laporan akhir - e-riset.litbang.kemkes.go.id

361
i LAPORAN AKHIR RISET IMPLEMENTASI MODEL JURU PEMBASMI JENTIK (JURBASTIK) DALAM PENANGGULANGAN DBD PROVINSI SULAWESI SELATAN (MULTICENTER 2019) Nurul Hidayah S. B., dkk PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN 2019

Upload: others

Post on 02-Dec-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

i

LAPORAN AKHIR

RISET IMPLEMENTASI MODEL JURUPEMBASMI JENTIK (JURBASTIK)DALAM PENANGGULANGAN DBDPROVINSI SULAWESI SELATAN

(MULTICENTER 2019)

Nurul Hidayah S. B., dkk

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN UPAYAKESEHATAN MASYARAKAT

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATANKEMENTERIAN KESEHATAN

2019

Page 2: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

ii

SUSUNAN TIM

Ketua Pelaksana : Nurul Hidayah S. B., S.Si.

Peneliti :

1. Hayani Anastasia, SKM., MPH2. Rina Isnawati., S.Si3. Octaviani., SKM4. Leonardo Taruk Lobo, S.Si5. dr. Muchlis Syahnuddin6. Hendra, M.Phil., M.A.7. Munir Salham, M.A.8. Yuyun Srikandi, SKM9. Trijuni Wijatmiko

Page 3: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

iii

SK PENELITIAN

Page 4: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

iv

SUSUNAN TIM

Page 5: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

v

Page 6: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

vi

Page 7: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

vii

K

Page 8: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

viii

PERSETUJUAN ETIK

Page 9: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

ix

Page 10: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dankarunia Nya sehingga laporan penelitian “Riset implementasi Model Juru PembasmiJentik (Jurbastik)dalam Penanggulangan DBD di Provinsi Sulawesi Tengah danSulawesi Selatan (multicenter 2019)” dapat diselesaikan. Penelitian ini merupakanpenelitian multicenter bekerjasama dengan Balai dan Loka Ampuan Puslitbang UpayaKesehatan Masyarakat yang dilakukan di 11 Provinsi di Indonesia berdasarkanwilayah-wilayah dengan endemisitas DBD yang tinggi.

Laporan penelitian ini memuat informasi hasil pemberdayaan masyarakatdalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 1 rumah 1 Jumantik(1R1J) dengan peningkatan peran sebagai Jurbastik pada tingkat rumah tangga.

Dalam kesempatan ini kami sampaikan ucapan terimakasih kepada KepalaDinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah dan Provinsi Sulawesi Selatan yang dipilihsebagai lokasi penelitian atas bantuannya dalam memfasilitasi perijinan danpelaksanaan penelitian sehingga kegiatan ini dapat berjalan dengan lancar.

Laporan ini tidak terlepas dari keterbatasan dan kekurangan, untuk itu kritik dansaran guna menyempurnakan laporan ini sangat kami harapkan.

Donggala, Desember 2019

Tim Peneliti

Page 11: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

xi

RINGKASAN EKSEKUTIF

Kebijakan Pembangunan Kesehatan tahun 2018 mengarah kepada meningkatkan

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan serta Upaya Promosi Kesehatan

dan Pemberdayaan Masyarakat.

Penyakit Demam Berdarah Dengue masih menjadi salah satu masalah kesehatan di

Indonesia, berbagai cara penanggulangannya telah dilakukan namun kejadian kasus

masih tinggi. Dalam mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan penguatan sistem

surveilans di masyarakat sebagai sistem deteksi dini untuk mencegah timbulnya

penyakit.

Sejak tahun 2015 telah diluncurkan Program Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (Juru

Pemantau Jentik). Program Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (1R1J)

dikampanyekan oleh Kementerian Kesehatan RI untuk pengendalian infeksi virus

dengue dalam semangat Gerakan Masyarakat secara luas dengan pendekatan

keluarga (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2016b; Subuh & Kementerian

Kesehatan RI 2016; Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI 2016;

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2016a).

Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik menitikberatkan pada pembinaan keluarga oleh

puskesmas, lintas sektoral tingkat kecamatan serta kader kesehatan, dengan tujuan

agar keluarga dapat berperan aktif dalam pemantauan dan pemberantasan jentik

nyamuk vektor serta kasus DBD.

Hingga saat ini, sebanyak 111 Kabupaten/kota yang telah menerapkan Gerakan 1R1J,

namun masih terbatas pada beberapa kelurahan ataupun kecamatan dalam

kabupaten tersebut. Untuk mengoptimalkan peran jumantik maka diperlukan

peningkatan peran sebagai juru pembasmi jentik dengan istilah Juru Pembasmi Jentik

(JURBASTIK).

Tujuan penelitian ini untuk memberikan alternatif solusi dalam pelaksanaan Program

Prioritas Nasional terkait Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit dengan

penguatan upaya promotif dan preventif melalui pemberdayaan masyarakat dengan

pendekatan GERMAS agar derajat kesehatan masyarakat meningkat dalam program

gerakan 1R1J.

Page 12: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

xii

Hasil yang diharapkan adalah untuk percepatan pencapaian kinerja cakupan program

1R1J dengan partisipasi masyarakat yang tinggi yang pada akhirnya terjadi transfer of

ownershipdari program menjadi milik masyarakat.

Disain penelitian pada kegiatan ini adalah metode quasi experimental with control.

Pada tahap ini melakukan uji coba pada daerah perlakuan dan kontrol pada dua

kelompok masyarakat yang relatif sama. Metode kuasi eksperimental digunakan untuk

mengetahui apakah model yang didapatkan mempunyai pengaruh terhadap partisipasi

anggota rumah tangga dalam program 1R1J.

Kegiatan ini diawali dengan pengumpulan data sekunder yaitu data kasus DBD dari

fasilitas kesehatan (Puskesmas, RS dan Dinas Kesehatan), dilanjutkan dengan

pengumpulan data secara kualitatif/ indepth interview di level stake holder terhadap

gerakan 1R1J di provinsi sampai masyarakat. Pengumpulan data secara kuantitatif

menggunakan kuesioner terstruktur dilakukan di masyarakat yang meliputi : partisipasi

anggota rumah tangga dalam pelaksanaan program 1R1J, dilanjutkan

denganpengukuran indeks entomologi (House Index, Container Index, Breuteu Index

dan Angka Bebas Jentik). Hasil analisis data tersebut akan digunakan untuk

merumuskan dan mengembangkan intervensi 1R1J secara local spesifik dan uji coba

wilayah.

Gambaran intervensi yang direncanakan dilakukan dengan metode PAR (Participatory

Active Research) terhadap intervensi Jurbastik, yang diawali dengan pertemuan/indept

terhadap stakeholder, tokoh masyarakat, pelatihan 1R1J (Jurbastik) pada setiap

tingkatan sampai dengan anggota keluarga sebagai gerakan 1R1J, upaya promosi

kesehatan dan pembuatan aplikasi sistem pelaporan hasil 1R1J

Tahun kedua direncanakan melakukan evaluasi hasil dari implementasi model

intervensi pada setiap level program, tujuannya untuk mengetahui kelemahan dan

kelebihan dari intervensi yang telah dilakukan.

Manfaat penelitian diperolehnya informasi untuk kebijakan berupa pengembangan

model dalam pengendalian DBD dengan upaya Jurbastik dalam rangka mendukung

upaya pengendalian vektor DBD. Sehingga dapat diterapkan oleh pelaksana program

dalam pencegahan DBD yang aman, rasional, efisien, efektif, dapat diterima oleh

program dan masyarakat serta berkelanjutan (transfer of ownership)

Page 13: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

xiii

Penelitian ini merupakan penelitian Multicenter yang dilakukan oleh Balai dan Loka

Litbang dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian

Kesehatan, dengan pembagian wilayah pada wilayah kerja masing-masing Balai/Loka.

Balai Litbangkes Baturaja dengan wilayah penelitian Provinsi Jambi dan Provinsi

Sumatera Selatan, Loka Litbangkes Ciamis yaitu Provinsi Lampung dan Provinsi

Banten, Balai Litbangkes Banjarnegara, yaitu Provinsi Kalimantan Barat, Balai

Litbangkes Tanah Bumbu yaitu Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan,

Balai Litbangkes Donggala yaitu Provinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan,

Loka Litbangkes Waikabubak yaitu Provinsi Bali dan Puslitbang Upaya Kesehatan

Masyarakat Provinsi Jawa Timur dan Riau

Hasil Penelitian untuk Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah dan Kabupaten

Maros Provinsi Sulawesi Selatan menunjukkan, terdapat perubahan yang signifikan

terhadap pengetahuan, sikap dan tindakan responden pada saat setelah dilakukan

kegiatan pendampingan. Terdapat pengingkatan pengetahuan masyarakat mengenai

kegiatan G1R1J, dan ABJ di wilayah intervensi mengalami peningkatan pada saat

postest. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi antara

pretest dan postest untuk beberapa variabel yang berkenaan dengan kegiatan PSN di

rumah responden. Sosialisasi rumah ke rumah dan di pertemuan rutin warga menjadi

media yang paling efektif dalam menyampaikan kegiatan Jurbastik.Partisipasi aktif

masyarakat meningkat setelah melibatkan lintas sektoral mulai dari tingkat kelurahan,

kecamatan, dan bupati.Keterlibatan lintas sektor dalam promosi kegiatan Jurbastik

sangat berperan besar terhadap animo masyarakat, sehingga diperlukan peningkatan

peran aktif lintas sektor utamanya di tingkat bupati dalam menyukseskan kegiatan

Jurbastik di Kabupaten Maros.

Page 14: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

xiv

ABSTRAK

Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (G1R1J) merupakan upaya yang paling efektif

untuk mencegah penyebaran penyakit DBD Kabupaten Poso dan Kabupaten Maros

berkomitmen menjalankan kegiatan G1R1J, namun kasus DBD tetap berfluktuasi

setiap tahunnya.Proses pendampingan dan intervensi terhadap pelaksanaan G1R1J di

Kabupaten Maros dilakukan untuk menentukan model penerapan yang paling efektif

dalam pelaksanaan program G1R1J dengan peningkatan peran sebagai Jurbastik

dalam upaya pemberantasan DBD di Kabupaten Poso dan Maros. Disain penelitian

menggunakan metode quasi experimental with control. Kegiatan penelitian diawali

dengan pengumpulan data sekunder mengenai kasus DBD di daerah penelitian,

dilanjutkan dengan pengumpulan data secara kualitatif/indepth interview di level stake

holder terhadap gerakan 1R1J di provinsi sampai masyarakat. Pengumpulan data

kuantitatif terhadap masyarakat menggunakan kuesioner terstruktur, meliputi

partisipasi anggota rumah tangga dalam pelaksanaan program 1R1J, dilanjutkan

dengan pengukuran indeks entomologi. Intervensi di wilayah penelitian dilakukan

dengan metode PAR (Participatory Active Research) terhadap intervensi Jurbastik,

yang diawali dengan wawancara terhadap stakeholder, tokoh masyarakat, pelatihan

1R1J (Jurbastik) pada setiap tingkatan sampai dengan anggota keluarga sebagai

gerakan 1R1J, upaya promosi kesehatan dan pembuatan aplikasi sistem pelaporan

hasil 1R1J. Hasil Penelitian menunjukkan, terdapat perubahan yang signifikan

terhadap pengetahuan, sikap dan tindakan responden pada saat setelah dilakukan

kegiatan pendampingan. Terdapat pengingkatan pengetahuan masyarakat mengenai

kegiatan G1R1J, dan ABJ di wilayah intervensi pada saat postest. Hasil analisis data

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi antara pretest dan postest untuk

beberapa variabel yang berkenaan dengan kegiatan PSN di rumah responden.

Sosialisasi rumah ke rumah dan di pertemuan rutin warga menjadi media yang paling

efektif dalam menyampaikan kegiatan Jurbastik.Partisipasi aktif masyarakat meningkat

setelah melibatkan lintas sektoral mulai dari tingkat kelurahan, kecamatan, dan bupati.

Keterlibatan lintas sektor dalam promosi kegiatan Jurbastik sangat berperan besar

terhadap animo masyarakat, sehingga diperlukan peningkatan peran aktif lintas sektor

utamanya di tingkat pemerintah daerah dalam menyukseskan kegiatan Jurbastik di

suatu wilayah.

Kata Kunci: Jumantik, G1R1J, Jurbastik, DBD, Maros

Page 15: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

xv

DAFTAR ISI

HalJudul ............................................................................................................ i

Susunan Tim Peneliti…..…………………………………………….….……… ii

Surat Keputusan Penelitian ……………………………………………………. iii

Etik viii

Halaman Pengesahan ix

Kata Pengantar…………………………………………….…………….……… x

Ringkasan Eksekutif… ……………………………………………….………… xi

Abstrak …………………………………………………………………………… xiv

Daftar Isi …………………………………………………………………………. xv

Daftar Tabel ……………………………………………………………………... xviii

Daftar Gambar ………………………………………………………………….. xxi

Daftar Lampiran ………………………………………………………………… xxii

BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………………..... 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................ ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ………………….…….............................................. 17

1.3. Manfaat penelitian…..………..………………………..……………..…… 17

1.4. Hipotesis …………………………………………………..………..……… 17

BAB II. METODE PENELITIAN ………………………… …………..……........ 18

2.1. Kerangka Teori …………………………………………..…..…............... 18

2.2. Kerangka Konsep ……………………………………………………….... 19

2.3. Tempat dan waktu …………………………………………………….….. 20

2.4. Disain Penelitian………………. …......…………………………………... 20

2.5. Populasi dan Sampel …. ………………………………………….……... 20

2.6. Besar Sampel…………………………………………………………….... 21

2.7. Cara pemilihan/Penarikan Sampel ……………………………………... 21

2.8. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ................................................................ 22

2.9. Variabel dan Definisi Operasional………............................................. 22

2.10. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data……………………….……..... 22

2.11. Bahan dan Prosedur Kerja ……………………….……......................... 25

2.12. Manajemen dan Analisis Data ………………..……………….……..... 29

Page 16: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

xvi

BAB III. HASIL PENELITIAN…………..……………………………………… 32

3.2 Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan

3.2.1 Gambaran Umum …….………………………………………. 32

3.2.1.1. Kondisi geografis ................................................. 32

3.2.1.2. Besar masalah DBD selama 3 tahun terakhir 33

3.2.1.3 Pengendalian DBD yang dilakukan oleh program 34

3.2.2 Program Gerakan 1R1J Tingkat Pemerintah Daerah 35

3.2.2.1 Definisi gerakan 1R1J .......................................... 35

3.2.2.2 Keberadaan Gerakan 1R1J di wilayah penelitian 35

3.2.3 Program Gerakan 1R1J Tingkat Masyarakat (Hasil kuantitatif) 36

3.2.3.1 Wilayah Intervensi (Kelurahan Adatongeng) 36

3.2.3.2 Wilayah Non Intervensi (Kelurahan Turikale) 36

3.2.3.3 Hasil Analisis ......................................................... 63

3.2.4 Program Gerakan 1R1J di Tingkat Program (Hasil kualitatif) 69

3.2.4.1 Implementasi Kebijakan ........................................ 70

3.2.4.2 Sumber Daya Manusia ......................................... 71

3.2.4.3 Anggaran/Pembiayaan ......................................... 72

3.2.4.4 Sarana dan Prasarana .......................................... 73

3.2.4.5 Pemberdayaan Masyarakat .................................. 73

3.2.4.6 Dukungan dan hambatan ...................................... 74

3.2.5 Penggalangan Kerjasama 74

3.2.5.1 Sosialisasi dan Workshop ..................................... 74

3.2.5.2 Kegiatan Pendampingan tahap I ............................ 75

3.2.5.3 Kegiatan Pendampingan tahap II .......................... 78

3.2.5.4 Kegiatan Pendampingan tahap III ......................... 81

3.2.5.5 Kegiatan Pendampingan tahap IV ........................ 87

3.2.6 Penggalangan Komitmen dan Tindak Lanjut pelaksanaan

Gerakan 1R1J .......................................................................

91

3.2.7 Pengembangan aplikasi Daring ............................................ 93

Page 17: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

xvii

BAB IV. PEMBAHASAN ............................................................................ 94

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 105

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... .... 107

DRAFT MODEL JURBASTIK KABUPATEN MAROS ................................... 109

Page 18: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

xviii

DAFTAR TABEL

HalTabel 1 Jumlah Kasus dan Incidence Rate Demam Berdarah Dengue

per Provinsi di Indonesia Tahun 2008 – 2017 ............................2

Tabel 2 Karakteristik responden Kelurahan Adatongeng ........................36

Tabel 3 Persentase Pengetahuan Responden tentang Jumantik, 1R1J,dan jumantik rumah di Kelurahan Adatongeng KabupatenMaros, 2019 ...............................................................................

37

Tabel 4 Persentase Pengetahuan Responden tentang SosialisiasiG1R1J di Kelurahan Adatongeng Kabupaten Maros, 2019 .......

38

Tabel 5 Persentase Pengetahuan Responden mengenai kartu jentikdan kunjungan koordinator di Kelurahan Adatongeng ...............

39

Tabel 6 Persentase Pengetahuan Responden tentang 3M Plus diKelurahan Adatongeng ..............................................................

41

Tabel 7 Persentase Sikap Responden tentang G1R1J dan kunjungancoordinator di Kelurahan Adatongeng .......................................

42

Tabel 8 Persentase Tindakan Responden terhadap sosialisasi danprogram G1R1J di Kelurahan Adatongeng ................................

43

Tabel 9 Persentase Tindakan Mengenai Pelaksanaan G1R1J diRumah Tangga Kelurahan Adatongeng ....................................

44

Tabel 10 Persentase Tindakan Mengenai Pelaksanaan 3M Plus diKelurahan Adatongeng .............................................................

46

Tabel 11 Jenis Kontainer pada Pengumpulan Data KelurahanAdatongeng (Wilayah Intervensi) Kabupaten Maros, 2019 ........

47

Tabel 12 Kondisi Kontainer pada Pengumpulan DataKelurahanAdatongeng Kabupaten Maros, 2019 ........................................

48

Tabel 13 Letak Kontainer pada Pengumpulan DataKelurahanAdatongeng Kabupaten Maros, 2019 ........................................

49

Tabel 14 Indeks Entomologi pada Pengumpulan DataKelurahanAdatongeng Kabupaten Maros, 2019 ........................................

49

Tabel 15 Karakteristik responden di Kelurahan Turikale KabupatenMaros, 2019 ..............................................................................

50

Tabel 16 Persentase Pengetahuan Responden tentang Jumantik, 1R1J,dan jumantik rumah di Kelurahan Turikale .................................

