laporan fix 1
DESCRIPTION
lprnTRANSCRIPT
Pasien masuk RS
Menentukan screening tools
Pasien rawat inap di RS
NRS 2002 MUST SNAQ MSTPNI GNRIMNA
Mengumpulkan data untuk screening gizi
Antropometri measurement
BMILILA
Data Biokimia / data LabHbSerum kolesterolKadar lemak dalam darahTekanan darah
Riwayat medis dan oedem
Diet pola makansuplementasi alergikonsumsi alcoholaktifitas fisikolahraga
malnutrisiBeresiko malnutrisiTidak beresiko
malnutrisi
Melakukan screening gizi
A. DAFTAR LEARNING OBJECTIVE
1. Apa saja indikator seseorang dikatakan malnutrisi?
2. Apa saja Faktor penyebab terjadinya malnutrisi di rumah sakit?
3. Apa sajakah dampak yang ditimbulkan oleh malnutrisi selain komplikasi dan mortalitas pada
pasien?
4. Bagaimana cara menurunkan resiko komplikasi dan mortalitas yang terjadi akibat malnutrisi di RS?
5. Apa sajakah tools dan data yang digunakan dalam skrining gizi?
6. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari skrining gizi?
7. Kapan dan Berapa lama skrining gizi harus dilakukan?
8. Bagaimana cara melakukan skrining gizi yang tepat pada pasien di rumah sakit?
9. Apakah cukup hanya dilakukan skrining gizi saja untuk mengurangi komplikasi malnutrisi ini?
10. Bagaimana peran serta tenaga medis lain dalam upaya pencegahan malnutrisi di rumah sakit?
11. Apa saja parameter untuk menilai keberhasilan skrining gizi?
B. HIPOTESIS
1
C. PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVE
1. Indikator malnutrisi
a. BB/TB : 70-90% atau antara -2SD dan -3 SD (Z -score). Dalam keadaan darurat, BB/TB adalah
indikator terbaik, karena : mencerminkan situasi saat ini, sensitif terhadap perubahan yang
cepat, prediksi yang baik dari risiko kematian langsung, dapat digunakan untuk memantau
evaluasi status gizi masyarakat (MSF, 1995)
b. TB/U : indikator kekurangan gizi kronis (MSF, 1995)
Derajat
malnutrisi
BB/TB (%)
Malnutrisi akut
TB/U (%)
Malnutrisi kronis
0 > 90 >95
1 (ringan) 81-90 90-95
2 (sedang) 70-80 85-89
3 (berat) < 70 <85
c. BB/U : merupakan indikator komposit dari kedua kekurangan gizi jangka panjang dan
kekurangan gizi saat ini (MSF, 1995)
d. IMT <18,5 atau >23 (depkes RI, 2007)
e. anak- anak dikatakan malnutrisi akut apabila terdapat oedem (MSF, 1995)
f. pada orang dewasa ukuran lingkar pinggang wanita > 80 cm dan laki- laki > 90 cm dikatakan
overnutrition (nutritional assessment, 2005)
g. terjadinya penurunan BB 10%
h. LILA <23,5 (depkes RI, 2007)
i. trisep skinfold thickness > 85 persentil (depkes RI, 2007)
j. Mid arm circumference (cm) : <19,5 cm untuk laki-laki, <15,5 cm untuk perempuan (dikatakan
severe malnutrition) (Dana Hrnciarikova et al, 2006)
k. skin fold above the triceps (mm) : <8 mm untuk laki-laki, <10mm untuk perempuan (dikatakan
severe malnutrition) (Dana Hrnciarikova et al, 2006)
l. circumference of musculature of the arm (cm) : <15,2 cm untuk laki-laki, <13,9 cm untuk
perempuan (dikatakan severe malnutrition) (Dana Hrnciarikova et al, 2006)
2. Faktor penyebab malnutrisi di Rumah Sakit
Faktor-faktor pemicu kejadian malnutrisi pada pasien di Rumah Sakit dibedakan menjadi
3, yaitu : faktor internal pasien, faktor sarana prasarana dari Rumah Sakit, serta faktor tenaga
kesehatan.
