laporan kasus dan referat ods epiblefaron marissa m. kumala c11110113

Upload: supari-candi

Post on 21-Feb-2018

722 views

Category:

Documents


66 download

TRANSCRIPT

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    1/31

    BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA LAPORAN KASUS DAN REFERAT

    FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2015

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    ODS EPIBLEFARON

    Oleh :

    Marissa M. Kumala

    C111 10 333

    PEMBIMBINGdr. Adriyanto W.A.I

    SUPERVISOR

    Dr. dr. Halimah Pagarra, Sp.M(K)

    DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIKPADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR

    2015

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    2/31

    LAPORAN KASUS

    I. IDENTITAS PASIEN

    Nama : An. EMJenis Kelamin : perempuan

    Umur : 8 tahun

    Agama : Kristen Protestan

    Suku/Bangsa : Tionghoa/Indonesia

    Pekerjaan : pelajar

    Alamat : Jl. Teuku Umar Raya No.3

    No.Register : 729576

    Tanggal Pemeriksaan : 17 Oktober 2015

    Rumah Sakit : Dr. Wahidin Sudirohusodo

    Dokter Pemeriksa : dr.A.W.A.I.

    II. ANAMNESIS

    A. Keluhan Utama :kedua bulu mata bawah masuk ke dalam

    B. Anamnesis Terpimpin :

    Dialami sejak lahir, namun baru diketahui sejak 2 bulan yang lalu

    saat diadakan pemeriksaan mata di sekolah pasien. Riwayat air mata

    berlebih ada, riwayat mata merah ada, riwayat kotoran mata berlebih

    ada, riwayat mata terasa gatal ada, riwayat mata terasa mengganjal ada,

    riwayat mata terasa nyeri tidak ada, riwayat penglihatan silau ada,

    riwayat mata terasa kabur ada. Riwayat trauma tidak ada, riwayat

    menggunakan kacamata tidak ada, riwayat penyakit yang sama dalam

    keluarga tidak ada.

    Awalnya pasien dan keluarganya tidak menyadari kelainan tersebut

    sebelum dokter yang memeriksa pasien di sekolah memberitahukan

    bahwa terdapat kelainan pada bulu mata bawah pasien. Pasien

    kemudian dirujuk untuk penanganan lebih lanjut.

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    3/31

    III. STATUS GENERALIS

    Status Generalis :Sakit sedang/gizi baik/compos mentis

    Tanda Vital :

    Tekanan darah : 100/70 mmHg

    Nadi : 88x/menit

    Pernapasan : 20x/menit

    Suhu : 36,5oC

    IV. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI

    A. Inspeksi

    Gambar 1.

    Kedua mata pasien

    Gambar 2. Gambar 3.

    Mata kanan pasien Mata kiri pasien

    PEMERIKSAAN OD OS

    Palpebra Edema (-), bagian nasal

    palpebra inferior tampak

    melipat ke arah dalam.

    Edema (-),bagian nasal

    palpebra inferior tampak

    melipat ke arah dalam.

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    4/31

    Apparatus

    lakrimalis

    Hiperlakrimasi (-) Hiperlakrimasi (-)

    Silia Silia pada margo

    superior tampak normal.

    Silia pada margo inferior

    tampak mengarah ke

    dalam mata.

    Silia pada margo

    superior tampak normal.

    Silia pada margo inferior

    tampak mengarah ke

    dalam mata.

    Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)

    Bola mata Normal Normal

    Kornea Jernih Jernih

    Bilik mata depan Normal Normal

    Iris Coklat, kripte (+), RC(+) Coklat, kripte (+), RC(+)

    Pupil Bulat, sentral Bulat, sentral

    Lensa Jernih Jernih

    Mekanisme

    muscular

    Ke segala arah Ke segala arah

    B. Palpasi

    PEMERIKSAAN OD OS

    Tensi

    okuler

    Tn Tn

    Nyeri tekan (-) (-)

    Massa tumor (-) (-)Glandula

    periaurikuler

    Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran

    C. Tonomoteri

    NCT : Tidak dilakukan pemeriksaan

    D. Visus

    VOD : 20/32 VOS : 20/40

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    5/31

    E. Campus Visual

    Tidak dilakukan pemeriksaan

    F. Color Senses

    Tidak dilakukan pemeriksaan

    G. Light Senses

    Tidak dilakukan pemeriksaan

    H. Penyinaran Oblik

    PEMERIKSAAN OD OS

    Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)

    Kornea Jernih Jernih

    Bilik Mata Depan BMD normal BMD normal

    Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)

    Pupil Bulat, sentral, RC (+) Bulat, sentral, RC (+)

    Lensa Jernih Jernih

    I. Slit Lamp

    SLOD :

    Konjungtiva hiperemis (-), pada kornea tes fluoresensi (+) tampak

    abrasi pada daerah perifer arah jam 4 hingga 8, BMD normal, iris

    coklat kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih.

    SLOS :

    Konjungtiva hiperemis (-), pada kornea tes fluoresensi (+) tampak

    abrasi pada daerah perifer arah jam 4 hingga 8, BMD normal, iris

    coklat kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih.

    J. Diafanoskopi

    Tidak dilakukan pemeriksaan

    K.

    Oftalmoskopi

    Tidak dilakukan pemeriksaan

    V. RESUME

    Seorang anak perempuan berusia 8 tahun datang ke poliklinik rumah

    sakit Dr.Wahidin Sudirohusodo dengan keluhan kedua bulu mata bawah

    masuk ke dalam mata yang diketahui sejak 2 bulan yang lalu saat diadakan

    pemeriksaan mata di sekolah pasien. Riwayat air mata berlebih ada,

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    6/31

    riwayat mata merah ada, riwayat kotoran mata berlebih ada, riwayat mata

    terasa gatal ada, riwayat mata terasa mengganjal ada, riwayat mata terasa

    nyeri tidak ada, riwayat penglihatan silau ada, riwayat mata terasa kabur

    ada.

    Awalnya pasien dan keluarganya tidak menyadari kelainan tersebut

    sebelum dokter yang memeriksa pasien di sekolah memberitahukan bahwa

    terdapat kelainan pada bulu mata bawah pasien. Pasien kemudian dirujuk

    untuk penanganan lebih lanjut.

