laporan km
TRANSCRIPT
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
1.1.1. Latar belakang secara umum
Setiap mahasiswa dituntut untuk tidak hanya mengandalkan teori dan
praktik dalam pendidikan formal saja, tetapi juga harus mau dan siap untuk
terjun ke lapangan secara nyata, mengaplikasikan ilmu yang diperoleh, dan
juga belajar dari aplikasi ilmu yang sudah ada di lapangan. Mengacu pada
alasan tersebut, maka setiap mahasiswa yang mengambil atau mengikuti
program studi strata satu (S1) Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sebelas
Maret (UNS) Surakarta diwajibkan untuk mengikuti Kuliah Magang
Mahasiswa (KMM) di sebuah instansi atau perusahaan. Tujuan dari mata
kuliah ini adalah agar mahasiswa mengenal proses-proses kimia yang
diaplikasikan dalam dunia industri, laboratorium industri, ataupun yang
diaplikasikan dalam bidang-bidang lain yang berhubungan. Pelaksanaan
KMM ini juga diharapkan dapat meningkatkan salah satu usaha yang
diperlukan untuk meningkatkan kerja sama antara instansi atau perusahaan
dengan lembaga pendidikan dalam upaya menyediakan tenaga ahli yang
cukup berpengalaman di bidangnya. Mahasiswa diharapkan dapat
memperoleh pengalaman belajar dan bekerja dalam melakukan perumusan
dan pemecahan masalah secara langsung serta praktis di lapangan, sebagai
bekal di masa depan. Adapun pelaksanaan KMM ini telah diatur prosedurnya
oleh jurusan kimia, sementara untuk pemilihan tempat KMM diserahkan
kepada mahasiswa.
Pelaksanaan KMM ini, dipilih perusahaan makanan ringan sebagai
tempat pelaksanaan KMM. Alasan pemilihan perusahaan makanan ringan
yaitu karena ingin diketahui proses pengolahan limbah industri pada Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL).
-
2
1.1.2. Latar belakang secara khusus
Potensi industri telah memberikan sumbangan bagi perekonomian
Indonesia melalui produk dan jasa yang dihasilkan, namun di sisi lain
pertumbuhan industri telah menimbulkan masalah lingkungan yang cukup
serius. Buangan air limbah industri mengakibatkan timbulnya pencemaran air
sungai yang dapat merugikan masyarakat yang tinggal di sepanjang aliran
sungai, seperti berkurangnya hasil produksi pertanian, menurunnya hasil
tambak, maupun berkurangnya pemanfaatan air sungai oleh penduduk.
Seiring dengan semakin tingginya kepedulian akan kelestarian sungai
dan kepentingan menjaga keberlanjutan lingkungan dan dunia usaha, maka
muncul upaya industri untuk melakukan pengelolaan air limbah industrinya
melalui perencanaan proses produksi yang efisien sehingga mampu
meminimalkan limbah buangan industri dan upaya pengendalian pencemaran
air limbah industrinya melalui penerapan IPAL. Bagi industri yang terbiasa
dengan memaksimalkan profit dan mengabaikan usaha pengelolaan limbah
agaknya bertentangan dengan akal sehat mereka, karena mereka beranggapan
bahwa menerapkan instalasi pengolahan air limbah berarti harus
mengeluarkan biaya pembangunan dan biaya operasional yang mahal. Di
pihak lain, timbul ketidakpercayaan masyarakat bahwa industri akan dan
mampu melakukan pengelolaan limbah dengan sukarela mengingat
banyaknya perusahaan di sepanjang aliran sungai yang membuang air
limbahnya tanpa pengolahan.
Limbah membutuhkan pengolahan bila ternyata mengandung senyawa
pencemaran yang berakibat menciptakan kerusakan terhadap lingkungan atau
paling tidak potensial menciptakan pencemaran. Suatu perkiraan harus dibuat
lebih dahulu dengan jalan mengidentifikasi sumber pencemaran, kegunaan
jenis bahan, sistem pengolahan, banyaknya buangan dan jenisnya, kegunaan
bahan beracun dan berbahaya yang terdapat dalam pabrik. Dengan adanya
perkiraan tersebut maka program pengendalian dan penanggulangan
pencemaran perlu dibuat. Sebab limbah tersebut baik dalam jumlah besar atau
sedikit dalam jangka panjang atau jangka pendek akan membuat perubahan
-
3
terhadap lingkungan, maka diperlukan pengolahan agar limbah yang
dihasilkan tidak sampai mengganggu struktur lingkungan.
Gejala umum pencemaran lingkungan akibat limbah industri yang
segera tampak adalah berubahnya keadaan fisik maupun peruntukan suatu
lingkungan. Air sungai atau air sumur sekitar lokasi industri pencemar, yang
semula berwarna jernih, berubah menjadi keruh berbuih dan berbau busuk,
sehingga tidak layak dipergunakan lagi oleh warga masyarakat sekitar untuk
mandi, mencuci, apalagi untuk bahan baku air minum. Terhadap kesehatan
warga sekitar, dapat timbul penyakit dari yang ringan seperti gatal-gatal pada
kulit sampai yang berat berupa cacat genetik pada anak cucu dan generasi
berikutnya.
Pada umumnya penanganan limbah cair dari industri ini cukup
ditangani dengan sistem biologis, hal ini karena polutannya merupakan bahan
organik seperti karbohidrat, vitamin, dan protein sehingga akan dapat
didegradasi oleh pengolahan secara biologis. Tujuan dasar pengolahan limbah
cair adalah untuk menghilangkan sebagian besar padatan tersuspensi dan
bahan terlarut, kadang-kadang juga untuk penyisihan unsur hara (nutrien)
berupa nitrogen dan fosfor.
Indikator atau tanda bahwa air telah tercemar adalah adanya perubahan
atau tanda yang dapat diamati seperti adanya perubahan suhu air, perubahan
pH atau konsentrasi ion hidrogen, adanya perubahan warna, bau, dan rasa air.
Timbulnya endapan koloidal bahan terlarut serta meningkatnya radioaktivitas
air lingkungan.
Dengan strategi pengolahan lingkungan yang berupaya untuk mengatasi
pencemaran dengan pengelolaan limbah, diharapkan dapat menekan biaya
yang sangat mahal untuk pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan
pengendalian lingkungan. Di sektor industri, upaya yang dilakukan adalah
dengan adanya pengolahan limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri
tersebut.
-
4
1.2. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang dikaji dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pengolahan air limbah di IPAL perusahaan
makanan ringan.
2. Bagaimana kualitas air limbah sebelum dan sesudah masuk di
IPAL perusahaan makanan ringan.
1.3. BATASAN MASALAH
Dalam penulisan laporan KMM ini masalah dan pembahasannya
terbatas pada:
1. Komponen IPAL pada perusahaan makanan ringan berikut fungsi
masing-masing komponen.
2. Hasil uji sampel air limbah yang diambil dari inlet dan outlet di
IPAL perusahaan makanan ringan.
1.4. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka KMM ini bertujuan
sebagai berikut:
1. Mengetahui proses pengolahan air limbah di IPAL perusahaan
makanan ringan.
2. Mengetahui kualitas air limbah di IPAL perusahaan makanan
ringan meliputi bau, suhu, warna, Total Suspended Solid (TSS),
Dissolve Oxygen (DO), dan pH.
1.5. MANFAAT KMM
Praktik kerja lapangan yang dilakukan diharapkan dapat memberikan
manfaat diantaranya:
1. Bagi mahasiswa
a) Mendapatkan pengalaman serta wawasan mengenai aplikasi
ilmu di dunia kerja sesungguhnya.
b) Dapat mengetahui proses pengolahan air limbah pada IPAL
industri makanan ringan.
