laporan ekologi tanaman, buncis
TRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hampir semua kalangan masyarakat memanfaatkan buncis, mulai dari ibu
rumah tangga yang membutuhkan dalam jumlah sedikit sampai ke industri
pengolahan yang membutuhkan dalam jumlah besar dan continue.
Selain dikonsumsi di dalam negeri ternyata buncis juga telah diekspor.
Negara-negara yang sering mengimpor buncis dari Indonesia antara lain
Singapura, Hongkong, Australia, Malaysia, dan Inggris. Bentuk-bentuk yang
diekspor bermacam-macam, ada yang berbentuk polong segar, didinginkan atau
dibekukan, dan adapula yang berbentuk biji kering. Mengingat buncis sangat
dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia dan masyarakat luar negeri maka bisa
dibayangkan banyaknya produksi buncis yang dibutuhkan. Oleh karena itu, buncis
dapat dikatakan merupakan komoditi yang mempunyai masa depan cerah.
Menurut informasi yang diperoleh dari LIPI diperkirakan bahwa orang Indonesia
membutuhkan kacang-kacangan 40 gr am/hari.
Walaupun tanaman buncis bukan tanaman asli Indonesia, tetapi
penyebarannya cukup meluas di wilayah Indonesia. Hal ini tergambarkan dari
data perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas buncis di Indonesia
selama periode tahun 1999 – 2003. Dilihat dari luas panen dari tahun 1999 sampai
dengan Tahun 2001 terjadi penurunan, tetapi di tahun 2002 luas panen kembali
meningkat, bahkan di tahun 2003 peningkatannya mencapai 22,38 %. Produksi
nasional tertinggi terjadi di tahun 2000 yang mencapai 302 624 hektar. Hal
tersebut disebabkan oleh tingginya produktivitas di tahun tersebut. Namun
demikian, setelah tahun 2000 produktivitas mengalami penurunan dari tahun ke
tahun, sehingga pada tahun 2003 hanya mencapai 7,59 ton per hektar. Hal tersebut
mengindikasikan kurang optimalnya teknologi budidaya yang digunakan oleh
petani buncis.
Ada beberapa faktor penyebab belum baiknya teknologi yang digunakan
oleh petani, diantaranya: 1) teknologi yang direkomendasikan tidak dapat
memecahkan permasalahan petani, 2) proses transfer teknologi tidak berjalan
dengan baik, atau 3) teknologi yang direkomendasikan belum tersedia (Lionberger
dan Gwin, 1991). Adapun untuk budidaya buncis, kemungkinan disebabkan oleh
belum tersedianya teknologi yang direkomendasikan. Hal tersebut berkaitan erat
dengan skala prioritas program penelitian sayuran. Selama ini buncis tidak
dimasukkan sebagai sayuran yang mendapat prioritas untuk diteliti, sehingga
penelitian-penelitian untuk komoditas tersebut sangat terbatas (lihat sub bab hasil-
hasil penelitian).
Berkaitan erat dengan tingkat adaptabilitasnya, pertanaman buncis di
Indonesia tersebar terutama di daerah dataran tinggi. Data di Indonesia
menunjukkan perkembangan areal tanam dan produksi di beberapa propinsi
penting penghasil buncis, serta data agregatnya. Berdasarkan data tersebut
Propinsi Jawa Barat merupakan sentra produksi terbesar di Indonesia dengan
kontribusi sebesar 29,84 – 38,13% terhadap produksi nasional selama periode
1999–2003. Propinsi lainnya sebagai sentra produksi terbesar setelah Jawa Barat,
tercatat Sumatera Utara, Jawa Timur, Bengkulu dan Jawa Tengah.
Ditinjau dari produktivitasnya, hasil yang dicapai Jawa Barat jauh di atas
propinsi- propinsi lainnya. Sebagai contoh pada tahun 2003 produktivitas buncis
di Jawa Barat mencapai 13,53 ton per hektar, sementara propinsi lainnya berkisar
antara 2,13- 10,08 ton per hektar. Produktuvitas buncis di Jawa Barat tersebut
masih di atas produktivitas rata-rata Indonesia yang hanya mencapai 7,59 ton per
hektar. Hal tersebut secara tidak langsung mengindikasikan bahwa penggunaan
teknologi di sentra produksi Jawa Barat sudah lebih baik dibandingkan dengan
propinsi lainnya.
