laporan km

40
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. Latar belakang secara umum Setiap mahasiswa dituntut untuk tidak hanya mengandalkan teori dan praktik dalam pendidikan formal saja, tetapi juga harus mau dan siap untuk terjun ke lapangan secara nyata, mengaplikasikan ilmu yang diperoleh, dan juga belajar dari aplikasi ilmu yang sudah ada di lapangan. Mengacu pada alasan tersebut, maka setiap mahasiswa yang mengambil atau mengikuti program studi strata satu (S1) Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta diwajibkan untuk mengikuti Kuliah Magang Mahasiswa (KMM) di sebuah instansi atau perusahaan. Tujuan dari mata kuliah ini adalah agar mahasiswa mengenal proses-proses kimia yang diaplikasikan dalam dunia industri, laboratorium industri, ataupun yang diaplikasikan dalam bidang-bidang lain yang berhubungan. Pelaksanaan KMM ini juga diharapkan dapat meningkatkan salah satu usaha yang diperlukan untuk meningkatkan kerja sama antara instansi atau perusahaan dengan lembaga pendidikan dalam upaya menyediakan tenaga ahli yang cukup berpengalaman di bidangnya. Mahasiswa diharapkan dapat memperoleh pengalaman belajar dan bekerja dalam melakukan perumusan dan pemecahan masalah secara langsung serta praktis di lapangan, sebagai bekal di masa depan. Adapun pelaksanaan KMM ini telah diatur prosedurnya oleh jurusan kimia, sementara untuk pemilihan tempat KMM diserahkan kepada mahasiswa. Pelaksanaan KMM ini, dipilih perusahaan makanan ringan sebagai tempat pelaksanaan KMM. Alasan pemilihan perusahaan makanan ringan yaitu karena ingin diketahui proses pengolahan limbah industri pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

Upload: zuhdialqowam

Post on 15-Sep-2015

233 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. LATAR BELAKANG

    1.1.1. Latar belakang secara umum

    Setiap mahasiswa dituntut untuk tidak hanya mengandalkan teori dan

    praktik dalam pendidikan formal saja, tetapi juga harus mau dan siap untuk

    terjun ke lapangan secara nyata, mengaplikasikan ilmu yang diperoleh, dan

    juga belajar dari aplikasi ilmu yang sudah ada di lapangan. Mengacu pada

    alasan tersebut, maka setiap mahasiswa yang mengambil atau mengikuti

    program studi strata satu (S1) Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sebelas

    Maret (UNS) Surakarta diwajibkan untuk mengikuti Kuliah Magang

    Mahasiswa (KMM) di sebuah instansi atau perusahaan. Tujuan dari mata

    kuliah ini adalah agar mahasiswa mengenal proses-proses kimia yang

    diaplikasikan dalam dunia industri, laboratorium industri, ataupun yang

    diaplikasikan dalam bidang-bidang lain yang berhubungan. Pelaksanaan

    KMM ini juga diharapkan dapat meningkatkan salah satu usaha yang

    diperlukan untuk meningkatkan kerja sama antara instansi atau perusahaan

    dengan lembaga pendidikan dalam upaya menyediakan tenaga ahli yang

    cukup berpengalaman di bidangnya. Mahasiswa diharapkan dapat

    memperoleh pengalaman belajar dan bekerja dalam melakukan perumusan

    dan pemecahan masalah secara langsung serta praktis di lapangan, sebagai

    bekal di masa depan. Adapun pelaksanaan KMM ini telah diatur prosedurnya

    oleh jurusan kimia, sementara untuk pemilihan tempat KMM diserahkan

    kepada mahasiswa.

    Pelaksanaan KMM ini, dipilih perusahaan makanan ringan sebagai

    tempat pelaksanaan KMM. Alasan pemilihan perusahaan makanan ringan

    yaitu karena ingin diketahui proses pengolahan limbah industri pada Instalasi

    Pengolahan Air Limbah (IPAL).

  • 2

    1.1.2. Latar belakang secara khusus

    Potensi industri telah memberikan sumbangan bagi perekonomian

    Indonesia melalui produk dan jasa yang dihasilkan, namun di sisi lain

    pertumbuhan industri telah menimbulkan masalah lingkungan yang cukup

    serius. Buangan air limbah industri mengakibatkan timbulnya pencemaran air

    sungai yang dapat merugikan masyarakat yang tinggal di sepanjang aliran

    sungai, seperti berkurangnya hasil produksi pertanian, menurunnya hasil

    tambak, maupun berkurangnya pemanfaatan air sungai oleh penduduk.

    Seiring dengan semakin tingginya kepedulian akan kelestarian sungai

    dan kepentingan menjaga keberlanjutan lingkungan dan dunia usaha, maka

    muncul upaya industri untuk melakukan pengelolaan air limbah industrinya

    melalui perencanaan proses produksi yang efisien sehingga mampu

    meminimalkan limbah buangan industri dan upaya pengendalian pencemaran

    air limbah industrinya melalui penerapan IPAL. Bagi industri yang terbiasa

    dengan memaksimalkan profit dan mengabaikan usaha pengelolaan limbah

    agaknya bertentangan dengan akal sehat mereka, karena mereka beranggapan

    bahwa menerapkan instalasi pengolahan air limbah berarti harus

    mengeluarkan biaya pembangunan dan biaya operasional yang mahal. Di

    pihak lain, timbul ketidakpercayaan masyarakat bahwa industri akan dan

    mampu melakukan pengelolaan limbah dengan sukarela mengingat

    banyaknya perusahaan di sepanjang aliran sungai yang membuang air

    limbahnya tanpa pengolahan.

    Limbah membutuhkan pengolahan bila ternyata mengandung senyawa

    pencemaran yang berakibat menciptakan kerusakan terhadap lingkungan atau

    paling tidak potensial menciptakan pencemaran. Suatu perkiraan harus dibuat

    lebih dahulu dengan jalan mengidentifikasi sumber pencemaran, kegunaan

    jenis bahan, sistem pengolahan, banyaknya buangan dan jenisnya, kegunaan

    bahan beracun dan berbahaya yang terdapat dalam pabrik. Dengan adanya

    perkiraan tersebut maka program pengendalian dan penanggulangan

    pencemaran perlu dibuat. Sebab limbah tersebut baik dalam jumlah besar atau

    sedikit dalam jangka panjang atau jangka pendek akan membuat perubahan

  • 3

    terhadap lingkungan, maka diperlukan pengolahan agar limbah yang

    dihasilkan tidak sampai mengganggu struktur lingkungan.

    Gejala umum pencemaran lingkungan akibat limbah industri yang

    segera tampak adalah berubahnya keadaan fisik maupun peruntukan suatu

    lingkungan. Air sungai atau air sumur sekitar lokasi industri pencemar, yang

    semula berwarna jernih, berubah menjadi keruh berbuih dan berbau busuk,

    sehingga tidak layak dipergunakan lagi oleh warga masyarakat sekitar untuk

    mandi, mencuci, apalagi untuk bahan baku air minum. Terhadap kesehatan

    warga sekitar, dapat timbul penyakit dari yang ringan seperti gatal-gatal pada

    kulit sampai yang berat berupa cacat genetik pada anak cucu dan generasi

    berikutnya.

    Pada umumnya penanganan limbah cair dari industri ini cukup

    ditangani dengan sistem biologis, hal ini karena polutannya merupakan bahan

    organik seperti karbohidrat, vitamin, dan protein sehingga akan dapat

    didegradasi oleh pengolahan secara biologis. Tujuan dasar pengolahan limbah

    cair adalah untuk menghilangkan sebagian besar padatan tersuspensi dan

    bahan terlarut, kadang-kadang juga untuk penyisihan unsur hara (nutrien)

    berupa nitrogen dan fosfor.

    Indikator atau tanda bahwa air telah tercemar adalah adanya perubahan

    atau tanda yang dapat diamati seperti adanya perubahan suhu air, perubahan

    pH atau konsentrasi ion hidrogen, adanya perubahan warna, bau, dan rasa air.

    Timbulnya endapan koloidal bahan terlarut serta meningkatnya radioaktivitas

    air lingkungan.

    Dengan strategi pengolahan lingkungan yang berupaya untuk mengatasi

    pencemaran dengan pengelolaan limbah, diharapkan dapat menekan biaya

    yang sangat mahal untuk pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan

    pengendalian lingkungan. Di sektor industri, upaya yang dilakukan adalah

    dengan adanya pengolahan limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri

    tersebut.

