laporan farmakologi 2

15
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI I PERCOBAAN 2 EFEK LOKAL OBAT (PENGUJIAN EFEK ANESTETIKA LOKAL) Kelompok 7-B Akmal Yuliandi Pratama (10060312030 ) Riri Indri Septiani (10060312033 ) M. Azril Aidineka Jaelani (10060312034 ) Taufik Nugraha Esa (10060312035 ) Chyntia Karimah (10060312037 ) Asisten: Faza Shalihah, S.farm Tanggal Praktikum: 22 September 2014

Upload: riri-indri-septiani

Post on 26-Dec-2015

486 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

farkol2

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN FARMAKOLOGI 2

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI I

PERCOBAAN 2

EFEK LOKAL OBAT

(PENGUJIAN EFEK ANESTETIKA LOKAL)

Kelompok 7-B

Akmal Yuliandi Pratama (10060312030)

Riri Indri Septiani (10060312033)

M. Azril Aidineka Jaelani (10060312034)

Taufik Nugraha Esa (10060312035)

Chyntia Karimah (10060312037)

Asisten: Faza Shalihah, S.farm

Tanggal Praktikum: 22 September 2014

Tanggal Laporan: 29 September 2014

LABORATORIUM TERPADU FARMASI UNIT D

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2014

Page 2: LAPORAN FARMAKOLOGI 2

PERCOBAAN 2

EFEK LOKAL OBAT

(PENGUJIAN EFEK ANESTETIKA LOKAL)

I. TUJUAN PERCOBAAN

Mempunyai keterampilan dalam melakukan pengujian aktivitas suatu obat

yang bekerja lokal maupun dengan aktivitas anestetika lokal serta dapat

mengetehaui gejala terjadinya anestesi lokal yang ditimbulkan oleh anetetika lokal

pada permukaan.

II. TEORI

Pada saat percobaan pengujian aktivitas anestetika lokal maupun umum,

biasanya dipergunakan hewan percobaan (pra klinik) seperti mencit dan tikus putih.

Mencit mudah ditangani dan bersifat penakut, fotofobik, cenderung berkumpul

sesamanya dan bersembunyi, beraktivitas di malam hari lebih aktif serta kehadiran

manusia akan mengurangi aktivitas mereka. Sedangkan tikus putih memiliki ukuran

lebih besar daripada mencit dan lebih cerdas. Umumnya tikus putih ini tenang dan

mudah dipergunakan, tidak terlalu bersifat fotofobik dan jarang berkumpul dengan

sejenisnya, serta aktivitasnya tidak begitu terganggu oleh kehadiran manusia di

sekitarnya. Bila diperlakukan kasar atau mengalami defisiensi makanan, tikus akan

menjadi agresif atau bahkan bisa sampai terjadi kanibalisme (Boultoun, 1993).

Anestetik lokal adalah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau

blockade lorong natrium pada dinding saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau

perifer. Anestetik lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf

secara spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf. Anestesi

lokal adalah obat – obat yang menghalangi penghantaran impuls – impuls saraf ke

susunan saraf  pusat secara reversible pada penggunaan local (Katzung, 2004).

Anestetik lokal memiliki cincin aromatik tak jenuh bersifat lipofilik, bagian

badan sebagai penghubung terdiri dari cincin hidrokarbon dan bagian ekor yang

terdiri dari amino tersier bersifat hidrofilik. Anestetik lokal dibagi menjadi dua

golongan (Laitef, 2009):

Page 3: LAPORAN FARMAKOLOGI 2

1. Golongan ester (-COOC-)

Obat-obat ini termetabolisme melalui hidrolisis, yang

termasuk kedalam golongan ester, yaitu seperti: Kokain, Benzokain,

ametocaine, prokain, piperoain, tetrakain, dan kloroprokain (latief,2009).

2. Golongan amida (-NHCO-)

Golongan obat – obat ini termetabolisme melalui oksidasi

dealkilasi di dalam hati. Yang termasuk kedalam golongan amida, yakni:

Lidokain, mepivakain, prilokain, bupivacain, etidokain, dibukain,

ropivakain, levobupivacaine. Kecuali kokain, maka semua anestesi lokal

bersifat vasodilator (melebarkan pembuluh darah). Sifat ini membuat zat

anestesi lokal cepat diserap, sehingga toksisitasnya meningkat dan lama

kerjanya singkat karena obat cepat masuk ke dalam sirkulasi aliran

darah. Untuk memperpanjang kerja serta memperkecil toksisitas sering

ditambahkan vasokonstriktor. Vasokonstriktor merupakan suatu obat

yang bekerja mengecilkan atau menciutkan pelebaran pembuluh darah

(Laiteif, 2009).

