laporan akhir kajian pengembangan pembukaan … · kerjasama, fasilitasi perdagangan, pengamatan...

177
LAPORAN AKHIR KAJIAN PENGEMBANGAN PEMBUKAAN PERWAKILAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Badan Pengkajian Dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia 2015

Upload: vuongque

Post on 09-Apr-2019

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LAPORAN AKHIR

KAJIAN PENGEMBANGAN

PEMBUKAAN PERWAKILAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI

Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Badan Pengkajian Dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia

2015

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan ii

KATA PENGANTAR

Peranan perwakilan perdagangan Indonesia di luar negeri mutlak

diperlukan dalam pencapaian target ekspor nasional. Para perwakilan

perdagangan mengemban amanah bukan hanya sebagai perpanjangan

tangan pemerintah dalam kegiatan promosi, namun juga dalam

kerjasama, fasilitasi perdagangan, pengamatan pasar, diplomasi,

business intelligence serta penetrasi pasar untuk berbagai produk

Indonesia ke berbagai negara tujuan ekspor. Oleh sebab itu, keberhasilan

para perwakilan perdagangan dalam meningkatkan kinerja ekspor secara

tidak langsung memiliki kontribusi yang besar terhadap pencapaian target

ekspor nasional.

Pada tahun 2015 pemerintah Indonesia telah memiliki 23 Atase

Perdagangan dan 19 International Trade Promotion Center (ITPC) yang

tersebar di berbagai negara mitra dagang Indonesia. Berbagai studi

menunjukkan bahwa peran lembaga sejenis Atdag atau ITPC cukup

efektif untuk meningkatkan ekspor suatu negara, sehingga program

pemerintah dalam pengembangan perwakilan sangat dibutuhkan baik

dalam bentuk pengembangan yang sudah ada, maupun pembentukan

Atdag atau ITPC baru.

Berdasarkan hal tersebut, Pusat Kebijakan Perdagangan Luar

Negeri, BP2KP menyusun studi tentang Kajian Pengembangan

Pembukaan Perwakilan Perdagangan Luar Negeri. Hasil kajian ini

diharapkan dapat menjadi acuan dalam upaya mengembangkan

perwakilan perdagangan Indonesia di luar negeri. Akhirnya, kami

menyadari bahwa laporan hasil kajian ini masih terdapat kekurangan.

Kami sangat berterimakasih kepada semua pihak atas segala masukan

dan sarannya demi kesempurnaan laporan ini.

Jakarta, Oktober 2015

PUSAT KEBIJAKAN

PERDAGANGAN LUAR NEGERI

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan iii

ABSTRAK

KAJIAN PENGEMBANGAN PEMBUKAAN

PERWAKILAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI

Kajian ini bertujuan untuk (1) mengevaluasi tingkat efektivitas Atdag/ITPC dalam upaya meningkatkan kinerja ekspor non migas Indonesia; (2) merumuskan model proses manajemen untuk meningkatkan efektivitas Atdag/ITPC dalam mendukung kinerja ekspor non migas Indonesia; (3) mengembangkan kriteria-kriteria penentuan negara prioritas untuk pengembangan Atdag /ITPC; (4) mengidentifikasi negara-negara prioritas untuk mengembangkan Atdag /ITPC yang sudah ada atau mendirikan Atdag/ITPC yang baru. Metode pengkajian yang digunakan adalah Metode Institutional and organizational performance analysis (IOA), model ekonometrik dan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil kajian menunjukkan bahwa keberadaan Atdag dan ITPC berperan penting dalam peningkatan ekspor, maka perlu pengembangan dan pembukaan perwakilan perdagangan. Pengembangan Atdag dan ITPC untuk proses manajemen ditekankan pada aspek: tata laksana, output pada layanan analisis pasar dan kepuasan stakeholder pada tiga aspek pelayanan yaitu analisis pasar, pengembangan jejaring bisnis dan pelayanan pada pemahaman mengenai aturan-aturan di pasar ekspor terutama untuk Atdag dan ITPC yang berada di 16 negara prioritas. Kajian ini merekomendasikan pembentukan Atdag atau ITPC baru di 3 negara prioritas baru, yaitu Myanmar, Swedia dan Austria. Selain itu, anggaran operasional perwakilan perdagangan luar negeri perlu ditingkatkan sejalan dengan upaya peningkatan ekspor.

Kata kunci: Atdag, ITPC, ekspor, metode IOA, regresi, AHP

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan iv

ABSTRACT

STUDY ON DEVELOPMENT OF OPENING

FOREIGN TRADE REPRESENTATIVE

This study aims to (1) evaluate the effectiveness of Trade Attaché/Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Representative in an effort to improve Indonesia's non oil exports performance; (2) formulate a model of management process for Trade Attaché/ITPC Representative to improve their effectiveness in order to boost Indonesia's non oil exports; (3) develop main criteria to determine priority countries as the location of new Trade Attaché/ITPC Representative; (4) identify priority countries to develop the performance of existed Trade Attaché/ITPC Representative or to establish new Trade Attaché/ITPC Representative. Methodologies used in the study are Institutional and Organizational Performance Analysis (IOA), an econometric model and Analytical Hierarchy Process (AHP). The results showed that the presence of Trade Attaché/ITPC Representative is instrumental in increasing Indonesia’s export, therefore Trade Representative needs to be strengthened and developed. Strengthening Trade Attaché/ITPC for management process should be focused on aspects: governance, output on market analysis and stakeholder satisfaction on three services: market analysis, business networks and explanation of the regulations in the export market, especially for Trade Attaché/ITPC that are located in 16 priority countries. This study recommends the establishment of new Trade Attaché or ITPC Representative in 3 priority countries: Myanmar, Sweden and Austria. In addition, operational budget of foreign trade representatives should be increased in line with efforts to increase exports.

Keywords: Atdag, ITPC, exports, IOA method, regression, AHP

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... ii

ABSTRAK ..................................................................................... iii

ABSTRACT ..................................................................................... iv

DAFTAR ISI ..................................................................................... v

DAFTAR TABEL .................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 1

1.1. Latar Belakang .................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .............................................................. 5

1.3. Tujuan ................................................................................. 5

1.4. Output Kajian ...................................................................... 6

1.5. Dampak / Manfaat ............................................................... 6

1.6. Ruang Lingkup .................................................................... 6

1.7. Sistematika Laporan ........................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI ........... 10

2.1. Model Kelembagaan Export Promotion Agency (EPA),

Atdag dan ITPC ................................................................ 10

2.1.1. Model Kelembagaan EPA di Beberapa Negara ................ 10

2.1.2. Gambaran Umum Atase Perdagangan dan ITPC ............. 13

2.2. Dampak Export Promotion Agency Terhadap Kinerja

Ekspor ............................................................................... 16

2.2.1. Dampak Export Promotion Agency Terhadap Kinerja

Ekspor di Beberapa Negara .............................................. 17

2.2.2. Target Ekspor Berdasarkan Negara ................................. 19

2.3. Tinjauan Terhadap Metode Analisis .................................. 22

2.4. Metode Analisis Untuk Penentuan Lokasi Prioritas Untuk

Agen Pengembangan Ekspor ........................................... 28

BAB III METODE PENGKAJIAN .................................................. 32

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan vi

3.1. Metode Institutional and Organizational Performance

Analysis (IOA) ................................................................... 32

3.1.1. Institutional and Organizational Performance Analysis

(IOA) ................................................................................. 32

3.1.2. Bechmarking ..................................................................... 41

3.1.3. Importance and Performance Analysis (IPA) .................... 44

3.2. Model Ekonometrik Dampak Atdag dan ITPC terhadap

Kinerja Ekspor ................................................................... 48

3.2.1. Model With-Without ........................................................... 49

3.2.2. Model Before-After ............................................................ 51

3.3. Metode Pemilihan Negara Prioritas Pengembangan

Atdag dan ITPC ................................................................ 52

3.3.1. Decomposition (Dekomposisi Permasalahan) .................. 52

3.3.2. Comparatif Judgement ...................................................... 54

3.3.3. Synthesis of Priority .......................................................... 57

3.4. Data .................................................................................. 58

3.5. Kerangka Pikir Kajian ........................................................ 58

BAB IV EFEKTIFITAS KELEMBAGAAN ATASE

PERDAGANGAN DAN INDONESIAN TRADE

PROMOTION CENTER DAN DAMPAKNYA

TERHADAP KINERJA EKSPOR ..................................... 59

4.1. Kinerja Ekspor dan Target Ekspor Indonesia tahun 2019 . 59

4.2. Efektifitas Kelembagaan Atdag/ITPC ................................ 65

4.2.1. Hasil Benchmark Dengan Export Promotion Agency

Negara Lain ...................................................................... 67

4.2.2. Hasil Benchmark Kuesioner Atdag/ITPC Mengenai

Proses Manajemen ........................................................... 71

4.2.3. Hasil Benchmark Kuesioner Atdag/ITPC Mengenai

Output ............................................................................... 76

4.2.4. Kepuasan Stakeholder Terhadap Atdag/ITPC .................. 80

4.2.5. Perbandingan Input Proses Manajemen, Output dan

Kepuasan Stakeholder Terhadap Atdag/ITPC .................. 85

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan vii

4.2.6. Efektifitas Atdag/ITPC Berdasarkan Hasil Institutional

and Organizational Performance Analysis (IOA)............... 89

4.3. Dampak Atdag/ITPC Terhadap Kinerja Ekspor................. 92

4.3.1. Dampak Keberadaan Atdag dan ITPC Terhadap Nilai

Ekspor Non Migas ............................................................. 93

4.3.2. Dampak Keberadaan Atdag dan ITPC Terhadap Jumlah

Barang Ekspor Indonesia .................................................. 96

4.3.3. Dampak Keberadaan Atdag dan ITPC Terhadap Pangsa

Ekspor Non Migas ............................................................. 99

BAB V PRIORITAS LOKASI PENGEMBANGAN ATDAG DAN

ITPC ............................................................................... 103

5.1. Kriteria Penyusunan Prioritas Negara Pengembangan

Atdag dan ITPC .............................................................. 103

5.1.1. Pembobotan Kriteria Hasil Diskusi Terbatas Ciracas.. .... 105

5.1.2. Pembobotan Kriteria Hasil Focus Group Discussion

Yogyakarta ...................................................................... 106

5.1.3. Hasil Sintesa Pembobotan Kriteria Negara Prioritas

Pengembangan Perwakilan Perdagangan ...................... 108

5.2. Prioritas Negara Pengembangan Atdag dan ITPC ......... 109

5.2.1. Penilaian Negara Berdasarkan Partial Trade Openness 109

5.2.2. Penilaian Negara Berdasarkan Trade Complementary

Index (TCI) ...................................................................... 111

5.2.3. Penilaian Negara Berdasarkan Market Growth ............... 113

5.2.4. Penilaian Negara Berdasarkan Market Intensity ............. 115

5.2.5. Penilaian Negara Berdasarkan Commercial

Infrastructure ................................................................... 116

5.2.6. Penilaian Negara Berdasarkan Country Risk .................. 118

5.2.7. Penilaian Negara Berdasarkan Trade Cooperation… ..... 119

5.2.8. Prioritas Negara Pengembangan Perwakilan

Perdagangan Hasil Diskusi Terbatas Ciracas ................. 121

5.2.9. Prioritas Negara Pengembangan Perwakilan

Perdagangan Hasil Focus Group Discussion Yogyakarta125

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan viii

5.2.10. Hasil Sintesa Prioritas Negara Pengembangan

Perwakilan Perdagangan ................................................ 128

5.3. Usulan Model Kelembagaan dan Manajemen Proses

untuk Atdag dan ITPC ..................................................... 130

5.3.1. Review Hasil Prioritas Lokasi .......................................... 130

5.3.2. Review Hasil Efektifitas Kelemebagaan .......................... 131

5.3.3. Sintesa Model Kelembagaan dan Manajemen Proses

untuk Atdag dan ITPC ..................................................... 134

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ............................ 137

6.1. Kesimpulan ..................................................................... 137

6.2. Rekomendasi Kebijakan ................................................. 138

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 140

LAMPIRAN ................................................................................. 144

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Perbandingan Awal ITPC/DJPEN Dengan Beberapa EPA Negara Lain .............................................................. 4

Tabel 2.1. Target Ekspor Menurut Negara Tujuan .......................... 21

Tabel 3.1. Daftar Cakupan Pertanyaan Kuesioner Untuk Menilai Aspek Proses Manajemen Internal ................................. 35

Tabel 3.2. Cakupan Pertanyaan Dalam Kuesioner Terkait Dengan Indikator Pencapaian Tujuan (Goal Attainment Approach) ....................................................................... 37

Tabel 3.3. Cakupan Pertanyaan Dalam Kuesioner Terkait Dengan Indikator Pencapaian Tingkat Kepuasan Klien (Constituent Approach) ................................................... 40

Tabel 3.4. Unsur-unsur BenchmarkSebagai Pembanding Kinerja .. 42

Tabel 3.5. Skala Evaluasi Dengan Proses Benchmarking .............. 43

Tabel 3.6. Penetapan Skala Evaluasi Berdasarkan Hasil Kompilasi Dari Seluruh Atdag / ITPC Pada Masing-Masing Unsur Kinerja ..................................................... 44

Tabel 3.7. The Fundamentel Scale ................................................. 55

Tabel 3.8. Skor Penilaian Berdasarkan Bourgeois (2005) ............... 56

Tabel 3.9. Pairwase Comparison untuk ―n‖ Kriteria ......................... 56

Tabel 3.10. Pairwase Comparison untuk ―m‖ Alternatif Negara Prioritas Berdasarkan Kriteria 1 ...................................... 57

Tabel 4.1. Kinerja Impor Beberapa Negara Tujuan Ekspor Utama Indonesia Periode Januari-Mei 2015 .............................. 59

Tabel 4.2. Perkembangan Neraca Perdagangan Periode 2012-2015 (Januari-Juni) ......................................................... 60

Tabel 4.3. Kinerja Ekspor Non Migas Berdasarkan HS 2 Digit ........ 62

Tabel 4.4. Kinerja dan Target Ekspor Non Migas ke Beberapa Negara yang Telah Memiliki Perwakilan Perdagangan RI .................................................................................... 64

Tabel 4.5. Ringkasan Hasil Wawancara Benchmarking .................. 68

Tabel 4.6. Hasil Skor Kuisioner Negara Yang Terdapat Atase Perdagangan RI ............................................................. 73

Tabel 4.7. Hasil Skor Proses Manajemen Kuisioner Negara Yang Terdapat ITPC RI ........................................................... 75

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan x

Tabel 4.8. Hasil Skor Output Kuisioner Negara Yang Terdapat Atdag RI ......................................................................... 78

Tabel 4.9. Hasil Skor Output Kuisioner Negara yang Terdapat ITPC RI ........................................................................... 79

Tabel 4.10. Hasil Skor Kepuasan Stakeholder Pada Atdag RI .......... 80

Tabel 4.11. Hasil Skor Kepuasan Stakeholder Pada ITPC RI ........... 81

Tabel 4.12. Hasil Uji Validitas ............................................................ 83

Tabel 4.13. Hasil Uji Reliabilitas ........................................................ 83

Tabel 4.14. Hasil Skor Institutional and Organizational Performance Analysis (IOA) Pada Atdag RI ................... 91

Tabel 4.15. Hasil Skor Institutional and Organizational Performance Analysis (IOA) Pada ITPC RI .................... 91

Tabel 4.16. Dampak Keberadaan Atdag dan ITPC Terhadap Nilai Ekspor Non Migas Indonesia .......................................... 94

Tabel 4.17. Dampak Keberadaan Atdag dan ITPC Terhadap Jumlah Barang Ekspor Indonesia ................................... 97

Tabel 4.18. Dampak Atdag dan ITPC Terhadap Pangsa Indonesiadi Negara Mitra Dagang ................................ 100

Tabel 5.1. Daftar Negara Terpilih Untuk Analisis AHP .................. 104

Tabel 5.2. Hasil Pembobotan Kriteria Prioritas Negara Diskusi Terbatas Ciracas .......................................................... 106

Tabel 5.3. Hasil Pembobotan Kriteria Prioritas Negara Hasil Focus Group Discussion Yogyakarta ........................... 108

Tabel 5.4. Peringkat Negara Berdasarkan Kriteria Partial Trade Openness ..................................................................... 110

Tabel 5.5. Peringkat Negara Berdasarkan Kriteria Trade Complementary Index .................................................. 112

Tabel 5.6. Peringkat Negara Berdasarkan Kriteria Market Growth.. ........................................................................ 114

Tabel 5.7. Peringkat Negara Berdasarkan Kriteria Market Intensity ........................................................................ 115

Tabel 5.8. Peringkat Negara Berdasarkan Kriteria Commercial Infrastructure ................................................................ 117

Tabel 5.9. Peringkat Negara Berdasarkan Kriteria Country Risk ... 118

Tabel 5.10. Peringkat Negara Berdasarkan Kriteria Trade Coorporation ................................................................. 120

Tabel 5.11. Prioritas Negara Berdasarkan Kriteria yang Telah Dibobot Hasil Diskusi Terbatas Ciracas ....................... 123

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan xi

Tabel 5.12. Prioritas Negara Berdasarkan Kriteria yang Telah Dibobot Hasil FGDYogyakarta ..................................... 126

Tabel 5.13. Negara Konsisiten 20 Besar di Diskusi Terbatas dan FGD .............................................................................. 128

Tabel 5.14. Saran Perbaikan Terhadap Atdag Terpilih ................... 131

Tabel 5.15. Saran Perbaikan Terhadap ITPC Terpilih ..................... 133

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Neraca Perdagangan Indonesia Periode Januari 2012- November 2014 .............................................................. 20

Gambar 2.2. Hirarki Pada Metode AHP .............................................. 31

Gambar 3.1. Skema Dasar Proses Operasional ................................. 33

Gambar 3.2. Matriks Importance and Performance Analysis (IPA) ..... 45

Gambar 3.3. Kerangka Pikir Pengkajian ............................................. 59

Gambar 4.1. Ekspor Indonesia Menurut Sektor .................................. 61

Gambar 4.2. Target Ekspor Non Migas, Kebutuhan Inestasi dan Penyerapan Tenaga Kerja .............................................. 63

Gambar 4.3. Matriks Tingkat Kepentingan dan Kepuasan Output Atdag dan ITPC .............................................................. 84

Gambar 4.4. Perbandingan Input Proses Manajemen, Output dan Kepuasan Stakeholder Terhadap Atdag ......................... 86

Gambar 4.5. Perbandingan Input Proses Manajemen, Output dan Kepuasan Stakeholder Terhadap ITPC .......................... 88

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner ........................................................................ 145

Lampiran 2. Panduan FGD Bagi Peserta........... ................................. 153

Lampiran 3. Standar Dan Panduan Pemberian Skor Atas Kuesioner

Kepada Atdag/ITPC ....................................................... 159

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu misi pemerintahan baru yang dituangkan dalam

Nawacita adalah ―meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di

pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit

bersama bangsa-bangsa Asia lainnya”. Dalam mendukung terwujudnya

misi tersebut, beberapa sasaran yang ingin dicapai antara lain: (i)

meningkatnya daya saing nasional di pasar global; (ii) meningkatnya

produktivitas industri domestik; dan (iii) meningkatnya peran

perdagangan internasional Indonesia di pasar global (Komisi Pemilihan

Umum, 2014).

Dalam mencapai sasaran tersebut, salah satu yang menjadi

mandat Kementerian Perdagangan (Kemendag) adalah meningkatkan

ekspor komoditas andalan. Untuk mewujudkan hal tersebut, Kemendag

menargetkan nilai ekspor meningkat sebanyak tiga kali lipat dalam

periode 2014-2019 (Kementerian Perdagangan, 2014).

Disamping melakukan berbagai upaya peningkatan daya saing,

salah satu program guna mewujudkan peningkatan nilai ekspor tersebut

adalah dengan lebih meningkatkan peran Atase Perdagangan (Atdag)

dan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC). Atdag mempunyai

fungsi yang sangat penting dalam peningkatan ekspor Indonesia antara

lain mencakup melakukan kerjasama, koordinasi, fasilitasi, analisis, dan

juga berbagai promosi perdagangan. Identik dengan Atdag, ITPC juga

mempunyai peran yang sangat penting antara lain mencakup

penyediaan informasi pasar, memfasilitasi kerjasama perdagangan,

promosi, upaya penetrasi pasar, dan juga business intelligence. Sampai

saat ini, Indonesia telah memiliki 23Atdag dan 19 ITPC yang tersebar di

berbagai negara mitra dagang Indonesia (Kementerian Perdagangan,

2014).

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 2

Berbagai studi menunjukkan bahwa peran lembaga sejenis Atdag

atau ITPC cukup efektif untuk meningkatkan ekspor suatu negara.

Secara teoritis, Biesebroeck et al.(2010) menyebutkan bahwa salah

satu hambatan pasar yang dihadapi eksportir adalah besarnya sunk

costs yang antara lain mencakup biaya untuk memperoleh informasi

pasar yang spesifik, membangun jejaring distribusi, identifikasi

pelanggan, dan memahami peraturan di negara importir. Peran ini akan

lebih efektif dilakukan oleh lembaga sejenis Atdag atau ITPC. Dampak

positif lembaga sejenis Atdag dan ITPC terhadap kinerja ekspor juga

disampaikan oleh Kostecki dan Naray (2007).Secara empirisMartincus

dan Carballo (2008) membuktikan dampak positif dari program promosi

ekspor di Peru. Selanjutnya Rose (2007) menunjukkan bahwa setiap

penambahan satu kedutaan akan meningkatkan ekspor sebesar 6%-

10%. Dia juga membuktikan bahwa dampak pembukaan kedutaan lebih

besar daripada pembukaan konsulat. Hal ini menunjukkan betapa

pentingnya peran perwakilan perdagangan bagi kinerja ekspor suatu

negara.

Dengan bukti empiris tersebut, maka program pemerintah

Indonesia untuk mengembangkan atau menambah jumlah Atdag dan

ITPC menjadi cukup logis. Untuk efisiensi sumberdaya, sebelum

mengembangkan jumlah Atdag dan ITPC, ada dua isu yang perlu

mendapat jawaban. Isu pertama adalah tingkat efektivitas Atdag dan

ITPC yang sudah ada dalam peningkatan kinerja ekspor. Jika sudah

efektif, maka pengembangan atau pembukaan Atdag dan ITPC menjadi

pilihan yang tepat. Jika belum, maka pembenahan Atdag dan ITPC

terutama dari sisi pengelolan menjadi pilihan yang lebih logis. Untuk itu,

terlebih dahulu perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja Atdag/ITPC

baik dari sisi proses manajemen maupun dampaknya terhadap kinerja

ekspor.

Isu kedua adalah kriteria untuk memilih negara prioritas

(pengembangan atau menambah yang baru) Atdag dan ITPC yang

mempunyai dampak yang optimal. Jika keberadaan Atdag dan ITPC

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 3

terbukti efektif, keterbatasan sumberdaya membuat pemerintah harus

mampu menyusun prioritas negara yang berpotensi memberi dampak

peningkatan ekspor yang lebih besar. Untuk itu perlu dilakukan analisis

untuk menentukan kriteria-kriteria utama untuk mengembangkan atau

membuka Atdag atau ITPC yang baru.Dengan memiliki kriteria

pemilihan negara untuk Atdag dan ITPC, maka pemerintah dapat

menyusun skala prioritas negara-negara yang prioritas untuk Atdag dan

ITPC.

Hasil studi untuk kedua isu tersebut untuk kasus Indonesia sampai

saat ini belum tersedia. Studi sebelumnya, seperti oleh Martincus dan

Carballo (2008) sertaRose (2007), bersifat global atau spesifik negara

lain, namun tidak spesifik untuk Atdag dan ITPC. Sementara itu, studi

oleh Ruël dan Zuiderma (2012)adalah studi kasus diplomat ekonomi

untuk negara Belanda. Ferreira dan Teixeira (2011) disisi lain lebih

menekankan analisis pada model kelembagaan yang efektif untuk

peningkatan ekspor dengan kasus Portugal dan Irlandia.

Indikasi awal memperlihatkan bahwa pembukaan ITPC di 18

negara membuat pertumbuhan ekspor menjadi lebih tinggi ke Amerika

Serikat, Brasil, Hongaria, Italia, Jepang, Meksiko, Nigeria, Afrika

Selatan, dan Uni Emirat Arab dengan rata-rata pertumbuhan sebelum

dan setelah pembukaan ITPC masing-masing sebesar 6,7% dan

12,7%. Namun, rata-rata pertumbuhan ekspor Indonesia setelah

pembukaan ITPC di Australia, Chili, India, Jerman, Kanada, Korea

Selatan, Perancis, Arab Saudi, dan Spanyol menjadi 6,3%, lebih rendah

dari rata-rata pertumbuhan ekspor sebelum pembukaan ekspor yang

mencapai 16,1%. Perbedaan pertumbuhan itu disebabkan oleh banyak

faktor dan belum ada studi yang mencoba mendekomposisi dampak

tersebut dengan memilih besarnya pengaruh keberadaan Atdag dan

ITPC dan pengaruh faktor lain.

Di samping itu, berdasarkan hasil MappingReposisi Perwakilan

Perdagangan RI di Luar Negeri yang telah dilakukan oleh Pusat

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 4

Harmonisasi Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan,

dibandingkan dengan beberapa perwakilan luar negeri yang dimiliki

beberapa negara tetangga, kemampuan Atdag dan ITPC masih lemah

ditinjau dari jumlah dan kelengkapan operasional organisasi.Dari sisi

sumber daya manusia masih sangat terbatas dengan jumlah rata-rata

hanya 1 hingga 4 orang dan dari 23 Atdag yang ada, 21 diantaranya

tidak memilikihome staff. Sementara itu, Thailand, Malaysia dan Korea

Selatan rata-rata masing-masing memiliki 5 orang staf, 6 orang staf dan

22 orang staf. Sebagai contoh, MATRADE cabang Jeddah mempunyai

2 orang pejabat (Director dan Deputy Director) dan 6 orang staf lokal.

Selain itu, KOTRA di Frankfurt mempunyai 22 orang Pegawai

(President, Director, Divisi Investment, Koordinator regional,

Manajemen, Market Researcher, Marketing, Divisi Logistik, Asisten

Administrasi dan Lainnya). Berdasarkan hasil JICA Study for the

Strengthening of Export Promotion Organization (NAFED) 2007-2009

menunjukkan perbedaan yang signifikan antara agen promosi

perdagangan Indonesia (ITPC) dengan negara lain.Tabel 1.1

menunjukkan perbandingan antara Atdag/ITPC Indonesia dengan

beberapa EPA negara lain.

Tabel 1.1. Perbandingan Awal ITPC/ Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (DJPEN) dengan Beberapa EPA

Negara Lain

Sumber: DJPEN, Kementerian Perdagangan RI, 2009

ITPC/

DJPEN

Berdiri 1971 1952 1993 1962 1985 1983

Status Organisasi Kementrian Kementrian Perusahaan

negara

berbadan

hukum

Badan hukum Badan hukum Dewan Hukum

Jumlah Pegawai 375 957 479 > 1.000 1.072 450

Jumlah kantor

promosi di luar

19 56 32 100 142 35

Jumlah Pameran

dagang luar negeri

26 90 50 n.a. n.a. 100

Jumlah Peserta

pameran dagang

549 3.157 n.a. n.a. n.a. 2.4

Otoritas

operasional kantor Sentralisasi Sentralisasi Sentralisasi Desentralisasi Desentralisasi Desentralisasi

Total Anggaran

(USD juta)

26,3 64,1 35 275,6 66,7

Tahun Anggaran 2007 2006 2005 2006 2007

Prioritas kegiatan

promosi

Pameran

dagang

Pameran

dagang,

instore

promotion

Pameran

dagang, misi

pembelian

Kemitraan

berbasis

teknologi

informasi

Hibah,

dukungan

non eksportir

Kredit ,

dukungan

pemasaran

Peran dalam

kebijakan ekspor

Formulasi,

implementasi,

perijinan

Implementasi Implementasi Implementasi Implementasi Implementasi

n.a.

Item DEP Matrade Kotra Austrade IE S’pore

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 5

Selain itu, dari sisi lokasi dan infrastruktur, lokasi kantor Atdag dan

ITPC jauh dari pusat kota. Sebagai contoh, 2 kantor perwakilan

perdagangan berada lebih dari 30 km dari pusat manajemen, 3

perwakilan perdagangan berada lebih dari 10 km dari pusat

manajemen, dan 34 perwakilan berada kurang dari 10 km dari pusat

manajemen. Fasilitas ruangan dan transportasi pun tidak seragam.

Sementara letak kantor perwakilan perdagangan Malaysia, MATRADE

(Malaysia External Trade Development Corporation), berada di tengah

pusat manajemen di Jeddah serta memiliki 1 unit kendaraan roda 4,

kantor perwakilan perdagangan Korea Selatan, KOTRA (Korea Trade

Promotion Corporation) di Frankfurt pun juga hanya berada 1 Km dari

Pusat Manajemen di Frankfurt.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya,

maka rumusan masalahdalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah tingkat efektivitas Atdag/ITPC dalam upaya

meningkatkan kinerja ekspor non-migas Indonesia?

b. Bagaimana model proses manajemen untuk meningkatkan efektivitas

Atdag /ITPC dalam mendukung kinerja ekspor non-migas Indonesia?

c. Apakah yang menjadi kriteria-kriteria dalampenyusunan prioritas

negara untuk pengembangan Atdag /ITPC?

d. Dimanakah negara prioritas untuk pengembangan Atdag/ITPC yang

baru?

1.3. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya,

maka tujuan secara spesifik kajian ini adalah sebagai berikut:

a. Mengevaluasi tingkat efektivitas Atdag/ITPC dalam upaya

meningkatkan kinerja ekspor non-migas Indonesia;

b. Merumuskan model proses manajemen untuk meningkatkan

efektivitas Atdag /ITPC dalam mendukung kinerja ekspor non-migas

Indonesia;

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 6

c. Mengembangkan kriteria-kriteria penentuan negaraprioritas untuk

pengembangan Atdag /ITPC;

d. Mengidentifikasi negara-negara prioritas untuk mengembangkan atau

mendirikan Atdag /ITPC yang baru.

1.4. Output Kajian

Kajian ini diharapkan menghasilkan output sebagai berikut:

a. Tingkat efektivitas Atdag /ITPC dalam upaya meningkatkan kinerja

ekspor non-migas Indonesia;

b. Model prosesmanajemen untuk meningkatkan efektivitas Atdag /ITPC

dalam mendukung peningkatan kinerja ekspor non-migas Indonesia;

c. Kriteria-kriteria untuk menyusun prioritas negara untuk

pengembangan Atdag /ITPC;

d. Rekomendasi negara-negara prioritas untuk mengembangkan atau

mendirikan Atdag /ITPC yang baru.

1.5. Dampak/Manfaat

Hasil studi ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk

peningkatan kinerja ekspor Indonesia, khususnya melalui peningkatan

efektivitas Atdag dan ITPC serta pengembangan Atdag dan ITPC yang

baru.

1.6. Ruang Lingkup

Lembaga eksisting yang akan dikaji berjumlah 31 negara: Atdag

dan ITPC. Efektivitas Atdag dan ITPC akan dililihat dari nilai ekspor,

pangsa ekspor, dan jumlah produk yang diekspor serta proses

manajemen. Adapun analisis yang akan dilakukan meliputi analisis

proses manajemen yang meliputi Institutional and Organizational

Performance Analysis (IOA) dan Importance and Performance Analysis

(IPA), pemodelan regresi dengan menggunakan pendekatan sisi

permintaan (demand side)dan Analytic Hierarchy Process(AHP).

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 7

Sedangkan jumlah negara yang akan dianalisis dalam model with-

without sebanyak 62 negara.

1.7. Sistematika Laporan

Laporan penelitian terdiri dari lima Bab dengan isi masing-masing

Bab sebagai berikut:

a. BAB I Pendahuluan

Pada bagian ini diuraikan latar belakang kajian yang berkaitan

dengan target peningkatan ekspor sebesar tiga kali lipat di tahun

2019. Masalah penelitian selanjutnya diuraikan dengan fokus pada

peran dan efektivitas Atdag dan ITPC dalam peningkatan ekspor,

termasuk tinjauan berbagai studi yang terkait. Dalam pendahuluan

juga diuraikan tujuan, output, manfaat, ruang lingkup kajian dan

sistematika penulisan.

b. BAB II Kerangka Teori

Pada bagian ini diuraikan studi literatur yang berkaitan dengan

kajian ini. Pada bagian pertama dari kerangka teori dibahas

berbagai aspek yang berkaitan dengan sisi teori, pengertian, dan

deskripsi berbagai model kelembagaan dari Export Promotion

Agency (EPA) di beberapa negara serta gambaran umum dari Atdag

dan ITPC Indonesia. Selanjutnya, kerangka teori juga membahas

berbagai hasil studi secara empiris dari dampak lembaga

promosiekspor beberapa negara terhadap kinerja ekspor negara-

negara tersebut. Di samping itu, dalam kerangka teori juga

difokuskan pada pembahasan teori serta metode analisis yang

digunakan untuk mengetahui efektivitas para perwakilan

perdagangan luar negeri baik dengan pendekatan proses

manajemen maupun pendekatan empiris dengan model

ekonometrik. Sementara itu, pada bagian empat dibahas metode

analisis untuk penentuan lokasi prioritas pengembangan atdag/ITPC

yang baru dari sisi teori maupun aplikasinya di berbagai bidang

studi.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 8

c. BAB III Metode Kajian

Pada bab metode kajian, terdapat tiga bagian yang membahas

metode serta modek ekonometrik yang dipakai untuk menjawab

tujuan kajian.Pada bagian pertama diuraikan kerangka berfikir dalam

bentuk model proses manajemen untuk mengevaluasi kinerja Atdag

dan ITPC dengan menggunakan metode Institutional and

Organizational Performance Analysis(IOA). Kinerja Atdag dan ITPC

menurut pandangan stakeholder juga dinilai dengan menggunakan

metode Importance Performance Analysis. Selanjutnya, model

ekonometrik untuk melihat dampak Atdag dan ITPC terhadap kinerja

ekspor akan dijabarkan pada bagian kedua. Sementara itu, bagian

ketiga pada bab ini akan menyajikan metode pemilihan negara

prioritas untuk pengembangan Atdag dan ITPC dengan

menggunakan Analytic Hierarchy Process(AHP) untuk penyusunan

prioritas lokasi. Pada bagian terakhir dari bab ini juga diuraikan data

yang dibutuhkan serta sumber data.

d. BAB IV Efektivitas Kelembagaan Atase Perdagangan dan

Indonesian Trade Promotion Centerdan Dampaknya Terhadap

Kinerja Ekspor

Pada bab ini dibahas hasil analisis dan interpretasi yang secara

garis besar dibagi menjadi tiga sub-bagian. Pada Sub-bagian

pertama diuraikan kinerja ekspor dan target ekspor Indonesia

2019.Sementara itu, Pada sub-bagian 2, pembahasan ditekankan

pada efektivitas kelembagaan Atdag dan ITPC dengan pendekatan

proses manajemen (Strategic Constituent Approach, Internal

Process Approach dan Goal Attainment Approach). Selanjutnya,

pada sub-bagian 3, pembahasan ditekankan pada dampak Atdag

dan ITPC terhadap kinerja ekspor dengan menggunakan

pendekatan empiris model ekonometrika.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 9

e. BAB V Prioritas Lokasi Pengembangan Atdag dan ITPC

Pada Bab ini, pembahasan ditekankan pada pengembangan kriteria

untuk menentukan negara prioritas pengembangan

Atdag/ITPC.Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, pembahasan

dilanjutkan dengan penyusunan prioritas negara untuk

mengembangkan Atdag dan atau ITPC dan dilanjutkan dengan

usulan model kelembagaan dan manajemen proses untuk

Atdag/ITPC.

f. BAB VI Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan

Bagian pertama dari bab ini membahas kesimpulan yang ditarik dari

bab-bab sebelumnya terutama mengenai efektivitas kelembagaan

Atdag dan ITPC baik dengan pendekatan manajemen proses

maupun pendekatan ekonometrik, serta pemilihan kriteria untuk

menentukan negara untuk pengembangan Atdag dan atau ITPC dan

negara prioritasnya. Sementara itu, pada bagian dua dibahas

mengenai rekomendasi dan implikasi kebijakan berkaitan dengan

penguatan kelembagaan Atdag dan ITPC.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

2.1. Model Kelembagaan Export Promotion Agency (EPA), Atdag dan

ITPC

Dalam bagian ini akan ditinjau model kelembagaan EPA

dibeberapa negara dan kelembagaan Atdag dan ITPC di Indonesia.

2.1.1. Model Kelembagaan EPA di Beberapa Negara

Sudah menjadi fenomena umum bahwa banyak negara kini

mengembangkan lembaga pemerintah untuk mendukung

pengembangan ekspor, dengan skala yang bervariasi yang

tercermin dari alokasi anggaran untuk lembaga tersebut

(Martincus et al.,2010). Besarnya anggaran bervariasi dari

ratusan ribu USD sampai dengan USD 1,3 Miliar per tahun.

Alasan utama pembentukan lembaga tersebut adalah jika

dilakukan secara sendiri oleh masing-masing perusahaan,

apalagi oleh perusahaan menengah dan kecil, upaya tersebut

akan terlalu mahal dan tidak efisien. Informasi yang sangat vital

untuk berhasil memasuki pasar ekspor antara lain praktek

manajemen, selera konsumen, peluang manajemen, agen

pemasaran, agen periklanan di negara tujuan (Leonidu, 2004).

Menyadari peran penting dari ekspor terhadap pertumbuhan

ekonomi, pemerintah Chili pada tahun 1975 membangun

lembaga khusus yaitu PROCHILE guna mendukung kinerja

ekspor negara tersebut. Lembaga ini bergerak pada tiga bidang

yaitu (i) economic positioning campaign, (ii) export promotion

program, dan (iii) commercial information system. Pada bidang

economic positioning campaign, lembaga ini bertugas untuk

menyebarkan dan memperkuat citra Chili di pasar internasional.

Pada bidang export promotion program, lembaga ini bertugas

untuk melakukan misi komersial, penelitian pasar, promosi

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 11

produk, berpartisipasi diberbagai pameran, dan mengundang

pelanggan, pejabat, dan para ahli. Akhirnya, pada bidang

commercial information system, lembaga ini bertugas mengelola

sistem informasi untuk membantu pengusaha mereka dalam

melakukan manajemen seperti menyediakan data harga, biaya

transportasi,dan peraturan di negara tujuan (Alvares dan Crespi,

2000).

Argentina memiliki lembaga khusus untuk pengembangan

ekspor yaitu ExportAR yang berada dibawah Kementerian Luar

Negeri dan Perdagangan Internasional. Alokasi dana untuk

lembaga ini adalah sekitar USD 4.5 juta per tahun dengan jumlah

pegawai sekitar 85 orang. Tugas utama lembaga ini adalah

pelatihan untuk eksportir yang baru, penyediaan informasi pasar,

market intelligence, membantu promosi melalui berbagai

pameran dan misi dagang (Jordana et al., 2009).

Amerika Serikat memiliki the United States Commercial

Service (USCS) sebagai lembaga promosi dagang yang bersada

dibawah United States Department of Commerce. Fungsi utama

dari USCS adalah untuk (i) mempromosikan ekspor barang dan

jasa Amerika, khususnya untuk usaha kecil dan menengah; (ii)

mewakili kepentingan manajemen Amerika secara internasional;

dan (iii) membantu pelaku manajemen mereka menemukan mitra

yang baik di pasar internasional. Kegiatan yang dilakukan USCS

mencakup penelitian, membantu melakukan pameran,konsultasi

dan advokasi, dan pelatihan ekspor (USTR, 2015).

Deskripsi dan karakteristik lembaga EPA dilakukan oleh

Lederman et al. (2010) dengan obyek penelitian 88 EPA di

berbagai negara. Seluruh EPA yang dianalisis dibagi dalam 5

wilayah yaitu Eastern Europe & Asia (EEA), Latin America and

Caribbean (LAC), Middle East and North Africa (MENA), Sub

Saharan Africa (SSA) dan Organization for Economic Co-

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 12

operation and Development (OECD). Survei terhadap

kelembagaan yang dilakukan terhadap seluruh EPA ditujukan

untuk mengetahui lima hal yaitu: a) struktur kelembagaan, b)

tanggung jawab/wewenang dari lembaga, c) tujuan dan strategi

yang dianut, d) sumber daya dan pengeluaran, dan e) tugas dan

fungsi.

Sebagian besar (62%) lembaga yang disurvei merupakan

lembaga semi otonom yang melapor kepada Kementerian atau

Presiden atau Perdana Menteri, 23% merupakan sub unit dari

Kementerian, 10% adalah lembaga swasta dan 5% sisanya

merupakan lembaga gabungan antara publik dan swasta. Sekitar

73 lembaga yang dianalisis memiliki dewan eksekutif (executive

board). Dewan eksekutif ini terdiri dari pihak pemerintah dan

pihak swasta. Lembaga-lembaga EPA yang tergabung negara

OECD adalah lembaga dengan porsi swasta terbesar dalam

anggota dewan eksekutifnya dibandingkan lembaga EPA dari

wilayah lain. Sekitar 80% dari lembaga EPA yang dikaji

merupakan satu-satunya EPA di negara tersebut atau

merupakan EPA yang terbesar dan terpenting. Sisanya, terdapat

2 atau lebih lembaga EPA yang memiliki nilai kepentingan yang

sama.

Sekitar 60% lembaga yang disurvei bertujuan untuk

meningkatkan ekspor secara agregat (tidak ditentukan sektor

industri atau jumlah ekspornya). Sekitar 18% dari lembaga EPA

hanya ditujukan untuk meningkatkan ekspor non tradisional dan

sekitar 20% dari lembaga EPA bertujuan meningkatkan ekspor

pada sektor tertentu. Sisanya (2%) ditujukan untuk membangun

kluster industri dan tujuan-tujuan lainnya.

