kasus besar dr aritantri sp.pd

61
LAPORAN KASUS BESAR CKD STAGE V DENGAN CHF NYHA IV Oleh : Muhammad Alfian G99141131 Daniel Purbo G99141132 Mifta Wiraswesti G99141133 Silvia Imnatika F. G99141134 Pembimbing dr. Aritantri Darmayani , M.Sc. Sp.PD KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI S U R A K A R T A 2015 1

Upload: daniel-purbo-rinanto

Post on 11-Sep-2015

317 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

kasus besar

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS BESAR

CKD STAGE V DENGAN CHF NYHA IV

Oleh :Muhammad Alfian G99141131Daniel Purbo G99141132Mifta Wiraswesti G99141133Silvia Imnatika F. G99141134

Pembimbing

dr. Aritantri Darmayani , M.Sc. Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAMFAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDIS U R A K A R T A2015

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus Besar Ilmu Penyakit Dalam dengan judul :

CKD STAGE V DENGAN CHF NYHA IV

Oleh : Muhammad Alfian G99141131Daniel Purbo G99141132Mifta Wiraswesti G99141133Silvia Imnatika F. G99141134

Telah disahkan pada hari , tanggal April 2015

Pembimbing

dr. Aritantri Darmayani , M.Sc. Sp.PD

LAPORAN KASUS

I. Identitas PenderitaNama: Tn. S Umur: 44 tahunJenis Kelamin: Laki-laki Agama: IslamPekerjaan: Pegawai Negeri SipilAlamat: Nguntoronadi, WonogiriNo. RM: 01295343Masuk Bangsal: 29 Maret 2015Pemeriksaan: 29 Maret 2015

II. DATA DASARAnamnesis dilakukan pada tanggal 29 Maret 2015 di IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta

A. Keluhan Utama : Sesak nafas sejak 1 bulan SMRS

B. Riwayat Penyakit Sekarang :Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak yang dirasakan memberat sejak 1 hari SMRS. Sesak nafas dirasakan terus menerus tidak dipengaruhi oleh cuaca dingin maupun makanan dan minuman tertentu. Sesak dirasakan memberat ketika pasien beraktivitas fisik dan berkurang dengan istirahat walau masih sesak. Pasien selama 1 bulan terakhir sudah mengeluhkan badan tidak enak dan terasa sesak terutama ketika pasien berjalan jauh dan kadang juga muncul saat beristirahat.. Pasien biasa tidur dengan 3 bantal karena merasa lebih nyaman dibanding dengan tidur terlentang dengan 1 bantal atau tanpa bantal. Pasien juga sering terbangun pada malam hari dikarenakan sesak. Nyeri dada (-), batuk (-), mengi (-). Pasien juga mengeluhkan badan lemas sejak 1 bulan terakhir SMRS. Lemas dirasakan terus menerus tidak dipengaruhi oleh pemberian makan maupun dengan istirahat. Lemas dirasakan diseluruh tubuh disertai dengan kepala berputar seperti akan jatuh saat pasien berpindah posisi dari duduk ke berdiri.Pasien juga mengeluhkan mual yang dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Mual dirasakan hilang timbul, tidak dipengaruhi oleh makanan maupun minuman. Mual berkurang ketika pasien selesai menjalani cuci darah namun beberapa waktu kemudian mual kembali. Muntah (-) Pasien BAK 1 hari 5-6x sebanyak gelas belimbing. Berwarna kuning jernih, nyeri (-), anyang-anyangan (-). BAB tidak ada keluhan. Sebelumnya pasien memeriksakan ke RS Dr. Oen dan dikatakan gagal ginjal sehingga harus menjalani cuci darah. Pasien sudah menjalani cuci darah sebanyak 2x. Cuci darah terakhir 2 minggu sebelum pasien datang ke IGD RSDM dengan rujukan dari RS. Dr. Oen karena kamar penuh. Pasien kemudian selama 2 minggu tidak menjalani cuci darah karena belum dapat jadwal. Pasien memiliki riwayat darah tinggi sejak 2 tahun SMRS namun tidak minum obat rutin. Minum hanya ketika dirasakan tekanan darahnya naik. C. Riwayat Penyakit Dahulu :1. Riwayat sakit jantung: disangkal2. Riwayat alergi : disangkal3. Riwayat sakit liver: disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga1. Riwayat sakit tekanan darah tinggi : disangkal2. Riwayat sakit gula: disangkal3. Riwayat asma: disangkal4. Riwayat sakit jantung: disangkal5. Riwayat sakit ginjal : disangkal6. Riwayat TB: disangkal

Keterangan = Laki-laki = Pasien = Perempuan = Meninggal Dunia

E. Riwayat Kebiasaan1. Riwayat merokok: disangkal2. Riwayat minum minuman keras: disangkal3. Riwayat olah raga teratur: disangkal4. Riwayat minum suplemen : 2 tahun yang lalu

F. Riwayat GiziPasien makan 3 kali sehari dengan porsi 1 piring nasi penuh. Semenjak mual pasien menjadi sedikit makan.

G. Riwayat sosial ekonomiPenderita adalah seorang laki-laki 44 tahun yang bekerja sebagai pegawai negeri. Berobat dengan fasilitas BPJS.

