laporan kasus anestesi
DESCRIPTION
Laporan Kasus Anestesi bayukarta ukridaTRANSCRIPT
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ANESTESI
FALKUTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RUMAH SAKIT BAYUKARTA
Nama : Devi Eliani Chandra Tanda tangan
------------------------------------------
NIM : 11.2013.255
Dokter pembimbing: dr. Ucu Sp.An
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nomor catatan medis : 2014019817
Nama : Tn. MK
Umur : 22 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Alamat : DSN Jati RT 01, kota makmur, karawang
Pendidikan terakhir : SMA
Tanggal masuk ruangan : 21 Juni 2014
II. Pemeriksaan pre operasi
ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 21 juni 2014 pada jam 18:59 WIB
Keluhan utama :
Os datang dengan keluhan nyeri perut di seluruh perutnya sejak 2 hari SMRS.
Riwayat penyakit sekarang :
Laporan kasus anestesi umum pada operasi EMERGENCY| 1
Pasien datang dengan mengeluhkan nyeri perut dan tidak bisa BAB 2 hari
SMRS. Awalnya ketika pasien akan buang air besar yang keluar hanya lendir
disertai dengan adanya darah. Pasien merasakan sangat sakit pada perutnya
apalagi bila ditekan. Pusing (-), Demam (-), mual (+), muntah (+), kembung (+),
penurunan kesadaran (-), mencret (+), buang air kecil tidak ada perubahan.
Riwayat Penyakit keluarga :
Tidak ada riwayat anggota keluarga terkena penyakit seperti ini. Riwayat
Hipertensi, Diabetes Mellitus, Asma, Anemia, penyakit keganasan juga disangkal
oleh pasien sendiri.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat alergi obat atau makanan (-)
Riwayat obat pengencer darah (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat penyakit sistemik lain (-)
Riwayat kebiasaan :
Riwayat merokok (-)
Riwayat minum alkohol (-)
Riwayat operasi sebelumnya :
Riwayat operasi disangkal pasien
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit berat
Kesadaran : Compos Mentis
Status gizi : Baik
BB : ±60 kg
Habitus : AtletikusLaporan kasus anestesi umum pada operasi EMERGENCY| 2
Cara berjalan : Normal
Tanda-tanda vital
o Tekanan darah : 120/54 mmHg
o Frekuensi nadi : 162x/menit
o Frekuensi nafas : 35x/menit
o Suhu : 37,5°C
Status Generalis
Kepala : Normocephali
Mata : conjungtiva anemis +/+, sclera ikterik -/-, RC +/+. Simetris
Hidung : Simetris, deviasi septum -, konka normal
Telinga : Normotia, simetris, serumen -, secret -, darah -, MT intak -
Mulut : Simetris, gigi geligi normal, gusi normal
Leher : KGB tidak teraba membesar.