Lembaga EPA yang disurvei memiliki anggaran rata-rata

sekitar 0,11% dari nilai ekspor barang dan jasa dengan nilai

deviasi sebesar 0,35% dan median sebesar 0.04%. Lembaga

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 13

EPA di wilayah LAC adalah lembaga dengan anggaran terbesar

yaitu sebesar 0,17% ekspor. Lembaga EPA di wilayah Latin

America and the Caribbean(LAC) menyusul kemudian dengan

besar anggaran sebesar 0,12% dari ekspor. Lembaga EPA

diwilayahMiddle East and North Africa(MENA), Sub-Saharan

Africa (SSA) dan Organisation for Economic Co-operation and

Development (OECD) memiliki anggaran sekitar 0,09% sampai

dengan 0,10% dari ekspornya.

Terkait dengan sumber pendanaan, sebagian besar

lembaga EPA yang disurvei (52%) mendapatkan lebih 75%

anggarannya dari pembiayaan publik. Sekitar 2% dari lembaga

EPA yang disuvei mendapatkan lebih dari 75% anggarannya dari

pembiayaan swasta, sekitar 3% mendapatkan lebih dari 75%

anggarannya dari menjual jasa (iuran klien) dan 2% dari lembaga

EPA yang disurvei mendapat dana dari donor.

2.1.2. Gambaran Umum Atase Perdagangan dan ITPC

Sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Menteri

Perdagangan Nomor: 09/M-DAG/PER/3/2010 Tentang

Organisasi dan Tata Kerja Atase Perdagangan pada Perwakilan

Republik Indonesia di Luar Negeri, Atase Perdagangan, yang

selanjutnya disebut Atase, adalah Pegawai Negeri Sipil

Kementerian Perdagangan yang ditempatkan di perwakilan

tertentu untuk melaksanakan urusan perdagangan antara

Indonesia dengan negara penerima dan negara lain yang

menjadi wilayah akreditasi perwakilan tersebut (Kementerian

Perdagangan, 2010).

Atase memperoleh status diplomatik dari Menteri Luar

Negeri. Atase bertanggungjawab kepada Kepala Perwakilan dan

Menteri Perdagangan melalui Sekretaris Jenderal Kementerian

Perdagangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan. Pembinaan Atase secara administratif berada di

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 14

bawah pembinaan Sekretaris Jenderal Kementerian

Perdagangan dan secara substantif di bawah pembinaan pejabat

Eselon I di lingkungan Kementerian Perdagangan.

Atase dalam melaksanakan tugas pokok

menyelenggarakan fungsi:

a. Pengembangan dan peningkatan jejaring kerjasama dengan

berbagai pihak, terutama dengan lembaga terkait di negara

penerima;

b. Koordinasi dengan instansi terkait di negara penerima dalam

pelaksanaan tugas tertentu;

c. Peningkatan kerjasama perdagangan dengan

Kementerian/Instansi terkait di negara penerima;

d. Pengamatan, analisa dan pelaporan yang berkaitan dengan

masalah perdagangan di negara penerima;

e. Pelaksanaan tugas-tugas perdagangan secara proaktif sesuai

dengan misi perwakilan;

f. Pelaksanaan promosi terpadu dalam rangka peningkatan

citra produk ekspor bersama dengan pejabat Diplomatik dan

Konsuler terkait; dan

g. Pelaksanaan kegiatan kerjasama, fasilitasi, diplomasi,

pengamatan pasar dan peningkatan akses pasar ekspor yang

ditugaskan oleh Menteri Perdagangan dengan

sepengetahuan Kepala Perwakilan.

Dalam melaksanakan tugas, Atase wajib menerapkan

prinsip koordinasi, integrasi, harmonisasi dan sinkronisasi

dengan Pusat Promosi Perdagangan Indonesia (Indonesian

Trade Promotion Center) di luar negeri serta organisasi lainnya di

lingkungan Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dan

melakukan hubungan kerja sama dengan unsur-unsur instansi

negara lainnya.Atase dalam melaksanakan tugas dan fungsi

juga wajib berkoordinasi dengan Kepala Perwakilan Republik

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 15

Indonesia di luar negeri dalam rangka harmonisasi dan

sinkronisasi dengan misi Perwakilan Republik Indonesia di luar

negeri.

ITPC memiliki landasan hukum Peraturan Menteri

Perdagangan Nomor: 10/M-DAG/PER/3/2010 Tentang Uraian

Tugas Pusat Promosi Perdagangan Indonesia (Indonesian Trade

Promotion Center) di Luar Negeri. ITPC merupakan lembaga

pemerintah yang bersifat nirlaba. Sesuai Keputusan Menteri

Perdagangan No. 1147/M-DAG/KEP/10/2014 tentang Koordinasi

Pelaksanaan Pembinaan dan Pengembangan Perwakilan

Perdagangan di Luar Negeri, pembinaan ITPC secara

administratif dan substansi berada di bawah pembinaan

Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan.

ITPC dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi yaitu:

a. penetrasi pasar melalui (i) penyelenggaraan kontak

manajemen; (ii) pembinaan dan pengembangan jejaring

manajemen; dan (iii) penanganan inquiry;

b. pelayanan informasi pasar, melalui (i) pelaksanaan market

intelligence; (ii) penyediaan analisa pasar (market analysis);

(iii) penyediaan market brief; (iv) penyediaan hasil market

survey; (v) penyediaan data importir dan eksportir; dan (vi)

pengembangan database ekspor nasional;

c. promosi ekspor, melalui (i) partisipasi dalam pameran dagang

internasional; (ii) partisipasi dalam penyelenggaraan

promosi pameran dagang lainnya atau pameran dagang

khusus (in-store promotion, Indonesian Day, bekerja sama

dengan Chamber of Commerce setempat); (iii) dukungan

terhadap promosi pameran dagang yang diselenggarakan

di Indonesia; (iv) penyelenggaraan kegiatan Misi Dagang

dan penerimaan misi pembelian; (v) penyelenggaraan Misi

Pemasaran (Marketing Mission); (vi) penyelenggaraan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 16

Permanent Trade Display (PTD); dan (vii) penyelenggaraan

promosi katalog (display catalogue);

d. pelayanan kepada dunia usaha, melalui (i) advokasi

Manajemen; (ii) konsultasi manajemen kepada eksportir dan

importir di negara akreditasi; dan (iii) bantuan negosiasi

kepada eksportir;

e. pelaksanaan Intelijen Bisnis (Business Intelligence);

f. pengamatan terhadap kebijakan perdagangan dan isu-isu

penting yang berkaitan dengan perdagangan di negara

akreditasi; dan

g. penyusunan program kerja dan pengelolaan tertib

administrasi dan keuangan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

2.2. DampakExport Promotion AgencyTerhadap Kinerja Ekspor

Berbagai studi telah dilakukan untuk menganalisis dampak atau

efektivitas kelembagaan pengembangan ekspor terhadap kinerja

ekspor. Beberapa studi tersebut antara lain dilakuikan oleh Kostecki

dan Naray (2007), Lederman et al. (2010), Álvarez dan Crespi (2000),

Martincus dan Carballo (2008), Rose (2007), Ferreira dan Teixeira

(2011), Kang (2011), dan Ruël dan Suedima (2012). Secara umum,

lembaga pengembangan ekspor dikenal sebagai Commercial Attache

atau Export Promotion Agency(EPA).Dari berbagai studi tersebut

terlihat bahwa ada dua tahapan atau pendekatan untuk melakukan

analisis. Pendekatan pertama adalah mengevaluasi secara

kelembagaan (proses manajemen). Pendekatan kedua adalah dengan

menganalisis dampak keberadaan lembaga sejenis EPA terhadap

kinerja ekspor.

Pada bagian ini dibahas berbagai hasil studi yang menunjukkan

dampak dari EPA di beberapa negara. Di samping itu, target yang

dibebankan oleh Kementerian Perdagangan untuk Atdag dan ITPC

Indonesia juga akan menjadi bahasan pada bagian ini.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 17

2.2.1. Dampak Export Promotion Agency terhadap Kinerja Ekspor

di Beberapa Negara

Dengan studi kasus untuk Chili, Alvares dan Crispi (2000)

mencoba menganalis dampak dari kegiatan promosi ekspor yang

dilakukan oleh the National Agency for Export

Promotion(PROCHILE) dari Chili terhadap kinerja ekspor Chili.

Ada dua indikator kinerja ekspor yang dianalisis yaitu bersifat

kualitatif (perbaikan teknologi produksi, pengembangan produk

baru, inovasi teknologi pengolahan, dan inovasi manajemen

organisasi) dan bersifat kuantitatif (perubahan pasar tujuan,

perubahan jenis produk yang diekspor, nilai ekspor, diversifikasi

produk, dan diversifikasi pasar tujuan). Hasil analis menunjukkan

bahwa promosi ekspor berdampak posistif pada jumlah pasar

(dampak jangka pendek). Setelah 4 tahun, perluasan pasar ini

selanjutnya berdampak positif pada nilai ekspor dan diversifikasi

produk.

Martincuset.al.(2010) lebih memfokuskan analisisnya pada

dampak dari lembaga danprogram pengembangan ekspor

terhadap kinerja ekspor berdasarkan skala usaha perusahaan.

Pada banyak Negara, sejak awal program tersebut

dikembangkan dengan fokus untuk membantu pengusaha

menengah dan kecil. Hasil analisis mendukung bahwa program

tersebut memang lebih besar dampaknya untuk pengembangan

ekspor usaha kecil dan menengah. Hal ini karena perusahaan

yang skalanya kecil dan menengah tidak mampu atau terlalu

mahal untuk melakukan berbagai upaya menembus pasar

ekspor, seperti mencari informasi pasar, klien, peraturan di

negara eksportir.

Selain survei mengenai kelembagaan, penelitian yang

dilakukan oleh Lederman et al. (2010) ini juga mengukur dampak

EPA terhadap peningkatan ekspor dengan menggunakan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 18

analisis dekomposisi terhadap ekspor per kapita (exp/pop) suatu

negara terhadap beberapa variabel independen: 1) anggaran

EPA per kapita (Bud/pop), 2) GDP per kapita, 3) trade

restrictiveness suatu negara terhadap impornya dari negara

lainnya, 4) restriksi akses pasar yang dikenakan negara lain

terhadap ekspor negara tersebut, 5) volatilitas kurs suatu negara

yang diukur dengan cara variasi dollar terhadap kurs mata uang

lokal selama periode 2000-2004 yang diperoleh dari World

Development Indicator; 6) lama waktu dalam hari yang

dibutuhkan untuk memenuhi segala pengaturan dan prosedur

ekspor; 7) rasio jarak ekonomi (economic distance) terhadap

GDP; 7) dummy regional untuk membandingkan seluruh populasi

dan populasi negara berkembang.

Dari hasil dekomposisi menunjukkan bahwa GDP perkapita

memiliki pengaruh signifikan terhadap ekspor. Restriksi

perdagangan terhadap impor tidak mempengaruhi kinerja

ekspor, namun sebaliknya restriksi yang dirasakan eksportir utuk

melakukan ekspor ke negara lain akan secara signifikan

mengurangi kinerja ekspor dengan koefisien yang lebih tinggi

untuk negara berkembang. Volatilitas kurs tidak secara signifikan

berpengaruh pada ekspor. Jumlah hari yang dibutuhkan untuk

memenuhi segala pengaturan dan prosedur ekspor memiliki

pengaruh yang negatif terhadap ekspor, namun secara general

memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap ekspor.

Komponen jarak ekonomi bernilai positif dan secara signifikan

mempengaruhi ekspor.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata EPA memiliki

dampak yang kuat dan signifikan secara statistik pada

peningkatan ekspor. Untuk setiap USD 1 dari promosi ekspor,

diperkirakan terjadi peningkatan ekspor rata-rata sebesar USD

40. Namun, terdapat heterogenitas antar wilayah. Setiap

penambahan USD 1 pada promosi ekspor di wilayah Eropa

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 19

Timur dan Asia (EEA) akan memberi tambahan ekspor sebesar

USD 100, tambahan ekspor USD 70 di Amerika Latin (LAC), dan

tambahan ekspor USD 38 di Afrika Sub-Sahara (SSA). Namun

dampak peningkatan ekspor tidak terlalu besar untuk negara

maju (OECD) yang hanya meningkatkan ekspor sebesar USD 5

untuk setiap penambahan USD 1 pada promosi ekspor.

Penelitian terhadap EPA di wilayah Timur Tengah dan Afrika

Utara (MENA) sebaliknya menunjukkan pengurangan ekspor

USD 53 setiap penambahan USD 1 pada promosi ekspor.

Namun, secara umum hasil penelitian menunjukkan terjadinya

diminishing return terhadap penambahan anggaran promosi

ekspor. Atau dengan kata lain, terjadi penurunan output terhadap

peningkatan sumber daya/anggaran yang digunakan untuk

promosi ekspor.

2.2.2. Target Ekspor Berdasarkan Negara

Pangsa ekspor Indonesia terhadap total ekspor dunia

tumbuh dari 0,82% pada tahun 2003 menjadi 1,10% di tahun

2013, dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 4,6% per tahun.

Saat ini Indonesia menempati urutan ke-26 sebagai negara

eksportir di dunia, sementara posisi beberapa negara ASEAN

lainnya seperti Singapura, Thailand, dan Malaysia berada pada

peringkat ke-13, 22 dan 23 di atas Indonesia dengan kontribusi

masing-masing sebesar 2,28%, 1,27% dan 1,27%. Di sisi impor,

pangsa Indonesia terhadap total impor dunia mengalami

pertumbuhan yang cukup signifikan dari hanya 0,42% di tahun

2003 menjadi 1,0% di tahun 2013, tumbuh rata-rata sebesar

10,1% per tahun, lebih tinggi jika dibandingkan dengan

pertumbuhan pangsa ekspor (UN Comtrade, 2015).

Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, kinerja ekspor

Indonesia selalu menunjukkan tren yang positif kecuali pada

tahun 2009 dan 2012-2013, saat krisis perekonomian global

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 20

melanda beberapa negara di Eropa dan Amerika Serikat (AS)

sehingga memberikan tekanan pada kinerja ekspor. Tekanan

pada kinerja ekspor akibat krisis ekonomi terlihat pada kinerja

perdagangan luar negeri yang mengalami defisit neraca

perdagangan pertama kalinya selama 10 tahun terakhir di tahun

2012 (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Neraca Perdagangan Indonesia Periode Januari 2012- November 2014

Sumber: BPS (diolah)

Untuk mengatasi defisit neraca perdagangan secara

berkelanjutan dan dalam rangka peningkatan ekspor sebesar 3

kali lipat di tahun 2019 serta untuk lebih mengoptimalkan peran

perwakilan perdagangan (Atdag dan ITPC) di luar negeri,

Kementerian Perdagangan telah membuat target ekspor di 36

negara yang telah memiliki perwakilan perdagangan (Tabel 2.1).

1.00.8

0.9

-0.8

-0.2

-1.3

-0.3

0.2

0.6

-1.9

-0.6

-0.2 -0.1-0.3

0.1

-1.7

-0.5-0.9

-2.3

0.1

-0.8

0.0

0.8

1.5

-0.4

0.80.7

-2.0

0.1-0.3

0.0-0.3 -0.3

0.0

-0.4

(3.00)

(2.00)

(1.00)

-

1.00

2.00

3.00

Jan'12 Mar Mei Juli Sept Nov Jan'13 Mar Mei Juli Sep Nov Jan '14 Mar Mei Jul Sep Nov

USD Miliar Non Migas Migas Total

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 21

Tabel 2.1. Target Ekspor Menurut Negara Tujuan

Sumber: Puska Daglu (2015)

Di tahun 2019, ekspor Indonesia diharapkan dapat tumbuh

sebesar 3 kali lipat menjadi USD 458,8 miliar. Beberapanegara

tradisional ekspor, yakni AS, RRT, Jepang, dan India akan tetap

menjadi negara tujuan ekspor utama selama kurun waktu 5

tahun mendatang dengan pangsa masing-masing sebesar

12,9%; 12,2%; 11,5%; dan 8,5% menjadi USD 59,3 miliar; USD

Realisasi

(USD Juta)

2013 2015 2016 2017 2018 2019

Total Ekspor Non Migas 149,918.8 194,510.7 257,700.4 324,780.2 394,601.0 458,847.5

1 AS 15,081.9 22,339.3 30,485.1 39,574.0 49,525.1 59,317.5

2 CINA 21,281.6 25,286.4 32,979.0 40,915.9 48,937.4 56,018.4

3 JEPANG 16,084.1 24,426.0 31,622.2 38,943.6 46,235.3 52,535.5

4 INDIA 13,009.8 16,075.1 21,297.4 26,841.1 32,968.4 38,755.8

5 SINGAPURA 10,385.8 13,974.0 18,119.3 22,349.3 26,575.5 30,244.0

6 MALAYSIA 7,268.2 9,721.5 12,633.6 15,617.8 18,612.7 21,229.5

7 THAILAND 5,214.1 7,041.8 9,746.0 12,831.3 16,285.9 19,783.0

8 KORSEL 6,052.5 7,623.7 9,952.9 12,360.4 14,798.4 16,956.5

9 BELANDA 4,014.5 5,835.3 7,569.2 9,339.8 11,110.1 12,648.6

10 TAIWAN 3,731.7 4,841.7 6,616.8 8,378.5 10,179.7 12,267.8

11 PILIPINA 3,798.5 4,403.5 6,034.7 7,867.3 9,558.6 11,497.2

12 JERMAN 2,881.9 3,929.1 5,313.6 6,905.4 8,738.3 10,688.4

13 AUSTRALIA 2,973.3 3,868.2 5,396.3 7,089.2 8,263.0 9,608.4

14 HONGKONG 2,693.3 3,846.7 5,140.8 6,479.0 7,871.9 9,358.2

15 ITALIA 2,128.4 3,117.4 4,361.0 5,701.0 6,926.6 8,279.4

16 SAUDI ARABIA 1,734.0 2,442.4 3,463.5 4,672.0 6,075.5 8,058.4

17 SPANYOL 1,810.4 2,348.9 3,286.7 4,142.3 5,174.0 6,185.3

18 INGGRIS 1,633.7 2,224.3 3,044.9 3,965.0 4,977.6 5,980.4

19 UEA 1,584.0 2,055.1 2,996.3 3,776.2 5,049.1 5,871.2

20 BRASILIA 1,514.4 1,929.4 2,644.5 3,448.0 4,334.0 5,213.7

21 AFSEL 1,270.1 1,697.4 2,438.0 3,072.6 3,733.2 4,487.0

22 MESIR 1,101.8 1,429.5 2,001.1 2,664.9 3,421.1 3,978.1

23 RUSIA 930.3 1,327.0 1,871.7 2,511.1 3,247.9 3,776.7

24 PERANCIS 1,062.7 1,653.1 2,101.4 2,541.0 2,962.2 3,304.8

25 BELGIA 1,259.2 1,634.2 2,076.9 2,511.0 2,926.6 3,264.5

26 KANADA 782.3 1,161.7 1,470.3 1,770.1 2,054.5 2,282.2

27 MEKSIKO 635.3 818.0 1,083.7 1,365.8 1,659.5 1,929.6

28 NIGERIA 557.8 723.7 958.7 1,208.3 1,468.1 1,707.1

29 DENMARK 224.5 304.6 398.3 495.4 594.1 681.8

30 CHILI 170.8 272.4 351.1 430.5 508.9 575.7

31 RUMANIA 97.1 162.2 256.1 322.8 392.2 456.1

32 SWISS 81.9 140.6 221.4 279.0 339.0 394.2

33 LIBANON 75.9 134.0 180.8 227.8 276.8 321.9

34 FINLANDIA 149.1 275.2 290.5 291.6 282.3 261.5

35 HONGARIA 91.2 132.1 159.7 183.6 203.4 215.8

36 AUSTRIA 50.0 64.5 76.7 86.8 94.7 98.8

No Negara

Target

(USD Juta)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 22

56,0 miliar, USD 52,5 miliar, dan USD 38,8 miliar. Di antara

negara-negara tersebut, AS ditargetkan akan mengalami

peningkatan terbesar jika dibandingkan dengan nilai realisasinya

di tahun 2013 yaitu sebesar 293,3%, sementara negara lainnya

RRT, Jepang, dan India ditargetkan akan meningkat sebesar

163,2%; 226,6%; dan 197,9%. Produk yang akan menjadi

unggulan ekspor di empatnegara utama antara lain tekstil dan

produk tekstil (TPT), elektronik, produk kimia, produk kayu,

kertas dan furnitur, ikan dan produk ikan, batubara, CPO dan

produk turunannya serta karet dan barang dari karet.

2.3. Tinjauan Terhadap Metode Analisis

Efektivitas organisasi (organizational effectiveness) adalah tingkat

pencapaian terhadap tujuan organisasi dan sasaran-sasaran yang

direncanakan, serta tingkat penyelesaian terhadap masalah-masalah

yang dihadapi oleh organisasi yang bersangkutan. Efektivitas juga

berarti bahwa organisasi telah melaksanakan/ mengerjakan hal-hal dan

pekerjaan-pekerjaan yang benar sesuai dengan tugas pokok, fungsi,

dan tujuan keberadaan organisasi yang bersangkutan

(Anonymous,2007). Efektivitas organisasi ditentukan oleh beberapa

faktor yang terkait langsung dengan proses operasional yang dilakukan

untuk menjalankan tugas pokok dan fungsinya, dengan melakukan

proses transformasi terhadap beberapa faktor input untuk menghasilkan

output yang sesuai dengan tujuan dan sasarannya.

Berbagai riset telah banyak dilakukan untuk mengukur dan

mengevaluasi efektivitas suatu organisasi. Ashraf dan Kadir(2012) dan

Love dan Skitmore (1996) menyatakan bahwa ada empat metode

pendekatan yang paling sering digunakan di dalam menilai efektivitas

suatu organisasi, yaitu melalui pendekatan pencapaian tujuan (goal

approach) atau juga disebut dengan model tujuan rasional, pendekatan

sumberdaya sistem (resource system approach), pendekatan proses

operasi (process approach) atau juga disebut model proses manajerial,

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 23

dan pendekatan konstituen strategis (strategic constituent

approach).Cunningham (1977) juga mengungkapkan bahwa selain

keempat pendekatan tersebut, riset tentang efektivitas organisasi juga

ada yang menggunakan pendekatan-pendekatan lainnya.Model tawar-

menawar (bargaining model) digunakan jika pertukaran antar

kemampuan individu, atau antara kelompok individu di dalam organisasi

serta kemampuan pembuatan keputusan yang tepat dan seimbang

dalammengakomodasikan tujuan-tujuan individu dan kelompok menjadi

faktor yang penting.

Selanjutnya, Cunningham (1977) juga menguraikan bahwa model

fungsional struktur pernah digunakan jika efektivitas organisasi sangat

ditentukan oleh perbaikan dalam hal kemampuan pengembangan

struktur, aliansi, tradisi, doktrin, kontrak, dan komitmen, serta

mekanisme partisipasi.Jika efektivitas organisasi lebih dipengaruhi oleh

aktivitas sosial dan konsekuensinya, maka model fungsional dapat

digunakan.Dalam hal ini setiap sistem harus mampu mendefinisikan

maksud keberadaannya, menentukan sumberdaya yang diperlukan

untuk mencapai maksud tersebut, memantapkan arti untuk

mengkoordinasikan dirinya dalam mengurangi tekanan dan ketegangan

terhadap lingkungannya.

Dalam kondisi suatu organisasi mengalami lingkungan yang

kompetitif dan perlu dikembangkan nilai-nilai penting untuk dapat

bersaing secara efektif Yu dan Wu (2009) serta Love dan Skitmore

(1996) menguraikan suatu model penilaian efektivitas yang disebut

kerangka nilai-nilai kompetisi (competing value frame work), yang

pernah dikembangkan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Dalam hal

ini ada dua dimensi internal yang penting bagi suatu organisasi untuk

dapat bersaing dan bertahan secara efektif, yaitu dimensi nilai-nilai

internal dan pengembangan sumberdaya manusia untuk mampu

menanggapi lingkungan makro yang meliputi orientasi kepada tujuan

individu dan orientasi kepada tujuan organisasi, serta dimensi terkait

dengan struktur organisasi yang sesuai dalam aspek keseimbangan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 24

antara kemapanan dan keluwesan untuk merespon lingkungan

tersebut. Kedua dimensi tersebut akan mangarah kepada nilai-nilai dan

budaya organisasi yang dikembangkan untuk dapat bertahan pada

lingkungan yang kompetitif.Hossein et al. (2011)mengungkapkan bahwa

model ini juga banyak dipakai di dalam mengevaluasi efektivitas dalam

olah raga dan organisasi yang bergerak dalam bidang keolahragaan.

Untuk organisasi yang sedang berkembang dan pada fase untuk

memperkuat kompetensinya, Cunningham (1977) menunjuk model

pengembangan Organisasi (organizational development model)

merupakan pendekatan yang lebih sesuai dalam penilaian

efektivitasnya.Pada dasarnya, model pengembangan organisasi yang

menekankan pentingnya mengatasi permasalahan organisasi dan

pembaruan tentang kemampuan dan kapasitas organisasi.Dalam model

ini beberapa parameter penting yang digunakan ada empat, yaitu

perilaku supervisi terhadap karyawan, semangat tim, keyakinan-

kepercayaan-dan komunikasi antara karyawan dan manajemen, serta

kebebasan untuk mencapai tujuan.

Pendekatan dengan metode Balanced Scorecard (BSC) pernah

dilakukan oleh Banwet et al. (2006) untuk mengevaluasi institusi

penelitian dan pengembangan. Sesuai dengan konsep dasar BSC,

keseimbangan antara proses innovasi, pembelajaran, dan pertumbuhan

organisasi dengan aspek pasar dan konsumen, keuangan, dan internal

proses merupakan faktor penting bagi organisasi untuk mencapai

efektivitas dan keberhasilannya. Keterpaduan antara strategi inovasi

dan arah pengembangan harus sejalan dengan kebutuhan

konsumen/pasar, serta dapat dijalankan dalam proses manajemen

internal dan ketersediaan keuangan organisasi.

Dari berbagai model pengukuran efektivitas organisasi tersebut di

atas, dapat dipahami bahwa penilaian efektivitas Atdag dan ITPC dapat

dilakukan dengan model umum sebagaimana dikupas oleh Ashraf

danKadir (2012) dan Love dan Skitmore (1996), yakni pendekatan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 25

pencapaian tujuan (goal approach) atau juga disebut dengan model

tujuan rasional, pendekatan sumberdaya sistem (resource system

approach), pendekatan proses operasi (process approach) atau juga

disebut model proses manajerial, dan pendekatan konstituen strategis

(strategic constituent approach).

Model tersebut cukup sederhana dan dapat dioperasionalisasikan

dengan lebih mudah karena ketersediaan data dan informasi yang

dimutakhirkan oleh Atdag dan ITPC. Di samping itu, karakterisitik

operasional Atdag dan ITPC sebagai non-profit organization, tentu tidak

relevan terhadap kondisi persaingan, sehingga Model Competing

Valueskurang cocok untuk diaplikasikan untuk Atdag dan ITPC.

Bargaining model secara prinsip kurang sesuai untuk lembaga

pemerintah, karena para karyawan dan organisasi telah memiliki tujuan

yang konvergen dengan mengedepankandedikasi dan kesatuan korps.

Model pengembangan organisasi dinilai juga kurang dapat mewadahi

semua kondisi pada kajian ini, mengingat sebagian Atdag dan ITPC

telah berumur lama, dan sebagian memang ada yang belum lama

dibentuk. Evaluasi dengan pendekatan Balanced Scorecard tidak bisa

dilakukan, mengingat Atdag dan ITPC tidak menerapkan sistem

tersebut sebagai rancangan sistem manajemen internal, serta tidak

mementingkan aspek keuangan dan pendapatan dengan memusatkan

perhatian pada preferensi pasar.

Selanjutnya, dari keempat model umum menurut Ashraf dan Kadir

(2012) dan Love (1996) tersebut, dinilai bahwa dalam mengevaluasi

Atdag dan ITPC, Model Pendekatan Sumberdaya Sistem (Resource

System) dapat dieliminasi.Hal tersebut dengan mempertimbangkan

fakta bahwa Atdag dan ITPC tidak menggunakan sumberdaya fisik

yang eksesif dari lingkungan kerjanya. Sumber daya utama untuk

melaksanakan tugas pokok dan fungsi Atdag dan ITPC berupa

informasi mengenai produk, teknologi, dan pasar dari dalam negeri dan

dari lingkungan kerjanya. Dengan demikian, metode yang dipilih untuk

menilai efektivitas Atdag dan ITPC ada tiga, yaitu goal attainment

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 26

approach, internal/managerial process approach, dan strategic

constituent approach.

Untuk melihat dampak dari lembaga promosi ekspor terhadap

kinerja ekspor, Alvaresdan Crespi (2000) menggunakan metode Quasi-

Experimental Design (QES). QES pada dasarnya mencoba

menganalisis dampak dari suatu intervensi/kebijakan dengan cara

melihat perubahan indikator kinerja dari suatu kelompok yang

mengalami intervensi. Selanjutnya, secara sistematis dilakukan upaya

untuk memisahkan atau memilah pengaruh faktor lain yang secara

bersama-sama mempengaruhi perubahan tersebut. QES memberi

peluang untuk melakukan penelitian dengan menggunakan kelompok

kontrol (control group). Secara konseptual, pada kelompok kontrol

hanya diobservasi perubahan akibat faktor lain diluar dampak dari

program, sementara pada kelompok yang menerima program akan

diobservasi dampak dari program dan faktor lainnya. Perbedaan

dampak dari kedua kelompok itu adalah perkiraan dampak dari program

itu sendiri.

Martincus, et al. (2010) menggunakan pendekatan with-without

yaitu membandingkan kinerja ekspor perusahaan yang mendapat

bantuan dari lembaga promosi ekspor Argentina dengan kinerja

perusahaan yang tidak mendapat bantuan. Dampak bantuan lembaga

pengembangan ekspor disetimasi dengan menggunakan difference-in-

difference estimator yaitu rata-rata perbedaan nilai ekspor sebelum dan

sesudah menerima dukungan untuk perusahaan yang menerima

bantuan dengan hal yang sama untuk perusahaan yang tidak menerima

bantuan. Secara prinsip, model ini mencoba melakukan dekomposisi

dampak perubahan ekspor suatu perusahaan berdasarkan faktor

ekonomi makro negara importir, karakteristik perusahaan, dan bantuan

pemerintah melalui lembaga promosi oleh Argentina.

Untuk melihat dampak pembukaan kantor perwakilan

perdagangan di luar negeri terhadap peningkatan ekspor Korea

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 27

Selatan, Kang (2011) menganalisis hubungan antara anggaran kantor

perwakilan perdagangan di luar negeri dengan peningkatan ekspor

Korea Selatan ke negara dengan kantor perwakilan dengan panel data

dengan strategi instrumental variableuntuk mengatasi masalahreverse

causality. Dia juga menggunakan variable kontrol lain seperti jumlah

PDB Korea Selatan dengan PDB negara tempat KOTRA berada,

income convergence, tariff rate di negara importer, nilai tukar, jarak,

variabel boneka untuk bahasa asing utama (Inggris) dan bahasa asing

kedua (Mandarin, Spanyol, Jepang, Perancis, dan Jerman), harga

ekspor, dan indeks harga konsumen di negara importer. Sementara itu,

variabel instrumen yang digunakan antara lain penggunaan energi,

konsumsi listrik, penggunaan telepon, arus net FDI, penggunaan

internet, pengeluaran militer, primary completion, kompensasi dan

pengiriman uang tenaga kerja, emisi CO2, ekspor barang berteknologi

tinggi, dan market capitalization. Hasil analisis menunjukkan bahwa

setiap peningkatan anggaran untuk kantor perwakilan perdagangan

sebesar 10% akan meningkatkan ekspor Korea Selatan sebesar 2,45%-

6,34%.

Pareja et al. (2008) juga menggunakan pendekatan persamaan

gravitasi untuk mengukur dampak pembukaan kantor promosi ekspor

oleh pemerintah daerah Spanyol (Andalusia, Aragon, Basque Country,

Catalonia, Murcia, dan Valencia) dengan metode panel dari tahun 1995-

2003. Indikator kinerja ekspor yang dianalisis adalah nilai ekspor daerah

ke negara masing-masing negara tujuan ekspor yang memiliki kantor

perwakilan perdagangan. Sementara itu, variable of interest yang

digunakan adalah jumlah kantor promosi ekspor di negara tujuan

ekspor, sedangkan variabel kontrol yang digunakan antara lain Real

GDP daerah di Spanyol yang diteliti dan Real GDP negara tujuan

ekspor, jarak antara daerah yang diteliti dengan negara tujuan ekspor,

jumlah kedutaan besar dan konsulat Jenderal di negara tujuan ekspor,

peubah dummy untuk negara yang tergabung pada EU atau EFTA,

bahasa, dan negara tujuan yang berbagi perbatasan, jumlah pulau di

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 28

negara tujuan ekspor, dan jumlah landlocked country-region di negara

tujuan ekspor.

Untuk mengantisipasi kasus reverse causality, karena terdapat

kemungkinan bahwa ekspor yang tinggi ke negara tujuan ekspor dapat

membuat Pemerintah Daerah di Spanyol membuka kantor perwakilan

perdagangan, Parejaet al. (2008) menggunakan variabel instrumen

yang mengukur seberapa besar suatu negara diinginkan untuk

ditinggali, seperti jumlah tujuan Conde-Nast, jumlah four season hotels,

jumlah hotel mewah, dan jumlah panduan Lonely Planet. Hasil analisis

menunjukkan bahwa kantor promosi ekspor yang dibuka oleh beberapa

pemerintah daerah Spanyol di negara tujuan ekspor membuat ekspor

meningkat, dan besarnya dampak pembukaan kantor promosi ekspor

terhadap ekspor lebih besar dari dampak pembukaan kedutaan besar

maupun konsulat jenderal.

2.4. Metode Analisis Untuk Penentuan Lokasi Prioritas Untuk Agen

Pengembangan Ekspor

Pemilihan negara dan lokasi distribusi perwakilan perdagangan

baik untuk Atase perdagangan (Atdag) maupun ITPC harus sejalan

dengan kebijakan pemerintah yang terus berupaya menggalakkan

diversifikasi negara tujuan ekspor, namun tetap terus menjaga dan

meningkatkan ekspor di negara-negara yang selama ini menjadi mitra

dagang utama Indonesia. Distribusi lokasi penempatan Atase

Perdagangan dan ITPC tentu didasari oleh beberapa pertimbangan

sehingga dapat memberikan dampak positif terhadap kinerja ekspor

Indonesia.

Hayakawa et al. (2011) menyatakan bahwa beberapa

pertimbangan yang digunakan dalam pemilihan lokasi/negara

penempatan export promotion agency (EPA) antara lain bagaimana

hubungan politik kedua negara (geo-politikal), kesamaaan kebudayaan

kedua negara, faktor sosial-ekonomi suatu negara serta level

perdagangan antara kedua negara. Cayuela dan Vilarrubia (2008) juga

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 29

menyebutkan bahwa keputusan untuk membangun kedutaan atau

kantor promosi perdagangan bersifat endogenous dan sangat terkait

dengan seberapa besar potensi manfaat yang dapat diberikan bagi

suatu negara. Lebih lanjut, Parejaet al. (2008) menyatakan bahwa salah

satu alasan pendirian kantor dagang luar negeri di suatu negara bukan

berdasarkan past performance ekspor, namun lebih kepada besarnya

potensi peluang pasar, hambatan untuk memasuki pasar serta pasar

yang dirasa masih unfamiliar sehingga keberadaan market intellegence

sangat dibutuhkan.

Lebih lanjut, Kementerian Perdagangan membuka kantor ITPC

baru di Chennai, Busan, Mexico City dan Jeddah pada tahun 2019

menggunakan beberapa pertimbangan. Pembukaan ITPC India

(Chennai) didasari oleh jumlah penduduk yang sangat besar dan

Chennai merupakan salah satu kota manajemen di India. India

merupakan negara berkembang dengan pertumbuhan ekonomi yang

sangat cepat serta menjadi salah satu mitra dagang utama dan penting

bagi Indonesia. Sementara itu pemilihan Busan, Korea Selatan

dimaksudkan untuk memelihara dan meningkatkan hubungan bilateral

antara Indonesia dan Korea Selatan. Busan merupakan kota metropolis

terbesar kedua di Korea Selatan dan menjadi rel transcontinetal dari

Asia ke Eropa. Pembukaan kantor ITPC Mexico City juga dinilai

memiliki peran yang cukup strategis karena selain Mexico merupakan

anggota North American Free Trade Arrangement (NAFTA), negara

tersebut juga dapat menjadi pintu masuk dan poros ekonomi bagi

negara-negara di Amerika Selatan. Penempatan kantor ITPC di Jeddah

dikarenakan lokasinya yang strategis sebagai salah satu pusat

perdagangan internasional untuk kawasan Timur Tengah dan Afrika.

Pembukaan ITPC di lokasi tersebut tentu memperhatikan potensi yang

dimiliki setiap wilayah.

Oleh karena itu, dalam menentukan lokasi penempatan perwakilan

perdagangan luar negeri, pengambil keputusan dihadapkan dengan

situasi yang cukup kompleks dan rumit. Keputusan pemilihan lokasi

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 30

yang tepat merupakan salah satu aspek yang krusial dalam

penyusunan strategi peningkatan ekspor yang menjadi salah satu

kepentingan nasional. Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) yang

pertama kali diperkenalkan oleh Saaty (1987) merupakan salah satu

instrumen yang dinilai cukup efektif dalam membantu para pemangku

kebijakan untuk dapat menetapkan prioritas sehingga didapat

keputusan terbaik. Metode AHP juga merupakan metode pengambilan

keputusan yang paling banyak digunakan dan telah diapliaksikan dalam

berbagai bidang.

Di bidang sistem informasi, Abu-Sarhan (2011) menggunakan

metode AHP untuk menyeleksi sistem informasi terbaik untuk

Reengineering Projects. Di bidang ekologi, Barzekar et al. (2011)

menyusun prioritas dan ranking indikator-indikator yang digunakan

untuk mengukur keberlanjutan (sustainability) dari Ecotourism di Iran

dengan menggunakan metode AHP; sementara Chamodrakas et al.

(2010), Chakraborty et al. (2011), Ngatawi dan Setyaningsih (2011),

Ozkan et al. (2011) dan Mardhikawarih et al. (2012) menggunakan

metode AHP untuk pemilihan vendor atau supplier terbaik. Di bidang

pendidikan, Juliyanti et al. (2011) menggunakan metode AHP untuk

melakukan pemilihan guru berprestasi dan di bidang investasi,

Setyawan (2014) dalam memutuskan lokasi investasi perumahan

menggunakan metode AHP.

Dalam AHP terdapat sekumpulan opsi alternatif yang akan

dievaluasi dengan menggunakan beberapa variabel atau kriteria.

Prinsip kerja AHP adalah berupa simplifikasi dari keputusan yang

bersifat kompleks dan tidak terstruktur menjadi elemen-elemen (kriteria

dan opsi alternatif) yang disusun secara hierarki untuk kemudian tingkat

kepentingan setiap elemen diberikan skor atau bobot secara subyektif

terkait tingkat prioritas dari suatu elemen tersebut secara relatif

dibandingkan dengan elemen yang lain pada tingkatan yang sama dan

juga terkait dengan elemen yang berada pada satu tingkat di atasnya

(Marimin, 2004). Oleh karena itu, keandalan analisis dengan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 31

menggunakan metode AHP sangat bergantung pada persepsi subyektif

manusia yang dianggap sebagai ahli representatif di bidangnya sebagai

input utama dalam menentukan prioritas.

Terdapat tiga prinsip dasar yang harus dipahami dalam

pengambilan keputusan dengan menggunakan metode AHP Saaty

(1987), antara lain:

a. Decomposition, setelah permasalahan didefinisikan, maka perlu

dilakukan dekomposisi yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi

beberapa unsur-unsur yaitu tujuan (goal) dari suatu kegiatan,

perumusan kriteria (criteria) untuk memilih prioritas dan identifikasi

pilihan-pilihan atau alternatif (options).

b. Comparatif Judgement, prinsip ini berarti membuat penilaian

prioritas antara 2 elemen yang dipasangkan pada satu tingkatan

tertentu berdasarkan atau berkaitan dengan tingkat yang terdapat di

atasnya. Penilaian ini merupakan bagian yang paling penting dalam

metode AHP. Hasil penilaian tersebut dapat disajikan melalui matrik

pairwise comparison.

c. Synthesis of Priority, melakukan sintesis terhadap prioritas.

Struktur hirarki pada metode AHP dengan kriteria sebanyak n dan

terdapat jumlah alternatif sebanyak m dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Hirarki Pada Metode AHP

Sumber: Saaty (1987)

Alternatif ke-1 Alternatif ke-2 Alternatif ke-3 Alternatif ke-m

Tujuan/ Fokus

Kriteria ke-1 Kriteria ke-2 Kriteria ke-3 Kriteria ke-n

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 32

BAB III

METODE PENGKAJIAN

Sesuai dengan tujuan penelitian maka ada beberapa metode analisis

yang akan digunakan dalam penelitian ini. Untuk menjawab tujuan pertama

yaitu mengevaluasi tingkat efektivitas ATDAG/ITPC dalam upaya

meningkatkan kinerja ekspor non-migas Indonesia, maka akan digunakan

dua pendekatan yaitu pendekatan pengelolaan proses manajemen dengan

metodeInstitutional and Organizational Performance Analysis (IOA) dan

model ekonometrik. Sedangkan untuk memilih prioritas lokasi untuk

pengembangan Atdag dan ITPC, metode yang digunakan adalah metode

Analytical Hierarchy Process (AHP) yang didahului oleh seleksi awal dengan

menggunakan beberapa indikator ekonomi makro.