H. Anamnesis Sistem1. Keluhan utama : sesak nafas 2. Kulit : kuning(-), kering(-), pucat(-), menebal(-), gatal (-), bercak-bercak kuning (-), luka (-), bintik-bintik perdarahan pada kulit (-), keringat malam (-).3. Kepala : pusing (-), nyeri kepala (-), nggliyer (+), kepala terasa berat (-),perasaan berputarputar (-), rambut mudah rontok (-).4. Mata : mata berkunang kunang (+), pandangan kabur(-), gatal (-), mata kuning (-),bengkak (-), bola mata menonjol (-), 5. Hidung : tersumbat (-), keluar darah (-), keluar lendir atau air berlebihan (-), gatal (-).6. Telinga : keluar cairan atau darah (-), pendengaran berdenging (+).7. Mulut : bibir kering (-), gusi mudah berdarah (-), gigi mudah goyah (-), sulit berbicara (-), 8. Tenggorokan : rasa kering dan gatal (-), nyeri untuk menelan (-), sakit tenggorokan (-), suara serak (-).9. Sistem respirasi: sesak (-), batuk (-), dahak (-), darah (-), nyeri dada (-), mengi (-).10. Sistem kardiovaskuler: nyeri dada (-), terasa ada yang menekan (-), sering pingsan (-), berdebar-debar(-), keringat dingin (-), ulu hati terasa panas(-).11. Sistem gastrointestinal : mual (+), muntah (-), sebah (-), kembung (-), cepat kenyang(-), perut terasa penuh (-), nafsu makan menurun (+), nyeri perut (-), diare (-), sulit BAB (-), BAB berdarah (-), perut nyeri setelah makan (-), BAB warna seperti dempul (-), BAB warna hitam (-).12. Sistem muskuloskeletal: lemas (+), kaku sendi (-), nyeri sendi (-), bengkak sendi (-), nyeri otot (-), kaku otot (-), kejang (-).13. Sistem genitourinaria: nyeri saat BAK (-), panas saat BAK (-), sering buang air kecil (-), air kencing warna seperti teh (-), BAK darah (-), nanah (-), rasa gatal pada saluran kencing (-), rasa gatal pada alat kelamin (-), anyang-anyangen (-).14. Ekstremitas :Atas: luka (-/-), kesemutan (-/-), bergetar (-/-), ujung jari terasa dingin (-/-), bengkak (-/-), lemah (-/-).Bawah : luka (-/-), kesemutan (-/-), bergetar (-/-), ujung jari terasa dingin (-/-), bengkak (+/+), lemah (-/-).

III. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 29 Maret 2015Keadaan UmumTanda VitalCompos Mentis, Tampak sakit berat, GCS E4V5M6Tensi : 230/100 mmHgNadi : 110x/ menit, irama reguler, isi dan tegangancukup, equalFrekuensi Respirasi : 28x/menit, regulerSuhu : 36.50C (per axiller)VAS : 2

Status giziBB : 60 kgTB : 165 cmBMI : 22,03 kg/m2Kesan : gizi cukup.

KulitWarna coklat, turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-), kering (-), teleangiektasis (-), petechie (-), ekimosis (-), ikterik (-)

KepalaRambut warna hitam, lurus, mudah rontok (-), luka (-)

MataMata cekung (-/-), konjunctiva pucat (+/+), sklera ikterik(-/-), perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-), strabismus (-/-), eksopthalmus (-/-)

TelingaSekret (-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-)

HidungNafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)

MulutSianosis (-), gusi berdarah (-), bibir kering (-), pucat (-), lidah tifoid (-), papil lidah atrofi (+), stomatitis (-), luka pada sudut bibir (-)

LeherJVP R+5 cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran limfonodi cervical (-), leher kaku (-), distensi vena-vena leher (-).

ThoraxBentuk normochest, simetris, retraksi intercostal (-), spider nevi (-), pernafasan abdominotorakal, sela iga melebar (-), pembesaran KGB axilla (-/-), KGB supraklavikuler (-/-), KGB infraklavikuler (-/-)

Jantung :

InspeksiIktus kordis tampak di SIC VI linea medioclavicularis sinistra

PalpasiIktus kordis teraba di SIC VI linea medioclavicularis sinistra, tidak kuat angkat, thrill (-)

PerkusiBatas jantung kanan atas : SIC II linea sternalis dextraBatas jantung kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextraBatas jantung kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistraBatas jantung kiri bawah : SIC VI linea medioclavicularis sinistra konfigurasi jantung kesan melebar

AuskultasiBunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-).

Pulmo :Anterior

InspeksiStatisDinamisNormochest, simetris, sela iga tidak melebarPengembangan dada simetris kanan = kiri, retraksi intercostal (-)

PalpasiStatisDinamisSimetrisPergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri

PerkusiKanan Kirisonor sonor

AuskultasiKananKiri

Suara dasar: vesikuler, RBH(+/+)Suara dasar: vesikuler, RBH(+/+)

Pulmo :Posterior

InspeksiStatisDinamisNormochest, simetris.Pengembangan dada simetris kanan = kiri,retraksi intercostal (-).

PalpasiStatisDinamisSimetrisPergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri

Perkusi Kanan KiriSonorSonor

AuskultasiKananKiriSuara dasar: vesikuler, RBH(+/+)Suara dasar: vesikuler, RBH (+/+)

Abdomen :

InspeksiDinding perut setinggi dinding dada, distended (-), venektasi (-), sikatrik (-), striae (-), caput medusae (-),ikterik (-)

AuscultasiPeristaltik (+) 10 x/menit normal , bruit hepar (-),bising epigastrium (-)

PerkusiTimpani, liver span : 6 cm LMCD normal

PalpasiSupel, nyeri tekan epigastrium (-), defans muskuler (-), hepar : tidak teraba, lien : tidak teraba

Ekstremitas

Akral dinginOedem

__

__

--

++

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANGLaboratorium Darah (29 Maret 2015)

