laporan kasus anestesi
DESCRIPTION
laporan kasus anestesiTRANSCRIPT
DAFTAR ISI PENDAHULUAN ............................................................................................................ 2
STATUS PASIEN ............................................................................................................ 3
I. Identitas ................................................................................................................................. 3
II. Anamnesis ............................................................................................................................ 3
III. Pemeriksaan Fisik ............................................................................................................. 4
IV. Pemeriksaan penunjang .................................................................................................... 6
V. Diagnosis pre-operatif ......................................................................................................... 7
VI. Tatalaksana ........................................................................................................................ 8
PEMBAHASAN ............................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 20
PENDAHULUAN
Tumor jaringan lunak dapat terjadi di seluruh bagian tubuh mulai dari ujung
kepala sampai ujung kaki. Tumor jaringan lunak ini ada yang jinak dan ada yang ganas
Lokasi yang paling sering ditemukan adalah pada anggota gerak bawah yaitu sebesar
46% di mana 75% ada diatas lutut terutama di daerah paha. Di anggota gerak atas mulai
dari lengan atas, lengan bawah hingga telapak tangan sekitar 13%. Tatalaksana pada
tumor jaringan lunak adalah ekstirpasi yang dilakukan dibawah anestesi, baik
lokal/regional/umum.
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan
meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami
pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi
inhalasi dan penanggulangan penyakit menahun. Anestesi yang ideal adalah tercapainya
anestesi yang meliputi hipnotik/sedasi, analgesi dan relaksasi otot.
Terdapat 3 macam anestesi, yaitu anestesi lokal, regional, dan umum. Anestesi
umum yaitu keadaan ketidaksadaran yang reversibel yang disebabkan oleh zat anestesi,
disertai hilangnya sensasi sakit pada seluruh tubuh.
Facemask atau sungkup muka merupakan sebuah alat sederhana dan non-invasif
untuk menghantarkan baik oksigen atau gas-gas anestesi. Sungkup memiliki banyak
kegunaan, seringkali digunakan untuk ventilasi pada pasien tidak sadar serta digunakan
untuk resusitasi. Selain itu sungkup muka dapat digunakan untuk induksi dan rumatan
dari anestesi umum.
STATUS PASIEN
I. Identitas Nama : Ny. S
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat/tanggal lahir : Wonogiri, 10/07/1959
Umur : 53 tahun
Alamat : Kp. Rawa badak, Cipedak-Jagaraksa
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Penjamin : Umum
No. Rekam medis : 31 47 26
II. Anamnesis Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 25 April 2013 di
RUMKITAL Marinir Cilandak.
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan teraba benjolan pada paha kanan selama kurang
lebih 2 tahun.
Riwayat Penyakit Sekarang
Dua tahun yang lalu, pasien merasa adanya benjolan pada paha kanan yang tidak
nyeri. Benjolan teraba lunak dan berukuran kurang lebih 2x2cm. Pasien tidak
berobat dan tidak menganggap hal yang serius. Benjolan hanya diberikan minyak
kayu putih dan balsem. Benjolan hanya teraba pada paha kanan, dan tidak teraba
pada anggota tubuh lainnya.
Satu tahun yang lalu pasien merasa benjolannya semakin membesar namun tidak
ada keluhan nyeri ataupun lainnya. Benjolan hanya dirasa pada paha kanan s
aja. Namun lama- kelamaan benjolan tersebut menimbulkan ketidaknyamanan
apabila pasien menggerakkan tungkai bawah dan pasien kurang nyaman dengan
adanya benjolan tersebut, sehingga pasien memutuskan untuk ke dokter dan
setuju untuk dilakukan tindakan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki keluhan yang serupa sebelumnya. Pasien tidak
memiliki tekanan darah tinggi, kencing manis, alergi terhadap obat
ataupun lainnya, riwayat asma, dan sebagainya. Pasien tidak pernah
menjalani operasi sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak memiliki keluhan yang serupa, keluarga pasien dalam
keadaan yang sehat.
Riwayat Sosial dan Ekonomi
Pasien sekarang sudah tidak bekerja, pasien hanya mengurus pekerjaan rumah
tangga.
Riwayat Gaya Hidup
Pasien tidak merokok, tidak suka minum-minuman beralkohol, pasien jarang
berolahraga, pasien makan-makanan yang sehat dan teratur.
III. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 25 April 2013 di RUMKITAL Marinir
Cilandak.
Status Generalis
Keadaan Umum : Pasien tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Laju nafas : 20x/menit
Nadi : 72x/menit, teraba kuat dan isi penuh
Suhu : 36.4 C, diukur dengan termometer aksilla
Antropometri
Berat badan : 56 kg
Tinggi badan : 158 cm
Status Lokalis
Kepala : Normosefal, rambut tersebar merata, wajah simetris
Mata : Bentuk simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, kornea jernih, pupil isokor 2mm/2mm, reflek
cahaya langsung dan tidak langsung +/+
Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba, tiroid dalam batas
normal.
Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum, tidak ada
sekret, terlihat konka inferior dalam batas normal.
Mulut : Bibir tidak kering, tidak sianosis, lidah dan mukosa baik.
Tenggorokan : tonsil T1/T1 tenang, faring tidak hiperemis
Thoraks : bentuk thoraks normal, pernafasan simetris
Paru-paru
Inspeksi : Gerak nafas simetris, tidak tampak retraksi
Palpasi : Taktil femitus positif pada seluruh lapang paru
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru. Batas paru hati ICS 5,
dan batas paru lambung ICS 6
Auskultasi : Suara nafas vesikular pada seluruh lapag paru, tidak
ditemukan mengi atau ronkhi.
Jantung
Detak jantung : Normokardia
Iktus kordis : Tidak tampak
Batas jantung : Batas kanan ICS II-IV garis para sternalis kanan
Batas kiri ICS II-V garis mid kalvikula kiri
Batas atas ICS III garis para sternalis kanan
Auskultasi : Bunyi jantung dasar S1, S2 murni dengan irama regular,
bising dan gallop tidak ditemukan.
Abdomen
Inspeksi : Bentuk abdomen cembung
Palpasi : Supel, nyeri tekan negatif, hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : timpani pada seluruh regio
Auskultasi : Bisin usus positif normal.
Ekstrimitas : akral hangat
Regio : Pada regio femoral lateral 1/3 distal dextra
Look : tampak benjolan sebesar sekitar diameter 5 cm, tidak
ditemukan eritem, hematom.
Feel : Nyeri tekan -, batas tidak tegas, bentuk bulat tidak
teratur, konsitensi lunak-kenyal, mobile +.
Move : ROM tidak terbatas
IV. Pemeriksaan penunjang Laboratorium
Pemeriksaan penunjang laboratorium yang dilakukan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Pemeriksaan laboratorium Ny. S 25/04/2013
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Darah rutin
Hemoglobin
Hematokri
Leukosit
10.5 g/dl
35 %
7.700/ul
12-16 g/dl
37 - 54%
5.000-10.000/ul
Trombosit 535.000/ul 150.000-400.000/ul
Pembekuan
Masa pembekuan/CT
Masa perdarahan/BT
3 Menit
2 Menit
2 - 6 menit
1 - 3 menit
Glukosa sewaktu
117 mg/dl
< 200 mg/dl
Ureum darah
Kreatinin darah
28 mg%
1.04 mg/dl
20 - 50 mg%
0.8 - 1.1 mg/dl
EKG
V. Diagnosis pre-operatif
Soft tissue tumor pada regio femoral lateral 1/3 distal dextra
VI. Tatalaksana Tanggal Operasi : 25/04/2013
Diagnosa pra-bedah : Soft tissue tumor pada regio femoral lateral 1/3
distal dextra
Keadaan umum pra bedah
ASA : ASA 1
Macam operasi : Ekstirpasi
Ahli bedah : dr. Hendrasto, SpB
Ahli Anestesi : dr. Eka, SpAn
Lama operasi : 5 menit
Lama Anestesi : 25 menit
Rencana Anestesi
1. Persiapan Operasi
a. Persetujuan operasi tertulis ( + )
b. Puasa > 6 jam
c. Pasang IV line
d. Premedikasi di OK
2. Jenis Anestesi : General anestesi
3. Teknik Anestesi :General anestesi menggunakan facemask
4. Posisi : supine
5. Pernafasan : spontan-assisted respiration
6. Premedikasi : Midazolam 2.5 mg
7. Induksi : Propofol 100 mg
8. Medikasi : Fentanyl 25 mcg, ondansentron 4mg, ketorolak 30 mg
9. Maintenance : N2O/O2 = 1.5L/2L, Halothane 1.5 vol%
10. Cairan : RL 500 ml
11. Monitoring : Tanda vital selama operasi tiap 5 menit, kedalaman
anestesi, cairan, perdarahan, dan produksi urin.
