laporan kasus anestesi

Upload: wennnyk

Post on 06-Mar-2016

33 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Laporan Kasus Anestesi

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Kata anesthesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan pada pada hari operasi. Sedangkan tahap penatalaksanaan anestesi terdiri dari premedikasi, masa anestesi dan pemeliharaan, tahap pemulihan serta perawatan pasca anestesi.Tonsilektomi yang didefinisikan sebagai metode pengangkatan tonsil berasal dari bahasa latin tonsilia yang mempunyai arti tiang tempat menggantungkan sepatu serta dari bahasa yunani ectomy yang berarti eksisi. Beragam teknik tonsilektomi terus berkembang mulai dari abad 21 diantaranya diseksi tumpul, eksisi guillotine, diatermi monopolar dan bipolar, skapel harmonik, diseksi dengan laser dan terakhir diperkenalkan tonsilektomi dengan coblation. Adapun teknik yang sering dilakukan adalah diseksi thermal menggunakan elektrokauter.

Pemilihan jenis anestesi untuk tonsilektomi ditentukan berdasarkan usia pasien, kondisi kesehatan dan keadaan umum, sarana prasarana serta keterampilan dokter bedah, dokter anestesi dan perawat anestesi. Di Indonesia, tonsilektomi masih dilakukan di bawah anestesi umum, teknik anestesi lokal tidak digunakan lagi kecuali di rumah sakit pendidikan dengan tujuan untuk pendidikan. Mengingat tonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan anestesi umum maupun lokal, komplikasi yang ditimbulkannya merupakan gabungan komplikasi tindakan bedah dan anestesi. Adapun komplikasi yang dapat ditemukan berupa laringospasme, gelisah pasca operasi, mual, muntah, kematian pada saat induksi pada pasien dengan hipovolemia, hipersensitif terhadap obat anestesi serta hipotensi dan henti jantung.BAB II

STATUS PASIENI. IDENTITAS PASIEN

Identitas PasienNama

: An. AA

Umur

: 14 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: Sidorejo-Parakan

Diagnosis Pre-Op: Tonsilitis akut

Tindakan Op

: Tonsilektomi

Jenis anestesi

: General Anestesi

Tanggal masuk: 29 Oktober 2015

Tanggal Operasi: 30 Oktober 2015II. ANAMNESISa. Keluhan utamaPasien mengeluhkan Nyeri menelanb. Riwayat penyakit sekarangPasien merasakan nyeri menelan. Nyeri menelan dirasakan sejak 7 hari SMRS. Keluhan ini terjadi secara perlahan-lahan yang semula pasien dapat memakan nasi, sayur brokoli, kentang, buah-buahan saat ini pasien hanya dapat makan nasi tim, bubur, minum jus. Pasien menyatakan bahwa nyeri lebih dirasakan saat menelan makanan. sehingga pasien menjadi tidak nafsu makan dan merasa lemas. Saat tidur pasien mengorok dirasakan sejak 5 hari smrs. Tidak sampai membuat pasien terbangun, namun menurut pengakukan ayah pasien, ketika pasien tidur, napas anaknya suka tersendat. 4 hari smrs, pasien semakin keras mengorok dan terbangun dari tidurnya, sehingga menurut pengakuan pasien, sering merasa mengantuk ketika di sekolahDemam sejak 3 hari yang lalu, pasien mengalami demam namun suhu tidak diukur. Demam disertai pilek. Pasien diberi parasetamol. Demam mereda setelah diberi obat. Demam tidak disertai dengan kejang, mual, muntah, pusing, sakit kepala, batuk.

c. Riwayat penyakit dahuluRiwayat Operasi sebelumnya disangkal, riwayat hipertensi disangkal,riwayat diabetes mellitus disangkal, riwayat penyakit jantung disangkal, riwayat asma disangkal, riwayat alergi obat dan makanan.d. Riwayat penyakit KeluargaRiwayat Operasi sebelumnya disangkal, riwayat hipertensi disangkal,riwayat diabetes mellitus disangkal, riwayat penyakit jantung disangkal, riwayat asma disangkal, riwayat alergi obat dan makanan.e. Riwayat Pengobatan

Paracetamolf. Riwayat SosialPasien setiap hari minum air dingin dan minum es tong-tong di sekolah. III. PEMERIKSAAN PRE-ANESTESIBerat Badan

: 65 kgTinggi badan

: 163 cm

IMT

: 24,53B1 (Breath)

pernapasan 16x/mnt, nafas spontan teeth : gigi belakang bolong (-), gigi tanggal (-), gigi palsu (-) tongue: atrofi lidah (-) tonsil : T3-T3, kripte melebar, Hiperemis(+) tumor : tidak terdapat massa tiroid : tidak teraba pembesaran, Nyeri tekan (-) Pembukaan mulut sebesar 3 jari

Mallampati Test : Mallampati 3

Trakea dalam posisi lurus, terletak di tengah paru: bentuk dan ukuran dada normal, pergerakan dinding dada simetris SD. Ves +/+ , Rh -/- , Wh -/ -B2 (Blood) Tekanan darah 100/60 mmHg Nadi 84 x/menit Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/- Cor : Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak Palpasi: Ictus cordis tidak kuat angkat Perkusi: Tidak ada pelebaran batas jantung Auskultasi: BJ S1,S2 reguler, murmur ((), gallop (() Pemeriksaan laboratorium (29 Oktober 2015)Leukosit

