laporan kasus 3
DESCRIPTION
lapsus 3TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH TEGAL
Nama Mahasiswa : Cahyarani WulansariDokter Pembimbing : dr. H.R. Setyadi, Sp.A
NIM : 030.08.063 Tanda tangan :
I. IDENTITAS PASIEN
Data Pasien Ayah Ibu
Nama By Ny S. Tn. A Ny. S
Umur 0 hari 47 tahun 37 tahun
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan
Alamat Jl. Hangtua No. II RT 05 RW 06, Tegal Sari, Tegal Barat
Agama Islam Islam Islam
Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa
Pendidikan - SMA SMK
Pekerjaan - Wiraswasta IRT
Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung
II. DATA DASAR
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien dan perawat pada
tanggal 6 Februari 2014 pukul 15.05 WIB di bangsal Mawar serta didukung dari catatan
medis.
Keluhan utama : Sesak Nafas
Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu G3P2A0 37 tahun, hamil 28 minggu dibawa ke Ponek RSU Kardinah pada
tanggal 6 Februari 2014 karena keluar darah dari jalan lahir sejak 7 jam sebelum masuk
rumah sakit. Darah yang keluar berupa gumpalan berwarna merah gelap mendekati warna
hitam. Perut terasa nyeri dan terasa kencang. Pasien sempat kontrol 7 jam yang lalu ke
spesialis kandungan dan disarankan untuk bedrest. Namun karena setelah kontrol darah tetap
terus keluar berupa gumpalan, maka pasien segera dibawa ke Ponek RSU Kardinah.
11 jam setelah masuk RS pasien dilakukan SC atas indikasi Hemorraghic ante partum.
Lahir anak perempuan dengan BBL 1250 gram, PB 39cm, AS 5-6-6, bayi menangis tidak
kuat, tubuh merah ekstremitas tampak biru, tampak sesak, air ketuban keruh. Plasenta
dilahirkan dengan kotiledon lengkap, tidak terdapat infark namun terdapat hematom
retroplasenta.
Pasien kemudian dibawa ke ruang perawatan dahlia. Segera setelah tiba di dahlia
pasien tampak sesak, tangis merintih, nafas cuping hidung dan tampak tarikan dinding dada.
Terpasang O2 sungkup dengan saturasi 95%, HR 130x/menit, sempat biru pada kedua tangan
dan kaki, kemudian dipasang CPAP nasal, BAK (+), BAB (-). Dilakukan perawatan selama 2
hari, pasien tampak semakin sesak, terdapat ancaman gagal nafas sehingga pasien di pindah
ke NICU terpasang ET dengan ventilator, tidak ada kuning, tidak ada demam dan tidak
kejang. Pada hari ke 4 pasien dinyatakan meninggal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami hal serupa
Ibu pasien menderita darah tinggi semenjak kehamilan keduanya.
Tidak ada yang memiliki riwayat sesak nafas, alergi, asma, penyakit jantung
Riwayat Pemeriksaan Antenatal
Ibu pasien G3P2A0 37 tahun, hamil 28 minggu, HPHT 25 Juli 2013. Ibu mengatakan
berat badan naik selama hamil tapi tidak tahu berapa. Rutin minum susu kehamilan dan
makan 3x sehari, tidak ada konsumsi jamu ataupun obat-obatan. Riwayat haid teratur, siklus
haid ± 28 hari, lama haid ± 5-6 hari, tidak pernah merasa nyeri selama haid.
Ibu mengaku rutin memeriksakan kehamilannya ke dokter spesialis kandungan
selama hamil dan menjelang persalinan. Ibu memeriksakan kehamilan setiap bulan hingga
trimester kedua. Dan 2 minggu sekali mulai dari trimester ke 3. Ibu mengkonsumsi obat
penurun tekanan darah secara teratur. Tidak ada riwayat trauma dan tidak ada keluar air-air
selama hamil. Masuk minggu ke 28 kehamilan, pasien mengaku keluar darah berupa
gumpalan berwarna merah gelap dari jalan lahir.
Kesan: riwayat kehamilan kurang baik dan pemeriksaan antenatal baik
Riwayat Persalinan
Kelahiran :
Tempat kelahiran : OK RSU Kardinah
Penolong persalinan : Dokter Sp. OG
Cara persalinan : Sectio Caesaria
Masa gestasi : 28 minggu
HPHT : 25 Juli 2013
Taksiran partus : 1 Mei 2014
Tanggal kelahiran : 6 Februari 2014
Air ketuban : Keruh
Keadaan bayi :
Berat badan lahir : 1250 gram
Panjang badan lahir : 39 cm
Lingkar kepala : 26 cm
Langsung menangis : tidak kuat
Nilai APGAR : 5-6-6
Kelainan bawaan : tidak ada
Kesan : Neonatus preterm, BBLR, lahir SC dengan usaha nafas spontan kurang
baik.
Riwayat Keluarga Berencana
Ibu pasien belum mengikuti program KB
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Pertumbuhan
- Pertumbuhan anak sesuai masa kehamilan menurut kurva Lubchenko
Perkembangan
- Perkembangan anak belum dapat dievaluasi
Riwayat Makanan
Selama kehamilan, ibu pasien mengatakan makan 3x sehari dengan nasi, lauk pauk,
sayur dan buah. Rutin minum susu kehamilan.
Riwayat Imunisasi
VAKSIN DASAR (umur) ULANGAN (umur)
BCG - - - - - -
DPT/ DT - - - - - -
POLIO - - - - - -
CAMPAK - - - - - -
HEPATITIS B - - - - - -
Kesan : Belum mendapat imunisasi
Riwayat Keluarga
Corak Reproduksi
No usia Jenis
Kelamin
Hidup Lahir
Mati
Abortus Mati Keterangan
1 12 Tahun Laki-laki Hidup - - - Sehat
2 13 Bulan Laki-laki Hidup - - - Sehat
3 0 Hari Perempuan Hidup - - - Sakit
Silsilah atau Ikhtisar Keturunan
Keterangan :
: laki-laki : perempuan : meninggal : pasien
Kesan : tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan seperti pasien.
Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien menanggung 1 orang istri dan 3 orang anak yaitu kedua kakak pasien
serta pasien. Ayahnya bekerja sebagai wiraswasta dengan penghasilan rata-rata sekitar Rp.
2.500.000,- sebulan dan merasa cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari. Namun
tidak bisa menabung
Kesan : riwayat ekonomi kurang
Riwayat Lingkungan
Kepemilikan rumah : Rumah Sendiri
Keadaan rumah :
Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan kedua kakaknya. Tempat tinggal pasien
berukuran 8 x 10 m, beratap genteng, tidak memiliki langit-langit, lantai dikeramik
dengan 3 kamar tidur yang berjendela, 1 ruang tamu, 1 kamar mandi, ruang makan dan
dapur yang bersatu. Terdapat 2 buah jendela di masing-masing ruangan, jendela jarang
dibuka, udara masuk melalui pintu dan ventilasi. Jarak septic tank ± 8 meter ke sumber
air. Sumber air berasal dari sumur pompa air sendiri, penerangan dengan listrik. Sistem
pembuangan air limbah disalurkan melalui selokan di depan rumah.
Kesan : rumah dan sanitasi lingkungan kurang baik
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 6 Februari 2014, pukul 14.05 WIB di ruang
Dahlia. Bayi perempuan, usia 0 hari, berat badan sekarang 1250 gram, panjang badan 39
cm, lingkar kepala 26 cm, lingkar dada 25 cm.
Kesan umum :
Gerak kurang aktif, tangis kurang kuat, tampak sesak napas (+), sianosis (-), anemis (-),
kejang (-), ikterik (-).
Tanda vital
Tekanan darah : tidak dilakukan pemeriksaan
Laju jantung : 140x/menit, reguler
Pernapasan : 65x/menit
Suhu : 36,5°C (Axilla)
Sp02 : 93%
Terpasang nasal CPAP
Status Generalis
Kepala
Mesocephal, ukuran lingkar kepala 26 cm, ubun-ubun besar masih terbuka, teraba
datar, tidak tegang, caput succadaneum (-), cephal hematom (-), rambut hitam
terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, kulit kepala tidak ada kelainan.
Mata
Mata cekung (-/-), palpebra oedem (-/-), sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis
(-/-), katarak kongenital (-/-)
Hidung
Nafas cuping hidung (+/+), bentuk normal, sekret (-/-), septum deviasi (-)
Telinga
Normotia, discharge (-/-)
Mulut
Sianosis (-), trismus (-), stomatitis (-), bercak-bercak putih pada lidah dan mukosa
(-), bibir kering (-), labioschizis (-), palatoschizis (-)
Leher
Pendek, pergerakan baik, tumor(-), tanda trauma (-)
Thorax
Paru
Inspeksi : simetris dalam keadaan statis maupun dinamis, retraksi suprasternal
(+), subcostal (+), intercostalis (-)
Palpasi : stem fremitus tidak dilakukan, aerola mammae tidak teraba, papilla
mammae (-/-)
Perkusi : pemeriksaan tidak dilakukan
Auskultasi : suara nafas dasar bronkovesikuler, suara nafas tambahan (-/-), ronkhi
(-/-), wheezing (-/-), hantaran (-/-)
Jantung
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : pemeriksaan tidak dilakukan
Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi :datar, tali pusat terawat
Auskultasi :bising usus (+)
Palpasi :supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba.
Perkusi :tidak dilakukan
Tulang Belakang
Tidak ada spina bifida, tidak ada meningocele
Genitalia
Perempuan, labia mayora belum menutupi labia minora
Anorektal
Anus (+), diaper rash (-)
Anggota gerak
Keempat anggota gerak lengkap sempurna, tonus ↓ pada keempat ekstremitas
Ekstremitas
Superior Inferior
Deformitas - /- - /-
Akral dingin - /- -/-
Akral sianosis - /- - /-
Ikterik - /- - /-
CRT < 2 detik < 2 detik
Tonus Normotoni Normotoni
Kulit : Lanugo tidak merata, sianotik (-), ikterik (-), anemis (-), turgor kulit abdomen
kembali < 2 detik.
