laporan ipal karawaci kelompok 7

36
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai aktivitas yang dilakukan manusia dapat menghasilkan suatu buangan berupa zat padat, cair maupun gas. Buangan yang dihasilkan dapat menimbulkan pengaruh terhadap kualitas lingkungan, baik menguntungkan maupun merugikan. Untuk menghindari kemungkinan timbulnya pengaruh yang merugikan, misalnya pencemaran, perlu dilakukan suatu pengolahan. Limbah dapat diolah hingga memenuhi standar effluen dalam suatu instalasi pengolahan air limbah. Dalam hal ini mahasiswa teknik lingkungan diharuskan dapat mendesain suatu instalasi pengolahan air limbah. Mata kuliah perencanaan bangunan pengolahan air limbah merupakan mata kuliah wajib bagi mahasiswa tingkat 4 semester 7. Selain belajar teori dan hitungan secara teoritis, mahasiswa juga dapat menambah pengetahuan dengan kuliah lapangan mengunjungi site pengolahan air limbah karena pada kenyataannya di lapangan tidak akan sama persis dengan hasil perhitungan secara teoritis. Centralized Treatment Plant PT Lippo Karawaci Tbk merupakan salah satu instalasi pengolahan air limbah domestik di Indonesia yang menggunakan sistem lumpur aktif. Centralized Treatment Plant PT Lippo Karawaci Tbk melayani limbah domestik milik warga sekitar Lippo Karawaci dan juga melayani 1

Upload: indachi-purada-maulina-simanjuntak

Post on 26-Jun-2015

1.980 views

Category:

Documents


25 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan IPAL Karawaci Kelompok 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berbagai aktivitas yang dilakukan manusia dapat menghasilkan suatu buangan

berupa zat padat, cair maupun gas. Buangan yang dihasilkan dapat menimbulkan

pengaruh terhadap kualitas lingkungan, baik menguntungkan maupun merugikan.

Untuk menghindari kemungkinan timbulnya pengaruh yang merugikan, misalnya

pencemaran, perlu dilakukan suatu pengolahan. Limbah dapat diolah hingga memenuhi

standar effluen dalam suatu instalasi pengolahan air limbah. Dalam hal ini mahasiswa

teknik lingkungan diharuskan dapat mendesain suatu instalasi pengolahan air limbah.

Mata kuliah perencanaan bangunan pengolahan air limbah merupakan mata

kuliah wajib bagi mahasiswa tingkat 4 semester 7. Selain belajar teori dan hitungan

secara teoritis, mahasiswa juga dapat menambah pengetahuan dengan kuliah lapangan

mengunjungi site pengolahan air limbah karena pada kenyataannya di lapangan tidak

akan sama persis dengan hasil perhitungan secara teoritis.

Centralized Treatment Plant PT Lippo Karawaci Tbk merupakan salah satu

instalasi pengolahan air limbah domestik di Indonesia yang menggunakan sistem

lumpur aktif. Centralized Treatment Plant PT Lippo Karawaci Tbk melayani limbah

domestik milik warga sekitar Lippo Karawaci dan juga melayani limbah domestic

rumah sakit dan pusat perbelanjaan yang berada di sekitar kawasan Lippo Karawaci.

1.2 Tujuan

Mengetahui kondisi lapangan suatu instalasi pengolahan air limbah.

Mengetahui skema dan proses kerja unit - unit instalasi pengolahan air limbah

Lippo Karawaci

Mengevaluasi sistem instalasi pengolahan air limbah Lippo Karawaci

1.3 Lokasi Dan Waktu Pelaksanaan

. Kuliah Lapangan ini dilaksanakan di Centralized Treatment Plant PT Lippo

Karawaci Tbk, 2121 Bulevard Gajah Mada #0101, Lippo Karawaci Utara, pada tanggal

21 Oktober 2010

1

Page 2: Laporan IPAL Karawaci Kelompok 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelolaan Air Limbah

Air buangan domestik dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:

Black Water, yaitu air buangan yang berasal dari toilet. Air buangan ini

berupa kotoran manusia.

Grey Water, yaitu air buangan yang berasal dari kegiatan dapur, kamar

mandi, pencucian, dan sebagainya.

Pengolahan limbah dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu :

On site, yaitu limbah diolah pada sumber limbah.

Off site, yaitu limbah diolah secara terpusat atau secara komunal.

Air limbah yang berasal dari bekas mandi, mencuci dan memasak umumnya

dibuang ke saluran drainase yang kemudian diterima oleh badan air atau sungai,

sehingga terjadi pencampuran dalam sistem pembuangan air hujan (drainase).

Sementara air limbah yang berbentuk tinja umumnya dialirkan ke septic tank atau

ke cubluk, meskipun sebagian kecil penduduk juga ada yang membuangnya ke

saluran drainase atau sungai.

Komponen air buangan yang mempengaruhi jumlah air buangan yang dihasilkan

suatu daerah sangat tergantung dari sistem penyaluran air buangan yang digunakan.

Komponen-komponen air buangan tersebut, yaitu :

a. Air Buangan Domestik, air buangan yang berasal dari pemukiman,

kegiatan komersial, institusi, dan fasilitas sejenis.

b. Air Buangan Industri, air buangan yang berasal dari industri yang ada di

daerah perencanaan.

c. Infiltrasi/inflow, infiltrasi adalah air buangan yang berasal dari air yang

masuk ke sistem penyaluran air buangan melalui sambungan yang bocor,

retakan-retakan, atau dinding yang porous. Inflow adalah air hujan yang

masuk ke sistem penyaluran air buangan dari drainase, gutter atap, atau

dari penutup manhole.

d. Storm water, air hujan atau lelehan salju.