-
5
2. Bagi jurusan kimia FMIPA UNS
Dapat menjalin kerjasama dengan perusahaan makanan ringan
dalam program KMM.
3. Bagi perusahaan makanan ringan
Dapat menjalin kerjasama terkait dengan IPAL.
-
6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
Perusahaan makanan ringan tempat dilaksanakan KMM adalah sebuah
perusahaan yang bergerak di bidang makanan ringan. Perusahaan ini awal
mulanya didirikan pada awal tahun 1980-an. Dikarenakan kebijakan dari
perusahaan tersebut maka dalam laporan magang ini nama perusahaan tidak
bisa disebutkan sehingga dalam judul pelaporan ini nama perusahaan diganti
dengan sebutan perusahaan makanan ringan. Pendirian perusahaan ini
didasarkan pada peluang yang ada akan besarnya kebutuhan makaroni di
masyarakat dan kurangnya perusahaan yang konsen dalam usaha di bidang
makaroni. Atas dasar inilah perusahaan makanan ringan ini didirikan. Adapun
visi dan misi yang dimiliki oleh perusahaan makanan ringan adalah sebagai
berikut:
1) Ingin menjadi pemimpin dalam industri snack pellet di Indonesia
dengan menggunakan bahan baku unggulan dan bebas bahan
additive serta menggunakan teknologi yang inovatif. Perusahaan
makanan ringan juga berupaya menyediakan solusi untuk pellet
snack / pasta sesuai kebutuhan konsumen.
2) Ingin menyediakan lapangan kerja yang luas dengan keadaan kerja
yang aman dan nyaman.
Daerah distribusi produk dari perusahaan makanan ringan ini adalah di
pulau Jawa dengan didistribusikan melalui pasar-pasar tradisional. Dengan
pemasaran melalui pasar tradisional diharapkan produk perusahaan makanan
ringan ini lebih mudah untuk dijangkau oleh konsumen. Adapun produk-
produk yang diproduksi oleh perusahaan makanan ringan ini diantaranya
adalah berbagai macam jenis makaroni baik berupa setengah jadi maupun
siap saji dan berbagai macam potato. Untuk menjaga loyalitas konsumen
terhadap produk olahan perusahaan makanan ringan ini maka dari pihak
pabrik berusaha untuk menjaga kualitas produk yang dihasilkan dengan
-
7
memprioritaskan pada produk yang menggunakan bahan baku yang sehat dan
menjaga rasa yang enak dari produk yang dihasilkan.
Perusahaan makanan ringan ini memiliki program Corporate Social
Responsibility (CSR) yang ditujukan untuk membantu masyarakat yang ada
di sekitar pabrik perusahaan makanan ringan. Program ini diadakan sebagai
bentuk rasa tanggung jawab pabrik untuk memberikan kontribusi sosial pada
lingkungan yang ada di sekitar pabrik perusahaan makanan ringan. Bentuk
CSR yang dilakukan oleh pabrik perusahaan makanan ringan ini adalah
program sanitasi lingkungan yang bekerja sama dengan Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM) sekitar, pemberian air bersih, dan menjadi sponsor atas
kegiatan yang dilakukan oleh warga di sekitar pabrik.
Saat ini jumlah karyawan yang dimiliki oleh pabrik perusahaan
makanan ringan ini telah mencapai ratusan orang. Ini sesuai dengan salah satu
visi dan misi yang dimiliki oleh perusahaan ini yaitu ingin menyediakan
lapangan kerja yang luas sehingga dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah
yang banyak. Adapun waktu operasi yang ditetapkan oleh pabrik perusahaan
makanan ringan adalah pada hari seninsabtu dari jam 08.0015.00 WIB.
Divisi kerja yang dimiliki oleh pabrik perusahaan makanan ringan ini
meliputi tenaga kerja produksi, tenaga kerja keamanan, tenaga kerja
pengantar barang ke daerah distribusi, dan tenaga kerja pengolahan limbah.
2.2. PENGOLAHAN AIR LIMBAH
2.2.1. Karakteristik air limbah
Air limbah adalah air dari suatu daerah pemukiman yang telah
dipergunakan untuk berbagai keperluan, harus dikumpulkan dan dibuang
untuk menjaga lingkungan hidup yang sehat dan baik (Tchobanoglous, 1991).
Air limbah memiliki ciri-ciri yang dapat dikelompokan menjadi 3 bagian,
yaitu:
a. Ciri-ciri fisik
Ciri-ciri fisik utama air limbah adalah kandungan bahan padat, warna,
bau dan suhunya.
-
8
1) Bahan padat
Air yang terpolusi selalu mengandung padatan yang dapat dibedakan
atas empat kelompok berdasarkan besar partikelnya dan sifat-sifat lainnya
(Fardiaz, 1992). Empat kelompok tersebut yaitu:
1. Padatan terendap (sedimen)
2. Padatan tersuspensi dan koloid
3. Padatan terlarut
4. Minyak dan lemak
2) Warna
Warna adalah ciri kualitatif yang dapat dipakai untuk mengkaji kondisi
umum air limbah. Air buangan industri serta bangkai benda organis yang
menentukan warna air limbah itu sendiri (Sugiharto, 1987). Warna timbul
akibat suatu bahan terlarut atau tersuspensi dalam air, di samping adanya
bahan pewarna tertentu yang kemungkinan mengandung logam berat. Bau
disebabkan karena adanya campuran dari nitrogen, phospor, protein, sulfur,
amoniak, hidrogen sulfida, karbon disulfida dan zat organik lain.
3) Bau
Pembusukan air limbah adalah merupakan sumber dari bau air limbah
(Sugiharto, 1987). Hal ini disebabkan karena adanya zat organik terurai
secara tidak sempurna dalam air limbah. Bau timbul karena adanya kegiatan
mikroorganik yang menguraikan zat organik menghasilkan gas tertentu. Di
samping itu bau juga timbul karena terjadinya reaksi kimia yang
menimbulkan gas. Kuat tidaknya bau yang dihasilkan limbah tergantung pada
jenis dan banyak gas yang ditimbulkan.
4) Suhu
Suhu air limbah biasanya lebih tinggi daripada air bersih, karena adanya
tambahan air hangat dari perkotaan (Tchobanoglous, 1991). Suhu air limbah
mempengaruhi badan penerima bila terdapat perbedaan suhu yang cukup
besar. Suhu air limbah akan mempengaruhi kecepatan reaksi kimia serta tata
kehidupan dalam air. Perubahan suhu memperlihatkan aktivitas kimiawi
-
9
biologis pada benda padat dan gas dalam air. Pembusukan terjadi pada suhu
yang tinggi dan tingkatan oksidasi zat organik jauh lebih besar pada suhu
yang tinggi.
b. Ciri-ciri kimia
Karakteristik kimia air limbah ditentukan oleh DO (Dissolved Oxygen),
BOD (Biologycal Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand) dan
pH (puissance d`Hydrogen Scale) (Ginting, 2007).
1) DO (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan baik
tanaman maupun hewan yang ada di dalam air. Kandungan oksigen di dalam
perairan sangat tergantung pada proses kimia, fisika dan biokimia yang terjadi
di dalam badan air. Analisis terhadap oksigen terlarut adalah kunci pada
kegiatan pengawasan pencemaran air dan pengawasan proses pengolahan air.
Kehidupan yang ada di dalam air tergantung dari kemampuan air untuk
mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk
kehidupan. Ikan merupakan hewan yang memerlukan oksigen dengan nilai
yang tinggi, sedangkan bakteri memerlukan oksigen dengan nilai yang kecil.
