laporan field study 2003 yang di edit jm 11 malam kamis
DESCRIPTION
Field Study 2003TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Peranan ruangan perawatan intensif (ICU) dalam memberikan
pelayanan kesehatan di rumah sakit, dari waktu ke waktu semakin dituntut
untuk memberikan pelayanan prima dalam bidang kesehatan kepada
masyarakat. Kebutuhan ini sejalan dengan dua hal penting, yaitu semakin
ketatnya kompetisi sektor rumah sakit dan seiring dengan peningkatan
kesadaran serta tuntutan pasien terhadap kualitas pelayanan rumah sakit.
Salah satu pelayanan yang sentral di rumah sakit adalah pelayanan
Intensive Care Unit (ICU). Saat ini pelayanan di ICU tidak terbatas hanya
untuk menangani pasien pasca-bedah saja tetapi juga meliputi berbagai
jenis pasien dewasa, anak, yang mengalami lebih dari satu disfungsi/gagal
organ. Kelompok pasien ini dapat berasal dari Unit Gawat Darurat, Kamar
Operasi, Ruang Perawatan, ataupun kiriman dari Rumah Sakit lain.
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit
yang terpisah, dengan staf khusus dan perlengkapan yang khusus, yang
ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang
menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam jiwa
atau potensial mengancam jiwa dengan prognosis dubia.
ICU juga diindikasikan pada pasien-pasien yang secara fisiologis tidak
stabil dan memerlukan dokter, perawat, perawatan napas yang
terkoordinasi dan berkelanjutan, sehingga memerlukan perhatian yang
teliti, agar dapat dilakukan pengawasan yang konstan dan titrasi terapi.
Sebagian besar pasien yang dirawat di ICU umumnya mengalami
kelemahan akibat organ-organ tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik,
sehingga mereka sangat bergantung pada sarana, prasarana serta peralatan
khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital seperti alat bantu napas
(ventilator), EKG, pulse oksimetri dan sebagainya yang memerlukan
pantauan terus menerus. Untuk kebutuhan cairan dan nutrisi, dapat
diperoleh secara enteral maupun parenteral. Masing-masing memiliki
1
kelebihan dan kekurangan, sehingga penentuannya harus melihat dan
mempertimbangkan semua aspek yang ada kasus per kasus. Selain itu
jumlah, perhitungan kalori, jenis nutrien, serta saat pemberian juga
mempengaruhi keadaan pasien secara keseluruhan. Selain itu pasien ICU
juga harus mendapatkan terapi obat-obatan yang mengakibatkan efek yang
beragam pada tubuh pasien.
Kondisi-kondisi yang demikianlah yang menyebabkan sebagian
besar pasien ICU banyak yang mengalami gangguan eliminasi urin dan
bowel, serta gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Maka dari itu
dibutuhkan pengkajian secara komplit dan terus menerus agar dapat
memberikan intervensi-intervensi tepat pada pasien.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan ruang ICU?
2. Bagaimana pola eliminasi urin dan bowel serta gangguan
keseimbangan cairan elektrolit pada pasien post laparatomi peritonitis
di ICU?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien post laparatomi peritonitis
di ICU ?
4. Mengapa pada pasien post laparotomi mengalami edema?
5. Apa hubungan sepsis dengan edema?
C. TUJUAN
1. Mengetahui gambaran ruang ICU.
2. Mengetahui pola eliminasi urin dan bowel serta gangguan
keseimbangan cairan elektrolit pada pasien post laparatomi peritonitis
di ICU.
3. Mengetahui asuhan keperawatan yang tepat pada pasien post
laparatomi peritonitis di ICU.
4. Mengetahui alasan mengapa pada pasien post laparotomi mengalami
edema.
5. Mengatahui hubungan antara sepsis dengan edema.
2
D. MANFAAT
1. Mahasiswa dapat mengetahui sedikit gambaran tentang ruang ICU
2. Mahasiswa dapat memahami pola eliminasi dan kebutuhan cairan
elektrolit pasien ICU sehingga dapat merumuskan asuhan keperawatan
yang tepat.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Eliminasi Urin dan Bowel
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik
berupa urin atau bowel (feses).
Eliminasi urin
Urine normal adalah pengeluaran cairan yang prosesnya tergantung pada
fungsi organ-organ eliminasi urine seperti ginjal, ureter, bladder dan
uretra.
Eliminasi urine normal sangat tergantung pada individu, biasanya miksi
setelah bekerja, makan atau bangun tidur. Normalnya miksi sehari 5-6
kali.
Karakteristik urine normal:
Warna : kuning jernih
Bau : khas amoniak
Jumlah : tergantung usia, intake cairan, status kesehatan, pada orang
dewasa jumlahnya 1200 - 1500 ml per hari.
Faktor- faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Urine:
1. Pertumbuhan dan perkembangan
2. Sosio Kultural
3. Psikologi
4. Kebiasaan seseorang
5. Tonus otot
6. Intake cairan dan makanan
7. Kondisi penyakit
8. Pembedahan
9. Pengobatan
10. Pemeriksaan diagnostik
Masalah-masalah Eliminasi Urine
4
1. Retensi urine
2. Inkontinensi urine
3. Enurisis
Perubahan Pola Berkemih
1. Frekuensi
2. Urgency
3. Dysuria
4. Polyuria
5. Urinarry suprrssion
ELIMINASI BOWEL (BAB)
KARAKTERISTIK FESES NORMAL DAN ABNORMAL
Karakteristik Normal Abnormal Kemungkinan penyebab
Warna Dewasa :
kecoklatan
Bayi :
kekuningan
Pekat / putih Adanya pigmen empedu
(obstruksi empedu);
pemeriksaan diagnostik
menggunakan barium
Hitam/seperti
ter.
Obat (spt. Fe); PSPA
(lambung, usus halus); diet
tinggi buah merah dan
sayur hijau tua (spt.
Bayam)
Merah PSPB (spt. Rektum),
beberapa makanan spt bit.
Pucat Malabsorbsi lemak; diet
tinggi susu dan produk
susu dan rendah daging.
5
Orange atau
hijau
Infeksi usus
Konsistensi Berbentuk,
lunak, agak
cair / lembek,
basah.
Keras, kering Dehidrasi, penurunan
motilitas usus akibat
kurangnya serat, kurang
latihan, gangguan emosi
dan laksantif abuse.
Diare Peningkatan motilitas usus
(mis. akibat iritasi kolon
oleh bakteri).
Bentuk Silinder
(bentuk
rektum) dgn
Æ 2,5 cm u/
orang dewasa
Mengecil,
bentuk pensil
atau seperti
benang
Kondisi obstruksi rektum
Jumlah Tergantung
diet (100 –
400 gr/hari)
Bau Aromatik :
dipengaruhi
oleh makanan
yang dimakan
dan flora
bakteri.
Tajam, pedas Infeksi, perdarahan
Unsur pokok Sejumlah kecil
bagian kasar
makanan yg
tdk dicerna,
Pus
Mukus
Infeksi bakteri
Kondisi peradangan
6
potongan bak-
teri yang mati,
sel epitel,
lemak, protein,
unsur-unsur
kering cairan
pencernaan
(pigmen
empedu dll)
Parasit
Darah
Lemak dalam
jumlah besar
Benda asing
Perdarahan gastrointestinal
Malabsorbsi
Salah makan
Faktor-fakor yang mempengaruhi proses defekasi
1. Usia : bayi kontrol defekasi belum berkembang, usia kontrol defekasi
menurun.
2. Diet : makanan bersifat mempercepat proses produksi feses, juga kuantitas
makanan.
3. Intake Cairan : Cairan kurang feses lebih keras karena absorbsi cairan
meningkat
4. Aktifitas : Tonus otot abdomen, pelvis dan diafragma akan membantu
proses defekasi.
5. Psikologis : Cemas, takut, marah, akan meningkatkan peristaltik sehingga
menyebabkan diare.
6. Pengobatan
7. Gaya Hidup : Kebiasaan untuk melatih pola BAB sejak kecil secara
teratur, fasilitas BAB dan kebiasaan menahan BAB.
8. Penyakit : diare, konstipasi.
9. Anastesi dan Pembedahan : biasanya 24-48 jam.
10. Nyeri : bisa mengurangi keinginan BAB.
11. Kerusakan sensori motorik.
Masalah Umum pada Eliminasi
1. Konstipasi
2. Fecal Impaction
7
3. Diare
4. Incontinencia Alvi
5. Hemoroid
B. Keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik
karena metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam
berespons terhadap stressor fisiologis dan lingkungan. Keseimbangan
cairan adalah esensial bagi kesehatan. Dengan kemampuannya yang sangat
besar untuk menyesuaikan diri, tubuh mempertahankan keseimbangan,
biasanya dengan proses-proses faal (fisiologis) yang terintegrasi yang
mengakibatkan adanya lingkungan sel yang relatif konstan tapi dinamis.
Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan cairan ini
dinamakan“homeostasis”. (Erfendi)
Komposisi Cairan dan Elektrolit yang Normal
o Komposisi Cairan Tubuh
Kandungan air pada saat bayi lahir adalah sekitar 75% BB dan
pada saat berusia 1 bulan sekitar 65% BB. Komposisi cairan pada tubuh
dewasa pria adalah sekitar 60% BB, sedangkan pada dewasa wanita 50%
BB. Sisanya adalah zat padat seperti protein, lemak, karbohidrat, dll.
Air dalam tubuh berada di beberapa ruangan, yaitu intraseluler sebesar
40% dan ekstraseluler sebesar 20%. Cairan ekstraseluler merupakan cairan
yang terdapat di ruang antarsel (interstitial) sebesar 15% dan plasma
sebesar 5%.
o Komposisi Elektrolit
8
Air melintasi membran sel dengan mudah, tetapi zat-zat lain sulit
melintasinya atau membutuhkan proses khusus supaya dapat melintasinya;
oleh sebab itu komposisi elektrolit di luar dan di dalam sel berbeda. Cairan
intraseluler banyak mengandung ion K, Mg dan fosfat; sedangkan cairan
ekstraseluler banyak mengandung ion Na dan Cl.
Komposisi Elektrolit Cairan Intra dan Ekstraseluler
CIS
CESPlasma Interstitial
Natrium 15 142 144
Kalium 150 4 4
Calsium 2 5 2,5
Magnesium 27 3 1,5
Clorida 1 103 114
HCO3 10 27 30
HPO4 100 2 2
SO4 20 1 1
Asam organik - 5 5
C. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Macam-macam gangguan cairan :
1. Dehidrasi
Dehidrasi adalah gangguan dalam keseimbangan cairan atau air pada
tubuh. Hal ini terjadi karena pengeluaran air lebih banyak daripada
9
pemasukan (misalnya minum). Gangguan kehilangan cairan tubuh ini
disertai dengan gangguan keseimbangan zat elektrolit tubuh.
Dehidarasi terjadi karena :
kekurangan zat natrium;
kekurangan air;
kekurangan natrium dan air.
Dehidrasi terbagi dalam tiga jenis berdasarkan penurunan berat badan,
yaitu
Dehidrasi ringan (jika penurunan cairan tubuh 5 persen dari berat
badan), dehidrasi sedang (jika penurunan cairan tubuh antara 5-10 persen
dari berat badan), dan dehidrasi berat (jika penurunan cairan tubuh lebih
dari 10 persen dari berat badan). Selain mengganggu keseimbangan tubuh,
pada tingkat yang sudah sangat berat, dehidrasi bisa pula berujung pada
penurunan kesadaran, koma, hingga meninggal dunia, atau tidak. Dan
Jangan coba-coba menurunkan berat badan dengan cara dehidrasi karena
anda akan menanggung resiko gangguan pada ginjal.
2. Syok hipovolemik
Syok hipovolemik adalah suatu keadaan akut dimana tubuh
kehilangan cairan tubuh, cairan ini dapat berupa darah, plasma, dan
elektrolit (Grace, 2006). Syok hipovolemik adalah suatu keadaan dimana
terjadi kehilangan cairan tubuh dengan cepat sehingga dapat
mengakibatkan multiple organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat.
Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien
trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan
yang tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari luka, atau
hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya
perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa,
kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau
majemuk.
10
D. Gangguan Keseimbangan Elektrolit
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sangat sering terjadi
pada pasien usia lanjut (usila). Gangguan tersebut meliputi dehidrasi,
hipernatremia, hiponatremia. Dalam penatalaksanaan keseimbangan cairan
dan elektrolit pada usila, pengertian mengenai perubahan fisiologi yang
menjadi faktor predisposisi gangguan tersebut sangat penting. Secara
umum, terjadi penurunan kemampuan homeostatik seiring bertambahnya
usia. Secara khusus terjadi penurunan respon haus terhadap kondisi
hipovolemik dan hiperosmolaritas. Disamping itu terjadi penurunan laju
filtrasi glomerolus, kemampuan fungsi konsentrasi ginjal, renin,
aldosteron, dan penurunan respon ginjal terhadap vasopresin. Peningkatan
kadar atrial natriuretic peptide (APN) akan menyebabkan supresi sekresi
renin ginjal, aktivitas renin plasma, angiotensin II plasma dan kadar
aldosteron. Selain efek kehilangan natrium dari ginjal secara tidak
langsung ini APN juga menimbulkan akibat hilangnya natrium dari ginjal
melalui kerja natriuretik langsungnya sehingga terjadi gangguan kapasitas
ginjal untuk menahan natrium. Sebagai konsekuensi perubahan-perubahan
ini, kapasitas seseorang yang berusia lanjut menghadapi berbagai penyakit,
obat-obatan dan stres fisiologis menjadi berkurang sehingga meningkatkan
resiko timbulnya perubahan keseimbangan cairan dan natrium yang
signifikan secara klinis.
1. Hiponatremia
Definisi : kadar Na+ serum di bawah normal (< 135 mEq/L)
Causa : CHF, gangguan ginjal dan sindroma nefrotik, hipotiroid, penyakit
Addison
Tanda dan Gejala :
Jika Na plasma turun 10 mEq/L dalam beberapa jam, pasien
mungkin mual, muntah, sakit kepala dan keram otot.
11
Jika Na plasma turun 10 mEq/L dalam satu jam, bisa terjadi
sakit kepala hebat, letargi, kejang, disorientasi dan koma.
Mungkin pasien memiliki tanda-tanda penyakit dasar (seperti
gagal jantung, penyakit Addison).
Jika hiponatremia terjadi sekunder akibat kehilangan cairan,
mungkin ada tanda-tanda syok seperti hipotensi dan takikardi
2. Hipernatremia
Definisi : Na+ serum di atas normal (>145 mEq/L)
Causa : Kehilangan Na+ melalui ginjal misalnya pada terapi diuretik,
diuresis osmotik, diabetes insipidus, sekrosis tubulus akut, uropati pasca
obstruksi, nefropati hiperkalsemik; atau karena hiperalimentasi dan
pemberian cairan hipertonik lain.
Tanda dan Gejala : iritabilitas otot, bingung, ataksia, tremor, kejang dan
koma yang sekunder terhadap hipernatremia.
3. Hipokalemia
Definisi : kadar K+ serum di bawah normal (< 3,5 mEq/L)
Etiologi
Kehilangan K+ melalui saluran cerna (misalnya pada muntah-
muntah, sedot nasogastrik, diare, sindrom malabsorpsi,
penyalahgunaan pencahar)
Diuretik
Asupan K+ yang tidak cukup dari diet
Ekskresi berlebihan melalui ginjal
Maldistribusi K+
Hiperaldosteron
12
Tanda dan Gejala : Lemah (terutama otot-otot proksimal), mungkin
arefleksia, hipotensi ortostatik, penurunan motilitas saluran cerna yang
menyebabkan ileus. Hiperpolarisasi myokard terjadi pada hipokalemia dan
dapat menyebabkan denyut ektopik ventrikel, reentry phenomena, dan
kelainan konduksi. EKG sering memperlihatkan gelombang T datar,
gelombang U, dan depresi segmen ST.
4. Hiperkalemia
Definisi : kadar K+ serum di atas normal (> 5,5 mEq/L)
Etiologi :
Ekskresi renal tidak adekuat; misalnya pada gagal ginjal akut
atau kronik, diuretik hemat kalium, penghambat ACE.
Beban kalium dari nekrosis sel yang masif yang disebabkan
trauma (crush injuries), pembedahan mayor, luka bakar, emboli
arteri akut, hemolisis, perdarahan saluran cerna atau
rhabdomyolisis. Sumber eksogen meliputi suplementasi kalium dan
pengganti garam, transfusi darah dan penisilin dosis tinggi juga
harus dipikirkan.
Perpindahan dari intra ke ekstraseluler; misalnya pada asidosis,
digitalisasi, defisiensi insulin atau peningkatan cepat dari
osmolalitas darah.
