laporan fix 1

33
1 Skenario Nafas Cepat Seorang laki-laki berusia 25 tahun mendadak terbangun dari tidur dan bernapas cepat. Ia mengalami hiperventilasi. Jantungnya terasa berdebar kencang dan lehernya seperti tercekik. Dia mendadak merasa kesulitan untuk bernapas karena seisi ruangan itu dipenuhi asap. Ternyata terjadi kebakaran di kontrakannya. Sebelum sempat menyelamatkan diri dia pingsan karena kekurangan oksigen. Step I 1. Hiperventilasi : keadaan pernapasan cepat dan dalam yang berlebihan akibat kecemasan untuk mencapai darah arteri normal. 2. Bernapas cepat : frekuensi yang lebih dari 2x bernapas. 3. Pingsan : kondisi tidak sadarkan diri karena kekurangan O 2. Step II 1. Bagaimana kontrol pernapasan? 2. Faktor yang mempengaruhi pengandalian pernapasan? 3. Bagaimana respon pernapasan saat kekurangan O 2 ? 4. Bagaimana mekanisme terjadinya hiperventilasi?

Upload: qurotulaqyun

Post on 28-Sep-2015

262 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Laporan PBL skenario 5

TRANSCRIPT

22

Skenario Nafas CepatSeorang laki-laki berusia 25 tahun mendadak terbangun dari tidur dan bernapas cepat. Ia mengalami hiperventilasi. Jantungnya terasa berdebar kencang dan lehernya seperti tercekik. Dia mendadak merasa kesulitan untuk bernapas karena seisi ruangan itu dipenuhi asap. Ternyata terjadi kebakaran di kontrakannya. Sebelum sempat menyelamatkan diri dia pingsan karena kekurangan oksigen.Step I1. Hiperventilasi : keadaan pernapasan cepat dan dalam yang berlebihan akibat kecemasan untuk mencapai darah arteri normal.2. Bernapas cepat : frekuensi yang lebih dari 2x bernapas.3. Pingsan : kondisi tidak sadarkan diri karena kekurangan O2.Step II1. Bagaimana kontrol pernapasan?2. Faktor yang mempengaruhi pengandalian pernapasan?3. Bagaimana respon pernapasan saat kekurangan O2?4. Bagaimana mekanisme terjadinya hiperventilasi?5. Apa faktor yang menyebabkan hiperventilasi?6. Apa hubungan peningkatan denyut jantung dengan hiperventilasi?7. Apa hubungan kesulitan bernapas dengan ruang yang dipenuhi asap?Step III1. Dikendalikan oleh saraf,yaitu :a. Volunter (sadar)b. Involunter (tidak sadar)

