laporan kasus hepatoma

71
BAB I PENDAHULUAN Hepatoma ( Hepatocellular Carcinoma/HCC ) adalah tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit (kanker hati primer). Hepatoma juga dikenali dengan nama lain yaitu kanker hati primer, hepatokarsinoma dan kanker hati. Dari seluruh tumor ganas hati yang pernah didiagnosis, 85 % merupakan HCC, 10 % Cholangiocarcinoma/CC dan sisanya adalah jenis lainnya. HCC meliputi 5,6 % dari seluruh kasus kanker pada manusia, menempati peringkat kelima pada laki-laki dan peringkat kesembilan pada perempuan sebagai kanker tersering di dunia. Secara epidemiologis tingkat kekerapannya banyak terjadi di negara berkembang dengan prevalensi tinggi hepatitis virus. Selain infeksi hepatitis virus, adanya kelompok jamur aflatoksin, obesitas, diabetes mellitus, alkohol dan penyakit hati metabolik lain diakui sebagai faktor resiko terjadinya proses patologi pada sel hepar yang menyebabkan terbentuknya HCC. Manifestasi klinisnya sangat bervariasi dari asimptomatik sampai gejala yang sangat jelas dan disertai gagal hati. Namun gejala yang paling sering dikeluhkan adalah perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas abdomen disertai dengan adanya keluhan gastrointestinal lain. Ketiadaan ataupun ketidakmampuan penerapan terapi yang bersifat kuratif menyebabkan HCC berprognosis buruk dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. 1

Upload: melia-indasari

Post on 28-Dec-2015

543 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Hepatoma (Hepatocellular Carcinoma/HCC) adalah tumor ganas hati primer yang berasal

dari hepatosit (kanker hati primer). Hepatoma juga dikenali dengan nama lain yaitu kanker hati

primer, hepatokarsinoma dan kanker hati. Dari seluruh tumor ganas hati yang pernah

didiagnosis, 85 % merupakan HCC, 10 % Cholangiocarcinoma/CC dan sisanya adalah jenis

lainnya. HCC meliputi 5,6 % dari seluruh kasus kanker pada manusia, menempati peringkat

kelima pada laki-laki dan peringkat kesembilan pada perempuan sebagai kanker tersering di

dunia. Secara epidemiologis tingkat kekerapannya banyak terjadi di negara berkembang dengan

prevalensi tinggi hepatitis virus.

Selain infeksi hepatitis virus, adanya kelompok jamur aflatoksin, obesitas, diabetes

mellitus, alkohol dan penyakit hati metabolik lain diakui sebagai faktor resiko terjadinya proses

patologi pada sel hepar yang menyebabkan terbentuknya HCC. Manifestasi klinisnya sangat

bervariasi dari asimptomatik sampai gejala yang sangat jelas dan disertai gagal hati. Namun

gejala yang paling sering dikeluhkan adalah perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas

abdomen disertai dengan adanya keluhan gastrointestinal lain. Ketiadaan ataupun

ketidakmampuan penerapan terapi yang bersifat kuratif menyebabkan HCC berprognosis buruk

dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi.

1

BAB II

LAPORAN KASUS

II.1 IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : Tn S Agama : Islam

Usia : 45 tahun Status perkawinan : Menikah

Jenis kelamin : Laki-laki Suku : Jawa

Pekerjaan : Petani Tanggal masuk RS : 22 November 2013

Alamat : Karang mulya, Suradadi Ruangan : Rosella

II.2 ANAMNESIS

Dilakukan secara auto anamnesis pada tanggal 25 November 2013, jam 07.30 WIB di ruangan

rosella.

Keluhan Utama

Nyeri perut kanan atas dan perut membesar

Keluhan tambahan

Mual muntah, BAB tidak lancar, BAK sedikit, sesak

a. Riwayat penyakit sekarang

Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang ke IGD RSU Kardinah dengan keluhan utama

nyeri perut kanan atas dan perut membesar. Nyeri dirasakan di kuadran kanan atas sejak ± 2

minggu. Nyeri bersifat tumpul, terus menerus dan tidak menjalar. OS mengaku keluhan tidak

nyaman di perut sudah mulai dirasakan sejak lama berupa rasa penuh di perut terutama pada saat

sehabis diisi makanan, tetapi sekitar 2 minggu yang lalu terasa nyeri di bagian kanan atas

sehingga pasien memutuskan untuk berobat. Nyeri perut juga disertai dengan keluhan perut yang

dirasakan semakin membesar. OS juga mengeluh mual, muntah setiap kali habis makan, muntah

2

isi makanan, muntah darah segar ataupun hitam disangkal. OS mengaku bila makan harus sedikit

demi sedikit karena perut mudah terasa begah akibatnya nafsu makan berkurang.

Untuk buang air besar dirasakan kurang lancar, akhir-akhir ini OS biasanya buang air

besar 2-3 hari sekali, terakhir kali BAB 5 hari yang lalu, tetapi pasien masih bisa flatus meskipun

jarang. Bila buang air besar sedikit dan konsistensi agak keras dengan warna biasa (kuning

kecoklatan), BAB hitam disangkal. Buang air kecil sedikit warna seperti teh, nyeri atau panas

saat BAK (-), darah (-), keruh (-), dan berpasir (-).

Perut yang terasa penuh dan membesar membuat pasien kadang merasa sesak yang

bersifat hilang timbul dan tidak dipengaruhi aktivitas ataupun cuaca dan debu. Sesak juga tidak

disertai adanya nyeri dada ataupun bengkak di kedua kaki. Batuk sejak 1 bulan lalu, berdahak

putih encer dengan riwayat batuk darah (berupa bercak merah segar bercampur dahak) 1 kali. OS

mengaku akhir-akhir ini sering seperti demam (meriang) tetapi tidak terlalu tinggi dan tidak

disertai menggigil. Kadang keringat malam (+). OS juga mengaku cepat lelah dan berat badan

menurun dari ± 55 kg menjadi 43 kg dalam waktu satu bulan.

b. Riwayat penyakit dahulu

Belum pernah mengalami keluhan yang sama. Riwayat bercak kemerahan seperti laba-

laba pada kulit, disertai perut membesar karena timbunan cairan, muntah darah dan BAB hitam

disangkal. Riwayat penyakit lain seperti hipertensi, diabetes mellitus, asma dan penyakit jantung

disangkal oleh pasien. Saat remaja OS mengaku pernah sakit kuning karena hepatitis tetapi tidak

dirawat di rumah sakit.

c. Riwayat Pengobatan

Satu bulan yang lalu sempat dirawat di RSUD Suradadi dengan keluhan nyeri

tenggorokan dan batuk-batuk kemudian di foto rontgen thoraks dan dinyatakan sakit paru. Obat

sudah habis, pasien lupa obatnya dan sudah tidak pernah kontrol lagi. 2 minggu setelah dirawat

mulai timbul nyeri perut kanan atas sehingga OS memutuskan berobat ke RSU Kardinah.

Riwayat transfusi darah dan cuci darah disangkal.

d. Riwayat Kebiasaan

3

Riwayat merokok 5 tahun lalu, setiap hari, jumlah tidak menentu tetapi dalam seminggu

tidak pernah lebih dari 1 bungkus, saat ini sudah berhenti. Riwayat minum alkohol 10 tahun

lalu, tetapi sedikit dan jarang, saat ini sudah berhenti. Riwayat penggunaan NAPZA disangkal.

Riwayat makanan siap saji dan berpengawet jarang, makanan berbahan kacang tanah juga jarang,

setiap hari makanan dimasak dengan penyedap buatan tetapi sedikit. OS mengaku kurang minum

air putih. Kebiasaan minum jamu-jamuan dan obat-obatan di warung disangkal.

OS tinggal di rumah yang ventilasi dan pencahayaan yang kurang bagus. Daerah tempat

tinggal cukup padat. OS bekerja sebagai petani dan banyak menggunakan insektisida semprot

setiap harinya. Di lingkungan tempat tinggalnya tidak ada yang mengalami keluhan serupa.

e. Riwayat Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa. Riwayat penyakit

hipertensi, penyakit jantung, penyakit ginjal, kencing manis dan batuk lama disangkal oleh

keluarga.

f. Riwayat Sosial ekonomi

OS merupakan seorang petani, mempunyai satu orang istri dan 3 orang anak yang tinggal

bersama dalam satu rumah. Istri pasien tidak bekerja dan pengobatan pasien ditanggung oleh

Jamkesmas.

g. Riwayat Alergi

Tidak ada riwayat alergi obat-obatan dan makanan.

II.3 PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan jasmani dilakukan pada tanggal 25 November 2013 pukul 08.00 WIB.

a) Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Tampak sakit sedang, lemas

Kesadaran : Compos mentis

4

Tanda vital : TD : 130/80 mmHg

Nadi : 92 x/menit, reguler, volume cukup, ekualitas sama

RR : 20 x/menit, irama teratur, tipe abdomino-torakal

Suhu : 37,5°C

Tinggi badan : 160 cm

Berat badan : 43 kg

IMT : 43 / (1,6)2 = 16,7 kg/m2

Kesan gizi : Gizi kurang (OS dalam keadaan ascites)

b. Status Generalis

KEPALA

Bentuk : Normochepali

Rambut : Hitam sebagian putih, lurus, distribusi merata, rontok (-), alopesia (-)

dan tidak mudah dicabut

MATA

Palpebra : oedem (-) Lensa : jernih

Konjungtiva : anemis (+/+) Visus : tidak diperiksa

Sklera : ikterik (+/+) Gerak BM : normal

Reflex Cahaya : +/+ Pupil : Isokor +/+, diameter 2 mm

Alis Mata : rata, simetris

HIDUNG

Bentuk : Normal, deviasi septum (-)

Nafas Cuping hidung : (-)

Perdarahan : (-/-)

Mukosa hidung : hiperemis /pucat (-/-), sekret (-/-)

