laporan kornet
DESCRIPTION
KornetTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING
Tanggal : 6 November 2012 Nama Dosen : M. Sriduresta S.,S,Pt., M.Sc
Praktikum ke : Nama Asisten : Hesti Indri P
Angritia Voreza
Sindya Erti J. S
Gita Try L
PEMBUATAN KORNET SAPI
Oleh :
Muhammad Irfan Fadillah (D14100016)
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKANFAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR2012
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daging merupakan bahan pangan yang penting karena kandungan protein
hwaninya yang sempurna dan mengandung asam amino esensial yang lengkap yang
dibutuhkan manusia. Daging sapi merupakan hasil utama dari sapi yang digemari
masyarakat. Akan tetapi, daging merupakan salah satu produk hewan yang mudah
mengalami kontaminasi dan perlu dilakukan pengolahan agar memiliki umur simpan
lebih lama dan cita rasa yang lebih baik. Salah satu metode pengolahan yang
dilakukan adalah dengan membuat daging menjadi kornet.
Kornet merupakan salah satu produk olahan daging yang digemari oleh
masyarakat. Kornet sendiri adalah produk olahan daging yang mengalami proses
curing dan digiling kasar dengan penambahan bahan pengisi, bumbu-bumbu dan
bahan pengikat. Kornet umumnya dibuat dari daging sapi, namun dalam
perkembangannya sudah digunakan bahan lain seperti daging ayam, daging kambing,
dan daging babi. Tujuan pengolahan daging menjadi kornet adalah untuk
menghasilkan produk daging yang memiliki warna merah cerah, memiliki umur
simpan yang lama, dan tekstur rasa yang lebih baik.
Nitrit merupakan zat penting dalam pembuatan kornet yang digunakan
sebagai media curing pada daging. Kadar pemakaian nitrit sangat berpengaruh
terhadap warna daging, rasa, penampilan umum daging, sehingga perlu dilakukan
pengujian untuk menentukan kadar terbaik nitrit pada pembuatan kornet.
Tujuan
Mengetahui proses pembuatan kornet dan mencari pengaruh perbedaan
metode pemberian nitrit dan kadar nitrit terhadap warna, rasa, bau, dan penampilan
umum kornet.
TINJAUAN PUSTAKA
Daging
Daging didefinisikan oleh Nurwantoro dan Mulyani (2003), sebagai semua
jaringan hewan dan produk olahannya. Menurut Heinz dan Hautzinger (2007),
daging secara umum terdiri dari air, lemak, protein, mineral, dan karbohidrat dalam
jumlah yang kecil. Daging sapi dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan SNI
01-3947-1995 yaitu golongan 1, golongan 2, dan golongan 3. Penggolongan daging
didasarkan kepada lokasi dari daging. Daging yang umumnya digunakan untuk
membuat bakso adalah daging dari golongan 1 yang berasal dari bagian paha
belakang. Heinz dan Hautzinger (2007), menyebutkan bahwa daging bagian
belakang yang memiliki tekstur cenderung keras lebih cocok dijadikan bahan
makanan olahan daging lebih lanjut karena tidak mudah rusak.
Kornet
Kornet berasal dari serapan bahasa Inggris, Corned, yang berarti diawetkan
dengan garam (Urdang dan Flexner, 1968) dan sekarang banyak didefinisikan dalam
bahasa Indonesia sebagai produk olahan daging yang diawetkan didalam kaleng.
Kornet menurut Subyantoro (1996), adalah produk olahan daging yang berupa
daging yang digiling secara kasar dan diberi tyambahan bahan pengisi dan bahan
pengikat serta bumbu-bumbu. Kornet umumnya dibuat dari daging sapi, namun
sekarang sudah ada kornet yang dibuat dengan daging selain sapi seperti daging
kambing, ayam, dan domba.