Insufisiensi adrenal
Pseudohiperkalemia. Sekunder terhadap hemolisis sampel darah
atau pemasangan torniket terlalu lama
Hipoaldosteron
Tanda dan Gejala : Efek terpenting adalah perubahan eksitabilitas
jantung. EKG memperlihatkan perubahan-perubahan sekuensial seiring
dengan peninggian kalium serum. Pada permulaan, terlihat gelombang T
13
runcing (K+ > 6,5 mEq/L). Ini disusul dengan interval PR memanjang,
amplitudo gelombang P mengecil, kompleks QRS melebar (K+ = 7
sampai 8 mEq/L). Akhirnya interval QT memanjang dan menjurus ke
pola sine-wave. Fibrilasi ventrikel dan asistole cenderung terjadi pada
K+ > 10 mEq/L. Temuan-temuan lain meliputi parestesi, kelemahan,
arefleksia dan paralisis ascenden.
E. Balance cairan
Rumus Menghitung IWL ( Insensible Water Loss)
*Rumus menghitung balance cairan CM – CK – IWL
Ket: CM : Cairan Masuk CK : Cairan Keluar
*Rumus IWL IWL = (15 x BB ) 24 jam
Cth: Tn.A BB 60kg dengan suhu tubuh 37⁰C
IWL = (15 x 60 ) = 37,5 cc/jam
24 jam
*jika dlm 24 jam ----> 37,5 x 24 = 900cc
F. ICU
Intensive Care Unit (ICU) Intensive Care Unit (ICU) atau Unit
Perawatan Intensif (UPI) adalah tempat atau unit tersendiri di dalam
rumah sakit yang menangani pasien-pasien gawat karena penyakit, trauma
atau komplikasi penyakit lain. Intensive Care Unit (ICU) merupakan
cabang ilmu kedokteran yang memfokuskan diri dalam bidang life support
atau organ support pada pasien-pasien sakit kritis yang kerap
membutuhkan monitoring intensif. Pasien yang membutuhkan perawatan
intensif sering memerlukan support terhadap instabilitas hemodinamik
14
(hipotensi), airway atau respiratory compromise dan atau gagal ginjal,
kadang ketiga-tiganya. Perawatan intensif biasanya hanya disediakan
untuk pasien-pasien dengan kondisi yang potensial reversibel atau mereka
yang memiliki peluang baik untuk bertahan hidup.
Karena penyakit kritis begitu dekat dengan “kematian”, outcome
intervensi yang diberikan sangat sulit diprediksi. Banyak pasien yang
akhirnya tetap meninggal di ICU. Klasifikasi Intensive Care Unit (ICU) :
1. ICU Primer (standar minimal) Merupakan Intensive Care Unit
(ICU) yang mampu melakukan resusitasi dan ventilasi bantu < 24 jam
serta pemantauan jantung. ICU ini berkedudukan di rumah sakit tipe C
atau B1.
2. ICU Sekunder (menengah) Merupakan Intensive Care Unit
(ICU) yang mampu melakukan ventilasi bantu lebih lama dari ICU primer
serta mampu melakukan bantuan hidup lain, tetapi tidak terlalu kompleks.
ICU ini berkedudukan di rumah sakit tipe B2.
3. ICU Tersier Merupakan Intensive Care Unit (ICU) yang mampu
melakukan semua aspek perawatan atau terapi intensif. ICU ini
berkedudukan di rumah sakit tipe A.
Kriteria Ruangan Intensive Care Unit (ICU) :
1. Letak dekat UGD, OK, ruang pulih, laboratorium, radiologi,
sumber air, listrik, pencahayaan baik dan memenuhi syarat
2. Unit terbuka luas 16-20 m2/tt tertutup luas 24-28 m2/kamar
3. Kamar isolasi
4. Tempat tidur khusus Setiap unit perawatan intensif harus
memiliki sumber energi elektrik, air, oksigen, udara terkompresi, vakum,
pencahayaan, temperatur dan sistem kontrol lingkungan yang menyokong
kebutuhan pasien serta tim perawatan intensif dalam kondisi normal
maupun emergensi.
Peralatan monitoring yang harus tersedia bagi tiap-tiap pasien
antara lain pemantau denyut jantung, frekuensi respirasi, level oksigen 15
arterial dan EKG. Peralatan Standar di Intensive Care Unit (ICU). Sumber
O2, udara tekan, penghisap sentral, Peralatan lain :
a. Alat untuk mempertahankan jalan nafas, melakukan ventilasi,
bantu hemodinamik (kantong pompa infus, penghangat darah)
b. Monitoring portable
c. Selimut pengatur suhu tubuh
Peralatan standar di Intensive Care Unit (ICU) meliputi ventilasi
mekanik untuk membantu usaha bernafas melalui endotracheal tubes atau
trakheotomi; peralatan hemofiltrasi untuk gagal ginjal akut; peralatan
monitoring; akses intravena untuk memasukkan obat, cairan, atau nutrisi
parenteral total, nasogastric tubes, suction pumps, drains dan kateter; serta
obat-obatan inotropik, sedatif, antibiotik broad spectrum dan analgesik.
Indikasi Pasien Masuk Intensive Care Unit (ICU):
1. Pasien sakit kritis, pasien tak stabil yang memerlukan terapi
intensif, mengalami gagal nafas berat, pasien bedah jantung
2. Pasien yang memerlukan pemantauan intensif invasif dan non
invasif, sehingga komplikasi berat dapat dihindari atau dikurangi
3. Pasien yang memerlukan terapi intensif untuk mengatasi
komplikasi akut, walaupun manfaatnya minimal (misal penderita
tumor ganas metastasis, komplikasi infeksi, dsb).
Indikasi pasien keluar dari ICU :
1. Pasien tidak memerlukan lagi terapi intensive karena membaik dan
stabil
2. Terapi intensive tidak bermanfaat pada :
- Pasien Usia lanjut ( > 65 tahun) yang mengalami gagal tiga
organ atau lebih, setelah di ICU selama 72 jam
- Pasien mati batang otak/koma yang mengalami keadaan
vegetative
16
- Pasien dengan berbagai macam diagnosis seperti penyakit paru
Obstruksi menahun, kanker dengan metastasis dan gagal jantung
terminal
STANDAR MINIMUM PELAYANAN INTENSIVE CARE UNIT
Tingkat pelayanan ICU harus disesuaikan dengan kelas rumah sakit.
Tingkat pelayanan ini ditentukan oleh jumlah staf, fasilitas, pelayanan
penunjang, jumlah, dan macam pasien yang dirawat.
Pelayanan ICU harus memiliki kemampuan minimal sebagai berikut:
Resusitasi jantung paru.
Pengelolaan jalan napas, termasuk intubasi trakeal dan penggunaan
ventilator sederhana.
Terapi oksigen.
Pemantauan EKG, pulse oksimetri yang terus menerus.
Pemberian nutrisi enteral dan parenteral.
Pemeriksaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh.
Pelaksanaan terapi secara titrasi.
Kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai dengan kondisi
pasien.
Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat-alat portabel selama
transportasi pasien gawat.
Kemampuan melakukan fisioterapi dada.
G. PERITONITIS
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu lapisan endotelial
tipis yang kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa. Peritonitis merupakan
suatu peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput
rongga perut (peritoneum). Peradangan ini merupakan komplikasi
berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ
abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus
17
gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi pascaoperasi, iritasi
kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.
ETIOLOGI
Infeksi bakteri
Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
Appendisitis yang meradang dan perforasi
Tukak peptik (lambung / dudenum)
Tukak thypoid
Tukan disentri amuba / colitis
Tukak pada tumor
Salpingitis
Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus dan hemolitik,
stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah
clostridium wechii.
PATOFISIOLOGI
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen ke
dalam rongga abdomen, biasanya diakibatkan dan peradangan iskemia,
trauma atau perforasi tumor, peritoneal diawali terkontaminasi material.
Awalnya material masuk ke dalam rongga abdomen adalah steril (kecuali
pada kasus peritoneal dialisis) tetapi dalam beberapa jam terjadi
kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edem jaringan dan pertambahan
eksudat. Caiaran dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan
bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan
darah. Respon yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotil tetapi
segera dikuti oleh ileus paralitik dengan penimbunan udara dan cairan di
dalam usus besar.
Secara langsung dari luar
- Operasi yang tidak steril
18
- Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi
peritonitis yang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai
respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa
serta merupakan peritonitis lokal.
- Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati melalui
tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula
peritonitis granulomatosa.
Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti
radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis,
glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus atau
pnemokokus.
GEJALA DAN TANDA
- Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberapa
penderita peritonitis umum.
- Demam
- Distensi abdomen
- Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum,
tergantung pada perluasan iritasi peritonitis.
- Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada
daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya.
- Nausea
- Vomiting
- Penurunan peristaltik.
H. Laparatomi
Laparatomi adalah pembedahan perut sampai membuka selaput perut.