TELINGA

5

Bentuk : Normotia Benjolan : -/-

Tuli : -/- Selaput pendengaran : intak

Lubang : lapang Penyumbatan : -/-

Serumen : +/+ Darah/cairan/sekret : -/-

MULUT

Bibir : lembab, kecoklatan, pucat (-), sianosis (-)

Tonsil : T1 –T1, Hiperemis (-)

Bau pernapasan : tidak ada

Gigi geligi : OH baik, caries ( - )

Gusi : Berdarah (-), bengkak (-), stomatitis (-)

Faring : tidak hiperemis

Lidah : kotor (-), atrofi papil (-), hiperemis (-), kotor (-), tremor (-)

LEHER

Deformitas : (-)

Trakea : deviasi (-)

Kelenjar Tiroid : pembesaran (-), kulit sekitar normal, nyeri tekan (-)

KGB : pembesaran (-), nyeri tekan (-)

JVP : 5 + 2 cm H2O

Retraksi otot bantu pernapasan (-)

THORAKS

Bentuk : Datar, barrel chest (-), simetris saat statis dan dinamis,

Buah dada :Simetris, papila mamae kecokelatan, retraksi (-), sekret (-), peau d’

orange (-), benjolan (-), ginekomastia (-)

Kulit : Pucat (-), ikterik, dan spider nevi (-)

Paru – Paru

Pemeriksaan ANTERIOR POSTERIOR

6

Inspeksi Kiri Simetris saat statis dan dinamis,

Retraksi iga: Supra sternal (-/-),

Intercostae (-/-)

Simetris saat statis dan dinamis

Kanan Simetris saat statis dan dinamis,

Gerakan dinding dada cepat dan

dalam, Retraksi iga: Supra sternal

(-/-), Intercostae (-/-)

Simetris saat statis dan dinamis

Palpasi Kiri - Tidak ada benjolan

- Vocal fremitus simetris

- Tidak ada benjolan

- Vocal fremitus simetris

Kanan - Tidak ada benjolan

- Vocal fremitus simetris

- Tidak ada benjolan

- Vocal fremitus simetris

Perkusi Kiri Sonor pada seluruh lapang paru Sonor pada seluruh lapang paru

Kanan Sonor pada seluruh lapang paru Sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi Kiri Suara Nafas vesikular normal

Ronkhi +/+, wheezing -/-

Suara Nafas vesikular normal

Ronkhi +/+, wheezing -/-

Kanan Suara Nafas vesikular normal

Ronkhi +/+, wheezing -/-

Suara Nafas vesikular normal

Ronkhi +/+, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.

Palpasi :Ictus kordis teraba setinggi ICS V 1 cm medial dari garis midklavikularis

kiri, trill (-) di keempat area katup jantung.

Perkusi :

Batas kanan: ICS V, linea sternalis dextra

Batas kiri : ICS V, 1 cm lateral dari garis midklavikularis sinistra7

Batas atas : ICS III, linea parasternalis sinistra

Auskultasi :

Suara dasar : S1-S2 murni, regular, irama teratur, frekuensi 92

x/menit

Suara tambahan : murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN

- Inspeksi

o Tampak perut membuncit, tidak simetris (kanan atas tampak lebih menonjol),

warna kulit ikterik, spider nevi (-), jaringan parut (-), tampak dilatasi vena

- Auskultasi

o Bising usus (+) lemah , frekuensi 2x/menit, bruit hepatic (-)

- Palpasi

o Supel, defans muskuler (-). Pada kuadran kanan atas teraba massa konsistensi

keras, permukaan bernodul/berbenjol dan nyeri tekan (+).Teraba pembesaran

hepar, dimana lobus kanan teraba 6 cm dibawah arcus costae dextra sedangkan

lobus kiri teraba 2 cm dibawah processus xyphoideus, dengan tepi tumpul,

permukaan licin, konsistensi keras, nyeri tekan (+). Vesica fellea tidak teraba,

murphy sign (-). Teraba pembesaran lien di Schuffner 3, tepi tumpul, permukaan

rata, konsistensi lunak, dan nyeri tekan (+). Ballotemen (+). Undulasi (+).

- Perkusi

o Timpani keempat kuadran abdomen (-), nyeri ketok costovertebra (-/-), area

Traube redup, dan shifting dullness (+).

INGUINAL

Tidak dilakukan pemeriksaan

GENITALIA

Tidak dilakukan pemeriksaan

EKSTREMITAS

Superior Inferior

8

Dekstra/Sinistra Dekstra/Sinistra

Pitting edema (-/-) (-/-)

Sianosis (-/-) (-/-)

Ikterik (-/-) (-/-)

Kekuatan otot (5/5) (5/5)

Klonus (-/-) (-/-)

Capillary refill time < 2 / < 2 detik < 2 / < 2 detik

Ptekiae (-/-) (-/-)

Refleks fisiologis (+/+) (+/+)

Refleks patologis (-/-) (-/-)

Flapping tremor (-/-) (-/-)

Palmar eritema (-/-) (-/-)

II.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

a. Hasil pemeriksaan dilaporkan tanggal 22 November 2013

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan

HEMATOLOGI

LEUKOSIT 30.6 10^3/ul 4.0 - 9.0

ERITROSIT 3.4 10^6/ul 4.7 - 6.1

HEMOGLOBIN 8.3 g/dl 14.0 - 18.0

HEMATOKRIT 25.9 % 42 - 52

9

MCV 75.4 U 76 - 96

MCH 24.5 Pcg 27 - 31

MCHC 32.0 g/dl 33.0 - 37.0

TROMBOSIT 380 10^3/ul 150 - 400

DIFF COUNT

Netrofil 93.9 % 50-70

Limfosit 22 % 25-40

Monosit 3.7 % 2-8

Eosinofil 2 % 2-4

Basofil 0 % 0-1

Laju endap darah

LED 1 jam 30 Mm/jam 0-15

LED 2 jam 96 Mm/jam 0-25

Kimia Darah

Glukosa sewaktu 131 Mg/dl 70-160

SGOT 26.1 U/L <34

SGPT 28.5 U/L <32

Ureum 118 mg/dl 10-50 mg/dl

Creatinin 2.66 mg/dl 0.6-1.2 mg/dl

HbsAg Negatif Negatif

b. Hasil pemeriksaan dilaporkan tanggal 27 November 2013

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan

10

HEMATOLOGI

LEUKOSIT 28.5 10^3/ul 4.0 - 9.0

ERITROSIT 4.1 10^6/ul 4.7 - 6.1

HEMOGLOBIN 10.4 g/dl 14.0 - 18.0

HEMATOKRIT 31.4 % 42 – 52

MCV 75.9 U 76 – 96

MCH 25.3 Pcg 27 – 31

MCHC 33.1 g/dl 33.0 - 37.0

TROMBOSIT 265 10^3/ul 150 – 400

2. USG abdomen

Dilakukan pada tanggal 22 November 2013 dengan hasil sebagai berikut.

Deskripsi

Hepar tampak ukuran besar, permukaan licin tepi tumpul. Ekoparenkim normoekoik.

Pada lobus kanan tampak massa hiperekoik bentuk relative bulat, ukuran 10,21 x 10, 27 cm. CD

imaging massa tidak hipervaskuler, ascites (+).

Vesica fellea dinding tebal. Tampak sludge. CD imaging dinding hipervaskuler. Pankreas

dan lien tidak tampak kelainan. Intestine tampak, kaliber melebar ringan. Piano tuts sign (+).

Peristaltik minimal.

Ren dextra tampak, ukuran besar, ekoparenkim normoekoik. Tampak massa pada pol atas

ukuran 3,78 x 2,16 cm, kalises melebar, CD imaging tak hipervaskuler. Ren sinistra ukuran

besar, ekoparenkim normoekoik. Tampak batu pada pelvis renis, ukuran 1,67 cm, kalises

melebar.

Kesan

11

Massa hepar pada lobus kanan suspek hepatoma. Bile sludge vesica fellea. Massa ren

dextra dan nephrolitiasis sinistra dengan hydronephrosis. Sub ileus paralitik.

12

13

14

3. Foto thoraks PA dilakukan pada tanggal 6 November 2013

II.5 FOLLOW UP

Tanggal 22 November 2013 pukul 08.00

S

Nyeri perut kanan atas, mual, muntah tiap makan, belum BAB 3 hari, BAK sedikit dan

berwarna gelap, kadang sesak.

O Keadaan umum: compos mentis, tampak sakit sedang, kesan gizi kurang

Tanda vital : TD 120/80 mmHg, N 88x/menit, RR 20x/menit, S 37,6oC

Konjungtiva anemis sclera ikterik

Leher : JVP 5+2 cm H2O, KGB tidak membesar, otot bantu pernafasan (-)

Thoraks : Paru : SNV (+/+), Rhonki (+/+), Wheezing (-/-)

15

Deskripsi

a) Cor CTR <50%, batas jantung kiri

tidak melebihi 2/3 hemithoraks sinistra,

batas jantung kanan tepat di 1/3

hemithoraks dextra. Tampak apeks

jantung tertarik kearah kanan.

b) Pulmo tampak bercak infiltrat dan

gambaran fibrosis di kedua apex paru

(lobus superior sinistra dan hampir

meliputi seluruh lobus paru kanan), kalsifikasi (-), diafragma menurun (-), gambaran jantung tear

drop (-), sela iga melebar (-), dan sinus costophrenicus tajam.

Kesan

TB paru duplex aktif dengan fibrosis.

Jantung : S1 dan S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen : Supel, asimetris, ikterik, massa berbenjol, keras dan nyeri tekan di kuadran

kanan atas, hepatomegali lobus dextra 6 cm dibawah arcus costae, lobus kiri 2

cm dibwah processus xyphoideus, licin, tepi tumpul, keras, nyeri tekan (+).

Splenomegali schuffner 3 dengan daerah Traube redup. BU melemah,

Ballotement (+). Ascites dengan undulasi dan shifting dullness (+).