Thorax : Bentuk simetris, gerak simetris, retraksi sela iga -, sonor di
ggkedua lapang paru,
SN vesicular +/+, ronki dan wheezing -/-
Jantung ; BJ I-II regular, murni, murmur-, gallop -
Abdomen :
Inspeksi : Distensi abdomen (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+),massa (-)
Perkusi : Suara hipertimpani pada semua regio abdomen,
Shifting dullness (-) Undulasi (-)
Auskultasi : peristaltik (+), metalis sound (+)
Ekstremitas : 4 Ekstremitas dalam batas normal : tidak udem dan akral
hangat
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium hematologi tanggal 21 Juni 2014
PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL SATUANLaporan kasus anestesi umum pada operasi EMERGENCY| 3
DARAH LENGKAP
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
LED/BSE
Trombosit
Eritrosit
Hitung jenis leukosit:
Basofil
Eosinofil
Batang
Limfosit
Monosit
Segmen
Nilai eritrosit rata-rata:
VER (MCV)
HER (MCH)
KHER (MCHC)
13,8
8.000
41
-
263.000
4,86
1
0
0
13 [K]
2
84 [L]
84,2
28,4
33,7
11,5-18,0
4600-10200
37-54
0-20
150000-400000
3,80-6,50
0-1
0-3
0,0-5,0
25-50
2-10
50-80
80,0-100,0
26,0-32,0
31,0-36,0
g/dl
/µL
%
Mm/jam
/µL
M/µL
%
%
%
%
%
%
fL
pg
g/dl
Kimia darah
FAAL HATI
SGOT
SGPT
31
38
< 37
< 42
U/l
U/l
V. STATUS FISIK ANESTESIA (ASA)
Pasien termasuk golongan ASA III E
VI. DIAGNOSIS KERJA
Ileus obstruktif
VII. RENCANA TINDAKAN BEDAH
Laporan kasus anestesi umum pada operasi EMERGENCY| 4
Rencana dilakukan laparotomi eksplorasi
VIII. RENCANA TEKNIK ANASTESI
Rencana dilakukan anestesi umum
Persiapan:
OS dipuasakan ±5 jam sebelum dilakukan operasi (OS belum dipuasakan)
Pemberian obat-obat premedikasi sesaat sebelum operasi
LAPORAN ANESTESI
Tanggal operasi : 21 Juni 2014
Mulai anestesi : 22.10 Ahli Anestesi : dr. Imam, Sp. An
Selesai : 00.25 Penata Anestesi : Pak Kincoko
Lama anestesi : 2 jam 35 menit Ahli bedah : dr. Gunadi Sp.B
Diagnosa preoperasi : Ileus obstruktif
Diagnosa postoperasi : Peritonitis ec appendik perforasi
Tindakan : Laparotomi Eksplorasi
Preoperative
TD : 149/67 mmHg
N : 167 x/menit
RR : 30x/menit
T : 37,5˚C
BB : ± 60 kg
ASA : III E
Hb : 17,3 g/dL
Ht : 48 %
Laporan kasus anestesi umum pada operasi EMERGENCY| 5
Teknik anestesi
Anestesi umum dengan teknik anestesi inhalasi semi closed, pernapasan terkontrol (RK),
maintenance O2, N2O, dan Isoflurane sebanyak 2 lpm memakai endotracheal tube No. 7,5
dengan mesin.
Pemberian obat anestesi
Premedikasi:
Trovensis 4 mg, torasik 30mg, fortanes 3mg
Induksi:
Safol 100 mg, Notrixum 40mg
Maintenance:
O2 2 L/m
N2O 2 L/m
Isoflurane 2 vol%
Kalnex 50 mg
Dicynone 500 mg
Vit K 350mg
Notrixum 10mg
Tradosik 50mg
Cairan masuk: RL 3900 mL
Cairan keluar: Darah ± 250 cc, Urin ± 100 cc
Monitoring saat operasi
Jam
(waktu)
Tindakan Tekanan Darah