3.1. MetodeInstitutional and Organizational Performance Analysis(IOA)

3.1.1. Institutional and Organizational Performance Analysis (IOA)

Secara ringkas, proses operasional suatu organisasi dapat

digambarkan dengan skema sebagai berikut (Gambar 3.1.).

Proses transformasi merupakan kegiatan dan pekerjaan yang

dilakukan oleh suatu organisasi secara rutin dan

berkesinambungan dengan proses manajemen yang baku

(POAC), antara lain meliputi perencanaan (planning,P),

pengorganisasian (organizing, O), pelaksanaan/eksekusi

(actuating, A) dan pengendalian (controlling, C). Proses

Transformasi adalah kegiatan untuk mengubah faktor-faktor

masukan (input) menjadi outputyang relevan untuk mencapai

tujuan organisasi, baik tujuan jangka pendek maupun jangka

panjang, berupa produk maupun jasa, serta mencapai sasaran

langsung maupun sasaran antara.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 33

Gambar 3.1. Skema Dasar Proses Operasional

Dengan melihat karakteristik dan sifat organisasi Atdag dan

ITPC, tiga pendekatan yang lebih sesuai untuk diterapkan.

Pendekatan proses manajemen internal akan lebih mampu

menggambarkan tentang kemampuan mengelola beberapa

program dan kegiatan yang tidak bersifat komersial, tetapi untuk

mampu membantu para pemangku kepentingan dapat

menjalankan kegiatan manajemen secara lebih baik. Pengenalan

kegiatan utama berdasarkan faktor keberhasilan kritis dan

konsistensi fokus kegiatan akan menjadi penentu efektivitas

organisasi. Selanjutnya pendekatan goal attainment process juga

akan menjadi metode evaluasi efektivitas yang bagus, mengingat

cara ini akan menilai capaian-capaian yang dihasilkan dari waktu

ke waktu dan dapat diukur secara lebih realistis. Ketiga, untuk

dapat menilai ketepatan hasil kegiatan dan program, maka

pendekatan konstituen strategis sangat sederhana dan tepat

untuk digunakan.

a. Proses Manajemen

Pengelolaan program, kegiatan, dan sumberdaya

organisasi merupakan aspek yang esensial di dalam upaya

menghasilkan output yang relevan dalam pencapaian tujuan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 34

dan sasaran organisasi. Pengelolaan proses internal dan

sumberdaya memerlukan proses manajemen yang baik dan

benar (Good Management Practices, GMP), agar tujuan

organisasi dapat dicapai. Dengan demikian evaluasi atas

GMP merupakan bagian dari metode penilaian efektivitas

Atdag dan ITPC.

Ferreira dan Teixeira (2011) menyatakan bahwa

beberapa faktor yang menentukan pencapaian suatu

lembaga promosi ekspor (export promoting agency) antara

lain strategi, struktur, sumberdaya manusia, proses,

prosedure, sistem, teknologi dan strategi inovasi, pengolahan

informasi dan manajemen pengetahuan.

Internal Process Approach (IPA) memusatkan perhatian

pada pengelolaan POAC pada faktor-faktor kunci

keberhasilan terkait dengan tugas pokok dan fungsi dari

Atase Perdagangan dan ITPC. System Resource Approach

(SRA) dipusatkan pada proses evaluasi terhadap

ketersediaan sumberdaya organisasi yang diperlukan untuk

menjalankan tugas dan pokok serta tujuan dan sasaran

program dan kegiatan atase perdagangan dan ITPC yang

dievaluasi (Cunningham, 1977). Proses manajemen internal

memusatkan perhatian pada produktivitas individu dan

produktivitas organisasi. Pengelolaan proses manajemen

internal pada prisipnya menekankan kepada sumberdaya

manusia baik jumlah, keterampilan, dan motivasi kerja serta

organisasi, tata kerja, dan teknologi yang digunakannya.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, beberapa indikator

untuk mengevaluasi efektivitas Atdag dan ITPC dalam aspek

proses manajemen internal adalah sebagaimana tampak

pada Tabel 3.1.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 35

Tabel 3.1.Daftar Cakupan Pertanyaan Kuesioner Untuk Menilai Aspek Proses Manajemen Internal

No ASPEK PROSES MANAJEMEN

1 Sumber Daya Manusia

2 Organisasi

3 Koordinasi

4 Pelaksanaan Program

5 Pemantauan Ekspor

6 Informasi Keberadaan

Dari beberapa indikator di atas, dapat diketahui

mengenai penerapan good management practices dalam

pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Atdag dan ITPC.

Selanjutnya, outputyang dihasilkan akan sesuai dengan

tujuan dan sasaran jika proses internalnya dapat berlangsung

dengan baik.

b. Pencapaian tujuan

Efektivitas yang tinggi adalah jika output yang dihasilkan

adalah sesuai dengan rencana dan fungsi organisasi yang

bersangkutan. Dengan demikian, pendekatan utama di dalam

menilai efektivitas organisasi adalah dengan pendekatan

pencapaian tujuan (goal attainment approach, GAP), yang

telah dikembangkan selama lebih dari 25 tahun. Pada

prinsipnya pendekatan inidengan dengan mengevaluasi

outputyang dihasilkan, apakah sesuai dengan rencana,

apakah melampaui standar / norma yang telah ditetapkan

(Kiresuk & Sherman, 1968), dan apakah sesuai dengan

harapan konsumen/stakeholders dari organisasi yang

bersangkutan.Dalam hal ini, GAP dilakukan dengan

mengukur output organisasi berdasarkan tujuan/sasaran yang

telah ditetapkan secara internal.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 36

Terkait dengan peran dan fungsi Atdag dan ITPC,

Kostecki dan Naray (2007) menyatakan bahwa salah satu

peran penting atase perdagangan dan ITPC adalah dalam hal

commercial diplomacy. Dalam hal ini kegiatan yang

berhubungan dengan pembuatan kebijakan perdagangan

(misalnya negosiasi multilateral, penyelesaian perselisihan,

dan konsultasi perdagangan), dukungan terhadap kegiatan

manajemen, merupakan penerapan komersial diplomasi

tersebut.Selanjutnya, perlu dipahami bahwa terkait dengan

peran tersebut, maka rantai nilai yang harus diterapkan dalam

melaksanakan peran komersial diplomasi adalah memadukan

antara tujuan-tujuan pemerintah dan tujuan-tujuan

manajemen, negosiasi kontrak pelaksanaan, dan pemecahan

masalah-masalah yang timbul. Sedangkan tujuan-tujuan

manajemen sebagai faktor-faktor keberhasilan kritis dalam

menerapkan peran komersial diplomasi adalah: promosi

dagang, promosi investasi, kerjasama dalam sains dan

teknologi, promosi tourism, dan advokasi terhadap komunitas

manajemen nasional.

Selanjutnya Kostecki dan Naray (2007) menyatakan

bahwa tujuan-tujuan pemerintah meliputi peran sebagai

intelijen pasar, mengembangkan jejaring dan hubungan

masyarakat. Dengan demikian, beberapa indikator dari

evaluasi terhadap keberhasilan pencapaian tujuan adalah

terkait dengan peran dan fungsi tersebut.

Sesuai dengan fungsi dan kebutuhan para eksportir dan

pelaku manajemen Indonesia, maka output utama yang

diharapkan oleh Atdag dan ITPC adalah menyangkut empat

aspek sebagai berikut Info pasar spesifik yang diperlukan:

(1). Pengembangan jejaring distribusi produk-produk ekspor;

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 37

(2). Info perkembangan pelanggan dan calon pelanggan

terhadap produk ekspor Indonesia; dan

(3). Perkembangan regulasi dan peraturan negara setempat

yang berpengaruh terhadap kinerja perdagangan

Indonesia.

Dengan memadukan harapan pemangku kepentingan

dan rumusan tugas pokok dan fungsi Atdag yang tertuang

dalamPermendag No. 09/M-DAG/PER/3/2010 serta tugas

dan fungsi ITPC sesuai dengan Permendag No.10/M-

DAG/PER/3/2010 dan Permendag No.13.1/M-

DAG/PER/3/2010, maka beberapa indikator yang digunakan

untuk mengevaluasi pencapaian Atdag dan ITPC adalah

sebagaimana tampak pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Cakupan Pertanyaan Dalam Kuesioner Terkait Dengan Indikator Pencapaian Tujuan (Goal Attainment

Approach)

No ASPEK OUTPUT

1 Promosi (Pameran, Misi Dagang) Dalam 2 Tahun Terakhir

2 Jejaring(Penetrasi Pasar) Dalam 2 Tahun Terakhir

3 Pemahaman Aturan Impor oleh Negara LokasiDalam 2 Tahun Terakhir

4 Info PasarDalam 2 Tahun Terakhir

5 Pelayanan Kepada Dunia Usaha Dalam 2 Tahun Terakhir

Beberapa indikator capaian output tersebut di atas,

dapat dianalisis tentang pertumbuhan dan realisasinya.

Selanjutnya dapat diukur rasio pertumbuhan dan realisasinya

dengan cara sebagaimana di bawah ini.

Rasio Pertumbuhan/Perkembangan

Capaian-capaian selama lima tahun terakhir dapat

menjadi indikator efektivitas organisasi dari Atase

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 38

Perdagangan dan ITPC yang bersangkutan. Di dalam

capaian tersebut dapattergambarkan learning process dan

peningkatan kompetensi dalam melakukan interaksi,

penyebaran informasi, dan promosi mengenai produk-produk

ekspor Indonesia kepada importir dan calon penggunanya.

Rg = Kn / Kn-1 (3.1)

Dimana,

Rg : Rasio pertumbuhan

Kn : Kinerja tahun ke n

Kn-1: Kinerja tahun n-1

Perbandingan angka-angka capaian tahun-tahun yang

bersangkutan dengan tahun-tahun sebelumnya akan

menunjukkan adanya peningkatan efektivitas jika sama atau

lebih besar dari 1 (100%), dan penurunan efektivitas jika

kurang dari 1 (100%). Pertumbuhan yang lebih besar

dibandingkan dengan nilai pertumbuhan rata-rata di negara

yang bersangkutan menunjukkan juga merupakan indikator

efektivitas atase perdagangan/ITPC yang bersangkutan.

Rasio Sasaran Versus Realisasi

Efektivitas pencapaian tujuan juga secara sederhana

dapat diketahui dari realisasi pencapaian program pada Tabel

3.2 terhadap rencana. Secara sederhana dapat diketahui dari

rasio realisasi program sebagai berikut :

Rr = Krn / Kpn (3.2)

Dimana,

Rr : Rasio realisasi

Krn : Realisasi Kinerja tahun ke n

Kpn : Rencana Kinerja tahun ke n

Perbandingan antara realisasi terhadap rencana

(sasaran) pada indikator-indikator kunci menunjukkan tingkat

efektivitas organisasi.Dengan asumsi bahwa angka sasaran

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 39

telah ditetapkan dengan cermat dan realistis, maka organisasi

telah efektif jika mampu mencapai atau melampaui sasaran

yang ditetapkan.Sebaliknya, organisasi disebut kurang efektif

jika capaiannya kurang dari 100%, dan bahkan mengalami

kegagalan jika rasio kurang dari 90%.

c. Kepuasan pemangku kepentingan

Namun, untuk dapat menilai bahwa output tersebut telah

sesuai dengan harapan dan memenuhi kebutuhan konsumen

(pemangku kepentingan) dan agar lebih objektif, evaluasi

terhadap efektivitas organisasi perlu dilaksanakan dengan

cara melakukan konfirmasi kepada para pemangku

kepentingan (stakeholder), apakah output tersebut telah

sesuai dengan harapan mereka. Dalam hal ini GAP perlu

dikombinasikan dengan pendekatan constituency approach

(CA).

Terdapat banyak kelompok konstituen atau pemangku

kepentingan terhadap suatu organisasi.Di samping para

karyawan di dalam organisasi tersebut juga pemerintah di

mana organisasi beroperasi, pemegang saham atau

pemerintah di negara asal, klien atau konsumen, dan

masyarakat sekitar (Connolly et al., 1980). Masing-masing

memiliki kepentingan tertentu terhadap keberadaan suatu

organisasi.Dalam kaitannya dengan penilaian efektivitas

Atdag dan ITPC, dipusatkan pada klien-klien utama bagi

Atdag/ITPC yang bersangkutan, mengingat bahwa merekalah

yang memiliki hubungan yang lebih intensif dan perhatian

yang penuh terhadap output Atdag dan ITPC. Para eksportir

dan pelaku manajemen dari Indonesia, serta para importir

dan pelaku manajemen di negara yang bersangkutan, serta

beberapa instansi pemerintah adalah klien yang dimaksud

untuk dikonfirmasi/diverifikasi mengenai output Atdag/ITPC.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 40

Konfirmasi dilakukan dengan mengumpulkan informasi

tentang pendapat dan penilaian para pemangku kepentingan

terhadap beberapa output dari Atdag dan ITPC, antara lain

dalam aspek ketersediaan informasi pasar spesifik,

pengembangan jejaring distribusi, informasi tentang

perkembangan pelanggan, serta berbagai peraturan negara

yang bersangkutan terkait dengan produk-produk ekspor

Indonesia ke negara yang bersangkutan.

Secara ringkas konfirmasi dan verifikasi dilakukan untuk

mengukur tingkat kepuasan para pemangku kepentingan

tersebut terhadap outputyang dihasilkan oleh Atdag/ITPC,

apakah sesuai dengan kebutuhan mereka.Tabel 3.3.

memperlihatkan cakupan pertanyaan dalam kuesioner untuk

mengetahui tingkat kepuasan mereka.

Kuesioner disampaikan kepada beberapa klien yang

terdiri atas instansi terkait di Indonesia, eksportir dan pelaku

manajemen Indonesia yang berkepentingan terhadap negara

sasaran, importir dan pelaku manajemen di negara tujuan

ekspor, serta pemerintah terkait di negara tujuan ekspor.

Kuesioner secara lengkap disajikan pada Lampiran 1.

Tabel 3.3. Cakupan Pertanyaan Dalam Kuesioner Terkait Dengan Indikator Pencapaian Tingkat Kepuasan Klien

(Constituent Approach)

No Aspek Kepuasan Terhadap output

1 Promosi

2 Analisis Dan Informasi Pasar

3 Pengembangan JejaringManajemen & Distribusi Produk Ekspor

4 Pemahaman Dan Diseminasi Aturan Di Negara Importir

5 Pelayanan Umum Kepada Para Pemangku Kepentingan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 41

3.1.2. Benchmarking

Di samping dilakukan konfirmasi dan verifikasi terhadap

klien, kajian evaluasi efektivitas Atdag dan ITPC juga dilengkapi

dengan teknik benchmarking. Hal demikian dilakukan mengingat

benchmarking adalah cara yang sederhana dan efektif untuk

mengukur efektivitas suatu perusahaan/organisasi dengan cara

membandingkannya dengan perusahaan/organisasi sejenis pada

bidang industri yang sama (Lankford, 2001). Dalam hal ini, dipilih

jenis functional benchmarking/industry benchmarking, yakni

membandingkan Atdag dan ITPC dengan Atdag dan ITPC dari

negara lain yang dinilai unggul dalam menjalankan fungsinya.

Secara ringkas, teknik benchmarking adalah dengan

membandingkan beberapa critical success factor bagi Atdag dan

ITPC, yakni yang dimiliki/dicapai oleh suatu Atdag dan ITPC

dengan yang dimiliki/dicapai oleh Atdag/ITPC yang dijadikan

benchmark.

Sebagai salah satu teknik mengukur kinerja dalam suatu

perusahaan atau organisasi dengan tujuan untuk melakukan

perbaikan, benchmarking adalah cara sederhana pengukuran

kinerja suatu perusahaan dengan membandingkannya kepada

industri yang terkait. Pada dasarnya teknik benchmarking

merupakan bagian dan tahapan dari suatu learning process bagi

organisasi yang bersangkutan. Dengan teknik ini, maka suatu

unit atau perusahaan dapat belajar dari unit atau perusahaan

lain dalam mencapai kinerja yang optimal (Lankford, W.M,

2001).1

Pemilihan unit, perusahaan atau organisasi lain sebagai

pembanding dilakukan dengan mempertimbangkan kemiripannya

dengan unit, perusahaan atau organisasi yang bersangkutan

dalam melaksanakan proses operasi/proses bisnis. Dalam

1Lankfor, W.M. (2001). Benchmarking : Understanding the basics. The Coastal Business

Journal Volume 1 No.1, pp 62

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 42

kaitannya dengan evaluasi kinerja atase perdagangan dan ITPC

dalam melaksanakan fungsi-fungsi promosi, analisis pasar,

pengembangan jejaring, mediasi, dan pelayanan kepada

pemangku kepentingan, perlu dipilih beberapa atase

perdagangan negara-negara sahabat yang ada di

Indonesia/Jakarta, antara lain: Atase-atase Perdagangan

Thailand, Malaysia, India, Korea, dan Jepang.

Dalam melaksanakan benchmarking, proses perbandingan

unsur-unsur kinerja perlu memperhatikan rantai nilai dan proses

operasinya, di samping produk atau output yang dihasilkan oleh

unit, perusahaan, atau organisasi yang bersangkutan. Terkait hal

itu perlu dipilih beberapa faktor keberhasilan kunci (Lankford,

W.M, 2001). Berdasarkan proses operasi yang diterapkan oleh

Atdag dan ITPC, maka unsur-unsur kinerja yang merupakan

faktor keberhasilan kunci adalah sebagai berikut:

Tabel 3.4.Unsur-unsur Benchmark Sebagai Pembanding Kinerja

No UNSUR-UNSUR BENCHMARK

A SUMBERDAYA MANUSIA

A1 Jumlah SDM

A2 Pendidikan

A3 Keterampilan komunikasi Bisnis

A4 Keterampilan pemasaran

B ORGANISASI

B1 Ada Struktur

B2 Ada pembagian fungsi & keahlian

B3 Ada fungsi Market Analysis

B4 Ada fungsi Promosi

B5 Ada fungsi Jejaring&Pemasaran

C KOORDINASI STAKEHOLDER

C1 Berapa sering dilakukan pertemuan

C2 Media komunikasi & Informasi:

a. Market review b. Bulletin / Newsletter c. Laporan berkala d. Lainnya

D TATALAKSANA KEGIATAN

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 43

No UNSUR-UNSUR BENCHMARK

D1 Berapa sering Mengelola Promosi

D2 Berapa sering patiipasi promosi

D3 Berapa banyak pengunjung

D4 Berapa banyak pelaku bisnis terlibat

E ANGGARAN DANA

E1 Alokasi dana per tahun

E2 Pengeluaran untuk promosi

E3 Pengeluaran Analisis pasar

E4 Pengeluaran Penunjang

E5 Pengeluaran lain-lain

Nilai kuantitatif dan kualitatif dari unsur-unsur kinerja

tersebut diperoleh dengan menghubungi/mewawancarai atase

perdagangan beberapa negara sahabat yang ada di

Jakarta.Selanjutnya, digunakan sebagai standar pembanding

dalam mengevaluasi kinerja dari Atdag dan ITPC yang tersebar

di beberapa negara. Dari proses pembandinganakan diperoleh

posisi Atdag dan ITPC terhadap standar pembanding tersebut.

Untuk menyederhanakan dan memudahkan proses

evaluasi, maka dalam melaksanakan proses pembandingan

digunakan skala sebagai berikut:

Tabel 3.5.Skala Evaluasi Dengan Proses Benchmarking

Skala /

Nilai Kondisi Atdag/ITPC Pada Unsur Kinerja

Dibandingkan Dengan Standard Benchmark

5 Sama atau lebih baik dari nilai benchmark

4 76% – 99% terhadap nilai benchmark

3 50% - 75% terhadap nilai benchmark

2 26% - 49% terhadap nilai benchmark

1 kurang dari 25% terhadap nilai benchmark

Nilai pembanding yang digunakan sebagai benchmark

adalah hasil wawancara dengan atase perdagangan negara-

negara sahabat. Jika dalam sebagian unsur tidak diperolah dari

wawancara tersebut, maka digunakan nilai baku yang ditetapkan

oleh instansi pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 44

Perdagangan. Dalam hal tidak diperolehinformasi mengenai nilai

benchmark dari kedua sumber tersebut, maka digunakan proses

sebagai berikut:

1. Dilakukan kompilasi dari seluruh Atdag dan ITPC pada

setiap unsur kinerja.

2. Secara statistik dapat ditetapkan nilai maksimum, nilai

minimum, dan nilai rata-rata, serta kisaran / rentang nilai

(Nilai maksimum dikurangi Nilai Minimum) pada unsur kinerja

yang bersangkutan.

3. Ditetapkan rentang klasifikasi skala evaluasi berdasarkan

hasil-hasil pada langkah 2 tersebut.

4. Dilakukan evaluasi /pengelompokan Atdag dan ITPC

berdasarkan klasifikasi skala yang ditetapkan pada langkah

3.

Adapun penetapan skala evaluasi pada Langkah 3, secara garis

besar adalah sebagai berikut:

Tabel 3.6. Penetapan Skala Evaluasi Berdasarkan Hasil Kompilasi Dari Seluruh Atdag / ITPC Pada Masing-Masing

Unsur Kinerja

Skala /

Nilai Nilai Atdag/ITPC Pada UnsurKinerjanya

5 81% - 100% terhadap rentang nilai

4 61% – 80% terhadap rentang nilai

3 41% - 60% terhadap rentang nilai

2 21% - 40% terhadap rentang nilai

1 Kurang dari 21% terhadap rentang nilai

3.1.3. Importance and Performance Analysis (IPA)

Pengukuran layanan dapat dilakukan dengan cara

membandingkan derajat kepentingan layanan dan kinerja

layanan yang dipersepsikan oleh pelanggan atau klien. Abduh

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 45

dan Othman (2014) menggunakanImportance and Performance

Analysis (IPA) untuk memberikan hasil analisis secara visual

layanan yang perlu ditinggakan dari hasil penilaian pelanggan

terhadap layanan bank Islam di UAE. Pelanggan atau konstituen

atau penerima manfaat dari Atdag/ITPC adalah eksportir dan

pelaku manajemen dari Indonesia serta para importir dan pelaku

manajemen di negara yang bersangkutan serta beberapa

instansi pemerintah. Survei terhadap konstituen atau penerima

manfaat dilakukan sesuai aspek kepuasan terhadap output

sebagaimana Tabel 3.3. di atas. Hasil survei tersebut dianalisis

menurut derajat kepentingan (importance) dan kinerja

(performance) layanan yang disampaikan oleh penerima

manfaat. Hasil analisis dan usulan strategi perbaikannya

disampaikan dengan membuat matriks 4 kuadran.Metode ini juga

disebut sebagai analisis kuadran karena disajikan dalam bentuk

kuadran.

Gambar 3.2. Matriks Importance and Performance Analysis (IPA)

Sumber: Abduh dan Othman (2014)

Kuadran II merupakan Kuadran Pertahankan Prestasi.

Pada kuadran ini, atribut-atribut dari suatu jasa atau produk

dinilai penting bagi konsumen untuk memenuhi kepuasan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 46

mereka. Pada kenyataannya, kinerja dari atribut-atribut pada

kuadran tersebut dinilai sudah baik dan memuaskan konsumen.

Oleh karena itu, kinerja atribut-atribut suatu jasa atau produk

pada kuadran ini sebaiknya terus dipertahankan agar tidak

menurun.

Kuadran IV merupakan Kuadran Berlebihan karena atribut-

atribut suatu jasa atau produk pada kuadran ini memiliki kinerja

yang baik bagi konsumen. Namun, konsumen menilai bahwa

atribut-atribut pada kuadran ini tidak terlalu penting untuk

meningkatkan kepuasan mereka. Oleh karena itu, peningkatan

kinerja pada atribut-atribut suatu jasa atau produk pada kuadran

ini dinilai terlalu berlebihan. Perusahaan atau instansi sebaiknya

mengalokasikan sumber daya yang ada untuk meningkatkan

kinerja atribut-atribut suatu jasa atau produk lainnya.

Kuadran III merupakan Kuadran Prioritas Rendah. Pada

kuadran ini, kinerja atribut-atribut suatu jasa atau produk dinilai

rendah bagi konsumen. Meskipun demikian, suatu perusahaan

atau instansi tidak perlu memprioritaskan peningkatan kinerja

atribut-atribut tersebut karena bagi konsumen, atribut-atribut

tersebut tidak terlalu penting bagi kepuasan mereka.

Kuadran I merupakan kuadran prioritas utama. Pada

kuadran ini, atribut-atribut suatu jasa atau produk sangat penting

dan diharapkan bagi kepuasan konsumen. Namun, kinerja

atribut-atribut tersebut masih rendah dan dianggap belum

memuaskan bagi konsumen. Oleh karena itu, sebaiknya

perusahaan atau instansi mengerahkan sumber daya yang ada

untuk fokus pada peningkatan kinerja atribut-atribut suatu jasa

atau produk pada kuadran ini.

Tahap pertama dalam melakukan analisis ini adalah

dengan melakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas

merupakan uji yang dilakukan untuk melihat bahwa suatu

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 47

instrumen atau alat ukur mampu menghasilkan data yang tepat

dan memberikan gambaran yang cermat mengenai data

tersebut. Instrumen tersebut dikatakan valid bila nilai koefisien

korelasi besar. Untuk melakukan uji validitas dapat dilakukan

dengan rumus product moment sebagai berikut:

(3.3)

Dimana:

= koefisien korelasi

x = skor item

y = skor total

n = jumlah responden

Sementara uji reliabilitas dimaksudkan untuk menunjukkan

sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat

diandalkan. Uji reabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan

rumus Cronbach’s Alpha sebagai berikut:

(3.3.)

Dimana:

= reabilitas instrumen

K = banyaknya butir instrumen

= varians butir

= varians total

Langkah selanjutnya adalah mengukur rata-rata

kepentingan dan kinerja masing-masing atribut dengan rumus

sebagai berikut:

(3.4)

Dimana:

= Bobot rata-rata tingkat kepentingan atribut ke -i

= Bobot rata-rata tingkat kinerja atribut ke –i

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 48

n = jumlah responden

Setelah rata-rata kepuasan dan kinerja masing-masing

atribut didapat, langkah selanjutnya adalah menghitung rata-rata

kepuasan dan kinerja seluruh atribut dengan rumus sebagai

berikut:

(3.5)

Dimana:

= rata-rata kepentingan seluruh atribut

= rata-rata kinerja seluruh atribut

p = jumlah atribut

Nilai selanjutnya adalah sumbu y yang mencerminkan

tingkat kepentingan atribut suatau jasa atau produk sedangkan

nilai merupakan sumbu x yang mencerminkan tingkat kinerja

atribut suatu jasa atau produk.

3.2. Model Ekonometrik Dampak Atdag dan ITPC Terhadap Kinerja

Ekspor

Model ekonometrik untuk menganalisis dampak dari Atdag dan

ITPC terhadap kinerja ekspor pada dasarnya menggunakan

pengembangan dari model-model yang telah dikembangkan

sebelumnya terutama yang dikembangkan oleh Alvares dan Crespi

(2000), Martincus et al. (2010), Kang (2011), dan Pareja et al. (2008).

Seperti diketahui, model Alvares dan Crespi (2000) pada prinsipnya

adalah model ekonometrik dengan menggunakan pendekatan with-

without dukungan dari EPA.Di sisi lain, model Martincus, et al. (2010)

pada dasarnya adalah menggunakan pendekatan before-after.

Pengembangan model dalam kajian ini adalah dengan mencoba

mensintesa dari model yang tekah digunakan dengan menyesuaikan

dengan karakteristik Atdag/ITPC dan ketersedian serta keterjangkauan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 49

data. Sebagai model awal, variabel yang akan dijadikan variabel

penjelas dari kinerja adalah variable ekonomi makro di negara tujuan

ekspor (nilai tukar riil dan GDP per kapita riil), jarak, complementary

index, hambatan tarif dan non-tarif, anggaran ITPC, dan anggaran

Atdag. Harga produk tidak digunakan sebagai variabel bebas karena

harga spesifik tujuan ekspor tidak tersedia sementara jika digunakan

pendekatan unit value akan bias terutama untuk produk manufaktur

yang sangat beragam.

Karena keterbatasan data dan sumberdaya, maka untuk kinerja

ekpsor hanya akan dinilai tiga indikator yaitu nilai ekspor, pangsa

ekspor, dan jumlah produk. Menggunakan delapan indikator seperti

yang dilakukan oleh Alvares dan Crespi (2000), akan membuat analisis

dan kebutuhan data menjadi sangat kompleks. Secara teoritis,

keberadaan Atdag dan ITPC diharapkan akan mampu meningkatkan

nilai ekspor, pangsa ekspor,dan jumlah produk yang diekspor.

Terhadap pilihan model with-without atau before-after, dari referen

yang sudah direview, belum ada kesimpulan yang jelas tentang model

mana yang lebih kokoh (robust). Oleh sebab itu, kedua model tersebut

akan dicoba dalam kajian ini sekaligus untuk mengevaluasi model mana

yang lebih kokoh untuk kasus Indonesia. Dengan masing-masing ada

dua model, maka akan ada 6 persamaan (2 model dengan masing-

masing 3 peubah dependen).

3.2.1. Model With-Without

Untuk model ini, maka negara yang akan diobservasi

adalah negara tujuan ekspor yang ada Atdag dan atau ITPC dan

juga negara tujuan ekspor yang tidak ada keduanya. Jumlah

negara yang diobservasi adalah 62 negara yaitu 31 negara yang

ada Atdag dan atau ITPC dan 31 negara yang tidak ada

keduanya. Periode pengamatan adalah 5 tahun terakhir yaitu

periode 2009-2013.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 50

Dengan pilihan variable independen dan dependen seperti

diuraikan sebelumnya, maka model dengan pendekatan with-

without adalah seperti persamaan (3.6) sampai dengan (3.8)

Koefisien dari ATDAG dan ITPC merupakan indikator efektivitas

peran kedua lembaga tersebut dalam peningkatan ekspor.

XVit = f(RERDit,RGDPCit,CIDit,TRFit,NTMit,DISi,ITPCit,ATDAGit) (3.6)

XSit = f(RERDit,RGDPCit,CIDit,TRFit,NTMit,DISi,ITPCit,ATDAGit)(3.7)

XNit = f(RERDit,RGDPCit,CIDit,TRFit,NTMit,DISi,ITPCit,ATDAGit)(3.8)

Dimana:

XVit : Nilai ekspor Indonesia ke Negara i periode t

(USD ribu)

XSit : Pangsa nilai ekspor Indonesia ke negara i

periode t (%)

XNit : Jumlah jenis barang ekspor Indonesia ke

negara i periode t (HS6)

RERDit : Nilai tukar riil negara tujuan ekspor terhadap

USD negara i periode t

RGDPCit : GDP per kapita riil negara i periode t (USD)

CIDit :Complementary index Indonesia dengan

negara i periode t

TRFit : tarif agregat negara i periode t (%)

Β5NTMit : jumlah NTM negara i periode t

DISi : Jarak Indonesia dengan negara i

ITPCit : Angggaran atau dummy untuk ITPC di negara

i periode t (D=0: without dan D=1: with)

ATDAGit : Angggaran atau dummy untuk Atdag di

negara i periode t (D=0: without dan D=1:

with)

i : 1, 2, …, 62 (31 negara yang ada Atdag dan

atau ITPC dan 31 negara yang tidak ada

keduanya

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 51

t : 1, 2, …, 5

Bentuk hubungan fungsional persamaan (3.6) sampai dengan

(3.8) yang akan dianalisis adalah linier, logaritmik dan modifikasi

Difference in Difference (DID).

3.2.2. Model Before-After

Model ini pada prinsipnya sama dengan model with-without

dengan perbedaan hanya pada pilihan negara yaitu negara yang

ada Atdag dan atau ITPC. Sesuai dengan namannya, maka di

masing-masing negara tujuan ekspor yang ada Atdag dan atau

ITPC, diamati kinerja ekspornya yaitu periode sebelum dan

sesudah adanya lembaga tersebut. Dihipotesakan bahwa kinerja

ekspor sesudah adanya lembaga tersebut lebih baik dari pada

sebelum adanya lembaga tersebut. Dengan demikian, untuk

disetiap negara tersebut, akan ada dua subset data yaitu satu

subset data sebelum dan satu subset data setelah adanya

lembaga tersebut. Untuk penelitian ini, maka akan diamati 5

tahun sebelum dan 5 tahun sesudah adanya lembaga tersebut.

Dengan pendekatan tersebut, maka modelnya adalah seperti

persamaan (3.9) – persamaan (3.11) yang secara notasi sama

dengan persamaan (3.3) – (3.5).

XVit = f(RERDit,RGDPCit,CIDit,TRFit,NTMit,DISi,ITPCit,ATDAGit) (3.9)

XSit = f(RERDit,RGDPCit,CIDit,TRFit,NTMit,DISi,ITPCit,ATDAGit)(3.10)

XNit = f(RERDit,RGDPCit,CIDit,TRFit,NTMit,DISi,ITPCit,ATDAGit)(3.11)

Perbedaaan antara model persamaan (3.6)-(3.8) dengan

model persamaan (3.9)-(3.11) terletak pada jumlah, pilihan

negara, waktu observasi serta variabel dummy yang digunakan.

Dengan demikian, untuk persamaan (3.9)-(3.11), i = 1, 2, …, 31

dant = 1, 2, …, 10 dimana t= 1, 2, …, 5 adalah data periode 5

tahun sebelum adanya lembaga Atdag dan atau ITPC dan t = 6,

7, …., 10 adalah data periode 5 tahun sejak adanya lembaga

Atdag dan atau ITPC.Variabal dummy yang digunakan, (D=0:

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 52

before dan D=1: after). Bentuk hubungan fungsional persamaan

(3.9) sampai dengan (3.11) yang akan dianalisis adalah linier,

logaritmik dan modifikasi Difference in Difference (DID).

3.3. Metode Pemilihan Negara Prioritas Pengembangan Atdag dan ITPC

Metode untuk memilih kriteria dalam penentuan prioritas negara

untuk pengembangan Atdag dan ITPC pada dasarnya menggunakan

hasil ekonometrik sebelumnya dan diperkaya dengan variabel lain yang

relevan. Penyususnan prioritas akan dilakukan melalui dua tahapan.

Tahap pertama adalah melakukan penyusunan prioritas awal

berdasarkan kriteria-kriteria hasil estimasi model ekonometerik

sehingga dari 170 negara yang diseleksi akan menjadi antara 20-30

negara. Selanjutnya akan dilakukan metode AHP untuk menyusun

prioritas akhir.

Seperti telah dijelaskan pada subbab 2.4, dalam pemilihan lokasi

prioritas penempatan perwakilan perdagangan luar negeri baik untuk

Atdag maupun ITPC, pemangku kebijakan dihadapkan dengan

berbagai pertimbangan yang cukup rumit dan kompleks. Penelitian ini

akan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) yang

telah banyak digunakan oleh penelitian-penelitian sebelumnya untuk

membuat prioritas sehingga diperoleh keputusan yang tepat. Terdapat

tiga prinsip penting dasar dalam pemilihan prioritas dengan

menggunakan metode AHP yaitu decomposition, comparatif judgement

dan synthesis of priority. Sehingga identifikasi kriteria distribusi

perwakilan perdagangan akan difokuskan pada ketiga hal tersebut.

3.3.1. Decomposition(Dekomposisi Permasalahan)

Langkah pertama yang harus dilakukan dalam

menggunakan metode AHP adalah mendefinisikan masalah dan

kemudian menterjemahkannya ke dalam beberapa elemen yaitu

tujuan (goal) yang menjadi fokus utama, kriteria dalam

menentukan lokasi prioritas serta aterrnatif lokasi penempatan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 53

perwakilan perdagangan luar negeri. Dalam permasalahan ini

maka yang menjadi fokus utama atau tujuan yang ingin dicapai

adalah peningkatan kinerja ekspor non migas Indonesia.

Setelah fokus atau tujuan yang ingin dicapai telah

didefinisikan, maka langkah selanjutnya adalah menentukan

kriteria pemilihan lokasi perwakilan perdagaangan untuk

mencapai tujuan tersebut. Untuk mendapatkan kriteria-kriteria

suatu negara atau kota termasuk ke dalam lokasi prioritas, maka

dilakukan suatu Focus Group Discussion (FGD) untuk

mendapatkan input dari para ahli di bidanganya seperti, para

pelaku usaha (eksportir), mantan pejabat perwakilan

perdagangan luar negeri, pejabat pimpinan

Kementerian/Lembaga (K/L) terkait serta para pengamat

ekonomi terutama perdagangan internasional. Panduan

pelaksanaan FGD untuk peserta disajkan pada Lampiran 2.

Untuk membuat proses AHP menjadi dapat dikelola

(managable), maka alternatif (negara yang menjadi lokasi

prioritas) serta kriteria pemilihan lokasi prioritas perlu untuk

dibatasi mengingat jumlah negara yang cukup banyak. Negara

yang akan dianalisis lebih lanjut dan menjadi alternatif lokasi

prioritas bagi pendirian perwakilan perdagangan luar negeri

dijaring atau diseleksi terlebih dahulu dengan menggunakan

beberapa indikator menjadi “m” negara prioritas. Indikator yang

digunakan adalah negara yang memiliki Produk Domestik Bruto

(PDB) minimal 0,5% dari total PDB dunia.

Sementara itu, untuk kriteria yang digunakan dalam

pemilihan lokasi dibatasi hanya menjadi ―n” kriteria yang diadopsi

dari 7 kriteria yang digunakan dalam pengukuran Market

Potential Index (Global EDGE, 2011), sementara ―n-7‖ kriteria

lainnya yang akan didapat dari hasil FGD, sebagai berikut:

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 54

a. Partial Trade openness diukur dari rasio antara impor dengan

GDP negara tersebut;

b. Trade Complementary Index yaitu indeks yang mengukur

kesesuaian ekspor Indonesia dengan impor negara tujuan;

c. Market Growth Rate diukur dari besarnya peningkatan

permintaan impor selama lima tahun terakhir;

d. Market Intensity diukur dengan besarnya pangsa belanja

sektor swasta (investasi dan konsumsi) dalam GDP;

e. Commercial Infrastructure yang diukur dengan Logistic

Performance Index (LPI);

f. Country Risk (resiko pasar) adalah faktor resiko investasi,

penetrasi pasar yang telah dilakukan pemerintahyang diukur

dengan Fragile State Index;

g. Trade Cooperation yang diukur dengan ada tidaknya Free

Trade Agreement (FTA), Preferential Trade Agreement

(PTA),Custom Union, Common Market dan Economic

Community antara Indonesia dengan negara tersebut.

3.3.2. Comparatif Judgement

Setelah permasalahan telah berhasil didekomposisi, maka

langkah selanjutnya adalah pemberian penilaian prioritas atau

pemberian skor/bobot untuk setiap elemen (kriteria dan alternatif

negara) yang dipasang-pasangkan. Pemberian bobot tersebut

diberikan berdasarkan penilaian subyektif dari para ahli dengan

mempertimbangkan tujuan (goal) dan fokus yang hendak dicapai

yaitu peningkatan ekspor non migas Indonesia.

Skor pembobotan yang digunakan dalam metode AHP

adalah dari 1 hingga 9 dan berlaku reciprocal (berkebalikan). Jika

elemen A dan B dianggap sama (indifferent), maka A dan B

masing-masing diberi nilai 1. Jika misalnya A lebih baik/lebih

disukai dari B, maka A diberi nilai 3 dan B diberi nilai 1/3.Jika A

jauh lebih disukai dengan B, maka A misalnya diberi nilai 7 dan B

diberi nilai 1/7. Secara umum, skor atau skala pembobotan yang

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 55

digunakan dalam metode AHP (Saaty, 1987) disajikan dalam

Tabel 3.7. Beberapa penelitian seperti Triantaphyllou dan Mann

(1995),Tang dan Lin (2011), Ngatawi dan Setyaningsih (2011)

serta Setyawan (2014) juga menggunakan skor penilaian

kebalikan dengan skala 1 s.d. 9.

Tabel 3.7. The Fundamentel Scale

Sumber: Saaty (1987)

Namun demikian, beberapa penelitian seperti Bourgeois

(2005) dan Susila dan Munadi (2007) menyebutkan bahwa

pemberian skor secara reciprocals tersebut dinilai kurang logis

karena perbedaaan skor antara elemen satu dan yang lain yang

diperbandingkan cukup besar. Skala penilaian yang ditawarkan

oleh Bourgeois (2005) adalah dari 0,2 sampai dengan 1,8 dan

dinilai lebih logis karena jarak yang tidak terlalu jauh. Tabel 3.8.

berikut menyajikan skor penilaian menurut Bourgeois (2005).

Oleh karena itu, kajian ini menggunakan skor pembobotan yang

diperkenalkan oleh Bourgeois (2005) sehingga didapatkan hasil

yang valid dan logis.

Skor Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnyaJika dua elemen tersebut memiliki kontribusi yang sama untuk

mencapai tujuan

3Elemen yang satu sedikit lebih penting dari pada elemen

yang lainnya

Ahli lebih memilih elemen yang satu sedikit lebih penting dari

yang lain

5 Elemen yang satu lebih penting dari elemen yang lainnyaAhli jauh lebih memilih elemen yang satu sedikit lebih penting

dari yang lain

7Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen

lainnyaElemen yang satu sangat dominan terhadap elemen yang lain

9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya

Pilihan untuk lebih memprioritaskan elemen yang satu terhadap

yang lain merupakan urutan yang paling besar kemungkinannya

dan mutlak

2,4,6,8Nilai-nilai antara dua pertimbangan nilai yang

berdekatanKetika kompromi dibutuhkan

Reciprocals

(kebalikan)

Jika elemen i telah diberikan salah satu skor ketika

dibandingkan dengan elemen j , maka bobot yang

diberikan untuk komponen j adalah kebalikan dari skor

yang diberikan pada elemen i.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 56

Tabel 3.8. Skor Penilaian Berdasarkan Bourgeois (2005)

Sumber: Bourgeois (2005)

Dengan menggunakan skor penilaian seperti pada Tabel

3.8., maka matrik pairwase comparison untuk ―n‖ kriteria dapat

disusun sebagai berikut:

Tabel 3.9. Pairwase Comparison untuk “n” Kriteria

Keterangan: Cij: hasil penilaian/perbandingan antara kriteria i dengan j; Ci. merupakan penjumlahan nilai yang dimiliki kriteria ke i; C: penjumlahan semua nilai Ci;

BCi: Bobot kriteria ke i diperoleh dengan membagi nilai Ci dengan C.

