENDAHULUAN...................................................................................................1

II. KONDISI TEKTONIK SETTING SECARA UMUM.........................................3

A. SEISMISITAS................................................................................................3

A.1. POTENSI GEMPA BUMI DI JAWA....................................................3

A.2. SEJARAH KEGEMPAAN PULAU JAWA..........................................4

A.3. SEJARAH TEKTONIK PULAU JAWA...............................................6

B. VULKANOLOGI..........................................................................................8

III. PEMBAHASAN..................................................................................................10

A. KEADAAN TEKTONIK JAWA BARAT....................................................13

B. KEADAAN TEKTONIK JAWA TENGAH DAN DIY...............................22

C. KEADAAN TEKTONIK JAWA TIMUR.....................................................30

D. KONDISI TEKTONIK BALI........................................................................33

E. KONDISI TEKTONIK NTB.........................................................................35

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................

3

Page 4: Jawa,Bali NTB

I. PENDAHULUAN

Secara tektonik, pulau Jawa merupakan pulau yang dekat dengan zona

subduksi dimana lempeng Indo-Australia menujam ke bawah Lempeng

Eurasia.Penujaman terjadi mulai dari selatan busur Sunda berupa palung yang

dikenal dengan palung Jawa, sekitar 200 km lepas pantai Jawa dengan kecepatan

gerak lempeng 7 cm pertahun.

Gambar 1.Lokasi sesar yang ada di Jawa dan historis gempa yang pernah terjadi.

Dari gambar 1 di atas, nampak 5 sesar utama yang terletak di Jawa, antara lain :

1. Sesar Lembang

2. Sesar Cimandiri

3. Sesar Baribis

4. Sesar Opak

5. Sesar Porong

Dalam study kasus yang lain, bila kita mengacu pada hasil analisa struktur Pulau Jawa

Madura oleh M. Untung dan Hasegawa (1975), berdasar data gaya berat, tampak bahwa di

daerah Jawa Barat, dijumpai system sistem patahan (sesar) anjak” yang berjejer sangat

rapat, serta seringkali berimbikasi. Arah umum sesar anjak dan lipatan, adalah barat laut

tenggara. Memanjang dari Banyumas,Kadipaten, Subang, Purwakarta terus ke arah barat..

4

Page 5: Jawa,Bali NTB

Sedangkan di daerah Jawa Tengah sampai Jawa Timur, arah umum struktur patahan dan

lipatan, adalah utara-timur laut.Memanjang dariKebumen, Magelang, Ungaran, Kudus.

Bukti lapangan sekarang adalah diketemukannya batuan mélange, yaitu batuan endapan

Palung hasil tumbukan lempeng benua-samudera, di daerah Karangsambung, Kebumen

utara dan di daerah Bayat, Klaten selatan. Di daerah Bantul diperkirakan terdapat graben

bahkan di daerah sebelah timur Malang diperkirakan adanya graben relatif besar. Mengacu

pada bukti lapangan di atas, maka dapat disimpulkan sementara bahwa zona

tunjaman/tubrukan lempeng samudera-samudera jaman pra-Kapur, membentang mulai dari

Kebumen utara, Klatenselatan, menerus ke arah timur laut arah Rembang. Zona tersebut

diperkirakan berada pada kedalaman sekitar 17 km di bawah muka tanah dan melibatkan

batuan dasar (basement rock), (lihat gambar 3: Paleogeografi pulau Jawa, M. Untung, 1982).

Hal ini ternyata sesuai dengan hasil penelitian Koesmadinata dan Pulunggono(1975), yang

menyebutkan bahwa kerangka tektonik cekungan sediment tersier sepenuhnya dikontrol oleh

“basement faulting”, dan tidak selalu “basement faulting” tersebut tampak dipermukaan,

hanya arah-arah perlipatan yang mencerminkan arah “basement faulting” tersebut (lihat

gambar 2).

Gambar 2. Arah lipatan atau basemant fault di daerah Jawa

5

Page 6: Jawa,Bali NTB

Berdasarkan konsep ini, maka dapat disimpulkan bahwa di daerah Jawa Barat patahan

Baribis sesuai letaknya dengan Cirebon-Banyumas Through, dimana secara genetic

merupakan patahan sangat dalam dan mengikutsertakan batuan dasar, bagian barat daya

relative naik terhadap bagian timur lautnya. Diperkirakan patahan ini menerus ke pulau

Sumatera, nantinya berkembang menjadi patahan Semangko yang membelah pula Sumatera

menjadi bagian barat dan timur.

II. KONDISI TEKTONIK SETTING SECARA UMUM

A. SEISMISITAS

A.1. POTENSI GEMPABUMI DI JAWA

Potensi gempabumi dan tsunami untuk wilayah Pulau Jawa belum banyak diketahui.

Berdasarkan pemetaan regional di daratan Jawa terdapat banyak sesar-sesar aktif yang

berpotensi menghasilkan gempa merusak[Natawidjaja, 2006]. Sesar aktif yang sudah cukup

dikenal adalah Sesar Cimandiri – Lembang dan Sesar Baribis, meskipun demikian tidak

banyak mendapat perhatian serius dan belum dipelajari dan dipetakan secara detil seperti

halnya Sesar Sumatra. Sesar aktif lainnya, diantaranya adalah Sesar naik di wilayah

Semarang – Brebes dan Sesar di sebelah Timur Gunung Muria dimana akan dibangun

reaktor nuklir pembangkit listrik. Kemudian, semburan lumpur di Porong yang banyak

memakan korban lokasinya terjadi di ujung timur jalur lipatan Kendeng yang aktif pada

zaman Kuarter dan mungkin masih aktif sampai sekarang.

Gempa Bantul pada bulan Mei 2006 (Mw 6.2) yang memakan korban ~5000 jiwa terjadi di

sesar aktif Opak [Natawidjaja, 2007]. Sebelumnya, pernah terjadi gempa di lokasi sama

pada tahun 1867 yang memkan korban lebih dari 500 jiwa dan memporakporanda-kan

wilayah Jogyakarta pada waktu itu. Catatan sejarah menunjukan bahwa penguasa dan

masyaakat pada waktu itu tidak memahami bahwa bencana serupa pasti akan terjadi lagi di

masa datang karena proses gempa bumi adalah siklus alam. Sekarang kita harus bertindak

agar bencana yang terjadi karena ketidak tahuan dan kelalaian manusia ini tidak terjadi lagi

di masa datang. Gempa dan tsunami Pangandaran yang tejadi pada bulan Juli 2006

(Mw7.7),hanya dua bulan setelah gempa di Bantul, sumbernya adalah pelepasan energi

regangan pada megathrust di zona subduksi Jawa (Gambar.4). Gempa yang disertai tsunami

serupa juga pernah terjadi di wilayah Pancer, Jawa Timur tahun 1994 (Mw7.6). Secara

umum, dapat dikatakan bahwa segmen zona subduksi Jawa yang belum melepaskan

6

Page 7: Jawa,Bali NTB

akumulasi regangan tektonik merupakan sumber gempa dan tsunami yang potensial di masa

datang, yakni merupakan zona seismic gap dan mungkin zona subduksi yang terkunci

(locked zone). Diperlukan studi geologi, GPS, dan seismik lebih lajut untuk mengetahui

potensi gempa dan tsunami do Selatan Jawa ini secara lebih akurat.

A.2. SEJARAH KEGEMPAAN DI SEKITAR PANTAI PULAU JAWA

Bila melihat sejarah, menurut Dani Hilman (Geotek LIPI), zona subduksi Jawa memiliki

potensi magnitude kegempaan lebih rendah dibandingkan dengan zona subduksi Sumatera

yang rata-rata di atas 8 skala Richter (SR). Sedangkan waktu terjadinya gempa pun di Jawa

7

Gambar 4. Peta Aktif Tektonik di Jawa

Gambar 5. Peta Seismisitas Pulau Jawa

Page 8: Jawa,Bali NTB

lebih kecil dibandingkan Sumatera.”Selain itu lempeng Jawa pun sudah tua, berusia di atas

150 juta tahun. Gerakan tektoniknya pun berat sehingga tidak terlalu menekan ke arah Pulau

Jawa.

Pada 20 Oktober 1859 terjadi gempa di Pacitan dengan perkiraan di atas 7 SR. Sedangkan

10 Juni 1867 terjadi gempa di Yogyakarta yang menewaskan 500 orang lebih. Pusat gempa

diperkirakan sama dengan gempa yang terjadi di Yogyakarta, Mei 2006 lalu, namun

magnitude pada 1867 lebih besar dengan perkiraan 8 SR dibandingkan pada 2006 yang

hanya 6,3 SR. Sementara itu pada 11 September 1921 terjadi gempa yang pusatnya

berdekatan dengan pusat gempa di Pangandaran pada bulan juli 2006.

Menurut Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Dr Heri Harjono, sejarah kegempaan

yang menimbulkan tsunami di Selatan Jawa tidak “terekam” secara alami, seperti halnya di

pantai barat Sumatera. Periode naik dan turunnya permukaan pesisir pantai barat Sumatera

dalam periode ratusan tahun terekam pada terumbu karang yang hidup disana. Ketika gempa

akibat sesar naik maka pesisir pantai akan naik, yang menyebabkan terumbu karang yang

naik ke permukaan akan mati. Namun ketika pesisir itu tenggelam karena proses geologis

turun, maka terumbu karang tersebut akan tumbuh kembali. Dengan mengetahui sejarah

terjadinya gempa besar yang disertai tsunami berdasarkan catatan itu, penduduk paling tidak

dapat mengantisipasi periode pengulangan, dan berwaspada pada bahaya itu.