: 8,6 x 103/mm3 Eritrosit

: 4 x 106/mm3Hemoglobin: 13 g/dl

Platelet

: 372 x 103/mm3CT/BT

: 4/2B3 (Brain)

GCS: E4V5M6 = 15, Kesadaran : compos mentis

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Pemeriksaan Nervus cranialis :

N. Olfaktorius (N. I)

: tidak dapat dinilai

N. Optikus (N. II)

Tajam Penglihatan

: tidak dapat dinilai

Lapang pandang

: tidak dapat dinilai

Warna

: tidak dapat dinilai

Funduskopi

: tidak dilakukan

N. okulomotorius, troklearis, abducen (N. III, IV,VI)

Kedudukan mata saat diam : ptosis (-)

Gerakan bola mata

: nistagmus (-)

Pupil:

Bentuk, lebar, perbedaan lebar

: bulat, isokor, 3mm

Reaksi cahaya langsung dan tidak langsung: +/+ (terjadi miosis)

Reaksi akomodasi dan konvergensi

: tidak dapat dinilai

N. Trigeminus (N. V)

Sensorik

: tidak dapat dinilai

Motorik

: tidak dapat dinilai

Merapatkan gigi

: tidak dapat dinilai

Buka mulut

: tidak dapat dinilai

Menggigit tongue spatel kayu

: tidak dapat dinilai

Menggerakkan rahang

: tidak dapat dinilai

Refleks :

Kornea

: tidak dapat dinilai

N. Facialis (N. VII)

Sensorik

: tidak dapat dinilai

Motorik

Kondisi diam

: Simetris

Kondisi bergerak

: tidak dapat dinilai

N. Statoakustikus (N. VIII)

Suara bisik: tidak dapat dinilai

Arloji

: tidak dapat dinilai

Garpu tala: tidak dapat dinilai

Nistagmus: tidak dapat dinilai

N. Glosopharingeus, Vagus (N.IX, X)

Inspeksi oropharing keadaan istirahat: tidak dapat dinilai

Inspeksi oropharing saat berfonasi : tidak dapat dinilai

Refleks : tidak dapat dinilai

Sensorik khusus :

Pengecapan 1/3 belakang lidah : tidak dapat dinilai

Suara serak atau parau : tidak dapat dinilai

Menelan :

Sulit menelan makanan atau benda padat

N. Acesorius (N.XI)

Kekuatan m. trapezius

: tidak dapat dinilai

Kekuatan m. sternokleidomastoideus : tidak dapat dinilai

N. hipoglosus (N. XII)

terjadi penyimpangan lidah ke arah kiri

Refleks fisiologis

Refleks Superficial

Dinding perut /BHR

: (+)

Cremaster

: tidak dilakukan

Refleks tendon / periostenum:

BPR / Biceps

: +1/ +1

TPR / Triceps

: +1/ +1

KPR / Patella

: +1/ +1

APR / Achilles: +1 / +1

Pemeriksaan refleks patologis Refleks Hoffman-Tromner: -/- Refleks Babinski: -/- Refleks Chaddock: -/- Refleks Oppenheim: -/- Refleks Gordon: -/- Refleks Schaefer: -/- Refleks Rossolimo: -/-

Mendel Bechterew: -/- Pemeriksaan meningeal sign: Kaku kuduk: - Brudzinski I: - Kernig: -/- Brudzinski II: -/- Laseq: -/-

Pemeriksaan fungsi koordinasi: baikB4 (Bladder) BAK(+) Warna urin kuning jernih Nyeri saat BAK (-)B5 (Bowel) Abdomen Inspeksi : tampak perut datar, supel Auskultasi : peristaltik normal Palpasi : nyeri tekan epigastrium (-), supel, hepar dan lien tidakteraba Perkusi : Timpani BAB (+), lancarB6 (Bone) edema tungkai (-), sianosis (-), CRT 1 jam)6. Kontra Indikasi :

Kontra indikasi untuk tindakan anestesi imbang dengan pemasangan PET dan napas kendali berhubungan dengan efek farmakologi obat yang digunakan terhadap berbagai organ, diantaranya yaitu :

Hepar ( obat hepatotoksik, dosis dikurangi/diturunkan

Jantung ( obat-obat yang mendepresi miokar.menurunkan aliran darah koroner

Ginjal ( obat yang diekskresi di ginjal

Paru ( obat yang merangsang sekresi paru

Endokrin ( hindari obat yang meningkatkan kadar gula darah/hindarkan pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes, penyakit basedow, karena dapat menyebabkan peninggian gula darah.7. Tatalaksana Anestesi Imbang dengan Pemasangan Pipa Endotrakea dan Napas Kendali