Ekstremitas : tidak ada kelainan

Laboratorium : Leukosit 30.6 MCV 75.4 Limfosit 22

Eritrosit 3.4 MCH 24.5 LED 1 jam 30

Hemoglobin 8.3 MCHC 32.0 LED 2 jam 96

Hematokrit 25.9 Netrofil 93 Ureum 118, Creatinin 2.66

USG : Massa hiperekoik di lobus kanan hepar berbentuk bulat, ukuran 10,21 x 10, 27 cm,

disertai ascites dan hepatomegali. Sludge pada vesica fellea. Pelebaran intestine dengan

peristaltic minimal. Massa pada pol atas ren dextra ukuran 3,78 x 2,16 cm, pelebaran

kalises, dan batu pada pelvis renis sinistra berukuran 1,67 cm dengan disertai kalises

melebar.

Foto thoraks PA : tampak gambaran TB paru duplex aktif dengan fibrosis.

A Suspek hepatoma, massa ren dextra, sludge vesica fellea dengan cholesistitis dan urolithiasis ren sinistra, anemia mikrositik hipokromik.

P PRC 1000 cc, IVFD RL 20 tpm, diet lunak, pasang NGT dan DC (pasien menolak)

Lasix 2x1, ceftriaxon 2x1 gr IV, cedantron 2x4 mg IV, urdahex 3x1, B complex 2x1

Konsul dokter spesialis paru dan urologi

Tanggal 23 November 2013 pukul 07.00

Nyeri perut kanan atas, mual, muntah berkurang, belum BAB 4 hari, BAK sedikit dan

16

S berwarna gelap, sesak.

O Keadaan umum: compos mentis, tampak sakit sedang, kesan gizi kurang

Tanda vital : TD 120/80 mmHg, N 96x/menit, RR 28x/menit, S 37,8oC

Konjungtiva anemis sclera ikterik

Leher : JVP 5+2 cm H2O, KGB tidak membesar, otot bantu pernafasan (-)

Thoraks : Paru : SNV (+/+), Rhonki (+/+), Wheezing (-/-)

Jantung : S1 dan S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen : Supel, asimetris, ikterik, massa (+) nyeri tekan di kuadran kanan atas,

hepatomegali nyeri tekan (+). Splenomegali schuffner 3 dengan daerah Traube

redup. BU melemah, Ballotement (+). Ascites dengan undulasi dan shifting

dullness (+).

Ekstremitas : tidak ada kelainan

A Suspek hepatoma, massa ren dextra, sludge vesica fellea dengan cholesistitis dan urolithiasis ren sinistra, anemia mikrositik hipokromik, TB paru duplex dengan fibrosis

P Pemasangan oksigen, Ca gluconas 10cc/1000 cc

Terapi lain-lain tetap

Tanggal 25 November 2013 pukul 07.00

S

Nyeri perut kanan atas masih , mual, muntah berkurang, belum BAB 5 hari, BAK sedikit

dan berwarna gelap, kadang sesak

O Keadaan umum: compos mentis, tampak sakit sedang, kesan gizi kurang

Tanda vital : TD 130/80 mmHg, N 92x/menit, RR 20x/menit, S 37,5oC

Konjungtiva anemis sclera ikterik

Leher : JVP 5+2 cm H2O, KGB tidak membesar, otot bantu pernafasan (-)

17

Thoraks : Paru : SNV (+/+), Rhonki (+/+), Wheezing (-/-)

Jantung : S1 dan S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen : Supel, asimetris, ikterik, massa (+) nyeri tekan di kuadran kanan atas,

hepatomegali nyeri tekan (+). Splenomegali schuffner 3 dengan daerah Traube

redup. BU 2x/menit melemah, Ballotement (+). Ascites dengan undulasi dan

shifting dullness (+).

Ekstremitas : tidak ada kelainan

A Suspek hepatoma, massa ren dextra, sludge vesica fellea dengan cholesistitis dan urolithiasis ren sinistra, anemia mikrositik hipokromik, TB paru duplex dengan fibrosis

P Oksigen bila sesak, KSR 2x1 amp

Terapi lain-lain tetap

Tanggal 27 November 2013 pukul 07.00

S

Nyeri perut kanan atas, mual, muntah berkurang, belum BAB masih belum, BAK sedikit

dan berwarna gelap, sesak berkurang

O Keadaan umum: compos mentis, tampak sakit sedang, kesan gizi kurang

Tanda vital : TD 120/70 mmHg, N 88x/menit, RR 20x/menit, S 37,2 oC

Sclera ikterik

Leher : JVP 5+2 cm H2O, KGB tidak membesar, otot bantu pernafasan (-)

Thoraks : Paru : SNV (+/+), Rhonki (+/+), Wheezing (-/-)

Jantung : S1 dan S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen : Supel, asimetris, ikterik, massa (+) nyeri tekan di kuadran kanan atas,

hepatomegali nyeri tekan (+). Splenomegali schuffner 3 dengan daerah Traube

redup. BU (+), Ballotement (+). Ascites berkurang dengan shifting dullness (+)

18

Ekstremitas : tidak ada kelainan

Laboratorium pasca transfuse PRC

Leukosit 28,5 Hematokrit 31.4

Eritrosit 4.1 MCV 75.9

Hemoglobin 10.4 MCH 25.3

A Suspek hepatoma, massa ren dextra, sludge vesica fellea dengan cholesistitis dan urolithiasis ren sinistra, anemia mikrositik hipokromik, TB paru duplex dengan fibrosis

P Terapi tetap

II.6 RESUME

Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang

bersifat tumpul, terus menerus dan tidak menjalar sejak 2 minggu disertai perut yang semakin

membesar. Sudah sejak sebulan lalu perut teras penuh dan mudah begah sehabis makan. Mual,

muntah tiap kali makan, dan nafsu makan berkurang. BAB jarang 2-3 hari sekali, bila BAB keras

berwarna kuning kecoklatan, terakhir BAB 5 hari lalu, flatus (+). BAK sedikit warna seperti teh.

Pasien juga mengeluh sesak karena perut semakin membesar. Batuk sejak 1 bulan lalu, berdahak

putih encer dengan riwayat batuk darah (berupa bercak merah segar bercampur dahak) 1 kali.

Akhir-akhir ini sering demam tetapi tidak tinggi, kadang ada keringat malam, cepat lelah dan

dalam 1 bulan berat badan turun ±12 kg. Terdapat riwayat hepatitis dengan pengobatan tidak

adekuat. Riwayat merokok, alkohol, penyedap makanan buatan dan paparan insektisida setiap

hari.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan compos mentis, TD 130/80 mmHg, nadi 92 x/menit,

RR 20x/menit dan suhu 37, 5°C. IMT 16,7 (gizi kurang dengan ascites). Konjungtiva anemis.

Ikterik pada sclera dan kulit pemeriksaan thoraks didapatkan rhonki (+/+). Pada pemeriksaan

abdomen tampak membuncit dan tidak simetris (kanan atas lebih menonjol) dan dilatasi vena.

19

Bising usus (+) melemah, kuadran kanan atas teraba massa konsistensi keras, permukaan

bernodul/berbenjol dan nyeri tekan (+).Teraba pembesaran hepar, dimana lobus kanan teraba 6

cm dibawah arcus costae dextra sedangkan lobus kiri teraba 2 cm dibawah processus

xyphoideus, dengan tepi tumpul, permukaan licin, konsistensi keras, nyeri tekan (+). Vesica

fellea tidak teraba, murphy sign (-). Teraba pembesaran lien di Schuffner 3, tepi tumpul,

permukaan rata, konsistensi lunak, dan nyeri tekan (+). Ballotemen (+), undulasi (+), timpani

menghilang dikeempat kuadran, daerah Traube redup dan shifting dullness (+). Ekstremitas tidak

ditemukan adanya kelainan.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Leukosit 30.6, eritrosit 3.4, hemoglobin 8.3,

hematokrit 25.9, MCV 75.4, MCH 24.5 dan MCHC 32.0. Pemeriksaan kimia darah netrofil 93.9,

limfosit 22. LED 1 jam 30 dan LED 2 jam 96. Ureum 118 dan kreatinin 2.66. Pemeriksaan USG

didapatkan massa hiperekoik di lobus kanan hepar berbentuk bulat, ukuran 10,21 x 10, 27 cm,

disertai ascites dan hepatomegali. Sludge pada vesica fellea. Pelebaran intestine dengan

peristaltic minimal. Massa pada pol atas ren dextra ukuran 3,78 x 2,16 cm, pelebaran kalises, dan

batu pada pelvis renis sinistra berukuran 1,67 cm dengan disertai kalises melebar. Pada foto

thoraks PA tampak gambaran TB paru duplex aktif dengan fibrosis. Oleh karena itu berdasarkan

hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang diagnosis kerjanya adalah observasi ascites

dan massa hepar dengan suspek hepatoma, observasi insufisiensi ginjal dengan massa ren dextra

dan urolithiasis ren sinistra, anemia mikrositik hipokromik, dan ikterik dengan suspek hepatoma

dan sludge vesica fellea dengan cholecystitis, serta TB paru duplex dengan fibrosis.

II.7 DAFTAR ABNORMALITAS

1. Nyeri perut kanan atas

2. Perut membesar

3. Mual dan muntah tiap kali makan

4. Perut begah dan anoreksia

5. Obstipasi

6. BAK sedikit dan warna seperti teh

7. Sesak

8. Demam subfebris berulang

20

9. Cepat lelah dan penurunan berat badan

10. Subfebris

11. Gizi kurang

12. Konjungtiva anemis

13. Sklera dan kulit ikterik

14. Batuk berdahak dan ronkhi (+/+)

15. Perut membuncit, tidak simetris, dilatasi vena

16. Hepatomegali dan massa

17. Splenomegali dan daerah Traube redup

18. Ballotement (+)

19. Ascites dengan undulasi dan shifting dullness (+)

20. Lekositosis, netrofil meningkat, limfosit menurun

21. Eritrosit, hemoglobin dan hematokrit menurun

22. MCV,MCH dan MCHC menurun

23. LED dan ureum creatinin meningkat

24. Bile sludge vesica fellea

25. Infiltrat dan fibrosis di kedua apex paru

I.8 ANALISA MASALAH

1) Observasi ascites dan massa hepar dengan suspek hepatoma

Gejala subjektif

- Nyeri perut kuadran kanan atas (tumpul, terus menerus dan tidak menjalar),

disertai perasaan penuh di perut dan perut terasa membesar. Nyeri dapat

diakibatkan tumor tumbuh dengan cepat yang menyebabkan penambahan

regangan pada kapsul hati.