2

Page 3: Laporan IPAL Karawaci Kelompok 7

2.2 Pengolahan Air Buangan

Secara garis besar pengolahan air buangan terdiri dari beberapa tahapan yaitu :

1. Pengolahan tingkat pertama (Primary Treatment), yaitu pengolahan secara

fisis dengan tujun memisahkan benda–benda kasar, partikel– partikel

tersuspensi secara gravitasi

2. Pengolahan tingkat (Secondary Treatment), yaitu pengolahan secara biologis

dan kimiawi dengan tujuan untuk memisahkan substansi organik terlarut.

3. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment), yaitu pengolahan lumpur yang

timbul dari unit–unit pengolahan sebelumnya, dengan mengurangi kadar air

yang dikandungnya sehingga volumenya lebih kecil dan lebih mudah untuk

dilakukan pengeringan

2.2.1 Pengolahan Tingkat I (Primary Treatment)

Pengolahan primer merupakan pengolahan secara fisik berupa perubahan bentuk

atau berat. Pada pengolahan ini tidak terjadi perubahan secara kimia. Proses

berlangsung pada mekanisme fisis dan diperhitungkan secara matematis.

Sump Well

Berfungsi untuk menampung air buangan dari ujung pipa induk air

buangan sebelum dialirkan ke sistem pengolahan. Perencanaannya

bergantung pada system pemompaan berkaitan dengan fluktuasi air

buangan dan waktu detensi ( kurang dari 30 menit ) untuk mencegah

pengendapan dan dekomposisi air buangan.

Saluran Pembawa

Berupa saluran terbuka, dapat juga saluran tertutup yang berfungsi

menyalurkan air buangan dari satu unit pengolahan ke unit pengolahan

lainnya. Berbentuk segiempat dan terbuat dari beton.

Bar Screen

Berupa rangkaian kisi-kisi besi untuk menyaring benda-benda kasar yang

mengganggu proses pengolahan air buangan, juga melindungi pompa,

value dan perpipaan dari clogging. Screen merupakan lubang-lubang

seragam yang terdiri atas batang parallel, balok atau kawat, kisi / jeruji,

mata lubang, atau plat penuh lubang.

3

Page 4: Laporan IPAL Karawaci Kelompok 7

Comminutor

Alat untuk menghancurkan atau memotong benda-benda kasar yang punya

ukuran tertentu yang ikut terbawa atau terapung dan loss dari bar screen

menjadi ukuran kecil tertentu atau hancur sama sekali.

Grit Chamber

Bak untuk menangkap pasir supaya tidak ikut terbawa proses, sebab pasir

tidak dapat dihancurkan secara proses biologis.

Proportional Weir

Perlengkapan yang diperlukan pada bangunan pengolah air buangan untuk

memudahkan pengoperasian dan pengontrolan besar aliran supaya tidak

terjadi penggerusan pasir yang mudah mengendap pada grit chamber.

Bak Pengendap Pertama

Mengurangi kandungan suspended solid dan sebagian padatan organik

dalam air buangan ( antara 50%-65%) dan menurunkan BOD (25% - 40%)

yang berlangsung secara fisis tanpa pembubuh zat kimia. Lumpur endapan

masih mengandung material organic yang tinggi sehingga effluentnya

dialirkan ke thickener sedangkan filtrate dialirkan ke pengolahan

berikutnya. Bak pengendap I dibuat berbentuk persegi panjang agar

efisiensinya tinggi.

Tangki Aliran Rata-rata

Tangki reservoir yang berfungsi untuk merata-ratakan aliran, konsentrasi /

beban. Dimana kondisi rata-rata ini akan bermanfaat untuk menghindari

‘shock loading‘ maupun masalah-masalah operasi akibat fluktuasi aliran.

2.2.2 Pengolahan Tingkat II (Secondary Treatment)

Unit pengolahan tergantung dari satuan proses dan operasi. Pemilihan

alternative didasarkan pada tingkat penyisihan ( > 90% ), konsistensi effluent, dan

kemampuan lain.

1. Proses lumpur aktif (activated sludge)

Sesudah dikembangkan pada 1910 an di Eropa dan Amerika Serikat, karena

efisien dan ekonomis, proses Lumpur aktif mulai banyak digunakan dan menjadi proses

aerobik yang paling popular.Istilah “lumpur aktif” sering diartikan sebagai nama proses

4

Page 5: Laporan IPAL Karawaci Kelompok 7

itu sendiri dan juga sering diartikan sebagai padatan biologik yang merupakan motor di

dalam proses pengolahan.

Seperti pada gambar diatas, sesudah equalization tank di mana fluktuasi

kwalitas/ kwantitas influen diratakan, limbah cair dimasukkan ke dalam tangki aerasi di

mana terjadi pencampuran dengan mikroorganisme yang aktif (lumpur aktif).

Mikroorganisme inilah yang melakukan penguraian dan menghilangkan kandungan

organik dari limbah secara aerobik.

Oksigen yang dibutuhkan untuk reaksi mikroorganisme tersebut diberikan

dengan cara memasukkan udara ke dalam tangki aerasi dengan blower.Aerasi ini juga

berfungsi untuk mencampur limbah cair dengan lumpur aktif, hingga terjadi kontak

yang intensif.Sesudah tangki aerasi, campuran limbah cair yang sudah diolah dan

lumpur aktif dimasukkan ke tangki sedimentasi di mana lumpur aktif diendapkan,

sedangkan supernatant dikeluarkan sebagai effluen dari proses.

Sebagian besar lumpur aktif yang diendapkan di tangki sedimentasi tersebut

dikembalikan ke tangki aerasi sebagai return sludge supaya konsentrasi mikroorganisme

dalam tangki aerasinya tetap sama dan sisanya dikeluarkan sebagai excess sludge.

Permasalahan dalam lumpur aktif antara lain :

Membutuhkan energi yang besar

Membutuhkan operator yang terampil dan disiplin dalam mengatur jumlah massa

mikroba dalam reaktor

Membutuhkan penanganan lumpur lebih lanjut.