    Pada pemeriksaan oftalmologi, VOD : 20/40, VOS : 20/32, TODS :

    Tn. Dari inspeksi diperoleh palpebra superior tampak normal, palpebra

    inferior pada ODS bagian nasal tampak melipat ke arah dalam, silia pada

    margo superior ODS tampak normal. Silia pada margo inferior ODS

    tampak mengarah ke dalam mata.

    Tes fluoresensi ODS (+) tampak abrasi pada daerah perifer kornea

    arah jam 4 hingga 8. Pada pemeriksaaan slit lamp ditemukan SLOD:

    Konjungtiva hiperemis (-), pada kornea tes fluoresensi (+) tampak abrasi

    pada daerah perifer arah jam 4 hingga 8, BMD normal, iris coklat kripte

    (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih. SLOS: Konjungtiva

    hiperemis (-), pada kornea tes fluoresensi (+) tampak abrasi pada daerah

    perifer arah jam 4 hingga 8, BMD normal, iris coklat kripte (+), pupil

    bulat, sentral, RC (+), lensa jernih.

    VI. DIAGNOSIS

    ODS Epiblefaron

    VII. PENATALAKSANAAN

    1.) Cendo Hyalub 1 tetes/6 jam/ODS

    2.) Rencana operasi rekonstruksi palpebra

    VIII. PROGNOSIS

    Quo ad vitam : Bonam

    Quo ad visam : Bonam

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    7/31

    Quo ad sanationem : Bonam

    Quo ad kosmeticum : Dubia et bonam

    IX.

    DISKUSI

    Berdasarkan anamnesis pasien diperoleh data bahwa pasien berusia

    delapan tahun, memiliki ras mongoloid, dan datang dengan keluhan kedua

    bulu mata bawah masuk ke dalam yang dialami sejak lahir, namun baru

    diketahui sejak dua bulan yang lalu. Selain itu diperoleh adanya riwayat

    air mata berlebih, mata merah, kotoran mata berlebih, mata terasa gatal,

    mata terasa ada yang mengganjal, mata terasa nyeri, penglihatan silau, dan

    mata terasa kabur yang menunjukkan bahwa pernah terdapat tanda-tanda

    iritasi okuli, namun karena telah mendapatkan pengobatan maka tanda-

    tanda tersebut menghilang. Pada pemeriksaan fisis, yaitu inspeksi,

    didapatkan bahwa bagian nasal/media palpebra inferior dari kedua mata

    tampak melipat ke dalam. Selain itu silia pada margo inferior kedua mata

    tampak mengarah ke dalam mata. Pada pemeriksaan fluoresensi

    didapatkan hasil tes fluoresensi (+) dan terdapat abrasi pada daerah perifer

    arah jam 4 hingga 8 pada kedua mata.

    Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis, hal ini sesuai dengan

    diagnosis ODS Epiblefaron, di mana berdasarkan data demografis,

    penderita epiblefaron adalah anak-anak dan umumnya mengenai bangsa

    Asia. Berdasarkan riwayat penyakit, diperoleh data bahwa riwayat

    penyakit pasien tersebut juga mengarah pada diagnosis epiblefaron yang

    memiliki keluhan berupa sensasi menggajal (seperti adanya benda asing)

    merupakan keluhan terbanyak. Keluhan lainnya dapat berupa adanyakotoran mata, fotofobia, hiperlakrimasi, penurunan tajam penglihatan,

    sering menggosok mata, gatal dan sering berkedip, serta gejala-gejala

    berupa iritasi konjungtiva, mata merah, dan epifora. Pada pemeriksaan

    fisis diperoleh adanya lipatan kulit tambahan melewati dan saling tumpang

    tindih dengan margo palpebra. Maka, melalui inspeksi, dapat dilihat

    bahwa ketika silia yang normal mengarah ke depan, maka dengan adanya

    epiblefaron, maka silia akan mengarah ke kornea. Pada pemeriksaan

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    8/31

    fluoresensi didapatkan tes fluoresensi positif, terdapat abrasi kornea

    sehingga tindakan operatif dirasa perlu untuk dilakukan untuk mencegah

    kerusakan kornea yang lebih lanjut.

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    9/31

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Epiblefaron merupakan suatu kelainan kelopak mata kongenital maupun

    didapat di mana terdapat lapisan kulit horizontal dan otot orbikularis yang berada

    di bawahnya mendorong bulu mata ke arah dalam dan umumnya mengenai

    kelopak mata bawah dan mengenai kedua mata.(1)

    Pada epiblefaron, muskulus pretarsal dan kulit pada kelopak mata bawah

    berada di atas margo palpebra inferior dan membentuk sebuah lipatan horizontal

    yang menyebabkan silia membentuk posisi vertikal. Oleh karena itu, margo

    palpebra tetap dalam posisi normal untuk bola mata. Epiblefaron paling banyak

    ditemukan pada anak-anak dari Asia. (2)

    Gejala yang umumnya muncul akibat kelainan ini yaitu di mana bulu mata

    mengarah ke dalam bola mata adalah rasa tidak nyaman, iritasi, rasa mengganjal

    seperti ada benda asing, hiperlakrimasi, injeksio konjungtiva, dan kemosis. (3)

    Bulu mata biasanya tidak mengenai kornea kecuali saat melirik ke bawah,

    dan hal ini jarang menyebabkan bekas pada kornea. Epiblefaron biasanya tidak

    memerlukan penanganan operasi karena akan menghilang seiring dengan

    perkembangan tulang wajah. Namun, kadang-kadang epiblefaron dapat

    menyebabkan keratitis, di mana pada kasus ini, lipatan kulit dan otot yang

    berlebih harus di potong (pada kasus kelopak mata bawah) dan kemudian kulit

    tersebut disatukan.(2)

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    10/31

    BAB II

    PEMBAHASAN

    A.