12. Perawatan pasca anestesi di ruang pulih sadar.
Tindakan Anestesi
1. Di ruang persiapan
a. Cek persetujuan operasi dan identitas penderita
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital
c. Lama puasa > 6 jam
d. Cek obat dan alat anestesi
e. Posisi terlentang
f. Pakaian pasien diganti pakaian operasi
g. Infus RL
2. Di ruang operasi
a. Jam 14.20 pasien masuk kamar operasi, manset dan monitor dipasang,
premedikasi injeksi Midazolam 2.5 mg.
b. Jam 14.30 dilakukan induksi dengan propofol 100 mg, segera kepala
diekstensikan, face mask didekatkan pada hidung dengan O2 4 l/menit kurang
lebih 5 menit. Setelah reflek bulu mata menghilang. Mengalirkan N2O:O2 =
1.5 L:2 L permenit.
c. Jam 14.35 dialirkan agent anestesi rumatan berupa Halothane 1.5 vol %,
injeksi ondancetron 4 mg, fentanyl 25 mcg.
d. Jam 14.40 operasi dimulai dan tanda vital dimonitor tiap 5 menit.
e. Jam 14.45 Injeksi ketorolac 30 mg dan infus RL II 500 cc.
Jam 14.45 operasi selesai pasien dipindah ke ruang recovery
Laporan monitor anestesi
Jam Tensi Nadi SaO2 Keterangan
14.25 120/70 84x/m 99% Masuk ruang operasi, infuse RL 500cc, injeksi
Midazolam 2.5 mg IV dan pre-‐oksigenasi 4L/M
14.30 120/66 75 99% Injeksi propofol 100 mg, N2O:O2 = 1.5 L:2 L
14.35 102/45 80 100% Halothane 1.5%volume, injeksi ondancetron 4 mg,
fentanyl 25 mcg.
14.40 98/47 74 100% operasi dimulai
14.45 100/59 60 100% RL II 500 cc, injeksi ketorolac 30 mg
Operasi selesai
14.50 90/40 62 99% Observasi diruang pemulihan
Instruksi pasca anestesi
Pasien dirawat di pav Bugenvil dalam posisi supine, oksigen 2 liter/menit, awasi
respirasi, nadi, tensi tiap 10 menit. Setelah sadar, pasien di rawat di bangsal sesuai
dengan bagian operator. Bila aldrette skor > 8 tanpa nilai 0, dipindah ke bangsal.
Setelah pasien sadar, pasien dipindahkan ke ruangan bangsal.
1. Awasi keadaan umum, perdarahan tiap 5 menit selama 2 jam post operasi.
2. Cek darah rutin & elektrolit dan dikoreksi bila perlu
3. Bila tidak ada mual, tidak ada muntah, bising usus (+), boleh makan dan minum
secara bertahap
4. Bila nyeri bertambah, konsultasi ke bagian anestesi.
VII. Tinjauan Pustaka
Penggunaan Facemask Dalam Anesthesia
Pendahuluan
Facemask telah digunakan sejak anesthesia pertama kali digunakan dan tetap menjadi
peralatan yang penting. Facemask menawarkan metode yang simpel dan non-ivasif
untuk memasukkan oksigen dan gas-gas anesthesi lain dan juga digunakan untuk induksi
dan maintenance dari anesthesi umum.1 Digunakan juga untuk memberikan ventilasi
pada pasien tidak sadar sehingga memiliki peran yang penting untuk resusitasi.
Beberapa penggunaan dari facemask :1
1. Pre-oksigenasi sebelum induksi anesthesi
2. Induksi secara inhalasi dari anesthesi
3. Ventilasi Bag-Mask (BMV) sebelum intubasi
4. Maintenance dari anesthesi
5. BMV selama resusitasi
6. ventilasi non-invasif pada gagal nafas.