Refleks Primitif
Refleks Oral :
Refleks Hisap : (↓)
Refleks Rooting : (↓)
Refleks Moro : (↓)
Refleks Palmar Grasp : (↓)
Refleks Plantar Grasp : (↓)
IV. PEMERIKSAAN KHUSUS
A. Maturitas bayi menurut Lubchenko
KURVA LUBCHENKO
Berat badan lahir : 1250 gr
Usia kehamilan : 28 minggu
Hasil : Sesuai Masa Kehamilan
B. Downe Score
Hasil : 5 termasuk gangguan pernapasan sedang
C. Ballad
Score
New Ballard Score = maturitas neuromuskular + maturitas fisik
Maturitas neuromuskuler Poin Maturitas fisik Poin
Sikap tubuh 2 Kulit 0
Jendela siku-siku 1 Lanugo 2
Rekoil lengan 2 Lipatan telapak kaki 0
Sudut popliteal 1 Payudara 1
Tanda Selempang 1 Bentuk telinga 1
Tumit ke kuping 1 Genitalia (perempuan) 1
Total 8 Total 5
= 8+5 = 13 poin = 28 minggu
Kesan : maturitas bayi preterm 28 minggu
D. Bell Squash Score
1. Partus tindakan (SC, Vacum, Sungsang)
2. Ketuban tidak normal
3. Kelainan bawaan
4. Asfiksia
5. Preterm
6. BBLR
7. Infus tali pusat
8. Riwayat penyakit ibu
9. Riwayat penyakit kehamilan
Kriteria : < 4 observasi neonatal infeksi
≥ 4 Neonatal infeksi
Hasil : 4 termasuk Neonatal infeksi
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah (06/02/2014)
Pemeriksaan Nilai Satuan Nilai Rujukan
Lekosit 9,2 10^3/uL 4.0-9.0
Eritrosit 3.5 10^6/uL 4.2-5.4
Hemoglobin 13.3 g/dL 12-16
Hematokrit 40.5 % 37-47
MCV 115.7 U 76-96
MCH 38 Pcg 27-31
MCHC 32.8 g/dL 33.0-37.0
Trombosit 81 10^3/uL 150-400
Glukosa sewaktu 262 mg/dL 70-160
Laboratorium Darah (08/02/2014)
Pemeriksaan Nilai Satuan Nilai Rujukan
Lekosit 10.0 10^3/uL 4.0-9.0
Eritrosit 3.0 10^6/uL 4.2-5.4
Hemoglobin 11.1 g/dL 12-16
Hematokrit 34.6 % 37-47
MCV 115.0 U 76-96
MCH 36.9 Pcg 27-31
MCHC 32.1 g/dL 33.0-37.0
Trombosit 158 10^3/uL 150-400
Kimia Klinik
Natrium 122.2 mmol/L 135.00-148.00
Kalium 6.43 mmol/L 3.60-5.50
Klorida 99.1 Mmol/L 95.00-108.00
Laboratorium Darah (09/02/2014)
Pemeriksaan Nilai Satuan Nilai Rujukan
Kimia Klinik
Natrium 122.2 mmol/L 135.00-148.00
Kalium 6.43 mmol/L 3.60-5.50
Klorida 99.1 Mmol/L 95.00-108.00
VI. MASALAH
Neonatus Preterm
BBLR
Distress respirasi
Neonatal infeksi
VII. DIAGNOSIS BANDING
Neonatus Preterm
1. Kecil Masa Kehamilan
2. Sesuai Masa Kehamilan
3. Besar Masa Kehamilan
BBLR
1. Prematur
2. IUGR
Distress respirasi
1. Intrapulmonal
2. Ekstrapulmonal
3. Metabolik
Neonatal infeksi
1. Antepartum
2. Durantepartum
3. Postpartum
VIII. DIAGNOSIS KERJA
Neonatus Preterm Sesuai Masa Kehamilan
BBLR
Distress respirasi
Neonatal Infeksi
IX. PENATALAKSANAAN
a. Non Medikamentosa:
- Jaga kehangatan
- Nutrisi Adekuat (ASI/PASI)
- Observasi Keadaan umum dan tanda vital
- Observasi bila terjadi kejang
- Observasi tanda-tanda perdarahan
- Pemasangan OGT, CPAP, ET + Ventilator
- Pemantauan perkembangan berkala setiap 3 bulan menggunakan Denver
Development Screening Test (DDST)
b. Medikamentosa:
- IVFD D10% + Ca gluconas 20cc 5 tpm
- inj.Aminopilin 3x1mg
- inj. Ceftazidime 2x75mg
- Inj. IM. Vit. K1 1x0,5mg
X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia
Quo ad functionam : dubia
Quo ad sanationam : dubia
XI. SARAN
Pemeriksaan :
Darah lengkap ulang
GDS ulang
AGD (analisa gas darah)
Pulse oxymetri
Elektrolit Ulang : Na, K, C
Rontgen Thorax
USG Kepala
Pemeriksaan Oftalmologi
XII. NASEHAT
Jaga kehangatan bayi, pemberian ASI eksklusif hingga usia 6 bulan
Ibu harus selalu membersihkan puting susu sebelum maupun sesudah menyusui. Jika
ibu menggunakan botol susu, pastikan botol susu dalam keadaan bersih dan harus
selalu dicuci serta direbus sebelum digunakan.
Setelah menyusui sendawakan bayi dengan cara meletakkan bayi tegak lurus di
pundak dan tepuk punggungnya perlahan-lahan sampai mengeluarkan suara.
Menjelaskan kepada ibu pasien untuk selalu mencuci tangan sehabis membersihkan
tinja anak.
Pantau pertumbuhan dan perkembangan anak dengan cara kontrol untuk tahu gejala
sisa
Ibu harus memeriksakan ke dokter secepat mungkin jika bayinya :
Mempunyai masalah bernafas
Menangis (lebih sering atau berbeda dari biasanya), merintih, atau mengerang
kesakitan, tampak berwarna kebiruan (sianotik), suhu tubuh ≥38°C
Muntah atau buang air besar berlebihan (>3x/hari)
Mengeluarkan darah (walaupun sedikit) pada air kencing maupun beraknya
Mengalami gemetar pada kaki dan tangan, kejang
Lakukan pemeriksaan kesehatan bayi secara rutin ke pusat pelayanan kesehatan
terdekat untuk memeriksa perkembangan dan pertumbuhan badan serta pemberian
imunisasi dasar pada bayi
Hindari asap rokok di sekitar bayi karena paru-paru bayi masih sangat rentan terhadap
infeksi pernapasan
PERJALANAN PENYAKIT
Tanggal 6 Februari 2014 7 Februari 2014
S Sesak (+), demam (-), kejang (-), ikterik
(-), sianosis (-) BAK(+) BAB (-)
Terpasang CPAP nasal
Sesak (+), demam (+), kejang (-), ikterik (-),
sianosis (-), BAB (-), BAK (+)
Terpasang CPAP nasal dan OGT
O BB: 1250gr HR: 140x/m, RR: 65x/m,
S: 36,7°C SpO2: 97% Downe score : 5
KU: tangisan < kuat, gerak < aktif,
merintih (+)
Kepala : Mesocephali, UUB datar
Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Paru : SN Vesikular, Rh(-/-), wh(-/-)
retraksi (+)
Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-)
Abdomen: supel, BU(+)
Ekstremitas: odem (-), akral dingin (-)
BB: 1250gr HR: 195x/m, RR: 80x/m,
S: 38,3°C SpO2: 100%
KU: tangisan < kuat, gerak < aktif, merintih
(+)
Kepala : Mesocephali, UUB datar
Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Paru : SN Vesikular, Rh(-/-), wh(-/-) retraksi
(+)
Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-)
Abdomen: supel, BU(+)
Ekstremitas: odem (-), akral dingin (-)
A N. Preterm, BBLR, distress respirasi, N.
Infeksi
N. preterm, BBLR, distress respirasi, N.
Infeksi
P IVFD D10% + Ca gluconas 20cc 5 tpm IVFD D10% + Ca gluconas 20cc 5 tpm
Aminophilin 3x1mg
Ceftazidime 2x75mg
Vit. K1 1x0,5mg
Aminophilin 3x1mg
Ceftazidime 2x75mg
Vit. K1 1x0,5mg
Tanggal 8 Februari 2014 9 Februari 2014
S Sesak (+), demam (-), kejang (-), ikterik
(-), sianosis (-), BAK(+), BAB (+)
Terpasang ET CPAP dan NGT
Sesak (+), demam (-), kejang (-), ikterik (-),
sianosis (-), pucat (+) BAB (-), BAK (-)
Terpasang ET-Ventilator dan NGT
O BB:1250gr HR: 172x/m, RR: 68x/m
S:36,5°C, SpO2: 97%
KU: tangisan (-)(ET), gerak tidak aktif,
Kepala : Mesocephali, UUB datar
Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Paru : SN Vesikular, Rh(-/-), wh(-/-)
retraksi (+)
Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-)
Abdomen: supel, BU(+)
Ekstremitas: odem (-), akral dingin (-)
BB: 1250gr HR: 164x/m, RR: 40x/m, S:
36,0°C, SpO2: 79%
KU: lethargi,gerak tidak aktif,tangisan(-)
Kepala : Mesocephali, UUB datar
Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Paru : SN Vesikular, Rh(-/-), wh(-/-) retraksi
(+)
Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-)
Abdomen: supel, BU(+)
Ekstremitas: odem (-), akral dingin (-)
A N. Preterm, BBLR, distress respirasi, N.
Infeksi
N. Preterm, BBLR, distress respirasi, N.
Infeksi, ancaman gagal nafas, sepsis
P IVFD D10% + Ca gluconas 20cc 5 tpm
Aminophilin 3x1mg
Ceftazidime 2x75mg
IVFD D10% 100cc + Ca gluconas 4cc +
NaCl 3% 7,6cc 5 tpm selama 1x 24 jam
Aminophilin 3x0,5mg
Meropenem 2x75mg
ANALISA KASUS
Diagnosa pada pasien ini adalah neonatus preterm sesuai masa kehamilan, BBLR,
Distress respirasi, Neonatal infeksi. Diagnosa ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan khusus dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada ibu pasien dan perawat di ruang
Dahlia. Dari anamnesis didapatkan bahwa ibu pasien rutin melakukan pemeriksaan
antenatal dan pada usia kehamilan 28 minggu, ibu pasien merasakan nyeri perut disertai
keluarnya darah menggumpal, pasien dianjurkan untuk bed rest, namun karena darah terus
keluar pasien dibawa ke Ponek RSU Kardinah dan setelah observasi dilakukan SC atas
indikasi hemorraghic ante partum.
Neonatus preterm lahir usia kehamilan 28 minggu, berat badan lahir 1250 gram,
panjang badan 39 cm. Bayi menangis tidak kuat, gerak kurang aktif AS 5-6-6.
Saat tiba di ruang perawatan Dahlia, gerak pasien kurang aktif, tangis merintih,
tampak sesak dan retraksi sedang. Pasien sempat biru dibagian tangan dan kaki. Hal ini
menunjukkan adanya gangguan pernafasan dan perfusi O2 ke jaringan perifer dan membaik
dengan pemberian oksigen.
Dari data ini dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami distress respirasi sedang
sesuai dengan Downe score yang didapat saat itu yaitu 5. Dari hasil anamnesis juga
ditemukan penilaian Bell Squash: Persalinan SC, Ketuban tidak normal, Preterm dan BBLR
sehingga dapat disimpulkan pasien neonatal infeksi dan beresiko sepsis.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, KU : gerak kurang aktif, merintih, tampak sesak nafas (+),
terdapat napas cuping hidung serta retraksi pada suprasternal dan subcostal. Tanda vital,
status generalis kepala, mata, jantung, abdomen, genitalia, ekstremitas, dan kulit dalam batas
normal. Saat ini pasien menggunakan O2 nasal CPAP dan terpasang OGT.
Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan pemeriksaan khusus pada pasien ini antara lain pemeriksaan dengan
menggunakan kurva Lubchenko, Downe score dan Ballard score. Didapatkan hasil sebagai
berikut :
1. Neonatus preterm sesuai masa kehamilan. Pada kurva Lubchenko, pasien ini termasuk
kategori sesuai masa kehamilan dengan berat badan lahir 1250 gram dan masa kehamilan
28 minggu.
2. Pada ballard score, kematangan neuromuskular dan kematangan fisik sesuai dengan
masa kehamilan yaitu 28 minggu.
3. Didapatkan Downe score pada pasien ini adalah 5 termasuk gangguan pernapasan
sedang. Hal ini dapat disebabkan karena prematuritas pasien ini akibat belum matangnya
paru untuk mengembang dan menjalankan fungsinya untuk respirasi.
4. Menurut kriteria Bell’s Squash score, didapatkan poin 4, menandakan neonatal infeksi
yang beresiko terjadi sepsis.
Pada pasien perlu dilakukan pemeriksaan tambahan yaitu:
Darah lengkap ulang
GDS ulang
AGD (analisa gas darah)
Pulse Oxymetri
Elektrolit Ulang : Na, K, Cl
Rontgen Thorax
USG Kepala
Pemeriksaan Oftalmologi
TINJAUAN PUSTAKA
BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)
Definisi
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya pada
saat kelahiran kurang dari 2500 gram. Dulu bayi baru lahir yang berat badannya kurang atau
sama dengan 2500 gram (≤2500 gram) disebut bayi prematur. Tetapi ternyata morbiditas dan
mortalitas neonatus tidak hanya bergantung pada berat badannya, tetapi juga pada maturitas
bayi itu.
