laporan kasus kedokteran keluarga

64
LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA Nama kepala keluarga : Tn. S Alamat lengkap : Jl. Terusan Kembang Turi, LowokWaru Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal Dalam Satu Rumah NO Nama Kedudukan L/ P Umur Pendidika n Pekerjaa n Pasien klinik Ket 1 Tn.S Kepala keluarga L 68 th SD Swasta Tidak - 2 Ny. T Istri Tn. SW P 62 th SD IRT Tidak - 3 Ny. D Anak keempat P 29 th SMA Kerja di perusaha an Iya Tiphoid Fever 4 Tn. K Menantu L 30 th SMA Swasta Tidak - 5 An. T Anak Ny. D dan Tn. K L 2,5 th - - - - Kesimpulan: Ny. D merupakan pegawai di sebuah perusahaan di Surabaya. Bersama dengan suami, Ny. D tinggal di rumah kos. Sedangkan anaknya (An. T) tinggal dengan neneknya (ibu Ny. D) di Malang. Ny. D dan suami pulang ke Malang setiap 1

Upload: anna-fa

Post on 08-Aug-2015

421 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA

KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

Nama kepala keluarga: Tn. S

Alamat lengkap : Jl. Terusan Kembang Turi, LowokWaru

Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal Dalam Satu Rumah

NO Nama Kedudukan L/P Umur Pendidikan Pekerjaan Pasien

klinik

Ket

1 Tn.S Kepala

keluarga

L 68 th SD Swasta Tidak -

2 Ny. T Istri Tn. SW P 62 th SD IRT Tidak -

3 Ny. D Anak keempat P 29 th SMA Kerja di

perusahaan

Iya Tiphoid Fever

4 Tn. K Menantu L 30 th SMA Swasta Tidak -

5 An. T Anak Ny. D

dan Tn. K

L 2,5 th - - - -

Kesimpulan:

Ny. D merupakan pegawai di sebuah perusahaan di Surabaya. Bersama dengan

suami, Ny. D tinggal di rumah kos. Sedangkan anaknya (An. T) tinggal dengan

neneknya (ibu Ny. D) di Malang. Ny. D dan suami pulang ke Malang setiap hari

sabtu (seminggu sekali). Ny. D tinggal dalam extended family apabila pulang ke

Malang.

1

Page 2: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

BAB I

STATUS PENDERITA

Pendahuluan

Laporan ini dibuat berdasarkan kasus yang diambil dari seorang penderita demam

tifoid, berjenis kelamin perempuan dan berusia 29 tahun. Penderita merupakan salah

satu dari penderita demam tifoid dengan berbagai permasalahan yang dihadapi, tidak

hanya dari segi biomedis melainkan juga segi psikologis, serta sosioekonomi.

Identitas Penderita

Nama : Ny. D

Umur : 29 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Pegawai Perusahaan farmasi

Pendidikan : SMA

Status Perkawinan : Menikah (satu anak)

Agama : Islam

Alamat : Jl. Terusan Kembang Turi, Lowok waru

Suku : -

Tanggal Periksa : 29 September 2011

Identitas suami

Nama : Tn. K

Umur : 30 tahun

Jenis Kelamin : Laki- laki

Pekerjaan : Swasta

Pendidikan : SMA

Agama : Islam

2

Page 3: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

Anamnesis

1. Keluhan Utama : Nyeri perut

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Nyeri dikeluhkan pada perut bagian kanan atas dan ulu hati (epigastrium), nyeri

seperti terplintir, nyeri dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Demam (+) sejak 1

minggu yang lalu sore sampai malam, saat masih bekerja di Surabaya. Badan

lemas (+), mual (+), muntah (+), badan terasa sakit semua (pegal linu). Pada

waktu demam di Surabaya, pasien membeli obat di apotik, akan tetapi tetap tidak

membaik. Pasien memutuskan memeriksakan diri ke dokter yang kemudian

melakukan pemeriksaan tes darah lengkap dan tes widal yang akhirnya oleh

dokter didiagnosa typhoid fever. Setelah itu pasien dijemput keluarga kemudian

pulang ke Malang dan mengambil cuti sakit di perusahaanya untuk melakukan

rawat inap di RSI. Sebelum pasien melakukan rawat inap di RSI pasien

meminum ramuan yang dibuatkan oleh keluarga yaitu air rendaman cacing

kering dan labu putih yang menurut pasien merupakan obat demam tifoid,

sehingga pasien sudah merasa tidak panas, tapi perutnya masih tetap sakit.

3. Riwayat Penyakit Dahulu yang pernah diderita:

a. Riwayat Hipertensi : Tidak ada

b. Riwayat Sakit Gula : Tidak ada

c. Riwayat Mondok : Tidak ada

d. Riwayat Gout : Tidak ada

e. Riwayat Penyakit Jantung : Tidak ada

f. Riwayat Sakit Kejang : Tidak ada

g. Riwayat Alergi Obat/makanan : Tidak ada

h. Riwayat Gatal- Gatal : Tidak ada

3

Page 4: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

i. Riwayat menggunakan KB : Tidak pernah

j. Riwayat Gastritis : (+) sudah lama mempunyai penyakit gastritis.

4. Riwayat Penyakit Keluarga :

a. Riwayat Keluarga dengan Sakit Serupa : Tidak ada

b. Riwayat Hipertensi : Tidak ada

c. Riwayat Jantung : Tidak ada

d. Riwayat Ginjal : Tidak ada

e. Riwayat Diabetes Melitus : Tidak ada

f. Riwayat Gastritis : Ibu pasien

5. Riwayat Kebiasaan

a. Riwayat Merokok : Tidak pernah

b. Riwayat Minum Alkohol : Tidak pernah

c. Riwayat Olahraga : Tidak pernah

d. Riwayat Pengisian Waktu Luang: jarang jalan – jalan, jarang

berekreasi, bekerja sebagai pegawai sebuah perusahaan farmasi,

bekerja 8 jam perhari setiap senin sampai jum’at dan hari sabtu pulang

ke Malang. Pasien memasak hanya pada sore hari setelah pulang

bekerja.

e. Pasien suka makan pedas, kecut.

6. Riwayat Sosial Ekonomi :

Penderita adalah seorang pegawai sebuah perusahaan farmasi dengan satu

suami dan satu anak (An. T 2,5 tahun). Penderita dan suami sama-sama bekerja

di Surabaya sehingga kos disana. Penghasilan dari suami istri ini perbulan rata-

rata Rp. 3000.000-, kotor (belum di potong uang sewa kos, dll). Menurut pasien 4

Page 5: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

uang yang diterimanya cukup untuk kebutuhan sehari- hari. Karena biaya rumah

sakit dari istri (Ny. D) sudah di tanggung oleh pihak jamsostek perusahaan. Ny.

D dan Tn. K setiap minggu pulang pergi Surabaya Malang untuk menjenguk

anaknya, sehingga memerlukan biaya yang cukup banyak juga.

Hubungan Ny. D dan keluarga terjalin baik, terjalin komunikasi yang lancar,

saling mendukung dan saling pengertian. Hubungan Ny. D dengan ayah ibu serta

mertua terjalin baik.

7. Riwayat Gizi :

Kesan gizi cukup, penderita mengaku jarang makan, karena malas, penderita

makan 2x sehari (nasi, tempe, tahu, sayur, daging jarang, ikan), buah sering, susu

(-).

Anamnesis Sistem

1. Kulit : Warna kulit kuning, pucat (-), gatal (-), kering maupun mengelupas

(-).

2. Kepala : Pusing (-), sakit kepala (-) rambut kepala rontok (-), luka (-),

benjolan (-).

3. Mata : pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan kabur (-),

ketajaman penglihatan berkurang (-), penglihatan ganda(-), sklera

ikterik (-).

