laporan kasus besar hepatoma.doc

42
KEPANITERAAN KLINIK LAPORAN KASUS BAGIAN/SMF PENYAKIT DALAM JUNI 2014 HEPATOMA Oleh: ASRIANI ASRUN K1A1 09036 PEMBIMBING : dr. YUSUF HAMRA, Sp.PD FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

Upload: adhytya-pratama-a

Post on 12-Jan-2016

520 views

Category:

Documents


91 download

TRANSCRIPT

Page 1: laporan kasus besar hepatoma.doc

KEPANITERAAN KLINIK LAPORAN KASUS

BAGIAN/SMF PENYAKIT DALAM JUNI 2014

HEPATOMA

Oleh:

ASRIANI ASRUNK1A1 09036

PEMBIMBING : dr. YUSUF HAMRA, Sp.PD

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

RSU BAHTERAMAS PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KENDARI

2014

Page 2: laporan kasus besar hepatoma.doc

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Karsinoma hepatoseluler (KHS) merupakan tumor ganas hati primer yang

berasal dari hepatosit, demikian juga dengan karsinoma fibrolamelar dan

hepatoblastoma. Tumor ganas lainnya, kolangiosarkoma (Kolangiosarkoma) dan

sisteadenokarsinoma berasal dari sel epitel bilier, sedangkan angiosarcoma dan

leiomiosarkoma berasal dari sel mesenkim. Dari seluruh tumor ganas hati, KHS

merupakan tumor yang paling banyak (85%), 10% kolangiosarkoma, dan sisanya

adalah tumor jenis lainnya.

Di Amerika Serikat sekitar 80%-90% dari tumor ganas hati primer adalah

hepatoma. Angka kejadian tumor ini di Amerika Serikat hanya sekitar 2% dari

seluruh karsinoma yang ada. Sebaliknya di Afrika dan Asia hepatoma adalah

karsinoma yang paling sering ditemukan dengan angka kejadian 100/100.000

populasi. Setiap tahun muncul 350.000 kasus baru di Asia, 1/3nya terjadi di

Republik Rakyat China. Di Eropa kasus baru berjumlah sekitar 30.000 per tahun,

di Jepang 23.000 per tahun, di Amerika Serikat 7000 per tahun dan kasus baru di

Afrika 6x lipat dari kasus di Amerika Serikat.

Pria lebih banyak daripada wanita. Lebih dari 80% pasien hepatoma

menderita sirosis hati Hepatoma biasa dan sering terjadi pada pasien dengan

sirosis hati yang merupakan komplikasi hepatitis virus kronik. Hepatitis virus

kronik adalah faktor risiko penting hepatoma, virus penyebabnya adalah virus

hepatitis B dan C. Bayi dan anak kecil yang terinfeksi virus ini lebih mempunyai

kecenderungan menderita hepatitis virus kronik daripada dewasa yang terinfeksi

virus ini untuk pertama kalinya.

Pasien hepatoma 88% terinfeksi virus hepatitis B atau C. Virus ini

mempunyai hubungan yang erat dengan timbulnya hepatoma. Hepatoma

seringkali tidak terdiagnosis karena gejala karsinoma tertutup oleh penyakit yang

Laporan Kasus BesarAsriani Asrun

Page 3: laporan kasus besar hepatoma.doc

2

mendasari yaitu sirosis hati atau hepatitis kronik. Jika gejala tampak, biasanya

sudah stadium lanjut dan harapan hidup sekitar beberapa minggu sampai bulan.

Keluhan yang paling sering adalah berkurangnya selera makan, penurunan berat

badan, nyeri di perut kanan atas dan mata tampak kuning.

Pemeriksaan Alfa Feto Protein (AFP) sangat berguna untuk menegakkan

diagnosis penyakit hepatoma ini. Penggunaan ultrasonografi ( USG ), Computed

Tomographic Scanning (CT Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI) penting

untuk menegakkan diagnosis dan mengetahui ukuran tumor. Komplikasi yang

sering terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan saluran cerna bagian atas,

ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal.

Beberapa sistem klasifikasi telah diciptakan untuk menentukan prognosis

daripada penderita karsinoma hepatoseluler. Sistem klasifikasi tersebut tidak

hanya berguna dalam menentukan prognosis penderita namun juga derajat

kerusakan hepatoseluler, yang diketahui menjadi salah satu faktor yang

berhubungan dengan harapan hidup penderita.

Pada penderita KHS pengobatan yang paling penting adalah

mempertahankan dan memperbaiki kualitas hidup penderita. Transplantasi hati

merupakan pengobatan definitf utama pada penderita karsinoma hepatoseluler.

Beberapa terapi pilihan lain seperti tindakan operasi/reseksi hati,terapi radiologi

lain meliputi Trans Arterial Embolisasi (TAE), Trans Arterial Chemoterapy

(TAC). Terapi non-bedah lainnya saat ini sudah dikembangkan dan hanya

dilakukan bila terapi bedah reseksi dan Trans Arterial Embolisasi (TAE) ataupun

Trans Arterial Chemoembolisation ataupun Trans Arterial Chemotherapy tak

mungkin dilakukan lagi. Di antaranya yaitu terapi Radio Frequency Ablation

Therapy (RFA), Proton Beam Therapy, Three Dimentional Conformal

Radiotherapy (3DCRT), Cryosurgery yang kesemuanya ini bersifat palliatif

(membantu) bukan kuratif (menyembuhkan) keseluruhannya.

BAB II

Laporan Kasus BesarAsriani Asrun

Page 4: laporan kasus besar hepatoma.doc

3

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

- Nama lengkap : Ny. M

- Umur : 67 tahun

- Jenis kelamin : Perempuan

- Alamat : Jl. Patimura

- Pekerjaan :IRT

- Suku bangsa : Tolaki

- No. RM : 39 36 86

- Ruangan : Mawar Lt. 1 Non Bedah K.9

- Tgl Masuk RS : 20 Mei 2014

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Nyeri Perut Kanan Atas

Anamnesis Terpimpin :

Pasien baru masuk dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang dirasakan

sejak 2 bulan yang lalu, nyeri menjalar sampai keulu hati dan dirasakan pasien

tembus belakang, mual (+), muntah 1 kali sebelum masuk rumah sakit. Buang air

kecil lancar, berak-berak encer sejak 2 minggu yang lalu sebelum masuk rumah

sakit, dengan frekuensi lebih dari 3 kali sehari, bercampur lendir (+), tidak

berampas, darah segar (+), pasien sempat mengonsumsi obat berak-berak encer

yang didapatkan pasien dari puskesmas namun tidak ada perubahan. Pasien juga

mengeluh sejak sakit nafsu makan menurun.