Curing
Curing merupakan proses pengolahan daging dengan menambahkan beberapa
bahan seperti garam NaCl, Na-nitrat dan atau Na-nitrit dan gula (dekstrosa atau
sukrosa, serta bumbu-bumbu dengan maksud untuk mendapatkan warna yang stabil,
aroma, tekstur dan kelezatan yang baik, dan memperpanjang masa simpan produk
daging (Soeparno, 1994). Bahan yang digunakan dalam proses curing diantaranya
adalah garam, nitrit atau sendawa, gula, dan lada. Soeparno (1994) menyatakan
bahwa peran garam dalam proses curing adalah sebagai penghambat pertumbuhan
mikroba dan penambah aroma atau cita rasa. Peranan nitrit dalam proses curing
menurut Heinz dan Hautzinger (2007), adalah untuk menciptakan warna merah yang
konsisten saat mengalami proses pemasakan, menghambat pertumbuhan bakteri,
menambah cita rasa daging curing, dan menstabilkan lemak untuk mencegah
ketengikan. Fungsi utama gula dalam proses curing adalah untuk memodifikasi rasa
dan menurunkan kadar air untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme
(Soeparno, 1994). Lada atau bumbu penyedap yang lainnya memiliki fungsi utama
untuk memodifikasi dan menambahkan rasa walaupun beberapa bahan penyedap ada
yang memiliki sifat antioksidan (Aberle et al., 2005).
Metode curing sendiri dapat dibagi menjadi 3, yakni curing kering, curing
basah, dan curing injeksi (Heinz dan Hautzinger, 2007). Curing kering merupakan
metode curing tradisional dimana daging langsung ditaburi dan dibalur dengan
garam nitrit lalu disimpan pada suhu 0-4C. Metode ini biasanya digunakan untuk
daging curing dengan pemeraman yang lama hingga mencapai empat minggu (Heinz
dan Hautzinger, 2007). Curing basah merupakan metode yang merendam daging
dengan larutan garam curing dan bahan-bahan lainnya sampai terendam. Metode ini
digunakan untuk daging curing dengan pemeraman yang lebih singkat dibandingkan
metode curing kering yakni maksimal 2 minggu minggu (Heinz dan Hautzinger,
2007). Curing injeksi merupakan pengembangan dari curing basah dimana larutan
garam nitrit dan bahan-bahan lainnya langsung diinjeksikan kedalam daging dan
hanya membutuhkan waktu kurang dari 48 jam untuk mendapatkan hasil daging
curing (Heinz dan Hautzinger, 2007).
Sendawa
Sendawa atau nitrit merupakan bahan utama dalam proses pembuatan daging
curing. Nitrit memiliki fungsi utama untuk menstabilkan warna dan menghambat
pertumbuhan bakteri. Nitrit yang digunakan untuk pembuatan daging curing
umumnya berbentuk natrium nitrit yang memiliki warna putih dan berbentuk butiran.
Nitrit dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan dapat mempertahankan
warna daging agar tetap merah cerah sekalipun mengalami proses pemasakan.
Walaupun nitrit memiliki peran yang bagus dalam pengolahan daging,
penggunaannya harus dibatasi karena mengandung sifat karsinogenik dan toksik
apabila berlebihan Aberle et al (2005), menyatakan bahwa dosis nitrit yang melebihi
15-20 mg/kg berat badan dapat menyebabkan kematian. Penambahan nitrit dalam
jumlah yang diizinkan tidak membahayakan tubuh dan sifat toksisitasnya dapat
diabaikan (Soeparno, 1994).
Bawang Merah
Bawang merah merupakan tanaman semusim berbentuk rumput yang
memiliki umbi yang terdiri dari lapisan pembungkus suing yang terdiri dari 2-3 helai
dan tidak tebal (Wibowo, 1990). Besar kecilnya umbi bawang merah tergantung oleh
banyak dan tebal lapisan pembungkusnya. Setiap suing dapat membentuk umbi
samping berupa rumpun yang terdiri dari 3-8 umbi baru. Zat khas yang terkandung
dalam bawang merah adalah zat volatile. Sulfida yang terkandung dalam zat volatile
ini menghasilkan rasa manis pada bawang merah yang masak (Wibowo, 1990).
Susu Full cream
Susu bubuk full cream adalah susu bubuk yang diibuat dari susu segar yang
tidak mengalami separasi, kadar lemak susu penuh sekitar 26%, sedangkan kadar
airnya 5% (Hadiwiyoto, 1983). Prinsip pembuatan susu bubuk adalah menguapkan
sebanyak mungkin kandungan air susu dengan cara pemanasan (pengeringan).
Biasanya kadar air dikurangi sampai di bawah 5% dan sebaiknya harus kurang dari
2%. Badan Standardisasi Nasional (1999), menyatakan susu bubuk adalah susu
bubuk berlemak, rendah lemak dan tanpa lemak dengan atau tanpa penambahan
vitamin, mineral dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.