(mmHg)
Nadi (x/menit)
22:05 - Pasien masuk ke kamar
operasi dan dipindahkan ke
149/67 167
Laporan kasus anestesi umum pada operasi EMERGENCY| 6
meja operasi
- Pemasangan monitoring
nadi, saturasi oksigen,TD
- Infus RL terpasang tangan
kiri sisa dari ruangan 400cc
22:10 -Pemberian Premedikasi
Trovensis 4mg
Torasik 30mg
Fortanest 3mg
Fentanyl 25 mcg
-Pemberian Induksi anestesi
Safol 100mg
Notrixum 40mg
- Maintenance
Pemberian O2 1 liter
Pemberian N2O 3 liter
Pemberian sevofluran 2 vol
%
115/48 149
22:20 - Dilakukan tindakan
asepsis dan antisepsis pada
lapangan operasi
- Operasi dimulai
- Pemberian sevofluran
diganti dengan isofluran 1
vol%
- Tradosik 100mg
122/70 149
22:25 -pemberian vit K, kalnex,
dycinone
131/76 148
Laporan kasus anestesi umum pada operasi EMERGENCY| 7
22:40 -Cairan RL habis diganti
RL I baru
150/59 149
22:50 -Cairan RL habis diganti
RL II baru
95/59 128
22:55 -Cairan RL habis diganti
RL III baru
100/58 129
23:05 -Cairan RL habis diganti
RL IV baru
101/59 111
23:10 -Cairan RL habis diganti
RL V baru
102/58 112
23:25 -Cairan RL habis diganti
RL VI baru
90/50 101
23:30 -Pemberian Notrixum 10mg 95/49 121
23: 40 -Cairan RL habis diganti
RL VII baru
97/50 120
00:10 Operasi selesai 110/60 131
00:25 Anestesi selesai 102/58 141
PERHITUNGAN CAIRAN
Diketahui :
Berat badan : 60 kg
Pendarahan : 250 cc
Lama puasa : 3 jam
Lama anestesi : 2 jam 35 menit (155 menit)
Laporan kasus anestesi umum pada operasi EMERGENCY| 8
Stress operasi : Sedang
1. CAIRAN PEMELIHARAAN SELAMA OPERASI
Jika jumlah kebutuhan cairan pemeliharaan untuk dewasa = 2 cc / kgBB / jam
Maka untuk pasien dengan BB: 60 kg,
= (2 cc / kgBB / jam ) * (60 kgBB)
= 120 cc / jam
Selama operasi yang berlangsung selama 155 menit,
= (120 cc / jam) * (155 menit)
= (120 cc / 60 menit) * (155 menit)
= 310 cc
Jadi, total kebutuhan cairan pemeliharaan selama operasi adalah 310 cc
2. CAIRAN PENGGANTI SELAMA PUASA
Jika jumlah cairan pengganti puasa = lama puasa * kebutuhan cairan pemeliharaan
Maka untuk pasien yang telah menjalani puasa selama 3 jam sebelum melakukan operasi,
= 3 jam * (120 cc / jam)
= 360 cc
Jika selama puasa, dipoliklinik pasien mendapat infus RL sebanyak 1 kolf (500 ml)
Dengan demikian selisih cairan pengganti puasa,
= input – output
= 500 cc – 360 cc
= ( 140 cc) Deposit
3. CAIRAN PENGGANTI AKIBAT STRESS OPERASI
Jika jumlah cairan pengganti akibat stress operasi sedang pada dewasa = 6 cc / kgBB /
jam
Maka untuk pasien dengan BB: 60 kg,
= (6 cc / kgBB / jam ) * (60 kgBB)
= 360 cc / jam
Selama operasi yang berlangsung selama 155 menit,
Laporan kasus anestesi umum pada operasi EMERGENCY| 9
= (360 cc / jam) * 155 menit / 60 menit
= 930 cc
Jadi, total kebutuhan cairan pengganti akibat stress operasi adalah 930 cc.