Konsentrasi oksigen terlarut untuk kehidupan biota tidak boleh kurang
dari 6 ppm. Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman
air, yang jumlahnya tidak tetap tergantung dari jumlah tanaman dan jumlah
sinar yang dapat masuk ke dalam perairan tersebut untuk proses fotosintesis.
Konsentrasi oksigen terlarut dalam keadaan jenuh bervariasi tergantung dari
suhu dan tekanan udara. Pada suhu 20C dan tekanan 1 atm konsentrasi
oksigen terlarut dalam keadaan jenuh yaitu 9,2 ppm, sedangkan pada suhu
50C dengan tekanan sama tingkat kejenuhannya hanya 5,6 ppm.
Konsentrasi oksigen yang terlalu rendah akan mengakibatkan ikan-ikan
dan binatang lainnya yang membutuhkan oksigen akan mati, sebaliknya
konsentrasi oksigen yang terlalu tinggi juga dapat mengakibatkan proses
korosi semakin cepat karena oksigen akan mengikat hidrogen yang melapisi
permukaan logam. Air dikategorikan sebagai air terpolusi jika konsentrasi
oksigen terlarut menurun sampai di bawah batas minimal yang dibutuhkan
-
10
untuk kehidupan biota di dalam perairan tersebut. Penyebab utama
berkurangnya oksigen terlarut di dalam air adalah adanya bahan-bahan
buangan yang mengkonsumsi oksigen. Bahan-bahan tersebut terdiri dari
bahan yang mudah dibusukkan atau dipecah oleh bakteri dengan adanya
oksigen, sehingga oksigen yang tersedia dikonsumsi oleh bakteri yang aktif
untuk memecah bahan-bahan tersebut, akibatnya semakin banyak bahan-
bahan tersebut semakin berkurang konsentrasi oksigen terlarutnya (Martini,
2006).
Bahan-bahan buangan yang memerlukan oksigen terutama terdiri dari
bahan-bahan organik dan ada beberapa bahan anorganik. Polutan semacam
itu berasal dari berbagai sumber yaitu: kotoran hewan maupun manusia,
tanaman-tanaman yang mati atau sampah organik, bahan-bahan dari
pengolahan industri pangan, pabrik kertas, industri penyamakan kulit, industri
pemotongan daging. Konsentrasi bahan-bahan buangan tersebut selain
dipengaruhi oleh jumlah bahan buangan juga dipengaruhi oleh jumlah air
yang dicemari, oleh karena itu pada musim kemarau di mana air sungai atau
air danau surut konsentrasi bahan buangan tersebut meningkat sehingga
konsentrasi oksigen terlarut menurun (Martini, 2006).
Kebanyakan bahan buangan yang memerlukan oksigen mengandung
karbon sebagai unsur yang terbanyak, salah satu reaksi yang terjadi dengan
adanya bakteri adalah oksidasi karbon menjadi karbon dioksida dengan reaksi
sebagai berikut:
C + O2 Bakteri
CO2
Reaksi tersebut di atas terjadi reaksi pembakaran sempurna, tetapi
sebelum terbentuk CO2 mungkin akan terbentuk hasil-hasil oksidasi
sementara seperti: alkohol, asam, amoniak, dan asam sulfida. Senyawa
tersebut selain berbau busuk juga ada yang bersifat racun terhadap hewan
bahkan manusia (Martini, 2006).
Karena bahan-bahan buangan yang memerlukan oksigen dapat
menurunkan oksigen terlarut di dalam air dengan cepat maka uji terhadap
bahan buangan tersebut perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat
pencemaran perairan.
-
11
Dalam menentukan nilai oksigen terlarut menggunakan metode titrasi
Winkler atau iodometri (azide modification) yang biasa dilakukan di
laboratorium pada metode ini tata kerja berdasarkan pada kemampuan
mengoksidasi oksigen terlarut. Prinsip analisis metode ini adalah oksigen di
dalam sampel akan mengoksidasi MnSO4 yang ditambahkan ke dalam larutan
pada keadaan alkalis, maka akan terjadi endapan Mn(OH)2, dengan adanya
oksigen akan dioksidasi menjadi endapan MnO(OH)2. Dengan penambahan
asam sulfat dan kalium iodida maka akan dibebaskan iodin yang jumlahnya
ekuivalen dengan oksigen terlarut. Iodin yang dibebaskan tersebut kemudian
dianalisis dengan metode titrasi iodometri yaitu dengan menggunakan larutan
standar tiosulfat dengan indikator amilum.
2) BOD (Biologycal Oxygen Demand)
Pemeriksaan BOD dalam air limbah didasarkan atas reaksi oksidasi zat-
zat organik dengan oksigen dalam air dimana proses tersebut dapat
berlangsung karena ada sejumlah bakteri. BOD adalah kebutuhan oksigen
bagi sejumlah bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) semua zat-zat
organik yang terlarut maupun sebagai tersuspensi dalam air menjadi bahan
organik yang lebih sederhana. Nilai ini hanya merupakan jumlah bahan
organik yang dikonsumsi bakteri.
Penguraian zat-zat organik ini terjadi secara alami, aktifnya bakteri-
bakteri menguraikan bahan- bahan organik bersamaan dengan habis pula
oksigen yang dikonsumsi (Ginting, 2007). Menurut reaksi biokimia seperti
berikut:
zat organik + mikroorganisme zat-zat lain + CO2 + H2O
Dengan habisnya oksigen terkonsumsi membuat biota lainnya yang
membutuhkan oksigen menjadi kekurangan dan akibatnya biota yang
memerlukan oksigen ini tidak dapat hidup. Semakin tinggi angka BOD
semakin sulit bagi makhluk air yang membutuhkan oksigen bertahan hidup.
O2
-
12
3) COD (Chemical Oxygen Demand)
Parameter kebutuhan oksigen kimiawi (lebih dikenal dalam istilah
asingnya COD) termasuk parameter yang cukup penting sebagai salah satu
indikator kualitas air. Parameter ini dapat menggambarkan kualitas
lingkungan air akibat pengaruh gejala alam dan aktivitas manusia. COD
merupakan salah satu parameter kimia yang digunakan untuk mengetahui
besarnya tingkat pencemaran limbah organik yang telah terjadi pada sungai,
danau, sumur penduduk, dan air laut. Semakin besar nilai COD suatu sumber
alam, semakin besar pula tingkat pencemaran yang terjadi terhadap sumber
tersebut. Parameter COD terkait sangat erat dengan kandungan zat organik
dan anorganik yang dapat dioksidasi dalam suatu badan air.
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat
organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses
mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam
air. Ada beberapa metode persiapan sampel yang telah lama dikenal dalam
analisis COD yaitu metode refluks dengan pemanas listrik (konduksi).
Metode ini biasanya menggunakan pemanas listrik konvensional seperti hot
plate. Oven listrik ataupun heating block yang didasarkan pada pemindahan
panas dari wadah ke larutan dan selanjutnya ke sampel yang akan didestruksi,
sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu selama 2 jam pada
suhu 145-200C untuk mencapai hasil destruksi yang sempurna. Metode ini
dapat dibagi 2 yaitu sistem refluk terbuka dan sistem refluk tertutup. Pada
sistem refluk terbuka dapat digunakan bermacam jenis air limbah dan jumlah
sampel dapat lebih banyak karena menggunakan gelas erlenmeyer berukuran
250 ml. Pada sistem ini biasanya menggunakan hot plate sebagai
pemanasnya. Sedangkan pada sistem refluk tertutup menggunakan sejenis
tabung reaksi yang terbuat dari borosilikat dan tertutup dengan ukuran
tertentu (1,6 x 10 cm; 2 x 15 cm; atau 2,5 x 15 cm) dengan diameter 2 cm dan
kapasitas 2,510 ml larutan sampel. Jika dibandingkan dengan sistem refluk
terbuka pada sistem refluk tertutup ini lebih ekonomis dari segi bahan
pereaksi dan dapat mengoksidasi senyawa-senyawa organik yang mudah
menguap dengan sempurna karena senyawa-senyawa tersebut mengalami
-
13
kontak yang cukup lama dengan zat pengoksidasi yang digunakan. Biasanya
pada sistem ini digunakan oven listrik sebagai pemanasnya.