- Mual dan muntah dan obstipasi dapat terjadi karena adanya tumor ganas di sel

hepar yang menyebabkan obstruksi V.porta dan distensi V. splancnic, akibatnya

V.gastrika menjadi distensi timbul oedema gaster dan gejala dyspepsia seperti

mual dan muntah.

21

- BAK seperti teh, adanya proses kerusakan sel hepar oleh hepatoma menyebabkan

penurunan fungsi hepatosit yang berperan mengkonjugasi bilirubin indirek

menjadi bilirubin direk akibatnya terjadi peningkatan bilirubin 1 yang

menyebabkan warna kulit dan sclera menjadi ikterik serta urin menjadi seperti teh

- Sesak dapat diakibatkan penekanan diafragma akibat hepar yang membesar

sehingga ekspansi paru menjadi terhambat atau bisa juga karena adanya proses

perluasan hepatoma ke paru.

- Cepat lelah, sering demam tidak tinggi dan penurunan berat badan, dapat timbul

karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit tumor, jika tanpa bukti infeksi

disebut demam kanker, umumnya tidak disertai menggigil

- Adanya faktor resiko antara lain laki-laki, riwayat minum alkohol dan merokok,

paparan insektisida dan riwayat hepatitis dengan pengobatan inadekuat.

Gejala objektif

- Sclera dan kulit ikterik akibat penumpukan bilirubin 1 dalam darah, ikterik tidak

nampak bila kadar bilirubin < 2-3 mg/dl.

- Perut membuncit, tidak simetris (kanan atas tampak lebih menonjol), tampak

dilatasi vena dapat diakibatkan karena adanya distensi pembuluh darah V. kolateral

di abdomen.

- Massa di KKA konsistensi keras, permukaan bernodul/berbenjol dan nyeri tekan (+)

Teraba pembesaran hepar, dimana lobus kanan teraba 6 cm dibawah arcus costae

dextra sedangkan lobus kiri teraba 2 cm dibawah processus xyphoideus, dengan tepi

tumpul, permukaan licin, konsistensi keras, nyeri tekan (+).

- Splenomegali di Schuffner 3, tepi tumpul, permukaan rata, konsistensi lunak, dan

nyeri tekan (+), area Traube redup. Dapat disebabkan karena adanya obstruksi V.

porta menyebabkan V. splancnic mengalami distensi yang akan diteruskan ke

V.lienalis dan V. esophagus sehingga menyebabkan tekanan osmotic meningkat

mengakibatkan splenomegaly perdarahan V. esophagus menjadi hematemesis

melena tetapi pada pasien (-).

22

- Ascites dengan shifting dullness (+) dan undulasi (+). Akibat dari obstruksi di V.

porta menyebabkan distensi V. mesentrika sehingga tekanan osmotic meningkat

dan terjadi perpindahan cairan menyebabkan ascites.

Penatalaksanaan

Medikamentosa berupa terapi simptomatik antara lain:

- Lasix 2 x 1 amp

- KSR 2 x 1

- Cedantron 2 x 4 mg IV

- B complex 2 x 1

- Ca gluconas 10cc/1000 cc

Non medikamentosa:

- Tirah baring, diet lunak kaya nutrisi

- Pemeriksaan penyaring untuk memastikan diagnosis sebagai tumor primer hepar.

Berupa :

AFP/ alfa fetoprotein merupakan sejenis glikoprotein, disin-tesis oleh

hepatosit dan sakus vitelinus, terdapat dalam serum darah janin. Normal 0-20

ng/ml. kadar lebih dari 400 ng/ml adalah diagnostic untuk hepatoma.

Kriteria radiologis dengan koinsidensi 2 cara imaging (USG/CT

SCAN/MRI/ANGIOGRAFI) lesi fokal > 2 cm dengan hipervaskularisasi

arterial. Gambaran mosaic, formasi septum, bagian perifer sonolusen,

bayangan kapsul yang dibentuk pseudokapsul fibrotic serta penyengatan eko

posterior.

Pemeriksaan status hepatitis HbSAg, HbeAg, VHB DNA ALT dan anti

HCV atau RNA HCV

- Dapat pula dilakukan terapi lain untuk menurunkan pertumbuhan tumor seperti

ablasi tumor perkutan (penggunaan asam poliprenoik selama 12 bulan), TACE/

Trans arterial embolization atau chemo embolization), dan imunoterapi

23

2) Sludge vesica fellea dengan suspek cholesistitis

Gejala subjektif

Nyeri perut kanan atas

Gejala objektif

Sklera dan kulit ikterik, suhu subfebris dan leukositosis.

Gambaran USG tampak sludge dan penebalan vesica fellea. Kantung empedu

yang berfungsi menampung dan memekatkan empedu yang berfungsi untuk melarutkan

kolesterol. Kolesterol yang tidak terdispersi akibat jumlahnya yang terlalu banyak akan

mudah menggumpal membentuk kristal kolesterol monohidrat padat berupa endapan

yang bila menyatu akan membentuk batu empedu. Batu tersebut menyebabkan distensi

kandung empedu dan gangguan aliran darah dari limfe sehingga bakteri komensal

berkembangbiak menimbulkan inflamasi yang akan memicu peningkatan leukosit.

Penatalaksanaan

Diet rendah kolesterol

Urdahex 3x1

Ceftriaxon 2 x 1 gr IV

3) Anemia mikrositik hipokromik

Gejala subjektif

Lemas dan cepat lelah

Gejala objektif

- Konjungtiva anemis

- Penurunan Hb, hematocrit, MCV, MCH dan MCHC, dapat disebabkan adanya

penyakit kronis berupa TB paru dan kemungkinan hepatoma yang diderita pasien. Pada

penyakit kronis kerap terjadi anemia yang ditandai dengan pemendekan masa hidup

eritrosit, gangguan metabolism besi dan gangguan produksi eritrosit.

Merupakan bagian dari syndrome stress hematologic dimana terjadi produksi sitokin

yang berlebihan karena kerusakan jaringan akibat infeksi atau inflamasi, sitokin tersebut

menyebabkan sekuestrasi makrofag yang akan mengikat lebih banyak besi dan

meningkatkan destruksi eritrosit di limfa dan menekan produksi eritropoesis di ginjal.

24

Dapat juga disebabkan oleh kurangnya asupan nutrisi makanan pada pasien. Sebab dalam

hemoglobin terdapat zat besi yang sumbernya berasal dari makanan. Dimana sumber besi

dalam makanan tersebut terbagi menjadi besi heme yang terdapat dalam daging dan ikan

memiliki tingkat absorbs yang lebih tinggi serta non heme yang berasal dari tumbuh-

tumbuhan.

Penatalaksanaan

- Transfusi PRC 250 cc sebanyak 4 kolf

- Pemantauan tanda vital sebab dapat terjadi takikardi dan juga peningkatan

respirasi akibat penurunan suplai oksigen ke jaringan

- Pemeriksaan kadar serum Fe dan TIBC untuk memastikan dimana

kemungkinannya serum Fe akan menurun karena cadangan yang ada habis

terpakai dan belum sempat diganti sedangkan TIBC akan meningkat

4) Insufisiensi ginjal dengan massa ren dextra dan urolithiasis ren sinistra

Gejala subjektif

Keluhan BAK sedikit, dapat merupakan akibat dari penurunan fungsi filtrasi

ginjal yang disebabkan oelh infiltrasi massa ginjal atau adanya batu. Keberadaan massa

dan batu ginjal tersebut juga dapat menghambat aliran urin sehingga terjadi hidronefrosis.

Gejala objektif

- Ballotement (+)

- Gambaran USG berupa ren dextra tampak besar, normoekoik, disertai massa

pada pol atas ukuran 3,78 x 2,16 cm dan pelebaran kalises tanpa

hipervaskular. Ren sinistra ukuran besar, normoekoik, disertai pelebaran

kalises dan gambaran batu pada pelvis renis, ukuran 1,67 cm.

- Peningkatan ureum dan creatinin dimana ureum 118 dan creatinin 2.66 yang

menunjukkan tidak adekuatnya fungsi filtrasi.

Penatalaksanaan

- Pertimbangan hemodialisis sebab terdapat penurunan GFR berat (stage 4:

GFR 19-25) dimana hasil perhitungan GFR pada pasien adalah 21 (dihitung

dengan rumus Cockroft D.

- Pemberian furosemid

25

- Batasi asupan protein diet (0.8-1g/kg BB per hari)

- Batasi garam (1-2 g/hari) dan air kurang dari 1 liter perhari

- Pemeriksaan kadar elektrolit darah untuk mendeteksi adanya gangguan seperti

hiperkalemi dan sebagainya.

5) TB paru duplex dengan fibrosis

Diagnosis TB paru tersebut ditegakkan berdasarkan.

Gejala subjektif

- Batuk-batuk sejak 1 bulan lalu berdahak encer putih dan riwayat batuk darah

(bercak darah segar bercampur sputum) sebanyak 1 kali. Batuk tersebut merupakan

salah satu mekanisme pertahanan tubuh untuk mengeluarkan secret dan produk

proses destruksi paru.

- Sering demam tidak tinggi, kadang berkeringat malam dan penurunan berat badan

- Sesak, dapat disebabkan karena berkurangnya jaringan paru yang masih berfungsi

dengan baik akibat adanya destruksi paru

Gejala objektif

- Ronkhi (+) di kedua apex paru pada auskultasi, disebabkan karena adanya infiltrate

pada apex paru tersebut

- Tampak bercak infiltrat dan gambaran fibrosis di kedua apex paru (lobus superior

sinistra dan hampir meliputi seluruh lobus paru kanan) disertai efek tarikan pada

apex jantung akibat adanya fibrosis tersebut.