2. Completely Mixed Activated Sludge (CMAS)

5

Page 6: Laporan IPAL Karawaci Kelompok 7

Completely Mixed Activated Sludge merupakan salah satu modifikasi dari proses

lumpur aktif. Air buangan terlebih dahulu harus melalui bak pengendap pertama

sebelum memasuki tangki aerasi. Influent dari bak pengendap pertama ini dimasukkan

ke dalam suatu sistem inlet sehingga beban pengolahan dapat tersebar merata keseluruh

tangki aerasi. Dengan cara ini diharapkan rasio antara substrat dan mikroorganisme

cukup seimbang sehingga memungkinkan terjadinya adsorbsi material organik terlarut

dalam biomassa dengan cepat.

Proses selanjutnya adalah proses dekompossisi materi biodegradable secara

aerob. Waktu detensi hidrolis dalam bak aerasi yang direncanakan harus mencukupi

untuk terjadinya dekompoisisi aerob yaitu sekitar 4 sampai 36 jam dan biasanya 4

sampai 8 jam untuk air buangan domestik (Reynold, 1982).

Peralatan yang banyak digunakan untuk aerasi adalah mekanikal aerator karena

menghasilkan pengadukan yang lebih baik. Aliran resirkulasi yang biasa digunakan

sebesar 35-100% dari aliran influen.

Kelebihan sistem ini adalah mampu mengolah air buangan dengan konsentrasi

yang tinggi ataupun yang mengandung zat toksik karena kondisi tangki yang homogen.

Kondisi yang homogen inilah yang menyebabkan mikroorganisme di dalam tangki tidak

akan pernah berkontak dengan air buangan yang terkonsentrasi. Kelemahan yang utama

dari sistem ini adalah cenderung menghasilkan lumpur yang sulit mengendap.

3. Activated Sludge (Proses Kontak Stabilisasi)

Kontak Stabilisasi merupakan salah satu modifikasi dari proses lumpur aktif

yang memanfaatkan mekanisme adsorpsi cepat dari bahan organik terlarut maupun

partikulatnya, serta menggunakan pengoksidasian secara lambat atas bahan–bahan

organik tersebut oleh biomassa. Kontak Stabilisasi mempunyai dua buah tangki dimana

proses adsorpsi dan oksidasi terjadi secara terpisah, yaitu :

Bak Kontak, reaktor biologis tempat mikroorganisme menguraikan zat organik

yang terkandung dalam air buangan.

Bak Stabilisasi, tempat lumpur aktif yang berasal dari bak pengendap II diaerasi

agar diharapkan terjadi oksidasi secara sempurna.

Di dalam tangki kontak akan terjadi kontak antara mikroorganisme dengan air

buangan selama 0,5–2 jam (Grady & Lim, 1980) sehingga terjadi proses adsorpsi

polutan oleh mikroorganisme tersebut. Waktu kontak yang dibutuhkan tergantung pada

6

Page 7: Laporan IPAL Karawaci Kelompok 7

konsentrasi solid dan tingkat penyisihan BOD yang direncanakan. Effluen dari tangki

kontak dialirkan ke bak pengendap II dimana terjadi pemisahan antara bioflok dengan

air hasil olahan, lalu bioflok tersebut dialirkan kembali ke bak stabilisasi.

Pada tangki stabilisasi terjadi proses biooksidasi bahan – bahan yang telah

diserap pada tangki kontak. Waktu detensi di tangki stabilisasi, tergantung pada waktu

yang dibutuhkan supaya terjadi asimilasi material terlarut dan koloid yang akan

disishkan dari air buangan, umumnya berkisar antara 3–6 jam. Bioflok pada tangki

stabilisasi mengalami penyempurnaan oksidasi polutan yang diadsorpsi dan bioflok

mengalami penstabilan agar siap melakukan adsorpsi kembali pada tangki kontak.

4. Oxydation Ditch

Oxidation Ditch merupakan modifikasi dari proses konvensional activated

sludge. Oxidation ditch merupakan suatu saluran panjang ( ditch) yang berbentuk oval

dengan kedalaman 1 – 2 meter. Air buangan dialirkan melalui ditch dan diberi oksigen

secara terus-menerus untuk tetap memungkinkan terjadinya oksidasi. Waktu detensi

yang cukup lama yaitu sekitar (12 – 36 ) jam sehingga memungkinkan terjadinya

ekualisasi. Selain itu, dengan lamanya waktu detensi ini memungkinkan proses oksidasi

berjalan lebih lama. Keadaan ini menyebabkan lumpur yang dihasilkan akan lebih stabil

dan volumenya lebih kecil (Arceivala, 1973) sehingga dapat langsung dikeringkan

dengan sludge drying bed (Parker,1975).

Dalam sistem pengolahan dengan oxidation ditch penyediaan energi yang besar

untuk suplai oksigen dapat dikompensasikan dengan lumpur yang lebih stabil dan

volumenya yang lebih kecil sehingga memudahkan pengolahan lumpur berikutnya.

5. Aerated Lagoon

Sistem kolam yang dioksigenasi melalui penggunaan unit aerasi mekanis atau

difusi udara disebut sebagai kolam aerasi ( Aerated Lagoon ). Karena turbiditas

(kekeruhan), turbulensi, dan faktor lainnya, pertumbuhan alga biasanya berhenti atau

tereduksi secara mencolok bilamana aerasi buatan dilakukan.

Terdapat dua jenis dasar dari kolam aerasi :

7

Page 8: Laporan IPAL Karawaci Kelompok 7

Kolam Aerobik, yang dirancang dengan level daya ( level power ) cukup tinggi

untuk mempertahankan semua padatan (solid ) dalam kolam tetap tersuspensi

dan juga untuk membagikan oksigen terlarut diseluruh volume cairan.

Kolam Fakultatif, yang dirancang dengan level daya hanya cukup untuk

mempertahankan oksigen terlarut di seluruh volume cairan. Dalam hal ini,

sebagian besar padatan (solid) dalam kolam tidak dipertahankan dalam keadaan

tersuspensi, tetapi mengendap pada dasar kolam yang dalam hal ini padatan

tersebut didekomposisikan secara anaerobik.