4) pH (puissance d`Hydrogen Scale)
pH adalah ukuran yang menunjukan kadar asam atau basa dalam suatu
larutan untuk menyatakan aktifitas ion hidrogen. Pengukuran pH bisa
dilakukan secara elektrik menggunakan alat yang dinamakan pH meter dan
dapat juga menggunakan indikator pewarna yaitu dengan kertas lakmus. Nilai
pH air digunakan untuk mengetahui kondisi keasaman (konsentrasi ion
hidrogen) air limbah. Skala pH berkisar antara 1-14, kisaran nilai pH 1-7
termasuk kondisi asam, pH 7-14 termasuk kondisi basa, dan pH 7 adalah
kondisi netral.
C. Ciri-ciri biologis
Pemeriksaan biologis di dalam air limbah untuk memisahkan apakah
ada bakteri-bakteri pathogen berada di dalam air limbah (Sugiharto, 1987).
Berbagai jenis bakteri yang terdapat di dalam air limbah sangat berbahaya
karena menyebabkan penyakit. Kebanyakan bakteri yang terdapat dalam air
limbah merupakan bantuan yang sangat penting bagi proses pembusukan
bahan organik (Tchobanoglous, 1991).
2.2.2. Unsur dari sistem pengelolaan air limbah modern
Unsur-unsur dari suatu sistem pengelolaan air limbah yang modern
terdiri dari:
1. Sumber air limbah
Sumber air limbah dari suatu daerah pemukiman seperti perumahan,
bangunan komersial, dan industri.
2. Pemrosesan setempat
Sarana untuk pengolahan pendahuluan atau penyamaan air limbah
sebelum masuk ke sistem pengumpul.
3. Pengumpul
Sarana untuk pengumpulan air limbah dari masing-masing sumber
dalam daerah pemukiman.
-
14
4. Penyaluran
Sarana untuk memompa dan mengangkut air limbah yang terkumpul ke
tempat pemrosesan dan pengolahan.
5. Pengolahan
Sarana pengolahan air limbah sebelum dibuang dari suatu daerah ke
saluran irigasi.
6. Pembuangan
Sarana pengolahan limpahan yang sudah diolah dan ampas padat yang
didapat dari pengolahan.
Seperti dalam sistem penyaluran air bersih, dua faktor penting yang
harus diperhatikan dalam sistem pengolahan air limbah adalah jumlah dan
mutu (Tchobanoglous, 1991). Air limbah yang harus dibuang dari suatu
daerah pemukiman terdiri dari:
1. Air limbah rumah tangga
2. Air limbah industri
3. Air resapan/aliran masuk
4. Air hujan
Perkiraan besar air limbah kegiatan industri bervariasi menurut jenis
dan ukuran industri yang ada, pengawasan industri tersebut, jumlah air yang
pemakaiannya berulang, serta cara yang dipergunakan untuk pemrosesan
setempat, bila ada (Tchobanoglous, 1991).
2.2.3. Identifikasi jaringan pengolahan
Jaringan pengolahan air limbah pada dasarnya dikelompokkan menjadi
tiga tahap yaitu pengolahan primer, pengolahan sekunder, dan pengolahan
tersier (Sunu, 2001). Pengertian dari ketiga pengolahan tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengolahan primer
Pengolahan primer semata-mata mencakup pemisahan kerikil, lumpur,
dan penghilangan zat padat yang terapung (Sugiharto, 1987). Hal ini biasa
dilakukan dengan penyaringan dan pengendapan di kolam-kolam
-
15
pengendapan. Buangan dari pengolahan primer biasanya akan mengandung
bahan organik yang lumayan banyak dan BOD-nya relatif tinggi.
b. Pengolahan sekunder
Pengolahan sekunder mencakup pengolahan lebih lanjut dari buangan
pengolahan primer. Hal ini menyangkut pembuangan bahan organik dan sisa-
sisa bahan terapung dan biasanya dilaksanakan dengan proses biologis
mempergunakan filter, aerasi, kolam oksidasi dan cara-cara lainnya
(Tchobanoglous, 1991). Buangan dari pengolahan sekunder biasanya
mempunyai BOD5 yang kecil dan mungkin mengandung beberapa mg/L
oksigen terlarut.
c. Pengolahan lanjutan (tersier)
Pengolahan lanjutan dipergunakan untuk membuang bahan-bahan
terlarut dan terapung yang masih tersisa setelah pengolahan biologis yang
normal apabila dibutuhkan untuk pemakaian air kembali atau untuk
pengendalian eutrofikasi di air penerima (Tchobanoglous, 1991). Pemilihan
seperangkat metode pengolahan tergantung pada berbagai faktor, termasuk
sarana pembuangan yang tersedia. Sebenarnya, perbedaan antara pengolahan
primer, sekunder dan tersier (lanjutan) hanyalah bersifat perjanjian, karena
kebanyakan metode pengolahan air limbah modern mencakup proses-proses
fisik, kimiawi, dan biologis dalam operasi yang sama.
-
16
BAB III
METODE PELAKSANAAN
3.1. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN KMM
Waktu pelaksanaan penelitian KMM adalah pada bulan 20 Juni-23 Juli
2014 dan bertempat di CV. Dian Sehati Mojosongo, Surakarta, Jawa Tengah.
3.2. ANALISIS SAMPEL AIR LIMBAH
Pada tahap ini pengambilan sampel air limbah dilakukan pada pagi hari
jam 10.00 WIB dengan hari yang berbeda. Sampel air limbah diambil dari
inlet dan outlet IPAL CV. Dian Sehati Mojosongo, Surakarta, Jawa Tengah.
Pada uji pH dan suhu air limbah dilaksanakan secara in situ sedangkan
analisis Total Suspended Solid (TSS) dan DO dilaksanakan di laboratorium
UNS. Sampel air inlet adalah air yang masuk ke dalam bak pengendap awal,
sedangkan sampel air outlet adalah air yang keluar dari proses pengolahan
menuju ke badan air penerima. Sampel air yang diambil untuk dibawa ke
laboratorium UNS sebanyak 1,5 liter.
3.3. ALAT DAN BAHAN
3.3.1. Bahan-bahan penelitian
a) Sampel air limbah
b) Kertas saring 42 nm
c) Kertas indikator pH
d) Larutan MnSO4.H2O
e) Larutan H2SO4 pekat p.a
f) Larutan amilum
g) Larutan alkali iodida azida
h) Larutan Na2S2O3 0,025 N
i) Larutan K2Cr2O7 0,1 N
3.3.2. Alat-alat penelitian
a) Gelas beaker pyrex Iwaki
b) Pipet tetes
-
17
c) Botol Winkler
d) Pipet ukur pyrex Iwaki
e) Buret asam pyrex Iwaki
f) Erlenmeyer pyrex Iwaki
g) Gelas ukur pyrex Iwaki
h) Corong kaca pyrex Iwaki
i) Termometer
j) Oven Memmert
k) Desikator
l) Neraca analitik Sartorius bp 110
m) Cawan arloji
n) Statif dan klem
o) Dragball Brand
p) Labu ukur pyrex Iwaki
3.4. PROSEDUR PENELITIAN
3.4.1. Karakteristik fisika
3.4.1.1. Zat padat tersuspensi
Adalah material yang terlarut dalam air atau air limbah yang
tertampung oleh filter. Analisis zat padat dalam air penting untuk mengontrol
proses pengolahan air limbah secara biologi dan fisik dan untuk keperluan
pembatasan kandungan kualitas air limbah.