2. Faktor yang mempengaruhi pernafasan dibagi menjadi :a. Kimiawi : Kemoreseptor perifer dan kemoreseptor sentral b. Non kimiawi : Baroreseptor,peningkatan suhu tubuh dan hormone epinefrin3. Respon tubuh saat kekurangan Oksigen antara lain pusing, pingsan, lemas, hiperventilasi, vasokontriksi4. Penurunan tekanan parsial CO2 -> Peningkatan PH darah -> Respirasi alkalosis5. - Percepatan ventilasi melebihi kebutuhan metabolik tubuh akan pengeluaran CO2 Jika metabolisme tubuh terlampaui tinggi mendesak alveolus untuk melakukan ventilasi secara berlebihan menurunkan tingkat CO2 meningkatkan O2 didalam tubuh.6. - Frekuensi saraf simpatis Cara tubuh untuk memenuhi kebutuhan O2 meningkat.7. - Karena penebalan sawar udara darah sehingga peningkatan O2 terganggu Karena HB berdekatan dengan monooksida bukan O2Step IV1. - Volunter (Sadar), ekspirasi dan inspirasi kuat Involunter (Tidak disadari), pernafasan biasa pada saat aktifitas Fungsi cortex serebri, mengatur agar tidak terjadi kekacauan saat bernafas,berbicara dan menelan makanan Involunter,a. Dorsal,terletak di dorsal medulla oblongata dan berfungsi saat inspirasib. Ventral,terletak di ventrolateral medulla oblongata,menyebabkan ekspirasi bekerja apabila implus dari bagian dorsal sarafnya. Pneumotaksis,terletak di dorsal pons,berfungsi untuk mengirimkan sinyal ke inspirasi Apneustik, untuk mencegah neuron inspirasi yang berlebih2. Kimiaa. Kemoreseptor perifer,peka terhadap peningkatan PCO2 penurunan O2 yang menyebakan ventilasi meningkat.b. Kemoreseptor sentral,peka terhadap peningkatan H+ dalam cairan otakc. Baroreseptor,berespon untuk tekanan darah,laju respirasi meningkatd. Hormon epinefrin,akan meningkatkan simpatis dan juga akan merangsang pusat respirasi untuk meningkatkan ventilasi.e. Peningkatan suhu tubuh,saat demam/olahraga panas dari dalam tubuh dikeluarkan dengan cara meningkatkan ventilasi.f. Refleks herring-brever,refleks untuk inspirasi dan ekspirasi.3. Kemoreseptor perifer -> neuron O2 jadi menstimulus respiratori ventral -> berfungsi saat tubuh4. Penurunan tekanan parsial CO2 -> penurunan CO2 -> peningkatan PH menyebabkan PH darah meningkat disebut respiratori alkalosis.5. 6. Difusi gas inspirasi, difusi sederhanaO2 =160 -> O2=100 -> O2=40CO2=0,14 CO2=40 CO2=46 (berikatan hb)Difusi tinggi ke rendah7. Pemindahan O2 terganggu menyebabkan difusi CO2 -> darah mengalir ke lebih besar mengalami keseimbangan PCO2 daripada O2 alveolus karena CO2 dapat menembus sawar inspirasi hemoglobin lebih peka terhadap CO2.

Skema

Saraf

Keseimbangan asam-basaFaktor-FaktorMekanismeNon KimiawiKimia

Pengaturan Pernafasan

Step V1. Keseimbangan asam basaa. Sistem bufferb. Faktor yang berperan asidosis respiratorik dan metabolik alkalosis respiratorik dan metabolikc. Pengaruh terhadap pengendalian2. Jelaskan mekanisme transpor gas O2 dan CO2 antara paru dan jantung!3. Apa hubungan peningkatan denyut jantung dengan hiperventilasi?4. Bagaimana respon pernapasan saat kekurangan O2?5. Apa faktor yang menyebabkan hiperventilasi?Step VIBelajar MandiriStep VII1. A. Seperti yang kita ketahui bahwa larutan buffer merupakan larutan yang terbentuk dari hasil pencampuran asam lemah atau basa lemah dengan garamnya. Kapasitas buffer menyatakan kemampuan maksimum sistem buffer untuk mempertahankan pH. Fungsi sistem buffer merupakan bagian dari mekanisme homeostastis tubuh untuk menjaga pH.Dalam tubuh kita terdapat empat system buffer yang bekerja dalam darah,yaitu ;a. Buffer Bikarbonat dan karbonat Bekerja efektif sampai pH 7.4 Sangat baik pada penambahan asam Jumlah paling besar dalam cairan tubuh Dihasilkan oleh ginjal (HCO3- / H2CO3 )b. Buffer Fosfat Bekerja efektif pada penambahan asam Kosentrasi relatif rendah Kurang berperan dalam plasma Ekskresi hidrogen dalam tubuli ginjal HPO42- / H2PO4 c. Buffer Hemoglobin Bentuk hemoglobin yang berperan membentuk sistem bufer a. Oksihemoglobin ( HHbO2)b. Deoksihemoglobin (HHb) Buffer Hemoglobin merupakan buffer protein yang paling penting dalam tubuh manusia.

d. Buffer AmoniumSetelah kelebihan asam, amonia (NH) dihasilkan oleh sel tubulus ginjal dan berikatan dengan hidrogen (H) dalam tubulus ginjal untuk membentuk amonium (NH).B. a. Asidosis RespiratorikPeningkatan PCO2 arteri akibat berkurangnya ventilasi akan menyebabkan asidosis respiratorik. CO2 yang tertahan dalam tubuh berada dalam keseimbangan dengan H2CO3, yang selanjutnya akan berada dalam keseimbangan dengan HCO3- sehingga konsentrasi HCO3- plasma meningkat dan tercapai keseimbangan baru pada pH yang lebih rendah.