Riwayat berobat dirumah sakit korem sekitar 1 minggu yang lalu, dengan

keluhan yang sama. Pasien dirawat sekitar 3 hari lalu diperbolahkan pulang

karena kondisi pasien telah membaik.

Riwayat penyakit dahulu : pasien baru pertama kali merasakan keluhan

seperti ini. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang

mengalami keluhan yang sama oleh pasien saat ini.

C. STATUS PRESENT

Laporan Kasus BesarAsriani Asrun

Page 5: laporan kasus besar hepatoma.doc

4

- KU : lemah,pucat

- Keadaan gizi : Cukup Baik

- TB : 155 cm

- BB : 58 kg

- IMT : 24.16 Kg/m2

- Kesadaran : Compos mentis

D. TANDA VITAL

- Tekanan Darah : 100/80 mmHg

- Nadi : 88x/menit

- Pernapasan : 20 x/menit tipe: torakoabdominal

- Suhu : 36,7 0C/axillar

E. PEMERIKSAAN FISIS

1. Kepala :

- Ekspresi : Bentuk oval, Normal

- Muka Simetris : Simetris

- Deformitas : (-)

- Rambut : Hitam, tidak mudah rontok

2. Mata :

- Eksoptalmus/ Enoptalmus : (-)

- Kelopak mata : Normal, tidak ditemukan kelainan

- Konjungtiva : Anemis (+/+)

- Sklera : Ikterus (-)

- Kornea : Reflex cahaya (+)/(+).

- Pupil : Isokor, diameter 2,5 mm / 2,5 mm.

3. Hidung :

- Perdarahan : (-)

- Sekret : (-)

Laporan Kasus BesarAsriani Asrun

Page 6: laporan kasus besar hepatoma.doc

5

4. Telinga :

- Tophi : (-)

- Pendengaran : normal

- Nyeri tekan di proc. Mastoideus : (-)

5. Mulut :

- Oral ulcer : (-)

- Gigi geligi : Caries (+)

- Gusi : Perdarahan (-)

- Tonsil : dalam batas normal.

- Pharynx : Hiperemis (-)

- Bibir : Pucat dan kering

6. Leher :

- Kelenjar getah bening : Tidak terdapat pembesaran kelenjar

- Kelenjar gondok : Tanpa pembesaran

- JVP : Normal

- Pembuluh darah : Pulsasi (+), dilatasi (-)

- Kaku kuduk : Tidak ada

- Tumor : Tidak ditemukan

7. Thoraks :

- Inspeksi : Pergerakan Simetris kiri dan kanan, spider nevi (-)

- Palpasi : Nyeri tekan (-)

- Perkusi : Paru kiri dan kanan (sonor),

- Auskultasi : Bunyi pernapasan bronkovesikuler,

bunyi tambahan RBH -/-

8. Jantung:

- Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak

- Palpasi : Ictus cordis ICS V LMCS

- Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal

- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler

- Bunyi tambahan : Bising (-)

9. Abdomen:

Laporan Kasus BesarAsriani Asrun

Page 7: laporan kasus besar hepatoma.doc

6

- Inspeksi : Tampak simetris, cembung, dan ikut gerak napas, tidak

terdapat kelainan kulit, caput medusa(-).

- Auskultasi : Peristaltik usus norma 8x/menit

- Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+) dan nyeri tekan regio

hipochondrium dextra (+), hepatomegaly teraba 9 jari dibawah arcus

costa, berbenjol-benjol, konsistensi keras, tepi tumpul.

- Perkusi : pekak

10. Punggung :

- Inspeksi : Tidak ada kelainan

- Nyeri ketok : Tidak ada

- Auskultasi : Normal

- Gerakan : Normal

11. Ekstremitas:

- Akral dingin (-)

- Palmar eritema (-)

- Edema (-)

- Kekuatan : 5/5 atas dan 5/5 bawah menurun

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Darah Rutin (11-11- 2013)

Pemeriksaan Interpretasi Hasil Nilai rujukan

WBC H 15,43 4,00-10,0

RBC L 3,09 4.5-5.1

HGB L 8,4 12.3-15.3 g/dL

HCT L 25.3 36-45 %

MCV L 68,6 80-96 fL

MCH L 22,8 28-33 pg

MCHC N 33,5 31,5-35,0

Laporan Kasus BesarAsriani Asrun

Page 8: laporan kasus besar hepatoma.doc

7

PLT H 695 150-400

NEUT H 12,66 52,0-75,0

LYMPH N 1,17 7.6%

MONO N 1,43 2,00-8,00

EO N 0,13 1,00-3,00

BASO N 0,04 0,00-0,10

G. RESUME

Perempuan usia 67 tahun masuk rumah nyeri dengan keluhan nyeri perut

kanan atas dialami sejak 2 minggu yang lalu, nyeri dirasakan menjalar keulu

hati dan tembus belakang, mual (-) muntah 1 kali SMRS, pasien juga

mengeluh berak-berak encer, dengan frekuensi lebih dari 3 kali sehari

bercampur lendir dan darah segar. Pasien juga mengeluh sejak sakit nafsu

makan menurun.

- Pemeriksaan Fisik : mata : Konjuntiva tampak anemis, bibir tampak pucat

dan kering, abdomen : nyeri tekan regio epigastrik (+) regio

hipochondrium dextra (+), hepatomegaly teraba 9 jari dibawah arcus costa

berbenjol-benjol, konsistensi keras, tepi tumpul.