    DEFINISI

    Epiblefaron adalah kelainan kongenital pada kelopak mata di mana

    terdapat lipatan kulit yang horizontal dan muskulus orbikularis di bawahnya yang

    mendorong bulu mata mengarah ke bola mata dengan posisi kelopak mata yang

    normal. Selain itu, epiblefaron juga dapat diartikan sebagai suatu kelainan

    kongenital bilateral di mana muskulus lamela pada kulit margo palpebra bagian

    anterior berada di atas margo palpebra yang menyebabkan bulu mata mengarah ke

    dalam bola mata. Walaupun epiblefaron memiliki penampakan yang mirip dengan

    entropion, namun etiologinya cukup berbeda. Epiblefaron disebabkan oleh

    ketiadaan lipatan kelopak mata bawah dan terdapat perlekatan fasia yang

    menyatukan lamela anterior dan posterior pada daerah tersebut. Dengan kontraksi

    muskulus orbikularis, lamela anterior akan naik di atas margo palpebra, dan

    memutar bulu mata ke dalam. Epiblefaron lebih sering ditemukan pada kelopak

    mata orang Asia, khususnya ketika terdapat epikantus dan pada orang-orang

    dengan indeks massa tubuh di atas normal.(1),(4)

    B. ANATOMI PALPEBRA

    Mata bagian luar terdiri atas kelopak mata, bulu mata (silia), puntum

    lakrimal, karunkula, plika semilunaris, kornea, dan konjungtiva.(5)Namun, pada

    kasus ini, palpebra akan dibahas lebih lanjut.

    Gambar 1. Gambar mata eksternal

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    11/31

    Kelopak mata atau palpebra terdiri atas lapisan luar dan dalam. Lapisan

    luar terdiri atas kulit, kelenjar keringat, kelenjar sebasea dan serat otot lurik dari

    otot orbicularis oculi, yang berfungsi untuk menutup mata. Lapisan dalam terdiri

    atas tarsal plate, yang membentuk kelopak mata. selain itu, yang juga termasuk

    lapisan dalam adalah tarsal otot - otot polos levator palpebra yang masuk ke dalam

    tarsal plate dan konjungtiva palpebra.(3)

    Gambar 2. Gambar palpebra superior potongan sagital. (a) otot orbikularis, (b) septum

    orbita, (c) bantalan lemak preaponeurotik, (d) aponeurosis levator, (e) lempeng tarsal, (f)

    otot supratarsal Muller, (g) konjungtiva

    Anatomi pembedahan kelopak mata dibagi atas lamela posterior dan

    anterior. Lamela anterior terdiri dari kulit dan otot orbikularis okuli, sedangkan

    tarsus dan konjungtiva membentuk lamela posterior. Kedua lamela terbagi

    sepanjang margo palpebra oleh garis abu-abu (grey line), yang secara struktural

    terdiri dari otot Riolan (otot orbikularis pretarsal). Tepat pada bagian posterior

    garis abu-abu terletak orifisium kelenjar meibom. Lapisan mukokutaneous terletak

    pada bagian posterior bukaan kelenjar meibom. Mucocutanous junction adalah

    bagian di mana konjungtiva palpebra tidak berkeratin bertemu dengan margo

    palpebra yang berkeratin. Margin palpebra yang normal harus memiliki tepi

    anterior dan tepi posterior yang berbatas tegas, yang tampak hampir persegi bila

    dilihat dalam potongan melintang.(3)

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    12/31

    Gambar 3. Gambar skematik sederhana anatomi palpebra normal

    Kelopak mata atau palpebra terbagi atas 7 lapisan struktural , yaitu sebagai

    berikut(2):

    1. Kulit dan jaringan subkutan

    2. Otot protaktor

    3. Septum orbita

    4. Lemak orbita

    5. Otot retraktor

    6. Tarsus

    7.

    Konjungtiva

    Gambar 4. Anatomi Palpebra Superior dan Inferior

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    13/31

    Kul it dan jari ngan subkutan

    Kulit melapisi permukaan eksternal tubuh dan memberikan perlindungan

    signifikan terhadap trauma, radiasi sinar matahari, suhu ekstrim, dan dehidrasi.

    Kulit pada kelopak mata merupakan lapisan kulit tertipis dari tubuh dan tidak

    memiliki lapisan subkutan. Karena kulit pada bagian palpebra dikaitkan dengan

    pergerakan konstan dari setiap kedipan mata, kulit dapat menjadi longgar seiring

    dengan bertambahnya uia. Pada kedua kelopak mata jaringan pretarsal melekat

    kuat ke jaringan dibawahnya, dimana jaringan preseptal kurang kuat melekat,

    sehingga dapat menjadi tempat akumulasi dari cairan. Kontur dari kulit kelopak

    mata dibatasi oleh lipatan kelopak mata dan garisnya. Lipatan kelopak mata

    merupakan perkiraan melekatnya aponeurosis dari otot levator ke jaringan

    pretarsal dan kulit.(3),(2)

    Variasi dari ras dapat dilihat dari lokasi lipatan kelopak mata. Kelopak

    mata orang asia relatif lebih rendah karena septum orbita pada orang asia bersatu

    dengan aponeurosis diantara pinggiran kelopak mata dan batas superior dari

    tarsus. Hal ini mengakibatkan jaringan lemak preaponeurosis mengambil posisi

    lebih inferior dan anterior.(2)

    Otot Protraktor

    Otot Orbikularis okuli merupakan otot protraktor utama dari kelopak mata.

    Kontraksi dari otot ini dapat mengecilkan fisura palpebra. Otot orbikularis ini

    dapat dibagi menjadi pretarsal, preseptal dan orbital. Bagian pretarsal dan

    preseptal berkaitan dengan pergerakan involuter dari kelopak mata (berkedip).

    Bagian pretarsal dari kelopak mata atas dan bawah memiliki origo bagian

    profunda pada puncak dari sistem lakrimal dan origo superfisial pada tendon dari

    kantus medial. Pada daerah dekat kanalikulus, bagian dari otot orbicularis parspretarsal bersatu untuk membentuk anyaman serat yang dikenal sebagai otot

    horner, yang berjalan dari belakang tendon pada kantus medial. Otot pretarsal

    superior dan inferior kemudian bersatu pada sisi kantus lateral membentuk tendon

    kantus lateral.(2)

    Otot preseptal muncul dari sisi atas dan bawah dari tendon kantus medial.