PmxSatuanRujukan

HEMATOLOGI RUTIN

Hb 7.5g/dl13.5-17.5

Hct227,9%33 45

AL6.6103/L4.5-11

AT124103/L150-450

AE2.43106/L4,1 - 5,1

Kreatinin19.0mg/dl0.8 - 1.3

Ureum306mg/dl90Kerusakan ginjal dengan GFR normal/meningkat

260-89Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan

330-59Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR sedang

415-29Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR berat

5 5 tahun sering disebabkan oleh penyakit yang diturunkan (penyakit ginjal polikistik) dan penyakit didapat (glomerulonefritis kronis).11-15

Tabel 2. Kondisi yang meningkatkan risiko terjadinya CKDRiwayat keluarga dengan penyakit polikistik ginjal atau penyakit ginjal genetikBayi berat lahir rendahAnak dengan riwayat gagal ginjal akutHipoplasia atau displasia ginjalPenyakit urologi terutama uropati obstruktifRefluks verikoureter yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih dan parut ginjalRiwayat menderita sindrom nefrotik atau sindrom nefritis akutRiwayat menderita sindrom hemolitik uremikRiwayat menderita Henoch Schoenlein PurpuraDiabetes melitusLupus Eritrematosus SistemikRiwayat menderita tekanan darah tinggi

Sumber: Hogg, 2003

6. PatogenesisMekanisme patogenesis yang pasti dari penurunan progresif fungsi ginjal masih belum jelas, akan tetapi diduga banyak faktor yang berpengaruh, yaitu diantaranya jejas karena hiperfiltrasi, proteinuria yang menetap, hipertensi sitemik atau hipertensi intrarenal, deposisi kalsium-fosfor, dan hiperlipidemia. Jejas karena hiperfiltrasi ditenggarai sebagai cara yang umum dari kerusakan glomerular, tidak tergantung dari penyebab awal kerusakkan ginjal. Nefron yang rusak akan mengakibatkan nefron normal lainnya menjadi hipertrofi secara struktural dan secara fungsional mempunyai keaktifan yang berlebihan, ditandai dengan peningkatan aliran darah glomerular.10Secara umum terdapat tiga mekanisme patogenesis terjadinya CKD yaitu glomerulosklerosis, parut tubulointerstisial, dan sklerosis vascular.3,11-13a. GlomerulosklerosisProses sklerosis glomeruli yang progresif dipengaruhi oleh sel intra-glomerular dan sel ekstra-glomerular. Kerusakan sel intra-glomerular dapat terjadi pada sel glomerulus intrinsik (endotel, sel mesangium, sel epitel), maupun sel ekstrinsik (trombosit, limfosit, monosit/makrofag).

Gambar 1. Progresifitas glomerulosklerosis (Sumber: Nahas, 2003)

Peran sel endotel

Sel endotel glomerular berperan penting dalam menjaga integritas jaringan vaskular atau vascular bed termasuk glomeruli. Di dalam kapiler glomerular, sel endotel dapat mengalami kerusakan akibat gangguan hemodinamik (shear stress), atau gangguan metabolik dan imunologis. Kerusakan tersebut berhubungan dengan reduksi atau kehilangan fungsi antiinflamasi dan antikoagulasi sehingga mengakibatkan aktivasi dan agregasi trombosit serta pembentukan mikro trombus pada kapiler glomerulus.

16

Hal ini juga menyebabkan mikro inflamasi yang menarik sel-sel inflamasi (terutama monosit) sehingga berinteraksi denga sel mesangium dan akhirnya terjadi aktivasi, proliferasi, serta produksi matriks ekstraselular atau extracellular matrix (ECM).

Peran sel mesangiumKerusakan sel mesangium primer aupun sekunder dapat menyebabkan glomerulosklerosis. Misalnya setelah terjadi mikroinflamasi, monosit menstimulasi proliferasi sel mesangium melalui pelepasan mitogen (seperti platelet derived growth factor atau PDGF). Hiperselularitas sel mesangium tersebut mendahului terjadinya sklerosis mesangium. Akibat pengaruh dari growth factor seperti TGF-1, sel mesangium yang mengalami proliferasi dapat mejadi sel miofibroblas, yang mensintesis komponen ECM termasuk kolagen interstisial tipe III, yang bukan merupakan komponen normal ECM glomerulus. Resolusi sklerosis mesangial dan glomerular tergantung pada keseimbangan antara sintesis ECM yang meningkat dengan pemecahan oleh glomerular kolagenase atau metaloproteinase.

Peran sel epitelKetidakmampuan podosit untuk bereplikasi terhadap jejas dapat menyebabkan stretching di sepanjang membran basalis glomerulus atau glomerular basement membrane (GBM) sehingga area tersebut menarik sel-sel inflamasi dan sel-sel tersebut berinteraksi dengan sel parietal epitel menyebabkan formasi adesi kapsular dan glomeruloslerosis. Hal ini menyebabkan akumulasi material amorf di celah paraglomerular, kerusakan glomerular-tubular junction, dan pada akhirnya terjadi atrofi tubular serta fibrosis interstisial.

Peran trombosit dan koagulasiTrombosit dan produk yang dihasilkannya terdeteksi dalam glomerulus yang mengalami nefropati. Stimulasi kaskade koagulasi mengaktifkan sel mesangium dan menginduksi sklerosis. Trombin mestimulasi prosukdi TGF-1 yang menyebabkan produksi ECM mesangial dan inhibisi metaloproteinase. Glomerulosklerosis tergantung pada keseimbangan aktivitas trombus/antiproteolitik dengan antikoagulan/proteolitik yang diatur oleh sistem regulasi plasminogen.