Tipe-Tipe Face Mask
Tipe yang pertama dari facemask adalah "open" face mask(sungkup) seperti mask
Hudson yang biasa digunakan untuk suplementasi oksigen(gambar 1). Face mask ini
tidak membutuhkan kuncian yang ketat pada wajah pasien dan sering terdapat lubang
tambahan pada sungkup untuk membiarkan gas-gas yang tidak terpakai untuk keluar.
Sungkup ini tidak dapat digunakan untuk memventilasi pasien atau memasukan gas-gas
yang tidak stabil. Pada lingkungan tertentu tipe dari sungkup dapat digunakan untuk
mensuplai oksigen pada pasien dengan ventilasi spontan selama anesthesi intravena atau
sedasi dan banyak digunakan pada area "recovery".1,2
Sungkup "closed" didesain untuk membuat kuncian yang ketat disekitar mulut dan
hidung pasien. Bentuk ini juga memungkinkan memasukkan dari agen-agen yang tidak
stabil dan jika dibutuhkan untuk pasien yang diventilasi dengan tekanan positif.
Sungkup jenis ini banyak digunakan pada saat resusitasi dan anesthesi umum. Banyak
desain dari sungkup ini telah dideskripsikan, dan semua tersusun dari sebuah rim, tubuh
dan konektor (gambar 2). Rim bersifat lembut dan terisi udara, memungkinkan kuncian
pada wajah pasien. Beberapa model memiliki valve pengisian untuk memungkinkan
untuk pengaturan tekanan di dalam rim (gambar 2). Bagian tubuh (body) lebih padat dan
dapat terbentuk dari plastik, neoprene atau karet. Pada kasus-kasus tertentu, terdapat
juga kawat yang dapat membuat lebih kaku yang dapat memungkinkan sungkup lebih
sesuai pada wajah pasien. Konektor merupakan plastik keras atau logam dan memiliki
diameter standar 22 mm.1,2
Gambar 1. Sungkup muka Hudson
Banyak sungkup sekarang terbuat dari plastik transparan yang memiliki keuntukngan
dalam visualisasi dari warna kulit, fogging dan tanda-tanda regurgitasi. Sebagai
tambahan, banyak sungkup juga memiliki cincin plastik atau logam dengan kait yang
memungkinkan melekat lebih baik.1
Volume internal dari sungkup termasuk dalam rongga mati (dead space). Pada orang
dewasa, hal ini secara relatif tidak signifikan tetapi pada neonatus dapat merupakan 30%
dari volume tidal. Sungkup telah dikembangkan untuk meminimalisasi rongga mati
untuk penggunaan pediatrik dan berbagai macam desain digunakan pada hari ini.
(gambar 3).1,2
Gambar 3. Sungkup untuk pediatrik
Teknik Mengggunakan Sungkup (Face Mask)
Tujuan dalam penggunaan sungkup anestetik untuk memastikan penutupan yang
sempurna antara sungkup dan wajah pasien yang meminimalisasi tekanan yang dapat
menyebabkan kerusakan jaringan lunak.1,3
Pertama, penting sekali untuk memilih ukuran yang tepat untuk pasien. Sungkup
tersebut seharusnya berada pada bagian jembatan hidung pasien dengan garis batas atas
segaris dengan pupil. Bagian sisi seharusnya terkunci pada sisi lateral dari lipatan
nasolabial dengan bagian bawah dari sungkup ditempatkan pada bagian bawah bibir dan
dagu. Pada pasien yang bangun sungkup dipertahankan pada posisi ini dengan tangan
atau dengan tali yang dikaitkan di belakang kepala pasien. Ukuran standar yang tersedia
untuk dewasa. ukuran 3-4 akan cukup pada kebanyakan wanita dan 4 atau 5 cocok untuk
kebanyakan pria.1,3,4
Ketika pasien tidak sadar jalan napas harus dipertahankan terbuka seambil
mempertahankan kuncian. Sangat krusial untuk memastikan jalan napas tetap terjaga
sementara gas diaplikasikan di bawah tekanan positif dapat meningkatkan resiko aspirasi
karena insuflasi lambung. Cara paling efektif untuk menjaga jalan napas adalah
melakukan teknik jaw thrust. Teknik ini dapat dilakukan dengan satu atau dua
tangan.1,3,4
Jaw thrust
One-handed technique (satu tangan)
1. Menempatkan ukuran sungkup yang tepat pada hidung dan mulut
2. Menggunakan tangan yang tidak dominan pada posisi untuk sungkup, menahan
body dari sungkup diantara ibu jari dan jari telunjuk
3. Gunakan tiga jari yang sisa untuk menopang dagu, dengan jari kelingking
mengait pada di belakang angulus mandibularis.