Langkah-langkah yang dikerjakan dalam melakukan anestesi umum imbang dengan pemasangan PET dan napas kendali, meliputi :

a. Pasien telah dipersiapkan sesuai dengan pedoman

b. Pasang alat monitor EKG dan tekanan darah

c. Siapkan alat-alat dan obat-obat resusitasi

d. Siapkan mesin anestesia dengan sistem sirkuitnya dan gas anestesia yang dipergunakan

e. Induksi dengan obat hipnotik [ex : penthotal]

f. Berikan obat pelumpuh otot [suksinil kholin] intravena secara cepat untuk fasilitas intubasi

g. Berikan napas buatan melalui sungkup muka dengan oksigen 100% mempergunakan fasilitas mesin anestesia, sampai fasikulasi hilang dan otot rahang relaksasi

h. Lakukan laringoskopi dan pasang PET

i. Fiksasi PET dan hubungkan dengan sirkuit mesin anestesi

j. Berikan salah satu kombinasi obat inhalasi N2O + O2 dan narkotik (sebagai analgetik-sedatif) ditambah obat sedatif/hipnotik serta obat pelumpuh otot non-depolarisasi secara intravena

k. Dosis ulangan atau pemeliharaan, dapat diberikan secara intravena intermiten atau tetes kontinyu

l. Kendalikan napas pasien secara manual atau mekanik dengan volume dan frekuensi napas disesuaikan dengan kebutuhan pasien

m. Pantau tanda vital secara kontinyu dan periksa analisis gas darah apabila ada indikasi

n. Apabila operasi sudah selesai, hentikan aliran gas/obat anestesia inhalasi dan berikan oksigen 100% (4-8 liter/menit selama 2 5 menit

o. Berikan penawar obat pelumpuh otot, yaitu neostigmin bersama-sama dengan atropin sulfat atau kalau diperlukan, berikan antagonis narkotik

p. Ekstubasi PET dilakukan apabila pasien sudah bernapas spontan dan adekuat serta jalan napas (mulut, hidung dan pipa endotrakea) sudah bersih

8. Perjalanan Anestesi Umum

Perjalanan anestesi umum meliputi :

a. Premedikasi AnestesiPremedikasi anastesi adalah pemberian obat sebelum anastesi. Adapun tujuan dari premedikasi antara lain.

1. Memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam

2. Menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam

3. Membuat amnesia misal : diazepam, midazolam

4. Memberikan analgesia misal : fentanyl, pethidin

5. Mencegah muntah, misal : droperidol, ondansetron

6. Memperlancar induksi, misal : pethidin

7. Mengurangi jumlah obat-obat anastesia, misal pethidin

8. Menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, : tracurium, sulfas atropine

9. Mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas : sulfas atropine, hiosin

Premedikasi diberikan berdasar atas keadaan psikis dan fisiologis pasien yang ditetapkan setelah dilakukan kunjungan prabedah. Dengan demikian maka pemilihan obat premeadikasi yang akan digunakan harus selalu dengan mempertimbangkan umur pasien, berat badan, status fisik, derajat kecemasan riwayat penggunaan obat tertentu yang berpengaruh terhadap jalannya anastesi, perkiraan lamanya operasi, macam operasi, rencana anastesi yang digunakan.

Obat obat premedikasi :

1. Hipnoz (Midazolam) : obat penenang(transquilaizer)

Midazolam adalah obat induksi tidur jangka pendek untuk premedikasi, induksi dan pemeliharaan anestesi. Dibandingkan dengan diazepam, midazolam bekerja cepat karena transformasi metabolitnya cepat dan lama kerjanya singkat. Pada pasien orang tua dengan perubahan organik otak atau gangguan fungsi jantung dan pernafasan, dosis harus ditentukan secara hati-hati. Efek obat timbul dalam 2 menit setelah penyuntikan. Dosis premedikasi dewasa 0,07-0,10 mg/kgBB, disesuaikan dengan umur dan keadaan pasien. Dosis lazim adalah 5 mg. Pada orang tua dan pasien lemah dosisnya 0,025-0,05 mg/kgBB.Efek samping yang berpotensi mengancam jiwa : midazolam dapat mengakibatkan depresi pernafasan dan kardiovaskular, iritabilitas pada ventrikel dan perubahan pada kontrol baroreflek dari denyut jantung. Efek yang berat dan ireversibel : selain depresi SSP yang berhubungan dengan dosis, tidakpernah dilaporkan efek samping yang ireversibel. Efek samping simtomatik : agitasi, involuntary movement, bingung, pandangan kabur, nyeri pada tempat suntikan, tromboflebitis dan trombosis. Midazolam dapat berinteraksi dengan obat alkohol,opioid, simetidin dan ketamin.2. Clopedin (Petidin) 50 mg : obat analgetik-narkotik

