laporan anfis 3 denny

25
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Sistem saraf merupakan sel yang sangat khusus yang dapat menghantarkan dan memicu rangsangan listrik secara hayati. Mereka berkomunikasi dengan sel saraf lain melalui jaringan kerja yang rumit dan dapat mengatur semua jaringan dan organ. Sel saraf dapat terangsang atau di hambat karena membran sel saraf permeabilitasnya atau kepermeabelannya mudah berubah karena pengaruh neurotrasmitter endogen atau obat. Kolenergik atau parasimpatomimetik adalah sekelompok zat yang dapat menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis (SP), karena melepaskan neurohormon asetilkolin (ACh) diujung-ujung neuronnya. Tugas utama SP adalah mengumpulkan energi dari makanan dan menghambat penggunaannya, singkatnya berfungsi asimilasi. Bila neuron SP dirangsang, timbullah sejumlah efek yang menyerupai keadaan istirahat dan tidur. Efek kolinergis faal yang terpenting seperti: stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat peristaltik dan sekresi kelenjar ludah dan getah lambung (HCl), juga sekresi air mata, dan lain-lain, memperkuat sirkulasi, antara lain dengan mengurangi kegiatan jantung,

Upload: denny-deny

Post on 05-Aug-2015

202 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan ANFIS 3 Denny

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Sistem saraf merupakan sel yang sangat khusus yang dapat

menghantarkan dan memicu rangsangan listrik secara hayati. Mereka

berkomunikasi dengan sel saraf lain melalui jaringan kerja yang rumit dan

dapat mengatur semua jaringan dan organ. Sel saraf dapat terangsang atau

di hambat karena membran sel saraf permeabilitasnya atau

kepermeabelannya mudah berubah karena pengaruh neurotrasmitter

endogen atau obat.

   Kolenergik atau parasimpatomimetik adalah sekelompok zat yang

dapat menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis

(SP), karena melepaskan neurohormon asetilkolin (ACh) diujung-ujung

neuronnya. Tugas utama SP adalah mengumpulkan energi dari makanan

dan menghambat penggunaannya, singkatnya berfungsi asimilasi. Bila

neuron SP dirangsang, timbullah sejumlah efek yang menyerupai keadaan

istirahat dan tidur. Efek kolinergis faal yang terpenting seperti: stimulasi

pencernaan dengan jalan memperkuat peristaltik dan sekresi kelenjar ludah

dan getah lambung (HCl), juga sekresi air mata, dan lain-lain, memperkuat

sirkulasi, antara lain dengan mengurangi kegiatan jantung, vasodilatasi, dan

penurunan tekanan darah, memperlambat pernafasan, antara lain dengan

menciutkan bronchi, sedangkan sekresi dahak diperbesar, kontraksi otot

mata dengan efek penyempitan pupil (miosis) dan menurunnya tekanan

intraokuler akibat lancarnya pengeluaran air mata, kontraksi kantung kemih

dan ureter dengan efek memperlancar pengeluaran urin, dilatasi pembuluh

dan kotraksi otot kerangka, menekan SSP setelah pada permulaan

menstimulasinya.

Page 2: Laporan ANFIS 3 Denny

I.2. MAKSUD DAN TUJUAN PERCOBAAN

I.2.1 MAKSUD PERCOBAAN

Mengetahui dan memahami efek pilokarpin dan adrenalin pada

hewan coba mencit (Mus musculus)

I.2.2 TUJUAN PERCOBAAN

a. Mengetahui efek pilokarpin pada mencit (Mus musculus)

b. Mengetahui efek adrenalin pada mencit (Mus musculus)

c. Mengetahui efek NaCl pada mencit (Mus musculus)

I.III PRINSIP PERCOBAAN

Perlakuan terhadap hewan coba mencit (Mus musculus) untuk

mengetahui efek pilokarpin dan adrenalin.