4. Angkat mandibula ke atas, ke arah sungkup yang terpasang untuk menciptakan
kuncian yang kedap udara.
5. Sedikit ekstensi kepala dapat meningkatkan patensi jalan napas
6. Ventilasi pasien dengan tangan dominan dengan meremas bag.
7. Secara kontinyu menilai adekuasi dari teknik dengan mengobservasi gerakan
dada secara bilateral, mendengar apakah adanya kebocoran udara dan menilai
tanda-tanda ventilasi yang tidak adekuat.(tabel 2)
Gambar 4. Teknik satu tangan
Tabel 2. Tanda ventilasi sungkup tidak adekuat
1. ekspansi dada yang buruk
2. suara napas yang kecil atau tidak ada
3. terdapat suara udara yang bocor
4. terdapat insuflasi gaster
5. Sianosis, saturasi <92%
6. Konsekuensi hemodinamik dengan hipoksemi atau hiperkarbia (takikardia, hiper
atau hipotensi)-tanda-tanda akhir.
Keuntungan menggunakan teknik satu tangan adalah memungkinkan dengan satu orang
memungkinkan melakukan dua kerjaan sekaligus yaitu mempertahankan sungkup yang
kedap udara dengan tangan yang satu bebas untuk melakukan ventilasi. Untuk
tambahan, cukup melelahkan untuk mempertahankan posisi ini dalam waktu yang
panjang dan juga menyulitkan bagi orang dengan tangan
yang kecil untuk mencapai sudut dari dagu.1,5
Teknik dua tangan
Sama seperti satu tangan, tujuannya adalah untuk
memastikan kuncian yang komplit dari sungkup dan wajah
pasien dan mempertahankan patensi jalan napas. Terdapat
dua pendekatan utama untuk teknik ini (gambar 5). Cara
yang dilakukan sama dengan teknik satu tangan dengan
tangan yang lainnya melakukan posisi yang sama dengan
tangan yang satu. 2,5
Ventilasi sungkup yang sulit
Pemasangan sungkup tidak selalu mudah. Rata-rata insiden terjadinya ventilasi sungkup
sulit adalah sekitar 5% dan faktor pasien terdapat dalam tabel 3.
Ventilasi yang susah atau tidak adekuat harus diidentifikasikan dini. Tanda-tanda yang
muncul adalah kurangnya gerakan dada, terdaat kebocoran udara, sianosis, desaturasi
atau deteriorasi hemodinamik. Problem dan solusi terdapat dalam tabel 4.1
Gambar 5. Teknik dua tangan
Penggunaan jalan naas orrofaringeal (Guedel) dapat secara signifikan meningkatkan
patensi jalan napas dan banyak anesthesis menggunakan secara rutin untuk ventilasi
singkup pada pasien tidak sadar. Nasofaringeal airway dapat juga digunakan di mana
orofaringeal airway tidak dapat digunakan. Penggunaan supraglotik airway ini
mengurangi insiden BMV sulit hingga kurang dari 0,5%.6,7
Pasien dengan usia tua lebih cenderung memiliki jaringan lunak penyokong yang kurang
baik karena kurangnya kolagen dengan usia dan oleh sebab itu membuat kuncian yang
adekuat menjadi sulit. Jika menggunakan teknik satu tangan, keboocoran udara dapat
dilihat pada pipi yang kontralateral. Pada keadaan ini, teknik dua tangan lebih baik
untuk digunakan. Pada pasien dengan gigi yang telah banyak tanggal (edentulous) studi
yang telah dilakukan adalah menempatkan bagian bawah dari sungkuup di atas bibir
bagian bawah, dengan ini mengurangi kebocoran udara dari pipi.1,2,6,7
Pasien dengan adanya rambut-rambut wajah dapat membuat kesulitan untuk membuat
sungkup yang kedap udara meskipun tidak ada masalah pada jalan napas. Beberapa
teknik yang dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah dengan mengaplikasikan jel di
bawah rim dari sungkup atau menggunakan air-tight dressing di atas rambut pada wajah
dengan lubang untuk mulut. 1,2,
Ventilasi Face Mask selama anesthesi umum
Penggunaan face mask untuk maintenance dari anesthesi umum sangat umum dilakukan,
khususnya pada operasi yang singkat atau di mana alternatif lain tidak dapat dilakukan.