- Pemeriksaan darah rutin : Hb= 8,4 g/dl (↓) ; WBC = 15,43 (↑) ; PLT = 695

(↑), MCV = 68,65 fL (↓); MCH=22,8 pg (↓).

- Pemeriksaan USG Abdomen : 1. Multiple nodul multichoic pada hepar

tampak Susp. Tumor metastase hepar (primer)

DD : Hepatoma dengan metastasis hepar.

H. DIAGNOSA

- Hepatoma

- Hematoskezia

- Anemia Mikrositik Hipokrom

I. RENCANA PEMERIKSAAN

Laporan Kasus BesarAsriani Asrun

Page 9: laporan kasus besar hepatoma.doc

8

- CT- Scan

- Apusan Darah Tepi

- AFP (alfa feto protein)

- Kimia darah (albumin, bilirubin, SGOT,SGPT)

J. TERAPI

1. Terapi non-farmakologis

- Tirah baring

2. Terapi farmakologis

R/

- Cefotaxime 1 gr/iv/12 jam

- Ranitidin 1 amp/iv/12 jam

- Vit K 1 amp/iv/12 jam

- Paracetamol 3x500 mg

- New diatabs 3x1

- Transfusi PRC 1 kolf + inj. Furosemide 1 amp pre transfusi

K. PROGNOSIS

- Ad Functionam : Dubia et malam

- Ad Sanationam : Dubia et malam

- Ad Vitam : Dubia et malam

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Kanker hati (hepatocellular carcinoma) adalah suatu kanker yang timbul

dari hati. Ia juga dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati

terbentuk dari tipe-tipe sel yang berbeda (contohnya, pembuluh-pembuluh

Laporan Kasus BesarAsriani Asrun

Page 10: laporan kasus besar hepatoma.doc

9

empedu, pembuluh pembuluh darah, dan sel-sel penyimpan lemak).

Bagaimanapun, sel-sel hati (hepatocytes) membentuk sampai 80% dari jaringan

hati. Jadi, mayoritas dari kanker hati primer (lebih dari 90 sampai 95%) timbul

dari sel-sel hati dan disebut kanker hepatoselular (hepatocellular cancer) atau

Karsinoma (carcinoma).

2. EPIDEMIOLOGI

Kanker hati adalah kanker kelima yang paling umum di dunia. Suatu

kanker yang mematikan, kanker hati akan membunuh hampir semua pasien-pasien

yang menderitanya dalam waktu satu tahun. Pada tahun 1990, organisasi

kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa ada kira-kira 430,000 kasus-kasus

baru dari kanker hati diseluruh dunia, dan suatu jumlah yang serupa dari pasien-

pasien yang meninggal sebagai suatu akibat dari penyakit ini. Sekitar tiga per

empat kasus-kasus kanker hati ditemukan di Asia Tenggara (China, Hong Kong,

Taiwan, Korea, dan Japan). Kanker hati juga adalah sangat umum di Afrika Sub-

Sahara (Mozambique dan Afrika Selatan). KHS meliputi 5.6 % dari seluruh kasus

kanker pada manusia serta menempati peringkat kelima pada laki-laki dan

kesembilan pada wanita, dan urutan ketiga dari sistem saluran cerna setelah

kanker kolorektal dan lambung.

Tingkat kematian KHS juga sangat tinggi, di urutan kedua setelah kanker

pankreas. Sekitar 80% dari kasus KHS di dunia berada di Negara berkembang

seperti di Asia timur dan Asia Tenggara serta Afrika Tengah yang diketahui

sebagai tempat prevalensi tinggi untuk hepatitis virus. KHS jarang terjadi di usia

muda, kecuali di wilayah yang endemik infeksi HBV serta banyak terjadi tranmisi

HBV perinatal. Umumnya di wilayah dengan kekerapan KHS tinggi, umur pasien

10-20 tahun lebih muda disbanding dengan umur pasien KHS di wilayah dengan

angka kekerapan KHS rendah.

Hal ini dapat dijelaskan antara lain karena di wilayah dengan angka

kekerapan tinggi, infeksi HBV sebagai salah satu penyebab terpenting HCC,

karena ditularkan pada masa perinatal atau anak-anak, kemudia menjadi HCC

Laporan Kasus BesarAsriani Asrun

Page 11: laporan kasus besar hepatoma.doc

10

setelah dua – tiga dasawarsa. Pada semua populasi, kasus HCC pada laki-laki jauh

lebih banyak dibandingkan kasus HCC pada wanita.

3. FAKTOR RISIKO

Telah dibicarakan berbagai faktor yang berkaitan dengan karsinoma

hepatoseluler antara lain infeksi HBV atau HCV, penyakit hati alkoholik dan yang

cukup seringperlemakan hati nonalkohol. Penyebab lain yang cukup jarang seperti

hemokromatosis herediter, defisiensi alpha1-antitrypsin, autoimun hepatitis dan

penyakit Wilson. Distribusi dari faktor resiko ini sangat bervariasi diantara pasien

dengan karsinoma hepatoseluler, tergantung wilayah geografi, ras atau etnik.

Umumnya faktor resiko ini mengarah ke terbentuknya sirosis, yang terjadi pada

80-90% pasien dengan hepatoseluler karsinoma.

- Hepatitis B Virus (HBV)

Hubungan antara infeksi HBV kronik dengan timbulnya KHS terbukti

kuat, baik secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental. Sebagian besar

wilayah yang hiperendemik HBVmenunjukkan angka kekerapan KHS yang

tinggi. Di Taiwan, pengidap kronis infeksi HBV mempunyai risiko untuk

terjadinya KHS 102 kali lebih tinggi daripada risiko bagi yang bukan pengidap.

Juga ditengarai bahwa kekerapan KHS yang berkaitan dengan HBV pada anak

jelas menurun setelah diterapkannya vaksinasi HBV universal bagi anak. Umur

saat terjadi infeksi merupakan faktor risiko penting, karena infeksi HBV pada usia

dini berakibat akan terjadinya persistensi (kronisitas). Karsinogenesis HBV pada

hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi

hepatosit, intergari HBV DNA ke dalam DNA sel pejamu, dan aktivitas protein

spesifik HBV berinteraksi dengan gen hati.