Kolam Aerobik biasanya dirancang untuk beroperasi pada rasio F/M yang

tinggi atau waktu detensi lumpur yang pendek ( sistem kecepatan tinggi ).

Sistem ini mencapai stabilisasi organik yang kecil karena lebih menekankan

konversi material organik terlarut menjadi material organik seluler. Dilain

pihak, kolam fakultatif dirancang untuk waktu detensi lumpur yang lebih lama

(sistem kecepatan rendah) dan stabilisasi organik.

Barnhart (1972) merinci keuntungan-keuntungan berikut ini dalam penggunaan

kolam aerasi.

Mudah dalam operasi dan pemeliharaan.

Ekualisasi air limbah.

Suatu kapasitas yang tinggi dalam pemborosan panas bilamana dibutuhkan.

Kelemahan-kelemahan yang diberikan oleh Banhart adalah :

Kebutuhan lahan yang besar.

Kesulitan untuk modifikasi proses.

Konsentrasi padatan tersuspensi effluen tinggi.

Sensitifitas proses terhadap variasi suhu udara embien.

6. Rotating Biological Contactor (RBC)

Rotating Biological Contacor atau Cakram Biologi merupakan reaktor

pertumbuhan melekat (Bioreaktor Film Tetap) yang dipergunakan untuk penyisihan

bahan organik terlarut. Mikroorganisme tumbuh diatas cakram yang berputar dengan

kecepatan sekitar 1–2 rpm dan terendam sekitar 40 % dalam air buangan (Randal,

1980). Mikroorganisme tersebut mengubah bahan organik yang terlarut dalam air

buangan menjadi energi dan sel–sel baru. Cakram mempunyai diameter berkisar antara

10ft -12ft (Randal, 1980) yang terbuat dari Styrofoam dan kisi–kisi padatnya terbuat

8

Page 9: Laporan IPAL Karawaci Kelompok 7

dari Polyethylene. Multiple Staging dapat meningkatkan efisiensi pengolahan. Aerasi

terjadi pada proses pemutaran disk dimana disk dikontakan dengan udara setelah

direndam dalam air buangan.

Keuntungan penggunaan Cakram Biologi :

Waktu kontak yang relatif pendek karena memiliki luas permukaan aktif yang

besar

Dapat digunakan untuk besaran debit yang bervariasi dengan range kurang dari

1 MGD (3785 m3/hari) – lebih dari 100 MGD

Lahan yang dibutuhkan relatif kecil

Tingkat efisiensi yang dapat mencapai 95% dengan menggunakan beberapa

stage

Tidak memerlukan resirkulasi

Mampu mengatasi kejutan beban hidraulik dan beban organik (rasio F/M relatif

kecil, 0,02-0,05)

Effluen lumpur yang dihasilkan memiliki karakteristik pengendapan lebih baik,

sehingga biaya pengolahan lumpur lebih murah

2.2.3 Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)

Fungsi pengolahan lumpur / sludge adalah untuk menurunkan volume lumpur yang

dihasilkan dari pengolahan akhir sekaligus kandungan bahayanya. Lumpur yang

dihasilkan unit pengolahan lumpur diangkut menuju pembuangan akhir, supernatant

hasil pengolahan dikembalikan lagi ke unit pengolahan biologis untuk diolah lagi.

Sludge Thickener

Proses yang bertujuan meningkatkan konsentrasi lumpur dengan mengurangi

bagian liquidnya agar volumenya berkurang. Proses yang berlangsung secara

fisik yaitu pengendapan, gravitasi, flotasi, sentrifugasi, dan gravity belt.

Anaerobic Digester

Proses stabilisasi dalam kondisi anaerob dimana yang bertugas adalah

mikroorganisme anaerob dimana proses stabil ini akan menghasilkan methan

dan CO2. Anaerobic digester merupakan proses biokimia kompleks dimana

mikroorganisme fakultatif dan anaerob secara simultan berasimilasi dan

mendegradasi material organik.

9

Page 10: Laporan IPAL Karawaci Kelompok 7

Anaerobik Digestion

Pada saat suplai substrat menurun, maka mikroorganisme akan mulai

mengkonsumsi protoplasma untuk memenuhi kebutuhan energi untuk aktivitas

dalam sel dimana jaringan sel dioksidasi secara aerob menjadi karbondioksida,

air dan energi ammonia. Hanya sekitar 70-80% jaringan sel yang dapat

dioksidasi, sisanya merupakan komponen inert dan material organik yang tidak

dapat didegradasi.

Lime Stabilization

Stabilisasi lumpur secara aerob maupun anaerob memerlukan tangki dengan

kapasitas besar. Jika pengurangan investasi menjadi tujuan utama dan

kemampuan lumpur dapat diturunkan dengan penambahan bahan kimia, dimana

penambahan tersebut tidak mengubah jumlah material organik biodegradablenya

tetapi akan mempengaruhi aktivitas bakterisidanya. Bahan kimia yang umum

digunakan adalah kapur ( Ca ( OH )2) dengan alkalinitas tinggi.

Filter Press Belt

Berfungsi untuk mengurangi kandungan air dalam lumpur dengan menggunakan

tekanan sehingga dapat ditransportasikan dengan mudah ke pembuangan akhir.

Sludge Drying Bed

Dengan proses kerja yaitu lumpur endapan yang telah diendapkan pada sludge

digester dikeringkan pada sludge drying bed yang berupa saringan pasir.

BAB III

KONDISI EKSITING

10

Page 11: Laporan IPAL Karawaci Kelompok 7

Clariffier

O2

Holding Tank

Aeration Tank

Effluent

Sludge Digester

Sludge Drying Bed

Lifting Pump

Golf Pond

House/Costumer Connection

Sludge Return

Land, Irrigation

Aerobic Bacteria

INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH LIPPO KARAWACI VILLAGE

3.1 Umum

IPAL Lippo Karawaci ini mengolah air limbah domestic dari perumahan, sekolah, pusat

perbelanjaan, rumah sakit, perkantoran dan fasilitas umum lainnya. IPAL ini mengolah

limbah sebesar 5000 m3 per hari dengan kapasitas desain sebesar 11000 m3 per hari.