Laparatomi merupakan salah satu jenis operasi yang di lakukan pada
daerah abdomen. Operasi laparatomy di lakukan apabila terjadi masalah
kesehatan yang berat pada area abdomen, misalnya trauma abdomen.
Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang
19
diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan
perut.
Ada 4 cara, yaitu;
1. Midline incision
2. Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah ( 2,5 cm), panjang
(12,5 cm).
3. Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas,
misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
4. Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian
bawah 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi
appendictomy.
ETIOLOGI
Etiologi sehingga di lakukan laparatomy adalah karena di sebabkan oleh
beberapa hal (Smeltzer, 2001) yaitu :
1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
2. Peritonitis
3. Perdarahan saluran pencernaan.
4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar.
5. Masa pada abdomen
Komplikasi:
1. Ventilasi paru tidak adekuat
2. Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung.
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
20
4. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan
Latihan-latihan fisik
Latihan napas dalam, latihan batuk, menggerakan otot-otot kaki,
menggerakkan otot-otot bokong, Latihan alih baring dan turun dari tempat
tidur. Semuanya dilakukan hari ke 2 post operasi
POST LAPARATOMI
Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang
diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan
perut.
Tujuan perawatan post laparatomi;
1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
2. Mempercepat penyembuhan.
3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum
operasi.
4. Mempertahankan konsep diri pasien.
5. Mempersiapkan pasien pulang.
Komplikasi post laparatomi:
Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi.
Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding
pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru,
hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi,
ambulatif dini dan kaos kaki TED yang dipakai klien sebelum mencoba
ambulatif.
21
Buruknya intregritas kulit sehubungan dengan luka infeksi. Infeksi
luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang
paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme;
gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk
menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka
dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik. Buruknya integritas kulit
sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi. Dehisensi luka
merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya
organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi
adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan
yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.
I. Sepsis
Sepsis adalah infeksi berat dengan gejala sistemik dan
terdapat bakteri dalam darah.(Surasmi, Asrining 2003, hal 92).
Sepsis adalah keadaan terinfeksi oleh mikroorganisme yang
menghasilkan pus (Kamus Keperawatan, 1999).
Septisemia menunjukkan munculnya infeksi sistemik pada
darah yang disebabkan oleh penggandaan mikroorganisme secara
cepat dan zat-zat racunnya yang dapat mengakibatkan perubahan
psikologis yang sangat besar.
Sep s i s me r upa kan r e s pon t ub uh t e r hadap i n f eks i yang
meny eba r me l a lu i da r ah dan jaringan lain.
Terapi cairan pada Sepsis
Terapi cairan merupakan hal yang penting dalam penanganan
sepsis karena relatif terjadi hipovolemia dan diikuti dengan ekstravasasi
cairan dari kompartemen vaskuler. Tujuan dari resusitasi cairan dalam
sepsis ini adalah untuk mengembalikan tekanan pengisian dan arterial
untuk memperbaiki perfusi end-organ dan metabolisme aerob, sementara
meminimalkan overhidrasi yang berlebihan, yang dapat mengarah pada
22
edema pulmonal, ileus paralitik, dan sindrom menekan kompartemen.
Untuk mencapai tujuan ini, dokter menggunakan beberapa indeks
perbedaan untuk mengatur terapi cairan dan terapi lainnya. Usaha yang
intensif dibuat untuk menghindari overhidrasi. Namun, untuk
mempertahankan hidrasi intravaskuler, terapi cairan dalam sepsis akan
menyebabkan keseimbangan cairan positif yang sangat besar. Meskipun
diperlukan, terapi cairan belumlah cukup untuk mempertahankan
homeostasis fisiologis, dan terapi tambahan seperti pressor atau bahkan
inotropik kadang-kadang diperlukan.
J. Terapi nutrisi
Nutrisi enteral
Nutrisi Enteral merupakan pemberian nutrient melalui saluran cerna
dengan menggunakan sonde (tube feeding). Nutrisi enteral
direkomendasikan bagi pasien-pasien yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan nutrisinya secara volunter melalui asupan oral. Pemberian
nutrisi enteral dini (yang dimulai dalam 12 jam sampai 48 jam setelah
pasien masuk ke dalam perawatan intensif [ICU] lebih baik dibandingkan
pemberian nutrisi parenteral.
Contoh : Cordaron, Nutriplex
K. Terapi obat
1. Pumpitor
Pumpitor kapsul, termasuk golongan obat Keras. Mengandung
Omeprazole.
Indikasi :
Ulcus duodenum, ulkus lambung jinak, refluks esofagitis erosif,
sindroma Zollinger-Ellison.
2. Trogyl
Merupakan salah satu golongan obat Metronidazol. Dalam
perdagangan metronidazol terdapat dalam bentuk basa dan garam
hidroklorida. Sebagai basa berupa serbuk kristal berwarna putih hingga
kuning pucat. Sedikit larut dalam air dan dalam alkohol. Injeksi
23
metronidazol jernih, tidak berwarna, larutan isotonik mengandung natrium
fosfat, asam sitrat dan natrium klorida. Metronidazol hidroklorida sangat
larut dalam air dan larut dalam alkohol, dalam perdagangan berupa serbuk
berwarna putih.
Obat ini merupakan golongan atau kelas terapi anti infeksi.
Absorbsi : Oral : diabsorbsi dengan baik; topikal : konsentrasi yang
dicapai secara sistemik setelah penggunaan 1 g secara topikal 10 kali lebih
kecil dari pada penggunaan dengan 250 mg peroral.
Ekskresi : urin (20% hingga 40% dalam bentuk obat yang tidak berubah):
feses (6% hingga 15%)
Efek Samping:
Mual, muntah, gangguan pengecapan, lidah kasar dan gangguan
saluran pencernaan;, rash , mengantuk (jarang terjadi), sakit kepala, pusing
, ataksia, urin berwarna gelap, erytema multiform, pruritus, urtikaria,
angioedema dan anafilaksis, juga dilaporkan abnormalitas tes fungsi hati,
hepatitis, jaundice, trombositopenia, anemia aplastic, myalgia, athralgia;
pada pengobatan intensif dan jangka panjang dapat terjadi peripheral
neuropathy, transient epilepsi-form seizure dan leukopenia.
3. Doribact
Salah satu jenis Antibiotik.
4. Lasix
Lasix merupakan obat yang mengandung furosemid. Furosemid
adalah obat golongan diuretik, yang dapat mencegah tubuh menyerap
terlalu banyak garam. Furosemid diberikan untuk membantu
mengobati retensi cairan (edema) dan pembengkakan yang disebabkan
oleh kegagalan jantung kongestif, penyakit hati, penyakit ginjal, atau
24
kondisi medis lainnya. Obat ini bekerja dengan bertindak pada ginjal
untuk meningkatkan aliran urin.
Furosemid juga digunakan sendiri atau bersama-sama dengan obat lain
untuk mengobati tekanan darah tinggi (hipertensi). Tekanan darah
tinggi menambah beban kerja jantung dan arteri.
L. Pemeriksaan Penunjang
Albumin
Albumin adalah protein yang larut air, membentuk lebih dari 50%
protein plasma, ditemukan hampir di setiap jaringan tubuh. Albumin
diproduksi di hati, dan berfungsi untuk mempertahankan tekanan koloid
osmotik darah sehingga tekanan cairan vaskular (cairan di dalam
pembuluh darah) dapat dipertahankan.
Nilai normal :
Dewasa 3,8 - 5,1 gr/dl
Anak 4,0 - 5,8 gr/dl
Bayi 4,4 - 5,4 gr/dl
Bayi baru lahir 2,9 - 5,4 gr/dl
Penurunan albumin mengakibatkan keluarnya cairan vascular
(cairan pembuluh darah) menuju jaringan sehingga terjadi edema
(bengkak). Penurunan albumin bisa juga disebabkan oleh :
25
1. Berkurangnya sintesis (produksi) karena malnutrisi, radang
menahun, sindrom malabsorpsi, penyakit hati menahun,
kelainan genetik.
2. Peningkatan ekskresi (pengeluaran), karena luka bakar luas,
penyakit usus, nefrotik sindrom (penyakit ginjal).
NATRIUM (Na)
Natrium adaiah salah satu mineral yang banyak terdapat pada
cairan elektrolit ekstraseluler (di luar sel), mempunyai efek menahan air,
berfungsi untuk mempertahankan cairan dalam tubuh, mengaktifkan
enzim, sebagai konduksi impuls saraf.