Uji Organoleptik
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan kepada proses
pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai proses fisiopsikologis, yaitu kesadaran
atau pengenalan alat indera akan sifat-sifat benda karena adanya rangsangan yang
berasal dari benda tersebut (Soekarto, 1985). Tujuan penilaian sifat organoleptik
untuk menganal jenis-jenis rangsangan. Uji organoleptik antara lain berfungsi untuk
mengatahui penerimaan jenis produk pangan (Desrosier, 1988).
Penilaian organoleptik dapat dikelompokkan menjadi dua yakni uji hedonik
dan uji mutu hedonik. Uji hedonik disebut juga uji kesukaan karena panelis diminta
tanggapan pribadinya tentak kesukaan atau ketidaksukaan terhadap produk yang
diuji. Uji mutu hedonik disebut juga dengan pengujian mutu karena panelis diminta
memberikan penilaian terhadap produk dengan parameter penilaian yang telah
ditetapkan sebelumnya. Uji hedonik menggunakan panelis tak terlatih, karena apabila
mengguakan panelis terlatih akan menimbulkan bias yang cukup besar. Dalam uji
hedonik, semakin banyak panelis akan menghasilkan data yang semakin baik karena
menyangkut tingkat kesukaan (Kartika et al, 1988). Sebaliknya, uji mutu hedonik
lebih baik menggunakan panelis terlatih karena lebih terampil dalam menganalisa
mutu dari produk yang diuji.
DAFTAR PUSTAKA
Aberle, E. D., J.C. Forrest, D. E. Gerrard, E.W. Mills. 2005. Priciples of Meat Science : 4th Edition. Kendall/Hunt Publishing Company, Iowa
Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 1999. SNI 01-2970-1999: Susu Bubuk. Balai Besar Industri Kimia Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Jakarta
Desrosier. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. 3rd Edition. Terjemahan: Muchji Muljoharjo. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Hadiwiyoto, S. 1994. Teori dan Prosedur Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Liberty, Yogyakarta.
Heinz, G & P. Hautzinger. 2007. Meat Processing Technology. FAO Regional Office For Asia and The Pacific, Bangkok.
Kartika, B., P. Hastuti, W. Supartono. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Nurwantoro, & S. Mulyani. 2003. Buku Ajar Dasar Teknologi Hasil Ternak. Universitas Diponegoro, Semarang.
Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Penerbit Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
Subyantoro, R. W. 1996. Penagruh cara pengemasan suhu dan waktu penyimpanan dan waktu penyimpanan terhadap sifat fisik dan oraganoleptik corned beef dalam kemasan plastik fleksibel. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Bogor, Bogor.
Urdang, L. and S. B. Flexner. 1998. The Roandom House Dictionary of The English Collage Edition. Roandom House, Inc., New York.
Widodo S. 1999. Budidaya Bawang : Bawang Putih, Bawang Merah, Bawang Bombay. PT Penebar Swadaya, Bogor
METODE
Materi
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah daging, garam nitrit, garam,
gula pasir, merica halus, pala halus, susu full cream, air dan bawang merah.
Alat yang digunakan adalah wadah (baskom) untuk proses curing, press
cooker, pisau, talenan, kompor, panci, dan sodet.
Prosedur
Proses Curing (penggaraman)
Daging sapi yang akan dicuring dibedakan menjadi dua perlakuan dengan
dua kadar nitrit yang berbeda dan bentuk potongan yang berbeda, masing-masing
menggunakan daging seberat 300 gram. Perlakuan yang dibedakan adalah metode
curing yang digunakan, yakni curing basah dan curing kering. Daging yang di curing
basah ditimbang sebanyak 300 gram, lalu di lumuri dengan nitrit dengan jumlah yang
sudah ditentukan lalu ditambahkan air dan dimasukkan ke dalam kantong plastik
sebelum disimpan di kulkas selama kurang lebih 24 jam. Daging yang dicuring
kering ditimbang sebanyak 300 gram lalu ditaburi dengan nitrit dengan jumlah yang
ditentukan dan diaduk hingga rata lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik
sebelum disimpan di dalam kulkas. Kadar nitrit yang digunakan adalah 0,3% dan
0,8%, sedangkan bentuk daging yang digunakan adalah bentuk daging potongan dan
daging blok (utuh). Perlakuan yang dilakukan dibagi seperti pada tabel 1.