Beberapa teknik dapat dilihat di bawah ini.5,6,7
• Memungkinkan pasien untuk bernapas secara spontan memiliki banyak
keuntungan terutama pada prosedur yang panjang. Meskipun dengan teknik yang
baik, terdapat juga kemungkinan terjadinya insuflasi gaster saat menggunakan
ventilasi tekanan positif yang meningkatkan resiko refluks gaster, biasanya
tekanan di atas 20 cm H20.
• Mempertahankan kekedapan udara dari sungkup dan menjaga jalan napas tetap
terbuka untuk waktu yang panjang sangat melelahkan. Untuk mengatasi hal ini
sungkup dapat dipertahankan pada posisinya dengan menggunakan tali atau
dengan menggunakan orofaringeal atau nasofaringeal airway untuk
mempertahakan patensi dari jaan napas.
• Ketika menggunakan sirkuit yang menggunakan gas bertekanan tinggi seperti
pada mesin Boyle atau sistem sirkulasi, valve tekanan yang dapat diatur
memungkinan terjadinya konversi dari ventilasi spontan menjadi ventilasi
tekanan positif. Memastikan valve terbuka saat ventilasi spontan dapat
mengurangi insuflasi gaster.
PEMBAHASAN
Pada pasien dari dilakukannya anamnesis, pemenriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, pasien digolonkan sebagai ASA I. Pasien sehat secara fisik, organic maupun
biokimia. Tidak ditemukan adanya faktor-faktor yanag dapat mengganggu proses
anesthesia selama pembedahan dilakukan. Seperti biasa pada pasien dengan bius umum,
yang harus diperhatikan adalah kemungkinan terjadinya regurgitasi dan aspirasi dari isi
lambung yang dapat berakibat sangat fatal.
Tindakan premedikasi sendiri, yaitu pemberian obat sebelum induksi anestesia
bertujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia diantaranya
untuk meredakan kecemasan dan ketakutan, memperlancar induksi anestesia,
mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus, meminimalkan jumlah obat anestetik,
mengurangi mual-muntah pasca bedah,menciptakan amnesia, mengurangi isi cairan
lambung, mengurangi refleks yang membahayakan.Alasan pemilihan penggunaan
golongan midazolam sebagai agen anestesi antara lain karena tidak mengganggu pola
tidur, lebih aman jika terjadi overdosis, tidak menginduksi interaksi buruk pada
metabolisme enzim obat, tidak menginduksi enzim hepar, pilihan utama sebagai anti
ansietas, paling cepat diinaktifkan dibandingkan benzodiazepin lain pada penggunaan
intravena untuk memperoleh efek cepat.
Pasien kemudian diinduksi dengan menggunakan propofol 100 mg. Propofol merupakan
obat induksi anestesi cepat, yang didistribusikan dan dieliminasikan dengan cepat.
Propofol diberikan dengan dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk
anestesi intravena total 4-12 mg/Kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0,2
mg/Kg. Efek samping propofol pada sistem pernafasan adanya depresi pernapasan,
apneu, bronkospasme, dan laringospasme. Pada susunan saraf pusat adanya sakit kepala,
pusing, euforia, kebingungan, gerakan klonik-mioklonik, epistotonus, mual,
muntah. Pada daerah penyuntikan dapat terjadi nyeri.
Setelah dilakukan induksi dan pasien telah ternduksi, terlihat dari refleks bulu mata yang
hilang, Sungkup ditempatkan pada wajah pasien dagu ditahan dan sedikit di tarik ke
belakang, tujuaannya adalah untuk menjaga jalan napas agar tetap dapat dialiri udara
dengan lancar. Pada mesin anesthesi diairkan gas N2O sebanyak 1,5 liter per menit
dibandingkan O2 sebanyak 2 liper per menit dan halothan 1,5% volume sebagai rumatan
anesthesi. Pada pasien ini diberikan maintenance O2 + N2O + Halothan. Oksigen
diberikan untuk mencukupi oksigen jaringan. Pemberian anestesi dengan N2O harus
disertai O2 minimal 25%, gas ini bersifat sebagai anestetik lemah tetapi analgetiknya
kuat.