Pada dasarnya perubahan hepatosit dari kondisi inaktif (quiescent) menjadi

sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus sel dapat

diaktifkan secara tidak langsung oleh kompensasi proliferatif merespon

Laporan Kasus BesarAsriani Asrun

Page 12: laporan kasus besar hepatoma.doc

11

nekroinflamasi sel hati, atau akibat dipicu oleh ekspresi suatu berlebihan beberapa

gen yang berubah akibat HBV. Koinsidensi infeksi HBV dengan pajanan agen

onkogenik lain seperti aflatoksin dapat menyebabkan terjadinya KHS tanpa

melalui terjadinya sirosis hati (KHS pada hati non sirotik). Transaktivasi beberapa

promoter seluler atau viral tertentu oleh gen – x HBV (HBx) dapat mengakibatkan

terjadinya KHS.

- Virus Hepatitis C (HCV)

Di wilayah dengan tingkat infeksi HBV rendah, HCV merupakan paktor

risiko penting dari KHS. Metaanalisis dari 32 penelitian kasus kelola

menyimpulkan bahwa risiko terjadinya KHS pada pengidap infeksi HCV adalah

17 kali lipat dibandingkan yang bukan pengidap. Koeksistensi infeksi HCV

kronik dengan infeksi HBV atau denga peminum alkohol meliputi 20% dari kasus

KHS. Di area hiperendemik HBV, prevalensi HCV lebih tinggi pada kasus KHS

dengan HBsAg negatif dari ada yang HBsAg positif.

Ini menunjukkan bahwa infeksi HCV berperan penting dalam

pathogenesis KHS pada pasien yang bukan pengidap HBV. Pada kelompok pasien

yang buka penyakit hati yang mendapat tranfusi darah dengan anti HVC positif ,

interval pada saat tranfusi hingga terjadinya KHS dapat mencapai 29 tahun.

Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktivitas nekroinflamasi

kronik dan sirosis hati.

- Sirosis Hepatis

Merupakan faktor risiko utama HCC di dunia dan melatarbelakangi lebih

dari 80% kasus KHS. Setiap tahun, tiga sampai lima persen dari pasien SH akan

menderita KHS dan KHS merupakan penyebab utama kematian pada SH. Pada

80 % dari SH makronoduler dan 3-10% dari SH mikronoduler dapat ditemukan

adanya HCC. Prediktor utama KHS pada SH adalah jenis kelamin laki-laki ,

peningkatan kadar alfa feto protein(AFP) serum, beratnya penyakit dan tingginya

aktifitas proliferasi sel hati.

Laporan Kasus BesarAsriani Asrun

Page 13: laporan kasus besar hepatoma.doc

12

- Aflatoksin

Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi

Aspergillus. Dari percobaan binatang diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogen.

Metabolit AFB1 yaitu AFB1-2-3 epoksid merupakan karsinogen utama dari

kelompok aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA.

Salah satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1

menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53. Dari

penelitian , ada korelasi kuat antara pajanan aflatoksin dengan diet dalam

morbiditas dan mortalitas HCC. Risiko KHS dengan aflatoksin saja adalah 3.4

sedangan dengan HBV kronik risiko relatifnya 7, dan meningkat menjadi 59 bila

disertai dengan kebiasaan mengkonsumsi aflatoksin.

- Obesitas

Berdasarkan penelitian, obesitas dapat meningkatkan angka mortalitas

sebesar lima kali akibat kanker hati pada kelompok individu dengan berat badan

tertinggi (IMT 35-40kg/m2) dibandingkan dengan kelompok individu yang IMT

nya normal. Seperti diketahui, obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non

alkoholik fatty liver disease (NAFLD), khususnya non alcoholic steatohepatitis

(NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapat

berlanjut menjadi KHS.

- Diabetes Melitus

Telah lama diketahui bahwa DM merupakan faktor risiko baik untuk

penyakit hati kronik maupun KHS melalui terjadinya perlemakan hati dan

steatohepatitis non alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan

peningkatan insulin dan insulin like growth factors (IGFs) yang merupakan faktor

promotif essential untuk kanker. Indikasi kuatnya asosiasi antara DM dengan

KHS terlihat dari banyak penelitian. Insidensi juga semakin tinggi seiring dengan

lamanya pengamatan (kurang dari lima tahun hingga lebih dari 10 tahun).

- Alkohol

Laporan Kasus BesarAsriani Asrun

Page 14: laporan kasus besar hepatoma.doc

13

Walaupun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik , peminum berat

alkohol (>50-70g/hari dan berlangsung lama) beresiko untuk menderita KHS

melalui sirosis hati alkoholik. Hanya sedikit bukti adanya efek karsinogenik

langsung dari alkohol. Alkoholisme juga meningkatkan risiko terjadi sirosis hati

dan KHS pada pengidap infeksi HBV atau HCV. Sebaliknya pada sirosis hati

alkoholik terjadinya KHS juga meningkat bermakna pada pasien dengan HBsAg-

positif atau anti HCV positif. Ini menunjukkan adanya peran sinergistik alkohol

terhadap infeksi HCV. Acapkali penggunaan alkohol merupakan predisposisi

bebas untuk terjadinya KHS pada pasien dengan hepatitis kronik atau sirosis

akibat infeksi HBV atau HCV. Efek hepatotoksik alkohol bersifat dose –

dependent, sehingga asupan sedikit alkohol tidak meningkatkan risiko terjadinya

KHS. Pasien-pasien yang minum secara aktif adalah lebih mungkin untuk

meninggal dari komplikasi-komplikasi yang tidak berhubungan dengan kanker

dari penyakit hati alkoholik (contohnya gagal hati). Tentu saja, pasien-pasien

dengan sirosis alkoholik yang meninggal dari kanker hati adalah kira-kira 10

tahun lebih tua daripada pasien-pasien yang meninggal dari penyebab- penyebab

yang bukan kanker. Akhirnya, seperti dicatat diatas, alkohol menambah pada

risiko mengembangkan kanker hati pada pasien-pasien dengan infeksi-infeksi

virus hepatitis C atau virus hepatitis B yang kronis.

