laporan kasus keperawatan komprehensif

28
LAPORAN KASUS KEPERAWATAN KOMPREHENSIF Implementasi Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Yang Mengalami Hipertensi Supervisor Utama : Ns. Jum Natosba, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.Mat Pembimbing : Dian Wahyuni, S.Kep., M.Kes Nama : Mely Sakiyah, S.Kep NIM : 04064821418037

Upload: sakiyah-indra-syafiqah

Post on 11-Dec-2015

52 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

komprehensif

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS KEPERAWATAN KOMPREHENSIF

Implementasi Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Yang Mengalami Hipertensi

Supervisor Utama :

Ns. Jum Natosba, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.Mat

Pembimbing :

Dian Wahyuni, S.Kep., M.Kes

Nama : Mely Sakiyah, S.Kep

NIM : 04064821418037

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Lansia merupakan seseorang yang telah mengalami perubahan biologis, fisik,

kejiwaan dan sosial. Perubahan ini dapat berpengaruh terhadap aspek kehidupan dan

kesehatannya, oleh karena itu, kesehatan lansia perlu mendapatkan perhatian khusus agar

selama mungkin dapat hidup secara produktif sesuai kemampuannya sehingga dapat

berperan aktif dalam pembangunan ( Mubarak dkk, 2006)

Pada lansia secara anatomi dan fisiologis mengalami kemunduran dan perubahan

fungsi dari organ-organ tubuh, salah satunya pada sistem kardiovaskuler (Andra,2001).

Jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan baik struktural maupun fungisional.

Penurunan yang terjadi berangsur-angsur sering terjadi ditandai dengan penurunan tingkat

aktivitas, yang mengakibatkan penurunan kebutuhan darah yang teroksigenasi. Selain itu,

terjadi perubahan elastisitas dinding aorta menurun, kemampuan jantung memompa darah

menurun dan kehilangan elastisitas pembuluh darah. Salah satu masalah kesehatan yang

biasa terjadi pada lansia sehubungan dengan penurunan sistem kardiovaskuler adalah

hipertensi. Hipertensi merupakan penyakit yang kedua yang banyak diderita oleh usia

lanjut setelah artritis (Brunner&Sudarth,2002).

Menurut Perhimpunan Hipertensi Indonesia (PERHI), hipertensi seringkali disebut

sebagai pembunuh gelap atau silent killer,hal ini dikarenakan hipertensi termasuk

penyakit yang mematikan yang tanpa disertai gejala-gejalanya terlebih dahulu sebagai

peringatan bagi korban (Bun,2007). Munculnya gejala tersebut seringkali dianggap

gangguan biasa, sehingga penderitanya terlambat menyadari datangnya penyakit. Dan

disadari jika telah menyebabkan gangguan pada organ seperti fungsi jantung, fungsi

ginjal, gangguan fungsi sistem saraf pusat, mata dan organ tubuh lainnya.

(Bun,2007;VITAHEALTH,2005).

Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi farmakologis dan nonfarmakologis. Namun

karena terjadi penurunan fungsi dari berbagai organ tubuh, adanya penyakit penyerta dan

sering terjadi komplikasi pada berbagai organ pada lansia serta terjadinya efek

polifarmasi, maka penatalaksanaan hipertensi pada lansia menjadi lebih rumit

(Darmojo,2004). Upaya nonfarmakologis selalu menjadi hal yang penting dilaksanakan

pada penderita hipertensi berusia lanjut. Terdapat banyak pilihan terapi nonfarmakologis

dalam menangani hipertensi pada lansia, terutama bagi penderita dengan hipertensi ringan

sampai sedang. Upaya terapi nonfarmakologis dengan diit rendah garam, penurunan berat

badan, menghindari alkohol, mengurangi rokok, dan mengantisipasi stres dengan

melakukan teknik relaksasi (Soeparman & Sarwono, 1990). Untuk lansia dengan

hipertensi ringan sampai sedang sangat diarahkan untuk melakukan pengobatan secara

nonfarmakologi seperti dengan gaya hidup sehat dan juga melakukan aktivitas fisik

aerobik (applegate,2002). Sementara dengan kelemahan fisik atau keterbatasan rentang

gerak yang dimiliki lansia, maka lansia akan mengalami kesulitan dalam melakukan

aktivitas fisik ini.