Setelah didapatkan skor penilaian untuk kriteria evaluasi,

maka kemudian dilakukan skor penilaian terhadap ―m‖ alternatif

negara prioritas berdasarkan ―n‖ kriteria. Pembobotan dilakukan

dengan cara yang sama yaitu membuat matrik pairwase

comparison untuk tiap pasangan alternatif berdasarkan tiap-tiap

Hasil Penilaian Nilai A Nilai B

A jauh lebih disukai dari B 1.4 0.6

A sedikit lebih disukai dari B 1.2 0.8

A sama dengan B 1 1

A sedikit kurang disukai dari B 0.8 1.2

A jauh kurang disukai dari B 0.6 1.4

Kriteria C1 C2 C3 ... Cn Jumlah Bobot

C1 - c12 c13 ... c1n c1. bc1= c1./c

C2 c21 - c23 ... c2n c2. bc2=c2./c

C3 c31 c32 - ... c3n c3. bc3=c3./c

... ... ... ... - ... ... ...

Cn c41 c42 c43 ... cnn c4. bcn=cn./c

Jumlah c.1 c.2 c.3 ... c.n C

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 57

―n‖ kriteria. Tabel 3.10. berikut mengilustrasikan matrik

perbandingan antar negara alternatif untuk kriteria satu (C1).

Tabel 3.10. Pairwase Comparison untuk “m” Alternatif Negara PrioritasBerdasarkan Kriteria 1

Keterangan: Aij: hasil penilaian/perbandingan antara alternatif i dengan j berdasarkan kriteria 1; Ai. merupakan penjumlahan nilai yang dimiliki alternatif ke-i; A: penjumlahan semua nilai Ai; BAij: Bobot aternatif ke-i berdasarkan kriteria ke-j diperoleh dengan membagi nilai Ai dengan A.

3.3.3. Synthesis of Priority

Sintesis prioritas dilakukan dengan penjumlahan dari bobot

yang diperoleh setiap alternatif Negarauntuk tiap-tiap kriteria

setelah kriteria evaluasi telah diberikan bobot atau skor penilaian.

Secara umum, sintesis prioritas dirumuskan Ngatawi dan

Setyaningsih (2011) adalah sebagai berikut:

(3.12)

Keterangan:

: Skor penilaian atau bobot aternatif ke-i

: Skor penilaian atau bobot aternatif ke-i

berdasarkan kriteria ke-j

: Skor penilaian atau bobot kriteria ke-j

Negara dengan peringkat tinggi akan diprioritas untuk

dibuka Atdag atau ITPC baru, sementara kalau sudah ada

dipertimbangkan untuk ditambah.

Kriteria

1 (C1)

A1 A2 A3 ... Am Jumlah Bobot

A1 - A12 A13 ... A1m A1. ba11= a1./a

A2 A21 - A23 ... A2m A2. ba21=a2./a

A3 A31 A32 - ... A3m A3. ba31=a3./a

... ... ... ... - ... ... ...

Am A41 A42 A43 ... Amm A4. bam1=am./a

Jumlah A.1 A.2 A.3 ... A.m A

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 58

3.4. Data

Data primer akan diambil dengan mewawancarai beberapa

kelompok responden antara lain beberapa Atdag/ITPC Indonesia,

perusahaan eksportir di Indonesia, dan perusahaan importir produk

Indonesia di luar negeri. Lebih lanjut, benchmarking dilakukan dengan

menggunakan studi literatur dan wawancara dengan beberapa

perwakilan perdagangan negara lain di Indonesia antara lain Malaysia,

Thailand, India, Korea Selatan, Jepang dan Kanada. Survey terhadap

eksportir Indonesia dilakukan di Riau, Surabaya, Jogjakarta, Samarinda

dan Makassar. Data sekunder akan diambil dari berbagai sumber

antara lain dari Atase Perdagangan, ITPC, UN COMTRADE, serta BPS.

3.5. Kerangka Pikir Kajian

Kajian ini akan dilaksanakan mengikuti pola pikir sebagaimana

yang ditunjukkan pada Gambar 3.3. Dari hasil analisis diharapkan dapat

memberikan rekomendasi kebijakan negara mana yang perlu

dikembangkan atau ditambah perwakilan dagangnya.

Gambar 3.3.Kerangka Pikir Pengkajian

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 59

BAB IV

EFEKTIFITAS KELEMBAGAANATASE PERDAGANGAN DAN

INDONESIAN TRADE PROMOTION CENTER DAN DAMPAKNYA

TERHADAP KINERJA EKSPOR

4.1. Kinerja Ekspor dan Target Ekspor Indonesia tahun 2019

Selama tahun 2015 ini,permintaan pasar impor negara-negara

tujuan ekspor utama Indonesia belum memperlihatkan kondisi yang

membaik. Hal tersebut disebabkan oleh belum stabilnya kondisi

perekonomian global, sebagai contoh selama Januari-Mei 2015,

permintaan impor Jepang mengalami penurunan sebesar 21,2% YoY.

Sementara itu, pada periode yang sama pasar impor RRT, Amerika

Serikat, dan Singapura juga mengalami penurunan masing-masing

21,0%, 3,6%, dan 21,9% (Tabel 4.1).

Tabel 4.1. Kinerja Impor Beberapa Negara Tujuan Ekspor Utama Indonesia Periode Januari-Mei 2015

Negara Jan-Mei 2015 (USD Miliar) % Perub.

2014 2015 15/14

AS (CIF) 977.2 941.8 - 3.62

RRT 804.4 635.4 - 21.01

Jepang 350.1 275.8 - 21.23

Singapura 158.7 124.0 - 21.88

Taiwan 111.9 95.7 - 14.43

Turki 99.0 88.3 - 10.80

Thailand 94.4 85.4 - 9.50

Australia 93.4 82.1 - 12.11

Brazil 94.9 77.0 - 18.88

Afrika Selatan 41.4 37.0 - 10.58

Argentina 27.1 23.2 - 14.45

Sumber: GTIS, 2015

Selama Januari-Juni 2015, secara keseluruhan Indonesia

mengalami surplus neraca perdagangan sebesar USD 4,4 miliarterdiri

dari defisit perdagangan migas sebesar USD 3,1 miliar dan surplus non

migas sebesar USD 7,5miliar, sementara pada periode yang sama

tahun sebelumnya Indonesia justru mengalami defisit perdagangan

sebesar USD 1,1 miliar. Dengan demikian, Indonesia mengalami

surplus perdagangan yang cukup persisten selama semester I - 2015.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 60

Namun demikian, surplus perdagangan tersebut lebih disebabkan oleh

menurunnya kinerja impor sebesar 17,8% YoY, lebih besar dari

penurunan ekspornya yang mencapai 11,9% YoY. Penurunan impor

yang cukup signifikan selama semester I - 2015 disebabkan oleh

permintaan impor minyak yang dapat ditekan hingga 39,9% YoY

sehingga membuat surplus neraca perdagangan semakin membaik

(Tabel 4.2).

Tabel 4.2. Perkembangan Neraca Perdagangan Periode 2012-2015 (Januari-Juni)

URAIAN

Nilai : USD Miliar

Perub.(%) Trend

(%)

2010 2011 2012 2013 2014 Jan-Jun 2014

Jan-Jun 2015

2015/14 2010-2014

Total Perdagangan

293.44

380.93

381.71

369.18

354.47

178.78

152.22

(14.85)

3.53

Migas

55.45

82.18

79.54

77.90

73.79

37.48

23.08

(38.42)

5.32

Non Migas

237.99

298.75

302.17

291.28

280.68

141.30

129.14

(8.60)

3.09

Ekspor

157.78

203.50

190.02

182.55

176.29

88.82

78.29

(11.86)

1.14

Migas

28.04

41.48

36.98

32.63

30.33

15.69

9.99

(36.34)

(0.82)

Non Migas

129.74

162.02

153.04

149.92

145.96

73.14

68.30

(6.62)

1.59

Impor

135.66

177.44

191.69

186.63

178.18

89.95

73.94

(17.81)

6.14

Migas

27.41

40.70

42.56

45.27

43.46

21.80

13.10

(39.91)

10.83

Non Migas

108.25

136.73

149.13

141.36

134.72

68.16

60.84

(10.74)

4.82

Neraca Perdagangan

22.12

26.06

(1.67)

(4.08)

(1.89)

(1.13)

4.35

(485.34)

-

Migas

0.63

0.78

(5.59)

(12.63)

(13.13)

(6.11)

(3.11)

(49.09)

-

Non Migas

21.49

25.29

3.92

8.56

11.24

4.98

7.46

49.81

(21.17)

Sumber: BPS, 2015 (diolah Puska Daglu, BPPKP)

Selama semester I - 2015, total ekspor Indonesia mencapai USD

78,3 miliar (turun 11,9% YoY) yang terdiri dari ekspor migas sebesar

USD 10,0 miliar (turun 36,3% YoY) dan ekspor non migas sebesar USD

68,3 miliar (turun 6,6% YoY). Ekspor non migas Indonesia ke beberapa

negara mitra dagang utama selama semester I - 2015 seperti Amerika

Serikat (AS), Jepang, Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan Singapura

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 61

masih mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,9%; 5,5%;

26,0% dan 15,1% dibandingkan dengan semester I tahun 2014. Namun

demikian, ekspor non migas sepanjang Januari-Juni 2015 ke beberapa

negara mitra dagang masih menunjukkan peningkatan signifikan,

seperti Swiss, Tanzania, Algeria, Kenya, saudi Arabia dan India. Ekspor

non migas ke Swiss tumbuh signifikan lebih dari 1.500% sedangkan

ekspor ke Tanzania naik sebesar 135,6%; Algeria 41,8%; Kenya

27,8%; Arab Saudi naik sebesar 23,5% dan India naik sebesar 12,7%.

Pada periode Januari-Juni 2015, ekspor sektor industri

pengolahan tetap merupakan sektor yang mendominasi ekspor non

migas Indonesia dengan pangsa sebesar 70,7%, yang nilai ekspornya

mencapai USD 55,3miliar. Ekspor sektor tambang dan migas berada

pada urutan ke-2 dan ke-3 dengan pangsa masing-masing sebesar

13,1% dan 12,8% dan nilai ekspor mencapai USD 10,3 miliar dan USD

10,0 miliar. Sementara itu, ekspor sektor pertanian hanya memiliki

pangsa sebesar 3,4% dan nilai ekspor mencapai USD 2,7 miliar

(Gambar4.1).

Gambar 4.1. Ekspor Indonesia Menurut Sektor

Sumber: BPS, 2015

Bijih, kerak, dan abu logam; Perhiasan serta Besi dan Baja adalah

beberapa produk yang menopang peningkatan ekspor non migas

Indonesia selama semester I 2015. Ekspor bijih, kerak dam abu logam

mencapai USD 1,6 miliar atau meningkat sebesar 385,9%

2.7

59.1

11.4

15.7

2.7

55.3

10.3

10.0

Pertanian

Industri

Pertambangan

Migas

Ekspor Menurut Sektor(USD Miliar)

Jan-Jun 2015

Jan-Jun 2014

2.6

4.5

-27.1

-3.9

1.3

-6.4

-9.8

-36.3

Pertumbuhan yoy (%)

Pertanian3.4%

Industri70.7%

Pertambangan 13.1%

Migas12.8%

Struktur Ekspor Menurut SektorJan-Jun 2015

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 62

dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Sementara itu produk penopang ekspor lainnya yaitu ekspor perhiasan

serta kendaraan dan bagiannya masing-masing mencapai USD 3,4

miliar dan USD 2,8 miliar atau meningkat sebesar 32,0% YoY dan

15,5% YoY. Lebih lanjut, ekspor CPO dan produk turunannya, batubara

serta mesin dan peralatan listrik merupakan produk utama ekspor

Indonesia, meskipun nilai ekspornya pada semester I 2015 mengalami

penurunan. Ekspor CPO dan produk turunannya mencapai USD 9,8

miliar (turun 4,8% YoY), batubara USD 8,7 miliar (turun 21,7% YoY)

dan mesin/ peralatan listrik mencapai USD 4,3 miliar (turun 11,9% YoY)

(Tabel 4.3).

Tabel 4.3. Kinerja Ekspor Non Migas Berdasarkan HS 2 Digit

HS Uraian

Januari-Juni 2015

USD Juta % Growth Nilai YOY

Ribu Ton % Growth Volume

YOY

TOTAL EKSPOR 78,286.6 -11.86 255,728.9 -8.60

TOTAL NON MIGAS 68,300.8 -6.62 233,796.2 -9.78

15 Lemak & minyak hewan/nabati 9,755.4 -4.79 14,605.8 22.18

27 Bahan bakar mineral 8,703.2 -21.74 187,244.7 -10.72

85 Mesin/peralatan listrik 4,291.9 -11.86 253.0 -1.52

71 Perhiasan/Permata 3,433.1 32.02 1.5 25.27

40 Karet dan Barang dari Karet 3,019.0 -23.11 1,647.9 -3.62

87 Kendaraan dan Bagiannya 2,793.6 15.54 321.3 13.85

84 Mesin-mesin/Pesawat Mekanik 2,601.0 -13.37 296.9 -9.43

64 Alas kaki 2,332.5 13.78 119.5 9.52

44 Kayu, Barang dari Kayu 2,044.3 -0.37 3,150.3 1.50

62 Pakaian jadi bukan rajutan 2,001.1 -0.89 104.9 -3.49

48 Kertas/Karton 1,823.4 -4.02 2,147.8 -2.05

61 Barang-barang rajutan 1,654.7 -5.93 122.6 -6.65

26 Bijih, Kerak, dan Abu logam 1,566.1 385.98 2,424.0 -68.44

38 Berbagai produk kimia 1,406.8 -35.04 1,632.4 -24.41

03 Ikan dan Udang 1,339.3 -8.68 312.4 -24.03

SUBTOTAL 15 KOMODITI UTAMA

48,765.3 -6.1 214,385.3 -10.7

NON MIGAS LAINNYA 19,535.5 -7.9 19,410.9 2.2

TOTAL MIGAS 9,985.8 -36.3 21,932.7 6.1

Minyak Mentah 3,414.7 -26.4 7,699.1 28.8

Hasil Minyak 1,118.3 -42.3 2,687.3 -6.4

Gas 5,452.9 -40.1 11,546.3 -2.3

Sumber: BPS, 2015

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 63

Lebih lanjut, dalam rangka mendukung visi dan misi

pemerintah, salah satu target yang ingin dicapai Kementerian

Perdagangan adalah meningkatkan ekspor non migas sebesar tiga kali

lipat selama lima tahun ke depan menjadi sebesar USD 458,85 miliar di

tahun 2019. Untuk mencapai target ekspor tersebut, maka setidaknya

dibutuhkan dana investasi sebesar USD 211,5 juta dan diprediksi akan

menyerap tenaga kerja sebesar 23 juta orang. (Gambar 4.2).

Perhitungan target ekspor, kebutuhan investasi dan tenaga kerja yang

terserap terserap tersebut menggunakan asumsi: 1) Setiap peningkatan

ekspor 20% akan menyerap tenaga kerja sebesar 3%; 2) Pangsa

ekspor non-migas dari PDB meningkat dari 20% di tahun 2015 menjadi

30% di tahun 2019; 3) Rata-rata kontribusi investasi terhadap PDB

31,5% dengan rata-rata nilai FDI Inflow selama 2010-2013 sebesar

USD 22,2 miliar per tahun (Puska Daglu, 2014).

Gambar 4.2. Target Ekspor Non Migas, Kebutuhan Inestasi dan Penyerapan Tenaga Kerja

Sumber: Puska Daglu, 2014

Salah satu langkah yang diambil adalah dengan mengoptimalkan

peran para perwakilan perdagangan luar negeri, oleh karena itu

Kementerian Perdagangan telah membuat target ekspor non migas ke

6 Juta Orang

USD 255,6 M

2016

USD 54M

5 Juta Orang

USD 322,2 M

2017

USD 38,7M

4 Juta Orang

USD 391,5 M

2018

USD 36,9M

3 Juta Orang

USD 458,8 M

2019

USD 35,4M

5 Juta Orang

USD 192,9 M

2015

USD 46,5MKeterangan:

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 64

31 negara dimana Indonesia telah memiliki perwakilan perdagangan di

negara tersebut (Tabel 4.4).

Tabel 4.4. Kinerja dan Target Ekspor Non Migas ke Beberapa Negara yang Telah Memiliki Perwakilan Perdagangan RI

No Negara

Ekspor Indonesia (USD Miliar) Capaian

2015 (%)

Realisasi 2014

Realisasi Jan-Jun

2015

Target

2015 2016 2017 2018 2019

Total Ekspor Non Migas

145.96 68.30 194.51 257.70 324.78 394.60 458.85 35.11

1 AS 15.9 7.8 21.3 28.6 37.1 46.5 58.3 36.8

2 CINA 16.5 6.6 24.9 32.5 40.3 48.2 55.2 26.7

3 JEPANG 14.6 6.7 22.4 29.0 36.7 43.4 50.5 30.1

4 INDIA 12.2 6.4 15.8 20.9 26.3 32.3 37.2 40.6

5 SINGAPURA 10.1 4.5 14.0 18.1 22.3 26.6 30.2 32.0

6 MALAYSIA 6.4 3.3 9.7 12.6 15.6 18.6 21.2 34.1

7 KORSEL 5.7 2.8 7.6 10.0 12.4 14.8 17.0 37.2

8 THAILAND 5.0 2.4 6.6 9.0 11.0 14.0 15.6 36.4

9 PILIPINA 3.9 1.9 4.4 6.0 7.6 9.2 11.1 43.1

10 BELANDA 3.9 1.9 5.3 6.7 8.3 9.8 11.0 35.5

11 JERMAN 2.8 1.4 3.9 5.3 6.9 8.7 10.7 34.7

12 AUSTRALIA 3.7 1.4 3.9 5.4 7.1 8.3 9.6 36.0

13 HONGKONG 2.8 1.1 3.8 5.1 6.5 7.9 9.4 27.6

14 ITALIA 2.3 1.0 3.1 4.4 5.7 6.9 8.3 33.3

15 SAUDI ARABIA 2.2 1.1 2.4 3.5 4.7 6.1 8.1 45.9

16 SPANYOL 1.9 0.7 2.3 3.3 4.1 5.2 6.2 29.9

17 INGGRIS 1.7 0.8 2.1 2.9 3.8 4.8 5.5 36.1

18 UEA 2.5 1.1 2.1 3.0 3.8 4.9 5.5 51.8

19 BRASILIA 1.5 0.6 1.8 2.3 3.1 3.9 4.6 34.6

20 AFSEL 1.4 0.4 1.7 2.4 3.1 3.7 4.5 21.5

21 MESIR 1.3 0.7 1.4 1.8 2.4 3.2 3.6 51.7

22 PERANCIS 1.0 0.5 1.7 2.1 2.5 3.1 3.3 29.0

23 BELGIA 1.2 0.6 1.6 2.1 2.5 3.0 3.3 34.6

24 RUSIA 1.1 0.4 1.3 1.8 2.2 2.7 3.2 32.0

25 KANADA 0.8 0.4 1.1 1.4 1.8 2.1 2.3 33.7

26 MEKSIKO 0.8 0.4 0.8 1.1 1.4 1.7 1.9 47.8

27 NIGERIA 0.6 0.3 0.7 1.0 1.2 1.5 1.7 36.1

28 DENMARK 0.2 0.1 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 38.0

29 CHILI 0.2 0.1 0.3 0.4 0.4 0.5 0.6 26.8

30 SWISS 0.1 0.8 0.1 0.2 0.2 0.2 0.3 643.0

31 HONGARIA 0.1 0.0 0.1 0.2 0.2 0.2 0.2 21.6

Sumber: BPS dan Puska Daglu, 2015

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 65

Jerman, Saudi Arabia, AS, Italia dan Jepang merupakan negara

tujuan ekspor yang ditargetkan mengalami peningkatan yang cukup

tinggi dalam mendukung pencapaian target ekspor 2019. Ekspor

Indonesia ke kelima negara tersebut ditargetkan masing-masing

mencapai USD 10,7 miliar; USD 8,1 miliar; USD 58,3 miliar; USD 8,3

miliar dan USD 50,5 miliar dengan peningkatan dibandingkan dengan

tahun 2014 masing-masing sebesar 279,0%; 273,7%; 267,5%; 262,1%

dan 246,5%. Secara umum, selama Januari-Juni 2015, ekspor non

migas Indonesia hanya mencapai 35,1% dari target ekspor di tahun

2015. Oleh karena itu, target ekspor non migas Indonesia pada tahun

2015 sebesar USD 194,5 miliar diprediksi akan sulit untuk tercapai.

Namun demikian, berdasarkan data realisasi selama kinerja

ekspor non migas selama Semester I - 2015, terdapat dua negara yang

capaian realisasi ekspornya melampui angka 50% dan 1 negara yang

telah melampaui target ekspor di tahun 2015. Negara yang telah

mencapai 50% dari ekspor yang ditargetkan pada tahun 2015 antara

lain Uni Emirat Arab (UEA) dan Mesir, sementara negara yang

ekspornya telah jauh melampui target di tahun 2015 bahkan target di

tahun 2019 adalah Swiss. Dengan demikian, target ekspor non migas

Indonesia ke UAE dan Mesir memiliki peluang yang besar untuk

tercapai. Sementara itu, negara yang memiliki capaian terendah

dibandingkan target ekspornya pada tahun 2015 antara lain Afrika

Selatan, Hongaria dan RRT yang selama periode Januari-Juni 2015

masing-masing hanya mencapai 21,5%; 21,6% dan 26,7%.

4.2. Efektifitas Kelembagaan Atdag/ITPC

Dari hasil Diskusi Terbatas Pertama yang diadakan di Jakarta

pada tanggal 10 Februari 2015, diperoleh beberapa poin penting

mengenai keterbatasan yang dirasakan terhadap perwakilan

perdagangan luar negeri Indonesia. Beberapa catatan keterbatasan

tersebut adalah:

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 66

a. Indonesia memiliki 45 kantor perwakilan, 19 ITPC, 23 Atdag, 1 KDEI

Taiwan dan 1 Konsulat Perdagangan di Hongkong dengan kondisi

yang tidak seragam dan belum memiliki standar minimum.

b. Sebaran perwakilan perdagangan Indonesia di luar negeri tidak

normal, menumpuk di Uni Eropa. Hanya 32 negara yg ada

perwakilan dagang Indonesia (dalam 1 negara terdapat Atdag

sekaligus ITPC). Negara lain yang perlu segera dibuka perwakilan

perdagangan antara lain adalah Turki, Myanmar, Kamboja, Ukraina

dan Peru. Asia Tengah seperti Azerbaijan, Kazakhstan dan negara

Tan brothers lainnya. Negara-negara di kawasan Amerika Tengah,

Afrika seperti Nairobi (Kenya) juga perlu dibuka perwakilan

perdagangan.

c. Perwakilan dagang di Brussel yang menangani Uni Eropa (yang

kebijakannya melingkupi 27 negara Uni Eropa) sama sekali tidak

memiliki home staf. Adapun struktur ideal minimal ada 4 orang home

staf. Seharusnya lokal staff tidak harus dari kalangan PNS.

d. Anggaran perwakilan perdagangan saat ini lebih banyak untuk

pegawai dan operasional (mencapai 80%), padahal seharusnya

sekitar 80% untuk tupoksi (dan 20% untuk pegawai dan operasional.

Anggaran promosi Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor

Nasional hanya sebesar Rp 50 miliar, masih jauh tertinggal jika

bandingkan dengan Matrade yang memiliki anggaran Rp 800 miliar.

Selain itu, anggaran yang kaku juga menjadi salah satu kendala.

e. Kemampuan wakil perdagangan dirasakan masih kurang. Para ITPC

dan Atase Perdagangan perlu memiliki skill networking yang baik

dan gigih dalam memperjuangkan produk Indonesia di luar

negeri.Mereka juga harus menjadi helpdesk ketika terjadi masalah

dalam ekspor.

f. ITPC dan Atase Perdagangan perlu mempunyai kemampuan bisnis.

Kedepannya sebaiknya kalangan pelaku usaha bisa dimungkinkan

menjadi calon perwakilan perdagangan di luar negeri.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 67

g. Pembekalan terhadap wakil perdagangan perlu mendapat perhatian

penting. Selama ini konsep promosi dagang belum optimal

disampaikan selama pembekalan.

h. Jika dibandingkan dengan perwakilan dagang dengan negara lain

Malaysia (MATRADE) setidaknya memiliki 44 kantor promosi di 28

negara, Thailand (DEP) memiliki 56 kantor di 41 negara, Jepang

(JETRO) 73 kantor di 54 negara, sementara pada posisi sekarang

Indonesia baru memiliki 19 kantor promosi (ITPC).

Untuk medapat hasil efektifitas kelembagaan Atdag dan ITPC

yang lebih lengkap, Tim kajian mengirimkan dua jenis kuesioner

kepada seluruh Atdag dan ITPC yang bertugas di luar negeri melalui

email. Kedua kuesioner tersebut berisikan tentang Proses Pengelolaan

Kegiatan dan Output/Hasil Kegiatan. Namun, sangat disayangkan tidak

semua Atdag dan ITPC mengirimkan kembali kuesioner yang telah

diisi. Kuesioner yang telah diisi diterima dari 9 wakil Atdag, 17 wakil

ITPC dari 16 negara (terdapat 2 ITPC di Amerika Serikat) dan Konsulat

Dagang di Hongkong.

4.2.1. Hasil Benchmark Dengan Export Promotion Agency Negara

Lain

Kuesioner kepada Export Promotion Agency (EPA) dan

surat permintaan bantuan untuk wawancara telah dilayangkan

kepada kedutaan/Atase Perdagangan negara-negara Malaysia

Thailand, India, Korea Selatan, Jepang dan Kanada pada awal

Mei 2015. Namun demikian, hanya EPA Thailand dan Malaysia

(MATRADE) yang bersedia menerima tim peneliti untuk

diwawancarai.

Tabel 4.5 di bawah ini merupakan ringkasan hasil

wawancara dengan atase perdagangan/Export Promotion

Agency (EPA) dari negaraMalaysia dan Thailand. Tampak dari

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 68

Tabel 4.5 tersebut menunjukkan bahwa Malaysia melalui

MATRADE lebih aktif dalam melakukan promosi.

Dari aspek SDM, rata-rata mereka menugaskan empat

orang untuk menjalankan fungsi EPA. Semua staf Thailand yang

ditugaskan adalah dari pemerintah Thailand dan dua di

antaranya berpendidikan master.Keterampilan utama keempat

stafnya tidak sama. MATRADE juga memiliki empat orang staf

yang berlatar pendidikan Bachelor (S1), dua di antaranya adalah

staf lokal (asli Indonesia). Keterampilannya merata untuk dapat

menangani promosi,analisis pasar, pemasaran, dan mediasi

pengembangan jejaringbisnis serta pelayanan. Baik Malaysia

maupun Thailand tidak secara khusus menugaskan staf yang

memahami regulasi dan peraturan/kebijakan Indonesia sebagai

negara tujuan ekspor mereka, dan juga tidak menugaskan staf

yang menangani masalah perselisihan bisnis. Mereka hanya

meneruskan kepada instansi yang berkompeten serta lawyer

yang ditunjuk.

Tabel 4.5. Ringkasan Hasil Wawancara Benchmarking

No Unsur-Unsur Benchmark Malaysia Thailand Keterangan

A SUMBERDAYA MANUSIA

A1 Jumlah SDM 4 4 Malaysia 2 staf lokal

A2 Pendidikan Bachelor 2 Master Bachelor = S1

A3 Keterampilan komunikasi Bisnis 4 2 Jumlah orang

A4 Keterampilan pemasaran 4 2 Jumlah orang

B ORGANISASI

B1 Ada Struktur Ada ada

B2 Ada pembagian fungsi & keahlian Tidak Tidak Masing-masing staf menangani semua aspek

B3 Ada fungsi Market Analysis 4 4 Jumlah orang yang terlibat

B4 Ada fungsi Promosi 4 4 Jumlah orang yang terlibat

B5 Ada fungsi Pemasaran & Jaringan 4 2 Jumlah orang yang terlibat

B6 Ada fungsi mediasi dispute - - Hanya meneruskan kepada pemerintahnya / lawyer.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 69

No Unsur-Unsur Benchmark Malaysia Thailand Keterangan

C KOORDINASI STAKEHOLDER

C1 Berapa sering dilakukan pertemuan >30 12

C2 Media komunikasi & Informasi: Via email, WhatsApp, dan Facebook

a. Market review b. Bulletin / Newsletter c. Laporan berkala d. Lainnya

12 50 12 1

12-24 12 12

2 - 4

Bulanan, jika perlu Mingguan, Bulanan Bulanan Laporan akhir tahun, Review

D TATALAKSANA KEGIATAN

D1 Berapa sering Mengelola Promosi >12 >16 1-2 kali per Industri

D2 Berapa sering partisipasi promosi 24 - 36 >12 1-2 kali per Industri

D3 Berapa banyak pengunjung >100 >100 Setiap event

D4 Berapa banyak pelaku bisnis terlibat 80% >30 % terhadap eksportir ke Indonesia

E ANGGARAN DANA* - - Tidak Mau menjawab

E1 Alokasi dana per tahun* - -

E2 Pengeluaran untuk promosi* - -

E3 Pengeluaran Analisis pasar* - -

E4 Pengeluaran Penunjang* - -

E5 Pengeluaran lain-lain - -

* Catatan : Sebagian besar dana promosi, pengembangan jejaring, dan analisis pasar dialokasikan oleh industri/Kementerian masing-masing dibantu oleh para ekspor-tir/pelaku bisnis, EPA hanya mengkoordinasikan pelaksanaannya.

Dalam aspek organisasi, tampak bahwa kedua EPA

memiliki struktur sederhana, yakni Kepala/Manager dan staf

sebagai anak buah. Diantara mereka tidak ada spesialisasi

pekerjaan, yang artinya masing-masing menangani semua

kegiatan yang ada pada EPA tersebut. Dengan demikian kepala

dan masing-masing staf terlibat dalam kegiatan promosi, analisis

pasar, pengembangan jejaring pasar, dan pelayanan kepada

para pemangku kepentingan.

Baik EPA Malaysia melalui MATRADE maupun EPA

Thailand sangat aktif berkomunikasi dengan para pemangku

kepentingannya, terutama para eksportir dan pelaku bisnis

terkait dengan produk ekspor mereka.Pertemuan dilakukan rata-

rata lebih dari 12 kali per tahun, di samping komunikasi dan

pertukaran informasi via e-mail, WhatsApp Messenger, dan

Facebook. Mereka juga menerbitkan Bulletin danNewsletter 12

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 70

kali atau lebih dari dalam setahun. Ulasan/hasil analisis pasar

juga dilaporkan 12-24 kali dalam setahun di samping laporan

berkala bulanan, dan laporan akhir tahun.

MATRADE dan EPA Thailand juga tampak cukup produktif

dari segi output.Mereka menyelenggarakan event promosi 12

kali atau lebih dalam satu tahun, dengan melibatkan

industri/kementerian yang komposisinya berbeda pada setiap

event. Di samping itu, mereka juga aktif berpartisipasi 12 kali

atau lebih, dalam pameran yang diselenggarakan di beberapa

kota di Indonesia yang diselenggarakan oleh pihak lain. Jumlah

pengunjung setiap event juga cukup banyak, lebih dari 100

pengunjung untuk setiap event. Mereka juga melibatkan pebisnis

dan eksportir dengan sangat baik, lebih dari 30 eksportir

dilibatkan setiap event promosi yang mereka kelola. Dalam hal

berpartisipasi, maka jumlah eksportir yang terlibat sangat variatif

tergantung dari tema pameran yang diselenggarakan oleh pihak

ketiga.

Sayang sekali bahwa MATRADE dan EPA Thailand tidak

bersedia mengungkapkan anggaran operasional mereka.

Disampaikan bahwa memang anggaran pada atase

perdagangan sangat terbatas. Tetapi pelaksanaan tugas dan

fungsinya terutama dalam hal promosi, dan pengembangan

jejaring pasar berasal dari instansi lain yang terkait, yakni dari

kementerian yang menangani industri yang bersangkutan, serta

dari para pelaku bisnis. Dengan demikian mereka tidak tahu

pasti nilai/angka pengeluaran yang sudah, sedang, dan akan

dialokasikan.

Atas dasar hasil benchmarking tersebut di atas, maka dapat

ditetapkan benchmark untuk masing-masing unsur tersebut di

atas. Benchmark ini digunakan sebagai standar untuk memberi

skor atas jawaban yang diberikan oleh Atdag, ITPC dan Kondag

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 71

pada kuesioner yang dikirimkan kepada mereka. Secara ringkas

adalah sebagaimana tampak dalam Lampiran 3.

4.2.2. Hasil Benchmark Kuesioner Atdag/ITPC Mengenai Proses

Manajemen

Kuesioner yang disampaikan oleh wakil perdagangan dari

Kantor dagang Hongkong dimasukkan dalam kelompok Atdag ini

karena anggaran Kantor Dagang berasal dari unit eselon 1 yang

sama, Sekretariat Jenderal. Dari 23 Atdag, 1 Kantor dagang dan

1 KDEI, hanya 10 kuesioner yang dikembalikan. Oleh karena itu

analisis terhadap proses manajemen ini hanya dapat

dilaksanakan kepada 10 negara yaitu Amerika Serikat, Kanada,

India, Jepang, Jerman, Korea Selatan, Filipina, Rusia, Singapura

dan Hongkong.

Skor terhadap proses manajemen diukur dari 4 aspek yang

terdapat pada kuesioner yaitu SDM, Organisasi, Koordinasi, dan

Tatalaksana. Sementara budget atau anggaran berasal dari data

anggaran pada tahun 2014 yang berasal dari Biro Keuangan,

Sekretariat Jenderal Kementerian Perdagangan untuk Atdag dan

Kondag,sedangkan dari Direktorat Jenderal Pengembangan

Ekspor Nasional untuk ITPC.

Setiap skor yang diperoleh oleh setiap perwakilan

perdagangan di setiap negara kemudian dikalikan dengan bobot

masing-masing aspek untuk memperoleh nilai akhir proses

manajemen. Nilai bobot aspek proses manajemen untuk SDM

sebesar 0,2215, sementara untuk aspek lainnya Organisasi

(0,1569), Koordinasi (0,1938), Tatalaksana (0,1969) dan Budget

(0,2308). Nilai bobot ini diperoleh dari hasil rata-rata bobot yang

diperoleh dari Diskusi Terbatas 2 di Ciracas dan Focus Group

Discussion (FGD) di Yogyakarta.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 72

Anggaran dianggap aspek paling penting dalam proses

manajemen karena para peserta FGD yang terdiri dari pelaku

usaha, akademisi dan instansi (kementerian lain dan dinas

perindag propinsi) menganggap tanpa adanya anggaran, maka

program tidak dapat terlaksana sehingga kinerja aspek lainnya

juga dipengaruhi adanya anggaran. Aspek lainnya yang

dianggap penting adalah SDM, karena SDM yang mumpuni akan

dapat meningkatkan kinerja layanan.

Aspek tatalaksana/pelaksanaan program dan koordinasi

adalah aspek yang mendapat bobot di urutan ke keempat dan

kelima. Tatalaksana/pelaksanaan program dan koordinasi dinilai

cukup penting oleh peserta diskusi, tetapi hasilnya juga

tergantung pada pelaksana atau SDM yang menjalankan.

Karena itu bobotnya masih dibawah aspek SDM. Sementara,

aspek organisasi mendapat bobot terendah karena dianggap

sesuatu yang agak sulit untuk dirubah.

Berdasarkan rekapitulasi dan analisis terhadap kuisioner

yang telah diisi oleh pejabat Atase Perdagangan RI dan Kantor

Dagang Hongkong, dapat disimpulkan bahwa rata-rata skor

sementara untuk kriteria proses manajemen adalah 3,12 (skala

5). Nilai 3,12 sebagai rata-rata nilai akhir proses manajemen juga

berarti Atdag Indonesia hanya memenuhi minimum requirement

jika dibandingkan dengan EPA Malaysia dan Thailand.

Dari kelima aspek yang dinilai, rata-rata tertinggi diperoleh

aspek organisasi dengan nilai 4,00 dan rata-rata nilai terendah

pada aspek budget. Ini berarti hanya dari aspek organisasi,

dimana Atdag Indonesia dapat sedikit mendekati nilai standar

EPA Malaysia dan Thailand. Hal ini menunjukkan bahwa telah

terdapat pembagian tugas yang jelas pada sebagian besar

Atdag. Sementara itu, nilai rata-rata aspek budget yang rendah

menunjukkan bahwa rentang besaran anggaran antara Atdag

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 73

cukup besar. Rata-rata nilai yang cukup rendah juga terdapat

pada tatalaksana/pelaksanaan program yang hanya memperoleh

rata-rata nilai sebesar 3,12. Hal ini menunjukkan bahwa realisasi

pelaksanaan program masih cukup rendah.

Jika dibandingkan dengan nilai rata-rata proses

manajemen, terdapat lima negara yang memiliki skor proses

manajemen diatas nilai rata-rata. Negara tersebut terdiri dari

Amerika Serikat, India, Jerman, Rusia dan Singapura. Disisi lain

negara dengan skor proses manajemen terendah untuk adalah

Kondag Hongkong.

Tabel 4.6. Hasil Skor Kuisioner NegaraYang Terdapat Atase Perdagangan RI

No NEGARA

SDM

OR

GA

NIS

ASI

KO

OR

DIN

ASI

TATA

LAK

SAN

A

BU

DG

ET

PR

OSE

S M

AN

AG

EMEN

T

Bobot 0.22 0.16 0.19 0.20 0.23

Rata-rata 3.50 4.00 3.20 3.12 2.10 3.12

1 Amerika Serikat 4.75 5.00 4.33 4.11 5.00 4.64

2 Kanada 2.75 3.00 2.00 2.13 2.00 2.35

3 India 4.50 5.00 4.00 3.78 2.00 3.76

4 Jepang 2.00 3.00 3.33 3.78 3.00 3.00

5 Jerman 3.50 3.00 4.00 4.50 2.00 3.37

6 Korea Selatan 3.00 3.00 2.67 3.00 1.00 2.47

7 Filipina 3.50 5.00 2.83 2.56 1.00 2.84

8 Rusia 4.00 5.00 2.50 3.38 2.00 3.28

9 Singapura 4.50 5.00 4.33 2.11 2.00 3.50

10 Hongkong 2.50 3.00 2.00 1.89 1.00 2.02 Sumber: Hasil Analisis

Proses manajemen Atase Perdagangan di Amerika

Serikat memiliki skor tertinggi yakni 4,64. Dari lima (5) kriteria

dalam proses manajemen yang meliputi SDM, Organisasi,

Koordinasi, Tatalaksana dan Anggaran; Atase Perdagangan di

Amerika Serikat mempunyai nilai maksimal (5) untuk kriteria

Organisasi dan Anggaran. Sementara untuk SDM, Koordinasi

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 74

dan Tatalaksana Atase Perdagangan di Amerika Serikat memiliki

masing-masing skor 4,75; 4,33; dan 4,11.

Kuesioner telah diisi oleh hampir semua pejabat

International Trade Promotion Center (ITPC) RI, kecuali ITPC

Afrika Selatan dan ITPC Spanyol. Sementara Amerika Serikat

yang memiliki 2 ITPC di Los Angeles dan Chicago, maka skor

yang diperoleh merupakan rata-rata dari skor masing-masing

ITPC tersebut.

Berdasarkan rekapitulasi dan analisis terhadap kuisioner

yang telah diisi oleh pejabat International Trade Promotion

Center (ITPC) RI, skor rata-rata untuk nilai proses manajemen

ITPC adalah 3,67.Walaupun nilai rata-rata untuk ITPC lebih baik

dibandingkan nilai rata-rata Atdag/Kondag, namun dapat

dikatakan masih kalah dibandingkan EPA Malaysia dan

Thailand.

Sama seperti pada Atdag/Kondag, nilai rata-rata tertinggi

diperoleh aspek Organisasi dengan nilai 4,88 dan nilai rata-rata

terendah diperoleh budget (2,63). Aspek lainnya yang juga

mendapat nilai rata-rata baik adalah SDM. Ini berarti SDM di

ITPC Indonesia cukup baik dari segi jumlah, pengalaman

komunikasi bisnis dan penguasaan komoditas ekspor. Namun,

ITPC Indonesia mendapat nilai yang cukup rendah dari segi

aspek koordinasi. Hal ini menunjukkan bahwa ITPC Indonesia

masih kurang dalam menyediakan sarana koordinasi dengan

instansi lain, eksportir dan importir melalui pertemuan dan media

komunikasi lainnya (review pasar, newsletter, laporan berkala

dan lainnya).

Berdasarkan skor rata-rata sebesar 3,67 tersebut, maka

negara dengan skor proses manajemen terdapat 7 (tujuh)

negara dengan skor di atas rata-rata. Negara tersebut adalah

Australia, Kanada, Hongaria, Italia, Jepang, Jerman, dan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 75

Nigeria.Negara dengan skor proses manajemen tertinggi adalah

Jepang dengan skor total sebesar 4,46 (Tabel 4.7). ITPC Jepang

mempunyai nilai maksimal yakni 5 untuk kriteria SDM,

Organisasi dan Anggaran. Sementara untuk Koordinasi dan

Tatalaksana masing-masing memiliki skor 4,33; dan 2,89.