Untuk mendapat keseragaman, pada kongres European Perinatal Medicine II di
London (1970) telah diusulkan defenisi berikut :
- Bayi kurang bulan adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu.
- Bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai dari 37 minggu sampai 42
minggu.
- Bayi lebih bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau lebih.
Dengan pengertian seperti yang telah diterangkan diatas, bayi BBLR dapat dibagi
menjadi dua golongan, yaitu :
1. Prematuritas murni
Masa gestasinya <37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa
gestasi itu atau biasa disebut bayi kurang bulan-sesuai masa kehamilan (BKB-SMK).
2. Dismaturitas
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu.
Berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterine dan merupakan bayi yang
kecil untuk masa kehamilan (KMK).
Etiologi
A. Prematuritas murni
1. Faktor ibu
a. Penyakit
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya toksemia
gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisis dan psikologis. Penyebab
lainnya adalah diabetes mellitus, penyakit jantung, bacterial vaginosis,
chorioamnionitis atau tindakan operatif dapat merupakan faktor etiologi
prematuritas.
b. Usia
Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah pada usia dibawah 20 tahun dan
pada multi gravida yang jarak antar kelahirannya terlalu dekat. Pada ibu-ibu yang
sebelumnya telah melahirkan lebih dari 4 anak juga sering ditemukan. Kejadian
terendah adalah pada usia antara 26-35 tahun.
c. Keadaan sosial ekonomi
Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi yang rendah. Hal ini disebabkan
oleh keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan antenatal yang kurang.
2. Faktor janin
Hidramnion, gawat janin, kehamilan ganda, eritroblastosis umumnya akan
mengakibatkan BBLR.
B. Dismaturitas
Penyebab dismaturitas adalah setiap keadaan yang menganggu pertukaran zat antara ibu
dan janin (gangguan suplai makanan pada janin). Dismaturitas dihubungkan dengan
keadaan medik yang menggangu sirkulasi dan insuffisiensi plasenta, pertumbuhan dan
perkembangan janin, atau kesehatan umum dan nutrisi ibu.
Patogenesis
Bayi lahir prematur yang BBLR-nya sesuai dengan umur kehamilan pretermnya
biasanya dihubungkan dengan keadaan medis dimana terdapat ketidakmampuan uterus untuk
mempertahankan janin (incompetent cervix/premature dilatation), gangguan pada perjalanan
kehamilan, pelepasan plasenta, atau rangsangan tidak pasti yang menimbulkan kontraksi
efektif pada uterus sebelum kehamilan mencapai umur cukup bulan.
Dismaturitas dihubungkan dengan keadaan medik yang menggangu sirkulasi dan
efisiensi plasenta, pertumbuhan dan perkembangan janin, atau kesehatan umum dan nutrisi
ibu. Dismaturitas mungkin merupakan respon janin normal terhadap kehilangan nutrisi atau
oksigen. Sehingga masalahnya bukan pada dismaturitasnya, tetapi agaknya pada resiko
malnutrisi dan hipoksia yang terus menerus. Serupa halnya dengan beberapa kelahiran
preterm yang menandakan perlunya persalinan cepat karena lingkungan intrauteri berpotensi
merugikan.
Gejala Klinis
A. Prematuritas murni
Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang atau sama dengan 45 cm,
lingkaran dada kurang dari 30 cm, lingkaran kepala kurang dari 33 cm, masa gestasi kurang
dari 37 minggu. Kepala relatif besar dari badannya, kulitnya tipis, transparan, lanugo banyak,
lemak subkutan kurang. Ossifikasi tengkorak sedikit, ubun-ubun dan sutura lebar, genitalia
imatur. Desensus testikulorum biasanya belum sempurna dan labia minora belum tertutup
oleh labia mayora. Rambut biasanya tipis dan halus. Tulang rawan dan daun telinga belum
cukup, sehingga elastisitas daun telinga masih kurang. Jaringan mamma belum sempurna,
puting susu belum terbentuk dengan baik. Bayi kecil, posisinya masih posisi fetal, yaitu
posisi dekubitus lateral, pergerakannya kurang dan masih lemah. Bayi lebih banyak tidur
daripada bangun. Tangisnya lemah, pernapasan belum teratur dan sering terdapat serangan
apnoe. Otot masih hipotonik, sehingga kedua tungkai selalu dalam keadaan abduksi, sendi
lutut dan sendi kaki dalam fleksi dan kepala menghadap ke satu jurusan.
Refleks moro dapat positif. Refleks mengisap dan menelan belum sempurna, begitu
juga refleks batuk. Kalau bayi lapar, biasanya menangis, gelisah, aktivitas bertambah. Bila
dalam waktu tiga hari tanda kelaparan ini tidak ada, kemungkinan besar bayi menderita
infeksi atau perdarahan intrakranial. Seringkali terdapat edema pada anggota gerak, yang
menjadi lebih nyata sesudah 24-48 jam. Kulitnya tampak mengkilat dan licin serta terdapat
‘pitting edema’. Edema ini seringkali berhubungan dengan perdarahan antepartum, diabetes
mellitus, dan toksemia gravidarum.
Frekuensi pernapasan bervariasi terutama pada hari-hari pertama. Bila frekuensi
pernapasan terus meningkat atau selalu diatas 60x/menit, harus waspada kemungkinan
terjadinya penyakit membran hialin, pneumonia, gangguan metabolik atau gangguan susunan
saraf pusat. Dalam hal ini, harus dicari penyebabnya, misalnya dengan melakukan
pemeriksaan radiologis toraks.
B. Dismaturitas
Dismaturis dapat terjadi preterm, term, dan postterm. Pada preterm akan terlihat gejala
fisis bayi prematur murni ditambah dengan gejala dismaturitas. Dalam hal ini berat badan
kurang dari 2500 gram, karakteristik fisis sama dengan bayi prematur dan mungkin ditambah
dengan retardasi pertumbuhan dan ‘wasting’. Pada bayi cukup bulan dengan dismaturitas,
gejala yang menonjol adalah ‘wasting’, demikian pula pada post term dengan dismaturitas.
Bayi dismatur dengan tanda ‘wasting’ tersebut, yaitu :
1. Stadium pertama
Bayi tampak kurus dan relatif lebih panjang, kulitnya longgar, kering seperti perkamen,
tetapi belum terdapat noda mekonium.
2. Stadium kedua
Didapatkan tanda stadium pertama ditambah dengan warna kehijauan pada kulit,
plasenta, dan umbilikus. Hal ini disebabkan oleh mekonium yang tercampur dalam
amnion yang kemudian mengendap ke dalam kulit, umbilikus, dan plasenta sebagai
akibat anoksia intrauterin.
3. Stadium ketiga
Ditemukan tand stadium kedua ditambah dengan kulit yang berwarna kuning, demikian
pula kuku dan tali pusat. Ditemukan juga tanda anoksia intrauterin yang sudah
berlangsung lama.
Diagnosis
Bayi berat lahir rendah didiagnosis bila termasuk dalam golongan :
1. Prematuritas murni
Masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannnya sesuai dengan berat
badan untuk masa gestasi itu atau biasa disebut Bayi Kurang Bulan-Sesuai Masa
Kehamilan (BKB-SMK).
2. Dismaturitas
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi
itu, berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi
yang Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK).
Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan Prematur Murni
Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk pertumbuhan dan
perkembangan serta penyesuaian diri dengan lingkungan hidup di luar uterus, maka perlu
diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian makanan, dan bila perlu pemberian
oksigen, mencegah infeksi, serta mencegah kekurangan vitamin dan zat besi. 2
- Atur suhu
BBLR mudah mengalami hipotermi, oleh karena itu suhu tubuhnya harus
dipertahankan dengan ketat. Bisa dengan membersihkan cairan pada tubuh bayi,
kemudian dibungkus. Atau bisa juga dengan meletakkannya di bawah lampu atau
dalam inkubator. Dan bila listrik tidak ada, bisa dengan metode kangguru, yaitu
meletakkan bayi dalam pelukan ibu (skin to skin). 5
- Cegah sianosis
Cara mencegah sianosis dapat dengan cara pemberian oksigen agar saturasi oksigen
dalam tubuh bayi dapat dipertahankan dalam batas normal.
- Cegah infeksi
BBLR mudah sekali diserang infeksi. Ini disebabkan oleh karena daya tahan tubuh
terhadap infeksi berkurang, relatif belum sanggup untuk membentuk antibodi dan
daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan belum baik. Oleh karena itu, perlu
diperhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi, antara lain mencuci tangan sebelum
dan sesudah memegang bayi, membersihkan tempat tidur bayi segera sesudah tidak
dipakai lagi, membersihkan kulit dan tali pusat bayi dengan baik. 5,6
- Pemberian vitamin K
Dosis 1 mg intra muskular, sekali pemberian. Pemberian vitamin K pada bayi imatur
adalah sama seperti bayi-bayi dengan berat badan dan maturitas yang normal.
- Intake harus terjamin
Pada bayi-bayi prematur, refleks isap, telan dan batuk belum sempurna. Kapasitas
lambung masih sedikit, daya enzim pencernaan, terutama lipase masih kurang.
Pemberian minum dimulai pada waktu bayi berumur 3 jam agar bayi tidak menderita
hipoglikemia dan hiperbilirubinemia. Pada umumnya bayi dengan berat lahir 2000
gram atau lebih dapat menyusu pada ibunya. Bayi dengan berat kurang dari 1500
gram kurang mampu mengisap air susu ibu atau susu botol, terutama pada hari-hari
pertama. Dalam hal ini bayi diberi minum melalui sonde lambung. 2,6
Komplikasi
Komplikasi prematuritas
1. Sindrom gangguan pernapasan idiopatik
Disebut juga sebagai penyakit membran hialin karena pada stadium akhir akan terbentuk
membran hialin yang akan melapisi paru.
2. Pneumonia aspirasi
Sering ditemukan pada bayi prematur karena refleks menelan dan batuk belum
sempurna.
3. Perdarahan intraventrikuler
Perdarahan spontan di ventrikel otak lateral karena anoksia otak. Kelainan ini biasanya
hanya ditemukan pada otopsi.
4. Fibroplasias retrolental
Penyakit ini ditemukan pada bayi prematur yang disebabkan oleh gangguan oksigen
yang berlebihan.
5. Hiperbilirubinemia
Bayi prematur lebih sering mengalami hiprebilirubinemia dibandingkan dengan bayi
cukup bulan. Hal ini disebabkan oleh faktor kematangan hepar yang tidak sempurna
sehingga konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk belum sempurna.
6. Infeksi
Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya IgG gamma globulin.
Komplikasi dismaturitas :
1. Sindrom aspirasi mekonium
Keadaan hipoksia intrauterin mengakibatkan janin mengadakan ‘gasping’ dalam uterus.
Selain itu mekonium akan dilepaskan ke dalam likuor amnion, akibatnya cairan yang
mengandung mekonium yang lengket itu masuk ke dalam paru janin karena inhalasi.
Pada saat lahir, bayi akan menderita gangguan pernapasan idiopatik.
2. Hipoglikemia simptomatik
Tertama pada bayi laki-laki. Penyebabnya belum jelas, tetapi mungkin sekali disebabkan
oleh persediaan glikogen yang sangat kurang pada bayi dismaturitas. Diagnosis dapat
dibuat dengan melakukan pemeriksaan kadar gula darah. Bayi BBLR dinyatakan
hipoglikemia bila kadar gula darah yang kurang dari 20 mg%.
