print laporan kasus anestesi

21
[Type text] LAPORAN KASUS ANESTESI I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. EM Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 16 Juli 1960 Agama : Islam Usia : 50 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Status : Menikah Pekerjaan : Ibu rumah tangga Alamat : Jakarta Tanggal Masuk RS : 11 Agustus 2014 II. EVALUASI PRE-ANESTESI 1. Anamnesis (Autoanamnesis – 1 1 Agustus 201 4 ) Keluhan Utama Nyeri perut kanan. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD RSUD Tarakan pada tanggal 11 Aguatus 2014, pukul 02.00 dengan keluhan nyeri perut kanan. Keluhan sudah dirasakan sejak pagi hari 1 hari sebelumnya, awalnya nyeri dirasakan di uluhati, pasien juga muntah 2 kali, tidak ada gangguan buang air besar dan kecil. Riwayat Penyakit Dahulu [Type text]

Upload: ebram-liverpudlian

Post on 19-Jul-2016

44 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

xxqx

TRANSCRIPT

Page 1: Print Laporan Kasus Anestesi

[Type text]

LAPORAN KASUS ANESTESI

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. EM

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 16 Juli 1960

Agama : Islam

Usia : 50 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Jakarta

Tanggal Masuk RS : 11 Agustus 2014

II. EVALUASI PRE-ANESTESI

1. Anamnesis (Autoanamnesis – 1 1 Agustus 201 4 )

Keluhan Utama

Nyeri perut kanan.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Tarakan pada tanggal 11 Aguatus 2014,

pukul 02.00 dengan keluhan nyeri perut kanan. Keluhan sudah dirasakan

sejak pagi hari 1 hari sebelumnya, awalnya nyeri dirasakan di uluhati,

pasien juga muntah 2 kali, tidak ada gangguan buang air besar dan kecil.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Pasien

memiliki riwayat gastritis, hipertensi terkontrol (konsumsi Norvasc® -

amlodipine besylate (1x5mg)). Riwayat diabetes dan asma dibantah.

Riwayat Penyakit Keluarga

Terdapat riwayat hipertensi dan diabetes. Tidak ditemukan adanya riwayat

asma.[Type text]

Page 2: Print Laporan Kasus Anestesi

[Type text]

Riwayat Alergi

-

Riwayat Kebiasaan

Pasien tidak merokok dan mengkonsumsi alkohol.

Riwayat Operasi Sebelumnya

Eksisi FAM (Fibroadenoma Mammae) ± 4 tahun yang lalu.

Riwayat Anestesi

Anestesi umum

Status Sosial

Baik

Status Ekonomi

Menengah ke atas

2. Pemeriksaan Fisik

- Keadaan Umum : sakit sedang

- Kesadaran : compos mentis

- Skala nyeri : 7/10

- Tekanan Darah : 140/80 mmHg

- Nadi : 73x/menit

- RR : 22x/menit

- Suhu : 36,60C

- Tinggi Badan : 156 cm

- Berat Badan : 66 kg

- Jalan napas, gigi geligi dalam batas normal.

[Type text]

Page 3: Print Laporan Kasus Anestesi

[Type text]

3. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium (11 Agustus 2014):

o Hb : 15,1 gr/dl

o Ht : 45%

o Eritrosit: 3.9 jt/µl

o Leukosit: 15.600/ul

o Trombosit: 267.000

o GDS : 110 mg/dl

4. PS ASA 2

5. Terapi Pre-anestesi: puasa 6 jam pre-operatif

Infus RL

III. INTRAOPERATIF (11 Agustus 2014)

- Tindakan Operasi : Laparoskopi appendiktomi

- Tindakan Anestesi : Anestesi umum

- Posisi : Supine

- Obat Anestesi : 1. Midazolam: 0,1- 0,4 mg/kgBB IV 3 mg

2. Fentanyl: 1-3 mcg/kgBB IV 100 mcg

3. Propofol: 1,5-2,5 mg/kgBB IV 150 mg

4. Rocuronium: 0, 45- 0,9 mg/kgBB IV 30 mg

- Intubasi : 1. Laringoskop grade: 1

2. Tube: oral 7,5 cuff (+)

3. Benda Asing Dalam Saluran Pernapasan: guedel

- Ventilasi :

- Circuit

- Gas Flow : O2 2 LPM

- TV : 500 ml

- RR : 12 x/ menit

- SaO2: 100%[Type text]

Page 4: Print Laporan Kasus Anestesi

[Type text]

- Volatile agent : Sevofluran 2%

- IV Line : tangan kiri No.20G

- Artery Line : -

- Keseimbangan Cairan : Input: kristaloid: 1000 mL

Blood loss: 20 mL

- Tekanan Darah : - Pasien masuk dengan tekanan darah 160/85 mmHg (09.00)

- Setelah induksi, tekanan darah berkisar 140/65 mmHg (09.10)

hingga operasi selesai (10..00)

- Denyut Jantung : 90 kali/menit

- RR : 12 kali/menit.