4. CAIRAN PENGGANTI DARAH
Jika Estimated Blood Volume (EBV) untuk dewasa = 70 cc / kgBB
Maka untuk pasien dengan BB: 60 kg,
= (70 cc / kgBB) * (60 kgBB)
= 4200 cc
Diketahui jumlah pendarahan selama operasi berlangsung sebanyak 250 cc
Maka persentase pendarahan yang terjadi selama operasi = Pendarahan / EBV * 100%
= 250 cc / 4200 cc * 100%
= 5,95 %
Jadi, untuk penggantian < 15% EBV dapat diberikan KRISTALOID (RL) sebagai pengganti
pendarahannya sebanyak 1 : 3 dengan pendarahannya, yaitu
= 3 x 250 cc
= 750 cc
5. TOTAL JUMLAH CAIRAN YANG DIBUTUHKAN SELAMA OPERASI
Jumlah total kebutuhan cairan selama operasi
= total cairan pemeliharaan - defisit puasa + pengganti stress operasi + pengganti
pendarahan
= 310 cc - 140 cc + 930 cc + 750cc
= 1850 cc
6. BALANCE CAIRAN
Jika jumlah cairan yang diberikan selama operasi adalah sebanyak 3900 cc,
Maka Balance cairan = Input – Output
= 3900 cc – 1850 cc
= ( 2050 ) BALANCE POSITIF
Laporan kasus anestesi umum pada operasi EMERGENCY| 10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ahli anestesi yang sedang berjaga, harus selalu berhubungan dengan bagian penerimaan atau
penanganan trauma, dan bangsal, guna mengantisipasi keadaan gawat darurat. Ahli bedah
akan menghargai hubungan dan keterlibatan awal dalam persiapan penderita. Bab ini akan
menggambarkan bagaimana keadaan pembedahan penderita dapat memperngaruhi proses
anestesi dan bagaimana masalah-masalah tersebut dapat diatasi. Dua keadaan utama yang
mengancam nyawa adalah sumbatan pernapasan dan hypovolemia. Ahli anestesi seringkali
harus mendahulukan pertolongan pertama, untuk menolong penderita dalam
mempertahankan hidupnya sebelum dilakukannya anestesi pada bedah mayor; situasi
kecelakaan, dan demikian pula seperti perawatan di rumah sakit, harus dibicarakan.1
Penundaan resusitasi dan persiapannya lebih sering menguntungkan, walaupun demikian
penundaan hanya diperbolehkan untuk memperbaiki keadaan penderita. Kadang-kadang,
sebagai contoh, jika terjadi perdarahan massif yang kontinu, seperti pada rupture lien, dan
kehamilan ektopik yang rupture, ketika transfuse tidak dapat berlomba dengan kehilangan
darah, dan bahkan jika tekanan darah meningkat, maka kehilangan darah dapat meningkat
lebih lanjut, sehingga lebih baik menghentikan perdarahan dengan pembedahan dan setelah
itu baru transfusikan darah.1
Klasifikasi Status Fisik
Klasifukasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik sesorang ialah yang berasal
dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik ini bukan alat
prakiraan risik anesthesia, karena dampak samping anesthesia tidak dapat dipisahkan dari
dampak samping pembedahan.2
Kelas I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia
Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.
Laporan kasus anestesi umum pada operasi EMERGENCY| 11
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistem berat, sehingg aktivitas rutin terbatas.
Kelas IV : Pasien dengan penyakit berat tak dapat melakukan aktivitas rutin dan
penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.
Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya
tidak akan lebih dari 24 jam.
Kelas VI : Pasien mati batang otak, pembedahan dilakukan untuk keperluan
transplantasi organ.
Pada bedah cito atau emergency biasanya dicantumkan huruf E.2
Pemeriksaan pra bedah dilakukan secara cepat, kadang sewaktu pasien dalam perjalanan ke
meja operasi.
Tindakan pertolongan gawat darurat :
◦ Evaluasi dan pengendalian jalan nafas
◦ Ventilasi dan oksigenasi ( pengamanan fraktur tulang belakang)
◦ Pengendalian sirkulasi dan aritmia jantung
◦ Tindakan hemostasis dan pengobatan syok
◦ Evaluasi thd adanya cidera dan masalah medis lain
◦ Tindakan pemantauan terus menerus
Bila dalam penilaian awal ternyata pasien stabil, lalu kita dapat masuk pada penilaian
berikutnya:
Anamnesis: riwayat anestesi sebelumnya, riwayat alergi, mual muntah, gatal-gatal,
sesak nafas.
Pemeriksaan fisik: pemeriksaan gigi geligi, tindakan buka mulut, ukuran lidah untuk
dilakukan tindakan laringoskopi intubasi. Inspeksi, palpasi, perkusi semua system
organ tubh pasien.