Faktor internal pasien
2
Faktor internal pasien seperti kondisi kronis atau tidaknya penyakit dari pasien, asupan
makanan pasien yang tidak sesuai, adanya penyakit yang menyerang daerah wajah, mulut,
esophagus, atau faring, faktor stress, dan lamanya pasien tinggal di rumah sakit sangat
berpengaruh terhadap status gizi pasien ( Depkes, 2007). Menurut Murphy (2011) jenis
treatment dan perubahan biologis juga berpengaruh terhadap terjadinya malnutrisi. Selain itu
karakteristik pasien misalnya pada lansia, pasien dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah,
serta kesulitan dalam beradaptasi dengan lingkungan baru juga berpengaruh (Sidiarta, 2008).
Berdasarkan sebuah penelitan, pasien dengan aktifitas fisik yang kurang lebih berisiko untuk
mengalami obesitas dan mengarah kepada malnutrisi ketika diopname (Burgos et.al, 2012).
Faktor Sarana Prasarana
Yang dimaksud faktor sarana prasarana adalah keadaan dan fasilitas yang ada pada institusi
layanan kesehatan atau Rumah Sakit. Faktor sarana prasarana ini terdiri dari tipe rumah sakit,
di mana pasien yang dirawat di Rumah Sakit kecil lebih berisiko terkena malnutrisi
dibandingkan pasien yang dirawat di Rumah Sakit yang besar yang berlevel tinggi. Hal ini
dihubungkan dengan fasilitas yang diterima oleh pasien (Burgos et.al, 2012). Selain itu waktu
pemberian makan kepada pasien yang tidak sesuai akan membuat pasien tidak mengkonsumsi
dietnya sehingga status gizinya dapat berubah menjadi malnutrisi (Weta dan Wirasamadi,
2009).
Faktor Tenaga kesehatan
Faktor tenaga kesehatan antara lain kurangnya jumlah tenaga kesehatan yang terlatih untuk
menangani malnutrisi dan kurangnya skrining gizi yang dilakukan di awal pasien masuk atau
skrining mingguan ( Barker et.al, 2011). Kurangnya tenaga kesehatan tersebut kemudian akan
menyebabkan kurang diperhatikannya status gizi awal saat pasien masuk Rumah Sakit, kurang
diperhatikannya pasien saat pemberian makan, dan adanya interaksi obat dan makanan
karena kurang diperhatikannya obat yang diberikan serta makanan yang disajikan untuk
pasien ( Saryono, et.al, 2006).
3. Dampak dari malnutrisi selain komplikasi dan mortalitas
1) Ekonomi
a. Memperpanjang masa rawat inap sehingga menambah biaya perawatan dan pengobatan
rumah sakit (Indrawati et.al, 2006)
b. Menurunkan kualitas Sumber Daya Manusia dengan adanya produktifitas menurun hingga
20-30% (Hernawati Ina, 2007).
2) Psikososial
a. Depresi
b. Minder
3
c. Apatis
d. Menurunnya hubungan sosial (BAPEN, 2009).
3) Demografi
Tingginya kasus Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) akibat kondisi ibu hamil yang
mengalami malnutrisi (Krisnansari Diah, 2010).
4. Cara menurunkan prevalensi komplikasi dan mortalitas yang terjadi akibat malnutrisi di Rumah
Sakit
Untuk menurunkan resiko komplikasi dan mortalitas yang terjadi akibat malnutrisi di rumah
sakit adalah dengan melakukan penilaian status gizi yang secara spesifik (mengukur
anthropometri, pemeriksaan klinik ataupun pemeriksaan biokimia), kemudian dilanjutkan dengan
mendiskusikan dengan tim medis untuk menentukan penanganan terhadap pasien (Depkes RI,
2007), seperti :
1. membuat diagnosis masalah gizi pasien
2. mementukan kebutuhan gizi pasien
3. mempersiapkan makanan atau diet atau zat gizi dalam bentuk obat
4. pemberian makan atau dukungan nutrisi
5. melakukan evaluasi atau pengkajian respon
Ahli gizi dan tenaga medis lain harus mampu menyediakan asuhan gizi yang berkualitas
tinggi, dengan menyediakan asuhan gizi yang berkualitas tinggi akan membuat peningkatan status
gizi dan kondisi pasien (Barker, 2011). Pemberian edukasi dan konseling terhadap pasien dan
keluarga, serta pemberian suplemen yang sesuai dengan kondisi pasien dapat membantu proses
monitoring dan mendokumentasikan perkembangan keadaan pasien. Re-screening dapat
dilakukan per minggu untuk pasien rawat inap dan perbulan untuk pasien rawat jalan(Depkes RI,
2007).