Sedangkan di pesisir selatan Jawa tidak ditemukan koloni terumbu karang. Di sekitar daerah

ini memiliki topografi yang berbeda, tidak ditemukan jajaran kepulauan dan perairan yang

dangkal diantaranya. Padahal perairan dangkal memungkinkan tumbuhnya terumbu karang.

Sejarah kegempaan dan tsunami di Jawa pernah dilaporkan Fisher, peneliti dari Belanda

pada tahun 1920an. Laporannya antara lain menyebutkan daerah Pacitan pernah dilanda

tsunami.

Dengan melihat fakta informasi yang minim mengenai kegempaan dan tsunami yang terjadi

disekitar pantai selatan Jawa, maka wajar saja apabila kita tidak dapat menduga dengan baik

potensi gempa yang diiringi tsunami di daerah ini, dan bahkan muncul kontradiksi yang

menyatakan pantai selatan Jawa aman dari tsunami, atau adanya pernyataan yang

mengungkapkan kecilnya peluang untuk terjadi gempa yang diiringi tsunami di daerah ini.

8

Page 9: Jawa,Bali NTB

Untuk mendapatkan jawaban yang lebih pasti, maka sudah seharusnya penelitian yang lebih

intensif dilakukan di sekitar pantai selatan Jawa, untuk melihat karakteristik potensi

kegempaan dan tsunami di daerah ini.  Salah satu kajian yang menarik setelah terjadinya

gempa pangandaran 17 juli 2006 yaitu dengan melakukan penelitian mekanisme gempa

yang terjadi di tahun 2006 tersebut dengan menerapkan berbagai metode dan teknologi yang

ada.

A.3. SEJARAH TEKTONIK PULAU JAWA

Pulau Jawa belum terbentuk, tidak pernah menemukan batuan yg berumur lebih tua dari

50juta tahun lalu, artinya Pulau Jawa pada waktu itu belum ada

Pulau Sulawesi masih hanya lengan bawahnya yang

terlihat di peta ini.Berati Pulau Sulawesi pada waktu itu

masih berbentuk huruf “i” belum membentuk huruf “k”

seperti sekarang ini. Indonesia 70 juta tahun yang

lalu.garis-garis itu adalah patahan-patahan atau sesar-

sesar yg terbentuk pada kala itu.Pulau Sumatra di

cacah-cacah patahan yang berarah utara selatan.Jadi,

menurut penelitian ini patahan di Pulau Sumatra

terbentuk lebih tua dari Jawa.

Menurut para ahli bumi, batuan dasar (atau

dikenal dengan nama Basement) di Pulau Jawa

terbentuk antara tahun 70-35 juta tahun lalu. Batuan ini

tersusun oleh batuan malihan (matamorfik), serta batuan

beku.

Jawa Barat usia batuan dasarnya lebih tua dari

Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mengapa ? Karena

basement (batuan dasar) di Jawa Timur tebentuk

pada tahap-tahap akhir setelah ditubruk lempeng

Australia dan membentuk basement di Jawa

9

Page 10: Jawa,Bali NTB

Pada waktu ini, Jawa Tengah dan Jawa Timur berupa lautan.

Selatan Pulau Jawa banyak dijumpai gunung gamping maka ahli kebumian ini tahu

bahwa pegunungan selatan Jawa, termasuk Batugamping di Wonosari itu, dahulunya adalah

lautan.

Pada 5 juta tahun yang lalu, Jawa dan Bali sudah

terbentuk seperti keadaan saat ini.

B. VULKANOLOGI

10

Page 11: Jawa,Bali NTB

Gambar 6. Jalur Gunung Api di Indonesia

Berdasarkan peta jalur vulkanik Indonesia di atas, terlihat bahwa Pulau Jawa mendominasi

keberadaan gunung aktif di Indonesia.

Dari puluhan gunung api yang ada di Jawa dan Bali, gunung-gunung yang masih tetap

menunjukkan aktivitasnya sampai sekarang antara lain :

1. Gunung Agung adalah gunung tertinggi di pulau Bali dengan ketinggian 3.142 mdpl.

Gunung ini terletak di kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem - Bali.

Ketinggian 3.031 meter (9.944 kaki) Garis Lintang 8° 342′ LS Garis Bujur 115° 508′

BT LokasiBali, IndonesiaJenisstratovolcanoLetusan terakhir1964

2. Gunung Argapura mempunyai ketinggian setinggi 3.088 meter. Gunung ini sering juga

disebut dengan Argopuro. Gunung Argapura merupakan bekas gunung berapi yang

sudah tidak aktif lagi. Gunung ini termasuk bagian dari pegunungan Iyang yang terletak

di kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Berada pada posisi di antara Gunung Semeru

dan Gunung Raung. Ada beberapa puncak yang dimiliki oleh gunung ini. Puncak yang

terkenal bernama Puncak Rengganis/gunung Welirang(topografichen Dienst 1928).

Sedangkan puncak tertingginya berada pada jarak ± 200 m di arah selatan puncak

Rengganis. Puncak tertinggi ini bernama Argapoera dan ditandai dengan sebuah tugu

ketinggian (triangulasi).

11

Page 12: Jawa,Bali NTB

3. Gunung Arjuno (atau Gunung Arjuna, dalam nama kuna) terletak di Malang, Jawa

Timur, bertipe Strato dengan ketinggian 3.339 m dpl. Gunung Arjuno bersebelahan

dengan Gunung Welirang. Puncak Gunung Arjuno terletak pada satu punggungan yang

sama dengan puncak gunung Welirang. Ketinggian 3.339 m (10.955 ft) (Arjuno) 3156

m (Welirang) Ketinggian topografi 2.812 m (9.226 ft)Jenis stratovolcano Letusan

terakhir 1952

4. Gunung Bromo mempunyai ketinggian 2.392 meter di atas permukaan laut itu berada

dalam empat wilayah, yakni Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan

Kabupaten Malang. Bentuk tubuh Gunung Bromo bertautan antara lembah dan ngarai

dengan kaldera atau lautan pasir seluas sekitar 10 kilometer persegi.

5. Gunung Kelud (sering disalahtuliskan menjadi Kelut yang berarti "sapu" dalam bahasa

Jawa; dalam bahasa Belanda disebut Klut, Cloot, Kloet, atau Kloete) adalah sebuah

gunung berapi di Provinsi Jawa Timur, Indonesia, yang masih aktif. Gunung ini berada

di perbatasan antara Kabupaten Kediri dan Kabupaten Blitar, kira-kira 27 km sebelah

timur pusat Kota Kediri. Ketinggian 1,731 m (5.679 kaki) Lokasi Jawa Timur,

Indonesia. Koordinat7°55′48″S 112°18′29″E / 7.93°LS

112.308°BT Koordinat Stratovolcano Busur /sabuk vulkanik Cincin Api Pasifik Letusan

terakhir 2007

II. PEMBAHASAN

A. KEADAAN TEKTONIK JAWA BARAT

A.1. Sejarah Sedimentasi Jawa Barat

12

Page 13: Jawa,Bali NTB

Menurut Van Bemmelen (1970) secara garis besar daerah Jawa Barat dan sekitarnya menurut

struktur geologinya dapat dibagi atas empat bagian, yaitu:

a. Coastal Plain of Batavia

Merupakan dataran rendah Jakarta yang mempunyai lebar sekitar 40 km dan memanjang

dari Serang dan Rangkasbitung di banten sampai ke Cirebon. Sebagian besar terdiri dari

endapan aluvial dan sungai dan lahar gunung api pedalaman. Kadang – kadang nampak

marine sediment tertier (endapan laut pada masa Tersier).

b. Bogor Zone

Terletak di bagian selatan Coastal Plain of Batavia yang terdiri dari jalur bukit dan

pegunungan yang lebarnya sekitar 40 km dan memanjang dari Jasinga dekat perbatasan

Banten terus ke Sungai Pemali dan Bumiayu (Jawa Tengah). Daerah ini merupakan

anticlinorium dari pelipatan lapisan neogen dengan banyak intrusi vulkanik. Di sebelah

timur banyak gunung api muda.

c. Bandung Zone

Merupakan jalur longitudinal dari depresi dengan lebar 20 – 40 km dan memanjang dari

Pelabuhan ratu melalui lembah cimandiri (Sukabumi), Cianjur, Bandung, Garut, Lembah

Citanduy (Tasikmalaya) dan berakhir di Sesar Arakan. Menurut bentuknya merupakan

bagian atas dari Geantiklinal Jawa Api terjadi patahan pada masa akhir Tersier. Sebagian

besar dari Bandung Zone terdiri dari endapan vulkanik muda dan endapan aluvial serta

diselingi bukit batuan Tersier.

d. Daerah pegunungan

Merupakan pegunungan di sebelah selatan Jawa Barat yang memanjang dari Pelabuhan

Ratu sampai Nusakambangan di sebelah selatan Cilacap dengan lebar sekitar 50 km.

Daerah ini dapat dibagi tiga bagian :

Daerah Jampang di sebelah barat yang ketinggian rata – rata 1000 meter dengan volcanic

neck Gunung Malang (1305 m).

Daerah Pangalengan di tengah dengan gunung tertinggi adalah Gunung Kencana (2182

m).

Daerah Karang Nunggal di sebelah timur dengan ketinggian rata – rata 1000 m dan

gunung tertinggi hanya Gunung Bongkok.