Air buangan dari berbagai sumber dialirkan menuju IPAL ini menggunakan saluran

tertutup secara gravitasi. Namun, untuk daerah yang lebih tinggi dari elevasi IPAL

digunakan bantuan pompa. Air buangan tersebut selanjutnya dikumpulkan di dalam

loading tank setinggi 10 m. Selanjutnya akan dilakukan pengolahan secara activated

sludge. Air limbah yang masuk memiliki BOD sebesar 300 mg/L dan pada akhir

pengolahan (outlet), BOD nya menjadi 20-30 mg/L. Pengolahan pada IPAL terdiri dari

tiga tingkatan yakni:

1. Pengolahan primer: Barscreen, Bak pengumpul

2. Pengolahan Sekunder: Tangki aerasi, Clarifier

3. Pengolahan tersier: Sludge Drying Bed.

Berikut skema pengolahan IPAL Karawaci:

Gambar 3.1 Skema pengolahan

3.2 Instalasi Pengolahan Air Limbah

11

Page 12: Laporan IPAL Karawaci Kelompok 7

Lippo Karawaci memiliki unit-unit instalasi sebagai berikut

3.2.1 Bar Screen

Barscreen berfungsi untuk menyisihkan sampah-sampah berukuran besar dari air

buangan. Sampah yang tertahan oleh barscreen akan dibersihkan oleh petugas

secara manual.

Gambar 3.2 Bar screen

3.2.2 Bak Pengumpul

Sebelum menuju tangki aerasi, air buangan yang telah melewati barscreen akan

dikumpulkan pada tangki pengumpul. Pada tangki ini terdapat pompa

submergesible yang akan memompakan air buangan ini apabila mencapai

ketinggian tertentu menuju tangki aerasi. Kapasitas pompa ini adalah 470

m3/jam. Pada bak pengumpul ini terdapat tiga pompa dimana dua digunakan

dan satu sebagai cadangan.

Gambar 3.3 Bak Pengumpul

3.2.3 Tangki Aerasi

12

Page 13: Laporan IPAL Karawaci Kelompok 7

Terdapat dua modul pada tangki aerasi ini dengan debit masing-masing

5500 m3/day. Namun yang digunakan saat ini hanya satu modul karena air

buangan yang perlu diolah mencukupi untuk diolah pada satu modul saja. Modul

dua digunakan pada saat-saat tertentu yakni apabila terjadi kondisi proses

pengolahan suspended solid terlalu cepat. Hal ini dapat diidentifikasi apabila

volumenya lambat, kualitas lumpur dan mikroorganisme tidak baik.

Fungsi dari kolam aerasi ini adalah untuk menambahkan oksigen O2

dengan menggunakan aerator mekanis pada air limbah yang sudah dipompakan

agar mikroorganisme aeobik dapat tumbuh dan menguraikan zat-zat organik

yang terdapat dalam air limbah sehingga nilai BOD dan COD dalam air limbah

dapat menurun.

Proses aerasi berlangsung dalam waktu yang telah diatur sebelumnya.

Setiap 5 menit aerator menyala dan aerator akan mati selama 10 menit

berikutnya. Pengaturan waktu dilakukan berdasaran musim dan karakteristik

dari BOD yang masuk dalam instalasi. Pada musim hujan dan nilai BOD cukup

tinggi, maka proses aerasi akan diset untuk lebih lama menyala. Tujuan aerasi

dihentikan adalah untuk memberikan waktu kontak bakteri dengan pencemar

organik yang ada pada air buangan.

Tangki aerasi ini didesain untuk 100 tahun. Proses yang berlangsung

menggunakan prinsip aerated sludge yakni lumpur dari clarifier akan

dimasukkan sebagian ke unit ini untuk mendukung proses pengolahan yang

terjadi.

Gambar 3.4 Proses Aerasi Gambar 3.5 Aerator

3.2.4 Clarifier

13

Page 14: Laporan IPAL Karawaci Kelompok 7

Setelah diolah di tangki aerasi, air buangan ini akan menuju clarifier.

Fungsi ini adalah menyisihkan lumpur hidup dan lumpur mati. Lumpur hidup

akan mengendap ke dasar tangki sedangkan lumpur yang mati akan dialirkan

menuju sludge drying bed untuk dikurangi kadar airnya karena lumpur mati ini

sulit untuk terendap.

Proses resirkulasi lumpur dilakukan setiap saat dengan interval waktu

yang tidak menentu. Hal ini pun dpengaruhi kondisi cuaca. Umur lumpur rata-

rata pada STP Lippo Village adalah 3 bulan.

Tujuan pengurangan air pada lumpur ini adalah untuk mempermudah

proses pengolahan selanjutnya. Lumpur hidup ini selanjutnya akan menjadi

lumpur matang yang siap untuk masuk ke tangki aerasi untuk menambah

kapasitas mikroorganisme untuk menguraikan materi-materi organic dalam air

buangan domestic. Minyak dan lemak yang mengapung pada air buangan akan

dimasukkan kembali ke kolam aerator untuk diolah kembali.

Air hasil olahan dari unit clarifier akan dialirkan melewati pelimpah dan

didisenfeksi dengan klorin untuk selanjutnnya menuju penampungan air untuk

dimanfaat seperti kolam dan irigasi. Sedangkan air yang relatif telah bersih

dialirkan ke outlet melalui weir untuk pengolahan selanjutnya.

Gambar 3.6 Bak Sedimentasi

3.2.5 Desinfeksi

Sebelum menuju tempat penampungan air untuk selanjutnya dimanfaatkan,

efluen ditambahkan kaporit. Tidak ada dosis tertentu untuk desinfeksi ini karena

sebenarnya efluen hasil pegolahan sudah berda di bawah baku mutu yakni <

14

Page 15: Laporan IPAL Karawaci Kelompok 7

100. Pembubuhan ini dilakukan pada aliran yang keluar dari pelimpah menuju

saluran pembawa (menuju kolam pemanfaatan/irigasi) dengan menggunakan

sebuah tangki kecil.