- Netrofilia dan limfositopenia. Pada infeksi TB bakteri masuk ke dalam sitoplasma

makrofag dan menghindar dari fagosom sehingga bakteri tersebut resisten terhadap

mekanisme mikrobisidal dari fagosit dan menjadi sulit untuk dieradikasi. Karena

itu diperlukan CTLs (cytotoxic T lymphocytes). Limfosit tersebut banyak dipakai

untuk mengeradikasi bakteri dalam makrofag di paru-paru sehingga kadar limfosit

darah menurun.

Sedangkan netrofilia meningkat bila ada infeksi bakteri. Dimana makrofag yang

menangkap bakteri akan mengeluarkan sitokin yang akan memanggil sel leukosit

salah satunya netrofil untuk bermigrasi ke tempat infeksi.

26

Biasanya pada infeksi TB paru disertai adanya monositosis yang disebabkan

karena monosit berperan penting dalam reaksi seluler terhadap MTB. Fosfolipid

MTB akan mengalami degradasi dalam makrofag dan monosit yang menyebabkan

transformasi sel-sel tersebut menjadi sel epiteloid sehingga monosit merupakan sel

utama pembentuk tuberkel. Monositosis merupakan penanda aktifnya penyebaran

tuberculosis.

Penatalaksanaan

Medikamentosa

Karena terdapat gangguan fungsi hepar dan secara klinis pasien ikterik maka

OAT dapat ditunda. Tetapi dapat pula diberikan OAT non hepatotoksik yaitu

Streptomycin 750 mg/hari dan etambutol 1000 mg/hari

Promedex 3x1

Non medikamentosa

Pemasangan oksigen, pemantauan faal hepar dan fungsi ginjal secara berkala

II.9 PROGNOSIS

o Ad vitam : dubia ad malam

o Ad fungsionam : dubia ad malam

o Ad sanactionam : dubia ad malam

27

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

a) Anatomi, fisiologi dan histologi hepar

Gambar anatomi hepar . Diambil dari :

Hepar adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau lebih 25%

berat badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi sangat

kompleks yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen. Batas atas hati berada

sejajar dengan ruangan interkostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX

kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal

sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis.

Hati tersusun menjadi unit-unit fungsional yang dikenal sebagi lobulus yaitu susunan

heksagonal jaringan yang mengelilingi sebuah vena sentral. Hati memiliki bagian terkecil yang

melakukan tugas diatas disebut sel hati (hepatosit), sel-sel epithelial sistem empedu dalam 28

jumlah yang bermakna dan sel-sel parenkimal yang termasuk di dalamnya endotolium, sel

kupffer dan sel stellata yang berbentuk seperti bintang. 

Darah vena memasuki hati melalui hubungan vaskuler yang khas dan kompleks yang

dikenal sebagai sistem porta hati. Vena yang mengalir dari saluran cerna tidak secara langsung

menyatu pada vena cava inferior akan tetapi vena vena dari lambung dan usus terlebih dahulu

memasuki sistem vena porta. Pada sistem ini produk-produk yang diserap dari saluran cerna

untuk diolah, disimpan, dan didetoksifikasi sebelum produk produk tersebut kembali ke sirkulasi

besar. Persarafan hepar dilakukan oleh N. simpatikus dari ganglion seliakus, berjalan bersama

pembuluh darah pada lig. hepatogastrika dan masuk porta hepatis. Serta

N. Vagus dari trunkus sinistra yang mencapai porta hepatis mneyusuri kurvatura minor gaster

dalam omentum.

Organ ini penting untuk sekresi empedu, namun juga memiliki fungi lain antara lain :

1. Metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein setelah penyerapan dari saluran

pencernaan.

2. Detoksifikasi atau degradasi zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa asing lainya.

3. Sintesis berbagai macam protein plasma mencakup untuk pembekuan darah dan untuk

mengangkut hormon tiroid, steroid, dan kolesterol.

4. Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak vitamin.

5. Pengaktifan vitamin D yang dilaksanakan oleh hati dan ginjal

6. Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang sudah rusak

7. Ekskresi kolesterol dan bilirubin.

b) Definisi

Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah keganasan pada hepatosit dimana stem sel

dari hati berkembang menjadi massa maligna yang dipicu oleh adanya proses fibrotik maupun

proses kronik dari hati (cirrhosis). Massa tumor ini berkembang di dalam hepar, di permukaan

hepar maupun ekstrahepatik seperti pada metastase jauh.

Tumor dapat muncul sebagai massa tunggal atau sebagai suatu massa yang difus dan sulit

dibedakan dengan jaringan hati disekitarnya karena konsistensinya yang tidak dapat dibedakan

29

dengan jaringan hepar biasa. Massa ini dapat mengganggu jalan dari saluran empedu maupun

menyebabkan hipertensi portal sehingga gejala klinis baru akan terlihat setelah massa menjadi

besar. Tanpa pengobatan yang agresif, hepatoma dapat menyebabkan kematian dalam 6 – 20

bulan.

c) Epidemiologi

Terdapat suatu distribusi geografik insiden hepatoma didunia. Szmuness telah

menggambarkan-nya secara skematik .Seperti terlihat pada gambar peta dunia diatas, gambaran

distribusi geografik hepatoma ternyata mirip dengan peta geografik prevalensi infeksi virus hepatitis

B didunia. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa keduanya mungkin mempunyai hubungan kausal.

Insiden hepatoma nampak meningkat dibeberapa negara dalam 3 dokade terakhir ini.

Keterangan mengenai terjadinya peningkatan ini tidak jelas. Agaknya terdapat kecenderungan

paparan terhadap "environmental carcinogen" bertambah, atau penderita sirosis hati lebih

banyak yang hidup lebih tua.

Hepatoma jarang ditemukan pada usia muda, kecuali di wilayah yang endemik infeksi

HBV serta banyak terjadi transmisi HBV perinatal. Rasio kasus laki-laki dan perempuan dapat

sampai delapan berbanding satu. Masih belum jelas apakah hal ini disebabkan oleh lebih

rentannya laki-laki terhadap timbulnya tumor mungkin dihubungkan dengan faktor hormonal,

atau karena laki-laki lebih banyak terpajan oleh faktor risiko hepatoma seperti virus hepatitis dan

alkohol

d) Etiologi

Dewasa ini hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis multifaktor dan

multifasik, melalui inisiasi, akselerasi dan transformasi dan proses banyak tahapan, serta peran

serta banyak onkogen dan gen terkait, mutasi multigenetik. Etiologi hepatoma belum jelas,

menurut data yang ada, virus hepatitis, aflatoksin dan pencemaran air minum merupakan 3 faktor

utama yang terkait dengan timbulnya hepatoma.

1. Virus hepatitis

HBV

30

Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya hepatoma terbukti kuat,

baik secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental. Karsinogenisitas HBV terhadap

hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit,

integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel pejamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV

berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif

(quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati.

HCV

Infeksi HCV berperan penting dalam patogenesis hepatoma pada pasien yang

bukan pengidap HBV. Pada kelompok pasien penyakit hati akibat transfusi darah dengan

anti-HCV positif, interval antara saat transfusi hingga terjadinya HCC dapat mencapai 29

tahun. Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas nekroinfiamasi

kronik dan sirosis hati.

2. Aflatoksin

Aflatoksin Bl (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur

Aspergillus. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari

kelompok aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah

satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB 1 menginduksi mutasi

pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53.

3. Pencemaran air minum

Dari hasil survei epidemiologi di China ditemukan pencemaran air minum dan kejadian

hepatoma berkaitan erat, di area insiden tinggi hepatoma seperti kecamatan Qidong dan

Haimen di propinsi Jiangshu, Fuhuan di Guangxi, Shunde di Guangdong dll. menunjukkan

peminum air saluran perumahan, air kolam memiliki mortalitas hepatoma secara jelas lebih

tinggi dari peminum air sumur dalam. Dengan beralih ke minum air sumur dalam, mortalitas

hepatoma penduduk cenderung menurun. Algae biru hijau dalam air saluran perumahan dan

air kolam dianggap sebagai salah satu karsinogen utama.

31

e) Faktor resiko

Sirosis Hati

Sirosis hati (SH) merupakan faktor risiko utama hepatoma di dunia dan melatarbelakangi

lebih dari 80% kasus hepatoma. Otopsi pada pasien SH mendapatkan 20-80% diantaranya telah

menderita HCC. Prediktor utama hepatoma pada SH adalah jenis kelamin laki-laki, peningkatan

kadar alfa feto protein (AFP) serum, beratnya penyakit dan tingginya aktifitas proliferasi sel hati.

Obesitas

Seperti diketahui, obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty liver

disease (NAFLD), khususnya nonalcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang

menjadi sirosis hati dan kemudian dapat berlanjut menjadi HCC.

Diabetes Melitus (DM)

DM merupakan faktor risiko baik untuk penyakit hati kronik maupun untuk HCC melalui

terjadinya perlemakan hati dan steatohepatitis non-alkoholik (NASH). Di samping itu, DM

dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth factors (IGFs) yang

merupakan faktor promotif potensial untuk kanker.

Alkohol

Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat alkohol (>50-

70 g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk menderita HCC melalui sirosis hati alkoholik.

Efek hepatotoksik alkohol bersifat dose-dependent, sehingga asupan sedikit alkohol tidak

meningkatkan risiko terjadinya HCC.

Selain yang telah disebutkan di atas, bahan atau kondisi lain yang merupakan

faktor risiko HCC namun lebih jarang dibicarakan/ditemukan, antara lain : penyakit hati

autoimun( hepatitis autoimun, sirosis bilier primer), penyakit hati metabolik(hemokromatosis

genetik, defisiensi antitripsin-alfa 1, penyakit Wilson), kotrasepsi oral, senyawa

kimia( thorotrast, vinil klorida, nitrosamin, insektisida organoklorin, asam tanik), tembakau.

f) Patologi

32

Secara makroskopis biasanya tumor berwarna putih, padat kadang nekrotik kehijauan

atau hemoragik. Acap kali ditemukan trombus tumor di dalam vena hepatika atau porta

intrahepatik.