Peran limfosit dan monosit/makrofagSel limfosit T-helper dan T-cytotoxic, monosit, dan makrofag terdapat dalam glomerulus yang rusak. Keseimbangan antara sel limfosit Th-1 yang bersifat inflamasi dan sel Th-2 yang bersifat antiinflamasi diduga berperan penting dalamresolusi atau bahkan progresifitas glomerulosklerosis. Deplesi sel monosit atau makrofag memiliki efek proteksi karena sel-se tersebut dapat memproduksi sitokindan growth factor yang mengakibatkan glomerulosklerosis.

Gambar 2 Peran berbagai sel dalam terjadinya glomerulosklerosis

Sumber: Nahas, 2003

Parut tubulointerstisialDerajat keparahan tubulointerstitial fibrosis (TIF) lebih berkorelasi dengan fungsi ginjal dibangdingkan dengan glomerulosklerosis. Proses ini termasuk inflamasi, proliferasi fibroblas interstisial dan deposisi ECM yang berlebih. Sel tubular yang mengalami kerusakan berperan sebagai antigen presenting cell yang mengekspresikan cell adhesion molecules dan melepaskan sel mediator inflamasi seperti sitokin, kemokin, dan growth factor, serta meningkatkan produksi ECM dan menginvasi ruang periglomerular dan peritubular. Resolusi deposisi ECM tergantung pada dua jalur yaitu aktivasi matriks metaloproteinase dan aktivasi enzim proteolitik plasmin oleh aktivator plasminogen. Parut ginjal terjadi akibat gangguan kedua jalurkolagenolitik tersebut, sehingga teradi gangguan keseimbangan produksi ECM dan

pemecahan ECM yang mengakibatkan fibrosis yang irreversibel.

Gambar 3 Patomekanisme terjadinya parut tubulointerstisial

Sumber: Nahas, 2003

Sklerosis vaskular

Perubahan pada arteriol dan kerusakan kapiler peritubular oleh berbagai sebab (misalnya diabetes, hipertensi, glomerulonefritis kronis) akan menimbulkan terjadinya eksaserbasi iskemi interstisial dan fibrosis. Iskemi serta hipoksia akan menyebabkan sel tubulus dan fibroblas untuk memproduksi ECM dan mengurangi aktivitas kolagenolitik. Kapiler peritubular yang rusak akan menurunkan produksi proangiogenic vascular endothelial growth factor (VEGF) dan ginjal yang mengalamiparut akan mengekspresikan thrombospondin yang bersifat antiangiogenic sehingga terjadi delesi mikrovaskular dan iskemi.

Manifestasi klinisManifestasi klinis CKD sangat bervariasi, tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Bila glomerulonefritis merupakan penyebab CKD, maka akan didapatkan edema, hipertensi, hematuria, dan proteinuria. Anak dengan kelainan kongenital sistem traktus urinarius, seperti renal dysplasia atau uropati obstruksi akan ditemukan gagal tumbuh, gejala infeksi saluran kemih berulang, dan gejala nonspesifik lainnya.Penderita CKD stadium 1-3 (GFR > 30 mL/min) biasanya asimtomatik dan gejala klinis biasanya baru muncul pada CKD stadium 4 dan 5. Kerusakan ginjal yang progresif dapat menyebabkan:3,11,13,14Peningkatan tekanan darah aibat overload cairan dan produksi hormon vasoaktif (hipertensi, edem paru dan gagal jantung kongestif) Gejala uremia (letargis, perikarditis hingga ensefalopati) Akumulasi kalium dengan gejala malaise hingga keadaan fatal yaitu aritmia Gejala anemia akibat sintesis eritropoietin yang menurun Hiperfosfatemia dan hipokalsemia (akibat defisiensi vitamin D3) Asidosis metabolik akibat penumpuan sulfat, fosfat, dan asam urat

Pemeriksaan PenunjangLaboratoriumPemeriksaan analisis urin awal dengan menggunakan tes dipstick dapat mendeteksi dengan cepat adanya proteinuri, hematuri, dan piuri.3,13 Pemeriksaan mikroskopis urin dengan spesimen urin yang telah disentrufugasi untuk mencari adanya sel darah merah, sel darah putih, dan kast. Sebagian besar anak dengan CKD memiliki banyak hyalin cast. Granular cast yang berwarna keruh kecoklatan menunjukkan nekrosis tubular akut, sedangkan red cell cast menunjukkn adanya suatu glomerulonefritis.4Untuk diagnostik dan pengamatan anak dengan CKD diperlukan pemeriksaan kimiawi serum, seperti pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin serum merupakan tes yang paling penting, sedangkan pemeriksaan kadar natrium, kalium, kalsium, fosfat, bikarbonat, alkalin fosfatase, hormon paratiroid (PTH), kolesterol, fraksi lipid penting untuk terapi dan pencegahan komplikasi CKD. Anemia merupakan temuan klinis penting pada CKD dan dapat menunjukkan perjalanankronis gagal ginjal sehingga pemeriksaan darah lengkap atau complete blood countharus dilakukan.4

Laju filtrasi glmerulus setara dengan penjumlahan laju filtrasi di semua nefron yang masih berfungsi sehingga perkiraan GFR dapat memberikan pengukuran kasar jumlah nefron yang masih berfungsi. Pemeriksaan GFR biasanya dengan menggunakan creatinine clearance, akan tetapi untuk pemeriksaan ini kurang praktis karena membutuhkan pengumpulan urin 24 jam. Untuk kepentingan praktis perhitungan GFR digunakan rumus berdasarkan formula Schwartz atau Counahan- Barrat, yaitu seperti yang terdapat pada Tabel 3 dibawah ini:

Tabel 3 Perkiraan GFR pada anak menggunakan kreatinin serum dan tinggi badan

Pengarang, Tahun

Persamaan (Jumlah subjek) Schwartz et al(N=186) Ccr (mL/min/1.73 m2) = 0.55 x tinggi badan (cm)

Cr serum (mg/dL)Counahan et al(N=108) GFR (mL/min/1.73 m2) = 0.43 x tinggi badan (cm)

Cr serum (mg/dL)Sumber: Hogg, 2003

PencitraanPemeriksaan pencitraan dapat membantu menegakkan diagnosis CKD dan memberikan petujuk kearah penyebab CKD.4-5 Foto polos: untuk melihat batu yang bersifat radioopak atau nefrokalsinosis. Ultrasonografi: merupakan pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan karena aman, mudah, dan cukup memberikan informasi. USG merupakan modalitas terpilih untuk kemungkinan penyakit ginjal obstruktif. Meskipun USG kurang sensitif dibandingkan CT untuk mendeteksi massa, tetapi USG dapat digunakan untuk membedakan kista jinak dengan tumor solid, juga sering digunakan untuk menentukan jenis penyakit ginjal polikistik. CT Scan: Dapat menentukan massa ginjal atau kista yang tidak terdeteksi pada pemeriksaan USG dan merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk mengidentifikasi batu ginjal. CT Scan dengan kontras harus dihindari padapasien dengan gangguan ginjal untuk menghindari terjadinya gagal ginjal akut. MRI: Sangat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan pemeriksaan CT tetapi tidak dapat menggunakan kontras. MRI dapat dipercaya untuk mendeteksi adanya trombosis vena renalis. Magnetic resonance angiography juga bermanfaat untuk mendiagnosis stenosis arteri renalis, meskipun arteriografi renal tetap merupakan diagnosis standar. Radionukleotida: Deteksi awal parut ginjal dapat dilakukan dengan menggunakan radioisotope scanning 99m-technetium dimercaptosuccinic acid (DMSA). Pemeriksaan ini lebih sensitif dibandingkan intravenous pyelography (IVP) untuk mendeteksi parut ginjal dan merupakan diagnosis standar untuk mendeteksi nefropati refluks. Voiding cystourethrography: Dapat dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan radionukleotida untuk mendeteksi refluks vesikoureter. Retrogade atau anterogade pyelography: Dapat digunakan lebih baik untuk mendiagnosis dan menghilangkan obstruksi traktus urinarius. Pemeriksaan ini diindikasikan apabila dari anamnesis didapatkan kecurigaan gagal ginjal meskipun USG dan CT scan tidak menunjukkan adanya hidronefrosis. Pemeriksaan tulang: Hal ini bermanfaat untuk mengevaluasi hiperpartiroid sekunder yang merupakan bagian dari osteodistrofi, dan juga perkiraan usia tulang untuk memberikan terapi hormon pertumbuhan.

PenatalaksanaanEvaluasi dan penanganan pasien dengan CKD memerlukan pengertian konsep terpisah namun saling berhubungan mengenai diagnosis, kondisi komorbid, derajat keparahan penyakit, komplikasi penyakit dan risiko hilangnya fungsi ginjal serta peyakit kardiovaskular.2,4anak dengan CKD harus dievaluasi untuk menentukan:2 Diagnosis (jenis penyakit ginjal) Kondisi komorbid (hiperlipidemi) Derajat keparahan, yang dinilai menggunakan fungsi ginjal Komplikasi, berhubungan dengan derajat kerusakan ginjal Faktor risiko kehilangan fungsi ginjal Risiko penyakit kardiovaskularSedangkan terapi untuk CKD meliputi:2 Terapi spesifik, berdasarkan diagnosis Evaluasi dan penanganan kondisi komorbid Memperlambat kerusakan fungsi ginal Pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskularPencegahan dan terapi penyakit komplikasi (hipertensi, anemia,gagal tumbuh) Penggantian fungsi ginjal dengan dialisis atau bahkan transplantasi ginjal

Terapi dislipidemiDislipidemi merupakan faktor risiko primer penyakit kardiovaskular dan komplikasi penyakit ginjal progresif karena dapat menyebabkan aterosklerosis difus dan iskemi renal.6 Abnormalitas lipid pada CKD paling sering adalah peningkatan trigliserida, low density lipoprotein (LDL) yang diakibatkan gangguan klirens.15 Rekomendasi dari KDOQI bertujuan mengurangi kadar kolsterol < 100 mg/dL dan trigliserid < 200 mg/dL. Atorvastatin dan kolestiramin efektif dan aman digunakan pada anak.1,3-5,11,15

Terapi HipertensiHipertensi menyebabkan kerusakan langsung pembuluh darah nefron sehingga ginjal kehilangan kemampuan otoregulasi tekanan dan laju filtrasi glomerulus dengan hasil akhir hiperfiltrasi yang bermanifestasi sebagai albuminuri.15 Target tekanan darah pada anak dengan CKD adalah dibawah persentil 90 sesuai usia dan jenis kelamin.4 Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI) dan angiotensin receptor blocker (ARB) lebih efektif dibandingkan antihipertensi lain dalam mencegah progresifitas kerusakan ginjal karena obat-obatan tersebut menurunkan tekanan intraglomerular dan proteinuri melalui efek langsung terhadap tekanan darah sistemik dan sirkulasi glomerulus.4,5,11,13,

