laporan kasus anestesi

19
BAB I LAPORAN KASUS 1.1 Identitas pasien Nama : Ny. TK Umur : 30 tahun RM : 270415 Tgl MRS : 27/04/2015 Anamnesis Keluhan utama : Sakit perut tembus belakang disertai keluar darah tanpa disertai pengeluaran air Anamnesis terpimpin : Keluhan dialami sejak empat jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Pasien dengan kehamilan ke tiga dan tidak ada riwayat keguguran sebelumnya. Riwayat persalinan: anak pertama lahir normal BB: 3200gr, anak kedua lahir normal BB: 3000gr. Tidak ada riwayat penyakit asma, jantung, alergi dan hipertensi. HPHT: 06-08- 2014. 1.3 Pemeriksaan Fisis Status Generalisata : Sakit sedang/ Gizi baik/ Composmentis 1

Upload: dianjijah

Post on 25-Sep-2015

43 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

anestesi

TRANSCRIPT

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas pasien Nama

: Ny. TK Umur

: 30 tahun RM

: 270415 Tgl MRS

: 27/04/2015 Anamnesis

Keluhan utama : Sakit perut tembus belakang disertai keluar darah tanpa disertai pengeluaran airAnamnesis terpimpin : Keluhan dialami sejak empat jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Pasien dengan kehamilan ke tiga dan tidak ada riwayat keguguran sebelumnya. Riwayat persalinan: anak pertama lahir normal BB: 3200gr, anak kedua lahir normal BB: 3000gr. Tidak ada riwayat penyakit asma, jantung, alergi dan hipertensi. HPHT: 06-08-2014.1.3 Pemeriksaan Fisis Status Generalisata : Sakit sedang/ Gizi baik/ Composmentis Tanda Vital: TD

:160/ 100mmHg Nadi

: 82x/menit

Pernapasan: 22x/menit

Suhuaksilla: 36,6C KepalaMata

: tampak anemisHidung

: tidak tampak kelainanBibir

: tidak tampak sianosis

LeherInspeksi : tidak tampak benjolan, warna sama dengan daerah kulit sekitar

Palpasi

: tidak teraba massa tumor, nyeri tekan (-)

Thorax

Inspeksi

: Normochest, Simetris kiri=kanan

Palpasi

: Tidak ada massa

Perkusi

: Sonor, batas paru hepar ICS V kanan

Auskultasi

: BP bronkovesikuler, BT: Rh-/-, Wh-/- Jantung

Inspeksi

: Iktus kordis tidak tampak

Palpasi

: Iktus kordis sulit dinilai

Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal

Auskultasi

: Bunyi jantung I/II murni reguler, bising (-) Abdomen

Inspeksi

: datar, ikut gerak napas

Auskultasi

: Peristaltik (+), kesan normal

Palpasi : massa tumor tidak ada, nyeri tekan tidak ada, hepar / lien tidak teraba.

Perkusi

: Timpani GenitalInspeksi: tidak ada kelainan Ekstremitas

Inspeksi

: edema pretibial (-/-)

Palpasi

: akral hangat1.4 Pemeriksaan penunjang

Laboratorium (27-04-15)

HEMATOLOGI HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN

WBC 12.714.00 10.0 [103/uL]

RBC 3.174.00 6.00 [106/uL]

HGB 6.812.0 16.0 [g/dL]

HCT 21.737.0 48.0 [%]

PLT 120150 400 [103/uL]

GDS Urine

pHProtein947+21404.8-7.435mg/dl umol/L

HbsAgNon-Reactive

1.5 Konsul Antar Bagian: Dikonsul oleh bagian obgyn pada tanggal 27 april 2015 dengan diagnosa GIII, PII, A0, Gravid aterm + PEB1.6 Diagnosis:

GIII, PII, A0, Gravid aterm

PEBASA PSII E1.7 Penatalaksanaan:Anestesi SABAnestesi SAB

Persiapan yang dibutuhkan adalah persiapan pasien serta persiapan alat dan obat-obatan. Peralatan yang digunakan adalah :

1) Infus set2) Spoit 3 ml, 5 ml dan 10 ml3) Jarum spinal dengan ukuran 25G4) Betadine, alkohol untuk antiseptic5) Kapas/ kasa steril dan plester 6) Obat-obatan anestetik 7) Satu set monitor8) Peralatan resusitasiObat-obat yang digunakan: O2 2L/menit Ranitidin 50mg Ondansetron 4mg Lidokain 1% Fentanyl 25mcg Bupivacain 15mg Efedrin 10mg Teknik melakukan SAB:

Pasang IV line pada tangan kanan dengan maintenence Ringer Laktat Pasang monitor standar Premedikasi: Ranitidin 50mg, ondansetron 4mg. Prosedur SAB:

- Posisi LLD, identifikasi area insersi L3-L4

- Asepsis dengan betadine, skin wheel dengan lidocain 2%

- Insersi spinocain 25G, paramedian approach, liquor (+), darah (-), barbotage (+)

- Injeksi bipovacain 0,5% 15mg + fentanyl 25mcg

Maintenance O2 2L/menit Operasi selesai, hemodinamik stabil, pasien pindah PACU (Posisi LLD dan Posisi Duduk Pada SAB)Pembahasan

Ruang subdural adalah ruang potensial sempit yang terletak diantara arachnoid mater dan dura mater dimana mengandung cairan serosa, meluas ke rongga tengkorak sepanjang menings dan berakhir pada batas bawah dari vertebra sakral kedua.1Subarachnoid (tulang belakang) blok merupakan alternatif yang aman dan efektif untuk anestesi umum ketika situs bedah terletak di ekstremitas bawah (daerah tubuh yang dipersyarafi cabang T4 kebawah yakni papila mamae kebawah, dan daerah perineum. Anestesi spinal adalah bentuk dominan anestesi neuraksial baik ke abad ke-20.2Kontraindikasi dari tindakan ini yakni penolakan pasien, kurangnya kerjasama pasien, kesulitan dengan posisi, dan peningkatan tekanan intrakranial. Kontraindikasi lainnya termasuk situasi yang memerlukan beberapa analisis risiko dan manfaat termasuk hipovolemia, gangguan koagulasi, penyakit katup pulmonalis, bakteremia, dan infeksi di lokasi penusukan jarum.2

Persiapan yang diperlukan untuk melakukan anestesi spinal lebih sederhana dibanding melakukan anestesi umum, namun selama operasi wajib diperhatikan karena terkadang jika operator menghadapi penyulit dalam operasi dan operasi menjadi lama, maka sewaktu-waktu prosedur secara darurat dapat diubah menjadi anestesi umum. Persiapan yang dibutuhkan untuk melakukan anestesi spinal adalah ;

Informed consent : Pasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan ini (informed consent) meliputi tindakan anestesi, kemungkinan yang akan terjadi selama operasi tindakan ini dan komplikasi yang mungkin terjadi. Pada pasien ini telah dilakukan informed consent dan pasien beserta keluarga menyetujui. Lalu ada bukti persetujuan anestesi yang ditandatangani oleh pasien/keluarga pasien. Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit tempat penyuntikan untuk menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti infeksi. Perhatikan juga adanya gangguan anatomis seperti scoliosis atau kifosis,atau pasien terlalu gemuk sehingga tonjolan processus spinosus tidak teraba. Telah dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien ini dan tidak didapatkan adanya kelainan ataupun kontraindikasi serta penyulit (gangguan anatomis) pelaksanaan prosedur SAB tetapi didapatkan adanya hemorrhoid grade Telah dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien ini dan tidak didapatkan adanya kelainan ataupun kontraindikasi serta penyulit (gangguan anatomis) pelaksanaan prosedur SAB tetapi didapatkan adanya hemorrhoid grade III. Pemeriksaan laboratorium anjuran: Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah penilaian hematokrit, Hb, masa protrombin (PT) dan masa tromboplastin parsial (PTT) dilakukan bila diduga terdapat gangguan pembekuan darah.2

Pada hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien ini didapatkan penurunan kadar sel darah merah (3.39/mm3) dan penurunan Hb (10.4g/dL) sehingga dianjurkan untuk menyiapkan 2 kantong darah (whole blood) sebelum operasi.Apabila persiapan sudah siap maka dilakukanlah anestesi dengan teknik SAB seperti yang telah dijelaskan diatas. Setelah teknik anestesi telah dilakukan, tindakan berikutnya adalah melakukan monitoring. Penilaian berikutnya yang sangat bermakna adalah fungsi motorik pasien dimana pasien merasa kakinya tidak bisa digerakkan, kaki terasa hangat, kesemutan, dan tidak terasa saat diberikan rangsang. Hal yang perlu diperhatikan lagi adalah pernapasan, tekanan darah dan denyut nadi. Tekanan darah bisa turun drastis akibat spinal anestesi, terutama terjadi pada orang tua yang belum diberikan loading cairan. Hal itu dapat kita sadari dengan melihat monitor dan keadaan umum pasien. Tekanan darah pasien akan turun, kulit menjadi pucat, pusing, mual, berkeringat.3Monitoring Pasien masuk ruang operasi pada pukul 14.00 WITA dengan TD: 160/100mmHg, N: 94x/I, P: 20x/I, S: 36,5C Diberikan premedikasi berupa Ranitidin 50mg dan ondansetron 4mg pada pukul 14.10 WITA Dilakukan SAB dengan (Bupivacain 15mg + Fentanyl 25mcg) pada pukul 14.30 WITA Dan pada pukul 14.30 WITA operasi sectio caesaria dimulai Tanda vital pasien pukul 14.55 WITA terjadi penurunan Tekanan darah pasien menjadi 114/68mmHg, maka pasien diberikan efedrin 5cc agar tekanan darah pasien dapat stabil kembali. Kemudian pada pukul 15.00 Tekanan darah pasien kembali stabil (132/80mmHg) Pada pukul 15.15 WITA keluarlah janin dalam kondisi meninggal (KJDR) dan ditemukan adanya solusio plasenta yang menyebabkan perdarahan. Pada pukul 15.45 operasi selesai Tekanan darah, Nadi, Pernapasan, dan Suhu pasien tetap stabil hingga akhirnya pasien keluar dari ruang operasi pada pukul 15.55 WITA Operasi berlangsung 1 jam 45 menit dengan pernapasan spontan, saturasi 100%, cairan yang masuk yakni RL (700cc), NaCl (400cc), Dextrose 5%(250cc) dan PRC (100cc) dan cairan yang keluar dari urine dari awal pasien masuk yakni 200cc dan perdarahan yang terjadi dari awal operasi hingga operasi berakhir yakni 850cc.Solusio Plasenta

DefinisiSolusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir . Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir.4 Jika separasi ini terjadi di bawah kehamilan 20 minggu maka mungkin akan didiagnosis sebagai abortus imminens. Sedangkan Abdul Bari Saifuddin dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram.4

Gambar.Solusio Plasenta (Placental abrubtion).KomplikasiKomplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi pada Ibu:1. Syok perdarahanPendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan adanya kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat.5Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu pengobatan segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin. Angka kesakitan dan kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun kematian dapat terjadi akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi mayoritas kematian disebabkan syok perdarahan dan penimbunan cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya perdarahan, karena vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan tekanan darah. Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan mengkoreksi keadaan koagulopati. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan yang ideal, karena pemberian darah segar selain dapat memberikan sel darah merah juga dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan .2. Kelainan pembekuan darahKelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus solusio plasenta yang ditelitinya .5Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah.5Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua fase :a. Fase IPada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi pembekuan darah, disebut disseminated intravasculer clotting. Akibatnya ialah peredaran darah kapiler (mikrosirkulasi) terganggu. Jadi pada fase I, turunnya kadar fibrinogen disebabkan karena pemakaian zat tersebut, maka fase I disebut juga coagulopathi consumptive. Diduga bahwa hematom subkhorionik mengeluarkan tromboplastin yang menyebabkan pembekuan intravaskuler tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi dapat mengakibatkan syok, kerusakan jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoksia dan kerusakan ginjal yang dapat menyebabkan oliguria/anuria .b. Fase IIFase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk membuka kembali peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan malah berakibat lebih menurunkan lagi kadar fibrinogen sehingga terjadi perdarahan patologis . Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium, namun di klinik pengamatan pembekuan darah merupakan cara pemeriksaan yang terbaik karena pemeriksaan laboratorium lainnya memerlukan waktu terlalu lama, sehingga hasilnya tidak mencerminkan keadaan penderita saat itu .5

PrognosisPrognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau preeklamsia, tersembunyi tidaknya perdarahan, dan selisih waktu terjadinya solusio plasenta sampai selesainya persalinan. Angka kematian ibu pada kasus solusio plasenta berat berkisar antara 0,5-5%. Sebagian besar kematian tersebut disebabkan oleh perdarahan, gagal jantung dan gagal ginjal .6Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami kematian. Tetapi ada literatur yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat berkisar antara 50-80%. Pada kasus solusio plasenta ringan sampai sedang, keadaan janin tergantung pada luasnya plasenta yang lepas dari dinding uterus, lamanya solusio plasenta berlangsung dan usia kehamilan. Perdarahan lebih dari 2000 ml biasanya menyebabkan kematian janin. Pada kasus-kasus tertentu tindakan seksio sesaria dapat mengurangi angka kematian janin .6DAFTAR PUSTAKA

1. Agarwal D. Mohta M. Tyagi A. Sethi AK. Subdural Block and Anaesthesist. Anaesthesia and Intensive Care. 2010, Vol 38. No.1. 2. C James. Raghavendra. Subarachnoid Spinal Block. Updated: Aug 5, 20133. University of Pittsburgh Online Reference [Internet] Subarachnoid spinal block anesthesia. [Last Update Jan 2013]. Available at http://www.pitt.edu/~regional/Spinal/Spinal.htm. Accessed on 2015, April, 294. Prawirohardjo S, Hanifa W. Kebidanan Dalam Masa Lampau, Kini dan Kelak. Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002; 3-21.5. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. Obstetrical Haemorrhage. Wiliam Obstetrics 21th edition. Prentice Hall International Inc Appleton. Lange USA. 2001; 819-41.6. Rachimhadhi T. Perdarahan Antepartum. Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002; 362-85.11