4. Hidung : Cairan(-), mimisan (-), tersumbat (-).

5. Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung (-), cairan (-), nyeri(-)

6. Mulut : sariawan (-), mulut kering (-), lidah terasa pahit (-), lidah kotor (-)

7. Tenggorokan : nyeri menelan (-), suara serak (-)

8. Pernafasan : sesak nafas (-), batuk (-), mengi (-)

9. Kardiovaskuler : nyeri dada (-), berdebar-debar (-), ampeg (-).

5

Page 6: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

10.Gastrointestinal : mual (+), muntah(+), diare (-), nyeri perut kanan atas

RUQ (+), BAB 1xsehari

11.Genitourinaria : BAK tidak ada keluhan, warna kuning jumlah dalam batas

normal.

12. Neurologik : lumpuh (-), kaki kesemutan(-), kejang (-)

13. Psikiatrik : emosi stabil (+), mudah marah (-)

14. Muskolokeletal : kaku sendi (-), nyeri sendi pinggul (-), nyeri tangan dan

kaki (-), nyeri otot (+).

15. Ekstremitas atas : bengkak (-), sakit (-), telapak tangan pucat (-), kebiruan

(-), luka (-), telapak tangan pucat (-)

16. Ekstremitas bawah : bengkak (-), sakit (-), telapak tangan pucat (-), kebiruan

(-), luka (-),telapak tangan pucat (-)

Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum : tampak lemah, kesan gizi cukup, composmentis

GCS E4 V5 M6

2. Tanda vital : Tanggal 29 September 2011

Tensi : 110/80 mmHg

Nadi : 66 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : 36,5 °C

Antroprometri :

○ BB : 56 kg

○ TB : 155 cm

○ BMI : 23.30 (Normoweight)

6

Page 7: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

3. Kulit : warna agak kuning (sawo muda), turgor baik, ikterik (-),

sianosis (-), pucat (-), spider nevi (-), petechie (-), eritem

(-), venektasi (-)

4. Kepala : Bentuk mesocephal, luka (-), rambut mudah dicabut (-),

keriput (-), kelainan mimik wajah/bells palsy (-), papul

(-), nodul (-), makula (-)

5. Mata : conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), warna

kelopak putih, refleks cahaya (+/+), radang (-/-),

eksoftalmus (-), strabismus (-)

6. Hidung : nafas cuping hidung (-), rhinorrhea (-), epistaksis (-),

deformitas hidung (-), hiperpigmentasi (-), saddle nose (-)

7. Mulut : mukosa bibir pucat (-), sianosis bibir (-), bibir kering (-),

gusi berdarah (-) lidah kotor (+), tepi lidah hiperemis (-),

papil lidah atrofi(-)

8. Telinga : membrane timpani intak, otorrhea (-), pendengaran

berkurang (-), nyeri tekan mastoid (-), cuping telinga

normal, serumen (-)

9. Tenggorokan : Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-),

10. Leher : lesi kulit (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran

kelenjar limfe (-), deviasi trakea (-), tortikolis (-)

11. Thorax : bentuk normal, simetris, pernafasan thoracoabdominal,

retraksi suprasternal (-), retraksi sela iga (-), spidernevi

(-), sela iga melebar (-), massa (-), krepitasi (-), kelainan

kulit (-), nyeri (-)

Cor:

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis tidak tampak

Perkusi : Batas kiri atas : ICS II Linea para sternalis sinistra

Batas kanan atas : ICS II Linea para sternalis dekstra7

Page 8: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

Batas kiri bawah : ICS V medial lineo medio clavicularis sinistra

Batas kanan bawah : ICS IV linea para sternalis dekstra

Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)

Suara tambahan jantung : (-)

Pulmo :

Statis (depan dan belakang)

Inspeksi : bentuk normal, pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri

Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/.+), suara tambahan : wheezing (-/-), ronkhi

(-/-), stridor (-)

Dinamis (depan dan belakang)

Inspeksi : pergerakan dada kanan sama dengan dada kiri,irama regular, otot bantu

nafas (-), pola nafas abnormal (-), usaha bernafas normal.

Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/.+), suara tambahan : wheezing (-/-), ronkhi (-/-).

12. Abdomen :

Inspeksi : datar/sejajar dinding dada, venektasi (-), massa (-), bekas jahitan (-)

Palpasi : supel, defense muskuler (-), nyeri epigastrium (+), nyeri RUQ (+),

hepar dan lien tidak teraba, turgor baik, massa (-), asites (-)

Perkusi : timpani seluruh lapangan perut

Auskultasi : peristaltik (+) normal

13. System Collumna Vertebralis:

Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)

Palpasi : nyeri tekan (-)

8

Page 9: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

14. Ekstremitas : palmar eritem (-)

14. Sistem genitalia : (tidak diperiksa)

15. Pemeriksaan neurologik:

kesadaran : composmentis

fungsi luhur : dalam batas normal

fungsi vegetatif : dalam batas normal

fungsi sensorik:

fungsi motorik :

Kekuatan tonus Ref.Fisiologis Ref.Patologis

16. Pemeriksaan psikiatri

Penampilan : baik, sesuai dengan umur, perawatan diri baik

Kesadaran : kualitatif tidak berubah, kuantitatif composmentis

Afek : appopriate

Psikomotor : normoaktif

Proses pikir : bentuk : realistik

Isi : waham (-), halusinasi (-), ilusi (-)

Arus : koheren

9

- -

- -

- -

- -

N N

N N

- -

- -

N N

N N

N N

N N

5 5

5 5

Akral dingin Oedema

Page 10: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Darah lengkap

Tanggal 28 September 2011 (di Surabaya).

Hb : 13.7 g/dL (12- 16 mg/dL)

Leukosit : 4.900 µL (4-10 ribu mg/dL)

LED : 49 mm/jam (2-20 mm/jam)

Trombosit : 151.000 µL (150- 400 ribu )

PCV : 40.7 % (37- 48 %)

Eritrosit : 4.48 juta/mm3 (4.0- 5.5 juta/mm3

Hitung jenis : 0/0/2/64/25/9 lapang pandang

Pemeriksaan Immunologi : - Thypus O: +1/80 (-)

- Thypus H : +1/320 (-)

- Parathypus A: - (-)

- Parathypus B : + 1/160 (-).

Tanggal 29 September 2011

Hb : 14.5 g/dL (12- 16 mg/dL)

Leukosit : 5.500 µL (4-10 ribu mg/dL)

LED : - mm/jam (2-20 mm/jam)

Trombosit : 144.000 µL (150- 400 ribu )

PCV : 45.7 % (37- 48 %)

Eritrosit : 5.09 juta/mm3 (4.0- 5.5 juta/mm3)

Hitung jenis : 1/5/-/42/41/11 lapang pandang

Pemeriksaan Immunologi : - Thypus O: - (-)

- Thypus H : +1/320 (-)

- Parathypus A: - (-)

- Parathypus B : + 1/160 (-).

Resume

Sekitar 1 minggu yang lalu pasien mengalami demam tinggi, demam terutama

pada sore hingga malam hari. Pasien juga merasakan nyeri perut RUQ dan 10

Page 11: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

epigastrium, nyeri seperti terpelintir dengan kuantitas sangat nyeri, lemah badan,

badan terasa sakit semua, mual dan muntah tiap malam, sejak 1 minggu yang lalu.

sakit seperti di tusuk- tusuk, dengan kualitas nyeri yang sangat. Pada waktu sakit di

Surabaya pasien membeli sendiri obat penurun demam di warung, tapi tidak kunjung

membaik, akhirnya memutuskan untuk periksa ke dokter praktek dan melakukan

pemeriksaan laboratorium yang hasilnya positif demam tifoid. Kemudian pasien di

jemput oleh keluarga untuk dibawa pulang ke malang dan melakukan rawat inap di

RSI dengan izin cuti sakit dari perusahaannya. Pasien berobat dengan dana jamsostek

dari perushaannya. Sebelumny pasien di berikan ramuan cacing dan labu putih oleh

keluarganya karena dipercaya dapat menurunkan gejala panas dan demam tifoid.