- Obat Reverse : 1. Atropin®: 0,01- 0,02 mg/kgBB 0,5 mg

2. Prostigmin® (neostigmine) 0,5 mg

- Obat Lain

1.Ranitidine 50 mg

2. Ketorolac 30 mg

IV. POST OPERATIF

- Pasien masuk ruang pemulihan dan setelah itu dibawa ke kamar rawat inap

- Observasi tanda- tanda vital dalam batas normal

SpO2: 100 %

Kesadaran: compos mentis

TD: 140/90 mmHg

Nadi: 82x/min

- RL 500 mL/ 8 jam no. III

[Type text]

Page 5: Print Laporan Kasus Anestesi

[Type text]

- Makan dan minum jika bising usus (+)

- Pasien meninggalkan rumah sakit pada tanggal 14 Agustus 2014

[Type text]

Page 6: Print Laporan Kasus Anestesi

[Type text]

TINJAUAN PUSTAKA

APPENDISITIS AKUT1

Appendisitis akut adalah peradangan pada appendiks vermiformis yang terjadi secara

akut. Appendiks merupakan tabung panjang, sempit (sekitar 6–9 cm), menghasilkan lendir 1-

2 ml/hari. Lendir itu secara normal dicurahkan dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke

sekum. Bila ada hambatan dalam pengaliran lendir tersebut maka dapat mempermudah

timbulnya appenditis. Hingga saat ini fungsi appendiks belum diketahui dengan pasti.

Etiologi1

Appendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak

sekali faktor pencetus terjadinya penyakit lainnya, di antaranya obstruksi yang terjadi pada

lumen appendiks. Obstruksi pada lumen appendiks biasanya disebabkan karena adanya

timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, parasit, benda asing dalam

tubuh, dan neoplasma. Yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen appendiks adalah

fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid.

[Type text]

Page 7: Print Laporan Kasus Anestesi

[Type text]

Patogenesis2

Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks oleh

hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan

sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi

mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding

appendiks memounya keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen.

Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang menyebabkan edema,

diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi appendisitis akut fokal yang

ditandai dengan nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan

menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.

Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan

nyeri di kuadran kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu, akan terjadi infark dinding appendiks yang

diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding

yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi appendisitis perforasi.

Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan

bergerak ke arah appendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate

appendikularis. Peradangan appendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.

Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding

appendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih

kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi

karena telah ada gangguan pembuluh darah.

[Type text]

Page 8: Print Laporan Kasus Anestesi

[Type text]

Nyeri Appendisitis1

Nyeri dari visera seringkali secara bersamaan dilokalisasi di dua daerah permukaan tubuh

karena nyeri dijalarkan melalui nyeri alih viseral dan nyeri langsung parietal.

Mekanisme :

1. Impuls nyeri yang berasal dari appendiks akan melewati serabut-serabut nyeri viseral

saraf simpatik dan selanjutnya akan masuk ke medulla spinalis kira-kira setinggi

thorakal X sampai thorakal XI dan dialihkan ke daerah sekeliling umbilikus

(menimbulkan rasa pegal dan kram).

2. Dimulai di peritoneum parietal tempat appendix meradang yang melekat pada dinding

abdomen. Ini menyebabkan nyeri tajam di peritoneum yang teriritasi di kuadran kanan

bawah abdomen.

Gambaran Klinis1,2

Ada beberapa gejala awal yang khas yakni nyeri yang dirasakan secara samar (nyeri

tumpul) di daerah sekitar pusar (umbilikus atau periumbilikus) yang berhubungan dengan

muntah. Kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang

khas pada appendisitis akut yaitu nyeri pada titik Mc Burney. Nyeri perut ini akan bertambah

sakit apabila terjadi pergerakan seperti batuk, bernapas dalam, bersin, dan disentuh daerah

[Type text]

Page 9: Print Laporan Kasus Anestesi

[Type text]

yang sakit. Nyeri saat batuk kemungkinan disebabkan oleh peningkatan tekanan intra-

abdomen. Nyeri yang bertambah saat terjadi pergerakan disebabkan karena adanya gesekan

antara visera yang meradang sehingga menimbulkan rangsangan peritoneum.