Petidin merupakan derivat fenil piperidin yang efek utamanya adalah depresi susunan saraf pusat. Gejala yang timbul antara lain adalah analgesia, sedasi, euforia dan efek sentral lainnya. Sebagai analgesia diperkirakan potensinya 80 kali morfin. Lamanya efek depresi napas lebih pendek dibanding meperidin. Dosis tinggi menimbulkan kekakuan pada otot lurik, ini dapat diantagonis oleh nalokson. Setelah pemberian sistemik, petidin akan menghilangkan reflek kornea akan tetapi diameter pupil dan refleknya tidak terpengaruh. Obat ini juga meningkatkan kepekaan alat keseimbangan sehingga dapat menimbulkan muntah muntah, pusing terutama pada penderita yang berobat jalan. Pada penderita rawat baring obat ini tidak mempengaruhi sistem kardiovaskular, tetapi pada penderita berobat jalan dapat timbul sinkop orthostatik karena terjadi hipotensi akibat vasodilatasi perifer karena pelepasan histamin.Petidin dimetabolisme dihati, sehingga pada penderita penyakit hati dosis harus dikurangi. Petidin tidak mengganggu kontraksi atau involusi uterus pasca persalinan dan tidak menambah frekuensi perdarahan pasca persalinan. Preparat oral tersedia dalam tablet 50 mg, untuk parenteral tersedia dalam bentuk ampul 50 mg per cc. Dosis dewasa adalah 50 100 mg, disuntikkan secara SC atau IM. Bila diberikan secara IV efek analgetiknya tercapai dalam waktu 15 menit.3. Sulfas AtropinSulfas atropin termasuk golongan anti kolinergik. Berguna untuk mengurangi sekresi lendir dan menurunkan efek bronchial dan kardial yang berasal dari perangsangan parasimpatis akibat obat anestesi atau tindakan operasi. Efek lainnya yaitu melemaskan otot polos, mendepresi vagal reflek, menurunkan spasme gastrointestinal dan mengurangi rasa mual serta muntah. Obat ini juga menimbulkan rasa kering di mulut serta penglihatan kabur, maka lebih baik tidak diberikan pra anestesi lokal maupun regional. Dalam dosis toksik dapat menyebabkan gelisah, delirium, halusinasi, dan kebingungan pada pasien.Tetapi hal ini dapatdiatasi dengan pemberian prostigmin 12 mg intravena2 .Sediaan : dalam bentuk sulfat atropin dalam ampul 0,25dan 0,5 mg.Dosis : 0,01 mg/ kgBB. Pemberian : SC, IM, IV 7b. InduksiInduksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya stadium pembedahan yang selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharaan anestesi untuk mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah induksi. Pada kasus ini digunakan Propofol.Propofol adalah obat anestesi intravena yang bekerja cepat dengan karakter recovery anestesi yang cepat tanpa rasa pusing dan mual-mual. Propofol merupakan cairan emulsi minyak-air yang berwarna putih yang bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1ml=10 mg) dan mudah larut dalam lemak. Profopol menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh GABA. Propofol adalah obat anestesi umum yang bekerja cepat yang efek kerjanya dicapai dalam waktu 30 detik. Dosis induksi 1-2 mg/kgBB. Dosis rumatan 500ug/kgBB/menit infuse. Dosis sedasi 25-100ug/kgBB/menit infuse. Pada pasien yang berumur diatas 55 tahun dosis untuk induksi maupun maintanance anestesi itu lebih kecil dari dosis yang diberikan untuk pasien dewasadibawah umur 55 tahun. Cara pemberian bisa secara suntikan bolus intravena atau secara kontinu melalui infus, namun kecepatan pemberian harus lebih lambat daripada cara pemberian pada oranag dewasa di bawah umur 55 tahun. Pada pasien dengan ASA III-IV dosisnya lebih rendah dan kecepatan tetesan juga lebih lambat.c. PemeliharaanMasa pemeliharaan adalah masa sesudah induksi dan ketika prosedur pembedahan atau prosedur lain dilaksanakan. Obat yang biasa digunakan dalam masa pemeliharaan diantaranya yaitu :

1. Sevoflurane

Sevofluran (Ultane) merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibanding dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan.

Efek terhadap kardiovaskuler cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada laporan toksik terhadap hepar. Setelah pemberian dihentikan, sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan.

Walaupun dirusak oleh sodalim namun belum ada laporan membahayakan terhadap tubuh manusia.

d. Obat Pelumpuh OtotAtrakurium besilat (tracrium)Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman Leontice leontopetaltum. Beberapa keunggulan atrakurium dibandingkan dengan obat terdahulu antara lain adalah :

Metabolisme terjadi dalam darah (plasma) terutama melalui suatu reaksi kimia unik yang disebut reaksi kimia hoffman. Reaksi ini tidak bergantung pada fungsi hati dan ginjal.

Tidak mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang. Tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna. Mula dan lama kerja antrakurium bergantung pada dosis yang dipakai. Pada umumnya mulai kerja antrakium pada dosis intubasi adalah 2-3 menit, sedang lama kerja antrakium dengan dosis relaksasi 15-35 menit. Pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan (sesudah lama kerja obat berakhir) atau dibantu dengan pemberian antikolinesterase. Antrakurium dapat menjadi obat terpilih untuk pasien geriatrik atau pasien dengan penyakit jantung dan ginjal yang berat. Kemasan 1 ampul berisi 5 ml yang mengandung 50 mg atrakurium besilat. Stabilitas larutan sangat bergantung pada penyimpanan pada suhu dingin dan perlindungan terhadap penyinaran.