Pembagian atas tipe morfologisnya adalah: 1. ekspansif, dengan batas yang jelas, 2. infilt

menyebar/menjalar; 3. multifokal. Menurut WHO secara histologik HCC dapat

diklasifikasikan berdasa organisasi struktural sel tumor sebagai berikut: 1). Trabekuli

(sinusoidal), 2). Pseudoglandular (asiner), 3). Kompak (padat), 4. Sirous

Karakteristik terpenting untuk memastikan HCC pada tumor; diameternya lebih kecil dari

1,5 cm adalah bahwa sebagian besar tumor terdiri semata-mata dari karsinoma yang

berdiferensiasi baik, deng sedikit atipia selular atau struktural. Bila tumor ini berproliferasi,

berbagai variasi histologik beserta de-diferensiasinya dapat terlihat di dalam nodul yang sama.

Nodul kanker yang berdiameter kurang dari satu cm seluruhnya terdiri dari jaringan kanker

yang berdiferensiasi baik. Bila diameter tumor antara 1 dan 3 cm, 40% dari nodulnya terdiri atas

lebih;| dari 2 jaringan kanker dengan derajat diferensiasi yang berbeda-beda.

33

Photomicrograph of a liver demonstrating hepatocellular carcinoma.

34

g) Patogenesis

Inflamasi, nekrosis, fibrosis, dan regenerasi dari sel hati yang terus berlanjut merupaka

proses khas dari cirrhosis hepatic yang juga merupakan proses dari pembentukan hepatoma

walaupun pada pasien – pasien dengan hepatoma, kelainan cirrhosis tidak selalu ada. Hal ini

mungkin berhubungan dengan proses replikasi DNA virus dari virus hepatitis yang juga

memproduksi HBV X protein yang tidak dapat bergabung dengan DNA sel hati, yang

merupakan host dari infeksi Virus hepatitis, dikarenakan protein tersebut merupakan suatu RNA.

RNA ini akan berkembang dan mereplikasi diri di sitoplasma dari sel hati dan menyebabkan

suatu perkembangan dari keganasan yang nantinya akan mengahambat apoptosis dan

meningkatkan proliferasi sel hati. Para ahli genetika mencari gen – gen yang berubah dalam

perkembangan sel hepatoma ini dan didapatkan adanya mutasi dari gen p53, PIKCA, dan β-

Catenin. 

Sementara pada proses cirrhosis terjadi pembentukan nodul – nodul di hepar, baik nodul

regeneratif maupun nodul diplastik. Penelitian prospektif menunjukan bahwa tidak ada progresi

yang khusus dari nodul – nodul diatas yang menuju kearah hepatoma tetapi, pada nodul

displastik didapatkan bahwa nodul yang terbentuk dari sel – sel yang kecil meningkatkan proses

pembentukan hepatoma. Sel sel kecil ini disebut sebagai stem cel dari hati.

Sel – sel ini meregenrasi sel – sel hati yang rusak tetapi sel – sel ini juga berkembang

sendiri menjadi nodul – nodul yang ganas sebagai respons dari adanya penyakit yang kronik

yang disebabkan oleh infeksi virus.nodul – nodul inilah yang pada perkembangan lebih lanjut

akan menjadi hepatoma.

35

Manifestasi Klinis

Hepatoma fase subklinis

Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau stadium dini adalah pasien yang tanpa

gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan melalui pemeriksaan AFP dan

teknik pencitraan. Caranya adalah dengan gabungan pemeriksaan AFP dan pencitraan, teknik

pencitraan terutama dengan USG lebih dahulu, bila perlu dapat digunakan CT atau MRI. Yang

dimaksud kelompok risiko tinggi hepatoma umumnya adalah: masyarakat di daerah insiden

tinggi hepatoma; pasien dengan riwayat hepatitis atau HBsAg positif; pasien dengan riwayat

keluarga hepatoma; pasien pasca reseksi hepatoma primer.

Hepatoma fase klinis

Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut, manifestasi utama yang sering

ditemukan adalah:

(1) Nyeri abdomen kanan atas: hepatoma stadium sedang dan lanjut sering dating berobat

karena kembung dan tak nyaman atau nyeri samar di abdomen kanan atas.

Nyeri umumnya bersifat tumpul( dullache) atau menusuk intermiten atau kontinu, sebagian 36

merasa area hati terbebat kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan cepat hingga

menambah regangan pada kapsul hati. Jika nyeri abdomen bertambah hebat atau timbul akut

abdomen harus pikirkan ruptur hepatoma.

(2) Massa abdomen atas: hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan batas atas hati bergeser ke

atas, pemeriksaan fisik menemukan hepatomegali di bawah arkus kostae berbenjol

benjol; hepatoma segmen inferior lobus kanan sering dapat langsung teraba massa di

bawah arkus kostae kanan; hepatoma lobus kiri tampil sebagai massa di bawah prosesus

xifoideus atau massa di bawah arkus kostae kiri.

(3) Perut kembung: timbul karena massa tumor sangat besar, asites dan gangguan fungsi hati.

(4) Anoreksia: timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran gastrointestinal,

perut tidak bisa menerma makanan dalam jumlah banyak karena terasa begah.

(5) Letih, mengurus: dapat disebabkan metabolit dari tumor ganas dan berkurangnya masukan

makanan dll, yang parah dapat sampai kakeksia.

(6) Demam: timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit tumor, jika tanpa bukti

infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak disertai menggigil.

(7) Ikterus: tampil sebagai kuningnya sclera dan kulit, umumnya karena gangguan fungsi hati,

biasanya sudah stadium lanjut, juga dapat karena sumbat kanker di saluran empedu atau

tumor mendesak saluran empedu hingga timbul ikterus obstruktif.

(8) Asites: juga merupakan tanda stadium lanjut. Secara klinis ditemukan perut membuncit dan

pekak bergeser, sering disertai udem kedua tungkai.

(9) Lainnya: selain itu terdapat kecenderungan perdarahan, diare, nyeri bahu belakang

kanan, udem kedua tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya, juga manifestasi sirosis

hati seperti splenomegali, palmar eritema, lingua hepatik, spider nevi, venodilatasi

dinding abdomen dll. Pada stadium akhir hepatoma sering timbul metastasis paru,

tulang dan banyak organ lain

g) Diagnosis

I. Pemeriksaan laboratorium

1. Alfa-fetoprotein (AFP)

37

AFP adalah sejenis glikoprotein, disin-tesis oleh hepatosit dan sakus vitelinus, terdapat dalam

serum darah janin. Pasca partus 2 minggu, AFP dalam serum hampir lenyap, dalam serum orang

normal hanya terdapat sedikit sekali (< 25 ng/L). Ketika hepatosit berubah ganas, AFP kembali

muncul. Selain itu teratoma testes atau ovarium serta beberapa tumor lain (seperti karsinoma

gaster, paru dll.) dalam serum pasien juga dapat ditemukan AFP; wanita hamil dan sebagian

pasien hepatitis akut kandungan AFP dalam serum mereka juga dapat meningkat.

AFP memiliki spesifisitas tinggi dalam diagnosis karsinoma hepatoselular. Jika AFP > 500

ng/L bertahan 1 bulan atau > 200 ng/ L bertahan 2 bulan, tanpa bukti penyakit hati aktif, dapat

disingkirkan kehamilan dan kanker embrional kelenjar reproduksi, maka dapat dibuat diagnosis

hepatoma, diagnosis ini dapat lebih awal 6-12 bulan dari timbulnya gejala hepatoma. AFP sering

dapat dipakai untuk menilai hasil terapi. Pasca reseksi hepatoma, kadar AFP darah terus

menurun dengan waktu paruh 3-9,5 hari, umumnya pasca operasi dalam 2 bulan kadarnya turun

hingga normal, jika belum dapat turun hingga normal, atau setelah turun lalu naik lagi, maka

pertanda terjadi residif atau rekurensi tumor.

Alpha-

fetoprotein

(ng/mL)

Interpretation

>400-500 - HCC likely if accompanied by space-occupying solid lesion(s) in

cirrhotic liver or levels are rapidly increasing.

- Diffusely growing HCC, may be difficult to detect on imaging.

- Occasionally in patients with active liver disease (particularly HBV or

HCV infection) reflecting inflammation, regeneration, or

seroconversion

Normal value to

<400

- Frequent: Regeneration/inflammation (usually in patients with

elevated transaminases and HCV) - Regeneration after partial

hepatectomy

- If a space-occupying lesion and transaminases are normal, suspicious

for HCC

38

Normal value Does not exclude HCC (cirrhotic and noncirrhotic liver).

Alpha-

fetoprotein

(ng/mL)

Interpretation

>400-500 - HCC likely if accompanied by space-occupying solid lesion(s) in

cirrhotic liver or levels are rapidly increasing.

- Diffusely growing HCC, may be difficult to detect on imaging.

- Occasionally in patients with active liver disease (particularly HBV or

HCV infection) reflecting inflammation, regeneration, or

seroconversion

Normal value to

<400

- Frequent: Regeneration/inflammation (usually in patients with

elevated transaminases and HCV) - Regeneration after partial

hepatectomy

- If a space-occupying lesion and transaminases are normal, suspicious

for HCC

Normal value Does not exclude HCC (cirrhotic and noncirrhotic liver)

2. Petanda tumor lainnya

Zat petanda hepatoma sangat banyak, tapi semuanya tidak spesifik untuk diagnosis sifat

hepatoma primer. Penggunaan gabungan untuk diagnosis kasus dengan AFP negatif memiliki

nilai rujukan tertemu, yang relatif umum digunakan adalah: des-gama karboksi protrombin

(DCP), alfa-L-fukosidase (AFU), gama-glutamil transpeptidase (GGT-II), CA19-9, antitripsin,

feritin, CEA, dll.