Page 3: Laporan ANFIS 3 Denny

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 TEORI UMUM

Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf sadar dan sistem saraf

tak sadar (sistem saraf otonom). Sistem saraf sadar mengontrol aktivitas

yang kerjanya diatur oleh otak, sedangkan saraf otonom mengontrol

aktivitas yang tidak dapat diatur otak antara lain denyut jantung, gerak

saluran pencernaan, dan sekresi keringat. Di dalam sistem saraf otonom

disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun dari sumsum

tulang belakang dan menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem ini

terdapat beberapa jalur dan masing-masing jalur membentuk sinapsis

yang kompleks dan juga membentuk ganglion. Urat saraf yang terdapat

pada pangkal ganglion disebut urat saraf pra ganglion dan yang berada

pada ujung ganglion disebut urat saraf post ganglion (4).

Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem saraf simpatik dan

sistem saraf parasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf simpatik dan

parasimpatik terletak pada posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai

ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang menempel pada

sumsum tulang belakang sehingga mempunyai urat pra ganglion pendek,

sedangkan saraf parasimpatik mempunyai urat pra ganglion yang

panjang karena ganglion menempel pada organ yang dibantu (4).

Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan

(antagonis). Sistem saraf parasimpatik terdiri dari keseluruhan “nervus

vagus” bersama cabang-cabangnya ditambah dengan beberapa saraf

otak lain dan saraf sumsum sambung. Selain itu, fungsi saraf otonom

pada sistem saraf simpatik, diantaranya sebagai berikut :

1.memperbesar pupil.

2.menghambat aliran ludah.

Page 4: Laporan ANFIS 3 Denny

3.mempercepat denyut jantung.

4.mengecilkan bronkus.

5.menghambat sekresi kelenjar pencernaan.

6.menghambat kontraksi kandung kemih.

Sedangkan, fungsi saraf otonom pada sistem saraf parasimpatik,

diantaranya sebagai berikut :

1.mengecilkan pupil.

2.menstimulasi aliran ludah.

3.memperlambat denyut jantung.

4.membesarkan bronkus.

5.menstimulasi sekresi kelenjar pencernaan.

6.mengerutkan kantung kemih (4).

Kelenjar saliva merupakan salah satu kelenjar dalam sistem

pencernaan yang akan meningkat aktivitasnya jika distimulasi oleh sistem

saraf parasimpatik atau oleh obat-obat parasimpatomimetik. Tetapi

sebaliknya, jika diberikaan obat-obat yang aktivitasnya berlawanan

dengan sistem parasimpatik atau bersifat parasimpatolitik, maka aktivitas

kelenjar saliva akan menurun. System saraf otonom adalah system saraf

yang bekerja tanpa mengikuti kehendak dan kemauan kita. Misalnya

detak jantung, mata berkedip, kesadaran, pernafasan maupun

pencernaan makanan. Menurut fungsi dan tanda – tanda morfologinya

system saraf otonom dibedakan menjadi dua yaitu, system saraf simpatik

dan system saraf parasimpatik (4).

Pada umumnya system saraf simpatik dan system saraf

parasimpatik bekerja berlawanan tetapi dalam beberapa hal bersifat

sinergis. Rangsangan dari susunan saraf pusat untuk sampai ke ganglion

efektor memerlukan suatu penghantar yang disebut dengan

neurotransmiter. Bila rangsangan tersebut berasal dari saraf simpatis

maka neurohormon yang bekerja adalah noradrenalin (adrenalin) atau

Page 5: Laporan ANFIS 3 Denny

norepinephrin (epinefrin). Sebaliknya apabila rangsangan tersebut

berasal dari saraf  parasimpatis, maka neurohormon yang bekerja adalah

asetilkolin (4).

Untuk menghindari akumulasi dari neurohormon yang dapat

mengakibatkan perangsangan saraf terus menerus maka neurohormon

harus diuraikan oleh enzim khusus yang terdapat dalam darah maupun

jaringan..Efek samping dosis tinggi pada jantung adalah berdebar,

gelisah, gemetaran dan muka merah. Turunan yang paling sering

digunakan adalah feneterol, terbutalin dan salbutamol. Simpatolitik /

adrenolitik, yaitu obat yang meniru efek bila saraf parasimpatis ditekan

atau melawan efek adrenergik, contohnya  alkaloida sekale, propanolol,

dll.