Pemeriksaan penunjang sesuai indikasi
Pemeriksaan EKG: untuk melihat keadaan jantung, elektrolit.Laporan kasus anestesi umum pada operasi EMERGENCY| 12
Pemeriksaan Radiologis
Evaluasi yang dilakukan saat pasien datang: ABCDE (airway, breathing, circulation,
disability, exposure) atau B1 (breath), B2 (bleed), B3 (brain).3
Banyak bedah gawat darurat yang masih ditangguhkan pembedahannya selama 1 jam atau
lebih untuk persiapan yang lebih baik/optimalisasi keadaan umum, kecuali pada keadaan-
keadaan ini:3
Kegawatan janin
Perdarahan yang tidak terkendalikan
Gangguan pernapasan yang sangat berat
Cardiac arrest
Emboli arterial
Premedikasi
Premedikasi sering tidak dilakukan pada bedah emergensi disebabkan karena tak adanya
waktu atau karena kondisi pasien yang buruk. Akan tetapi, premedikasi tetap diberikan jika
pasien tidak sakit kritis, operasi tidak betul-betul emergensi, dan pasien memerlukan
dukungan psikologis.
Pemberian obat untuk menaikkan pH gaster, menurunkan volume gaster, meningkatkan tonus
sphincter gastroesofageal digunakan sebagai usaha untuk mengurani kemungkinan terjadinya
aspirasi cairan gaster. Obat yang diberikan antara lain antacid, antikolinergik, H2 reseptor
antagonis, dan metoclopramide. Obat tersebut mempunyai kuntungan dan kerugian tertentu,
tapi tidak 100% efektif, jadi tetap diperlukan tindakan untuk mencegah regurgitasi dan
aspirasi selama induksi anestesi. 3
Anestesia untuk kasus gawat darurat
Pasien yang membutuhkan anestesi untuk operasi gawat darurat akan lebih sulit bagi ahli
anestesi, yang harus mempersiapkan dan menanggulangi masalah yang ada, karena pasien ini
tidak dipersiapkan lebih dahulu dan tidak dalam keadaan ideal. Keadaan patologis yang
mungkin ada, misalnya kekurangan cairan, harus ditanggulangi dengan cepat sebelum
anestesi, tetapi bila terdapat infeksi, misalnya infeksi dada, maka penanggulangan dilakukan Laporan kasus anestesi umum pada operasi EMERGENCY| 13
dalam waktu terbatas karena bila terlalu lama akan mengganggu kondisi pasien. Pasien yang
sakit berat dengan sirkulasi yang buruk hanya dapat menerima obat dalam dosis yang lebih
kecil (kecuali suksametonium, tetap diberikan dalam dosis normal). Terutama hati-hati
terhadap obat yang diberikan secara intravena dan anestesi lokal. Biasanya, makin berat
keadaan pasien, makin besar resiko yang berhubungan dengan anestesi spinal, sehingga
dipilih anestesi umum.3
Teknik terbaik dipilih oleh seorang anestesi tergantung kemampuannya karena keterbatasan
waktu untuk memilih metode apa yang dipilih. Pilihan teknik tergantung pada jenis dan lama
tindakan bedah, keadaan umum dan kooperasi pasien. Operasi yang besar hampir selalu
membutuhkan teknik anestesi umum dengan intubasi trakea dan napas kendali dengan
bantuan obat pelumpuh otot. Cara ini menghindari pemakaian obat anestesi yang banyak dan
memastikan oksigenisasi yang baik dan tidak ada kontraindikasi absolut untuk teknik anestesi
umum.3
Bila pasien kooperatif, anestesi regional dapat dipertimbangkan, khusus pada operasi
ekstremitas maupun abdomen bawah. Cara ini dapat mencegah bahaya aspirasi seperti yang
dapat terjadi pada pasien yang tidak sadar. Adapun kntraindikasi absolut untuk anestesi