5. Tools dan data untuk skrining gizi
Screening Tools Comprehensive (Neelemat,
2011)
Screening Tools Setting Aplication Lenght Content/data Development
MUST
(Malnutrition
Universal Screening
Tools)
Hospital dan
komunitas
3 question BMI, penurunan
BB 3-6 bulan,
intake nutrisi
(Small, 2010)
4
NRS-2002 Hospital - Kehilangan BB,
food intake, BMI,
diagnosis
albumin, pre
albumin C reaktif
protein
(Charles, 2011)
Screening Tools quick and easy
Screening Tools Setting Aplication Lenght Content/data Development
MST (Malnutrition
Screening Tool)
Hospital 3 Question Data penurunan
BB, dan
penurunan nafsu
makan, BB actual
(Small, 2010)
SNAQ Hospital - Data dietary
history. Tidak
bias untuk
mengukur BMI
(Lisa, 2011)
MNA-SF Hospital and
Community
6 Question gangguan nafsu
makan,
penurunan BB,
mobility,
psikolgical stress,
neuropsikologica
l problem dan
BMI
(Small, 2010)
BMI All setting Calculation data BB dan TB (Small, 2010)
Nutrition screening
checklist
Community 10 Question kebiasaan
makan,
penurunan BB
yang tidak
diinginkan,
farmasi, social
dan finansial
factor
(Small, 2010)
SGA Hospital 6 multipart
Question
Kondisi fisik,
perub BB, dietary
(Small, 2010)
5
intake, GI
disorder, dan
penyakit yang
berhubungan
dengan nutrisi
Screening tools untuk kelompok tertentu
Screening Tools Setting Aplication Lenght Content/data Development
GNRI (Geriatric
Nutrition Risk
Index)
Hospital 1 calculation Data serum
albumin, BB
actual, BB ideal.
(Small, 2010)
NRI pada pasein pasca
operasi
- data serum
albumin,
antropo,
pengukuran zat
gizi
(naber, et al,
2003)
STAMP Pediatric - BB, TB, nutrisi (British, 2007)
PNI Pasien pasca
operasi
- Konsentrasi
serum albumin
transferrin
(British, 2007)
6
Contoh Form Screening Tools
1. MNA
7
2. MST
8
9
3. MUST
10
4. NRS
5. SGA
11
6. SNAQ
12
7. Nutrion Cheeclist
8. STAMP
13
6. Kelebihan dan kekurangan skrining gizi dan masing- masing alat skrining gizi
Kelebihan dan kekurangan Skrining Gizi
Kelebihan (Charney, 2008)
1. Sederhana
2. Efisien
3. Cepat
4. Handal
5. Murah
6. Risikonya rendah pada individu yang diskrining
7. Memiliki level sensitivitas, spesifikasi dan nilai positif dan negatif yang dapat diterima
Kekurangan (NHS, 2007)
14
1. Peralatan yang terbatas
2. Kekurangan pemimpin
3. Kekurangan penjelasan mengenai skrining dan assessment
4. Tidak ada standar nasional untuk setiap tools yang dipake di Rumah Sakit
5. Dokumentasi yang buruk
6. Ketergantungan pada pasien
7. Kurangnya edukasi dan pelatihan untuk tenaga kesehatan
Kelebihan dan kekurangan dari Tools Screening Gizi
1. MNA
Kelebihan
Cocok untuk lansia, dapat digunakan dimana-mana (rumah sakit dan komunitas), dapat
digunakan sesuai kebutuhan, MNA-SF (MNA Short Form) atau full MNA
Kekurangan
Tidak dapat digunakan untuk semua pasien, terlalu banyak data.
2. MST
Kelebihan
Cocok untuk pasien pada umumnya, hasilnya lebih reliable, dapat mengukur kehilangan BB
tiba-tiba pada pasien luka berat
Kelemahan
Tidak dapat digunakan kepada anak-anak, tidak cocok untuk penderita gagal ginjal.
3. NRS-2002
Kelebihan
Direkomendasikan oleh ESPEN, dapat menggabungkan data yang ada.