Tujuan:
Untuk mengetahui besarnya nilai zat padat tersuspensi dari sampel air
limbah.
Cara kerja:
1. Menyiapkan alat yang digunakan, kemudian mengatur oven pada suhu
105oC.
2. Memanaskan kertas saring di dalam oven dengan suhu 105oC selama 1
jam.
3. Mendinginkan kertas saring dalam desikator kurang lebih selama 10-
15 menit.
-
18
4. Menimbang kertas saring secara berulang sampai didapat berat yang
konsisten (sebagai variabel B).
5. Mengocok air sampel sampai homogen, kemudian menakar dalam
gelas ukur sebanyak 30 ml dan menyaring 30 ml air sampel.
6. Mengambil kertas saring dan menempatkan pada oven dengan suhu
103-105oC selama 1 jam.
7. Mendinginkan dalam desikator kurang lebih 10-15 menit.
8. Menimbang kertas saring secara berulang sampai didapat berat yang
konstan (sebagai variabel A).
9. Menetapkan nilai zat padat tersuspensi berdasarkan rumus TSS.
3.4.1.2 Suhu
Suhu adalah parameter untuk mengetahui bagaimana kondisi suhu pada
air limbah di mana pada air limbah biasanya memiliki suhu yang lebih tinggi
dibandingkan dengan suhu pada air biasa.
Tujuan:
Untuk mengetahui suhu air limbah baik pada inlet maupun outlet.
Cara kerja:
1. Memasukkan pangkal termometer ke bak inlet maupun outlet.
2. Mendiamkan selama 15 detik.
3. Mengeluarkan termometer dari bak dan mencatat hasil yang
didapatkan.
3.4.2. Karakteristik kimia
3.4.2.1. DO (Dissolved Oxygen)
DO adalah jumlah oksigen yang terlarut dalam air. Konsentrasi oksigen
terlarut tergantung pada suhu dan tekanan atmosfir, sehingga semakin tinggi
suhu air maka semakin rendah kadar oksigen yang terlarut dalam air. Air
limbah biasanya memiliki suhu yang lebih tinggi dari air biasa, sehingga air
limbah memiliki oksigen terlarut lebih rendah daripada air biasa.
Tujuan:
Untuk mengetahui kadar oksigen dari sampel air limbah.
-
19
Cara kerja:
1. Memasukan sampel ke dalam botol Winkler kemudian
menambahkan larutan MnSO4 sebanyak 1 ml dan pereaksi alkali
iodida azida sebanyak 1 ml.
2. Membuka tutup botol dan membalik-baliknya agar larutan
tercampur.
3. Mendiamkan campuran selama 5 menit agar endapan dapat
mengendap pada dasar botol. Kemudian mengamati warna endapan
yang terjadi. Apabila endapan berwarna putih, berarti O2 terlarut = 0.
Apabila endapan berwarna coklat maka terdapat O2 terlarut.
4. Membuka tutup botol kemudian menambahkan larutan H2SO4 pekat
sebanyak 1 ml.
5. Menutup botol dan membalik-baliknya sehingga semua endapan
larut.
6. Mengambil larutan dari botol sebanyak 5 ml dan memasukkannya ke
dalam erlenmeyer.
7. Menyiapkan buret dan mengisinya dengan larutan Na2S2O3 0,025 N.
8. Menitrasi larutan dalam erlenmeyer dengan larutan Na2S2O3 0,025 N
sehingga warna larutan menjadi kuning muda, kemudian
menambahkan indikator amilum 1 ml, maka larutan menjadi
berwarna biru. Titrasi dilanjutkan sehingga larutan berwarna biru
muda.
9. Menghitung besarnya nilai oksigen terlarut dengan menggunakan
Rumus DO.
3.4.2.2 pH (puissance d`Hydrogen Scale)
pH adalah ukuran yang menunjukkan kadar asam atau basa suatu
larutan. Limbah industri mempunyai pH >7 atau bersifat basa. Adapun pH
yang baik untuk air minum maupun air limbah adalah netral (7).
Tujuan:
Untuk mengetahui pH sampel air limbah.
-
20
Cara kerja:
1. Memasukan kertas lakmus ke dalam bak inlet maupun outlet.
2. Mendiamkan selama 5 detik kemudian mencocokkan warna yang
didapat pada kertas lakmus dengan warna standar kertas lakmus.
3. Mencatat hasil yang didapat.
3.5. ANALISIS DATA
Analisis data hasil uji di laboratorium dilakukan untuk memperoleh
besaran angka hasil pengujian berupa data mentah dan diolah berdasarkan
rumus sehingga ditentukan nilai besaran tersebut. Tujuan analisis adalah
membandingkan besaran baku mutu air limbah yang diijinkan sebelum
dibuang ke badan air penerima. Penelitian ini disusun dalam diagram alir
seperti pada gambar sebagai berikut:
-
21
Gambar 1. Diagram alir penelitian
mulai
Pengolahan data
kesimpulan
selesai
Study literatur
Jumlah oksigen
terlarut
Zat padat
tersuspensi
suhu
pH
Pengujian di
laboratorium
Observasi pengolahan
limbah di IPAL perusahaan
makanan ringan
Pengujian di
tempat
Persiapan alat
dan bahan
-
22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. KOMPONEN IPAL PERUSAHAAN MAKANAN RINGAN
4.1.1. Bak kontrol
Bak kontrol merupakan bak penampung pertama air limbah dari proses
pengolahan makaroni. Volume bak ini adalah 3,02 m3. Pada tahap ini,
digunakan saringan pasir untuk menghalangi padatan dalam ukuran besar
sehingga tidak masuk ke dalam IPAL. Untuk mendapatkan hasil yang lebih
baik, saringan dipasang sebanyak dua saringan. Saringan tersebut diperiksa
setiap hari untuk mengambil bahan yang terjaring. Contoh bahan-bahan yang
terjaring dapat berupa padatan terapung atau melayang yang ikut bersama air.
Bahan lainnya adalah lapisan minyak dan lemak di atas permukaan air.
Dengan pembuatan bak kontrol sebagai salah satu komponen IPAL
diharapkan limbah yang masuk ke dalam bak selanjutnya adalah limbah yang
berbentuk cairan ataupun padatan dalam bentuk butiran-butiran kecil
sehingga diharapkan pengolahan pada bak selanjutnya berfungsi secara
optimal.
Namun pada kenyataannya pada tahap ini terkadang masih didapatkan
padatan dalam ukuran besar. Hal ini dikarenakan dari pengamatan di
lapangan didapatkan debit air yang masuk adalah 1,94 L/s. Terlebih lagi pada
saat terjadi proses penggaraman dihasilkan luapan air yang cukup besar
sehingga mendorong padatan dalam ukuran cukup besar sehingga mampu
masuk ke dalam bak selanjutnya.
-
23
(tampak atas)
Gambar 2. Bak kontrol
4.1.2. Bak equalisasi
Setelah melewati bak kontrol, selanjutnya air limbah diolah pada bak
equalisasi. Equalisasi adalah peredaman (pengurangan) aliran yang tidak
continue menjadi aliran yang mendekati konstan. Fungsi utama bak
equalisasi adalah untuk perataan debit air limbah yang masuk ke unit
pengolahan selanjutnya. Selain daripada itu bak equalisasi juga berfungsi
sebagai kolam pencampuran air limbah itu sendiri. Pencampuran ini
dimaksudkan untuk menciptakan keadaan yang homogen dari air limbah
tersebut, untuk selanjutnya dipompakan ke bak selanjutnya.Volume bak ini
adalah 19,21 m3.