·                Obat yang berkhasiat terhadap saraf parasimpatis:

Para simpatomimetik / kolinergik Kolenergik atau parasimpatomimetik

adalah sekelompok zat yang dapat menimbulkan efek yang sama dengan

stimulasi Susunan Parasimpatis (SP), karena melepaskan neurohormon

asetilkolin (ACh) diujung-ujung neuronnya. Tugas utama SP adalah

mengumpulkan energi dari makanan dan menghambat penggunaannya,

singkatnya berfungsi asimilasi. Bila neuron SP dirangsang, timbullah

sejumlah efek yang menyerupai keadaan istirahat dan tidur. Efek

kolinergis faal yang terpenting seperti: stimulasi pencernaan dengan jalan

memperkuat peristaltik dan sekresi kelenjar ludah dan getah lambung

(HCl), juga sekresi air mata, dan lain-lain, memperkuat sirkulasi, antara

lain dengan mengurangi kegiatan jantung, vasodilatasi, dan penurunan

tekanan darah, memperlambat pernafasan, antara lain dengan

menciutkan bronchi, sedangkan sekresi dahak diperbesar, kontraksi otot

mata dengan efek penyempitan pupil (miosis) dan menurunnya tekanan

intraokuler akibat lancarnya pengeluaran air mata, kontraksi kantung

kemih dan ureter dengan efek memperlancar pengeluaran urin, dilatasi

Page 6: Laporan ANFIS 3 Denny

pembuluh dan kotraksi otot kerangka, menekan SSP setelah pada

permulaan menstimulasinya (4).

Reseptor kolinergika terdapat dalam semua ganglia, sinaps, dan neuron

postganglioner dari SP, juga pelat-pelat ujung motoris dan di bagian

Susunan Saraf Pusat yang disebut sistem ekstrapiramidal (4).

Reseptor ini, selain ikatannya dengan asetilkolin, mengikat pula

muskarin, yaitu suatu alkaloid yang dikandung oleh jamur beracun

tertentu. Sebaliknya, reseptor muskarinik ini menunjukkan afinitas lemah

terhadap nikotin. Dengan menggunakan study ikatan dan panghambat

tertentu, maka telah ditemukan beberapa subklas reseptor muskarinik

seperti M1, M2, M3, M4, M5. Reseptor muskarinik dijumpai dalam ganglia

sistem saraf tepi dan organ efektor otonom, seperti jantung, otot polos,

otak dan kelenjar eksokrin. Secara khusus walaupun kelima subtipe

reseptor muskarinik terdapat dalam neuron, namun reseptor M1

ditemukan pula dalam sel parietal lambung, dan reseptor M2 terdapat

dalam otot polos dan jantung, dan reseptor M3 dalam kelenjar eksokrin

dan otot polos. Obat-obat yang bekerja muskarinik lebih peka dalam

memacu reseptor muskarinik dalam jaringan tadi, tetapi dalam kadar

tinggi mungkin memacu reseptor nikotinik pula (5).

Sejumlah mekanisme molekular yang berbeda terjadi dengan

menimbulkan sinyal yang disebabkan setelah asetilkolin mengikat

reseptor muskarinik. Sebagai contoh, bila reseptor M1 atau M2 diaktifkan,

maka reseptor ini akan mengalami perubahan konformasi dan

berinteraksi dengan protein G, yang selanjutnya akan mengaktifkan

fosfolipase C. Akibatnya akan terjadi hidrolisis fosfatidilinositol-(4,5)-

bifosfat (PIP2) menjadi diasilgliserol (DAG) dan inositol (1,4,5)-trifosfat

(IP3) yang akan meningkatkan kadar Ca++ intrasel. Kation ini selanjutnya

akan berinteraksi untuk memacu atau menghambat enzim-enzim atau

menyebabkan hiperpolarisasi, sekresi atau kontraksi. Sebaliknya, aktivasi

Page 7: Laporan ANFIS 3 Denny

subtipe M2 pada otot jantung memacu protein G yang menghambat

adenililsiklase dan mempertinggi konduktan K+, sehingga denyut dan

kontraksi otot jantung akan menurun (5).