Namun demikian Tatalaksana ITPC Jepang masih perlu

dibenahi, karena skor tersebut masih dibawah rata-rata skor

tatalaksana ITPC semua negara yang mencapai 3,39.

Tabel 4.7. Hasil Skor Proses Manajemen Kuisioner Negara Yang Terdapat ITPC RI

No NEGARA

SDM

OR

GA

NIS

ASI

KO

OR

DIN

ASI

TATA

LAK

SAN

A

BU

DG

ET

PR

OSE

S M

AN

AG

EMEN

T

Bobot 0.22 0.16 0.19 0.20 0.23

Rata-rata 4.48 4.88 3.30 3.39 2.63 3.67

1 Amerika Serikat 4.21 5.00 3.17 3.83 2.00 3.55

2 Arab Saudi 4.00 5.00 2.17 3.25 1.00 2.96

3 Australia 4.50 5.00 3.50 3.89 3.00 3.92

4 Brazil 4.00 5.00 4.17 3.00 2.00 3.53

5 Canada 4.50 5.00 3.00 3.44 3.00 3.73

6 Chili 4.25 5.00 3.33 3.67 2.00 3.56

7 Hongaria 5.00 5.00 4.17 4.13 3.00 4.20

8 India 4.75 3.00 2.83 3.67 2.00 3.26

9 Italia 5.00 5.00 3.67 3.25 4.00 4.17

10 Jepang 5.00 5.00 4.33 2.89 5.00 4.46

11 Jerman 4.75 5.00 3.00 3.00 4.00 3.93

12 Korea Selatan 4.50 5.00 2.33 2.88 2.00 3.26

13 Meksiko 4.50 5.00 3.17 3.50 2.00 3.55

14 Nigeria 4.75 5.00 3.50 3.63 2.00 3.69

15 Perancis 4.00 5.00 2.83 3.00 3.00 3.50

16 Uni Emirat Arab 4.00 5.00 3.67 3.22 2.00 3.48 Sumber: Hasil Analisis

Sementara itu, Arab Saudi merupakan negara dengan

skor proses manajemen ITPC terendah. Penyebab utama

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 76

rendahnya skor ITPC Arab Saudi terlihat dari skor anggaran

yang rendah yaitu 1, Dari anggaran yang diberikan terlihat terjadi

penurunan anggaran pada tahun 2014 dibanding tahun

sebelumnya. Dari sisi koordinasi ITPC Arab Saudi juga

memperoleh skor paling rendah dibanding negara lain yaitu 2,17.

Namun dari sisi organisasi dan SDM, ITPC Arab Saudi terbilang

baik, masing-masing dengan skor 5,00 dan 4,00.

4.2.3. Hasil Benchmark Kuesioner Atdag/ITPC Mengenai Output

Skor terhadap Hasil Kegiatan/Output diukur dari 5 aspek

yang terdapat pada kuesioner yaitu Promosi,

Jejaring/Networking, Aturan-aturan, Analisis Pasar, dan

Pelayanan. Setiap skor yang diperoleh oleh setiap negara

kemudian dikalikan dengan bobot masing-masing aspek untuk

memperoleh nilai akhir output. Nilai bobot aspek proses

manajemen untuk Promosi sebesar 0,1480, sementara untuk

aspek lainnya Jejaring/Networking (0,2360), Aturan-aturan

(0,2000), Analisis Pasar (0,2280) dan Pelayanan (0,1880). Nilai

bobot ini juga diperoleh dari hasil rata-rata bobot yang diperoleh

dari Diskusi Terbatas 2 di Ciracas dan Focus Group Discussion

(FGD) di Yogyakarta.

Jejaring/networking dan analisis pasar dengan bobot

masing-masing 0,2360 dan 0,2280 mendapat nilai tertinggi

karena dianggap hal yang paling perlu dikuasai oleh Atdag/ITPC

dan layanan yang paling diperlukan oleh pelaku usaha dari

Atdag/ITPC. Kriteria lain yang dianggap penting adalah

penguasaan informasi mengenai aturan-aturan impor di negara

tempat bertugas. Promosi mendapat bobot terendah karena

layanan lainnya dianggap lebih diperlukan oleh pelaku usaha

untuk melakukan penetrasi pasar. Selain itu, sarana promosi

banyak sekali dan bisa dilakukan tanpa megikuti pameran ekspor

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 77

di luar negeri, contohnya dengan melakukan promosi melalui

website.

Berdasarkan hasil olahan untuk kriteria Output terhadap

negara yang terdapat Atase Perdagangan RI dan Kantor Dagang

Hongkong, nilai rata-rata sementara dari kuisioner yang

terkumpul adalah 3,35. Aspek yang memperoleh nilai rata-rata

tertinggi adalah layanan umum dengan nilai sebesar 4,20.

Kemudian disusul oleh aspek promosi dengan nilai sebesar 4,02.

Dua aspek dengan nilai rata-rata terbawah adalah

jejaring/networking yang mendapat nilai rata-rata sebesar 3,33

dan analisis pasar dengan nilai rata-rata sebesar 2,08.

Aspek layanan umum mendapat nilai tinggi menunjukkan

bahwa Atdag/Kondag baik dalam melayani pertanyaan-

pertanyaan dan konsultasi bisnis dari pelaku

usaha.Atdag/Kondag Indonesia juga cukup baik dalam

melakukan kegiatan promosi. Namun, Atdag/Kondag Indonesia

masih kurang baik dalam pengembangan jejaring bisnis atara

pelaku usaha dengan importir di negara tempat bertugas. Nilai

rata-rata analisis pasar yang sangat rendah menunjukkan bahwa

Atdag/Kondag Indonesia masih sangat kurang dalam

memberikan laporan analisis pasar, market brief dan kegiatan

survey pasar dibandingkan EPA Malaysia dan Thailand.

Adapun negara dengan skor output diatas rata-rata

berjumlah enam yaitu, Amerika Serikat, Kanada, India, Jepang,

Pilipina, dan Singapura. Atase Perdagangan di Jepang memiliki

skor output tertinggi yaitu 4,23. Dari sisi pelayanan, kinerja Atdag

Jepang terbilang sangat baik karena skor yang diperoleh

maksimal yaitu 5. Dari sisi pengembangan jejaring bisnis dan

promosi kinerja Atdag Jepang juga cukup baik, masing-masing

dengan skor 4,67 dan 4,40. Sedangkan negara dengan skor

output Atdag terendah untuk sementara adalah Hongkong, hal ini

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 78

dipengaruhi oleh rendahnya kinerja dalam menyusun info atau

analisis perdagangan yaitu 1.

Tabel 4.8. Hasil Skor Output Kuisioner Negara Yang Terdapat Atdag RI

No NEGARA

PR

OM

OSI

NET

WO

RK

AT

UR

AN

2

AN

ALI

SIS

PA

SAR

PEL

AY

AN

AN

OU

TPU

T

Bobot 0.15 0.24 0.20 0.23 0.19

Rata-rata 4.02 3.33 3.50 2.08 4.20 3.35

1 Amerika Serikat 4.00 3.00 5.00 1.67 4.50 3.53

2 Kanada 3.80 4.33 4.50 1.00 4.00 3.47

3 India 4.20 2.67 5.00 3.00 4.50 3.78

4 Jepang 4.40 4.67 3.50 3.67 5.00 4.23

5 Jerman 4.80 3.00 2.50 2.00 4.50 3.22

6 Korea Selatan 4.20 3.33 2.00 1.50 4.50 3.00

7 Filipina 4.20 4.33 3.50 3.00 4.50 3.87

8 Rusia 3.80 2.67 2.00 1.33 3.50 2.55

9 Singapura 3.80 3.00 5.00 2.67 4.00 3.63

10 Hongkong 3.00 2.33 2.00 1.00 3.00 2.19 Sumber: Hasil Analisis

Berdasarkan analisis terhadap skor untuk kriteria output

pejabat ITPC RI, nilai rata-ratanya adalah 3,48.Sama seperti

penilaian pada Atdag/Kondag. Rata-rata nilai tertinggi diperoleh

aspek layanan umum dengan nilai sebesar 4,14 yang disusul

oleh aspek promosi dengan nilai rata-rata 4,01. Nilai rata-rata

terendah pada ITPC juga terdapat pada aspek analisis pasar

dengan nilai sebesar 2,67. Namun berbeda dengan

Atdag/Kondag, aspek penguasan aturan juga mendapat nilai

rendah yaitu 3,30. Hal ini menunjukkan ITPC Indonesia tidak

cukup banyak mendiseminasikan perubahan peraturan/isu-isu

penting lainnya kepada pelaku usaha dan instansi

berkepentingan lainnya.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 79

Berdasarkan skor rata-rata 3,48 tersebut, maka terdapat

delapan negara dengan skor kriteria output di atas nilai rata-rata.

Negara tersebut adalah Australia, Brazil, Kanada, Hongaria,

Jepang, Nigeria dan Uni Emirat Arab. Negara dengan skor

output ITPC tertinggi adalah Uni Emirat Arab dengan skor total

kriteria output 4,16.

Tabel 4.9. Hasil Skor Output Kuisioner Negara yang Terdapat ITPC RI

No NEGARA P

RO

MO

SI

NET

WO

RK

AT

UR

AN

2

AN

ALI

SIS

PA

SAR

PEL

AY

AN

AN

OU

TPU

T

Bobot 0.15 0.24 0.20 0.23 0.19

Rata-rata 4.01 3.55 3.30 2.67 4.14 3.48

1 Amerika Serikat 4.20 3.17 2.75 2.67 3.75 3.23

2 Arab Saudi 4.00 4.33 2.00 1.33 5.00 3.26

3 Australia 4.20 5.00 3.00 2.00 4.50 3.70

4 Brazil 4.60 3.67 4.00 3.33 4.50 3.95

5 Canada 3.80 3.67 3.00 3.67 4.00 3.62

6 Chili 3.40 3.00 3.00 3.00 4.00 3.25

7 Hongaria 4.40 4.33 3.50 3.00 4.00 3.81

8 India 3.80 2.67 3.00 3.00 4.00 3.23

9 Italia 3.80 3.00 4.00 2.00 5.00 3.47

10 Jepang 4.20 4.67 3.50 2.67 4.00 3.78

11 Jerman 4.40 3.67 3.00 2.00 4.50 3.42

12 Korea Selatan 5.00 3.33 3.00 2.00 3.50 3.24

13 Meksiko 3.40 2.33 3.00 2.00 3.50 2.77

14 Nigeria 4.00 3.33 5.00 3.67 4.00 3.97

15 Perancis 3.40 2.33 2.00 3.00 3.50 2.80

16 Uni Emirat Arab 3.60 4.33 5.00 3.33 4.50 4.16 Sumber: Hasil Analisis

ITPC Uni Emirat Arab mempunyai nilai maksimal yakni 5

untuk pemahaman peraturan perdagangan termasuk

persyaratan ekspor. Sementara untuk Pelayanan dukungan

bisnis lainnya dan Pengembangan jejaring bisnis masing-masing

memiliki skor 4,50 dan 4,33. Namun demikian sisi promosi ITPC

Uni Emirat Arab masih perlu dibenahi, karena skornya 3,60 dan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 80

masih dibawah rata-rata skor promosi ITPC semua negara yang

mencapai 4,01.

Sementara itu, Meksiko menjadi negara dengan skor output

ITPC terendah. Penyebab utama rendahnya skor ITPC Meksiko

terlihat dari skor Info dan analisis pasar yang rendah yaitu 2. Dari

sisi Pengembangan jejaring bisnis ITPC Meksiko juga

memperoleh skor rendah yaitu 2,33. Dari kinerja semua sisi, skor

Meksiko terbilang buruk, karena semua berada dibawah skor

rata-rata.

4.2.4. Kepuasan Stakeholder Terhadap Atdag/ITPC

Pengumpulan data melalui survei pelaku usaha dan

instansi terkait dilakukan di enam daerah yaitu Surabaya,

Samarinda, Makassar, Yogyakarta, Pekanbaru, dan Semarang.

Dari hasil survei di keenam wilayah tersebut, didapatkan 76

responden.Penyebaran kuesioner juga dilakukan kestakeholder

Atdag/ITPC lainnya, yaitu Kepala Dinas Perdagangan seluruh

provinsi, beberapa unit teknis di Kementerian terkait dan

beberapa buyer di luar negeri. Diperoleh total 82 kuesioner yang

telah diisi (76 pelaku usaha dan 5 Dinas Perindag Propinsi dan 1

Kementerian Perindustrian) dari hasil penyebaran kuesioner.

Hanya 1 buyer/importir di luar negeri yang merespon kuesioner

yang dikirimkan, karena itu hasilnya tidak dimasukkan.

Hasil analisis untuk kepuasan stakeholder terhadap kinerja

pelayanan dari Atase Perdagangan dan ITPC cukup beragam.

Skor kepuasan tertinggi diraih oleh Atdag RI di Korea Selatan,

Filipina dan Thailand dengan skor 3,06 sedangkan skor terendah

dialami oleh Atdag di Amerika Serikat.

Tabel 4.10. Hasil Skor Kepuasan Stakeholder Pada Atdag RI

No NEGARA KEPUASAN STAKEHOLDER

Rata-rata 2.96

1 Amerika Serikat 2.70

2 Arab Saudi 3.05

3 Australia 3.00

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 81

No NEGARA KEPUASAN STAKEHOLDER

4 Belanda 2.91

5 Belgia 2.98

6 Canada 2.95

7 China 2.80

8 Denmark 2.99

9 India 2.95

10 Inggris 2.96

11 Italia 2.91

12 Jepang 2.81

13 Jerman 2.94

14 Korea Selatan 3.06

15 Malaysia 3.05

16 Mesir 3.01

17 Perancis 2.91

18 Filipina 3.06

19 Rusia 2.91

20 Singapore 2.93

21 Spanyol 2.99

22 Swiss 2.99

23 Thailand 3.06

24 Hongkong 2.99

Sumber: Hasil Analisis

Nilai rata-rata kepuasan stakeholder untuk kinerja

pelayanan ITPC adalah 2,97 sehingga terdapat sepuluh negara

negara yang memiliki skor kepuasan stakeholder di atas skor

rata-rata. Negara-negara tersebut terdiri dari Afrika Selatan, Arab

Saudi, Australia, Brazil, Chili, Korea Selatan, Meksiko, Nigeria,

Spanyol dan Uni Emirat Arab. Sementara negara dengan skor

kepuasan pelayanan tertinggi adalah Chili dengan skor

mencapai 3,09. Di sisi lain negara dengan skor kepuasan

stakeholder terendah adalah Amerika Serikat dengan skor 2,70

(Tabel 4.11).

Tabel 4.11. Hasil Skor Kepuasan StakeholderPada ITPC RI

No ITPC Kepuasan Stakeholder

Rata-rata 2.97

1 Afrika Selatan 3.01

2 Amerika Serikat 2.70

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 82

No ITPC Kepuasan Stakeholder

3 Arab Saudi 3.05

4 Australia 3.00

5 Brazil 3.06

6 Canada 2.95

7 Chili 3.09

8 Hongaria 2.92

9 India 2.95

10 Italia 2.91

11 Jepang 2.81

12 Jerman 2.94

13 Korea Selatan 3.06

14 Meksiko 3.06

15 Nigeria 3.01

16 Perancis 2.91

17 Spanyol 2.99

18 Uni Emirat Arab 3.06

Sumber: Hasil Analisis

Data primer yang diperoleh dari hasil survei digunakan

untuk menganalisis kinerja Atdag dan ITPC dengan metode

importance performance analysis. Metode importance

performance analysis merupakan metode yang banyak

digunakan untuk mengukur persepsi konsumen terhadap kinerja

suatu jasa maupun produk (Latu dan Everett 2000). Menurut

Brandt (2000), metode ini juga disebut sebagai analisis kuadran

karena disajikan dalam bentuk kuadran seperti pada Gambar

3.2.

Pada analisis kepuasan stakeholder terhadap kinerja

perwakilan perdagangan Indonesia di luar negeri ini, penelitian

ini menggunakan lima atribut mengenai aspek output dari Atdag

dan ITPC. Kelima atribut tersebut adalah (A) penyelenggaraan

promosi yang telah dilakukan oleh Atdag dan ITPC, (B) Analisis

pasar negara tujuan ekspor tempat Atdag dan ITPC bertugas,

(C) bantuan/fasilitasi yang diberikan oleh Atdag/ITPC dalam

pengembangan jejaring bisnis / distribusi produk ekspor, (D)

penanganan berbagai informasi dan perubahan terkait dengan

peraturan-peraturan/syarat-syarat ekspor dan perdagangan di

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 83

negara tujuan ekspor di mana Atdag/ITPC berada, dan (E)

Pelayanan yang diberikan kepada eksportir maupun instansi lain

untuk peningkatan ekspor.

Hasil uji validitas dan reliabilitas yang dilakukan

menggunakan software STATA menunjukkan bahwa instrumen

yang digunakan untuk mengukur tingkat kepentingan dan

kepuasan atribut output Atdag dan ITPC sudah valid dan reliabel

(Tabel 4.12 dan Tabel 4.13).

Tabel 4.12. Hasil Uji Validitas

Atribut Importance Performance

Sig. Validitas Sig. Validitas

Promosi 0.0000 Valid 0.0000 Valid

Analisis Pasar 0.0000 Valid 0.0000 Valid

Bantuan/fasilitasi 0.0000 Valid 0.0000 Valid

Informasi

peraturan 0.0000 Valid 0.0000 Valid

Pelayanan 0.0000 Valid 0.0000 Valid

Sumber: Hasil analisis

Tabel 4.13. Hasil Uji Reliabilitas

Deskripsi Cronbach’s Alpha Reliabilitas

Importance 0.8607 Reliabel

Performance 0.9595 Reliabel

Sumber: Hasil analisis

Berdasarkan hasil analisis dengan metode Importance

Performance Analysis(IOA), didapatkan matriks sebagaimana

pada Gambar 4.5 di bawah. Kelima aspek output Atdag dan

ITPC, yaitu penyelenggaraan promosi yang telah dilakukan oleh

Atdag dan ITPC, analisis pasar negara tujuan ekspor tempat

Atdag dan ITPC bertugas, bantuan/fasilitasi yang diberikan oleh

Atdag/ITPC dalam pengembangan jejaring bisnis/distribusi

produk ekspor, penanganan berbagai informasi dan perubahan

terkait dengan peraturan-peraturan/syarat-syarat ekspor dan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 84

perdagangan di negara tujuan ekspor di mana Atdag/ITPC

berada, dan Pelayanan yang diberikan kepada eksportir maupun

instansi lain untuk peningkatan ekspor, dinilai penting bagi para

stakeholder bagi peningkatan ekspor Indonesia secara umum,

dan peningkatan ekspor perusahaan secara khusus.

Gambar 4.3. Matriks Tingkat Kepentingan dan Kepuasan Output Atdag dan ITPC

Sumber: Hasil analisis

Keterangan:

A = penyelenggaraan promosi;

B = analisis pasar negara tujuan ekspor;

C = bantuan/fasilitasi pengembangan jejaring bisnis;

D = diseminasi informasi mengenai peraturan dan syarat ekspor/perdagangan

E = pelayanan umum kepada eksportir maupun instansi lain

Dari lima aspek yang dianalis, aspek kinerja promosi dan

pelayanan dari Atdag, Kondag dan ITPC dinilai sudah memenuhi

ekspektasi para stakeholder. Di sisi lain, kinerja Atdag dan ITPC

dinilai belum baik bila dilihat dari tiga output lainnya, yaitu

analisis pasar yang dilakukan Atdag dan ITPC, bantuan dan

fasilitas Atdag dan ITPC untuk para stakeholder, dan informasi

terkait regulasi. Berdasarkan analisis ini Atdag, Kondag dan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 85

ITPC diharapkan mengerahkan sumber dayanya untuk

peningkatan kinerja dari ketiga aspek tersebut.

4.2.5. Perbandingan Input Proses Manajemen, Output dan

Kepuasan Stakeholder Terhadap Atdag/ITPC

Untuk membandingkan antara skor pada proses

manajemen (input), output dan kepuasan stakeholder terhadap

perwakilan perdagangan baik Atdag maupun ITPC maka dibuat

sebuah matrik yang terdiri dari 4 kuadran. Pembagian ke dalam

4 kuadaran tersebut berdasarkan nilai skor rata-rata pada input

proses manajemen (sumber daya) dan skor rata-rata pada

output, yaitu:

Kuadran I: skor input/ memiliki sumber daya proses

manajemen tinggi (di atas rata-rata), dan memiliki hasil output

yang tinggi (di atas rata-rata);

Kuadran II: skor input/ memiliki sumber daya proses

manajemen rendah (di bawah rata-rata) namun memiliki hasil

output yang tinggi (di atas rata-rata);

Kuadran III: skor input/ memiliki sumber daya proses

manajemen rendah (di bawah rata-rata) dan memiliki hasil

output yang rendah (di bawah rata-rata);

Kuadran IV: skor input/ memiliki sumber daya proses

manajemen tinggi (di atas rata-rata) namun memiliki hasil

output yang rendah (di bawah rata-rata).

Selain membandingkan input proses manajemen dengan

hasil output Atdag dan ITPC, pada kajian ini juga dilakukan

perbandingan antara output dengan kepuasan stakeholders

dengan menggunakan metode yang sama. Perbandingan

bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat kepuasan para

stakeholders terhadap kinerja Atdag dan ITPC yang diukur

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 86

berdasarkan output yang dihasilkan.Sementara kepuasan

stakeholder dapat dilihat dari size (ukuran) bubble, semakin

besar bubble maka kepuasan stakeholder terhadap kinerja

perwakilan perdagangan baik Atdag maupun ITPC semakin

tinggi. Matriks perbandingan antara input proses manajemen,

output dan kepuasan stakeholder terhadap kinerja Atdag

disajikan pada Gambar 4.4 berikut.

Gambar 4.4. Perbandingan Input Proses Manajemen, Output dan Kepuasan Stakeholder terhadap Atdag

Sumber: Hasil Analisis

Gambar 4.4 menunjukkan bahwa 3 dari 10 Atdag yang

dianalisis yaitu Atdag Amerika Serikat (AS), India dan Singapura

berada pada kuadran I dimana ketiga lembaga tersebut memiliki

input proses manajemen (sumber daya) yang tinggi dan disertai

dengan hasil output yang tinggi juga. Dari segi kepuasan para

stakeholders merasa puas dengan kinerja Atdag India dan

Singapura karena memiliki output yang cukup baik. Namun

ASKanada

India

Jepang

Jerman

Korsel

Filipina

Rusia

Singapura

Hongkong

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

4.50

1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00

Rata-rata Skor Input : 3.12

Ra

ta-r

ata

Sk

or

Ou

tpu

t:

3.3

5

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 87

demikian stakeholders memberikan skor yang kurang baik

terhadap kinerja Atdag AS.

Pada kuadran II juga diisi oleh 3 Atdag yaitu Atdag Jepang,

Filipina dan Kanada, walaupun ketiga lembaga tersebut memiliki

input proses manajemen (sumber daya) di bawah rata-rata,

namun mampu menghasilkan output di atas rata-rata. Dengan

demikian ketiga Atdag tersebut tentu memiliki performa yang

cukup baik karena mampu memanfaatkan sumber daya yang

ada secara efisien dan efektif. Para stakeholders juga merasa

puas dengan kinerja Atdag Filipina dan Kanada karena memiliki

output yang cukup baik. Sementara Jepang meskipun memiliki

output yang baik yaitu di atas rata-rata, namun stakeholders

memberikan skor yang kurang baik terhadap kinerja Atdag

Jepang. Hal ini diduga bahwa Atdag tersebut menghasilkan

output yang tinggi tetapi belum sesuai dengan prioritas

kebutuhan para stakeholdersnya.

Atdag Korea Selatan dan Kondag Hongkong berada di

kuadran III dimana input proses manajemen (sumber daya) yang

dimiliki berada di bawah rata-rata dan output yang dihasilkan

juga berada di bawah rata-rata. Walaupun Atdag Korea Selatan

dan Kondag Hongkong memiliki output di bawah rata-rata namun

stakeholders merasa puas dengan kinerja kedua perwakilan

dagang.

Sementara, atdag yang dinilai memiliki performa kurang

baik adalah Atdag Jerman dan Rusia yang berada pada Kuadran

IV. Meskipun demikian kedua Atdag tersebut memiliki sumber

daya yang berada di atas rata-rata, output yang dihasilkan justru

menunjukkan hasil sebaliknya. Hal yang menarik adalah

meskipun Atdag Jerman memiliki output di bawah rata-rata

namun stakeholders merasa puas dengan kinerja Atdag

tersebut.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 88

Gambar 4.5. Perbandingan Input Proses Manajemen, Output

dan Kepuasan Stakeholder terhadap ITPC

Sumber: Hasil Analisis

Gambar 4.5. menunjukkan bahwa terdapat 5 ITPC yang

masuk ke dalam kuadran I antara lain: Jepang, Hongaria,

Australia, Kanada dan Nigeria. Kelima ITPC tersebut memiliki

input proses manajemen (sumber daya) yang tinggi dan disertai

dengan hasil output yang juga tinggi. Meskipun demikian,

ITPCKanada, Hongaria dan Jepang memperoleh skor kepuasan

yang rendah (dibawah rata-rata) dari para stakeholders. Hal ini

diduga bahwa ITPC tersebut menghasilkan output yang tinggi

tetapi tidak sesuai dengan prioritas kebutuhanstakeholdersnya.

Sementara itu, ITPC Nigeria dan Australia memiliki output di atas

rata-rata dan diikuti dengan kepuasan stakeholders.

Pada kuadaran II terdapatdua ITPC yaitu Uni Emirat Arab

(UEA) dan Brazil yang menunjukkan performa yang baik. Kedua

ITPC tersebut tetap menghasilkan output di atas rata-rata

AS

Arab Saudi

AustraliaBrazil

Kanada

Chili

Hongaria

India

Italia

Jepang

Jerman

Korsel

Meksiko

Nigeria

Perancis

Uni Emirat Arab

2.20

2.70

3.20

3.70

4.20

2.70 2.90 3.10 3.30 3.50 3.70 3.90 4.10 4.30 4.50 4.70

Rata-rata Skor Input : 3.67

Ra

ta-r

ata

Sk

or

Ou

tpu

t:

3.4

8

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 89

meskipun memiliki input proses manajemen (sumber daya) yang

rendah. Dari sisi kepuasan stakeholder terhadap output, kedua

ITPC tersebut juga dinilai baik oleh stakeholdernya.

Hal yang menarik adalah sebagian besar ITPC yang

menjadi objek dari kajian ini justru berada pada kuadran III. Hal

tersebut ditunjukkan dengan hasil bahwa 7 ITPC dari 16 ITPC

yang telah mengisi kuesioner atau sebesar 43,75% dari sampel

berada pada kuadran III dimana input proses manajemen

(sumber daya) yang dimiliki rendah dan disertai dengan hasil

output yang juga rendah. ITPC tersebut adalah ITPC Chili, AS,

Perancis, Meksiko, Korea Selatan, India dan Arab Saudi. Hal

tersebut menandakan bahwa sebagian besar ITPC Indonesia

baik dilihat dari segi input proses manajemen (sumber daya) dan

dari segi output masih berada di bawah rata-rata negara lain.

Meskipun ITPC Arab Saudi, Chili, Korsel dan Meksiko memiliki

output di bawah rata-rata, namun dari sisi kepuasan, para

stakeholders justru merasa puas dengan kinerja keempat ITPC

tersebut.

Sementara itu, terdapat dua ITPC yang berada pada

kuadran IV yaitu Jerman dan Italia yang memiliki performa

kurang baik. Meskipun telah memiliki input proses manajemen

yang tinggi, ternyata tidak diikuti dengan tingginya output yang

dihasilkan. Dengan demikian tidak heran jika para stakeholders

belum merasa puas dengan hasil kerja dari ITPC Jerman dan

Italia.

4.2.6. Efektifitas Atdag/ITPC Berdasarkan Hasil Institutional and

Organizational Performance Analysis (IOA)

Nilai efektifitas Atdag, Kondag dan ITPC diukur dengan

menggunakan skor/hasil analisis aspek proses manajemen,

ouput dan kepuasan stakeholder. Skor akhir yang diperoleh oleh

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 90

setiap perwakilan perdagangan di setiap negara pada ketiga

aspek tersebut (proses manajemen, output dan kepuasan

stakeholder) kemudian dikalikan dengan bobot masing-masing

aspek untuk memperoleh nilai akhir efektifitas Atdag/ITPC. Nilai

bobot aspek proses manajemen sebesar 0,2444. Sementara itu

aspek output sebesar 0,3000 dan aspek kepuasan stakeholder

sebesar 0,4556. Nilai bobot ini juga diperoleh dari hasil rata-rata

bobot yang diperoleh dari Diskusi Terbatas 2 di Ciracas dan

Focus Group Discussion (FGD) di Yogyakarta. Aspek kepuasan

stakeholder mendapat bobot paling tingggi karena para peserta

diskusi yang meliputi akademisi, perwakilan dinas/kementerian

terkait, akademisi dan pelaku usaha mengganggap aspek ini

yang paling menentukan kinerja perwakilan perdagangan.

Proses manajemen/input mendapat bobot nilai terendah karena

kinerja dapat dilihat dari output/layanan yang diberikan dengan

tujuan memberi kepuasan stakeholder.

Berdasarkan hasil olahan terhadap negara yang terdapat

Atase Perdagangan RI dan Kantor Dagang Hongkong, nilai rata-

rata dari kuisioner yang terkumpul adalah 3,10. Negara dengan

skor output diatas rata-rata berjumlah enam yaitu Amerika

Serikat, India, Jepang, Jerman, Filipina, dan Singapura. Nilai

tertinggi dicapai oleh Atase Perdagangan di Amerika Serikat

dengan nilai 3,42 dan disusul oleh India dengan skor sebesar

3,40.

Atdag di Amerika Serikat mendapat skor tinggi di proses

manajemen namun mendapat skor rendah dalam kepuasan

stakeholder, padahal bobot kepuasan stakeholder dinilai sangat

tinggi oleh peserta Diskusi Terbatas 2 dan FGD. Stakeholder

menilai bahwa Atdag di Amerika Serikat kurang baik dalam hal

melakukan kegiatan promosi. Sementara India memiliki nilai

seimbang pada ketiga aspek yang dinilai. Sedangkan negara

dengan nilai terendah untuk sementara adalah Hongkong. Hal ini

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 91

dipengaruhi oleh rendahnya kinerja dalam aspek proses

manajemen dan output.

Tabel 4.14. Hasil Skor Institutional and Organizational Performance Analysis (IOA) Pada Atdag RI

NO NEGARA

PR

OSE

S

MA

NA

GEM

ENT

OU

TPU

T

KEP

UA

SAN

ST

AK

EHO

LDER

TOTA

L

Bobot 0.24 0.30 0.46 1.00

Rata-Rata 3.12 3.35 2.93 3.10

1 Amerika Serikat 4.64 3.53 2.70 3.42

2 Kanada 2.35 3.47 2.95 2.96

3 India 3.76 3.78 2.95 3.40

4 Jepang 3.00 4.23 2.81 3.28

5 Jerman 3.37 3.22 2.94 3.13

6 Korea Selatan 2.47 3.00 3.06 2.90

7 Filipina 2.84 3.87 3.06 3.25

8 Rusia 3.28 2.55 2.91 2.89

9 Singapura 3.50 3.63 2.93 3.28

10 Hongkong 2.02 2.19 2.99 2.51 Sumber: Hasil Analisis

Sementara itu, berdasarkan hasil olahan terhadap negara

yang terdapat ITPC, nilai rata-rata adalah 3,21. Terdapat 8

negara dengan nilai diatas rata-rata yaitu, Australia, Brazil,

Kanada, Hongaria, Jepang, Jerman, Nigeria dan Uni Emirat

Arab. Nilai tertinggi dicapai oleh ITPC di Uni Emirat Arab yang

memiliki skor sebesar 3,49.

Tabel 4.15. Hasil Skor Institutional and Organizational Performance Analysis (IOA) Pada ITPC RI

No NEGARA

PR

OS

ES

MA

NA

GE

ME

NT

OU

TP

UT

KE

PU

AS

AN

ST

AK

EH

OL

DE

R

TO

TA

L

Bobot 0.24 0.30 0.46 1.00

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 92

No NEGARA

PR

OS

ES

MA

NA

GE

ME

NT

OU

TP

UT

KE

PU

AS

AN

ST

AK

EH

OL

DE

R

TO

TA

L

Rata-rata 3.67 3.48 2.97 3.29

1 Amerika Serikat 3.55 3.23 2.70 3.07

2 Arab Saudi 2.96 3.26 3.05 3.09

3 Australia 3.92 3.70 3.00 3.43

4 Brazil 3.53 3.95 3.06 3.44

5 Canada 3.73 3.62 2.95 3.34

6 Chili 3.56 3.25 3.09 3.25

7 Hongaria 4.20 3.81 2.92 3.50

8 India 3.26 3.23 2.95 3.11

9 Italia 4.17 3.47 2.91 3.39

10 Jepang 4.46 3.78 2.81 3.51

11 Jerman 3.93 3.42 2.94 3.33

12 Korea Selatan 3.26 3.24 3.06 3.16

13 Meksiko 3.55 2.77 3.06 3.09

14 Nigeria 3.69 3.97 3.01 3.46

15 Perancis 3.50 2.80 2.91 3.02

16 Uni Emirat Arab 3.48 4.16 3.06 3.49

Sumber: Hasil Analisis

ITPC di Uni Emirat Arab mendapat skor diatas rata-rata

pada ketiga aspek yang dinilai. Aspek dengan nilai tertinggi pada

ITPC di Uni Emirat Arab adalah ouput. Sedangkan negara

dengan nilai terendah adalah Perancis. Nilai ITPC Perancis

berada di bawah rata-rata untuk ketiga aspek yang dinilai

(proses manajemen, output dan kepuasan stakeholder).

4.3. Dampak Atdag/ITPC Terhadap Kinerja Ekspor

Pada bagian ini akan dibahas tentang dampak keberadaan

perwakilan perdagangan luar negeri Indonesia terhadap kinerja ekspor

Indonesia hanya dengan menggunakan model with and without. Pada

bab metode kajian sebelumnya disebutkan bahwa seharusnya dampak

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 93

perwakilan perdagangan luar negeri dianalisis dengan menggunakan 2

model yaitu before and after dan with and without. Model before and

after tidak dapat dilakukan karena adanya keterbatasan terhadap

beberapa data yang diperlukan. Sebagai contoh, sebagian besar Atase

Perdagangan (Atdag) Indonesia di luar negeri dibentuk pada pada

pertengahan tahun 1970, sementara data pada variabel regresi yang

lain seperti kinerja ekspor Indonesia baru tersedia pada tahun 1990.

Metode yang digunakan dalam menganalisis hubungan antara

Atdag dan ITPC dengan kinerja ekpor non migas Indonesia adalah

pendekatan efek acak (random effect model/REM). Menurut Nachrowi

(2005), REM disarankan untuk dipilih jika jumlah data cross-

sectionallebih besar dari jumlah data time-series. Dalam penelitian ini,

jumlah data negara mitra dagang atau data cross-sectional yang

digunakan sebanyak 62 negara, lebih besar dari jumlah waktu yang

digunakan, yaitu dari tahun 1996 hingga 2014. Estimasi dengan

generalized least square pada REM memiliki kelebihan karena varians

akan menjadi lebih kecil dibandingkan dengan estimasi menggunakan

ordinary least square. Selain itu, alasan lain yang mendasari pemilihan

REM adalah masalah kolinearitas yang terjadi jika data diestimasi

dengan fixed effect model (FEM).

4.3.1. Dampak Keberadaan Atdag dan ITPC Terhadap Nilai Ekspor

Non Migas

Variabel dependen yang digunakan untuk melihat dampak

keberadaan Atdag dan ITPC terhadap kinerja ekspor Indonesia

adalah nilai ekspor non migas Indonesia ke 62 negara selama

tahun 1996 hingga tahun 2014. Sementara variabel Atdag dan

ITPC didekati dengan variabel dummy.

Tabel 4.16 menunjukkan koefisien determinasi (R-square)

sebesar 0,539 yang mengindikasikan bahwa sebesar 53,9% dari

keragaman variabel respon atau variabel nilai ekspor non migas

Indonesia dapat dijelaskan oleh model. Nilai R-square tersebut

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 94

dianggap telah cukup untuk menjelaskan keragaman yang terjadi

pada variabel respon mengingat data yang digunakan adalah

data kombinasi dari data time series dan cross section. Selain

itu, seluruh variabel prediktor secara bersama-sama dapat

menjelaskan variasi atau keragaman pada variabel respon atau

model regresi tersebut signifikan pada tingkat kepercayaan 5%.

Hal ini dapat terlihat dari uji simultan dengan menggunakan uji F

yang menghasilkan nilai p-value sebesar 0,000.

Tabel 4.16. Dampak Keberadaan Atdag dan ITPC Terhadap Nilai Ekspor Non Migas Indonesia

Sumber: Hasil Analisis Keterangan: *) signifikan pada α = 5%. Variabel respon: Nilai ekspor non migas Indonesia di negara mitra dagang; variabel prediktor: RERIDN: Nilai tukar riil; RGDP: PDB riil; CID: TradeComplemetary Index; TRF: Tarif bea masuk rata-rata negara mitra dagang; Distance: Jarak Indonesia dengan negara mitra dagang; ITPC_D: Variabel dummy ITPC. Atdag_D: Variabel dummy Atdag.

Secara umum, semua koefisien dari variabel prediktor

menunjukkan tanda yang diharapkan atau sesuai dengan teori

ekonomi. Selain itu, pengaruh variabel respon signifikan

terhadap kinerja ekspor yang diukur dengan nilai ekspor non

migas Indonesia di negara mitra dagang pada tingkat signifikansi

5%, kecuali untuk variabel CID dan tarif.

RERIDN 0.883*

(0.000)

RGDP 0.311*

(0.000)

CID 0.132

(0.639)

TRF -0.002

(0.989)

DISTANCE -1.116*

(0.000)

ITPC_D 1.120*

(0.002)

ATDAG_D 1.619*

(0.000)

R-SQUARE 0.539

Prob(F-statistic) 0.000

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 95

Secara spesifik, hasil estimasi yang terlihat pada Tabel 4.16

menunjukkan bahwa koefisien untuk variabel dummy Atdag

mencapai 1,62. Hal ini mengindikasikan bahwa ekspor non

migas Indonesia ke negara-negara tempat Atdag Indonesia

berada akan meningkat sebesar 1,62% dibandingkan dengan

ekspor Indonesia ke negara-negara tanpa adanya Atdag

Indonesia. Hasil estimasi juga memperlihatkan nilai positif pada

variabel dummy ITPC dengan nilai 1,12. Dengan demikian, nilai

ekspor non migas Indonesia ke negara-negara dimana ITPC

Indonesia berada juga akan mengalami peningkatan sebesar

1,12% lebih tinggi dibandingkan ekspor ke negara-negara tanpa

adanya ITPC Indonesia. Berdasarkan hasil estimasi tersebut,

dapat disimpulkan bahwa keberadaan perwakilan Indonesia

secara signifikan cukup efektif dalam meningkatkan nilai ekspor.

Selain itu, dapat terlihat bahwa peran Atdag dalam meningkatkan

nilai ekspor non migas Indonesia lebih efektif dibandingkan

dengan peran ITPC.

Koefisien dari hasil regresi untuk variabel nilai tukar riil

memiliki tanda positif dan signifikan. Hal ini sejalan dengan teori

ekonomi yang menyatakan bahwa melemahnya nilai tukar rupiah

dapat meningkatkan ekspor Indonesia. Dalam hal ini, hasil

estimasi menunjukkan bahwa peningkatan nilai tukar riil

Indonesia terhadap mata uang Dolar Amerika Serikat sebesar

1% membuat nilai ekspor non migas Indonesia meningkat

sebesar 0,88%. Hal yang sama juga terjadi ketika PDB riil

negara mitra dagang mengalami peningkatan. Setiap

peningkatan PDB riil negara mitra dagang meningkat sebesar

1% secara signifikan juga meningkatkan ekspor non migas

Indonesia sebesar 0,31%. Hasil regresi juga menunjukkan

bahwa nilai ekspor non migas Indonesia akan meningkat

sebesar 0,13% setiap indeks komplementer perdagangan antara

Indonesia dengan negara mitra dagang naik 1%. Meskipun

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 96

demikian, dampak peningkatan indeks tersebut terhadap

peningkatan nilai ekspor non migas Indonesia cukup lemah atau

tidak signifikan pada level 5%.

Sebaliknya, hasil estimasi koefisien tarif impor yang

diberlakukan oleh negara mitra dagang menunjukkan angka -

0,001, namun memiliki p-value sangat tinggi hingga mencapai

99%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan tarif

impor negara mitra dagang Indonesia tidak berpengaruh secara

signifikan dalam menurunkan nilai ekspor non migas Indonesia.

Sementara itu, koefisien jarak antara Indonesia dengan negara

mitra dagang bertanda negatif dengan nilai 1,12 dan signifikan

dalam tingkat kepercayaan 5%. Dengan demikian, setiap

peningkatan jarak sebesar 1% secara signifikan membuat nilai

ekspor non migas Indonesia menurun sebesar 1,12%.

Ketika data dummy untuk Atdag dan ITPC diubah menjadi

data anggaran Atdag dan ITPC, hasil estimasi menunjukkan

tanda dan nilai koefisien serta tingkat signifikansi yang serupa.

Perbedaan yang mencolok hanya terjadi pada koefisien tarif

yang bertanda positif. Perbedaan tanda pada koefisien tarif

diperkirakan karena data tarif yang digunakan dalam estimasi

adalah tarif rata-rata sehingga dapat menimbulkan efek bias.