  • 4

    1.2. PERUMUSAN MASALAH

    Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang dikaji dalam

    penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Bagaimana proses pengolahan air limbah di IPAL perusahaan

    makanan ringan.

    2. Bagaimana kualitas air limbah sebelum dan sesudah masuk di

    IPAL perusahaan makanan ringan.

    1.3. BATASAN MASALAH

    Dalam penulisan laporan KMM ini masalah dan pembahasannya

    terbatas pada:

    1. Komponen IPAL pada perusahaan makanan ringan berikut fungsi

    masing-masing komponen.

    2. Hasil uji sampel air limbah yang diambil dari inlet dan outlet di

    IPAL perusahaan makanan ringan.

    1.4. TUJUAN

    Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka KMM ini bertujuan

    sebagai berikut:

    1. Mengetahui proses pengolahan air limbah di IPAL perusahaan

    makanan ringan.

    2. Mengetahui kualitas air limbah di IPAL perusahaan makanan

    ringan meliputi bau, suhu, warna, Total Suspended Solid (TSS),

    Dissolve Oxygen (DO), dan pH.

    1.5. MANFAAT KMM

    Praktik kerja lapangan yang dilakukan diharapkan dapat memberikan

    manfaat diantaranya:

    1. Bagi mahasiswa

    a) Mendapatkan pengalaman serta wawasan mengenai aplikasi

    ilmu di dunia kerja sesungguhnya.

    b) Dapat mengetahui proses pengolahan air limbah pada IPAL

    industri makanan ringan.

  • 5

    2. Bagi jurusan kimia FMIPA UNS

    Dapat menjalin kerjasama dengan perusahaan makanan ringan

    dalam program KMM.

    3. Bagi perusahaan makanan ringan

    Dapat menjalin kerjasama terkait dengan IPAL.

  • 6

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    2.1. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

    Perusahaan makanan ringan tempat dilaksanakan KMM adalah sebuah

    perusahaan yang bergerak di bidang makanan ringan. Perusahaan ini awal

    mulanya didirikan pada awal tahun 1980-an. Dikarenakan kebijakan dari

    perusahaan tersebut maka dalam laporan magang ini nama perusahaan tidak

    bisa disebutkan sehingga dalam judul pelaporan ini nama perusahaan diganti

    dengan sebutan perusahaan makanan ringan. Pendirian perusahaan ini

    didasarkan pada peluang yang ada akan besarnya kebutuhan makaroni di

    masyarakat dan kurangnya perusahaan yang konsen dalam usaha di bidang

    makaroni. Atas dasar inilah perusahaan makanan ringan ini didirikan. Adapun

    visi dan misi yang dimiliki oleh perusahaan makanan ringan adalah sebagai

    berikut:

    1) Ingin menjadi pemimpin dalam industri snack pellet di Indonesia

    dengan menggunakan bahan baku unggulan dan bebas bahan

    additive serta menggunakan teknologi yang inovatif. Perusahaan

    makanan ringan juga berupaya menyediakan solusi untuk pellet

    snack / pasta sesuai kebutuhan konsumen.

    2) Ingin menyediakan lapangan kerja yang luas dengan keadaan kerja

    yang aman dan nyaman.

    Daerah distribusi produk dari perusahaan makanan ringan ini adalah di

    pulau Jawa dengan didistribusikan melalui pasar-pasar tradisional. Dengan

    pemasaran melalui pasar tradisional diharapkan produk perusahaan makanan

    ringan ini lebih mudah untuk dijangkau oleh konsumen. Adapun produk-

    produk yang diproduksi oleh perusahaan makanan ringan ini diantaranya

    adalah berbagai macam jenis makaroni baik berupa setengah jadi maupun

    siap saji dan berbagai macam potato. Untuk menjaga loyalitas konsumen

    terhadap produk olahan perusahaan makanan ringan ini maka dari pihak

    pabrik berusaha untuk menjaga kualitas produk yang dihasilkan dengan

  • 7

    memprioritaskan pada produk yang menggunakan bahan baku yang sehat dan

    menjaga rasa yang enak dari produk yang dihasilkan.

    Perusahaan makanan ringan ini memiliki program Corporate Social

    Responsibility (CSR) yang ditujukan untuk membantu masyarakat yang ada

    di sekitar pabrik perusahaan makanan ringan. Program ini diadakan sebagai

    bentuk rasa tanggung jawab pabrik untuk memberikan kontribusi sosial pada

    lingkungan yang ada di sekitar pabrik perusahaan makanan ringan. Bentuk

    CSR yang dilakukan oleh pabrik perusahaan makanan ringan ini adalah

    program sanitasi lingkungan yang bekerja sama dengan Perusahaan Daerah

    Air Minum (PDAM) sekitar, pemberian air bersih, dan menjadi sponsor atas

    kegiatan yang dilakukan oleh warga di sekitar pabrik.

    Saat ini jumlah karyawan yang dimiliki oleh pabrik perusahaan

    makanan ringan ini telah mencapai ratusan orang. Ini sesuai dengan salah satu

    visi dan misi yang dimiliki oleh perusahaan ini yaitu ingin menyediakan

    lapangan kerja yang luas sehingga dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah

    yang banyak. Adapun waktu operasi yang ditetapkan oleh pabrik perusahaan

    makanan ringan adalah pada hari seninsabtu dari jam 08.0015.00 WIB.

    Divisi kerja yang dimiliki oleh pabrik perusahaan makanan ringan ini

    meliputi tenaga kerja produksi, tenaga kerja keamanan, tenaga kerja

    pengantar barang ke daerah distribusi, dan tenaga kerja pengolahan limbah.

    2.2. PENGOLAHAN AIR LIMBAH

    2.2.1. Karakteristik air limbah

    Air limbah adalah air dari suatu daerah pemukiman yang telah

    dipergunakan untuk berbagai keperluan, harus dikumpulkan dan dibuang

    untuk menjaga lingkungan hidup yang sehat dan baik (Tchobanoglous, 1991).

    Air limbah memiliki ciri-ciri yang dapat dikelompokan menjadi 3 bagian,

    yaitu:

    a. Ciri-ciri fisik

    Ciri-ciri fisik utama air limbah adalah kandungan bahan padat, warna,

    bau dan suhunya.

  • 8

    1) Bahan padat

    Air yang terpolusi selalu mengandung padatan yang dapat dibedakan

    atas empat kelompok berdasarkan besar partikelnya dan sifat-sifat lainnya

    (Fardiaz, 1992). Empat kelompok tersebut yaitu:

    1. Padatan terendap (sedimen)

    2. Padatan tersuspensi dan koloid

    3. Padatan terlarut

    4. Minyak dan lemak

    2) Warna

    Warna adalah ciri kualitatif yang dapat dipakai untuk mengkaji kondisi

    umum air limbah. Air buangan industri serta bangkai benda organis yang

    menentukan warna air limbah itu sendiri (Sugiharto, 1987). Warna timbul

    akibat suatu bahan terlarut atau tersuspensi dalam air, di samping adanya

    bahan pewarna tertentu yang kemungkinan mengandung logam berat. Bau

    disebabkan karena adanya campuran dari nitrogen, phospor, protein, sulfur,

    amoniak, hidrogen sulfida, karbon disulfida dan zat organik lain.

    3) Bau

    Pembusukan air limbah adalah merupakan sumber dari bau air limbah

    (Sugiharto, 1987). Hal ini disebabkan karena adanya zat organik terurai

    secara tidak sempurna dalam air limbah. Bau timbul karena adanya kegiatan

    mikroorganik yang menguraikan zat organik menghasilkan gas tertentu. Di

    samping itu bau juga timbul karena terjadinya reaksi kimia yang

    menimbulkan gas. Kuat tidaknya bau yang dihasilkan limbah tergantung pada

    jenis dan banyak gas yang ditimbulkan.