Reseptor ini selain mengikat asetilkolin, dapat pula mengenal

nikotin, tetapi afinitas lemah terhadap muskarin. Tahap awal nikotin

memang memacu reseptor nikotinik, namun setelah itu akan menyekat

reseptor itu sendiri. Reseptor nikotinik ini terdapat di dalam sistem saraf

pusat, medula adrenalis, ganglia otonom, dan sambungan

neuromuskular. Obat-obat yang bekerja nikotinik akan memacu reseptor

nikotinik yang terdapat di jaringan tadi. Reseptor nikotinik pada ganglia

otonom berbeda dengan reseptor yang terdapat pada sambungan

neuromuskulular. Sebagai contoh, reseptor ganglionik secara selektif

dihambat oleh heksametonium, sedangkan reseptor pada sambungan

neuromuskular secara spesifik dihambat oleh turbokurarin (5).

Stimulasi reseptor ini oleh kolenergika menimbulkan efek yang

menyerupai efek adrenergika, jadi bersifat berlawanan sama sekali.

Misalnya vasokonstriksi dengan naiknya tensi ringan, penguatan kegiatan

jantung, juga stimulasi SSP ringan. Pada dosis rendah, timbul kontraksi

otot lurik, sedangkan pada dosis tinggi terjadi depolarisasi dan blokade

neuromuskuler (4).

Kolinergika dapat dibagi menurut cara kerjanya, yaitu zat-zat

dengan kerja langsung dan zat-zat dengan kerja tak langsung.

Kolinergika yang bekerja secara langsung meliputi karbachol, pilokarpin,

muskarin, dan arekolin (alkaloid dari pinang, Areca catechu). Zat-zat ini

bekerja secara langsung terhadap organ-organ ujung dengan kerja utama

yang mirip efek muskarin dari ACh. Semuanya adalah zat-zat amonium

kwaterner yang bersifat hidrofil dan sukar larut memasuki SSP, kecuali

arekolin (4).

Page 8: Laporan ANFIS 3 Denny

Sedangkan kolinergika yang bekerja secara tak langsung meliputi

zat-zat antikolinesterase seperti fisostigmin, neostigmin, dan

piridogstimin. Obat-obat ini merintangi penguraian ACh secara reversibel,

yakni hanya untuk sementara. Setelah zat-zat tersebut habis diuraikan

oleh kolinesterase, ACh segera akan dirombak lagi. Disamping itu, ada

pula zat-zat yang mengikat enzim secara irreversibel, misalnya parathion

dan organofosfat lainnya. Kerjanya panjang, karena bertahan sampai

enzim baru terbentuk lagi. Zat ini banyak digunakan sebagai insektisid

beracun kuat di bidang pertanian (parathion) dan sebagai obat kutu

rambut (malathion). Gas saraf yang digunakan sebagai senjata perang

termasuk pula kelompok organofosfat ini, misalnya Sarin, Soman, dan

sebagainya 4).