Untuk tetap mempertahankan eksistensinya maka buncis harus
mempunyai kualitas yang baik. Untuk mendapatkan kualitas yang baik maka
proses pembudidayaan sangat menentukan sekali. Cara yang dilakukan antara lain
dengan pemberian bahan organik untuk budidaya buncis. Pada praktikum kali ini,
akan diadakan beberapa perlakuan pemberian bahan organik guna melihat
beberapa respon tanaman buncis.
B. Tujuan
Untuk mengetahui respon pertumbuhan tanaman buncis
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
Kacang buncis (Phaseolus vulgaris .L.) berasal dari Amerika, sedangkan
kacang buncis tipe tegak (kidney-bean) atau kacang jago adalah tanaman asli
lembah Tahuaacan-Meksiko. Penyebarluasan tanaman buncis dari Amerika ke
Eropa dilakukan sejak abad 16. Dearah pusat penyebaran dimulai di Inggris
(1594), menyebar ke negara-negara Eropa, Afrika, sampai ke Indonesia.
Pembudidayaan tanaman buncis di Indonesia telah meluas ke berbagai
daerah. Tahun 1961-1967 luas areal penanaman buncis di Indonesia sekitar 3.200
hektar, tahun 1969-1970 seluas 20.000 hektar dan tahun 1991 mencapai 79.254
hektar dengan produksi 168.829 ton.
Daerah yang sejak lama menjadi sentra pertanaman buncis antara lain
Kotabatu (Bogor), Pengalengan dan Lembang (Bandung) dan Cipanas (Cianjur).
Sedangkan pusat terbesar pertanaman kacang ijo anatara lain daerah Garut (Jawa
Barat).
Taksonomi tanaman buncis diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plant Kingdom
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiosspermae
Kelas : Dicotyledonae
Sub kelas : Calyciflorae
Ordo : Rosales (Leguminales)
Famili : Leguminosae (Papilionaceae)
Sub famili : Papilionoideae
Genus : Phaseolus
Spesies : Phaseolus vulgaris L.
Botani
Habitus : Semak, menjalar, panjang 2-3 m.
Batang : Tegak, bulat, lunak, membelit, hijau.
Daun : Majemuk, lonjong, panjang 8-13 cm, lebar 5-9 cm, berambut,
ujung meruncing, pangkal membulat, tepi rata, pertulangan
menyirip, tangkai persegi, beranak daun tiga, hijau tua.
Bunga : Majemuk, bentuk tandan, di ketiak daun, tangkai panjang ± 5 cm,
hijau keunguan, kelopak segitiga, berambut, panjang 2-3 cm,
mahkota bentuk kupu-kupu, ungu, benang sari berlekatan, putik
berambut, ungu.
Buah : Polong, panjang ± 10 cm, masih muda hijau kekuningan setelah
tua coklat.
Biji : Lonjong, mengkilat, permukaan licin, putih.
Akar : Tunggang, kuning kotor.
Kacang buncis dan kacang jogo mempunyai nama ilmiah sama yaitu
Phaseolus vulgaris L., yang berbeda adalah tipe pertumbuhan dan kebiasaan
panennya. Kacang buncis tumbuh merambat (pole beans) dan dipanen polong
mudanya, sedangkan kacang jogo (kacang merah) merupakan kacang buncis jenis
tegak (tidak merambat) umumnya dipanen polong tua atau bijinya saja, sehingga
disebut Bush bean. Nama umum kacang buncis di pasaran internasional disebut
Snap beans atau French beans, kacang jogo dinamakan Kidney beans.