4. PATOFISIOLOGI

Laporan Kasus BesarAsriani Asrun

Page 15: laporan kasus besar hepatoma.doc

14

Kanker disebabkan proliferasi sel yang tidak terkontrol. Kanker akan muncul

bila DNA sel normal mengalami kerusakan sehingga menyebabkan mutasi

genetik. Fungsi hati sebagai penyaring racun dan sampah lainnya dalam darah

menjadikannya sangat penting. Akan tetapi, bila kanker menyerang hati, hati

tidak mempunyai kemampuan tersebut.

- Proses carsinogenis

Laporan Kasus BesarAsriani Asrun

Page 16: laporan kasus besar hepatoma.doc

15

Carsinogenesis merupakan tahapan pembentukan sel-sel kanker mulai

dari tahapan inisiasi sampai pada progresivitas pertumbuhan sel kanker. Tahap

inisiasi dimulai dengan perubahan genetik sel-sel yang mengakibatkan

rusaknya DNA sel normal. Selanjutnya perubahan genetik dari sel-sel yang ada

berlanjut menjadi tahap promotion dimana sel-sel terinisiasi menjadi agen yang

meningkat pertumbuhannya menjadi massa yang lebih besar. Karena itulah

fungsi sel-sel atau jaringan yang diserang menjadi terganggu. Tahapan yang

berikutnya adalah tahap transformasi dimana sel-sel yang mengalami

multiplikasi ini bertransformasi menjadi sel malignant dan mengalami

perubahan genetik di dalamnya. Tahapan yang terakhir adalah tahap

progression dimana sel malignant yang mulai terbentuk pada fase

transformation berubah menjadi malignant tumor. Malignant tumor adalah sel

malignant yang mulai mengganas dan cenderung pada tumor ganas atau

kanker.

- Metastasis

Sel normal dapat berubah menjadi sel kanker disebabkan karena ekspresi

onkogen. Onkogen berasal dari proto onkogen yang berperan dalam aktivitas

pertumbuhan sel eukariotik normal yang bermutasi. Jika onkogen aktif maka

sel akan mengalami perubahan pertumbuhan yang tidak terkendali.

- Patogenesis molekular HCC

Mekanisme karsinogenis HCC (hepatocellular carcinoma) belum

sepenuhnya diketahui secara pasti. Apapun agen penyebabnya, transformasi

maligna hepatosit dapat terjadi melalui peningkatan perputaran (turn over) sel

hati yang diinduksi oleh cedera (injury) dan regenerasi kronik dalam bentuk

inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal ini dapat menimbulkan perubahan

genetik seperti perubahan kromosom, aktivasi onkogen seluler atau inaktivasi

gen supresor tumor, yang mungkin bersama dengan kurang baiknya

penanganan DNA mismatch, aktivasi telomerase, serta induksi faktor-faktor

pertumbuhan dan angiogenik. Hepatitis virus kronik, alkohol dan penyakit hati

Laporan Kasus BesarAsriani Asrun

Page 17: laporan kasus besar hepatoma.doc

16

metabolik seperti hemokromatosis dan defisiensi antitripsin-alfa1, mungkin

menjalankan peranannya terutama melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi,

dan sirosis). Dilaporkan bahwa HBV dan mungkin juga HCV dalam keadaan

tertentu juga berperan langsung pada patogenesis molekular HCC. Aflatoksin

dapat menginduksi mutasi pada gen supresor tumor p53 dan ini menunjukkan

bahwa faktor lingkungan juga berperan pada tingkat molekular untuk

berlangsungnya proses hepato karsinogenesis.

Hilangnya heterozigositas (LOH= lost of heterozigygosity) juga

dihubungkan dengan inaktivasi gen supresor tumor. LOH atau delesi alelik

adalah hilangnya satu salinan (kopi) dari bagian tertentu suatu genom. Pada

manusia, LOH dapat terjadi di banyak bagian kromosom. Infeksi HBV

dihubungkan dengan kelainan di kromosom 17 atau pada lokasi di dekat gen

p53. Pada kasus HCC, lokasi insersional non-selektif. Integrasi acap kali

menyebabkan terjadinya beberapa perubahan dan selanjutnya mengakibatkan

proses translokasi, duplikasi terbalik, penghapusan (delesi) dan rekombinasi.

Semua perubahan ini dapat berakibat hilangnya gen-gen supresi tumor maupun

gen-gen selular penting lainnya. Dengan analisis southern blot, potongan

(sekuen) HBV yang telah terintegrasi ditemukan di dalam jaringan tumor/HCC,

tidak ditemukan di luar jaringan tumor. Produk gen X dari HBV, lazim disebut

HBx dapat berfungsi sebagai transaktivator trannskripsional dari berbagai gen

seluler yang berhubungan dengan kontrol pertumbuhan. Ini menimbulkan

hipotesis bahwa HBx mungkin terlibat pada hepatokarsinogenesis oleh HBV.

Di wilayah endemik HBV ditemukan hubungan yang bersifat dose-

dependent antara pejanan AFB1 dalam diet dengan mutasi pada kodon 249 dari

p53. Mutasi ini spesifik untuk HCC dan tidak memerlukan integrasi HBV ke

dalam DNA tumor. Mutasi gen p53 terjadi pada sekitar 30% kasus HCC di

dunia, dengan frekuensi dan tipe mutasi yang berbeda menurut wilayah

geografik dan etiologi tumornya.

Laporan Kasus BesarAsriani Asrun

Page 18: laporan kasus besar hepatoma.doc

17

Infeksi kronik HCV dapat berujung pada HCC setelah berlangsung

puluhan tahun dan umumnya didahului oleh terjadinya sirosis. Ini

menunjukkan peranan penting dari proses cedera hati kronik diikuti oleh

regenerasi dan sirosis pada proses hepatokarsinogenesis oleh HCV.

Selain yang disebutkan di atas, mekanisme karsinogenesis HCC juga

dikaitkan dengan peran dari telomerase, insulin-like growth endothelial (IGFs)

dan insulin receptor substrate (IRS1). Untuk proliferasi HCC yang diduga

berperan penting adalah vascular endothelial growth factor (VEGF) dan basic

fibroblast growth factor (bEFG), berkat peran keduanya pada proses

angiogenesis.