3. Asfiksia neonatorum
Bayi dismatur lebih sering menderita asfiksia neonatorum dibandingkan dengan bayi
biasa.
4. Penyakit membran hialin
Terutama pada bayi dismatur yang preterm. Hal ini karena surfaktan pada paru belum
cukup sehingga alveoli selalu kolaps.
5. Hiperbilirubinemia
Bayi dismatur lebih sering mendapat penyakit ini dibandingkan dengan bayi yang sesuai
dengan masa kehamilannya. Hal ini disebabkan gangguan pertumbuhan hati.
Prognosis
Prognosis BBLR ini tergantung dari berat ringannya masa perinatal, misalnya masa
gestasi (makin muda masa gestasi/makin rendah berat badan, makin tingggi angka
kematian), asfiksia atau iskemia otak, sindroma gangguan pernapasan, perdarahan
intraventrikuler, fibroplasias retrolental, infeksi, gangguan metabolik. Prognosis ini juga
tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat
kehamilan, persalinan dan postnatal (pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, makanan,
pencegahan infeksi, mengatasi gangguan pernapasan, asfiksia, hiperbilirubinemia,
hipoglikemia, dan lain-lain). 2,4
RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME
Definisi
Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-
tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau
memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik
sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah
melalui PDA.
Sindrom gawat napas (RDS) (juga dikenal sebagai idiopathic respiratory distress
syndrome) adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis, dan histologis yang terjadi terutama
akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan yang kecil dan sulit mengembang dan
tidak menyisakan udara diantara usaha napas. Istilah-istilah Hyaline Membrane Disease
(HMD) sering kali digunakan saling bertukar dengan RDS.
Etiologi
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi
surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin muda usia
kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting penyebab
defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksio
sesaria. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk
menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi
prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru
kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah
bayi lahir dan akan bertambah berat.
Patofisiologi
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh
alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna kerana
dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan
mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut
menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance)
menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan
terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein ,
lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap
mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna
kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang
tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara
bahagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga
menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi
alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini.
Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan
keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel jalan
pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari
darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah
lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir.
Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang
berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi
Bronchopulmonal Displasia (BPD).
Pencegahan
Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi pada bayi
resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah tindakan seksio
sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis, melaksanakan manajemen yang tepat
terhadap kehamilan dan kelahiran bayi resiko tinggi.
Tindakan yang efektif utntuk mencegah RDS adalah:
Mencegah kelahiran < bulan (premature).
Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis.
Management yang tepat.
Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat DM.
Optimalisasi kesehatan ibu hamil.
Kortikosteroid pada kehamilan kurang bulan yang mengancam.
Obat-obat tocolysis (β-agonist : terbutalin, salbutamol) relaksasi uterus
Contoh : Salbutamol (ex: Ventolin Obstetric injection) 5mg/5 ml (utk asma: 5 mg/ml)
Untuk relaksasi uterus: 5 mg salbutamol dilarutkan dalam infus 500 ml dekstrose/NaCl
diberikan i.v (infus) dgn kecepatan 10 – 50 μg/menit dgn monitoring cardial effect. Jika detak
jantung ibu > 140/menit kecepatan diturunkan atau obat dihentikan
Steroid (betametason 12 mg sehari untuk 2x pemberian, deksametason 5 mg setiap 12 jam
untuk 4 x pemberian)
Cek kematangan paru (lewat cairan amniotik pengukuran rasio lesitin/spingomielin : > 2
dinyatakan mature lung function)
Manifestasi Klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh
tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala
klinis yang ditujukan.
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel
dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga
menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinis yang timbul yaitu : adanya sesak nafas pada bayi
prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan
cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96
jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium
RDS yaitu : pertama, terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara,
kedua, bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran
airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan
jantung dengan penurunan aerasi paru. ketiga,alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua
lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram
udara lebih luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak
dapat dilihat.
Penatalaksanaan secara umum :
a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila bayi
tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
Pantau selalu tanda vital
Jaga kepatenan jalan nafas
Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
b. Jika bayi mengalami apneu
Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
Lakukan penilaian lanjut
c. Bila terjadi kejang potong kejang
d. Segera periksa kadar gula darah
e. Pemberian nutrisi adekuat
Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru
Fenobarbital
Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian
dari pemakaian ventilasi mekanik.
GAGAL NAFAS
Gagal nafas pada neonatus merupakan masalah klinis yang sangat serius, yang berhubungan
dengan tingginya morbiditas, mortalitas dan biaya perawatan. Faktor resiko utama gagal
nafas pada neonatus adalah prematuritas, bayi berat badan lahir rendah, dan penelitian
menunjukkan kejadiannya lebih banyak terjadi pada golongan sosioekonomi rendah.1,2
Pada suatu penelitian epidemiologi gagal nafas di Amerika Serikat, insidensi gagal
napas di Amerika adalah 18 per 1000 kelahiran hidup. Meskipun insidensinya lebih tinggi
pada bayi dengan berat badan lahir rendah, sepertiga kasus terjadi pada bayi dengan berat
badan normal. Insidensi tertinggi terdapat pada ras kulit hitam dan sangat berhubungan
dengan kemiskinan.1 Di Indonesia, sepertiga dari kematian bayi terjadi pada bulan pertama
setelah kelahiran, dan 80% diantaranya terjadi pada minggu pertama dengan penyebab utama
kematian diantaranya adalah infeksi pernafasan akut dan komplikasi perinatal. Pada suatu
studi kematian neonatal di daerah Cirebon tahun 2006 disebutkan pola penyakit kematian
neonatal 50% disebabkan oleh gangguan pernapasan meliputi asfiksia bayi baru lahir (38%),
respiratory distress 4%, dan aspirasi 8%.3,4 Meskipun angka-angka tersebut masih tinggi,
Indonesia sebenarnya telah mencapai tujuan keempat dari MDG, yaitu mengurangi tingkat
kematian anak. Dengan pencegahan dan penatalaksanaan yang tepat, serta sistem rujukan
yang baik, kematian neonatus khususnya akibat gangguan pernafasan diharapkan dapat terus
berkurang.3
Penatalaksanaan utama gagal nafas pada neonatus adalah terapi suportif dengan
ventilasi mekanis, dan oksigenasi konsentrasi tinggi. Terapi lainnya meliputi high-frequency
ventilator, terapi surfaktan, inhalasi nitrat oksida, dan extracorporealmembrane oxygenation
(ECMO).1
Penanganan neonatus yang mengalami gagal nafas memerlukan suatu unit perawatan
intensif, dan penatalaksanaan yang optimal tergantung pada sistem perawatan neonatus yang
ada, yaitu ketersediaan tenaga ahli, fasilitas yang memiliki kemampuan dalam menilai dan
memberikan tatalaksana kehamilan resiko tinggi, serta memiliki kemampuan menerima
rujukan dari fasilitas kesehatan dibawahnya.1,2,5
Dengan lamanya waktu perawatan dan tingginya biaya yang harus dikeluarkan,
diagnosis dan tatalaksana yang tepat kegagalan nafas pada neonatus merupakan hal yang
penting untuk menekan mortalitas dan biaya perawatan yang akan dikeluarkan. Dalam sari
pustaka ini akan dibahas mengenai definisi, etiologi, diagnosis dan penatalaksanaan gagal
nafas pada neonatus.
DEFINISI
Gagal nafas (respiratory failure) dan distress nafas (respiratory distress) merupakan
diagnosis yang ditegakkan secara klinis dimana sistem pernafasan tidak mampu untuk
melakukan pertukaran gas secara normal tanpa bantuan. Terminologi respiratory distress
digunakan untuk menunjukkan bahwa pasien masih dapat menggunakan mekanisme
kompensasi untuk mengembalikan pertukaran gas yang adekuat, sedangkan respiratory
failure merupakan keadaan klinis yang lanjut akibat kegagalan mekanisme kompensasi dalam
mempertahankan pertukaran gas atau tercukupinya aliran oksigen.6-10
Gagal nafas merupakan kegagalan sistem respirasi dalam memenuhi kebutuhan
pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah, sehingga terjadi
gangguan dalam asupan oksigen dan ekskresi karbondioksida, keadaan ini ditandai dengan
abnormalitas nilai PO2 dan PCO2. Gagal nafas dapat disebabkan oleh penyakit paru yang
melibatkan jalan nafas, alveolus, sirkulasi paru atau kombinasi ketiganya. Gagal nafas juga
dapat disebabkan oleh gangguan fungsi otot pernafasan, gangguan neuromuskular dan
gangguan sistem saraf pusat.8,9,11,12
Gagal nafas tipe hiperkapnik terjadi akibat CO2 tidak dapat dikeluarkan dengan
respirasi spontan sehingga berakibat pada peningkatan PCO2 arterial (PaCO2) dan turunnya
pH. Hiperkapnik dapat terjadi akibat obstruksi saluran napas atas atau bawah, kelemahan otot
pernapasan atau biasanya akibat produksi CO2 yang berlebihan. Gagal nafas tipe hipoksemia
terjadi akibat kurangnya oksigenasi, biasanya akibat pirau dari kanan ke kiri atau gangguan
keseimbangan ventilasi dan perfusi (ventilation-perfusion mismatch).12,13
ETIOLOGI
Bayi khususnya neonatus rentan terhadap kejadian gagal nafas akibat: (1) ukuran jalan nafas
yang kecil dan resistensi yang besar terhadap aliran udara, (2) compliance paru yang lebih
besar, (3) otot pernafasan dan diafragma cenderung yang lebih mudah lelah , serta (4)
predisposisi terjadinya apnea yang lebih besar.6
Gagal nafas pada neonatus dapat disebabkan oleh hipoplasia paru (disertai hernia
diafragma kongenital), infeksi, aspirasi mekoneum, dan persistent pulmonary
hypertension.14,15 Secara umum, etiologi gagal nafas pada neonatus ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Etiologi gagal nafas pada neonatus
Paru-paru Aspirasi, pneumonia, transient tachypnea of the newborn, persistent
pulmonary hypertension, pneumotoraks, perdarahan paru, edema paru,
displasia bronkopulmonal, hernia diafragma, tumor, efusi pleura,
emfisema lobaris kongenital
Jalan nafas Laringomalasia, trakeomalasia, atresia/stenosis choana, Pierre Robin
Syndrome, tumor dan kista
Otot-otot respirasi Paralisis nervus frenikus, trauma medulla spinalis, miasthenia gravis
Sistem saraf pusat (SSP) Apnea of prematurity, obat: sedatif, analgesik, magnesium; kejang,
asfiksia, hipoksik ensefalopati, perdarahan SSP
Lain-lain Penyakit jantung bawaan tipe sianotik, gagal jantung kongestif,
anemia/polisitemia, tetanus neonatorum, immaturitas, syok, sepsis
Sumber: Carlo13
MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS
Diagnosis gagal nafas dapat ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis dan dikonfirmasi
dengan hasil pemeriksaan analisis gas darah. Gambaran klinis yang dapat terjadi pada
neonatus yang harus meningkatkan kewaspadaan klinisi akan terjadinya gagal nafas antara
lain:13
- Peningkatan respirasi
- Peningkatan usaha nafas
- Periodic breathing
- Apnea
- Sianosis yang tidak berkurang dengan pemberian oksigen
- Turunnya tekanan darah disertai takikardi, pucat, kegagalan sirkulasi yang diikuti
bradikardi
- Penggunaan otot-otot pernafasan tambahan.