Dosis intubasi : 0,5 0,6 mg/kgBB/ivDosis relaksasi otot : 0,5 0,6 mg/kgBB/iv

Dosis pemeliharaan : 0,1 0,2 mg/kgBB/ ive. Intubasi TrakeaSetelah dilakukan induksi anestesia yaitu tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, maka memungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan. Induksi dapat dilakukan secara intrvena, intramuskular, inhalasi dan rektal. Sebelum dilakukan induksi sebaiknya disiapkan terlebih dahulu peralatan dan obat-obatan yang diperlukan. Untuk persiapan induksi sebaiknya kita ingat STATICS:S = Scope Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-ScopeT = Tubes Pipa trakea. Usia >5 tahun dengan balon (cuffed)A = Airway Pipa mulut faring (orofaring) dan pipa hidung faring (nasofaring) yang digunakan untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar agar lidah tidak menyumbat jalan napasT = Tape Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabutI = Intro Stilet atau mandrin untuk pemandu agar pipa trakea mudah dimasukkanC = Connect Penyambung pipa dan perlatan anestesiaS = Suction Penyedot lendir dan ludahTujuan dilakukannya tindakan intubasi endotrakhea adalah untuk membersihkan saluran trakheobronchial, mempertahankan jalan nafas agar tetap paten, mencegah aspirasi, serta mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi. Pada dasarnya, tujuan intubasi endotrakheal (Anonim, 1986) :

a. Mempermudah pemberian anestesia.

b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan kelancaran pernafasan.

c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan tidak sadar, lambung penuh dan tidak ada refleks batuk).

d. Mempermudah pengisapan sekret trakheobronchial.

e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.

f. Mengatasi obstruksi laring akut.

Indikasi bagi pelaksanaan intubasi endotrakheal menurut Gisele tahun 2002 antara lain :

a. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan oksigen arteri dan lain-lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen melalui masker nasal.

b. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan karbondioksida di arteri.

c. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau sebagai bronchial toilet.

d. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau pasien dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi.

Menurut Gisele, 2002 ada beberapa kontra indikasi bagi dilakukannya intubasi endotrakheal antara lain :

a. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak memungkinkan untuk dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah cricothyrotomy pada beberapa kasus.

b. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical, sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.

Kesukaran yang sering dijumpai dalam intubasi endotrakheal (Mansjoer Arif et.al., 2000) biasanya dijumpai pada pasien-pasien dengan :

a. Otot-otot leher yang pendek dengan gigi geligi yang lengkap.

b. Recoding lower jaw dengan angulus mandibula yang tumpul. Jarak antara mental symphisis dengan lower alveolar margin yang melebar memerlukan depresi rahang bawah yang lebih lebar selama intubasi

c. Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus palatum yang tinggi. Gigi incisium atas yang menonjol (rabbit teeth).

d. Kesukaran membuka rahang, seperti multiple arthritis yang menyerang sendi temporomandibuler, spondilitis servical spine.

e. Abnormalitas pada servical spine termasuk achondroplasia karena fleksi kepala pada leher di sendi atlantooccipital.

f. Kontraktur jaringan leher sebagai akibat combusio yang menyebabkan fleksi leher.

Dalam melakukan suatu tindakan intubasi, perlu diikuti beberapa prosedur yang telah ditetapkan antara lain :

a. Persiapan. Pasien sebaiknya diposisikan dalam posisi tidur terlentang, oksiput diganjal dengan menggunakan alas kepala (bisa menggunakan bantal yang cukup keras atau botol infus 1 gram), sehingga kepala dalam keadaan ekstensi serta trakhea dan laringoskop berada dalam satu garis lurus.

b. Oksigenasi. Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot, lakukan oksigenasi dengan pemberian oksigen 100% minimal dilakukan selama 2 menit. Sungkup muka dipegang dengan tangan kiri dan balon dengan tangan kanan.

c. Laringoskop. Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop dipegang dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kiri dan lapangan pandang akan terbuka. Daun laringoskop didorong ke dalam rongga mulut. Gagang diangkat dengan lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring serta epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan.

d. Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan berbentuk huruf V.

e. Pemasangan pipa endotrakheal. Pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut kanan mulut sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu, sebelum memasukkan pipa asisten diminta untuk menekan laring ke posterior sehingga pita suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila mengganggu, stilet dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan tangan kanan memompa balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon pipa dikembangkan dan daun laringoskop dikeluarkan selanjutnya pipa difiksasi dengan plester.

f. Mengontrol letak pipa. Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu ventilasi, dilakukan auskultasi dada dengan stetoskop, diharapkan suara nafas kanan dan kiri sama. Bila dada ditekan terasa ada aliran udara di pipa endotrakheal. Bila terjadi intubasi endotrakheal akan terdapat tanda-tanda berupa suara nafas kanan berbeda dengan suara nafas kiri, kadang-kadang timbul suara wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih berat. Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru sama. Sedangkan bila terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah epigastrum atau gaster akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop), kadang-kadang keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan nampak semakin membiru. Untuk hal tersebut pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali setelah diberikan oksigenasiyang cukup.

g. Ventilasi.f. Terapi Cairan

Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus mendekati jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapicairan perioperatif bertujuan untuk :

Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama operasi.

Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapiyang diberikan

Pemberian cairan operasi dibagi :

1. Pra operasi

Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah, penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti pada ileus obstruktif, perdarahan, luka bakar dan lain lain. Kebutuhan cairan dalam 24 jam adalah 2 ml /kgBB/jam. Bila terjadi dehidrasi ringan 2% BB, sedang 5% BB, berat 7% BB. Setiap kenaikan suhu 1 Celcius kebutuhan cairan bertambah 10 15 %.