Terapi anemiaAnemia pada penyakit ginjal kronis teradi akibat produksi eritropoietin yang menurun dan massa sel tubular renal yang berkurang. Kompensasi jantung terhadap anemia menyebabkan hipertrofi ventrikel dan kardiomiopati sehinga meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung atau penyakit jantung iskemik.15 Rekomendasi KDOQI menyebutkan target hemoglobin 11 hingga 12 g/dL pada penderita CKD, dan penderita dengan kadar feritin serum < 100 ng/mL harus mendapat suplementasi besi.1,15 Recombinant human erythropoietin (rHuEPO) dengan dosis 50-150 mg/kgBB/hari subkutan digunakan untuk anemia akibat CKD.1,4,5,11

Terapi osteodistrofiAnak dengan CKD mengalami penurunan kadar kalsitriol serum (1,25 dihidroksi vitamin D) dan peningkatan kadar hormon paratiroid (PTH) serum sehingga KDOQI menganjurkan pemeriksaan kadar kalsium dan fosfat setiap bulan dan kadar PTH minimal setiap 3 bulan.4 Pasien dengan kadar PTH tinggi (> 300 pg/mL) dapat diberikan vitamin D aktif (Rocatrol) 0.01-0.05 g/kgBB/hari untuk mensupresi sekresi PTH serta harus membatasi asupan fosfat dari diet.4,11,15

Hormon pertumbuhanGangguan hypothalamic-pituitary-growth hormone axis berkontribusi terhadap resistensi hormon pertumbuhan pada kadaan uremia. Menurut KDOQI, recombinant human growth factor (rHuGH) 0.05 g/kgBB/hari subkutan dapat dipertimbangkan apabila tinggi anak untuk usia kronologis < 2 standar deviasi dan anak dengan growth velocity < 2 SD.1,11

DietDiet memegang peranan penting pada anak CKD karena penderita rentan terhadap malnutrisi dan hipoalbuminemi.15 Tantangan bagi dokter anak dan ahli gizi adalah untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal.4 Kebutuhan energi harus memenuhi recommended dietary allowance (RDA) untuk anak normal dengan tinggi sesuai. Jika terapat malnutrisi, asupan kalori dapat ditingkatkan untuk memperbaiki penambahan berat badan dan pertumbuhan linier. Asupan kalori harus cukup untuk meningkatkan efisiensi protein (protein-sparing effecct) dan mencegah pasien dari proses katabolik. Diet restriksi protein hingga kini masih menjadi perdebatan.4,5 Analisis Cochrane menyimpulkan bahwa restriksi protein dapat mengurangi proteinuri pada nefropati diabetes. Sedangkan rekomendasi KDOQI menganjurkan asupan protein 0.8 hingga1 g/kgBB/hari dan asupan kalori sebesar 30-35 kcal/kgBB/hari pada anak CKD. Pada CKD stadium 1-4, asupan natrium dibatasi 2000 mg/hari, kalsium 1200 mg/hari, dan kalium serta fosfat dinilai berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium. Pada CKD stadium 5 asupan kalium, fosfat, kalsium, natrium dan cairan perlu dibatasi. 1-3,15

Pencegahan

Dokter anak berperan dalam skrining pasien anak dengan risiko tinggi, mencegah kerusakan ginjal, dan merubah perjalanan penyakit CKD dengan melakukan terapi awal dan pengawasan progresifitas penyakit. Pencegahan ini memiliki 3 aspek penting yaitu pencegahan

1. Primer, bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi pemaparan terhadap faktor-faktor yang dapat menyebabkan penyakit ginjal. Misalnya strategi untuk mengurangi pemaparan antenatal terhadap infeksi, pencegahan penyakit ginjal yang diturunkan dengan cara konseling genetik, pencegahan obesitas, deteksi awal dan penanganan hipertensi dan kencing manis.2. Sekunder, dimana pencegahan terjadinya progresifitas kerusakan ginjal dari CKD stadium 1-5 dengan melakukan penanganan yang tepat pada setiap stadium CKD.3. Tersier, berfokus pada penundaan komplikasi jangka panjang, disabilitas atau kecacatan akibat CKD dengan cara renal replacemet therapy misalnya dialisis atau transplantasi ginjal.

PrognosisPrognosis pasien CKD berdasarkan data epidemiologi dan angka kematian meningkat sejalan dengan fungsi ginjal yang memburuk. Penyebab kematian utama pada CKD adalah penyakit kardiovaskular. Dengan adanya renal replacement therapy dapat meningkatkan angka harapan hidup pada CKD stadium 5

Transplantasi ginjal dapat menimbulkan komplikasi akibat pembedahan. CAPD meningkatkan angka harapan hidup dan quality of life dibandingkan hemodialisis dan dialisis peritoneal.3,11,13

Congestive Heart Failure

A. PENGERTIANGagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Smletzer, 2002)

B. ETIOLOGIMenurut Hudak dan Gallo (2000)penyebab kegagalan jantung yaitu:1. Disritmia, seperti: brakikardi, takikardi dan kontraksi premature yang sering dapat menurunkan curah jantung.2. Malfungsi katub dapat menimbulkan kegagalan pompa baik oleh kelebihan beban tekanan (obstruksi pada pengaliran keluar dari pompa ruang, seperti stenosis katub aortik atau stenosis pulmonal), atau dengan kelebihan beban volume yang menunjukkan peningkatan volume darah ke ventrikel kiri.3. Abnormalitas Otot Jantung: Menyebabkan kegagalan ventrikel meliputi infark miokard, aneurisma ventrikel, fibrosis miokard luas (biasanya dari aterosklerosis koroner jantung atau hipertensi lama), fibrosis

endokardium, penyakit miokard primer (kardiomiopati), atau hipertrofi luas karena hipertensi pulmonal, stenosis aorta atau hipertensi sistemik.4. Ruptur Miokard: terjadi sebagai awitan dramatik dan sering membahayakan kegagalan pompa dan dihubungkan dengan mortalitas tinggi. Ini biasa terjadi selama 8 hari pertama setelah infark.