(NFC;2015)

b. Alkalosis RespiratorikPenurunan PCO2 arteri akibat bertambahnya ventilasi akan menyebabkan alkalosis respiratorik.CO2 yang tertahan dalam tubuh berada dalam keseimbangan dengan H2CO3, yang selanjutnya akan berada dalam keseimbangan dengan HCO3- sehingga konsentrasi HCO3- plasma menurun dan tercapai keseimbangan baru pada pH yang lebih tinggi.

(NFC,2015)c. Asidosis MetabolikBila asam yang lebih kuat dibanding HHb dan asam bufer lainnya ditambahkan ke darah, terjadilah asidosis metabolik. Sebagai contoh, bila H2SO4 ditambahkan H+ akan didapar dan konsentrasi Hb-, Prot-, dan HCO3- dalam plasma akan berkurang. H2CO3 yang terbentuk akan diubah menjadi H2O dan CO2, dan CO2 yang terbentuk ini akan dengan cepat diekskresikan oleh paru. Keadaan ini terjadi pada asidosis metabolik yang tidak terkompensasi. Sebenernya peningkatan konsentrasi H+ plasma akan merangsang pernapasan sehinggan PCO2 menjadi berkurang bukannya malah meningkat. Kompensasi respiratorik ini akan lebih meningkatkan pH. Mekanisme kompensasi oleh ginjal kemudian akan menyebabkan ekskresi kelebihan H+ ini dan mengembalikan sistem bufer ke keadaan normal. (NFC,2015)e. Alkalosis MetabolikBila konsentrasi H+ bebas berkurang akibat penambahan basa atau kehilangan asam, terjadilah alkalosis elative. Pada alkalosis elative, konsentrasi HCO3- plasma dan Ph meningkat. Kompensasi respiratorik berupa penurunan ventilasi yang disebabkan oleh penurunan konsentrasi H+, dan hal ini akan meningkatkan PCO2. Akibatnya, Ph akan kembali ke nilai normal sekaligus lebih meningkatkan konsentrasi HCO3- plasma. Besar kompensasi ini dibatasi oleh mekanisme kemoreseptor karotis dan aorta, yang akan mempengaruhi kerja pusat pernapasan bila terdapat penurunan yang cukup berarti pada PO2 arteri. Pada alkalosis elative, sekresi H+ ginjal yang lebih besar akan digunakan untuk mereabsorpsi jumlah HCO3- yang difiltrasi yang semakin meningkat itu dan bila konsentrasi HCO3- plasma melebihi 26-28 meq/L, HCO3- akan ditemukan di urine. Peningkatan PCO2 akan meghambat kompensasi oleh ginjal karena akan mempermudah sekresi asam, tetapi pengaruhnya elative kecil. (NFC,2015)C. Pengaruh keseimbangan PH terhadap system pengendalian pernapasan.Pusat pengendalian pernafasan pusatnya terdapat di Medulla oblongata,namun terdapat pula beberapa faktor lain dalam pengaturan pernafasan. Yaitu :1. Kimiawi O2Pengendalian pernafasan secara kimiawi terbagi menjadi dua,yaitu melalui kemoreseptor sentral dan perifer, yang mendeteksi Pco2 dan pH arterial ( sentral dan perifer) serta Po2 (hanya perifer). Dan memodulasi ventilasi melalui suatu jaringan neuron-neuron yang tersebar dalam batang otak. Kemoreseptor memungkinkan Pco2 dan Po2 arterial dipertahankan dalam batas-batas yang sempit meskipun terjadi perubahan besar pada metabolisme.