Riwayat penyakit dahulu pasien menderita gastritis yang telah lama (pasien lupa

kapan awalnya). Tidak terdapat riwayat sakit serupa di keluarganya, tetapi ibu pasien

juga mempunyai penyakit infeksi lambung. Dari pemeriksaan fisik didapatkan

keadaan umum tampak lemah, composmentis, kesan gizi cukup. Tanda vital memberi

kesan BMI dalam batas normal, tensi 110/80 mmHg, status lokalis nyeri dirasakan

pada RUQ dan epigastrium. Pemeriksaan laboratorium didapatkan jumlah trombosit

yang sedikit menurun (batas normal bawah), dan pada pemeriksaan Immunologi

Widal tes di dapatkan hasil positif pada Thypus H (+1/320) dan parathypi B (1/160).

Diagnosis Holistik

Ny. D dengan usia 29 tahun adalah penderita demam tifoid. Hubungan Ny. D dan

keluarganya cukup harmonis dan dalam kehidupan sosial Ny. D adalah anggota

masyarakat biasa dalam kehidupan kemasyarakatan.

1. Diagnosis dari segi biologis :

Demam tifoid

2. Diagnosis dari segi psikologis :

Hubungan Ny. D dengan keluarga cukup harmonis, saling pengertian dan

membantu.

3. Diagnosis dari segi sosial, ekonomi, dan budaya :

11

Page 12: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

Penderita hanya sebagai anggota masyarakat biasa dan jarang mengikuti

kegiatan di lingkungannya karena penderita dan suami tinggal di Surabaya.

Tetapi apabila pada waktu pasien dan suami pulang ke Malang, pasien dan

suami turut juga mengikuti kegiatan di lingkungannya.

Penatalaksanaan

Non Medikamentosa

- Pasien disarankan untuk banyak istirahat/ tirah baring yang bertujuan untuk

mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.

- Pasien diberikan pengetahuan tentang penyakit demam tifoid, gejala, tanda,

pencegahan dan terapinya.

- Menjaga kebersihan rumah tangga.

- Mempertahankan asupan cairan dan kalori yang adekuat:

Memulai dengan makan makanan yang lunak, seperti bubur sum- sum,

kemudian di lanjutkan dengan nasi yang lunak, kemudian apabila sudah

merasa baik bisa mengganti dengan nasi biasa.

Makan pagi dengan porsi cukup besar merupakan makanan yang paling baik

ditoleransi

Perbanyak makan buah dan sayuran

Hindari makan makanan yang terlalu pedas dan asam karena dikhawatirkan

akan mempengaruhi lambung.

- Menghindari aktifitas fisik yang berlebihan.

- Minum vitamin kesehatan

Medikamentosa

- Infuse RA 20 tetes/ menit

- Ceftriaxone 2x1

Obat golongan sefalosporin generasi ke III secara umum aktif terhadap kuman

gram positif (+).

12

Page 13: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

Indikasi : pengobatan infeksi saluran nafas bawah, saluran kemih,

kelamin, tulang dan sendi, kulit, infeksi ginekologi, infeksi SSP, ISK :

bakterimia dan septicemia, infeksi intraabdomen dan profilaksis pra-op.

Dosis : Dewasa dan anak >12 tahun 1-2 g IV 1x/hari. Dosis max 4 g/

hari.

KI : hipersenitivitas terhadap sefalosporin

ES : gangguan GI, reaksi hipersensitivitas, superinfeksi,

leucopenia sementara, eosinofilia, neutropenia, tromboistosis, peningkatan

sementara SGOT/ SGPT, dan BUN.

- Progresic 3x1

Komposisi : parasetamol

Indikasi : analgesic dan antipiretik.

Dosis : Dewasa 1-2 kap 3-4 x/ hari, max 6 kapsul/ hari.

Anak > 7 tahun ½- 1 kap 3-4 x/ hari, max 3 kapsul/ hari.

Diberikan bersama atau tanpa makanan.

KI : penyakit hati

ES : reaksi hematologi, reaksi kulit dan alergi yang lain.

- Antacida Sir 3x CI

Indikasi : mengurangi gejala yang berhubungan dengan asam lambung,

gastritis, tukak lambung, dengan gejala mual, muntah, nyeri ulu hati.

Dosis : dewasa sehari 3- 4 kali, 1-2 sendok teh, diminum 1-2 jam

setelah makan dan sebelum tidur, batas pemberian 2 minggu.

KI : hipersensitif terhadap salah satu komponen obat

ES : jarang: rasa tidak nyaman pada GI, pusing, sakit kepala, ruam

kulit.

- Injeksi Rantin 2x1

Komposisi : Ranitidine HCL

Indikasi : tukak duodenal aktif, tukak lambung aktif non maligna,

kondisi hiperekresi patologis seperti sindroma Zollinger- Ellison

13

Page 14: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

Dosis : tukak duodenal aktif 150 mg, 2 x1 (pagi dan malam), atau

300 mgx1 hari sebelum tidur. Terapi pemeliharaan tukak lambung 150 mg

sebelum tidur.

KI :-

ES : sakit kepala, pusing, gangguan GI, ruam kulit.

- Vitamin B1 100 mg 3x1

- Omeprazole 1x1

Indikasi : ulkus duodenum, ulkus lambung, lesi gastroduodenal, ulkus

peptikum, refluks esofagitis dan sindroma Zollinger- Ellison.

Dosis : ulkus duodenal 20 mg 1x/hr selama 2- 4 mgg, ulkus lambung

20 mg 1x/hr selama 4-8 minggu.

PO : Diberikan segera sebelum makan.

ES : sakit kepala, jarang : ruam, pruritus, pusing, parasteia,

insomnia, vertigo diare, konstipasi, gang. GI, reaksi hiperensitivitas.

- Peflacine 2x1

Komposisi : pefloxacin mesylate dihidrate

Indikasi : infeksi berat karena bakteri Gram – dan Gram +.

Dosis : tab 2x1/ hr. amp sehari 2x1 amp dengan infuse IV perlahan >

1 jam. Diberikan bersama makanan.

KI : anak < 15 tahun, hamil, laktasi, riwayat lesi tendon, tendinitis

atau rupture pada tendon, defisiensi G6PD, dan alergi pada kelompok

kuinolon.

ES : gangguan GI, nyeri otot atau endi, gangguan neurologi,

trombositopenia (dalam dosis besar), dan fotosensitivitas.

Follow up

Tanggal 30 September 2011

S : nyeri perut, nafsu makan menurun, lemah badan berkurang, mual (-), muntah

(-).