51

Page 19: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

xix

Tabel 17 Persentase Pengetahuan Responden tentang SosialisiasiG1R1J di Kelurahan Turikale ...............................................

52

Tabel 18 Persentase Pengetahuan Responden mengenai kartu jentikdan kunjungan koordinator di Kelurahan Turikale ......................

53

Tabel 19 Persentase Pengetahuan Responden tentang 3M Plus diKelurahan Turikale .....................................................................

54

Tabel 20 Persentase Sikap Responden tentang G1R1J dan kunjungancoordinator di Kelurahan Turikale ..............................................

55

Tabel 21 Persentase Tindakan Responden terhadap sosialisasi danprogram G1R1J di Kelurahan Turikale .......................................

56

Tabel 22 Persentase Tindakan Mengenai Pelaksanaan G1R1J diRumah Tangga Kelurahan Turikale ..........................................

58

Tabel 23 Persentase Tindakan Mengenai Pelaksanaan 3M Plus diKelurahan Turikale ....................................................................

59

Tabel 24 Jenis Kontainer pada Pengumpulan Data Kelurahan TurikaleKabupaten Maros, 2019 .............................................................

60

Tabel 25 Kondisi Kontainer pada Pengumpulan DataKelurahan TurikaleKabupaten Maros, 2019 .............................................................

62

Tabel 26 Letak Kontainer pada Pengumpulan DataKelurahan TurikaleKabupaten Maros, 2019 ............................................................

63

Tabel 27 Indeks Entomologi pada Pengumpulan DataKelurahan TurikaleKabupaten Maros, 2019 .............................................................

63

Tabel 28 Hasil Analisis mengenai pengetahuan masyarakat diKelurahan Adatongeng .............................................................

64

Tabel 29 Hasil Analisis mengenai sikap masyarakat di KelurahanAdatongeng

64

Tabel 30Hasil Analisis mengenai perilaku masyarakat di KelurahanAdatongeng…………………………………………………………………….

65

Tabel 31 Hasil Analisis mengenai pengetahuan masyarakat diKelurahan Turikale………………………………………………………………………

65

Tabel 32 Hasil Analisis mengenai sikap masyarakat di KelurahanTurikale ….……………………………………………………….

66

Tabel 33 Hasil Analisis mengenai perilaku masyarakat di KelurahanTurikale ….……………………………………………………….

67

Page 20: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

xx

Tabel 34 Hasil Analisis Postest Mengenai Perbandingan PengetahuanMasyarakat di Kelurahan Adatongeng dan Kelurahan Turikale

68

Tabel 35 Hasil Analisis Postest Mengenai Perbandingan SikapMasyarakat di Kelurahan Adatongeng dan Kelurahan Turikale

68

Tabel 36 Hasil Analisis Postest Mengenai Perbandingan PerilakuMasyarakat di Kelurahan Adatongeng dan Kelurahan Turikale

69

Tabel 37 Analisis masalah, penyebab masalah dan cara pemecahanmasalah terkait pembasmian jentik dan pemberantasanpenyakit DBD pada pendampingan tahap 1. ........................

77

Tabel 38 Analisis masalah, penyebab masalah dan cara pemecahanmasalah terkait pembasmian jentik dan pemberantasanpenyakit DBD pada pendampingan tahap 2 ..........................

80

Tabel 39Analisis masalah, penyebab masalah dan cara pemecahanmasalah terkait pembasmian jentik dan pemberantasanpenyakit DBD ...............................................................

84

Tabel 40Analisis masalah, penyebab masalah dan cara pemecahanmasalah terkait pembasmian jentik dan pemberantasanpenyakit DBD .........................................................................

89

Page 21: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

xxi

DAFTAR GAMBAR

HalGambar 1 Siklus hidup nyamuk Ae. aegypti ………………………….. 11

Gambar2 Kerangka Teori ............................................………….……. 18

Gambar 3 Kerangka Konsep Penelitian .............................................. 19

Gambar 3 Peta wilayah Maros ............................................................ 33

Gambar 4 Kasus DBD Lima Tahun Terakhir Kabupaten Maros ............34

Gambar 5 Focus group discussion (FGD) supervisor, koordinator, RT,RW, tokoh masyarakat, tokoh agama Perumahan Tumalia,Kelurahan Adatongeng

76

Gambar 6 Advokasi ke Dinas Kesehatan Maros .................................. 79

Gambar 7 Wawancara mendalam salah satu informan jumantik rumahtangga di Perumahan Tumalia, Kelurahan Adatongeng .......

82

Gambar 8 Pengisian Kartu Pemeriksaan Jentik ................................. 83

Gambar 9 Surat edaran Bupati Maros berisi himbauan agar wargaikut serta berpartisipasi terhadap pencegahan danpengendalian penyakit demam berdarah dengue (DBD)dalam program Gerakan satu rumah satu jumantik (G1R1J)

85

Gambar 10 Wawancara mendalam evaluasi kinerja lintas sektor diPuskesmas Turikale ............................................................

88

Gambar 11 Pemaparan Hasil Kegiatan oleh Koordinator Jumantik ........ 91

Page 22: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangDemam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

virus dengue, ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes

albopictus (1). Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah tropik dan

subtropik, bahkan terdapat kecenderungan terus meningkat (2) dan banyak

menimbulkan kematian pada anak (3).

Sejak pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968 sebanyak 58 orang

terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %),

DBD terus menyebar luas ke seluruh Indonesia. Pada tahun 2015, DBD sudah

menjangkiti seluruh provinsi di Indonesia (34 provinsi) dengan jumlah kabupaten/kota

terjangkit adalah 436 dari 514 kabupate/kota yang ada di Indonesia (84,82%). Selain

itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus

menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009. Peningkatan dan penyebaran kasus DBD

tersebut kemungkinan disebabkan oleh mobilitas penduduk yang tinggi,

perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan

distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya yang masih memerlukan

penelitian lebih lanjut (4). Pada saat ini, menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO),

Asia Pasifik menanggung 75 persen dari beban dengue di dunia antara tahun 2004

dan 2010, sementara Indonesia dilaporkan sebagai negara ke-2 dengan kasus DBD

terbesar diantara 30 negara wilayah endemis (5).

Kasus DBD di Indonesia mengalami siklus epidemik yang terjadi setiap sembilan-

sepuluh tahunan karena adanya perubahan iklim yang berpengaruh terhadap

kehidupan vektor dan faktor yang mempengaruhinya. Perubahan iklim menyebabkan

perubahan curah hujan, suhu, kelembaban, arah udara sehingga berefek terhadap

ekosistem daratan dan lautan serta berpengaruh terhadap kesehatan terutama

terhadap perkembangbiakan vektor penyakit seperti nyamuk Aedes, malaria dan

lainnya (6). Selain itu, faktor perilaku dan partisipasi masyarakat yang masih kurang

dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) serta faktor pertambahan

jumlah penduduk dan faktor peningkatan mobilitas penduduk yang sejalan dengan

semakin membaiknya sarana transportasi menyebabkan penyebaran virus DBD

semakin mudah dan semakin luas.

Page 23: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

2

Pada periode 10 tahun terakhir, jumlah kasus DBD di Indonesia secara keseluruhan

tercatat sebanyak 1.213.324 penderita dengan rata-rata Incidence Rate (IR) adalah

49,55 per 100.000 penduduk. Jumlah kasus pertahun mengalami naik turun setiap

tahunnya dan ada di seluruh provinsi di Indonesia kecuali tahun 2011 di Papua dan

Papua Barat tidak dilaporkan ada kasus DBD. Jumlah kasus tahun 2008 adalah

137.469 penderita (IR= 59,02 per 100.000 penduduk), naik menjadi 158.912 penderita

(IR=68,22 per 100.000 penduduk), selanjutnya turun sedikit tahun 2010 menjadi

156.086 penderita (IR=65,70 per 100.000 penduduk) dan turun tajam pada tahun 2011

menjadi 65.725 penderita (IR=27,67 per 100.000 penduduk).

Tabel 1. Jumlah Kasus dan Incidence Rate Demam Berdarah Dengue per Provinsi diIndonesia Tahun 2008 - 2017

No ProvinsiTahun 2008-2012 Tahun 2013-2017 Jumlah Tahun 2008-2017

Kasus Rata-rata IR Kasus Rata-

rata IR Kasus Rata-rata IR

1 Jawa Barat 120.470 55,98 102.640 43,97 223.110 49,972 Jawa Timur 75.539 40,20 76.040 39,23 151.579 39,723 DKI Jakarta 88.988 199,14 47.330 93,41 136.318 146,274 Jawa Tengah 68.549 41,32 64.393 37,48 132.942 39,405 Bali 29.407 167,60 52.313 250,46 81.720 209,036 Sumatera Utara 28.774 44,08 27.820 40,21 56.594 42,147 Kalimantan Timur 21.299 133,64 26.433 149,66 47.732 141,658 Banten 19.846 41,58 17.426 29,70 37.272 35,649 Sulawesi Selatan 14.885 37,61 20.548 48,23 35.433 42,9210 Lampung 15.086 41,93 16.459 42,05 31.545 41,9911 DI Yogyakarta 11.272 65,43 16.583 90,98 27.855 78,2112 Sumatera Barat 11.875 50,33 14.795 57,54 26.670 53,9413 Kalimantan Barat 13.733 64,21 10.122 43,45 23.855 53,8314 Sumatera Selatan 10.633 29,03 11.632 28,91 22.265 28,9715 Aceh 11.680 52,43 9.489 38,01 21.169 45,2216 Riau 7.451 27,49 13.099 40,82 20.550 34,1517 Sulawesi Tengah 8.743 67,39 7.799 54,92 16.542 61,1618 Kalimantan Selatan 4.770 26,01 10.223 51,76 14.993 38,8919 Kepulauan Riau 7.171 90,50 7.205 71,75 14.376 81,1320 NTB 4.900 23,12 7.695 33,01 12.595 28,0721 Sulawesi Utara 6.778 58,29 5.708 47,81 12.486 53,0522 Kalimantan Tengah 5.341 49,28 5.955 47,88 11.296 48,5823 Sulawesi Tenggara 3.271 30,02 7.667 59,58 10.938 44,8024 Jambi 3.550 22,62 5.231 30,68 8.781 26,6525 Bengkulu 2.856 32,82 4.245 45,04 7.101 38,9326 NTT 3.992 16,72 2.347 9,20 6.339 12,9627 Kapulauan Babel 1.983 32,72 2.438 36,09 4.421 34,4128 Papua 1.144 13,21 2.629 16,97 3.773 15,09

Page 24: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

3

29 Sulawesi Barat 1.122 20,36 2.281 36,18 3.403 28,2730 Kalimantan Utara - - 2.750 106,77 2.750 106,7731 Gorontalo 965 19,40 1.754 31,09 2.719 25,2432 Maluku Utara 1.210 23,95 843 14,63 2.053 19,2933 Papua Barat 1.030 34,93 459 10,88 1.489 22,9134 Maluku 124 1,63 536 63,14 660 32,3935 Indonesia 608.437 51,54 604.887 47,56 1.213.324 49,55

Sumber Data : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2017

Jumlah kasus DBD naik lagi tahun 2012 menjadi 90.245 penderita (IR=37,11 per

100.000 penduduk) dan tahun 2013 menjadi 112.511 penderita (IR=68,22 per 100.000

penduduk). Tahun 2014 turun lagi menjadi 99.508 penderita (IR=39,80 per 100.000

penduduk), tapi naik lagi tahun 2015 menjadi 129.650 penderita (IR=50,75 per

100.000 penduduk) dan tahun 2016 menjadi 2014.171 penderita (IR=78,85 per

100.000 penduduk). Terakhir tahun 2017 turun ke tingkat yang paling rendah dalam

periode 10 tahun terakhir menjadi 59.047 penderita (IR=22,55 per 100.000 penduduk)(7).

Lima belas provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus DBD terbanyak selama periode

tahun 2008-2017 berturut-turut adalah Jawa Barat (223.110 kasus), Jawa Timur

(151.579 kasus), DKI Jakarta (136.318 kasus), Jawa Tengah (132.942 kaus), Bali

(81.720 kasus), Sumatera Utara (56.594 kasus), Kalimantan Timur (47.732 kasus),

Banten (37.272 kasus), Sulawesi Selatan (35.433 kasus), Lampung (31.545 kasus), DI

Yogyakarta (27.855 kasus), Sumatera Barat (26.670 kasus), Kalimantan Barat (23.855

kasus), Sumatera Selatan (22.265 kasus) dan Aceh (21.169 kasus). Berdasarkan

Incidence Rate, lima belas provinsi tertinggi berturutpturut adalah Bali (IR= 209,03 per

100.000 penduduk), DKI Jakarat (IR= 146,27 per 100.000 penduduk), Kalimantan

Timur (IR= 141,45 per 100.000 penduduk), Kalimantan Utara dalam periode 4 tahun

terakhir (IR= 106,77 per 100.000 penduduk), Kepulauan Riau (IR= 81,13 per 100.000

penduduk), DI Yogyakarta (IR= 78,21 per 100.000 penduduk), Sulawesi Tengah (IR=

61,16 per 100.000 penduduk), Sumatera Barat (IR= 53,94 per 100.000 penduduk),

Kalimantan Barat (IR= 53,83 per 100.000 penduduk), Sulawesi Utara (IR= 53,05 per

100.000 penduduk), Jawa Barat (IR= 49,97 per 100.000 penduduk), Kalimantan

Tengah (IR= 48,58 per 100.000 penduduk), Aceh (IR= 45,22 per 100.000 penduduk),

Sulawesi Tenggara (IR= 44,80 per 100.000 penduduk), dan Sulawesi Selatan (IR=

42,92 per 100.000 penduduk).

Page 25: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

4

Berdasarkan IR DBD, suatu daerah dapat dikategorikan dalam risiko tinggi apabila IR

> 55 per 100.000 penduduk, dalam risiko sedang apabila IR 20-55 per 100.000

penduduk, dan risiko rendah apabila IR <20 per 100.000 penduduk. Dengan demikian,

secara nasional wilayah Indonesia termasuk dalah kategori sedang, tetapi terdapat

beberapa provinsi dalan kategori risiko tinggi (8).

Data Dinkes Provinsi Jambi menyebutkan bahwa angka IR Kota Jambi pada tahun

2015 mencapai 97,9 per 100.000 penduduk, mengalami sedikit penurunan di tahun

2016 menjadi 96,6 per 100.000 penduduk. Meski mengalami penurunan menjadi

kategori risiko rendah di tahun 2017 (IR= 20,5 per 100.000 penduduk) namun tetap

menjadi salah satu kota yang tertinggi kasus DBD di Provinsi Jambi (Laporan DBD

Provinsi Jambi). Di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) angka IR tertinggi di tahun

2015 terdapat pada Kota Prabumulih (IR= 198 per 100.000 penduduk), diikuti Kota

Palembang (IR= 66 per 100.000 penduduk). Pada tahun 2016 terdapat beberapa

kabupaten/kota dengan angka IR di atas angka nasional berturut-turut mulai dari yang

tertinggi yakni Kota Lubuklinggau, Kota Prabumulih, Kota Pagar Alam, Kabupaten

Banyuasin, dan Kota Palembang. Angka IR Kota Prabumulih dan Palembang adalah

131 dan 62,8 per 100.000 penduduk. Meskipun mengalami penurunan pada tahun

2017, dua kota dengan angka IR tertinggi di Provinsi Sumsel adalah Kota Prabumulih

dan Kota Palembang (IR= 47,3 dan 46,4 per 100.000 penduduk) (Laporan DBD Prov

Sumsel).

Meluasnya DBD, selain mengancam jiwa manusia, juga bisa menimbulkan kerugian

secara ekonomi cukup besar. Soewarta Kosen, Peneliti yang juga Koordinator Unit

Analisis Kebijakan dan Ekonomi Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan Kemenkes, mengatakan, sumber kerugian itu bukan dari biaya perawatan

saja melainkan juga akibat hilangnya produktivitas si penderita DBD di bidang

ekonomi, kerugian non medisnya justru lebih besar. Tahun 2010 total kerugian

ekonomi akibat DBD mencapai Rp 3,1 triliun dari total jumlah penderita DBD yang

mencapai 157.370 kasus. Kerugian tersebut, hanya di bawah 10% yang menjadi

tanggungan pemerintah, sisanya tanggungan masyarakat (9).

Penyakit DBD adalah penyakit berbasis lingkungan yang sangat dipengaruhi oleh

perilaku manusia, iklim dan kondisi lingkungan yang mengakibatkan tersedia dan

terjangkaunya tempat perkembangbiakan oleh nyamuk Aedes spp sebagai vektornya(10). Penelitian di Jepara dan Ujungpandang menunjukkan bahwa keberadaan nyamuk

Aedes spp. berhubungan dengan tinggi rendahnya penularan virus dengue di

Page 26: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

5

masyarakat, sedangkan keberadaan nyamuk Aedes spp selain dipengaruhi oleh iklim

dan kondisi lingkungan, juga dipengaruhi oleh periaku masyarakat setempat (11).

Dengan demikian, dalam penanggulangan DBD, aspek lingkungan dan perilaku

manusia adalah dua hal yang pokok yang harus menjadi perhatian.

Selain penduduk, variabel iklim yang meliputi suhu dan kelembaban udara serta curah

hujan juga berpengaruh terhadap kejadian DBD. Pada tingkat lokal dan regional, curah

hujan dan ekologis manusia, sangat berpengaruh terhadap kehadiran nyamuk Aedes

aegypti pada skala rumah tangga. Curah hujan adalah komponen penting karena

dapat membengaruhi faktor lain seperti kesuburan vegetasi dan keberadaan air pada

kontainer, serta memiliki potensi untuk mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk

sehingga angka kejadian demam berdarah meningkat pada bulan-bulan tertentu

sesuai dengan tinggi rendahnya curah hujan (12).

Kepadatan nyamuk Aedes spp sangat berhubungan dengan kejadian DBD. Hasil

penelitian di Banyuwangi menunjukan bahwa infeksi primer maupun infeksi sekunder

DBD sebagian besar terjadi di daerah dengan angka bebas jentik (ABJ) < 95% (13).

Berdasarkan Permenkes Nomor 50 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu

Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor Dan Binatang

Pembawa Penyakit Serta Pengendaliannya, ABJ adalah persentase rumah atau

bangunan yang bebas jentik, dihitung dengan cara jumlah rumah yang tidak ditemukan

jentik dibagi dengan jumlah seluruh rumah yang diperiksa dikali 100 persen. Yang

dimaksud dengan bangunan antara lain perkantoran, pabrik, rumah susun, dan tempat

fasilitas umum yang dihitung berdasarkan satuan ruang bangunan/unit pengelolanya.

Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk ABJ adalah 95 persen, dengan

demikian untuk tidak terjadi penularan DBD maka ABJ di suatu wilayah minimal 95

persen. Sampai dengan tahun 2016 ABJ secara nasional belum mencapai target

minimal, meskipun terjadi peningkatan ABJ di tahun 2016 yaitu sebesar 67,6 persen

dibandingkan tahun 2015 (54,2%). Hal ini dapat disebabkan karena Puskesmas sudah

mulai menggalakkan kembali kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) secara rutin

sehingga kegiatan kader Juru Pemantau Jentik (Jumantik) mulai digalakkan kembali.

Selain itu, pelaporan data ABJ sudah mulai mencakup sebagian wilayah

kabupaten/kota di Indonesia sehingga cakupan ABJ juga semakin meningkat. Dalam

periode tahun 2010-2016, ABJ nasional tidak dapat mencapai angka minimal nasional,

paling tinggi hanya 80,2 persen (tahun 2010) dan paling rendah 24,1 persen (tahun

2014). Pada periode tersebut, berturut-turut ABJ nasional setiap tahunnya adalah 80,2

Page 27: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

6

persen (tahun 2010), 76,2 persen (tahun 2011), 79,3 persen (tahun 2012), 80,1 persen

(tahun 2013), 24,1 persen (tahun 2014), 54,2 persen (tahun 2015) dan 67,6 persen

(tahun 2016) (7).

Penelitian di Bandung tahun 2014 menunjukan bahwa pengetahuan masyarakat

berkaitan dengan DBD sudah baik (90%), pernah melakukan PSN (84,7%), rutin

melakukan PSN setiap minggu (60,2%), pernah menugaskan untuk PSN (49,5%), dan

rutin menugaskan PSN (42,5%), sedangkan hasil survai jentik di rumah responden

pada penelitian menunjukan ABJ 34,1 persen. Selanjutnya dilaporkan, penyebab tidak

rutin melakukan PSN paling tinggi adalah karena bukan kewajiban (46,51%), karena

sibuk (36,43%), karena sudah ada petugasnya (7,75%), karena malas (6,20%), karena

lupa (1,55%), dan karena lain-lain alasan sebesar 1,56 persen (14).

Pengendalian DBD telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

581/MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah dan

Keputusan Menteri Kesehatan nomor 92 tahun 1994 tentang perubahan atas lampiran

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 581/MENKES/SK/1992, dengan menitikberatkan

pada upaya pencegahan dengan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN)

selain penatalaksanaan penderita DBD dengan memperkuat kapasitas pelayanan

kesehatan dan sumber daya, memperkuat surveilans epidemiologi dan optimalisasi

kewaspadaan dini terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD (15). Berbagai upaya telah

dilakukan untuk menanggulangi terjadinya peningkatan kasus, salah satu diantaranya

dan yang paling utama adalah dengan memberdayakan masyarakat dalam kegiatan

Pengendalian Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M (Menguras-Menutup-

Mengubur). Kegiatan ini telah diintensifkan sejak tahun 1992 dan pada tahun 2000

dikembangkan menjadi 3M Plus yaitu dengan cara menggunakan larvasida,

memelihara ikan dan mencegah gigitan nyamuk. Tapi sampai saat ini upaya tersebut

belum menampakkan hasil yang diinginkan karena setiap tahun masih terjadi

peningkatan angka kematian (16).

Pelaksanaan PSN, sangat berkaitan dengan perilaku masyarakat sebagai pelaku

utamanya, sedangkan yang disebut perilaku merupakan suatu respons seseorang

terhadap stimulus (rangsangan dari luar) yang terjadi melalui suatu proses: Stimulus

Organism Response (S-O-R) dan sangat tergantung dari orang yang bersangkutan.

Dengan demikian maka perilaku antara individu yang satu dengan lainnya atau antara

komunitas yang satu dengan lainnya akan berbeda karena manusia mempunyai

aktivitas masing-masing (17). Perilaku adalah suatu keadaan yang seimbang antara

Page 28: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

7

kekuatan pendorong dan kekuatan penahan yang dapat berubah apabila terjadi

ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut di dalam diri seseorang (18).

Pada tahun 2015 pada ASEAN Dengue Day (ADD), diluncurkan Gerakan 1 Rumah 1

Jumantik dengan tujuan untuk menurunkan angka penderita dan angka kematian

akibat DBD dengan meningkatkan peran serta dan pemberdayaan masyarakat

berbasis keluarga untuk melakukan pencegahan. Gerakan ini merupakan program

PSN untuk mencapai ABJ >95% dengan mengajak seluruh masyarakat berperan aktif

dalam mencegah perkembangbiakan nyamuk. Ujung tombak Gerakan 1 Rumah 1

Jumantik adalah Juru Pemantau Jentik (Jumantik) yang merupakan anggota

masyarakat yang dilatih oleh Puskesmas setempat untuk memantau keberadaan dan

perkembangan jentik nyamuk guna mengendalikan penyakit DBD di suatu daerah

melalui Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus, yaitu; menguras

bak mandi, menutup tempat penampungan air, memanfaatkan barang bekas, plus

mencegah gigitan nyamuk(19).

Juru pemantau jentik atau Jumantik didefinisikan sebagai orang yang melakukan

pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk khususnya Aedes spp.

Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik didefinisikan sebagai peran serta dan pemberdayaan

masyarakat dengan melibatkan setiap keluarga dalam pemeriksaan, pemantauan dan

pemberantasan jentik nyamuk untuk pengendalian penyakit tular vektor khususnya

DBD melalui pembudayaan PSN 3M PLUS. Jumantik Rumah adalah kepala

keluarga/anggota keluarga/penghuni lain dalam satu rumah yang disepakati untuk

melaksanakan kegiatan pemantauan jentik di rumahnya. Jumantik Lingkunganadalah petugas yang ditunjuk oleh pengelola tempat-tempat umum (TTU) atau tempat-

tempat institusi (TTI) untuk melaksanakan pemantauan jentik. Contoh TTU adalah

pasar, terminal, pelabuhan, bandara, stasiun, tempat ibadah, tempat pemakaman,

atau tempat wisata. Contoh TTI adalah perkantoran, sekolah, atau rumah sakit.

Koordinator Jumantik adalah satu atau lebih Jumantik/kader yang ditunjuk oleh

Ketua RT untuk melakukan pemantauan dan pembinaan pelaksanaan Jumantik rumah

dan Jumantik lingkungan (crosscheck). Supervisor Jumantik adalah satu atau lebih

anggota dari Pokja DBD atau orang yang ditunjuk oleh Ketua RW/Kepala Desa/Lurah

untuk melakukan pengolahan data dan pemantauan pelaksanaan Jumantik di

lingkungan RT. Sebagai pemantau dan pelaksana PSN maka dibentuk juru pemantau

dan pembasmi jentik yang disingkat Jurbastik, merupakan penerapan Gerakan 1

Rumah 1 Jumantik yang didefinisikan sebagai peran serta dan pemberdayaan

Page 29: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

8

masyarakat dengan melibatkan setiap keluarga, pengelola TTU dan TTI dalam

pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk. Jurbastik terdiri dari

Jumantik Rumah yaitu di rumah tangga yang bertugas memantau dan memberantas

nyamuk di rumah masing-masing dan Jumantik Lingkungan yang bertugas memantau

dan memberantas nyamuk di TTU atau TTI masing-masing (20).

Penyadaran masyarakat dapat lebih efektif jika dilakukan oleh Koordinator Jumantik

yang umumnya adalah kader kesehatan karena mereka lebih dekat dengan

masyarakat dan terlibat langsung dalam kegiatan kemasyarakatan. Kader kesehatan

seharusnya mendapat pembekalan pengetahuan dan keterampilan agar mereka

mampu secara mandiri melakukan tugasnya dengan baik. Beberapa studi

menyebutkan bahwa partisipasi kader di masyarakat dipengaruhi oleh motivasi,

pengetahuan, dan keterampilan teknis, keterampilan sosial, kemampuan perencanaan

dan problem solving (kemampuan manajerial). Prinsip pemberdayaan kesehatan pada

dasarnya mendorong masyarakat untuk meningkatkan motivasi dan kemandirian

dalam bertindak dan menentukan keputusan yang berpengaruh terhadap

kesehatannya. Peningkatan motivasi dapat memberikan pengaruh terhadap

peningkatan upaya pengendalian Aedes spp. oleh warga(21). Tugas Jumantik selain

untuk surveilans dan pemberantasan vektor di pemukiman maupun tempat-tempat

umum, juga berperan dalam memperkuat perilaku masyarakat dalam PSN 3M plus

yang keberhasilannya dapat ditinjau dari nilai ABJ dan nilai CI (22)..

5.1. Fokus penelitianDalam upaya pemberantasan DBD diperlukan penguatan sistem pelaksanaan PSN

dan surveilans berbasis masyarakat untuk mencapai ABJ >95% serta deteksi

keberadaan dan kepadatan vektor sebagai salah satu faktor risiko kesakitan DBD.

Kementerian Kesehatan RI telah meluncurkan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik yang

menitik beratkan pada pengawasan dan pemberantasan jentik nyamuk Aedes spp oleh

Jumantik Rumah dan Jumantik Lingkungan. Dalam Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik,

diharapkan adanya peningkatan peran jumantik menjadi Jurbastik (Juru Pembasmi

Jentik) sebagai upaya survailans dan pemberantasan vektor secara aktif oleh

masyarakat di tingkat keluarga. Untuk mencapai itu, peran lintas sektor dan program

kesehatan (Puskesmas) termasuk kader kesehatan sangat dibutuhkan dalam rangka

pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan upaya pengendalian vektor dan deteksi

dini kasus DBD.

Page 30: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

9

Kajian pustakaPenyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)Demam berdarah dengue atau yang biasa disingkat DBD disebabkan oleh virus

Dengue melalui perantara nyamuk vektor Aedes sp. Penyakit ini ditandai dengan

demam mendadak selama 2 sampai 7 hari, setelah masa inkubasi 4-10 hari setelah

digigit nyamuk yang terinfeksi. Seseorang yang terinfeksi virus dengue mengalami

gejala mirip flu. Gambaran klinis demam berdarah bervariasi sesuai dengan usia

pasien. Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO.

Pasien yang sudah terinfeksi virus Dengue dapat menularkan kepada orang lain

melalui perantara nyamuk Aedes sp. setelah gejala pertama muncul (selama 4-5 hari;

maksimal 12) (WHO, 2017b).

Epidemiologi DBDDalam perjalanan penyakitnya, kasus DBD melibatkan 3 organisme utama yaitu virus

dengue, nyamuk Aedes sp. dan manusia sebagai host. Secara alamiah,

keberlangsungan ketiga kelompok organisme tersebut dipengaruhi oleh faktor

lingkungan baik lingkungan fisik maupun biologi. Pola perilaku yang terjadi dan status

ekologi dari ketiga kelompok organisme tersebut dalam ruang dan waktu saling

berkaitan, menyebabkan penyakit DBD berbeda derajat endemisitasnya pada satu

lokasi dengan lokasi lainnya dan dari waktu ke waktu.

Virus DengueVirus Dengue termasuk kedalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae, terdiri dari 4 jenis

serotipe, yaitu Denvirus-1, Denvirus-2, Denvirus-3, dan Denvirus-4. Virus berukuran

kecil (50 nm) ini memiliki single standard RNA. Virionnya terdiri dari nucleocapsid

dengan bentuk kubus simetris dan terbungkus dalam amplop lipoprotein. Seseorang

yang telah terinfeksi oleh serotipe tertentu maka pada masa pemulihan akan

memberikan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe tersebut. Namun, kekebalan

silang terhadap serotipe lainnya setelah pemulihan hanya bersifat parsial dan

sementara. Infeksi selanjutnya oleh serotipe lain dapat meningkatkan risiko demam

berdarah yang lebih parah (WHO, 2017a). Seseorang yang tinggal di daerah endemis

dengue dapat terinfeksi oleh lebih dari 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Di

Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa

rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi

sepanjang tahun. Den-3 merupakan serotipe virus yang dominan dan diketahui banyak

Page 31: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

10

menunjukkan manifestasi klinik yang berat (Depkes, 2004) dan merupakan serotipe

yang paling luas distribusinya disusul Den-2, Den-1, dan Den-4 (Ditjen-P2PL, 2013c).

Vektor Demam Berdarah DengueNyamuk Aedes aegypti merupakan vektor utama yang menularkan virus dengue dari

manusia penderita ke manusia lainnya melalui gigitan nyamuk betina infektif. Aedes

aegypti berkembang biak di dalam rumah dan mampu menggigit siapapun sepanjang

hari. Habitat dalam ruangan kurang rentan terhadap variasi iklim dan hal ini dapat

meningkatkan umur nyamuk (WHO, 2017b). Nyamuk betina bertelur di wadah air

buatan seperti ban, kaleng, toples dan lain sebagainya. Media air diperlukan untuk

tempat berkembang biak, sehingga puncak kepadatan nyamuk terjadi pada musim

hujan. Pada musim hujan lebih banyak ditemukan wadah-wadah yang berubah fungsi

menjadi tempat penampungan air, dan menjadi konsekuensi langsung meningkatnya

jumlah kasus DBD.

Nyamuk Ae. aegypti mampu beradaptasi dengan baik di lingkungan perkotaan dan

merupakan vektor yang sangat kompetitif karena sifat antropofiliknya. Nyamuk Ae.

aegypti tersebar luas di daerah tropis dan subtropis dan ditemukan hampir di semua

perkotaan dan pedesaan. Di wilayah Asia Tenggara, selain Ae aegypti juga dikenal Ae.

albopictus sebagai vektor kedua yang juga penting dalam mendukung keberadaan

virus dengue.

Morfologi Nyamuk Ae. aegyptiNyamuk Ae. aegypti berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran

nyamuk rumah (Culex sp), mempunyai warna dasar yang hitam dengan bintik-bintik

putih pada bagian badannya, terutama pada kaki dan dikenal dari bentuk morfologi

yang khas sebagai nyamuk yang mempunyai gambaran lire (Lyre form) berwarna putih

pada punggungnya. Probosis bersisik hitam, palpi pendek dengan ujung hitam besisik

putih perak. Occiput bersisik lebar, berwarna putih terletak memanjang. Femur bersisik

putih pada permukaan posterior dan setengan basal, anterior dan tengah bersisik putih

memanjang. Tibia semuanya hitam. Tarsi belakang berlingkaran putih pada segmen

basal kesatu sampai keempat dan kelima berwarna puih. Sayap brukuran 2,5 – 3,0

mm bersisik hitam.

Nyamuk Aedes albopictus, sepintas seperti nyamuk Ae. aegypti, yaitu mempuyai

warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian dadanya, tetapi pada thorax

Page 32: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

11

yaitu bagian mesotonumnya terdapat satu garis longitudinal (lurus dan tebal) yang

dibentuk oleh sisk sisik putih berserakan. Nyamuk ini merupakan penghuni asli Negara

Timur, walaupun mempunyai kebiasaan bertelur ditempat-tempat yang alami di rimba

dan hutan bambu, tetapi telah dilaporkan dijumpainya telur dalam jumlah banyak

disekitar tempat pemukiman penduduk di daerah perkotaan.

Siklus Hidup Nyamuk Ae. aegyptiNyamuk Ae. aegypti mengalami metamorfosis sempurna, yaitu telur– larva–pupa–

dewasa. Stadium telur, larva dan pupa hidup didalam air, sedangkan stadium dewasa

hidup di luar air. Pada umumnya telur akan menetas dalam 1–2 hari setelah terendam

air. Stadium jentik biasanya berlangsung antara 5–15 hari, dalam keadaan normal

berlangsung 9–10 hari. Stadium berikutnya adalah stadium pupa yang berlangsung 2

hari, kemudian selanjutnya menjadi dewasa dan melanjutkan siklus berikutnya. Dalam

suasana yang optimal, perkembangan dari telur menjadi dewasa memerlukan waktu

sedikitnya 9 hari.

Nyamuk Aedes albopictus dalam berkembang biaknya juga mengalami metamorfosis

sempurna dengan lama berkembang biaknya dari telur hingga dewasa adalah 7-14

hari denngan tiap-tiap fase: telur – jentik: 1–2 hari, jentik–kepompong: 7–9 hari dan

kepompong–dewasa: 2–3 hari. Antara nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus lama

siklus hidupnya tidak berbeda jauh. Apabila digambarkan siklus hidup nyamuk Ae.

aegypti adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Siklus hidup nyamuk Ae. aegypti

Pupa2 - 4 hari

Telur1 – 2 hari

Jentik/larva7 – 9 hari

Nyamuk dewasabetina

Page 33: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

12

Tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes berupa genangan air yang tertampung

disuatu wadah yang disebut kontainer, bukan pada genangan air di tanah. Kontainer

ini dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :

1. Tempat penampungan air yang bersifat tetap (TPA)

Penampungan ini biasanya dipakai untuk keperluan rumahtangga sehari-hari, pada

umumnya keadaan airnya adalah jernih, tenang dan tidak mengalir, seperti bak

mandi, bak WC, drum penyimpanan air dan lain-lain.

2. Bukan tempat penampungan air (non TPA)

Adalah kontainer atau wadah yang bisa menampung air, tetapi bukan untuk

keperluan sehari-hari, seperti tempat minum hewan piaraan, barang bekas (ban,

kaleng, botol, pecahan piring/gelas), vas atau pot bunga dan lain-lain.

3. Tempat perindukan alami.

Bukan tempat penampungan air tetapi secara alami dapat menjadi tempat

penampungan air misalnya potongan bambu, lubang pagar, pelapah daun yang

berisi air dan bekas tempurung kelapa yang berisi air.

Berbagai penelitian yang telah dilakukan terhadap perindukan nyamuk didapatkan

bahwa:9

1) Tempat perindukan alami lebih disukai bila dibandingkan dengan non alami.

2) Jenis kontainer tanah liat dan bambu paling disukai bila dibandingkan kontainer

semen, kaca/gelas, alumunium dan plastik.

3) Warna-warna kontainer terang (coklat muda, kuning dan merah) lebih disukai

sebagai tempat berkembang biak.

4) Semakin dalam jarak permukaan air ke permukaan bejana semakin banyak

didapatkan larva.

Habitat Nyamuk VektorHabitat vektor mempelajari hubungan antara vektor dan lingkungannya atau

mempelajari bagaimana pengaruh lingkungan terhadap vektor, terdapat dua macam

lingkungan yaitu lingkungan fisik dan biologi.

a. Lingkungan fisik

Lingkungan fisik ada bermacam-macam misalnya tata rumah, jenis kontainer,

ketinggian tempat dan iklim.