3. Fungsi hati dan sistem antigen antibodi hepatitis B

Karena lebih dari 90% hepatoma disertai sirosis hati, hepatitis dan latar belakang penyakit

hati lain, maka jika ditemukan kelainan fungsi hati, petanda hepatitis B atau hepatitis C positif,

artinya terdapat dasar penyakit hati untuk hepatoma, itu dapat membantu dalam diagnosis.

39

II. Pemeriksaan pencitraan

l. Ultrasonografi (USG)

USG merupakan metode paling sering digunakan dalam diagnosis hepatoma. Ke-gunaan

dari USG dapat dirangkum sebagai berikut: memastikan ada tidaknya lesi pe-nempat ruang

dalam hati; dapat dilakukan penapisan gabungan dengan USG dan AFP sebagai metode

diagnosis penapisan awal untuk hepatoma; mengindikasikan sifat lesi penempat ruang,

membedakan lesi berisi cairan dari yang padat; membantu memahami hubungan kanker dengan

pembuluh darah penting dalam hati, berguna dalam meng-arahkan prosedur operasi; membantu

memahami penyebaran dan infiltrasi hepatoma dalam hati dan jaringan organ sekitarnya,

memperlihatkan ada tidaknya trombus tumor dalam percabangan vena porta intrahepatik; di

bawah panduan USG dapat dilakukan biopsi

2. CT

CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin terpenting untuk diagnosis lokasi dan sifat

hepatoma. CT dapat membantu memperjelas diagnosis, menunjukkan lokasi tepat, jumlah dan

ukuran tumor dalam hati hubungannya dengan pembuluh darah penting, dalam penentuan

modalitas terapi sangatlah penting. Terhadap lesi mikro dalam hati yang sulit ditentukan CT rutin

dapat dilakukan CT dipadukan dengan angiongrafi (CTA), atau ke dalam arteri hepatika

40

disuntikkan lipiodol, sesudah 1-3 minggu dilakukan lagi pemeriksaan CT, pada waktu ini CT-

lipiodol dapat menemukan hepatoma sekecil 0,5 cm.

3. MRI

MRI merupakan teknik pemeriksaan nonradiasi, tidak memakai zat kontras berisi iodium,

dapat secara jelas menunjukkan struktur pembuluh darah dan saluran empedu dalam hati, juga

cukup baik memperlihatkan struktur internal jaringan hati dan hepatoma, sangat membantu

dalam menilai efektivitas aneka terapi. Dengan zat kontras spesifik hepatosit dapat menemukan

hepatoma kecil kurang dari 1cm dengan angka keberhasilan 55%

.

4. Angiografi arteri hepatika

Sejak tahun 1953 Seldinger merintis penggunaan metode kateterisasi arteri femoralis

perkutan untuk membuat angiografi organ dalam, kini angiografi arteri hepatika selektif atau

supraselektif sudah menjadi salah satu metode penting dalam diagnosis hepatoma. Namun karena

41

metode ini tergolong invasif, penampilan untuk hati kiri dan hepatoma tipe avaskular agak

kurang baik, dewasa ini indikasinya adalah: klinis suspek hepatoma atau AFP positif tapi hasil

pencitraan lain negatif hasilnya; berbagai teknik pencitraan noninvasif sulit menentukan sifat lesi

penempat ruang tersebut.

5. Tomografi emisi positron (PET)

Dewasa ini diagnosis terhadap hepatoma masih kurang ideal, namun karsinoma

kolangioselular dan karsinoma hepatoselular berdiferensiasi buruk memiliki daya ambil terhadap

18F-FDG yang relatif kuat, maka pada pencitraan PET tampak sebagai lesi metabolisme tinggi.

III. Pemeriksaan lainnya

Pungsi hati mengambil jaringan tumor untuk pemeriksaan patologi, biopsi kelenjar limfe

supraklavikular, biopsi nodul sub-kutis, mencari sel ganas dalam asites, perito-neoskopi dll. juga

mempunyai nilai tertentu pada diagnosis hepatoma primer.

Prinsip diagnosis hepatoma

Untuk pasien yang dicurigai hepatoma atau lesi penempat ruang dalam hati yang tak

dapat menyingkirkan hepatoma, semua harus diupayakan kejelasan diagnosisnya dalam waktu

sesingkat mungkin. Teknik pemeriksaan pencitraan modern tidak dapat dilewatkan, biasanya

dimulai dengan pemeriksaan noninvasif, bila perlu barulah dilakukan pemeriksaan invasif. Untuk

kasus yang dengan berbagai pemeriksaan masih belum jelas diagnosisnya, harus dipantau

ditindaklanjuti secaraketat, bila perlu pertim-bangkan laparotomi eksploratif.

SISTEM STAGING

Dalam staging klinis HCC terdapat pemilahan pasien atas kelompok-kelompok yang

prognosisnya berbeda, berdasarkan parameter klinis, biokimiawi dan radiologis pilihan yang

tersedia. Sistem staging yang ideal seharusnya juga mencantumkan penilaian ekstensi tumor,

derajat gangguan fungsi hati, keadaan umum pasien serta keefektifan terapi. Sebagian besar

pasien HCC adalah pasien sirosis yang juga mengurangi harapan hidup. Sistem yang banyak

digunakan untuk menilai status fungsional hati dan prediksi prognosis pasien sirosis adalah

42

sistem klasifikasi Child-ltorcotte-Pugh, tetapi sistem ini tidak ditujukan untuk penilaian staging

HCC. Beberapa sistem yang dapat dipakai untuk staging HCC adalah:

• Tumor-Node-Metastases (TNM) Staging System

• Okuda Staging System

• Cancer of the Liver Italian Program (CLIP) Scoring System

• Chinese University Prognostic Index (CUPI)

• Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC) Staging System

Standar diagnosis

Pada tahun 2001 Komite Khusus Hepatoma Asosiasi Antitumor China telah menetapkan

standar diagnosis dan klasifikasi stadium klinis hepatoma primer.

1. Standar diagnosis klinis hepatoma primer.

43

(1) AFP > 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem repro-duksi,

penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu teraba hati mem-besar, keras dan bermassa

nodular besar atau pemeriksaan pencitraan menun-jukkan lesi penempat ruang karakteristik

hepatoma.

(2) AFP < 400 ug/L, dapat menyingldrkan kehamilan, tumor embrional sistem reproduksi,

penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu terdapat dua jenis pemeriksaan pencitraan

menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma atau terdapat dua petanda hepatoma

(DCP, GGT-II, AFU, CA19-9, dll.) positif serta satu pemeriksaan pencitraan menunjukkan

lesi penempat ruang karakteristik hepatoma.

(3) Menunjukkan manifestasi klinis hepatoma dan terdapat kepastian lesi metastatik

ekstrahepatik (termasuk asites hemoragis makroskopik atau di dalamnya ditemukan sel ganas)

serta dapat meny ing-kirkan hepatoma metastatik

2. Standar klasifikasi stadium klinis hepatoma primer

la : tumor tunggal berdiameter < 3 cm, tanpa emboli rumor, tanpa metastasis kelenjar limfe

peritoneal ataupun jauh; Child A.

Ib : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan <5cm, di separuh hati, tanpa

emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.

Ha : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan < 10 cm, di separuh hati, atau dua

tumor dengan diameter gabungan < 5 cm, di kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli

tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.

lib : tumor tunggal atau multipel dengan diameter gabungan > 10 cm, di separuh hati, atau tumor

multipel dengan diameter gabungan > 5 cm, di kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa

emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A. Terdapat

emboli tumor di percabangan vena portal, vena hepatik atau saluran empedu dan/atau Child

B.

Ilia : tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama vena porta atau vena

kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal atau jauh, salah satu daripadanya; Child A

atau B.

44

Illb : tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis; Child C.

h) Diagnosis banding

1. Diagnosis banding hepatoma dengan AFP positif

Hepatoma dengan AFP positif harus dibedakan dari kehamilan, tumor embrional kelenjar

reproduktif, metastasis hati dari kanker saluran digestif dan hepatitis serta sirosis hati dengan

peninggian AFP. Pada tumor embrional kelenjar reproduktif, terdapat gejala klinis dan tanda

fisik tumor bersangkutan, umumnya tidak sulit dibedakan; kanker gaster, kanker pankreas

dengan metastasis hati. Kanker gaster, kanker pankreas kadang kala disertai peninggian AFP,

tapi konsentrasinya umumnya relatif; rendah, dan tanpa latar belakang penyakit : hati, USG dan

CT serta pemeriksaan minum barium dan pencitraan lain sering kali dapat memperjelas

diagnosis. Pada hepatitis, sirosis hati, jika disertai peninggian AFP agak sulit dibedakan dari

hepatoma, harus dilakukan pemeriksaan pencitraan hati secara cermat, dilihat apakah terdapat

lesi penempat ruang dalam hati, selain secara berkala harus diperiksa fungsi hati dan AFP,

memonitor perubahan ALT dan AFP.

2. Diagnosis banding hepatoma dengan AFP negatif

45

Hemangioma hati. Hemangioma kecil paling sulit dibedakan dari hepatoma kecil dengan

AFP negatif, hemangioma umumnya pada wanita, riwayat penyakit yang panjang, progresi

lambat, bisa tanpa latar belakang hepatitis dan sirosis hati, zat petanda hepatitis negatif, CT

tunda, MRI dapat membantu diagnosis. Pada tumor metastasis hati, sering terdapat riwayat

kanker primer, zat petanda hepatitis umumnya negatif pencitraan tampak lesi multipel tersebar

dengan ukuran bervariasi. Pada abses hati, terdapat riwayat demam, takut dingin dan tanda

radang lain, pencitraan menemukan di dalam lesi terdapat likuidasi atau nekrosis. Pada

hidatidosis hati, kista hati, riwayat penyakit panjang, tanpa riwayat penyakit hati, umumnya

kondisinya baik, massa besar dan fungsi hati umumnya baik, zat petanda hepatitis negatif,

pencitraan menemukan lesi bersifat cair penempat ruang, dinding kista tipis, sering disertai ginjal

polikistik. Adenoma hati, umumnya pada wanita, sering dengan riwayat minum pil KB bertahun-

tahun, tanpa latar belakang hepatitis, sirosis hati, petanda hepatitis negatif, CT tunda dapat

membedakan. Hiperplasia nodular fokal, pseudotumor inflamatorik dll. sering cukup sulit

dibedakan dari hepatoma primer

i) Penatalaksanaan

Tiga prinsip penting dalam terapi hepatoma adalah terapi dini efektif, terapi gabungan,

dan terapi berulang. Terapi dini efektif. Semakin dini diterapi, semakin baik hasil terapi terhadap

rumor. Untuk hepatoma kecil pasca reseksi 5 tahun survivalnya adalah 50-60%, sedangkan

hepatoma besar hanya sekitar 20%.