5. GAMBARAN KLINIS

Pada permulaannya penyakit ini berjalan perlahan, dan banyak tanpa

keluhan. Lebih dari 75% tidak memberikan gejala-gejala khas. Ada penderita

yang sudah ada kanker yang besar sampai 10 cm pun tidak merasakan apa-apa,

berikut gejala yang ditemukan pada fase klinis yaitu :

Nyeri abdomen kanan atas

Penderita kanker hati stadium lanjut sering datang berobat karena

tidak nyaman dengan nyeri di abdomen kanan atas. Nyeri umumnya bersifat

tumpul atau menusuk, intermitten atau kontinu, sebagian area hati terasa

terbebat kencang karena pertumbuhan tumor yang cepat.

Masa Abdomen Atas

Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan menemukan hepatomegali di

bawah arcus costae kanker hati lobus kanan dapat menyebabkan batas atas

hati bergeser ke atas, tapi tanpa nodul biasa pula ditemukan splenomegali.

Perut kembung timbul karena massa tumor sangat besar dan gangguan

fungsi hati.

Anoreksia : timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran

gastrointestinal.

Laporan Kasus BesarAsriani Asrun

Page 19: laporan kasus besar hepatoma.doc

18

Letih, berat badan menurun : dapat disebabkan metabolit dari tumor ganas

dan berkurangnya masukan makanan.

Demam : timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit tumor,

umumnya tidak disertai menggigil.

Icterus : tampil sebagai kuningnya sklera dan kulit, biasanya sudah stadium

lanjut, juga karena sumbat kanker di saluran empedu atau tumor mendesak

saluran hingga timbul icterus.

Ascites juga merupakan stadium lanjut, secara klinis ditemukan perut

membuncit sering disertai odeme di kedua tungkai.

Lainnya : selain itu terdapat kecenderungan perdarahan, diare, nyeri bahu

belakang, kulit gatal dan lainnya, manifestasi sirosis hati seperti

splenomegali, venodilatasi dinding abdomen. Pada stadium akhir sering

timbul metastase paru, tulang, dan organ lain.

6. STADIUM PENYAKIT

- Stadium I : Satu fokal tumor berdiametes < 3cm yang

terbatas hanya pada salah satu segment tetapi bukan di

segment I hati

- Stadium II : Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor

terbatas pada segement I atau multi-fokal terbatas pada lobus

kanan/kiri

- Stadium III : Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri

(segment IV) atas ke lobus kanan segment V dan VIII atau

tumor dengan invasi peripheral ke sistem pembuluh darah

(vascular) atau pembuluh empedu (billiary duct) tetapi hanya

terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati.

- Stadium IV : Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai

lobus kanan dan lobuskiri hati.· atau tumor dengan invasi ke

dalam pembuluh darah hati (intra hepaticvaskuler)

ataupun pembuluh empedu (biliary duct) atau tumor

Laporan Kasus BesarAsriani Asrun

Page 20: laporan kasus besar hepatoma.doc

19

dengan invasi ke pembuluh darah di luar hati (extra hepatic

vessel) seperti pembuluh darah vena limpa (vena lienalis)

atau vena cava inferior atau adanya metastase keluar dari hati

(extra hepatic metastase).

7. DIAGNOSIS

Penegakkan diagnosa penderita karsinoma hepatoseluler dilakukan secara

sistemik yang dimulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Adapun kriteria diagnosa HCC menurut PPHI Perhimpunan Peneliti

Hati Indonesia), yaitu:

1) Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.

2) AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml.

3) Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography

Scann (CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography,

ataupun Positron Emission Tomography (PET) yang menunjukkan

adanya HCC.

4) Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya HCC.

5) Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan HCC.

Diagnosa HCC didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau

hanya satu yaitu kriteria empat atau lima.

Anamnesis

Pada anamnesa dapat diketahui riwayat penyakit terdahulu serta

bagaimana riwayat perjalanan penyakitnya yang dapat mengarahkan kita

nantinya secara lebih spesifik akan etiologi dari penyakitnya serta

bagaimana pengobatan yang paling efektif bagi penderita.Sebagian besar

penderita yang datang berobat sudah dalam fase lanjut dengan keluhan

Laporan Kasus BesarAsriani Asrun

Page 21: laporan kasus besar hepatoma.doc

20

nyeri perut kanan atas. Sifat nyeri ialah nyeri tumpul,terus-menerus,

kadang- kadang terasa hebat apabila bergerak. Di samping keluhan nyeri

perut ada pula keluhan seperti benjolan di perut kanan atas tanpa atau

dengan nyeri, perut membuncit karena adanya asites. Keluhan yang paling

umum yaitu merasa badan semakin lemah, anoreksia,dll.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik yang paling sering dijumpai antara lain

hepatomegali dengan atau tanpa bruit hepatik, splenomegali, asites atau

ikterus.

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Alphafetoprotein

Sensitivitas Alphafetoprotein (AFP) untuk mendiagnosa karsinoma

hepatoseluler 60% – 70%, artinya hanya pada 60% – 70% saja dari penderita

kanker hati ini menunjukkan peninggian nilai AFP, sedangkan pada 30% – 40%

penderita nilai AFP nya normal. Spesifitas AFP hanya berkisar 60% artinya

bila ada pasien yang diperiksa darahnya dijumpai AFP yang tinggi, belum bisa

dipastikan hanya mempunyai kanker hati ini sebab AFP juga dapat meninggi

pada keadaan bukan kanker hati seperti pada sirrhosis hati dan hepatitis kronik,

kanker testis, dan terratoma.

- AJH (aspirasi jarum halus)

Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration biopsy)

terutama ditujukan untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada

pemeriksaan radiologi imaging dan laboratorium AFP itu benar pasti suatu

hepatoma. Tindakan biopsi aspirasi yang dilakukan oleh ahli patologi anatomi

ini hendaknya dipandu oleh seorang ahli radiologi dengan menggunakan

peralatan ultrasonografi atau CT scann fluoroscopy sehingga hasil yang

diperoleh akurat.