Menurut Smeltzer (2002) penyebab gagal jantung kongestif yaitu:a. Kelainan otot jantung b. Aterosklerosis koronerc. Hipertensi sistemik atau pulmonal(peningkatan afterload)d. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratife. Penyakit jantung lain

C. MANIFESTASI KLINISMenurut Hudak dan Gallo (2000), Gejala yang muncul sesuai dengan gejala gagal jantung kiri diikuti gagal jantung kanan dan terjadinya di dada karena peningkatan kebutuhan oksigen. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda tanda gejala gagal jantung kongestif biasanya terdapat bunyi derap dan bising akibat regurgitasi mitral.a. Gagal Jantung Kiri1. Gelisah dan cemas2. Kongesti vaskuler pulmonal3. Edema4. Penurunan curah jantung5. Gallop atrial (S3)6. Gallop ventrikel (S4)7. Crackles paru8. Disritmia9. Bunyi nafas mengi10. Pulsus alternans11. Pernafasan cheyne-stokes12. Bukti-bukti radiologi tentang kongesti pulmonal

13. Dyspneu14. Batuk15. Mudah lelah

b. Gagal Jantung Kanan1. Peningkatan JVP2. Edema3. Curah jantung rendah4. Disritmia5. S3 dan S46. Hiperresonan pada perkusi7. Pitting edema8. Hepatomegali9. Anoreksia10. Nokturia11. Kelemahan

D. KLASIFIKASI GAGAL JANTUNGKlasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association (NYHA) dalam Gray (2002), terbagi dalam 4 kelas yaitu:1. NYHA I: Timbul sesak pada aktifitas fisik berat2. NYHA II: Timbul sesak pada aktifitas fisik sedang3. NYHA III: Timbul sesak padaaktifitas fisik ringan4. NYHA IV:Timbul sesak pada aktifitas fisik sangat ringan atauistirahat

E. PATOFISIOLOGIMenurut Price (2005) beban pengisian preload dan beban tahanan afterload pada ventrikel yang mengalami dilatasi dan hipertrofi memungkinkan adanya peningkatan daya kontraksi jantung yang lebih kuat sehingga curah jantung meningkat. Pembebanan jantung yang lebih besar meningkatkan simpatis sehingga kadar katekolamin dalam darah meningkat dan terjadi takikardi dengan tujuan meningkatkan curah jantung.

Pembebanan jantung yang berlebihan dapat meningkatkan curah jantung menurun, maka akan terjadi redistribusi cairan dan elektrolit (Na)

melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan vasokonstriksi perifer dengan tujuan untuk memperbesar aliran balik vena ke dalam ventrikel sehingga meningkatkan tekanan akhir diastolik dan menaikan kembali curah jantung. Dilatasi, hipertrofi, takikardi, dan redistribusi cairan badan merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan. Bila semua kemampuan makanisme kompensasi jantung tersebut di atas sudah dipergunakan seluruhnya dan sirkulasi darah dalam badan belum juga terpenuhi maka terjadilah keadaan gagal jantung.

Sedangkan menurut Smeltzer (2002), gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastol dalam ventrikel kiri dan volume akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat. Keadaan ini merupakan beban atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri pada waktu diastolik, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan rata-rata dalam atrium kiri. Tekanan dalam atrium kiri yang meninggi ini menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dari vena-vena pulmonal. Bila keadaan ini terus berlanjut maka bendungan akan terjadi juga dalam paru-paru dengan akibat terjadinya edema paru dengan segala keluhan dan tanda-tanda akibat adanya tekanan dalam sirkulasi yang meninggi.

Keadaan yang terakhir ini merupakan hambatan bagi ventrikel kanan yang menjadi pompa darah untuk sirkuit paru (sirkulasi kecil). Bila beban pada ventrikel kanan itu terus bertambah, maka akan merangsang ventrikel kanan untuk melakukan kompensasi dengan mengalami hipertrofi dan dilatasi sampai batas kemampuannya, dan bila beban

tersebut tetap meninggi maka dapat terjadi gagal jantung kanan, sehingga pada akhirnya terjadi gagal jantung kiri- kanan.

Gagal jantung kanan dapat pula terjadi karena gangguan atau hambatan pada daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan tanpa didahului oleh gagal jantung kiri. Dengan menurunnya isi sekuncup ventrikel kanan, tekanan dan volume akhir diastol ventrikel kanan akan meningkat dan ini menjadi beban atrium kanan dalam kerjanya mengisi ventrikel kanan pada waktu diastol, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan dalam atrium kanan. Tekanan dalam atrium kanan yang meninggi akan menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dalam vena kafa superior dan inferior kedalam jantung sehingga mengakibatkan kenaikan dan adanya bendungan pada vena-vena sistemik tersebut (bendungan pada vena jugularis yang meninggi dan hepatomegali). Bila keadaan ini terus berlanjut, maka terjadi bendungan sistemik yang berat dengan akibat timbulnya edema tumit dan tungkai bawah dan asites.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIKMenurut Doenges (2000) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa CHF yaitu:1. Elektro kardiogram (EKG)Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia,disritmia, takikardi, fibrilasi atrial2. Scan jantungTindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding3. Sonogram (echocardiogram, echokardiogram doppler)Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahandalam fungsi/struktur katub atau

area penurunan kontraktilitas ventricular.4. Kateterisasi jantungTekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katub atau insufisiensi.5. Rongent DadaDapat menunjukan pembesaran jantung, bayangan mencerminkandilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darahabnormal6. ElektrolitMungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunanfungsi ginjal, terapi diuretik7. Oksimetri NadiSaturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantungkongestif akut menjadi kronis.8. Analisa Gas Darah (AGD)Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratori ringan (dini) atauhipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir)9. Pemeriksaan TiroidPeningkatan aktivitas tiroid menunjukkan hiperaktivitas tiroid sebagai pre pencetus gagal jantung kongestif