regional antara lain: 3
Infeksi di daerah tusukan
Pasien menolak
Koagulopati
Hipovolemi berat (pada neuroaksial)
Peningkatan TIK (pada neuroaksial)
Aorta dan mitral stenosis berat (pada neuroaksial)
Sedangkan kontra indikasi relatifnya antara lain: 3
Sepsis
Pasien tidak kooperatif
Terdapatnya kelainan neurologis sebelumnya
Kelainan katup jantung stenosis (pada neuroaksial)
Deformitas tulang belakang yang berat (pada neuroaksial)
Toksisitas anestesi lokal (pada peripheral nerve block)
Neuropati perifer (pada peripheral nerve block)3
Laporan kasus anestesi umum pada operasi EMERGENCY| 14
Pasien dengan lambung penuh sebaiknya dilakukan anestesi regional. Tetapi perlu diingat
bahwa anestesi spinal atau epidural tidak mampu memberikan proteksi absolut terhadap
aspirasi. 3
Pasien yang memerlukan operasi darurat, biasanya lambungnya penuh. Pada pasien trauma,
pengosongan lambung akan berhenti setelah trauma. Pasien dengan penyakit intraabdomen
dan pasien hamil, harus diperkirakan bahwa lambungnya penuh dengan konsentrasi asam
lambung yang tinggi. Jika isi lambung masuk ke dalam paru-paru selama anestesi, maka akan
menimbulkan cedera berat yang dapat menyebabkan kematian. Maka jika kita sudah
memperkirakan akan terjadi aspirasi sebaiknya dilakukan pencegahan. Pasanglah balon pipa
endotrakea selama anestesi umum. Tujuan anestesi adalah memasang intubasi secepat dan
semulus mungkin, sehingga aspirasi dapat dicegah.3
Cara yang paling sederhana adalah melakukan intubasi pada pasien yang sadar dan hal ini
biasanya dapat dilakukan pada neonates dan anak dengan usia kurang dari 2 bulan, dimana
cara ini merupakan teknik pilihan. Banyak orang dewasa, khususnya mereka yang sakit,
biasanya dapat mentoleransi intubasi pada keadaan sadar, asal kita menerangkan apa
maksudnya. Gunakan laringoskop yang telah diolesi dengan jeli, dan pasanglah dengan hati-
hati dan perlahan-lahan. Jika kita dapat melihat laring (memerlukan waktu satu sampai dua
menit), masukkan pipa endotrakea melalui laring, cobalah jangan menyentuh faring, karena
ini akan menyebabkan pasien muntah. Pada saat intubasi kadang-kadang pasien batuk, dan
asisten dibutuhkan untuk memegang tangan pasien. Segera setelah intubasi, lakukan induksi
anestesi dengan tiopental (untuk bayi, kita hanya perlu menghidupkan suplai bahan anestesi
inhalasi).2
Setelah selesai pembedahan, pasien harus diekstubasi setelah reflek-reflek jalan napas
kembali dan kesadaran sudah pulih.3
Terdapat tiga cara untuk mengatasi masalah lambung penuh dan aspirasi selama anestesi,
antara lain:3
Induksi inhalasi dengan kepala diekstensikan ke belakang dan penderita dimiringkan.
Cara ini sudah kuno tapi merupakan metode yang baik untuk dicoba dan masih
berguna, terutama jika penderita dalam keadaan mendekati ajal. Cara ini banyak
Laporan kasus anestesi umum pada operasi EMERGENCY| 15
digunakan sebelum dikenalnya relaksan otot, tetapi meningkatkan bahaya regurgitasi
pasif.
Intibasi secara sadar di bawah anestesi lokal. Cara ini dahulu banyak digunakan di
Amerika Serikat, tetapi menjadi tidak nyaman bagi penderita yang tidak ditolong oleh
seorang pakar.