Untuk proses desinfeksi penentuan klor ditentukan oleh dosing pump, namun

saat itu dosing pump sedang rusak. Sebenarnya untuk pengolahan air buangan

domesik sendiri tidak ada ketentuan keharusan penggunaan desinfeksi.

Gambar 3.7 Pembubuh Klorin

3.2.6 Sludge Drying Bed

Sludge drying bed berfungsi untuk mengurangi kadar air lumpur sehingga

mempermudah proses pembuangan. Pembuangan umumnya dilakukan tiga

bulan sekali. Umur lumpur dan pembentukan pembuangan lumpur ditentukan

setelah dilakukan pengecekan terhadap kualitas effluen yang telah terbentuk.

15

Page 16: Laporan IPAL Karawaci Kelompok 7

16

Page 17: Laporan IPAL Karawaci Kelompok 7

Gambar 3.8 Sludge Drying Bed

BAB IV

EVALUASI INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH

Setiap instalasi memiliki kekurangan dan kelebihan, pada instalasi pengolahan air

limbah di lippo karawaci tidak memiliki comminutor dan grit chamber dan instalasi ini

termasuk instalasi yang kecil. Hal ini disebabkan karena sumber limbah domestik

berasal dari satu kawasan, sehingga tidak diperlukan instalasi yang terlalu besar.

Evaluasi IPAL adalah sebagai berikut :

4.1 Evaluasi Proses

Pengolahan limbah cair domestik rumah tangga, termasuk black water dari hunian

sekitar 30 ribu warga di kawasan Lippo Karawaci, Tangerang, menggunakan sistem

pipa tertutup. Kawasan tersebut meliputi perkantoran, sekolah, supermall, rumah sakit,

hotel, perumahan, dan apartemen. Proses pengolahan limbah cair di kawasan ini

menggunakan sistem aerobic treatment, yakni menggunakan bakteri dan oksigen untuk

menguraikan bahan polutan yang terdapat pada air limbah. Dengan sistem aerobic

treatment yang diterapkan di kawasan ini, tidak dihasilkan gas sebagai produk

sampingan dan air hasil olahan lebih stabil dan dapat didaur ulang, serta tidak berbau

walaupun di tempat pengolahan limbah sekalipun. Sistem pipa tertutup tersebut

dibangun sejak tahun 1994, di atas tanah seluas 6.000 meter bersamaan dengan

dibangunnya hunian tahap pertama di kawasan Lippo Karawaci. Biaya

pembangunannya nilainya sekitar Rp 3 miliar, merupakan pinjaman dari World Bank

dengan mesin produksi Malaysia. Sistem pipa tertutup dianggap lebih ramah

lingkungan karena bakteri fecal yang terdapat dalam buangan manusia tidak mencemari

tanah, apalagi di kawasan terbangun dengan aktivitas dan penduduk padat. Proses

pengolahan black water dan limbah domestik lainnya tersebut setelah digelontorkan

dari pipa-pipa tertier berdiamater 225 milimeter untuk ukuran rumah hunian dan ukuran

pipa skunder akan masuk pipa berdiameter 650 milimeter. Dari pipa besar ini, maka

ampas limbah (sampah) akan tersaring oleh bar screen. Dari situ air dipompa naik (raw

sewage pump) melalui pipa masuk ke bak aerator. Di dalam bak ini, air dicampur

17

Page 18: Laporan IPAL Karawaci Kelompok 7

bakteri dan oksigen, selanjutnya air limbah tersebut digelontorkan ke settling tank. Di

bak penampungan ini ada dua jenis yang dihasilkan yaitu air olahan berbentuk cair dan

endapan lumpur. Untuk lumpur dikembalikan ke bak benama sludge return. Sisa

lumpur yang aktif masuk ke bak sludge digester dan melalui proses di bak sludge

drying bed kemudian diolah menjadi pupuk tanaman. Adapun hasil cairan limbah

langsung dari settling tank dialirkan melalui pipa ke bak dan badan air yang sudah

terlihat jernih. Pengolahan limbah cair di kawasan Lippo Karawaci tersebut

dikendalikan dengan mesin yang ditempatkan di sebuah ruang (control room panel).

Alat ini sudah disetel aktif selama 24 jam tanpa operator manusia dengan tenaga listrik

menggunakan genset.

4.2 Primary Treatment

1. Sistem pengolahan air limbah ini menggunakan sistem tertutup sehingga lebih

ramah lingkungan karena tidak terjadi pencemaran air tanah oleh bakteri dan

polutan yang terdapat dalam air buangan tersebut. Sistem ini juga memungkinkan

bahwa yang mengalir di dalam pipa hanya terdiri atas air buangan yang akan diolah.

Namun pada kenyatannya masih terdapat sampah yang terbawa di dalam aliran

tersebut. Sampah tersebut diatasi dengan penggunaan bar screen yang dapat

menyaring atau menyisihkan sampah atau benda yang berukuran lebih besar

daripada lebar bukaannya, sedangkan untuk sampah atau benda yang berukuran

lebih kecil dari itu masih dapat lolos dan tetap terbawa dalam aliran influen.