Salah satu kolinergika yang sering digunakan dalam pengobatan

glaukoma adalah pilokarpin. Alkaloid pilokarpin adalah suatu amin tersier

dan stabil dari hidrolisis oleh asetilkolenesterase. Dibandingkan dengan

asetilkolin dan turunannya, senyawa ini ternyata sangat lemah. Pilokarpin

menunjukkan aktivitas muskarinik dan terutama digunakan untuk

oftamologi. Penggunaan topikal pada kornea dapat menimbulkan miosis

dengan cepat dan kontraksi otot siliaris. Pada mata akan terjadi suatu

spasme akomodasi, dan penglihatan akan terpaku pada jarak tertentu,

sehingga sulit untuk memfokus suatu objek. Pilokarpin juga merupakan

salah satu pemacu sekresi kelenjar yang terkuat pada kelenjar keringat,

air mata, dan saliva, tetapi obat ini tidak digunakan untuk maksud

demikian. Pilokarpin adalah obat terpilih dalam keadaan gawat yang

dapat menurunkan tekanan bola mata baik glaukoma bersudut sempit

maupun bersudut lebar. Obat ini sangat efektif untuk membuka anyaman

trabekular di sekitar kanal Schlemm, sehingga tekanan bola mata turun

dengan segera akibat cairan humor keluar dengan lancar. Kerjanya ini

dapat berlangsung sekitar sehari dan dapat diulang kembali. Obat

Page 9: Laporan ANFIS 3 Denny

penyekat kolinesterase, seperti isoflurofat dan ekotiofat, bekerja lebih

lama lagi. Disamping kemampuannya dalam mengobati glaukoma,

pilokarpin juga mempunyai efek samping. Dimana pilokarpin dapat

mencapai otak dan menimbulkan gangguan SSP. Obat ini merangsang

keringat dan salivasi yang berlebihan (5).

2.      Parasimpatolitik / anti kolinergik

yaitu obat yang meniru bila saraf parasimpatis ditekan atau melawan efek

kolinergik. Semua antikolinergik memperlihatkan kerja yang hampir sama

tetapi daya afinitasnya berbeda terhadap berbagai organ, misalnya

atropin hanya menekan sekresi liur, mukus bronkus dan keringat pada

dosis kecil, tetapi pada dosis besar dapat menyebabkan dilatasi pupil

mata, gangguan akomodasi dan penghambatan saraf fagus pada

jantung. Antikolinergik juga memperlihatkan efek sentral yaitu

merangsang pada dosis kecil tetapi mendepresi pada dosis toksik (5)

Penggunaan Senyawa ini mengandung Nitrogen bervalensi bersifat basa

kuat dan terionisasi baik, maka sulit melewati sawar darah otak sehingga

tidak memiliki efek sentral. Khasiat antikolinergiknya lemah dengan kerja

spasmolitik yang lebih kuat dari atropin dan efek samping lebih ringan.

Penggunaan untuk meredakan peristaltik lambung-usus dan meredakan

organ dalam. Yang termasuk dalam golongan ini adalah: propantelin,

oksifenium, mepenzolat, isopropamida dan ipratropium (5)

II.2 URAIAN HEWAN COBA

II.2.1. Karakteristik hewan coba

1. Mencit (Mus musculus)

a. Masa pubertas : 4 – 5 hari (poliestrus)

b. Masa beranak : 7 – 18 bulan

c. Masa hamil : 19 – 21 hari

d. Jumlah sekali lahir : 10 – 12 ekor

e. Masa hidup : 1,5 – 3,0 tahun

Page 10: Laporan ANFIS 3 Denny

f. Masa tumbuh : 50 hari

g. Masa menyusui : 21 hari

h. Frekuensi kelahiran : 6 – 10 kali kelahiran

i. Suhu tubuh : 36,5 -38,0 0 C

j. Laju respirasi : 163 x / mn

k. Tekanan darah : 113-147/81-106 mm Hg

l. Volume darah : 76 – 80 mg/kg

m. Luas permukaan tubuh : 20 g : 36 cm

II.2.2. Klasifiasi hewan coba

a. Mencit (Mus musculus)

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Family : Muridae

Subfamily : Murinae

Genus : Mus

Spesies : Mus musculus

II.3 URAIAN BAHAN

1. Aquadest (FI edisi III hal 96)

Nama resmi : AQUA DESTILLATA

Nama lain : Air suling

Rumus Kimia : H2O

Berat molekul : 18,02

Pemeriaan : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau dan

tidak mempunyai rasa.

