1 16 laporan pjbl apendisitis fix

21
APENDISITIS DEFINISI Menurut Smeltzer dan Bare (2003) apendiks berisi makanan dan secara teratur dikosongkan ke dalam cecum. Pengosongan yang tidak efektif dan lumen yang kecil, appendix cenderung untuk obstruksi dan mudah untuk terjadinya infeksi yang disebut apendisitis. Apendisitis dapat terjadi karena tanpa penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses, akibat terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahnya. Inflamasi menyebabkan apendiks membengkak dan nyeri yang dapat menimbulkan gangrene karena suplai darah terganggu. Apendiks dpat pecah yang biasanya terjadi 36 dan 48 jam setelah awitan gejala (Corwin, 2009). KLASIFIKASI Klasifikasi apendisitis berdasarkan klinik patologisnya. 1. Appendicitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis) Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia,

Upload: v4154l4mir

Post on 22-Dec-2015

55 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1 16 LAPORAN PJBL Apendisitis Fix

APENDISITIS

DEFINISI

Menurut Smeltzer dan Bare (2003) apendiks berisi makanan dan secara

teratur dikosongkan ke dalam cecum. Pengosongan yang tidak efektif dan

lumen yang kecil, appendix cenderung untuk obstruksi dan mudah untuk

terjadinya infeksi yang disebut apendisitis. Apendisitis dapat terjadi karena

tanpa penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses, akibat

terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahnya. Inflamasi menyebabkan

apendiks membengkak dan nyeri yang dapat menimbulkan gangrene karena

suplai darah terganggu. Apendiks dpat pecah yang biasanya terjadi 36 dan

48 jam setelah awitan gejala (Corwin, 2009).

KLASIFIKASI

Klasifikasi apendisitis berdasarkan klinik patologisnya.

1. Appendicitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis)

Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan

obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi

peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa

appendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan

rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan

demam ringan. Pada appendicitis kataral terjadi leukositosis dan appendiks

terlihat normal, hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa.

2. Appendicitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)

Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan

terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan

trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks.

Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding

Page 2: 1 16 LAPORAN PJBL Apendisitis Fix

appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram

karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks

terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat

fibrinopurulen.

Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas

di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.

Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan

tanda-tanda peritonitis umum.

3. Appendicitis Akut Gangrenosa

Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai

terganggu sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan tanda-

tanda supuratif, appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding

appendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada

appendicitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan

peritoneal yang purulen.

4. Appendicitis Infiltrat

Appendicitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya

dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum

sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu

dengan yang lainnya.

5. Appendicitis Abses

Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus),

biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal,dan

pelvic.

6. Appendicitis Perforasi

Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren

yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi

Page 3: 1 16 LAPORAN PJBL Apendisitis Fix

peritonitis umum. Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi

oleh jaringan nekrotik.

7. Appendicitis Kronis

Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif sebagai

proses radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi

rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa appendicitis

kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di

perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks secara

makroskopik dan mikroskopik. Secara histologis, dinding appendiks menebal,

sub mukosa dan muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel

radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa, muskularis propia, dan

serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.

EPIDEMIOLOGI

Diagnosis apendisitis yang terlambat merupakan resiko tinggi

terjadinya perforasi yang meningkatkan angka kesakitan dan kematian.

Ketika apendisitis terlambat didiagnosis, sekitar 20% kasus apendisitis terjadi

perforasi (Ranniger & Manfredi, 2013). Apendisitis merupakan

kegawatdaruratan abdominal akut yang paling umum di negera berkembang

dan apendisitis adalah kasus yang paling umum dilakukannya abdominal

surgical emergency di US. Apendisitis merupakan kedaruratan bedah paling

sering di Negara-negara Barat. Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir

kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh

meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari.

Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari

2 tahun jarang dilaporkan. Insiden apendisitis tertinggi pada kelompok umur

20-30 tahun, setelah umur 30 tahun insiden apendisitis mengalami

penurunan jumlah. Insiden pada laki-laki dan perempuan umumnya

Page 4: 1 16 LAPORAN PJBL Apendisitis Fix

sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insiden laki-laki lebih sering

(Pieter,2005).

ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Penelitian menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan

pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan

menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional

apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Kuman

yang sering ditemukan dalam apendiks belum diketahui secara pasti. Lumen

yang sering ditemukan dalam apendiks ditemukan dalam apendiks yang

meradang adalah E. Coli dan streptococus. Semuanya ini akan

mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

Appendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan

sebagai faktor pencetus. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada

lumen apendiks. Apendisitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh

obstruksi atau penyumbatan akibat:

1. Hiperplasia dari folikel limfoid

2. Adanya fekalit dalam lumen appendiks

3. Tumor appendiks

4. Adanya benda asing seperti cacing askariasis

5. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. histolytica.

Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas,

fekalit dan hyperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi yang

paling sering terjadi. Adanya obstruksi mengakibatkan mucin atau cairan

mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini akan

semakin meningkatkan tekanan intraluminal sehingga menyebabkan tekanan

intra mukosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan

infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif

Page 5: 1 16 LAPORAN PJBL Apendisitis Fix

yang menghasilkan pus atau nanah pada dinding apendiks. Selain infeksi,

appendicitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain

yang kemudian menyebar secara Hematogen ke apendiks (Mansjoer et.al.,

2005 ; Sjamsuhidajat et.al., 2005 ; Yopi Simargi et al., 2008 ).

Penyebabnya yang juga hampir selalu akibat obstruksi lumen appendix oleh

apendikolit, fekalomas (tinja yang mengeras) yang akhirnya merusak suplai

darah dan merobek mukosa yang menyebabkan inflamasi, parasit (biasanya

cacing ascaris), benda asing, karsinoid, jaringan parut, mukus, dan lain-lain

(Subanada, dkk, 2007, Price dan Wilson, 2006).

PATOFISIOLOGI(terlampir)

MANIFESTASI KLINIS

Nyeri pada bagian epigastrium atau pada bagian periumbilical berlanjut

sampai nyeri di bagian RLQ dan biasanya diikuti dengan demam rendah,

mual dan kadang-kadang disertai muntah. Nafsu makan yang turun. Jika

terjadi rupture pada bagian appendix, maka nyeri lebih menyebar, distensi

abdomen karena paralisis ileus dan kondisi pasien yang semakin memburuk.

Konstipasi dapat terjadi karena proses akut apendisitis. Pemberian laxative

dapat menyebabkan perforasi pada appendix yang inflamasi. Pada umumnya

laxative atau cathartic seharusnya tidak diberikan pada orang yang

mengalami demam, mual atau nyeri (Smeltzer & Bare, 2003).

Awitan mendadak atau secara bertahap nyeri difus di daerah

epigastrum atau peri-umbilikus sering terjadi.

Dalam beberapa jam, nyeri menjadi terlokalisasi dan dapat dijelaskan

sebagai nyeri tekan di daerah kuadran kanan bawah abdomen.

Page 6: 1 16 LAPORAN PJBL Apendisitis Fix

Nyeri lepas (nyeri yang timbul sewaktu tekanan dihilangkan dari

bagian yang sakit) merupakan gejala yang klasik peritonitis dan umum

ditemukan pada apendisitis.

Terjadi defens muscular atau pengencangan perut.

Demam.

Mual-muntah.

(Corwin,2009).

Manifestasi klinis apendisitis akut (Pieter, 2005) :

Tanda awal

nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan

anoreksia.

nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan

peritoneum lokal di titik McBurney

nyeri tekan

nyeri lepas

defans muskuler

Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung

nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)

nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan

(Blumberg)

nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas

dalam, berjalan, batuk, mengedan

Dr.Laurens 1996, dalam bukunya Sistim Skor Diagnosis Appendicitis akut

membagi gejala appendicitis akut menurut histopatologinnya, yaitu :

a. Appendicitis akut mukosal

Nyeri periumbilikal ( nyeri viseral )

Leukositosis

Peningkatan neutrofil

Page 7: 1 16 LAPORAN PJBL Apendisitis Fix

b. Appendicitis akut kompleta simplek

Nyeri periumbilikal ( nyeri viseral )

Leukositosis

Peningkatan neutrofil

c. Appendicitis akut purulenta

Nyeri Mac Burney / perut kanan bawah ( nyeri somatik )

Demam

Mual dan Muntah

Rangsangan peritonial

Defans muskuler lokal

Lekositosis

Peningkatan neutrofil

d. Appendicitis akut gangrenosa

Nyeri Mac Burney / perut kanan bawah ( nyeri somatik )

Demam

Mual dan Muntah

Rangsangan peritonial

Defans muskuler lokal

Lekositosis

Peningkatan neutrofil

e. Appendicitis akut perforata

Nyeri abdomen ( nyeri somatik ) meluas

Demam

Mual dan Muntah

Rangsangan peritonial

Defans muskuler lokal

Lekositosis

Peningkatan neutrofil

Page 8: 1 16 LAPORAN PJBL Apendisitis Fix

Sedangkan gambaran klinis appendicitis menurut Sjamsuhidajat, De

Jong: 2004, diantarannya

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari

oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda

setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum

lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul

yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar

umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada

muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam

nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc. Burney. Disini

nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga

merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri

epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa

memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya

karena bisa mempermudah terjadinya perforasi

Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya

terlindung oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu

jelas dan tidak tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke

arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan karena

kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal

Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan

gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltis

meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-

ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi

peningkatan frekuensi kencing karena rangsangan dindingnya.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan fisik

Page 9: 1 16 LAPORAN PJBL Apendisitis Fix

Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung.

Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit

tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Status lokalis

abdomen kuadran kanan bawah

Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri

tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini

merupakan tanda kunci diagnosis.

Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound

tenderness (nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di

abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba

dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan

dan dalam di titik Mc. Burney.

Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis.

Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan

abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum

parietale.

Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di

kuadran kanan bawah apabila dilakukan penekanan pada

abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya

nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi

yang berlawanan.

Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan

muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks.

Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi

bila panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah

dalam dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan

peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium.

Page 10: 1 16 LAPORAN PJBL Apendisitis Fix

Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat peristaltik

normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis

generalisata akibat apendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu

dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi

peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan

colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12

(Departemen Bedah UGM: 2010).

Pemeriksaan Laboratorium

pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada

pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-

18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada

CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu

komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah

terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis

serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan

90%.

Urinalisis – untuk menyingkirkan infeksi saluran kemih.Analisa urin

bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi

saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan foto abdomen – lengkung tulang belakang konkaf ke

kanan, fekalit berkalsifikasi.

Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti

appendicitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan

appendicitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.

Radiologi, terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan

Computed Tomography Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG

ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada

Page 11: 1 16 LAPORAN PJBL Apendisitis Fix

appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian

yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang

mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi

USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan

92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100%

dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-

97%.

Ultrasonografi – fekalit tidak berkalsifikasi, apendiks tidak berperforasi,

abes apendiks.

Appendicogram merupakan pemeriksaan berupa foto barium usus

buntu yang dapat membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya

kotoran (skibala) di dalam lumen usus buntu Indikasi dilakukannya

pemeriksaan appendicogram adalah apendisitis kronis atau akut.

Sedangkan kontraindikasi dilakukan pemeriksaan appendicogram

adalah pasien dengan kehamilan trimester I atau pasien yang dicurigai

adanya perforasi.

Appendicogram dengan non-filling apendiks (negatif appendicogram)

merupakan apendisitis akut. Appendicogram dengan partial filling

(parsial appendicogram) diduga sebagai apendisitis dan

appendicogram dengan kontras yang mengisi apendiks secara total

(positif appendicogram) merupakan apendiks yang normal.

Appendicogram sangat berguna dalam diagnosis apendisitis akut,

karena merupakan pemeriksaan yang sederhana dan dapat

memperlihatkan visualisasi dari apendiks dengan derajat akurasi yang

tinggi (Sanyoto, 2007).

Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor

Alvarado (Burkitt, Quick, Reed, 2007) yaitu

Page 12: 1 16 LAPORAN PJBL Apendisitis Fix
Page 13: 1 16 LAPORAN PJBL Apendisitis Fix

PENATALAKSANAAN MEDIS

Menurut Mansjoer dkk. (2000), penatalaksanaan apendisitis terdiri dari:

Sebelum operasi

Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi

Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin

Rehidrasi

Antibiotik dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan

secara intravena.

5 – 6 possible7 – 8 probable≥ 9 very probable

Page 14: 1 16 LAPORAN PJBL Apendisitis Fix

Obat – obatan penurun panas, phenergan sebagai anti

mengigil, largaktil untuk membuka pembuluh – pembuluh

darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai.

Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi

Operasi

Apendiktomi

Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforata

bebas, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan

antibiotika

Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massa

mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan

drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi

dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6

minggu sampai 3 bulan

Pasca Operasi

Observasi Tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya

perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan

pernafasan.

Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga

aspirasi cairan lambung dapat dicegah

Baringkan pasien dalam posisi semi fowler

Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi

gangguan, selama pasien dipuasakan

Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforata,

puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.

Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4 – 5 jam lalu

naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan

Page 15: 1 16 LAPORAN PJBL Apendisitis Fix

makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan

lunak

Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk

tegak di tempat tidur selama 2x30 menit

Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar

kamar

Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan

pulang.

Page 16: 1 16 LAPORAN PJBL Apendisitis Fix

DAFTAR PUSTAKA

1. Corwin, E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi.Edisi 3. Halaman 607-608.

Jakarta: EGC.

2. Smeltzer, C.S & Bare, Brenda. 2003. Brunner & Suddarth’s Textbook

of Medical Surgical Nursing. 10th Edition.page: 1034-1035.

Philadelphia: Lippincott.

3. Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. 2011. Bab 2

Landasan Toeri. (online)

http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1kedokteran/ 207311015/BAB

%20II.pdf Diakses pada tanggal 25 Februari 2014.

4. Universitas Sumatera Utara. 2011. Bab 2 Tinjauan Pustaka. (online)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31374/4/Chapter

%20II.pdf Diakses pada tanggal 25 Februari 2014.