Ukuran bak:
t = 156 cm
l = 85 cm
p = 228 cm
(tampak samping)
-
24
(tampak atas)
Gambar 3. Bak equalisasi
4.1.3. Bak anaerob
Setelah melewati bak equalisasi, selanjutnya air limbah diolah pada bak
anaerob. Volume bak ini adalah 25,94 m3. Pada bak ini, air limbah
mengalami proses fermentasi anaerob. Proses fermentasi anaerob pada
dasarnya adalah proses yang mengubah senyawa organik menjadi metana
(CH4) dan karbon dioksida (CO2) tanpa kehadiran oksigen (O2). Dekomposisi
senyawa organik melalui proses anaerob ini terjadi melalui tiga tahapan
proses, yaitu tahap reaksi hidrolisis, tahap reaksi pembentukan asam, dan
tahap reaksi pembentukan metana.
Reaksi hidrolisis merupakan proses pelarutan senyawa organik yang
mulanya tidak larut dan proses penguraian senyawa tersebut menjadi senyawa
dengan berat molekul yang cukup kecil untuk dapat melewati membran sel.
Proses pembentukan asam melibatkan dua golongan besar bakteri, yaitu
bakteri asidogenik dan bakteri asetogenik. Bakteri asidogenik pada mulanya
memfermentasikan hasil hidrolisa menjadi asam-asam lemak volatil berantai
pendek seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat, H2, CO2, asam
laktat, asam valerat, etanol, amonia, dan sulfida. Konsentrasi H2 memegang
peranan penting dalam mengontrol proporsi berbagai produk bakteri
asidogenik. Asam propionat dan asam-asam lemak lainnya yang dihasilkan
(tampak samping)
Ukuran bak:
t = 196 cm
l = 228 cm
p = 430 cm
-
25
oleh bakteri asidogenik dikonversi oleh bakteri asetogenik menjadi asam
asetat, H2, dan CO2.
Pada proses pembentukan metana, gas metana yang dihasilkan terutama
berasal dari asam asetat, tetapi ada juga gas metana yang terbentuk dari
hidrogen dan karbon dioksida. Ada dua kelompok bakteri yang berperan,
yaitu bakteri metana asetoklasik dan bakteri metana pengkonsumsi hidrogen.
Bakteri metana asetoklasik mengubah asam asetat menjadi karbon dioksida
dan metana. Bakteri ini mampu mengontrol nilai pH proses fermentasi
dengan jalan mengkonsumsi asam asetat dan membentuk CO2. Bakteri
pengkonsumsi hidrogen mengubah hidrogen bersama-sama dengan karbon
dioksida menjadi metana dan air. Sisa hidrogen yang tertinggal mengatur laju
produksi asam total dan campuran asam yang diproduksi oleh bakteri
pembentuk asam.
Mekanisme umumnya adalah:
(tampak atas)
Gambar 4. Bak anaerob
4.1.4. Bak aerob
Setelah melewati bak anaerob, selanjutnya air limbah diolah pada bak
aerob. Volume bak ini adalah 4,47 m3. Proses aerob adalah salah satu
Ukuran bak:
t = 193 cm
l = 240 cm
p = 560 cm
(tampak samping)
-
26
proses pengolahan limbah yang berlangsung dengan hadirnya oksigen dengan
memanfaatkan aktifitas mikroba aerob, untuk menguraikan zat organik yang
terdapat dalam air limbah menjadi zat anorganik yang stabil dan tidak
memberikan dampak pencemaran terhadap lingkungan.
Dalam air dan penanganan air limbah, bakteri penting karena kultur
bakteri dapat digunakan untuk menghilangkan bahan organik dan mineral-
mineral yang tidak diinginkan dari air limbah. Kebanyakan bakteri adalah
kemoheterotrofik yaitu menggunakan bahan organik sebagai sumber energi
dan karbon. Beberapa spesies mengoksidasi senyawa-senyawa anorganik
tereduksi seperti NH3 untuk energi dan menggunakan CO2 sebagai sumber
karbon. Bakteri kemoheterotrofik merupakan bakteri terpenting dalam
pengolahan air limbah karena bakteri ini akan memecah bahan-bahan
organik, mengoksidasi amoniak nitrogen menjadi nitrogen nitrat terutama
oleh bakteri nitrifikasi.
Sistem penanganan aerobik digunakan sebagai pencegah timbulnya
masalah bau selama penanganan limbah, agar memenuhi persyaratan effluent
dan untuk stabilisasi limbah sebelum dialirkan ke lingkungan. Oksidasi
aerobik material organik dilakukan dalam bak aerasi ini. Bakteri diperlukan
untuk menguraikan bahan organik yang ada dalam air limbah. Oleh karena
itu, diperlukan jumlah bakteri yang cukup untuk menguraikan bahan-bahan
tersebut. Bakteri itu sendiri akan berkembang biak apabila jumlah makanan
yang terkandung di dalamnya cukup tersedia, sehingga pertumbuhan bakteri
dapat dipertahankan secara konstan. Penambahan makanan untuk bakteri
berasal dari lumpur yang baru, sehingga bakteri dapat dipertahankan dan
pengolahan air limbah dapat terus berlangsung. Pada perusahaan makanan
ringan ini ditambahkan nutrisi berupa pupuk urea sebagai makanan tambahan
untuk bakteri selain dari pengembalian lumpur dari bak pengendapan. Hal
tersebut dilakukan agar bakteri terhindar dari fase endogeneus dimana jumlah
kematian akan lebih besar daripada jumlah pertumbuhannya akibat dari
jumlah makanan yang habis dipergunakan.
-
27
Jenis-jenis bakteri yang berperan penting dalam penguraian limbah
organik secara aerob antara lain: Zooglea ramigera, Escherichia coli,
Alcaligenes sp, Bacillus sp, Corynebacterium sp, Nocardia sp.
Oksidasi
CxHyOz + O2 CO2 + H2O
Perkembangan Mikroorganisme
CxHyOz + NH3 + O2 sel-sel mikroorganisme + CO2 + H2O
Oksidasi Endogen
Sel mikroorganisme + O2 CO2 + H2O + NH3
(tampak atas)
Gambar 5. Bak aerasi
Namun, baik pada bak anaerob maupun aerob proses penguraian limbah
menggunakan bakteri tidaklah optimal hal ini dikarenakan debit air yang
cukup besar sehingga waktu tinggal limbah hanyalah sebentar pada bak
anaerob maupun aerob ditambah lagi suhu pada bak yang cukup tinggi yaitu
44C di mana suhu yang bisa ditoleransi untuk hidup bakteri untuk IPAL
adalah maksimal 40C sedangkan suhu yang ideal adalah 25C.
Ukuran bak:
t = 145 cm
d = 198 cm
(tampak samping)
-
28
4.1.5 Bak Penyaringan
Setelah air limbah diolah pada bak aerasi selanjutnya air limbah akan
diolah pada bak penyaringan. Volume bak ini adalah 11,13 m3. Pada bak ini
menggunakan media ijuk, arang, dan pecahan genting. Fungsi dari bangunan
filter adalah memisahkan zat padat dan zat kimia yang terkandung pada air
limbah. Pada pengolahan air buangan, filtrasi dilakukan setelah pengolahan
kimia-fisika atau pengolahan biologi.