2. Selama operasi

Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan cairan untuk operasi : a. Ringan = 4 ml / kgBB / jam

b. Sedang = 6 ml / kgBB / jam

c. Berat = 8 ml / kg BB / jam

Bila terjadi perdarahan selama operasi, dimana perdarahan kurang dari 10% EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali volume darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10% maka dapat dipertimbangkan pemberian plasma/koloid/dekstran dengan dosis 1 2 kali darah yang hilang.

3. Setelah operasi

Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan selama operasi ditambah kebutuhan sehari hari pasien.g. PemulihanPasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu ruangan untuk observasi pasien pasca atau anestesi. Ruang pulih sadar merupakan batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca-operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya.

Di ruang pulih sadar dimonitor jalan nafasnya apakah bebas atau tidak, ventilasinya cukup atau tidak, dan sirkulasinya sudah baik ataukah tidak. Selain obstruksi jalan nafas karena lidah yang jatuh ke belakang atau karena spasme laring, pasca bedah dini juga dapat terjadi muntah yang dapat menyebabkan aspirasi.Monitor kesadaran merupakan hal yang penting karena selama pasien belum sadar dapat terjadi gangguan jalan nafas. Tidak sadar yang berkepanjangan adalah akibat dari pengaruh sisa obat anestesi, hipotermi, atau hipoksia, dan hiperkarbi. Hipoksia dan hiperkarbi terjadi pada pasien dengan gangguan jalan nafas dan ventilasi. Menggigil yang terjadi pasca bedah adalah akibat efek vasodilatasi obat anestesi. Menggigil akan menambah beban jantung dan sangat berbahaya pada pasien dangan penyakit jantung.9. Efek Samping Anestesia Umum

Hampir semua anestesi inhalasi mengakibatkan sejumlah efek samping yang terpenting diantaranya adalah : Menekan pernapasan, paling kecil pada N2O eter dan trikloretilen

Mengurangi kontraksi jantung, terutama halotan dan metoksi fluran, yang paling ringan pada eter

Merusak hati oleh karena sudah tidak digunakan ;agi seperti senyawa kloroform

Merusak ginjal, khususnya metoksifluran10. Komplikasi Anastesi Umum

Komplikasi kadang-kadang datangnya tidak diduga kendatipun tindakan anestesi sudah dilaksanakan dengan baik. Komplikasi dapat dicetuskan oleh tindakan anestesia sendiri atau kondisi pasien. Penyulit dapat timbul pada waktu pembedahan atau kemudian segera ataupun belakangan setelah pembedahan (lebih dari 12 jam). Beberapa komplikasi yang dapat terjadi, diantaranya yaitu :

1) Komplikasi kardiovaskular

a. Hipotensi ( tekanan sistole kurang dari 70 mmHg

b. Hipertensi ( umum terjadi pada periode induksi dan pemulihan anestesia

c. Aritmia jantung

d. Payah jantung

2) Komplikasi respirasi

a. Obsturksi jalan napas

b. Batuk

c. Hiccup

d. Intubasi endobronkial

e. Apnu

f. Atelektasis

g. Pneumothorakz

h. Muntah dan regurgitas

3) Komplikasi mata

a. Laserasi kornea

b. Menekan bola mata terlalu kuat

4) Perubahan cairan tubuh

a. Hipovolemia

b. Hipervolemia

5) Komplikasi neurologi

a. Konvulsi terlambat sadar

b. Cidera saraf tepi (perifer)

6) Komplikasi lain-lain

a. Menggigil

b. Gelisah setelah anestesi

c. Sadar selama operasi

d. Kenaikan suhu tubuh

e. Hipersensitif10. Klasifikasi Operasi

Menurut Departemen Kesehatan tahun1997, operasi dibagi menjadi 3 kriteria, yaitu:

1. Operasi kecil: operasi dengan waktu kurang dari 1 jam, dengan peralatan standar, anestesi lokal, dan memiliki risiko yang kecil

2. Operasi sedang: operasi dengan waktu 1-2 jam, dengan alat standar +, anestesi lokal, regional, dan general, dan memiliki risiko yang sedang

3. Operasi besar: operasi dengan kurun waktu 3 jam, alat standar ++, dengan anestesi general, dan risiko yang besar

4. Operasi khusus: operasi dengan kurun waktu 4 jam, alat standar +++, dengan anestesi general, dan memiliki risiko yang tinggi

11. Anestesi Untuk Tonsilektomi

Anestesi untuk tonsilektomi lebih sering menggunakan general anestesi dengan pemasangan pipa endotrakeal dibandingkan dengan anestesi lokal. Ada beberapa kontroversi untuk pemakaian anestesi pada tonsilektomi. Menurut Dr. Kathryn Davies pada jurnal yang berjudul Anesthesia for Tonsillectomy dan Jurnal yang diteliti oleh John, MD dan Erik, MD yang berjudul Endotachreal Anesthesia for Tonsillectommy and Adenoidectomy in Children menyarankan untuk menggunakan anestesi umum pada tonsilektomi dikarenakan dapat meminimalisir perdarahan yang akan terjadi selama pembedahan. Namun hal ini bertentangan dengan jurnal yang diteliti oleh Sudhir M. Naik yang mengatakan bahwa tonsillectomy dengan menggunakan anestesi lokal lebih baik dikarenakan banyak keuntungan yang ditimbulkan dengan pemakaian lokal, yaitu waktu bius yang lebih singkat, perdarahan sedikit, dan biaya yang dikeluarkan di RS yang lebih hemat. Pasien juga cukup puas dengan pemakaian anestesi lokal pada tonsilektomi.BAB IVPEMBAHASAN