G. KOMPLIKASIMenurut Smeltzer (2002), komplikasi dari CHF adalah :1. Edema pulmoner akut2. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,katabolisme dan masukan diitberlebih.3. Perikarditis: Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produksampah uremik dan dialisis yangtidak adekuat.4. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-angiotensin-aldosteron.5. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentangusia sel darah merah.

H. PENATALAKSANAANMenurut Mansjoer (2001) prinsip penatalaksanaan CHF adalah:1. Tirah baringTirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenagacadangan jantung dan menurunkan tekanan darah.2. DietPengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantungminimal. Selain itu pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah,mengatur dan mengurangi edema3. OksigenPemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard danmembantu memenuhi oksigentubuh4. Terapi DiuretikDiuretik memiliki efek anti hipertensi dengan menigkatkan pelepasan air dan garam natrium sehingga menyebabkan penurunan volume cairan dan merendahkan tekanan darah.5. DigitalisDigitalis memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkankekuatan kontraksi peningkatanefisiensi jantung. Saat curah jantung meningkat, volume cairan lebih besar dikirim ke ginjal untuk filtrasi, eksresi dan volume intravaskuler menurun.6. Inotropik PositifDobutamin meningkatkan kekuatan kontraksi jantung (efek inotropikpositif) dan meningkatkan denyut jantung (efek kronotropik positif)7. SedatifPemberian sedative bertujuan mengistirahatkan dan memberirelaksasi pada klien.8. Pembatasan Aktivitas Fisik danIstirahatPembatasan aktivitas fisik dan istirahat yang ketat merupakantindakan penanganan gagal jantung.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kidney Disease Outcomes Quality Iniatiative of The National Kidney Foundation.Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification. 2002.2. American Academy of Pediatrics. National Kidney Foundations Kidney Disease Outcomes Quality Initiative Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease in Children and Adolescents: Evaluation, Classification, and Stratification. Pediatrics 2003; 111: 1416-23. Nahas ME. The patient with failing renal failure. Dalam: Cameron JS, DavisonAM. Oxford Textbook of Clinical Nephrology. Edisi ke-3. Oxford University Press.2003; hal 1648-98.4. Gulati S. Chronic kidney disease. (Diunduh tanggal 28 Juli 2008). Tersedia dariURL: www.emedicine.com.5. Verrelli M. Chronic renal failure. (Diunduh tanggal 28 Juli 2008). Tersedia dariURL: www.emedicine.com.6. Vijayakumar M, Namalwar R, Prahlad N. Prevention of chronic kidney disease in children. Ind J of Nephrol. 2007;17:47-52.7. Parmar MS. Chronic renal disease. BMJ. 2002;325:85-90.8. Sharon K. Chronic kidney disease. Critical Care Nurse. 2006;14:17-22.9. Levey AS, Coresh J, Balk E, Kautz T, Levin A, Steves M et al. National Kidney Foundation Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification. Ann Intern Med. 2003;139:137-47.10. Menon S, Valentini RP, Kapur G, Layfield S, Mattoo TK. Effectiveness of a multidisciplinary clinic in managing children with chronic kidney disease. Clin J Am Soc Nephrol. 2009;4:1170-1175.11. Vogt BA, Avner ED. Renal failure. Dalam: Behrman RM, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: WB Saunders, 2004; hal 1770-75.12. Henry TY. Progression of chronic renal failure. Arch Int Med 2003;163:1417-29.13. Fogo AB, Kon V. Chronic renal failure. Dalam: Avner WD, Harmon FE. PediatricNephrology. Edisi ke-5. Lippincott Williams and Wilkins. 2004; hal 1645-70.14. Rigden, SP. The management of chronic and end stage renal failure in children.Dalam: Webb N, Postlethwaite R. Clinical Pediatric Nephrology. Edisi ke-3. Oxford University Press. 2003; hal 427-45.15. Catherine S, Snively M. Chronic kidney disease: Prevention and treatment of common complications. American Academy of Family Physicians. 2005;1-5.Braun, Vittoria et all. 2011. Innovative strategy for implementing chronic heart failure guidelines amongfamily physicians in different healthcare settings in Berlin. European Journal Of Hearth FailureCarpenitto, Lynda Juall. 2007. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, edisi 10. Jakarta: EGCDoenges E. Marlynn.2010. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. JakartaMasjoer, Arif M,dkk,2001,Kapita Selekta Kedokteran,Edisi 3:Media Aesculapius Fakultas kedokteran universitas Indonesia,Jakarta.

Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba MedikaNanda. 2009. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. EGC.Jakarta

Price, Sylvia A, et al. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit. Jakarta: EGCRampengan. 2007. Penilaian Awal dan Terapi Pasien dengan Gagal Jantung Akut. Jurnal Bagian Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi ManadoSmeltzer & Bare.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8.EGC, JakartaGray, H. 2002. Lecture Note Kardiology. ErlanggaHudak & Gallo. 2002. Keperawatan Kritis. Edisi IV Vol. 1. Jakarta. ECG