    Otot preseptal inferior berasal dari satu tendon yan ama. Pada kelopak mata atas,

    Pada kelopak mata atas, otot preseptal memiliki ujung anterior dari tendon utama

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    14/31

    dan ujung anterior pada sisi superior dan posterior dari tendon tersebut. Pada sisi

    lateral otot preseptal berasal dari raphe palpebra lateral.(2)

    Gambar 5. Otot orbikularis dan pembagiannya. A otot frontalis, B otot Korugator

    supersilia, C otot Procerus, D Otot orbikularis (bagian orbital), E Otot Orbikularis (bagian

    preseptal), F otot Orbikularis (bagian pretarsal), G Tendon kantus medial, H tendon kantus

    lateral

    Bagian orbital dari otot orbikularis berasal dari sisi anterior dari tendon

    kantus medial, prosesus orbitalis dari os frontal, dan procesus frontalis dari otot

    maksilla di depan dari puncak lakrimal anterior. Serat ototnya membentuk elips

    dan berinsersi tepat dibawah origonya. Dekat dengan ujung dari kelopak mata,

    terdapat struktur otot khusus, berupa ototRiolanyang terletak lebih posterior dari

    otot orbikularis dan membentuk garis abu-abu. Otot Riolan ini berperan dalam

    ekskresi dari kelenjar meibom, proses berkedip, dan posisi dari bulu mata. (2)

    Septum Orbita

    Merupakan struktur jaringan fibrosa berlapis berasal dari periosteum

    pinggian kavum orbita superior dan inferior pada arkus marginalis.

    (2)

    Lemak Orbita

    Terletak di posterior dari septum orbita dan anterior dari aponeurosis

    levator palpebra pada kelopak atas, dan fascia kapsulopalpebral pada kelopak

    mata bawah. Lemak orbital ini penting sebagai penanda dari pembedahan kelopak

    mata dan perbaikandari laserasi palpebra karena struktur ini terletak dibawah dari

    septum orbita dan di didepan dari aponeurosis levator.(2)

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    15/31

    Otot Retraktor

    Otot retraktor dari kelopak mata berupa otot levator disertai dengan

    aponeurosisnya serta otot superior tarsal (OtotMuller). Pada kelopak mata bawah,

    retraktornya berupa fascia capsulopalpebral, dan otot tarsal inferior. (2)

    Retraktor kelopak mata atas memiliki origo di apex dari orbita, terdapat

    pula suatu ligament transversus superior (Ligamen Whitnall) pada area transisi

    dari otot levator ke aponeurosis levator. Ligamen ini berfungsi sebagai penahan

    dari kelopak mata atas dan jaringan orbital superior. Ligamen Whitnall ini analog

    dengan ligamentLockwooddi kelopak mata inferior. Otot Levator dipersarafi oleh

    percabagan superior dari Nervus Sentralis III, yang juga mempersarafi otot rektus

    superior. Otot Muller berorigo di bawah dari aponeurosis levator palpebra. Otot

    ini diinervasi oleh sistem saraf simpatis. Fascia kapsulopalpebral di palpebra

    inferior analog dengan aponeurosis levator pada palpebra superior. Otot tarsal

    inferior analog dengan otot Muller.(2)

    Tarsus

    Tarsus merupakan jaringan ikat padat, kuat dan berfungsi sebagai

    penunjang dari palpebra. Panjang dari tarsus pada palpebra superior sekitar 10-12

    mm. Ukuran vertikal pada pertengahan palpebra sekitar 4 mm. Tarsus memiliki

    perlekatan kuat dengan periosteum melalui tendon kantus baik medial maupun

    lateral. Tarsus ini dapat bergeser secara horizontal seiring bertambahnya usia

    dengan peregangan dari tendon lateral dan medial. Tarsus memiliki tebal sekitar 1

    mm dan berkurang pada sisi medial dan lateral. Dalam tarsus juga terdapat suatu

    kelenjar sebasea holokrin.(2)

    Gambar 6. Palpebra, diseksi dari elemen strukturalnya

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    16/31

    Konjungtiva

    Konjungtiva terdiri dari epitel skuamosa non keratinisasi. Terbentuk di

    lapisan posterior dari palpebra dan mengandung sel goblet dan kelenjar lakrimal

    aksesorius Wolfring dan Krause. Kelenjar lakrimal aksesorius ini terutama

    terdapat pada kelopak mata atas dan bawha. Kelenjar Wolfring terletak pada

    pinggir dari tarsus, dan kelenjar Krause ditemukan terutama pada forniks.(2)

    Margo Palpebra

    Pinggir dari palpebra terdiri dari lapisan mukosa berupa konjungtiva,

    ujung dari otot orbikularis, dan epitel kutaneus. Selain itu juga terdapat bulu mata

    dan kelenjar yang berfungsi melindungi permukaan bola mata. Tautan

    mukokutaneus dari pinggir palpebra sering disebut sebagai Gray Line. Gray lineini rupakan bagian terisolasi dari otot orbikularis (Riolan) terletak anterior dari

    tarsus. Tautan mukokutaneus ini terletak di posterior dari muara kelenjar meibom.

    Panjang fisura palpebralis kurang lebih 30 mm. Bagian utama dari margin

    palpebra disebut sebagai Ciliary margin memiliki batas yang tegas antara sisi

    anterior dan posterior.(2)

    Gambar 7. Anatomi Margin Palpebra

    Vaskularisasi

    Jaringan vaskuler dari palpebra dapat mempercepat penyembuhan dan

    pertahanan terhadap infesi. Suplai arteri dari palpebra berasal dari 2 cabang

    utama, yakni (1) Arteri karotis interna melalui arteri oftalmika dan

    percabangannya (arteri lakrimal dan supraorbita) dan (2) Karotis eksterna melalui

    percabangan dari wajah (arteri angularis dan temporalis). Terdapat sirkulasi

    kolateral dari kedua sistem ini, yang beranastomosis di palpebra superior dan

    inferior. (2)

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    17/31

    Drainase vena dapat dibagi menjadi dua yakni pretarsal dan posttarsal.