( Jeremy,2008)Respon ventilasi terhadap perubahan Pco2 dan Po2Pco2 alveolar normal Pco2 adalah ~ 5,3 kPa ( 40 mmHg). Peningkatan Pco2 menyebabkan ventilasi semenit ( berapa liter yang diventilasi per menit) meningkatkan dengan model hampir linear sebesar ~15-25 L/menit untuk setiap peningkatan kPa pada Pco2 (~2,7 L/menit/mmHg ). Asidosis Metabolik (peningkatan [H+] akibat penurunan [HCO3-], sedangkan peningkatan [H+] yang disebabkan oleh peningkatan Pco2 disebut asidosis respiratorik. Peningkatan Pco2 dari nilai normal ~13 kPa (~100 mmHg) mempunyai sedikit efek pada kurva respons ventilasi Co2, tetapi jika Pco2 menurun, kemiringan hubungan menjadi lebih curam dan ventilasi lebih meningkat untuk setiap peningkatan Pco2 tertentu. Bila efek Pco2 diinvestigasi secara independen ( pada Pco2 kontan), terdapat sedikit peningkatan ventilasi sampai Po2 turun dibawah ~8 kPa (~60 mmHg). Namun, efek menurunkan Po2 dipotensiasi jika Pco2 meningkat, sehingga terdapat hubungan sinergistik (lebh dari aditif) diantara efek Po2 dan efek Pco2.(Jeremy, 2008)a) Kemoreseptor sentralKemoreseptor sentral terdiri dari suatu kumpulan difus neuron yang terletak dekat permukaan ventrolateral medula, dekat dengan keluarnya nervus cranialis ke-9 dan ke-10. Neuron-neuron tersebut sensitif terhadap pH cairan serebrospinalis (CSS) disekitarnya dan tidak berespon terhadap Po2 . CSS dipisahkan dari darah ooleh sawar darah otak, suatu lapisan endotel rapat yang melapisi pembuluh darah otak. Sawar tersebut tidak permeabel terhadap molekul polar seperti H+ dan HCO3-. Tetapi CO2 dapat berdifusi melewatinya secara mudah. Oleh karena itu, pH CSS ditentukan oleh Pco2 arterial [HCO3-] CSS, dan tidak secara langsung dipengaruhi oleh perubahan pH darah. CSS mengandung sedikit protein, sehingga kapasitas pembuferannya rendah. Oleh karena itu, perubahan kecil Pco2 akan menyebabkan perubahan besar pH. Stimulasi kemoreseptor sentral oleh penurunan pH CSS ( peningkatan Pco2 darah) menyebabkan peningkatan ventilasi. Kemoreseptor sentral menyebabkan ~80 % respon terhadap CO2 pada manusia. Kemoreseptor tersebut memiliki waktu respon yang relatif lambat (~20 detik), karena CO2 harus berdifusi melewati sawar darah otak.(Jeremy,2008)b) Kemoreseptor periferKemoreseptor perifer berada di dalam badan aorta dan badan karotis, badan karotis (glomus karotikum) adalah suatu struktur kecil (~2 mg) yang terletak pada bifurcatio arteri karotis komunis, tepat diatas sinus karotikus. Organ ini diinervasi oleh nervus sinus karotikus, yang menuju nervus glosopharingeus. Badan aorta tersebar disekitar arkus aorta dan diinervasi oleh nervus vagus. Pada manusia, korpus ini kurang penting dibandingkan badan karotis. Badan karotis mengandung sel-sel glomus ( tipe I ) dan sel sel selubuung (tipe II). Sel-sel glomus berperan dalam kemoresepsi, sel-sel tersebut memiliki granula padat yang mengandung neurontransmitter dan akson kontak dari nervus sinus karotikus, sementara fungsi-fungsi sel selubung tidak jelas. Badan karotis berespon terhadap peningkatan Pco2 atau [H+] dan penurunan Po2 ( bukan kandungan O2 darah) dengan meningkatkan laju pembakaran pada nervus sinus karotikus, dan akhirnya ventilasi. Badan karotis memiliki aliran darah tinggi dan akibatnya terdapat perbedaan arteriovenosa yang cukup kecil untuk Pco2 dan Po2. Badan karotis memberikan respon secara cepat ( dalam detik ) dan cukup cepat untuk mendeteksi osilasi kecil dalam gas darah yang berhubungan dengan respirasi. Mekanisme perubahan Pco2 , pH, dan Po2 yang terdeteksi tidak jelas, tetapi untuk Po2 dipercaya melibatkan inhibisi kanal K+ dalam sel glomus, dengan depolarisasi, yaitu masuknya Ca2+ dan pelepasan neurotransmiter dalam granula padat, sebagai konsekuensinya.(Jeremy,2008)