2. Bar screen sudah cukup baik. Selain desain operasional, desain untuk perawatan

cukup agronomis dan aman bagi pekerja. Posisi bar screen berada di bawah tanah

dan dikelilingi dinding. Akses menuju bar screen juga mudah karena lokasinya

dilengkapi tangga sehingga memudahkan ketika proses pembersihan. Namun proses

pembersihan masih dilakukan secara manual sehingga diperlukan adanya

pemeriksaan setiap saat untuk memastikan bar screen tidak tersumbat. Hal lain yang

perlu dievaluasi dari bar screen ini adalah masih adanya beberapa sampah yang

lolos dari penyaringan. Apalagi kondisi ini tidak didukung dengan adanya

comminutor sehingga sampah bisa terbawa hingga ke tangki aerasi. Tidak adanya

comminutor mengakibatkan proses penyisihan material padat menjadi kurang

efektif. Keberadaan sampah di tangki aerasi dapat meningkatkan beban pompa dan

18

Page 19: Laporan IPAL Karawaci Kelompok 7

mengganggu keberlangsungan proses aerasi. Untuk itu comminutor perlu disediakan

atau jarak antar jeruji pada bar screen diperpendek untuk meminimasi lolosnya

material padat atau sampah ke unit pengolahan selanjutnya.

3. Meskipun disebutkan bahwa IPAL ini merupakan IPAL sistem terbuka yang bebas

dari bau, namun diperlukan penanganan khusus terutama pada bak influen agar bau

yang berasal dari air limbah tidak menyebar ke mana-mana.

4. Sistem drainase dan sewerage di kawasan Lippo Karawaci ini secara keseluruhan

merupakan sistem terpisah, di mana air buangan diolah di instalasi pengolahan air

limbah (IPAL), sedangkan air hujan dialirkan langsung ke badan air melalui saluran.

Akan tetapi pada musim hujan debit yang mengalir ke IPAL tersebut mengalami

peningkatan yang cukup besar dikarenakan masih adanya rumah-rumah di kawasan

tersebut yang mengalirkan air hujan ke dalam saluran air limbah. Akibat dari hal ini

maka pada bak infulen terjadi kenaikan tinggi muka air hingga sekitar 5 meter dari

tinggi muka air pada kondisi biasanya. Namun hal seperti ini tidak membuat IPAL

menjadi overcapacity karena kapasitas pengolahan IPAL yang memang dirancang

lebih besar dari kondisi saat ini serta pemasangan bar screen yang lebih tinggi untuk

mengantisipasi adanya benda-benda yang berukuran cukup besar yang dapat lolos

ke dalam unit-unit pengolahan selanjutnya akibat pertambahan tinggi muka air

tersebut.

5. Pada pengolahan tingkat pertama ini tidak digunakan grit chamber dan comminutor

dikarenakan sistem penyaluran merupakan sistem tertutup sehingga kemungkinan

untuk masuknya pasir menjadi hampir tidak ada. Pengaruh dari tidak digunakannya

kedua unit tersebut terlihat pada aspek penyisihan sampah atau benda-benda yang

terbawa dalam aliran influen, yaitu masih adanya sampah atau benda-benda yang

dapat lolos dari unit bar screen dan terbawa hingga ke unit-unit pengolahan

selanjutnya.

6. Pemasangan holding tank yang ditempatkan dengan jarak 7 – 8 meter dari lokasi

unit-unit pengolahan menjadikan debit air limbah yang akan diolah menjadi hampir

sama pada setiap waktu dan mengurangi masalah yang dapat ditimbulkan terhadap

unit-unit pengolahan akibat dari perubahan debit yang fluktuatif.

7. Holding tank (bak pengumpul) sudah cukup baik. Jumlah pompa sudah cukup

mengalirkan air limbah ke tangki aerasi. Jika ditinjau dari posisi bak pengumpul

19

Page 20: Laporan IPAL Karawaci Kelompok 7

terhadap tangki aerasi, akan lebih baik jika posisi bak pengumpul lebih tinggi dari

tangki aerasi sehingga tidak perlu penggunaan pompa dan biaya operasi &

perawatan lebih murah. Namun, jika dilihat dari letak sumber air limbah domestik

terhadap IPAL Lippo Karawaci, penggunaan pompa dirasa lebih tepat. Posisi bar

screen dan bak pengumpul dibuat lebih rendah dari pada sumber air limbah

domestik agar bisa dialirkan secara gravitasi. Jika diinginkan posisi tangki aerasi

lebih rendah dari pada bak pengumpul, diperlukan biaya yang besar untuk investasi

karena diperlukan penggalian untuk membuat posisi tangki aerasi lebih rendah.

Selain itu, perawatannya menjadi lebih sulit. Terdapat tiga pompa submerged: dua

pompa beropersi, sedangkan sisanya sebagai cadangan. Pompa cadangan digunakan

jika salah satu pompa mengalami kerusakan atau digunakan ketika debit air limbah

mengalami peningkatan yang sangat signifikan.

4.3 Secondary Treatment

1. Pengolahan tingkat dua atau pengolahan secara biologis yang digunakan oleh IPAL

Lippo Karawaci ini adalah extended aerator dengan menggunakan surface aerator

yang dijalankan secara bergantian dengan waktu nyala selama 5 menit dan waktu

jeda untuk melakukan kontak antara mikroorganisme, oksigen, dan substrat selama

10 menit. Dengan diterapkannya sistem penggiliran ini (tidak semua aerator

dijalankan dalam waktu yang bersamaan dan tidak dijalankan secara terus-menerus),

energi yang dikeluarkan menjadi lebih efisien dan tidak boros serta umur aerator

dapat bertahan lebih lama karena tidak cepat rusak akibat pemakaian yang terus-

menerus.

2. Diperlukan adanya scum removal untuk membersihkan buih-buih yang terapung

dalam tangki aerasi dan tangki sedimentasi yang terjadi dari proses aerasi. Hal ini

dikarenakan walaupun buih-buih tersebut diresirkulasi ke dalam tangki aerasi oleh

pihak pengelola IPAL, buih-buih tersebut dapat mengurangi efektivitas dan efisiensi

pengolahan limbah karena dapat menjadi media pertumbuhan dan

perkembangbiakan mikroorganisme jenis Nocardia yang dapat menimbulkan

masalah terhadap mikroorganisme pengurai yang ada dalam tangki aerasi, bahkan

dapat menonaktifkan kinerja mikroorganisme pengurai tersebut. Selain itu, sekecil

apapun buih yang terbentuk dalam pengolahan primer dapat merupakan masalah

20

Page 21: Laporan IPAL Karawaci Kelompok 7

dari kinerja pengolahan limbah dan terhadap air hasil pengolahan. Dengan

demikian, scum yang terbentuk haruslah dibuang dan tidak boleh diresirkulasi ke

dalam tangki aerasi ataupun dibiarkan terdapat dalam tangki sedimentasi.