Derajat beratnya distress nafas dapat dinilai dengan menggunakan skor Silverman-
Anderson dan skor Downes. Skor Silverman-Anderson lebih sesuai digunakan untuk bayi
prematur yang menderita hyaline membrane disease (HMD), sedangkan skor Downes
merupakan sistem skoring yang lebih komprehensif dan dapat digunakan pada semua usia
kehamilan. Penilaian dengan sistem skoring ini sebaiknya dilakukan tiap setengah jam untuk
menilai progresivitasnya.16
Tabel 2. Evaluasi Gawat Napas dengan skor Downes
PemeriksaanSkor
0 1 2
Frekuensi napas < 60 /menit 60-80 /menit > 80/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilang dengan 02
Sianosis menetap walaupun diberi O2
Air entry Udara masuk Penurunan ringan udara masuk
Tidak ada udara masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar dengan stetoskop
Dapat didengar tanpa alat bantu
Skor > 6 : Ancaman gagal nafas
Sumber: Mathai16
Analisis gas darah merupakan indikator definitif dari pertukaran gas untuk menilai
gagal nafas akut. Meskipun manifestasi klinis yang ada memerlukan tindakan intubasi segera
dan penggunaan ventilasi mekanis, pengambilan sampel darah arterial diperlukan untuk
menganalisis tekanan gas darah (PaO2, PaCO2, dan pH) sambil melakukan monitoring dengan
pulse oxymetri. Hipoksemia berat ditandai dengan PaO2 < 50-60 mmHg dengan FiO2 60%
atau PaO2 < 60 mmHg dengan FiO2 > 40% pada bayi < 1250 g, Hiperkapnik berat dengan
PaCO2 > 55-60 mmHg dengan pH <7,2-7,25.10-12,16
Tabel 3. Nilai Analisis gas Darah
Nilai
0 1 2 3
PaO2 (mmHg) > 60 50-60 < 50 < 50
pH > 7,3 7,2-7,29 7,1-7,19 < 7,1
PaCO2 (mmHg) < 50 50-60 61-70 > 70
Skor > 3: memerlukan ventilator
Sumber: Mathai16
Pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan sebagai pemeriksaan awal pada pasien
yang mengalami distress pernafasan antara lain: rontgen toraks (dapat dilakukan setelah
pemasangan ETT), pemeriksaan darah untuk skrining sepsis, termasuk pemeriksaan darah
rutin, hitung jenis, apus darah tepi, C-reactive protein, kultur darah, glukosa darah, dan
elektrolit.16-18
Tabel 4. Pemeriksaan Penunjang pada Neonatus yang mengalami Distress Pernafasan
Pemeriksaan Kegunaan
Kultur darah Menunjukkan keadaan bakteriemia
Analisis gas darah Menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan asam basa
Glukosa darah Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia dapat
menyebabkan atau memperberat takipnea
Rontgen toraks Mengetahui etiologi distress nafas
Darah rutin dan hitung jenis Leukositosis menunjukkan adanya infeksi
Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri
Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis
Pulse oximetry Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen
Sumber: Hermansen18
Selain menilai beratnya distress nafas yang terjadi, diperlukan juga penilaian untuk
memperkirakan penyebab dasar gangguan nafas untuk penatalaksanaan selanjutnya. Pada
bayi yang baru lahir dan mengalami distress nafas, penilaian keadaan antepartum dan
peripartum penting untuk dilakukan. Beberapa pertanyaan yang dapat membantu
memperkirakan penyebab distress nafas antara lain: apakah terdapat faktor resiko antepartum
atau tanda-tanda distress pada janin sebelum kelahiran, adanya riwayat ketuban pecah dini,
adanya mekoneum dalam cairan ketuban, dan lain-lain.16
Pada pemeriksaan fisik, beberapa hasil pemeriksaan yang ditemukan juga dapat
membantu memperkirakan etiologi distress nafas. Bayi prematur dengan berat badan lahir
< 1500 gram dan mengalami retraksi kemungkinan menderita HMD, bayi aterm yang lahir
dengan mekoneum dalam caian ketuban dan diameter antero-posterior rongga dada yang
membesar beresiko mengalami MAS, bayi yang letargis dan keadaan sirkulasinya buruk
kemungkinan menderita sepsis dengan atau tanpa pneumonia, bayi yang hampir aterm tanpa
faktor resiko tetapi mengalami distress nafas ringan kemungkinan mengalami transient
tachypnea of the newborn (TTN), dan hasil pemeriksaan fisik lainnya yang dapat membantu
memperikirakan etiologi distress nafas.16
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan neonatus dengan gagal nafas sebaiknya ditujukan pada penyakit yang
mendasarinya. Saat ini terapi gagal nafas pada neonatus ditujukan untuk mencegah
komplikasi dan memburuknya keadaan yang terjadi akibat penyakit paru-paru pada neonatus,
seperti hipoksemia dan asidemia, sehingga proses penyembuhan dapat berlangsung. Bayi
baru lahir yang mengalami gangguan nafas berat harus dirawat di ruang rawat intensif untuk
neonatus (NICU), bila tidak tersedia bayi harus segera dirujuk ke rumah sakit yang memiliki
fasilitas NICU.5 Sebelum dirujuk atau dipindahkan ke NICU, penatalaksanaan yang tepat
sejak awal sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan perawatan.
Penatalaksanaan Non Respiratorik
Monitoring temperatur merupakan hal yang penting dalam perawatan neonatus yang
mengalami distress pernafasan. Keadaan hipo maupun hipertermi harus dihindari.16,18-20
Temperatur bayi harus dijaga dalam rentang 36,5−37,5oC.10
Enteral feeding harus dihindari pada neonatus yang mengalami distress nafas yang
berat, dan cairan intravena dapat segera diberikan, untuk mencegah keadaan hipoglikemia.19
Keseimbangan cairan, elektrolit dan glukosa harus diperhatikan. Pemberian cairan biasanya
dimulai dengan jumlah yang minimum, mulai dari 60 ml/kgBB/hari dengan Dekstrose 10%
atau ¾ dari kebutuhan cairan harian. Kalsium glukonas dengan dosis 6-8 ml/kgBB/hari dapat
ditambahkan pada infus cairan yang diberikan.16 Pemberian nutrisi parenteral dapat dimulai
sejak hari pertama. Pemberian protein dapat dimulai dari 3,5 g/kgBB/hari dan lipid mulai dari
3 g/kgBB/hari.10
Prinsip lain perawatan neonatus yang mengalami distress nafas adalah minimal
handling. Hal ini dapat dicapai dengan penggunaan monitor sekaligus untuk menilai keadaan
kardiorespiratorik, temperatur, dan saturasi oksigen pada bayi.19
Gejala dan hasil pemeriksaan radiologis pada bayi yang mengalami distress nafas
sering tidak spesifik sehingga penyebab lain terjadinya distress nafas seperti sepsis perlu
dipertimbangkan, dan pemberian antibiotik spektrum luas sedini mungkin harus dimulai
sampai hasil kultur terbukti negatif. Pemilihan antibiotik inisial yang dianjurkan adalah
ampicillin dan gentamicin.7,18,19
Penatalaksanaan Respiratorik
Penanganan awal adalah dengan membersihkan jalan nafas, jalan nafas dibersihkan
dari lendir atau sekret yang dapat menghalangi jalan nafas selama diperlukan, serta
memastikan pernafasan dan sirkulasi yang adekuat. Monitoring saturasi oksigen dapat
dilakukan dengan menggunakan pulse oxymetri secara kontinyu untuk memutuskan kapan
memulai intubasi dan ventilasi.16,20 Semua bayi yang mengalami distress nafas dengan atau
tanpa sianosis harus mendapatkan tambahan oksigen. Oksigen yang diberikan sebaiknya
oksigen lembab dan telah dihangatkan.16
Tabel 5. Panduan untuk monitoring saturasi oksigen dengan pulse oxymetri
> 95% Bayi aterm
88-94% Bayi pre term (28-34 minggu)
85-92% < 28 minggu
Sumber: Mathai16
Tujuan utama dalam penatalaksanaan gagal nafas adalah menjamin kecukupan
pertukaran gas dan sirkulasi darah dengan komplikasi yang seminimal mungkin. Hal ini dapat
dicapai dengan menangani dan mengatasi etiologi gagal nafas. Indikasi untuk memulai
ventilasi mekanis pada pasien yang mengalami gagal nafas biasanya didasari atas menetap
atau memburuknya keadan klinis akibat proses pertukaran gas di paru-paru yang
terganggu.11,19
Sumber: Mathai16, Hermansen18
Penatalaksanaan di ruang NICU
Penatalaksanaan gagal nafas pada neonatus di ruang perawatan intensif neonatus
(NICU) saat ini telah mengalami perkembangan. Penggunaan surfaktan, high frequency
ventilator, inhaled nitric oxide (iNO), telah banyak dilakukan dan berakibat pada
berkurangnya penggunaan extracorporeal membrane oxygenation yang memiliki banyak efek
samping.5,17
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terapi gagal nafas pada neonatus (misalnya
dengan pemberian nitrat oksida, extracorporeal membrane oxygenation), 25-30% penderita
yang berhasil bertahan hidup mengalami gangguan kognitif, 6-13% mengalami cerebral
palsy, 6-30% mengalami gangguan pendengaran, dan pada usia sekolah banyak yang
mengalami gangguan perhatian, pendengaran, disfungsi neuromotorik dan perilaku.14
Ventilasi Mekanis
Ventilasi mekanis merupakan prosedur bantuan hidup yang invasif dengan berbagai efek
pada sistem kardiopulmonal. Tujuan ventilasi mekanis adalah membaiknya kondisi klinis
pasien dan optimalisasi pertukaran gas dan pada FiO2 (fractional concentration of inspired
oxygen) yang minimal, serta tekanan ventilator/volume tidal yang minimal.10,21 Derajat
distress pernafasan, derajat abnormalitas gas darah, riwayat penyakit paru-paru, dan derajat
instabilitas kardiopulmonal serta keadaan fisiologis penderita harus ikut dipertimbangkan
dalam memutuskan untuk memulai penggunaan ventilator mekanik. Berbagai mode ventilasi
mekanik dapat ditentukan oleh parameter yang diatur oleh klinisi untuk menentukan
karakteristik pernafasan mekanis yang diinginkan.22,23
Indikasi absolut penggunaan ventilasi mekanis antara lain: (1) prolonged apnea, (2)
PaO2 kurang dari 50 mmHg atau FiO2 diatas 0,8 yang bukan disebabkan oleh penyakit
jantung bawaan tipe sianotik, (3) PaCO2 lebih dari 60 mmHg dengan asidemia persisten, dan
(4) bayi yang menggunakan anestesi umum. Sedangkan indikasi relatif untuk penggunaan
ventilasi mekanis antara lain: (1) frequent intermittent apnea, (2) bayi yang menunjukkan
tanda-tanda kesulitan nafas, (3) dan pada pemberian surfaktan.21,23
Surfaktan
Surfaktan dibentuk oleh pneumosit alveolar tipe II dan disekresikan kedalam rongga udara
pada usia kehamilan sekitar 22 minggu. Komponen utama surfaktan adalah fosfolipid,
sebagian besar terdiri dari dipalmitylphosphatidylcholine (DPPC). Surfaktan disekresi oleh
eksositosis dari lamellar bodies pneumosit alveolar tipe II dan mielin tubuler. Pembentukan
mielin tubuler tergantung pada ion kalsium dan protein surfaktan SP-A dan SP-B. Surfaktan
lapisan tunggal berasal dari mielin tubuler dan sebagian besar terdiri dari DPPC. Fungsinya
adalah untuk mengurangi tegangan permukaan dan menstabilkan saluran nafas kecil selama
ekspirasi yang memungkinkan stabilisasi dan pemeliharaan volume paru. Surfaktan juga
berperan dalam mekanisme pertahanan paru dengan meningkatkan mucociliary
clearance.24-26
Fungsi surfaktan yang paling penting adalah menurunkan tegangan permukaan
alveolar sehinggga terjadi stabilisasi volume paru pada tekanan transpulmonal yang rendah.