Dalam riset tentang intervensi keperawatan terhadap stres yang dilakukan sejak 1980-

1990, menurut Soyder (1993) dan Egan (1993) yang dikutip dari Brunner dan Sudarth

(2002), menemukan teknik relaksasi otot progresif sebagai metode untuk menghilangkan

stres dimana dengan teknik relaksasi akan menghasilkan respon yang dapat memerangi

respon stres sehingga aksi hipotalamus menyesuaikan dan terjadi penurunan aktivitas

sistem saraf simpatis.

1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk :

Memaparkan informasi terkini di area keperawatan terkait penurunan tekanan darah

pada lansia yang hipertensi

Memberikan penjelasan tentang tehnik relaksasi otot progresif sebagai cara dalam

mengatasi hipertensi pada lansia

BAB II

ANALISIS KEPUSTAKAAN

A. HIPERTENSI

Hipertensi (tekanan darah tinggi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam

arteri. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi

esensial. Menurut The Seventh of The Joint national Committee on Prevention, detection,

Wvaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah

pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1,

dan derajat 2.

Klasifikasi Tekanan darah menurut JNC 7

Klasifikasi Tekanan

DarahTDS (mmHg) TDD (mmHg)

Normal < 120 Dan < 80

Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 90

Hipertensi derajat 1 140 – 159 Atau 90 – 99

Hipertensi derajat 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

Pasien dengan prehipertensi berisiko mengalami peningkatan tekanan darah menjadi

hipertensi; mereka yang tekanan darahnya berkisar antara 130 – 139/80 – 89 mmHg dalam

sepanjang hidupnya akan memiliki dua kali risiko menjadi hipertensi dan mengalami

penyakit kardiovaskular daripada yang tekanan darahnya lebih rendah.

Pada orang yang berumur lebih dari 50 tahun, tekanan darah sistolik >140 mmHg merupakan

factor resiko yang lebih penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskular daripada tekanan

darah diastolic.

Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi

nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan tujian menurunkan

tekanan darah dan mengendalikan factor-faktor resiko serta penyakit penyerta lainnya.

Terapi nonfarmakologis terdiri dari :

Menghentikan merokok

Menurunkan berat badan berlebih

Menurunkan konsumsi alcohol berlebih

Latihan fisik (relaksasi)

Menurunkan asupan garam

Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak

B. RELAKSASI OTOT PROGRESIF

1. Pengertian

Relaksasi otot progresif merupakan pengaktifan dari saraf parasimpatis yang

menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh sistem saraf simpatis dan

menstimulasi naiknya semua fungsi yang diturunkan oleh saraf simpatis. Masing-

masing saraf parasimpatis dan simpatis saling berpengaruh maka dengan

bertambahnya salah satu aktivitas sistem yang satu akan menghambat atau menekan

fungsi yang lain (Utami, 1993).

1. Indikasi Relaksasi Otot Progressif

a. Nyeri

b. Kecemasasan

c. Depresi

d. Insomnia

e. Menurunkan stress dan hipertensi

2. Tujuan Relaksasi Otot Progressif

Relaksasi otot progresif bertujuan untuk mengurangi ketegangan dan

kecemasan dengan cara melemaskan otot-otot badan. Dalam latihan relaksasi otot

progresif lansia diminta untuk menegangkan otot dengan ketegangan tertentu dan

kemudian mengendorkannya. Sebelum dikendorkan, sirasaka terlebih dahulu

ketegangan tersebut sehingga individu dapat membedakan antara otot yang tegang

dengan yang lemas. Pada saat lansia berada pada keadaan rileks maka saraf otonom

akan bekerja dan tdiur yang berkualitas akan diapatkan (Utami, 2007).