Nilai normal dalam serum :
Dewasa 135-145 mEq/L
Anak 135-145 mEq/L
Bayi 134-150 mEq/L
Nilai normal dalam urin: 40 - 220 mEq/L/24 jam
Penurunan Na terjadi pada diare, muntah, cedera jaringan, bilas
lambung, diet rendah garam, gagal ginjal, luka bakar, penggunaan obat
diuretik (obat untuk darah tinggi yang fungsinya mengeluarkan air dalam
tubuh). Peningkatan Na terjadi pada pasien diare, gangguan jantung krohis,
dehidrasi, asupan Na dari makanan tinggi,gagal hepatik (kegagalan fungsi
hati), dan penggunaan obat antibiotika, obat batuk, obat golongan
laksansia (obat pencahar). Sumber garam Na yaitu: garam dapur, produk
awetan (cornedbeef, ikan kaleng, terasi, dan Iain-Iain.), keju,/.buah ceri,
saus tomat, acar, dan Iain-Iain.
26
KALIUM (K)
Kalium merupakan elektrolit tubuh yang terdapat pada cairan
vaskuler (pembuluh darah), 90% dikeluankan melalui urin, rata-rata 40
mEq/L atau 25 -120 mEq/24 jam wa laupun masukan kalium rendah.
Nilai normal :
Dewasa 3,5 - 5,0 mEq/L
Anak 3,6 - 5,8 mEq/L
Bayi 3,6 - 5,8 mEq/L
Peningkatan kalium (hiperkalemia) terjadi jika terdapat gangguan
ginjal, penggunaan obat terutama golongan sefalosporin, histamine,
epinefrin, dan Iain-Iain. Penurunan kalium (hipokalemia) terjadi jika
masukan kalium dari makanan rendah, pengeluaran lewat urin meningkat,
diare, muntah, dehidrasi, luka pembedahan. Makanan yang mengandung
kalium yaitu buah-buahan, sari buah, kacang-kacangan, dan Iain-Iain.
KLORIDA(Cl)
Merupakan elektrolit bermuatan negatif, banyak terdapat pada
cairan ekstraseluler (di luar sel), tidak berada dalam serum, berperan penting
dalam keseimbangan cairan tubuh, keseimbangan asam-basa dalam tubuh.
Klorida sebagian besar terikat dengan natrium membentuk NaCI(natrium
klorida).
Nilai nomal :
Dewasa 95-105 mEq/L
27
Anak 98-110 mEq/L
Bayi 95 -110 mEq/L
Bayi baru lahir 94-112 mEq/L
Penurunan klorida dapat terjadi pada penderita muntah, bilas
lambung, diare, diet rendah garam, infeksi akut, luka bakar, terlalu banyak
keringat, gagal jantung kronis, penggunaan obat Thiazid, diuretik, dan
Iain-lain. Peningkatan klorida terjadi pada penderita dehidrasi,cedera
kepala, peningkatan natrium, gangguan ginjal,penggunaan obat kortison,
asetazolamid, dan Iain-Iain.
KALSIUM (Ca)
Merupakan elektrolit dalam serum, berperan dalam keseimbangan
elektrolit, pencegahan tetani, dan dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi
gangguan hormon tiroid dan paratiroid.
Nilai normal :
Dewasa 9-11 mg/dl (di serum) ; <150 mg/24 jam
(di urin & diet rendah Ca) ; 200 - 300
mg/24 jam (di urin & diet tinggi Ca)
Anak 9 -11,5 mg/dl
Bayi 10 -12 mg/dl
Bayi baru
lahir
7,4 -14 mg/dl.
28
Penurunan kalsium dapat terjadi pada kondisi malabsorpsi saluran
cerna, kekurangan asupan kalsium dan vitamin D, gagal ginjal kronis,
infeksi yang luas, luka bakar, radang pankreas, diare, pecandu alkohol,
kehamilan. Selain itu penurunan kalsium juga dapat dipicu oleh
penggunaan obat pencahar, obat maag, insulin, dan Iain-Iain.
Peningkatan kalsium terjadi karena adanya keganasan (kanker) pada
tulang, paru, payudara, kandung kemih, dan ginjal. Selain itu, kelebihan
vitamin D, adanya batu ginjal, olah raga berlebihan, dan Iain-Iain, juga
dapat memacu peningkatan kadar kalsium dalam tubuh.
PEMERIKSAAN KADAR GULA DARAH
Pemeriksaan terhadap kadar gula dalam darah vena pada saat
pasien puasa 12 jam sebelum pemeriksaan (gula darah puasal
nuchter) atau 2 jam setelah makan (gula darah post prandial).
Nilai normal gula darah puasa :
Dewasa 70 -110 mg/dl
Anak 60-100 mg/dl
Bayi baru lahir 30-80 mg/dl
AGD (Analisa Gas Darah)
Gas darah arteri memungkinkan untuk pengukuran pH (dan juga
keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar
bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa.
Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai
29
pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut
dan menahun. Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil
berbagai tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi tidak dapat
menegakkan suatu diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan
keseimbangan asam basa saja, tetapi harus menghubungkan dengan
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya.
Tujuan
§ Menilai tingkat keseimbangan asam dan basa
§ Mengetahui kondisi fungsi pernafasan dan kardiovaskuler
§ Menilai kondisi fungsi metabolisme tubuh
Indikasi
Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik
Pasien deangan edema pulmo
Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
Infark miokard
Pneumonia
Klien syok
Post pembedahan coronary arteri baypass
Resusitasi cardiac arrest
Klien dengan perubahan status respiratori
Anestesi yang terlalu lama
Rentang nilai normal
pH : 7, 35-7, 45 TCO2 : 23-27
mmol/L
PCO2 : 35-45 mmHg BE : 0 ± 2
mEq/L
PO2 : 80-100 mmHg saturasi O2 : 95 %
atau lebih
30
HCO3 : 22-26 mEq/L
Kultur darah
Kultur darah adalah uji laboratorium untuk memeriksa bakteri
dalam sampel darah. Darah biasanya diambil dari vena, biasanya dari
bagian dalam siku atau bagian belakang tangan. Tes ini dilakukan
untuk mendeteksi gejala infeksi darah seperti bakteremia atau
septicemia. Kultur darah bertujuan mengidentifikasi jenis bakteri yang
menyebabkan infeksi. Ini membantu menentukan pengobatan terbaik.
Hasil Normal
Nilai normal berarti tidak ada mikroorganisme tumbuh di media
pertumbuhan.
Hasil Abnormal
Sebuah hasil positif berarti bahwa dalam darah telah terpapar
bakteri. Namun, kontaminasi dari sampel darah dapat menyebabkan
hasil positif palsu, yang berarti tidak memiliki infeksi sejati.
31
BAB III
PEMBAHASAN
A. KASUS
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
FORMAT PENGKAJIAN PADA SISITEM URINARI
PENGKAJIAN HARI KE 9
I. Identitas diri klien
Nama : Tuan W
Umur : 69 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : -
Status perkawinan : -
Agama : -
Suku : -
Pendidikan : -
Pekerjaan : -
Lama bekerja : -
32
Tanggal masuk ruang ICU : 29 Mei 2012
Tanggal pengkajian : 6 Juni 2012
Sumber informasi : Bapak Sudiman S.Kep.,Ns. (Perawat
Pelaksana Bagian ICU RSUP DR SARDJITO)
II. Riwayat Penyakit :
- Peritonitis e/c Perforasi Colon Sigmoid post Laparatomy
- Sepsis
III. Pengkajian saat ini :
1. Obat-obatan yang dikonsusmsi :
Parenteral
- Pumpitor 1 x 1A
- Trogyl 3 x 500 mg
- Doribact 3 x 500 mg
- Lasix 1 ampul
2. Pola nutrisi/metabolik
Intake makanan :
- Nutriflex 1000 cc
Intake cairan :
- Ringer Laktat 1000 cc
- Uji Air
3. Pola eliminasi urin
a. Frekuensi dalam 24 jam : 7 kali
b. Jumlah : 1440 ml
c. Warna : kuning pekat
d. Bau : (tidak diketahui)
IV. Pemeriksaan Fisik
Vital Sign
TD : 128/68
HR : 88 kali/menit
RR : 24 kali/menit
Suhu : 37ᵒC
33
Nadi : 86 kali/menit
Distensi (-)
Luka operasi tertutup kassa
Rembes pada luka operasi (+)
Peristaltik (+)
Kelihan yang dirasakan saat ini :
1. Uretra eksternal : (tidak diketahui)
2. Palpasi distensi ginjal : (tidak diketahui)
3. Nyeri : (tidak diketahui)
4. Genital eksterna : (tidak diketahui)
V. Pemeriksaan penunjang
1. AGD (Analisis Gas Darah)
Pukul 10.00
- FiO2 : 70%
- Ph : 7,475
- PCO2 : 32,8 mmHg
- PO2 : 109,3 mmHg
- HCO3 : 24,4 mEq/L
- BE : 0,6 mEq/L
- AaDO2 : 329,8
- Sat O2 : 98,6%
Pukul 20.37
- FiO2 : 40%
- Ph : 7,495
- PCO2 : 32,2 mmHg
- PO2 : 80,5 mmHg
- Sat O2 : 96,8%
- BE : 1,6 mEq/L
- HCO3 : 25,0 mEq/L
- AaDO2 : 145,1
34
2. GDS (Gula Darah Sewaktu) : 144
3. Elektrolit
- Na : 150 mEq/L
- K : 3,68 mEq/L
- Cl : 115 mEq/L
4. Kultur Darah
Stafilokokus epidermis
Imipinen 28
Tetrasiklin 27
Amilesin 26
Ciproflox 21
Vankomisin 20
ANALISA MASALAH
Data Masalah Penyebab
Na 150 mEq/L
Cl 115 mEq/L
Kultur darah
Stafilokokus
epidermis
Hipernatremia
Hiperkloremia
Infeksi
Pemberian cairan
hipertonik (RL),
terapi diuretik
(Lasix), penggunaan
obat antibiotik.