Buncis sendiri mempunyai dua jenis yaitu buncis jenis tegak dan buncis
jenis melilit. Jenis buncis tegak batangnya tidak menjalar misalnya kacang merah
(kacang jago) yang bijinya berbintik-bintik merah dan kacang galing, bijinya
berwarna hitam kuning atau cokelat tua. Sedangkan buncis dengan jenis melilit
bijinya berwarna putih, hitam dan kuning. Buncis jenis ini banyak ditanan oleh
petani.
Peningkatan produksi buncis mempunyai arti penting dalam menunjang
peningkatan gizi masyarakat, sekaligus berdaya guna bagi usaha mempertahankan
kesuburan dan produktivitas tanah. Kacang buncis merupakan salah satu sumber
protein nabati yang murah dan mudah dikembangkan.
Kacang jogo/kacang merah yang dikonsumsi bijinya, mengandung protein
21-27%, sehingga menu makanan yang terdiri atas campuran nasi dan kacang
jogo (90%+10%) merupakan komposisi makanan yang mencukupi karbohidrat
dan protein tubuh.
BAB IIIPELAKSANAAN PRAKTIKUM
A. Tempat dan Waktu
Praktikum dilaksanakan pada hari jumat pukul 14:30 WIB di lahan
Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya.
B. Alat dan Bahan
Polibeg 10 kg 1 buah
Benih buncis
Pupuk kandang
Pupuk ampas jerami
Tanah
Label
Cangkul
Ember
C. Cara kerja
1. Campurkan dua gayung pupuk kandang, dua gayung ampas dan tanah.
2. Aduk hingga merata di dalam ember.
3. Masukkan campuran organik ke dalam polibeg 10 kg
4. Setelah dimasukkan, tanam 4 benih buncis.
5. Lalu amati pertumbuhannya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tanggal/minggu Kegiatan PengamatanJumlah tan.
HidupTinggi Jumlah daun
1 okt 2010 Penyiapan tanah
- - -
8 okt 2010 Penyiapan media tanam
- - -
15 okt 2010 Penanaman benih
- - -
22 okt 2010 Pengamatan Pembersihan gulma, Penyulaman.
2 1. 2 cm2. 8 cm
1. –2. 2
29 okt 2010 Pengamatan dan Pembersihan gulma
4 1. 17,2 cm2. 10 cm3. 25 cm4. 18 cm
1. 42. 33. 54. 2
22 nov 2010 Pengamatan dan Pembersihan gulma
2 1. 55 cm2. 50 cm
1. 222. 25
B. Pembahasan
Hasil pengamatan pengaruh pemberian bahan organik terhadap
pertumbuhan buncis tidak sebaik yang diharapkan. Pada hasil pengamatan ke tiga
menunjukkan bahwa dari empat benih yang ditanam, hanya 2 benih yang mampu
hidup. Penyulamanpun dilakukan pada pengamatan keempat dengan harapan
tanaman buncis dapat hidup sehingga praktikan mampu melihat seberapa besar
bahan organik bagi pertumbuhan buncis. pada tanggal 29 oktober 2010, benih
buncis yang disulampun akhirnya dapat tumbuh. Pengamatan terakhir yang
dilakukan pada tanggal 22 november 2010 menunjukkan bahwa hanya 2 dari 4
benih yang telah tumbuh mampu bertahan sedangkan 2 yang lainnya mati. Banyak
yang mempengaruhi pertumbuhan buncis selain pemberian bahan organik, faktor
luar seperti tanah, iklim, air, ketinggian dan radiasi matahari juga ikut berperan
dalam pertumbuhan fisiologi dan morfologi tanaman buncis mengingat buncis
merupakan tanaman sayuran dataran tinggi.
Ditinjau dari syarat tumbuh tanah, tanah yang cocok bagi tanaman buncis
ternyata banyak terdapat di daerah yang mempunyai iklim basah sampai kering
dengan ketinggian yang bervariasi. Jenis tanah yang cocok untuk tanaman buncis
adalah andosol dan regosol karena mempunyai drainase yang baik. Tanah andosol
hanya terdapat di daerah pegunungan yang mempunyai iklim sedang dengan
curah hujan diatas 2500 mm/tahun, berwarna hitam, bahan organiknya tinggi,
berstektur lempung hingga debu, remah, gembur dan permeabilitasnya sedang.