3. Macam Relaksasi Otot Progresif

Ada 3 macam relaksasi otot progresif yaitu tension relaksasi, letting go dan

differential relaksasi.

a. Relaxation via Tension-Relaxation

Individu diminta untuk menegangkan dan melemaskan masing-masing otot,

kemudian diminta untuk merasakan dan menikmati perbedaan antara ketika otot

tegang dan ketika otot lemas. Disini individu diberitahu bahwa pada fase

menegangkan akan membantu dia lebih menyadari sensari yang berhubungan

dengan kecemasan, dan sensasi tersbut bertindak sebagai isyarat atau tanda untuk

melemaskan ketegangan. Individu dilatih untuk melemaskan otot-otot yang

tegang dengan cepat, seolah-olah mengeluarkan ketegangan dari badan, sehingga

individu akan merasa rileks. Otot yang dilatih adalah otot lengan, tangan, biceps,

bahu, leher, wajah, perut, dan kaki (Goldfried dan Davison, 1976).

b. Relaxation via letting go

Metode ini untuk meperdalam relaksasi. Setelah individu berlatih relaksasi

pada semua kelompok otot tubuhnya. Pada fase ini individu dilatih untuk lebih

menyadaridan merasakan relaksasi. Individu dilatih untuk lebih menyadari

letegangan dan berusaha mengurangi ataupun menghilangkan ketegangan

tersebut. Dengan demikian individu itu akan lebih peka terhadap ketegangan dan

akan lebih ahli untuk mengurangi ketegangan.

Instruksi relaxation via letting go adalag melemaskan otot-otot yang terletak

pada bagian-bagian tertentu misal:

1) Bagian tangan seperti jari, pergelangan tangan, lengan

2) Otot wajah seperti pada bagian mata dan rahang

3) Bagian perut

4) Bagian kaki.

Dalam fase itu dilakukan selama 3 detik pada masing-masing bagian.

Setelah semua selesai pasien disuruh untuk memikirkan pada diri sendiri dengan

kata-kata yang kalem setiap anda bernafas. Hal ini akan membantu anda dalam

menghubungkan kata kalem tersebut dengan ketenangan yang anda rasakan saat

ini dalam pikiran anda.

c. Differential Relaxation

Relaksasi diferensial merupakan salah satu penerapan ketrampilan relaksasi

progresif. Pada waktu individu melakukan sesuatu, bermacam-macam kelompok

otot menjadi tegang. Otot-otot yang diperlukan untuk melakukan aktivitas akan

mengalami ketegangan berlebihan selama aktivitas itu berlangsung. Latihan

relaksasi diferensial dapat dilakukan dengan cara menginduksi individu untuk

relaksasi yang dalam, pada otot-otot yang tidak baik diperlukan untuk melakukan

suatu aktivitas tertentu. Kemudian mengurangi ketegangan yang berlebihan pada

otot-otot yang diperlukan dalam melakukan aktivitas itu sehingga didapat

ketegangan yang wajar pada otot-otot yang digunakan untuk beraktivitas.

Di dalam latihan relaksasi differensial yang penting bagi individu adalah tidak

hanya menyadari kelompok otot yang diperlukan untuk melakukan aktivitas

tertentu, tetapi juga mengidentifikasi dan lebih menyadari otot0otot yang tidak

perlu untuk melakukan aktivitas tersebut. Latihan akan dimulai ketika subjek

sudah mencapai keadaan rileks. Latihan yang secara teratur akan mengurangi

ketegangan secara umum. Hal ini akan menyebabkan individu tersebut nyaman

ketika melakukan aktivitas sehari-hari dengan demikian relaksasi ini dapat

dilakukan tanpa individu itu berbaring.