13

Page 14: Jawa,Bali NTB

Cekungan Bogor merupakan penamaan bagi suatu mandala sedimentasi yang melampar dari

utara ke selatan di daerah Jawa Barat, posisi tektonik dari Cekungan Bogor  ini sendiri dari

zaman Tersier hingga Kuarter terus mengalami perubahan (Martodjojo,1984). Batuan tertua

pada Mandala Cekungan Bogor berumur Eosen Awal yaitu Formasi Ciletuh (Gambar1). Di

bawah formasi ini diendapkan kompleks Mélange Ciletuh yang merupakan olisostrom.

Formasi ini terdiri dari lempung, pasir dengan sisipan breksi, diendapkan dalam kondisi laut

dalam, berupa endapan lereng palung bawah (Martodjojo, 1984 dalam Argapadmi, 2009).

Pada Kala Oligo-Miosen diendapkan Formasi Bayah yang dicirikan dengan lingkungan

berupa sungai teranyam dan kelok lemah. Formasi ini merupakan perselingan pasir

konglomeratan dan lempung dengan sisipan batubara (Martodjojo, 1984 dalam Argapadmi,

2009). Lalu di atasnya diendapkan secara tidak selaras Formasi Batu Asih dan Formasi

Rajamandala yang merupakan endapan laut dangkal. Formasi Batuasih terdiri dari lempung

laut dengan sisipan pasir gampingan sedangkan Formasi Rajamandala merupakan endapan

khas tepi selatan Cekungan Bogor yang terdiri dari batugamping. Kedudukan Cekungan

Bogor pada kala ini tidak dapat diidentifikasikan dengan jelas. Hadirnya komponen kuarsa

yang dominan pada Formasi Bayah memberikan indikasi bahwa sumber sedimentasi pada

kala tersebut berasal dari daerah yang bersifat granitis, kemungkinan besar berasal dari

Daratan Sunda yang berada di utara

Pada Kala Miosen Awal berlangsung aktivitas gunung api dengan batuan bersifat basalt

sampai andesit yang berasal dari selatan dan terendapkan dalam Cekungan Bogor yang

pada kala ini merupakan cekungan belakang busur Cepatnya penyebaran dan pengendapan

rombakan deratan gunung api ini telah mematikan pertumbuhan terumbu Formasi

Rajamandala sehingga endapan volkanik yang dikenal dengan nama Formasi Jampang dan

Formasi Citarum mulai diendapkan pada lingkungan marin. Formasi Jampang yang berciri

lebih kasar daripada Formasi Citarum diendapkan di bagin dalam dari sistem kipas laut

sedangkan Formasi Citarum diendapkan di bagian luar dari sistem kipas laut.

Pada Kala Miosen Tengah status Cekungan Bogor masih merupakan cekungan belakang

busur dengan diendapkannya Formasi Saguling pada lingkungan laut dalam dengan

mekanisme arus gravitasi. Ciri umum dari formasi ini memiliki banyak sisipan breksi atau

breksi konglomeratan. Formasi Cimandiri yang juga berumur Miosen Tengah menutupi

Formasi Jampang. Formasi ini terdiri dari lempung gamping yang konglomeratan yang

dikenal sebagai Nyalindung Beds, tetapi peneliti yang lainnya (Effendi et al, 1998 dalam

14

Page 15: Jawa,Bali NTB

Argapadmi, 2009) menamakan Formasi Cimandiri di beberapa daerah sebagai Formasi

Nyalindung yang terdiri atas batupasir glaukonit gampingan hijau, batulempung, napal

pasiran, konglomerat, breksi, dan batugamping. Formasi Bojonglopang yang memiliki

hubungan menjemari dengan Formasi Cimandiri juga diendapkan pada Miosen Tengah.

Peneliti yang lain (Duyfjes, 1939 dalam Martodjojo, 1984 dalam Argapadmi, 2009)

menamakan formasi ini sebagai Anggota Bojonglopang Formasi Cimandiri. Karakteristik

utama dari formasi ini adalah litologi batugampingnya.

Pada kala akhir Miosen Tengah mulai diendapkan Formasi Bantargadung yang dicirikan

oleh endapan turbidit halus aktivitas kipas laut dalam yang terdiri dari perselingan batupasir

greywacke dan lempung. Cekungan Bogor pada kala ini sudah semakin sempit menjadi

suatu cekungan memanjang yang mendekati bentuk fisiografi zona Bogor (van Bemmelen,

1949). Pada daerah ini penurunan merupakan gerak tektonik yang dominant.

Pada Kala Miosen Akhir, Cekungan Bogor masih merupakan cekungan belakang busur

dengan diendapkannya Formasi Cigadung dan Formasi Cantayan yang diendapkan pada

lingkungan laut dalam dengan mekanisme arus gravitasi. Formasi Subang diendapkan di

bagian utara menunjukan lingkungan pengendapan paparan (Kurniawan, 2008). Pada Kala

Pliosen, Cekungan Bogor sebagian sudah merupakan daratan yang ditempati oleh puncak-

puncak gunungapi yang merupakan jalur magmatis. Sebenarnya pendangkalan Cekungan

Bogor ini dimulai dari selatan pada umur Miosen Tengah dan berakhir di sebelah utara

pada umur Plistosen. Formasi Kaliwangu diendapkan di atas Formasi Subang pada Pliosen

Awal dan menunjukan lingkungan pengendapan transisi. Daerah pegunungan selatan

bagian selatan mengalami penurunan dan genang laut yang menghasilkan Formasi Bentang

sedangkan di bagian utara terjadi aktivitas gunung api yang menghasilkan Formasi Beser.

Pada Kala Plistosen sampai Resen, geologi Pulau Jawa sama dengan sekarang. Aktivitas

gunungapi yang besar terjadi pada permulaan Plistosen yang menghasilkan Formasi

Tambakan dan Endapan Gunungapi Muda, sekaligus pusat gunung api dari selatan

berpindah ke tengah Pulau Jawa yang merupakan gejala umum yang terjadi di seluruh

gugusan gunung api sirkum pasifik (Karig dan Sharman, 1955 dalam Martodjojo, 2003

dalam Santana, 2007).

Sejarah Pembentukan Strukur Jawa Barat

15

Page 16: Jawa,Bali NTB

Berdasarkan hasil studi pola struktur di Pulau Jawa, Pulonggono dan Martodjojo (1994)

menyimpulkan bahwa selama Paleogen dan Neogen telah terjadi perubahan tatanan tektonik

di Pulau Jawa. Pola Meratus dihasilkan oleh tektonik kompresi berumur 80-52 juta tahun

yang lalulu yang diduga merupakan arah awal penunjaman lempeng Samudra Indo-Australia

ke bawah Paparan Sunda. Arah ini berkembang di Jawa Barat dan memanjang hingga Jawa

Timur pada rentang waktu Eosen-Oligosen Akhir. Di Jawa Barat, Pola Meratus diwakili

oleh Sesar Cimandiri yang kemudian tampak dominan di lepas pantai utara Jawa Timur.

Sesar ini juga berkembang di bagian selatan Jawa.

Pola Sunda (utara-selatan) dihasilkan oleh tektonik regangan. Fasa regangan ini disebabkan

oleh penurunan kecepatan yang diakibatkan oleh tumbukan Benua India dan Eurasia yang

menimbulkan rollback berumur Eosen-Oligosen Akhir (Gambar 2). Pola ini umumnya

terdapat di bagian barat wilayah Jawa Barat dan lepas pantai utara Jawa Barat.

Penunjaman di selatan Jawa yang menerus ke Sumatera menimbulkan tektonik kompresi

yang menghasilkan Pola Jawa. Di Jawa Tengah hampir semua sesar di jalur Serayu Utara

dan Selatan mempunyai arah yang sama, yaitu barat-timur. Pola Jawa ini menerus sampai

ke Pulau Madura dan di utara Pulau Lombok. Pada Kala Miosen Awal-Pliosen, Cekungan

Bogor yang Kala Eosen Tengah-Oligosen merupakan cekungan depan busur magmatik,

berubah statusnya menjadi cekungan belakang busur magmatik sehingga terbentuk sesar-

sesar anjakan dan lipatan.

A.2. KEADAAN TEKTONIK JAWA BARAT

Secara umum Jawa Barat terbagi menjadi :

1. Northen basinal area, relative stabil, bagian dari continent sundaland dengan N-S

trending rift basin offshore dan onshore.

2. Bogor trough (cekungan bogor). E-W antiklin terbentuk akibat struktur compresi ke

utara.

3. Modern volcanic. Sebagai akibat subduksi lempeng Samudera hindia dengan

continent sundaland (Gede, pangrango, salak, halimun).

16

Page 17: Jawa,Bali NTB

4. Southern slope regional uplift. Struktur relative compleks, N-S fault, E-W thrust fault

dan antiklin.

5. Banten Blok terdiri dari seribu carbonate platform di utara, rangkas-bitung sub basin,

dan bayah high di selatan.