O : KU tampak lemah, compos mentis, kesan gizi cukup

14

Page 15: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

Tanda vital: T: 110/90 mmHg RR: 20 x/menit

N: 80 x/menit S: 36,2oC

Pemeriksaan Lab:

Hb : 13.6 g/dL (12- 16 mg/dL)

Leukosit : 5.100 µL (4-10 ribu mg/dL)

LED : - mm/jam (2-20 mm/jam)

Trombosit : 164.000 µL (150- 400 ribu )

PCV : 42.1 % (37- 48 %)

Eritrosit : 4.68 juta/mm3 (4.0- 5.5 juta/mm3)

Hitung jenis : 3/2/-/45/40/10 lapang pandang

A : Demam tifoid

P : terapi medika mentosa tetap, di tambah Rantin (Ranitidin) 2x1

Tanggal 1 Oktober 2011

S : nyeri perut masih agak nyeri, nafsu makan membaik, lemah badan berkurang

O : KU lemah, compos mentis, kesan gizi cukup

Tanda vital: T: 100/80 mmHg RR: 20 x/menit

N: 76 x/menit S: 38oC

Pemeriksaan Lab:

Hb : 13.6 g/dL (12- 16 mg/dL)

Leukosit : 5.200 µL (4-10 ribu mg/dL)

LED : - mm/jam (2-20 mm/jam)

Trombosit : 181.000 µL (150- 400 ribu )

PCV : 42.9 % (37- 48 %)

Eritrosit : 4.77 juta/mm3 (4.0- 5.5 juta/mm3)

Hitung jenis : 2/1/-/54/33/9 lapang pandang

A : Demam tifoid

P : terapi tetap

15

Page 16: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

Tanggal 2 Oktober 2011

S : nyeri perut (kadang- kadang), mual (-), muntah (-).

O : KU baik, compos mentis, kesan gizi cukup

Tanda vital: T: 110/70 mmHg RR: 20 x/menit

N: 84 x/menit S: 37oC

Pemeriksan Lab:

Hb : 13.2 g/dL (12- 16 mg/dL)

Leukosit : 8.000 µL (4-10 ribu mg/dL)

LED : - mm/jam (2-20 mm/jam)

Trombosit : 185.000 µL (150- 400 ribu )

PCV : 44.4 % (37- 48 %)

Eritrosit : 4.89 juta/mm3 (4.0- 5.5 juta/mm3)

Hitung jenis : -/-/-/68/24/7 lapang pandang

Tes Widal : Thypus O: -

Thypus H : +1/320

Parathypus A : +1/80

Parathypus B : +1/160

A : Demam tifoid

P : terapi tetap

Tanggal 3 Oktober 2011

S : nyeri perut kadang- kadang, nafsu makan baik

O : KU baik, compos mentis, kesan gizi cukup

Tanda vital: T: 100/80 mmHg RR: 20 x/menit

N: 80 x/menit S: 36,4oC

Pemeriksaan Lab:

Hb : 13.8 g/dL (12- 16 mg/dL)

Leukosit : 6.000 µL (4-10 ribu mg/dL)

LED : - mm/jam (2-20 mm/jam)

Trombosit : 193.000 µL (150- 400 ribu )16

Page 17: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

PCV : 43.8 % (37- 48 %)

Eritrosit : 4.82 juta/mm3 (4.0- 5.5 juta/mm3)

Hitung jenis : 2/3/-/51/31/12 lapang pandang

A : Demam tifoid

P : terapi tetap di tambah Vitamin B1 100 mg 3x1

Tanggal 4 Oktober 2011

S : nyeri perut tidak ada, nafsu makan baik

O : KU baik, compos mentis, kesan gizi cukup

Tanda vital: T: 110/80 mmHg RR: 20 x/menit

N: 82 x/menit S: 36,8oC

Pemeriksaan Lab:

Hb : 13.6 g/dL (12- 16 mg/dL)

Leukosit : 7.700 µL (4-10 ribu mg/dL)

LED : - mm/jam (2-20 mm/jam)

Trombosit : 208.000 µL (150- 400 ribu )

PCV : 43.4 % (37- 48 %)

Eritrosit : 4.77 juta/mm3 (4.0- 5.5 juta/mm3)

Hitung jenis : 2/5/-/49/31/13 lapang pandang

Tes Widal : Thypus O: -

Thypus H : +1/320

Parathypus A : -

Parathypus B : +1/320

A : Demam tifoid

P : terapi tetap, pasien ACC pulang., dengan pemeriksaan SGOT/ SGPT

Obat untuk di rumah:

- Progresik 3x1

- Antasida 3x1

- Omeprazole 1x1

- Peflacine 2x1

17

Page 18: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

Flow Sheet

Nama : Ny. D

Diagnosis : Demam Tifoid

Tabel 1. Flow sheet pasien

No. Tangg

al

Vital Sign BB/

TB

BMI Status

Lokalis

Keluhan Rencana

1 30/09/2

011

T: 110/90

mm/Hg

N: 80 x/menit

RR: 20 x/menit

S: 36,2 oC

56/

155

23.30 Nyeri perut Nyeri perut, lemah,

mual -, muntah -,

nafsu makan

menurun.

- penyuluhan tentang sakit pasien

kepada keluarga

- penyuluhan tentang pola makan

teratur dan gaya hidup sehat.

2 01/10/2

011

T: 100/80

mmHg

N:76 x/menit

RR:20 x/menit

S:38 oC

56/

155

23.30 Nyeri perut Nyeri perut

berkurang, lemah

badan (+), nafsu

makan sedikit

membaik.

- terapi medika mentosa

- terapi non medika mentosa

(pengaturan diet, istirahat, pola

makan teratur, kebersihan mkanan

dan peralatan makan, olahraga, dll)

3 02/10/2

011

T: 110/70

mmHg

N:84 x/menit

RR:20 x/menit

S: 37oC

56/15

5

23.30 Nyeri perut Nyeri perut

berkurang, hanya

timbul kadang-

kadang.

- terapi medika mentosa

- terapi non medikamentosa

4 03/10/2

011

T:100/80

mmHg

N:80 x/menit

RR:20 x/menit

S:36,4 oC

56/15

5

23.30 Nyeri perut Nyeri perut kadang-

kadang, nafsu

makan baik.

- terapi medika mentosa

- terapi non medika mentosa

5 04/10/2

011

T:110/80

mmHg

N:82 x/menit

RR:20 x/menit

S:36,8 oC

56/15

5

23.30 Nyeri perut Nyeri perut tidak

ada, nafsu makan

baik.

- terapi medika mentosa

- terapi non medika mentosa

18

Page 19: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

BAB II

IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI DALAM KELUARGA

Fungsi Holistik

1. Fungsi Biologis

Keluarga ini terdiri dari suami, istri (Tn. K dan Ny. D) serta satu orang

anak An. T (2.5 tahun). Ny. D cukup mengerti tentang penyakitnya, baik

demam tifoid atau penyakit sebelumnya yaitu gastritis. Akan tetapi Ny. D

menganggap remeh penyakitnya dengan tidak makan teratur serta suka

makan pedas dan asam. Suami Ny. D sama- sama bekerja sehingga

perhatian terhadap kesehatan istri kurang.

2. Fungsi Psikologis

Hubungan Ny. D dengan suami serta anak cukup baik, saling mendukung,

serta saling memperhatikan. Olehkarena itu, Ny. D dan suami pulang

seminggu sekali untuk menjenguk anaknya. Hubungan Ny. D dengan ayah

ibunya baik.

3. Fungsi Sosial

Dalam kehidupan sehari-hari, Ny. D hanya sebagai anggota masyarakat biasa,

tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam masyarakat. Dalam

kehidupan sosial Ny. D kurang berperan aktif dalam kegiatan

kemasyarakatan, hal tersebut karena Ny. D dan suami tinggal di Surabaya.

Hubungan dengan tetangga baik.

3. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan

Dalam keluarga Ny. D, penghasilan yang didapat perbulan kira- kira Rp.

3000.000-, belum termasuk dipotong uang kos. Biaya pengobatan Ny. D telah

di tanggung oleh jamsostek perusahaannya. Menurut pasien biaya yang

dikeluarkan sudah cukup untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka, dan anak

mereka yang dititipkan ke orang tua Ny. D (nenek dan kakek).

19

Page 20: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

Pasien makan sehari-hari biasanya 2 kali sehari dengan nasi lauk ayam, tahu,

tempe dan lain-lain. Pasien juga mengatakan sering makan buah-buahan

tetapi jarang makan nasi dan minum air putih.