Surfaktan akan mencegah kolapsnya jalan nafas saat ekspirasi dan memungkinkan tekanan
yang lebih rendah untuk mengembangkan paru-paru, sehingga peregangan yang berlebihan
dari paru-paru dapat dicegah dan resiko terjadinya ruptur alveolus berkurang akibat surfaktan
mengurangi tekanan negatif yang diperlukan untuk membuka jalan nafas dan kerja
pernafasan.10,25,26
Terapi surfaktan diberikan pada kedaan defisiensi surfaktan pada bayi prematur
seperti pada hyaline membrane disease (HMD), neonatal lung injury yang tidak berhubungan
dengan prematuritas, seperti hernia diafragma kongenital, dan meconeum aspiration
syndrome (MAS). Saat ini preparat surfaktan yang tersedia antara lain adalah surfaktan
sintetis dan surfaktan natural yang berasal dari ekstrak paru-paru sapi atau dari bilas paru-
paru domba atau babi.24, 26 Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan surfaktan
dapat menurunkan penggunaan extracorporeal membrane oxygenation pada neonatus yang
mengalami kegagalan nafas.27
Surfaktan dapat diberikan pada 6 sampai 24 jam setelah bayi lahir apabila bayi
mengalami respiratory distress syndrome yang berat. Selanjutnya surfaktan dapat diberikan 2
jam (umumnya 4-6 jam) setelah dosis awal apabila sesak menetap dan bayi memerlukan
tambahan oksigen 30% atau lebih.24
Tabel 6. Dosis surfaktan yang direkomendasikan untuk terapi.
Nama Produk Dosis Awal Dosis Tambahan
Galfactant 3 ml/KgBB Dapat diulang sampai 3 kali pemberian dengan interval tiap 12 jam
Beractant 4 ml/KgBB Dapat diulang setelah 6 jam, sampai total 4 dosis dalam 48 jam
Colfosceril 5 ml/KgBB diberikan dalam 4 menit Dapat diulang setelah 12 dan 24 jam
Porcine 2,5 ml/KgBB Dosis 1,25 ml/KgBB dapat diberikan tiap 12 jam
Sumber: Kosim24
Surfaktan dapat diberikan langsung melalui selang ETT atau dengan menggunakan
nebulizer. Pemberian langsung kedalam selang ETT memungkinkan distribusi surfaktan yang
lebih cepat sampai ke bagian perifer paru-paru, efektivitas nya lebih baik dan efek samping
yang dapat ditimbulkan lebih sedikit. Pemberian surfaktan juga dapat dilakukan dengan
menggunakan nebulizer disertai dengan ventilasi mekanis (2-3 menit), dilanjutkan dengan
postural drainage, tetapi hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian surfaktan dengan
cara ini kurang efektif karena volume surfaktan yang sampai kedalam paru-paru lebih
sedikit.10,24,25
Komplikasi yang mungkin terjadi pada pemberian surfaktan antara lain, bradikardi,
hipoksemia, hipo atau hiperkarbia, dan apnea. Bradikardi, hipoksemia dan sumbatan pada
endotracheal tube (ETT) dapat terjadi pada saat pemberian surfaktan dilakukan. Perubahan
perfusi serebral dapat terjadi pada bayi yang sangat prematur akibat redistribusi yang
mendadak dari aliran darah paru kedalam sirkulasi otak. Seluruh efek samping tersebut dapat
diatasi dengan menghentikan pemberian surfaktan dan meningkatkan aliran oksigen dan
ventilasi.24,25
High Frequency Ventilation
High frequency ventilation (HFV) adalah bentuk ventilasi mekanik yang menggunakan
volume tidal yang kecil, dan laju ventilator yang cepat. Keuntungan HFV adalah dapat
memberikan gas yang adekuat dengan tekanan pada jalan nafas yang lebih rendah sehingga
mengurangi kejadian barotrauma.17,28
High frequency ventilation menggunakan konsep untuk mengurangi trauma volume
dan atelektaruma, yang akan mengurangi PaCO2 dengan resiko barotrauma yang kecil pada
paru-paru. HFV telah digunakan pada bayi dengan respiratory distress syndrome (RDS) yang
memerlukan bantuan nafas lebih lanjut. HFV juga sangat efektif pada bayi dengan aspirasi
mekonium. HVF juga mengurangi kejadian barotrauma pada bayi dengan berat badan rendah.
Pada saat ini penggunaan HFV lebih direkomendasikan karena komplikasi yang lebih
sedikit. Terdapat beberapa macam mode high frequency ventilator yang digunakan, yaitu:
high-frequency positive-pressure ventilators, high-frequency jet ventilators, dan high
frequency oscillators.17,28
Penggunaan klinis HFV lebih menguntungkan dibandingkan ventilator biasa. Pada
beberapa penelitian didapatkan bahwa pasien RDS yang menggunakan ventilator HFV
memperlihatkan penurunan kejadian lung injuries. Penggunaan HFV ini dapat menyediakan
ventilasi yang adekuat dengan airway pressure (tekanan jalan nafas) yang rendah, sehingga
penggunaannya dapat dipertimbangkan pada pneumotoraks, hipoplasia paru, sindroma
aspirasi mekonium, pneumonia dengan atelektasis.17,28
Inhaled Nitric Oxide
Inhaled nitric oxide (iNO) dapat memperbaiki vasodilatasi paru dan oksigenisasi pada bayi
cukup bulan dengan gagal nafas yang berat. Beberapa penelitian multisenter menyebutkan
bahwa iNO akan mengurangi kebutuhan akan extracorporeal membrane oxygenation
(ECMO).29,30
Penggunaan iNO pada terapi gagal nafas pada bayi berdasar kepada kemampuannya
sebagai vasodilator di paru-paru tanpa menurunkan tonus vaskuler paru. Penggunaan iNO
dipertimbangkan karena memiliki kemampuan selektif menurunkan pulmonary vascular
resistance (PVR).29,30
Nitrat oksida disintesis pada saluran napas atas dan bawah. Nitrat oksida merupakan
salah satu substansi fisiologis yang dilepaskan endotel untuk memelihara tekanan darah
dalam batas normal. Nitrat oksida akan berdifusi dari lapisan endotel ke dalam otot polos
pembuluh darah dimana akan mengaktifkan guanil siklase, dan mengkatalisir formasi dari
cGMP, cGMP kemudian akan mengfosforilasi beberapa protein melalui protein kinase
dependent cGMP, yang secara tidak langsung akan menyebabkan defosforilasi miosin dan
menyebabkan relaksasi otot polos.29,30
Sirkulasi paru janin cenderung mempunyai resistensi yang tinggi. Nitrat oksida
endogen secara fisiologis penting untuk mengatur tonus vaskuler paru janin. Nitrat oksida
menyebabkan angiogenesis, pembentukan alveolar dan pertumbuhan paru normal.30,31
Terapi iNo pada bayi baru lahir telah diteliti pada bayi preterm dan aterm. Nitrat
oksida eksogen yang dihantarkan melalui ventilator akan menyebabkan vasodilatasi paru.15,29
Terapi iNO memperbaiki oksigenisasi tanpa efek samping jangka pendek seperti perdarahan
paru, perdarahan intrakranial, pnumotoraks pada bayi prematur dengan gagal napas.15,29,30
Extracorporeal Membrane Oxygenation
Extracorporeal membrane oxygenation (ECMO) merupakan alat yang menghubungkan
langsung darah vena pada alat paru-paru buatan (membrane oxygenator), dimana oksigen
ditambahkan dan CO2 dikeluarkan, kemudian darah dipompa balik pada atrium kanan pasien
(Venovenosis ECMO) atau aorta (venoarterial). Prosedur ini membuat paru-paru dapat
beristirahat dan menghindari tekanan tinggi ventilator. Selama ECMO berlangsung paru-paru
bayi dapat terus bekerja namun dalam volume yang lebih kecil untuk mencegah terjadinya
atelektasis.32,33
ECMO paling sering digunakan pada keadaan-keadaan seperti: sindroma aspirasi
mekonium, dengan rata-rata 94% dapat bertahan hidup setelah terapi, persistent pulmonary
hypertension, sepsis, respiratory dystress syndrome, hernia diafragmatika.32-34
Prosedur ECMO sangat invasif dan resiko tinggi. Penggunaan ECMO pada bayi
preterm dengan usia gestasi 34 minggu ternyata memperlihatkan angka kematian yang tinggi
disebabkan perdarahan intrakranial. Sehingga kriteria inklusi untuk ECMO adalah usia
gestasional ≥ 34 minggu atau berat lahir ≥ 2000 gram, tidak ada gangguan perdarahan, telah
diberikan ventilasi mekanik selama 10-14 hari, penyakit paru bersifat reversibel.33-35
Pasien neonatus biasanya memerlukan terapi ECMO selama 7-8 hari. Selama periode
ini bayi dengan gagal napas dapat secara perlahan diberikan seting ventilator yang minimal
dan apabila perbaikan dapat di ekstubasi dalam 24-48 jam. Setelah dilakukan ekstubasi bayi
memerlukan oksigen selama 5-7 hari dan perlu pemantauan kadar hemoglobin, hematokrit,
dan elektrolit dalam 6-18 jam setelah ECMO. Komplikasi dari ECMO antara lain perdarahan
intrakranial, infark sistem saraf pusat, kejang, perdarahan paru, hipertensi, dan tamponde
jantung. Penderita yang telah menjalani ECMO dapat bertahan hidup walaupun
morbiditasnya tinggi.33,35
RINGKASAN
Gagal nafas pada neonatus merupakan masalah klinis yang sangat serius, yang berhubungan
dengan tingginya morbiditas, mortalitas dan biaya perawatan. Faktor resiko utama gagal
nafas pada neonatus adalah prematuritas, bayi berat badan lahir rendah, dan golongan
sosioekonomi rendah. Diagnosis gagal nafas merupakan diagnosis klinis. Gambaran klinis
yang meningkatkan kewaspadaan klinisi akan terjadinya gagal nafas antara lain: peningkatan
atau penurunan laju respirasi, peningkatan atau penurunan usaha nafas, periodic breathing,
apnea, sianosis yang tidak berkurang dengan pemberian oksigen, turunnya tekanan darah
disertai takikardi, pucat, kegagalan sirkulasi yang diikuti bradikardi, dan penggunaan otot-
otot pernafasan tambahan.
Analisis gas darah merupakan indikator definitif dari pertukaran gas untuk menilai
gagal nafas akut. Hipoksemia berat ditandai dengan PaO2 < 50-60 mmHg dengan FiO2 60%
atau PaO2 < 60 mmHg dengan FiO2 > 40% pada bayi < 1250 g, Hiperkapnik berat dengan
PaCO2 > 55-60 mmHg dengan pH <7,2-7,25.
Penatalaksanaan gagal nafas pada neonatus saat ini meliputi penggunaan ventilator
mekanik, penggunaan surfaktan, high frequency ventilator, inhaled nitric oxide (iNO), dan
extracorporeal membrane oxygenation yang memiliki banyak efek samping.
Penggunaan ventilator mekanik biasa mempunyai resiko terjadinya baro trauma dan
volume trauma. Inhaled nitric oxide bekerja sebagai vasodilator dari paru-paru, sehingga
dapat digunakan sebagai alternatif terapi terutama pada komplikasi penyakit paru bayi
(PPHN. Surfaktan dapat digunakan pada RDS dan sindroma aspirasi mekonium dan
memperlihatkan perbaikan yang nyata. High frequency ventilation adalah bentuk ventilasi
mekanik yang baik dengan risiko barotraumas dan volumetrauma yang lebih kecil. ECMO
merupakan alternatif penatalaksanaan gagal napas yang lain apabila terapi diatas sudah tidak
dapat digunakan.