( Gambar 7. Penampakan Sesar di Jawa Barat)

(Gambar 8. Peta Geologi

Jawa Barat)

A.3. SEISMOTEKTONIK

REGIONAL

Jawa Barat terletak

dikenal sebagai bagian

dari Jalur Penunjaman

17

Page 18: Jawa,Bali NTB

Busur Sunda (Sunda Arc Subduction Zone) dengan sistem penunjaman Lempeng Eurasia-

Indo Australia dibagian selatan dan jalur sesar aktif busur kepulauan di daratan yang

berasosiasi satu sama lain sehingga menjadi satu sistem sesar besar Jawa Barat yang terdiri

dari Zona Sesar Sukabumi- Padalarang (atau lebih dikenal dengan Sesar Cimandiri, yang

merupakan kompleks sesar dengan jalur utama merupakan sesar naik dan sesar geser jurus

mengiri) yang berarah baratdaya-timurlaut, Zona Sesar Cilacap-Kuningan (atau lebih

dikenal dengan Sesar Baribis yang merupakan sesar geser jurus menganan) yang berarah

tenggara-baratlaut, dan Sesar Normal Pegunungan Selatan yang berarah barat-timur dan

merupakan sesar turun (Katili dan Sudradjat, 1984).

(Gambar 9. Lokasi Patahan di Jawa Barat)

Secara keilmuan lempeng samudera dari selatan yang berukuran raksasa itu berjalan antara

6-7 cm per tahun ke arah utara. Salah satu akibatnya adalah terjadinya patahan/sesar yang

memanjang antara Palabuanratu hingga ke utara Padalarang, antara Cilacap hingga

Kuningan, dan terus ke arah baratlaut. Selain patahan yang besar-besar, banyak lagi patahan-

patahan yang menjurus ke utara di pantai selatan Jawa Barat ini, sepeperti dari

Pameungpeuk, Sindangbarang, Cipatujah, Pangandaran, atau patahan di utara Bandung,

yang sangat terkenal dengan nama Patahan Lembang.

A.3. SESAR DI JAWA BARAT

Wilayah Jawa Barat rawan terjadi gempa bumi karena di sebelah selatan Pulau Jawa

terdapat zona subduksi (penunjaman), yaitu pertemuan antara lempeng Eurasia yang berada

di sebelah utara dengan lempeng Indo-Australia yang berada di sebelah selatan. Jawa Barat

merupakan salah satu wilayah yang berada di sekitar zona subduksi tersebut. Selain itu,

wilayah Jawa Barat juga terdapat zona patahan (sesar geser) di bawah permukaannya. Hal

ini berarti wilayah Jawa Barat merupakan wilayah yang cukup kompleks karena terdapat

18

Page 19: Jawa,Bali NTB

zona subduksi (interplate) dan zona sesar geser (intraplate) yang menjadi cikal bakal

terjadinya gempa bumi

Zona-zona sesar ini terbentuk akibat proses geologi yang telah berlangsung selama berjuta-

juta tahun karena pengaruh aktifitas tumbukan lempeng Indo-Australia dengan lempeng

Eurasia yang beralangsung sejak Zaman Kapur hingga sekarang. Wilayah ini menghasilkan

berbagai jenis batuan mulai dari batuan sedimen, batuan beku (ekstrusif dan intrusif) dan

batuan metamorfik dengan umur yang beragam. Akibat proses tektonik yang terus

berlangsung hingga saat ini, seluruh batuan tersebut telah mengalami pengangkatan,

pelipatan dan pensesaran. Paleografi Jawa Barat (M. Untung, 1982)

Melalui citra satelit (Landsat) daerah Jawa Barat, diketahui adanya banyak kelurusan

bentang alam yang diduga merupakan hasil proses pensesaran. Jalur sesar tersebut umumnya

berarah barat-timur, utara-selatan, timurlaut-baratdaya dan baratlaut-tenggara. Struktur sesar

dengan arah barat-timur umumnya berjenis sesar naik, sedangkan struktur sesar dengan arah

lainnya berupa sesar mendatar. Sesar normal umum terjadi dengan arah bervariasi. Dari

sekian banyak struktur sesar yang berkembang di Jawa Barat, ada tiga struktur regional yang

memegang peranan penting, yaitu Sesar Cimandiri, Sesar Baribis dan Sesar Lembang.

Ketiga sesar tersebut untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh van Bemmelen (1949) dan

diduga ketiganya masih aktif hingga sekarang.

Ketiga sesar tersebut adalah :

(1) Sesar Cimandiri merupakan sesar paling tua, membentang mulai dari Teluk

Pelabuhanratu menerus ke timur melalui Lembah Cimandiri, Cipatat-Rajamandala, Gunung

Tanggubanprahu-Burangrang dan diduga menerus ke timur laut menuju Subang.

(2) Sesar Baribis yang letaknya di bagian utara Jawa merupakan sesar naik dengan arah

relatif barat-timur, membentang mulai dari Purwakarta hingga ke daerah Baribis di

Kadipaten-Majalengka.

(3) Sesar Lembang yang letaknya di utara Bandung, membentang sepanjang kurang lebih

30 km dengan arah barat-timur. Sesar ini berjenis sesar normal (sesar turun) dimana blok

19

Page 20: Jawa,Bali NTB

bagian utara relatif turun membentuk morfologi dataran (dataran Lembang).

Gambar 10. Peta Distribusi Sesar/Seismotektonik Jawa Barat (E.K. Kertapati et al., 1998)

Setelah memahami distribusi sesar di wilayah Jawa Barat maka kita dapat mengetahui secara

umum sumber terjadinya gempa bumi akibat sesar (intraplate), tentunya di sekitar wilayah-

wilayah sesar tersebut. Selanjutnya bila terjadi gempa bumi maka biasanya yang perlu

diketahui adalah posisi hiposenter (fokus gempa/pusat gempa), episenter (proyeksi vertikal

hiposenter hingga ke permukaan), serta parameter lainnya seperti waktu (detik), jarak (km),

kedalaman (km), magnitudo (kekuatan gempa), dan intensitas (skala relatif sesuai

kenampakan visual). Dimana parameter-parameter ini secara tidak langsung dapat

direpresentasikan melalui hasil rekaman seismogram. Hingga tahun 2003, biasanya

seismogram yang sering digunakan berasal dari 3 stasiun gempa yaitu Ciparay, Soreang, dan

Lembang. Melalui seismogram inilah, getaran-getaran gempa baik intraplate maupun

interplate direkam dari waktu ke waktu

Kemudian dari data-data yang diperoleh melalui hasil rekaman tersebut maka dapat

dilakukan estimasi lebih lanjut, seperti studi pemetaan risiko gempa bumi atau Seismic

Zoning berdasarkan distribusi percepatan gerakan tanah (Peak Ground Accelaration).

Percepatan gerakan tanah merupakan percepatan gelombang gempa yang sampai di

permukaan bumi. Estimasi PGA ini sangat bergantung pada magnitudo, banyak sekali

metode yang dapat digunakan. Metode yang biasa dipakai adalah metode Murphy –

O’Brien, metode Gutenberg – Richter, dan metode Kanai.

20

Page 21: Jawa,Bali NTB

(Gambar 11. Peta Kontur Percepatan Tanah daerah Jawa Barat)

Hasil estimasi PGA ini berguna untuk merepresentasikan distribusi tingkat risiko gempa

bumi. Nilai distribusinya dapat di buat ke dalam bentuk peta. Biasanya nilai PGA (Peak

Ground Acceleration) maksimum terjadi akibat pengaruh sesar. Berdasarkan distribusi sesar-

sesar di wilayah Jawa Barat, maka PGA (Peak Ground Acceleration) tinggi berada di bagian

21

(Gambar 12. Sejarah Kegempaan daerah Jawa Barat)

Page 22: Jawa,Bali NTB

timur dan semakin mengecil ke arah utara. Semakin besar PGA yang terjadi di suatu tempat

maka risiko bahayanya semakin besar.

A.2.1. SESAR LEMBANG

Jika kita amati dari puncak Gunung Batu tersebut, akan terlihat 2 blok tanah, yang satu

seakan habis naik menjulang ke atas, yang satu lagi jadi lebih rendah. Bidang kontak antara

2 blok tersebut disebut sesar. Karena letaknya di daerah lembang, maka disebut sesar

lembang.

Dalam istilah geologi, sesar tersebut termasuk fault scrap (sesar gawir/tebing), dimana blok

yang menjulang ke atas disebut hanging wall (atap sesar) dan blok yang lebih rendah disebut

foot wall (alas sesar). Sesar tersebut membentang sepanjang 22 km dari timur ke barat.

Menurut Dr. Irwan Meilano, Penelitian GPS dan paleoseismologi menunjukkan, sesar

Lembang menghasilkan lebih kurang 10 meter pergeseran sesar normal dalam 25 ka

terakhir. Pergeseran yang terjadi berupa sesar menganan atau right lateral-dextral.

Selanjutnya, penelitian juga menunjukkan bahwa daerah cekungan Bandung memiliki

kondisi tanah bervariasi yang berpengaruh besar terhadap gempa.

Menurut Brian Atwater, paleoseismolog dari United States Geological Survey (USGS),

ancaman bencana Patahan Lembang termasuk kategori kelas dunia karena patahan itu berada

di dekat kawasan kota yang sangat padat. Hal yang jarang terjadi di dunia.

22

Page 23: Jawa,Bali NTB

Di lokasi terlihat, di sekitar patahan itu telah berdiri banyak perumahan dan vila mewah.

Kawasan Observatorium Bosscha yang menjadi warisan astronomi dunia juga dilintasi

patahan ini.

Beberapa bangunan yang tepat berada di atas sesar Lembang antara lain adalah

Observatorium Bosscha, Sesko AU, Sespim Polri, Detasemen Kavaleri TNI-AD, dan

Restoran The Peak.