2. Non-kimiawi Beberapa faktor non kimiawi yang mempengaruhi pengatuan pernapasan di antaranya : pengaruh baroreseptor, peningkatan suhu tubuh, hormon epineprin, refleks hering-breuer.a. Baroreseptor, berada pada sinus kortikus, arkus aorta atrium, ventrikel dan pembuluh darah besar. Baroreseptor berespon terhadap perubahan tekanan darah. Peningkatan tekanan darah arteri akan menghambat respirasi, menurunnya tekanan darah arteri dibawah tekanan arteri rata-rata akan menstimulasi pernapasan. Aktivitas baroresestor ini mempengaruhi pusat respirasi, ketika tekanan darah turun, laju respirasi meningkat. Ketika tekanan darah naik, laju respirasi turun (Martini, 2001)b. Peningkatan suhu tubuh, misalnya karena demam atau olahraga maka secara otomatis tubuh akan mengeluarkan kelebihan panas tubuh dengan cara meningkatkan ventilasi. Perubahan suhu mempengaruhi tingkat saturasi (pengikatan O2 oleh Hb) hemoglobin. Jika temperature naik maka saturasi Hb turun sehingga oksigen banyak dilapas. Sebaliknya, jika temperature turun, Hb akan mengikat oksigen lebih kuat sehingga oksigen akan sulit dilepas ke jaringan. Suhu ini mempengaruhi sistem pernapasan secara signifikan pada jaringan aktif yang panasnya terus ditingkatkan. Contoh, otot skelet aktif meningkatkan panas, dan panas ini menghangatkan darah yang mengalir melalui organ. Karena darah menjadi hangat, molekul Hb melepaskan lebih banyak oksigen ( Martini, 2001)c. Hormon epinephrin, peningkatan hormon epinephrin akan meningkatkan rangsangan simpatis (bronkodilatasi) yang juga akan merangsang pusat respirasi untuk meningkatkan ventilasi (Martini, 2001).d. Refleks hering-breuer, yaitu refleks hambatan inspirasi dan ekspirasi. Reseptor refleks ini terletak di dinding alveolar. Refleks ini berfungsi secara normal hanya ketika ekshalasi maksimal, ketika pusat inspirasi dan ekspirasi aktif. Pada saat inspirasi mencapai batas tertentu terjadi stimulasi pada reseptor regangan dalam otot polos paru untuk menghambat aktifitas neuron inspirasi. Dengan demikian refleks ini mencegah terjadinya overinflasi paru-paru saat aktifitas berat.e. Pengendalian oleh sarafPusat pernapasan ialah suatu pusat otomatik di dalam medula oblongata yang mengeluarkan impuls eferen ke otot pernapasan. Melalui beberapa radix saraf cervicalis impuls ini diantarkan ke diafragma oleh saraf frenikus. Dan dibagian yang lebih rendah pada sumu-sum belakang, impulsnya berjalan dari daerah thorax melalui saraf interkostalis untuk merangsang otot intercostalis. Impuls ini menimbulkan kontraksi ritmik pada otot diafragma dan interkostal yang kecepatan kira-kira lima belas kali setiap menit.Sehingga pada tubuh manusia akan dapat disimpulkana). Pengaruh kenaikan atau kelebihan tekanan CO2 arteri (Hiperkapnia) akan menimbulkan dampak penurunan O2 kurang dari 60-30 mmHg dalam darah arteri. Akibatnya proses ini menimbulkan pengaruh terhadap kemoreseptor perifer. Karena kemoreseptor perifer peka terhadap kenaikan kadar tekanan CO2 dalam arteri dan merangsang ikatan pada CES otak sehingga terbentuk ikatan H2O+CO2=H2CO3 dikatalis dengan enzim ca (carbonat anhidrase) menjadi ion [H+]+HCO3 menimbulkan peningkatan ion H+ dalam CES otak. Mengaktifkan proses Hiperventilasi. Proses hiperventilasi menyebabkan O2 atmosfer masuk dengan jumlah yang banyak dan CO2 jaringan berdifusi keluar paru. Proses hiperventilasi terjadi sehingga adanya penumpukan kadar O2 yang tinggi dalam darah arteri dan adanya penurunan kadar CO2 di kapiler dan alkalosis respiratorik.b). Pengaruh penurunan tekanan CO2 (Hipokapnia) yang drastis dan kenaikan jumlah tekanan O2 dalam darah arteri juga mempengaruhi efek pengendalian kemoreseptor perifer mengaktifkan Hipoventilasi. Hipoventilasi ini bekerja dengan menurunkan kadar O2 yang masuk tetapi mengendalikan CO2 hingga adanya ketidak stabilan tekanan CO2 yang tinggi berbanding dengan O2 yang di hirup masuk kedalam paru menjadi sedikit (Hiperkapnia). Proses ini juga dapat menyebabkan asidosis respiratorik.c). Apabila tekanan H+ CES meningkat akibat adanya penimbunan tekanan CO2 dalam darah proses ini dapat mengakibatkan kemoreseptor sentral bekerja dengan semestinya. Kemoreseptor sentral bekerja karena adanya tekan H+ dalam CES otak bukan pengaruh akan tingginya tekanan CO2 arteri. Karena CO2 difusi ke CES otak membawa banyak perubahan tekanan CO2 otak menjadi tinggi. Menimbulkan persamaan H2O+CO2=H2CO3 dikatalis dengan enzim ca (carbonat anhidrase) menjadi ion [H+]+HCO3 menimbulkan peningkatan ion H+ dalam CES otak. Mengaktifkan proses Hiperventilasi. Proses ini sama seperti yang terjadi pada kemoreseptor perifer. Namun perbedaan yang mencolok adalah kemoreseptor ini tidak akan bekerja secara langsung karena adanya peningkatan tekanan CO2 di arteri. Berbeda dengan kemoreseptor perifer yang bekerja 5kali lebih cepat apabila adanya perubahan tekanan CO2 dalam darah arteri.(Ganong,2002).