A. Permasalahan dari Segi Medis

1. Keluhan: mengorok, nyeri menelan, lemas, susah tidur2. Pemeriksaan fisik:Pada pemeriksaan tonsil ditemukan tonsil membesar T3-T3, hiperemis (+), terdapat detritus, kripta melebar.3. Pemeriksaan penunjang:WBC: 8600/mm3

B. Permasalahan dari Segi Anestesi3.1. Pra-Operatif

Persiapan pra operatif pada pasien ini meliputi persiapan alat, penilaian dan persiapan pasien, serta persiapan obat anestesi yang diperlukan. Penilaian dan persiapan pasien di antaranya meliputi : 1. Penilaian klinis penanggulangan keadaan darurat

2. Informasia. Riwayat asma, alergi obat, hipertensi, diabetes mellitus, maupun riwayat operasi sebelumnya

b. Riwayat keluarga (penyakit dan komplikasi anestesia)

c. Menilai jalan nafas (gigi geligi, lidah, tonsil, temporo-mandibula-joint, tumor, tiroid, trakea)

d. Menilai nadi, tekanan darah

e. Makan minum terakhir (mencegah aspirasi isi lambung karena regurgitasi atau muntah pada saat anestesi)f. Menilai mallampati untuk melihat apakah terdapat kontraindikasi maupun gangguan pada saat melakukan intubasi.i. Mallampati I: palatum molle, uvula, dinding posterior

orofaring, tonsilla palatina dan tonsilla

pharingeal

ii. Mallampati II: palatum molle, sebagian uvula, dinding

posterior uvula

iii. Mallampati III: palatum molle, dasar uvula

iv. Mallampati IV: palatum durum saja

3. Persiapan informed consent, suatu persetujuan medis untuk mendapatkan ijin dari pasien sendiri dan keluarga pasien untuk melakukan tindakan anestesi dan operasi terhadap pasien. Secara keseluruhan, tidak didapatkan aspek-aspek yang dapat memperberat proses anestesi selama pembedahan. Namun, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan selama masa pembiusan.Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan risiko utama pada pasien-pasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum induksi anestesia. Berdasarkan penilaian mallampati, pasien termasuk mallampati 3 dan berdasarkan status fisik pasien tersebut maka pasien termasuk dalam klasifikasi ASA I.3.2. Durante Operatif

1. Premedikasi

Obat yang dipakai untuk pasien yaitu Hipnoz (Midazolam) 2 mg, adalah obat anestesi umum golongan benzodiazepin. Tujuan diberikan ini sebagai terapi premedikasi sedatif selain itu midazolam juga mengurangi rasa cemas dan amnesia retrograd. Obat ini dipilih karena efek kerja midazolam yang relatif cepat. Pada kasus ini analgetik yang digunakan adalah fentanyl.2. Induksi

Dengan menggunakan Propofol 50 mg untuk induksi keuntungannya memiliki efek analgesik, anti emetik, pemulihan yang lebih cepat dibandingkan dengan obat lainnya dan memiliki rasa nyaman ketika bangun. Efek sampingnya adalah depresi nafas.3. Fasilitas

Tramus 10 mg merupakan obat pelumpuh otot non-depolarisasi yang sangat selektif. Agen non-depolariasi melakukan tindakan antagonis terhadapp asetilkolin dengan cara berikata dengan bagian reseptor di motor-end-plate. Bisa digunakan pada prosedur bedah jangka panjang untuk memfasilitasi monitor ventilasi.4. Pemasangan ETT

Tindakan memasukkan suatu pipa melalui mulut atau melalui hidung, dengan sasaranjalan napas bagian atas atau trakea. Tujuan penggunaan ETT pada pasien ini:

Menjaga patensi jalan napas karena durasi pembedahan diperkirakan lebih dari 30 menit Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi5. Maintenance

O2 serta sevoflura 2 vol %. O2 adalah digunakan sebagai pembawa anestetik inhalasi lainnya.

Tindakan premedikasi sendiri, yaitupemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia bertujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia diantaranya untuk meredakan kecemasan dan ketakutan, memperlancar induksi anestesia, mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus, meminimalkan jumlah obat anestetik, mengurangi mual-muntah pasca bedah,menciptakan amnesia, mengurangi isi cairan lambung, mengurangi refleks yang membahayakan.

Alasanpemilihan penggunaan golongan midazolam sebagai agen anestesiantara lainkarena tidak mengganggu pola tidur, lebih aman jika terjadi overdosis, tidak menginduksi interaksi buruk pada metabolisme enzim obat, tidak menginduksi enzim hepar, pilihan utama sebagaianti ansietas,paling cepat diinaktifkan dibandingkan benzodiazepin lain pada penggunaan intravena untuk memperoleh efek cepat.Jenis anestesi yang paling baik digunakan dalam tonsilektomi adalah general anestesi. Teknik anestesi umum yang dipilih adalah teknikbalance anesthesia atau anestesi imbang, nafas kendali denganendotracheal tubenomor 5. Teknik ini dimulai dengan pemberian obat pelumpuh otot non depolar, setelah itu dilakukan pemasangan nasotrakeal tube. Nafas dikendalikan dengan respiratoir atau secara manual.6. Terapi cairan

Pasien sudah tidak makan dan minum 6 jam, namun sudah di pelihara kekurangan cairannya dengan memberikan cairan infus selama di bangsal.

