intelligence quotient– iq

61
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 1 PERBEDAAN TINGKAT KECERDASAN INTELEKTUAL (INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ) PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DENGAN RIWAYAT BBLR (BAYI BERAT LAHIR RENDAH) DAN BBLC (BAYI BERAT LAHIR CUKUP) SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran SALMA ASRI NOVA G 0008239 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Upload: haduong

Post on 19-Jan-2017

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

PERBEDAAN TINGKAT KECERDASAN INTELEKTUAL (INTELLIGENCE

QUOTIENT– IQ) PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DENGAN

RIWAYAT BBLR (BAYI BERAT LAHIR RENDAH) DAN

BBLC (BAYI BERAT LAHIR CUKUP)

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

SALMA ASRI NOVA

G 0008239

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul : Perbedaan Tingkat Kecerdasan Intelektual

(Intelligence Quotient-IQ) pada Anak Usia Sekolah Dasar dengan Riwayat

BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) dan BBLC (Bayi Berat Lahir Cukup)

Salma Asri Nova, NIM : G0008239, Tahun : 2011

Telah diuji dan sudah disahkan dihadapan Dewan Penguji Skripsi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada hari........ , Tanggal .......................2011

Pembimbing Utama Yulidar Hafidh, dr., Sp.A(K) NIP. 130071958 (...................................) Pembimbing Pendamping Suci Murti Karini, Dra., MSi NIP. 19540527 198003 2 001 (..................................) Penguji Utama Prof. Dr. Harsono Salimo, dr., Sp.A (K) NIP. 19441226 197310 1 001 (..................................) Anggota Penguji Endang Sutisna Sulaiman, dr., MKes NIP. 19560320 198312 1 002 (..................................)

Surakarta,........................2011

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. H. A. A. Subijanto, dr, M.S.

NIP. 19660702 199802 2 001 NIP. 19481107 197310 1 003

Page 3: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan

sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, ......................2011

Salma Asri Nova

NIM. G0008239

Page 4: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

ABSTRAK

Salma Asri Nova, G0008239, 2011. Perbedaan Tingkat Kecerdasan Intelektual (Intelligence Quotient-IQ) pada Anak Usia Sekolah Dasar dengan Riwayat BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) dan BBLC (Bayi Berat Lahir Cukup). Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan Intelligence Quotient (IQ) pada anak usia sekolah dasar dengan riwayat bayi berat lahir rendah dan bayi berat lahir cukup. Metode Penelitian: Observasional analitik dengan pendekatan kohort retrospektif, menggunakan teknik fixed-exposure sampling dengan jumlah sampel 48 siswa SDN 01 Jantiharjo Karanganyar. Terdiri dari 16 siswa dengan riwayat berat lahir rendah dan 32 siswa riwayat berat lahir cukup. Skor IQ diukur dengan Culture Fair Intelligence Test, sedangkan kuesioner terstruktur digunakan untuk mengetahui riwayat berat lahir, status sosial-ekonomi orang tua dan tingkat pendidikan ibu. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Chi Square. Hasil Penelitian: Dibandingkan anak dengan riwayat berat lahir cukup, anak dengan riwayat berat lahir rendah mempunyai skor IQ <90 lebih besar secara signifikan (p=0,022). Rerata skor IQ pada anak dengan riwayat berat lahir rendah sebesar 87,2 dan untuk anak dengan riwayat berat lahir cukup sebesar 98,6. Anak dengan status sosial-ekonomi orang tua rendah mempunyai skor IQ <90 lebih besar dibandingkan anak dengan sosial-ekonomi orang tua menengah (p=0,010). Faktor pendidikan ibu tidak berhubungan dengan skor IQ anak. Simpulan Penelitian: Terdapat perbedaan skor IQ yang signifikan antara anak dengan riwayat BBLR dan BBLC di SDN 01 Jantiharjo Karanganyar. Anak dengan riwayat BBLR cenderung mempunyai skor IQ <90 lebih besar dibandingkan anak dengan riwayat berat lahir cukup. Kata kunci : Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), Bayi berat lahir cukup (BBLC),

skor IQ

Page 5: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRACT

Muhammad Aria Novianto, G0008227, 2011. The Differences of Emotional Quotient between Student Organization Activist and Student Organization Non Activist in Medical Faculty of Sebelas Maret University. Medical Faculty of Sebelas Maret University Surakarta. Objectives: This research aims to know the difference of emotional quotient between student organization activist and student organization non activist in Medical Faculty of Sebelas Maret University. Methods: This research was an analytical descriptive research using cross sectional approach and had been done in March 2011 in Medical Faculty of Sebelas Maret University. Data was collected by using purposive random sampling method within inclusion and exclusion criteria. The inclusion criteria were student semester VI (Force 2008), willing to be a respondent and approved the informed consent has sheet. Samples can not be selected if the score LMMPI more than equal to ten, severe physical illness, ever EQ training. Sample fill the biodata and informed consent as a sign of approval, L-MMPI scale questionnaire to assess and find honesty in answering questions given, questionnaire Emotional Quotient. Eighty four samples were obtained and analyzed using data normality test with Kolmogorov-Smirnov and Mann-Whitney test through SPSS 17.00 for Widows.…………………………………………………. Results : This research shows a significant mean difference of emotional quotient for student organizationactivist is 118,5 ± 11,127 and for non activist student organizationnon activist is 107,2 ± 9,620. The Mann Whitney test shows p=0,000 Conclusion: This study found a significant difference of emotional quotient between student organization activist and student organization non activist in Medical Faculty of Sebelas Maret University. The student organization activist is more than student organization non activist. Key words : low birth weight, normal birth weight, IQ score

Page 6: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan taufik, hidayah, dan kekuatan serta kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan laporan penelitian dengan judul “Perbedaan Tingkat Kecerdasan Intelektual (Intelligence Quotient-IQ) pada Anak Usia Sekolah Dasar dengan Riwayat BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) dan BBLC (Bayi Berat Lahir Cukup)”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kendala dalam penyusunan skripsi ini dapat teratasi atas pertolongan Allah SWT melalui bimbingan dan dukungan banyak pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku ketua tim skripsi beserta tim skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Yulidar Hafidh, dr., Sp.A(K), selaku Pembimbing Utama yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan nasehat.

4. Suci Murti Karini, Dra., MSi, selaku Pembimbing Pendamping yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan nasehat.

5. Prof. Dr. Harsono Salimo, dr., Sp.A (K), selaku Penguji Utama yang telah memberikan bimbingan dan nasehat.

6. Endang Sutisna Sulaiman, dr., MKes, selaku Anggota Penguji yang telah memberikan bimbingan dan nasehat.

7. Kepala Sekolah dan segenap guru di SDN 01 Jantiharjo Karanganyar atas kesediaan tempat, waktu,dan kerjasamanya dalam penelitian ini.

8. Segenap staf skripsi, staf SMF IKA dan staf RSUD Dr. Moewardi atas segala bantuan dan kerjasamanya dalam penyusunan skripsi ini.

9. Papa, Mama, Mas Arif, Mbak Iis, Mas Iun, Mas Aas, Nugrahir, serta seluruh keluarga yang telah memberi dukungan moral, material, serta senantiasa mendoakan untuk terselesaikannya skripsi ini.

10. Teman-teman tersayang yang selalu memotivasi penulis dengan tawa dan semangat mereka.

11. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini

dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, pendapat, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.

Surakarta, 2011

Salma Asri Nova

Page 7: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

DAFTAR ISI

PRAKATA ............................................................................................................ vi

DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ................................................................................................. ix

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ x

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xi

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ........................................................................... 3

C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 3

D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 3

BAB II. LANDASAN TEORI ............................................................................. 5

A. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 5

1. Bayi Berat Lahir Cukup.................................................................. 5

2. Bayi Berat Lahir Rendah ................................................................ 6

3. Inteligensi ........................................................................................ 15

4. Perbedaan Tingkat Kecerdasan Intelektual (IQ) pada Anak dengan

Riwayat Berat Lahir Rendah dan Berat Lahir Cukup .................... 24

B. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 27

C. Hipotesis ............................................................................................ 28

Page 8: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

BAB III. METODE PENELITIAN ..................................................................... 29

A. Jenis Penelitian .............................................................................. 29

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 29

C. Subyek Penelitian ........................................................................ 29

D. Teknik Sampling .......................................................................... 30

E. Rancangan Penelitian ................................................................. 31

F. Identifikasi Variabel Penelitian..................................................... 32

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...................................... 32

H. Pengumpulan Data ........................................................................ 34

I. Teknik Analisis Data..................................................................... 35

BAB IV. HASIL PENELITIAN ........................................................................... 37

A. Karakteristik Responden .................................................................. 37

B. Analisis Data.. .................................................................................. 43

BAB V. PEMBAHASAN .................................................................................... 44

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 49

A. Simpulan .......................................................................................... 49

B. Saran ................................................................................................ 49

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 51

LAMPIRAN

Page 9: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1V. 1 Karakteristik Responden ................................................................. 38

Tabel IV.2. Rerata Skor IQ ................................................................................. 39

Tabel IV.3. Distribusi Responden Menurut Skor IQ dalam kelompok BBLR dan

BBLC ............................................................................................. 39

Tabel IV. 4. Distribusi Responden Menurut Skor IQ dalam kelompok Status

Sosial-Ekonomi Orang Tua ............................................................. 41