Kesimpulan : Fungsi biologis dalam keluarga Ny. D kurang baik.

FUNGSI FISIOLOGIS DENGAN ALAT APGAR SCORE

APGAR score Ny. D=9

APGAR Ny. D Terhadap Keluarga Sering/

selalu

Kadang-

kadang

Jarang/

Tidak

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga

saya bila saya menghadapi masalah

P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas

dan membagi masalah dengan saya

G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima

dan mendukung keinginan saya untuk melakukan

kegiatan baru atau arah hidup yang baru

A Saya puas dengan cara keluarga saya

mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon

emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll

R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya

membagi waktu bersama-sama

Untuk Ny. D APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut :

Adaptation : Dalam menghadapi masalah hidup, Ny. D memecahkan masalah

bersama keluarganya, dan menerima saran dari anggota keluarganya. Score : 2

20

Page 21: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

Partnership : Komunikasi antara pasien dengan anggota keluarganya terjalin

sangat akrab, saling mengisi antara anggota keluarga. Mereka saling memberi

perhatian, masukan, dan bantuan jika ada yang terkena masalah. Score : 2

Growth : Ny. D selalu mendapat dukungan dari keluarganya perihal kegiatan-

kegiatan yang akan di lakukan. Score : 2

Affection : Kasih sayang yang terjalin antara pasien dan anggota keluarganya

baik. Score : 2

Resolve : Ny. D jarang berkumpul, makan, dan mengobrol bersama anggota

keluarganya. Score : 1

APGAR score Tn. K= 8

APGAR Tn. K Terhadap keluarga Sering/

selalu

Kadang-

kadang

Jarang

/tidak

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga

saya bila saya menghadapi masalah.

P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas

dan membagi masalah dengan saya.

G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima

dan mendukung keinginan saya untuk melakukan

kegiatan baru atau arah hidup yang baru.

A Saya puas dengan cara keluarga saya

mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon

emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll

R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya

membagi waktu bersama-sama

21

Page 22: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

Untuk Tn. K APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut :

Adaptation : Dalam menghadapi masalah hidup, Tn. K memecahkan masalah

bersama keluarganya, dan menerima saran anggota keluarganya. Score :2

Partnership : Komunikasi antara Tn. K dengan anggota keluarganya terjalin

sangat akrab, saling mengisi antara anggota keluarga. Mereka saling memberi

perhatian, masukan, dan bantuan jika ada yang terkena masalah. Score : 2

Growth : Tn. K selalu mendapat dukungan dari keluarganya tentang kegiatan-

kegiatan yang akan di lakukan. Score : 2

Affection : Kasih sayang yang terjalin antara Tn. K dan anggota keluarganya

kurang baik. Score : 1

Resolve : Tn. K jarang kumpul, makan, dan mengobrol bersama anggota

keluarganya. Score : 1

APGAR score Tn. S =10

APGAR Tn. S Terhadap keluarga Sering/

selalu

Kadang-

kadang

Jarang/

Tidak

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga

saya bila saya menghadapi masalah

P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas

dan membagi masalah dengan saya

G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima

dan mendukung keinginan saya untuk melakukan

kegiatan baru atau arah hidup yang baru

A Saya puas dengan cara keluarga saya

mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon

emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll

R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya

22

Page 23: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

membagi waktu bersama-sama

Untuk Tn. S APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut :

Adaptation : Dalam menghadapi masalahnya Tn. S memecahkan masalah

bersama keluarganya, dan menerima saran dari anggota keluarganya. Score : 2

Partnership : Komunikasi antara Tn. S dengan keluarganya baik, dan akrab.

An. Ta selalu menceritakan kepada orang tuanya tentngmaalah yang dihadapinya.

Score : 2

Growth : Tn. S selalu mendapat dukungan dari keluarganya tentang kegiatan-

kegiatan yang akan di lakukan. Score : 2

Affection : Kasih sayang yang terjalin antara Tn. S dan anggota keluarganya

sangat baik. Score : 2

Resolve : Tn. S sering kumpul, makan, dan mengobrol bersama anggota

keluarganya. Score : 2

APGAR Score Ny. T =10APGAR Tn. S Terhadap keluarga Sering/

selalu

Kadang-

kadang

Jarang/

Tidak

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga

saya bila saya menghadapi masalah

P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas

dan membagi masalah dengan saya

G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima

dan mendukung keinginan saya untuk melakukan

kegiatan baru atau arah hidup yang baru

A Saya puas dengan cara keluarga saya

mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon

emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll

R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya

23

Page 24: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

membagi waktu bersama-sama

Untuk Ny. T APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut :

Adaptation : Dalam menghadapi masalahnya Ny. T memecahkan masalah

bersama keluarganya, dan menerima saran dari anggota keluarganya. Score : 2

Partnership : Komunikasi antara Ny. T dengan keluarganya baik, dan akrab.

An. Ta selalu menceritakan kepada orang tuanya tentngmaalah yang dihadapinya.

Score : 2

Growth : Ny. T selalu mendapat dukungan dari keluarganya tentang kegiatan-

kegiatan yang akan di lakukan. Score : 2

Affection : Kasih sayang yang terjalin antara Ny. T dan anggota keluarganya

sangat baik. Score : 2

Resolve : Ny. T sering kumpul, makan, dan mengobrol bersama anggota

keluarganya. Score : 2

APGAR score keluarga terhadap Ny. D = 9: 8: 10 :10 = 9

Kesimpulan : Fungsi fisiologis keluarga Ny. D baik.

FUNGSI PATOLOGIS KELUARGA DENGAN ALAT SCREEM

Fungsi patologis dari keluarga Ny. D dinilai dengan menggunakan alat S.C.R.E.E.M

sebagai berikut.

Tabel 5. SCREEM keluarga pasien

Sumber Patologis

SocialIkut berpartisipasi dalam kegiatan di lingkungannya -

Culture Menggunakan adat istiadat daerah asal dalam kehidupan sehari- -

24

Page 25: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

hari

ReligiousPemahaman terhadap ajaran agama cukup, demikian juga

ketaatannya dalam beribadah.

-

Economic Penghasilan keluarga relative cukup -

EducationalTingkat pendidikan dan pengetahuan keluarga tentang kesehatan

cukup akan tetapi kesadaran akan kesehatan masih kurang +

Medical

Dalam mencari pelayanan kesehatan, keluarga Ny. Ih pergi ke

praktek dokter umum -

Kesimpulan

Keluarga Ny. D cukup mengerti tentang penyakit yang diderita pasien setelah

mendapat penjelasan dari perawat dan dokter. Akan tetapi keluarga Ny. D kurang

bias menjaga kesehatan dirinya dengan makan tidak teratur dan kurang waktu untuk

istirahat.

Pola Interaksi Keluarga

Diagram Pola interaksi Ny. D

Keterangan :

Hubungan baik

Hubungan tidak baik

25

Tn. S (68 tahun)

Tn. K (30 tahun) Ny. T (62 tahun)

Ny. D (29 tahun)

Page 26: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

Kesimpulan

Hubungan antara Ny. D dengan semua anggota keluarga baik dan hubungan antar

angota keluarga yang lain juga baik.

Genogram Keluarga Ny. Ih (41 tahun)

26

Tn.K (30 th)

X

Keterangan: pasien perempuan laki- lakimeninggal

Ny. D (29 th)

Ny. T (62 th) Tn. S (68 th)

An. T (2.5 th)

Page 27: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

BAB III

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR

YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN

1. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga

Faktor Perilaku Keluarga

a. Pengetahuan

Ny. D dan Tn. K memiliki pengetahuan yang cukup tentang kesehatan.