1) Jarak antara rumah

Page 34: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

13

Jarak rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah ke rumah lain,

semakin dekat jarak antar rumah semakin mudah nyamuk menyebar kerumah

sebelah menyebelah. Bahan-bahan pembuat rumah, konstruksi rumah, warna

dinding dan pengaturan barang-barang dalam rumah menyebabkan rumah

tersebut tidak disenangi atau tidak disenangi oleh nyamuk. Berbagai penelitian

penyakit menular membuktikan bahwa kondisi peruamahan yang berdesak-

desakan dan kumuh mempunyai kemungkinan lebih besar terserang penyakit.

2) Macam kontainer

Termasuk macam kontainer dsini adalah jenis/bahan kontainer, letak kontainer,

bentuk, warna, kedalaman air, tutup dan asal air, mempengaruhi nyamuk dalam

pemilihan tempat bertelur.

3) Ketinggian tempat

Variasi ketinggian tempat berpengaruh terhadap syarat-syarat ekologis yang

diperlukan oleh vektor penyakit. Di Indonesia nyamuk Ae.aegypti dan Ae.

albopictus dapat hidup pada daerah dengan ketinggian 1000 meter diatas

permukaan laut.

4) Iklim

Iklim adalah salah satu komponen pokok lingkungan fisik yang terdiri dari: suhu

udara, kelembapan udara, curah hujan dan kecepatan angina.

a) Suhu udara

Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi metabolismenya

menurun atau bahkan terhenti bila suhunya turun sampai di bawah suhu kritis.

Pada suhu yang lebih tinggi dari 350C juga mengalami perubahan dalam arti

lebih lambatnya proses-proses fisiologis, rata-rata suhu optimum untuk

pertumbuhan nyamuk adalah 250C–270C. pertumbuhan nyamuk akan terhenti

sama sekali bila suhu kurang 100C atau lebih dari 400C.

b) Kelembapan nisbi

Kelembapan udara yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan keadaan rumah

menjadi basah dan lembap yang memungkinkan berkembangbiaknya kuman

atau bakteri penyebab penyakit. Kelembaban yang baik berkisar antara 40-70

persen. Untuk mengukur kelembapan udara digunakan hygrometer, yang

dilengkapi dengan jarum penunjuk angka kelembapan relatif.9

c) Curah hujan

Hujan berpengaruh terhadap kelembapan nisbi udara dan tempat perindukan

nyamuk juga bertambah banyak.

Page 35: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

14

d) Kecepatan angin

Kecepatan angin secara tidak langsung berpengaruh pada kelembapan dan

suhu udara, disamping itu angin berpengaruh terhadap arah penerbangan

nyamuk. Meskipun kondisi iklim dari suatu daerah berpengaruh terhadap vektor

penyakit, namun karena keterbatasan alat maka pada penelitian ini yang akan

dilakukan pengukuran langsung adalah suhu udara dan kelembapan udara.

b. Lingkungan Biologi

Nyamuk Ae. aegypti dalam perkembangannya mengalami metamorfosis lengkap yaitu

mulai dari telur-larva-pupa-dewasa. Telur Ae. aegypti berukuran lebih kurang 50

mikron, berwarna hitam berbentuk oval menyerupai torpedo dan bila terdapat dalam

air dengan suhu 20-40 oC akan menetas menjadi larva instar 1 akan berkembang terus

menjadi instar II, instar III dan instar IV, kemudian berubah menjadi nyamuk dewasa

memerlukan waku antara 2-3 hari. Pertumbuhan dan perkembangan nyamuk Ae.

aegypti sejak dari telur sampai nyamuk dewasa memerlukan waktu 7-14 hari dan

nyamuk jantan lebih cepat menetasnya bila dibandingkan nyamuk betina. Larva

nyamuk Ae. aegypti lebih banyak ditemukan pada bejana yang terbuat dari metal,

tanah liat, semen, dan plastik. Lingkungan biologi yang mempengaruhi penularan DBD

terutama adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang

mempengaruhi kelembapan dan pencahayaan di dalam rumah. Adanya kelembapan

yang tinggi dan kurangnya pencahayaan dalam rumah merupakan tempat yang

disenangi nyamuk untuk hinggap beristirahat.

c. Lingkungan Sosial

Kebiasaan masyarakat yang merugikan kesehatan dan kurang memperhatikan

kebersihan lingkungan seperti kebiasaan menggantung baju, kebiasaan tidur siang,

kebiasaan membersihkan TPA, kebiasaan membersihkan halaman rumah, dan juga

pastisipasi masyarakat khususnya dalam rangka pembersihan sarang nyamuk, maka

akan menimbulan risiko terjadinya transmisi penularan penyakit DBD di dalam

masyarakat. Kebiasaan ini akan menjadi lebih buruk dimana masyarakat sulit

mendapatkan air bersih, sehingga mereka cenderung untuk menyimpan air dalam

tendon/bak air, karena TPA tersebut sering tidak dicuci dan dibersihkan secara rutin

pada akhirnya menjadi potensial sebagai tempat perindukan nyamuk Ae. aegypti.

Page 36: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

15

Faktor Risiko Transmisi Demam Berdarah DengueTransmisi DBD disebabkan adanya interaksi antara virus, nyamuk vektor, manusia,

dan faktor lingkungan (Guzman & Harris, 2015). Berbagai tindakan pencegahan dan

pengendalian vektor DBD sudah banyak dilakukan, namun belum menunjukkan hasil

yang optimal. Upaya mengidentifikasi faktor risiko lokal sangat penting dalam

memastikan tindakan pencegahan ditargetkan secara efisien. Faktor-faktor risiko

tersebut antara lain:

a. Virus DengueSeperti telah dikemukakan sebelumnya, bahwa virus Dengue terdiri dari empat jenis

serotipe, yaitu Denvirus-1, Denvirus-2, Denvirus-3, dan Denvirus-4. Seseorang yang

terinfeksi satu jenis serotipe Dengue akan memberikan kekebalan terhadap serotipe

tersebut, namun tidak untuk serotipe lainnya. Sebagian besar kasus DBD/Dengue

Syock Syndrom (DSS) terjadi pada penderita yang mengalami infeksi sekunder

Dengue. Faktor virulensi virus Dengue berperan penting dalam patogenitas DBD/DSS

(McBridea & Ohmann, 2000).

b. Nyamuk VektorDemam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit tular vektor yang disebabkan

oleh virus Dengue melalui perantara nyamuk Aedes. Kemampuan nyamuk menjadi

vektor penyakit berkaitan dengan kepadatan populasi dan aktivitas nyamuk menghisap

darah inang (host) (Syahribulan et al., 2012). Sesudah melakukan kegiatan mencari

darah host, nyamuk memerlukan tempat beristirahat. Nyamuk beristirahat pada

tempat-tempat yang sepi, gelap, dingin, dan basah (Sumantri, 2015). Beberapa

penelitian menyebutkan terdapat hubungan yang bermakna antara keberadaan resting

place di dalam dan diluar rumah dengan kejadian DBD (Rianasari et al., 2016;

Salawati, Astuti, & Nurdiana, 2010). Aktivitas menghisap darah oleh nyamuk betina

diperlukan untuk proses pematangan telur demi kelanjutan generasi nyamuk

selanjutnya. Nyamuk Aedes memiliki kemampuan terbang dengan jarak 40-100 m

(Ditjen-P2MPL, 1999). Oleh karena itu pemeriksaan lingkungan dengan radius

tersebut penting diketahui dengan tujuan menentukan luas wilayah pengendalian

vektor untuk melindungi penduduk dari transmisi penyakit (Sumantri, 2015).

Kepadatan populasi nyamuk Aedes yang diukur melalui kepadatan larva dan jumlah

kontainer sangat nyata pengaruhnya terhadap kasus penularan DBD (Suwarja, 2007).

Page 37: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

16

Dalam program pengendalian DBD, survei larva yang biasanya dilakukan adalah

dengan cara visual. Cara tersebut bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya larva

pada setiap TPA yang diperiksa. Indeks entomologi yang umum digunakan untuk

pemantauan tingkat kepadatan larva nyamuk Aedes, yaitu House Index (HI), Container

Index (CI), dan Breteau Index (BI) (WHO, 2011).

Perumusan masalah

Dalam upaya pemberantasan DBD diperlukan penguatan sistem pelaksanaan PSN

dan surveilans berbasis masyarakat untuk mencapai ABJ >95% serta deteksi

keberadaan dan kepadatan vektor sebagai salah satu faktor risiko kesakitan DBD.

Kementerian Kesehatan RI telah meluncurkan gerakan 1 Rumah 1 Jumantik yang

menitik beratkan pada pengawasan dan pemberantasan jentik nyamuk Aedes spp oleh

Jumantik Rumah dan Jumantik Lingkungan. Dalam gerakan 1 Rumah 1 Jumantik,

diharapkan adanya upaya survailans dan pemberantasan vektor serta pelaporan

kasus DBD secara aktif oleh masyarakat di tingkat keluarga. Untuk mencapai itu,

peran lintas sektor dan program kesehatan (Puskesmas) termasuk kader kesehatan

sangat dibutuhkan dalam rangka pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan upaya

pengendalian vektor dan deteksi dini kasus DBD.

Pertanyaan penelitian

1. Apakah Definisi Operasional (DO) Program Gerakan 1R1J disemua tingkatan

sudah tepat?

2. Bagaimana pelaksanaan 1R1J di tingkat provinsi, kabupaten, Puskesmas dan

di masyarakat?

3. Apakah sinkronisasi kegiatan antar program sudah berjalan/terkoordinasi

(surveilans, pemberantasan vektor dan Program Pengendalian Penyakit)?

4. Apakah surveilans vektor disemua tingkatan sudah dilakukan dengan sesuai

SOP?

5. Apakah pelaksanaan Program Gerakan 1R1J sudah berjalan dimasyarakat

secara terus menerus dan berkesinambungan?

6. Apakah sudah ada sistem pelaporan secara cepat?

7. Bagaimana analisis hasil pelaksanaan 1R1J?

Page 38: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

17

HipotesaHipotesis dalam penelitian ini adalah “partisipasi masyarakat dalam kegiatan 1R1J

pada kelompok yang diberi perlakuan lebih tinggi dari pada kelompok kontrol”.

1.2 Tujuan Penelitian1.2.1 Tujuan Umum :Tujuan penelitian ini untuk memberikan alternatif solusi dalam pelaksanaan Program

Prioritas Nasional terkait Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit dengan

penguatan upaya promotif dan preventif melalui pemberdayaan masyarakat dengan

kegiatan Jurbastik agar derajat kesehatan masyarakat meningkat.

1.2.2 Tujuan Khusus:1. Identifikasi pelaksanaan program gerakan 1R1J di tingkat pemerintah daerah.

2. Identifikasi pelaksanaan program gerakan 1R1J di tingkat masyarakat (rumah

tangga).

3. Menggalang partisipasi aktif kerjasama antara masyarakat – petugas kesehatan

dan tokoh masyarakat setempat dalam menanggulangi DBD di wilayahnya.

4. Memperkuat sumberdaya setempat, tokoh masyarakat setempat, saluran

komunikasi setempat dalam rangka menanggulangi DBD melalui kegiatan 1R1J

dengan peran sebagai jurbastik.

5. Pengembangan aplikasi daring dalam system pelaporan program jurbastik.

1.3 Manfaat PenelitianSebagai bahan pengambil kebijakan untuk menentukan model penerapan program

Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik dengan peningkatan peran sebagai Jurbastik dalam

upaya pemberantasan DBD.

1.4 HipotesisHipotesis dalam penelitian ini adalah “partisipasi masyarakat dalam kegiatan 1R1J

pada kelompok yang diberi perlakuan lebih tinggi dari pada kelompok kontrol”.

Page 39: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

18

BAB II METODE PENELITIAN

2.1 Kerangka Teori

Gambar 2. Kerangka Teori

Lingkungan- Intensitas cahaya- Keberadaan, rimbunan dan tinggi tanaman- Tempat Penampungan Air (TPA)- Kepadatan penduduk

Iklim- Curah hujan- Suhu- Kelembapan

Nyamuk Aedes sp- Kepadatan nyamuk- Kepadatan jentik- Tempat

perkembangbiakan- Kesenangan

menggigit(feedinghabits)

- Keberadaan restingplaces

- Jarak terbang (flightrange)

Virus DengueSerotipe virusdengue

Penduduk- Umur- Jenis kelamin- Status gizi- Imunitas- Pendidikan- Perilaku PSN (menguras,

menutup, memanfaatkanbarang bekas, menaburlarvasida, menggunakan antinyamuk, memelihara predatorlarva, menanam tanamanpengusir nyamuk, mengaturventilasi rumah, menghindarimenggantung pakaian)

TRANSMISI DBD

Sumber : Guzman & Haris, 2015,McBridea&Ohman, 2000; Syahribulan et al.,2012; Sumantri, 2015; Kumar et.al, 2016;Ditjen P2MPL, 1999; Khormi, 2013; Morin et al2013.

Page 40: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

19

2.2 Kerangka Konsep

Pre intervensi Post Intervensi

Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep penelitian, bahwa output yang diharapkan adalah ABJ

lebih dari 95% dan tidak ditemukan kasus indigenous, ini adalah angka capaian yang

telah ditetapkan oleh pemerintah dan merupakan indikator capaian 1R1J. Disain

Dalam penelitian ini adalah quasi experimental with control, dengan mengukur

variabel-vriabel sebelum dan setelah intervensi. Pengumpulan data Dilakukan dengan

mix methode yaitu kualitatif dan kuantitatif. Untuk mendapatkan angka tersebut

diperlukan beberapa indicator yang harus diukur. Pengumpulan data kuantitatif

dilakukan kepada petugas kesehatan dan masyarakat untuk mengetahui

Pengetahuan, Sikap dan perilaku terhadap program gerakan 1R1J. Pengukuran

indeks entomologi (HI, CI, BI) dan ABJ. Sedangkan pengumpulan data kualittif

dilakukan wawancara mendalam terhadap pemerintah daerah, pemegang program,

Petugas Puskesmas, Kader dll, diantaranya penggalian informasi terkait adanya SK

1R1J, Norma Standart Pedoman dan Kriteria (NSPK), Pelaksanaan PSN, Petunjuk

teknis IRIJ, SOP dan sistem penganggaran. Pada penelitian ini model intervensi yang

dilakukan adalah peningkatan fungsi Jumantik menjadi JURBASTIK (juru pembasmi

Data Kuantitatif(Masyarakat &Petugas):1. Pengetahuan,

sikap danperilakuterhadap 1R1J

2. Indeksentomologi (HI,CI, BI)

Data Kualitatif(Petugas):1. Pelaksanaan

sosialisasi 1R1J(SK)

2. KeberadaanNSPK (Pedoman1R1J)

3. SOP 1R1J4. Pendanaan

ABJ

Data Kuantitatif(Masyarakat &Petugas):3. Pengetahuan,

sikap danperilakuterhadap 1R1J

4. Indeksentomologi (HI,CI, BI)

Data Kualitatif(Petugas):5. Pelaksanaan

sosialisasi 1R1J(SK)

6. KeberadaanNSPK (Pedoman1R1J)

7. SOP 1R1J8. Pendanaan

ABJ

1. Pelatihan Jurbastik2. Pendampingan

P A R(PartisipatoryAction Research)

Page 41: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

20

jentik) pada Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik. Metode yang digunakan dengan

pendekatan metode PAR (Participating Active Research) yaitu berdasarkan lokal

spesifik ke daerahan, serta keinginan masyarakat dengan pendekatan dari masyarakat

itu sendiri dimana dilakukan pelatihan dan pendampingan sehingga dapat mengatasi

masalah di wilayahnya.

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Nilai ABJ > 95%. Variabel bebas dalam

penelitian ini adalah:

Partisipasi anggota keluarga dalam pelaksanaan 1R1J

Keberadaan jentik nyamuk Aedes spp

2.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 11 bulan mulai bulan Januari-November 2019, lokasi

penelitian yaitu Kabupaten Poso (Provinsi Sulawesi Tengah) dan Kabupaten Maros

(Provinsi Sulawesi Selatan). Penentuan wilayah penelitian berdasarkan pada angka

Incidence Rate (IR) yang tinggi tahun 2017, serta telah melakukan program 1R1J.

2.4 Disain penelitianDesain penelitian quasi experimental with control digunakan untuk mengetahui apakah

model implementasi 1R1J (jurbastik) mempunyai pengaruh terhadap partisipasi

anggota rumah tangga. Dalam penelitian ini dilakukan uji coba dengan perlakuan dan

kontrol pada dua kelompok masyarakat yang relatif sama

2.5 Populasi dan sampelPopulasiPopulasi dalam penelitian ini adalah anggota masyarakat yang menempati

rumah/bangunan di lingkungan RW lokasi penelitian yang berada di Kabupaten Poso

dan Kabupaten Maros

SampelSampel dalam penelitian ini adalah penghuni rumah/bangunan yang

ditunjuk/bertangungjawab melakukan kegiatan 1R1J di tiap rumah/bangunan, sampel

berasal dari semua rumah/bangunan di lingkungan RW di Kabupaten Poso dan

Kabupaten Maros.

Page 42: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

21

2.6 Besar SampelBesar sampel yang digunakan berdasarkan uji hipotesis beda dua populasi

(Lemeshow, 1997) dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

n : Besar sampel minimal

Z 1-α/2 : Nilai distribusi normal standar pada α = 0,05 (95%) =1,96

Z 1-ᵦ : Nilai distribusi normal standar pada kekuatan uji 1-ᵦ = 90 % = 1,28

α : Derajat kemaknaan (Kesalahan menolak Ho yang benar) = 0,05

ᵦ : Kesalahan tidak menolak Ho padahal Ho salah= 0,05

P1 : Proporsi keberadaan larva Aedes di daerah kasus DBD di Lombok sebagai

daerah 1R1J = 0,47 (Roy Nusa, dkk, 2015)

P2 : Proporsi keberadaan larva Aedes di daerah kontrol diperoleh dari 0,47 – 0,2=

0,27P̅ : Proporsi rata-rata kedua kelompok, karena belum ditemukan referensi untuk

perhitungan proporsi kelompok kedua, maka peneliti mengganggapperbedaan proporsi antar kedua kelompok sebesar 20% (0,2)

Berdasarkan hasil perhitungan maka jumlah sampel adalah 134 responden

ditambahkan 10% didapatkan 147 responden dan dibulatkan menjadi 150 untuk

kelompok intervensi dan 150 responden untuk kelompok kontrol, sehingga jumlah total

sampel adalah 300 responden.