Penyimpanan : dalam wadah yang tertutup baik

K/P : Pelarut

Page 11: Laporan ANFIS 3 Denny

BAB III

METODE KERJA

III.1. ALAT DAN BAHAN

A. ALAT YANG DIGUNAKAN

Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah papan datar

bulat,alat kasar, gelas kimia, spoit 1 cc, labu ukur 10 ml, dan gelas

ukur

B. BAHAN YANG DIGUNAKAN

Adapun nahan yang di gunakan pilokarpin, adrenalin dan larutan

NaCl fisiologis steril

III.2. CARA KERJA

III.2.1. PENGENCERAN LARUTAN PILOKARPIN

a. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan

b. Dihitung dosis parenteral

c. Diambil 1 ml larutan pilokarpin dengan menggunakan spoit

kemudian dimasukkan kedalam gelas ukur 4 ml lalu di

cukupkan hingga 4 ml dengan menggunakan aquadest

d. Diambil 1 ml larutan pilokarpin dari gelas ukur dengan

menggunakan spoit kemudian dimasukkan kedalam labu

ukur 10 ml lalu di cukupkan hingga 10 ml dengan

menggunakan aquadest

e. Diambil 1 ml larutan pilokarpin dari labu ukur dengan

menggunakan spoit kemudian dimasukkan kedalam labu

ukur 10 ml lalu di cukupkan hingga 10 ml dengan

menggunakan aquadest

f. Larutan siap digunakan

Page 12: Laporan ANFIS 3 Denny

III.2.2. PENGENCERAN LARUTAN ADRENALIN

a. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan

b. Dihitung dosis parenteral adrenalin

c. Diambil 1 ml larutan adrenalin dengan menggunakan spoit

kemudian dimasukkan kedalam gelas ukur 4 ml lalu di

cukupkan hingga 4 ml dengan menggunakan aquadest

d. Diambil 1 ml larutan adrenalin dari gelas ukur dengan

menggunakan spoit kemudian dimasukkan kedalam labu

ukur 10 ml lalu di cukupkan hingga 10 ml dengan

menggunakan aquadest

e. Diambil 1 ml larutan adrenalin dari labu ukur dengan

menggunakan spoit kemudian dimasukkan kedalam labu

ukur 10 ml lalu di cukupkan hingga 10 ml dengan

menggunakan aquadest

f. Larutan siap digunakan

III.2.3. PENGENCERAN LARUTAN NaCl FISIOLOGIS STERIL

a. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan

b. Dihitung dosis parenteral

c. Diambil 1 ml larutan NaCl dengan menggunakan spoit

kemudian dimasukkan kedalam gelas ukur 4 ml lalu di

cukupkan hingga 4 ml dengan menggunakan aquadest

d. Diambil 1 ml larutan NaCl dari gelas ukur dengan

menggunakan spoit kemudian dimasukkan kedalam labu

ukur 10 ml lalu di cukupkan hingga 10 ml dengan

menggunakan aquadest

e. Diambil 1 ml larutan NaCl dari labu ukur dengan

menggunakan spoit kemudian dimasukkan kedalam labu

ukur 10 ml lalu di cukupkan hingga 10 ml dengan

menggunakan aquadest

Page 13: Laporan ANFIS 3 Denny

f. Larutan siap digunakan

III.2.4. PEMBERIAN PARENTERAL PILOKARPIN,ADRENALIN DAN

NaCl PADA MENCIT

a. Diambil larutan pilokarpin 1 ml dengan menggunakan spoit

1cc

b. Disuntikkan pada mencit (Mus musculus) jantan dan betina

larutan pilokarpin sesuai dengan perhitungan dosis

berdasarkan berat badan mencit

c. Diamati gejala yang timbul pada hewan percobaan seperti

miosis,midriasis,vasokonstriksi,vasodilatasi,tremor,grooming,

saliva,straub dan diare

d. Diberi perlakuan yang sama pada mencit betina dan jantan

dengan menggunakan larutan adrenalin dan NaCl

Page 14: Laporan ANFIS 3 Denny

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

IV.1. TABEL HASIL PENGAMATAN

Efek pilokarpin NaCl Adrenalin

5’ 10 ‘ 15’ 5’ 10’ 15’ 5’ 10’ 15’