Untuk kebutuhan selama operasi berlangsung: BB = 65 kg Maintenance

4 x 10 kg = 40 cc2 x 10 kg = 20 cc1 x 45 kg = 45 cc ( total 105 cc/jam Stress operasi = 6 cc/kgBB/jam = 6 x65= 390 cc/jam Perdarahan = 25 cc Pemberian Cairan:Kebutuhan cairan selama operasi 60 menit

= perdarahan + maintenance + stress operasi

= 25 + 105+ 390

= 520 cc Cairan yang sudah diberikan saat masuk ruang pre-operatif = 250 cc Cairan yang masuk saat operasi

= 350 cc

Total cairan yang masuk

= 600 cc

Balance cairan : 600 cc 520 cc = 80 cc, maka balance cairan pada pasien termasuk positif dan ketika dibangsal sesuai dengan kebutuhan cairan pasien selama 24 jam

3.3Post Operatif

Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke recovery room. Observasi post operasi dengan dilakukan pemantauan secara ketat meliputi vital sign (tekanan darah, nadi, suhu dan respirasi). Oksigen tetap diberikan 3 liter/menit serta dihitung Adrette score untuk kembali ke bangsal. Pada pasien didapatkan Aldrette score 10. pasien boleh keluar ruang pemulihan.BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pasien Sdr.AL, 7 tahun, BB 23 Kg, TB 100 cm, didiagnosis tonsillitis akut dan dilakukan tonsilektomi dengan menggunakan General Endotracheal Anaestesi (GETA) dan selama operasi berlangsung tidak ada komplikasi.

Kebutuhan cairan selama operasi 455cc sedangkan cairan yang sudah diberikan saat operasi adalah 600 cc, sehingga balance cairannya adalah 145 cc.

Selama proses operasi tidak terjadi masalah gangguan hemodinamik. Di ruang pemulihan (recovery room), vital sign pasien dalam batas normal dan nilai aldrette score mencapai 9 dan pasien dijemput perawat untuk dipindahkan ke bangsal.

B. Saran1. Persiapan preoperative meliputi pasien terutama obat-obatan selain obat anestesi yakni obat dari THT juga harus dipersiapkan dengan baik.2. Lebih memperhatikan dan menyesuaikan kebutuhan cairan sesuai yang dibutuhkan pasien agar balance cairan.3. Memantau hemodinamik pasien melalui pemeriksaan tanda vital sebelum, saat, dan setelah operasi dilaksanakan.DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. 2009. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi Kedua. Penerbit Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI: Jakarta.

2. Baugh RF et al. Clinical Practice Guideline: Tonsillectomy in Children. Otolaryngology Head and Neck Surgery 2011; 144 (15):1-30.

3. Burton MJ, Towler B, Glasziou P. Tonsillectomy versus non-surgical treatment for chronic/recurrent acute tonsillitis (Cochrane Review). In: The Cochrane Library, Issue 3, 2004. Chichester, UK: John Wiley & Sons, Ltd.

4. Pasternak LR, Arens JF, Caplan RA, Connis RT, Fleisher LA, Flowerdew R, et al. Practice advisory for preanesthetic evaluation. A report by the American Society of Anesthesiologists Task Force on Preanesthesia Evaluation 2003.5. Mangku, Gde dan Tjokorda Gde Agung S. 2010. Buku Ajar Ilmu Anastesi dan Reanimasi. Indeks : Jakarta.

6. Drake A. Tonsillectomy. http://www.emedicine.com/ent/topic315.htm/emed-tonsilektomi diakses tanggal 21 Juni 2014.

7. Wrobel M, Werth M.2009. Pokok-pokok Anestesi. Edisi pertama. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

8. Omoigui S. 2012.Obat-obatan Anestesia. Edisi kedua. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

9. .Syarif,Amir,et al. 2009.Farmakologi dan Terapi Edisi Kelima. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI: Jakarta.10. Pramono, A., 2008. StudyGuide Anestesiologi dan Reanimasi. Yogyakarta : FK UMY.11. Dachlan, R dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi.Jakarta : bagian Anesteiologi dan terapi Intensif.FK UI12. Sadina, 2009. Sistem Pernapasan Pada Manusia.http://www.blogunila.ac.id/sadina/2009/10/01/sistem-pernapasan-pada-manusia/13. Better Health Channel. 2011.Tonsillitis Explaioverment of vixtoria, Australia.http :/ / betterhealth.vic.gov.au/bhcv2/bhcarticles.14. Lauro, Joseph.2011.Tonsillitis.Lautheran Emergency Medicine Medical Centre.http://www.emedicinehealth.com/tonsillitis/article_em.htm,15. Wirdjoatmodjo, K., 2000. Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar untuk Pendidikan S1 Kedokteran. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.50PAGE 48