    4) Suhu

    Suhu air limbah biasanya lebih tinggi daripada air bersih, karena adanya

    tambahan air hangat dari perkotaan (Tchobanoglous, 1991). Suhu air limbah

    mempengaruhi badan penerima bila terdapat perbedaan suhu yang cukup

    besar. Suhu air limbah akan mempengaruhi kecepatan reaksi kimia serta tata

    kehidupan dalam air. Perubahan suhu memperlihatkan aktivitas kimiawi

  • 9

    biologis pada benda padat dan gas dalam air. Pembusukan terjadi pada suhu

    yang tinggi dan tingkatan oksidasi zat organik jauh lebih besar pada suhu

    yang tinggi.

    b. Ciri-ciri kimia

    Karakteristik kimia air limbah ditentukan oleh DO (Dissolved Oxygen),

    BOD (Biologycal Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand) dan

    pH (puissance d`Hydrogen Scale) (Ginting, 2007).

    1) DO (Dissolved Oxygen)

    Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan baik

    tanaman maupun hewan yang ada di dalam air. Kandungan oksigen di dalam

    perairan sangat tergantung pada proses kimia, fisika dan biokimia yang terjadi

    di dalam badan air. Analisis terhadap oksigen terlarut adalah kunci pada

    kegiatan pengawasan pencemaran air dan pengawasan proses pengolahan air.

    Kehidupan yang ada di dalam air tergantung dari kemampuan air untuk

    mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk

    kehidupan. Ikan merupakan hewan yang memerlukan oksigen dengan nilai

    yang tinggi, sedangkan bakteri memerlukan oksigen dengan nilai yang kecil.

    Konsentrasi oksigen terlarut untuk kehidupan biota tidak boleh kurang

    dari 6 ppm. Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman

    air, yang jumlahnya tidak tetap tergantung dari jumlah tanaman dan jumlah

    sinar yang dapat masuk ke dalam perairan tersebut untuk proses fotosintesis.

    Konsentrasi oksigen terlarut dalam keadaan jenuh bervariasi tergantung dari

    suhu dan tekanan udara. Pada suhu 20C dan tekanan 1 atm konsentrasi

    oksigen terlarut dalam keadaan jenuh yaitu 9,2 ppm, sedangkan pada suhu

    50C dengan tekanan sama tingkat kejenuhannya hanya 5,6 ppm.

    Konsentrasi oksigen yang terlalu rendah akan mengakibatkan ikan-ikan

    dan binatang lainnya yang membutuhkan oksigen akan mati, sebaliknya

    konsentrasi oksigen yang terlalu tinggi juga dapat mengakibatkan proses

    korosi semakin cepat karena oksigen akan mengikat hidrogen yang melapisi

    permukaan logam. Air dikategorikan sebagai air terpolusi jika konsentrasi

    oksigen terlarut menurun sampai di bawah batas minimal yang dibutuhkan

  • 10

    untuk kehidupan biota di dalam perairan tersebut. Penyebab utama

    berkurangnya oksigen terlarut di dalam air adalah adanya bahan-bahan

    buangan yang mengkonsumsi oksigen. Bahan-bahan tersebut terdiri dari

    bahan yang mudah dibusukkan atau dipecah oleh bakteri dengan adanya

    oksigen, sehingga oksigen yang tersedia dikonsumsi oleh bakteri yang aktif

    untuk memecah bahan-bahan tersebut, akibatnya semakin banyak bahan-

    bahan tersebut semakin berkurang konsentrasi oksigen terlarutnya (Martini,

    2006).

    Bahan-bahan buangan yang memerlukan oksigen terutama terdiri dari

    bahan-bahan organik dan ada beberapa bahan anorganik. Polutan semacam

    itu berasal dari berbagai sumber yaitu: kotoran hewan maupun manusia,

    tanaman-tanaman yang mati atau sampah organik, bahan-bahan dari

    pengolahan industri pangan, pabrik kertas, industri penyamakan kulit, industri

    pemotongan daging. Konsentrasi bahan-bahan buangan tersebut selain

    dipengaruhi oleh jumlah bahan buangan juga dipengaruhi oleh jumlah air

    yang dicemari, oleh karena itu pada musim kemarau di mana air sungai atau

    air danau surut konsentrasi bahan buangan tersebut meningkat sehingga

    konsentrasi oksigen terlarut menurun (Martini, 2006).

    Kebanyakan bahan buangan yang memerlukan oksigen mengandung

    karbon sebagai unsur yang terbanyak, salah satu reaksi yang terjadi dengan

    adanya bakteri adalah oksidasi karbon menjadi karbon dioksida dengan reaksi

    sebagai berikut:

    C + O2 Bakteri

    CO2

    Reaksi tersebut di atas terjadi reaksi pembakaran sempurna, tetapi

    sebelum terbentuk CO2 mungkin akan terbentuk hasil-hasil oksidasi

    sementara seperti: alkohol, asam, amoniak, dan asam sulfida. Senyawa

    tersebut selain berbau busuk juga ada yang bersifat racun terhadap hewan

    bahkan manusia (Martini, 2006).

    Karena bahan-bahan buangan yang memerlukan oksigen dapat

    menurunkan oksigen terlarut di dalam air dengan cepat maka uji terhadap

    bahan buangan tersebut perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat

    pencemaran perairan.

  • 11

    Dalam menentukan nilai oksigen terlarut menggunakan metode titrasi

    Winkler atau iodometri (azide modification) yang biasa dilakukan di

    laboratorium pada metode ini tata kerja berdasarkan pada kemampuan

    mengoksidasi oksigen terlarut. Prinsip analisis metode ini adalah oksigen di

    dalam sampel akan mengoksidasi MnSO4 yang ditambahkan ke dalam larutan

    pada keadaan alkalis, maka akan terjadi endapan Mn(OH)2, dengan adanya

    oksigen akan dioksidasi menjadi endapan MnO(OH)2. Dengan penambahan

    asam sulfat dan kalium iodida maka akan dibebaskan iodin yang jumlahnya

    ekuivalen dengan oksigen terlarut. Iodin yang dibebaskan tersebut kemudian

    dianalisis dengan metode titrasi iodometri yaitu dengan menggunakan larutan

    standar tiosulfat dengan indikator amilum.

    2) BOD (Biologycal Oxygen Demand)

    Pemeriksaan BOD dalam air limbah didasarkan atas reaksi oksidasi zat-

    zat organik dengan oksigen dalam air dimana proses tersebut dapat

    berlangsung karena ada sejumlah bakteri. BOD adalah kebutuhan oksigen

    bagi sejumlah bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) semua zat-zat

    organik yang terlarut maupun sebagai tersuspensi dalam air menjadi bahan

    organik yang lebih sederhana. Nilai ini hanya merupakan jumlah bahan

    organik yang dikonsumsi bakteri.

    Penguraian zat-zat organik ini terjadi secara alami, aktifnya bakteri-

    bakteri menguraikan bahan- bahan organik bersamaan dengan habis pula

    oksigen yang dikonsumsi (Ginting, 2007). Menurut reaksi biokimia seperti

    berikut:

    zat organik + mikroorganisme zat-zat lain + CO2 + H2O

    Dengan habisnya oksigen terkonsumsi membuat biota lainnya yang

    membutuhkan oksigen menjadi kekurangan dan akibatnya biota yang

    memerlukan oksigen ini tidak dapat hidup. Semakin tinggi angka BOD

    semakin sulit bagi makhluk air yang membutuhkan oksigen bertahan hidup.

    O2

  • 12

    3) COD (Chemical Oxygen Demand)

    Parameter kebutuhan oksigen kimiawi (lebih dikenal dalam istilah

    asingnya COD) termasuk parameter yang cukup penting sebagai salah satu

    indikator kualitas air. Parameter ini dapat menggambarkan kualitas

    lingkungan air akibat pengaruh gejala alam dan aktivitas manusia. COD

    merupakan salah satu parameter kimia yang digunakan untuk mengetahui

    besarnya tingkat pencemaran limbah organik yang telah terjadi pada sungai,

    danau, sumur penduduk, dan air laut. Semakin besar nilai COD suatu sumber

    alam, semakin besar pula tingkat pencemaran yang terjadi terhadap sumber

    tersebut. Parameter COD terkait sangat erat dengan kandungan zat organik

    dan anorganik yang dapat dioksidasi dalam suatu badan air.

    Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat

    organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses

    mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam

    air. Ada beberapa metode persiapan sampel yang telah lama dikenal dalam

    analisis COD yaitu metode refluks dengan pemanas listrik (konduksi).