Cara melakukan biopsi dengan dituntun oleh USG ataupun CT scan

Laporan Kasus BesarAsriani Asrun

Page 22: laporan kasus besar hepatoma.doc

21

mudah, aman, dan dapat ditolerir oleh pasien dan tumor yang akan dibiopsi

dapat terlihat jelas pada layar televisi berikut dengan jarum biopsi yang berjalan

persis menuju tumor, sehingga jelaslah hasil yang diperoleh mempunyai nilai

diagnostik dan akurasi yang tinggi karena benar jaringan tumor ini yang diambil

oleh jarum biopsi itu dan bukanlah jaringan sehat di sekitar tumor.

- Gambaran Radiologi

Pesatnya kemajuan teknologi dan komputer membawa serta juga kemajuan

dalam bidang radiologi baik peralatannya maupun teknologinya dan memaksa

dokter spesialis radiologi untuk mengikuti training dan workshop baik di dalam

ataupun di luar negeri sehingga dengan demikian menghantarkan radiologi berada

di barisan depan dalam penanggulangan penyakit kanker hati ini dan

membuktikan peranannya yang sangat penting untuk mendeteksi kanker hati.

Radiologi mempunyai banyak peralatanan seperti Ultrasonography (USG),

Color Doppler Flow Imaging Ultrasonography, Computerized Tomography

Scann (CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography,

Scintigraphy dan Positron Emission Tomography (PET) yang menggunakan

radio isotop. Pemilihan alat mana saja yang akan digunakan apakah dengan satu

alat sudah cukup atau memang perlu digunakan beberapa alat yang dipilih dari

sederetan alat-alat ini dapat disesuaikan dengan kondisi penderita.

9. SISTEM STAGING

Dalam staging klinis Karsinoma hepatoseluler terdapat pemilahan pasien

atas kelompok-kelompok yang prognosisnya berbeda, berdasarkan parameter

klinis, biokimiawi dan radiologis pilihan yang tersedia. Sistem staging yang ideal

seharusnya juga mencamtumkan penilaian ekstensi tumor,derajat gangguan fungsi

hati,keadaan umum pasien serta keefektifan terapi.

Sebagian besar pasien karsinoma hepatoseluler adalah penderita sirosis

yang juga mengurangi harapan hidup. Sistem yang banyak digunakan untuk

menilai status fungsional hati dan prediksi prognosis pasien sirosis hati adalah

Laporan Kasus BesarAsriani Asrun

Page 23: laporan kasus besar hepatoma.doc

22

system klasifikasi Child Turcotte – Pugh. Beberapa system yang diapakai untuk

staging karsinoma hepatoseluler adalah :

- Tumor-Node-Metastases (TNM) Staging System

- Okuda Staging System

-

Laporan Kasus BesarAsriani Asrun

Page 24: laporan kasus besar hepatoma.doc

23

-

-

- Cancer of the Liver Italian Program (CLIP)

- Interpretasi skor CLIP

o CLIP 0 angka harapan hidup 35 bulan

o CLIP 2 angka harapan hidup 8 bulan

o CLIP 4-6 angka harapan hidup 3 bulan

- Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC) Staging System

Laporan Kasus BesarAsriani Asrun

Page 25: laporan kasus besar hepatoma.doc

24

A : stadium awal, B : stadium intermediate, C: stadium advance, D : stadium terminal

10. PENATALAKSANAAN

Karena sirosis hati yang melatarbelakanginya serta seringnya

multinodularitas, resektabilitas KHS sangat rendah. Di samping itu kanker ini juga

sering kambuh meskipun sudah menjalani reseksi bedah kuratif. Pilihan terapi

ditetapkan berdasarkan atas ada tidaknya sirosis, jumlah dan ukuran tumor, serta

derajat pemburukan hepatik.Pada KHS stadium dini, sebelum timbul vaskular

yang dominan, bedah merupakan terapi pilihan. Tetapi, jika sudah timbul

vaskularisasi yang dominan, terapi kombinasi di antara bedah, ablasi, dan kemo

dapat merupakan pilihan. Sedangkan pada tahap menengah lanjut, digunakan

terapi transarterial chemoembolisation (TACE).TACE adalah teknik pemberian

kemo dan embolan yang dicampur secara homogen, kemudian dihantarkan ke

tumor melalui katerisasi arteria yang memberikan darahnya langsung pada massa

tumornya. Dengan demikian, terapi lebih efektif serta efisien, dan dengan efek

samping sistemik yang relatif minimal.

- Reseksi Hepatik

Laporan Kasus BesarAsriani Asrun

Page 26: laporan kasus besar hepatoma.doc

25

Untuk pasien dalam kelompok non-sirosis yang biasanya mempunyai

fungsi hati normal pilihan utama terapi adalah reseksi hepatik. Reseksi adalah

salah satu kemungkinan untuk kurasi dan luasnya reseksi ditentukan oleh

besarnya tumor. Namun untuk pasien sirosis diperlukan kriteria seleksi karena

operasi dapat memicu timbulnya gagal hati yang harapan hidupnya menurun.

Parameter yang dapat digunakan untuk seleksi adalah skor Child-Pugh dan derajat

hipertensi portal atau kadar bilirubin serum dan derajat hipertensi portal saja.

Fungsi sisa hepar atau beratnya sirosis sangat penting untuk menentukan apakah

dapat dikerjakan reseksi yang luas. Adanya sirosis memberi kenaikan morbiditas

dan mortalitas reseksi hati. Pada sirosis hepatis yang berat (Child C) reseksi

hepatis tidak dapat dilakukan.