Peningkatan natrium
Ringer laktat 1000cc
Kemungkinan:
-perawatan luka yang
kurang
memperhatikan
teknik aseptik
- kesalahan menutup
waktu pembedahan,
35
Ringer Laktat
1000cc
GDS 144 mg/dl
Edema jaringan
Hiperglikemia
ketegangan yang berat
pada dinding abdomen
sebagai akibat dari batuk
dan muntah, yang
menyebabkan dehisensi
luka atau eviserasi.
Penggunaan dalam volume
besar menyebabkan
gangguan keseimbangan
elektrolit.
Intake makanan
nutriplex 1000cc
PENGKAJIAN HARI KE 10
VI. Identitas diri klien
Nama : Tuan W
Umur : 69 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : -
Status perkawinan : -
Agama : -
Suku : -
Pendidikan : -
Pekerjaan : -
Lama bekerja : -
Tanggal masuk ruang ICU : 29 Mei 2012
Tanggal pengkajian : 7 Juni 2012
Sumber informasi : Bapak Sudiman S.Kep.,Ns. (Perawat
Pelaksana Bagian ICU RSUP DR SARDJITO)36
VII. Riwayat Penyakit :
o Peritonitis e/c perforasi colon sigmoid
o Post Laparatomy
o Sepsis
VIII. Pengkajian saat ini :
4. Obat-obatan yang dikonsumsi :
a. Enteral :
- Cordaron 2 x 200 mg
b. Parenteral :
- Pumpitor 1x 1A
- Trogyl 3 x 500 mg
- Doribact 3 x 50 mg
- Farmadol 1 gr
- Lasix 1 ampul iv bolus
5. Pola nutrisi/metabolik
Intake makanan :
Parenteral :
Pada 4 jam pertama
- Kabiven 500 ml
Enteral : Puasa
Intake cairan :
Parenteral :
Pada 4 jam pertama
- Ringer Laktat 450 ml
Enteral : Puasa
6. Pola eliminasi urin
e. Frekuensi dalam 4 jam : 1 kali
f. Jumlah : 300 ml
g. Warna : kuning pekat
h. Bau : tidak diketahui
7. Pemeriksaan Fisik
Vital sign37
TD : 130/80 mmHg
HR : 112 kali/menit
RR : 12 kali/menit
Suhu : 37ᵒC
Distensi (-)
Peristaltik (+)
Luka post operasi tertutup kassa
Rembes pada daerah luka operasi (-)
Keluhan yang dirasakan saat ini :
1) Uretra eksternal : (tidak diketahui)
2) Palpasi distensi ginjal : (tidak diketahui)
3) Nyeri : (tidak diketahui)
4) Genital eksterna : (tidak diketahui)
8. Pemeriksaan penunjang :
- DR
- Albumin – Tp
- BUN – Cr
- GDS (Gula Darah Sewaktu)
- Elektrolit
- AGD (Analisa Gas Darah)
Note : Hasil belum diketahui saat pengkajian dilakukan
ANALISA MASALAH
Data Masalah Penyebab
HR 112x/menit Tachycardia (pulse
>100/menit)
Sepsis
38
FORMAT PENGKAJIAN SISTEM GASTRO INTESTINAL
Identitas diri klien
Nama : Mr. X
Umur : 69 tahun
Jenis kelamin : lelaki
Alamat : -
Status perkawinan : kawin
Agama : islam
Suku : -
Pendidikan : -
Pekerjaan : -
Lama bekerja : -
Tanggal masuk RS : 24 Mei 2012
Tanggal pengkajian : 6 Juni 2012
Sumber informasi : lembar monitoring 24 jam ICU
RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan utama saat masuk RS : peritonitis
Riwayat penyakit sekarang : -
Riwayat penyakit dahulu : -
Diagnosa medik pada pada saat MRS, pemeriksaan penunjang dan
tindakan yang telah dilakukan, mulai dari pasien MRS (UGD/Poli)
a. Masalah atau Dx medis pada saat MRS
Peritonitis
b. Tindakan yang telah dilakukan di Poliklinik atau UGD
Pasien dirawat di ICU setelah dilakukan post operasi laparotomi dengan
pembuatan stoma, data sebagai berikut :
TD : 110-130
HR : 112-142 x irregular
39
Compos mentis
Terpasang drain
Urine 50 cc
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pengetahuan tentang penyakit/perawatan : -
2. Pola nutrisi / metabolik
Program diit RS : pasien dipuasakan, dengan pemberian nutriflex 1000 cc
3. Pola Eliminasi (Buang air besar)
ada peristaltik
PEMERIKSAAN FISIK
a. Keluhan yang dirasakan saat ini
TD : 123/73 P : 24 x N : 88 x/menit S: 37,2° C
BB/TB : 70/170 IMT : 24,2
b. Observasi kulit :
1. Warna: ( )pucat ( )jaundice ( + )merah
2. ( +)kering ( + )bersisik
3. ( )kemerahan
4. ( )lesi
5. Turgor : ( + )elastis ( )lembab
6. ( + )edema
c. Mulut dan tenggorokan
Kesulitan/ggn bicara : ada karena terpasang ventilator
Kesulitan menelan
1. Bibir : ( )bengkak, ( )luka, ( )warna
2. Lidah : ( ) bengkak, ( )luka, ( )warna
3. Membran mukosa : ( )bengkak, ( )luka, ( )warna
4. Gigi : ( )perubahan warna, kondisi gigi ( )utuh
5. Gusi : ( )perdarahan, ( ) bengkak, ( )warna
6. Bau nafas abnormal : seperti buah, bau alkohol, dll
d. Abdomen
40
1. Inspeksi :
- Warna ( )pucat ( )jaundice/kuning ( )kemerahan
- Pigmentasi ( )
- Kontur ( )simetris ( )datar ( )distensi
( )cekung ( )bengkak
- Petikhe ( ), kemerahan ( ), skar( )
2. Auskultasi :
- Bising usus : frekuensi per menit
- Suara abdomen
3. Perkusi
4. Palpasi
- Massa ( )
- Nyeri ( + ), lokasi?, karakteristik?, skala?, kapan timbul?