A.2.2. SESAR CIMANDIRI DAN BARIBIS

Sesar Cimandiri adalah sesar aktif yang terdapat di Sukabumi Selatan. Sesar yang

memanjang Barat-Timur ini belum sepenuhnya diketahui karakternya seperti halnya Sesar

Sumatera.  Dari penelitian di lapangan yang dilakukan oleh Geotek LIPI disimpulkan bahwa

Sesar Cimandiri dapat dibagi menjadi 5 segmen mulai dari Pelabuhan Ratu sampai

Gandasoli. Kelima segmen sesar Cimandiri tersebut adalah segmen sesar Cimandiri

Pelabuhan Ratu – Citarik, Citarik – Cadasmalang, Ciceureum – Cirampo, Cirampo –

Pangleseran dan Pangleseran – Gandasoli. Sesar ini dipotong oleh beberapa sesar lain yang

cukup besar seperti sesar Citarik, sesar Cicareuh dan sesar Cicatih.

Sementara itu penelitian oleh ITB dengan menggunakan citra Landsat dan SPOT melihat

kelurusan Sesar Cimandiri dari Pelabuhan Ratu mengikuti aliran sungai Cimandiri dan

menerus ke timur laut sampai ke Lembang. Sesar Cimandiri sulit di jumpai tanda-tandanya

dengan jelas di lapangan, dan diperkirakan sifat gerakannya berbeda-beda dari satu tempat

ke tempat lain. 

POTENSI KEGEMPAAN DI DAERAH SESAR CIMANDIRI

Potensi kegempaan di daerah sesar Cimandiri tergolong cukup besar, dengan melihat

catatan-catatan gempa seperti  gempa yang terjadi di Pelabuhan Ratu (1900), gempa bumi

Cibadak (1973), gempa bumi Gandasoli (1982), gempa bumi Padalarang (1910), gempa

bumi Tanjungsari (1972) dan gempa bumi Conggeang (1948) dan Kab Sukabumi (2001),

pusat gempa bumi yang merusak ini terletak pada Lajur sesar aktif Cimandiri. 

23

Page 24: Jawa,Bali NTB

Baru baru ini (di tahun 2006) telah terjadi kembali beberapa gempa dengan kekuatan sedang

di sekitar sesar Cimandiri.  Catatan-catatan kegempaan di daerah sesar Cimandiri tersebut

memberikan fakta pasti bahwa potensi kegempaan di daerah cukup besar, yang berarti

potensi bencana di daerah ini akan sama besarnya pula.  Untuk itu upaya pemantauan

potensi dan mitigasi bencana di sekitar sesar Cimandiri patut dilaksanakan dengan sebaik

mungkin. Kehilangan satu nyawa saja akibat gempa sebetulnya sudah dapat dikatakan

bencana.  Meski sangatlah sulit untuk menghindari diri dari bencana, namun setidaknya

mereduksi dampak bencana merupakan harapan yang harus dicapai, diantaranya dengan

melaksanakan program pemantauan potensi/aktivitas sesar serta mitigasi bencana. 

UPAYA PEMANTAUAN POTENSI, PEMANTAUAN AKTIVITAS SESAR, SERTA MITIGASI

Dengan adanya fakta aktivitas sesar memicu terjadinya gempa bumi, kemudian

gempa memberikan efek negatif bencana, maka langkah pemantauan potensi dan usaha

mitigasi bencana jelas penting sekali untuk dilakukan, sehingga diharapkan efek negatif

yang dapat ditinggalkan oleh bencana tersebut dapat direduksi.  Salah satu upaya yang dapat

dilakukan dalam rangka pemantauan potensi dan mitigasi bencana alam gempa bumi yaitu

melalui penelitian serta analisis aktivitas sesar berupa analisis mekanisme siklus dan tahapan

aktivitas sesar yang berujung pada gempa bumi (disingkat menjadi siklus gempa bumi). 

Siklus gempa bumi (earthquake cycle) didefinisikan sebagai perulangan gempa. Satu siklus

dari gempa bumi ini biasanya berlangsung dalam kurun waktu puluhan sampai ratusan

tahun.  Dalam satu siklus gempa bumi terdapat beberapa mekanisme tahapan terjadinya

gempa bumi, diantaranya yaitu tahapan interseismic, pre-seismic, co-seismic, dan post-

seismic  [Mori (2004), Vigny (2004), Ando (2005), Natawidjaja (2004)]

 Bentuk analisis siklus gempa bumi dilakukan dengan cara meneliti dokumen sejarah

kejadian gempa bumi, dan penelitian-penelitian geologi, geofisika seperti stratigrafi batuan,

terumbu karang (coral microattols), paleo-tsunami, untuk gempa yang terjadi di laut, paleo-

likuifaksi dan lain-lain [Mori (2004), Vigny (2004; 2005), Ando (2005), Natawidjaja

(2004)].

Sementara itu bentuk analisis tahapan (mekanisme) gempa bumi dilakukan dengan cara

melihat dan meneliti fenomena-fenomena yang menyertai tahapan gempa bumi seperti

deformasi, seismisitas, informasi pengukuran geofisika (reseistivitas elektik, pengamatan

24

Page 25: Jawa,Bali NTB

muka dan temperatur air tanah), dan lain-lain. [Mori (2004), Vigny (2004; 2005), Ando

(2005), Natawidjaja (2004)].

B. KEADAAN TEKTONIK JAWA TENGAH DAN DIY

B.1. JAWA TENGAH

Secara fisiografis, Jawa Tengah dapat dibagi menjadi 4 bagian, dari selatan ke utara masing

masing:

1. Dataran Pantai Selatan,

2. Pegunungan Serayu Selatan,

3. Pegunungan Serayu Utara, dan

4. Dataran Pantai Utara.

Dari data gaya berat, pola struktur di Jawa Tengah memperlihatkan adanya 3 (tiga) arah

utama, yaitu

1. Barat laut-tenggara dekat perbatasan dengan Jawa Barat,

2. Timur laut-barat daya di selatan dan sekitar G. Muria, dan

3. Timur barat yang umumnya berupa perlipatan.

B.2. DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

B.2.1. PATAHAN DI YOGYAKARTA

Peranan tektonik utama yang terletak di DIY adalah adanya sesar Opak.Patahan Opak

ternyata tidak sesederhana yang terlihat dalam peta. Dalam peta geologi lembar Yogyakarta

yang dibuat oleh Pak Wartono Rahardjo patahan opak ini digambarkan sebagai patahan

normal yang memisahkan dataran tinggi perbukitan Wonosari dengan dataran rendah

Yogyakarta yang terisi oleh endapan Merapi yang masih muda.

25

Page 26: Jawa,Bali NTB

Namun kegempaan dalam empat tahun terakhir ini memperlihatkan kemungkinan adanya

interpretasi baru pada “Kompleks Patahan Opak”.Keberadaan sesar Opak memiliki beberapa

versi, seperti :

1. Patahan Opak versi Wartono, dkk, (1977)

(Gambar 13. Kenampakan Patahan Opak versi Wartono dkk)

Tentusaja yang pertama plotting Sesar Opak dari Pak Wartono yang diplot berdasarkan

pemetaan geologi. Pak Wartono menggunakan dasar data-data permukaan dan

memperkirakan posisi blok-blok yang mana yang bergerak relatif naik dan mana yang relatif

turun. Data-data itu tentusaja sangat valid. Namun Pak Wartono juga tidak secara tegas

menggambarkan lokasi bidang patahannya, karena diperkirakan sudah tertutup oleh endapan

Merapi Muda.

Patahan ini paling mudah dimengerti karena morfologi serta topografi yang membatasi

tinggian Wonosari dengan Yogyakarta yang berada pada daerah dataran rendah.

Walaupun tidak dijumpai bidang patahannya, namun Sesar Opak yang di plot Pak Wartono

dkk inilah yang menjadi awal pemikiran dari keberadaan Sesar Opak yang fenomenal.Kalau

saja Pak Wartono berkenan mengupdate (memperbaharui) peta ini sesuai dengan data-data

26

Page 27: Jawa,Bali NTB

baru yang beliau kumpulkan tentunya akan lebih menarik lagi. Bagaimanapun peta

singkapan adalah sebuah data sahih yang secara fisik dapat dilihat oleh siapa saja.

2. Patahan Opak versi Meilano (2007).

(Gambar 14. Peta Patahan Opak berdasarkan data gempa-gempa susulan setelah gempa

Jogja.)

Segera setelah terjadinya gempa Jogja 27 May 2006, banyak data-data baru yang dapat

dipergunakan dalam menganalisa patahan Opak ini.

Dr Irwan Meilano, seorang ahli gempa dari ITB membuat analisa berdasarkan data gempa

utama serta gempa-gempa susulan yang dicatat segera setelah gempa utama. Data yang ada

disebalah ini adalah data pusat gempa utama (epicenter) dan lokasi gempa-gempa susulan

(aftershock) dalam periode 6 – 7 Juni 2006 dari gempa Yogyakarta 2006.

Irwan mengeplot kedalaman serta posisi gempa-gempa susulan ini. Plotting dalam

penampang dibawah yang merupakan penampang barat timur ini memperlihatkan dengan

jelas bahwa ada sebuah kemiringan dari “Patahan Opak” (masih diperkirakan).

Perhatikan plotting bagian bawah yang menunjukkan kedalaman gempa susulan ini kearah

timur lebih dalam dari yang disebelah barat. Diperkirakan terdapat Patahan Opak ini

memiliki kemiringannya ke arah timur.

