laporan kasus.docx

20

Click here to load reader

Upload: lili-suriani

Post on 12-Aug-2015

32 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN KASUS.docx

LAPORAN KASUS

IMPENDING EKLAMPSIA

Anggarini Tefbana

05.06.0001

PEMBIMBING :

dr. Agus Thoriq, Sp.OG

Dalam Rangka Mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya

Di Lab/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram/RSUP NTB

2011

Page 2: LAPORAN KASUS.docx

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Terminologi

Menurut (The Working Group, 2000) terdapat 5 jenis gangguan hipertensi yang menjadi penyulit

dalam kehamilan :

1. Hipertensi dalam kehamilan : Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg untuk pertama kali selama

kehamilan, tidak ada proteinuri, tekanan darah kembali normal < 12 minggu post partum.

2. Preeklampsia :

1.2 Definisi Preeklampsia

Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat

vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria

(Cunningham et al, 2003). Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling sering

terjadi pada trimester ketiga kehamilan, tetapi dapat juga timbul kapan saja selama masa kehamilan.

Manifestasi preeklampsia dapat berupa preeklampsia ringan, preeklampsia berat, dan impending

preeklampsia (George, 2007).

1.2 Insiden dan Faktor Risiko Preeklampsia

1.2.1 Insiden Preeklampsia

Insiden preeklampsia sering disebt sekitar 5 %, walaupun laporan yang ada sangat bervariasi

(Cunningham et al, 2003). Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10% (Triatmojo,

2003), Sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari

semua kehamilan (23,6 kasus per 1.000 kelahiran) (Dawn C Jung, 2007).

1.2.2 Faktor Risiko Preeklampsia

1. Primigravida. Pada primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan

multigravida, terutama primigravida muda oleh karena pada kehamilan pertama pembentukan

antibodi penghambat terhadap antigen plasenta belum sempurna (Sudinaya, 2003).

2. Umur lebih dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya

preeklampsia. Kejadian preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin disebabkan karena adanya

hipertensi kronik dan diperberat oleh kehamilan (Trijatmo, 2005).

3. Kehamilan ganda. Wanita dengan kehamilan ganda bila dibandingkan dengan kehamilan tunggal,

maka memperlihatkan insiden hipertensi gestasional (13 % : 6 %) dan preeklampsia (13 % : 5 %)

(Cunningham, 2003).

4. Riwayat preeklampsia. Seseorang yang mempunyai riwayat preeklampsia atau riwayat keluarga

dengan preeklampsia maka akan meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia.

Page 3: LAPORAN KASUS.docx

5. Riwayat penyakit tertentu. Wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu sebelumnya,

memiliki risiko terjadinya preeklampsia. Penyakit tersebut meliputi hipertensi kronik, diabetes,

penyakit ginjal atau penyakit degeneratif seperti reumatik arthritis atau lupus.

1.3 Etiologi Preeklampsia

Etiologi preeklampsia sampai sekarang belum diketahui. Banyak teori-teori yang mencoba

menerangkan sebab preeklampsia, tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban memuaskan. Teori

sekarang yang dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori “iskemia plasenta”. Namun teori

ini belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini (Wiknjosastro, 2002).

Adapun teori-teori tersebut adalah:

1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan. Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada

endotel vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial plasenta

berkurang, sedangkan pada kehamilan normal prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh

trombosit bertambah sehingga timbul vasokonstriktor generalisata dan sekresi aldosteron menurun.

Akibat perubahan ini menyebabkan pengurangn perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan

penurunan volume plasma (Y. Joko, 2002).

2. Peran Faktor Imunologis. Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan I karena pada kehamilan I

terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna. Pada

preeklampsia terjadi komplek imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan

terjadinya pembentukan proteinuria.

3. Peran Faktor Genetik. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia. Preeklampsia meningkat pada

anak dari ibu yang menderita preeklampsia.

4. Iskemik dari uterus. Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus.

5. Defisiensi kalsium. Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan vasodilatasi

dari pembuluh darah.

6. Disfungsi dan aktivasi dari endotelial. Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan

penting dalam patogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin diketahui dilepaskan oleh sel

endotel yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah wanita hamil

dengan preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah dimulai pada trimester pertama kehamilan

dan kadar fibronektin akan meningkat sesuai dengan kemajuan kehamilan (Joanne, 2006).