FORMAT PENGKAJIAN SISTEM GASTRO INTESTINAL
Identitas diri klien
Nama : Mr. X
Umur : 69 tahun
Jenis kelamin : lelaki
Alamat : -
Status perkawinan : kawin
Agama : islam
Suku : -
Pendidikan : -
Pekerjaan : -
Lama bekerja : -
Tanggal masuk RS : 24 Mei 2012
Tanggal pengkajian : 7 Juni 2012
Sumber informasi : lembar monitoring 24 jam ICU
RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan utama saat masuk RS : peritonitis
41
Riwayat penyakit sekarang : -
Riwayat penyakit dahulu : -
Diagnosa medik pada pada saat MRS, pemeriksaan penunjang dan
tindakan yang telah dilakukan, mulai dari pasien MRS (UGD/Poli)
a. Masalah atau Dx medis pada saat MRS
Peritonitis
b. Tindakan yang telah dilakukan di Poliklinik atau UGD
Pasien dirawat di ICU setelah dilakukan post operasi laparotomi dengan
pembuatan stoma, data sebagai berikut :
TD : 110-130
HR : 112-142 x irregular
Compos mentis
Terpasang drain
Urine 50 cc
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pengetahuan tentang penyakit/perawatan : -
2. Pola nutrisi / metabolic
Program diit RS : pasien dipuasakan, dengan pemberian nutriflex 1000 cc
3. Pola Eliminasi (Buang air besar)
200 cc, ada peristaltik
PEMERIKSAAN FISIK
a. Keluhan yng dirasakan saat ini
TD : 102,61 P : 12 x/ menit N : 112 x/menit S:
37,2° C
BB/TB : 70/170 IMT : 24,2
b. Observasi kulit :
1) Warna: ( )pucat ( )jaundice ( + )merah
2) ( +)kering ( + )bersisik
3) ( )kemerahan
4) ( )lesi
42
5) Turgor : ( + )elastis ( )lembab
6) ( + )edema
c. Mulut dan tenggorokan
Kesulitan/ggn bicara : ada karena terpasang ventilator
Kesulitan menelan
1) Bibir : ( )bengkak, ( )luka, ( )warna
2) Lidah : ( ) bengkak, ( )luka, ( )warna
3) Membran mukosa : ( )bengkak, ( )luka, ( )warna
4) Gigi : ( )perubahan warna, kondisi gigi ( )utuh
5) Gusi : ( )perdarahan, ( ) bengkak, ( )warna
6) Bau nafas abnormal : seperti buah, bau alkohol, dll
d. Abdomen
1) Inspeksi :
o Warna ( )pucat ( )jaundice/kuning ( )kemerahan
o Pigmentasi ( )
o Kontur ( )simetris ( )datar ( )distensi
( )cekung ( )bengkak
o Petikhe ( ), kemerahan ( ), skar( )
2) Auskultasi :
o Bising usus : frekuensi per menit
o Suara abdomen
3) Perkusi
4) Palpasi
o Massa ( )
o Nyeri ( ), lokasi?, karakteristik?, skala?, kapan timbul?
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Nama : Mr. X Umur : 69 tahun
No RM : 7 Jenis Kelamin : Laki-laki
43
Hari rawat ke : 10
Berat badan : 70 kg Tinggi badan : 170 cm
Tekanan darah : 130/80 mmHg Nadi : 117 kali/menit
Pernafasan : 12 kali/menit Suhu : 37ᵒC
Cairan, Elektrolit dan Asam Basa
Alasan dirawat dirumah sakit :
Peritonitis e/c perforasi colon sigmoid post laparatomy
Riwayat hospitalisasi :
-
Program terapi medis :
Enteral :
Head up 30°
Cordaron 2x200 mg
Parenteral :
Pumpitor 1x1
Trogyl 3x500 mg
Doribact 3x500 mg
Lasix 1 ampul ekstra IV
Transfusi Hb >10
Transfusi Albumin >3,5
1. Berat Badan :
Tidak dapat dikaji perubahan berat badannya karena keterbatasan alat dan
pasien
2. Kepala
44
Kesadaran: compos mentis, pasien bisa merespon jika dipanggil
3. Mata
Tidak ada edema ataupun cekung
Pupil mata berespon positif terhadap cahaya
Ukuran pupil 3 mm
4. Tenggorokan dan mulut
Bibir : kering
Terpasang ventilator
5. Sistem Kardiovaskuler
Vena jugularis : normal
Edema : tidak ada
Irama EKG :
Frekuensi nadi : reguler
Kekuatan denyut nadi :
Tekanan darah sistolik :
Pukul 06.00 102 mmHg
Pukul 07.00 130 mmHg
Pukul 08.00 130 mmHg
Pukul 09.00 125 mmHg
Tekanan darah diastolic :
Pukul 06.00 61 mmHg
Pukul 07.00 80 mmHg
Pukul 08.00 70 mmHg
Pukul 09.00 80 mmHg
Bunyi jantung :
6. Ekstremitas dan Integritas Kulit
Edema : kaki dan tangan
Suhu Ekstremitas : hangat
Warna kulit : merah muda
45
Turgor kulit : oedem dan keriput/tidak elastis
Tangan dan Kaki dapat digerakan
7. Sistem Pernapasan
20 kali/menit
Terpasang NRM O2 10L/menit
8. Sistem gastrointestinal
Abdomen : lembut dan ada bising usus
9. Sistem Perkemihan
Urine Output
Hari ke 9
8 jam pertama : 570 ml ( 1 cc/kg BB/jam)
8 jam kedua : 520 ml ( 0,9 cc/kg BB/jam)
8 jam terakhir : 350 ml ( 0,6 cc/kg BB/jam)
Hari ke 10 : 300 ml pada pukul 10.00 WIB, warna kuning
pekat
(1,1 cc/kg BB/jam,ini aku ngitung sendiri, kalo di
data anastesi yg B1 B2 dst, itu 0,6 cc/kgBB/jam)
10. Sistem neuromuskular
Tonus otot : hipotonisitas
Reflex tendon : menurun
11. Cairan Masuk dan Keluar Hari ini
Cairan msauk :
- Line 1 : Kabiven = 500 ml
- Line 2 : Ringer Laktat = 450 ml
Farmadol 1000 mg = 100 ml
- Line 3 : Vascon 3 x 5,2 ml = 15,6 ml
- Total Input = 1065,6 ml
Cairan Keluar :
- Urin = 300 ml
IWL = 186 ml
-
46
(terdapat kenaikan suhu pada pukul 09.00, suhu 38,7ᵒC)
Total Output = 486 ml
Balance Cairan 4 Jam = 1065,6 ml – 486 ml
= 579,6 ml
12. Balance Cairan Hari sebelumnya hari ke 9
Cairan masuk :
8 jam pertama = 1379 ml
8 jam kedua = 1737 ml
8 jam terakhir = 3129 ml
Cairan Keluar :
8 jam pertama = 570 ml
8 jam kedua = 1090 ml
8 jam terakhir = 1440 ml
IWL (10 ml/kg BB/hari) :
8 jam pertama = 233 ml
8 jam kedua = 572 ml (suhu
38,9ᵒC)
8 jam terakhir = 700 ml
Balance cairan
8 jam pertama = 609 ml
8 jam kedua = 75 ml
8 jam terakhir = 989 ml
Balance kumulatif :
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Diagnosa : Risk For Imbalance Fluid Volume
47
Definisi : Resiko penurunan dan peningkatan peralihan yang tajam dari
intravaskuler, interstisial, dan atau cairan intrasel yang mungkin
mempengaruhi kesehatan. Mengacu pada kehilangan, penambahan
cairan tubuh atau keduanya
Faktor resiko :
Pembedahan abdomen
Sepsis
Obstruksi intestinal
NOC
a. Fluid Balance
Definisi : Keseimbangan cairan pada kompartemen intraseluler
dan ekstraseluler tubuh
Indikator:
Klien mampu menunjukkan tekanan darah, CVP, MAP
Klien menunjukkan keseimbangan jumlah intake dan output,
kestabilan berat badan, turgor kulit, kelembaban membran
mukosa, serum elektrolit yang normal, berat jenis urin
b. Hydration
Definisi : Cairan yang cukup pada bagian intrasel dan ekstrasel
dalam tubuh.
Indikator :
Klien mampu mencapai turgor kulit yang elastis
Klien menunjukkan kelembapan membran mukosa
Klien mampu mencapai keseimbangan intake cairan,
urin output, dan serum sodium.
Klien mampu menunjukkan fungsi kognitif yang normal.
NIC
a. Fluid/Electrolyte Management
Definisi : Regulasi dan pencegahan komplikasi yang
berhubungan dengan perubahan level, cairan dan atau
elektrolit.
48
Aktivitas :
Monitor level serum elektrolit yang abnormal.
Monitor status hemodinamik, seperti level CVP, MAP,
PAP, dan PCWP
Monitor hasil laboratorium yang relevan terhadap
keseimbangan cairan.
Pelihara catatan rekam medis yang akurat mengenai
cairan dan elektrolit.
Monitor tanda dan gejala retensi cairan.
Monitor tanda-tanda vital
Monitor manifestasi ketidakseimbangan elektrolit
b. Fluid Monitoring
Definisi : Pengumpulan dan analisis data pasien untuk
meregulasi keseimbangan cairan
Aktivitas :
Tentukan riwayat dari jumlah dan tipe intake cairan dan
kebiasaan eliminasi
Tentukan faktor resiko yang mungkin terjadi untuk
ketidakseimbangan cairan.
Monitor berat badan
Monitor intake dan output
Monitor nilai serum dan elektrolit urin
Monitor level serum albumin dan total protein
Monitor status tekanan darah, denyut jantung, dan
pernafasan
Jaga keakuratan rekam medis mengenai intake dan
output
Monitor membran mukosa, turgor kulit, dan rasa haus.
Monitor warna, kuantitas, dan berat jenis urin
Kelola cairan dengan tepat
2. Diagnosa : Risk For Infection
49
Definisi : Resiko untuk terinfeksi organisme pathogen
Faktor Resiko :
Ketidakadekuatan pertahanan primer:
- Kerusakan kulit (pemasangan kateter)
Stasis cairan tubuh
Prosedur invasive
NOC
a. Risk Control Infectious Process
Definisi : aksi individu untuk mencegah, mengeliminasi,
atau menurunkan terjadinya infeksi.