- Transplantasi Hati

Bagi pasien HCC dan sirosis hepatis, transplantasi hati memberikan

kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan menggantikan parenkim hati yang

mengalami disfungsi. Dilaporkan kesintasan sekitar 3 tahun mencapai 80 %,

bahkan dengan perbaikan selektif pasien dan terapi perioperatif dengan obat

antiviral seperti lamivudin, ribavirin, dan interferon dapat dicapai kesintasan 5

tahun sebesar 92 %. Kematian pasca transplantasi tersering disebabkan oleh

rekurensi tumor didalam maupun diluar transplan. Rekurensi tumor bahkan

mungkin diperkuat oleh obat antirejeksi yang diberikan. Tumor yang berdiameter

kurang dari 3 cm lebih jarang kambuh dibandingkan dengan tumor yang

diameternya lebih dari v5 cm.

- Ablasi Tumor Pekutan

Destruksi sel neoplastik dapat dicapai dengan bahan kimia (alkohol, asam

asetat) atau dengan memodifikasi suhunya (radiofrucuency mikrowave, laser, dan

cryoablation). Injeksi etanol perkutan (PEI) merupakan teknik terpilih untuk

tumor kecil efikasinya tinggi, efek sampingnya rendah serta relatif murah. Dasar

kerjanya adalah menimbulkan dehidrasi, nekrosis, okulsi vaskular dan fibrosis.

Untuk tumor kecil (diameter < 5 cm) pada pasien sirosis hepatis, kesintasan 5

Laporan Kasus BesarAsriani Asrun

Page 27: laporan kasus besar hepatoma.doc

26

tahun dapat mencapao 50 %. PEI bermanfaat untuk pasien dengan tumor kecil

namun resektabilitasnya terbatas karena adanya sirosis hepatis non-child-A.

Radiofrequency ablastion (RFA) menunjukkan angka keberhasilan yang

tinggi daripada PEI dan efikasinya tertinggi untuk tumor yang kebih besar dari 3

cm, namun tetap tidak berpengaruh terhadap harapan hidup pasien, selain itu RFA

lebih mahal dan efek sampingnya lebih banyak dibanding dengan PEI.

Guna mencegah terjadinya rekurensi tumor asam poliprenoik (polyprenoic

acid) selama 12 bulan dilaporkan dapat menurunkan angka rekurensi pada bulan

ke-38 secara bermakna dibandingkan dengan kelompok plasebo (kelompk plasebo

49%, kelompok terapi PEI atau reseksi kuratif 22%)

- Terapi Paliatif

Sebagian besar pasien HCC didagnosis pada stadium menengah-lanjut

yang tidak ada terapi standarnya. Berdasarkan meta analisis, pada stadium ini

hanya TAE/TACE (transarterial embolazion/ transarterial chemo embolization)

saja yang menunjukkan penurunan pertumbuhan tumor serta dapat meningkatkan

harapan hidup pasien dengan HCC yang tidak resektable. TACE dengan frekuensi

3 hingga 4 kali setahun dianjurkan pada pasien yang fungsi hatinya cukup baik

serta tumor multinodular asimptomatik tanpa invasi vaskular atau penyebaran

ekstrahepatik, yang tidak dapat diterapi secara radikal. Sebaliknya pada pasien

yang dalam keadaan gagal hati, serangan iskemik akibat terapi ini dapat

mengakibatkan efek samping yang berat. Adapun beberapa jenis terapi lain untuk

HCC yang tidak resektable seperti imunoterapi dengan inteferon, terapi

antiesterogen, antiandrogen,oktreoid, radiasi internal, kemoterapi arterial, atau

sistemik masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan penilaian

yang meyakinkan.

BAB IV

KESIMPULAN

Laporan Kasus BesarAsriani Asrun

Page 28: laporan kasus besar hepatoma.doc

27

Karsinoma hepatoseluler adalah suatu tumor ganas primer pada hati yang

paling sering ditemukan. Faktor risiko karsinoma hepatoseluler adalah infeksi

hepatitis B, infeksi hepatitis C, alkohol, aflatoxin B1, dan sirosis. Gejala klinis

karsinoma hepatoseluler adalah sakit perut, rasa penuh, bengkak di perut kanan,

nafsu makan berkurang dan rasa lemas.

Sebagian besar HCC terjadi pada sirosis hepatis yang disebabkan oleh

faktor risiko yang sudah dikenal dan dapat dicegah (HBV,HCV,alkohol,dan

NASH). Infeksi HBV dan HCV adalah penyebab terpenting HCC. Sebagian besar

kasus HCC berprognosis buruk karena tumor yang besar/ganda dan penyakit hati

yang lanjut serta ketiadaan atau ketidak mampuan penerapan terapi yang

berpotensi kuratif.

Diagnosis karsinoma hepatoseluler ditegakkan bila ditemui dua atau lebih

dari lima kriteria atau hanya satu yaitu kriteria empat atau lima dari PPHI.

Pemeriksaan karsinoma hepatoseluler terdiri dari laboratorium, biopsi, radiologi

imaging berupa USG, CT Scan, dan MRI. Pengobatan karsinoma hepatoseluler

meliputi tindakan bedah hati, transplantasi hati, tindakan non bedah hati seperti

injeksi lokal dan kemoterapi.

DAFTAR PUSTAKA

Laporan Kasus BesarAsriani Asrun

Page 29: laporan kasus besar hepatoma.doc

28

1. Purnawan Junadi, Atiek. S. Soemasto, Gusna Amelz. Kapita Selekta

Kedokteran, Edisi Kedua, Penerbit Media Aescullapius, FKUI, 1982.

2. Vinay Kumar, Ramzi S Cotran, Stanley L Robbins, 2007, Buku Ajar

Patologi, Edisi 7, Volume 2, Jakarta, EGC, Halaman 452-456.

Widodo Judarwanto, 2013.

3. Anonim, 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed-4, Pusat Penerbitan

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,

455-459.

4. Anonim, 2009, Hepatocellular Carcinoma, diambil dari

http://www.medicinenet.com/liver_cancer/article.htm, diakses 2 Desember

2009.

5. Mauss, et. Al., 2009, Hepatology : A Clinical Textbook, Flying Publisher,

Jerman, 321-329.

6. Oberfield, Richard et al., 1989, Liver Cancer, diambil dari

http://caonline.amcancersoc.org/cgi/reprint/39/4/206, diakses 2 Desember

2009..

7. Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid I. Edisi IV. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Laporan Kasus BesarAsriani Asrun