27

Page 28: Jawa,Bali NTB

3. Patahan Opak Versi Danny Hilman.

( Gambar 15. Patahan Opak versi Danny Hilman)

Pak Dr Danny Hilman salah satu ahli geologi dari LIPI yang sangat ahli dalam kegempaan 

memiliki pendapat sendiri tentang Patahan Opak ini. Pak Danny Hilman menggunakan data

deformasi dari data gempa serta mungkin menggunakan analisa tensor, yaitu data

pergerakan yang dianalisa pada lokasi titik hiposenter. Pak Danny Hilman ini juga

memberikan satu tambahan baru kemungkinan adanya Sesar Dengkeng di sebelah utara dari

perbukitan Wonosari yang memiliki arah Barat-Timur. Sesar Opaknya sendiri masih

diperkirakan berada di sekitar Sesar Opak yang diperkirakan oleh Pak Wartono. Namun

digambarkan sebagai sesar lateral. Atau sesar yang memiliki komponen geser. Tentusaja ini

sebuah interpretasi baru bagaimana adanya sesar geser Sesar Opak serta adanya kombinasi

dengan Sesar Dengkeng.

4. Patahan Opak Versi Dr Hasanuddin Abidin dkk (2009)

Dalam paper ilmiahnya yang dimuat dalam Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 4 No.4 Desember

2009: 275-284 Hasanuddin Z. Abidin, H. Andreas, I. Meilano1, M. Gamal, I. Gumilar,dan

C.I. Abdullah menyimpulkan seperti dibawah ini:

28

Page 29: Jawa,Bali NTB

(Gambar 16. Patahan Opak

versi Dr. Hassanuddin dkk)

Berdasarkan hasil survei GPS pada tahun 1998, 2006, dan 2008 didapatkan keterangan

bahwa besarnya deformasi koseismik gempa Yogyakarta 2006 berkisar antara 10 – 15 cm

atau lebih kecil, baik dalam komponen horizontal maupun vertikal; dan deformasi

pascaseismiknya dalam arah horizontal adalah sekitar 0,3 sampai 9,1 cm. Dengan

menggunakan model dislokasi Okada dan berdasarkan vektor pergeseran deformasi

koseismik serta kedalaman gempa-gempa susulan, proses estimasi menyimpulkan bahwa

sesar penyebab gempa Yogyakarta 2006 adalah sesar sinistral (left-lateral) dengan sudut

strike sekitar 480 dan sudut kemiringan (dip angle) sekitar 890. Sesar penyebab gempa

Yogyakarta 2006 yang diestimasi dari hasil survei GPS ini, berlokasi sekitar 5 – 10 km di

sebelah timur lokasi Sesar Opak yang biasa digambarkan sepanjang Sungai Opak. Sesar

Opak digambarkan sebagai sesar geser kiri yang meliuk sesuai dengan data yang

diperolehnya.

5. Sesar Opak Versi Pak Daryono  (Tsuji et al 2009)

Pak Daryono ini salah seorang staf BMKG yang menuliskan pendapatnya tentang Sesar

Opak. Beliau terketuk setelah terjadi gempa menjelang Shalat Taraweh pada hari Sabtu

August 21, 2010 pukul 18:41:38. Pak Daryono mensitir tulisan ilmiah Tsuji, et al, 2009, di

Earth Planets Space, 61, e29–e32, 2009) Dalam catatannya Pak Daryono

berkesimpulan kejadian gempabumi pada hari Sabtu petang itupun semakin mengokohkan

keberadaan sesar aktif yang lokasinya di sebelah timur Sesar Opak. Jika melihat lokasi

episenter menurut BMKG yang terletak di zona sesar, bisa jadi Gempabumi Bantul ini

29

Page 30: Jawa,Bali NTB

merupakan manifestasi pelepasan tegangan di zonasesar yang mungkin belum terlepaskan

seluruhnya saat terjadi gempabumi 27 Mei 2006. Walaupun rupture faultnya sendiri belum

terlihat dari data permukaan namun Pak Daryono meyakini berdasarkan data-data

kegempaan di sekitar Sesar Opak ini.

Gambar 17. Patahan Opak versi

Daryono

6. Patahan Opak versi Pak Djedi 2010.

(Gambar 18. Penampakan Patahan Opak menggunakan AMT)

Tambahan data baru dari Pak Djedi menggunakan Audio Magneto Telluric (AMT adalah

frekuensi yang lebih tinggi teknik magnetotellurik untuk investigasi dangkal) semakin

meyakinkan kemungkinan bidang patahan Opak adalah miring kearah timur. Ini

dismimpulkan dari model distribusi tahanan-jenis (resistivity) hasil 2D AMT smooth

inversion pada lintasan ukur AMT arah barat-timur yang memotong Patahan Opak.

30

Page 31: Jawa,Bali NTB

AMT ini mengukur resistivitas batuan. Resistivity rendah berasosiasi dgn loose sediment +

ada airnya (barat dan tengah), resistivity tinggi berasosiasi dengan gamping Wonosari + old

volcanic Nglanggran (timur).

Model tersebut mengindikasikan adanya zona resistivity rendah yang diduga pencerminan

dari patahan Opak yang miring ke arah timur (garis putus-putus hitam tebal). Riset

pengukuran AMT ini merupakan sebagian dari hasil studi tim LIPI-ITB-TIT-Hokkaido

Univ.

B.2.2.STUDY KASUS GEMPA YOGYA 27 MEI 2006

Setelah peta dari Dwikorita dkk dan artikel Fukuoka dkk (Fukuoka et.al, 2006, interpretation

of the 27 May 2006 Yogyakarta Earthquake and the Subsurface Structure Deduced from the

Aftershock Activity Observations) diamati,kita memangharus curiga jika tidak hanya satu

sesar, melainkan edikitnya EMPAT sesar yang terlibat dalam ‘aktivitas’ gempa Yogya.

(Gmbar 19. Patahan yang berpengaruh pada Gempa Yogya )

Yang pertama adalah sesar Opak. Ternyata sekitar sepuluh km di sebelah baratnya ternyata

membujur sesar kedua, sesar lain (yang tersembunyi, terpendam di bawah sedimen setebal >

1 km) dengan arah sama dan harus dicurigai sesar ini turut bergerak signifikan, mengingat

daratan persis di atasnya justru menjadi lokasi2 kerusakan yang cukup parah. Mungkin sesar

31

Page 32: Jawa,Bali NTB

ini juga yang ertanggung jawab kenapa pergeseran di Yogya dan Bantul cukup besar

(masing2 7 dan 10 cm), padahal kedua lokasi ini jauh dari sesar Opak.

Yang ketiga, dari Prambanan ke tenggara, melintasi Gantiwarno. Sesar yang belum

diketahui namanya, tapi sesar ini menjadi pembatas utara Pegunungan Sewu (alias

Southern Mountains). Kita juga harus curiga jika sesar ini telah ikut bergerak, karena banyak

longsoran dan rekahan yang dijumpai di sini meski posisinya cukup jauh dari lokasi

episentrum gempa utama. Mungkin getaran akibat gerakan sesar ini pula yang sempat

memporak-porandakan Wonogiri hingga Ponorogo.

 Yang keempat, dari Parangtritis ke barat daya. Kemarin saya menyebutnya sesar

Kulonprogo – Parangtritis. Ada beberapa episentrum aftershock di sini. Juga jangan

dilupakan adanya titik longsoran di kompleks Goa Seplawan, tepatnya di Watu Kelir,

perbatasan Kulonprogo – Purworejo. Kalo ditarik garis lurus menuju Parangtritis, ternyata

lintasannya berimpit dengan sesar Kulonprogo – Parangtritis tadi.

(Gambar 20. Lokasi Epicenter Gempa Yogyakarta menurut BMKG, USGS, dan EMSC)

Kesimpulannya, ada 4 sesar yang berperan dalam gempa Yogya. Terus terang kalo

bicara prediksi ke depan, mungkin kita harus mengkhawatirkan segmen di utara Yogya

32

Page 33: Jawa,Bali NTB

(tepatnya dari Prambanan ke utara, dimana dihipotesakan ada sesar menuju Merapi –

Merbabu – Telomoyo – Ungaran menurut van Bemmelen) serta segmen di sebelah barat

Kulonprogo (dimana dataran rendah aluvial membentang hingga ke Cilacap, berujung pada

sesar Citanduy – Kroya yang konon juga masih aktif dan punya potensi membangkitkan

gempa tektonik dengan Mw = 6,1 menurut artikel di Kompas beberapa waktu lalu).

Pergeseran sebesar 60 cm dalam sesar Opak, seperti yang dihitung pak Irwan Meilano,

bukanlah angka yang kecil.

Pada saat gempa Jogja 26 May 2006, ternyata titik pusat gempanya berada disebelah

timur dari lokasi Patahan Opak yang diperkirakan dari peta geologi sebelumnya. Sehingga

diperkirakan patahan Opak ini tidak sesederhana berupa patahan normal seperti yang diduga

sebelumnya.

Dari USGS terlihat pusat gempa utama dan susulannya berada pada jalur Patahan Opak,

Sedangkan EMSC memperkirakan pusat gempa utama dan susulannya berada pada tempat

sekitar 10 Km disebelah timur Patahan Opak.

C. JAWA TIMUR

C.1.Geologi Jawa Timur

Geologi Jawa timur dibagi atas beberapa zona, menurut van Bemmelen jawa timur dibagi

atas 4 bagian antara lain :

1. Zona Pegunungan Selatan Jawa (Souththern Mountains) : batuan pembentuknya

terdiri atas siliklastik, volkaniklastik, volkanik , dan batuan karbonat.