Tabel 1. Tabel perlakuan daging curing
Kelompok Metode curing Kadar nitrit (%) Bentuk daging
1 Curing basah 0,3 Daging blok (utuh)
2 Curing basah 0,8 Daging blok (utuh)
3 Curing basah 0,3 Daging potongan
4 Curing basah 0,8 Daging potongan
5 Curing kering 0,3 Daging blok (utuh)
6 Curing kering 0,8 Daging blok (utuh)
7 Curing kering 0,3 Daging potongan
8 Curing kering 0,8 Daging potongan
Pembuatan Kornet
Daging yang telah dicuring, dicuci dengan menggunakan air mengalir hingga
bersih lalu dipotong kotak-kotak. Daging diuji organoleptik dari segi warna, bau, dan
penampilan. Daging ditaburi dengan merica dan pala lalu direbus dengan 100 ml air
menggunakan press cooker kurang lebih selama 10-30 menit sampai daging menjadi
empuk. Saat daging dimasak dengan press cooker, dilakukan pengecekan air setelah
10 menit untuk mengecek kondisi air agar tidak hangus dan ditambahkan air
sebanyak 200 ml dan kembali dimasak selama 20 menit. Setelah 20 menit dan daging
terasa empuk, daging ditambahkan bawang dan tomat yang sudah diiris, dan 1
bungkus susu full cream yang dilarutkan 200 ml air, lalu daging dimasak dengan
panci sampai susu mulai susut. Saat susu mulai susut, daging dihancurkan dengan
sodet kayu sampai air susu kering. Setelah air susu mengering, kornet diangkat dan
diuji organoleptik dari segi rasa, bau, warna, dan penampilan umum.
HASIL PEMBAHASAN
Hasil
Pengujian organoleptik pertama dilakukan terhadap daging curing dan
dilakukan oleh kelompok 6 dan pengujian organoleptik meliputi uji hedonik dan uji
mutu hedonik. Parameter yang diujikan pada uji hedonik adalah warna, bau, dan
penampilan, sedangkan parameter uji mutu hedonik yang dilakukan meliputi warna
dan bau. Hasil pengujian organoleptik disajikan pada tabel 2 dan 3.
Tabel 2. Hasil pengujian hedonik daging curing
ParameterKelompok
1 2 3 4 5 6 7 8
Warna 2.43 2.57 3.67 2.33 2.67 2.14 2 2.33
Bau 3 2.42 2.17 3 3 2 2.43 2.67
Penampilan 2.86 2.43 3.33 2.83 3 2 2.29 1.83
Keterangan : 1. Sangat suka 2. Suka 3. Netral 4. Tidak suka 5. Sangat tidak suka
Tabel 3. Hasil pengujian mutu hedonik daging curing
ParameterKelompok
1 2 3 4 5 6 7 8
Warna 4.14 3 2.67 2 3.33 5 4 2.5
Bau 2.43 1.86 2.33 2 2 2.43 2.14 3
Keterangan Warna: 1. Coklat tua 2. Coklat 3. Merah cerah 4. Merah pucat 5. Merah tua
Keterangan Bau: 1. Bau daging segar 2. Bau daging 3. Tidak ada bau 4. Bau busuk samar 5. Bau busuk
Pengujian organoleptik yang kedua dilakukan terhadap kornet dan dilakukan
oleh kelompok pembuat kornet dan kelompok lain yang bertindak sebagai panelis.
Pengujian organoleptik kornet meliputi uji hedonik dan uji mutu hedonik. Parameter
yang diujikan pada uji hedonik adalah warna, bau, penampilan dan rasa, sedangkan
parameter uji mutu hedonik yang dilakukan meliputi warna dan bau. Hasil pengujian
organoleptik disajikan pada tabel 4 dan 5.
Tabel 4. Hasil pengujian hedonik kornet
ParameterKelompok
1 2 3 4 5 6 7 8
Warna 2.77 2.93 2.77 2.83 1.85 2.29 2.31 1.92
Bau 2.23 2.21 2.08 2.83 2.38 2.29 2.46 1.92
Penampilan 2.69 3 2.62 3.17 2 2.71 2.46 2.25
Rasa 2.62 3.21 2.46 2.5 2.31 2.07 2.08 1.83
Keterangan : 1. Sangat suka 2. Suka 3. Netral 4. Tidak suka 5. Sangat tidak suka
Tabel 5. Hasil pengujian mutu hedonik daging curing
ParameterKelompok
1 2 3 4 5 6 7 8
Warna 1.92 2.07 3 2 2.62 3.5 1.85 2.67
Bau 2.31 2.43 2.77 2 2.08 2 2.62 2.58
Keterangan Warna: 1. Coklat tua 2. Coklat 3. Merah cerah 4. Merah pucat 5. Merah tua
Keterangan Bau: 1. Bau daging segar 2. Bau daging 3. Tidak ada bau 4. Bau busuk samar 5. Bau busuk
Pembahasan
Daging curing merupakan daging yang mengalami proses curing atau
penggaraman dengan menggunakan garam nitrit untuk mempertahankan warna dan
memberikan rasa khas daging curing. Daging curing dapat digunakan sebagai bahan
baku produk olahan lainnya seperti kornet, sosis, bacon, atau dapat langsung disantap
dengan cara dimasak terlebih dahulu. Daging curing secara tampilan memiliki warna
merah cerah dengan rasa yang sedikit asin. Pembuatan daging curing dapat
dibedakan menjadi beberapa jenis, diantaranya adalah curing basah dan curing
kering.