Gambar scum yang terdapat dalam tangki unit secondary treatment

3. Pada dinding-dinding unit-unit pengolahan tumbuh lumut yang apabila tidak

dibersihkan dapat terus tumbuh dan membuat lapuk dinding-dinding tersebut

sehingga merusak infrastruktur yang ada.

Gambar lumut yang tumbuh subur pada dinding-dinding tangki aerasi

4. Umur lumpur pada unit pengolahan kedua di IPAL Lippo Karawaci ini rata-ratanya

adalah sekitar 3 bulan. Umur lumpur tersebut terlalu lama apabila dibandingkan

dengan kriteria desain, yaitu 3 – 5 hari (Metcalf & Eddy, 2004), sehingga akan

mempengaruhi kinerja unit-unit pengolahan, terutama yang terkait dengan jumlah

mikroorganisme sehingga menjadi tidak ideal F/M rasionya.

4.4 Slugde Treatment

Pengolahan lumpur yang dilakukan adalah dengan menggunakan sludge drying

bed dengan tujuan untuk mengurangi kadar air pada lumpur yang terbentuk. Oleh

karena pengolahannya adalah dengan membiarkan kadar air lumpur berkurang

21

Page 22: Laporan IPAL Karawaci Kelompok 7

CLARIFIER

SLUDGE DRYING BED

Modul I Modul II

PRIMARY TREATMENT(barscreen, bak pengumpul) INTAKE

Tangki AerasiModul II

Pelimpah

DesinfeksiModul II

Saluran Pembawa Effluent

OutletModul II

karena menguap secara alamiah, maka diperlukan suatu perlakuan khusus terhadap

lumpur tersebut terutama ketika musim hujan agar lumpur yang sudah berkurang

kadar airnya tidak kembali bertambah kadarnya karena tercampur lagi dengan air

hujan mengingat sludge drying bed ini merupakan tangki terbuka.

Bagan pengolahan IPAL Karawaci dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 3.9 Bagan Pengolahan IPAL Karawaci

22

Page 23: Laporan IPAL Karawaci Kelompok 7

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Pengolahan limbah cair domestik kawasan Lippo Karawaci, Tangerang,

menggunakan sistem pipa tertutup.

2. Proses pengolahan limbah cair di kawasan karawaci menggunakan sistem

aerobic treatment, yakni menggunakan bakteri dan oksigen untuk menguraikan

bahan polutan yang terdapat pada air limbah.

3. Urutan Pengolahan IPAL Karawaci dimulai dari House connection lalu masuk

ke holding tank, disadap oleh lifting pump menuju aeration tank dilanjutkan ke

clarifier selanjutnya dikeluarkan melalui effluent untuk di distribusikan sebagai

irigasi dan pengisian air kolam. Untuk lumpur yang telah mati akan dibawa ke

sludge digester dan dikeringkan di sludge drying bed.

4. Unit-unit lain yang mendukung proses pengolahan di IPAL karawaci yaitu bar

screen dan unit desinfeksi.

5. Primary Treatment terdiri dari unit bar screen, holding tank, dan lifting pump.

Kinerja dan desain unit-unit ini sudah cukup baik.

6. Secondary treatment terdiri dari unit extended aerator dan clarifier. Kedua unit

ini berfungsi baik untuk menurunkan kadar organik dalam air buangan.

7. Unit extended aerator menggunakan surface aerator yang dioprasikan secara

bergilir dengan lama menyala 5 menit kemudian jeda 10 menit dan selanjutnya.

8. Unit clarifier berfungsi untuk menyisihkan lumpur mati dan lumpur yg aktif

dengan proses pengendapan. Umur lumpur rata-rata pada IPAL ini adalah

sekitar 3 bulan dan tidak sesuai dengan kriteria desain yang ada.

9. Unit desinfeksi digunakan untuk menurunkan jumlah mikroorganisme pathogen

dala air olahan. Unit ini mengalami kerusakan dan dosis pembubuhannya perlu

untk diuji lebih lanjut.

10. Sludge drying bed merupakan Skudge treatment yang digunakan. Unit ini

digunakan untuk mengeringkan dan mengurangi kadar air dalam lumpur. Hasil

pengeringan di unit ini akan digunakan sebagai pupuk.

23

Page 24: Laporan IPAL Karawaci Kelompok 7

5.2 Saran

1. Diperlukan penanganan khusus terutama pada bak influen dan aeration tank agar

bau yang berasal dari air limbah tidak menyebar ke mana-mana.

2. Sebaiknya disediakan comminutor atau jarak antar jeruji pada bar screen

diperpendek untuk meminimasi lolosnya material padat atau sampah ke unit

pengolahan selanjutnya.

3. Diperlukan adanya scum removal untuk membersihkan buih-buih yang terapung

dalam tangki aerasi dan tangki sedimentasi yang terjadi dari proses aerasi. Hal

ini menjadi perlu karena scum atau grease dapat menjadi media mikroorganisme

Nocardia yang dapat menurunkan efisiensi pengolahan lmbah oleh

mikroorganisme pengurai.

4. Perlu dilakukan pengurasan tangki dan unit-unit secara teratur karena dinding-

dinding unit-unit pengolahan ditumbuhi lumut yang apabila tidak dibersihkan

dapat terus tumbuh dan membuat lapuk dinding-dinding tersebut sehingga

merusak infrastruktur yang ada.

5. diperlukan penelitian dan pengujian lebih lanjut untuk menentukan dosis

desinfektan secara tepat, terutama apabila pompa pembubuh otomatis sedang

mengalami kerusakan.

24