4.3.2. Dampak Keberadaan Atdag dan ITPC Terhadap Jumlah

Barang Ekspor Indonesia

Pada estimasi ini, variabel dependen yang digunakan untuk

melihat dampak keberadaan Atdag dan ITPC terhadap kinerja

ekspor Indonesia adalah jumlah barang ekspor Indonesia ke 62

negara mitra dagang selama tahun 1996 hingga tahun

2014.Jumlah barang tersebut didekati dengan menghitung

jumlah HS 6 digit yang diekspor ke negara mitra dagang pada

tahun tertentu. Sementara itu, variabel Atdag dan ITPC tetap

didekati dengan menggunakan variabel dummy Atdag dan ITPC.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 97

Tabel 4.17. Dampak Keberadaan Atdag dan ITPC TerhadapJumlah Barang Ekspor Indonesia

Sumber: Hasil analisis Keterangan: *) signifikan pada α = 5%. Variabel respon:jumlah HS 6 digit yang diekspor Indonesia ke mitra dagang; variabel prediktor: RERIDN: Nilai tukar riil; RGDP: PDB riil; CID: TradeComplemetary Index; TRF: Tarif bea masuk rata-rata negara mitra dagang; Distance: Jarak Indonesia dengan negara mitra dagang; ITPC_D: Variabel dummy ITPC. Atdag_D: Variabel dummy Atdag.

Seperti hasil estimasi sebelumnya, model regresi ini juga

cukup baik karena sebesar 56,9% dari keragaman variabel

respon atau dalam hal ini adalah variabel jumlah barang ekspor

Indonesia ke negara mitra dagang dapat dijelaskan oleh model.

Hal ini dapat terlihat dari nilai koefisien determinasi (R-square)

untuk model regresi ini yang menunjukkan nilai sebesar 0,569.

Selain itu, model regresi ini juga signifikan pada tingkat

kepercayaan 5%, terlihat dari uji simultan dengan menggunakan

uji F yang menghasilkan nilai p-value sebesar 0,000.

Secara umum, semua koefisien dari variabel prediktor

menunjukkan tanda yang sama dengan tanda pada hasil regresi

sebelumnya. Hal ini berarti tanda koefisien hasil estimasi sesuai

dengan teori ekonomi. Selain itu, pengaruh variabel respon

signifikan terhadap kinerja ekspor yang diukur dengan barang

RERIDN 0.443*

(0.000)

RGDP 0.176*

(0.000)

CID 0.451*

(0.000)

TRF -0.053

(0.423)

DISTANCE -0.643*

(0.000)

ITPC_D 1.538*

(0.008)

ATDAG_D 0.656*

(0.001)

R-SQUARE 0.569

Prob(F-statistic) 0.000

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 98

ekspor Indonesia ke negara mitra dagang pada tingkat

signifikansi 5%, kecuali untuk variabel tarif.

Hasil estimasi dengan regresi menunjukkan bahwa peran

Atdag dan ITPC secara signifikan berpengaruh positif terhadap

kinerja ekspor Indonesia dalam hal meningkatkan jumlah barang

yang diekspor. Selain itu, peran ITPC dalam meningkatkan

jumlah barang ekspor Indonesia lebih besar dari peran Atdag.

Hal ini dapat terlihat dari nilai koefisien untuk variabel dummy

Atdag dan ITPC yang menunjukkan nilai positif, masing-masing

sebesar 0,66 dan 1,54. Kedua koefisien tersebut signifikan pada

tingkat kepercayaan 5%. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah

barang ekspor di negara tempat Atdag Indonesia berada akan

meningkat 0,66% lebih tinggi dibandingkan dengan negara tapa

adanya Atdag Indonesia. Sementara itu, di negara tempat ITPC

Indonesia berada, jumlah barang ekspor Indonesia ke negara

tersebut akan meningkat sebesar 1,54%.

Selain itu, koefisien dari hasil regresi untuk variabel nilai

tukar riil rupiah terhadap dolar AS, nilai PDB riil dari negara mitra

dagang, dan indeks komplementer perdagangan memiliki tanda

positif dan signifikan pada tingkat kepercayaan 5%. Hal ini

menunjukkan ketiga variabel tersebut secara signifikan

berpanguruh positif dalam meningkatkan barang ekspor

Indonesia ke negara mitra dagang. Sementara itu, hasil estimasi

koefisien jarak dan tarif impor negara mitra dagang menunjukkan

tanda sebaliknya. Hal ini berarti semakin jauh jarak antara

Indonesia dengan negara mitra dagang, secara signifikan, akan

berpengaruh negatif terhadap jumlah barang yang diekspor

Indonesia. Sementara itu, peningkatan tarif impor negara mitra

dagang Indonesia juga akan menurunkan jumlah barang ekspor

Indonesia meskipun pengaruhnya tidak signifikan pada tingkat

signifikansi 5%.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 99

Hasil regresi juga menunjukkan hasil serupa ketika data

dummy untuk Atdag dan ITPC diubah menjadi data anggaran

Atdag dan ITPC.Seluruh koefisien menunjukkan tanda yang

sama dengan tanda koefisien pada regresi sebelumnya. Selain

itu, nilai koefisen juga relatif sama dengan nilai koefisien pada

regresi yang menggunakan variabel dummy untuk mendekati

keberadaan Atdag dan ITPC.

4.3.3. Dampak Keberadaan Atdag dan ITPC Terhadap Pangsa

Ekspor Non Migas

Keberadaan perwakilan perdagangan luar negeri baik

Atdag maupun ITPC, didekati dengan dengan menggunakan

dummy varibel dan budget Atdag dan ITPC. Dummy variabel

bernilai D: 1 untuk negara dimana Atdag maupun ITPC telah

dibentuk, dan D: 0 untuk negara dimana Atdag maupun ITPC

belum terbentuk. Dampak perwakilan perdagangan luar negeri

terhadap pangsa ekspor di negara tujuan dengan menggunakan

pendekatan dummy variabel disajikan pada Tabel 4.18.berikut.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 100

Tabel 4.18. Dampak Atdag dan ITPC Terhadap Pangsa

Indonesiadi Negara Mitra Dagang

Sumber: Hasil analisis Keterangan: *) signifikan pada α = 5%. Variabel respon: Pangsa ekspor Indonesia di pasar negara mitra dagang; variabel prediktor: RERIDN: Nilai tukar riil; RGDP: PDB riil; CID: TradeComplemetary Index; TRF: Tarif bea masuk rata-rata negara mitra dagang; Distance: Jarak Indonesia dengan negara mitra dagang; ITPC_D: Variabel dummy ITPC. Atdag_D: Variabel dummy Atdag.

Tabel 4.18. menunjukkan koefisien variasi (R-square)

sebesar 0,488 yang berarti bahwa 48,8% dari keragaman

variabel respon dapat dijelaskan oleh model. Walaupun nilai R-

square tidak terlalu besar namun nilai tersebut dianggap telah

cukup untuk menjelaskan keragaman yang terjadi pada variabel

respon. Lebih lanjut, uji simultan/serentak dengan menggunakan

uji F didapatkan nilai p-value sebesar 0,000 kurang dari α=5%

yang berarti bahwa seluruh variabel bebas secara bersama-

sama dapat menjelaskan variasi atau keragaman pada variabel

respon berupa pangsa Indonesia di negara tujuan ekspor utama.

Dengan kata lain, model regresi tersebut signifikan pada tingkat

kepercayaan 5%. Secara umum, semua koefisien regresi

menunjukkan tanda yang diharapkan sesuai dengan teori

RERIDN 0.051 *

(0.005)

RGDP -0.044

(0.159)

CID 0.454*

(0.000)

TRF 0.030

(0.556)

DISTANCE -1.254*

(0.000)

ITPC_D 0.720*

(0.001)

ATDAG_D 0.069

(0.619)

R-SQUARE 0.488

Prob(F-statistic) 0.000

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 101

ekonomi kecuali koefisien pada GDP dan tarif yang seharusnya

masing-masing memiliki tanda positif dan negatif. Hampir semua

variabel regresi menunjukkan dampak yang signifikan terhadap

kinerja ekspor yang diukur dengan pangsa Indonesia di pasar

tujuan ekspor pada tingkat signifikansi 5%, kecuali untuk variabel

GDP, besaran tarif dan dummy Atdag.

Nilai tukar riil memiliki koefisien sebesar 0,051 yang berarti

bahwa setiap Rupiah Indonesia mengalami depresiasi sebesar

1% terhadap Dollar AS, maka pangsa ekspor Indonesia ke

negara tujuan akan meningkat sebesar 0,051%. Sementara itu,

koefisien GDP riil sebesar -0,044, memiliki tanda yang negatif

dan tidak berpengaruh signifikan pada tingkat kepercayaan 5%.

Tanda koefisien regresi pada variabel GDP riil tersebut

berkebalikan dengan teori ekonomi yang menyatakan bahwa

semakin besar pendapatan suatu negara maka semakin besar

pula impor negara tersebut. Perbedaan tanda tersebut

disebabkan karena pada saat negara ―X‖ mengalami

peningkatan GDP maka negara eksportir ―Y‖ akan bersaing

untuk dapat masuk ke dalam pasar ―X‖ karena permintaan impor

negara tersebut meningkat. Namun demikian, peningkatan impor

negara ―X‖ dari negara ―Y‖ tidak akan serta merta meningkatkan

pangsa pasar negara ―Y‖ di pasar impor negara ―X‖ karena pada

saat bersamaan juga terjadi peningkatan impor dari negara

eksportir lainnya (pesaing negara ―Y‖).

Indeks komplementeri (CID) dan jarak antar negara (DIS)

masing-masing memiliki koefisien sebesar 0,454 dan -1,254,

kedua koefisien tersebut signifikan pada tingkat kepercayaan

5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan indeks

komplementeri Indonesia dengan negara importir di luar negeri

sebesar 1% dapat meningkatkan pangsa Indonesia di pasar

tujuan ekspor sebesar 0,454% dan penambahan jarak antara

negara sebesar 1 Km akan mengurangi pangsa Indonesia di

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 102

negara tujuan ekspor sebesar 1,254%. Lebih lanjut, koefisien

besaran tarif sebesar 0,030 tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap pangsa Indonesia di pasar negara tujuan. Hal tersebut

disebabkan karena data tarif yang digunakan merupakan data

average tariff secara agregat sehingga tidak mampu

menerangkan perilaku ekspor Indonesia.

Lebih lanjut, keberadaan ITPC terbukti mampu secara

signifikan meningkatkan pangsa Indonesia di pasar negara

tujuan ekspor sebesar 0,720% pada tingkat kepercayaan 5% di

negara dimana ITPC telah dibentuk dibandingkan dengan

negara yang belum terdapat ITPC. Berkebalikan dengan ITPC,

keberadaan Atdag justru tidak memiliki pengaruh signifikan

terhadap perubahan pangsa Indonesia di negara dimana Atdag

berada dibandingkan dengan negara yang belum terdapat Atdag,

meskipun memiliki koefisien yang bernilai positif. Dengan kata

lain, keberadaan ITPC dinilai lebih memiliki pengaruh yang lebih

kuat dibandingkan dengan keberadaan Atdag dalam hal

peningkatan pangsa Indonesia di pasar tujuan ekspor.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 103

BAB V

PRIORITAS LOKASI PENGEMBANGAN ATDAG DAN ITPC

5.1. Kriteria Penyusunan Prioritas Negara Pengembangan Atdag

danITPC

Hasil diskusi yang telah dilakukan di dua tempat, yaitu Jakarta dan

Yogyakarta menyepakati tujuh kriteria yang digunakan dalam

menyusun prioritas negara untuk mengembangkan Atdag dan ITPC

sebagaimana pada pada Sub Bab 3.3.1. Beberapa kriteria tersebut

terutama berasal dari Market Potential Index yang disusun oleh

Michigan State University (MSU) International Business Center untuk

mengukur dan mengurutkan potensi pasar dari negara-negara

emerging market. Kriteria-kriteria tersebut antara lain market growth

rate, market intensity, commercial infrastructure, dan country risk.

Selain itu, beberapa kriteria lain seperti trade openness, trade

complementary index, dan trade cooperation ditambahkan untuk

melengkapi kriteria yang sudah ada. Penambahan kriteria tersebut

terutama berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hayakawa et al.

(2011) yang menyatakan bahwa beberapa pertimbangan yang

digunakan dalam pemilihan lokasi/negara penempatan export

promotion agency (EPA) antara lain dengan melihat hubungan politik

kedua negara (geo-politikal), faktor sosial-ekonomi suatu negara serta

level perdagangan antara kedua negara.

Berdasarkan data dari PBB, terdapat 193 negara yang diakui di

dunia. Dengan jumlah negara sebanyak itu, penerapan metode AHP

akan sulit dilakukan karena memasangkan masing-masing negara

dengan masing-masing kriteria akan memakan waktu yang sangat

lama. Oleh karena itu, jumlah negara yang digunakan dalam diskusi

diperkecil dengan cara memilih negara yang memiliki nilai PDB minimal

0,5% dari total PDB dunia pada tahun 2013. Selain itu, negara-negara

ASEAN juga diikutsertakan dalam analisis mengingat pada akhir 2015,

Indonesia akan menghadapi MEA, sehingga untuk meningkatkan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 104

ekspor Indonesia ke sesama negara ASEAN, pembukaan Atdag dan

ITPC di negara-negara ASEAN juga perlu dipertimbangkan. Dengan

pendekatan tersebut, terpilih 39 negara yang akan dianalisis seperti

terlihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1.Daftar Negara Terpilih Untuk Analisis AHP

No Negara PDB 2013

(USD Triliun)

No Negara

PDB 2013 (USD

Triliun)

1 United States 16,768.1

21 Sweden

558.95

2 China

9,469.1 22 Nigeria

521.81

3 Japan

4,898.5 23 Poland

517.71

4 Germany

3,636.0 24 Norway

512.58

5 France

2,807.3 25 Belgium

508.28

6 United Kingdom

2,523.2 26 Austria

416.06

7 Brazil

2,246.0 27

United Arab Emirates

402.34

8 Russia

2,096.8 28 Thailand

387.25

9 Italy

2,072.0 29 Colombia

378.42

10 India

1,876.8 30

Islamic Republic of Iran

367.10

11 Canada

1,826.8 31 South Africa

350.80

12 Australia

1,505.9 32 Malaysia

313.16

13 Spain

1,358.7 33 Singapore

297.94

14 Korea

1,304.5 34 Philippines

272.07

15 Mexico

1,260.9 35 Vietnam

170.57

16 Netherlands

853.8 36 Myanmar

56.76

17 Turkey

820.0 37

Brunei Darussalam

16.11

18 Saudi Arabia

748.5 38 Cambodia

15.51

19 Switzerland

650.4 39 Lao P.D.R.

10.79

20 Argentina

610.3

Sumber: Hasil Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 105

5.1.1. Pembobotan Kriteria Hasil Diskusi Terbatas Ciracas

Berdasarkan hasil pembobotan kriteria prioritas negara

melalui diskusi terbatas di Ciracas, terlihat bahwa country risk

memiliki bobot paling besar, sebesar 0,188 dan menempati

urutan pertama. Hal ini menunjukkan bahwa kriteria utama yang

perlu diperhatikan dalam memilih negara untuk membuka Atdag

dan ITPC adalah negara dengan resiko politik dan resiko bisnis

yang paling rendah. Pada peringkat dua, kriteria yang penting

dalam menyusun prioritas negara adalah commercial

infrastructure yang memiliki bobot sebesar 0,167. Menurut

peserta diskusi terbatas, ekspor ke negara dengan infrastruktur

yang memadai dinilai efektif dalam meningkatkan ekspor.

Kriteria market growth atau pertumbuhan pasar juga

merupakan kriteria penting meskipun bobotnya lebih rendah dari

bobot kriteria country risk dan commercial infrastructure. Hal ini

menggambarkan bahwa negara yang pertumbuhan impornya

selama lima tahun terakhir cukup tinggi merupakan negara yang

cocok bagi Indonesi untuk mengembangkan Atdag dan ITPC,

namun harus didukung oleh resiko negara yang rendah dan

infrastruktur yang baik.

Selanjutnya, kriteria kerjasama perdagangan dan trade

complementry index berada pada prioritas keempat dan kelima

dalam menentukan prioritas negara untuk mengembangkan

Atdag dan ITPC. Bagi para peserta diskusi terbatas, kerjasama

perdagangan dan kesesuaian antara barang yang diekspor

Indonesia dengan barang yang diimpor oleh negara mitra

dagang masuk dalam kriteria pemilihan prioritas negara, namun

masih kalah penting dari kriteria-kriteria yang sudah dijelaskan.

Sementara itu, baik market intensity dan trade openness

memiliki bobot yang sama, yaitu 0,118. Keduanya juga menjadi

pilihan terakhir para peserta diskusi terbatas sebagai kriteria

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 106

penentuan prioritas negara. Menurut peserta diskusi terbatas,

semua negara sudah mengalami keterbukaan perdagangan

sehingga peran trade openness sebagai salah satu kriteria

dalam menentukan negara tempat pengembangan Atdag dan

ITPC tidak terlalu penting. Selain itu, bagi kebanyakan pelaku

usaha trade openness merupakan tugas pemerintah.

Tabel 5.2. Hasil Pembobotan Kriteria Prioritas Negara Diskusi Terbatas Ciracas

Kriteria

Tra

de O

pen

ne

ss

Tra

de

Co

mp

lem

en

tary

Ind

ex

Mark

et

Gro

wth

Mark

et

Inte

nsit

y

Co

mm

erc

ial

Infr

astr

uctu

re

Co

un

try R

isk

Tra

de

Co

op

era

tio

n

To

tal

Bo

bo

t

Ran

kin

g

Trade Openness 1 1.2 0.8 0.8 0.6 0.6 0.8 5.8 0.118 6

Trade Complementary Index

0.8 1 0.8 1.2 0.8 0.6 0.8 6 0.122 5

Market Growth 1.2 1.2 1 1.2 0.8 0.6 1.4 7.4 0.151 3

Market Intensity 1.2 0.8 0.8 1 0.6 0.6 0.8 5.8 0.118 6

Commercial Infrastructure

1.4 1.2 1.2 1.4 1 0.8 1.2 8.2 0.167 2

Country Risk 1.4 1.4 1.4 1.4 1.2 1 1.4 9.2 0.188 1

Trade Cooperation 1.2 1.2 0.6 1.2 0.8 0.6 1 6.6 0.135 4

Total 8.2 8 6.6 8.2 5.8 4.8 7.4 49 1

Sumber: Hasil Diskusi Terbatas

5.1.2. Pembobotan Kriteria Hasil Focus Group Discussion

Yogyakarta

Hasil FGD Yogyakarta juga menunjukkan bahwa kriteria

country risk unggul dibandingkan kriteria-kriteria yang lain. Pada

hasil FGD Yogyakarta, bobot kriteria country risk sebesar 0,182.

Dengan demikian, kriteria country risk secara konsisten dinilai

sebagai kriteria yang paling penting dalam menentukan prioritas

negara tempat Atdag dan ITPC akan dibuka atau dikembangkan.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 107

Berbeda dari hasil Diskusi Terbatas di Ciracas yang

menempatkan commercial infrastructure sebagai kriteria penting

setelah country risk, hasil FGD Yogyakarta menunjukkan bahwa

Trade Complementary Index merupakan kriteria penting kedua

setelah country risk dengan bobot sebesar 0,147. Menurut

peserta FGD, kesesuaiaan pasar merupakan salah satu kriteria

terpenting karena jika ada kesesuaian pasar berarti ada

permintaan. Dengan demikian, Indonesia dapat meningkatkan

ekspor di negara-negara yang impornya sesuai dengan produk

ekspor Indonesia. Di negara-negara itulah, peran Atdag dan

ITPC akan menjadi penting sehingga pengembangan pasar di

negara-negara tersebut diperlukan.

Sementara itu, baik market growth, market intensity,

dancommercial infrastructure secara bersamaan memiliki bobot

yang sama, yaitu sebesar 0,143 dan menempati prioritas ketiga

sebagai kriteria dalam penyusunan prioritas negara

pengembangan dan pembukaan Atdag dan ITPC. Menurut

peserta FGD, infrasturktur merupakan cerminan dari

pertumbuhan pasar di suatu negara sehingga keduanya sama

penting dalam memilih negara untuk pengembangan dan

pembukaan Atdag dan ITPC. Market intensity yang mengukur

daya beli masyarakat juga salah satu kriteria penting meskipun

bobotnya masih di bawah kriteria country risk dan trade

complementary index.

Kriteria trade openness dan trade cooperation menempati

urutan ke-empat dan ke-lima dengan bobot masing-masing

sebesar 0.131 dan 0,110. Menurut peserta FGD, hampir seluruh

negara sudah mengalami keterbukaan perdagangan sehingga

peran kriteria tersebut dalam menentukan prioritas negara untuk

pengembangan atdag dan ITPC sudah tidak terlalu penting.

Sementara itu, kriteria trade cooperation bukanlah kriteria

prioritas karena menurut peserta FGD trade

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 108

cooperationmerupakan salah satu instrumen untuk mengatasi

pasar yang masih tertutup.

Tabel 5.3. Hasil Pembobotan Kriteria Prioritas Negara Hasil Focus Group DiscussionYogyakarta

Kriteria

Tra

de O

pen

ne

ss

Tra

de C

om

ple

men

tary

Ind

ex

Mark

et

Gro

wth

Mark

et

Inte

nsit

y

Co

mm

erc

ial

Infr

astr

uctu

re

Co

un

try R

isk

Tra

de C

oo

pe

rati

on

To

tal

Bo

bo

t

Ran

kin

g

Trade Openness 1 1.2 0.8 0.8 1 0.6 1 6.4 0.131 4

Trade Complementary Index

0.8 1 1.2 1.2 1 0.6 1.4 7.2 0.147 2

Market Growth 1.2 0.8 1 0.8 1 0.8 1.4 7 0.143 3

Market Intensity 1.2 0.8 1.2 1 1 0.6 1.2 7 0.143 3

Commercial Infrastructure

1 1 1 1 1 0.8 1.2 7 0.143 3

Country Risk 1.4 1.4 1.2 1.4 1.2 1 1.4 9 0.184 1

Trade Cooperation

1 0.6 0.6 0.8 0.8 0.6 1 5.4 0.110 5

Total 7.6 6.8 7 7 7 5 8.6 49 1

Sumber: Hasil FGD

5.1.3. Hasil Sintesa Pembobotan Kriteria Negara Prioritas

Pengembangan Perwakilan Perdagangan

Berdasarkan hasil pembahasan di atas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa kriteria yang dianggap penting oleh peserta

FGD adalah berupa hambatan atau kriteria-kriteria yang sulit

untuk dipengaruhi oleh kebijakan yang dilakukan oleh Indonesia.

Sebagai contoh, kriteria country risk atau resiko suatu negara

seperti gejolak politik atau perang saudara yang terjadi di negara

mitra dagang tidak dapat diintervensi oleh Indonesia. Selain itu,

Indonesia juga sulit mempengaruhi kinerja infrastruktur dan

pertumbuhan negara mitra dagang. Dengan demikian,

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 109

commercial infrastructure dan market growth juga termasuk

dalam kriteria penting yang dipilih oleh pesrta FGD.

Sebaliknya, kriteria-kriteria yang dianggap tidak penting

adalah kriteria-kriteria yang tidak termasuk ke dalam hambatan.

Bagi peserta FGD, keterbukaan perdagangan bukan hambatan

berarti bagi kinerja ekspor Indonesia. Saat ini, hampir semua

negara sudah mengalami keterbukaan perdagangan. Sementara

itu, untuk mengatasi tingkat perdagangannya masih tertutup

yang masih dialami oleh beberapa negara, Indonesia masih

dapat melakukan beberapa upaya seperti dengan melakukan

kerjasama perdagangan. Oleh karena itu, baik trade openness

maupun trade cooperation masuk ke dalam kriteria yang

dianggap kurang penting dalam menentukan negara prioritas

pengembangan Atdag dan ITPC.

5.2. Prioritas Negara Pengembangan Atdag dan ITPC

Setelah kriteria untuk menyusun prioritas negara pengembangan

Atdag dan ITPC diurutkan, maka tahap selanjutnya adalah

perbandingan antar negara untuk setiap kriteria. Tujuan dari tahap ini

adalah untuk menentukan penilaian terhadap setiap negara untuk

masing-masing kriteria. Untuk tahap ini dilakukan proses diskusi

sebanyak dua kali yaitu Diskusi Terbatas di Ciracas dan FGD di

Jogjakarta. Pada bagian ini akan dibahas tentang hasil Diskusi

Terbatas dan FGD, terkait dengan penilaian negara berdasarkan

kriteria yang telah dibobot, dan sintesa penilaian baik dari Diskusi

Terbatas maupun FGD.

5.2.1. Penilaian Negara Berdasarkan Partial Trade Openness

Partial Trade Openness (PTO) merupakan indikator untuk

mengetahui tingkat keterbukaan perdagangansuatu negara

dengan membandingkan impor dengan GDP negara tersebut.

Dengan menggunakan Partial Trade Openness sebagai kriteria

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 110

penentuan negara prioritas, Singapura dan Belgia menduduki

tempat teratas dengan nilai 0,0385 (Tabel 5.5). Hal ini

menunjukkan keterbukaan perdagangan kedua negara tersebut

paling tinggi dibanding negara lainnya. Berdasarkan data WITS,

selama periode 2009-2013 tren impor Singapura dari dunia

adalah 10,9 persen per tahun, sedangkan Belgia 7,8 persen per

tahun. Sementara Uni Vietnam dan Emirat Arab menduduki

peringkat kedua dengan nilai 0,0334. Sementara itu terdapat 26

negara dengan nilai yang paling rendah yaitu 0,0231, peringkat

negara menurut Partial Trade Openness disajikan secara

lengkap pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Peringkat Negara Berdasarkan Kriteria Partial Trade Openness

No Negara Partial Trade Openness

1 Singapura 0.0385

2 Belgia 0.0385

3 Vietnam 0.0334

4 Uni Emirat Arab 0.0334

5 Thailand 0.0283

6 Malaysia 0.0283

7 Kamboja 0.0283

8 Myanmar 0.0283

9 Laos 0.0283

10 Korea Selatan 0.0283

11 Belanda 0.0283

12 Austria 0.0283

13 Polandia 0.0283

14 Brunei Darussalam 0.0231

15 Pilipina 0.0231

16 Jepang 0.0231

17 Australia 0.0231

18 RRT 0.0231

19 India 0.0231

20 Amerika Serikat 0.0231

21 Kanada 0.0231

22 Perancis 0.0231

23 Jerman 0.0231

24 Inggris 0.0231

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 111

No Negara Partial Trade Openness

25 Swedia 0.0231

26 Swiss 0.0231

27 Norwegia 0.0231

28 Spanyol 0.0231

29 Italia 0.0231

30 Argentina 0.0231

31 Turki 0.0231

32 Afrika Selatan 0.0231

33 Brazil 0.0231

34 Meksiko 0.0231

35 Arab Saudi 0.0231

36 Rusia 0.0231

37 Nigeria 0.0231

38 Kolombia 0.0231

39 Iran 0.0231

Sumber: Hasil Analisis

5.2.2. Penilaian Negara Berdasarkan Trade Complementary Index

(TCI)

Kriteria Trade Complementary Index (TCI) berguna untuk

mengukur kesesuaian ekspor suatu negara dengan impor

negara mitra dagangnya. Berdasarkan hasil analisis terdapat tiga

negara yang menempati urutan nilai TCI tertinggi dengan

Indonesia yaitu Korea Selatan, Jepang dan Spanyol masing-

masing dengan nilai 0,0350 (Tabel 5.5). Artinya ketiga negara

tersebut memiliki kesesuaian impor paling tinggi diantara negara-

negara lain dengan ekspor Indonesia. Singapura, Belanda,

Myanmar, Laos, Perancis, Italia, India, Nigeria, Afrika Selatan

dan Pilipina berada di urutan nilai TCI tertinggi kedua yakni

dengan nilai 0,0298. Sementara itu, dengan nilai 0,0247 terdapat

17 negara yang dapat dikategorikan sebagai kelompok ketiga

negara dengan TCI tertinggi terhadap Indonesia, yaitu Belgia,

Uni Emirat Arab, Polandia, Austria, Thailand, Malaysia, Amerika

Serikat, RRT, Jerman, Inggris, Brazil, Kanada, Australia,

Argentina, Swedia, Kolombia dan Iran.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 112

Tabel 5.5. Peringkat Negara Berdasarkan Kriteria Trade Complementary Index

No Negara Trade Complementary Index

1 Korea Selatan 0.0350

2 Jepang 0.0350

3 Spanyol 0.0350

4 Singapura 0.0298

5 Belanda 0.0298

6 Myanmar 0.0298

7 Laos 0.0298

8 Perancis 0.0298

9 Italia 0.0298

10 India 0.0298

11 Nigeria 0.0298

12 Afrika Selatan 0.0298

13 Pilipina 0.0298

14 Belgia 0.0247

15 Uni Emirat Arab 0.0247

16 Polandia 0.0247

17 Austria 0.0247

18 Thailand 0.0247

19 Malaysia 0.0247

20 Amerika Serikat 0.0247

21 RRT 0.0247

22 Jerman 0.0247

23 Inggris 0.0247

24 Brazil 0.0247

25 Kanada 0.0247

26 Australia 0.0247

27 Argentina 0.0247

28 Swedia 0.0247

29 Kolombia 0.0247

30 Iran 0.0247

31 Vietnam 0.0196

32 Kamboja 0.0196

33 Rusia 0.0196

34 Meksiko 0.0196

35 Turki 0.0196

36 Arab Saudi 0.0196

37 Swiss 0.0196

38 Norwegia 0.0196

39 Brunei Darussalam 0.0196

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 113

Sumber: Hasil Analisis

5.2.3. Penilaian Negara Berdasarkan Market Growth

Dengan menggunakan kriteria market growth dapat

diketahui pertumbuhan pasar di suatu negara. Berdasarkan hasil

analisis Myanmar dan Brunei Darussalam menempati urutan

pertama dengan nilai market growth yang sama yakni 0,0367

(Tabel 5.6). Artinya peluang untuk peningkatan ekspor ke dua

negara tersebut perlu terus digenjot, salah satu cara dengan

pendirian Atase Perdagangan (Atdag) atau International Trade

Promotion Center (ITPC) di kedua negara tersebut. Pada urutan

kedua terdapat negara Laos dan Kamboja dengan skor sama

yakni 0,0316. Sama halnya dengan Myanmar dan Brunei

Darussalam, di Laos dan Kamboja juga belum ada perwakilan

dagang Indonesia baik Atdag maupun ITPC, dengan melihat nilai

market growth kedua negara tersebut peluang ekspor ke Laos

dan Kamboja perlu dimanfaatkan Indonesia dengan baik. Oleh

karena itu, sudah selayaknya dijadikan sebagai pertimbangan

khusus untuk mendirikan perwakilan dagang di kedua negara

tersebut.

Kelompok negara yang berada diurutan ketiga dengan nilai

market growth 0,0264 ada 23 negara yaitu Korea Selatan,

Jepang, Singapura, India, Afrika Selatan, Pilipina, Belgia, Uni

Emirat Arab, Polandia, Thailand, Malaysia, Amerika Serikat,

RRT, Brazil, Kanada, Australia, Argentina, Kolombia, Vietnam,

Rusia, Meksiko, Turki dan Arab Saudi. Pada umumnya di 23

negara tersebut sudah terdapat perwakilan dagang baik Atdag

maupun ITPC, Namun demikian peran dan fungsinya perlu terus

dioptimalkan untuk mencapai target ekspor 300 persen di tahun

2019.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 114

Tabel 5.6. Peringkat Negara Berdasarkan Kriteria Market Growth

No Negara Market Growth

1 Myanmar 0.0367

2 Brunei Darussalam 0.0367

3 Laos 0.0316

4 Kamboja 0.0316

5 Korea Selatan 0.0264

6 Jepang 0.0264

7 Singapura 0.0264

8 India 0.0264

9 Afrika Selatan 0.0264

10 Pilipina 0.0264

11 Belgia 0.0264

12 Uni Emirat Arab 0.0264

13 Polandia 0.0264

14 Thailand 0.0264

15 Malaysia 0.0264

16 Amerika Serikat 0.0264

17 RRT 0.0264

18 Brazil 0.0264

19 Kanada 0.0264

20 Australia 0.0264

21 Argentina 0.0264

22 Kolombia 0.0264

23 Vietnam 0.0264

24 Rusia 0.0264

25 Meksiko 0.0264

26 Turki 0.0264

27 Arab Saudi 0.0264

28 Spanyol 0.0213

29 Belanda 0.0213

30 Perancis 0.0213

31 Italia 0.0213

32 Nigeria 0.0213

33 Austria 0.0213

34 Jerman 0.0213

35 Inggris 0.0213

36 Swedia 0.0213

37 Iran 0.0213

38 Swiss 0.0213

39 Norwegia 0.0213

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 115

Sumber: Hasil Analisis

5.2.4. Penilaian Negara Berdasarkan Market Intensity

Kriteria market intensity mencerminkan kemampuan daya

beli yang diukur dengan rasio pangsa belanja sektor swasta

(investasi dan konsumsi) terhadap Gross Domestic Product

(GDP). Berdasarkan hasil analisis, Amerika Serikat menempati

posisi teratas dengan nilai market intensity sebesar 0,0402.

Artinya daya beli Amerika Serikat paling tinggi diantara negara

lainnya. Hasil ini sejalan dengan sebutan Amerika Serikat

sebagai negara adidaya yang menguasai sektor ekonomi dan

lainnya, bahkan mata uangnya yaitu US Dollar menjadi pusat

mata uang dunia.

Sementara di posisi kedua dan ketiga terdapat RRT dan

Jepang masing-masing dengan nilai market intensity 0,0351 dan

0,0300. Hal ini juga tidak mengherankan karena RRT dan

Jepang merupakan dua negara yang sangat besar pengaruhnya

terhadap perdagangan dunia dimana pada tahun 2013, negara

RRT dan Jepang masing-masing berada di posisi kedua dan

keempat importir terbesar dunia.

Tabel 5.7. Peringkat Negara Berdasarkan Kriteria Market Intensity

No Negara Market Intensity

1 Amerika Serikat 0.0402

2 RRT 0.0351

3 Jepang 0.0300

4 Korea Selatan 0.0249

5 India 0.0249

6 Brazil 0.0249

7 Kanada 0.0249

8 Australia 0.0249

9 Rusia 0.0249

10 Meksiko 0.0249

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 116

No Negara Market Intensity

11 Turki 0.0249

12 Spanyol 0.0249

13 Belanda 0.0249

14 Perancis 0.0249

15 Italia 0.0249

16 Jerman 0.0249

17 Inggris 0.0249

18 Myanmar 0.0249

19 Brunei Darussalam 0.0249

20 Laos 0.0249

21 Kamboja 0.0249

22 Singapura 0.0249

23 Afrika Selatan 0.0249

24 Pilipina 0.0249

25 Belgia 0.0249

26 Uni Emirat Arab 0.0249

27 Polandia 0.0249

28 Thailand 0.0249

29 Malaysia 0.0249

30 Argentina 0.0249

31 Kolombia 0.0249

32 Vietnam 0.0249

33 Arab Saudi 0.0249

34 Nigeria 0.0249

35 Austria 0.0249

36 Swedia 0.0249

37 Iran 0.0249

38 Swiss 0.0249

39 Norwegia 0.0249 Sumber: Hasil Analisis

5.2.5. Penilaian Negara Berdasarkan Commercial Infrastructure

Berdasarkan hasil analisis, kriteria Commercial

Infrastructure dengan menggunakan data Logistic Performance

Index (LPI) kembali menempatkan Amerika Serikat dengan nilai

tertinggi yaitu 0,0313. Namun Amerika Serikat tidak sendirian,

ada 16 negara lain yang memiliki nilai LPI sama dengan Amerika

Serikat yaitu 0,0313. Hal ini menunjukkan sarana dan fasilitas

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 117

logistik sebagai pendukung sektor perdagangan di berbagai

negara tersebut sudah sangat baik. Sementara RRT dan enam

negara lainnya berada di kelompok negara kedua dengan skor

0,0262. Sedangkan India dan delapan negara lainnya

merupakan kelompok negara peringkat ketiga dari kriteria LPI

dengan nilai 0,0210.

Tabel 5.8. Peringkat Negara Berdasarkan Kriteria Commercial Infrastructure

No Negara LPI

1 Amerika Serikat 0.0313

2 Jepang 0.0313

3 Korea Selatan 0.0313

4 Kanada 0.0313

5 Australia 0.0313

6 Spanyol 0.0313

7 Belanda 0.0313

8 Perancis 0.0313

9 Italia 0.0313

10 Jerman 0.0313

11 Inggris 0.0313

12 Singapura 0.0313

13 Belgia 0.0313

14 Austria 0.0313

15 Swedia 0.0313

16 Swiss 0.0313

17 Norwegia 0.0313

18 RRT 0.0262

19 Turki 0.0262

20 Afrika Selatan 0.0262

21 Uni Emirat Arab 0.0262

22 Polandia 0.0262

23 Thailand 0.0262

24 Malaysia 0.0262

25 India 0.0210

26 Brazil 0.0210

27 Meksiko 0.0210

28 Kamboja 0.0210

29 Pilipina 0.0210

30 Argentina 0.0210

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 118

No Negara LPI

31 Vietnam 0.0210

32 Arab Saudi 0.0210

33 Nigeria 0.0210

34 Rusia 0.0159

35 Myanmar 0.0159

36 Brunei Darussalam 0.0159

37 Laos 0.0159

38 Kolombia 0.0159

39 Iran 0.0159 Sumber: Hasil Analisis

5.2.6. Penilaian Negara Berdasarkan Country Risk

Country risk adalah faktor resiko investasi dan penetrasi

pasar yang telah dilakukan suatu negara yang diukur dengan

Fragile State Index.Dengan menggunakan Country risk sebagai

kriteria penentuan negara prioritas, Amerika Serikat, Jepang,

Korea Selatan dan 12 negara lainnya menduduki tempat teratas

dengan nilai 0,0322. Hal ini menunjukkan resiko investasi dan

penetrasi pasar di kelompok negara tersebut paling rendah

dibanding negara lainnya. Sementara Spanyol, Italia, Uni Emirat

Arab, Polandia dan Argentina menduduki peringkat kedua

dengan nilai 0,0271, kemudian disusul oleh RRT, Turki, Afsel

dan sembilan negara lainnya merupakan kelompok urutan ketiga

kriteria Country Risk masing-masing dengan nilai 0,0220.

Tabel 5.9. Peringkat Negara Berdasarkan Kriteria Country Risk

No Negara Country Risk

1 Amerika Serikat 0.0322

2 Jepang 0.0322

3 Korea Selatan 0.0322

4 Kanada 0.0322

5 Australia 0.0322

6 Belanda 0.0322

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 119

No Negara Country Risk

7 Perancis 0.0322

8 Jerman 0.0322

9 Inggris 0.0322

10 Singapura 0.0322

11 Belgia 0.0322

12 Austria 0.0322

13 Swedia 0.0322

14 Swiss 0.0322

15 Norwegia 0.0322

16 Spanyol 0.0271

17 Italia 0.0271

18 Uni Emirat Arab 0.0271

19 Polandia 0.0271

20 Argentina 0.0271

21 RRT 0.0220

22 Turki 0.0220

23 Afrika Selatan 0.0220

24 Thailand 0.0220

25 Malaysia 0.0220

26 India 0.0220

27 Brazil 0.0220

28 Meksiko 0.0220

29 Vietnam 0.0220

30 Arab Saudi 0.0220

31 Rusia 0.0220

32 Brunei Darussalam 0.0220

33 Kamboja 0.0168

34 Pilipina 0.0168

35 Nigeria 0.0168

36 Myanmar 0.0168

37 Laos 0.0168

38 Kolombia 0.0168

39 Iran 0.0168 Sumber: Hasil Analisis

5.2.7. Penilaian Negara Berdasarkan Trade Cooperation

Kriteria Trade Cooperation berguna untuk melihattingkat

kerjasama perdagangan yang dilakukan oleh suatu negara,

baikmelalui Preferential Trade Agreement (PTA), Free Trade

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 120

Agreements (FTA), Custom Unionmaupun Economic Community

antar negara di suatu kawasan. Berdasarkan hasil analisis

terdapat sembilan negara yang menempati posisi nilai Trade

Cooperation tertinggi dengan Indonesia diantaranya Singapura,

Thailand dan Malaysia masing-masing dengan nilai 0,0362

(Tabel 5.10). Artinya kesembilan negara tersebut aktif melakukan

kerjasama perdagangan dengan negara mitra dagangnya.

Kemudian Jepang, Korea Selatan, Australia, RRT dan India

berada di urutan nilai Trade Cooperation tertinggi kedua yakni

dengan nilai 0,0310. Sementara itu, terdapat 25 negara yang

dapat dikategorikan sebagai kelompok negara ketiga dengan

nilai Trade Cooperation sebesar 0,0208.