2.7 Cara Pemilihan/Penarikan SampelPengambilan sampel dilakukan secara bertingkat (multistage sampling), dengan

tahapan sebagai berikut :

Di masing-masing provinsi akan ditentukan 2 kabupaten/kota dengan jumlah kasus

DBD tertinggi tahun 2017. Pada masing-masing kabupaten yaitu Kabupaten Poso

dan Kabupaten Maros ditentukan 1 kecamatan yaitu Kecamatan Poso Kota

Selatan (Kabupaten Poso) dan Kecamatan Turikale (Kabupaten Maros).

Kecamatan terpilih selanjutnya dibagi menjadi dua kelurahan. Untuk Kabupaten

Poso, Kecamatan Poso Kota Selatan dengan 2 kelurahan yaitu Kelurahan Kawua

Page 43: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

22

(wilayah intervensi) dan Kelurahan Sayo (wilayah kontrol). Untuk Kabupaten

Maros, Kecamatan Turikale dengan 2 kelurahan yaitu Kelurahan Adatongeng

(wilayah intervensi) dan Kelurahan Turikale (wilayah kontrol). Penentuan rumah

yang disurvei dilakukan secara random sampling

2.8 Kriteria Inklusi dan EksklusiKriteria Inklusi

- Rumah tinggal dihuni oleh satu atau lebih rumah tangga atau keluarga yang

terdiri dari kepala keluarga dan anggota keluarga.

- Bersedia ikut serta dalam penelitian.

- Sehari-harinya ada anggota keluarga dewasa yang ada di rumah.

Kriteria Eksklusi- Tempat tinggal merupakan rumah petak dengan sewa bulanan (tempat kos).

- Rumah sedang direnovasi atau dalam waktu dekat akan direnovasi.

2.9 Variabel dan Definisi OperasionalVariabel PenelitianVariabel terikat dalam penelitian ini adalah Nilai ABJ > 95%.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah:

- Partisipasi anggota keluarga dalam pelaksanaan 1R1J

- Keberadaan jentik nyamuk Aedes spp

Definisi Operasional variabel- Gerakan 1R1J adalah: suatu program gerakan satu rumah satu Jumantik di

masyarakat, dimana anggota keluarga berperan sebagai juru pemantau jentik.

- Rukun warga/RW adalah : satuan organisasi masyarakat non formal di bawah

lingkungan desa/kelurahan.

- Rumah/bangunan: ruangan dengan bentuk fisik yang dibatasi dinding dan

memiliki atap untuk tempat tinggal/beraktifitas manusia.

2.10 Instrumen Pengumpulan Data

Data pre (sebelum intervensi)Dilakukan pengumpulan data pre yaitu sebelum kegiatan intervensi

sebagai baseline data pada seluruh wilayah yang terpilih sebagai daerah

penelitian baik daerah intervensi maupun kontrol. Pada daerah kontrol

Page 44: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

23

dilakukan sosialisasi sesuai dengan yang diterapkan oleh Program (Subdit

Arbovirosis) namun tidak dilakukan pendampingan seperti yang dilakukan pada

daerah intervensi.

Data yang dikumpulkan meliputi :

a. Pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat

Dilakukan wawancara terhadap orang dewasa yang ada di rumah sampel

terpilih berpedoman pada kuesioner terstruktur.

Wawancara berkaitan dengan pengetahuan, sikap dan tindakan atau

kebiasaan yang dilakukan sehari-hari berkaitan dengan surveilans vektor dan

kasus DBD serta pelaksanaan pengendalian vektor. Hasil wawancara ditulis

pada lembar jawaban yang dibuat terpisah dari kuesioner.

Instrumen yang digunakan adalah kuesioner.

b. Pengamatan (surveilans) jentik nyamuk Aedes spp oleh masyarakat

Kepada responden yang sama dengan wawancara PSP, ditanyakakan

apakah ada ART yang biasa mengamati keberadaan jentik nyamuk Aedes

pada kontainer yang ada di dalam dan luar rumah.

Kalau ada, apakah biasa dicatat. Kalau biasa dicatat, maka dilihat catatannya.

Bagaimana tindakan selanjutnya?

Hasil pengamatan dilacatat pada format pengumpulan data.

c. Keberadaan jentik nyamuk Aedes spp

Dilakukan pengamatan keberadaan jentik nyamuk Aedes spp pada kontainer

di dalam dan luar rumah dengan single method. Pengamatan dilakukan pada

pre dan post.

Dilakukan identifikasi spesies Aedes sp

Di setiap rumah sampel, dilakukan pencatatan jumlah kontainer yang berisi air

di dalam dan di luar rumah. Hasil pengamatan dicatat pada format

pengumpulan data.

Instrumen yang digunakan adalah perlengkapan survai jentik, formulir/format

isian dan kuesioner.

IntervensiPada penelitian ini intervensi yang dilakukan adalah penerapan program JURBASTIK

pada Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik melalui pembinaan kepada Jumantik Rumah dan

Jumantik Lingkungan oleh kader/Koordinator Jumantik, Metode intervensi yang

Page 45: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

24

dilakukan adalah dengan pendekatan metode Participatory Active Research (PAR ),

cara yang dipakai dalam mengumpulkan informasi berdasarkan pada keinginan dan

kehidupan masyarakat setempat. PAR lebih focus pada ‘proses’ mengetahui

pengetahuan masyarakat dan menekankan pada keterlibatan masyarakat setempat di

semua bagian penelitian (Koning, Martin, 1996), yaitu menerapkan model intervensi

berdasarkan lokal spesifik ke daerahan, serta keinginan masyarakat dengan

pendekatan dari masyarakat itu sendiri (Community-based intervention by using

bottom-up planning).

Adapun tahapan penelitian sebagai berikut :

a. Rekrutmen Koordinator 1R1J (Jurbastik) serta Supervisor

Akan dilakukan rekrutmen Koordinator Jumantik yang berasal dari anggota

masyarakat setempat serta kader kesehatan yang sudah ada, Jumlah kader yang

akan direkrut berdasarkan jumlah keluarga di masing-masing RT lokasi intervensi

penelitian dengan perbandingan seorang Koordinator Jumantik untuk membina

maksimal sebanyak 10 keluarga/TTU/TTI. Koordinator Jumantik yang direkrut

berasal dari RT yang sama dengan keluarga binaannya. Selanjutnya di masing-

masing RW akan direkrut seorang Supervisor Jumantik yang merupakan anggota

Pokja DBD atau orang yang ditunjuk oleh Ketua RW/Kepala Desa/Lurah untuk

melakukan pengolahan data dan pemantauan pelaksanaan jumantik di lingkungan

RT.

b. Pelatihan Koordinator Jurbastik serta Supervisor

Koordinator Jumantik dan Supervisor Jumantik yang sudah direkrut selanjutnya

dilatih berkaitan dengan penanggulangan DBD, surveilans vektor dan kasus DBD

serta pembinaan keluarga Tim pelatihan terdiri dari lintas sektoral tingkat

kabupaten/kota, lintas sektoral tingkat kecamatan serta tim peneliti.

c. Pembuatan sistem aplikasi daring dalam pelaporan 1R1J.

Pembuatan sitem pelaporan secara elektronik bertujuan untuk memudahkan dan

mempercepat laporan hasil pelaksanaan 1R1J kepada koordinator, supervisor,

Puskesmas, sampai ke pemegang program di tingkat Dinas Kesehatan

Kabupaten/kota

d. Sosialisasi RW

Sosialisasi diawali dengan pemaparan dan pemicuan tentang permasalahan DBD di

wilayah RW lokasi intervensi dan wilayah kontrol penelitian serta penyebabnya

berdasarkan hasil penelitian sebelumnya. Selanjutnya kader dan perwakilan

masyarakat di daerah perlakuan melakukan diskusi membahas permasalahan DBD

Page 46: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

25

untuk mencari solusi bersama. Dalam diskusi juga dicari kesepakatan dari warga

berkaitan dengan surveilans vektor dan kasus DBD serta pemberantasan vektor

secara bersama-sama. Selain itu juga akan dilakukan pembentukan Jumantik di

setiap rumah yang bertugas mengamati keberadaan jentik /pupa di rumah masing-

masing serta bertanggungjawab pada pemberantasannya.

e. Pendampingan untuk pembinaan keluarga binaan oleh kader/lintas sektor/ tim

peneliti Setiap bulan, selama 5 bulan intervensi, dilakukan pembinaan oleh kader

terhadap keluarga binaannya berkaitan dengan pemberantasan vektor DBD, active

case finding dan deteksi dini kasus DBD. Sedangkan pembinaan oleh lintas sector

kota maupun kecamatan serta tim peneliti dilakukan setiap bulan. Selama periode

pembinaan, juga dilakukan pengamatan terhadap kinerja kader keadaan lingkungan

oleh peneliti dan lintas sektoral kabupaten dan kecamatan.

f. Pembuatan buku saku.

Sebagai bahan pembinaan dan pedoman pelaksanaan surveilans vektor dan kasus

DBD serta pemberantasan vektor, maka akan dibuat buku saku yang berisi :

Pengertian Demam Berdarah Dengue, Pengendalian Vektor Terpadu, Cara-cara

melakukan pengendalian jentik, dengan PSN. Buku saku tersebut akan dibagikan

kepada lintas sektoral tingkat kota dan kecamatan, kader kesehatan serta warga

masyarakat binaan.

KontrolPada wilayah kontrol tetap dilakukan sosialisasi 1R1J yang selama ini dilakukan

oleh program pengendalian DBD, dan dilakukan pengukuran untuk Pengetahuan

Sikap dan Perilaku masyarakat terhadap program pengendalian vektor dan survei

vektor

2.11 Bahan dan Prosedur Pengumpulan DataBahan

Pengumpulan data sekunder, kualitatif dan kuantitatif : Alat tulis, pedoman

panduan wawancara mendalam, kuesioner terstruktur, pedoman pengisian kuesioner,

recorder, alat tulis, map plastik, flash disk. Pengumpulan data vektor : Senter, pipet

plastik, botol jentik, plastik, sarung tangan, selang, formulir, alat tulis

Cara Pengumpulan Data

Penentuan lokasi penelitian

Page 47: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

26

Penentuan lokasi penelitian yaitu provinsi dan kabupaten/kota yang telah

melakukan 1R1J, data tersebut didapatkan dari Subdit Arbovirosis Ditjen P2P.

Untuk selanjutnya tim peneliti bekerjasama dengan Dinas Kesehatan

Provinsi/kabupaten/kota dan puskesmas setempat untuk menentukan 2

RW/kampung dalam kecamatan yang berbeda untuk dipilih sebagai daerah

perlakuan dan kontrol. Setelah lokasi penelitian diperoleh, ditentukan pemilihan

secara acak untuk menentukan lokasi perlakuan dan kontrol.

Selain itu juga akan dilakukan pengurusan perizinan penelitian dari pemerintah

kabupaten/kota setempat

Pengumpulan data sekunder

Pengumpulan data sekunder meliputi, kejadian kasus DBD dalam 3 tahun

terakhir yaitu 2016, 2017 dan 2018, yang diperoleh dari Dinas Kesehatan,

Rumah Sakit dan Puskesmas. Data sekunder yang di perlukan antara lain,

mengenai kapan mulai melakukan 1R1J, cakupan kegiatan 1R1J, laporan

kegiatan 1R1J, kegiatan surveilans vektor oleh program/Puskesmas, nilai ABJ,

sumber dana 1R1J.

Rekrutmen supervisor jumantik, Koordinator dan petugas survei :

a. Supervisor Jumantik direkrut 1 orang di setiap RW, berasal dari anggota

POKJANAL DBD RW setempat, atau orang yang ditunjuk oleh Kepala

Desa/Lurah/Ketua RW.

b. Rekrutmen Koordinator Jumantik dilakukan pada 2 kecamatan di setiap

kabupaten/kota, masing-masing sebagai wilayah intervensi dan kontrol.

Setiap kecamatan dipilih 1 RW sebagai wilayah intervensi dan kontrol. Di

masing-masing RW akan direkrut 40 orang Koordinator Jumantik yang

merupakan kader kesehatan atau orang yg dipilih berasal dari masing-

masing RT. Maka di setiap kabupaten/kota akan direkrut 80 orang per

provinsi.

c. Petugas survai atau enumerator adalah peneliti dan jika jumlah peneliti tidak

memadai maka direkrut beberapa orang yang di rekrut dan dilatih. Di setiap

kabupaten/kota dibutuhkan petugas survai masing-masing 4 orang per

provinsi.

Pendataan Rumah Tangga, TTU dan TTI

Untuk mengetahui jumlah sasaran pembinaan, dilakukan pendataan seluruh

rumah tangga (ruta), tempat-tempat umum (TTU) dan tempat-tempat institusi

Page 48: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

27

(TTI) di lokasi penelitian. Pendataan di daerah intervensi akan dilakukan oleh

kader yang baru selesai dilatih, sedangkan di daerah pembanding akan

dilakukan oleh petugas Puskesmas setempat.

Pengumpulan data secara kualitatif (Sebelum intervensi)

Pengumpulan data secara kualitatif dilakukan dengan melakukan indepth

interview di level stake holder terhadap gerakan 1R1J di provinsi, Kabupaten,

Puskesmas, Tokoh Masyarakat dan Kader. Beberapa pertanyaan diantaranya

adalah :

- Apakah pernah disosialisasi gerakan 1R1J, di tingkat provinsi, kabupaten,

kecamatan, puskesmas maupun masyarakat

- Apakah ada pelatihan terhadap gerakan 1R1J di tingkat provinsi, kabupaten,

kecamatan, puskesmas maupun masyarakat,

- Apakah terdapat sumber anggaran untuk kegiatan 1R1J,

- Bagaimana sistem pelaporan kegiatan 1R1J

- Apakah kegitan 1R1J dilakukan secara terus menerus oleh masyarakat

- Berapa nilai ABJ di wilayahnya

- Dsb

Pengumpulan data secara kuantitatif (Sebelum intervensi)

Pengumpulan data secara kuantitatif menggunakan kuesioner dilakukan di

masyarakat yang meliputi : Partisipasi anggota rumah tangga dalam

pelaksanaan program 1R1J

Wawancara dilakukan kepada penghuni yang ditunjuk/bertanggungjawab

melaksanakan kegiatan 1R1J di setiap rumah/bangunan. Sebelum pelaksanaan

wawancara, pewawancara memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan

wawancara. Responden diminta untuk membaca dan menandatangani formulir

PSP (Terlampir formulir PSP pada Lampiran). Beberapa pertanyaan

diantaranya:

- Karakteristik responden : Umur, pendidikan, jenis kelamin

- Apakah pernah disosialisasi gerakan 1R1J, di RW setempat/Puskesmas

- Apakah ada pelatihan gerakan 1R1J di RW setempat/Puskesmas

- Siapakah dalam rumah tangga yang ditunjuk sebagai Jurbasttik?

- Berapa kali dalam seminggu dilakukan pemeriksaan jentik di rumah oleh

jumantik keluarga?

- Bagaimana perlakuan jika ditemukan jentik pada tempat penampungan air

Page 49: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

28

- Bagaimana sistem pelaporan kegiatan 1R1J

- Apakah kegiatan 1R1J dilakukan secara terus menerus oleh keluarga

- Dsb

Pengumpulan data vektor (Sebelum intervensi)

Pelaksanaan koleksi jentik vektor DBD dilakukan surveyor, kader/jumantik .

Sebelum pelaksanaan koleksi jentik dilakukan sosialisasi cara pengumpulan

jentik pada lokasi penelitian. Sosialisasi dilakukan dengan membagikan

lembaran/SOP yang berisi program 1R1J dan cara penangkapan jentik. Survei

jentik dilakukan pada 120 rumah dari 1 RW untuk wilayah intervensi maupun

kontrol. Survei jentik dilakukan pada semua kontainer/TPA maupun tempat yang

berpontensi sebagai perkembangbiakan jentik Ae. aegypti . Di setiap rumah

sampel akan dihitung kontainer indeks yaitu jumlah kontainer berisi air yang

positif jentik nyamuk Aedes spp dibagi jumlah kontainer yang ditemukan.

Pelatihan Supervisor Jumantik, Koorinator Jumantik dan Petugas Survei

Pelatihan akan dilaksanakan di masing-masing kabupaten/kota dengan peserta

latih 40 orang Koordinator Jumantik, 2 orang Supervisor Jumantik serta 5 orang

petugas survai per kabupaten/kota. Tim pelatih adalah tim peneliti dan lintas

sektoral tingkat kabupaten/kota dan kecamatan setempat.

Pengamatan, Pembinaan dan Pendampingan

Sebagai bagian dari intervensi akan dilakukan pengamatan, pembinaan dan

pendampingan tentang pelaksanaan kesepakatan yang dibuat dalam

sosialisasi 1R1J (Jurbastik). Pembinaan dan pengamatan dilakukan oleh

Koordinator Jumantik, Supervisor Jumantik, lintas sektoral tingkat kecamatan

dan tingkat kabupaten/kota, serta tim peneliti.

Pengamatan dan pembinaan oleh Koordinatror Jumantik dilakukan terhadap

ruta dan TTU/TTI yang menjadi binaannya masing-masing dengan cara

melakukan kunjungan rumah setiap 2 minggu, sementara tim peneliti akan

mendampingi setiap 1 bulan sekali. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan

kondisi lingkungan dalam dan luar rumah serta mengecek keberadaan

larva/pupa nyamuk vektor DBD serta ada tidaknya anggota ruta yang sakit

DBD (selama masa pengamatan). Selain itu juga perlu dilakukan penyuluhan

individu sesuai dengan keadaan hasil pengawasan. Pembinaan dilakukan

selama 4 bulan bulan berturut-turut.

Post (sesudah intervensi).

Page 50: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

29

Setelah selesai 4 bulan pembinaan di daerah perlakuan, pada bulan ke tujuh

dilakukan pengumpulan data setelah intervensi pada sampel yang sama

dengan pengumpulan data sebelum intervensi.

Data yang dikumpulkan dan metode pengumpulannya adalah sama seperti

kegiatan sebelum intervensi baik pada daerah kontrol maupun daerah

intervensi.

2.12 Manajemen dan Analisis DataManajemen DataData hasil wawancara dientri pada lembar kerja elektronik

Data rumah/bangunan anggota masyarakat yang mengumpulkan nyamuk/jentik dientri

pada lembar kerja elektronik, dicatat waktu penyerahannya kepada petugas.

Analisis DataData terkumpul pada kegiatan pre dan post, akan dianalisis sesuai dengan kebutuhan

masing-masing jenis survai yang dilakukan.