Cara Pemberian (Dobron, 2004):

1. Topikal: melalui cara ini obat dioleskan/ disemprotkan pada mukosa daerah

tindakan, misalnya pada mata, permukaan kulit, rongga hidung, faring,

laring, traktus respiratorius bagian bawah, telinga, uretra dan jalan lahir.

Agen anestesi lokal yang digunakan yang mudah diserap permukaan

mukosa, seperti lignokain 4%, kokain 5%, tetrakain, dan lidokain.

2. Infiltrasi: obat disuntikkan langsung ke dalam jaringan yang akan

dimanipulasi, tanpa mempertimbangkan persarafannya. Anestesi berdifusi

dan khasiatnya dicapai melalui penghambatan ujung saraf perasa di jaringan

subkutan. Cara pemberian ini dipakai pada pembedahan kecil, penjahitan

luka, pengambilan kulit untuk transplantasi, pencabutan gigi. Keuntungan

teknik ini adalah sederhana, mudah dan dapat diandalkan. Sedangkan

kerugiannya ialah struktur jaringan di lapangan bedah disamarkan.

3. Field block: obat disuntikkan mengelilingi daerah tindakan, misalnya pada

pengangkatan kista di kulit, tumor-tumor kulit.

Page 4: LAPORAN FARMAKOLOGI 2

4. Blok saraf: Melalui cara ini yang dituju langsung saraf bagian proksimal.

Dengan cara ini daerah yang dipersarafi akan teranestesi, misalnya pada

tindakan operasi di lengan bawah dengan memblok saraf brakialis.

5. Intravascular: obat dimasukkan langsung ke dalam vena atau arteri besar

pada ekstremitas yang bersangkutan, sedangkan aliran darah dibendung

dengan manset tensimeter, sehingga obat tidak langsung masuk ke dalam

sirkulasi sistemik. Cara ini dipakai pada reposisi patah tulang, amputasi, dan

debridement.

6. Spina: zat anastesi lokal disuntikkan ke dalam rongga subaraknoid atau ke

ruang epidural di dalam kanalis vertebralis pada ketinggian tertentu,

sehingga daerah setinggi persarafan yang bersangkutan dan di bawahnya

teranestesi sesuai dengan teori dermatom kulit.

Syarat – syarat Anestesi lokal yang baik (Schrock, 1995):

- Tidak merangsang jaringan

- Toksisitas sistemisnya kecil

- Tak merusak saraf secara permanen

- Efektif melalui penggunaan suntikan atau topical pada mukosa

- Mula kerja cepat

- Lama kerjanya lambat

- Larut dan stabil dalam air serta stabil pada pemanasan (sterilsasi)

Lama kerja dipengaruhi oleh (Katzung, 2004):

1.    Ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestetik lokal adalah protein.

2.    Dipengaruhi oleh kecepatan absorbsi.

3.    Dipengaruhi oleh jumlah pembuluh darah perifer di daerah pemberian.

Aktifitas Obat Anestesi Lokal (Katzung, 2004):

Mula kerja anestetika lokal bergantung beberapa faktor, yaitu:

1. pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi

meningkatdan dapat menembus membrann sel saraf sehingga

menghasilkan mula kerja cepat

Page 5: LAPORAN FARMAKOLOGI 2

2. Alkalinisasi anestetika lokal membuat mula kerja cepat

3. Konsentrasi obat anestetika lokal

LIDOKAIN

Salah satu obat anastetika local dari golongan amida. Lidokain terdiri dari

satu gugus lipofilik (biasanya merupakan suatu cincin aromatik) yang dihubungkan

suatu rantai perantara (jenis amid) dengan suatu gugus yang mudah mengion (amin

tersier). Dalam penerapan terapeutik, mereka umumnya disediakan dalam bentuk

garam agar lebih mudah larut dan stabil. Didalam tubuh mereka biasanya dalam

bentuk basa tak bermuatan atau sebagai suatu kation. Perbandingan relative dari

dua bentuk ini ditentukan oleh harga pKa nya dan pH cairan tubuh, sesuai dengan

persamaan Henderson-Hasselbalch (Stoelting, 2006).