1.4 Patofisiologi Preeklampsia

Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada sejumlah

organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia (Cunningham, 2003).

Perubahan pada organ-organ :

1. Perubahan kardiovaskuler. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume

intravaskular, meningkatnya cardiac output, peningkatan afterload jantung akibat hipertensi,

Page 4: LAPORAN KASUS.docx

preload jantung dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis mikroangiopati

menyebabkan anemia dan trombositopenia (Cunningham, 2003).

2. Hepar. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan

peningkatan tes fungsi hati.

3. Metabolisme air dan elektrolit. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita

preeklampsia dan eklamsia daripada pada wanita hamil. Penderita preeklampsia tidak dapat

mengeluarkan dengan sempurna air dan garam (oleh karena nekrosis ginjal), sedangkan

penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Hal ini dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi

glomerulus dan proteinuria. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam

batas normal (Wiknjosastro, 2002 ).

4. Mata. Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi

ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan merupakan salah satu indikasi untuk

melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukan tanda preklamsia berat yang

mengarah pada eklamsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan amblobipia. Hal ini disebabkan

oleh adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau didalam

retina (Rustam, 1998).

5. Otak. Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap

berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan

vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi

sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang. Sedangkan

pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri,

pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan (Wiknjosastro, 2002).

6. Uterus. Aliran darah ke plasenta menurun menyebabkan gangguan pada plasenta (infark dan

obstruksi plasenta) sehingga mengakibatkan gawat janin karena kekurangan oksigen, pertumbuhan

janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim (Michael, 2005). Pada preeklampsia dan

eklamsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga

terjadi partus prematur.

7. Paru-paru. Kematian ibu pada preeklampsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh edema paru

yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya aspirasi pneumonia, atau

abses paru (Rustam, 1998).

1.5 Gejala Klinis Preeklampsia

1.5.1 Gejala subjektif

Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan

kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan

pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Tekanan

Page 5: LAPORAN KASUS.docx

darahpun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat (Wiknjosastro,

2002).

1.5.2 Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi : peningkatan tekanan sistolik 30 mmHg

dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mmHg. Tekanan darah pada

preklamsia berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain

itu kita juga akan menemukan takikarda, takipnu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi

ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan otak (Michael, 2005).

1.6 Diagnosis Preeklampsia

Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan laboratorium.

Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu :

1. Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:

a) Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau kenaikan

sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah

normal.

b) Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ pada urine kateter atau midstearm.

2. Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut

a) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.

b) Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 2+ atau 3+

c) Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.

d) Adanya keluhan subyektif (“impending eklampsia = eklampsia mengancam”) yaitu gangguan

serebral (sakit kepala, pusing), gangguan penglihatan (mata kabur, berkunang-kunang), dan

rasa nyeri di epigastrium.

e) Terdapat edema paru dan sianosis

f) Trombositopeni

g) Gangguan fungsi hati

h) Pertumbuhan janin terhambat (Lanak, 2004).

1.7 Penatalaksanaan Preeklampsia Berat

Pada kasus preeklampsia yang berat dan eklampsia, magnesium sulfat yang diberikan secara

parenteral adalah obat anti kejang yang efektif tanpa menimbulkan depresi susunan syaraf pusat baik

bagi ibu maupun janinnya dengan syarat

1. Harus tersedia antidotum MgSo4 yaitu Calcium Glukonas 10% (1g dalam 10cc) diberikan IV

pelan (3 menit)

Page 6: LAPORAN KASUS.docx

2. Refleks patella (+)

3. Frekuensi pernafasan >16x/mnt

4. Produksi Urine >100cc dalam 4 jam sebelumnya.

Penanganan dapat dibagi menjadi dua dilihat dari umur kehamilan aterm atau preterm. Jika

preterm maka dilakukan perawatan konservatif, sedangkan jika umur kehamilan aterm dilakukan

perawatan aktif. Perawatan aktif dapat dilakukan jika perawatan konservatif dianggap gagal.

Perawatan konservatif dikatakan berhasil bila : Penderita sudah mencapai perbaikan dengan tanda-

tanda preeklampsia ringan dan perawatan dilakukan sekurang-kurangnya 3 hari lagi kemudian

penderita boleh pulang dan penanganan konservatif dikatakan gagal bila :

1. Adanya tanda-tanda “impending eklampsi”

2. Penilaian kesejahteraan janin jelek

3. Kenaikan tekanan darah yang progresif

4. Adanya sindroma HELLP

5. Adanya kelainan fungsi ginjal.

1.7.1 Perawatan konservatif :

1. Bila umur kehamilan < 37 minggu, tanpa adanya keluhan subjektif dengan keadaan janin baik.

2. Pengobatan dilakukan di kamar bersalin/ ruang isolasi.

a). Tirah baring dengan miring ke satu sisi (kiri).

b). Pasang kateter tetap.