    Metode ini biasanya menggunakan pemanas listrik konvensional seperti hot

    plate. Oven listrik ataupun heating block yang didasarkan pada pemindahan

    panas dari wadah ke larutan dan selanjutnya ke sampel yang akan didestruksi,

    sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu selama 2 jam pada

    suhu 145-200C untuk mencapai hasil destruksi yang sempurna. Metode ini

    dapat dibagi 2 yaitu sistem refluk terbuka dan sistem refluk tertutup. Pada

    sistem refluk terbuka dapat digunakan bermacam jenis air limbah dan jumlah

    sampel dapat lebih banyak karena menggunakan gelas erlenmeyer berukuran

    250 ml. Pada sistem ini biasanya menggunakan hot plate sebagai

    pemanasnya. Sedangkan pada sistem refluk tertutup menggunakan sejenis

    tabung reaksi yang terbuat dari borosilikat dan tertutup dengan ukuran

    tertentu (1,6 x 10 cm; 2 x 15 cm; atau 2,5 x 15 cm) dengan diameter 2 cm dan

    kapasitas 2,510 ml larutan sampel. Jika dibandingkan dengan sistem refluk

    terbuka pada sistem refluk tertutup ini lebih ekonomis dari segi bahan

    pereaksi dan dapat mengoksidasi senyawa-senyawa organik yang mudah

    menguap dengan sempurna karena senyawa-senyawa tersebut mengalami

  • 13

    kontak yang cukup lama dengan zat pengoksidasi yang digunakan. Biasanya

    pada sistem ini digunakan oven listrik sebagai pemanasnya.

    4) pH (puissance d`Hydrogen Scale)

    pH adalah ukuran yang menunjukan kadar asam atau basa dalam suatu

    larutan untuk menyatakan aktifitas ion hidrogen. Pengukuran pH bisa

    dilakukan secara elektrik menggunakan alat yang dinamakan pH meter dan

    dapat juga menggunakan indikator pewarna yaitu dengan kertas lakmus. Nilai

    pH air digunakan untuk mengetahui kondisi keasaman (konsentrasi ion

    hidrogen) air limbah. Skala pH berkisar antara 1-14, kisaran nilai pH 1-7

    termasuk kondisi asam, pH 7-14 termasuk kondisi basa, dan pH 7 adalah

    kondisi netral.

    C. Ciri-ciri biologis

    Pemeriksaan biologis di dalam air limbah untuk memisahkan apakah

    ada bakteri-bakteri pathogen berada di dalam air limbah (Sugiharto, 1987).

    Berbagai jenis bakteri yang terdapat di dalam air limbah sangat berbahaya

    karena menyebabkan penyakit. Kebanyakan bakteri yang terdapat dalam air

    limbah merupakan bantuan yang sangat penting bagi proses pembusukan

    bahan organik (Tchobanoglous, 1991).

    2.2.2. Unsur dari sistem pengelolaan air limbah modern

    Unsur-unsur dari suatu sistem pengelolaan air limbah yang modern

    terdiri dari:

    1. Sumber air limbah

    Sumber air limbah dari suatu daerah pemukiman seperti perumahan,

    bangunan komersial, dan industri.

    2. Pemrosesan setempat

    Sarana untuk pengolahan pendahuluan atau penyamaan air limbah

    sebelum masuk ke sistem pengumpul.

    3. Pengumpul

    Sarana untuk pengumpulan air limbah dari masing-masing sumber

    dalam daerah pemukiman.

  • 14

    4. Penyaluran

    Sarana untuk memompa dan mengangkut air limbah yang terkumpul ke

    tempat pemrosesan dan pengolahan.

    5. Pengolahan

    Sarana pengolahan air limbah sebelum dibuang dari suatu daerah ke

    saluran irigasi.

    6. Pembuangan

    Sarana pengolahan limpahan yang sudah diolah dan ampas padat yang

    didapat dari pengolahan.

    Seperti dalam sistem penyaluran air bersih, dua faktor penting yang

    harus diperhatikan dalam sistem pengolahan air limbah adalah jumlah dan

    mutu (Tchobanoglous, 1991). Air limbah yang harus dibuang dari suatu

    daerah pemukiman terdiri dari:

    1. Air limbah rumah tangga

    2. Air limbah industri

    3. Air resapan/aliran masuk

    4. Air hujan

    Perkiraan besar air limbah kegiatan industri bervariasi menurut jenis

    dan ukuran industri yang ada, pengawasan industri tersebut, jumlah air yang

    pemakaiannya berulang, serta cara yang dipergunakan untuk pemrosesan

    setempat, bila ada (Tchobanoglous, 1991).

    2.2.3. Identifikasi jaringan pengolahan

    Jaringan pengolahan air limbah pada dasarnya dikelompokkan menjadi

    tiga tahap yaitu pengolahan primer, pengolahan sekunder, dan pengolahan

    tersier (Sunu, 2001). Pengertian dari ketiga pengolahan tersebut dapat

    dijelaskan sebagai berikut:

    a. Pengolahan primer

    Pengolahan primer semata-mata mencakup pemisahan kerikil, lumpur,

    dan penghilangan zat padat yang terapung (Sugiharto, 1987). Hal ini biasa

    dilakukan dengan penyaringan dan pengendapan di kolam-kolam

  • 15

    pengendapan. Buangan dari pengolahan primer biasanya akan mengandung

    bahan organik yang lumayan banyak dan BOD-nya relatif tinggi.

    b. Pengolahan sekunder

    Pengolahan sekunder mencakup pengolahan lebih lanjut dari buangan

    pengolahan primer. Hal ini menyangkut pembuangan bahan organik dan sisa-

    sisa bahan terapung dan biasanya dilaksanakan dengan proses biologis

    mempergunakan filter, aerasi, kolam oksidasi dan cara-cara lainnya

    (Tchobanoglous, 1991). Buangan dari pengolahan sekunder biasanya

    mempunyai BOD5 yang kecil dan mungkin mengandung beberapa mg/L

    oksigen terlarut.

    c. Pengolahan lanjutan (tersier)

    Pengolahan lanjutan dipergunakan untuk membuang bahan-bahan

    terlarut dan terapung yang masih tersisa setelah pengolahan biologis yang

    normal apabila dibutuhkan untuk pemakaian air kembali atau untuk

    pengendalian eutrofikasi di air penerima (Tchobanoglous, 1991). Pemilihan

    seperangkat metode pengolahan tergantung pada berbagai faktor, termasuk

    sarana pembuangan yang tersedia. Sebenarnya, perbedaan antara pengolahan

    primer, sekunder dan tersier (lanjutan) hanyalah bersifat perjanjian, karena

    kebanyakan metode pengolahan air limbah modern mencakup proses-proses

    fisik, kimiawi, dan biologis dalam operasi yang sama.

  • 16

    BAB III

    METODE PELAKSANAAN

    3.1. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN KMM

    Waktu pelaksanaan penelitian KMM adalah pada bulan 20 Juni-23 Juli

    2014 dan bertempat di CV. Dian Sehati Mojosongo, Surakarta, Jawa Tengah.

    3.2. ANALISIS SAMPEL AIR LIMBAH

    Pada tahap ini pengambilan sampel air limbah dilakukan pada pagi hari

    jam 10.00 WIB dengan hari yang berbeda. Sampel air limbah diambil dari

    inlet dan outlet IPAL CV. Dian Sehati Mojosongo, Surakarta, Jawa Tengah.

    Pada uji pH dan suhu air limbah dilaksanakan secara in situ sedangkan

    analisis Total Suspended Solid (TSS) dan DO dilaksanakan di laboratorium

    UNS. Sampel air inlet adalah air yang masuk ke dalam bak pengendap awal,

    sedangkan sampel air outlet adalah air yang keluar dari proses pengolahan

    menuju ke badan air penerima. Sampel air yang diambil untuk dibawa ke

    laboratorium UNS sebanyak 1,5 liter.