    Jaringan pretarsal berjalan menuju vena angularis pada sisi medial dan juga vena

    temporal superfisial pada sisi lateral. Drainase posttarsal menuju ke vena orbitalis

    dan percabangan dari vena fasialis serta pleksus pteriogoid. Pembuluh limfe pada

    sisi medial menuju ke nodulus limfatikus submandibular. Pada sisi lateral, menuju

    ke nodus preaurikuler superfisial dan kemudian menuju ke nodus servikal.(2)

    C. EPIDEMIOLOGI

    Prevalensi epiblefaron adalah sekitar 10% dari populasi pediatrik dengan

    predileksi pada kelompok umur yang lebih muda, yaitu 46% hingga 52,2% pada

    infant, 24% pada usia 1 tahun, 7% pada usia 5-6 tahun, dan 2% pada usia 10-18

    tahun. Tidak terdapat perbedaan prevalensi epiblefaron pada laki-laki dan

    perempuan.(6-8)

    Epiblefaron umumnya mengenai kedua mata (bilateral) secara bersamaan

    walapun derajat keparahannya berbeda. Pada 81% kasus, hanya mengenai

    palpebra inferior, pada 12% kasus mengenai palpebra superior dan inferior, dan

    sisanya yaitu sebanyak 7% hanya mengenai palpebra superior. Epiblefaron paling

    sering terjadi pada bagian medial (nasal) palpebra inferior.(1),(6-8)

    Bila dibandingkan dengan ras kauskasoid, bangsa Asia umumnya

    memiliki tulang nasal yang akan berkembang seiring dengan bertambahnya usia,

    dan dilapokan bahwa sebanyak 12,6% anak-anak Asia pada usia 7 hingga 14

    tahun dengan epiblefaron. Epiblefaron merupakan perkembangan kelopak mata

    yang abnormal yang umumnya terjadi pada anak-anak di Asia.(1, 9)

    D.

    ETIOPATOGENSISEtiologi epiblefaron belum diketahui secara pasti. Walaupun etilogi

    epiblefaron masih belum jelas, namun beberapa penulis menyebutnya sebagai

    kelainan kongenital, di mana secara terdapat defek anatomis yang diyakini sebagai

    akibat ketiadaan adhesi otot retraktor pada palpebra inferior dengan lamela

    anterior sehingga menyebabkan kulit dan otot terlipat ke atas.(7, 10)

    Salah satu faktor yang berkontribusi pada pathogenesis epiblefaron adalah

    kegagalan otot retraktor kelopak mata untuk memeroleh akses ke kulit. Terdapat

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    18/31

    bukti yang mendukung teori ini adalah walaupun dengan traksi kulit tidak

    mengubah arah bulu mata dan fakta bahwa epiblepharon akan membaik seiring

    dengan bertambahnya usia dan maturasi tulang wajah yang akan menarik otot

    retraktor palpebra inferior, menyebabkan inversi spontan bulu mata.(11)

    Gambar 8. Diagram Epiblefaron. Bulu mata selalu mengarah ke atas.

    AL-LER (anterior layer of lower eyelid retraktor); IOM (inferior obliq muscle), IRM

    (inferior rectus muscle), LL(Lockwoods ligament); OS(orbital septum); OOM (orbicularis

    oculi muscle); PL-LER (posterior layer of lower eyelid retraktors); RS(redundant skin);

    SMFT(submuscular fibrous tissue)

    Otot retraktor kelopak mata bawah adalah struktur belapis ganda. Lapisan

    anterior berasal dari ligament Lockwood, menyatu dengan septum orbita dan

    jaringan submuskular fibrosa dan melekat pada permukaan anterior lempeng tarsal

    inferior dan lapisan subkutaneus melalui otot orbikularis okuli. Lapisan posterior

    adalah lapisan traksi utama pada retraktor kelopak mata bawah, termasuk serat

    otot halus, dan masuk ke permukaan anterior, inferior, dan posterior lempeng

    tarsal inferior. Karena lempeng tarsal tidak menggulung ke dalam, namun tetap

    pada posisi normal, sehingga pada epiblefaron, lapisan posterior tidak terlalu

    memegang peranan yang signifikan dalam proses terjadinya epiblefaron, dan

    diyakini bahwa faktor utama terjadinya epibelfaron adalah lapisan anterior otot

    retraktor palpebra inferior.(12)

    Ketiadaan lipatan palpebra inferior pada pasien dengan epiblefaron

    diperkirakan memiliki peranan bahwa serat retraktor palpebra inferior gagal

    mencapai permukaan kulit. Namun demikian, sebaiknya diingat bahwa

    kebanyakan penduduk bangsa Asia tidak memiliki lipatan pada palpebra inferior,

    walaupun lapisan serat retraktor anterior palpebra inferior mencapai kulit. Sebagai

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    19/31

    tambahan, lapisan lemak di depan retraktor palpebra inferior menempati region

    anterosuperior palpebra inferior sehingga mencegah terbentuknya lipatan pada

    palpebra inferior. Jadi, tidak direkomendasikan untuk membentuk lipatan kelopak

    mata inferior pada operasi epiblefaron pada ras Asia.

    (12)

    Faktor lain yang diduga sebagai penyebab epiblefaron adalah lemahnya

    perlekatan antara otot orbikularis okuli pars tarsalis dan tarsus yang berada di

    bawah kulit, sehingga menyebabkan terbentuknya lipatan kulit dekat margo

    palpebra dan mendorong bulu mata ke arah kornea. Hipertrofi otot orbikularis

    okuli juga dianggap sebagai faktor kausatif epiblefaron, namun hal ini tidak

    didukung dengan penelitian secara mikroskopis.(12)

    Sehingga secara ringkas, terdapat 2 hal yang diduga sebagai penyebab

    epiblefaron adalah perkembangan otot retraktor palpebra inferior yang tidak

    adekuat, yang ditandai dengan ketiadaan perlekatan otot retraktor pada kelopak

    mata bawah dan otot orbikularis pretarsal menyisip terlalu dekat dengan margo

    palpebra. Kemudian, kulit dan otot yang terletak di depan lempeng tarsal

    terdorong ke depan, di atas lempeng tarsal, dan menyebabkan hipertrofi otot dan

    kulit. Dengan kulit palpebra yang berlebih dan kurangnya adesi otot orbikularis

    okuli pada lempeng tarsal, sehingga menyebabkan berpindahnya lipatan kulit di

    atas lempeng tarsal. Lapisan kulit ini menyebabkan silia terbalik ke arah bola

    mata, yang menyebabkan silia menyentuh dan mengiritasi kornea, terutama ketika

    melirik ke bawah.(9)

    E. GAMBARAN KLINIS

    Pada epiblefaron, otot pretarsal dan kulit palpebra terletak di atas margo

    palpebra dan mendorong silia ke arah bola mata. Palpebra dan margo palpebraberada pada posisi normal. Umumnya tampak pada usia muda dengan gejala mata

    merah atau terdapat tanda-tanda iritasi termasuk eritema konjungtiva. Apabila

    epiblefaron terjadi pada palpebra inferior maka silia akan terdorong ke atas,

    apabila terjadi pada palpebra superior maka silia akan terdorong ke bawah, namun

    lebih sering terjadi pada palpebra inferior. Selain itu, silia dapat bersentuhan

    dengan kornea pada mata dengan posisi normal atau pada saat melirik ke atas

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    20/31

    maupun ke bawah. Fotofobia dapat menunjukkan bahwa terdapat iritasi kornea. (3,

    12)

    Gambar 9. Epiblefaron : lipatan kulit berlebih pada palpebra inferior

    mendorong silia ke kornea

    F. DIAGNOSIS

    Adapun penegakan diagnosis epiblefaron dapat dilakukan melalui anamnesis dan

    pemeriksaan fisis pada kelopak mata.