Pemerian: serbuk hablur; putih atau semu kuning; bau khas mantap diudara

Kelarutan: praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol (95%) P

dan dalam kloroform P; mudah larut dalam eter P dan dalam benzene P; larut

dalam minyak

Khasiat dan Penggunaan: Anastetikum lokal.

(Farmakope Indonesia III, 1979)

Biasanya Lidokain digunakan untuk anestesi permukaan dalam bentuk salep,

krim dan gel. Efek samping Lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap

sistem saraf pusat misalnya ngantuk, pusing, paraestesia, gangguan mental, koma,

dan seizure (Fatma, dkk, tanpa tahun).

Page 6: LAPORAN FARMAKOLOGI 2

III. ALAT DAN BAHAN

Pada percobaan Efek Lokal Obat (Pengujian Efek Anestetika Lokal) kali ini

alat yang digunakan yaitu peniti dan bulu sikat sedangkan untuk bahan baku yang

digunakan adalah salep lidokain, air panas, air es, serta kapas.

IV. PROSEDUR PERCOBAAN

Terlebih dahulu, pada lengan bagian ventral kiri dan kanan dibuat gambar

seperti contoh berikut:

Luas area dapat disesuaikan dengan luas lengan. Area pada lengan kiri

diolesi dengan obat, dan lengan kanan diolesi dengan air. Dengan bantuan rekan

kerja, pada setiap kotak di area yang digambarkan pada lengan kiri dan kanan

tersebut diberikan stimulus. Stimulus yang diberikan berupa sensasi sentuh

menggunakan bulu sikat, sensasi panas menggunakan bagian tumpul peniti yang

telah direndam dalam air panas, sensasi dingin menggunakan bagian tumpul peniti

yang telah direndam dalam air es dan sensasi nyeri menggunakan bagian tajam

dari peniti.

Setelah itu, sensasi yang dirasakan dari stimulus yang diberikan pada

setiap kotak dicatat dan dijumlahkan. Selanjutnya, berdasarkan jumlah sensasi dari

setiap stimulus, dibandingkan kepekaan pada lengan kiri dan kanan.

Page 7: LAPORAN FARMAKOLOGI 2

V. DATA PENGAMATAN

SPDN SPDN SPDN SPDN

SPDN SPDN SPDN SPDN

SPDN SPDN SPDN SPDN

SPDN SPDN SPDN SPDN

a. Tangan kiri diolesi airJumlah: S: 16

P: 16D: 16N: 16

Keterangan:

S: Sentuh

P: Panas

D: Dingin

N: Nyeri

N N P PD

N N PD SD

N N N PD

N PN P SPDa. Tangan kanan diolesi Lidokain

Jumlah: S: 2P: 6D: 5N: 8

Page 8: LAPORAN FARMAKOLOGI 2

VI. PEMBAHASAN

Pada percobaan ini dilakukan pengujian efek anestetika lokal yang

dilakukan secara topikal. Pada lengan kiri diolesi salep lidokain dan lengan kanan

hanya diolesi oleh air yang bertujuan sebagai kontrol sehingga dapat

dibandingkan. Digunakan lengan bagian ventral kiri dan kanan karena pada bagian

ini lapisan kulitnya lebih tipis dibandingkan dengan bagian lengan yang lain.

Sebelum melakukan percobaan pada lengan yang diolesi salep lidokain,

didiamkan dahulu selama ±1 jam yang bertujuan untuk memberikan waktu kepada

salep lidokain agar menyerap ke dalam kulit.

Pada setiap kotak di area yang digambarkan pada lengan tangan kiri dan

kanan diberi stimulus. Stimulus berupa sensasi sentuh (bulu sikat), sensasi panas

(Bagian tumpul peniti yang telah direndam dalam air panas), sensasi dingin

(bagian tumpul peniti yang telah direndam dalam air es), dan sensasi nyeri (bagian

tajam dari peniti). Berdasarkan dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa lengan

kiri yang diolesi dengan salep lidokain memiliki jumlah kepekaan lebih kecil dari

setiap stimulus yang diberikan dibandingkan dengan lengan kanan yang hanya

diolesi dengan air.