    3.3. ALAT DAN BAHAN

    3.3.1. Bahan-bahan penelitian

    a) Sampel air limbah

    b) Kertas saring 42 nm

    c) Kertas indikator pH

    d) Larutan MnSO4.H2O

    e) Larutan H2SO4 pekat p.a

    f) Larutan amilum

    g) Larutan alkali iodida azida

    h) Larutan Na2S2O3 0,025 N

    i) Larutan K2Cr2O7 0,1 N

    3.3.2. Alat-alat penelitian

    a) Gelas beaker pyrex Iwaki

    b) Pipet tetes

  • 17

    c) Botol Winkler

    d) Pipet ukur pyrex Iwaki

    e) Buret asam pyrex Iwaki

    f) Erlenmeyer pyrex Iwaki

    g) Gelas ukur pyrex Iwaki

    h) Corong kaca pyrex Iwaki

    i) Termometer

    j) Oven Memmert

    k) Desikator

    l) Neraca analitik Sartorius bp 110

    m) Cawan arloji

    n) Statif dan klem

    o) Dragball Brand

    p) Labu ukur pyrex Iwaki

    3.4. PROSEDUR PENELITIAN

    3.4.1. Karakteristik fisika

    3.4.1.1. Zat padat tersuspensi

    Adalah material yang terlarut dalam air atau air limbah yang

    tertampung oleh filter. Analisis zat padat dalam air penting untuk mengontrol

    proses pengolahan air limbah secara biologi dan fisik dan untuk keperluan

    pembatasan kandungan kualitas air limbah.

    Tujuan:

    Untuk mengetahui besarnya nilai zat padat tersuspensi dari sampel air

    limbah.

    Cara kerja:

    1. Menyiapkan alat yang digunakan, kemudian mengatur oven pada suhu

    105oC.

    2. Memanaskan kertas saring di dalam oven dengan suhu 105oC selama 1

    jam.

    3. Mendinginkan kertas saring dalam desikator kurang lebih selama 10-

    15 menit.

  • 18

    4. Menimbang kertas saring secara berulang sampai didapat berat yang

    konsisten (sebagai variabel B).

    5. Mengocok air sampel sampai homogen, kemudian menakar dalam

    gelas ukur sebanyak 30 ml dan menyaring 30 ml air sampel.

    6. Mengambil kertas saring dan menempatkan pada oven dengan suhu

    103-105oC selama 1 jam.

    7. Mendinginkan dalam desikator kurang lebih 10-15 menit.

    8. Menimbang kertas saring secara berulang sampai didapat berat yang

    konstan (sebagai variabel A).

    9. Menetapkan nilai zat padat tersuspensi berdasarkan rumus TSS.

    3.4.1.2 Suhu

    Suhu adalah parameter untuk mengetahui bagaimana kondisi suhu pada

    air limbah di mana pada air limbah biasanya memiliki suhu yang lebih tinggi

    dibandingkan dengan suhu pada air biasa.

    Tujuan:

    Untuk mengetahui suhu air limbah baik pada inlet maupun outlet.

    Cara kerja:

    1. Memasukkan pangkal termometer ke bak inlet maupun outlet.

    2. Mendiamkan selama 15 detik.

    3. Mengeluarkan termometer dari bak dan mencatat hasil yang

    didapatkan.

    3.4.2. Karakteristik kimia

    3.4.2.1. DO (Dissolved Oxygen)

    DO adalah jumlah oksigen yang terlarut dalam air. Konsentrasi oksigen

    terlarut tergantung pada suhu dan tekanan atmosfir, sehingga semakin tinggi

    suhu air maka semakin rendah kadar oksigen yang terlarut dalam air. Air

    limbah biasanya memiliki suhu yang lebih tinggi dari air biasa, sehingga air

    limbah memiliki oksigen terlarut lebih rendah daripada air biasa.

    Tujuan:

    Untuk mengetahui kadar oksigen dari sampel air limbah.

  • 19

    Cara kerja:

    1. Memasukan sampel ke dalam botol Winkler kemudian

    menambahkan larutan MnSO4 sebanyak 1 ml dan pereaksi alkali

    iodida azida sebanyak 1 ml.

    2. Membuka tutup botol dan membalik-baliknya agar larutan

    tercampur.

    3. Mendiamkan campuran selama 5 menit agar endapan dapat

    mengendap pada dasar botol. Kemudian mengamati warna endapan

    yang terjadi. Apabila endapan berwarna putih, berarti O2 terlarut = 0.

    Apabila endapan berwarna coklat maka terdapat O2 terlarut.

    4. Membuka tutup botol kemudian menambahkan larutan H2SO4 pekat

    sebanyak 1 ml.

    5. Menutup botol dan membalik-baliknya sehingga semua endapan

    larut.

    6. Mengambil larutan dari botol sebanyak 5 ml dan memasukkannya ke

    dalam erlenmeyer.

    7. Menyiapkan buret dan mengisinya dengan larutan Na2S2O3 0,025 N.

    8. Menitrasi larutan dalam erlenmeyer dengan larutan Na2S2O3 0,025 N

    sehingga warna larutan menjadi kuning muda, kemudian

    menambahkan indikator amilum 1 ml, maka larutan menjadi

    berwarna biru. Titrasi dilanjutkan sehingga larutan berwarna biru

    muda.

    9. Menghitung besarnya nilai oksigen terlarut dengan menggunakan

    Rumus DO.

    3.4.2.2 pH (puissance d`Hydrogen Scale)

    pH adalah ukuran yang menunjukkan kadar asam atau basa suatu

    larutan. Limbah industri mempunyai pH >7 atau bersifat basa. Adapun pH

    yang baik untuk air minum maupun air limbah adalah netral (7).

    Tujuan:

    Untuk mengetahui pH sampel air limbah.

  • 20

    Cara kerja:

    1. Memasukan kertas lakmus ke dalam bak inlet maupun outlet.

    2. Mendiamkan selama 5 detik kemudian mencocokkan warna yang

    didapat pada kertas lakmus dengan warna standar kertas lakmus.

    3. Mencatat hasil yang didapat.

    3.5. ANALISIS DATA

    Analisis data hasil uji di laboratorium dilakukan untuk memperoleh

    besaran angka hasil pengujian berupa data mentah dan diolah berdasarkan

    rumus sehingga ditentukan nilai besaran tersebut. Tujuan analisis adalah

    membandingkan besaran baku mutu air limbah yang diijinkan sebelum

    dibuang ke badan air penerima. Penelitian ini disusun dalam diagram alir

    seperti pada gambar sebagai berikut:

  • 21

    Gambar 1. Diagram alir penelitian

    mulai

    Pengolahan data

    kesimpulan

    selesai

    Study literatur

    Jumlah oksigen

    terlarut

    Zat padat

    tersuspensi

    suhu

    pH

    Pengujian di

    laboratorium

    Observasi pengolahan

    limbah di IPAL perusahaan

    makanan ringan

    Pengujian di

    tempat

    Persiapan alat

    dan bahan

  • 22

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. KOMPONEN IPAL PERUSAHAAN MAKANAN RINGAN

    4.1.1. Bak kontrol

    Bak kontrol merupakan bak penampung pertama air limbah dari proses

    pengolahan makaroni. Volume bak ini adalah 3,02 m3. Pada tahap ini,

    digunakan saringan pasir untuk menghalangi padatan dalam ukuran besar

    sehingga tidak masuk ke dalam IPAL. Untuk mendapatkan hasil yang lebih

    baik, saringan dipasang sebanyak dua saringan. Saringan tersebut diperiksa

    setiap hari untuk mengambil bahan yang terjaring. Contoh bahan-bahan yang

    terjaring dapat berupa padatan terapung atau melayang yang ikut bersama air.

    Bahan lainnya adalah lapisan minyak dan lemak di atas permukaan air.

    Dengan pembuatan bak kontrol sebagai salah satu komponen IPAL

    diharapkan limbah yang masuk ke dalam bak selanjutnya adalah limbah yang

    berbentuk cairan ataupun padatan dalam bentuk butiran-butiran kecil

    sehingga diharapkan pengolahan pada bak selanjutnya berfungsi secara

    optimal.

    Namun pada kenyataannya pada tahap ini terkadang masih didapatkan

    padatan dalam ukuran besar. Hal ini dikarenakan dari pengamatan di

    lapangan didapatkan debit air yang masuk adalah 1,94 L/s. Terlebih lagi pada

    saat terjadi proses penggaraman dihasilkan luapan air yang cukup besar

    sehingga mendorong padatan dalam ukuran cukup besar sehingga mampu

    masuk ke dalam bak selanjutnya.