Selain nyeri, gejala appendisitis akut lainnya adalah demam derajat rendah, mules,

konstipasi atau diare, perut membengkak, dan ketidakmampuan mengeluarkan gas.

Peradangan pada apendiks dapat merangsang peningkatan peristaltik dari usus sehingga dapat

menyebabkan diare. Infeksi dari bakteri akan dianggap sebagai benda asing oleh mukosa usus

sehingga secara otomatis usus akan berusaha mengeluarkan bakteri tersebut melalui

peningkatan peristaltik. Gejala-gejala ini biasanya memang menyertai apendisitis akut namun

kehadiran gejala-gejala ini tidak terlalu penting dalam menambah kemungkinan appendisitis

dan begitu juga ketidakhadiran gejala-gejala ini tidak akan mengurangi kemungkinan

appendisitis..

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Pemeriksaan fisi k:

Inspeksi : pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada

inspeksi biasa ditemukan distensi perut.

Palpasi : Pada daerah perut kanan bawah seringkali bila ditekan akan terasa nyeri dan bila

tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign). Nyeri perut kanan bawah merupakan

kunci dari diagnosis appendisitis akut. Terkadang dokter akan melakukan pemeriksaan colok

dubur untuk menentukan letak apendiks bila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan

colok dubur kemudian terasa nyeri maka kemungkinan apendiks penderita terletak didaerah

pelvis.

Pemeriksaan penunjang :

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan

radiologi. Pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga

apendisitis akut adalah pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktive (CRP). Pada

pemeriksaan darah lengkap sebagian besar pasien biasanya ditemukan jumlah leukosit diatas

10.000 dan neutrofil diatas 75 %. Pada pemeriksaan CRP ditemukan jumlah serum yang

mulai meningkat pada 6-12 jam setelah inflamasi jaringan. Pemeriksaan radiologi yang biasa

dilakukan pada pasien yang diduga appendisitis akut antara lain adalah ultrasonografi dan

[Type text]

Page 10: Print Laporan Kasus Anestesi

[Type text]

CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonogarafi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang

terjadi inflamasi pada apendiks. Sedang pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang

menyilang dengan appendicalith serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi

serta adanya pelebaran dari caecum.

Diagnosis1

Diagnosis appendisitis akut harus dilakukan secara cermat dan teliti. Kesalahan diagnosis

lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki. Hal ini disebabkan karena pada wanita

sering timbul nyeri yang menyerupai appendisitis akut, mulai dari alat genital (karena proses

ovulasi, menstruasi), radang di panggul atau penyakit kandungan lainnya. Hal ini sering

menjadi penyebab terlambatnya diagnosis sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat

didiagnosis setelah perforasi.

Untuk mengurangi kesalahan diagnosis, saat berada di rumah sakit dilakukan

observasi pada penderita tiap 1-2 jam. Dari hasil pemeriksaan laboratorium, didapatkan

peningkatan jumlah sel darah putih yang melebihi normal.

TataLaksana1

Bila diagnosis sudah pasti, maka terapi yang paling tepat adalah tindakan operatif.

Ada dua teknik operasi yang biasa digunakan :

1. Operasi terbuka : satu sayatan akan dibuat (sekitar 5 cm) di bagian bawah kanan

perut. Sayatan akan lebih besar jika appendisitis sudah mengalami perforasi.

2. Laparoskopi : sayatan dibuat sekitar 1-4 buah. Satu di dekat pusar, yang lainnya di

seputar perut. Laparoskopi dilakukan dengan kamera yang akan dimasukkan melalui

sayatan tersebut. Kamera akan merekam bagian dalam perut kemudian ditampakkan

pada monitor. Gambaran yang dihasilkan akan membantu jalannya operasi dan

peralatan yang diperlukan untuk operasi akan dimasukkan melalui sayatan di tempat

lain. Pengangkatan appendiks, pembuluh darah, dan bagian dari appendiks yang

mengarah ke usus besar akan diikat.