3. Pemberian obat anti kejang Magnesium Sulfat (MgSo4). Langsung diberikan dosis pemeliharaan

MgSo4 2g/jam IV. Caranya :

a). Siapkan larutan infuse RL 500cc

b). Masukkan MgSo4 40% 15cc ke dalam 500cc larutan infuse

c). Atur tetesan 28ts/mnt (1kolf/6 jam)

d). Monitor jumlah tetesan, bersamaan dengan monitor tanda vital.

1.7.2 Perawatan aktif :

1. Indikasi :

a). Penilaian kesejahteraan janin jelek

b). Adanya keluhan subjektif ( impending eklampsia)

c). Adanya sindroma HELLP

d). Kehamilan Aterm.

e). Perawatan konservatif gagal.

f). Perawatan selama 24 jam, tekanan darah tetap >160/110 mmHg

2. Pengobatan medikamentosa :

a). Tirah baring ke satu sisi (kiri).

b). Pemberian MgSO4 4g IV (bolus). Caranya :

Masukkan MgSO4 40% 10cc ke dalam spuit 20cc, tambahkan aquadest 10cc.

Page 7: LAPORAN KASUS.docx

Berikan secara IV perlahan (5-10 menit).

Jika terjadi henti napas :

Berikan bantuan dengan ventilator

Berikan kalsium glukonas 2 g (20 ml dalam larutan 10%) secara intravena perlahan-lahan

sampai pernapasan mulai lagi.

1.7.3 Anti hipertensi.

1. Bila tekanan darah > 180/110 mmHg, diberikan injeksi Clonidin 0,15 mg IV yang diencerkan 10

cc dengan Dekstrose 5% diberikan sama dengan perawatan konservatif dilanjutkan Nifedipin 3 x

10 mg.

2. Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg intravena pelan-pelan selama 5 menit

sampai tekanan darah turun

3. Jika perlu, pemberian hidralazin dapat diulang setiap jam, atau 12,5 intamuskular setiap 2 jam

4. Jika hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan: Nifedipine dosis oral 10 mg yang diulang tiap 30

menit.

5. Labetalol 10 mg intravena sebagai dosis awal, jika tekanan darah tidak membaik dalam 10 menit,

maka dosis dapat ditingkatkan samapi 20 mg intravena (Cunningham, 2003) .

1.7.4 Persalinan

1. Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam.

2. Jika seksio sesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa:

a). Tidak terdapat koagulapati

b). Anestesi yang aman (terpilih adalah anastesia umum). Jangan lakukan anastesia lokal, sedangkan

anestesia spinal berhubungan dengan hipotensi

c). Jika anestesia yang umum tidak tersedia, atau janin mati, aterm terlalu kecil, lakukan persalinan

pervaginam.

d). Jika servik matang, lakukan induksi dengan oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml dekstrose atau

dengan prostaglandin (Abdul Bari, 2001).

Page 8: LAPORAN KASUS.docx

BAB IILAPORAN KASUS

STATUS OBSTETRI

DOKTER MUDA SMF OBGIN RSUP NTB

Tanggal/Jam Masuk RSUP NTB : 01 Apil 2011 / 10.30 wita.No.RM : 23 53 48Nama Dokter Muda / NIM : Anggarini Tefbana / 05.06.0001

I. IDENTITASNama Pasien : Ny.L SUmur : 34 thnAgama : HinduSuku : BaliPendidikan : SMAPekerjaan : Ibu Rumah TanggaAlamat : Cakranegara

II. ANAMNESISKeluhan Utama : Sakit kepala dan nyeri pada tengkuknya sejak 3 hari yang lalu dan semakin memberat tadi pagi.Riwayat Penyakit Sekarang : Os kiriman RSB Tresna dengan G5P2A2H2 30-31 minggu + Preeklampsia Berat/Impending Eklamsia. Os mengaku merasakan sakit kepala dan nyeri pada tengkuknya sejak 3 hari yang lalu dan semakin memberat tadi pagi. Riwayat keluar darah dan lendir (-), nyeri perut bagian bawah dan rasa ingin melahirkan (-), keluar air ketuban (-), gerak janin masih dirasakan. Penderita tidak mengeluhkan mual / muntah, nyeri epigastrium (-), pandangan kabur (-), riwayat kejang dirumah (-).