Cairan yang diberikan berupa RL dengan perhitungan sebagai berikut
• Rumatan (2ml/kg) 2x56 kg= 112cc/jam
• Pengganti puasa (rumatan x lama puasa) 2x 56 kgx 6= 672 cc
• S.O= 56 x 4(operasi ringan)=224
Cairan jam I = 1/2 PP +S.O+Rumatan
= 336+224+112
= 672 cc
Cairan jam II dan III = 1/4 pp+S.O+Rumatan
= 504 cc/jam
Selama pembedahan berlangsung pasien juga diberikan injeksi Ondancentron sebanyak
4 mg untuk mengurangi mual dan muntah pasca bedah. Selain itu diberikan juga
Fentanyl sebanyak 25 mcg sebagai obat untuk mengurangi rasa sakit yang timbul akibat
pembedahan. Sesaat sebelum operasi berakhir, pasien juga diberikan injeksi ketorolac
sebanyak 30 mg sebagai analgetik atau penghilang nyeri.
Setelah operasi selesai pasien dibawa ke Recovery Room (RR). Di ruang inilah pasien
yang telah mendapat anesthesia umum dan regional dipantau perkembangan untuk
pemulihan. Tujuan RR terletak berdekatan dengan ruang operasi sehingga apabila terjadi
suatu kondisi yang memerlukan pembedahan ulang tidak akan mengalami kesulitan.
Pada saat di RR, dilakukan monitoring seperti di saturasi oksigen, dan denyut nadi
hingga kondisi stabil. Jika pasien gelisah harus diteliti apakah karena kesakitan atau
karena hipoksia (TD turun, nadi cepat , misalnya karena hipovolemik). Bila kesakitan
harus diberikan analgetik seperti petidin 15-25 mg IV, tetapi kalau gelisah karena
hipoksia harus diobati sebabnya, misalnya dengan menambah cairan elektrolit ( RL ),
koloid ( dextran), darah. Oksigen selalu diberikan sebelum pasien sadar penuh. Pasien
hendaknya jangan dikirim ke ruangan sebelem sadar, tenang, reflek jalan nafas sudah
aktif, tekanan darah, nadi dalam batas normal. Pasien dapat keluar dari RR apabila sudah
mencapai skor Lockherte/Aldrete lebih dari tujuh. Sedangkan pada pasien diatas,
didapatkan skornya 9. Skor 9 didapatkan dari
1. Pasien dapat bernapas secara dalam (skor 2)
2. Saturasi O2 diatas 92% (skor 2)
3. Kesadaran pasien dapat berespon dengan panggilan meskipun belum sadar
penuh (skor 1)
4. Tekanan darah yang diukur kurang lebih 20 mmHg dari pre-op (skor 2)
5. Pasien dapat menggerakkan 4 ekstrimitas (skor 2)
Dengan skor 9 ini, pasien telah dapat dipindahkan dari ruang recovery ke ruangan
perawatan yaitu bangsal bugenvil RSMC sebelum dapat pulang ke rumah.
DAFTAR PUSTAKA
1. B. Nicholas, N. Anna. Using a Facemask During Anaesthesia. Update in
Anaesthesia. United Kingdom. Anaesthesiologist.org; 2009: 1-9
2. Moyle J, Davey A Ward’s. Anaesthetic Equipment, 4th Ed. Edited by Ward C.
WB Saunders Company Ltd; 1998: 139-145.
3. Latief, S.A., Suryadi, K.A., Dachlan, R. 2002. Petunjuk Praktis
Anestesiologi. Edisi Kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. Jakarta:
FK UI
4. Miller, RD. Miller’s Anesthesia. 6th ed. Philadelphia, Pa: Elsevier Churchill
Livingstone; 2005:1617-25.
5. Dachlan, R dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta : bagian
Anesteiologi dan terapi Intensif. FK UI
6. Racine S, Solis A. Face Mask Ventilation in Edentulous Patients. Anesthesiology
2010; 112: 1190 –3.
7. Morgan E, Mikhail MS, Clinical Anesthesiology, Prentice Hall International Inc,
Connecticut,1996