Terapi operasi

Indikasi operasi eksploratif: tumor mungkin resektabel atau masih ada kemung-kinan

tindakan operasi paliatif selain reseksi; fungsi hati baik, diperkirakan tahan operasi; tanpa

kontraindikasi operasi. Kontraindikasi operasi eksploratif: umumnya pasien dengan sirosis hati

berat, insufisiensi hati disertai ikterus, asites; pembuluh utama vena porta mengandung trombus

kanker; rudapaksa serius jantung, paru, ginjal dan organ vital lain, diperkirakan tak tahan

operasi.

1. Metode hepatektomi.

46

Hepatektomi merupakan cara terapi dengan hasil terbaik dewasa ini. Survival 5 tahun

pasca operasi sekitar 30-40%, pada mikrokarsinoma hati (< 5 cm) dapat mencapai 50-60%.

Hepatektomi beraruran adalah sebelum insisi hati dilakukan diseksi, me-mutus aliran darah ke

lobus hati (segmen, subsegmen) terkait, kemudian menurut lingkup anatomis lobus hati (segmen,

subsegmen) tersebut dilakukan reseksi jaringan hati. Hepatektomi tak beraruran tidak perlu

mengikuti secara ketat distribusi anatomis pembuluh dalam hati, tapi hanya perlu ber-jarak 2-

3cm dari tepi tumor, mereseksi jaringan hati dan percabangan pembuluh darah dan saluran

empedu yang menuju lesi, lingkup reseksi hanya mencakup tumor dan jaringan hati sekitarnya.

Pada kasus dengan sirosis hati, obstruksi porta hati setiap kali tidak boleh lebih dari 10-15 menit,

bila perlu dapat diobstruksi berulang kali.

Hepatektomi 2 fase: pasien hepatoma setelah dilakukan eksplorasi bedah ternyata tumor

tak dapat direseksi. sesudah diberikan terapi gabungan. tumor mengecil, dilakukan laparotomi

lagi dan dapat dilakukan reseksi

2. Transplantasi hati

Dewasa ini, teknik transplantasi hati sudah sangat matang, namun biayanya tinggi,donornya

sulit. Pasca operasi pasien menggunakan obat imunosupresan anti rejeksi membuat kanker residif

tumbuh lebih cepat dan bermetastasis. hasil terapi kurang baik untuk hepatoma stadium sedang

dan lanjut. Umumnya berpendapat mikrohepatoma stadium dini dengan sirosis berat merupakan

indikasi lebih baik untuk transplantasi hati.

3. Terapi operatif nonreseksi

Misalnya, pasca laparotomi, karena tumor menyebar atau alasan lain tidak dapat

dilakukan reseksi, dapat dipertimbangkan terapi operatif nonreseksi, mencakup: injeksi obat

melalui kateter transarteri hepatik atau kemoterapi embolisasi saat operasi; kemoterapi melalui

kateter vena porta saat operasi; ligasi arteri hepatika; koagulasi tumor hati dengan gelombang

mikro, ablasi radiofrekuensi, krioterapi dengan nitrogen cair, evaporisasi dengan laser energi

tinggi saat operasi; injeksi alkohol absolut intratumor saat operasi

Terapi lokal

47

Terapi lokal terdiri atas dua jenis terapi, yaitu terapi ablatif lokal dan injeksi obat

intratumor.

1. Ablasi radiofrekuensi (RFA)

Ini adalah metode ablasi lokal yang [paling sering dipakai dan efektif dewasa ini.

Elektroda RFA ditusukkan ke dalam tumor melepaskan energi radiofrekuensi, hingga jaringan

tumor mengalami nekrosis koagulatif panas, denaturasi, jadi secara selektif mem-bunuh jaringan

tumor. Satu kali RFA meng-hasilkan nekrosis seukuran bola berdiameter 3-5 cm, sehingga dapat

membasmi tuntas mikrohepatoma, dengan hasil kuratif. RFA perkutan memiliki keunggulan

mikroinvasif, aman, efektif, sedikit komplikasi. mudah di-ulangi dll. sehingga mendapat

perhatian luas untuk terapi hepatoma.

2. Injeksi alkohol absolut intratumor perkutan

Di bawah panduan teknik pencitraan, dilakukan pungsi tumor hati perkutan, ke dalam

tumor disuntikkan alkohol absolut. Sehubungan dengan pengaruh dari luas pe-nyebaran alkohol

absolut dalam tumor hati dan dosis toleransi tubuh manusia, maka sulit mencapai efek terapi

ideal terhadap hepatoma besar, penggunaannya umumnya untuk hepatoma kecil yang tak sesuai

direseksi atau terapi adjuvan pasca kemoembolisasi arteri hepatik. Meskipun hepatoma kecil tapi

suntikan hams berulang kali di banyak titik barulah dapat membuat kanker nekrosis memadai.

Kemoembolisasi arteri hepatik perkutan

Kemoembolisasi arteri hepatik transkateter (TAE, TACE) merupakan cara terapi yang

sering digunakan untuk hepatoma stadium sedang dan lanjut yang tidak sesuai dioperasi reseksi.

Sesuai digunakan untuk tumor sangat besar yang tak dapat direseksi; tumor dapat direseksi tapi

diperkirakan tak tahan operasi; hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi; pasca reseksi

hepatoma, suspek terdapat residif, dll. Sedangkan bila volume tumor lebih dari 70% parenkim

hati, fungsi hati terganggu berat, kondisi umum buruk, diperkirakan tak tahan terapi, semua iru

merupakan kontraindikasi kemoembolisasi arteri hepatik.

Hepatoma terutama mendapat pasokan darah dari arteri hepatik, setelah embolisasi arteri

hepatik, nodul kanker menjadi iskemik, nekrosis, sedangkan jaringan hati normal mendapat

48

pasokan darah terutama dari vena porta sehingga efek terhadap fungsi hati secara keseluruhan

relatif kecil. Pasca kemoembolisasi arteri hepatik survival 1 tahun pasien hepatoma adalah 44-

66,9%, lama ketahanan hidup rata-rata 8-10 bulan. Tapi terapi itu bersifat paliatif, terapi

intervensi berulang kali pun sulit secara total membasmi semua sel kanker, efek terapi jangka

panjang belum memuaskan, selain juga mencederai rungsi hati. Oleh karena itu setelah dengan

terapi intervensi hepatoma mengecil hingga batas tertentu, harus diupayakan memanfaatkan

peluang reseksi bedah 2 tahap untuk mencapai terapi kuratif. Pasca reseksi hepatoma 3-4

minggu, bila ditunjang dengan kemoembolisasi arteri hepatik dapat membasmi lesi yang

mungkin residif dalam hati, menurunkan rekurensi pasca operasi, meningkatkan survival.

Terapi Paliatif

Sebagian besar pasien HCC didiagnosis pada stadium menengah-lanjut (intermediate-

advanced stage) yang tidak ada terapi standarnya. TAE/ TACE dengan frekuensi 3 hingga 4 kali

setahun dianjurkan pada pasien yang fungsi hatinya cukup baik (Child-Pugh A) serta tumor

multinodular asimtomatik tanpa invasi vaskular atau penyebaran ekstrahepatik, yang tidak dapat

diterapi secara radikal. Sebaliknya bagi pasien yang dalam keadaan gagal hati (Child-Pugh B-C),

serangan iskemik akibat terapi ini dapat mengakibatkan efek samping yang berat.

Adapun beberapa jenis terapi lain untuk HCC yang tidak resektabel seperti imunoterapi

dengan interferon, terapi antiestrogen, antiandrogen, oktreotid, radiasi internal, kemoterapi

arterial atau sistemik masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan penilaian

yang meyakinkan.

Prognosis dari hepatoma lebih dipengaruhi oleh stadium tumor pada saat diagnosis, status

kesehatan pasien, fungsi sintesis hati dan manfaat terapi

. Studi oleh Ramacciato dkk. mendapatkan angka harapan hidup 5 - tahun pada stadium I

berdasarkan sistem TNM yang baru dengan 3 subkategori ukuran tumor :

< 2 cm68.2 %

2-5 cm70.7%

> 5 cm75.8%49

BAB III

KESIMPULAN

Sebagian besar HCC terjadi pada sirosis hati yang disebabkan oleh faktor risiko yang

sudah dikenal dan dapat dicegah (HBV, HCV, alkohol, dan NASH). Infeksi HBV dan HCV

adalah penyebab terpenting HCC. Faktor lingkungan seperti aflatoksin ikut berperan dalam

proses transformasi pada patogenesis molekular HCC. Semakin banyak bukti bahwa obesitas dan

diabetes melitus adalah faktor risiko untuk HCC.

Sebagian besar kasus HCC berprognosis buruk karena tumor yang besar/ganda dan

penyakit hati yang lanjut serta ketiadaan atau ketidakmampuan penerapan terapi yang berpotensi

kuratif (reseksi, transplantasi dan PEI). USG abdomen secara periodik merupakan cara terbaik

untuk surveilans HCC, namun belum jelas pengaruh surveillance terhadap mortalitas spesifik-

penyakit. Stadium tumor, kondisi umum kesehatan, fungsi hati dan intervensi spesifik

mempengaruhi prognosis. Diagnosis dini merupakan masalah yang besar, umumnya penderita

datang ter-lambat sehingga alternatif pengobatan men-jadi sangat sedikit dan kurang bermanfaat.

50