Tabel 5.10. Peringkat Negara Berdasarkan Kriteria Trade Coorporation

No Negara Trade Coorporation

1 Singapura 0.0362

2 Thailand 0.0362

3 Malaysia 0.0362

4 Vietnam 0.0362

5 Brunei Darussalam 0.0362

6 Kamboja 0.0362

7 Pilipina 0.0362

8 Myanmar 0.0362

9 Laos 0.0362

10 Jepang 0.0310

11 Korea Selatan 0.0310

12 Australia 0.0310

13 RRT 0.0310

14 India 0.0310

15 Amerika Serikat 0.0208

16 Kanada 0.0208

17 Belanda 0.0208

18 Perancis 0.0208

19 Jerman 0.0208

20 Inggris 0.0208

21 Belgia 0.0208

22 Austria 0.0208

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 121

No Negara Trade Coorporation

23 Swedia 0.0208

24 Swiss 0.0208

25 Norwegia 0.0208

26 Spanyol 0.0208

27 Italia 0.0208

28 Uni Emirat Arab 0.0208

29 Polandia 0.0208

30 Argentina 0.0208

31 Turki 0.0208

32 Afrika Selatan 0.0208

33 Brazil 0.0208

34 Meksiko 0.0208

35 Arab Saudi 0.0208

36 Rusia 0.0208

37 Nigeria 0.0208

38 Kolombia 0.0208

39 Iran 0.0208 Sumber: Hasil Analisis

5.2.8. Prioritas Negara Pengembangan Perwakilan Perdagangan

Hasil Diskusi Terbatas Ciracas

Setelah semua peringkat negara berdasarkan tujuh kriteria

telah dipaparkan, pembahasan dilanjutkan pada prioritas negara

berdasarkan kriteria yang telah dibobot baik pada kegiatan

Diskusi Terbatas maupun Focus Group Discussion (FGD).

Subbab ini membahas hasil dari Diskusi Terbatas Prioritas.

Berdasarkan hasil Diskusi Terbatas, negara yang menjadi

prioritas utama untuk dikembangkan perwakilan dagangnya

adalah Singapura, dengan nilai total kriteria terbobot sebesar

0,0313. Sementara Jepang dan Korea Selatan berada di prioritas

kedua dan ketiga dengan nilai total kriteria terbobot yang sama

yakni 0,0300. Singapura juga menduduki tempat teratas untuk

kriteria Partial Trade Openness dengan nilai 0,0046. Sementara

itu, tiga negara yang menempati urutan nilai Trade

Complementary Index terbobot tertinggi dengan Indonesia

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 122

adalah Korea Selatan, Jepang dan Spanyol masing-masing

dengan nilai 0,0043.

Dengan menggunakan kriteria market growth Myanmar dan

Brunei Darussalam menempati urutan pertama dengan nilai

market growth yang sama yakni 0,0055. Untuk kriteria market

intensity pada diskusi terbatas, Amerika Serikat menempati

posisi teratas dengan nilai market intensity berbobot sebesar

0,0048.

Kriteria Logistic Performance Index (LPI) kembali

menempatkan Amerika Serikat dengan nilai tertinggi yaitu

0,0052. Namun Amerika Serikat tidak sendirian, ada 16 negara

lain yang memiliki nilai terbobot LPI sama dengan Amerika

Serikat yaitu 0,0052. Dengan menggunakan Country risk sebagai

kriteria penentuan negara prioritas, pada hasil diskusi terbatas

Singapura, Jepang, Korea Selatan dan 12 negara lainnya

menduduki tempat teratas dengan nilai 0,0060. Sementara itu,

terdapat sembilan negara yang menempati urutan nilai Trade

Cooperation tertinggi dengan Indonesia diantaranya Singapura,

Thailand dan Malaysia masing-masing dengan nilai 0,0049

(Tabel 5.11).

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 123

Tabel 5.11. Prioritas Negara Berdasarkan Kriteria yang Telah Dibobot Hasil Diskusi Terbatas Ciracas

No Negara Partial Trade

Openness

Trade Complementary

Index

Market Growth

Market Intensity

LPI Country

Risk Trade

Coorporation Priority

BOBOT 0.1184 0.1224 0.1510 0.1184 0.1673 0.1878 0.1347

1 Singapura 0.0046 0.0037 0.0040 0.0029 0.0052 0.0060 0.0049 0.0313

2 Jepang 0.0027 0.0043 0.0040 0.0035 0.0052 0.0060 0.0042 0.0300

3 Korsel 0.0033 0.0043 0.0040 0.0029 0.0052 0.0060 0.0042 0.0300

4 Amerika Serikat 0.0027 0.0030 0.0040 0.0048 0.0052 0.0060 0.0028 0.0286

5 Belgia 0.0046 0.0030 0.0040 0.0029 0.0052 0.0060 0.0028 0.0286

6 Australia 0.0027 0.0030 0.0040 0.0029 0.0052 0.0060 0.0042 0.0282

7 Belanda 0.0033 0.0037 0.0032 0.0029 0.0052 0.0060 0.0028 0.0272

8 Kanada 0.0027 0.0030 0.0040 0.0029 0.0052 0.0060 0.0028 0.0268

9 Thailand 0.0033 0.0030 0.0040 0.0029 0.0044 0.0041 0.0049 0.0267

10 Malaysia 0.0033 0.0030 0.0040 0.0029 0.0044 0.0041 0.0049 0.0267

11 Perancis 0.0027 0.0037 0.0032 0.0029 0.0052 0.0060 0.0028 0.0266

12 Austria 0.0033 0.0030 0.0032 0.0029 0.0052 0.0060 0.0028 0.0266

13 RRT 0.0027 0.0030 0.0040 0.0042 0.0044 0.0041 0.0042 0.0266

14 Spanyol 0.0027 0.0043 0.0032 0.0029 0.0052 0.0051 0.0028 0.0263

15 Myanmar 0.0033 0.0037 0.0055 0.0029 0.0027 0.0032 0.0049 0.0262

16 Uni Emirat Arab 0.0040 0.0030 0.0040 0.0029 0.0044 0.0051 0.0028 0.0262

17 Jerman 0.0027 0.0030 0.0032 0.0029 0.0052 0.0060 0.0028 0.0260

18 Inggris 0.0027 0.0030 0.0032 0.0029 0.0052 0.0060 0.0028 0.0260

19 Swedia 0.0027 0.0030 0.0032 0.0029 0.0052 0.0060 0.0028 0.0260

20 Vietnam 0.0040 0.0024 0.0040 0.0029 0.0035 0.0041 0.0049 0.0258

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 124

No Negara Partial Trade

Openness

Trade Complementary

Index

Market Growth

Market Intensity

LPI Country

Risk Trade

Coorporation Priority

21 Italia 0.0027 0.0037 0.0032 0.0029 0.0052 0.0051 0.0028 0.0257

22 Polandia 0.0033 0.0030 0.0040 0.0029 0.0044 0.0051 0.0028 0.0256

23 Laos 0.0033 0.0037 0.0048 0.0029 0.0027 0.0032 0.0049 0.0254

24 Swiss 0.0027 0.0024 0.0032 0.0029 0.0052 0.0060 0.0028 0.0254

25 Norwegia 0.0027 0.0024 0.0032 0.0029 0.0052 0.0060 0.0028 0.0254

26 Brunei Darussalam 0.0027 0.0024 0.0055 0.0029 0.0027 0.0041 0.0049 0.0253

27 India 0.0027 0.0037 0.0040 0.0029 0.0035 0.0041 0.0042 0.0252

28 Kamboja 0.0033 0.0024 0.0048 0.0029 0.0035 0.0032 0.0049 0.0250

29 Pilipina 0.0027 0.0037 0.0040 0.0029 0.0035 0.0032 0.0049 0.0249

30 Afrika Selatan 0.0027 0.0037 0.0040 0.0029 0.0044 0.0041 0.0028 0.0246

31 Argentina 0.0027 0.0030 0.0040 0.0029 0.0035 0.0051 0.0028 0.0241

32 Turki 0.0027 0.0024 0.0040 0.0029 0.0044 0.0041 0.0028 0.0234

33 Brazil 0.0027 0.0030 0.0040 0.0029 0.0035 0.0041 0.0028 0.0231

34 Meksiko 0.0027 0.0024 0.0040 0.0029 0.0035 0.0041 0.0028 0.0225

35 Arab Saudi 0.0027 0.0024 0.0040 0.0029 0.0035 0.0041 0.0028 0.0225

36 Nigeria 0.0027 0.0037 0.0032 0.0029 0.0035 0.0032 0.0028 0.0220

37 Rusia 0.0027 0.0024 0.0040 0.0029 0.0027 0.0041 0.0028 0.0217

38 Kolombia 0.0027 0.0030 0.0040 0.0029 0.0027 0.0032 0.0028 0.0213

39 Iran 0.0027 0.0030 0.0032 0.0029 0.0027 0.0032 0.0028 0.0205 Sumber: Hasil Analisis Diskusi Terbatas

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 125

5.2.9. Prioritas Negara Pengembangan Perwakilan Perdagangan

Hasil Focus Group Discussion Yogyakarta

Pada hasil FGD yang dilaksanakan di Jogjakarta,

Singapura masih bertahan di posisi teratas dengan nilai total

terbobot dari 7 kriteria sebesar 0,0311. Demikian juga dengan

negara prioritas kedua dan ketiga tidak berbeda dengan hasil

pada diskusi terbatas, dimana Jepang dan Korea Selatan

berada di posisi tersebut dan nilai total yang sama juga

dengan diskusi terbatas yakni 0,0300. Pada kriteria Partial

Trade Openness Singapura dan Belgia paling unggul dengan

nilai terbobot 0,0050. Sementara untuk kriteria Trade

Complementary Index, negara dengan nilai tertinggi yang

sudah dibobot untuk kriteria TCI adalah Jepang, Korsel dan

Spanyol, masing-masing dengan nilai TCI terbobot 0,0051.

Sedangkan untuk kriteria market growth Myanmar dan Brunei

Darussalam menempati posisi teratas dengan nilai 0,0052.

Berdasarkan hasil FGD untuk nilai terbobot market

intensity, Amerika Serikat berada di posisi teratas dengan nilai

market intensity sebesar 0,0057. Sementara dari kriteria

Logistic Performance Index pada FGD diperoleh hasil,

Singapura dan 16 negara lain memiliki nilai LPI tertinggi

dibanding negara lainnya yaitu 0,0045. Hasil FGD untuk

Country Risk negara Singapura, Jepang, Korsel dan 12

negara lainnya berada di posisi teratas dengan nilai 0,0059.

Sementara negara dengan nilai tertinggi untuk kriteria Trade

Coorporation adalah Singapura, Thailand, Malaysia dan enam

negara lainnya, masing-masing dengan nilai TCI 0,0040

(Tabel 5.12).

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 126

Tabel 5.12. Prioritas Negara Berdasarkan Kriteria yang Telah Dibobot Hasil FGDYogyakarta

No Negara Partial Trade

Openness

Trade Complementary

Index

Market Growth

Market Intensity

LPI Country

Risk Trade

Coorporation Priority

BOBOT 0.1306 0.1469 0.1429 0.1429 0.1429 0.1837 0.1102

1 Singapura 0.0050 0.0044 0.0038 0.0036 0.0045 0.0059 0.0040 0.0311

2 Jepang 0.0030 0.0051 0.0038 0.0043 0.0045 0.0059 0.0034 0.0300

3 Korsel 0.0037 0.0051 0.0038 0.0036 0.0045 0.0059 0.0034 0.0300

4 Amerika Serikat 0.0030 0.0036 0.0038 0.0057 0.0045 0.0059 0.0023 0.0289

5 Belgia 0.0050 0.0036 0.0038 0.0036 0.0045 0.0059 0.0023 0.0287

6 Australia 0.0030 0.0036 0.0038 0.0036 0.0045 0.0059 0.0034 0.0278

7 Belanda 0.0037 0.0044 0.0030 0.0036 0.0045 0.0059 0.0023 0.0273

8 Perancis 0.0030 0.0044 0.0030 0.0036 0.0045 0.0059 0.0023 0.0267

9 Kanada 0.0030 0.0036 0.0038 0.0036 0.0045 0.0059 0.0023 0.0267

10 RRT 0.0030 0.0036 0.0038 0.0050 0.0037 0.0040 0.0034 0.0266

11 Austria 0.0037 0.0036 0.0030 0.0036 0.0045 0.0059 0.0023 0.0266

12 Spanyol 0.0030 0.0051 0.0030 0.0036 0.0045 0.0050 0.0023 0.0265

13 Thailand 0.0037 0.0036 0.0038 0.0036 0.0037 0.0040 0.0040 0.0264

14 Malaysia 0.0037 0.0036 0.0038 0.0036 0.0037 0.0040 0.0040 0.0264

15 Uni Emirat Arab 0.0044 0.0036 0.0038 0.0036 0.0037 0.0050 0.0023 0.0263

16 Myanmar 0.0037 0.0044 0.0052 0.0036 0.0023 0.0031 0.0040 0.0262

17 Jerman 0.0030 0.0036 0.0030 0.0036 0.0045 0.0059 0.0023 0.0259

18 Inggris 0.0030 0.0036 0.0030 0.0036 0.0045 0.0059 0.0023 0.0259

19 Swedia 0.0030 0.0036 0.0030 0.0036 0.0045 0.0059 0.0023 0.0259

20 Italia 0.0030 0.0044 0.0030 0.0036 0.0045 0.0050 0.0023 0.0257

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 127

No Negara Partial Trade

Openness

Trade Complementary

Index

Market Growth

Market Intensity

LPI Country

Risk Trade

Coorporation Priority

21 Polandia 0.0037 0.0036 0.0038 0.0036 0.0037 0.0050 0.0023 0.0257

22 Vietnam 0.0044 0.0029 0.0038 0.0036 0.0030 0.0040 0.0040 0.0256

23 Laos 0.0037 0.0044 0.0045 0.0036 0.0023 0.0031 0.0040 0.0255

24 India 0.0030 0.0044 0.0038 0.0036 0.0030 0.0040 0.0034 0.0252

25 Swiss 0.0030 0.0029 0.0030 0.0036 0.0045 0.0059 0.0023 0.0252

26 Norwegia 0.0030 0.0029 0.0030 0.0036 0.0045 0.0059 0.0023 0.0252

27 Brunei Darussalam

0.0030 0.0029 0.0052 0.0036 0.0023 0.0040 0.0040 0.0250

28 Pilipina 0.0030 0.0044 0.0038 0.0036 0.0030 0.0031 0.0040 0.0248

29 Afrika Selatan 0.0030 0.0044 0.0038 0.0036 0.0037 0.0040 0.0023 0.0248

30 Kamboja 0.0037 0.0029 0.0045 0.0036 0.0030 0.0031 0.0040 0.0247

31 Argentina 0.0030 0.0036 0.0038 0.0036 0.0030 0.0050 0.0023 0.0243

32 Brazil 0.0030 0.0036 0.0038 0.0036 0.0030 0.0040 0.0023 0.0233

33 Turki 0.0030 0.0029 0.0038 0.0036 0.0037 0.0040 0.0023 0.0233

34 Meksiko 0.0030 0.0029 0.0038 0.0036 0.0030 0.0040 0.0023 0.0226

35 Arab Saudi 0.0030 0.0029 0.0038 0.0036 0.0030 0.0040 0.0023 0.0226

36 Nigeria 0.0030 0.0044 0.0030 0.0036 0.0030 0.0031 0.0023 0.0224

37 Rusia 0.0030 0.0029 0.0038 0.0036 0.0023 0.0040 0.0023 0.0218

38 Kolombia 0.0030 0.0036 0.0038 0.0036 0.0023 0.0031 0.0023 0.0216

39 Iran 0.0030 0.0036 0.0030 0.0036 0.0023 0.0031 0.0023 0.0209 Sumber: Hasil Analisis FGD

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 128

5.2.10. Hasil Sintesa Prioritas Negara Pengembangan

Perwakilan Perdagangan

Berdasarkan sintesa hasil penilaian seluruh kriteria yang

telah dibobot pada kegiatan Diskusi Terbatas dan FGD,

diperoleh hasil bahwa negara Singapura, Jepang, Korea

Selatan merupakan negara yang konsisten berada di tiga

besar. Dengan demikian dapat disimpulkan ketiga negara

tersebut dapat ditetapkan sebagai calon negara utama yang

perlu dimaksimalkan peranan perwakilan dagangnya.

Singapura menempati urutan teratas untuk kriteria Partial

Trade Openness dan Trade Cooperation. Sementara Jepang

berada di posisi kedua untuk kriteria Trade Compelementary

Index, LPI, dan Country risk, serta peringkat ketiga untuk

kriteria Market intensity.Korea Selatan berada di posisi teratas

untuk kriteria Trade Compelementary Index, artinya ekspor

Korea Selatan ke Indonesia sudah sesuai dengan kebutuhan

impor Indonesia, sedangkan pada kriteria LPI dan Country risk

Korea Selatan menempati peringkat ketiga. Dari 39 negara

yang dianalisis pada Diskusi Terbatas dan FGD untuk

menentukan negara prioritas pengembangan pembukaan

perwakilan dagang, diperoleh hasil akhir 19 negara tersebut di

Tabel 5.13. merupakan prioritas utama untuk dikembangkan

perwakilan dagangnya.

Tabel 5.13. Negara Konsisiten 20 Besar di Diskusi Terbatas dan FGD

No Negara Atase

Perdagangan ITPC

1 Singapura 1 -

2 Jepang 1 1

3 Korsel 1 1

4 Amerika Serikat 1 2

5 Belgia 1 -

6 Australia 1 1

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 129

No Negara Atase

Perdagangan ITPC

7 Belanda 1 -

8 Perancis 1 1

9 Kanada 1 1

10 RRT 1 1

11 Austria - -

12 Spanyol 1 1

13 Thailand 1 -

14 Malaysia 1 -

15 Uni Emirat Arab 1 1

16 Myanmar - -

17 Jerman 1 1

18 Inggris 1 -

19 Swedia - -

Sumber: Hasil Analisis

Dari 19 negara yang konsisten berada di 20 besar pada

hasil diskusi terbatas dan FGD terdapat tiga negara yang

sama sekali belum memiliki perwakilan dagang RI di negara

tersebut yaitu Austria, Myanmar dan Swedia. Dengan

demikian pemerintah perlu mempertimbangkan pembukaan

Atdag dan atau ITPC di ketiga negara tersebut. Sementara

negara yang hanya memiliki Atase Perdagangan saja. namun

tidak memiliki perwakilan untuk ITPC ada enam yaitu

Singapura, Belgia, Belanda, Thailand, Malaysia dan Inggris.

Sementara negara yang memiliki ITPC namun tidak memiliki

Atase Perdagangan, ternyata tidak ada pada 19 negara

terpilih tersebut. Amerika Serikat merupakan satu-satunya

negara yang memiliki Atase Perdagangan RI dan dua ITPC

yang berada di Los Angeles dan Chicago.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 130

5.3. Usulan Model Kelembagaan dan Manajemen Proses untuk Atdag

dan ITPC

5.3.1. Review Hasil Prioritas Lokasi

Berdasarkan sintesa prioritas negara pengembangan

perwakilan perdagangan, diperoleh hasil bahwa negara

prioritas yang belum terdapat perwakilan perdagangan,

sehingga diusulkan untuk didirikan Atase Perdagangan

(Atdag) ada tiga (3) negara yaitu Austria, Myanmar dan

Swedia. Sementara itu, negara Singapura, Belgia, Belanda,

Thailand, Malaysia dan Inggris diprioritaskan untuk pendirian

ITPC.

Dari sisi perbandingan antara output Atdag dengan

kepuasan stakeholders dengan menggunakan metode

Importance Performance Analysis (IPA) diperoleh hasil, Atdag

Rusia berada di bawah skor rata-rata baik untuk kriteria output

maupun kepuasanstakeholders. Sementara Atdag Korsel,

Hongkong dan Jerman dibawah rata-rata untuk kriteria output.

Atdag Jepang dan Amerika Serikat dibawah rata-rata untuk

kepuasan stakeholder.

Perbandingan yang sama yaitu antara output ITPC

dengan kepuasan stakeholders menunjukkan bahwa Jerman,

Perancis, India dan Amerika Serikat dibawah rata-rata baik

untuk kriteria output maupun kepuasan stakeholders.

Sedangkan ITPC Chili, Meksiko, Arab Saudi dan Korsel

dibawah rata-rata untuk kriteria output. ITPC Kanada, Italia,

Hongaria dan Jepang dibawah rata-rata untuk kepuasan

stakeholder.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 131

5.3.2. Review Hasil Efektifitas Kelembagaan

Berdasarkan hasil olahan, skor Atdag terendah

berada pada aspek kepuasan stakeholder. Stakeholder

terutama menilai bahwa Atdag lemah dalam

menyelenggarakan kegiatan promosi dan menfasilitasi

pengembangan jejaring bisnis. Kegiatan promosi yang baik

dilakukan oleh pihak Atdag sendirimaupun keikutsertaannya

dalam pameran yang diadakan pihak lain dirasakan

stakeholder masih kurang insentif dilakukan. Selain itu,

stakeholder juga menilai bahwa Atdag kurang menfasilitasi

stakeholder, khususnya eksportir dalam kegiatan

pengembangan jejaring bisnis untuk mencari buyer baru.

Tabel 5.14 Saran Perbaikan Terhadap AtdagTerpilih

NO NEGARA

PR

OSE

S M

AN

AG

EMEN

T

OU

TPU

T

KEP

UA

SAN

ST

AK

EHO

LDER

SARAN PERBAIKAN

Bobot 0.24 0.30 0.46

Rata-Rata 3.12 3.35 2.93

1 Amerika Serikat 4.64 3.53 2.70

Frekuensi kegiatan promosi perlu ditambah

2 Kanada 2.35 3.47 2.95

Penambahan SDM, dibentuk struktur

organisasi yang jelas, dan perbaikan pelaksanaan

kegiatan serta koordinasi

3 India 3.76 3.78 2.95 Frekuensi kegiatan

promosi perlu ditambah

4 Jepang 3.00 4.23 2.81 Kegiatan pengembangan

jejaring bisnis perlu diintensifkan

5 Jerman 3.37 3.22 2.94 Kegiatan pengembangan

jejaring bisnis perlu diintensifkan

6 Korea Selatan 2.47 3.00 3.06 Upaya pengembangan

jejaring bisnis serta pemahaman dan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 132

NO NEGARA

PR

OSE

S M

AN

AG

EMEN

T

OU

TPU

T

KEP

UA

SAN

ST

AK

EHO

LDER

SARAN PERBAIKAN

diseminasi aturan dan isu-isu penting perlu

ditingkatkan

7 Philipina 2.84 3.87 3.06

Penambahan SDM, Perbaikan kegiatan

koordinasi (mengintensifkan

penggunaan media komunikasi) serta

pelaksanaan kegiatan

8 Rusia 3.28 2.55 2.91

menambah penyelenggaraan dan keikutsertaan dalam

kegiatan promosi, mengintensifkan

kegiatan pengambangan jejaring bisnis, meningkatkan

pemahaman dan diseminasi aturan dan isu-isu penting serta

analisis pasar dan meningkatkan pelayanan

kepada dunia usaha

9 Singapura 3.50 3.63 2.93 Kegiatan pengembangan

jejaring bisnis perlu diintensifkan

10 Hongkong 2.02 2.19 2.99

Penambahan SDM, dibentuk struktur

organisasi yang jelas, dan perbaikan pelaksanaan

kegiatan serta koordinasi Sumber: Hasil Analisis

Skor kepuasan stakeholder merupakan yang

terendah dibandingkan aspek lainnya. Stakeholder menilai

bahwa sebagian besar ITPC kurang intensif dalam

melakukan upaya fasilitasi pengembangan jejaring untuk

membuka pasar baru bagi stakeholder.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 133

Tabel 5.15 Saran Perbaikan Terhadap ITPC Terpilih

No NEGARA

PR

OS

ES

MA

NA

GE

ME

NT

OU

TP

UT

KE

PU

AS

AN

ST

AK

EH

OL

DE

R

SARAN PERBAIKAN

Bobot 0.24 0.30 0.46

Rata-rata 3.67 3.48 2.97

1 Amerika Serikat 3.55 3.23 2.70 Frekuensi kegiatan

promosi perlu ditambah

2 Arab Saudi 2.96 3.26 3.05

Penambahan SDM, Pemanfaatkan kegiatan koordinasi yakni media

komunikasi dan peningkatan realisasi pelaksanaan kegiatan

3 Australia 3.92 3.70 3.00 Kegiatan pengembangan

jejaring bisnis perlu diintensifkan*

4 Brazil 3.53 3.95 3.06 Kegiatan pengembangan

jejaring bisnis perlu diintensifkan*

5 Canada 3.73 3.62 2.95 Kegiatan pengembangan

jejaring bisnis perlu diintensifkan*

6 Chili 3.56 3.25 3.09 Kegiatan pengembangan

jejaring bisnis perlu diintensifkan*

7 Hongaria 4.20 3.81 2.92 Kegiatan pengembangan

jejaring bisnis perlu diintensifkan*

8 India 3.26 3.23 2.95 Kegiatan pengembangan

jejaring bisnis perlu diintensifkan*

9 Italia 4.17 3.47 2.91 Kegiatan pengembangan

jejaring bisnis perlu diintensifkan*

10 Jepang 4.46 3.78 2.81 Kegiatan pengembangan

jejaring bisnis perlu diintensifkan*

11 Jerman 3.93 3.42 2.94 Kegiatan pengembangan

jejaring bisnis perlu diintensifkan*

12 Korea Selatan 3.26 3.24 3.06 Kegiatan pengembangan

jejaring bisnis perlu diintensifkan*

13 Meksiko 3.55 2.77 3.06

Koordinasi kegiatan perlu ditingkatkan melalui pemanfaatan media

komunikasi selain rapat

14 Nigeria 3.69 3.97 3.01 Kegiatan pengembangan

jejaring bisnis perlu

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 134

No NEGARA

PR

OS

ES

MA

NA

GE

ME

NT

OU

TP

UT

KE

PU

AS

AN

ST

AK

EH

OL

DE

R

SARAN PERBAIKAN

diintensifkan*

15 Perancis 3.50 2.80 2.91 Penambahan SDM,

peningkatan koordinasi dan pelaksanaan kegiatan

16 Uni Emirat Arab 3.48 4.16 3.06 Kegiatan pengembangan

jejaring bisnis perlu diintensifkan*

Sumber: Hasil Analisis Ket: *) Pengembangan jejaring bisnis di tiap negara disesuaikan dengan

produk prioritas yang diekspor dan budaya setempat.

5.3.3. Sintesa Model Kelembagaan dan Manajemen Proses

untuk Atdag dan ITPC

Model kelembagaan dan manajemen proses untuk Atdag

dan ITPC yang ideal setidaknya memenuhi persyaratan

sebagai berikut:

A. Sumber Daya Manusia (SDM):

1. Minimal terdapat empat (4) orang tenaga tetap.

2. Minimal 1 orang lulusan S-2 (Master) yang ahli di

bidang perdagangan dan bisnis pemasaran.

3. Diantara SDM harus ada yang menguasai komunikasi

bisnis, ada yang menguasai masalah komoditas utama

perdagangan di ekspor negara tersebut, ada yang

menguasai strategi bisnis termasuk pengembangan

jejaring (networking).

4. Networking dengan instansi dan pelaku bisnis

(memanfaatkan sumberdaya yang ada pada mereka)

digunakan SDM dari stakeholder.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 135

B. Organisasi:

1. Ada pemimpin/kepala yang berkompeten di dalam

pengembangan bisnis dan pemasaran.

2. Staf mengerjakan semua aspek yang ada pada

tupoksi Atdag dan ITPC, sehingga pembagian tugas

tidak bersifat spesialisasi.

3. Tata kerja mengarah kepada sistem koordinasi dan

networking.

C. Koordinasi Kegiatan:

1. Atdag/ITPC harus mampu mengkoordinasikan dan

mensinergikan pemangku kepentingan yang ada, baik

instansi di pusat maupun di daerah, pemerintah

maupun swasta, dan dari dalam negeri atau negara

dimana perwakilan dagang berada.

2. Atdag/ITPC harus mampu mewujudkan komunikasi

yang lancar karena ini merupakan faktor keberhasilan

utama dalam mencapai tujuan-tujuan Atdag/ITPC.

3. Secara konsisten Atdag dan ITPC harus mampu

mengadakan beberapa media komunikasi antara lain

review analisis pasar, peraturan, newsletter, dan

seterusnya.

D. Pelaksanaan Kegiatan

1. Atdag dan ITPC harus mampu memenuhi standar

manajemen dalam perencanaan, pelaksanaan

kegiatan, dan pelaporan secara tepat waktu dan

tepat mutu.

2. Atdag dan ITPC harus memiliki basis data yang

baru, akurat, mutakhir dan sesuai dengan

kebutuhan.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 136

3. Atdag dan ITPC harus memiliki manajemen

feedback yang berfungsi dengan baik.

4. Atdag dan ITPC harus bisa bekerja sama dengan

baik dengan para stakeholder dalam hal

memanfaatkan sumber daya yang ada (dana,

SDM, fasilitas dan sarana, informasi).

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 137

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

6.1. Kesimpulan

1. Rata-rata skor akhir hasil analisis Institutional and Organizational

Performance Analysis (IOA) untuk Atdag sebesar 3,10. Sementara

nilai akhir hasil analisis IOA untuk ITPC sebesar 3,29. Nilai ini

hanya memenuhi minimum requirement karena masih kalah

dibandingkan Export Promotion Agency (EPA) Malaysia dan

Thailand.

2. Berdasarkan perbandingan antara input dan output yang

dihasilkan oleh Atdag terlihat bahwa output tidak selalu sejalan

dengan kapasitas input yang dimiliki. Namun demikian, pada

kasus ITPC terlihat bahwa output sangat dipengaruhi oleh input

sumber daya yang dimiliki.

3. Lebih lanjut, kepuasan stakeholders terhadap kinerja perwakilan

perdagangan luar negeri baik Atdag maupun ITPC tidak memiliki

hubungan dengan skor outputnya.

4. Secara umum yang berpengaruh terhadap kinerja ekspor adalah

exchange rate, GDP, jarak, variabel dummy Atdag dan variabel

dummy ITPC. Keberadaan Atdag dan ITPC berpengaruh positif

dan signifikan meningkatkan nilai ekspor dan jumlah barang.

Sementara itu, keberadaan ITPC juga berpengaruh positif untuk

meningkatkan pangsa ekspor Indonesia.

5. Meskipun input dan output hanya memenuhi tingkat persyaratan

minimal, Atdag dan ITPC masih bisa memberi dampak positif,

namun belum optimal terhadap kinerja ekspor Indonesia. Atdag

membuat nilai ekspor lebih tinggi sebesar 1,62% (dibandingkan

tanpa Atdag), sementara ITPC membuat nilai ekspor lebih tinggi

sebesar 1,12% (dibandingkan tanpa ITPC).

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 138

6. Kriteria prioritas untuk membuka perwakilan perdagangan

adalah:1) country risk; 2) commercial infrastructure; 3) market

growth; 4) trade complementary index; 5) market intensity; 6) trade

openness;dan 7) trade cooperation.

7. Hasil studi berhasil mengidentifikasi 16 negara prioritas dengan

Atdag atau ITPC yang perlu diperkuat input dan outputnya, yaitu

Singapura, Jepang, Korsel, Amerika Serikat, Belgia, Australia,

Belanda, Perancis, Kanada, RRT, Spanyol, Thailand, Malaysia,

UEA, Jerman dan Inggris.

8. Sebagian besar negara yang menjadi prioritas untuk

pengembangan perwakilan perdagangan telah memiliki paling

tidak satu perwakilan perdagangan. Namun demikian, penguatan

dapat dilakukan dalam bentuk pengembangan yang sudah ada,

pembukaan baru, atau gabungan keduanya yaitu pengembangan

yang sudah ada dan pembukaan Atdag atau ITPC baru.

6.2. Rekomendasi Kebijakan

1. Keberadaan Atdag dan ITPC berperan penting dalam peningkatan

ekspor, maka perlu pengembangan dan pembukaan perwakilan

perdagangan dengan beberapa usulan yaitu:

a. Peningkatan anggaran operasional, mengingat anggaran

operasional perwakilan perdagangan luar negeri masih jauh di

bawah anggaran yang dimiliki oleh negara yang menjadi

benchmark yaitu Malaysia dan Thailand.

b. Pengembangan kompetensi SDM, sekurang-kurangnya empat

orang tenaga tetap dengan tingkat pendidikan minimal S2,

selain cakap dalam berkomunikasi juga menguasai aspek

bisnis dan pemasaran serta memahami karakteristik

komoditas ekspor utama ke negara yang bersangkutan.

c. Peningkatan frekuensi dan mutu komunikasi serta intensitas

koordinasi dengan para pemangku kepentingan yang

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 139

dilengkapi dengan perbaikan manajemen umpan balik yang

konsisten dan efektif, serta mobilisasi sumberdaya yang tepat

jumlah dan tepat jenis.

d. Peningkatan sarana-prasarana komunikasi efektif dengan

pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi, serta

penanganan basis data yang mutakhir dan akurat.

e. Perbaikan output pada aspek informasi pasar/market

intelligent, pengembangan jejaring perdagangan, dan

penanganan hambatan peraturan di negara setempat.

Kesesuaian dengan kebutuhan para pelaku bisnis dari segi

jenis, frekuensi, dan cakupannya merupakan fokus dari

perbaikan aspek output ini.

2. Pengembangan Atdag dan ITPC untuk proses manajamen

ditekankan pada tata laksana, output pada layanan analisis pasar

dan kepuasan stakeholder pada layanan analisis pasar,

pengembangan jejaring bisnis/networking dan pelayanan pada

pemahaman mengenai aturan-aturan di pasar ekspor terutama

untuk Atdag dan ITPC yang berada di 16 negara prioritas.

3. Selain melakukan pengembangan dari sisi manajemen, dapat

dipertimbangkan untuk pembukaan Atdag atau ITPC di 3 negara

prioritas yang belum memiliki Atdag dan ITPC yaitu Myanmar,

Swedia dan Austria.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 140

DAFTAR PUSTAKA

Abduh, Muhammad dan Abdullah A.M. Othman. (2014). Service Quality Evaluation Banks in UAE: An Importance-Performance Analysis Approach. Journal of Islamic Economics, Banking and Finance,10(2), 103-113.

Anonymous. (2007).Non Profit Organizational Effectiveness.Kronkosky Charitable Foundation. Research Brief, January 2007, pp1-4.

Abu-Sarhan, Z. (2011). Application Of Analytic Hierarchy Process (AHP) in The Evaluation and Selection of An Information System Reengineering Projects. International Journal of Computer Science and Network Security, 11(1), 172–177.

Álvarez Espinoza, R., & Crespi, G. (2000). Exporter Performance and Promotion Instruments: Chilean Empirical Evidence. Estudios de Economía, 27(2), 225-224.

Ashraf, G., &Kadir, S. A. (2012). A Review on The Models of Organizational Effectiveness: A look at Cameron’s Model in Higher Education. International Education Studies, 5(2), 80-87.

Banwet, D. K., Deshmukh, S. G., & Joyti. (2006). Balanced Scorecard for Performance Evaluation of R&D Organization: A Conceptual Model. Journal of Scientific and Industrial Research, 65(11), 879-886.

Barzekar, G., Aziz, A., Mariapan, M., Ismail, M. H., Hosseni, S. M., & others. (2011). Using Analytical Hierarchy Process (AHP) for Prioritizing and Ranking of Ecological Indicators for Monitoring Sustainability of Ecotourism in Northern Forest, Iran. Ecologia Balkanica, 3(1), 59–67.

Biesebroeck, J. V., Yu, E., & Chen, S. (2010). The impact of trade promotion services on Canadian exporter performance pp 145-190. Available at SSRN 1612209. Retrieved from http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1612209.

Bourgeois, R. (2005). Analytical Hierarchy Process: an Overview, UNCAPSA-UNESCAP, Bogor.

Cayuela, R.S., J.M. Vilarrubia. (2005). The Effect of Foreign Service on Trade Volumes and Trade Partners. Documentos de Trabajo No. 0808.

Chakraborty, T., Ghosh, T., & Dan, P. K. (2011). Application of Analytic Hierarchy Process and Heuristic Algorithm in Solving Vendor Selection Problem. Business Intelligence Journal, 4(1), 167–177.

Chamodrakas, I., Batis, D., & Martakos, D. (2010). Supplier Selection in Electronic Marketplaces Using Satisficing and Fuzzy AHP. Expert Systems with Applications, 37(1), 490–498.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 141

Connolly, T., Conlon, E. J., & Deutsch, S. J. (1980). Organizational Effectiveness: A Multiple-Constituency Approach. Academy of Management Review, 5(2), 211–218.

Cunningham, J. B. (1977). Approaches to The Evaluation of Organizational Effectiveness. Academy of Management Review, 2(3), 463–474.

Ferreira, M. I. V., & Teixeira, A. A. (2011). Organizational Characteristics and Performance of Export Promotion Agencies: Portugal and Ireland compared. Universidade do Porto, Faculdade de Economia do Porto. Retrieved from http://ideas.repec.org/p/por/fepwps/424.html.

Global Edge. (2011). Market Potential Index (MPI). http://globaledge.msu.edu/mpi. Retrieved 6 Februari 2015.

Hayakawa, K., H.H. Lee, D. Park. (2011). Do Export Promotion Agencies Promote Exports? IDE Discussion Paper No. 313.

Hossein, E., Ramezanineghad, R., Yosefi, B., Sajjadi, S. N., Malekakhlagh, E. (2011). Compressive review of organizational effectiveness in sport.Sport Management International Journal 2011 Vol. 7 No. 1,5-21.

Juliyanti, M.I. Irawan, I. Mukhlash. (2011). Pemilihan Guru Berprestasi Menggunakan Metode AHP dan Topsis. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 63-68.

Kang, K. (2011). Overseas Network of Export Promotion Agency and Export Performance: The Korean Case. Contemporary Economic Policy, 29(2), 274–283.

Kementerian Perdagangan. (2014). Menuju Ekspor 300 Persen di Tahun 2019. Term of Reference.

Kementerian Perdagangan. (2014). Mapping Reposisi Perwakilan Perdagangan Luar Negeri.

Kiresuk, T. J., & Sherman, M. R. E. (1968). Goal Attainment Scaling: A General Method for Evaluating Comprehensive Community Mental Health Programs. Community Mental Health Journal, 4(6), 443–453.

Komisi Pemilihan Umum. (2014). Jalan Perubahan Untuk Indonesia Yang Berdaulat Mandiri dan Berkepribadian: Visi Misi dan Program Aksi Jokowi - Jusuf Kalla 2014. Retrieved fromhttp://kpu.go.id/koleksigambar/VISI_MISI_Jokowi-JK.pdf tanggal 9 Januari 2015.

Kostecki, M., & Naray, O. (2007). Commercial Diplomacy and International Business. Netherlands Institute of International Relations’ Clingendael’.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 142

Lankford, L.M. (2001). Benchmarking: Understanding The Basics. The Coastal Business Journal, 1(1), 57-72.

Lederman, D., Olarreaga, M., & Payton, L. (2010). Export Promotion Agencies: Do They Work?. Journal of Development Economics, 91(2), 257-265.

Love, Peter E.D., Skitmore, Martin R. (1996). Approaches to Organisational Effectiveness and Their Application to Construction Organisations. A paper to be submitted to theARCOM Conference, Sheffield Hallam University, UK, 11-13th Sept. 1996, 1-10.

Mardhikawarih, D. A., W.A. Jauhari, C.N. Rosyidi. (2012). Pemilihan Pemasok Drum Pelumas Industri Menggunakan Fuzzy Analytical Hierarchy Process. Performa, 11(1), 67 – 74.

Marimin. (2004). Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk, Grasindo, Jakarta.

Martincus, C. V., Carballo, J., & Garcia, P. (2010). Firm Size and The Impact of Export Promotion Programs. Applied Economic Letters, 18, 191-244.

Martincus, C. V., & Carballo, J. (2008). Is Export Promotion Effective in Developing Countries? Firm-Level Evidence on The Intensive and The Extensive Margins of Exports. Journal of International Economics, 76(1), 89–106.

Nachrowi, D Nachrowi MSc.,MPhil.,AppSc.,PhD. (2005). Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Fakultas Ekonomi UI: Jakarta. Hal 309.

Ngatawi, I. &Setyaningsih. (2011). Analisis Pemilihan Supplier Menggunakan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Jurnal Ilmiah Teknik Industri,10(1), 7-13.

Ozkan, B., Basligil, H., & Sahin, N. (2011). Supplier Selection Using Analytic Hierarchy Process: An Application From Turkey. Lecture Notes in Engineering and Computer Science, 2191. Retrieved from http://www.iaeng.org/publication/WCE2011/WCE2011_pp1160-1165.pdf

Pareja, S.G., R.L. Vivero, J.A.M. Serrano. (2008). Measuring The Impact Of Regional Export Promotion: The Spanish Case. Papers in Regional Science, 87(1), 139-146.

Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (Puska Daglu). (2014). Presentasi Target Peningkatan Ekspor.

Rose, A. K. (2007). The Foreign Service and Foreign Trade: Embassies as Export Promotion. The World Economy, 30(1), 22–38.

Ruël, H. J. M., & Zuidema, L. (2012). The Effectiveness of Commercial Diplomacy; ASurvey Among Dutch Embassies and Consulates. Clingendael Discussion Papers Series., (123), 1–54.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 143

Saaty, R. W. (1987). The Analytic Hierarchy Process—What It is and How It is Used. Mathematical Modelling, 9(3), 161–176.

Setyawan, R.K. (2014). Implementasi Metode Analytical Hierarchy Process dalam Pendukung Keputusan Investasi Perumahan berdasarkan Lokasi.Tugas Akhir Program Studi Teknik Informatika S-1 Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

Susila, W. R., & Munadi, E. (2007). Penggunaan Analytical Hierarchy Process untuk Penyusunan Prioritas Proposal Penelitian. Informatika Pertanian, 16(2), 983–998.

Tang, Y-C., & Lin, T. W. (2011). Application of The Fuzzy Analytic Hierarchy Process to The Lead-Free Equipment Selection Decision. International Journal of Business and Systems Research, 5(1), 35–56.

Triantaphyllou, E., & Mann, S. H. (1995). Using The Analytic Hierarchy Process for Decision Making in Engineering Applications: Some Challenges. International Journal of Industrial Engineering: Applications and Practice, 2(1), 35–44.