    1.) Anamnesis

    Pada epiblefaron, di mana, kausanya diduga adalah kongenital, maka dapat

    gali informasi mengenai perlangsungannya. Selain itu, berdasarkan penelitian,

    keluhan utama yang membawa pasien datang berobat adalah adanya sensasi

    menggajal (seperti adanya benda asing) merupakan keluhan terbanyak.

    Keluhan lainnya dapat berupa adanya kotoran mata, fotofobia, hiperlakrimasi,

    penurunan tajam penglihatan, sering menggosok mata, gatal dan sering

    berkedip.(6, 9)

    2.) Pemeriksaan Fisis

    Epiblefaron adalah abnormalitas perkembangan palpebra yang ditandai

    dengan adanya lipatan kulit tambahan dan adanya peregangan otot orbikularis

    okuli pada pars tarsalis yang melewati dan saling tumpang tindih dengan

    margo palpebra. Maka, melalui inspeksi, dapat dilihat bahwa ketika silia yang

    normal mengarah ke depan, maka dengan adanya epiblefaron, maka silia akan

    mengarah ke kornea.(6)

    Selain itu, karena epiblefaron mendorong silia ke arah kornea dan/atau

    konjungtiva, pada pemeriksaan fisis juga dapat ditemukan gejala-gejala berupa

    iritasi konjungtiva, mata merah, dan epifora.(2)

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    21/31

    Gambar 10. Gambar 11.

    Epiblefaron tampak depan Epiblefaron tampak samping

    G. PENATALAKSANAAN

    Pada banyak kasus, epiblefaron akan sembuh secara spontan seiring

    dengan bertambahnya usia, umumnya pada usia enam atau tujuh tahun , ketika

    tulang wajah mengalami perkembangan. Pengobatan mungkin saja dibutuhkan

    apabila terdapat beberapa gejala iritasi okuler, misalnya pemberian lubrikasi

    topikal yang dapat mengurangi gejala. Akan tetapi, lubrikasi topikal tidak akan

    melembutkan bulu mata, tetapi hanya membuat bulu mata tidak terlalu bersifat

    merusak.(6)

    Indikasi untuk intervensi operasi meliputi konjungtivitis kronik, keratopati

    disertai lakrimasi dan fotofobia, kebiasaan menggosok mata akibat gatal yang

    mengganggu, dan sering berkedip, serta apabila gejala masih menetap hingga usia

    di atas sembilan tahun.(6, 10)

    Adapun tujuan operasi adalah untuk menciptakan perlekatan atau adesi

    antara lamela anterior dengan retraktor palpebra inferior yang dapat mendesak

    silia palpebra inferior sehingga membalikkan arahnya agar tidak ke arah dalam.(10)

    Prosedur operasi secara kosmetik meliputi insisi kulit di bawah bulu mata(insisi subsiliar), eksisi sejumlah kecil kulit dan otot orbikularis okuli pars tarsalis,

    dan kemudian fiksasi kulit yang berbantal silia ke bawah tarsus dengan eversi

    (prosedurHotzyang dimodifikasi). Tingkat kesuksesan teknik ini adalah sebesar

    90%. Prosedur ini biasanya membutuhkan waktu 30 menit untuk setiap palpebra

    dan dilakukan dibawah anestesi umum untuk anak-anak. Namun, terdapat angka

    rekurensi sebesar 4,9% hingga 23% dengan teknik ini. Untuk mengurangi

    rekurensi, dilakukan penambahan teknik, yaitu membagi margo palpebra (lid

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    22/31

    margin splitting technique) pada operasi koreksi epiblefaron. Prosedur ini

    meliputi eksisi kulit dan otot dan teknik penjahitan kulit silia (a cilia-everting

    suture technique).(6, 10)

    Tekni k operasi Hotz yang dimodifi kasi

    Sebuah garis insisi kulit subsiliaris digambar secara horizontal dari

    temporal hingga pungtum inferior sesuai sepanjang lebar kelopak mata, 1mm di

    bawah garis silia. Infiltrasi local lidokain 2% dicampur epinefin dengan rasio

    1:100.000 diberikan secara subkutan sepanjang garis yang digambar. Setelah

    persiapan tadi, palpebra superior di tarik ke atas dengan menggunakan penjahitan

    traksi dengan benang silk 4-0 untuk menghindari kekaburan margo palpebra

    inferior oleh silia superior. Pembelahan margo palpebra dilakukan pertama kali. (10)

    Insisi sedalam 1 mm dibuat sepanjang grey line dengan pisau skalpel

    nomor 15 setelah menahan palpebra inferior dengan forsep kalazion.

    Pemebedahan dilakukan mulai dari lateral pungtum ke sepertiga atau setengah

    medial palpebra inferior sesuai dengan batas garis horizontal epiblefaron. (10)

    Gambar 12. Gambar skematik. (A) garis putus-putus mewakili garis insisi. Margo palpebra

    dibelah sepanjang garis grey li nesedalam 1 mm. insisi kulit dan otot orbikularis adalah 1

    mm di bawah garis silia. (B) penempatan jahitan pembalikan bulu mata memperbaiki

    jaringan subkutan di atas penutupan kulit bagian atas hingga margo tarsus bagian bawah.