2. Zona Gunung Api Kuarter (Quartenary Volcanoes) : merupakan gunung aktif

3. Zona Kendeng (Kendeng Zone) : batuan pembentuknya terdiri atas Sekuen dari

volkanogenik dan sedimen pelagik.

4. Zona Rembang (Rembang Zone) : batuan pembentuknya terdiri atas endapan laut

dangkal , sedimen klastik , dan batuan karbonat. Pada zona ini juga terdapat patahan

yang dinamakan Rembang High dan banyak lipatan yang berarah timur-barat

C.2. Tektonik Jawa Timur

33

Page 34: Jawa,Bali NTB

Jawa Timur merupakan ujung timur Pulau Jawa, menurut strukturnya Cekungan Belakangan

Busur Jawa Timur tidak dapat dipisahkan dari sejarah struktur Pulau Jawa dan sekitarnya

serta tektonik Asia tenggara.

a. Fisiografi Daerah Cekungan Jawa Timur

Cekungan Jawa Timur Utara secara fisiografi yang terletak di antara pantai Laut Jawa dan

sederetan gunung api yang berarah Barat-Timur di sebelah selatannya. Cekungan ini terdiri

dari dua buah pegunungan yang berjalan sejajar dengan arah Barat-Timur dan dipisahkan

oleh suatu depresi diantaranya.

Cekungan Jawa Timur merupakan zona pertemuan lempeng-lempeng Eurasian (Sunda

Craton) dan Indo-Australian dan saat ini merupakan back-arc basin (Gambar 1).

Belakangan ini, sebagian besar Cekungan Jawa Timur diinterpretasi terdiri atas lempeng-

lempeng mikro Gondwana (Sribudiyani et al., 2003, dalam laporan Studi Cekungan Jawa

Timur Utara, Joint Study BPMIGAS-LAPI ITB, 2007). Cekungan ini di sebelah Utara

dibatasi oleh Tinggian Paternosfer, sebelah Selatan oleh tinggian deretan gunung api aktif

Jawa Tengah-Timur, sebelah Barat oleh Karimunjawa Arch, dan sebelah Timur oleh

Cekungan (laut dalam) Lombok.

Cekungan Jawa Timur dapat dibagi menjadi 4 satuan tectono – physiografi (v. Bemmelen,

1949) karena ternyata bahwa pembagian ini ada kaitannya dengan tektonik daerah tersebut.

Adapun ke 4 pembagian tersebut berturut-turut dari Selatan ke Utara adalah sebagai berikut:

Jalur Kendeng, Depresi Randublatung, Jalur Rembang dan Paparan Laut Jawa (Gambar 21).

34

Page 35: Jawa,Bali NTB

Gambar 21. Peta pembagian Fisiografi Cekungan Jawa Timur (Van Bemellen, 1949)

Konfigurasi basemen Cekungan Jawa Timur di kontrol oleh dua trend struktur utama, yaitu

trend NE – SW yang umumnya hanya dijumpai di mandala Paparan Utara dan trend W – E

yang terdapat di Mandala Tinggian Sentral dan Cekungan Selatan.

Akibat tumbukan lempeng selama Tersier Awal, Cekungan Jawa Timur terangkat dan

mengalami erosi. Deretan perbukitan berarah NE – SW terbentuk di sepanjang tepi tenggara

Paparan Sunda akibat pemekaran busur belakang. Dari barat ke timur, kenampakan struktur

utama dalam wilayah tarikan ini adalah Busur Karimunjawa, Palung Muria, Busur Bawean,

dan Tinggian Tuban-Madura Utara. Pengangkatan pada waktu Oligosen Awal menghentikan

proses-proses pengendapan dan menyebabkan erosi yang luas. Periode selanjutnya adalah

periode tektonik tenang dan akumulasi endapan karbonat hingga Miosen Awal. Periode

terakhir adalah periode tektonik kompresi mulai dari Miosen Akhir hingga sekarang. Sesar-

sesar normal yang membentuk horst dan graben teraktifkan kembali sehingga menghasilkan

struktur – struktur terbalik (inverted relief) (Hamilton, 1979).

Bagian barat Cekungan Jawa Timur terdiri dari struktur tinggian dan rendahan dengan trend

NE – SW, terlihat pada konfigurasi alasnya seperti Busur Karimunjawa, Palung Muria,

Busur Bawean, Palung Tuban-Camar, Bukit JS-1, Depresi Masalembo- Doang, dan Paparan

Madura Utara. Ke arah selatan, Paparan Jawa NE, Zona Rembang Madura Kendeng, Zona

Madura Selatan, dan Zona Depresi Solo.

Bagian tengah Cekungan Jawa Timur didominasi oleh pola struktur berarah barat- timur

seperti yang berkembang di Paparan Madura Utara, Tinggian Madura, dan Sub Cekungan

Selat Madura. Ke timur, pola barat – timur lebih berkembang, diperlihatkan oleh Sub-

Cekungan Sakala, Kangean, Sub-Cekungan Lombok.

Umumnya, mandala Paparan Utara, merupakan sisa struktur yang berkembang pada zaman

Kapur (sutura Meratus). Selama Eosen hingga Miosen daerah ini berubah menjadi tempat

perkembangan terumbu. Pada zaman Tersier Akhir daerah ini menjadi lingkungan yang baik

bagi perkembangan fasies karbonat paparan.

35

Page 36: Jawa,Bali NTB

D.KONDISI TEKTOTIK BALI

D.1. Pendahuluan

Daerah Bali dan sekitarnya merupakan salah satu kawasan dengan tingkat aktifitas

kegempaan yang tinggi di Indonesia.Subduksi lempeng Indo-Australia terhadap lempeng

Eurasia dengan kecepatan 7 cm per tahun (Demets et al., 1994), telah menghasilkan efek

berupa struktur geologi sesar aktif di Daerah Bali dan sekitarnya.Berdasarkan kondisi

tektonik inilah maka aktifitas kegempaan di Bali sangat dipengaruhi oleh dua generator

gempabumi, yaitu aktifitas subduksi lempeng dan aktifitas sesar-sesar lokal.

Distribusi pusat gempabumi tersebar di depan dan belakang zona penunjaman lempeng,

sebagian besar terkonsentrasi di selatan busur kepulauan Jawa, Bali dan Nusatenggara.

Aktivitas seismisitas yang terletak di sekitar palung samudera merupakan gempabumi hasil

subduksi lempeng.Sedangkan aktivitas gempabumi dangkal yang berpusat di daratan Bali

lebih banyak disebabkan oleh aktifitas sesar aktif yang umumnya berarah baratlaut-tenggara

atau barat-timur (McCaffrey & Nabelek, 1987).

Upaya identifikasi sesar aktif di Daerah Bali dan sekitarnya menggunakan metoda geofisika

telah dilakukan oleh peneliti terdahulu seperti McCaffrey & Nabelek (1987) dan

Masturyono (1994).Studi seismisitas lokal Daerah Bali hasil pencatatan jaringan seismik

lokal yang dilakukan oleh Masturyono (1994) memperoleh hasil analisis bahwa seismisitas

gempabumi lokal dan dangkal memberi petunjuk adanya struktur sesar naik belakang busur

kepulauan.Sedangkan studi seismotektonik yang dilakukan Yazid (1999) menyimpulkan

adanya perpanjangan Sesar Naik Flores sampai ke sebelah timur laut Bali.

Data yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh McCaffrey & Nabelek (1987)

belum menggunakan jaringan seismik lokal seperti yang ada saat ini.Sementara Masturyono

(1994) dalam penelitiannya hanya menggunakan data seismisitas periode pengamatan

jangka pendek (Nopember 1991-Nopember 1992).Penelitian ini juga menggunakan data

gempabumi terpilih hasil pencatatan jaringan seismik lokal periode 1991-1999 untuk

menyusun distribusi seismisitas dan solusi bidang sesar. Tujuan penelitian ini adalah untuk

identifikasi struktur geologi sesar naik belakang busur (back arc thrust) Daerah Bali.

36

Page 37: Jawa,Bali NTB

D.2. Setting Tektonik Bali

Pulau Bali merupakan bagian dari busur kepulauan Sunda Kecil yang terbentuk sebagai

akibat proses subduksi lempeng Indo-Australia kebawah lempeng Eurasia. Proses subduksi

ini tidak hanya menimbulkan aktivitas tektonik tetapi juga aktivitas vulkanik Gunung Agung

yang pernah meletus tahun 1821, 1843 dan 1963. Serupa dengan busur kepulauan lainnya,

busur Sunda Kecil ditandai oleh bidang pusat gempa yang menukik yang dikenal sebagai

Zona Benioff-Wadati.

Gempabumi dangkal akibat proses subduksi umumnya terjadi di Selatan Bali di Palung Jawa

yang berjarak antara 150-200 km dari pesisir selatan Pulau Bali. Pusat gempabumi

bertambah dalam ke arah Utara akibat proses subduksi lempeng sampai kedalaman lebih

dari 600 km. Gempabumi di daratan Pulau Bali terjadi pada kedalaman 100-200 km. Namun

demikian, aktivitas gempabumi dangkal juga terdapat di daratan Pulau Bali dan Cekungan

Bali di sebelah Utara Pulau Bali. Cekungan ini terjadi akibat adanya struktur geologi sesar

naik belakang busur. Silver et al. (1986) berdasarkan Expedisi Bahari yang mereka lakukan,

memperkirakan bahwa ujung barat patahan belakang busur berakhir di Cekungan Bali.