Pada data sebelum dan data setelah intervensi, dilakukan dua jenis pengolahan data,

yaitu data di setiap rumah sampel serta data secara keseluruhan setiap daerah

penelitian.

a. Pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat.i. Pembobotan

Setiap jawaban benar dari setiap responden pada item pertanyaan pengetahuan,

sikap dan perilaku masing-masing diberi nilai 1, apabila salah diberi nilai 0.

Selanjutnya, angka jawaban dikali dengan pembobotan, yaitu jawaban pada item

pengetahuan diberi pembobotan 1, item sikap diberi pembobotan 2, dan item

perilaku diberi pembobotan 3.

ii. Status PSP

Nilai hasil pembobotan pada pertanyaan item pengetahuan, item sikap dan item

perilaku selanjutnya dijumlahkan dan dibandingkan dengan nilai maksimal yaitu

nilai apabila jawaban betul semua.

Dari hasil perbandingan ini dapat ditentukan status PSP setiap responden, yaitu

status BAIK apabila nilainya >80% dibandingkan nilai maksimal, dan status

BURUK apabila nilainya <80% dibandingkan nilai maksimal.

iii. Penilaian

Page 51: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

30

Dilakukan pemberian nilai (skoring) pada status PSP responden berdasarkan

status, yaitu 0 untuk responden dengan status BAIK dan 1 untuk status BURUK.

Dilakukan pemberian nilai (skoring) pada status PSP responden berdasarkan

status, yaitu 0 untuk responden dengan status BAIK dan 1 untuk status BURUK.

b. Kegiatan Surveilans vektor yang dilakukan oleh masyarakati. Status pelaksanaan kegiatan surveilans yang dilakukan oleh masyarakat

Surveilans vektor oleh keluarga dilakukan setiap minggu. Selama 6 bulan

pembinaan, pengamatan oleh keluarga setidaknya dilakukan 5 bulan kali 4

minggu yaitu 20 kali, karena pada bulan pertama merupakan awal

pembinaan.

Berdasarkan catatan di masing-masing keluarga, dihitung jumlah kegiatan

pengamatan yang dilakukan dan dicross check pada rekapan yang ada di

kader pembinanya. Apabila jumlahnya >20 kali, statusnya dilaksanakan terus

menerus, dan apabila jumlahnya <20 kali maka statusnya dilaksanakan tidak

terus menerus.

ii. Penilaian

Dilakukan pemberian nilai (skoring) pada status pelaksanaan kegiatan

surveilans yang dilakukan oleh masyarakat, yaitu 0 apabila dilaksanakan

terus menerus dan 1 untuk status dilaksanakan tidak terus menerus.

Dihitung jumlah dan persentasi keluarga dengan status dilaksanakan terus

menerus dan status dilaksanakan tidak terus menerus pada data hasil pre

dan data hasil post. Selanjutnya data pre dan data post dibandingkan serta

dihitung besarnya kenaikan atau penurunan status dilaksanakan terus

menerus.

c. Keberadaan larva/pupa nyamuki. Keberadaan larva/pupa nyamuk Aedes spp

Berdasarkan data hasil survai keberadaan larapa/pupa nyamuk Aedes spp,

pada setiap rumah sampel dilakukan pemberian kategori yaitu TIDAK ADA

(diberi tanda TA) dan ADA (diberi tanda A). Selanjutnya dilakukan skoring

yaitu 0 pada rumah responden dengan kategori TA, dan 1 untuk kategori A.

Selanjutnya, dihitung jarak keberadaan jentik Aedes spp antara data post test

dengan pretes untuk keperluan analisa data, dengan rumus skore post test –

skore pre. Hasilnya adalah :

Page 52: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

31

Bila skore pre 0 dan jarak 0, diberi nilai 0

Bila skore pre 0 dan jarak 1, diberi nilai 1

Bila skore pre 1 dan jarak -1, diberi nilai 0

Bila skore pre 1 dan jarak 0, diberi nilai 1

ii. Menghitung angka entomologi

Di setiap rumah sampel dihitung kontainer indeks yaitu jumlah kontainer

berisi air yang positif jentik nyamuk Aedes spp dibagi jumlah kontainer yang

ditemukan.

Rumusnya adalah :

CI = Jumlah kontainer positif jentik X 100Jumlah kontainer diperiksa

Secara keseluruhan di setiap daerah penelitian, selain dihitung kontainer

indeks, juga dihitung house indeks (HI), bretau index (BI) dan angka bebas

jentik (ABJ).

Rumusnya adalah :

HI =Jumlah rumah positif jentik

X 100Jumlah rumah diperiksa

BI = Jumlah kontainer positif jentik X 100Jumlah rumah diperiksa

ABJ = Jumlah rumah yang tidak diperoleh jentik X 100Jumlah rumah diperiksa

Page 53: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

32

III. HASIL PENELITIAN

3.2. Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan3.2.1. Gambaran Umum Kabupaten Maros3.2.1.1. Kondisi Geografis

Kabupaten Maros merupakan salah satu diantara 24 kabupaten/kota

di Provinsi Sulawesi Selatan, dengan luas wilayah 1.619,12 km² yang secara

administrasi pemerintahnya menjadi 14 Kecamatan dan 103 Desa/ Kelurahan.

Letak astronomis Kabupaten Maros adalah 40º45’-50º07’ Lintang Selatan dan

109º205’-129º12’ Bujur Timur. Secara geografis daerah ini terdiri dari 10% (10

desa) adalah pantai, 5% (5 desa) adalah kawasan lembah, 27% (28 desa)

adalah lereng/ bukit dan 58% (60 desa) adalah dataran.1 Iklim Kabupaten

Maros tergolong iklim tropis basah dengan curah hujan rata-rata sekitar 284,5

mm setiap bulannya, dengan jumlah hari hujan berkisar 185 hari selama

Tahun 2018, dengan rata-rata suhu udara minimum 24,25C dan rata-rata

suhu udara maksimum 31,39°C.2

Secara administrasi, batas wilayah Kabupaten Maros adalah sebagai

berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Pangkep

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Gowa dan Bone

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Gowa dan Kota

Makassar

- Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar

Kabupaten Maros merupakan wilayah yang berbatasan langsung

dengan ibu kota provinsi Sulawesi Selatan, dalam hal ini adalah Kota

Makassar dengan jarak kedua kota tersebut berkisar 30 km dan sekaligus

terintegrasi dalam pengembangan Kawasan Metropolitan Mamminasata 3.

Kondisi ini membuat mobilisasi warga Kabupaten Maros lebih condong ke

arah perkotaan, sekaligus sebagai daerah penyangga antara ibu kota provinsi

dan kabupaten lain yang melewati Kabupaten Maros.

Page 54: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

33

Gambar 3. Peta Wilayah Kabupaten Maros

Wilayah penelitian meliputi dua kelurahan di Kecamatan Turikale, yaitu

Kelurahan Adatongeng (daerah intervensi) dan Kelurahan Turikale (daerah

kontrol). Kelurahan Adatongeng dan Turikale merupakan kelurahan yang

telah mendapatkan sosialisasi mengenai G1R1J di Kabupaten Maros.

3.2.1.2. Besaran Masalah DBD Selama Lima Tahun Terakhir

Kasus DBD selama lima tahun terakhir di Kabupaten Maros

berfluktuasi dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2018, namun cenderung

turun di dua tahun terakhir. Jumlah kasus DBD menurut data Dinkes

Kabupaten Maros tahun 2019 sampai dengan bulan Agustus lebih tinggi dari

tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan karena curah hujan yang cenderung

lebih lama dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Genangan air di

Page 55: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

34

beberapa tempat pada saat pergantian musin juga menjadi salah satu

penyebab tingginya kasus DBD di Kabupaten Maros.

“Tingginya kasus kematian DBD tahun 2018, sebanyak 6 orang,menunjukkan bahwa berlatar pada perubahan iklim atau pergantianmusim dari musim panas ke musim hujan, demikian juga kasuskematian tahun 2019. Perubahan langsung berdampak pada daerahtertentu terjadi genangan air yang menjadi tempat bersarangnya jentik-jentik nyamuk, akibatnya beberapa warga masyarakat terpaparkematian.” (Informan 2, Dinkes Kabupaten).

Gambar 4. Kasus DBD Lima Tahun Terakhir Kabupaten Maros.

3.2.1.3. Pengendalian DBD yang Dilakukan oleh ProgramBerdasarkan hasil wawancara di tingkat provinsi dan kabupaten,

pengendalian DBD di semua wilayah Sulawesi Selatan termasuk Kabupaten

Maros masih menggunakan metode pengasapan (fogging) disertai dengan

PSN dan peran aktif masyarakat melalui kerja bakti. Selain pengasapan,

langkah pencegahan lainnya yang dilakukan yaitu sosialisasi bahaya jentik

nyamuk melalui penyuluhan ke masyarakat, serta kerja bakti membersihkan

lingkungan sekitar. Implementasi program pencegahan dan pemberantasan

DBD yang disampaikan informan dijelaskan secara terurai mengatakan:

449397

634

253

188133.8

177.0 184.9

73.0 53.7

0

100

200

300

400

500

600

700

2014 2015 2016 2017 2018

Kasus IR

Page 56: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

35

“bahwa program pencegahan dan pemberantasan, fokusnyapenanggulangan vektor, di masing-masing kabupaten/kota, namunprogram tersebut belum berjalan sesuai harapan, karena masihditemukan kasus DBD dibeberapa daerah … Jika ditemukan kasusDBD dan dianggap berbahaya bagi masyarakat setempat, makatindakan pencegahannya adalah pengasapan (fogging). “ (Informan 2,Dinkes Provinsi)

3.2.2. Program Gerakan 1R1J di Tingkat Pemerintah Kabupaten Maros3.2.2.1. Definisi Gerakan 1R1J

Pengetahuan mengenai G1R1J di tingkat pemerintahan, mulai dari

Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten sampai ke

Puskesmas sudah cukup bagus. Pengetahuan mengenai kegiatan maupun

pihak-pihak yang berkepentingan mengenai G1R1J juga dijelaskan dengan

sangat baik, meskipun implementasinya di masyarakat belum maksimal.

“Mewaspadai jentik-jentik nyamuk dan melakukan pembersihan titikjentik nyamuk satu kali perminggu, seperti apa itu, bak air, dispencer,kaleng kosong, selanjutnya mengisi kartu kontrol dari koordinatorjumantik, dan tercatat dalam kartu kontrol setiap ada temuan jentik didalam rumah.” (Informan 2, Dinkes Provinsi).

3.2.2.2. Keberadaan Gerakan 1R1J di Wilayah PenelitianBerdasarkan hasil wawancara dengan informan, dapat dikatakan

implementasi program G1R1J telah dilaksanakan sejak tahun 2017 di provinsi

Sulawesi Selatan, termasuk di Kabupaten Maros. Meskipun dalam

pelaksanaannya pihak-pihak yang terlibat belum efisien, atau tidak maksimal,

karena ada diantara mereka sepenuhnya tidak menguasai permasalahan,

termasuk upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) atau upaya

menurunkan angka bebas jentik (ABJ). Diawali dengan penggalian informasi

mengenai kebijakan G1R1J tentang pelaksanaan pencegahan dan

pemberantasan Deman Berdarah Dengue (DBD), sebagaimana kutipan hasil

wawancara dengan informan pada tanggal 10 Mei 2019, sebagai berikut:

“ Program pencegahan dan pemberantasan DBD, di Provinsi SulawesiSelatan, dimulakan sejak tahun 2017, namun program tersebut belumterlaksana maksimal, karena masih ditemukan kasus-kasus DBDdiberbagai daerah. (Informan 1, Dinkes Provinsi).

Pelaksanaan program Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik untuk wilayah

Kabupaten Maros baru sebatas sosialisasi untuk pengelola DBD Puskesmas

dan pengelola P2B dengan narasumber dari Dinkes Provinsi dan Dinas

Page 57: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

36

Kesehatan Kabupaten Maros sebagai pelaksanana kegiatan. Materi pelatihan

dan sosialisasi diberikan secara umum terkait DBD, belum dikhususkan untuk

G1R1J. Pelaksanaan G1R1J di lapangan masih sebatas penyuluhan dan

survey jentik. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan informan

Dinkes Kabupaten Maros dan Puskesmas:

… waktu pelatihan tahun 2017 satu kali, Agustus 2018, dan Maret 2019,Narasumber pengelola DBD tingkat provinsi Sulawesi Selatan, pelatihantemuan kasus, survey jentik berbasis android, waktunya satu hari.”(Informan 2, Dinkes Kabupaten).

… “sosialisasinya secara holistic, materinya pencegahan danpenanggulangan DBD melalui prosedur diperiksa oleh dokter, rekap danlaporannya secara tertulis tiap bulan.”… penyuluhan, lanjut diberikan abate tiap rumah, larfasida, dan foggingtiap bulan, fokus daerah perumahan yang terpapar DBD, bantuan dariDinkes Kabupaten Maros.” (Informan 2, Puskesmas).

3.2.3. Program Gerakan 1R1J Tingkat Masyarakat Kabupaten Maros3.2.3.1. Wilayah Intervensi (Kelurahan Adatongeng)

Karakteristik Responden

Responden yang diwawancarai di Kelurahan Adatongeng kebanyakan

perempuan berusia antara 41-55 tahun dengan pendidikan rerata tamat SMA

sederajat dan tamatan perguruan tinggi. Pekerjaan responden kebanyakan

ibu rumah tangga, ASN, dan pedagang.

Tabel 2.

Karakteristik responden Kelurahan Adatongeng

Karakteristik RespondenDaerah Intervensi

Pre-test(n=142)

Post-test(n=136 )

1. Umura. ≤ 25 tahun 11,3 12,5b. 26-40 tahun 21,8 20,6c. 41-55 tahun 43,0 43,4d. > 55 tahun 23,9 23,5

2. Jenis Kelamina. Laki-laki 30,3 30,9b. Perempuan 69,7 69,1

3. Pendidikana. Tidak/belum pernah sekolah 0,7 1,5b. Tidak tamat SD/MI 4,9 5,2c. Tamat SD/MI sederajat 4,9 5,2

Page 58: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

37

d. Tamat SLTP/MTs sederjat 13,4 13,9e. Tamat SLTA/MA sederajat 43,0 41,2f. Tamat PT 33,1 33,0

4. Pekerjaan utamaa. Tidak bekerja 37,3 38,2b. Sekolah 2,1 2,9c. PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 17,6 16,9d. Pegawai swasta 7,1 7,4e. Wiraswasta/pedagang 17,6 15,4f. Petani/buruh tani 0,0 0,0g. Nelayan 0,0 0,0h. Buruh/sopir/asisten rumah tangga 1,4 1,5i. Lainnya 16,9 17,7

Pengetahuan

Pengetahuan sebagian besar responden mengenai istilah jumantik

dan Gerakan 1R1J meningkat setelah proses pendampingan, akan tetapi

sangat sedikit warga yang mengetahui mengenai syarat dan tugas seorang

jumantik rumah secara lengkap. Rerata responden menjawab tugas jumantik

rumah hanya memeriksa tempat penampungan air dan mengisi kartu jentik.

Semua responden setuju dengan perlunya diadakan sosialisasi mengenai

G1R1J, dengan materi mengenai cara memeriksa tempat perkembangbiakan

nyamuk dan cara pengisian kartu jentik. Sebagian besar masyarakat

mengharapkan sosialisasi diberikan oleh petugas kesehatan baik dari

puskesmas maupun dari dinas kesehatan. Informasi pengetahuan responden

mengenai jumantik, G1R1J dan sosialisasi disajikan dalam tabel 2 dan tabel 3

berikut.

Tabel 3.Persentase Pengetahuan Responden tentang Jumantik, 1R1J, dan jumantik

rumah di Kelurahan Adatongeng Kabupaten Maros, 2019

PengetahuanTentang

Daerah IntervensiPre-test Post-test

Ya (%) Tidak(%) Ya (%) Tidak

(%)(n=142) (n=136)

1. Mendengar istilah Jumantik 31,0 69,0 83,1 16,92. Mendengar istilah Gerakan 1R1J 7,0 93,0 58,8 41,23. Syarat menjadi JUMANTIK rumah

(1R1J) ?a. Berusia > 15 tahun 10,0 90,0 5,00 95,0

Page 59: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

38

b. Dapat menggerakkan anggotakeluarga untuk melakukan PSN 10,0 90,0 5,0 95,0

c. Dapat memeriksa tempatperkembanbiakan nyamuk 20,0 80,0 40,0 60,0

d. Bertanggungjawab melakukankebersihan lingkungan dalam danluar rumah

10,0 90,0 12,5 87,5

e. Pernah mendapatkan sosialisasitentang 1R1J 20,0 80,0 13,7 86,3

f. Tidak tahu 50,0 50,0 23,7 76,34. Yang harus dilakukan seorang

Jumantik rumah (n=10) (n=80)

a. Mensosialisasikan PSN 3M pluskepada seluruh penghuni rumah 30,0 70,0 12,5 87,5

b. Memeriksa tempatperkembangbiakan nyamuk dalamdan luar rumah min seminggusekali

60,0 40,0 86,3 13,7

c. Menggerakkan anggota keluargamelakukan PSN 3M plus minimalseminggu sekali

10,0 90,0 11,3 88,7

d. Mengisi kartu jentik hasilpemeriksaan tempatpenampungan air

10,0 90,0 57,5 42,5

Tabel 4.Persentase Pengetahuan Responden tentang Sosialisiasi G1R1J

di Kelurahan Adatongeng Kabupaten Maros, 2019

PengetahuanTentang

Daerah IntervensiPre-test Post-test

Ya (%) Tidak(%) Ya (%) Tidak

(%)(n=142) (n=136)

5. Sosialisasi 1R1J diperlukan 100,0 0,0 100,0 0,06. Siapa yang sebaiknya memberikan

sosialisasia. RT/RW 40,0 60,0 36,3 63,7b. Petugas

kelurahan/kecamatan/Pemda 30,0 70,0 20,0 80,0

c. Petugas kader 10,0 90,0 11,3 88,7d. Petugas Puskesmas 70,0 30,0 71,3 28,7e. Petugas Dinas Kesehatan 40,0 60,0 42,5 57,5f. Tidak tahu 0,0 100,0 1,3 98,7

7. Materi yang diberikan saat sosialisasi1R1Ja. Pengethuan tentang penyakit,

penularan, dan vektor DBD 50,0 50,0 61,3 38,7

b. Pengetahuan tentang cara 30,0 70,0 36,3 63,7

Page 60: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

39

mengamati jentikc. Pengetahuan tentang cara

membersihkan tempatperkembangbiakann danmembasmi jentik

60,0 40,0 63,7 36,3

d. Pengetahuan tentang caramencatat di kartu jentik 0,0 100,0 25,0 75,0

e. Pengetahuan tentang PSN 3Mplus 20,0 80,0 20,0 80,0

f. Tidak tahu 10,0 90,0 2,5 97,5

Pada tabel 4 disajikan pengetahuan mengenai kartu jentik dan

kunjungan koordinator ke rumah warga. Hampir semua responden yang

diwawancarai setelah pendampingan mengetahui keberadaan dan kegunaan

kartu jentik setelah pendampingan. Peningkatan pengetahuan mengenai

keberadaan dan kegunaan kartu jentik setelah pendampingan sangat

signifikan dibandingkan saat sebelum pendampingan. Pengetahuan warga

mengenai siapa yang berkunjung ke rumah dalam rangka 1R1J didominasi

oleh kader, petugas puskesmas, dan supervisor, dan sangat sedikit yang

menjawab kunjungan oleh koordinator. Hal ini disebabkan karena istilah

koordinator belum terlalu popular di kalangan responden, padahal kader dan

petugas puskesmas yang dimaksud juga merangkap tugas sebagai

koordinator jumantik.