Indikator :
Resiko infeksi dapat termonitor dengan baik
Lingkungan yang bersih dan terjaga
Strategi control infeksi yang efektif
Penggunaan universa precaution
Intake cairan tercukupi
Perubahan status kesehatan secaraumum termonitor
dengan baik
NIC
a. Infetion Control
Definisi : meminimalkan akuisisi dan transmisi agen infeksi
Aktivitas :
Batasi jumlah pengunjung
Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan
sebelum dan sesudah masuk ruangan pasien
Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perwatan
kepada pasien
Gunakan universal precaution
Meningkatkan intake nutrisi yang sesuai
Tingkatkan pemasukan cairan
Mendorong klien untuk beristirahat
3. Diagnosa : Bathing Self Care Deficit
50
Definisi : Terganggunya kemampuan untuk melakukan atau memenuhi
aktivitas mandi dan kebersihan secara mandiri
Batasan karakteristik :
Ketidakmampuan untuk menggunakan kamar mandi
Ketidakmampuan untuk mengeringkan tubuh
Ketidakmampuan untuk membersihkan tubuh
Faktor yang berhubungan :
Kelemahan
Gangguan kognitif
NOC
1. Ostomy Self Care
Definisi : Tindakan mandiri untuk mempertahankan ostomi untuk
kebutuhan eliminasi
Indikator :
Mengukur stoma agar sesuai dengan kantong ostomi
Mempertahankan perawatan kulit di sekitar ostomi
Mengosongkan kantong ostomi
Mengganti kantong ostomi
Memonitor komplikasi yang berhubungan dengan stoma
Memonitor jumlah dan konsistensi feses
2. Self Care - Bathing
Definisi : Klien mampu untuk membersihkan tubuhnya sendiri secara
mandiri ,dengan atautanpa alat bantu
Indikator :
Membersihkan wajah
Membersihkan anggota tubuh bagian atas
Membersihkan anggota tubuh bagian bawah
Membersihkan area perineal
Mengeringkan tubuh
51
3. Self Care - Hygiene
Definisi : Klien mampu mempertahankan kebersihan diri dan
penampilan secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu
Indikator :
Mempertahankan kebersihan oral
Mengeramasi rambut menggunakan shampoo
Menyisir rambut
Mempertahankan penampilan yang bersih
Mempertahankan kebersihan tubuh
NIC:
a. Ostomy Care
Definisi : pemeliharaan eliminasi melalui stoma dan perawata jaringan
sekitarnya.
Aktifitas :
1. Memonitor irisan atau penyembuhan stoma
2. Memonitor komplikasi post op seperti obstruksi intestinal,
paralytic ileus, kebocoran anastonotic, atau pelepasan
mococutaneuse; dengan tepat
3. Irigasi ostomy ; dengan tepat
4. Bantu pasien dalam melakukan self care
5. Memeriksa perawatan ostomy self care
6. Memonitor pola eliminasis
b. Self Care Assistance : Bathing/Hygien
Definisi : membantu pasien untuk melakukan personal hygien
Aktifitas :
Mempertimbangkan budaya pasien jika mempromosikan aktifitas
self care
Mempertimbangkan usia pasien jika mempromosikan aktifitas self
care
Menentukan jumlah dan tipe bantuan yang diperlukan
52
Menyediakan lingkungan yang teraupetik dengan memastikan
kehangatan, kenyamanan, privasi, dan pengalaman personal
Monitor integritas kulit pasien
1. Diagnosa : Dressing Self Care Deficit
Definisi : Terganggunya kemampuan untuk melakukan atau
memenuhi aktivitas berpakaian dan berhias secara mandiri
Batasan karakteristik :
Ketidakmampuan untuk mengambil atau memilih pakaian
Ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian bagian atas
Ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian bagian bawah
Ketidakmampuan untuk mempertahankan penampilan yang
memuaskan
NOC
Self Care - Dressing
Definisi : Kemampuan untuk berpakaian secara mandiri dengan atau tanpa
alat bantu
Indikator :
Memilih dan mengambil pakaian
Mengenakan pakaian pada anggota tubuh bagian atas
Mengenakan pakaian pada anggota tubuh bagian bawah
Mengancingkan pakaian
Melepas pakaian pada anggota tubuh bagian atas
Melepas pakaian pada anggota tubuh bagian bawah
NIC :
a. Self Care Assistance : Dressing/Grooming
Definisi : membantu pasien dalam berpakaian dan berpenampilan
Aktifitas :
Mempertimbangkan budaya pasien jika mempromosikan aktifitas
self care
Mempertimbangkan usia pasien jika mempromosikan aktifitas self
care
Menyediakan baju pribadi ;dengan tepat
53
Memberikan bantuan dalam berpakaian; jika dibutuhkan
Memfasilitasi pasien dengan menyisir rambut ; dengan tepat
Memberikan privasi saat pasien sedang berpakaian
Membantu menali, mengancing, dan menutup resleting; jika
diperlukan
Tawarkan untuk mencuci baju ; seperlunya
Tempat memindahkan baju ke laundry
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. IMPLIKASI KEPERAWATAN
Perawat lebih memperhatikan lagi prinsip kesterilan dalam merawat
luka sehingga tidak sampai terjadi infeksi berlanjut dan mengurangi
komplikasi akibat pembedahan.
Perawat dapat memberikan edukasi kepada klien cara mengatasi nyeri
post op dengan tekhnik non farmakologi.
Perawat dapat membantu klien dalam perawatan atau kebersihan diri
klien berhubungan dengan imobilisasi.
Perawat lebih meningkatkan pengembangan penelitian terkait nyeri
pasca operasi serta hubungannya dengan kualitas tidur.
Perawat membantu klien ataupun keluarga dalam memecahkan
masalah dengan memberikan pilihan-pilihan yang terbaik untuk klien.
Perawat melindungi hak-hak klien dalam mendapatkan pelayanan dan
pengobatan yang sesuai.
54
C. SARAN
55
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Sutisna Himawan (editor). Kumpulan Kuliah Patologi. FKUI
Brunner / Suddart. 1984. Texbook of Medical Surgical Nursing. Fifth edition IB. Lippincott Company. Philadelphia.
Soeparman, dkk. 1987.Edisi 2. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Medical-news. Sepsis. Terdapat pada : <http://www.news-medical.net/health/What-is-Sepsis > . Diakses pada tanggal 8 Juni 2012
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol 3. Jakarta: Kedokteran EGC.
Harnawatiaj. 2010. Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Fekal. Terdapat pada : <http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/14/konsep-dasar-pemenuhan-kebutuhan-eliminasi-fecal/ > diakses pada tanggal 8 Juni 2012.
Septiawan, Catur E. 2008. Perubahan Pada Pola Urinarius. Terdapat pada: < www.kiva.org > diakses pada tanggal 8 Juni 2012.
Sjamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Medikal Bedah. Jakarta: Kedokteran EGC.
Supratman. 2000. Askep Klien Dengan Sistem Perkemihan. Jakarta: Kedokteran EGC.
Siregar, C. Trisa. 2004. Kebutuhan Dasar Manusia Eliminasi BAB. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Apotik Indica. Hasil pemeriksaan laboratorium. Terdapat pada <www.farmasiku.com > diakses pada tanggal 8 Juni 2012
Medicastore. Trogyl. Terdapat pada <http://medicastore.com/obat/TROGYL.html > diakses pada tanggal 8 Juni 2012
56
Dinkes. Metronidazol. Terdapat pada <http://dinkes.tasikmalayakota.go.id/informasi-obat/metronidazol.html > diakses pada tanggal 8 Juni 2012
Ratnadita, Adelia. Lasix. Terdapat pada <http://health.detik.com/lasix-obat-untuk-atasi-edema > diakses pada tanggal 8 Juni 2012
Hamiwanto, Saiful. AGD. Terdapat pada <https://sites.google.com/site/asidosis/analisis-gas-darah-agd > diakses pada tanggal 8 Juni 2012
NANDA, 2009-2011, Nursing Diagnosis: Definitions and Classification, Philadelphia, USA.
NANDA, 2012-2014, Nursing Diagnosis: Definitions and Classification, Philadelphia, USA.
NOC, Sue Moorhead, et al,. 2007, Nursig Outcomes Classification, 4th ed. Mosby Elsevier. USA.
NIC, Gloria M. Bulechek, et al,. 2008, Nursing Intervention Classfication, 5th
ed. Mosby Elsevier. USA
57