Tabel IV. 5. Distribusi Responden Menurut Skor IQ dalam kelompok Tingkat

Pendidikan Ibu ................................................................................ 42

Page 10: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran ....................................................................... 27

Gambar 3.1. Rancangan Penelitian ............................................................ 31

Gambar 4.1. Distribusi Responden Menurut Skor IQ dalam Kelompok BBLR

dan BBLC ............................................................................... 39

Page 11: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian SDN 01 Jantiharjo Karanganyar

Lampiran 2. Surat Ijin Peminjaman Alat Tes Unit Layanan Psikologi

Lampiran 3. Informed Consent

Lampiran 4. Kuesioner Riwayat Kelahiran dan Status Sosial-Ekonomi Orang

Tua

Lampiran 5. Data Hasil Penelitian

Lampiran 6. Hasil Pemeriksaan Unit Layanan Psikologi

Lampiran 7. Hasil Analisis Data Penelitian

Lampiran 8. Hasil Perhitungan Chi Square Manual

Lampiran 9. Tabel Uji Chi Square

Page 12: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan ibu dan anak menentukan tercapainya kualitas hidup yang

baik pada keluarga dan masyarakat. Penyebab kematian neonatus yang

terbanyak adalah karena pertumbuhan janin yang lambat, kekurangan gizi pada

janin, kelahiran prematur, dan berat badan lahir rendah (Profil Depkes RI,

2006). World Health Organization (WHO) sejak tahun 1961 menyatakan

bahwa semua bayi baru lahir yang berat badannya kurang atau sama dengan

2.500 gram disebut low birth weight infant (Surami, 2003).

WHO memperkirakan lebih dari 20 juta Bayi Berat Lahir Rendah

(BBLR) lahir setiap tahun. Kejadian BBLR di 25 negara berkembang sebesar

23,6 % sedangkan di 11 negara maju kejadian BBLR sebesar 5,9 %. Terlihat

bahwa kejadian BBLR di negara berkembang 4 kali lebih besar dibanding

dengan BBLR di negara maju (Agustina, 2006).

Angka kejadian BBLR di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah

dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9-30 %. Secara nasional, angka BBLR

mencapai rentang 7,5 %. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang

ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010

yakni 7 % (Mulyawan, 2009). Menurut Sondari (2006) profil kesehatan tahun

2005 Propinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa jumlah bayi lahir pada tahun

2003 sebesar 543.387 jiwa dengan kasus BBLR sebesar 10.979 jiwa atau 2,02

Page 13: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

% dari jumlah lahir. Sedangkan pada tahun 2004 jumlah lahir sebesar 678.154

jiwa dengan kasus BBLR sebesar 10.420 jiwa atau 1,54 % dari jumlah bayi

lahir.

Bayi berat lahir rendah biasanya memiliki fungsi sistem organ yang

belum matur sehingga dapat mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan

lingkungan. Beberapa penelitian mengungkapkan anak yang lahir dengan berat

badan di bawah normal mempunyai pola pertumbuhan yang lebih rendah

dibandingkan dengan anak yang lahir dengan berat badan cukup (Sulistyono,

2006).

Menurut Sianturi (2007) kondisi BBLR akan sangat berpengaruh

terhadap perkembangan kesehatan anak selanjutnya. Selain kekurangan gizi,

bayi yang baru lahir tersebut juga akan mengalami kemunduran perkembangan

otak. Hal ini akan berakibat terjadinya penurunan kemampuan belajar dan

kemampuan akademik pada usia yang lebih lanjut.

Inteligensi terkait erat dengan tingkat kemampuan seseorang

menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik kemampuan secara fisik

maupun non fisik. Hasil dari inteligensi dapat diperoleh dengan cara mengukur

inteligensi atau biasa disebut dengan tes IQ (Intelligence Quotient). Dalam

pengukuran ini harus dibantu oleh tenaga ahli psikologi (Azwar, 2008).

Pada umumnya bayi-bayi dengan berat lebih tinggi memiliki IQ yang

lebih besar. Bahkan rata-rata perbedaan angka IQ dari bayi yang berat lahirnya

< 2.500 gram dengan bayi yang lahirnya 4 kg mencapai 10 angka (Matte et al.,

2001). Studi lain mencatat bahwa BBLR menurunkan skor IQ sampai 5 poin

Page 14: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

(Syafiq, 2007 cit Sari, 2010).

Kejadian retardasi perkembangan neurologik dan mental pada bayi

dengan berat lahir yang sangat rendah berkisar antara 10-20 %, termasuk

cerebral palsi 3-5 %, cacat pendengaran dan penglihatan yang sedang sampai

berat 1-4 %, dan kesukaran belajar 20 %, IQ global rata-rata sebesar 90-97, dan

76 % di antaranya dapat mengikuti sekolah normal (Markum, 1999).

B. Perumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan Intelligence Quotient (IQ) pada anak usia

sekolah dasar dengan riwayat Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan Bayi Berat

Lahir Cukup (BBLC)?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui perbedaan Intelligence Quotient (IQ) pada anak usia

sekolah dasar dengan riwayat Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan Bayi Berat

Lahir Cukup (BBLC).

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Mengetahui apakah terdapat perbedaan Intelligence Quotient (IQ) pada

anak usia sekolah dasar dengan riwayat Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

dan Bayi Berat Lahir Cukup (BBLC).

Page 15: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan pada ibu hamil untuk

memperhatikan kesehatannya selama kehamilan, sehingga mengurangi

risiko lahirnya Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi petugas

kesehatan dalam peningkatan mutu pelayanan, sehingga mengurangi

risiko terjadinya Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).

c. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian

selanjutnya di masa yang akan datang.

Page 16: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Bayi Berat Lahir Cukup

a. Pengertian

Menurut Saifuddin (2002) bayi baru lahir adalah bayi yang

baru lahir selama satu jam pertama kelahiran. Bayi berat lahir cukup

adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 42

minggu dan berat lahir 2.500 gram sampai 4.000 gram.

Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan bayi

baru lahir. Rata-rata berat bayi normal dengan gestasi 37-41 minggu

adalah 3.000-3.600 gram. Selain itu, berat badan lahir dipengaruhi oleh

ras, status ekonomi orang tua, dan jumlah paritas ibu. Secara umum

berat bayi lahir rendah dan berat bayi lahir berlebih lebih besar

risikonya untuk mengalami masalah (Damanik, 2008).

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi berat bayi lahir

Berat lahir dipengaruhi oleh lamanya kehamilan dan

pertumbuhan intrauterin. Bayi yang mengalami gangguan intrauterin

disebabkan oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah

faktor yang mempengaruhi transport nutrisi ibu hamil ke plasenta

sedangkan faktor ekstrinsik adalah sosial ekonomi, pendidikan,

lingkungan dan kebiasaan hidup (Oxorn, 1996).

Page 17: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

Sedangkan menurut Damanik (2008), faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi berat bayi lahir adalah sebagai berikut :

1) Faktor lingkungan internal yaitu meliputi umur ibu, jarak kelahiran,

paritas, kadar hemoglobin, status gizi ibu hamil, pemeriksaan

kehamilan, dan penyakit pada saat kehamilan.

2) Faktor lingkungan eksternal yaitu meliputi kondisi lingkungan,

asupan zat gizi dan tingkat sosial ekonomi ibu hamil.

3) Faktor penggunaan sarana kesehatan yang berhubungan frekuensi

pemeriksaan kehamilan atau Antenatal Care (ANC).

2. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

a. Pengertian

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat

lahir kurang dari 2.500 gram yang ditimbang pada saat lahir sampai

dengan 24 jam pertama setelah lahir (Depkes, 2004).

BBLR dibedakan dalam dua kategori, yaitu bayi berat lahir

rendah karena premature (usia kandungan kurang dari 37 minggu) atau

bayi berat lahir rendah karena Intrauterine Growth Retardation

(IUGR) yaitu bayi cukup bulan tetapi berat badan kurang untuk

usianya (Depkes RI, 2003).

Demikian pula menurut Manuaba (1998) terdapat dua bentuk

penyebab kelahiran bayi dengan berat badan kurang dari 2.500 gram,

yaitu karena umur kehamilan kurang dari 37 minggu, berat badan lebih

Page 18: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

rendah dari semestinya, sekalipun cukup umur, atau karena kombinasi

keduanya (Manuaba, 1998).

Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti istilah premature baby

dengan low birth weight baby (bayi dengan berat lahir rendah). Hal ini

dilakukan karena tidak semua bayi dengan berat badan kurang dari

2500 gram pada waktu lahir bayi premature (Prawiroharjo, 2005).

Berdasarkan uraian dari beberapa pendapat tersebut, dapat

disimpulkan bahwa BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat kurang

dari 2.500 gram.

Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya, bayi

berat lahir rendah dibedakan dalam (Saifuddin, 2002):

1) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), berat lahir 1.500 – 2.499 gram.

2) Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR), berat lahir 1.000 –

1.499 gram.