Tabel 5.Persentase Pengetahuan Responden mengenai kartu jentik dan kunjungan

koordinator di Kelurahan Adatongeng

PengetahuanTentang

Daerah IntervensiPre-test Post-test

Ya(%)

Tidak(%)

Ya(%)

Tidak(%)

(n=10) (n=80)8. Mengetahui adanya kartu/lembar jentik 60,0 40,0 96,3 3,79. Mengetahui kegunaan kartu/lembar

jentik66,7 33,3 98,7 1,3

10. Siapa yang dapat mengisi kartu jentika. Kepala keluarga 33,3 66,7 37,7 62,3b. Anggota keluarga 83,3 16,7 80,5 19,5c. Kader 33,3 66,7 1,3 98,7d. RT/RW 0,0 100,0 0,0 100,0

Page 61: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

40

11. Siapa yang berkunjung ke rumah dalamrangka 1R1Ja. Kader 0,0 100,0 33,7 66,3b. Petugas Puskesmas 70,0 30,0 33,8 66,2c. RT/RW 0,0 100,0 2,5 97,5d. Koordinator jumantik 0,0 100,0 5,0 95,0e. Supervisor jumantik 10,0 90,0 33,8 66,2f. Lainnya 10,0 90,0 1,3 98,7

12. Berapa kali frekuensi kunjungankoordinator ke rumaha. 1 minggu 1x 0,0 100,0 31,3 68,7b. 2 minggu 1x 20,0 80,0 42,5 57,5c. > 2 minggu 1x 20,0 80,0 17,5 82,5d. Tidak tahu 0,0 0,0 100,0 0,0

Istilah dan kegiatan 3M Plus belum populer dikalangan masyarakat

Kelurahan Adatongeng. Hal ini ditunjukkan pada tabel 5, dimana pengetahuan

warga mengenai PSN hanya terbatas pada kegiatan 3M saja, seperti

menguras dan menutup tempat penampungan air, mengubur/mendaur ulang

barang bekas. Hasil ini berlaku baik pada saat sebelum dan sesudah

pendampingan, akan tetapi terjadi peningkatan jumlah responden yang

megetahui kegiatan 3M setelah pendampingan. Terjadi sedikit peningkatan

pengetahuan mengenai tempat-tempat perkembangbiakan jentik dan hal yang

harus dilakukan apabila menemukan jentik, meskipun kenaikannya tidak

terlalu signifikan. Jawaban responden masih didominasi dengan tempat

penampungan air yang umum ditemukan, seperti bak mandi, ember, dan

selokan, masih sedikit yang bertambah pengetahuannya mengenai TPA

dispenser dan tangki yang juga bisa menjadi tempat perkembangbiakan

jentik. Sebagian besar warga menjawab akan membuang dan menguras

tempat penampungan air apabila ditemukan jentik.

Page 62: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

41

Tabel 6.Persentase Pengetahuan Responden tentang 3M Plus di Kelurahan

Adatongeng

SikSikSik

PengetahuanTentang

Daerah IntervensiPre-test (n=142) Post-test

(n=136)Ya(%)

Tidak(%)

Ya(%)

Tidak(%)

13. Kegiatan 3M Plus yang diketahuia. Menguras tempat penampungan air 78,9 21,1 82,4 17,6b. Mendaur ulang/mengubur barang bekas 31,7 68,3 58,1 41,9c. Menggunaka obat anti nyamuk untuk

menghindari gigitan nyamuk5,6 94,4 5,2 94,2

d. Tidur menggunakan kelambu pada pagidan sore hari

1,4 98,6 1,5 98,5

e. Menggunakan bubuk temephos/ikan 1,4 98,6 0,0 100,0f. Menggunakan perangkap nyamuk 0,0 100,0 0,7 99,3g. Menutup tempat penampungan air 23,9 76,1 44,8 55,2h. Mengganti air vas bunga, minuman

burung, dsb1,4 98,6 0,0 100,0

i. Menanam tanaman pengusir nyamuk 1,4 98,6 0,0 100,0j. Menggunakan raket nyamuk 0,0 100,0 0,0 100,0

14. Tempat yang sering ditemukan jentik nyamuka. Bak mandi/WC 70,4 29,6 83,1 16,9b. Ember 38,7 61,3 34,6 65,4c. Drum 4,9 95,1 7,4 92,6d. Dispenser 9,9 90,1 27,9 72,1e. Tempat penampungan air kulkas 0,0 100,0 2,2 97,8f. Toren/tandon/tangki air 4,9 95,1 11,0 89,0g. Pagar bambu 0,0 100,0 2,2 197,8h. Tempurung kelapa 0,0 100,0 2,2 197,8i. Pot tanaman 11,3 88,7 22,8 77,2j. Tempat minum binatang 0,7 99,3 3,7 96,3k. Aquarium 0,7 99,3 2,2 97,8l. Kolam 9,1 90,9 6,6 93,4m. Barang bekas 22,5 77,5 29,4 70,6n. Selokan/got 49,3 50,7 64,7 35,3o. Tempat air suci 0,0 100,0 0,0 100,0p. Lainnya 4,9 95,1 8,1 91,9

15. Yang harus dilakukan jika ditemukan jentik dipenampungan aira. Membuang air di tempat penampungan

tersebut71,3 28,7 89,0 11,0

b. Menguras dan menyikat tempatpenampungan air

50,0 50,0 47,8 52,2

c. Menaburkan obat pembasmi jentik 6,3 93,7 3,7 96,3d. Memelihara ikan pemakan jentik di

tempat penampungan0,0 100,0 0,0 100,0

e. Membuang jentiknya saja 2,1 97,9 5,2 94,9f. Lainnya 5,6 94,4 1,5 98,5

Page 63: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

42

Sikap

Sosialisasi mengenai G1R1J di wilayah intervensi sangat diperlukan

menurut sebagian besar responden di wilayah intervensi, baik pada saat pre-

test maupun pada saat post-test. . Begitupun juga dengan pelaksanaan

G1R1J, lebih dari 90% responden setuju untuk melaksanakannnya dan

merasa bertanggungjawab atas kebersihan lingkungan di sekitar rumah

masing-masing, baik di luar maupun didalam rumah. Kunjungan

kader/petugas masih dirasa sangat diperlukan oleh hampir semua responden.

Sikap responden terhadap pemberian sanksi bagi rumah yang ditemukan

jentik tidak banyak mengalami peningkatan setelah pendampingan.

Sebagian responden tetap tidak setuju apabila pemberian sanksi diberikan

kepada rumah yang ditemukan jentik.

Tabel 7.Persentase Sikap Responden tentang G1R1J dan kunjungan koordinator

di Kelurahan AdatongengSikap Daerah Intervensi

Pre-test (n=142) Post-test (n=136)Setuju

(%)TidakSetuju

(%)

Setuju(%)

TidakSetuju

(%)1. Gerakan 1R1J tidak perlu disosialisasikan

ke masyarakat26,1 73,9 5,9 94,1

2. Gerakan 1R1J perlu dilaksanakan di setiaprumah tangga

92,3 7,7 99,3 0,7

3. Semua anggota rumah tanggabertanggungjawab terhadap kebersihanlingkungan di sekitar rumah

13293,0

7,0 97,1 2,9

4. Kartu pemeriksaan jentik harus diisi ketikamelakukan pemeriksaan jentik

88,0 12,0 98,5 1,5

5. Kegiatan 3M plus tidak perlu dilakukan disetiap rumah

28,9 71,1 25,0 75,0

6. Hanya lingkungan dalam rumah saja yangperlu diperhatikan kebersihannya

11,9 88,1 5,2 94,8

7. Perlu menguras bak mandi ataupenampungan air minimal 1 minggu 1 kali

92,3 7,7 99,3 0,7

8. Kunjungan petugas/kader jumantikdiperlukan untuk memantau lingkungansekitar rumah warga

93,7 6,3 96,3 3,7

9. Saya merasa terganggu bila dikunjungipetugas atau kader jumantik 2 minggu 1kali

7,0 93,0 7,4 92,7

10. Rumah yang ditemukan jentik diberikansanksi

34,5 65,5 52,2 47,8

Page 64: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

43

Tindakan

Terdapat peningkatan jumlah responden yang mengaku mengikuti

kegiatan sosialisasi G1R1J pada saat setelah intervensi sebanyak sekitar lima

kali lebih banyak dari sebelumnya. Yang paling banyak mengalami

pengingkatan adalah keikutsertaan responden dalam kegiatan sosialisasi pada

tahun 2019. Pada tabel 7, data pre-test menunjukkan bahwa sebagian besar

responden mengaku pernah mendapatkan sosialisasi pada tahun 2019, dan

pada saat post-test, semua responden mengaku pernah mendapatkan

sosialisasi di tahun 2019. Setelah intervensi, jumlah responden yang

mengaku pernah menjalankan program G1R1J meningkat dari 31% (total 142

responden) menjadi 91,9% (total 136 responden).

Tabel 8.Persentase Tindakan Responden terhadap sosialisasi dan program G1R1J di

Kelurahan AdatongengSikap Daerah Intervensi

Pre-test (n=142) Post-test(n=136)

Ya (%) Tidak(%)

Ya (%) Tidak(%)

1. Pernah mendapatkan sosialisasi 1R1J 7,8 92,2 41,2 58,82. Jumlah sosialisasi program 1R1J yang

pernah didapatkan dalam rentang waktu2015-2018

(n=11) (n=56)

a. 2015 (kali)- Tidak pernah 100,0 100,0

b. 2016 (kali)- Tidak pernah 81,8 100,0- 1 kali 18,2 0,0

c. 2017 (kali)- Tidak pernah 54,5 96,4- 1 kali 27,3 1,8- 2 kali 18,2 1,8

d. 2018 (kali)- Tidak pernah 9,1 63,2- 1 kali 72,7 33,3- 2 kali 0,0 3,5- 3 kali 18,2 0,0

3. Yang melakukan sosialisasi 1R1Ja. RT/RW 0,0 0,0 21,1 78,9b. Petugas kelurahan/kecamatan 0,0 0,0 10,5 89,5c. Petugas kader 0,0 0,0 19,3 80,7d. Petugas puskesmas 100,0 0,0 78,9 21,1e. Petugas dinas kesehatan 27,3 72,7 36,8 63,2

Page 65: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

44

f. Lainnya 0,0 0,0 1,8 98,24. Materi yang diberikan pada saat

sosialisasi 1R1Ja. Pengetahuan tentang penyakit,

penularan, dan vektor DBD45,5 54,5 60,7 39,3

b. Pengetahuan tentang caramengamati jentik

72,7 27,3 55,4 44,6

c. Pengetahuan tentang caramembersihkan/membunuh jentik

27,3 72,7 50,0 50,0

d. Pengetahuan tentang cara mencatatdi kartu jentik

36,4 63,6 28,6 71,4

e. Pengetahuan tentang PSN 3M plus 0,0 100,0 17,9 82,1(n=142) (n=136)

5. Program 1R1J pernah dilaksanakan ditempat responden

21,8 78,2 91,9 8,1

6. Tahun program 1R1J dilaksanakan ditempat respondena. 2015 6,5 93,5 0,8 99,2b. 2016 32,3 67,7 0,8 99,2c. 2017 48,4 51,6 2,4 97,6d. 2018 64,5 35,5 11,2 88,8e. 2019 61,3 38,7 100,0 0,0f. Tidak pernah melaksanakan 3,2 96,8 0,0 100,0

Terkait implementasi G1R1J di rumah tangga responden, terjadipeningkatan yang cukup signifikan pada saat post-test, baik itu dari segi siapayang bertanggungjawab sebagai jumantik rumah, kebiasaan pengisian kartu,dan pemeriksaan kartu jentik oleh koordinator jumantik. Rerata kordinatorjumantik melakukan kunjungan setiap seminggu sekali atau lebih dari duaminggu sekali pada saat pre-test. Pada saat post-test, sebagian besarresponden mengaku dikunjungi koordinator antara seminggu sampai duaminggu sekali.

Tabel 9.Persentase Tindakan Mengenai Pelaksanaan G1R1J di Rumah Tangga

Kelurahan AdatongengSikap Daerah Intervensi

Pre-test (n=142) Post-test(n=136)

Ya (%) Tidak(%)

Ya (%) Tidak(%)

7. Apakah program 1R1J masih tetapdilaksanakan di rumah tangga

87,1 2,9 97,6 2,4

8. Siapa anggota rumah tangga yangpaling sering melakukan kegiatanjumantik rumah

(n=27) (n=122)

a. Bapak 33,3 38,5b. Ibu 44,5 51,6

Page 66: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

45

c. Anak 18,5 8,2d. Anggota rumah tangga lainnya 3,7 1,7e. Asisten rumah tangga 0,0 0,0

9. Apakah rumah tangga memiliki kartupemeriksaan jentika. Ya, dapat menunjukkan 88,9 106 (86,9)b. Ya, tidak dapat menunjukkan 11,1 12 (9,8)c. Tidak ada 0,0 4 (3,3)

(n=24) (n=106)10. Apakah kartu pemeriksaan jentik diisi

oleh jumantik rumah16,7 83,3 87,7 12,3

11. Apakah petugas/kader/koordinatorjumantik memeriksa kartu jentik padasaat kunjungan rumah

91,7 8,3 74,3 25,7

12. Frekuensi kunjungan koordinatorjumantik ke rumah

(n=27) (n=122)

a. 1 minggu 1 kali 37,0 63,0 33,6 66,4b. 2 minggu 1 kali 11,1 88,9 41,0 59,0c. > 2 minggu 1 kali 44,4 55,6 18,0 82,0d. Tidak tahu 7,4 92,6 11,5 88,5

Tabel 9 menyajikan data mengenai pelaksanaan 3M Plus di Kelurahan

Adatongeng. Istilah dan pelaksanaan 3M Plus belum terlalu populer untuk

masyarakat di Kabupaten Maros, khususnya di wilayah penelitian.

Pengetahuan warga masih terbatas pada istilah 3M saja. Adapun kegiatan

yang paling banyak dilakukan untuk membasmi jentik baik pada saat pre-test

maupun pada saat post-test antara lain menguras tempat penampungan air,

menutup rapat tempat penampungan air, dan menggunakan repelen untuk

mencegah gigitan nyamuk. Kontainer paling banyak ditemukan jentik yaitu

bak mandi dan ember. Hasil wawancara menunjukkan bahwa terdapat

penurunan jumlah penemuan jentik di beberapa jenis kontainer, dan terdapat

sedikit pengingkatan jumlah responden yang memperhatikan bahwa di

penampungan dispenser bisa ditemukan jentik. Baik data pre-test maupun

post-test, rerata responden membuang dan menyikat tempat penampungan

air apabila menemukan jentik didalamnya.

Page 67: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

46

Tabel 10.Persentase Tindakan Mengenai Pelaksanaan 3M Plus di Kelurahan

AdatongengSikap Daerah Intervensi

Pre-test (n=142) Post-test(n=136)

Ya (%) Tidak(%)

Ya (%) Tidak(%)

13. Apakah anggota rumah tanggamelakukan kegiatan PSN 3M plus

(n=142) (n=136)

a. Menguras tempat penampunganair

97,9 2,1 99,3 0,7

b. Menutup rapat tempatpenampungan air

63,4 36,6 77,9 22,1

c. Mendaur ulang barang bekas 4,9 95,1 10,3 89,7d. Mengganti air vas bunga,

minuman burung, dsb4,2 95,8 10 (7,4) 126

(92,7)e. Tidur menggunakan kelambu pagi

dan siang hari12,7 87,3 11 (8,1) 125

(91,9)f. Menggunakan obat anti nyamuk

untuk mencegah gigitan nyamuk62,0 38,0 80,9 19,1

g. Melakukan larvasida 4,9 95,1 8,8 91,2h. Memelihara ikan pemakan jentik 3,5 96,5 5,9 94,1i. Menggunakan perangkap nyamuk 0,7 99,3 1,5 98,5j. Menanam tanaman pengusir

nyamuk2,8 97,2 0,7 99,3

k. Memasang kawat kasa nyamuk 19,0 81,0 18,4 81,6l. Lainnya 0,0 100,0 0,7 99,3

14. Tempat menemukan jentik nyamuk didalam dan di luar rumaha. Bak mandi/WC 66,9 33,1 52,9 47,1b. Ember 38,0 62,0 19,1 80,9c. Drum 4,9 95,1 2,9 97,1d. Dispenser 8,5 91,5 16,2 83,8e. TPA kulkas 0,7 99,3 0,7 99,3f. Toren air/tandon/tangki air 3,5 96,5 8,8 91,2g. Pagar bambu 0,0 100,0 0,7 99,3h. Tempurung kelapa 0,7 99,3 0,7 99,3i. Pot tanaman 10,6 89,4 8,8 91,2j. Tempat minum binatang 1,4 98,6 2,2 97,8k. Aquarium 0,7 99,3 1,5 98,5l. Kolam 8,5 91,5 3,7 96,3m. Barang bekas 20,4 79,6 14,7 85,3n. Selokan/got 38,0 62,0 57,4 42,7o. Tempat air suci 0,0 100,0 0,0 100,0p. Lainnya 1,4 98,6 1,5 98,5

15. Yang dilakukan jika ditemukan jentik ditempat penampungan aira. Membuang air dari tempat

penampungan76,8 23,2 91,9 8,1

Page 68: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

47

b. Menguras dan menyikat tempatpenampungan air

51,4 48,6 47,8 52,2

c. Menaburkan obat pembasmi jentik 1,4 98,6 2,2 97,8d. Memelihara ikan pemakan jentik di

tempat penampungan air0,0 100,0 0,0 100,0

e. Membuang jentiknya saja 1,4 98,6 5,2 94,8

Survey Jentik

Jenis kontainer yang ditemukan dalam proses pengumpulan data di

wilayah kelurahan Adatongeng intervensi pada pre intervensi sebanyak 14

jenis kontainer dan pada saat post-test sebanyak 13 kontainer. Jumlah

kontainer yang diperiksa pada saat pre-test sebanyak 700 kontainer dan post-

test sebanyak 612 kontainer. Jumlah kontainer positif jentik pada saat pre-test

sebanyak 86 kontainer dan 29 kontainer positif pupa, sedangkan jumlah

kontainer yang ditemukan positif jentik pada post-test sebanyak 22 kontainer

dan 6 kontainer positif pupa. Jumlah kontainer terbanyak dan ditemukan

positif jentik terbanyak adalah ember dan bak mandi. Jumlah jentik paling

banyak ditemukan di ember sebanyak 410 kontainer (pre-test) dan 290

kontainer (post-test). Sedangkan pada saat pre-test jumlah pupa paling

banyak ditemukan di bak mandi sebanyak 8 kontainer, sedangkan pada saat

post-test paling banyak ditemukan pada bak mandi dan penampung

dispenser sebanyak 2 kontainer (Tabel 10).