(tampak atas)
Gambar 6. Bak filtrasi
4.1.6. Bak indikator
Fungsi bak indikator adalah untuk uji kualitas effluent pengolahan
limbah dengan indikator biologis. Volume bak ini adalah 5,99 m3. Indikator
biologis yang dapat digunakan disini adalah ikan dari jenis koi, nila, dan
tombro. Jika indikator biologis tersebut dapat hidup dalam air hasil olahan
limbah cair berarti kualitas effluent limbah bagus. Dan sebaliknya, jika
indikator-indikator biologis tersebut tidak dapat bertahan hidup maka kualitas
effluent bisa dinyatakan buruk dan limbah jelek sehingga harus dievaluasi
proses unit-unit pengolahan limbah sebelumnya. Namun, pada perusahaan
makanan ringan tempat dilaksanakan magang, bak ini tidak diberi ikan
Ukuran bak:
t = 203 cm
l = 222 cm
p = 247 cm
(tampak samping)
-
29
dikarenakan faktor suhu yang terdapat pada bak ini masih cukup tinggi untuk
habitat ikan.
(tampak atas)
Gambar 7. Bak indikator
Secara lengkap denah IPAL pada perusahaan makanan ringan sebagai
berikut :
Gambar 8. Denah IPAL
Keterangan:
1. Bak kontrol
2. Bak equalisasi
3. Bak anaerob
4. Bak aerob
Ukuran bak:
t = 203 cm
l = 133 cm
p = 222 cm
(tampak samping)
-
30
5. Bak penyaringan
6. Bak indikator
4.2. HASIL UJI KUALITAS AIR LIMBAH
Tabel 1. Kualitas air limbah
No. Parameter Satuan Batas syarat Hasil analisis
di Inlet
Hasil analisis
di outlet
I Fisika
Bau - Berbau cukup
menyengat
Bau
menyengat
tidak begitu
tercium
Suhu 1 C Maks. 40 44 39
Suhu 2 C Maks. 40 44 42
Warna - Coklat keruh Bening agak
keruh
Zat padat
tersuspensi
mg/L Maks. 85
(Ref. A)
433,3 133,3
II Kimia
DO 1 Ppm Min. 2,0
(Ref. B)
2,02 5,85
DO 2 Ppm Min. 2,0
(Ref. B)
1,61 5,04
pH 6-9 (Ref. A) 7 8
Keterangan:
Ref. A = PERDA JATENG no. 5 tahun 2012
Ref. B = PP No.82 tahun 2001 dan Swingle, H.S. tahun 1968
Suhu 1 = suhu pada pengujian pertama
Suhu 2 = suhu pada pengujian kedua
DO 1 = DO pada pengujian pertama
DO 2 = DO pada pengujian kedua
-
31
4.2.1. Bau
Dari hasil pengujian di laboratorium didapatkan hasil bahwa sampel air
di inlet berbau menyengat sedangkan pada outlet limbah yang dihasilkan
sudah tidak menghasilkan bau yang menyengat. Hal ini sesuai dengan syarat
minimum yang diijinkan oleh Balai Lingkungan Hidup (BLH). Masih adanya
sedikit bau pada bak outlet dikarenakan masih ada senyawa organik yang
belum terurai secara sempurna.
4.2.2. Suhu
Berikut adalah data suhu yang didapatkan di lapangan ketika diperiksa
pada pukul 10.00 WIB pada 2 hari yang berbeda yang disajikan dalam
bentuk grafik:
Gambar 9. Suhu air limbah
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
inlet 1 inlet 2
suh
u (
C)
32
34
36
38
40
42
44
46
outlet 1 outlet 2
suh
u (
C)
Keterangan:
inlet 1: inlet pada
uji pertama
inlet 2: inlet pada
uji kedua
Keterangan:
outlet 1: inlet pada
uji pertama
outlet 2: inlet pada
uji kedua
-
32
Dari hasil pengujian yang dilakukan di lapangan didapatkan hasil
bahwa suhu sampel air pada pengujian pertama adalah di inlet adalah 44C
sedangkan di outlet 39C. Sedangkan pada pengujian kedua didapatkan suhu
di inlet adalah 44C sedangkan di outlet 42C. Perbedaan suhu yang
didapatkan ini dimungkinkan karena aktivitas pada pabrik yang belum tentu
sama tiap harinya dan juga pengaruh kondisi lingkungan. Suhu yang ada baik
pada inlet maupun outlet masih di atas baku mutu yang dianjurkan yaitu
28C. Namun, hal ini masih dapat dimaklumi karena pada umumnya suhu air
limbah lebih tinggi dibandingkan suhu air normal selama suhu tersebut masih
di bawah 40C. Hal ini dikarenakan pada suhu di atas 40C dimungkinkan
bakteri yang seharusnya dapat mengurai limbah pada IPAL tidak bisa hidup
dikarenakan suhu yang panas.
4.2.3. Warna
Dari sampel yang diambil didapatkan hasil bahwa warna air di inlet
adalah coklat keruh sedangkan warna air di outlet adalah putih keruh. Warna
air coklat keruh pada bak inlet dikarenakan air limbah belum diolah
sedangkan pada bak outlet air limbah telah mengalami beberapa pengolahan
secara bertahap melalui bak-bak yang ada pada IPAL.
4.2.4. TSS (Total Suspended Solid)
Dari hasil pengujian di laboratorium didapatkan hasil bahwa nilai zat
padat tersuspensi sampel air di inlet sebesar 433,3 mg/L sedangkan pada
outlet adalah 133,3 mg/L. Jika data ini dibandingkan dengan persyaratan
maksimum yang ditetapkan oleh PERDA JATENG nomor 5 tahun 2012
maka TSS yang diperoleh baik pada inlet maupun outlet sudah melebihi batas
yang dianjurkan di mana batas maksimum yang dianjurkan adalah 85 mg/L.
4.2.5. DO (Dissolved Oxygen)
Berikut adalah hasil uji kualitas DO pabrik makanan ringan yang
didapatkan dari uji sampel yang diambil pada jam 10.00 WIB pada 2 hari
yang berbeda yang dilakukan yang disajikan dalam bentuk grafik:
-
33
Gambar 10. DO air limbah
Pada pengujian DO digunakan metode titrasi Winkler. Pemilihan
metode ini dikarenakan cara ini lebih analitis, tepat, dan akurat dibandingkan
dengan uji menggunakan DO meter. Prinsipnya adalah melakukan titrasi
dengan menggunakan iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu
ditambahkan larutan MnSO4 dan NaOH - KI, sehingga akan terjadi endapan
MnO(OH)2. Dengan menambahkan H2SO4 maka endapan yang terjadi akan
larut kembali dan juga akan membebaskan molekul I3- yang ekivalen dengan
oksigen terlarut. I3- yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan
0
0,5
1
1,5
2
2,5
inlet 1 inlet 2
DO
(p
pm
)
0
1
2
3
4
5
6
7
outlet 1 outlet 2
DO
(p
pm
)Keterangan:
inlet 1: inlet pada
uji pertama
inlet 2: inlet pada
uji kedua
Keterangan:
outlet1: inlet pada
uji pertama
outlet 2: inlet pada
uji kedua
-
34
standar natrium tiosulfat (Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan
amilum (kanji).
Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan:
MnSO4 + 2 NaOH-KI Mn(OH)2 + Na2SO4 + 2 KI
2 Mn(OH)2 + O2 2 MnO(OH)2
MnO(OH)2 + 2 KI + 4H+ Mn
2+ + I2 + 3 H2O + 2 K
+
I2 + KI I3- + K
+
I3--amilum + 2 Na2S2O3 + K
+ Na2S4O6 + 2NaI
+ KI
I3- yang terbentuk dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat hingga
terbentuk warna kuning pucat yang menandakan I3- tersebut hampir habis
bereaksi dan mendekati titik ekivalen. Untuk mempermudah mengetahui titik
akhir titrasi maka digunakan indikator amilum pada kondisi tersebut sehingga
terbentuk larutan berwarna biru. Larutan kanji harus ditambahkan pada saat
akhir titrasi mendekati titik ekivalen ketika I3- tinggal sedikit dan larutan yang
dititrasi berwarna kuning. Jika larutan kanji yang ditambahkan pada awal
titrasi ketika masih banyak terdapat I3- dalam larutan, maka sejumlah besar
senyawa iod-kanji yang terbentuk akan bereaksi lambat dengan tiosulfat.