SEPSIS
DEFINISI
Sepsis neonatorum, sepsis neonatus dan septikemia neonatus merupakan istilah yang
telah digunakan untuk menggambarkan respons sistemik terhadap infeksi pada bayi baru
lahir.
Sepsis neonatorum adalah suatu bentuk penyakit yang digambarkan dengan adanya
infeksi bakteri secara sistemik pada bulan pertama kehidupan yang ditandai hasil kultur darah
yang positif. Definisi lainnya adalah sindroma klinis yang ditandai gejala sitemik dan disertai
bakteriemia yang terjadi dalam bulan pertama kehidupan.
Insidensi sepsis neonatorum beragam, dari 1-4/1000 kelahiran hidup di negara maju
dengan fluktuasi yang besar sepanjang waktu dan tempat geografis. Keragaman insiden dari
rumah sakit ke rumah sakit lainnya dapat dihubungkan dengan angka prematuritas, perawatan
prenatal, pelaksanaan persalinan, dan kondisi lingkungan di ruang perawatan. Angka sepsis
neonatorum meningkat secara bermakna pada bayi dengan berat badan lahir rendah dan bila
ada faktor resiko ibu ( obstetrik ) atau tanda- tanda koriamnionitis, seperti ketuban pecah
lama ( > 18 jam ), demam intrapartum ibu (> 37,5°C ), leukositosis ibu (>18000/mm3),
pelunakan uterus dan takikardi janin (>180 kali/menit). Faktor resiko host meliputi jenis
kelamin laki-laki, cacat imun didapat atau kongenital, galaktosemia ( Escherichia coli)
pemberian preparat besi intramuskuler ( E.coli), anomali kongenital (saluran kencing,
asplenia, myelomeningokel, saluran sinus), omfalitis dan kembar (terutama kembar kedua
dari janin yang terinfeksi). Prematuritas merupakan faktor resiko baik pada sepsis awal
maupun lanjut.
KLASIFIKASI
Berdasarkan umur dan onset / waktu timbulnya gejala-gejala, sepsis neonatorum dibagi
menjadi dua:
Early onset sepsis neonatal / sepsis awitan awal dengan ciri-ciri:
* Umur saat onset → mulai lahir sampai 7 hari,biasanya kurang atau lebih
* Penyebab → organisme dari saluran genital ibu.
* Organisme → grup B Streptococcus, Escherichia coli, Listeria non-typik, Haemophilus
influezae dan enterococcus.
* Klinis → melibatkan multisistem organ (resiko tinggi terjadi pneumoni)
* Mortalitas → mortalitas tinggi (15-45%).
Late onset sepsis neonatal / sepsis awitan lanjut dengan ciri-ciri:
* Umur saat onset → 7 hari sampai 30 hari.
* Penyebab → selain dari saluran genital ibu atau peralatan.
* Organisme → Staphylococcus coagulase-negatif, Staphylococcus aureus,Pseudomonas,
Grup B Streptococcus, Escherichia coli, dan Listeria.
* Klinis → biasanya melibatkan organ lokal/fokal (resiko tinggi terjadi meningitis).
* Mortalitas → mortalitas rendah ( 10-20%).
ETIOLOGI
Etiologi terjadinya sepsis pada neonatus adalah dari bakteri.virus, jamur dan protozoa
( jarang ). Penyebab yang paling sering dari sepsis awitan awal adalah Streptokokus grup
B dan bakteri enterik yang didapat dari saluran kelamin ibu. Sepsis awitan lanjut dapat
disebabkan oleh SGB, virus herpes simplek (HSV), enterovirus dan E.coli. Pada bayi dengan
berat badan lahir sangat rendah, Candida dan Stafilokokus koagulase-negatif (CONS),
merupakan patogen yang paling umum pada sepsis awitan lanjut.
Jika dikelompokan maka didapat:
Bakteri gram positif
° Streptokokus grup B → penyebab paling sering.
° Stafilokokus koagulase negatif → merupakan penyebab utama bakterimia nosokomial.
° Streptokokus bukan grup B.
Bakteri gram negatif
° Escherichia coli Kl penyebab nomor 2 terbanyak.
° H. influenzae.
° Listeria monositogenes.
° Pseudomonas
° Klebsiella.
° Enterobakter.
° Salmonella.
° Bakteria anaerob.
° Gardenerella vaginalis.
Walaupun jarang terjadi,terhisapnya cairan amnion yang terinfeksi dapat menyebabkan
pneumonia dan sepsis dalam rahim, ditandai dengan distres janin atau asfiksia neonatus.
Pemaparan terhadap patogen saat persalinan dan dalam ruang perawatan atau di masyarakat
merupakan mekanisme infeksi setelah lahir.
PATOGENESIS
Terdapat perbedaan patogenesis antara sepsis neonatus yang early onset/awitan awal
dengan yang late onset/awitan lanjut.early onset didapat secara transmisi vertikal dalam
uterus atau intra partus,sedangkan late onset biasanya secara transmisi horisontal dan intra
partus.
Early onset / awitan awal
Hal yang paling penting faktor resiko terjadinya infeksi adalah pada saat persalinan
dimana keberadaan mikroorganisme dalam saluran genito urinarius.Bakteri pada saluran
genito urinarius naik secara asending dan mencapai cairan amnion setelah terjadi ruptur pada
membran prematur ( PROM ). Infeksi secara asending juga dapat terjadi pada saat kontak
dengan membran korioamnetik dalam uterus yang berdampak lahir hidup atau mati beberapa
jam setelah lahir. Altematif lain adalah pada saat neonatus
kontakdengan mikroorganisme selama melalui jalan lahir. Ketika fetus menghisap/aspirasi
cairan amnion yang terkontaminasi.mikroorganisme mencapai bagian bawah saluran sistem
pemapasan dan menyebabkan kerusakan sel epitel dari paru- paru.sebagai hasilnya adalah
pnemonia dan distres pemapasan yang terlihat pada beberapa jam setelah kelahiran. Sepsis
neonatal yang berat terjadi jika bakteri menginvasi melalui intravaskular dan adanya
kegagalan dari tuan rumah untuk mengeliminasi mikroorganisme patogen.
Secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut:
- Transplasenta (antepartum).
- Asenderen kuman vagina ( partus lama,ketuban pecah sebelum waktunya).
- Waktu melewati jalan lahir (kuman dari vagina dan rektum).
Late onset /awitan lanjut
Transmisi secara horisontal memegang peranan yang besar,kontak yang erat dengan ibu
yang menyusui,dan penularan transmisi secara nosokomial.Yang paling utama penyebab
faktor resiko didapatkannya nosokomial sepsis adalah penggunaan lama kateter plastik
intravaskuler, penggunaan prosedur invasif, pemakaian antibiotik, perawatan yang lama di
rumah sakit,kontaminasi dari peralatan laboratorium pendukung, cairan intravena atau
enteral,dan peralatan yang terkontaminasi.Bagaimanapun,situasi yang meningkatkan paparan
neonatus terhadap mikroorganisme menghasilkan peningkatan yang tinggi terhadap infeksi
nosokomial dalam perawatan.
Secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut:
- Akibat tindakan manipulasi (intubasi,kateterisasi,pemasangan infus.dll).
- Defek kongenital (omfalokel,meningokel,labioskizis,labiopalatoskizis,dll).
- Koloni kuman beasal dari saluran napas atas,konjungtiva,membran mukosa, umbilikus dan
kulit yang menginvasi / menyebar secara sistemik.
Faktor - faktor resiko untuk terjadinya sepsis neonatus perlu juga diketahui. Faktor
resiko dari sepsis neonatus terdiri faktor pejamu, sosio-ekonomi, riwayat persalinan,
perawatan bayi baru lahir, dan kesehatan serta keadaan gizi ibu, merupakan faktor-faktor
resiko terpenting pada sepsis neonatal.
Dari laporan penelitian pada sepsis neonatal yang terjadi segera setelah
lahir,menunjukkan adanya satu atau lebih faktor resiko pada riwayat kehamilan dan
persalinan. Faktor-faktor tersebut adalah kelahiran kurang bulan,berat badan lahir
rendah,ketuban pecah dini,infeksi maternal peripartum,kelahiran aseptik,kelahiran
traumatik,dan keadaan hipoksia. Pada umumnya sepsis neonatal tidak akan terjadi pada bayi
lahir cukup bulan dengan riwayat kehamilan dan persalinan normal.
Dari faktor-faktor diatas dapat diringkas menjadi dua faktor besar yaitu faktor ibu anak
dan ada juga yang membaginya menjadi faktor mayor-minor.
Faktor ibu :
*Ketuban pecah sebelum waktunya.
*Infeksi peripartum.
*Partus lama.
*Infeksi intrapartum.
Faktor anak:
*Berat badan lahir rendah.
*Prematuritas.
*Kecil untuk masa kehamilan.
*Defek kongenital.
*Bayi laki-laki lebih banyak dari perempuan.
*Tindakan resusitasi saat melakukan intubasi.
*Kehamilan kembar.
*Dan lain-lain.
Faktor mayor :
*Ruptur membran ibu yang lama > 24 jam.
*Ibu dengan demam intrapartum > 38°C,
*Korioamnionitis.
*Fetal takikardi > 160 kali /menit.
Faktor minor:
*Ibu dengan demam intrapartum > 37,5°C.
*Kehamilan kembar.
*Bayi prematur
*Ibu dengan leukositosis (hitung sel darah putih >15.000).
*Ruptur membran > 12 jam.
*Takipnea
*Kolonisasi SGB pada ibu.
*APGAR score yang rendah (<>
*Berat badan lahir rendah / LBW ( <>
*Lochia berbau busuk.
Berikut ini akan dibahas sebagian dari faktor-faktor yang telah disebut diatas.
Berat lahir.
Berat lahir memegang peran penting pada terjadinya sepsis neonatal. Dilaporkan bahwa
bayi dengan berat lahir rendah mempunyai resiko 3 kali lebih tinggi terjadi sepsis daripada
bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram.Makin kecil berat lahir makin tinggi angka
kejadian sepsis. Masalah sepsis bukan saja terjadi dekat setelah lahir,tetapi seringkali seorang
bayi berat lahir rendah setelah dapat mengatasi masalah prematuritasnya selama 5 hari
pertama kehidupan ,meninggal setelah mendapat sepsis dikemudian hari(late onset sepsis
neonatal). Walaupun angka kematian sepsis onset lambat mempunyai prognosis yang lebih
baik daripada sepsis onset dini.
Perawatan di Unit Perawatan Intensif Neonatus ( UPIN ).
Neonatus yang dirawat di ruang rawat intensif mempunyai resiko tinggi untuk
terjadinya infeksi. Hal ini dapat dimengerti oleh karena pada umumnya pasien yang dirawat
di ruang intensif adalah pasien berat.Pada umumnya infeksi merupakan penyebab kematian
pada bayi kecil
Respon imun penjamu.
Kerentanan bayi baru lahir terhadap terjadinya sepsis diduga disebabkan oleh karena
sistem imunologi baik humoral maupun selular yang masih imatur.Para peneliti banyak
melaporkan mengenai pengaruh jenis kelamin pada kejadian sepsis neonatal.Dikemukakan
bahwa sepsis neonatal lebih banyak dijumpai pada anak laki-laki daripada bayi
perempuan.Bayi lelaki juga lebih rentan terhadap infeksi basil enterik gram negatif
sedangkan bayi perempuan lebih rentan terhadap infeksi bakteri kokus gram positif.Angka
kejadian bayi lelaki lebih rentan menderita sepsis daripada perempuan dengan rasio 7:3.