    Kulit subsiliaris diinsisi dengan skalpel nomor 15 sepanjang garis yang

    telah ditentukan sebelumnya sementara kelopak mata ditahan dengan forsep

    kalazion. Kemudian, forsep kalazion diangkat dan diseksi dilakukan secara

    inferior antara otot orbikularis dan tarsus menggunakan kauter monopolar hingga

    margin tarsus tampak. Otot orbikularis okuli pars tarsalis yang tetap berada di

    bawah tepi atas insisi kulit dipotong menggunakan gunting Westcott hingga

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    23/31

    lempeng tarsal lebih tampak. Jaringan subkutan pada tepi atas kulit subsiliaris

    yang diinsisi disatukan dengan margin tarsus inferior secara interuptus sebanyak

    lima hingga tujuh jahitan menggunakan nilon 8-0, memastikan eversi silia ke arah

    luar. Tepi bawah kulit yang diinsisi diangkat untuk menutupi tepi kulit atas (yang

    saat ini dijahit ke tarsus). Sebuah garis dibuat pada kulit bagian bawah yang

    tumpang tindih untuk menyesuaikan dengan tepi luka kulit bagian atas yang

    berada di bawahnya, dan kemudian kulit yang berlebih ini dipotong dengan

    menggunakan gunting Steven. Kulit lalu ditutup dengan benang 6-0 yang cepat

    terserap. Setelah itu, diberikan antibiotic pada luka operasi dan kemudian

    diberikan kompresi dingin pada 12 jam pertama postoperasi.(10)

    Gambar 13. Prosedur operasi Hotzyang dimodifikasi

    Insisi sedalam 1 mm membelah margo

    palpebra inferior.

    Kulit subsiliaris diinsisi

    Diseksi dilakukan antara muskulus

    orbikularis okuli dan tarsus

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    24/31

    Jaringan subkutaneous pada tepi kulit

    bagian atas dijahit ke margo inferior

    tarsus dengan jahitan interuptus

    menggunakan nilon 8-0

    Tepi bawah kulit yang diinsisi

    tumpang tindih dengan tepi atas kulit,

    lalu kulit yang berlebih tersebut diberi

    tanda untuk kemudian diinsisi.

    Tepi kulit di tutup setelah eksisi kulit

    berlebih.

    Saat ini, terdapat beberapa variasi teknik operasi, seperti penjahitan

    seluruh ketebalan kelopak mata (Quickert et. Al. 1983), jahitan yang tertanam

    (buried suture Hayasaka et. Al. 1989), eksisi kulit dan otot orbikularis dengan

    atau tanpa fiksasi kulit (Milman etl al. 1994), atau eksisi jaringan subkutaneus ke

    lempeng tarsal (Woo et. Al. 2000) dan reposisi anterior lamelar (Choo 1996),

    dilaporkan telah digunakan sebagai teknik operasi epiblefaron. Teknik penjahitan

    non insisional, contohnya, oleh Quickert et. Al. 1983, bersifat sederhana, namun

    memiliki angka rekurensi dan infeksi yang tinggi yaitu 23% - 29%. Modifikasi

    Hotz adalah teknik yang paling banyak digunakan hingga saat ini. Prosedur ini

    relative sederhana, tetapi terdapat banyak reseksi kulit sehingga dapat

    menyebabkan ektropion dan retraksi kelopak mata. Rotating suture technique

    secara umum berhasil dilakukan dan memiliki komplikasi yang minimal. Prosedur

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    25/31

    ini melibatkan ekspos lempeng tarsal dan kemudian menutupnya bersama dengan

    jaringan subkutan.(9, 10)

    H.

    DIFERENSIAL DIAGNOSIS

    1.) Entropion

    Entropion adalah suatu kondisi di mana margo palpebra terputar ke arah

    dalam sehingga silia menyentuh bola mata dan jarang terjadi pada anak-anak.

    Entropion dapat diklasifikasikan menjadi kongenital, spastik, involusional

    (senile), atau sikatrikal. Pada entropion, margo palpebra terputar ke dalam,

    baik oleh karena skar pada lamela posterior, involusional retraktor, atau

    karena kelemahan kelopak mata horizontal.(12)

    Involusional entropion adalah penyebab entropion terbanyak pada orang

    usia lanjut, lebih sering terkena palpebra inferior karena palpebra superior

    memiliki lempeng tarsal yang lebih lebar dan lebih stabil. Tanda dan gejalanya

    antara lain iritasi ocular, rasa mengganjal pada mata, hiperlakrimasi, injeksio

    konjungtiva, palpebra inferior terlipat ke dalam dengan bulu mata yang

    tersembunyi (bisa intermitten ataupun terus-menerus yang terjadi pada saat

    mata ditutup paksa atau berkedip dalam posisi supine.(3, 12)

    Gambar 14. Involusional entropion

    Sikatrikal entropion adalah entropion yang disebabkan oleh skar dan

    pemendekan permukaan konjungtiva palpebra. Hal ini biasa disebabkan oleh

    infeksi, penyakit inflamasi, trauma kimia, dan post operasi. Gejala dapat

    berupa iritasi ocular, rasa mengganjal, nyeri, mata merah, hiperlakrimasi,

    banyak kotoran mata, skar pada konjungtiva, dan keratopati. Sikatrikal

    entropion dapat terjadi baik pada palpebra superior, inferior, maupun kedua

    palpebra.(12)

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    26/31

    2.) Distikiasis

    Distikiasis berasal dari kata di yang berarti dua dan stichos yang

    berarti baris. Distikiasis merupakan suatu kelainan di mana terdapat sebaris

    bulu mata tambahan yang berasal dari orifisium glandula Meibom. Hal ini

    disebabkan oleh adanya pembentukan bulu mata abnormal pada apparatus

    pilosebasea Meibom, kelainan ini bersifat dapat bersifat acquired (didapat),

    maupun kongenital (autosomal dominan), dan jarang ditemukan. Glandula

    Meibom itu sendiri dapat tidak berkembang sempurna, atrofi, maupun normal.

    Silia pada distikiasis umumnya lebih halus, lebih pendek, dan memiliki

    pigmen yang kurang.(3, 12)

    Gambar 15. Distikiasis dengan barisan bulu mata yang tidak komplit

    Distikiasis yang didapat terjadi ketika glandula Meibom (sebasea) yang

    normal pada lempeng tarsal ditransformasikan menjado folikel rambut (unit

    pilosebasea) oleh stimulis mekanik ataupun kimiawi. Stimulus ini dapat

    berupa kronik inflamasi seperti blefaritis dan meibomitis, kondisi sikatrik pada

    mukosa seperti sindrom Steven-Johnsen, luka bakar kimia yang berat, dan

    trauma pada glandula Meibom.(3)

    Pertumbuhan bulu mata yang abnormal pada glandula Meibom dapat diliat

    dengan lebih baik pada pemeriksaan slit lamp, di mana bulu mata yang

    abnormal dapat terlihat baik pada satu atau lebih kelopak mata, dan barisan

    bulu mata yang lengkap jarang ditemukan. Pertumbuhan bulu mata yang

    abnormal ini dapat menyebabkan iritasi pada kornea.(12)

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    27/31

    3.) Trikiasis

    Trikiasis adalah suatu kondisi yang didapat (acquired) di mana bulu mata

    terputar ke arah bola mata. Pada trikiasis, bulu mata tumbuh secara abnormal,

    yang ditandai dengan adanya satu atau lebih silia palpebra superior atau

    inferior yang terbalik ke dalam. Bulu mata ini dapat sangat halus, tipis, dam

    tidak berpigmen (rambut lanugo), dan hanya dapat dilihat secara mikroskopis.