Kronologis (Hasil pemeriksaan di PKM Ubung): KU : Baik, TD: 200/120 mmHg, Nadi: 80 x/mnt, Suhu: 36 C, TFU: 2 jari diatas umbilikal. Hasil lab : protein urin + 3. Diagnosis : G5P2A2H2 30-31 minggu Preeklampsia Berat/Impending Eklamsia. Terapi yang telah diberikan : infus RL + MgSO4 40 % 15 cc (28 tts/mnt) dan Nifedipin 10 mg (3x1), pasang DC. Hasil pemeriksaan yang dilakukan di IGD: (10.30 wita)KU : Baik, Kesadaran : CM, TD: 190/120 mmHg, Nadi : 82x/menit, RR : 20x/menit, temp : 36,8 C.TFU: 22 cm, TBJ : 1.705 gram, His : (-), DJJ: 11-11-11, VT : Φ (-)HPHT : Lupa.Riwayat ANC : di Sp.OG, teratur, 6 kali terakhir tanggal 23 Maret 2011.Riwayat KB: suntikan 3 bulan

Page 9: LAPORAN KASUS.docx

Rencana KB: suntikan 3 bulanRiwayat Perkawinan : Perkawinan ke-1 Riwayat Obstetri : 1. Perempuan, Spontan, Aterm, Bidan, 2.300 gram, 10 tahun2. Laki-Laki, Spontan, Aterm, Bidan, 3.200 gram, 9 tahun3. Abortus 2 bulan4. Abortus 3 bulan5. ini

RPD: Pasien tidak pernah memiliki riwayat terkena penyakit berat. Riwayat DM (-), asma (-), hipertensi (-), kelainan jantung (-), penyakit paru (-), hepatitis (-).

RPK: tidak adaRiwayat alergi : tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan, makanan dan cuaca.

III. STATUS GENERALISKeadaan Umum : Baik Kesadaran : Compos MentisTinggi Badan : 160 cm Berat Badan : 62 kgTek. Darah : 190/120 mmHg FN: 82 x/mnt FP : 20 x/mnt Suhu: 36,8 °CMata : An -/-, Ikterus -/-Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)Paru : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-

IV. STATUS OBSTETRIa. Leopold I : teraba bokong pd fundus, TFU = 22 cm.b. Leopold II : pukic. Leopold III : kepalad. Leopold IV : bagian terendah belum masuk PAP (5/5)- Taksiran Berat Janin : 1.705 g - His : (-) - DJJ : 11-11-11 - Pemeriksaan dalam:

VT ф (-).

V. DIAGNOSISG5P2A2H2 hamil 31-32 minggu T/H/IU/letkep dengan Preeklampsia Berat, Impending Eklampsia.

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG DL: Hb 14.9 gr%

Leu 16.90 /mm3

Tromb 137.000 /mm3

HCT 41.5 % SGOT 88 mg/dl

SGPT 70 mg/dl HBsAg (-)

UL: Proteinuri: + 3

VII. PENATALAKSANAAN Observasi kesra Ibu dan Janin Cek Laboratorium : Darah Lengkap (DL), HbSAg, Urine Lengkap (UL), SGPT,

SGOT Lapor Supervisor, usul : Perawatan konservatif PEB (lanjutkan terapi nifedipin 10 mg

dan drip MgSO4 40% 15 cc dalam 500 cc larutan RL drip 28 tetes/ menit). Advice : usul ACC, Pro USG

Page 10: LAPORAN KASUS.docx

VIII. BAYIa. Lahir tgl / jam : 03 April 2011 / 19.55 wita Jenis Kelamin : Lb. Macam Persalinan : Spontan Apgar Score : 3-5c. Indikasi : Presentasi belakang kepala+PEBd. Lahir : Hidupe. Berat : 1.450 g Panjang : 30 cmf. Kel.kongenital : -

IX. PLACENTAa. Lahir tgl / jam : 03 April 2011 / 20.00 wita Spontan / Manualb. Berat : 380 gc. Panjang tl.pusat : 45 cmd. Lengkap : ya / tidake. Air Ketuban : jernih.