3) Bayi Berat Lahir Ekstrem Rendah (BBLER), berat lahir < 1.000

gram.

b. Etiologi

1) Faktor ibu

a) Jumlah paritas

Banyaknya anak yang dilahirkan seorang ibu akan

mempengaruhi kesehatan ibu dan merupakan faktor risiko

terjadinya BBLR (Depkes RI, 2003). Selanjutnya Manuaba

(1998) berpendapat bahwa jumlah anak lebih dari 4 dapat

Page 19: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

menimbulkan gangguan pertumbuhan janin sehingga

melahirkan bayi dengan berat lahir rendah dan perdarahan saat

persalinan karena keadaan rahim biasanya sudah lemah.

b) Jarak kehamilan yang terlalu dekat

Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dapat menimbulkan

pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama dan

perdarahan pada saat persalinan karena keadaan rahim belum

pulih dengan baik. Ibu yang melahirkan anak dengan jarak

berdekatan akan mengalami peningkatan risiko terhadap

terjadinya perdarahan pada trimester III, termasuk karena

alasan placenta previa, anemia dan ketuban pecah dini serta

dapat melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (Manuaba,

1998).

c) Penyakit

Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya

BBLR, antara lain: hipertensi, penyakit ginjal kronik,

diabetes mellitus yang berat, toksemia, penyakit paru kronik

(Prawirohardjo, 2005).

d) Usia ibu

Manuaba (1998) menjelaskan bahwa umur ibu kurang dari

20 tahun menunjukkan rahim dan panggul ibu belum

berkembang sempurna. Di samping itu, usia di atas 35 tahun

cenderung mengakibatkan timbulnya masalah kesehatan yang

Page 20: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

kronis seperti hipertensi dan DM serta risiko terjadinya

plasenta previa (Hartanto, 2004).

Kejadian BBLR berdasarkan usia ibu, paling tinggi terjadi

pada ibu yang melahirkan di bawah usia 20 tahun, yaitu 9,8 %

kemudian antara umur 20-34 tahun 6,5 % dan yang berumur

lebih dari 35 tahun yaitu 4,1 % (Mulyawan, 2009).

e) Usia Kehamilan

Kehamilan yang kurang dari 37 minggu merupakan

penyebab utama terjadinya BBLR. Usia kehamilan yang belum

mencukupi menyebabkan pertumbuhan janin yang belum

sempurna, baik organ reproduksi maupun pernafasan, sehingga

bayi kesulitan untuk hidup diluar uterus ibunya (Mansjoer,

2001).

2) Faktor janin

Menurut Prawirohardjo (2005) terjadinya BBLR dari faktor janin

disebabkan oleh:

a) Jenis kelamin

Bayi laki-laki saat lahir rata-rata memiliki berat lahir 150

gram lebih berat daripada bayi perempuan. Diduga hal ini

akibat stimulasi hormon androgen atau karena kromosom Y

memuat materi genetik yang dapat meningkatkan pertumbuhan

janin laki-laki. Pada umur kehamilan yang sama, janin dengan

jenis kelamin laki-laki lebih berat 5 % dan lebih panjang 1 %

Page 21: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

dibanding dengan janin jenis kelamin perempuan (Mulyawan,

2009).

Penelitian Rosemary (Mulyawan, 2009) menunjukkan

bahwa risiko melahirkan bayi laki-laki dengan BBLR adalah

0,82 kali lebih kecil dibandingkan dengan melahirkan bayi

perempuan BBLR.

b) Kehamilan ganda

Pada kehamilan ganda terjadi distensi uterus berlebihan,

sehingga melewati batas toleransi dan seringkali terjadi partus

prematurus. Berat badan janin pada kehamilan ganda lebih

ringan daripada janin kehamilan tunggal pada umur kehamilan

yang sama. Masing-masing berat janin hamil kembar lebih

rendah 1000-700 gram dari hamil tunggal (Prawirohardjo,

2005).

Hal tersebut ditegaskan oleh Manuaba (1998) yang

menyatakan bahwa kebutuhan ibu akan zat-zat makanan pada

kehamilan ganda bertambah, sehingga dapat menyebabkan

anemia dan penyakit defisiensi lain, sehingga sering lahir bayi

yang kecil.

c) Hidramnion

Hidramnion adalah keadaan di mana banyaknya air ketuban

melebihi 2.000 cc. Hal ini menyebabkan uterus mengalami

distensi yang berlebihan sehingga timbul kontraksi dan

Page 22: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

mengakibatkan janin lahir sebelum waktunya dengan berat

lahir rendah (Prawirohardjo, 2005).

d) Perdarahan antepartum

Menurut Manuaba (1998), perdarahan antepartum adalah

perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 28 minggu.

Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber

pada kelainan plasenta, seperti plasenta previa maupun solutio

plasenta. Perdarahan yang bersumber pada kelainan plasenta

biasanya lebih banyak, sehingga dapat mengganggu sirkulasi

O2 dan CO2 serta nutrisi ibu kepada janin, sehingga melahirkan

bayi prematur (Prawirohardjo, 2005).

e) Ketuban pecah dini

Ketuban dinyatakan pecah sebelum waktunya bila terjadi

sebelum proses persalinan berlangsung. Pada persalinan normal

selaput ketuban biasanya pecah atau dipecahkan setelah

pembukaan lengkap (Manuaba, 1998).

Ketuban pecah dini merupakan salah satu kondisi ibu yang

merangsang terjadinya kontraksi spontan sehingga terjadi

kelahiran prematur dengan berat lahir rendah (Prawirohardjo,

2005).

3) Penyebab lain

a) Keadaan sosio-ekonomi yang rendah

Keterbatasan status sosial-ekonomi berpengaruh terhadap

Page 23: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

keterbatasan dalam mendapatkan pelayanan antenatal dan

pemenuhan gizi yang adekuat (Depkes RI, 2003).

b) Tingkat pendidikan ibu

Penelitian Setyowati dkk tahun 1996 seperti dikutip Sianturi

(2007) menunjukkan bahwa pendidikan yang rendah terutama

pendidikan SD ke bawah, cenderung untuk melahirkan bayi

BBLR dibandingkan pendidikan SLTP dan SMA. Ibu dengan

latar belakang pendidikan yang rendah kurang menyadari

pentingnya informasi tentang kesehatan ibu saat hamil.

c. Risiko BBLR pada ibu hamil

Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi,

karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat selama

kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut diperlukan untuk

pertumbuhan dan perkembangan janin, pertambahan besar organ

kandungan, perubahan komposisi dan metabolisme tubuh ibu

(Prawirohardjo, 2005). Kekurangan zat gizi tertentu yang diperlukan

saat hamil dapat menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna.

Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses

pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran, abortus,

kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, lahir dengan berat

badan lahir rendah (Behrman, 2000).

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui

dan memantau pertumbuhan pada janin, antara lain memantau

Page 24: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

pertambahan berat badan selama kehamilan dan mengukur Lingkar

Lengan Atas (LILA) serta kadar Hb ibu hamil. Pengukuran LILA

dimaksudkan untuk mengetahui apakah seseorang menderita Kurang

Energi Kronis (KEK), sedangkan pengukuran kadar Hb untuk

mengetahui kondisi ibu hamil apakah menderita anemia gizi

(Damanik, 2008).

Ambang batas lingkar lengan atas wanita usia subur dengan

risiko KEK adalah 23,5 cm. Jika LILA kurang dari 23,5 cm artinya

wanita tersebut mempunyai risiko KEK dan diperkirakan akan

melahirkan bayi dengan BBLR. Untuk mencegah KEK pada ibu hamil,

wanita usia subur harus mempunyai gizi yang baik sebelum kehamilan.

Apabila LILA ibu sebelum hamil masih belum mencukupi, sebaiknya

kehamilan ditunda terlebih dahulu sehingga tidak berisiko melahirkan

BBLR (Mulyawan, 2009). Damanik (2008) menambahkan bahwa

kondisi Kekurangan Energi dan Protein (KEP) pada ibu hamil, akan

berpengaruh besar terhadap anatomi otak bayi yang kelak dilahirkan.

Yaitu menyangkut berat otak, jumlah sel otak dan besar sel otak.

Kekurangan gizi saat kehamilan akan menggangu tumbuh

kembang janin. Penelitian Rosemary dalam Mulyawan (2009)

menunjukkan bahwa status gizi ibu sebelum hamil mempunyai

pengaruh yang bermakna terhadap kejadian BBLR. Ibu dengan status

gizi kurang sebelum hamil mempunyai risiko 4,27 kali untuk

melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu yang mempunyai

Page 25: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

status gizi baik.

Ibu yang mengalami malnutrisi saat kehamilan, volume

darahnya menurun dan cardiac output tidak adekuat. Sehingga aliran

darah ke plasenta juga menurun, mengakibatkan plasenta kecil,

berkurangnya transfer makanan, dan berakhir dengan retardasi

pertumbuhan janin (Soetjiningsih, 1995).

Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan

kebutuhan zat besi. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan

atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel

otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin di dalam

kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang

dilahirkan. Hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan

kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi (Soetjiningsih, 1995).

Selanjutnya Fajriyah (2008) menegaskan bahwa ibu hamil penderita

anemia berat mempunyai risiko untuk melahirkan BBLR 4,2 kali lebih

tinggi dibandingkan dengan ibu yang tidak menderita anemia berat.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa gizi yang

baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak

mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan

berat normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi

normal, tidak menderita sakit anemia, dan tidak ada gangguan gizi

pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi

lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan

Page 26: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

yang sebaliknya.