    Pada beberapa ras, trikiasis pada pada palpebra inferior umumnya tumbuh

    dekat pungtum. Pada kebanyakan kasus, trikiasis terjadi sebagai akibat proses

    penuaan pada kelopak mata, dan tidak terdapat penyakit yang mendasari.(3, 4)

    Pada trikiasis, bulu mata berada pada arah yang salah setelah tumbuh

    melalui folikel dengan sudut yang ganjil, baik melalui glandula meibom,

    maupun melalui area pada kelopak mata maupun konjungtiva yang normalnya

    bebas dari pertumbuhan bulu mata. Pada trikiasis, margo palpebra dan barisan

    bulu mata berada pada posisi yang normal (hanya bulu mata yang terputar ke

    dalam dan mengenai kornea), sedangkan pada entropion, palpebra terbalik ke

    arah dalam sehingga bulu mata menggesek bola mata.(3, 4)

    Gambar 16. Trikiasis

    Pasien biasa mengeluhkan adanya sensasi benda asing dalam mata dan

    iritasi permukaan ocular kronik. Abrasi kornea, injeksio konjungtiva, secret

    mukoid, dan epifora biasa ditemukan. Pada kasus yang berat, ulkus kornea

    yang nyata dapat terlihat.(4)

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    28/31

    Tabel Perbedaan Epiblefaron, Entropion, Distikiasis, dan Trikiasis

    Epiblefaron : adanya lipatan mata tambahan yang mendorong silia ke dalam(12)

    Entropion : margo palpebra terlipat ke dalam, sehingga silia ke arah dalam(12)

    Distikiasis : terdapat sebaris bulu mata tambahan, asal dari orifisium glandula Meibom12

    Trikiasis : bulu mata tumbuh ke arah mata dengan margo palpebra normal

    (12)

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    29/31

    I. KOMPLIKASI

    Komplikasi yang dapat timbul akibat epiblefaron adalah akibat adanya

    gesekan antara silia dan permukaan bola mata, sehingga dapat menimbulkan

    konjungtivitis, keratopati, keratititis, maupun ulkus kornea. Selain itu, komplikasi

    yang dapat timbul adalah adanya gangguan refraksi dalam hal ini adalah astigmat.

    Selain akibat entropion itu sendiri, komplikasi yang dapat timbul adalah

    sebagai akibat dari teknik pemnedahan, misalnya teknik penjahitan non insisional

    Quickert yang memiliki angka rekurensi dan infeksi yang tinggi yaitu 23% - 29%.

    Modifikasi Hotz adalah teknik yang paling banyak digunakan hingga saat ini,

    tetapi terdapat banyak reseksi kulit sehingga dapat menyebabkan ektropion dan

    retraksi kelopak mata.(10)

    J. PROGNOSIS

    Prognosis epiblepharon adalah baik di mana re-operasi atau operasi

    kembali jarang dilakukan karena sekali koreksi, epiblepharon tidak mengalami

    rekurensi.(12)

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    30/31

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Irimpan Lazar Francis RM, Nayan Joshi, Nadir Ali Mohammed Ali.

    Effectiveness of lash rotating sutures for the correction of Kongenital

    Epiblepharon. Brunei Int Med J. 2014;10:133-7.

    2. Ophtalmology AAo. Facial and Eyelid Anatomy. Cantor LB RC, Cloffi GA,

    editor2014-2015.

    3. Leonid Sklorin Jr OD, FAAI, FAOCO. Eyelid misdirection and its

    management US:www.optometry.co.uk;2002 [cited 2015 16 Oktober].

    4. Jonathan J. Dutton GSG, Alan D. Proia. Diagnostic Atlas of Common Eyelid

    Disease. New York: Informa Healthcare; 2007. 265 p.5. Jane Olver LC. External eye and anterior segment. Ophtalmology at a glance.

    1. Massachusetts: Blackwell Science; 2005. p. 25-6.

    6. Shen S. Epiblepharon-A development eyelid anomaly Singapore:

    www.singhealth.com.sg;2009 [updated 2009; cited 2015 16 Oktober].

    7. Chen CY N-CA. Successful treatment of lower eyelid epiblepharonby

    injection of botulinum toxin A in patients under two years of age. Nepal J

    Ophtalmol. 2013;5:177-81.

    8. S Noda SH, T Setogawa. Epiblepharon with inverted eyelashes in Japanese

    Children. I. Incidence and symptoms. British Journal of Ophtalmology.

    1989;73:126-7.

    9. Jong Soo Kim SWJ, Mun Chong Hur, Yoon Hyung Kwon, dkk. The clinical

    characteristics and surgical outcomes of epiblepharon in Korean children : A 9

    year experience. Hindawi Journal of Ophtalmology. 2014:105.

    10. Sang Won Hwang SIK, Jong Hyun Kim, Na Jum Kim, Ho-Kyung Choung.

    Lid margin split in the surgical correction od epiblepharon. Acta Ophtalmol.

    2008;86:87-90.

    11. Hirohiko Kakizaki IL, Yasuhiro Takahashi, Dinesh Selva. Eyelash inversion

    in epiblepharon : Is it caused by redundant skin? Clinical Ophtalmology.

    2009;3:247-50.

    12. Jeffrey A. Nered KDC, Mark A. Alford. Rapid Diagnosis in Ophtalmology :

    Oculoplastic and reconstructive surgery. Jay S D, Marian S. Macsai, editor.

    England: Mosby Elsevier; 2008. 267 p.

  • 7/24/2019 Laporan Kasus Dan Referat ODS Epiblefaron Marissa M. Kumala C11110113

    31/31