  • 23

    (tampak atas)

    Gambar 2. Bak kontrol

    4.1.2. Bak equalisasi

    Setelah melewati bak kontrol, selanjutnya air limbah diolah pada bak

    equalisasi. Equalisasi adalah peredaman (pengurangan) aliran yang tidak

    continue menjadi aliran yang mendekati konstan. Fungsi utama bak

    equalisasi adalah untuk perataan debit air limbah yang masuk ke unit

    pengolahan selanjutnya. Selain daripada itu bak equalisasi juga berfungsi

    sebagai kolam pencampuran air limbah itu sendiri. Pencampuran ini

    dimaksudkan untuk menciptakan keadaan yang homogen dari air limbah

    tersebut, untuk selanjutnya dipompakan ke bak selanjutnya.Volume bak ini

    adalah 19,21 m3.

    Ukuran bak:

    t = 156 cm

    l = 85 cm

    p = 228 cm

    (tampak samping)

  • 24

    (tampak atas)

    Gambar 3. Bak equalisasi

    4.1.3. Bak anaerob

    Setelah melewati bak equalisasi, selanjutnya air limbah diolah pada bak

    anaerob. Volume bak ini adalah 25,94 m3. Pada bak ini, air limbah

    mengalami proses fermentasi anaerob. Proses fermentasi anaerob pada

    dasarnya adalah proses yang mengubah senyawa organik menjadi metana

    (CH4) dan karbon dioksida (CO2) tanpa kehadiran oksigen (O2). Dekomposisi

    senyawa organik melalui proses anaerob ini terjadi melalui tiga tahapan

    proses, yaitu tahap reaksi hidrolisis, tahap reaksi pembentukan asam, dan

    tahap reaksi pembentukan metana.

    Reaksi hidrolisis merupakan proses pelarutan senyawa organik yang

    mulanya tidak larut dan proses penguraian senyawa tersebut menjadi senyawa

    dengan berat molekul yang cukup kecil untuk dapat melewati membran sel.

    Proses pembentukan asam melibatkan dua golongan besar bakteri, yaitu

    bakteri asidogenik dan bakteri asetogenik. Bakteri asidogenik pada mulanya

    memfermentasikan hasil hidrolisa menjadi asam-asam lemak volatil berantai

    pendek seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat, H2, CO2, asam

    laktat, asam valerat, etanol, amonia, dan sulfida. Konsentrasi H2 memegang

    peranan penting dalam mengontrol proporsi berbagai produk bakteri

    asidogenik. Asam propionat dan asam-asam lemak lainnya yang dihasilkan

    (tampak samping)

    Ukuran bak:

    t = 196 cm

    l = 228 cm

    p = 430 cm

  • 25

    oleh bakteri asidogenik dikonversi oleh bakteri asetogenik menjadi asam

    asetat, H2, dan CO2.

    Pada proses pembentukan metana, gas metana yang dihasilkan terutama

    berasal dari asam asetat, tetapi ada juga gas metana yang terbentuk dari

    hidrogen dan karbon dioksida. Ada dua kelompok bakteri yang berperan,

    yaitu bakteri metana asetoklasik dan bakteri metana pengkonsumsi hidrogen.

    Bakteri metana asetoklasik mengubah asam asetat menjadi karbon dioksida

    dan metana. Bakteri ini mampu mengontrol nilai pH proses fermentasi

    dengan jalan mengkonsumsi asam asetat dan membentuk CO2. Bakteri

    pengkonsumsi hidrogen mengubah hidrogen bersama-sama dengan karbon

    dioksida menjadi metana dan air. Sisa hidrogen yang tertinggal mengatur laju

    produksi asam total dan campuran asam yang diproduksi oleh bakteri

    pembentuk asam.

    Mekanisme umumnya adalah:

    (tampak atas)

    Gambar 4. Bak anaerob

    4.1.4. Bak aerob

    Setelah melewati bak anaerob, selanjutnya air limbah diolah pada bak

    aerob. Volume bak ini adalah 4,47 m3. Proses aerob adalah salah satu

    Ukuran bak:

    t = 193 cm

    l = 240 cm

    p = 560 cm

    (tampak samping)

  • 26

    proses pengolahan limbah yang berlangsung dengan hadirnya oksigen dengan

    memanfaatkan aktifitas mikroba aerob, untuk menguraikan zat organik yang

    terdapat dalam air limbah menjadi zat anorganik yang stabil dan tidak

    memberikan dampak pencemaran terhadap lingkungan.

    Dalam air dan penanganan air limbah, bakteri penting karena kultur

    bakteri dapat digunakan untuk menghilangkan bahan organik dan mineral-

    mineral yang tidak diinginkan dari air limbah. Kebanyakan bakteri adalah

    kemoheterotrofik yaitu menggunakan bahan organik sebagai sumber energi

    dan karbon. Beberapa spesies mengoksidasi senyawa-senyawa anorganik

    tereduksi seperti NH3 untuk energi dan menggunakan CO2 sebagai sumber

    karbon. Bakteri kemoheterotrofik merupakan bakteri terpenting dalam

    pengolahan air limbah karena bakteri ini akan memecah bahan-bahan

    organik, mengoksidasi amoniak nitrogen menjadi nitrogen nitrat terutama

    oleh bakteri nitrifikasi.

    Sistem penanganan aerobik digunakan sebagai pencegah timbulnya

    masalah bau selama penanganan limbah, agar memenuhi persyaratan effluent

    dan untuk stabilisasi limbah sebelum dialirkan ke lingkungan. Oksidasi

    aerobik material organik dilakukan dalam bak aerasi ini. Bakteri diperlukan

    untuk menguraikan bahan organik yang ada dalam air limbah. Oleh karena

    itu, diperlukan jumlah bakteri yang cukup untuk menguraikan bahan-bahan

    tersebut. Bakteri itu sendiri akan berkembang biak apabila jumlah makanan

    yang terkandung di dalamnya cukup tersedia, sehingga pertumbuhan bakteri

    dapat dipertahankan secara konstan. Penambahan makanan untuk bakteri

    berasal dari lumpur yang baru, sehingga bakteri dapat dipertahankan dan

    pengolahan air limbah dapat terus berlangsung. Pada perusahaan makanan

    ringan ini ditambahkan nutrisi berupa pupuk urea sebagai makanan tambahan

    untuk bakteri selain dari pengembalian lumpur dari bak pengendapan. Hal

    tersebut dilakukan agar bakteri terhindar dari fase endogeneus dimana jumlah

    kematian akan lebih besar daripada jumlah pertumbuhannya akibat dari

    jumlah makanan yang habis dipergunakan.

  • 27

    Jenis-jenis bakteri yang berperan penting dalam penguraian limbah

    organik secara aerob antara lain: Zooglea ramigera, Escherichia coli,

    Alcaligenes sp, Bacillus sp, Corynebacterium sp, Nocardia sp.

    Oksidasi

    CxHyOz + O2 CO2 + H2O

    Perkembangan Mikroorganisme

    CxHyOz + NH3 + O2 sel-sel mikroorganisme + CO2 + H2O

    Oksidasi Endogen

    Sel mikroorganisme + O2 CO2 + H2O + NH3

    (tampak atas)

    Gambar 5. Bak aerasi

    Namun, baik pada bak anaerob maupun aerob proses penguraian limbah

    menggunakan bakteri tidaklah optimal hal ini dikarenakan debit air yang

    cukup besar sehingga waktu tinggal limbah hanyalah sebentar pada bak

    anaerob maupun aerob ditambah lagi suhu pada bak yang cukup tinggi yaitu

    44C di mana suhu yang bisa ditoleransi untuk hidup bakteri untuk IPAL

    adalah maksimal 40C sedangkan suhu yang ideal adalah 25C.

    Ukuran bak:

    t = 145 cm

    d = 198 cm

    (tampak samping)

  • 28

    4.1.5 Bak Penyaringan

    Setelah air limbah diolah pada bak aerasi selanjutnya air limbah akan

    diolah pada bak penyaringan. Volume bak ini adalah 11,13 m3. Pada bak ini

    menggunakan media ijuk, arang, dan pecahan genting. Fungsi dari bangunan

    filter adalah memisahkan zat padat dan zat kimia yang terkandung pada air

    limbah. Pada pengolahan air buangan, filtrasi dilakukan setelah pengolahan

    kimia-fisika atau pengolahan biologi.