Yu, Tianyuan& Wu, Nengquan. (2009). A Review of Study on the Competing Values Framework.International Journal of Business and Management, 4(7), 37-42.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 144

LAMPIRAN

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 145

LAMPIRAN 1.KUESIONER

KUESIONER 1 : PROSES PENGELOLAAN KEGIATAN (Untuk Atdag & ITPC)

Institusi : Atdag ITPC KDEI Kondag Negara : …………………………………………………………………… Kota : …………………………………………………………………… Alamat : …………………………………………………………………… No Tilp : Fax : E-Mail :

No ASPEK OPERASIONAL Satuan 2014 2013

A SUMBERDAYA MANUSIA

Berapakah Jumlah SDM/staf yang terlibat dalam Atdag/ITPC yang Anda pimpin.

1 - Lulusan S3 orang

2 - Lulusan S2 orang

3 - Lulusan S1 orang

4 Yang memiliki pengalaman komunikasi Bisnis & Promosi

orang

5 Yang menguasai komoditas ekspor (ke negara yang bersangkutan) dengan baik

orang

B ORGANISASI

Apakah ada pembagian tugas yang jelas / pilah di antara staf Atdag/ITPC yang ada

6 Yang Khusus Menangani Promosi Orang

7 Yang Khusus Menangani Analisis / Informasi Pasar

Orang

8 Yang Khusus Pengembangan Jejaring Ekspor & Perdagangan

Orang

9 Yang Khusus Menangani Perkembangan peraturan dan mediasi perselisihan

Orang

10 Sebutkan penggabungan yang diterap-kan jika tidak terpilah sebagaimana No 6-9 (di bawah ini):

10.1 ……………………………………………

10.2 ………………………………………………

10.3 ………………………………………………

C KOORDINASI KEGIATAN

Bagaimanakah Atdag / ITPC mengkoor-dinasikan kegiatan / upaya peningkatan ekspor

11 Berapa sering dilakukan pertemuan dengan instansi, eksportir, dan importir.

kali

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 146

No ASPEK OPERASIONAL Satuan 2014 2013

15 Media Komunikasi lainnya selain rapat yang digunakan

kali

15.1 Review pasar Kali/tahun

15.2 Newsletter Kali/tahun

15.3 Laporan berkala Kali/tahun

15.3 Lainnya (sebutkan) …………………………………..

Kali/tahun

D. PELAKSANAAN KEGIATAN

Bagaimanakah pengelolaan dan realisasi / pelaksanaan program kegiatan Atdag/ITPC dalam upaya peningkatan ekspor Indonesia ke negara yang bersangkutan.

16 Berapa persen realisasi fisik dari kegiatan-kegiatan pendukung peningkatan ekspor :

a. Promosi %

b. Analisis/Informasi pasar %

c. Fasilitasi pengembangan Jejaring ekspor & perdagangan

%

d. Pemahaman & diseminasi peraturan dan persyaratan ekspor untuk stakeholder

%

17 Apakah data dan informasi mengenai produk ekspor, eksportir, instansi terkait, importir, serta instansi mitra negara, dan distributor/business man lokal sudah Tertata dalam suatu Sistem Basis Data

(Tuliskan 1:belum; 2:dalam proses; 3:sudah berfungsi untuk masing-masing tahun)

Angka (1,2,3)

18 Jika sudah dimiliki Sistem Basis Data, berapa sering dimutakhirkan.

(Tuliskan 1:setiap tahun; 2:setiap bulan; 3:setiap minggu; 4:setiap hari; 5:on-line/otomatis, untuk setiap tahun)

Angka (1,2,3,4,5

)

19 Apakah laporan berkala mengenai pengelolaan Atdag/ITPC lancar. Berapa lama kelambatan yang sering terjadi

a. Laporan bulanan hari

b. Laporan tahunan hari

20 Berapa banyak terdapat laporan evaluasi kegiatan pada setiap event pameran, fasilitasi pengembangan jejaring, bantuan mediasi perselisihan dsb)

Jumlah laporan evaluasi

E PEMANTAUAN EKSPOR

Sebutkan data mengenai nilai ekspor Indonesia ke negara lokasi Atdag/ITPC

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 147

No ASPEK OPERASIONAL Satuan 2014 2013

yang Anda pimpin

27 Nilai Ekspor Indonesia total US$

28 Sebutkan 5 (lima) Nilai ekspor ranking ke-1 s/d ke-5 produk ekspor Indonesia ke negara lokasi Atdag/ITPC yang anda pimpin

1) US$

2) US$

3) US$

4) US$

5) US$

F INFORMASI LAIN / TAMBAHAN

29 Kapan Atdag/ITPC didirikan Tanggal/Tahun

30 Kapan Atdag/ITPC beroperasi/berfungsi penuh (100%).

Tanggal/Tahun

KUESIONER 2 :OUTPUT / HASIL KEGIATAN

(Untuk Atdag & ITPC)

No ASPEK OPERASIONAL Satuan 2014 2013

A PROMOSI

Bagaimanakah capaian / output Atdag dan ITPC setiap tahun dalam melaksanakan tugas pokoknya menyelenggarakan kegiatan promosi untuk meningkatkan ekspor Indonesia ke negara yang bersangkutan.

1 Berapa kali dalam setahun dilakukan pameran yang diselenggarakan oleh Atdag/ITPC sendiri

kali

2 Berapa kali dalam tahun ybs ikut berpartisipasi dalam pameran/promosi yang diselenggarakan oleh lembaga mitra?

kali

3 Berapa banyak importir/buyer per tahun yang bisa didatangkan / dibawa ke Indonesia pada saat TEI

Orang

4 Berapa banyak eksportir/produsen Indonesia per tahun yang bisa diajak pameran di negara tujuan ekspor

orang

5 Berapa banyak permanent room (building) display yang di negara tujuan ekspor y.b.s.

Jumlah

B PENGEMBANGAN JEJARING (PENETRASI PASAR)

Berikan gambaran bagaimana hasil-hasil upaya fasilitasi /pemberian bantuan dan dukungan di dalam upaya pengembangan jejaring bisnis/pedagangan antara para

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 148

No ASPEK OPERASIONAL Satuan 2014 2013

pelaku bisnis Indonesia dengan importir/pelaku bisnis di negara tujuan ekspor y.b.s.

6 Berapa jumlah instansi, produsen, dan eksportir Indonesia yang sudah terlibat dalam ekspor / kerjasama bisnis negara tujuan ekspor ybs.

orang

7 Berapa jumlah instansi dan importir di negara tujuan yang sudah terjalin hubungan dengan eksportir/produsen Indonesia

orang

8 Berapa kontrak kerjasama yang sudah terjadi pada masing-masing tahun.

kali

C PEMAHAMAN DAN DISEMINASI PERATURAN

Berikan gambaran berapa banyak peraturan dan persyaratan impor dan perdagangan yang sudah dipahami, diubah oleh pemerintah mitra, serta telah didiseminasikan dan dimengerti oleh eksportir dan produsen di Indonesia.

9 Berapa jumlah peraturan baru/perubahan yang telah difahami dan diinformasikan kepada perusahaan & pemerintah terkait di Indonesia.

jumlah

10 Berapa banyak isu-isu penting yang sudah Dilaporkan oleh Atdag/ITPC kepada instansi/perusahaan yang bersangkutan untuk mendapat penyelesaian

jumlah

11 Berapa banyak kasus / perselisihan yang sudah dimediasi / ditangani.

jumlah

D ANALISIS/INFO PASAR

Berikan gambaran mengenai peranan Atdag/ITPC dalam menyediakan info pasar spesifik, hasil dari kegiatan analisis pasar dan kegiatan market intelligent.

12 Berapa banyak laporan market intelligent dalam dan market analysis setahun ?

jumlah

13 Berapa banyak market brief per tahun yang telah diterbitkan dan didistribusikan ?

jumlah

14 Berapa banyak laporan kegiatan survei pasar per tahun yang telah dihasilkan ?

jumlah

E PELAYANAN KEPADA DUNIA USAHA

15 Berapa jumlah inquiry yang diterima dan dilayani dalam setahun

jumlah

16 Berapa banyak advokasi dan konsultasi bisnis yang diberikan kepada pelaku usaha dalam setahun

jumlah

F ANTISIPASI LIMA TAHUN MENDATANG

Presiden telah menetapkan sasaran bahwa dalam lima tahun mendatang ekspor Indonesia harus mampu meningkatkan ekspor 300% dibanding ekspor tahun 2014. Menurut Anda perbaikan apa saja yang harus dilakukan oleh

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 149

No ASPEK OPERASIONAL Satuan 2014 2013

Atdag/ITPC, agar sasaran tersebut dapat tercapai ..

Berikan rencana/usulan-usulan perbaikan Atdag/ITPC dan skala prioritasnya.

Catatan nilai urgensi

5. Penting dan Mendesak/sangat segera untuk dilakukan

4. Mendesak / segera untuk dilakukan

3. Penting dan merupakan kunci

Jika kotak saran kurang, Silahkan ditulis dalam lembar terpisah dan dilampirkan dengan questioner ini.

No PERBAIKAN STRATEGIS DALAM ASPEK

URGENSI USULAN

3 4 5

21 Dalam hal Promosi :

22 Dalam hal Analisis/Info Pasar:

23 Pengembangan jejaring perdagangan:

24 Dalam hal diseminasi Peraturan/persyaratan ekspor & perdagangan:

25 Dalam hal Pelayanan kepada dunia usaha:

KUESIONER 3 : KEPUASAN STAKEHOLDER

(Untuk Dinas Perindustrian Perdagangan Propinsi, Importir, dan

Eksportir)

YANG DI EVALUASI YANG MENGEVALUASI

Institusi : Atase Perdagangan (Atdag)

Indonesian Trade Promotion Center(ITPC)

KDEI

Kondag

Nama Instansi /

Perusahaan

:

Negara Tujuan Ekspor

: Bidang Usaha /

Kementerian

: Eksportir Produsen

…………………………………………

Kota : Produk Ekspor

(Boleh lebih dari satu)

:

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 150

Yang terhormat Responden,

Dimohon untuk membantu mengevaluasi efektivitas Atase Perdagangan (Atdag)/ITPC untukbahan pengembangan Atdag dan ITPC yang bersangkutan.

Dalam evaluasi digunakan skala sebagai berikut :

Untuk Frekuensi / Volume kegiatan

Untuk Kesesuaian isi (content) / Cakupan

Untuk Pelaksanaan / Penyelenggaraan

Tingkat kepentingan bagi

Ekspor Perusahaan Anda

1 – Sangat jarang

2 – Jarang

3 – Sedang

4 – Sering

5 – Sangat sering

1 – Tidak Sesuai

2 – Kurang Sesuai

3 – Agak Sesuai

4 – Sesuai

5 – Sangat Sesuai

1 – Tidak Memuaskan

2 – Kurang Memuaskan

3 – Cukup

4 – Memuaskan

5 – Sangat Memuaskan

1 – Tidak terkait

2 – Kurang penting

3 – Cukup

4 – Penting

5 – Sangat Penting

No PERTANYAAN MENGENAI ASPEK OUTPUT

Beri tanda pada kolom yang sesuai dengan pilihan Anda

1 2 3 4 5

A Pertanyaan Nomer A1-A4 :

Bagaimanakah penyelenggaraan promosi yang telah dilakukan oleh Atdag / ITPC di negara tujuan ekspor tersebut

A1 Apakah frekuensinya promosi telah cukup?

A2 Apakah isi / content pomosi sesuai dengan produk anda?

A3 Apakah penyelenggaraannya telah dapat Memuaskan?

A4 Seberapa pentingkah Promosi sebagai faktor penting bagi Ekspor Anda?

No PERTANYAAN MENGENAI ASPEK OUTPUT

Beri tanda pada kolom yang sesuai dengan pilihan Anda

1 2 3 4 5

B Pertanyaan Nomer B1-B4 :

Apakah Atdag / ITPC telah mampu melakukan analisis pasar di negara tujuan ekspor, dan informasi pasar sampai kepada anda.

B1 Apakah volume dan frekuensinya sering sampai kepada Anda ?

B2 Apakah Isi / cakupan hasil analisis pasar sesuai dengan kebutuhan Anda?

B3 Apakah hasil analisis pasar dan informasi tersebut Memuaskan Anda ?

B4 Seberapa pentingkah Info pasar bagi keberhasilan Ekspor Anda ?

C Pertanyan Nomor C1-C4 :

Bagaimana dengan bantuan/fasilitasi yang diberikan oleh Atdag/ITPC dalam pengembangan jejaring bisnis / distribusi produk ekspor Anda

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 151

No PERTANYAAN MENGENAI ASPEK OUTPUT

Beri tanda pada kolom yang sesuai dengan pilihan Anda

1 2 3 4 5

C1 Apakah bantuan fasilitasi tersebut sering anda terima?

C2 Apakah jenis bantuan yang diberikan sesuai yang anda butuhkan?

C3 Apakah pelaksanaan pemberian bantuan tersebut Memuaskan kebutuhan bisnis Anda?

C4 Seberapa pentingkah fasilitasi jejaring bisnis bagi Ekspor Anda

D Pertanyaan Nomor D1-D4 :

Bagaimanakah penanganan berbagai informasi dan perubahan terkait dengan peraturan-peraturan/syarat-syarat ekspor dan perdagangan di negara tujuan ekspor di mana Atdag/ITPC berada

D1 Apakah Anda sering menerima informasi mutakhir mengenai peraturan dan persyaratan tersebut?

D2 Apakah informasi tersebut sesuai untuk keberhasilan ekspor Anda?

D3 Apakah pemberian akses kepada informasi tersebut Memuaskan Anda?

D4 Seberapa pentingkah info peraturan lokal bagi Ekspor Anda ?

E Pertanyaan Nomer E1-E4 :

Secara umum Bagaimanakah Pelayanan yang diberikan kepada Anda untuk keberhasilan ekspor perusahaan / instansi Anda

E1 Apakah Anda sering memanfaatkan dan memperoleh layanan yang Anda perlukan?

E2 Apakah layanan yang diberikan oleh Atdag/ITPC telah sesuai dengan keperluan ekspor dan perdagangan Anda?

E3 Apakah pemberian layanan oleh Atdag/ITPC Memuaskan Anda?

E4 Seberapa pentingkah layanan umum Atdag/ITPC bagi Ekspor Anda?

Selanjutnya, untuk pengembangan Atdag/ITPC, dimohon saran-saran Anda sebagaimana aspek-aspek di bawah ini.

Catatan :

Jika dinilai kotak saran yang disediakan kurang luas untuk menuliskan saran/usulan, Silahkan ditulis dalam lembar terpisah dan dilampirkan dengan kuisioner ini.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 152

No Permintaan Saran Urgensi

3 4 5

F Presiden telah menetapkan sasaran bahwa dalam lima tahun mendatang ekspor Indonesia harus mampu meningkatkan ekspor 300% dibanding ekspor tahun 2014. Menurut Anda perbaikan apa saja yang harus dilakukan oleh Atdag/ITPC, agar sasaran tersebut dapat tercapai.

Tuliskan saran Anda dalam Kelima Aspek tersebut, A s/d E (Promosi, Info pasar, pengembangan jejaring, pemahaman peraturan, dan layanan lainnya), dengan skala prioritas sebagai berikut :

5- Penting dan Mendesak (sangat segera) dilakukan

4- Mendesak (Segera) untuk dilaksanakan

3- Penting untuk dilakukan

AA Promosi :

BB Info/Analisis Pasar :

CC Pengembangan Jejaring Bisnis :

DD Pemahaman Peraturan/persyaratan ekspor dan perdagangan

EE Pelayanan dukungan bisnis lainnya

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 153

LAMPIRAN 2. PANDUAN FGD BAGI PESERTA

PANDUAN FGD BAGI PESERTA KAJIAN PENGEMBANGAN PEMBUKAAN PERWAKILAN

PERDAGANGAN LUAR NEGERI

PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI

BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN

KEBIJAKAN PERDAGANGAN

KEMENTERIAN PERDAGANGAN

2015

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 154

I. PENDAHULUAN

Salah satu mandat Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam

rangka mendukung misi pemerintah ―meningkatkan produktivitas rakyat

dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa

maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya” adalah

peningkatan ekspor Indonesia. Kemendag menargetkan nilai ekspor non

migas meningkat tiga kali lipat selama periode 2014-2019 (Kemendag,

2014). Selain peningkatan daya saing produk ekspor Indonesia, salah

satu program untuk mencapai target ekspor tersebut adalah dengan

meningkatkan peran para perwakilan perdagangan Indonesia di luar

negeri yaitu Atase Perdagangan (Atdag) dan Indonesian Trade Promotion

Center (ITPC). Atdag dan ITPC memiliki fungsi yang sangat penting dalam

peningkatan ekspor Indonesia antara lain melakukan kerjasama dan

fasilitasi perdagangan, koordinasi, analisis dan penyediaan informasi

pasar, promosi, upaya penetrasi pasar serta business intelligence. Hingga

saat ini, Indonesia memiliki 23 Atdag dan 19 ITPC yang tersebar di

berbagai negara mitra dagang Indonesia (Kemendag, 2014).

Berbagai studi telah dilakukan untuk menganalisis peran Export

Promotion Agency (EPA) di beberapa negara seperti Biesebroeck et al.

(2010), Kostecki dan Naray (2007), Martincus dan Carballo (2008) serta

Rose (2007). Studi-studi tersebut menyebutkan bahwa EPA terbukti

memiliki peran yang efektif dalam meningkatkan ekspor beberapa negara.

Dengan mengacu pada beberapa studi tersebut, peningkatan dan

pengembangan perwakilan perdagangan Indonesia di luar negeri menjadi

salah program penting dalam mendukung target peningkatan ekspor.

Namun demikian, dikarenakan keterbatasan sumber daya, salah satu isu

utama adalah bagaimana kriteria untuk memilih negara prioritas lokasi

Atdag dan ITPC (membuka di negara baru atau pengembangan) yang

dapat memberikan dampak optimal bagi kinerja ekspor Indonesia.

Melalui Focus Group Discussion (FGD) akan dilakukan pembahasan

secara mendalam tentang kriteria-kriteria yang digunakan dalam

penyusunan negara prioritas untuk pengembangan Atdag /ITPC untuk

kemudian menentukan negara prioritas lokasi Atdag/ITPC berdasarkan

kriteria-kirteria yang telah ditetapkan. Kegiatan FGD akan dilaksanakan

melalui beberapa tahapan dengan melibatkan berbagai stakeholders,

seperti para pelaku usaha (eksportir), mantan pejabat perwakilan

perdagangan luar negeri, pejabat/pimpinan Kementerian/Lembaga (K/L)

terkait serta para pengamat ekonomi terutama perdagangan internasional.

Pada tahap I, kegiatan FGD akan difokuskan untuk menentukan

kriteria-kriteria yang digunakan dalam penentuan negara prioritas lokasi

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 155

Atdag dan ITPC serta pemilihan negara prioritas berdasarkan kriteria-

kriteria yang telah ditentukan. Lebih lanjut, FGD ini juga dimaksudkan

untuk mendapatkan bobot dari aspek-aspek yang digunakan untuk

mengukur efektivitas Atdag/ITPC dengan pendekatan proses manajemen.

Selanjutnya, pada tahap II, FGD direncanakan akan dilakukan pada Mei

2015, dengan fokus diskusi pada pemantapan kriteria pemilihan negara

prioritas dan negara prioritas yang telah terpilih untuk lokasi

pengembangan Atdag dan ITPC.

Tulisan ini merupakan panduan FGD bagi peserta. Dari panduan ini

diharapkan para peserta FGD dapat melakukan diskusi secara dinamis

dan terarah sehingga kriteria pemilihan negara dan penentuan negara

prioritas dapat dibahas dan dipahami secara mendalam.

II. TUJUAN DAN MANFAAT

Metode FGDsangat berbeda dengan bentuk-bentuk rapat

koordinasi antar instansi yang biasa dilaksanakan oleh pemerintah. FGD

ini terutama sangat diperlukan untuk pengumpulan informasi atau data

dari suatu kegiatan yang dilakukan. Adapun tujuan pelaksanaan FGD

dalam kerangka penentuan kriteria dan negara prioritas pengembangan

Atdag/ITPC adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi kriteria-kriteria dalam pemilihan negara prioritas

pengembangan Atdag/ITPC;

2. Mengidentifikasi negara-negara prioritas untuk mengembangkan atau

mendirikan Atdag /ITPC yang baru;

3. Mendapatkan bobot untuk aspek-aspek yang digunakan untuk menilai

efektivitas Atdag/ITPC dengan pendekatan proses manajemen.

Manfaat dari pelaksanaan FGD ini adalah:

1. Kriteria-kriteria untuk menyusun prioritas negara untuk pengembangan

Atdag /ITPC;

2. Rekomendasi negara-negara prioritas untuk mengembangkan atau

mendirikan Atdag /ITPC yang baru;

3. Bobot untuk aspek-aspek yang digunakan untuk menilai efektivitas

Atdag/ITPC dengan pendekatan proses manajemen.

III. PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1. Pembukaan (Waktu 15 menit)

Pembukaan dilakukan oleh Kepala Pusat Kebijakan

Perdagangan Luar Negeri atau yang mewakilinya.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 156

3.2. Perkenalan dan Keakraban (Waktu 15 menit)

Setiap peserta secara bergantian memperkenalkan dirinya.

Perkenalan mencakup nama dan pekerjaan. Para peserta

hendaknya juga menceritakan pengalaman menarik dalam

pekerjaannya. Hal-hal yang bersifat pribadi seperti daerah asal atau

tentang keluarga dapat juga dikemukakan secara santai. Pada waktu

seorang peserta memperkenalkan dirinya, peserta lainnya

diperbolehkan bertanya dan memberikan komentar.

1.3. Paparan TOR, Proses FGD, Scoring dan Mekanisme

Pengambilan Keputusan (Waktu 45 menit)

Paparan mengenai TOR kajian pengembangan pembukaan

perwakilan perdagangan luar negeri dan isu-isu yang terkait dengan

kajian tersebut terutama terkait dengan kriteria-kriteria pemilihan

negara prioritas pengembangan Atdag/ITPC dimaksudkan untuk

meningkatkan pemahaman para peserta atas pokok-pokok persoalan

yang berkaitan hal tersebut. Dari paparan tersebut, diharapkan

perserta memiliki pemahaman tentang kriteria pemilihan dan

penentuan negara prioritas untuk pengembangan Atdag/ITPC. Hal ini

juga dapat dijadikan sebagai salah satu referensi bagi peserta untuk

proses diskusi selanjutnya.

3.4. Scoring, Valuation Kriteria dan Sintesa ( Waktu 2 jam 15 menit)

Kriteria-Kriteria atau indikator yang digunakan dalam pemilihan

negara prioritas

Tujuan: Untuk mengetahui kriteria-kriteria yang digunakan dalam

pemilihan negara prioritas

Kepada setiap peserta diminta untuk mendiskusikan dan

memberikan jawaban mengenai kriteria-kriteria dalam pemilihan

negara prioritas untuk pengembangan Atdag/ITPC. Terdapat 6 calon

kriteria untuk pemilihan negara yang telah diadopsi dari Market

Potential Index (Global EDGE, 2011) antara lain:

1. Partial Trade Openness: rasio antara impor dengan GDP negara

tersebut;

2. Trade Complementary Index: Indeks yang mengukur

kesesuaian ekspor Indonesia dengan impor negara tujuan;

3. Market Growth Rate: diukur dari besarnya peningkatan

permintaan impor selama lima tahun terakhir;

4. Market Intensity: diukur dengan besarnya pangsa belanja sektor

swasta (investasi dan konsumsi) dalam GDP;

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 157

5. Commercial Infrastructure: diukur dengan Logistic Performance

Index (LPI);

6. Country Risk: faktor resiko investasi, penetrasi pasar yang telah

dilakukan pemerintah yang diukur dengan Fragile State Index;

7. Trade Cooperation. Diukur dengan ada tidaknya PTA, FTA,

Custom Union, Common Market dan Economic Community

antara Indonesia dengan negara tersebut.

Fasilitator akan memandu diskusi dengan melakukan konfirmasi

dari 6 calon kriteria di atas yang diadopsi dari Market Potential Index.

Fasilitator juga akan mempertanyakan beberapa jawaban yang

dianggap kurang jelas serta melakukan pengembangan dari kriteria-

kriteria tersebut jika dianggap perlu berdasarkan hasil diskusi. Hal ini

untuk memastikan bahwa kriteria-kriteria pemilihan negara prioritas

untuk pengembangan Atdag/ITPC dapat teridentifikasi secara

komprehensif.

Setelah kriteria pemilihan negara telah ditentukan, maka

langkah selanjutnya adalah pemberian penilaian prioritas atau

pemberian skor/bobot untuk setiap elemen kriteria yang dipasang-

pasangkan. Pemberian bobot tersebut diberikan berdasarkan

penilaian subyektif peserta diskusi. Adapun sistem pembobotan yang

digunakan adalah sebagai berikut (Tabel 1):

Tabel 1. Skor Penilaian

Hasil Penilaian Nilai A Nilai B

Elemen A mutlak lebih penting penting dari elemen B

1,6 0,4

Elemen A lebih penting dari elemen B 1,4 0,6

Elemen A sedikit lebih penting dari elemen B 1,2 0,8

Elemen A sama penting dengan elemen B 1,0 1,0

Elemen A sedikit kurang penting dari elemen B 0,8 1,2

Elemen A kurang penting dari elemen B 0,6 1,4

Elemen A mutlak kurang penting dari elemen B 0,4 1,6

Setelah didapatkan skor penilaian untuk kriteria pemilihan

negara prioritas, maka kemudian dilakukan skor penilaian terhadap

alternatif-alternatif negara prioritas yang telah lebih dahulu diseleksi

yaitu negara-negara yang memiliki PDB minimal 0,5% dari total PDB

dunia berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Pembobotan

dilakukan dengan cara yang sama yaitu membuat matrik pairwase

comparison untuk tiap pasangan alternatif berdasarkan tiap-tiap

kriteria.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 158

Sintesis prioritas dilakukan dengan penjumlahan dari bobot

yang diperoleh setiap alternatif negara untuk tiap-tiap kriteria setelah

kriteria evaluasi telah diberikan bobot atau skor penilaian.Negara

dengan peringkat tinggi akan menjadi negara prioritas untuk dibuka

Atdag atau ITPC baru, sementara kalau sudah ada dipertimbangkan

untuk ditambah.

3.5. Pembobotan Kriteria Penilaian Efektifitas Atdag dan ITPC

(Waktu 2 jam)

Selain penentuan kriteria pemilihan negara dan identifikasi

negara prioritas untuk pengembangan Atdag/ITPC, FGD ini juga

dimaksudkan untuk mendapatkan bobot dari tiga aspek dan

beberapa sub aspek yang digunakan untuk mengukur efektivitas

Atdag/ITPC dengan pendekatan proses manajemen. Ketiga aspek

yang akan dinilai adalah proses manajemen, output dan kepuasan

stakeholders serta beberapa sub aspek yang terkait. Skala

pembobotan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1 di atas.

IV. PENUTUP

Panduan FGD ini disusun secara khusus untuk digunakan oleh para

peserta dalam rangka menggali dan membahas persepsi-persepsi dan

pemikiran-pemikiran yang berkaitan dengan penentuan kriteria pemilihan

negara prioritas dan identifikasi negara prioritas untuk pengembangan

Atdag /ITPC di Indonesia. Panduan ini seyogyanya dipelajari dengan

seksama oleh calon peserta sehingga diskusi dapat berjalan dengan

lancar dan produktif.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 159

LAMPIRAN 3. STANDAR DAN PANDUAN PEMBERIAN SKOR ATAS

KUESIONER KEPADA ATDAG/ITPC

Kuesioner 1: Proses Manajemen / Proses Pengelolaan Kegiatan

No ASPEK OPERASIONAL Satuan Skor

Maksimum

Panduan Skoring

A SUMBERDAYA MANUSIA

5 Rata-rata Skor SDM

Berapakah Jumlah SDM/staf yang terlibat dalam Atdag/ITPC yang Anda pimpin.

5

Kalau 4 orang atau lebih nilai 5; 3 orang nilai 4; 2 orang nilai 3; 1 orang nilai 2

1 - Lulusan S3 orang

2 - Lulusan S2 orang 5 Jika ada setidaknya 1 orang S2 nilai 5

3 - Lulusan S1 orang Kalau hanya ada setidaknya 1 orang S1 nilai 3

4 Yang memiliki pengalaman komunikasi Bisnis & Promosi

orang 5 Kalau sudah ada nilai 5, kalau tidak ada nilai 3

5 Yang menguasai komoditas ekspor (ke negara yang bersangkutan) dengan baik

orang 5 Kalau sudah ada nilai 5, kalau tidak ada nilai 3

B ORGANISASI 5 Skor Organisasi

Apakah ada pembagian tugas yang jelas / pilah di antara staf Atdag/ITPC yang ada

5 Kalau Ada nilai 5, kalau tidak ada nilai 3

Skor Organsasi hanya dilihat dari ada atau tidak adanya pembagian tugas

6 Yang Khusus Menangani Promosi Orang 5 Kalau sudah ada nilai 5

7 Yang Khusus Menangani Analisis / Informasi Pasar

Orang 5 Kalau sudah ada nilai 5

8 Yang Khusus Pengembangan Jejaring Ekspor & Perdagangan

Orang 5 Kalau sudah ada nilai 5

9 Yang Khusus Menangani Perkembangan peraturan dan mediasi perselisihan

Orang 5 Kalau sudah ada nilai 5

10

Sebutkan penggabungan yang diterapkan jika tidak terpilah sebagaimana No 6-9 (di bawah ini):

dibiarkan kosong

10 ……………………………………………

dibiarkan kosong

10 ………………………………………………

dibiarkan kosong

10 ………………………………………………

dibiarkan kosong

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 160

No ASPEK OPERASIONAL Satuan Skor

Maksimum

Panduan Skoring

C

KOORDINASI KEGIATAN

5 Rata-rata Skor

Koordinasi

Bagaimanakah Atdag / ITPC mengkoordinasikan kegiatan / upaya peningkatan ekspor

11 Berapa sering dilakukan pertemuan dengan instansi, eksportir, dan importir.

kali 5

kalau 12 atau lebih nilai 5; kalau 9-11 nilai 4; 6-8 nilai 3; 3-5 nilai 2; kurang dari 3 nilai 1

15 Media Komunikasi lainnya selain rapat yang digunakan

kali 5 kalau ada nilai 5, kalau tidak ada nilai 3

15 Review pasar Kali/tah

un 5

kalau 12 atau lebih nilai 5; kalau 9-11 nilai 4,; 6-8 nilai 3; 3-5 nilai 2; kurang dari 3 nilai 1

15 Newsletter Kali/tah

un 5

kalau 12 atau lebih nilai 5; kalau 9-11 nilai 4; 6-8 nilai 3; 3-5 nilai 2; kurang dari 3 nilai 1

15 Laporan berkala Kali/tah

un 5

kalau 12 atau lebih nilai 5; kalau 9-11 nilai 4; 6-8 nilai 3; 3-5 nilai 2; kurang dari 3 nilai 1

15 Lainnya (sebutkan) : Isu perdagangan, pemberian informasi dll

Kali/ tahun

5

Kalau 4 atau lebih nilai 5; kalau 3 nilai 4; kalau 2 nilai 3; tidak ada nilai 1

D.

PELAKSANAAN KEGIATAN

5 Rata-rata Skor Tata

Laksana

Bagaimanakah pengelolaan dan realisasi / pelaksanaan program kegiatan Atdag/ITPC dalam upaya peningkatan ekspor Indonesia ke negara yang bersangkutan.

16 Berapa persen realisasi fisik dari kegiatan-kegiatan pendukung peningkatan ekspor :

a. Promosi % 5

Kalau 100% nilai 5; kalau 90% nilai 4; kalau 80% nilai 3; kalau 70% nilai 2; kalau kurang dari atau sama dengan 60% nilai 1

b. Analisis/Informasi pasar % 5

Kalau 100% nilai 5; kalau 90% nilai 4; kalau 80% nilai 3; kalau 70% nilai 2; kalau kurang dari atau sama dengan 60% nilai 1

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 161

No ASPEK OPERASIONAL Satuan Skor

Maksimum

Panduan Skoring

c. Fasilitasi pengembangan

Jejaring ekspor & perdagangan % 5

Kalau 100% nilai 5; kalau 90% nilai 4; kalau 80% nilai 3; kalau 70% nilai 2; kalau kurang dari atau sama dengan 60% nilai 1

d. Pemahaman & diseminasi peraturan dan persyaratan ekspor untuk stakeholder

% 5

Kalau 100% nilai 5; kalau 90% nilai 4; kalau 80% nilai 3; kalau 70% nilai 2; kalau kurang dari atau sama dengan 60% nilai 1

17

Apakah data dan informasi mengenai produk ekspor, eksportir, instansi terkait, importir, serta instansi mitra negara, dan distributor/business man lokal sudah Tertata dalam suatu Sistem Basis Data

Angka (1,2,3)

5 Berdasarkan yang diisi oleh ybs

(Tuliskan 1:belum; 2:dalam proses; 3:sudah berfungsi untuk masing-masing tahun)

18

Jika sudah dimiliki Sistem Basis Data, berapa sering dimutakhirkan.

Angka (1,2,3,4,

5)

5 Berdasarkan yang diisi oleh ybs

(Tuliskan 1:setiap tahun; 2:setiap bulan; 3:setiap minggu; 4:setiap hari; 5:on-line/otomatis, untuk setiap tahun)

19

Apakah laporan berkala mengenai pengelolaan Atdag/ITPC lancar. Berapa lama kelambatan yang sering terjadi

a. Laporan bulanan hari 5

kurang dari 15 hari nilai 5; 15-29 hari nilai 4; 30 hari nilai 3; 30-60 hari nilai 2; lebih dari 60 hari nilai 1

b. Laporan tahunan hari 5

kurang dari 1 bulan nilai 5; 30-59 hari nilai 4; 60-80 hari nilai 3; 81-100 hari nilai 2; lebih dari 100 hari nilai 1

20

Berapa banyak terdapat laporan evaluasi kegiatan pada setiap event pameran, fasilitasi pengembangan jejaring, bantuan mediasi perselisihan dsb)

Jumlah laporan evaluasi

5

24 atau lebih nilai 5; 19-23 nilai 4; 14-18 nilai 3; 9-13 nilai 2; kurang dari 9 nilai 1

E PEMANTAUAN EKSPOR

5

Skor Pemantauan Ekspor

Sebutkan data mengenai nilai Kalau ada angka nilai

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 162

No ASPEK OPERASIONAL Satuan Skor

Maksimum

Panduan Skoring

ekspor Indonesia ke negara lokasi Atdag/ITPC yang Anda pimpin

5, kalau tidak ada angka nilai 3

27 Nilai Ekspor Indonesia total US$ (000)

5 Kalau ada angka nilai 5, kalau tidak ada angka nilai 3

28

Sebutkan 5 (lima) Nilai ekspor ranking ke-1 s/d ke-5 produk ekspor Indonesia ke negara lokasi Atdag/ITPC yang anda pimpin

US$ (000)

5 Kalau ada angka nilai 5, kalau tidak ada dikosongkan

US$ (000)

5 Kalau ada angka nilai 5, kalau tidak ada dikosongkan

US$ (000)

5 Kalau ada angka nilai 5, kalau tidak ada dikosongkan

US$ (000)

5 Kalau ada angka nilai 5, kalau tidak ada dikosongkan

US$ (000)

5 Kalau ada angka nilai 5, kalau tidak ada -> dikosongkan

F INFORMASI LAIN / TAMBAHAN

29 Kapan Atdag/ITPC didirikan Tanggal/Tahun

dibiarkan kosong

30 Kapan Atdag/ITPC beroperasi/berfungsi penuh (100%).

Tanggal/Tahun

dibiarkan kosong

Sumber: Hasil Benchmark

Kuesioner 2: Hasil Kegiatan /Output Atdag dan ITPC

No ASPEK OPERASIONAL Satuan Skor

Maksimum

Panduan Skoring

A OUTPUT PROMOSI

5 Rata-rata Skor

Promosi

Bagaimanakah capaian / output Atdag dan ITPC setiap tahun dalam melaksanakan tugas pokoknya menyelenggarakan kegiatan promosi untuk meningkatkan ekspor Indonesia ke negara yang bersangkutan.

1

Berapa kali dalam setahun dilakukan pameran yang diselenggarakan oleh Atdag/ITPC sendiri

kali 5

kalau 4 atau lebih nilai 5; kalau 3 nilai 4; kalau 2 nilai 3; kalau 1 nilai

2; kalau 0 nilai 1

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 163

No ASPEK OPERASIONAL Satuan Skor

Maksimum

Panduan Skoring

2

Berapa kali dalam tahun ybs ikut berpartisipasi dalam pameran/promosi yang diselenggarakan oleh lembaga mitra?

kali 5

kalau 4 atau lebih nilai 5, kalau 3 nilai 4, kalau 2 nilai 3, kalau 1 nilai

2, kalau 0 nilai 1

3 Berapa banyak importir/buyer per tahun yang bisa didatangkan / dibawa ke Indonesia pada saat TEI

Orang 5

Apabila lebih dari rata-rata sebesar 34,6 nilai 5; kurang dari rata-rata

nilai 4; kalau 0 atau tidak ada nilai 3

4

Berapa banyak eksportir/produsen Indonesia per tahun yang bisa diajak pameran di negara tujuan ekspor

Orang 5

Apabila lebih dari rata-rata sebesar 23,1 nilai 5; kurang dari rata-rata

nilai 4; kalau 0 atau tidak ada nilai 3

5 Berapa banyak permanent room (building) display yang di negara tujuan ekspor y.b.s.

Jumlah 5 Kalau 1 atau lebih nilai 5; kalau tidak ada nilai

3

B PENGEMBANGAN JEJARING (PENETRASI PASAR)

5 Rata-rata Skor

Network

Berikan gambaran bagaimana hasil-hasil upaya fasilitasi /pemberian bantuan dan dukungan di dalam upaya pengembangan jejaring bisnis/pedagangan antara para pelaku bisnis Indonesia dengan importir/pelaku bisnis di negara tujuan ekspor y.b.s.

6

Berapa jumlah instansi, produsen, dan eksportir Indonesia yang sudah terlibat dalam ekspor / kerjasama bisnis negara tujuan ekspor ybs.

orang 5

Apabila lebih dari rata-rata sebesar 69,9 nilai 5; kurang dari rata-rata

nilai 4; kalau 0 atau tidak ada nilai 3

7

Berapa jumlah instansi dan importir di negara tujuan yang sudah terjalin hubungan dengan eksportir/produsen Indonesia

orang 5

Apabila lebih dari rata-rata sebesar 438,6 nilai 5; kurang dari

rata-rata nilai 4; kalau 0 atau tidak ada nilai 3

8 Berapa kontrak kerjasama yang sudah terjadi pada masing-masing tahun.

kali 5

Kalau 12 atau lebih nilai 5; kalau 9-11 nilai

4; kalau 6-8 nilai 3; kalau 3-5 nilai 2; 1-2

nilai 1

C PEMAHAMAN DAN DISEMINASI PERATURAN

5 Rata-rata Skor Aturan

Berikan gambaran berapa banyak peraturan dan persyaratan impor dan perdagangan yang sudah dipahami, diubah oleh pemerintah mitra, serta telah didiseminasikan dan dimengerti oleh eksportir dan produsen di Indonesia.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 164

No ASPEK OPERASIONAL Satuan Skor

Maksimum

Panduan Skoring

9

Berapa jumlah peraturan baru/peru-bahan yang telah difahami dan diinformasikan kepada perusahaan & pemerintah terkait di Indonesia.

jumlah 5 Kalau 1 atau lebih nilai 5; kalau tidak ada nilai

3

10

Berapa banyak isu-isu penting yang sudah Dilaporkan oleh Atdag/ITPC kepada instansi/perusahaan yang bersangkutan untuk mendapat penyelesaian

jumlah 5

kalau 4 atau lebih nilai 5; kalau 3 nilai 4; kalau 2 nilai 3; kalau 1 nilai

2; kalau 0 nilai 1

11 Berapa banyak kasus / perselisihan yang sudah dimediasi / ditangani.

jumlah dibiarkan kosong

D

ANALISIS/INFO PASAR

5 Rata-rata Skor Analisis

Pasar

Berikan gambaran mengenai peranan Atdag/ITPC dalam menyediakan info pasar spesifik, hasil dari kegiatan analisis pasar dan kegiatan market intelligent.

12 Berapa banyak laporan market intelligent dalam dan market analysis setahun ?

jumlah 5

Kalau 12 atau lebih nilai 5; kalau 9-11 nilai

4; kalau 6-8 nilai 3; kalau 3-5 nilai 2; 1-2

nilai 1

13 Berapa banyak market brief per tahun yang telah diterbitkan dan didistribusikan ?

jumlah 5

Kalau 12 atau lebih nilai 5; kalau 9-11 nilai

4; kalau 6-8 nilai 3; kalau 3-5 nilai 2; 1-2

nilai 1

14 Berapa banyak laporan kegiatan survei pasar per tahun yang telah dihasilkan ?

jumlah 5

Kalau 6 atau lebih nilai 5; 5 nilai 4; 4 nilai 3; 3 nilai 2; Kurang dari 2

nilai 1

E PELAYANAN KEPADA DUNIA USAHA

5 Rata-rata Skor

Pelayanan

15 Berapa jumlah inquiry yang diterima dan dilayani dalam setahun

jumlah 5

Apabila lebih dari rata-rata sebesar 166,7 nilai 5; kurang dari

rata-rata nilai 4; kalau 0 atau tidak ada nilai 3

16

Berapa banyak advokasi dan konsultasi bisnis yang diberikan kepada pelaku usaha dalam setahun

jumlah 5

Apabila lebih dari rata-rata sebesar 39,4 nilai 5; kurang dari rata-rata

nilai 4; kalau 0 atau tidak ada nilai 3

Sumber: Hasil Benchmark