Praktikum kali ini menggunakan delapan jenis kombinasi perlakuan yang
berbeda terhadap daging sapi yang akan dicuring. Perlakuan yang diujikan meliputi
metode curing yang terdiri dari curing basah dan curing kering, kadar nitrit yang
digunakan terdiri dari kadar 0,3% dan 0,8% dari bobot daging, dan bentuk daging
yang digunakan terdiri dari daging potong dan daging utuh. Proses curing dilakukan
selama 24 jam, setelah itu daging curing diuji secara organoleptik yang meliputi uji
hedonik dan mutu hedonik. Daging curing yang sudah jadi, digunakan sebagai bahan
dasar pembuatan kornet. Kornet yang sudah selesai dibuat diuji kembali secara
organoleptik yang meliputi uji hedonik dan uji mutu hedonik.
Perbandingan pertama dilakukan terhadap kadar nitrit yang digunakan pada
daging curing. Hasil uji hedonik yang dilakukan menunjukkan bahwa secara umum
panelis cenderung lebih menyukai kadar nitrit 0,8% dibandingkan 0,3%.
Perbandingan tingkat kesukaan dapat dilihat pada tabel 2, dengan cara
membandingkan data kelompok 1 dengan kelompok 2, kelompok 3 dengan
kelompok 4, kelompok 5 dengan kelompok 6, dan kelompok 7 dengan kelompok 8.
Hal ini dapat disebabkan nitrit dengan kadar 0,8% cenderung memiliki tampilan
yang lebih baik dibandingkan kadar 0,3%, dimana kadar konsentrasi nitrit 0,8%
dapat menghasilkan warna yang lebih cerah, dan tampilan yang lebih baik. Hasil uji
mutu hedonik dapat dikelompokkan menjadi 2 berdasarkan metode curing yang
digunakan. Daging yang dicuring basah secara umum memiliki penilaian mutu
hedonik yang lebih baik pada kadar nitrit 0,8%, sedangkan daging yang dicuring
kering memiliki nilai mutu yang lebih baik pada kadar 0,3%. Nilai mutu yang baik
ditandai dengan warna yang cerah dan bau daging segar. Hasil uji mutu hedonik
daging curing dapat dilihat pada tabel 3, dimana kelompok 1 sampai 4 menggunakan
metode curing basah dan kelompok 5 sampai 8 menggunakan metode curing kering.
Perbandingan kedua dilakukan terhadap metode curing yang digunakan yakni
curing basah dan curing kering. Hasil pengujian hedonik daging curing dapat dilihat
pada tabel 2 dengan membandingkan data kelompok 1 dengan kelompok 5,
kelompok 2 dengan kelompok 6, kelompok 3 dengan kelompok 7, dan kelompok 4
dengan kelompok 8. Perbandingan yang dilakukan menunjukkan panelis cenderung
lebih menyukai daging yang dicuring dengan metode curing kering dibandingkan
curing basah. Hasil uji mutu hedonik dapat dilihat pada tabel 3 dengan cara
membandingkan yang sama seperti membandingkan data pada data uji hedonik.
Perbandingan yang didapat menunjukkan bahwa menurut panelis secara umum
daging curing yang dicuring dengan metode curing kering memiliki hasil yang lebih
baik dibandingkan curing basah. Hasil yang baik ditandai dengan warna daging yang
merah, dan bau yang tercium adalah bau daging dan tidak tercium bau busuk.
Menurut Heinz dan Hautzinger (2007), dalam proses curing baik menggunakan
metode curing basah maupun curing kering tidak akan memberikan hasil yang jauh
berbeda, hanya saja waktu pemeraman yang diperlukan untuk mendapatkan merah
optimal berbeda dimana curing basah dapat menghasilkan efek yang lebih cepat
dibandingkan curing kering.