Menurut pendapat mereka semua kesehatan itu tidak hanya secara jasmani

saja tetapi juga dalam hal kerohanian. Akan tetapi Ny. D dan keluarga kurang

mengerti tentang penyebab, gejala dan tanda dari penyakit demam tifoid.

Keluarga Ny. D sebenarnya khawatir dengan keadaan Ny. D tetapi Ny. D

tetap saja bekerja meskipus sakit, sehingga oleh keluarganya Ny. D di jemput

dari Surabaya dan melakukan rawat inap di RSI.

b. Sikap

Keluarga Ny. D peduli dengan kondisi kesehatan pasien. Terbukti dengan

berkumpulnya keluarga Ny. D untuk menjenguk di RS dan menghibur Ny. D.

c. Tindakan

Keluarga selalu mengantarkan pasien untuk berobat baik sebelum rawat

inap (di dokter praktek umum dan IGD RS) atau pada saat rawat inap (suami

dan kakak laki- laki pasien). Keluarga juga menjaga pasien setiap hari secara

berganti- ganti.

Faktor Non Perilaku

Dipandang dari segi ekonomi, keluarga Ny. D termasuk orang yang cukup.

Dengan penghasilan dua orang yang bekerja untuk menghidupi 3 orang dalam

satu keluarga (anaknya ikut neneknya). Rumah yang dihuni keluarga ini cukup

besar, akan tetapi jarak antar rumah rapat, banyak polusi (asap kendaraan), dan

kawasan yang ramai sehingga rawan terjadi kecelakaan.

27

Page 28: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

2. Identifikasi Lingkungan Rumah

Gambaran Lingkungan

Keluarga ini tinggal di sebuah rumah yang berdempetan dengan rumah

tetangganya. Rumah ini memiliki pekarangan rumah dan pagar pembatas.

Terdiri dari ruang tamu, 3 kamar tidur, 1 ruang keluarga yang terdapat TV,

satu dapur, dan 1 kamar mandi. Rumah Ny. D memiliki lantai keramik tetapi

bagian dapur dan kamar mandi menggunakan ubin, dan agak sedikit lembab.

Ventilasi dan penerangan rumah cukup, karena pintu rumah sering terbuka

serta terdapat jendela yang cukup lebar diruang tamu, ruang keluarga serta

dalam masing- masing kamar. Kondisi dapur dan kamar mandi cukup baik,

akan tetapi sedikit terlihat kurang rapi. Sarana air keluarga ini menggunakan

jasa PDAM. Secara keseluruhan kebersihan rumah sudah cukup.

Pelayanan kesehatan

Pelayanan kesehatan termasuk praktek dokter, apotek dan sebagainya

masih dapat di jangkau dengan mudah oleh keluarga Ny. D. Jika salah satu

anggota keluarga ada yang yang sakit biasanya pergi berobat ke dokter

praktek. Dan bila dirasa sakitnya parah mereka membawa ke RS untuk

mendapatkan perawatan yang lebih baik.

Ketururnan

Tidak terdapat faktor keturunan penyakit demam tifoid

Kesimpulan :

Lingkungan rumah cukup memenuhi syarat kebersihan.

28

Page 29: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

Denah Rumah

29

10 meter

Teras depan

Teras samping

7 meter

R. Tamu

R. TidurR. keluarga

R. Tidur

R. Tidur

R. dapurKM

Page 30: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

Diagram Faktor Perilaku dan Non Perilaku

Ket:

: Faktor Perilaku

: Faktor Non-perilaku

DAFTAR MASALAH

Masalah medis :

Demam Tifoid

Masalah non medis :

1. Pengetahuan Ny. D dan keluarga tentang penyakitnya cukup baik, tapi

pencegahan dan pengelolaan penyakitnya kurang.

2. Ny. D tidak mau menjaga kesehatan individunya (makan tidak teratur).

3. Ny. D dan keluarga serta anaknya jarang berkumpul bersama karena Ny. D dan

suami bekerja di luar kota.

Diagram Permasalahan Pasien

(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada

dengan faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)

30

PengetahuanKeluarga kurang

memahami penyakit penderita.

SikapKeluarga perduli terhadap sakit penderita,tetapi penderita kurang peduli terhadap kesehatan diri sendiri.

TindakanKeluarga selalu

mengantarkan periksa ke dokter dan RS

Tidak ada riwayat penyakit demam tifoid

di keluarganya

Rumah cukup memenuhi syarat kesehatan

Ny. D

Bila sakit berobat ke dokter praktek kalau

sudah parah baru ke RS

Ny. D (29 th)Demam tifoid

Kurang mampu memelihara kesehatan individu (makan tidak teratur)

Pengetahuan Ny.D tentang penyakitnya cukup baik, tapi pencegahan dan pengelolaan penyakitnya kurang.

Ny. D dan keluarga serta anaknya jarang berkumpul bersama karena Ny. D dan suami bekerja di luar kota.

Page 31: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

Matrikulasi Masalah

Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik kriteria matriks.

No. Daftar Masalah I T R Jumlah

IxTxRP S SB Mn Mo Ma

1. Pengetahuan Ny.D tentang penyakitnya cukup baik, tapi pencegahan dan pengelolaan penyakitnya kurang.

5 5 5 2 4 4 5 20.000

(1)

2. Ny.D tidak mau menjaga kesehatan individunya (makan tidak teratur).

5 5 5 2 3 4 4 12.000

(2)

3 Ny. D dan keluarga serta anaknya jarang berkumpul bersama karena Ny. D dan suami bekerja di luar kota.

3 3 5 2 3 5 3 4.050 (3)

Keterangan :

I : Importancy (pentingnya masalah)

P : Prevalence (besarnya masalah)

S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)

SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)

T : Technology (teknologi yang tersedia)

R : Resources (sumber daya yang tersedia)

Mn : Man (tenaga yang tersedia)

31

Page 32: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

Mo : Money (sarana yang tersedia)

Ma : Material (pentingnya masalah)

Kriteria penilaian :

1 : tidak penting

2 : agak penting

3 : cukup penting

4 : penting

5 : sangat penting

Berdasarkan kriteria matriks diatas, maka urutan prioritas masalah keluarga Ny. D

adalah sebagai berikut :

1. Pengetahuan Ny.D tentang penyakitnya cukup baik, tapi pencegahan dan

pengelolaan penyakitnya kurang.

2. Ny.D tidak mau menjaga kesehatannya individunya (makan tidak teratur).

1. Ny. D dan keluarga serta anaknya jarang berkumpul bersama karena Ny. D dan

suami bekerja di luar kota.

Kesimpulan :

Kurangnya pengetahuan menyebabkan pasien kurang perhatian tentang bahaya

penyakitnya serta kurangnya kedisiplinan menjaga kesehatannya.

BAB IV

32

Page 33: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

HUBUNGAN PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN

PENYAKIT DEMAM TIFOID

Definisi Demam Tifoid

Demam tifoid adalah penyakit sitemik akut akibat infeksi Salmonella typhi.

Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di

Indonesia. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang menyerang banyak orang

sehingga dapat menimbulkan wabah (Widodo, dkk; 2009).

Epidemiologi Demam Tifoid

Di Indonesia, demam tifoid bersifat endemic. Penderita dewasa muda sering

mengalami komplikasi berat berupa perdarahan dan perforasi usus (Widodo, dkk;

2009). Di Indonesia insidens penyakit tersebut tergolong masih tinggi. Penyakit

tersebut diduga erat hubungannya dengan hygiene perorangan yang kurang baik,

sanitasi lingkungan yang jelek (penyediaan air bersih yang kurang, pembuangan

sampah dan kotoran manusia yang kurang memenuhi syarat kesehatan, pengawasan

makanan dan minuman yang belum sempurna), serta fasilitas kesehatan yang kurang

terjangkau oleh sebagian besar masyarakat.