4. Manfaat Relaksasi Otot Progresif pada Lansia

a. Menciptakan ketentraman batin

b. Mengurangi rasa cemas, khawatir, dan gelisah

c. Menjadikan tekanan dan ketegangan jiwa lebih rileks

d. Menjadikan detak jantung lebih rendah

e. Mengurangi tekanan darah tinggi

f. Menciptakan ketahanan yang lebih besar terhadap penyakit

g. Membuat tidur lebih lelap dan kesehatan mental menjadi lebih baik

h. Menjadikan daya ingat lebih baik dan meningkatkan daya berpikir logis

i. Meningkatkan kreativitas dan keyakinan

j. Meningkatkan daya kemauan dan intuisi

k. Meningkatkan kemampuan berhubungan dengan orang lain (Handoyo, 2006).

Sedangkan menurut (Dewi, 1998) manfaat relaksasi otot progresif bagi lansia,

antara lain:

a. Membuat individu lebih mampu menghindari reaksi berlebihan akibat stres

psikologi.

b. Menurunkan tekanan darak sistolik dan diastolik pada penderita hipertensi.

c. Mengurangi tingkat kecemasan.

d. Mengurangi perilaku yang sering terjadi selama periode stres psikologinya,

misalnya naiknya jumlah rokok yang dihisap, konsumsi slkohol, pemakaian onat-

obatan, dan makan yang berlebihan.

e. Meningkatkan hubungan sosial dan ketegangan.

f. Meningkatkan hubungan interpersonal.

5. Hal-Hal yang Harus diperhatikan Dalam Melakukan Relaksasi Otot Progressif

Dalam melaksanakan teknik relaksasi progresif juga harus memperhatikan

empat komponen utama, yaitu lingkungan yang tenang (menghindarkan sebanyak

mungkin kebisingan dan gangguan-gangguan), posisi yang nyaman (duduk tanpa

ketegangan otot), sikap yang dapat diubah (mengosongkan semua pikiran dari alam

sadar), keadaan mental (fisiologis) sehingga akan kooperatif saat pelaksanaan (Taylor,

1997).

6. Petunjuk Relaksasi Otot Progressif

Relaksasi progressif memberikan cara mengidentifikasi otot dan kumpulan

otot tertentuserta membedakan antara perasaan tegang dan relaksasi dalam. Empat

kelompok otot yang utama yang meliputi: pertama, tangan, lengan bawah, dan otot

biseps, kedua, kepala, muka, tenggorokan dan bahu, termasuk pemusatan perhatian

pada dahi, pipi, hidung, mata, rahang, bibir, lidah dan leher. Sedapat mungkin

perhatian dicurahkan pada kepala, karena dari pandangan emosional, otot yang paling

penting dalam tubuh berada di sekitar area ini, ketiga, dada, lambung, dan panggung

bagian bawah, keempat, paha, pantat, betis dan kaki.

Menurut Davis (1995) relaksasi bertahap dapat dipraktekkan dengan berbaring

atau duduk di kursi dengan kepala ditopang. Tiap otot atau kelompok otot

diteganggang selama lima sampai tujuh detik dan dirileksasikan dua belas sampai

lima belas detik. Prosedur ini diulang paling tidak satu kali. Jika area ini tetap tegang,

dapat dipraktekkan lagi sampai lima kali. Petunjuk relaksasi progressif di bagi dalam

dua bagian. Bagian pertama, relaksasi pada otot tubuh yang paling sering tegang.

Bagian kedua, menegangkan dan merileksasikan beberpa otot secara simultan

sehingga relaksasi otot dapat dicapai dalam waktu sangat singkat.