Kekurangan
Tidak dapat merefleksikan BMI
4. SNAQ
Kelebihan
Digunakan kebanyakan di Rumah Sakit, merupakan indikator yang tepat, cocok untuk
pasien rawat inap dan rawat jalan.
Kekurangan
Tidak dapat digunakan untuk merefleksikan BMI
5. SGA
Kelebihan
Alat yang paling umum digunakan, cocok untuk diagnosa malnutrisi, simple dan dapat
digunakan untuk nutritional status (Detsky, 1987)
15
Kekurangan
Tidak cocok untuk beberapa kasus khusus
(Barker, 2011)
6. MUST
Kelebihan
Cepat dan simple, dapat digunakan oleh profesionl, tidak perlu pengukuran antopometry
dan biochemical.
Kekurangan
Sulit digunakan untuk pasien dengan kesulitan komunikasi seperti delirium, dementian, dan
bagi lansia, dan sub acute population.
(Van Veenroij,. Et al, 2007)
7. Waktu untuk skrining gizi
Skrining gizi dilakukan secepat mungkin saat pasien masuk rumah sakit (Kruizenga et all.,
2008) dalam waktu 24 jam pertama untuk pusat perawatan akut (Muller et all, 2011). Adapun
waktu pelaksanaan skrining gizi dibagi menjadi 3 yaitu
1. Untuk pasien rawat inap dilakukan dalam mingguan
2. Untuk pasien rawat jalan dilakukan dalam bulanan
3. Untuk pasien komunitas dilakukan 2-3 bulan (Carney, 2008).
Selain hal tersebut skrining gizi juga dapat dilakukan setelah perawatan pasien dirawat selama 1-3
hari atau mengunjungi klinik untuk mengetahuai apakah pasien membutuhkan asuhan gizi secara
khusus. Skrining gizi ini dilakukan sekali dalam 1 sampai 2 minggu untuk mencegah untuk
mencegah terjadinya keadaan gizi salah (Sunita, 2004).
8. Cara melakukan skrining gizi yang tepat
Cara melakukan skrining gizi yang tepat pada pasien di Rumah Sakit adalah dengan
mengidentifikasi pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan yang mempunyai nutritional risk
dan memungkinkan mendapatkan nutrition intervention. Skrining tersebut dilakukan dengan
dibantu oleh tenaga kesehatan lain, seperti perawat atau dokter untuk memeriksa pasien
(Marinus, dkk, 2003). Jika pasien mengalami malnutrisi, maka dilakukan assessment lanjutan
bersama tenaga kesehatan lainnya dan juga dilakukan skrining berulang setiap periode waktu
tertentu (Partial Agreement, 2008). Salah satu cara melakukan skirining yang baik dengan
menggunakan metode MUST adalah sebagai berikut.
1. Penimbangan BB dan TB untuk mendapatkan kondisi pasien saat itu juga (status gizi)
16
2. Mencatat setiap kehilangan BB dari pasien berdasarkan tabel dalam rentang waktu 3 sampai
6 bulan terakhir
3. Menentukan keadaan pasien dalam kondisi stabil atau tidak stabil
4. Menjumlahkan total skor kemudian dibandingkan dengan cut off
5. Menggunakan buku pedoman atau kebijakan lokal yang bias diberikan kepada pasien. Bila
skor 0 dapat dikatakan low risk, skor 1 dapat dikatakan medium risk dan jika skor 2 atau lebih
dapoat dikatakan high risk (BAPEN, 2009)
9. Tahap selanjutnya setelah skrining
Tidak cukup hanya dilakukan skrining gizi saja untuk menurunkan kejadian komplikasi
malnutrisi. Tahap selanjutnya setelah screening yaitu :
Assessment dalam waktu 24 jam (Kondrup, 2003).
Dilanjutkan dengan pendokumentasian semua pengukuran yang dilakukan secara berkala
dari screening maupun assessment sehingga tenaga kesehatan bisa memonitor
perkembangan pasien ( Murphy,2011).
Setelah didokumentasikan tahap selanjutnya yaitu dikomunikasikan hasil pengukuran kepada
tenaga kesehatan lain ( Kondrup, 2002).
Selanjutnya yaitu pemberian dukungan gizi optimal yang merupakan perlakuan medis untuk
penyembuhan pasien yang dilakukan secara terpadu dengan tenaga medis yang lain sebagai
upaya pelayanan gizi promotif, preventif, dan rehabilitative.