Organisme yang menyebabkan keadaan ini mampu bertahan hidup lama di

lingkungan kering dan beku. Bakteri ini juga mampu bertahan beberapa minggu di

dalam air, es, debu sampah kering dan pakaian, dan berkembang biak dalam susu,

daging, telur, atau produknya tanpa merubah warna atau bentuknya.

Salmonella typhi:

1. Morfologi : termasuk Enterobacteriaceae (kuman enteric batang gram

negative), yang bersifat anaerob fakultatif atau aerob, tak berspora dan

intraseluler fakultatif.

33

Page 34: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

2. Faktor pathogenesis : bakteri ini merupakan bakteri pathogen yang

mempunyai transmisi, perlekatan pada sel inang, invasi sel dan jaringan inang,

toksigenitas dan kemampuan menghindari system imun. Sekali bakteri masuk

ke sel tubuh dia harus berikatan dengan sel inang, dan biasanya pada sel

epitel.

Antigen : terdapat 3 kelompok antigen utama, yaitu:

- antigen somatic (Ag O), berupa bahan lipopoliakarida yang merupakan

antigen utama dinding sel.

- antigen flagel (Ag H), terdiri dari protein termolabil dan didenaturasi oleh

panas dan alcohol

- antigen simpai atau kapsul yang disebut Vi (Vitulen), yang mengganggu

aglutinasi melalui antiserum O. antigen ini berhubungan dengan sifat invasive

yang dimilikinya.

- antigen K, menyebabkan perlekatan bakteri pada el epitel sebelum invasi ke

saluran cerna.

Endotoksin/ Lipopolisakarida

Endotoksin berasal dari dinding sel dan sering dilepaskan bila bakteri lisis.

Endotokin dalam aliran darah ,mula- mula terikat pada protein yang beredar

dan kemudian berinteraksi dengan reseptor pada makrofag, monosit dan sel

lain dalam organ retikuloendotelial.

Enzim sitolitik

Berfungsi untuk menghancurkan jaringan (Karsinah, dkk; 1994).

Patogenesa Demam Tifoid

Penularan Salmonella thyposa adalah melalui feco-oral, dibutuhkan sejumlah

105-109 kuman untuk menyebabkan infeksi. Dimana faktor yang mempengaruhi

infeksi adalah :

a. PH, jika PH lambung asam dapat mencegah infeksi

b. Waktu pengosongan lambung

34

Page 35: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

Masa inkubasi demam tifoid kurang lebih 14 hari. Masuknya kuman

Salmonella typhi (S. typhi) dan Salmonella paratyphi (S. paratyphi) ke dalam tubuh

manusia melalui makanan yang terkontaminasi. Bakteri Salmonella typhi bersama

makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati

lambung dengan suasana asam (pH < 2 ) banyak bakteri yang mati. Bakteri yang

masih hidup akan mencapai usus halus dan di usus halus tepatnya di ileum dan

yeyenum akan menembus dinding usus. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus,

ikut aliran ke dalam kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi

sistemik ke jaringan di organ hati dan limfa. Salmonella typhi mengalami multifikasi

di dalam sel fagosit mononuklear, di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika,

hati dan limfe. Setelah pada periode tertentu (inkubasi), yang lamanya ditentukan

oleh jumlah dan virulensi kuman serta respon imun penderita maka Salmonella typhi

akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus akan masuk ke dalam

sirkulasi darah dan menyebar ke organ retikuloendotelial terutama hati dan limpa.

Peran endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati,

limfa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi

sitokin dan zat-zat lain. Produk makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis

sel, sistem vaskuler yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang, kelainan pada

darah dan juga menstimulasi sistem imunologik.

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak,

dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke dalam lumen usus.

Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam

sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung

makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella

typhy terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan

menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit

kepala, sakit perut, instabilitas vaskular gangguan mental, dan koagulasi.

35

Page 36: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

Gejala Klinis Demam Tifoid

1. Demam

Terjadi karena kuman menyerang sistem retikulo endothelial dan septikemia,

bersifat febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama,

suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap sore dan malam hari. Dalam

minggu kedua penderita terus berada dalam keadaan demam, anak

besar/dewasa febris continua. Dalam minggu ketiga suhu badan berangsur-

angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.

36

Patofisiologi Patofisiologi

Page 37: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

2. Gangguan saluran cerna

Bibir kering, pecah-pecah, nafas berbau tidak sedap, lidah ditutupi selaput

putih kotor (coated tongue), ujung tepinya kemerahan, jarang disertai tremor.

Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus).

Hati dan limpa membesar serta disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapati

konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan diare, diare karena

enterotoksinnya. Lemas, pusing dan sakit perut. Demam yang tinggi

menimbulkan rasa lemas, pusing.

3. Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak begitu dalam yaitu

apati sampai somnolen. Dapat pula ditemukan gejala-gejala berupa roseola

pada punggung dan anggota gerak. Kadang-kadang ditemukan bradikardia

pada anak besar dan mungkin pula ditemukan epistaksis.

Diare, sifat bakteri yang menyerang saluran pencernaan menyebabkan

gangguan penyerapan cairan akibatnya terjadi diare. Tetapi pada beberapa

kasus dapat jug aterjadi konstipasi.

Diagnosa Kerja Demam Tifoid

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat dibuat diagnosis observasi demam tifoid.

Untuk memastikan diagnosis perlu dikerjakan pemeriksaan laboratorium sebagai

berikut :

Pemeriksaan yang berguna untuk menyokong diagnosis :

a. Pemeriksaan darah tepi

- Anemia, pada umunya terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe, atau

perdarahan usus.

37

Page 38: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

- Leukopeni, namun jarang kurang dari 3000/uL.

- Limfositosis relatif dan aneosinofilia pada permulaan sakit.

- Trombositopeni terutama pada demam tifoid berat.

b. Pemeriksaan urine

Proteinuria ringan dapat terjadi karena pengaruh demam.

c. Pemeriksaan tinja

Kelainan pada tinja umumnya tidak menyolok. Adanya lendir dan darah pada tinja

merupakan peringatan agar waspada akan bahaya perdarahan usus atau perforasi.

d. Pemeriksaan sum-sum tulang

Tidak rutin dilakukan. Terdapat gambaran sum-sum tulang berupa hiperaktifitas RES

dengan adanya sel macrofag, sedangkan sistem eritropoesis, granulopoesis dan

trombopoesis berkurang.

Pemeriksaan laboratorium untuk membuat diagnosis :

a. Isolasi bakteri

Pada minggu pertama sakit, kemungkinan mengisolasi S.Typhi dari dalam darah

pasien lebih besar dari pada minggu berikutnya. Biakan yang dilakukan pada urin dan

feses, kemungkinan keberhasilan lebih kecil. Biakan spesimen yang berasal dari

aspirasi sum-sum tulang mempunyai sensitivitas yang tertinggi, hasil positif didapat

pada 90% kasus. Akan tetapi prosedur ini sangat invasive, sehingga tidak dipakai

dalam praktek sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan biakan spesimen

empedu yang diambil ari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik.

b. Pemeriksaan Widal

38

Page 39: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

Reaksi serologis Ag dan Ab terutama Antigen O. Baik pada minggu II/III, titer yang

bernilai 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan yang progressive digunakan

untuk membuat diagnosis (WHO, 2003).

Terapi Demam Tifoid

Terapi non medika mentosa yang dapat diterapkan adalah:

- Perawatan

Penderita perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi serta pengobatan.

Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas demam, dan tirah baring.