7. Cara Melakukan Relaksasi Otot Progressif

Menurut Alim (2010) cara melakukan relaksasi progresif sebagai berikut;

a. Menjelaskan tujuan latihan pada klien

b. Menciptakan ruangan yang nyaman

c. Memposisikan klien untuk duduk atau berbaring dengan nyaman

Gerakan-gerakannya :

1) Gerakan pertama ditujukan untuk melatih otot tangan yang dilakukan dengan cara

menggenggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan. Klien diminta

membuat kepalan semakin kuat, sambil merasakan sensasi ketegangan yang

terjadi. Pada saat kepalan dilepaskan, klien dipandu untuk merasakan rileks

selama 12 detik. Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga klien

dapat membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks yang

dialami. Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan.

2) Gerakan kedua adalah gerakan untuk melatih otot tangan bagian belakang.

Gerakan ini dilakukan dengan cara menekuk kedua lengan ke belakang pada

pergelangan tangan sehingga otot-otot di tangan bagian belakang dan lengan

bawah menegang, jari-jari menghadap ke langit-langit.

3) Gerakan ketiga adalah untuk melatih otot-otot biseps. Otot biseps adalah otot

besar yang terdapat di bagian atau pangkal lengan. Gerakan ini diawali dengan

menggenggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan kemudian membawa

kedua kepalan kepundak sehingga otot-otot biseps akan menjadi tegang.

4) Gerakan keempat ditujukan untuk melatih otot-otot bahu. Relaksasi untuk

mengendurkan bagian otot-otot bahu dapat dilakukan dengan cara mengangkat

kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan bahu akan dibawa hingga menyentuh

kedua telinga. Fokus perhatian gerakan ini adalah kontras ketegangan yang terjadi

di bahu, punggung atas, dan leher.

5) Gerakan kelima sampai kedelapan adalah gerakan-gerakan yang ditujukan untuk

melemaskan otot-otot di wajah. Otot-otot wajah yang dilatih adalah otot-otot

dahi, mata, rahang, dan mulut. Gerakan untuk dahi dapat dilakukan dengan cara

mengerutkan dahi dan alis sampai otot-ototnya terasa dan kulitnya keriput.

6) Gerakan keenam ditujukan untuk mengendurkan otot-otot mata diawali dengan

menutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di sekitar mata

dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata.

7) Gerakan ketujuh ditujukan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami oleh

otot-otot rahang dengan cara mengatupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi-

gigi sehingga ketegangan di sekitar otot-otot rahang.

8) Gerakan kedelapan ini dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut.

Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan di

sekitar mulut.

9) Gerakan kesembilan dan kesepuluh ditujukan untuk merilekskan otot-otot leher bagian

depan dan belakang. Gerakan ini diawali dengan otot leher bagian belakang baru

kemudian otot leher bagian depan. Klien dipandu meletakkan kepala sehingga dapat

beristirahat, kemudian diminta untuk menekankan kepala pada permukaan bantalan kursi

sedemikian rupa sehingga klien dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher

dan punggung atas.

10) Gerakan kesepuluh bertujuan untuk melatih otot leher bagian depan, ini dilakukan

dengan cara membawa kepala ke muka, kemudian klien diminta untuk membenamkan

dagu ke dadanya. Sehingga dapat merasakan ketegangan di daerah leher bagian muka.

11) Gerakan kesebelas bertujuan untuk melatih otot-otot punggung. Gerakan ini dapat

dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi, kemudian punggung

dilengkungkan, lalu busungkan dada. Kondisi tegang dipertahankan selama 10 detik,

kemudian rileks. Pada saat tubuh rileks, letakkan kembali ke kursi sambil membiarkan

otot-otot menjadi lemas.

12) Gerakan kedua belas dilakukan untuk melemaskan otot-otot dada. Pada gerakan ini,

klien diminta untuk menarik nafas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara

sebanyak-banyaknya. Posisi ini ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan

ketegangan di bagian dada kemudian turun ke perut. Pada saat ketegangan dilepas, klien

dapat bernafas normal dengan lega. Sebagaimana dengan gerakan yang lain, gerakan ini

diulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan antara kondisi tegang dan rileks.