    (tampak atas)

    Gambar 6. Bak filtrasi

    4.1.6. Bak indikator

    Fungsi bak indikator adalah untuk uji kualitas effluent pengolahan

    limbah dengan indikator biologis. Volume bak ini adalah 5,99 m3. Indikator

    biologis yang dapat digunakan disini adalah ikan dari jenis koi, nila, dan

    tombro. Jika indikator biologis tersebut dapat hidup dalam air hasil olahan

    limbah cair berarti kualitas effluent limbah bagus. Dan sebaliknya, jika

    indikator-indikator biologis tersebut tidak dapat bertahan hidup maka kualitas

    effluent bisa dinyatakan buruk dan limbah jelek sehingga harus dievaluasi

    proses unit-unit pengolahan limbah sebelumnya. Namun, pada perusahaan

    makanan ringan tempat dilaksanakan magang, bak ini tidak diberi ikan

    Ukuran bak:

    t = 203 cm

    l = 222 cm

    p = 247 cm

    (tampak samping)

  • 29

    dikarenakan faktor suhu yang terdapat pada bak ini masih cukup tinggi untuk

    habitat ikan.

    (tampak atas)

    Gambar 7. Bak indikator

    Secara lengkap denah IPAL pada perusahaan makanan ringan sebagai

    berikut :

    Gambar 8. Denah IPAL

    Keterangan:

    1. Bak kontrol

    2. Bak equalisasi

    3. Bak anaerob

    4. Bak aerob

    Ukuran bak:

    t = 203 cm

    l = 133 cm

    p = 222 cm

    (tampak samping)

  • 30

    5. Bak penyaringan

    6. Bak indikator

    4.2. HASIL UJI KUALITAS AIR LIMBAH

    Tabel 1. Kualitas air limbah

    No. Parameter Satuan Batas syarat Hasil analisis

    di Inlet

    Hasil analisis

    di outlet

    I Fisika

    Bau - Berbau cukup

    menyengat

    Bau

    menyengat

    tidak begitu

    tercium

    Suhu 1 C Maks. 40 44 39

    Suhu 2 C Maks. 40 44 42

    Warna - Coklat keruh Bening agak

    keruh

    Zat padat

    tersuspensi

    mg/L Maks. 85

    (Ref. A)

    433,3 133,3

    II Kimia

    DO 1 Ppm Min. 2,0

    (Ref. B)

    2,02 5,85

    DO 2 Ppm Min. 2,0

    (Ref. B)

    1,61 5,04

    pH 6-9 (Ref. A) 7 8

    Keterangan:

    Ref. A = PERDA JATENG no. 5 tahun 2012

    Ref. B = PP No.82 tahun 2001 dan Swingle, H.S. tahun 1968

    Suhu 1 = suhu pada pengujian pertama

    Suhu 2 = suhu pada pengujian kedua

    DO 1 = DO pada pengujian pertama

    DO 2 = DO pada pengujian kedua

  • 31

    4.2.1. Bau

    Dari hasil pengujian di laboratorium didapatkan hasil bahwa sampel air

    di inlet berbau menyengat sedangkan pada outlet limbah yang dihasilkan

    sudah tidak menghasilkan bau yang menyengat. Hal ini sesuai dengan syarat

    minimum yang diijinkan oleh Balai Lingkungan Hidup (BLH). Masih adanya

    sedikit bau pada bak outlet dikarenakan masih ada senyawa organik yang

    belum terurai secara sempurna.

    4.2.2. Suhu

    Berikut adalah data suhu yang didapatkan di lapangan ketika diperiksa

    pada pukul 10.00 WIB pada 2 hari yang berbeda yang disajikan dalam

    bentuk grafik:

    Gambar 9. Suhu air limbah

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    40

    45

    50

    inlet 1 inlet 2

    suh

    u (

    C)

    32

    34

    36

    38

    40

    42

    44

    46

    outlet 1 outlet 2

    suh

    u (

    C)

    Keterangan:

    inlet 1: inlet pada

    uji pertama

    inlet 2: inlet pada

    uji kedua

    Keterangan:

    outlet 1: inlet pada

    uji pertama

    outlet 2: inlet pada

    uji kedua

  • 32

    Dari hasil pengujian yang dilakukan di lapangan didapatkan hasil

    bahwa suhu sampel air pada pengujian pertama adalah di inlet adalah 44C

    sedangkan di outlet 39C. Sedangkan pada pengujian kedua didapatkan suhu

    di inlet adalah 44C sedangkan di outlet 42C. Perbedaan suhu yang

    didapatkan ini dimungkinkan karena aktivitas pada pabrik yang belum tentu

    sama tiap harinya dan juga pengaruh kondisi lingkungan. Suhu yang ada baik

    pada inlet maupun outlet masih di atas baku mutu yang dianjurkan yaitu

    28C. Namun, hal ini masih dapat dimaklumi karena pada umumnya suhu air

    limbah lebih tinggi dibandingkan suhu air normal selama suhu tersebut masih

    di bawah 40C. Hal ini dikarenakan pada suhu di atas 40C dimungkinkan

    bakteri yang seharusnya dapat mengurai limbah pada IPAL tidak bisa hidup

    dikarenakan suhu yang panas.

    4.2.3. Warna

    Dari sampel yang diambil didapatkan hasil bahwa warna air di inlet

    adalah coklat keruh sedangkan warna air di outlet adalah putih keruh. Warna

    air coklat keruh pada bak inlet dikarenakan air limbah belum diolah

    sedangkan pada bak outlet air limbah telah mengalami beberapa pengolahan

    secara bertahap melalui bak-bak yang ada pada IPAL.

    4.2.4. TSS (Total Suspended Solid)

    Dari hasil pengujian di laboratorium didapatkan hasil bahwa nilai zat

    padat tersuspensi sampel air di inlet sebesar 433,3 mg/L sedangkan pada

    outlet adalah 133,3 mg/L. Jika data ini dibandingkan dengan persyaratan

    maksimum yang ditetapkan oleh PERDA JATENG nomor 5 tahun 2012

    maka TSS yang diperoleh baik pada inlet maupun outlet sudah melebihi batas

    yang dianjurkan di mana batas maksimum yang dianjurkan adalah 85 mg/L.

    4.2.5. DO (Dissolved Oxygen)

    Berikut adalah hasil uji kualitas DO pabrik makanan ringan yang

    didapatkan dari uji sampel yang diambil pada jam 10.00 WIB pada 2 hari

    yang berbeda yang dilakukan yang disajikan dalam bentuk grafik:

  • 33

    Gambar 10. DO air limbah

    Pada pengujian DO digunakan metode titrasi Winkler. Pemilihan

    metode ini dikarenakan cara ini lebih analitis, tepat, dan akurat dibandingkan

    dengan uji menggunakan DO meter. Prinsipnya adalah melakukan titrasi

    dengan menggunakan iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu

    ditambahkan larutan MnSO4 dan NaOH - KI, sehingga akan terjadi endapan

    MnO(OH)2. Dengan menambahkan H2SO4 maka endapan yang terjadi akan

    larut kembali dan juga akan membebaskan molekul I3- yang ekivalen dengan

    oksigen terlarut. I3- yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan

    0

    0,5

    1

    1,5

    2

    2,5

    inlet 1 inlet 2

    DO

    (p

    pm

    )

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    outlet 1 outlet 2

    DO

    (p

    pm

    )Keterangan:

    inlet 1: inlet pada

    uji pertama

    inlet 2: inlet pada

    uji kedua

    Keterangan:

    outlet1: inlet pada

    uji pertama

    outlet 2: inlet pada

    uji kedua

  • 34

    standar natrium tiosulfat (Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan

    amilum (kanji).

    Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan:

    MnSO4 + 2 NaOH-KI Mn(OH)2 + Na2SO4 + 2 KI

    2 Mn(OH)2 + O2 2 MnO(OH)2

    MnO(OH)2 + 2 KI + 4H+ Mn

    2+ + I2 + 3 H2O + 2 K

    +

    I2 + KI I3- + K

    +

    I3--amilum + 2 Na2S2O3 + K

    + Na2S4O6 + 2NaI

    + KI

    I3- yang terbentuk dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat hingga

    terbentuk warna kuning pucat yang menandakan I3- tersebut hampir habis

    bereaksi dan mendekati titik ekivalen. Untuk mempermudah mengetahui titik

    akhir titrasi maka digunakan indikator amilum pada kondisi tersebut sehingga

    terbentuk larutan berwarna biru. Larutan kanji harus ditambahkan pada saat

    akhir titrasi mendekati titik ekivalen ketika I3- tinggal sedikit dan larutan yang

    dititrasi berwarna kuning. Jika larutan kanji yang ditambahkan pada awal

    titrasi ketika masih banyak terdapat I3- dalam larutan, maka sejumlah besar

    senyawa iod-kanji yang terbentuk akan bereaksi lambat dengan tiosulfat.