3. Inteligensi

a. Pengertian

Definisi inteligensi menurut David Wechsler seperti dikutip dari

Azwar (2008) adalah kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang

untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berfikir secara rasional serta

menghadapi lingkungannya dengan efektif. Sedangkan Alfred Binet,

tokoh utama perintis pengukuran inteligensi bersama Theodore Simon

(Azwar, 2008) mendefinisikan inteligensi meliputi tiga komponen,

yaitu (1) kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau mengarahkan

tindakan, (2) kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan

tersebut telah dilaksanakan, dan (3) kemampuan untuk mengkritik diri

sendiri atau melakukan autocriticism.

Sementara itu, Santrock (1995) mendefinisikan inteligensi sebagai

kemampuan verbal, ketrampilan-ketrampilan pemecahan masalah dan

kemampuan untuk belajar dari pengalaman-pengalaman hidup sehari-

hari dan menyesuaikan diri dengannya.

Berdasarkan uraian dari beberapa pendapat tersebut, dapat

disimpulkan bahwa inteligensi adalah kemampuan umum seseorang

untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berfikir secara rasional, dan

menyesuaikan diri dengan cara yang tepat.

Page 27: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

b. Intelligence Quotient (IQ)

Intelligence Quotient (IQ) adalah skor yang diperoleh dari tes

inteligensi, dengan mengukur proses berpikir konvergen, yaitu

kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang

logis berdasarkan informasi yang diberikan (Guilford,1982 cit Senjaya,

2009). IQ dapat ditentukan sebagai cara numerik untuk menyatakan

taraf inteligensi dengan rumus:

IQ = x 100 (Azwar, 2008)

Namun, hubungan linier di atas tidak dapat terus dilakukan. Setelah

memasuki usia remaja akhir, usia mental seseorang tidak lagi banyak

berubah, bahkan cenderung menurun. Di sisi lain, usia kalender

seseorang terus bertambah dari waktu ke waktu. Rata-rata skor tes

yang diperoleh orang pada usia 40 tahun relatif sama dengan rata-rata

skor sewaktu ia masih berusia 15 tahun (Cronbach, 1970 cit Azwar,

2008).

Hasil penelitian Terman pada tahun 1956 menunjukkan bahwa skor

tes IQ rata-rata adalah 90-110 (Ruch, 1970 cit Loekito, 2004).

Meskipun demikian, tidak semua tes inteligensi akan menghasilkan

angka IQ karena IQ memang bukan satu-satunya cara untuk

menyatakan tingkat kecerdasan seseorang. Beberapa macam tes

inteligensi bahkan tidak menghasilkan IQ akan tetapi memberikan

Umur mental

Umur kalender

Page 28: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

klasifikasi tingkat inteligensi seperti kategori pola berpikir divergen

atau konvergen (Azwar, 2008).

IQ ditujukan untuk mengukur dan mengetahui fungsi otak kiri yang

mengatur kemampuan kognisi, seperti kemampuan berbahasa, analisa,

akademis, logika, dan intelektual. IQ mengukur bagaimana kinerja

seseorang dalam sebuah tes inteligensi dibandingkan dengan

keseluruhan populasi (Alder, 2001).

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi IQ anak

Individu tidak dilahirkan dengan IQ yang tidak dapat berubah,

tetapi IQ menjadi stabil secara bertahap selama masa kanak-kanak, dan

hanya berubah sedikit setelah itu (Loekito, 2004). Menurut Boeree

(2003) inteligensi anak dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor

tersebut digolongkan menjadi tiga, yaitu: (1) faktor genetik, (2) faktor

gizi dan (3) faktor lingkungan.

1) Genetik

Kecerdasan dapat diturunkan melalui gen-gen dalam

kromosom (Boeree, 2003). Penelitian menunjukkan bahwa korelasi

nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Pada anak kembar,

keduanya memiliki korelasi nilai tes IQ sangat tinggi, sekitar 0,90.

Sedangkan pada anak yang diadopsi berkorelasi sekitar 0,40 - 0,50

dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 - 0,20

dengan ayah dan ibu angkatnya (Loekito, 2004).

Sementara itu, Santrock (2007) berpendapat bahwa faktor

Page 29: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

genetik bukanlah penentu utama kecerdasan. Meskipun dukungan

genetik mempengaruhi tingkat intelektual seseorang, namun

pengaruh lingkungan juga berperan penting dalam mengubah skor

IQ secara signifikan.

2) Gizi

Faktor gizi adalah faktor esensial bagi pertumbuhan dan

perkembangan otak. Kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan

terganggu, badan lebih kecil diikuti dengan ukuran otak yang juga

kecil. Jumlah sel dalam otak berkurang dan terjadi

ketidakmatangan dan ketidaksempurnaan organisasi biokimia

(neurotransmitter) dalam otak. Keadaan ini berpengaruh terhadap

perkembangan kecerdasan anak (Pamularsih, 2009 cit Sari, 2010).

Gizi yang baik sangat penting untuk pertumbuhan sel-sel otak,

terutama saat kehamilan dan bayi lahir, di mana sel-sel otak sedang

tumbuh dengan pesat. Gizi yang kurang tentu akan mempengaruhi

kerja otak di kemudian hari (Sari, 2010).

Penelitian Sari (2010) menunjukkan bahwa siswa dengan status

gizi rendah mempunyai skor IQ lebih rendah sebesar 13 poin

secara signifikan dibandingkan siswa dengan status gizi normal.

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Wibowo et al. (Sari, 2010),

telah membuktikan bahwa status gizi anak mempunyai dampak

positif terhadap inteligensinya.

Page 30: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

3) Lingkungan

Meskipun terdapat ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak

lahir, tetapi lingkungan dapat menimbulkan perubahan yang

berarti. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif

emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang penting.

Anak-anak yang terpapar kekerasan rumah tangga memiliki IQ

yang secara rata-rata, delapan poin lebih rendah dari IQ anak-anak

yang tidak terpapar pada kekerasan (Jensen, 2008).

Faktor lingkungan lain yang dapat mempengaruhi kecerdasan

anak, antara lain: hubungan orang tua dan anak, tingkat pendidikan

ibu, dan riwayat sosial budaya (Wibowo et al., 1995 cit Sari 2010).

Penghasilan orang tua yang rendah menyebabkan terhambatnya

perkembangan kognitif anak (Mc Wayne, 2004 cit Sari, 2010).

Menurut Sidiarto (1990) seperti yang dikutip Santoso (2003),

perkembangan kognitif yang ditunjukkan dengan nilai IQ memiliki

korelasi dengan berat badan lahir. Sebuah studi mencatat bahwa

BBLR menurunkan skor IQ sampai 5 poin (Syafiq, 2007 cit Sari,

2010). Jensen (2008) menambahkan bahwa anak-anak yang

memiliki gangguan dalam memberikan perhatian/hiperaktif

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) memiliki

kemampuan kognitif yang lebih rendah secara keseluruhan seperti

yang ditunjukkan melalui tes IQ skala penuh dibandingkan dengan

anak-anak tanpa gangguan ADHD.

Page 31: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

d. Pengukuran IQ

Beberapa macam jenis tes IQ yang sering digunakan untuk usia

anak-anak, antara lain:

1) Stanford-Binet Intelligence Scale

Tes ini dikelompokkan menurut berbagai level usia. Dalam

masing-masing tes untuk setiap level usia berisi soal-soal dengan

taraf kesukaran yang tidak jauh berbeda. Skala Stanford-Binet

dikenakan secara individual. Tes ini dilaksanakan pada satu

individu dan soal-soalnya diberikan secara lisan oleh pemberi tes.

Oleh karena itu pemberi tes adalah orang yang mempunyai latar

belakang pendidikan yang cukup di bidang psikologi (Azwar,

2008).

Menurut revisi terakhir, konsep inteligensi Stanford-Binet

dikelompokkan menjadi empat tipe penalaran yang masing-masing

diwakili oleh beberapa tes. Antara lain: (1) penalaran verbal, (2)

penalaran kuantitatif, (3) penalaran visual abstrak, (4) dan memori

jangka pendek (Baron 1996, cit Azwar, 2008).

Menurut skala Stanford-Binet, IQ diklasifikasikan sebagai

berikut:

a) 140-169 : Sangat Superior

b) 120-139 : Superior

c) 110-119 : Bright Normal (High Average)

d) 90-110 : Average (Rata-Rata)

Page 32: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

e) 80-89 : Low Average

f) 70-79 : Borderline-Defective

2) Wechsler Intelligence Scale for Children –Revised (WISC -R)

WISC-R dimaksudkan untuk mengukur inteligensi anak-anak

usia 6 sampai 16 tahun. Tes ini termasuk tes individual, terdiri atas

12 subtes yang dua diantaranya digunakan hanya sebagai

persediaan apabila diperlukan penggantian subtes. Keduabelas

subtes tersebut dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu skala

verbal dan performansi (Azwar, 2008).

Pemberian skor pada subtes WISC-R didasarkan atas

kebenaran jawaban dan waktu yang diperlukan. Skor WISC-R

kemudian dikonversikan ke dalam bentuk angka standar melalui

tabel, sehingga akhirnya diperoleh satu angka IQ-deviasi untuk

skala verbal, satu angka IQ-deviasi untuk skala performansi, dan

satu angka IQ-deviasi untuk keseluruhan skala (Azwar, 2008).