Tanah regosol berwarna kelabu, coklat dan kuning, berstektur pasir sampai
berbutir tunggal dan permeabel.
Sifat-sifat tanah yang baik untuk buncis: gembur, remah, subur dan
keasaman (pH) 5,5-6. Sedangkan yang ditanam pada tanah pH < 5,5 akan
terganggu pertumbuhannya (pada pH rendah terjadi gangguan penyerapan unsur
hara). Beberapa unsur hara yang dapat menjadi racun bagi tanaman antara lain:
aluminium, besi dan mangan.
Tanaman buncis tumbuh baik di dataran tinggi, pada ketinggian 1000-1500 m dpl.
Walaupun demikian tidak menutup kemungkinan untuk ditanam pada daerah
dengan ketinggian antara 300-600 meter. Dewasa ini banyak dilakukan penelitian
mengenai penanaman buncis tegak di dataran rendah ketinggian: 200-300 m dpl.,
dan ternyata hasilnya memuaskan. Beberapa varietas buncis tipe tegak seperti
Monel, Richgreen, Spurt, FLO, Strike dan Farmers Early dapat ditanam di dataran
rendah pada ketinggian antara 200-300 m dpl.
Jenis tanah di sumatera selatan sendiri berlapis alluvial, liat dan berpasir,
terletak pada lapisan yang paling muda, tanahnya juga relatif rendah dan datar.
Hal ini tentu saja mendukung pertumbuhan buncis yang tidak baik.
Seperti halnya air juga ikut berpengaruh, seperti yang kita ketahui tanaman
buncis merupakan tanaman dataran tinggi yang membutuhkan curah hujan 2500
mm/tahun. Curah hujan sangat berpengaruh terhadap ketersediaan air tanaman.
Jika curah hujan rendah, maka air tanah menjadi berkurang. Akar tanaman akan
kesulitan mencari air dan tanaman akan mengalami stress air. Pada praktikum kali
ini, kondisi kekurangan air juga mengakibatkan 2 dari 4 tanaman buncis mati dan
layu.
Pemberian bahan organik tentu saja memiliki pengaruh yang baik pada
setiap tanaman, tak terkecuali buncis. Namun dalan pertumbuhannya faktor
lingkungan juga turut berperan dalam proses pertumbuhan vegetatif maupun
generatif tanaman.
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Buncis merupakan tanaman dataran tinggi
2. Pada pengamatan keempat menunjukkan, hanya 2 dari 4 tanaman buncis
yang mampu bertahan hidup.
3. Pemberian bahan organik tidak terlihat secara jelas pada praktikum kali
ini.
4. Faktor lingkungan ikut berperan terhadap pertumbuhan buncis.
5. Khusus perlakuan pada kelompok ini, respon pertumbuhan tanaman
terhadap pemberian bahan organik tidaklah baik.
B. Saran
Praktikan seharusnya mempertimbangkan syarat tumbuh tanaman,
sehingga pemberian bahan organik berdampak baik bagi pertumbuhan tanaman
budidaya.
DAFTAR PUSTAKA
Adiyoga, W dkk. 2004. Laporan Akhir Profil Komoditas Buncis. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Prasetyo, wahyudi. 2010. Budidaya Tanaman Buncis. Jakarta: AgriLands
http://agrimaniax.blogspot.com/2010/07/budidaya-buncis.html
http://kambing.ui.ac.id/bebas/v12/artikel/ttg_tanaman_obat/depkes/buku3/3101.pf
http://id.wikipedia.org/wiki/Buncis
LAPORAN TETAP PRAKTIKUMEKOLOGI TANANMAN
Pengaruh Pemberian Bahan Organik Pertumbuhan Tanaman Buncis
DISUSUN OLEH:DIAN MIRANTI
05081001037KELOMPOK 5
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIANFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA2010