Induksi cepat secara berurutan, metide yang hampir secara universal dipraktekkan di
Inggris. Praoksigenasi, induksi intravena, relaksasi dengan suksametonium, intubasi.
Induksi berurutan cepat, sekarang kadang-kadang diserta dengan penekanan
krikotiroid (perasat Selick) untuk menghalangi terbukanya esophagus.
Induksi Cepat
Untuk operasi darurat, banyak ahli anestesi lebih suka menggunakan induksi cepat, yang
kadang-kadang disebut crash induction. Tujuannya adalah untuk menginduksi anestesi dan
intubasi trakea dengan cepat dan mulus, selain untuk mencegah regurgitasi dengan kompresi
eksterna esophagus bagian atas.4
Pertama-tama, hisaplah isi lambung dengan sonde lambung besar, ini akan membantu
dekompresi lambung, walaupun tidak ada jaminan terjadi pengosongan lambung. Angkatlah
sonde lambung sebelum melakukan tindakan, karena sonde akan menimbulkan kebocoran
sfingter esophagus. Lakukan oksigenisasi, periksalah apakah penghisap sudah tersedia dan
sudah dihidupkan. Asisten harus menekan kartilago krikoidea pasien ke belakang dengan
telunjuk dan ibu jari. Kartilago ini mempunyai cincin yang mengelilingi trakea secara
lengkap di depan esophagus, maka akan menekan esophagus dan menyebabkan regurgitasi isi
lambung ke dalam paru-paru. Penekanan kartilago krikoidea harus dipertahankan sampai
intubasi selesai, kembangkan balon, dan periksalah apakah ada kebocoran. Asisten harus tahu
akan hal ini. Pada saat penekanan krikoid, berikan tiopental yang dimasukkan ke dalam
tabung infus, diikuti segera dengan suksamelonium 1 mg/kgBB. Segera setelah pasien relaks,
masukkan laringoskop dan pipa endotrakea, kembangkan balon dan periksalah apakah ada
kebocoran dan ikat pipa ini dalam posisi tertentu.4
Balon tidak digunakan pada anak yang berusia kurang dari 10 tahun, karena bagian yang
tersempit akan tepat menutupinya, sehingga tidak dibutuhkan balon. Jika terjadi kebocoran
udara, sumbatlah laring dengan kassa basah dengan melihat langsung dan menggunakan
forsep Magill. Pada anak-anak, sangat penting untuk tidak memaksa pipa yang terlaluu besar,
Laporan kasus anestesi umum pada operasi EMERGENCY| 16
karena dapat menyebabkan edema laring setelah ekstubasi. Jika terdapat kebocoran kecil di
sekitar pipa, yang terdengar pada saat mengembangkan paru, ini menandakan pipa tidak
terlalu menekan. Jika setelah intubasi dipikirkan harus digunakan pipa yang lebih kecil, maka
gantilah dengan pipa yang lebih kecil. Walaupun demikian, balon tidak dapat memberikan
perlindungan mutlak pada jalan napas, oleh karena itu hisaplah sekresi mulut dan faring
sebelum dan sesudah intubasi dan ekstubasi.4
Gambar 1. Penekanan Pada Kartilago4
Jika kita berhasil mengintubasi pasien, maka kita dapat memilih anestesi jenis apapun yang
sesuai dengan pasien. Sebaiknya pasang sonde lambung dan hisaplah isi lambung lagi. Jika
ahli bedah membuka abdomen, maka ahli bedah dapat meyakinkan apakah sonde lambung
masuk ke lambung atau tidak. Ingatlah pada akhir operasi, kita harus menjaga paru-paru
pasien terhadap kemungkinan aspirasi dengan cara melakukan intubasi pada saat pasien
dalam keadaan sadar dan dalam posisi miring.4
Induksi cepat sangat berguna dan akan mudah bila sudah terbiasa. Induksi ini tidak berbahaya