3) Coloured Progressive Matrices (CPM)

Coloured Progressive Matrices merupakan salah satu contoh

bentuk skala inteligensi yang disusun oleh J.C.Raven, dan dapat

diberikan secara individual maupun kelompok. CPM merupakan

tes yang bersifat non verbal, materi soal-soal yang diberikan tidak

dalam bentuk tulisan atau bacaan, melainkan dengan gambar-

gambar yang berupa figur dan desain abstrak, sehingga diharapkan

tidak tercemari oleh faktor budaya (Azwar, 2008).

Page 33: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Tes ini mengukur kemampuan anak usia antara 5 sampai 11

tahun. Di samping itu, tes ini dapat dipakai untuk anak-anak yang

tergolong defective atau pada orang yang lanjut usia (Murjono,

1996).

Soal yang mudah menuntut ketepatan dalam diskriminasi,

sedangkan soal yang lebih sulit melibatkan kemampuan analogi

pergantian pola serta hubungan logis. Raven (1974) berpendapat

bahwa tes CPM dimaksudkan untuk mengungkap aspek: (a)

berpikir logis, (b) kecakapan pengamatan ruang, (c) kemampuan

untuk mencari dan mengerti hubungan antara keseluruhan dan

bagian-bagian, jadi termasuk kemampuan analisis dan kemampuan

integrasi, (d) kemampuan berpikir secara analogi.

CPM tidak memberikan suatu angka IQ akan tetapi

menyatakan hasilnya dalam tingkat atau level intelektualitas dalam

beberapa kategori, menurut besarnya skor dan usia subyek yang

dites, yaitu:

a) Grade I : Kapasitas intelektual Superior.

b) Grade II : Kapasitas intelektual Di atas rata-rata

c) Grade III : Kapasitas intelektual Rata-rata.

d) Grade IV : Kapasitas intelektual Di bawah rata-rata.

e) Grade V : Kapasitas intelektual Terhambat.

4) Culture Fair Intelligence Test (CFIT)

Cattel dalam Kumara (1989) mengembangkan Culture Fair

Page 34: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

Intelligence Test. Tes ini menyajikan soal-soal yang menghendaki

subyek memilih suatu desain yang tepat melengkapi suatu desain

tertentu, mencari figur geometris yang paling berbeda dengan figur

lainnya.

CFIT mengkombinasikan beberapa pertanyaan bersifat

pemahaman gambar-gambar sehingga dapat mengurangi sebanyak

mungkin pengaruh kecakapan verbal, iklim kebudayaan, dan

tingkat pendidikan (Kumara, 1989). Tes ini membuat batasan yang

lebih jelas antara kemampuan dasar dengan hasil belajar khusus

serta memberikan analisis dan prediksi yang lebih baik dari potensi

maksimal individu.

CFIT skala 2 untuk anak-anak usia 8-14 tahun dan untuk orang

dewasa yang memliki kecerdasan di bawah normal. Skala 3 untuk

usia sekolah lanjutan atas dan orang dewasa dengan kecerdasan

tinggi (Kumara, 1989). Menurut skala Cattel, IQ diklasifikasikan

sebagai:

a) 140 - 169 : Very Superior

b) 120 - 139 : Superior

c) 110 - 119 : High Average

d) 90 - 109 : Average

e) 80 - 89 : Low Average

f) 70 - 79 : Borderline

g) 30 - 69 : Mentally Defective

Page 35: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

4. Perbedaan Tingkat Kecerdasan Intelektual (IQ) pada Anak dengan

Riwayat Berat Lahir Rendah (BBLR) dan Berat Lahir Cukup

(BBLC)

BBLR dapat berakibat pada terhambatnya pertumbuhan dan

perkembangan, gangguan pendengaran, penglihatan, gangguan belajar,

retardasi mental, masalah perilaku dan cerebral palsy, serta rentan terhadap

infeksi saluran pernafasan bagian bawah (Agustina, 2006).

Sementara itu menurut Sukadi (2004), masalah jangka panjang

yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan berat badan lahir rendah,

antara lain: (a) gangguan perkembangan, (b) gangguan pertumbuhan, (c)

gangguan penglihatan, (d) gangguan pendengaran, (e) penyakit paru

kronis, (f) kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit, (g)

kenaikan frekuensi kelainan bawaan. Sulistiyono (2006) menegaskan

bahwa bayi yang lahir dengan berat badan di bawah normal mempunyai

pola pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang lahir

dengan berat badan cukup.

Anak yang lahir dengan berat badan lahir rendah memiliki skor

kecerdasan yang jatuh dalam kisaran normal, tapi nilainya secara

signifikan lebih rendah daripada anak yang lahir pada berat badan cukup.

Selain itu, bayi berat lahir rendah cenderung mempunyai masalah

perkembangan motorik yang lebih signifikan. Berat lahir rendah

merupakan faktor risiko terjadinya gangguan perkembangan saraf yang

mempengaruhi fungsi kognitif pada anak usia dini. Sejumlah penelitian

Page 36: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

lain juga melaporkan bahwa anak dengan berat lahir rendah lebih memiliki

kesulitan akademis dibanding anak dengan berat lahir cukup (Lorentz et

al., 1998 cit Erickson et al., 2009).

Selain itu, malnutrisi yang ditimbulkan akibat BBLR menyebabkan

gangguan morfologi, fisiologi dan neurokimia otak selama periode kritis

pengembangan sistem saraf (Morgane et al., 1993 cit Erickson et al.,

2009).

Inteligensi didefinisikan sebagai bentuk kemampuan seseorang

dalam memperoleh pengetahuan (mempelajari dan memahami),

mengaplikasikan pengetahuan (memecahkan masalah), serta berfikir

abstrak (Boeree, 2003). Dari definisi di atas dapat diartikan bahwa

inteligensi merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang pencapaian

prestasi belajar, meskipun bukan satu-satunya faktor yang menentukan

keberhasilan belajar. Kenyataan menunjukkan bahwa anak dengan tingkat

inteligensi rendah pada umumnya mengalami kegagalan dalam belajar.

Anak tersebut lambat belajar dan membutuhkan waktu belajar lebih

banyak bila dibandingkan dengan anak-anak yang intelegensinya normal

(Senjaya, 2009).

Menurut Sidiarto (1990) seperti yang dikutip Santoso (2003),

perkembangan kognitif yang ditunjukkan dengan nilai IQ memiliki

korelasi dengan berat badan lahir, sedangkan lama dalam kandungan

mempunyai korelasi yang bermakna dengan perkembangan motorik anak.

Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan adanya kelahiran prematur di mana

Page 37: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

lama janin dalam kandungan kurang dari normal dan berat badan lahir

yang rendah dapat menyebabkan adanya gangguan kognitif maupun

motorik pada anak.

Usia kehamilan berkaitan dengan nilai kognitif. Otak yang belum

mature rentan terhadap komplikasi neonatal seperti perdarahan

intraventricular, perdarahan matriks germinal, periventricular

leukomalacia, mielinisasi yang tertunda dan volume otak yang berkurang,

sehingga berdampak pada fungsi kognitif anak (Kuperus et al., 2008).

Penelitian yang dilakukan Center for Urban Epidemiologic Studies

New York, AS, menemukan adanya hubungan antara berat lahir bayi

dengan tingkat kecerdasan (IQ) bayi yang diukur 7 tahun kemudian. Pada

umumnya bayi-bayi dengan berat lebih tinggi memiliki IQ yang lebih

besar. Bahkan rata-rata perbedaan angka IQ dari bayi yang berat lahirnya <

2.500 gram dengan bayi yang lahirnya 4 kg mencapai 10 angka. Selain itu,

penelitian Chase (1971) menunjukkan bahwa pada BBLR terjadi

penurunan berat total otak sebanyak 13%, penurunan otak kecil sebesar

30%, dan penurunan otak besar 12% (Matte et al., 2001).

Pada umumnya makin imatur dan makin rendah berat lahir bayi,

makin besar kemungkinan terjadinya kecerdasan yang kurang dan

gangguan neurologik. Selain kekurangan gizi, bayi yang baru lahir

tersebut juga akan mengalami kemunduran otak. Hal ini akan berakibat

terjadinya penurunan kemampuan belajar dan kemampuan akademik pada

usia yang lebih lanjut. Keadaan gizi yang buruk sewaktu bayi di dalam

Page 38: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

kandungan maupun setelah dilahirkan mempunyai pengaruh sangat besar

terhadap perkembangan otaknya (Markum, 1999). Kejadian BBLR di

Indonesia masih perlu dicermati bersama, karena bayi berat lahir rendah

dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang

selanjutnya (Mulyawan, 2009)

B. Kerangka Pemikiran

diteliti

------------ tidak diteliti

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

Riwayat Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

Faktor Janin 1. Jenis kelamin 2. Kehamilan ganda 3. Hidramnion 4. Perdarahan antepartum 5. Ketuban pecah dini

Faktor Ibu 1. Paritas 2. Jarak kehamilan 3. Penyakit 4. Usia ibu 5. Usia Kehamilan

Perkembangan kecerdasan anak

a. Genetik b. Gizi c. Riwayat perinatal d. Riwayat penyakit

infeksi

Tingkat pendidikan ibu

Tes IQ

Riwayat Bayi Berat Lahir Cukup (BBLC)

Status sosio-ekonomi orang tua

Page 39: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

Keterangan : Faktor janin dan faktor ibu mempengaruhi berat bayi saat

dilahirkan. Sedangkan berat lahir akan mempengaruhi perkembangan kecerdasan

anak. Kemudian perkembangan kecerdasan anak dipengaruhi oleh genetik, gizi,

riwayat perinatal dan penyakit infeksi. Status sosial-ekonomi orang tua dan

pendidikan ibu turut berperan dalam perkembangan kecerdasan anak sebagai

variabel perancu yang dikendalikan dalam penelitian ini.