13) Gerakan ketiga belas bertujuan untuk melatih otot perut. Gerakan ini dilakukan dengan

cara menarik kuat-kuat perut ke dalam, kemudian menahannya sampai perut menjadi

kencang dan keras. Setelah 10 detik dilepaskan bebas, kemudian diulangi kembali

seperti gerakan awal untuk perut ini.

14) Gerakan keempatbelas dan kelimabelas adalah gerakan untuk otot-otot kaki. Gerakan ini

dilakukan secara berurutan. Gerakan keempatbelas bertujuan untuk melatih otot-otot

paha, dilakukan dengan cara meluruskan kedua belah telapak kaki sehingga otot paha

terasa tegang.

15) Gerakan kelimabelas ditujukan untuk melatih otot-otot betis dengan mengunci lutut,

sehingga ketegangan pindah ke otot-otot betis. Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu

dipelas. Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Ringkasan Tema Penelitian

Beberapa penelitian didapatkan mengenai intervensi relaksasi otot progresif terhadap

penurunan tekanan darah antara lain :

1. Penelitian oleh Rudi Hamarno (2010) didapatkan impelementasi relaksasi otot

progresif berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa setelah latihan relaksasi otot progresif ada penurunan tekanan

darah sistolik sebesar 16,65 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 3,8 mmHg

dengan lamanya pemberian intervensi 15 menit setiap latihan, sehari dua kali latihan

dan dilakukan selama 6 hari.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Dian Ary Valentine, Rosalina, dan Mona Saparwati

(2014) didapatkan hasil penelitian setelah dilakukan latihan relaksasi otot progresif

ada penurunan tekanan darah sistolik sebesar 7,06 mmHg dan tekanan darah diastolik

sebesar 7,86 mmHg dengan lamanya pemberian intervensi

3. Penelitian yang dilakukan oleh Amalia Noviyanti, Sri wododo dan Shobirun (2013)

didapatkan hasil penelitian ada penurunan tekanan darah setelah dilakukan relaksasi

otot progresif dengan rata-rata sistolik sebesar 13,77 mmHg dan diastolik sebesar

15,37 mmHg dengan pemberian intervensi dilakukan siang hari dan hanya 2 hari.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Tri Murti, Ismonah dan Wulandari (2011) didapatkan

hasil penelitian setelah dilakukan relaksasi otot progresif ada penurunan tekanan darah

sistolik sebesar 4,26 mmHg dan diastolik sebesar 2,89 mmHg dengan pemberian

intervensi

5. Penelitian yang dilakukan oleh Schneider dan Charles dkk (1995) menyatakan bahwa

relaksasi otot progresif dapat menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 4,7 mmHg

namun tidak bermakna (Pvalue = 0,054) sedangkan tekanan darah diastolik menurun

sebesar 3,3 mmHg dan bermakna (Pvalue = 0,02) dengan lamanya pemberian

intervensi dua kali dan dilakukan selama 3 bulan. Selain itu, latihan relaksasi otot

progresif pada responden laki-laki hanya dapat menurunkan tekanan darah diastolik

secara bermakna sebesar 6,2 mmHg (Pvalue < 0,01) dan pada responden perempuan

latihan relaksasi otot progresif tidak dapat menurunkan tekanan darah.

3.2 Pertanyaan PICO

Apakah relaksasi otot progresif mampu menurunkan tekanan darah lansia pada kasus

hipertensi

3.3 Penyelesaian PICO

Problem/Populasi

Permasalahan pada lansia yang mengalami perubahan secara fisiologis pada sistem

kardiovaskuler adalah salah satunya hipertensi.

Intervensi

Intervensi yang diberikan pada lansia dengan hipertensi yaitu implementasi relaksasi otot

progresif untuk menurunkan tekanan darah.