Mioisis - - + - - - - - -

Midriasis - - - - - - - - +

Vasokonstriks

i

- - - - - - - - -

Vasodilatasi - - + - - - - - +

Tremor - + + - - - - + +

Grooming + + + + + + - + +

Saliva - - - - - - + - -

Straub - + + + - - - + +

Diare - - - + + + - - -

Page 15: Laporan ANFIS 3 Denny

BAB V

PEMBAHASAN

Adapun percobaan yang akan dilakukan pada praktikum kali ini adalah

untuk mengetahui efek pilokarpin dan adrenalin pada mencit serta

menggunakan larutan NaCl sebagai larutan pembanding, pertama – tama

yang dilakukan adalah menimbang hewan coba mencit jantan dan mencit

betina kemudian di hitung dosis parenteral pilokarpin, adrenalin dan NaCl

untuk pemberian parenteral, penggunaan mencit betina dan jantan bertujuan

sebagai hewan pembanding

Dilakukan pengenceran pilokarpin dengan mengambil 1cc cairan

pilokarpin dengan menggunakan spoit kemudian memasukkannya kedalam

gelas ukur 4 ml dicukupkan dengan menggunakan aquadest selanjutnya

cairan yang berada didalam gelas ukur di ambil 1cc kemudian dimasukkan

kedalam labu ukur 10 ml dan dicukupkan lagi dengan menggunakan

aquadest untuk yang terakhir larutan pilokarpin yang sudah diencerkan 2 kali

ini diambil lagi 1cc kemudian dimasukkan kedalam labu ukur yang terakhir

kemudian dicukupkan hingga 10 ml, perlakuan yang sama di lakukan pada

bahan yang lain seperti adrenalin dan NaCl.

Untuk penimbangan pada hewan coba terlebih dahulu diberi tanda

untuk mencit betina pertama di beri tanda pada ekor satu garis dengan

menggunakan spidol, hewan betina kedua diberi tanda dua garis dan begitu

seterusnya begitu juga pada hewan coba jantan pemberian tanda ini

dilakukan agar hewan coba lebih mudah di tandai bobotnya sehingga dalam

pemmberian parenteral volume yang akan diberikan telah diketahui

berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan perhitungan berat

badan mencit

Page 16: Laporan ANFIS 3 Denny

Selanjutnya pemberian parenteral perlakuan sedapat mungkin di

lakukan secara steril karena sediaan-sediaan yang digunakan adalah

sediaan steril dan bertujuan penggunaan secara parenteral setelah mencit

jantan dan mencit betina di suntik hewan coba diamati gejala-gejala yang

ditimbul dari efek efek pemberiaan sediaan pilokarpin, adrenalin, dan NaCl

Berdasarkan hasil pengamatan gejala yang timbul berbeda-beda pada menit

kelima,kesepuluh dan kelima belas data dapat dilihat pada table hasil

pengamatan

Page 17: Laporan ANFIS 3 Denny

BAB VI

PENUTUP

VI.1. KESIMPULAN

Berdasarkan data pengamatan dapat disimpulkan bahwa terjadi

perbedaan gejala pada hewan percobaan mencit setelah pemberian

pilokarpin, adrenalin dan larutan NaCl fisiologis steril pada menit 5’10’

dan 15’ hal ini disebabkan adanya efek farmakodinamik system saraf

otonom mencit jantan dan betina setelah pemberiaan ketiga sediaan

VI.2. SARAN

Diharapkan agar asisten selalu mendampingi praktikan saat

praktikum dilaksanakan, agar kesalahan menjadi sekecil mungkin saat

praktikum.

Page 18: Laporan ANFIS 3 Denny

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim: system saraf otonom: http://khairulanas. blogspot. com/2012/03/ sistem syara fotonom.html#ixzz0VGzVxRIE diakses tanggal 8/4/11

2. Pratiwi, DA. Biologi 2. Jakarta: Erlangga..1996.

3. Pearce,Evelyn. Anatomi dan fisiologis untuk paramedis. jakarta: PT.gramedia pustaka utama.2006

4. Jay,than hoon dkk. Obat-obat penting. Jakarta: Gramedia.2002

5. Mursyidi achmad. 1989. Analisis metabolit sekunder. UGM. Yogyakarta. 2002.

6. Dirjen POM.1979. Farmakope Indonesia Edisi III.Jakarta: Depkes RI.