dan tidak menyebabkan rasa tak nyaman pada pasien.4
Untuk kasus sito, tanyakan makan-minum terakhir apalagi SC (lambung penuh), beri
Metoclorpropamid 1 ampul secara IV pelan-pelan dan atau Ranitidin/simetidin sebelum
operasi. Jika mual beri ondansetron (premedikasi).4
Laporan kasus anestesi umum pada operasi EMERGENCY| 17
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus operasi cito atau gawat darurat, penatalaksanaan anestesi yang akan dilakukan
harus lebih cermat dilakukan. Berbeda dengan pada kasus operasi lainnya, pasien yang akan
melakukan operasi cito biasanya dalam keadaan tidak terlebih dahulu dipersiapkan. Ahli
anestesi harus melakukan pendekatan sistematis perioperatif dan tatalaksana pengelolaan
anestesi yang optimal. Kesiapan alat dan tenaga kamar operasi untuk melakukan bedah
darurat yang sifatnya kapan saja. Seperti yang kita ketahui, seharusnya dibutuhkan persiapan
pada pasien yang akan menjalankan operasi yang membutuhkan anestesi. Pasien dewasa
harus dipuasakan kurang lebih enam jam sebelum anestesi dan operasi dilakukan. Hal ini
penting mengingat pada pasien yang tidak dipuasakan, lambungnya terisi. Lambung yang
terisi akan membahayakan proses anestesi, terutama pada saat dilakukannya teknik intubasi
untuk membuka jalan napas. Resiko untuk terjadinya regurgitasi dapat membahayakan jalan
napas pasien, dan akan berdampak pada keselamatan pasien. Pada kasus ini, pasien tidak
diketahui kapan terakhir kali makan karena diantar ke IGD dalam keadaan pingsan.
Mempertimbangkan hal ini, maka operasi dilakukan 5 jam setelah pasien masuk RS, walau
idealnya minimal 6 jam.
Premedikasi yang dapat diberikan yaitu sesaat sebelum operasi dimulai, mengingat kondisi
kegawatdaruratan dan situasi yang agak mendadak. Seringkali pada pasien dengan operasi
cito, keadaan kesehatan pasien belum diketahui, sehingga perlu persiapan yang lebih lengkap
untuk berjaga-jaga dengan segala kemungkinan yang akan terjadi pada saat berjalannya
proses anestesi dan bedah. Pada operasi cito, jenis anestesi disesuaikan dengan keadaan
pasien. Pada kasus ini, pasien akan dilakukan laparotomi eksplorasi, dan teknik anestesi yang
dilakukan adalah anesthesia umum, dengan teknik pernapasan terkontrol, intubasi
menggunakan endotracheal tube. Dicantumkan huruf E pada penilaian ASA pasien yang
menjalani operasi cito.
Pada pasien di kasus ini untungnya telah diusahakan untuk dilakukan berbagai pemeriksaan
sebelum dioperasi, sehingga ahli anestesi dapat mempersiapkan tindakan anestesi untuk
Laporan kasus anestesi umum pada operasi EMERGENCY| 18
pasiennya lebih baik, walau penundaan yang tidak perlu sebisanya diminimalisir demi
keselamatan pasien.
Daftar Pustaka
1. Boulton TB. Blogg CE. Anestesiologi. Edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 1994. h. 176
2. Latief SA. Suryadi KA. Dachlan MR. Petunjuk praktis anestesiologi. Edisi 2. Jakarta:
FKUI; 2010. H. 30-1.
3. Morgan GE. Mikhail MS. Murray MJ. Morgan and Mikhail’s clinical anesthesiology. 5th ed. New York: Lange Medical Books, 2006.
4. WHO. Penuntun praktis anestesi. Edisi 1. Jakarta: Penerbit EGC; 1994. H. 77
Laporan kasus anestesi umum pada operasi EMERGENCY| 19