Dari hasil pengujian di laboratorium didapatkan hasil bahwa nilai
oksigen terlarut sampel air di inlet pada pengujian pertama adalah 2,02
sedangkan pada outlet didapatkan nilai oksigen terlarut adalah 5,85.
Sedangkan pada pengujian kedua didapatkan nilai DO pada inlet adalah 1,61
sedangkan nilai DO pada outlet adalah 5,04. Perbedaan nilai DO yang
didapatkan dikarenakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai DO
yaitu meliputi: kekeruhan, suhu, dan salinitas. Berdasarkan daftar klasifikasi
tingkat pencemaran yang dikeluarkan oleh pemerintah no. 82 tahun 2011
tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dapat
diketahui bahwa air limbah yang berada pada inlet tergolong air limbah yang
tercemar pada pengujian pertama sedangkan pada pengujian kedua termasuk
tingkat pencemaran berat. Adapun air limbah yang berada pada outlet dapat
dikategorikan sebagai air limbah yang tercemar ringan baik pada pengujian
pertama maupun pengujian kedua sehingga masih dapat ditoleransi untuk
dibuang ke lingkungan.
-
35
4.2.6. pH (puissance d`Hydrogen Scale)
Berdasarkan hasil pengujian di lapangan didapatkan hasil bahwa
sampel air di inlet memiliki pH 7 sedangkan di outlet memiliki pH 8.
Berdasarkan syarat maksimum yang diijinkan yaitu antara 6-9 sehingga
memenuhi persyaratan air limbah layak untuk dibuang ke sungai berdasarkan
parameter pH.
-
36
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Dari hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab
sebelumnya diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Proses pengolahan air limbah di IPAL perusahaan makanan ringan
Mojosongo Surakarta meliputi: bak kontrol yang berfungsi untuk
menghalangi padatan dalam ukuran besar supaya tidak masuk ke dalam
bak selanjutnya, bak equalisasi berfungsi untuk membagi dan
meratakan volume pasokan untuk masuk pada proses treatment utama,
bak anaerob berfungsi untuk melakukan proses fermentasi anaerob pada
air limbah, bak aerob berfungsi untuk menguraikan zat organik yang
terdapat dalam air limbah secara aerobik, bak penyaringan berfungsi
untuk memisahkan zat padat dan zat kimia yang terkandung pada air
limbah, dan bak indikator yang berfungsi untuk menguji kualitas
effluent setelah mengalami pengolahan pada bak sebelumnya.
2. Hasil pengujian di laboratorium memperoleh nilai parameter kualitas
sampel air limbah di inlet berbau menyengat, suhu 44C, warna coklat
keruh, nilai zat padat tersuspensi sebesar 433,3 mg/L, pH 7, dan DO 1
sebesar 2,02 ppm sedangkan DO 2 sebesar 1,61. Adapun kualitas
sampel air limbah pada outlet berbau sedikit menyengat, warna putih
keruh, nilai zat padat tersuspensi sebesar 133,3 mg/L, pH 8, dan DO 1
sebesar 5,85 ppm sedangkan DO 2 sebesar 5,04. Berdasarkan pengujian
ini maka air limbah pabrik perusahaan makanan ringan tempat
dilaksanakan magang sudah memenuhi kriteria untuk dibuang ke
lingkungan hanya saja nilai zat padat tersuspensinya perlu untuk
dikurangi.
-
37
5.2. SARAN
Beberapa alternatif saran yang dapat diberikan mengenai metode
pengolahan air limbah di perusahaan makanan ringan Mojosongo antara lain
sebagai berikut:
1. Melakukan efisiensi terhadap air limbah yang dihasilkan oleh pabrik
guna mendapatkan waktu tinggal yang cukup pada IPAL sehingga
limbah yang dihasilkan dapat diurai secara optimal oleh bakteri yang
ada di dalam IPAL.
2. Membuat bak penampungan yang berfungsi sebagai kolam pendingin
dan juga untuk menampung air sebelum disalurkan ke IPAL guna
mengurangi debit air sambil memasang control valve pada pipa
sehingga laju air yang disalurkan ke IPAL dapat dikendalikan.
3. Memasang aerator pada bak penampungan guna mengurangi suhu
panas pada air limbah.
4. Membuat polisi tidur dari bahan konduktor sepanjang aliran pipa
pembuangan limbah sebelum mencapai IPAL guna mengurangi suhu
air limbah yang dihasilkan.
5. Melakukan uji lebih lanjut dengan parameter lain semisal BOD dan
COD guna mendapatkan hasil uji kualitas air limbah yang lebih
lengkap.
-
38
DAFTAR PUSTAKA
Fardiaz, H. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius. Yogyakarta.
Ginting, P. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah. Yrama Widya.
Bandung.
Martini, T. 2006. Analisis Oksigen Terlarut dan Kebutuhan Oksigen Biologi.
Laboratorium Pusat MIPA Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah. Universitas Indonesia
(UI-Press). Jakarta.
Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO 14001. PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Swingle, H.S. 1968. Standardization of Chemical Analysis for Water and Pond
Muds. F.A.O. Fish, Rep. 44, 4 , 379 - 406 pp.
Tchobanoglous, G. 1991. Teknik Sumber Daya Air. Erlangga. Jakarta.
-
39
LAMPIRAN:
1. Perhitungan debit air limbah:
Debit = volume
Waktu
Debit = 194,085 L
100 s
= 1,94 L/s
2. Perhitungan DO
oksigen terlarut (mg/L) = VaxNax8000xF
50
Di mana
Va = volume Na2S2O3
Na = Normalitas Na2S2O3
F = volume botol dibagi volume botol dikurangi volume pereaksi MnSO4
dan alkali Iodida azida
No. Sampel V
sampel
V Na2S2O3 0,025 N Perubahan
warna I II
1. Sampel 1
inlet
5 ml 0,5 ml 0,5 ml Putih keruh-
biru muda
2. Sampel 1
outlet
5 ml 1,4 ml 1,5 ml Putih keruh-
biru muda
3. Sampel 2
inlet
5 ml 0,4 ml 0,4 ml Putih keruh-
biru muda
4. Sampel 2
outlet
5 ml 1,2 ml 1,3 ml Putih keruh-
biru muda
a. DO 1 di inlet (mg/L) = 0,5 ml x 0,025 N x 8000 x (250 ml/ (250 ml 2 ml))
50
= 2,02 ppm
-
40
b. DO 2 di inlet (mg/L) = 0,4 ml x 0,025 N x 8000 x (250 ml/ (250 ml 2 ml)) 50
= 1,61 ppm
c. DO 1 di outlet (mg/L) = 1,45 ml x 0,025 N x 8000 x (250 ml/ (250 2 ml))
50
= 5,85 ppm
d. DO 2 di outlet (mg/L) = 1,25 ml x 0,025 N x 8000 x (250 ml/ (250 ml 2 ml))
50
= 5,04
3. Perhitungan total zat padat tersuspensi (TSS)
TSS (mg/L) = (A-B) x 1000
V
Di mana
A = berat kertas saring + residu kering (mg)
B = berat kertas saring (mg)
V = volume sampel (ml)
a. TSS di inlet (mg/L) = (640 mg - 627 mg) x 1000 30 ml
= 433,3 mg/L
b. TSS di outlet (mg/L) = (630 mg 626 mg) x 1000 30 ml
= 133,3 mg/L