C. Hipotesis

Terdapat perbedaan tingkat kecerdasan intelektual (IQ) pada anak usia

sekolah dasar dengan riwayat berat lahir rendah dan berat lahir cukup.

Page 40: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik

dengan pendekatan kohort retrospektif yang mengkaji perbedaan tingkat

kecerdasan intelektual (IQ) pada anak usia sekolah dasar dengan riwayat

berat lahir rendah dan berat lahir cukup.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil tempat di Sekolah Dasar Negeri 01 Jantiharjo

Karanganyar. Alasan dipilihnya sekolah dasar ini adalah:

a. Lokasi mudah dijangkau.

b. Tersedianya data yang dibutuhkan untuk penelitian.

c. Kemudahan dalam hal perizinan.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan tanggal 31 April 2011.

C. Subyek Penelitian

Kriteria inklusi yang digunakan dalam penelitian ini, adalah:

1. Siswa/siswi kelas 1-6 sekolah dasar.

2. Umur 6-12 tahun.

Page 41: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Adapun kriteria eksklusi adalah:

1. Siswa/siswi yang tinggal kelas berulang kali sehingga usia > 12 tahun.

2. Siswa/siswi piatu.

3. Siswa yang tidak tinggal dengan ibu/orang tua bercerai/diasuh wali.

4. Sakit saat pengambilan data.

D. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan adalah fixed-exposure sampling,

di mana pemilihan sampel berdasarkan status paparan subyek yaitu

terpapar dan tidak terpapar. Teknik ini memastikan jumlah subyek

penelitin yang cukup dalam kelompok yang terpapar dan tidak terpapar,

sehingga menguntungkan peneliti ketika prevalensi yang diteliti rendah

(Murti, 2010).

Dalam penelitian ini, subyek dibagi menjadi kelompok BBLR dan

berat lahir cukup dengan perbandingan 1 : 2, karena prevalensi paparan

faktor yang diteliti rendah. Jumlah subyek untuk kelompok BBLR adalah

16 anak (berdasarkan total populasi pada penelitian pendahuluan),

sedangkan berat lahir cukup 32 anak. Sehingga total subyek yang

digunakan sebanyak 48 anak.

Page 42: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

E. Rancangan Penelitian

B.

Gambar 3.1 Rancangan Penelitian

Populasi Sumber Siswa/siswi kelas 1-6

SD Negeri 01 Jantiharjo Karanganyar

Kriteria eksklusi: a. Umur > 12 tahun b. Piatu c. Tidak tinggal dengan ibu/

orang tua bercerai d. Diasuh wali e. Sakit saat pengambilan

data

Kriteria inklusi: 1. Siswa/siswi kelas 1-6 2. Umur 6-12 tahun

Sampel n = 48

Kuesioner

BBLR n = 16

BBLC n = 32

Tes IQ

Chi Square

< 90

≥90

Tes IQ

≥90 < 90

Page 43: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

F. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas : Riwayat BBLC dan BBLR

2. Variabel Terikat : Tingkat kecerdasan intelektual anak (skor IQ)

3. Variabel Luar :

a. Terkendali

1) Status sosial-ekonomi orang tua.

2) Tingkat pendidikan ibu.

b. Tidak terkendali

1) Genetik

2) Riwayat perinatal

3) Riwayat penyakit infeksi

G. Definisi Operasional Variabel

1. Bayi Berat Lahir Cukup

Berat bayi lahir cukup adalah bayi yang lahir dengan berat 2.500 gram

sampai 4.000 gram. Skala pengukuran dengan skala nominal.

2. Bayi Berat Lahir Rendah

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan brat lahir kurang

dari 2.500 gram tanpa memandang masa gestasi. Skala pengukuran

dengan skala nominal.

3. Tingkat Kecerdasan Intelektual

IQ merupakan hasil pengukuran dari tes inteligensi dan dapat menjadi

petunjuk mengenai kedudukan tingkat kecerdasan seseorang. Jenis tes

Page 44: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

IQ yang akan digunakan yaitu Culture Fair Intellegence Test (CFIT).

Pengukuran IQ dilakukan dengan bantuan psikolog. Setelah didapatkan

skor IQ siswa, akan diklasifikasikan sebagai berikut:

a. < 90

b. ≥ 90

(Skala pengukuran: Ordinal)

4. Variabel Luar Terkendali

1. Status Sosial-Ekonomi Orang Tua

Status sosial-ekonomi orang tua merupakan kedudukan orang tua

dalam hidup bermasyarakat ditinjau dari segi pemenuhan kebutuhan

keluarga dalam kehidupan sehari-hari. Kuesioner yang telah diisi oleh

orang tua siswa kemudian dihitung skornya dan diklasifikasikan

sebagai berikut:

1) skor < 27 à Status sosial-ekonomi rendah

2) skor antara 27-36 à Status sosial-ekonomi menengah

3) skor > 36 à Status sosial-ekonomi tinggi

(Skala pengukuran: Ordinal)

2. Tingkat pendidikan ibu

Tingkat pendidikan ibu adalah jenjang pendidikan formal terakhir

yang ditempuh oleh ibu (Rinandari, 2006 cit Sari, 2010). Digolongkan

menjadi:

1) Pendidikan rendah (lulus SD/sederajat)

2) Pendidikan menengah (SMP, SMA)

3) Pendidikan tinggi (Diploma/Sarjana)

Page 45: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

(Skala pengukuran: Ordinal)

H. Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Dalam penelitian ini menggunakan data primer yang didapatkan dari

isian riwayat berat lahir, hasil skor tes IQ siswa, sosial-ekonomi orang

tua, tingkat pendidikan ibu, serta data sekunder yaitu data presensi

siswa.

2. Alat dan Instrumen Penelitian

a. Daftar isian mengenai riwayat kelahiran.

b. Check list biodata siswa yang berisi data nama, umur, jenis kelamin,

dan skor IQ siswa.

c. Daftar isian tentang keadaan sosial-ekonomi keluarga dan tingkat

pendidikan ibu yang diisi oleh orangtua siswa. Berisi skoring daftar

isian/kuesioner status sosial-ekonomi yang diisi oleh orang tua siswa.

Kuesioner berisi 15 pertanyaan pilihan ganda. Pilihan a bernilai 1,

pilihan b bernilai 2, dan pilihan c bernilai 3. Skoring berdasarkan

penjumlahan nilai dari 15 pertanyaan tersebut, sehingga skor tertinggi

yang dapat diperoleh adalah 45 dan skor terendah adalah 15. Dari total

skor yang diperoleh, kemudian dikategorikan dengan tingkatan sebagai

berikut (Bardosono, 2009 cit Sari, 2010) :

1) skor < 27 à Status sosial-ekonomi rendah

2) skor antara 27-36 à Status sosial-ekonomi menengah

3) skor > 36 à Status sosial-ekonomi tinggi

Page 46: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

Sedangkan untuk tingkat pendidikan ibu, digolongkan menjadi:

1) Pendidikan rendah (lulus SD/sederajat)

2) Pendidikan menengah (SMP, SMA)

3) Pendidikan tinggi (Diploma/Sarjana)

d. Tes Inteligensi CFIT skala 2 dengan materi tes berupa gambar-

gambar sehingga dapat menghindari kerancuan bahasa, budaya, dan

tingkat pendidikan.

I. Teknik dan Analisis Data

Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah Chi Square

dengan tingkat kemaknaan p<0,05. Uji Chi Square digunakan untuk menguji

hubungan, pengaruh atau perbedaan dua buah variabel nominal dan

mengukur kuatnya hubungan variabel yang satu dengan variabel nominal

lainnya. Analisis data menggunakan program SPSS versi 18.

Page 47: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Dari total 227 siswa SDN 01 Jantiharjo Karanganyar, didapatkan sebanyak

16 anak (7,05 %) dengan riwayat BBLR dan 211 anak (92,95 %) dengan riwayat

berat lahir cukup. Dengan mempertimbangkan keterbatasan jumlah sampel,

peneliti mengambil 16 anak riwayat BBLR, dan 32 anak untuk kelompok berat

lahir cukup. Pengambilan sampel BBLR dilakukan secara non random mengingat

jumlah sampel yang terbatas. Sedangkan untuk kelompok BBLC dilakukan secara

random yang dilihat dari nomor absensi siswa.

A. Karakteristik Responden

Berikut ini hasil penelitian yang ditampilkan dalam bentuk gambar dan

tabel yang terdiri atas beberapa distribusi responen menurut jenis kelamin,

sosial-ekonomi orang tua dan tingkat pendidikan ibu.