    Dari hasil pengujian di laboratorium didapatkan hasil bahwa nilai

    oksigen terlarut sampel air di inlet pada pengujian pertama adalah 2,02

    sedangkan pada outlet didapatkan nilai oksigen terlarut adalah 5,85.

    Sedangkan pada pengujian kedua didapatkan nilai DO pada inlet adalah 1,61

    sedangkan nilai DO pada outlet adalah 5,04. Perbedaan nilai DO yang

    didapatkan dikarenakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai DO

    yaitu meliputi: kekeruhan, suhu, dan salinitas. Berdasarkan daftar klasifikasi

    tingkat pencemaran yang dikeluarkan oleh pemerintah no. 82 tahun 2011

    tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dapat

    diketahui bahwa air limbah yang berada pada inlet tergolong air limbah yang

    tercemar pada pengujian pertama sedangkan pada pengujian kedua termasuk

    tingkat pencemaran berat. Adapun air limbah yang berada pada outlet dapat

    dikategorikan sebagai air limbah yang tercemar ringan baik pada pengujian

    pertama maupun pengujian kedua sehingga masih dapat ditoleransi untuk

    dibuang ke lingkungan.

  • 35

    4.2.6. pH (puissance d`Hydrogen Scale)

    Berdasarkan hasil pengujian di lapangan didapatkan hasil bahwa

    sampel air di inlet memiliki pH 7 sedangkan di outlet memiliki pH 8.

    Berdasarkan syarat maksimum yang diijinkan yaitu antara 6-9 sehingga

    memenuhi persyaratan air limbah layak untuk dibuang ke sungai berdasarkan

    parameter pH.

  • 36

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1. KESIMPULAN

    Dari hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab

    sebelumnya diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

    1. Proses pengolahan air limbah di IPAL perusahaan makanan ringan

    Mojosongo Surakarta meliputi: bak kontrol yang berfungsi untuk

    menghalangi padatan dalam ukuran besar supaya tidak masuk ke dalam

    bak selanjutnya, bak equalisasi berfungsi untuk membagi dan

    meratakan volume pasokan untuk masuk pada proses treatment utama,

    bak anaerob berfungsi untuk melakukan proses fermentasi anaerob pada

    air limbah, bak aerob berfungsi untuk menguraikan zat organik yang

    terdapat dalam air limbah secara aerobik, bak penyaringan berfungsi

    untuk memisahkan zat padat dan zat kimia yang terkandung pada air

    limbah, dan bak indikator yang berfungsi untuk menguji kualitas

    effluent setelah mengalami pengolahan pada bak sebelumnya.

    2. Hasil pengujian di laboratorium memperoleh nilai parameter kualitas

    sampel air limbah di inlet berbau menyengat, suhu 44C, warna coklat

    keruh, nilai zat padat tersuspensi sebesar 433,3 mg/L, pH 7, dan DO 1

    sebesar 2,02 ppm sedangkan DO 2 sebesar 1,61. Adapun kualitas

    sampel air limbah pada outlet berbau sedikit menyengat, warna putih

    keruh, nilai zat padat tersuspensi sebesar 133,3 mg/L, pH 8, dan DO 1

    sebesar 5,85 ppm sedangkan DO 2 sebesar 5,04. Berdasarkan pengujian

    ini maka air limbah pabrik perusahaan makanan ringan tempat

    dilaksanakan magang sudah memenuhi kriteria untuk dibuang ke

    lingkungan hanya saja nilai zat padat tersuspensinya perlu untuk

    dikurangi.

  • 37

    5.2. SARAN

    Beberapa alternatif saran yang dapat diberikan mengenai metode

    pengolahan air limbah di perusahaan makanan ringan Mojosongo antara lain

    sebagai berikut:

    1. Melakukan efisiensi terhadap air limbah yang dihasilkan oleh pabrik

    guna mendapatkan waktu tinggal yang cukup pada IPAL sehingga

    limbah yang dihasilkan dapat diurai secara optimal oleh bakteri yang

    ada di dalam IPAL.

    2. Membuat bak penampungan yang berfungsi sebagai kolam pendingin

    dan juga untuk menampung air sebelum disalurkan ke IPAL guna

    mengurangi debit air sambil memasang control valve pada pipa

    sehingga laju air yang disalurkan ke IPAL dapat dikendalikan.

    3. Memasang aerator pada bak penampungan guna mengurangi suhu

    panas pada air limbah.

    4. Membuat polisi tidur dari bahan konduktor sepanjang aliran pipa

    pembuangan limbah sebelum mencapai IPAL guna mengurangi suhu

    air limbah yang dihasilkan.

    5. Melakukan uji lebih lanjut dengan parameter lain semisal BOD dan

    COD guna mendapatkan hasil uji kualitas air limbah yang lebih

    lengkap.

  • 38

    DAFTAR PUSTAKA

    Fardiaz, H. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius. Yogyakarta.

    Ginting, P. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah. Yrama Widya.

    Bandung.

    Martini, T. 2006. Analisis Oksigen Terlarut dan Kebutuhan Oksigen Biologi.

    Laboratorium Pusat MIPA Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

    Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah. Universitas Indonesia

    (UI-Press). Jakarta.

    Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO 14001. PT.

    Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

    Swingle, H.S. 1968. Standardization of Chemical Analysis for Water and Pond

    Muds. F.A.O. Fish, Rep. 44, 4 , 379 - 406 pp.

    Tchobanoglous, G. 1991. Teknik Sumber Daya Air. Erlangga. Jakarta.

  • 39

    LAMPIRAN:

    1. Perhitungan debit air limbah:

    Debit = volume

    Waktu

    Debit = 194,085 L

    100 s

    = 1,94 L/s

    2. Perhitungan DO

    oksigen terlarut (mg/L) = VaxNax8000xF

    50

    Di mana

    Va = volume Na2S2O3

    Na = Normalitas Na2S2O3

    F = volume botol dibagi volume botol dikurangi volume pereaksi MnSO4

    dan alkali Iodida azida

    No. Sampel V

    sampel

    V Na2S2O3 0,025 N Perubahan

    warna I II

    1. Sampel 1

    inlet

    5 ml 0,5 ml 0,5 ml Putih keruh-

    biru muda

    2. Sampel 1

    outlet

    5 ml 1,4 ml 1,5 ml Putih keruh-

    biru muda

    3. Sampel 2

    inlet

    5 ml 0,4 ml 0,4 ml Putih keruh-

    biru muda

    4. Sampel 2

    outlet

    5 ml 1,2 ml 1,3 ml Putih keruh-

    biru muda

    a. DO 1 di inlet (mg/L) = 0,5 ml x 0,025 N x 8000 x (250 ml/ (250 ml 2 ml))

    50

    = 2,02 ppm

  • 40

    b. DO 2 di inlet (mg/L) = 0,4 ml x 0,025 N x 8000 x (250 ml/ (250 ml 2 ml)) 50

    = 1,61 ppm

    c. DO 1 di outlet (mg/L) = 1,45 ml x 0,025 N x 8000 x (250 ml/ (250 2 ml))

    50

    = 5,85 ppm

    d. DO 2 di outlet (mg/L) = 1,25 ml x 0,025 N x 8000 x (250 ml/ (250 ml 2 ml))

    50

    = 5,04

    3. Perhitungan total zat padat tersuspensi (TSS)

    TSS (mg/L) = (A-B) x 1000

    V

    Di mana

    A = berat kertas saring + residu kering (mg)

    B = berat kertas saring (mg)

    V = volume sampel (ml)

    a. TSS di inlet (mg/L) = (640 mg - 627 mg) x 1000 30 ml

    = 433,3 mg/L

    b. TSS di outlet (mg/L) = (630 mg 626 mg) x 1000 30 ml

    = 133,3 mg/L