[Type text]

Page 11: Print Laporan Kasus Anestesi

[Type text]

PEMBAHASAN

Pada kasus di atas, dilakukan tindakan laparoskopi appendiktomi dengan anestesi

umum (anestesi general). Anestesi umum dipilih untuk laparoskopi dengan pertimbangan

bahwa tindakan laparoskopi ini akan menimbulkan ketidaknyaman (sesak napas dan nyeri

pundak yang berasal dari iritasi diafragma) bagi pasien jika pasien sadar (anestesi regional)

dan mencegah gerakan pasien yang tiba-tiba..3

Tindakan laparoskopi dilakukan dengan cara memasukkan gas ke dalam rongga

abdomen (pneumoperitoneum) untuk mengembangkan rongga abdomen sehingga area kerja

di dalam rongga abdomen menjadi lebih luas. Gas yang digunakan adalah CO2 (insuflasi

CO2) karena tidak mengganggu sistemik, mudah diserap, mudah dikeluarkan oleh tubuh

(difusi atau pertukaran gas), dan tidak mengendap (sehingga resiko terjadinya emboli udara

sangat kecil sebab tinggi derajat kelarutannya).

Pneumoperitoneum meningkatkan tekanan intra-abdomen yang akan menekan

diafragma ke arah cephalad, pengembangan paru menjadi terhambat sehingga difusi CO2 ke

luar terhambat pula. Bila dibiarkan terus-menerus, kondisi ini akan menyebabkan hiperkarbia

dan hipoksia. Hiperkarbia akan merangsang sistem saraf simpatis, yang akan meningkatkan

tekanan darah, denyut jantung, dan kemungkinan disritmia. Kondisi ini harus dicegah dengan

cara menjaga keseimbangan antara O2 dan CO2, yaitu dengan memberikan O2 tinggi,

respiratory rate tinggi (hiperventilasi), dan volume tidal yang tidak terlalu besar (karena jika

volume tidal besar namun tidak disertai dengan kemampuan pengembangan paru yang cukup

maka dapat terjadi pneumotoraks). Jika hiperkarbia sudah terjadi, kondisi ini dapat

dikompensasi dengan meningkatkan volume tidal atau respiratory rate sehingga terjadi

peningkatan tekanan intra-thoracic, yang akan diikuti dengan peningkatan tekanan rata-rata

arteri pulmonal.

Tekanan insuflasi CO2 yang tidak terlalu tinggi biasanya menyebabkan sedikit

peningkatan atau tidak sama sekali dari denyut jantung, tekanan vena sentral, atau curah

jantung. Tekanan insuflasi yang tinggi cenderung menyebabkan penekanan organ-organ di

sekitarnya, antara lain kolaps vena utama abdomen (inferior vena cava) dan aorta

[Type text]

Page 12: Print Laporan Kasus Anestesi

[Type text]

abdominalis, yang akan menyebabkan penurunan venous return, yang akan diikuti dengan

penurunan curah jantung pada beberapa pasien.3 Karena itu, sebelum penekanan oleh CO2

berlangsung, vaskuler harus terisi penuh sehingga menjaga aliran darah balik agar adekuat.

Caranya adalah dengan pemberian infus cairan.

Pada saat laparoskopi, biasanya pasien diposisikan pada posisi Trendelenburg (head-

down position), posisi ini menyebabkan organ-organ di rongga abdomen dan diafragma

berpindah ke arah cephalad yang akan menyebabkan pasien sesak napas jika pasien sadar

pada anestesi regional.3

Tindakan laparoskopi juga memerlukan relaksasi otot agar visualisasi menjadi lebih

baik dan tekanan insuflasi yang diperlukan lebih rendah, sehingga diperlukan relaksan otot.

Relaksan otot ini bekerja pada otot rangka, sehingga terjadi kelumpuhan otot pernapasan, otot

interostalis, abdominalis, dan relaksasi otot-otot ekstremitas. Kondisi ini tidak memungkinkan

pasien untuk bernapas spontan karena otot pernapasan lumpuh, sehingga diperlukan teknik

ventilasi yang menjamin zat anestesi inhalasi dan O2 masuk ke trakea dengan benar.4

Karena banyaknya risiko yang berhubungan dengan terhambatnya pernapasan dan

vaskular, maka perlu dilakukan anamnesa pre-operatif yang tepat mengenai penyakit sistemik

atau penyakit tertentu yang mengganggu fungsi paru-paru maupun jantung.