Page 48: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Tabel 1V. 1 Karakteristik Responden

Dari tabel IV.1 diketahui bahwa pada kelompok BBLR, responden bayi

berjenis kelamin perempuan berjumlah 14 responden dan yang berjenis

kelamin laki-laki berjumlah 2 responden. Sedangkan pada kelompok BBLC,

responden berjenis kelamin perempuan berjumlah 19 responden dan yang

berjenis kelamin laki-laki berjumlah 13 responden.

Selain hal itu, dari tabel IV.1 diketahui bahwa dalam hal status sosial-

ekonomi orang tua pada kelompok BBLR, responden dengan status sosial

ekonomi rendah berjumlah 12, sosial ekonomi menengah berjumlah 4.

Sedangkan pada kelompok BBLC, responden dengan status sosial-ekonomi

rendah berjumlah 15 dan sosial ekonomi menengah 17 responden. Pada

kedua kelompok (BBLR dan BBLC) masing-masing tidak didapatkan

responden dengan status sosial ekonomi tinggi.

Kategori BBLR BBLC Total P

Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi

Jenis Kelamin

laki-laki

perempuan

Sosial Ekonomi

Rendah

Menengah

Tinggi

Pendidikan Ibu

Rendah Menengah

Tinggi

2

14

12

4

0

8

8

0

12,5%

87,5%

75%

25%

0%

50%

50%

0%

13

19

15

17

0

16

15

1

40,6%

59,4%

46,9%

53,1%

0%

50%

46,9%

3,1%

15

33

27

21

0

24

23

1

31,3%

68,7%

56,3%

43,7%

0%

50%

48%

2%

0,048

0,64

0,770

Page 49: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Tabel IV.1 menunjukkan bahwa dalam hal tingkat pendidikan ibu pada

kelompok BBLR, responden dengan tingkat pendidikan ibu rendah dan

menengah berjumlah sama, yaitu masing-masing 8. Sedangkan pada

kelompok BBLC, didapatkan ibu dengan tingkat pendidikan rendah

berjumlah 16, menengah berjumlah 15, dan tingkat pendidikan ibu tinggi

berjumlah 1 responden.

Tabel IV.2. Rerata Skor IQ

No Kelompok Jumlah Rerata IQ Minimal Maksimal

1

2

BBLR

BBLC

16

32

87,2

98,6

60

76

116

116

Tabel IV.3. Distribusi Responden Menurut Skor IQ dalam kelompok BBLR

dan BBLC

Skor IQ BBLR BBLC Total

Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi

< 90 10 62,5 % 9 28,1 % 19 39,6 %

≥ 90 6 37,5 % 23 71,9 % 29 60,4 %

Jumlah 16 100 % 32 100 % 48 100 %

P= 0,022

Page 50: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

0

5

10

15

20

25

<90 ≥90

BBLR

BBLC

Gambar 4.1. Distribusi Responden Menurut Skor IQ dalam Kelompok

BBLR dan BBLC

Dari tabel IV.2 diketahui bahwa rata-rata perbedaan skor IQ pada anak

dengan riwayat BBLR dan BBLC mencapai 11 angka. Pada kelompok BBLR

didapatkan skor IQ minimal 60, dan pada BBLC didapatkan skor IQ minimal

76. Sedangkan untuk skor IQ maksimal didapatkan hasil yang sama antara

kelompok BBLR dan BBLC, yaitu 116.

Dari tabel IV.3 diketahui anak dengan riwayat BBLR mempunyai skor

IQ < 90 berjumlah 10 dari 16 orang dengan persentase 62,5 %. Sedangkan

anak dengan riwayat BBLR mempunyai skor IQ ≥ 90 berjumlah 6 dari 16

anak dengan persentase 37,5 %. Disisi lain, anak dengan riwayat BBLC

mempunyai skor IQ < 90 berjumlah 9 dari 32 anak dengan persentase 28,1 %

dan skor ≥ 100 berjumlah 23 dari 32 anak, yaitu 71,9 %.

Page 51: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

Dari perhitungan statistik di atas didapatkan hasil p = 0,022 yang

berarti signifikan atau bermakna. Artinya ada perbedaan yang signifikan

antara anak dengan riwayat BBLR dan BBLC terhadap tingkat kecerdasan

intelektual (skor IQ).

Tabel IV. 4. Distribusi Responden Menurut Skor IQ dalam kelompok Status

Sosial-Ekonomi Orang Tua

P= 0,010

Dari tabel IV.4 diketahui anak dengan status sosial ekonomi rendah

mempunyai skor IQ < 90 berjumlah 15 dari 27 orang dengan persentase 55,5

%. Sedangkan anak dengan status sosial ekonomi rendah mempunyai skor IQ

≥ 90 berjumlah 12 dari 27 anak dengan persentase 44,5 %. Disisi lain, anak

dengan status sosial-ekonomi menengah mempunyai skor IQ < 90 sebanyak 4

dari 21 orang dengan persentase 19 % dan skor ≥ 90 sebanyak 17 dari 21

anak dengan persentase 81 %.

Dari perhitungan statistik diatas didapatkan hasil p = 0,010 pada status

sosial-ekonomi orang tua yang berarti signifikan atau bermakna. Artinya ada

perbedaan yang signifikan antara status sosial ekonomi orang tua rendah dan

menengah terhadap tingkat kecerdasan intelektual (skor IQ).

Skor

IQ

Rendah Menengah Tinggi Total

Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi

< 90 15 55,5% 4 19% 0 0 19 39,6 %

≥ 90 12 44,5% 17 81% 0 0 29 60,4 %

Jumlah 27 100 % 21 100 % 0 0 48 100 %

Page 52: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Tabel IV. 5. Distribusi Responden Menurut Skor IQ dalam Kelompok

Tingkat Pendidikan Ibu

Skor

IQ

Rendah Menengah Tinggi Total

Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi

< 90 10 42% 9 39% 0 0% 19 39,6%

≥ 90 14 58% 14 61% 1 100% 29 60,4%

Jumlah 24 100 % 23 100 % 1 100% 48 100 %

p= 0,704

Dari tabel IV.5 diketahui anak dengan tingkat pendidikan ibu rendah

mempunyai skor IQ < 90 berjumlah 10 dari 24 orang dengan persentase 42

%. Sedangkan anak dengan tingkat pendidikan ibu rendah mempunyai skor

IQ ≥ 90 berjumlah 14 dari 24 anak dengan persentase 58%.

Di sisi lain, anak dengan tingkat pendidikan ibu menengah mempunyai

skor IQ < 90 sebanyak 9 dari 23 orang dengan persentase 39 % dan skor IQ ≥

90 sebanyak 14 dari 23 anak dengan persentase 61 %.

Perhitungan statistik tingkat pendidikan ibu tidak menunjukkan hasil

yang signifikan atau bermakna (p > 0,05) yaitu 0,704. Hal ini menunjukkan

bahwa tidak terdapat perbedaan antara tingkat pendidikan ibu rendah,

menengah maupun tinggi terhadap tingkat kecerdasan (skor IQ) anak.

Page 53: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

B. Analisis Data

Analisis data yag digunakan dalam penelitan ini adalah uji Chi Square

dengan taraf signifikansi 0,05. Uji Chi Square digunakan untuk menguji

hubungan, pengaruh atau perbedaan dua buah variabel nominal dan

mengukur kuatnya hubungan variabel yang satu dengan variabel nominal

lainnya.

Dasar pengambilan keputusan

1. Berdasarkan perbandingan Chi Square uji dan tabel (Manual) adalah:

a. Jika Chi Square hitung < Chi Square tabel maka H0 diterima

b. Jika Chi Square hitung > Chi Square tabel maka H0 ditolak

2. Berdasarkan probabilitas (Perhitungan SPSS) adalah:

a. Jika probabilitas > 0,05 maka H0 diterima

b. Jika probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak

Dari tabel signifikasi (lampiran) dengan derajat kebebasan (db) = 1 dan

taraf signifikasi 0,05 didapatkan angka 3,841. X2 yang didapatkan (5,3) lebih

dari tabel sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Sedangkan menurut

perhitungan SPSS didapatkan probabilitas 0,022. Nilai itu kurang dari 0,05

sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Oleh karena itu dapat disimpulkan

bahwa ada perbedaan tingkat kecerdasan intelektual (skor IQ) pada anak

dengan riwayat BBLR dan BBLC.

Page 54: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

BAB V

PEMBAHASAN

A. Hasil Analisis Data

Untuk mengetahui adanya perbedaan skor IQ pada anak dengan

riwayat BBLR dan BBLC digunakan uji analisis Chi Square baik secara

manual maupun menggunakan SPSS. Dengan cara manual X2 yang diperoleh

(5,3) jauh di atas batas signifikansi. Adapun nilai p yang didapat dengan

menggunakan SPSS adalah 0,022. Nilai ini juga kurang dari batas

signifikansi yaitu 0,05.