Hal ini menunjukkan bahwa air tidak memiliki efek anestesi lokal karena

saraf-saraf pada lengan kanan masih dapat merespon dengan baik stimulus-

stimulus yang diberikan. Sedangkan pada lengan kiri yang diolesi dengan lidokain

jumlah sensasi yang dirasakan berkurang, diantaranya sensasi nyeri, panas, dan

dingin. Hal ini menunjukkan bahwa lidokain memiliki efek anestetika local karena

telah berkurangnya respon terhadap stimulus-stimulus yang diberikan,

Anastetik lokal bekerja menghambat penghantaran impuls saraf jika

dipergunakan secara lokal dan kontak langsung dengan jaringan saraf. Sebagai

anestetika lokal, lidokain menstabilkan membran saraf dengan cara mencegah

depolarisasi pada membran saraf melalui penghambatan masuknya ion natrium.

Obat anestesi lokal mencegah transmisi impuls saraf (blockade konduksi) dengan

menghambat perjalanan ion sodium melalui saluran ion selektif Na+ dalam

membrane saraf. Saluran Na+ sendiri merupakan reseptor spesifik untuk molekul

anestesi lokal. Kemacetan pembukaan saluran Natrium oleh molekul anestesi lokal

sedikit memperbesar hambatan keseluruhan permeabilitas Na+. Kegagalan

Page 9: LAPORAN FARMAKOLOGI 2

permeabilitas saluran ion terhadap Na+ memperlambat peningkatan kecepatan

depolarisasi sehingga ambang potensial tidak dicapai dan dengan demikian

potensial aksi tidak disebarkan dan akhirnya terjadi kehilangan rasa setempat

secara reversible. Oleh karena itu, pada lengan kiri terjadi anestetika permukaan

yang menghilangkan atau mengurangi sensasi yang diberikan, baik itu sensasi

sentuh, panas, dingin, maupun sensasi nyeri (Tjay, Tan Hoan dan Rahardja,

Kirana, 2007).

Lidokain dengan nama dagang Xylocain yang merupakan derivate

asetanilida ini termasuk golongan amida dan merupakan obat pilihan utama untuk

anastesia permukaan maupun infiltrasi. Lidokain banyak digunakan dalam banyak

sediaan topikal. Sifat kerja lidokain lebih cepat, lebih lama, lebih ekstensif, dan

lebih kuat. Anestesi topikal ini akan diserap ke dalam sirkulasi darah sehingga

dapat menimbulkan efek samping yang toksik. Oleh karena itu, sangat penting

untuk memperhatikan jumlah maksimum yang boleh digunakan pada suatu area

yang akan di anestesi. Efek samping Lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya

terhadap SSP misalnya pusing, kantuk, paraestesia, koma, gangguan mental, dan

seizure. Obat ini termasuk golongan amino asilamid yang jarang menimbulkan

alergi (Fatma, dkk, tanpa tahun).

VII. KESIMPULAN

Lidokain mempunyai efek anestetika lokal, karena jumlah sensasi yang

dirasakan oleh lengan kiri lebih sedikit dibandingkan dengan sensasi yang

dirasakan oleh lengan kanan

Terjadinya anestetika lokal permukaan pada lengan kiri yang diolesi lidokain

ditandai dengan berkurangnya jumlah sensasi yang dirasakan

Lengan kanan yang diolesi air lebih peka terhadap stimulus (rangsangan)

daripada lengan kiri yang diolesi lidokain 

Page 10: LAPORAN FARMAKOLOGI 2

VIII. DAFTAR PUSTAKA

- Boulton TB, Colin EB. 1993. Anestesiologi. Jakarta: EGC; 1994.p.108-133.

- Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi ketiga. Jakarta

- Dobron, Michael B.2004. Penuntun Praktis anestesi.Jakarta: EGC. 1994.p.

89-103.

- Fatma, S. Dewi dkk. Tanpa tahun. Perbandingan Mula Kerja dan Masa

Kerja Dua Anestetik Lokal Lidokain pada Kasus Pencabutan Gigi Molar

Satu atau Dua Rahang Bawah. Jakarta: FKGUI.

- Katzung, Bertram G. 2004.Farmakologi dasar dan klinik. Jakarta: EGC,

1997.

- Latief SA, Kartini AS, M Ruswan D.2009. Petunjuk praktis anestesiologi.

Edisi Kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.p.97-

104.

- Schrock TR.1995. Ilmu Bedah. Edisi 7. Jakarta: EGC.p.113-119.

- Stoelting RK, Hillier SC. Local Anesthetics, in : Stoelting RK, Hillier SC,

editors. Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 4thed.

Philadelphia, Lippincott Williams, 2006, p 182-3.

- Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana. 2007. Obat-Obat Penting hal 407-

413. Jakarta: CV. Permata.