- Diet

Dimasa lampau, penderita diberi makan diet yang terdiri dari bubur saring, kemudian

bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan penderita. Beberapa

peneliti menganjurkan makanan padat dini yang wajar sesuai dengan keadaan

penderita. Makanan disesuaikan baik kebutuhan kalori, protein, elektrolit, vitamin

maupun mineralnya serta diusahakan makan yang rendah/bebas selulose,

menghindari makanan yang iritatif. Pada penderita gangguan kesadaran maka

pemasukan makanan harus lebih di perhatikan.

Terapi medika mentosa yang dapat diterapkan adalah:

- Obat-obatan

Obat pilihan adalah kloramfenikol, hati-hati karena mendepresi sum-sum tulang dosis

50-100 mg/kgBB dibagi 4 dosis, efek samping :

Obat lain :

- Kotrimoksazol ( TMP 8-10 mg/kgBB dibagi 2 dosis

39

Page 40: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

- Ampicillin (200 mg/kg/24 jam)

- Amoxicillin 100 mg/kgBB/hari, oral selama 10 hari

- Seftriakson 80 mg/kg BB/hari, ivatau im, sekali sehari selama 5 hari.

- Sefiksim 10 mg/kgBB/hari, oral dibagi dalam 2 dosis selama 10 hari.

Pencegahan

Usaha pencegahan dapat dibagi atas :

- Usaha terhadap lingkungan

Pengadaan sarana air bersih dan pengaturan pembuangan sampah

serta peningkatan kesadaran individu terhadap hygiene lingkungan

dan pribadi.

- Usaha terhadap Manusia

Memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang

dikonsumsi, bakteri Salmonella typhi mati apabila dipanasi

dalam suhu 57 oC dalam beberapa menit.

Komplikasi Demam Tifoid

Dapat terjadi pada :

- Usus halus, berupa perdarahan usus.

- Perdarahan sedikit periksa dengan Benzidin Test

- Perforasi banyak pada minggu ke III udara dalam rongga peritonium.

- Peritonitis.

- Di luar usus berupa meningitis, kolestitis, enselopati dan bronkopneumonia

karena infeksi sekunder.

Prognosa

40

Page 41: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

Prognosis untuk penderita dengan demam enteric tergantung pada terapi segera, usia

penderita, keadaan kesehatan sebelumnya, serotipe Salmonella penyebab, dan

munculnya komplikasi Buruk pada :

Hiperpireksia atau debris kontinu

Kesadaran sangat menurun

Terdapat komplikasi yang berat, berupa perdarahan usus, perforasi atau

meningitis, endokarditis, dan pneumonia.

Gizi yang buruk (Widodo, dkk; 2009)

41

Page 42: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan Holistik

Diagnosa holistik : Ny. D (29 tahun) adalah penderita Demam tifoid, yang

tinggal dalam extended family dan tinggal dalam kos- kosan, dengan kondisi

keluarga yang cukup harmonis. Akan tetapi tingkat pendidikan yang cukup dalam

keluarga ini belum mampu menjamin adanya pengetahuan yang baik tentang

kesehatan. Lingkungan rumah cukup sehat, dan pasien merupakan anggota

masyarakat biasa yang mengikuti beberapa kegiatan di lingkungannya (jarang).

1. Segi Biologis

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,

didapatkan hasil bahwa NY. D(29 tahun), adalah penderita demam tifoid, yang

tinggal di pemukiman padat penduduk sehingga lebih mudah terjangkit penyakit

menular.

2. Segi Psikologis

Ny. D memiliki APGAR score 9 menunjukkan fungsi keluarga yang bagus.

Dalam keluarga Ny. D telah terjalin suatu keluarga yang harmonis, akrab, penuh

dengan kasih sayang dan dukungan dan saling memperhatikan, akan tetapi waktu

berkumpul sedikit kurang.

3. Segi Sosial

Keluarga ini memiliki status ekonomi yang cukup, pendidikan yang cukup

dan merupakan anggota masyarakat biasa dalam kemasyarakatannya yang mengikuti

beberapa kegiatan di lingkungannya.

B. Saran Komprehensif

Ny. D dan keluarga perlu diberikan edukasi tentang Demam tifoid. Mengenai

bagaimana penularannya, penyebabnya, factor resiko, pencegahan dan lain

sebagainya. Selain itu penderita melakukan diet tinggi protein dan kalori tetapi

rendah serat, sehingga tidak memberatkan kerja saluran pencernaan, kurangi makan-

42

Page 43: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

yang merangsang (merica, cabai, saus sambal), hindari makanan pedas, istirahat

cukup, dan berolahraga ringan.

a. Promotif

Edukasi keluarga mengenai penyakit demam tifoid, mengetahui gejala dan

tanda serta penularan sehingga apabila terdapat keluarga yang menderita hal serupa

bisa langsung dibawa di RS terdekat untuk mendapatkan pengobatan.

b. Preventif

Memperbanyak waktu istirahat, menjaga kebersihan makanan, menjaga

keteraturan pola makan, menghindari makanan pedas dan masam, olahraga cukup,

melakukan vaksinasi imunisasi dengan menggunakan vaksin oral dan vaksin

suntikan. Saat ini pencegahan terhadap kuman Salmonella sudah bisa dilakukan

dengan vaksinasi bernama chotipa (cholera-tifoid-paratifoid) atau tipa (tifoid-

paratifoid). Untuk anak usia 2 tahun yang masih rentan, bisa juga divaksinasi.

c. Kurativ

- Progresik 3x1

- Progresic 3x1

Komposisi : parasetamol

Indikasi : analgesic dan antipiretik.

KI : penyakit hati

ES : reaksi hematologi, reaksi kulit dan alergi yang lain.

- Antasida 3x1

Indikasi : mengurangi gejala yang berhubungan dengan asam lambung,

gastritis, tukak lambung, dengan gejala mual, muntah, nyeri ulu hati.

KI : hipersensitif terhadap salah satu komponen obat

ES : jarang: rasa tidak nyaman pada GI, pusing, sakit kepala, ruam

kulit.

- Omeprazole 1x1

Indikasi : ulkus duodenum, ulkus lambung, lesi gastroduodenal, ulkus

peptikum, refluks esofagitis dan sindroma Zollinger- Ellison.

PO : Diberikan segera sebelum makan.

43

Page 44: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

ES : sakit kepala, jarang : ruam, pruritus, pusing, parasteia,

insomnia, vertigo diare, konstipasi, gang. GI, reaksi hiperensitivitas.

- Peflacine 2x1

Komposisi : pefloxacin mesylate dihidrate

Indikasi : infeksi berat karena bakteri Gram – dan Gram +.

KI : anak < 15 tahun, hamil, laktasi, riwayat lesi tendon, tendinitis

atau rupture pada tendon, defisiensi G6PD, dan alergi pada kelompok

kuinolon.

ES : gangguan GI, nyeri otot atau endi, gangguan neurologi,

trombositopenia (dalam dosis besar), dan fotosensitivitas.

d. Rehabilitatif

Edukasi dan motovasi kepada pasien bahwa penderita demam tifoid dapat

sembuh dengan baik (normal kembali), menjaga pola hidup, makan teratur, menjaga

kesehatan, istirahat yang cukup serta latihan jasmani yang ringan.

44

Page 45: Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

DAFTAR PUSTAKA

Karsinah, Lucky HM,Suharto, Mardiastuti HW, editor.Staf Pengajar FKUI. Batang Gram Negatif. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: BinarupaAksara, 1994: 168-173.

WHO, 2003. Background Document: The Diagnosis, treatment and prevention of Tiphoid Fever. World Health Organization Departement of vaccines and Biologicales. Hal: 7-22.

Widodo, D.2009,Demam tifoid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. editor: Aru W. Sudoyo, dkk. Interna Publishing. Jakarta. Hal: 435-441.

Santoso, A., dkk. MIMS edisi bahasa Indonesia. Volume 11. 2010.

www.MIMS.com

45