Tetapi menurut McCaffrey & Nabelek (1987), ujung barat tersebut berlanjut dan menyatu

dengan patahan yang terdapat di Laut Jawa. Posisi Pulau Bali yang unik, terkurung oleh dua

sumber gempabumi di Selatan dan Utara pulau menjadikan Bali sebagai kawasan seismik

yang aktif dan kompleks, sehingga di kawasan perlu dilakukan studi kegempaan yang

komprehensif. Pengaruh tektonik utama untuk Pulau Bali didominasi oleh adanya tumbukan

antara lempeng Indo-Australia dan Busur Sunda yang membentang dari Selat Sunda di barat

sampai Pulau Romang di timur. Tumbukan ini menyebabkan timbulnya pusat-pusat

37

Page 38: Jawa,Bali NTB

gempabumi di zona subduksi Jawa yang dimulai dari Selat Sunda di bagian barat dan

berakhir di Pulau Banda di bagian timur dan pusat-pusat gempabumi pada patahan naik

belakang busur Flores.

Patahan belakang busur Wetar dan Flores pertama kali dilaporkan oleh Hamilton (1979)

berdasarkan beberapa profil refleksi dari Lamont-Doherty. Hamilton (1979) menemukan

adanya patahan di utara pulau Alor dan Pantar disisi timur busur belakang zona subduksi

Jawa yang biasa dikenal sebagai sesar naik belakang busur Wetar, Flores sampai Sumbawa.

Sedangkan Silver et al. (1986) memperkirakan bahwa patahan tersebut disisi barat berlanjut

sampai ke Cekungan Bali yang terletak di Utara Pulau Bali. Patahan ini biasa dikenal

sebagai sesar sungkup belakang busur Flores (Flores back arc thrust). Sesar sungkup

belakang busur Wetar dan Flores terjadi sebagai reaksi terhadap tekanan yang timbul pada

busur kepulauan Nusa Tenggara karena adanya tumbukan antara busur tersebut dengan

dorongan Lempeng Indo-Australia.

Sedangkan data polaritas gerakan awal gelombang P diperoleh dengan membaca langsung

polaritas gerakan awal gelombang P dari seismogram analog. Software lokalisasi episenter

yang digunakan adalah HYPOINVERSE version 1 (Klein, 1978) yang ditulis dalam bahasa

FORTRAN dan dioperasikan menggunakan komputer SUN-ULTRA. Selanjutnya data

hiposenter diolah menjadi peta seismisitas. Sedangkan untuk melihat distribusi seismisitas

dan penampang lintang pola hiposenter digunakan software SEISMIC. Untuk penentuan

solusi bidang sesar digunakan software FOCAL.

E. KONDISI TEKTONIK NTB

Nusa Tenggara secara phisiografi kepulauan ini dibatasi oleh bagian barat Jawa,

dibagian timur oleh Busur Banda dan dibagian utara oleh Laut Flores dan dibagian selatan

oleh Samudera Hindia. Secara geologi kepulaun ini terletak di pusat Busur Banda, yang

terbentuk oleh rangkaian kepulauan gunung api muda. Secara tektonik, rangkaian gunung ini

akibat subduksi lempeng indo_australia

38

Page 39: Jawa,Bali NTB

E. 1. Tektonik Setting

Interaksi tiga lempeng utama (Indo_Australia, Eurasia dan Pasifik) membentuk

tektonik yang kompleks di Indonesia Timur. Kepulauan Nusa Tenggara adalah hasil

subduksi lempeng Indo Australia di bawah busur sunda pada zaman tersier atas.

Batuan vulkanik di busur banda dalam (kepualauan Nusa Tenggara) yang tertua

adalah miocen awal, sekita 150 km diatas zona inklinasi gempa bumi (Hamilton 1979,

Audley-Charles 1981). Seismisitas sector Jawa meluas hingga kedalaman 600 km. Hal ini

menandai subduksi sub-ocean listosfer Australia/New Guinea dibawah busur Banda dan

akhir vulkanisme awal Pliocene diseberang Timor adalah hasil collision Timor dengan Alor

dan Wetar, setelah semua litosfer oceanic tersubduksi.

Ukuran rangkaian kepualan vulkanik yang bergradiasi menjadi kecil ke arah timur

dari Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Wetar, hingga Banda. Gradasi ini dimungkinkan

karena besarnya volume oceanic crust yang tersubduksi, di bagian barat pergerakan

dominant adalah dip slip sedangkan disebelah timur adalah strike slip.

E. 2. Tektono-Struktural unit

Berdasarkan teori tektonik lempeng, kepulauan Nusa Tenggara dapat dibagi menjadi empat

tektono-struktur:

1. Back arc (laut Flores)

2. Gunung api dalam (rangkaian kepulauan vulkanik: Bali, Lombok, Sumbawa,

Komodo, Flores, Adonora, Solor, Romben, Pantar, Alor, Kambing dan Wetar)

3. Outer Arc (non vulkanik island: Dana, Raijua, Sawu, Roti, Semau dan Timor)

4. Fore arc unit : terletak antara busur dalam dan busur luar (lombok dan savu basin)

BUSUR BANDA

Busur Banda, suatu busur yang menyerupai tapal kuda di bagian timur Indonesia. Tempat

bertemunya tiga lempeng besar, Indo Australia, Pasifik dan lempeng Eurasia.

Pecahan lempeng bagian selatan Tethyan menjadi base dari laut banda. Hampir keseluruhan

kepulauan disekitarnya terdapat pecahan ofiolit yang ditemukan di high montaian.

39

Page 40: Jawa,Bali NTB

Dari busur dalam hingga foreland basin dibedakan menjadi (de Smert, 1999):

1. Sabuk ofiolit.

2. Sabuk metamorfik, terdiri dari low – high grade

3. Thrust dan fold belt yang didominasi oleh sediment Perm-jurasic dari Australia

continental margin.

4. Thrust dan fold belt yang didominasi oleh sediment laut dalam mesozoikum akhir dan

tertier

5. Sabuk uplift basin neogen akhir

Tektonik Busur Banda

Asal muasal busur ini masih menjadi perdebatan hingga saat ini tetapi secara umum dapat

dikelompokkan menjadi:

1. Busur terbentuk akibat rotasi counterclockwise 180o dari arah busur awal yaitu

timur-barat (Katili, 1975; Carrey, 1976; Audley-Charles, 1972; Carter et al., 1976).

2. Busur terbentuk seperti saat ini pada akhir kapur (Norvic, 1979)

3. Busur terbentuk akibat dorongan potongan bagian utara continent Australia yang

membentuk basin laut banda (Siver et al., 1985; Bowin et al., 1980; Lee & McCabe,

1986; Lapouille et al., 1985; Pigram & Panggabean, 1983, 1984; Hartono, 1990a).

Richardson & Blundell (1996) menyimpulkan model struktur menjadi tiga grup, yang membentuk

Timor:

1. The imbricate model (Fitch & Hamilton, 1974; Hamilton, 1979) didasarkan pada

data geologi dan geofisika. Pada model ini Timor digambarkan sebagai akumulasi

chaotic material dari dinding subduksi lempeng, celah Timor, dan utamanya prisma

akresi.

2. Overthrust model. Didasarkan pada geologi permukaan dimana overthrust sheets

Timor allochthon tersingkap

3. Model rebound memyatakan continent Australia masuk ke zona subduksi disekitar

selat Wetar. Setelah itu, litosfer oceanic terlepas dari bagian continent, menghasilkan

uplift Timor oleh isostasi rebound steep fault.

40

Page 41: Jawa,Bali NTB

KESIMPULAN

1. Sesar utama yang terdapat di Jawa yaitu :

a. Sesar Lembang

b. Sesar Cimandiri

c. Sesar Baribis

d. Sesar opak

e. Sesar Porong

2. Pulau Jawa (jawa Barat) telah terbentuk antara 70 – 35 juta tahun yang lalu yang

tersusun atas batuan malihat

3. Diperkirakan Jawa tengah dan jawa Timur Memiliki Umur yang lebih muda dari

pada Jawa Barat dan dahulunya berupa lautan

4. Seismisitas lokal Daerah Bali memberi petunjuk adanya struktur sesar naik di

belakang busur kepulauan, hal ini didasarkan kepada fakta bahwa kedalaman

hiposenter di sebelah utara Pulau Bali lebih dangkal jika di bandingkan dengan

hiposenter di daratan Pulau Bali.

5. Kepulauan Nusa Tenggara secara fisiografi di batasi oleh bagian barat Jawa, di

bagian Timur oleh busur sunda dan bagian utara oleh laut Flores dan bagian selatan

oleh samudera Hindia.

6. Di kepulauan Nusa Tenggara terdapat tiga lempeng utama yaitu:

a. Indo_Australia

b. Eurasia

c. Pasifik

41

Page 42: Jawa,Bali NTB

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Meramal Gempa. Kompas

Rustiono. 2011. Kerusakan Akibat Gempa di Yogyakarta, Minggu 28 Mei 2006

Pramumijoyo, Dr. Subagyo. 2011.Kerusakan Parah di Zona Patahan Geser Mendatar.

Kompas, Litbang. 2011. Gempa Teredam “Gumuk”. Jakarta. Kompas.

Kompas, Litbang. 2011. Gempa Ada di Sesar Opak. Jakarta. Kompas.

Kompas, Litbang. 2011. Pusat Gempa Berada di Samudera Hindia. Jakarta. Kompas.

http://dongeng-geologi.com (diakses 17 Juli 2011)

42