Manajemen Pre-Operatif

Sebelum tindakan laparoskopi, ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk

mencegah efek-efek insuflasi CO2 yang tidak diinginkan ke organ-organ sekitarnya, seperti

penekanan ke gas ke arah cephalad menekan diafragma, ke kaudal menekan vesika urinaria,

ke anterior menekan peritoneum, dan ke posterior menekan vena cava inferior dan aorta

abdominalis. Efek penekanan yang dapat dicegah adalah kolaps vena cava inferior yang dapat

menyebabkan penurunan venous return dan curah jantung. Untuk mencegahnya, maka

pembuluh-pembuluh darah tersebut harus diisi terlebih dahulu dengan infus cairan sehingga

pembuluh darah memiliki tahanan (tidak obstruksi karena penekanan). Pada pasien ini

diberikan infus RL.

[Type text]

Page 13: Print Laporan Kasus Anestesi

[Type text]

Manajemen Intra-Operatif

Tindakan laparoskopi dibutuhkan anestesi umum (anestesi general) karena tindakan

ini memerlukan insuflasi CO2 dan relaksasi otot yang tidak memungkinkan pasien untuk

bernapas spontan. Oleh karena itu, untuk menjamin adekuatnya difusi CO2 ke luar tubuh,

respiratory rate harus diatur menggunakan mechanical ventilator dengan RR yang cepat

(hiperventilasi) dan volume tidal yang tidak terlalu besar.

Pemberian obat-obat untuk pasien ini selama operasi adalah sebagai berikut :

- Midazolam 3 mg untuk sedasi, menenangkan pasien (anxiolitik), dan

menciptakan amnesia.

- Propofol (1,5–2,5 mg/kgBB: 150 mg ) sedasi, menurunkan refleks

saluran napas, inhibisi transmisi sinaps melalui efek terhadap reseptor

GABA, pemulihan cepat, menurunkan rasa muntah dan mual, memiliki efek

bronkodilatasi.

- Rocuronium (0,45-0.9 mg/kgBB: 30mg) relaksan otot non-depolarisasi

durasi kerja sedang (60 menit). Dipilih karena onsentya cepat (1-3 menit).

- Fentanyl (1-3 mcg/kg: 100 mcg) bekerja pada reseptor (paling efektif

untuk menghasilkan analgesia), terdapat efek depresi napas, penurunan

denyut jantung, dan aliran darah ke otak.

- Sevofluran (5%) tidak mudah larut dalam jaringan dan darah, induksi dan

pemulihan cepat, ditambahkan untuk memperdalam proses anesthesia serta

mempunyai efek bronkodilatasi.

- Rantidin anti mual-muntah, diberikan karena sering terjadi mual dan

muntah paska operasi terutama karena penggunaan opioid.

- Ketorolac NSAID

Obat-obat reverse yang digunakan: Prostigmin® (Neostigmine-antikolinesterase)

0,5 mg dan Atropin 0,5 mg (antikolinergik).

[Type text]

Page 14: Print Laporan Kasus Anestesi

[Type text]

Manajemen Post-Operatif

Pasien post-laparaskopi harus diamati perubahan hemodinamiknya, karena perubahan

hemodinamik sangat mungkin terjadi akibat pneumoperitoneum.

Pasien post-laparoskopi biasanya akan mengalami mual dan muntah karena distensi

dari rongga peritoneum dan untuk mengatasinya pasien dapat diberikan anti-mual dan anti-

muntah. Pasien juga akan merasakan nyeri pada bahu akibat iritasi diafragma, nyeri ini dapat

berlangsung selama 4 hari, hal ini dapat diatasi dengan pemberian analgesik. Untuk

mencegah terjadinya infeksi, dapat pula diberikan antibiotik profilaksis.

DAFTAR PUSTAKA[Type text]

Page 15: Print Laporan Kasus Anestesi

[Type text]

1. Ashari I. Appendisitis Akut. Dikutip dari:

http://www.irwanashari.com/2007/06/appendisitis-akut.html

2. Mansjoer Arif, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.3, cet. 1. Jakarta: Media

Aesculapius. 2000.

3. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesiology, Third edition. McGraw-

Hill, 2006

4. Sudarwaty Y. General Anestesi pada Laparoskopi Appendiktomi. Dikutip dari:

http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?

page=GENERAL+ANESTESI+PADA+LAPAROSCOPI+APPENDICTOMI

[Type text]