Dengan menggunakan analisis ini peneliti dapat menyimpulkan

bahwa ada perbedaan skor IQ pada anak dengan riwayat BBLR dan BBLC.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada anak dengan riwayat BBLR

cenderung memiliki skor IQ < 90 lebih besar dibandingkan dengan anak yang

BBLC. Rata-rata perbedaan skor IQ pada anak dengan riwayat BBLR dan

BBLC mencapai 11 angka.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Center for Urban

Epidemiologic Studies New York, AS, menemukan adanya hubungan antara

berat lahir bayi dengan tingkat kecerdasan (IQ). Rata-rata perbedaan angka

IQ dari bayi yang berat lahirnya < 2.500 gram dengan bayi yang lahirnya

4.000 gram mencapai 10 angka (Matte et al., 2001). Rata-rata berat lahir pada

kelompok BBLR adalah 2,2 kg. Meskipun demikian, pada penelitian ini

didapatkan 3 anak dengan riwayat premature dari 16 anak kelompok BBLR.

Page 55: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Hal ini mendukung adanya signifikansi yang bermakna pada perbedaan skor

IQ.

Isfandari (1990) menambahkan bahwa kurangnya berat badan bayi

saat dilahirkan berhubungan dengan kesehatan ibu selama kehamilan

terutama saat 3 bulan pertama dari kehamilan. Pada masa itu terjadi

pembentukan sistem saraf sentral yang mempengaruhi fungsi intelektual.

Sejalan dengan Sidiarto (1990) seperti yang dikutip Santoso (2003)

menyebutkan bahwa perkembangan kognitif yang ditunjukkan dengan nilai

IQ memiliki korelasi dengan berat badan saat lahir.

Hal ini juga sejalan dengan penelitian Rubin (Isfandari, 1990) bahwa

berat badan lebih berpengaruh terhadap ketidaksempurnaan logika,

kemampuan mental (psikologis) dan kemampuan belajar dibandingkan

dengan usia kandungan. Di antara bayi dengan berat lahir cukup, tidak ada

perbedaan psikologis dan kemampuan belajar diantara yang lahir preterm dan

aterm. Di sisi lain, anak dengan usia kandungan di bawah 9 bulan berkaitan

dengan tidak sempurnanya keadaan bayi yang membuatnya peka terhadap

tekanan, stres dan penyakit dari lingkungan. Hal ini mempengaruhi

perkembangan otak yang berpengaruh terhadap fungsi intelektual. Otak yang

belum mature rentan terhadap komplikasi neonatal seperti perdarahan

intraventricular, perdarahan matriks germinal, periventricular leukomalacia,

mielinisasi yang tertunda dan volume otak yang berkurang, sehingga

berdampak pada fungsi kognitif anak (Kuperus et al., 2008).

Sejumlah penelitian lain juga melaporkan bahwa anak dengan berat

Page 56: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

lahir rendah lebih memiliki kesulitan akademis dibanding anak dengan berat

lahir cukup (Lorentz et al., 1998 cit Erickson et al., 2009). BBLR

memperlambat pertumbuhan dan perkembangan anak, serta berpengaruh

pada penurunan kecerdasan (Depkes RI, 2005).

Di samping riwayat berat lahir, kecerdasan anak dipengaruhi juga

oleh kemungkinan turut berpengaruhnya variabel perancu yang dapat

mempengaruhi interaksi variabel status berat lahir (BBLR dan BBLC)

dengan variabel kecerdasan intelektual. Pada penelitian ini, status sosial-

ekonomi orang tua dan tingkat pendidikan ibu merupakan variabel perancu

yang dikendalikan.

Untuk membuktikan apakah variabel perancu tersebut berpengaruh

terhadap variabel dependen (skor IQ) atau tidak maka dilakukan analisis Chi

Square. Dari hasil analisis faktor status sosial-ekonomi orang tua diperoleh (p

= 0,010) hasil bermakna secara statistik. Artinya ada pengaruh yang

signifikan pada status sosial ekonomi orang tua terhadap tingkat kecerdasan

intelektual (skor IQ) anak. Secara teori, Seifer (Santrock, 2007) telah

membuktikan korelasi yang signifikan antara status sosial-ekonomi dan

kecerdasan. Banyak orang tua dengan pendapatan yang rendah memiliki

kesulitan dalam menyediakan lingkungan yang secara intelektual dapat

menstimulasi anak-anaknya. Hal ini dapat menjadi penyebab rendahnya

tingkat kecerdasan anak.

Selanjutnya, dari hasil analisis faktor tingkat pendidikan ibu diperoleh

(p = 0,704) hasil tidak bermakna secara statistik (p > 0,05). Hal ini

Page 57: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu tidak berpengaruh terhadap

tingkat kecerdasan (skor IQ) anak. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan

pendapat Indriyanto (2001) yang dikutip dalam Sari (2010) menyatakan

bahwa hasil belajar siswa berkaitan erat dengan tingkat pendidikan formal

orang tua. Orang tua dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi

mempunyai kemampuan lebih untuk membentuk anak dalam belajar

dibandingkan dengan orang tua dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah.

Namun demikian, pada penelitian ini, tingkat pendidikan ibu tidak

berhubungan dengan skor IQ siswa. Hal ini mungkin dikarenakan proporsi

kelompok tingkat pendidikan ibu menengah dan rendah tidak berbeda jauh.

Faktor yang dapat mempengaruhi angka kejadian BBLR dapat berasal

dari ibu maupun janin. Jenis kelamin adalah salah satu faktor yang berasal

dari janin. Data tabel IV.1 menunjukkan prevalensi riwayat BBLR pada anak

perempuan lebih besar dibandingkan dengan anak laki-laki. Hal ini sesuai

dengan penelitian Rosemary (Mulyawan, 2009) menunjukkan bahwa risiko

dilahirkan bayi laki-laki dengan BBLR adalah 0,82 kali lebih kecil

dibandingkan dengan bayi perempuan BBLR. Dari perhitungan dengan

menggunakan uji statistik Chi Square menghasilkan nilai signifikansi

p=0,048, yang berarti signifikan atau bermakna. Artinya ada pengaruh yang

signifikan antara jenis kelamin terhadap kejadian BBLR.

Selanjutnya, untuk status sosial ekonomi diperoleh hasil tidak

bermakna secara statistik (p > 0,05), yaitu p = 0,064. Hal ini menunjukkan

bahwa status sosial-ekonomi tidak berpengaruh terhadap kejadian BBLR. Hal

Page 58: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

ini tidak sesuai dengan pernyataan bahwa keterbatasan status sosial-ekonomi

berpengaruh terhadap keterbatasan dalam mendapatkan pelayanan antenatal

dan pemenuhan gizi yang adekuat sehingga berisiko melahirkan BBLR

(Depkes RI, 2003). Sama halnya dengan faktor tingkat pendidikan ibu,

diperoleh p = 0,770 yang tidak bermakna secara statistik (p > 0,05). Hal ini

menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu tidak berpengaruh terhadap

kejadian BBLR anak. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Kolibu (2006)

yang menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan

ibu dengan angka kejadian BBLR.

Pada penelitian ini, baik status sosial-ekonomi orang dan tingkat

pendidikan ibu tidak berhubungan dengan kejadian BBLR. Hal ini mungkin

dikarenakan proporsi kelompok BBLR yang terlalu kecil.

B. Kelemahan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini, terdapat beberapa kendala

tertutama terbatasnya sampel anak dengan riwayat BBLR. Selain itu, faktor

psikis dan fisik yang mempengaruhi tes inteligensi siswa anak tidak

dilakukan pada penelitian ini, sehingga penyebab rendahnya skor IQ pada

subjek tidak diketahui dengan pasti.

Kekurangan penelitian ini juga terdapat pada pengambilan data

riwayat lahir yang dipakai yaitu melalui wawancara tidak langsung kepada

ibu atau orang tua siswa, sehingga tidak menggambarkan validitasnya.

Page 59: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

Penilaian variabel perancu pada penelitian ini bersifat sangat

subyektif. Hal ini karena penilaian yang digunakan adalah dengan melakukan

wawancara kepada responden.

Page 60: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Ada perbedaan skor IQ yang bermakna antara anak dengan riwayat

BBLR dan BBLC di SDN 01 Jantiharjo Karanganyar dengan p = 0,022.

Dibandingkan anak dengan riwayat berat lahir cukup, anak dengan riwayat

BBLR mempunyai skor IQ < 90 lebih banyak secara signifikan.

Sebagai analisis tambahan, Intelligence Quotience (IQ) juga

dipengaruhi oleh status sosial-ekonomi orang tua. Secara statistik, anak

dengan status sosial-ekonomi orang tua rendah mempunyai skor IQ < 90

lebih banyak dibandingkan anak dengan status sosial-ekonomi menengah.

Sedangkan faktor tingkat pendidikan ibu tidak berhubungan dengan tingkat

kecerdasan intelektual (IQ) anak.

B. Saran

1. Bagi Masyarakat dan Ibu Hamil

Penelitian ini dapat menjadi dasar pemikiran bagi ibu hamil untuk

memperhatikan kesehatannya selama kehamilan, sehingga mengurangi

risiko lahirnya Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).

2. Bagi Petugas Kesehatan

Usaha perbaikan mutu pelayanan sebaiknya dapat lebih dioptimalkan,

sehingga mengurangi risiko terjadinya Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).

Page 61: INTELLIGENCE QUOTIENT– IQ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

3. Bagi Peneliti

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih

besar, lokasi cakupan penelitian yang lebih luas, termasuk juga

dilakukannya analisis tarhadap variabel-variabel perancu lain selain yang

disebutkan di atas, dengan harapan semakin memperkuat simpulan dan

semakin memperkecil bias.