Dugaan penyebabnya adalah peran faktor sex-linked pada kerentanan penjamu terhadap
infeksi. Telah disepakati bahwa gen yang terletak pada kromosom x mempengaruhi fungsi
kelenjar thymus dan sintesis imunoglobulin.Perempuan mempunyai dua gen x mungkin hal
ini yang menyebabkan lebih tahan terhadap infeksi. Beberapa peneliti membuktikan bahwa
bayi perempuan lebih jarang menderita sindrom distres pemapasan. Peneliti lain melaporkan
bahwa rasio lecithin:sphingomyelin dan konsentrasi saturated phosphatidylcholine serta
kortisol dalam cairan amnion pada kehamilan 28-40 minggu bayi perempuan lebih tinggi
daripada bayi lelaki.
Faktor geografi.
Jenis bakteri penyebab berbeda antara satu rumah sakit dengan rumah sakit lain atau
antara negara satu dengan negara lain.Hal ini disebabkan karena perbedaan fasilitas
pelayanan kesehatan, budaya setempat termasuk sexual-practices, pelayanan perawatan, dan
pola penggunaan antibiotik. Hal tersebut akan menyebabkan pola etiologi sepsis neonatal
berbeda pada tiap negara. Spesies Salmonella dan Enterobacteriacae lainnya serta
Streptococcus pneumonia di samping E.coli di daerah tropis banyak dilaporkan sebagai
penyebab utama sepsis neonatal. Faktor lain adalah jenis kolonisasi bakteri pada ibu hamil-
pun berbeda di setiap negara.
Faktor sosio-ekonomi.
Pola gaya hidup ibu,termasuk kebiasaan.kondisi perumahan, status nutrisi, dan
penghasilan orang tua sangat mempengaruhi resiko terjadinya infeksi pada bayi baru lahir.
Sebenarnya berat bayi lahir rendah dan prematuritas merupakan faktor resiko terpenting
terjadinya sepsis neonatal Kesempatan bayi kontak dengan infeksi akan meningkat ketika
bayi tersebut pulang.Pertemuan dengan anggota keluarga lain serumah,akan meningkatkan
resiko terjadinya infeksi (khususnya infeksi stafilokokus) akan sangat menular ke anggota
keluarga yang lain. Keadaan tersebut akan menjadi lebih berat bila pada keluarga dengan
sosio ekonomi rendah.
Perawatan di bangsal bayi.
Dibangsal perawatan bayi baru lahir seringkali infeksi berasal dari orang
dewasa,termasuk ibu,perawat atau keluarga lain yang berkunjung. Transmisi melalui droplet
merupakan sumber infeksi terbanyak, baik berasal dari orang dewasa maupun dari bayi lahir.
Infeksi stafilokokus biasanya dihubungkan dengan transmisi dari orang dewasa,sedangkan
penularan dari alat dan cairan menyebabkan infeksi spesies Proteus, Klebsiella, Serratia
marcescans, Pseudomonas, dan Flavobacterium.
Di pihak lain,penggunaan antibiotik yang berlebihan akan menyebabkan perubahan
pola resistensi bakteri setempat.Penggunaan preparat ampisilin dan gentamisin atau
kloramfenikol (sebagai pengobatan standar)dalam jangka waktu panjang menyebabkan
resistensi antibiotik tersebut. Akhir-akhir ini dilaporkan peningkatan resistensi bakteri
terhadap golongan sefalosporin generasi ketiga terhadap enterik gram negatif lebih cepat
terjadi dibandingkan dengan pengobatan standar.Pemakaian obat
topikal terutamahexachlorophene sebagai anti septik untuk perawatan talipusat, dilaporkan
sangat efektif menghambat kolonisasi stafilokokus tetapi tidak menghambat kolonisasi
bakteri gram negatif. Walaupun demikian belum pemah dilaporkan hubungan antara
pemakaian hexachlorophene dengan kejadian sepsis neonatal.
DIAGNOSIS
Diagnosis sepsis dapat ditegakkan dengan:
1.Anamnesa dan pemeriksaan fisik/ berdasarkan gejala klinis.
2.Tes laboratorium yang mendukung dalam membuat anamnesis.
Dari gejala-gejala klinis / manifestasi klinis
Bayi-bayi sepsis dapat dengan cepat keadaannya memburuk dan terapi antibiotik secara
empiris dimulai jika diduga ada tanda-tanda klinis sepsis.Tidak ada tes yang cepat dan
terpercaya untuk konfirmasi dari diagnosis etiologi.Isolasi mikroorganisme dari darah,cairan
serebrospinal.atau urine merupakan gold standar untuk diagnosis pasti,bagaimanapun hasil
kultur adalah terpenting, namun sensitivitas dari metoda kultur kadang-kadang dapat
rendah.Peneliti harus dapat mempunyai sebuah tes atau panel tes yang dapat mengidentifikasi
bayi sepsis dengan akurat dan cepat sambil menunggu hasil kultur.Banyak kemajuan dari
bukan metoda kultur,seperti teknologi dari polymerase chain reaction I PCR ,memberi janji
dalam mendiagnosa infeksi.Bagaimanapun,tetap tes laboratorium non spesifik untuk
mendiagnosa infeksi dari bakteri invasif adalah paling penting pada neonatal.
Manifestasi klinis dari early onset biasanya distres pemapasan disertai dengan
pneumoni dan sepsis, tapi untuk late onset menunjukan gejala sepsis,meningitis, dan
osteoarthritis.
Early onset / awitan awal.
Tanda-tanda klinis muncul semenjak 6 jam kehidupan >50 kasus, mayoritas /
kebanyakan muncul pada 72 jam pertama umur kehidupan.
Tanda awal biasanya sering tidak spesifik dan tidak diketahui:
*Hilangnya aktifitas spontan.
*Poor sucking.
*Apnea.
*Bradikardi.
*Suhu tubuh yang tidak stabil.
Tanda-tanda dan gejala lainnya.
*Distres pernafasan.
Kebanyakan neonatus dengan early onset infeksi menunjukkan gejala distres
pernafasan yang sulit dibedakan dengan bentuk HMD, pneumonia, atau penyebab lain dari
kesulitan bernafas,dengan penampilan seperti sianosis, dispneu, takipneu, apnea, retraksi
epigastrium, dan intercostal. Terjadinya gejala distres pernafasan lebih sering pada neonatus.
Pneumonia dan septikemi merupakan bentuk manifestasi yang banyak
*Gangguan kardiovaskuler.
Bradikardi, pallor, penurunan perfusi, hipotensi.
*Gangguan metabolik.
Hipotermia,hipertermia,asidosis metabolik
*Gangguan neurologik.
Lethargi,hipotonia,penurunan aktifitas,seizures,jittery.
Late onset / awitan lanjut
* Gejala dan tanda-tanda klinis muncul >7 hari kehidupan.Transmisi secara horisontal dapat
dari yang lain (dari neonatus yang terinfeksi atau dari perawat kesehatan) atau secara
vertikal (dari ibu yang terlalu sering berdekatan).Tanda-tanda yang sering biasanya
demam,lethargi. Irritable, poor feeding, dan takipnea.
* Distres pernafasan yang tidak begitu jelas.
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada bayi-bayi sepsis sebagai berikut:
a.Skrining sepsis yang rutin.
-Hitung jenis darah lengkap.
-Kultur darah.
-Apusan bahan dari bagian yang mengalami infalamasi.
-Apusan dari telinga dan tenggorokan (pada early-onset infeksi).
-Urine secara mikroskopis dan kultur.
-Rontgen thoraks.
-C-reaktif protein.
b.Tes rutin tambahan,dari indikasi klinis yang didapatkan.
-Lumbal pungsi,
-Kultur dan gram dari aspirasi lambung.
-Kultur dan gram dari apusan vagina yang lebih tinggi dari ibu.
-Kultur dari endotrakeal tube atau aspirasi dari trakeal.
-Kultur dari drainase dada.
-Kultur dari kateter vaskular.
-Kultur darah kwantitatif atau kultur darah multipel.
-IgG konsentrasi serial untuk spesifik organisme.
-IgM konsentrasi untuk organisme spesifik.
-Buffy coat secara mikroskopik.
Komponen dari skrining sepsis adalah:
1.C-Reaktive Protein >10 mg/L.
Sensitivitas tes ini: 47-100.
Spesifik: 83-94.
2.Total Leucocyte Count (TLC) 5.000 - 15.000.
Sensitivitas tes ini: 17-89.
Spesifik: 81-98.
3.Absolute Neutrophil Count (ANC)
Sensitivitas tes ini: 38-96.
Spesifik: 61-92.
4.Immature Total Ratio (ITR) >20
Sensitivitas tes ini: 90-100.
Spesifik: 50-78.
5.Micro-ESR (mESR) > umur dalam hari+ 3 mm.
Sensitivitas: 27-50.
Spesifik: 83-99.
KOMPLIKASI
*Meningitis bakterialis.
*Enterokolitis nekrotikans.
*Koagulasi intravaskuler diseminata.
*Syok septik.
TERAPI
Umum
*Rawat dalam ruang isolasi / inkubator.
*Cuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa bayi.
*Pemeriksa harus memakai pakaian ruangan yang telah disediakan.
*Pengaturan suhu dan posisi bayi.
Khusus
a.Suportif untuk menjaga stabilitas hemodinamik dan oksigenisasi jaringan vital.
b. Terapi 02 bila ditemukan: sianosis, distres pemapasan ,apnea, dan serangan kejang.
c. Pemberian cairan dan elektrolit. Pada keadaan umum yang jelek, diberikan secara
parenteral sesuai dengan umur dan berat badan bayi. Bila keadaan umum baik dapat
diberikan nutrisi enteral secara bertahap dan parenteral dikurangi sampai kebutuhan
rumatan terpenuhi peroral.
d. Atasi kejang
e. Atasi hiperbilirubin
f. Atasi anemia.syok.
g.Antibiotik
Sebelum pemberian antibiotik, periksa kultur, dan tes resistensi.Diberikan antibiotik
spektrum luas untuk gram negatif dan positif selama belum ada hasil kultur.
h.Terapi awal (sebelum ada kultur dan resistensi) :
Kombinasi ampisilin+aminoglikosida
Kombinasi sefotaksim + aminoglikosida untuk sepsis yang diduga disebabkan gram negatif.
i. Terapi lanjutan: Observasi setelah 48 jam klinis dan laboratorium. Apabila tidak
Ada perbaikan, antibiotik diganti dengan antibiotik altematif sesuai dengan
gambaran klinis penderita.
j.Imunoterapi
Imunoglobulin
Infus granulosit
Transfusi ganti
PENCEGAHAN
Dari Ibu.
Grup B Streptococcus merupakan penyebab terberat sebagai patogen terbanyak pada
akhir tahun 1960an dan biasanya sebagai penyebab dari early-onset sepsis. Sepuluh sampai
30 wanita hamil dengan kolonisasi Grup B Streptococcus dalam vagina atau daerah
rektum.Dua pendekatan utama : prenatal skrining (semua wanita hamil di skrining untuk
deteksi infeksi Grup B Streptococcus pada 35-37 minggu kehamilan dan dilakukan
pengobatan untuk kulturnya yang positif) dan identifikasi dari wanita beresiko tinggi serta
mengobati sebelum terjadinya persalinan.
Dari Neonatus.
Pemberian antibiotik profilaksis untuk bayi-bayi asimtomatis yang diduga beresiko
tinggi terjadi sepsis oleh Grup B Streptococcus masih kontroversial.
DAFTAR PUSTAKA