Kemudian akan dilanjutkan dengan mengaudit hasil intervensi yang diberikan kepada pasien
( Kondrup, 2002).
10. Peran serta tenaga medis lain dalam upaya pencegahan malnutrisi di Rumah Sakit
Tenaga medis yang terlibat dalam upaya pencegahan malnutrisi di rumah sakit adalah dokter,
perawat, dietisien, farmakolog, dan ahli patologi klinik. Berikut ini adalah peran masing-masing
tenaga medis tersebut :
a. Dokter
Berperan sebagai tim asuhan gizi yang melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan evaluasi
terhadap pelayan gizi yang diberikian bersama perawat dan dietisien. Selain itu, dokter juga
berperan dalam menetapkan status gizi, terapi gizi, dan preskripsi terapi gizi (Nurparida,
2013). Dokter mengirimkan pasien ke dietisien untuk penyuluhan dan konsultasi gizi
(Almatsier 2010).
b. Perawat
Peran perawat adalah melakukan skrining gizi, pemantauan tanda vital, status gizi, intake
output cairan, perkembangan penyakit dan keluhan pasien, tanda infeksi, dan membuat
17
surat control. Selain itu, perawat juga berperan dalam melakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik bersama dokter dan dietisien (Nurparida,2013). Pemesanan makanan atau
diet ke dapur sesuai preskripsi diet yang sudah ditetapkan juga dilakukan oleh perawat
(Almatsier, 2010).
c. Dietisien
Dietisien bersama dokter dan perawat berperan dalam melakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik (Nurparida, 2013). Kemudian dietisien mengkaji status gizi pasien dan
memberi masukan kepada dokter tentang kemungkinan terapi diet yang perlu diberikan.
Dietisien menerjemahkan preskripsi diet ke dalam menu makanan yang memenuhi syarat
diet dan selera makan agar dapat diterima pasien. Setelah itu, dietisien melakukan
monitoring dan evaluasi dari efek diet yang diberikannya kepada tenaga medis lainnya dalam
tim. Dietisien juga member konsultasi dan penyuluhan diet kepada pasien dan keluarganya
(Almatsier, 2010).
d. Farmakolog
Berperan dalam mempersiapkan obat-obatan dan zat terkait, vitamin, mineral, elektrolit, dan
nutrisi parenteral (Nurparida, 2013). Selain itu ia memberikan masukan tentang sifat-sifat
farmakokinetik obat, metabolism obat, interaksi obat dengan obat dan obat dengan zat gizi,
dan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap cairan parenteral pendukung yang
digunakan (Almatsier, 2010).
e. Ahli patologi klinik
Memberi masukan tentang jenis pemeriksaan yang perlu dilakukan, kebijakan monitoring,
dan evaluasi terhadap hasil pameriksaan biokimia (Almatsier, 2010).
11. Parameter keberhasilan skrining gizi
Parameter keberhasilan skrining dapat dilihat dari proses yang efektif, data yang diperlukan
oleh tools lengkap dan pengisiannya tepat sehingga akan mempengaruhi keakuratan hasil
interpretasi. Selain itu outcome juga dapat mengukur keberhasilan dari proses skrining. Menurut
Kruizenga dalam Robyn P cant, skrining gizi dianggap berhasil jika mampu menghasilkan dampak
yang baik dan skrining tersebut harus dapat dihubungkan dengan tindakan selanjutnya, yaitu
a. Jika tidak terdapat resiko malnutrisi, maka perlu dilakukan re-skrining dalam jeda waktu
satu minggu
b. Jika pasien beresiko malnutrisi, maka rencana asuhan gizi segera dilaksanakan
c. Jika pasien beresiko tetapi problem metabolic dapat dicegah, maka dilakukan penanganan
yang standar
d. Jika terdapat keraguan hasil pada pasien, maka dilakukan skrining ulang
Outcome yang dapat dilihat dari proses skrining ini adalah,
18
1. Perbaikan atau setidaknya pencegahan dari penurunan fungsi mental dan fisik
2. Mengurangi jumlah dan keparahan dari komplikasi penyakit atau pengobatannya
3. Mempercepat penyembuhan penyakit dan mempersingkat masa pemulihan
4. Mengurangi lama perawatan di rumah sakit, dan konsumsi obat-obatan
(Kondrup. J et all, 2003)
19