Compare

Berdasarkan hasil evaluasi implementasi relaksasi otot progresif terhadap pasien dengan

hipertensi didapatkan hasil bahwa :

1. Relaksasi otot progresif mampu menurunkan tekanan darah baik sistolik maupun

diastolik dengan menekankan pada latihan yang dilakukan secara teratur, lingkungan

yang tenang (menghindarkan sebanyak mungkin kebisingan dan gangguan-

gangguan), posisi yang nyaman (duduk tanpa ketegangan otot), sikap yang dapat

diubah (mengosongkan semua pikiran dari alam sadar), keadaan mental (fisiologis)

sehingga akan kooperatif saat pelaksanaan.

2. Sebelum dan selama pemberian intervensi relaksasi otot progresif, sebaiknya

melakukan pengontrolan terhadap faktor Confounding yang dapat mempengaruhi

hasil akhir dalam pemberian intervensi relaksasi otot progresif seperti obat

antihipertensi, lingkungan, kebiasaan hidup (olahraga) dan keadaan fisik responden.

3. Pada intervensi sebaiknya dilakukan pengukuran tekanan darah sebelum dan setelah

pemberian intervensi sehingga terlihat langsung pengaruh intervensi relaksasi otot

progresif terhadap penurunan tekanan darah. Pemberian intervensi sebaiknya dalam

jangka watu 2-6 hari agar terhindar dari faktor iconfounding yang

4. Pada intervensi langsung memberikan obat antihipertensi dalam menurunkan tekanan

darah dapat membuat lansia menjadi ketergantungan terhadap obat, tetapi pada kasus

ini perawat mengambil inisiatif untuk merubah implementasi dengan pemberian terapi

relaksasi otot progresif sebagai cara untuk menurunkan tekanan darah secara alami.

Outcome

Kesimpulan yang dapat diambil adalah penyelesaian kasus hipertensi pada lansia dapat

diatasi dengan relaksasi otot progresif dengan menekankan pada latihan yang dilakukan

secara teratur, lingkungan yang tenang (menghindarkan sebanyak mungkin kebisingan

dan gangguan-gangguan), posisi yang nyaman (duduk tanpa ketegangan otot), sikap yang

dapat diubah (mengosongkan semua pikiran dari alam sadar), keadaan mental (fisiologis)

sehingga akan kooperatif saat pelaksanaan.

Daftar pustaka

Charles et al. 1996. Trial Of Stress Reduction for Hypertension in Older African

Americans.http://hyper.ahajournals.org/content/26/5/820.full?

maxtoshow=&hits=10&RESULTFORMAT=&fulltext=progressive+muscle+relaxation&

searchid=1&FIRSTINDEX=0&resourcetype=HWCIT, diperoleh tanggal 17 Maret 2015.

Hamarno, Rudi. 2010. Pengaruh latihan relaksasi otot Progresif Terhadap Penurunan

Tekanan Darah Klien Hipertensi Primer di Kota Malang.

http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=20285357&lokasi=lokal, diperoleh

tanggal 17 Maret 2015

Murti Tri, Ismonah, Wulandari. 2011. Perbedaan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi

Essensial Sebelum dan Sesudah Pemberian Relaksasi Otot Progresif di RSUD Tugurejo

Semarang. file:///D:/komprehensif/ROP%20di%20RSUD%20semarang.pdf, diakses

tanggal 17 Maret 2015

Noviyanti Amalia, Sri widodo, Shobirun. 2013. Perbedaan Efektifitas Teknik Relaksasi

Otot Progresif dan Nafas Dalam Terhadap Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi.

http://180.250.144.150/e-journal/index.php/ilmukeperawatan/article/viewFile/107/133,

diakses tanggal 17 Maret 2015

Valentine Dian A, Rosalina, Mona Saparwati. 2014. Pengaruh Tehnik Relaksasi Otot

Progresif Terhadap Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi Di Kel. Pringapus,

Kec. Pringapus Kab. Semarang.

http://perpusnwu.web.id/karyailmiah/documents/3547.pdf, diakses tanggal 17 Maret

2015