Perlakuan kombinasi antara metode curing, kadar nitrit, dan bentuk daging
tentunya akan memberikan hasil yang beragam. Metode curing yang digunakan
dapat mempengaruhi seberapa cepat garam nitrit akan menyerap kedalam daging dan
secara langsung akan mempengaruhi kualitas daging. Kadar nitrit yang digunakan
dapat berpengaruh terhadap seberapa besar intensitas warna yang dihasilkan dan rasa
yang dihasilkan saat mengalami pemasakan. Bentuk daging yang digunakan dapat
juga mempengaruhi laju penyerapan nitrit apabila dikaitkan dengan luas kontak
permukaan daging dengan garam nitrit. Secara keseluruhan, menurut hasil uji
organoleptik baik uji hedonik maupun uji mutu hedonik, daging kelompok 6 dengan
perlakuan curing kering menggunakan nitrit sebesar 0,8% dalam bentuk daging blok
menghasilkan hasil yang terbaik.
Pengujian terhadap mutu kornet yang dibuat dari daging curing dilakukan
secara organoleptik yang meliputi uji hedonik, dan uji mutu hedonik. Hasil uji
hedonik kornet daging curing dapat dilihat pada tabel 4. Secara keseluruhan, panelis
paling menyukai kornet yang dibuat oleh kelompok 8 yang menggunakan daging
curing kering dengan kadar nitrit 0,8% dalam bentuk daging potongan. Hal ini dapat
disebabkan kadar nitrit yang tinggi menghasilkan warna yang cenderung stabil saat
proses pemasakan dan bentuk daging berupa potongan dapat memudahkan
penyerapan bumbu-bumbu kornet dan kornet lebih mudah empuk dan dihancurkan.
Hasil pengujian mutu hedonik dapat dilihat pada tabel 5, dimana panelis memberikan
nilai mutu paling baik pada kornet kelompok 6 yang dibuat dengan menggunakan
metode curing kering dengan kadar nitrit 0,8 dan bentuk daging berupa daging utuh.
Kornet yang dibuat pada praktikum kali ini berbeda dengan kornet yang
umum ditemukan di pasar swalayan. Kornet yang dibuat pada praktikum termasuk
jenis kornet matang, sedangkan kornet yang umum ditemukan di toko berupa kornet
kalengan. Menurut Heinz dan Hautzinger (2007), kornet kalengan yang berada
dipasaran merupakan kornet mentah yang dibuat dari daging berkualitas rendah yang
digiling dan dicampur bumbu lalu ditambahkan garam nitrit. Setelah penggilingan
dna pencampuran bahan selesai, kornet dimasukkan ke dalam kaleng lalu disterilisasi
untuk mencegah adanya kontaminan. Bila dibandingkan antara kornet pada
praktikum dan kornet komersil, kornet komersil memiliki warna yang lebih cerah
dan tekstur yang lebih halus. Warna yang lebih cerah dapat disebabkan adanya
penambahan nitrit dalam jumlah tinggi atau pewarna makanan, sedangkan tekstur
yang halus lebih disebabkan proses penggilingan yang dialami oleh daging kornet
komersial. Secara komposisi, kornet yang dibuat pada praktikum tidak jauh berbeda
dibandingkan kornet komersil. Perbedaan terlihat pada susu yang digunakan dimana
pada praktikum susu yang digunakan adalah susu full cream, sedangkan yang
dianjurkan digunakan adalah susu skim. Perbedaan penggunaan susu mungkin akan
mempengaruhi terhadap tekstur kornet dimana peranan susu adalah sebagai bahan
pengisi yang dapat meningkatkan stabilitas, rasa, dan tekstur potongan daging.
KESIMPULAN
Daging curing yang memiliki tingkat kesukaan paling tinggi dan mutu
hedonik paling baik adalah daging curing kelompok 6 metode curing kering dengan
kadar nitrit 0,8% dan bentuk daging berupa daging utuh. Kornet yang memiliki
tingkat kesukaan paling tinggi adalah kornet kelompok 8 yang dibuat dari daging
curing metode curing kering dengan kadar nitrit 0,8% dan bentuk daging berupa
daging potongan. Kornet yang memiliki mutu hedonik yang paling baik adalah
kornet kelompok 6 yang dibuat dari daging curing metode curing kering dengan
kadar nitrit 0,8% dan bentuk daging berupa daging utuh.