2. Seluruh udara yang di keluarkan setiap kali ekspirasi, kecuali 150ml udara ekspirasi awal, merupakan udara yang sebelumnya berada di alveolus (udara alveolus) walaupun selalu terdapat percampuran pada fase peralihan antara udara ruang rugi dengan udara di ruang alveolus(Ganong, 2013) Oksigen terus-menerus berdifusi keluar dari udara ke dalam alveolus ke aliran darah dan CO2 terus menerus berdifusi ke aliran darah ke dalam alveolus. Pada keadaan seimbang, udara inspirasi bercampur dengan udara alveolus menggatikan O2 yang telah masuk ke dalam darah men gencerkan CO2 yang telah memasuki alveoli. Sebagian udara bercampur ini akan di keluarkan. Kandungan O2 di alveolus akan menurun dan kandungan CO2 nya meningkat sampai inspirasi berikutnya. Pada akhir ekspirasi tenang volume udara di dalam alveoli menjadi sekitar 2L sehingga setiap kenaikan sebesar 350ml udara selama inspirasi dan ekspirasi relatif sedikit berpengaruh pada PO2 dan PCO2. Pada kenyatannya komposisi udara alveolus tetap konstan tidak hanya pada saat istirahat tetapi juga pada saat keadaan lainnya(Ganong, 2013)Difusi melalui membran alveolus-kapilerGas berdifusi ke dari alveolus dan kapiler paru atau sebaliknya melintasi membran alveolus-kapiler tipis yang di bentuk oleh epitel paru, endotel kapiler dan membranan basalis yang menyatu. Tercapai atau tidaknya keseimbangan antara waktu yang di butuhkan senyawa untuk melindasi dari alveoli ke dalam darah kapiler dalam waktu 0,75 detik dan waktu yang di perlukan darah untuk melewati kapiler paru pada saat istirahat tergantung pada reaksi membran alveolus-kapiler dengan senyawa dalam darah. Contohnya gas anestesi dinitrogen oksida tidak berreaksi dan N2O mencapai keseimbangan dalam waktu sekitar 0,1 detik. Pada keadaan ini jumlah N2o yang di serap tidak di batasi oleh kemampuan difusi melainkan oleh jumlah darah yang mengalir melalui kapiler paru (flow-limitid). Karbon monoksida di ambil oleh hemoglobin dalam sel darah merah dengan kecepatan yang sangat tinggi sehingga tekanan parsial CO di kapiler tetap sangat rendah dan keadaan seimbang tidak dapat di capai dalam waktu 0,75 detik saat darah berada di kapiler paru. Oleh sebab itu pada keadaan istirahat perpindahan CO bukan di batasi oleh besarnya perfusi, melainkan oleh kemampuan difusi (diffusion-limitid). O2 yang terletak di antara N2O dan CO, O2 di ambil hemoglobin tetapi jauh lebih lambat di bandingkan CO dan mencapai keseimbanagn dengan darah kepiler dalam waktu sekitar 0.3 detik. Jadi pengambilan O2 di batasi oleh perfusi. (Ganong,2013)