X. IBU POST PARTUMa. Keadaan umum : Baik Tek. Darah: 170/120 mmHg Nadi: 90 x/mnt

Nafas: 22 x/mntb. Kontraksi Uterus : Baikc. Tinggi Fundus Uteri : 2 cm dari Umbilikald. Jumlah Perdarahan : 100 cce. Perineum : Intak / Epsisi / Rupture / lecetf. Laktasi 30 menit pertama : Ya / Tidakg. Alasan : Bayi di NICU

Jam S O A P20.00 TD: 170/100 mmHg

RR = 22x/mntNadi: 100 x/mntT : 37,20CUT= 30 cc/jamHis: 3x 10’ 30”VT: ф 6 cm, eff 60%, ket (+) teraba kepala, HI, tdk teraba bag kecil/ tali pusat

G6P5A0H1 38-39 mgg T/H dgn PEB + inpartu kala I fase aktif

Lapor Supervisor, usul pemberian bolus MgSO4 4%, usul: accAdvice: evaluasi 4 jam lagi.

22.00 Os ingin mengedan Dan mengaku keluar air dari vagina.

His 3-4x/10’ – 40”DJJ 148x/mntTD : 160/100VT: ф lengkap, eff 100%, ket (-) jernih, teraba kepala, HIII, tdk teraba bag kecil/ tali pusat

G6P5A0H1 38-39 mgg T/H dgn PEB + inpartu kala II

22.05 Os ingin mengedan, mulas smakin sering.

Inspeksi: doran teknus perjol vulka.

Kala II Pimpin persalinan

22.15 Lahir bayi laki-laki, 2560 g, 45 cm, AS: 7-9.

22.30 Kala III Lahir Placenta, spontan, lengkap.B ; 450g P : 36cm

Page 11: LAPORAN KASUS.docx

23.30

TD : 140/90 mmHgFN : 88 x/menitFP : 20 x/menitKontraksi uterus kuatTFU sepusatPerdarahan : (-)

Kala IV Observasi tanda vital dan perdarahan

00.00 TD : 140/90 mmHgFN : 88 x/menitFP : 20 x/menitKontraksi uterus kuat.TFU sepusat Perdarahan : (-)

Kala IV Observasi tanda vital dan perdarahan

07.00 TD: 130/90 mmHgFN : 80 x/menitFP : 22 x/menitKontraksi uterus kuat

TFU 2 cm bwh pusat

Masa nifas Ibu dan bayi dalam keadaan sehat .inisisasi dini pada bayi.

BAB III

PEMBAHASAN

Preeklampsia berat adalah timbulnya hipertensi ≥ 160/110 mmHg disertai proteinuria dan

atau edema pada kehamilan setelah 20 minggu. Pada kasus ini ibu dikatakan mengalami preeklampsia

berat karena mengalami hipertensi, yaitu tekanan darahnya 190/120 mmHg dan disertai proteinuria +

3 disertai edema. Walaupun edema bukan lagi menjadi kriteria untuk mendiagnosis preeklampsia

Page 12: LAPORAN KASUS.docx

berat. Dalam kasus ini usia kehamilan belum cukup bulan sehingga pada awal penggambilan

keputusan direncanakan untuk terapi konservatif. Namun ditengah perawatan konservatif TD ibu

tidak stabil (naik dan turun) serta timbul keluhan subjektif sehingga diambil keputusan untuk

melakukan terapi aktif.

Hipertensi terjadi sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tahanan perifer agar oksigenasi

jaringan dapat tercukupi. Proteinuria terjadi karena pada preeklampsia permeabilitas pembuluh darah

terhadap protein meningkat. Edema terjadi karena terjadi penimbunan cairan yang berlebihan dalam

ruang interstitial. Pada preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin

yang tinggi daripada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma

dan mengatur retensi air dan natrium. Pada preeklampsia terjadi perubahan pada ginjal yang

disebabkan oleh aliran darah kedalam ginjal menurun sehingga mengakibatkan filtrasi glomerulus

berkurang atau mengalami penurunan. Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arteriole ginjal

menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun yang menyebabkan retensi garam dan juga

retensi air.

Dalam kasus ini ada keluhan subyektif impending eklampsia yang dirasakan oleh ibu yaitu berupa

sakit kepala daerah frontal. Hal ini disebabkan karena karena vasospasme / edema otak dan adanya

resistensi pembuluh darah dalam otak.

Tanda lain dari preeklampsia berat yang tidak dijumpai pada kasus ini adalah :

• Oliguria, jumlah produksi urine < 500 cc / 24 jam yang disertai kenaikan kadar kreatinin darah.

Hal ini terjadi karena pada preeklampsia filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal

sehingga menyebabkan diuresis menurun; pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria atau anuria.

• Gangguan visus : mata berkunang-kunang karena terjadi vasospasme, edema/ ablatio retina. Hal

ini dapat diketahui dengan oftalmoskop.

• Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen karena regangan selaput hati oleh

perdarahan/ edema atau sakit akibat perubahan pada lambung.

• Edema paru dan sianosis. Edema paru merupakan penyebab utama kematian pada penderita

preeklampsia dan eklampsia. Komplikasi ini terjadi sebagai akibat dekompensasio kordis kiri.

• Pertumbuhan janin terhambat ( IUGR )

Terapi preeklampsia berat menggunakan MgSO4 40% 15 cc dalam 500 cc larutan RL (drip 28

tetes/ menit) dan MgSO4 40% 4 g IV (bolus) dalam kasus ini terbukti efektif dalam mencegah

terjadinya kejang pada penderita. Pemberian Nifedipin 3x 10 mg peroral kurang efektif pada pasien

ini. Keadaan terakhir ibu dan bayi dalam keadaan sehat tetapi bayi tidak mendapatkan inisiasi dini

karena bayi haus dibawa ke NICU dengan alasan BBLR dan prematur.

Ibu dianjurkan untuk ANC yang lebih cermat pada kehamilan, karena dengan ANC yang baik, ibu

dapat mengetahui tanda bahaya pada kehamilannya serta lebih dapat mempersiapkan mental dan fisik

ibu pada waktu persalinan. Pentingnya perkembangan ANC pada saat umur kehamilan < 20 minggu

akan membantu menegakkan diagnosa preeklampsia dan menyingkirkan diagnosa banding hipertensi

Page 13: LAPORAN KASUS.docx

kronik dalam kehamilan (supperimposed preeklampsia). Selain itu ibu danjurkan untuk KB streril

mengingat ini merupakan kehamilan ibu yang ke 5 dan umur ibu yang cukup yaitu 34 tahun dan

berisiko tinggi jika ibu hamil lagi, pada kasus ini ibu tidak menyetujui pilihan KB tersebut dan lebih

memilih untuk menggunakan KB Suntikan 3 bulan dengan alasan akan berunding kembali dengan

suami dan anak yang hidup hanya 2. Sangat disayangkan karena dapat menimbulkan resiko tinggi

jika ibu hamil lagi pada umur lebih dari 35 tahun, seharusnya dengan ANC yang baik pula ibu dapat

nantinya menentukan pilihan KB yang terbaik untuk dirinya dilihat dari segi kesehatan baik itu

kesehatan ibu maupun untuk bayinya.

BAB IVDAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F.G. et all, 2003, Williams Obstetrics, 21st ed, McGraw-Hill Companies.

Mochtar, R., 1998, Toksemia Gravidarum, dalam: Sinopsis Obstetri, Jilid I edisi II, EGC,

Jakarta.

Rachimhadhi, T., 2005, pereklamsia dan Eklamsia, dalam: buku Ilmu Kebidanan, Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.

Saifuddin, B. A., 2001, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal,

JNNPKKR-POGI bekerjasama dengan Yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo,

Jakarta.

Sudinaya I.P., 2003, Insiden Preeklamsia-Eklamsia di Rumah Sakit Umum Tarakan

Kalimantan Timur-Tahun 2000, Cermin Dunia Kedokteran, 139, 13-15.

Surjadi, M.L. dkk, 1999, Perbandingan Rasio Ekskresi Kalsium/Kreatinin Dalam Urin Antara

Penderita Preeklamsia Dan Kehamilan Normal, Majalah Obstetri Dan Ginekologi

Indonesia, 23, 23-26.

Suyono, Y.J., 2002, Dasar-Dasar Obstetri & Ginekologi, edisi 6, Hipokrates, Jakarta

Wahdi. Dkk, 2000. Kematian Maternal Di RSUP Dr. Kariadi Semarang Tahun 1996-1998,

Majalah Obstetri Dan Ginekologi Indonesia, 24, 165-170.