(Ganong,2013)PO2 udara alveolus normal adalah 100mmHg dan PO2 darah yang memsauki kapiler baru 40 mmhg. Seperti halnyaCO, kapasitas difusi O2 pada keadaan istirahat adalah sekitar 25ml/menit/mmhg dan PO2 di dalam darah meningkat sampai 97 mmhg yaitu nilai yang lebih sedikit di bandingkan PO2 di laveolus. Nilai ini berkurang menjadi 95 mmhg di dalam aorta akibatnya adanaya pirau (shut)fisiologis. Jumlah oksigen memasuki darah mencapao 65ml/menit/mmhg selama aktivitas fisik dan menurun pada penyakit sepertyi sarkoidosis dan keracunan bilirium (beriliosis) yang memimbulkan fibrosis di dinding alveolus. (Ganong, 2013)PCO darah vena adalah 46mmhg, sedangkan udara di alveolus adalah 40mmhg sehingga CO2 berdifusi dari darah ke dala alveoli sesuai tekanan selisih tersebut. PCO2 darah yang meninggalkan paru adalah 40 mmhg. Co2 mampu menembus semua membran bilogis dengan mudah dan kapasitas difusi paru untuk CO2 jauh lebih besar di bandingkan O2. (Ganong, 2013)

(Ganong,2013)Pertukaran oksigen dan CO2 menembus kapiler paru dan kapiler sistemik akibat gradien tekanan parsialPO2 di alveolus tetap relatif tinggi dan PCO2 alveolus tetap relatif rendah karena sebagian dari udara alveolus di tukar dengan udara atmosfer baru setiap kali bernafasSebaliknya darah vena sistemik yang masuk ke paru relatif lebih rendah dalam O2 dan tinggi dalam CO2 karena telah menyerahkan O2 dan menyerap CO2 di tingkat kapiler sistemikHal ini menciptakan gradien tekanan parsial antara udara alveolus dan darah kapiler paru yang memicu difusi pasif O2 ke dalam darah dan Co2 keluar darah sampai tekanan parsial darah dan alveolus setaraDarah yang meninggalkan paru relatif mengandung O2 tinggi dan CO2 rendah. Darah ini di salurkan kejaringan dengan kandungan gas darah yang sama dengan ketika darah tersebut meninggalkan paruTekanan parsial O2 relatif rendah dan Co2 relatif tinggi di sel jaringan yang mengomsumsi O2 dan memproduksi CO2. Akibatnya, gradien tekanan parsial untuk pertukaran gas di tingkat jaringan mendorong perpindahan pasif O2 ke luar darah menuju sel untuk menunjang kebutuhan metabolik sel-sel tersebut dan juga mendorong pemindahan secara simultan CO2 ke dalam darahSetelah mengalami keseimbangan dengan sel-sel jaringan darah meninggalkan jaringan relatif mengandung O2 rendah Co2 tinggiDarah ini kemudian kembali lagi ke paru untuk mengisi O2 dan di keluarkan Co2 nya. (Sherwood,2014)

(Sherwood;2014)3. Berhubungan karena adanya fungsi resptor J Sebagian besar ujung saraf sensoris telah dijelaskan berada dalam dinding alveolus dalam posisi berjejer (juxtraposition) terhadap kapiler paru, oleh sebab itu namanya reseptor J. Reseptor ini terangsang khususnya bila kapiler paru menjadi terisi penuh dengan darah atau bila terjadi edema. Paru pada kondisi seperti ini gagal jantung diketahui kongesif. Walaupun fungsi reseptor J tidak diketahui,rangsangan reseptor J tersebut dapat menyebabkan seseorang merasa sesak nafas.(Guyton,2012).Selain itu saat hb terisi oleh O2 otomatis darah yang kembali ke ventrikel sinistra semakin banyak. Sehingga mempengahui cardiac output dan mau tidak mau jantung berdenyut lebih besar dan sering.4. Kontrol lokal bekerja pada otot polos saluran napas dan arteriol untuk mencocokkan aliran udara dan aliran darah.Resistensi masing-masing saluran napas yang menuju ke alveolus tertentu dapat disesuaikan secara independen sebagai respons terhadap perubahan lingkungan lokal alveolus tersebut. Situasi ini sama halnya dengan kontrol arteriol sistemik.a. Efek pada otot polos arteriol paru.Secara bersamaan, berlangsung efek lokal pada oto polos vaskular paru, untuk secara maksimal menyamakan aliran darah dengan aliran udara. Seperti pada sirkulasi sistemik, distribusi curah jantung ke berbagai anyaman kapiler alveolus dapat dikontrol dengan menyesuaikan resistensi terhadap aliran udara melalui arteriol paru spesifik. Jika aliran darah lebih besar daripada aliran udara ke suatu alveolus, maka kadar di alveolus dan jaringan sekitar turun di bawah normal karena darah yang banyak akan mengekstrasikan lebih banyak dari alveolus dibandingkan biasanya.Penurunan lokal konsentrasi menyebabkan vasokontriksi arteriol paru yang mendarahi anyaman kapiler ini sehingga aliran darah berkuranguntuk menyamai aliran udara yang lebih kecil.Pada sirkulasi sistemik, penurunan di suatu jaringan menyebabkan vasodilatasi lokal untuk meningkatkan aliran darah ke daerah yang kekurangan , demikian sebaliknya. Bagaimanapun, aliran darah udara dan aliran darah ke alveolus tertentu biasanya disamakan sedapat mungkin oleh kontrol-kontrol lokal ini agar pertukaran dan efisien. (Sherwood, 2012)b. Hemoglobin memiliki afinitas yang jauh lebih besar terhadap CO daripada .CO dan bersaing untuk menempati tempat pengikatan yang sama di Hb, tetapi afinitas Hb terhadap CO adalah 240 kali jauh lebih kuat daripada terhadap . Ikatan CO dan Hb dikenal sebagai kardioksihemoglobin (HbCO). Karena Hb cenderung melekat ke CO makaCO dalam jumlah kecil pun dapat berikatan dengan Hb dalam persentase besar, menyebabkan Hb tidak tersedia untuk mengangkut . Meskipun konsentrasi Hb dan P normal namun kandunga darah berkurang secara serius.Untungnya, CO bukan merupakan konstituen normal udara inspirasi. CO adalah suatu gas beracun yang diproduksi pada pembakaran tak sempurna produk karbon misalnya bensin mobil, batu bara, kayu, dan tembakau. Gas tersebut dapat mencapai kadar mematikan tanpa dirasakan sama sekali oleh korban. Selain itu, korban ketika menghirup CO tidak merasa sesak dan tidak berupaya meningkatkan ventilasi, meskipun sel-sel kekurangan .(Sherwood, 2012)

5. Faktor-faktor penyebab hiperventilisasi,Yaitua. Nyerib. Histeriac. Emosi yang kuatHal itu disebabkan karena kandungan karbondioksida meningkat dan oksigen menurun. Turunnya hipokapnia selama hiperventilisasi menyebabkan kepala terasa melayang, gangguan vital karena vasokontriksi serebral dan kram otot.( Word, 2009 )Kekuatan ventilisasi disesuaikan sebagai respon terhadap factor kimiawi :a. PO2b. PCO2c. H+Dua sinyal yang paling jelas meningkatkan ventilasia dalah penurunan PO2 atau meningkatkan PCO2 arteri. Sehingga ventilasi akan terangang untuk memperoleh lebih banyak oksigen atau mengeluarkan kelebihan karbondioksida. Kedua factor tersebut memang mempengaruhi kekuatan ventilasi tetapi tidak dengan derajat yang sama atau jalur yang sama.Faktor ketiga H+, banyak mempengaruhi tingkat aktifitas pernapasan.( Ganong, 2005 )

Daftar Pustaka

Ganong , William.F.2002.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC : JakartaGanong, William.F.2005.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi 22:JakartaLauralee, Sherwood. 2012. Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem. EGC: Jakarta.Ward, Jeremy,P.T.2008.At a Glance Sistem Respirasi.Penerbit Erlangga:JakartaWard, Jeremy,P.T.2009.At a Glance Fisiologi.Penerbit Erlangga:Jakarta