Tabel 11.Jenis Kontainer pada Pengumpulan Data Kelurahan Adatongeng (Wilayah

Intervensi)Kabupaten Maros, 2019

Jenis KontainerPre Post

N % Jentik Pupa N % Jentik PupaBak Mandi 100 14,3 26 8 90 14,7 7 2Bak WC 9 1,3 6 1,0 2 1Drum 14 2,0 4 2 10 1,6 2Tangki 0 0,0 5 0,8Tempayan 33 4,7 47 7,7 1Ember 410 58,6 22 7 290 47,4 3Baskom 42 6,0 1 76 12,4Tempat air suci 0,0 0,0

Page 69: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

48

Lain-lain TPA 6 0,9 1 14 2,3 1 1Tempat minumhewan 7 1,0 4 3 20 3,3

Tempat wudhu 0,0 0,0Penampung kulkas 0,0 0,0Penampungdispenser 35 5,0 17 6 33 5,4 6 2

Saluran Air 3 0,4 1 0,0Talang air 0,0 0,0Bagian tanaman 0,0 0,0Vas bunga/pot 2 0,3 0,0Tempurung kelapa 0,0 0,0Kolam/aquarium 7 1,0 1 8 1,3Barang bekas 26 3,7 5 3 12 2,0Lain-lain bukanTPA 6 0,9 4 1 0,2

Total 700 100 86 29 612 100 22 6

Jumlah kontainer terbanyak dan ditemukan positif jentik dan pupa di

kelurahan Adatongeng dengan kondisi kontainer terbuka pada saat pre-test

sebanyak 77 kontainer dan 26 kontainer sedangkan pada post-test sebanyak

19 kontainer dan 6 kontainer (Tabel 11). Kondisi kontainer berdasarkan letak

sebagian besar ditemukan dalam rumah 72,1% pada saat pre-test dan 81,2%

pada post-test. Jumlah kontainer yang positif jentik dan pupa banyak

ditemukan didalam rumah yaitu sebanyak 66 kontainer dan 22 kontainer (pre-

test) dan 21 kontainer dan 6 kontainer (post-test) (Tabel 12).

Tabel 12.Kondisi Kontainer pada Pengumpulan Data Kelurahan Adatongeng

Kabupaten Maros, 2019

Kondisi KontainerPre Post

N % Jentik Pupa N % Jentik PupaTertutup 167 23,9 9 3 166 27,1 3Terbuka 533 76,1 77 26 446 72,9 19 6

Total 700 100 86 29 612 100 22 6

Page 70: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

49

Tabel 13Letak Kontainer pada Pengumpulan Data Kelurahan Adatongeng

Kabupaten Maros, 2019

Letak KontainerPre Post

N % Jentik Pupa N % Jentik PupaLuar 195 27,9 20 7 115 18,8 1Dalam 505 72,1 66 22 497 81,2 21 6

Total 700 100 86 29 612 100 22 6

Hasil indikator indeks entomologi di kelurahan Adatongeng tersaji

dalam Tabel 132, pada saat pre-test jumlah rumah positif jentik sebanyak 58

rumah sehingga Angka Bebas Jentik (ABJ) di wilayah intervensi sebesar

61,33% sedangkan pada post-test jumlah rumah positif jentik sebanyak 21

rumah sehingga Angka Bebas Jentik (ABJ) di wilayah intervensi sebesar 85%.

Jumlah kontainer positif jentik dan pupa yang teridentifikasi saat pre-test

sebanyak 87 kontainer sehingga CI di wilayah ini sebesar 12,43% sedangkan

pada post-test jumlah kontainer positif jentik dan pupa yang ditemukan

sebanyak 22 kontainer sehingga CI di wilayah ini sebesar 3,59%.

Tabel 14Indeks Entomologi pada Pengumpulan Data Kelurahan Adatongeng

Kabupaten Maros, 2019

IndeksIntervensi

Pre PostJumlah kontainer 700 612Kontainer positif jentik 87 22Jumlah rumah 150 137Rumah positif jentik 58 21Container Index (CI) 12,43% 3,59%House Index (HI) 38,67% 15,33%Breteau Index (BI) 58 16,06ABJ 61,33% 85%

Page 71: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

50

3.2.3.2. Wilayah Non-Intervensi (Kelurahan Turikale)Karakteristik Responden

Responden yang diwawancarai di Kelurahan Turikale hampir

semuanya perempuan dengan perkerjaan ibu rumah tangga dan ASN. Usia

responden terbanyak berkisar antara 26 tahun sampai dengan 55 tahun

dengan pendidikan terbanyak tamatan SMA dan perguruan tinggi.

Tabel. 15Karakteristik responden di Kelurahan Turikale Kabupaten Maros, 2019

Karakteristik RespondenNon-intervensi

Pre-test( n=145)

Post-test(n = 124)

5. Umure. ≤ 25 tahun 6,9 5,6f. 26-40 tahun 50,3 53,2g. 41-55 tahun 34,5 33,1h. > 55 tahun 8,3 8,1

6. Jenis Kelaminc. Laki-laki 37,2 35,5d. Perempuan 62,8 64,5

7. Pendidikang. Tidak/belum pernah sekolah 0,7 0,8h. Tidak tamat SD/MI 1,4 1,6i. Tamat SD/MI sederajat 5,5 4,8j. Tamat SLTP/MTs sederjat 8,3 8,1

k. Tamat SLTA/MA sederajat 33,8 31,5l. Tamat PT 50,3 53,2

8. Pekerjaan utamaj. Tidak bekerja 24,8 25,0k. Sekolah 4,1 3,2l. PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 32,4 34,7m. Pegawai swasta 11,7 8,9n. Wiraswasta/pedagang 13,1 13,7o. Petani/buruh tani (0,0 0,0p. Nelayan 0,0 0,0q. Buruh/sopir/asisten rumah tangga 1,4 0,8r. Lainnya 12,4 13,7

Page 72: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

51

Pengetahuan

Tabel 15 dan tabel 16 menyajikan data mengenai pengetahuanresponden terhadap istilah jumantik, 1R1J, syarat dan tugas jumantik rumah,dan pelaksanaan sosialisasi di Kelurahan Turikale. Tidak banyak yangmengenai istilah 1R1J, syarat dan tugas jumantik rumah baik pada pre-testmaupun pada saat post-test. Peningkatan pengetahuan responden pada saatpost-tes hanya meningkat untuk istilah jumantik, yang informasinya respondendapatkan dari pertanyaan pada saat pre-test.

Tabel 16.Persentase Pengetahuan Responden tentang Jumantik, 1R1J, dan jumantik

rumah di Kelurahan Turikale

PengetahuanTentang

Non-intervensiPre-test Post-test

Ya (%) Tidak(%)

Ya(%)

Tidak(%)

( n=145) (n = 124)16. Mendengar istilah Jumantik 26,2 73,8 70,2 29,817. Mendengar istilah Gerakan 1R1J 9,0 91,0 18,6 81,418. Syarat menjadi JUMANTIK rumah (1R1J) ?

g. Berusia > 15 tahun 0,00 100,0 0,00 100,0h. Dapat menggerakkan anggota keluarga

untuk melakukan PSN7,7 92,3 8,7 21

(91,3)i. Dapat memeriksa tempat

perkembanbiakan nyamuk7,7 92,3 13,0 20

(87,0)j. Bertanggungjawab melakukan

kebersihan lingkungan dalam dan luarrumah

0,0 100,0 8,7 21(91,3)

k. Pernah mendapatkan sosialisasitentang 1R1J

15,4 84,6 0,0 23(100,0)

l. Tidak tahu 76,9 23,1 43,5 13(56,5)

19. Yang harus dilakukan seorang Jumantikrumah (n=13) (n=23)

e. Mensosialisasikan PSN 3M plus kepadaseluruh penghuni rumah

7,7 92,3 30,4 69,6

f. Memeriksa tempat perkembangbiakannyamuk dalam dan luar rumah minseminggu sekali

69,2 40,8 73,9 26,1

g. Menggerakkan anggota keluargamelakukan PSN 3M plus minimalseminggu sekali

7,7 92,3 13,0 87,0

h. Mengisi kartu jentik hasil pemeriksaantempat penampungan air

7,7 92,3 4,4 95,6

Page 73: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

52

Tabel 17Persentase Pengetahuan Responden tentang Sosialisiasi G1R1J

di Kelurahan Turikale

PengetahuanTentang

Non-intervensiPre-test Post-test

Ya (%) Tidak(%)

Ya(%)

Tidak(%)

( n=145) (n = 124)20. Sosialisasi 1R1J diperlukan 100,0 0,0 100,0 0,021. Siapa yang sebaiknya memberikan

sosialisasig. RT/RW 30,8 69,2 39,1 60,9h. Petugas

kelurahan/kecamatan/Pemda0,0 100,0 13,0 87,0

i. Petugas kader 7,7 92,3 8,7 91,3j. Petugas Puskesmas 53,8 46,2 65,2 34,8k. Petugas Dinas Kesehatan 46,2 53,8 39,1 60,9l. Tidak tahu 0,0 100,0 4,4 95,6

22. Materi yang diberikan saat sosialisasi1R1Jg. Pengethuan tentang penyakit,

penularan, dan vektor DBD61,5 34,5 34,8 65,2

h. Pengetahuan tentang caramengamati jentik

46,2 53,8 26,1 73,9

i. Pengetahuan tentang caramembersihkan tempatperkembangbiakann danmembasmi jentik

69,2 30,8 78,3 21,7

j. Pengetahuan tentang caramencatat di kartu jentik

7,7 92,3 4,4 95,6

k. Pengetahuan tentang PSN 3M plus 7,7 92,3 17,4 82,6l. Tidak tahu 0,0 100,0 0,0 100,0

Page 74: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

53

Pengetahuan mengenai kartu jentik dan kunjungan koordinator kerumah warga dalam rangka 1R1J disajikan pada tabel 17. Perubahanpengetahuan mengenai keberadaan dan fungsi kartu jentik sebelum dansetelah pendampingan tidak mengalami kenaikan yang signifikan. Hampirsemua responden tidak mengetahui informasi mengenai kartu jentik, karenapembagian kartu jentik dari puskesmas belum terlaksana secara merata dikelurahan tersebut. Pengetahuan mengenai kunjungan dalam rangka 1R1Jjuga masih terbatas, baru sebagian kecil yang menjawab bahwa merekapernah mendapat kunjungan baik itu dari RT/RW, kader (koordinatorjumantik), dan dari kelurahan (supervisor) dengan peningkatan yang jugatidak terlalu signifikan.

Tabel 18.Persentase Pengetahuan Responden mengenai kartu jentik dan kunjungan

koordinator di Kelurahan Turikale

PengetahuanTentang

Non-intervensiPre-test Post-test

Ya(%)

Tidak(%)

Ya(%)

Tidak(%)

(n=13) (n=23)23. Mengetahui adanya kartu/lembar jentik 30,8 69,2 0,0 100,024. Mengetahui kegunaan kartu/lembar jentik 100,0 0,0 0,0 0,025. Siapa yang dapat mengisi kartu jentik

e. Kepala keluarga 25,0 75,0 0,0 0,0f. Anggota keluarga 50,0 50,0 0,0 0,0g. Kader 25,0 75,0 0,0 0,0h. RT/RW 0,0 100,0 0,0 0,0

26. Siapa yang berkunjung ke rumah dalamrangka 1R1Jg. Kader 0,0 100,0 0,0 0,0h. Petugas Puskesmas 69,2 30,8 17,4 82,6i. RT/RW 0,0 100,0 0,0 100,0j. Koordinator jumantik 7,7 92,3 0,0 100,0k. Supervisor jumantik 0,0 100,0 0,0 100,0l. Lainnya 0,0 100,0 13,0 87,0

27. Berapa kali frekuensi kunjungan koordinator kerumahe. 1 minggu 1x 15,4 84,6 0,0 100,0f. 2 minggu 1x 0,0 100,0 4,4 95,6g. > 2 minggu 1x 53,8 46,2 0,0 100,0h. Tidak tahu 23,1 76,9 56,5 43,5

Page 75: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

54

Pengetahuan mengenai 3M Plus di wilayah non-intervensi masihsangat sedikit baik itu pada saat pre-test maupun pada saat post-test.Berdasarkan hasil pengumpulan data, warga masih belum terlalu mengenalistilah 3M Plus, hanya sebatas 3M (menguras, menutup, mengubur/mendaurulang). Pengetahuan masyarakat mengenai tempat perkembangbiakan jentiktidak mengalami perubahan yang signifikan. Rerata responden masihmenyebutkan ember, bak mandi, dan got sebagai tempat ditemukan jentik.Masih sedikit masyarakat yang mengetahui bahwa penampungan dispenserbisa menjadi tempat perkembangbiakan jentik. Hampir semua warga hanyamembuang dan menguras TPA yang terdapat jentik.

Tabel 19.Persentase Pengetahuan Responden tentang 3M Plus di Kelurahan Turikale

PengetahuanTentang

Non-intervensiPre-test(n=145)

Post-test(n=124)

Ya(%)

Tidak(%)

Ya(%)

Tidak(%)

28. Kegiatan 3M Plus yang diketahuik. Menguras tempat penampungan air 71,7 28,3 76,6 23,4l. Mendaur ulang/mengubur barang bekas 44,8 55,2 49,2 50,8m. Menggunaka obat anti nyamuk untuk

menghindari gigitan nyamuk5,5 94,5 3,2 96,8

n. Tidur menggunakan kelambu pada pagidan sore hari

0,7 99,3 0,8 99,2

o. Menggunakan bubuk temephos/ikan 1,4 98,6 0,8 99,2p. Menggunakan perangkap nyamuk 0,0 100,00 0,0 100,0q. Menutup tempat penampungan air 28,3 71,7 41,9 58,1r. Mengganti air vas bunga, minuman

burung, dsb0,0 100,00 0,0 100,0

s. Menanam tanaman pengusir nyamuk 0,7 99,3 0,8 99,2t. Menggunakan raket nyamuk 0,0 100,00 0,8 99,2

29. Tempat yang sering ditemukan jentik nyamukq. Bak mandi/WC 66,2 33,8 64,5 35,5r. Ember 46,9 53,1 29,8 70,2s. Drum 2,8 97,2 4,8 95,2t. Dispenser 5,5 94,5 18,6 81,4u. Tempat penampungan air kulkas 0,0 100,00 2,4 97,6v. Toren/tandon/tangki air 3,5 96,5 7,3 92,7w. Pagar bambu 0,0 100,00 0,0 100,0x. Tempurung kelapa 0,0 100,00 0,8 99,2y. Pot tanaman 9,0 91,0 16,9 83,1z. Tempat minum binatang 0,7 99,3 3,2 96,8aa. Aquarium 2,1 97,9 1,6 98,4bb. Kolam 6,2 93,8 11,3 88,7

Page 76: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

55

cc. Barang bekas 40,7 59,3 45,2 54,8dd. Selokan/got 61,4 38,6 70,2 29,8ee. Tempat air suci 1,4 98,6 0,8 99,2ff. Lainnya 2,8 97,2 4,0 96,0

30. Yang harus dilakukan jika ditemukan jentik dipenampungan airg. Membuang air di tempat penampungan

tersebut81,4 18,6 93,5 6,5

h. Menguras dan menyikat tempatpenampungan air

36,5 63,5 45,2 54,8

i. Menaburkan obat pembasmi jentik 4,1 95,9 1,6 98,4j. Memelihara ikan pemakan jentik di

tempat penampungan0,0 100,0 0,0 100,0

k. Membuang jentiknya saja 0,7 99,3 0,0 100,0l. Lainnya 1,4 98,6 0,0 100,0

Sikap

Rerata responden di wilayah non-intervensi sangat setuju terhadap

perlunya dilaksanakan sosialisasi G1R1J, baik pada saat pre-test maupun

pada saat post-test. Hampir semua responden merasa perlu melaksanakan

G1R1J di rumah tangga masing-masing, dengan dibarengi kunjungan

petugas/kader jumantik agar dapat memantau lingkungan warga. Data pre-

test dan post-test menunjukkan bahwa tidak semua warga setuju dikenakan

sanksi apabila terdapat jentik dirumahnya, namun ada juga sebagian yang

setuju apabila sanksi tersebut diberlakukan.

Tabel 20.Persentase Sikap Responden tentang G1R1J dan kunjungan koordinator

di Kelurahan Turikale

Sikap

Non-intervensiPre-test(n=145)

Post-test(n=124)

Setuju(%)

TidakSetuju

(%)

Setuju(%)

TidakSetuju

(%)11. Gerakan 1R1J tidak perlu disosialisasikan ke

masyarakat24,1 75,9 2,4 97,6

12. Gerakan 1R1J perlu dilaksanakan di setiaprumah tangga

97,2 2,8 98,4 1,6

13. Semua anggota rumah tanggabertanggungjawab terhadap kebersihanlingkungan di sekitar rumah

93,1 6,9 96,8 3,2

Page 77: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

56

14. Kartu pemeriksaan jentik harus diisi ketikamelakukan pemeriksaan jentik

91,0 9,0 89,5 10,5

15. Kegiatan 3M plus tidak perlu dilakukan disetiap rumah

24,1 75,9 19,4 80,6

16. Hanya lingkungan dalam rumah saja yangperlu diperhatikan kebersihannya

22,8 77,2 0,8 99,2

17. Perlu menguras bak mandi atau penampunganair minimal 1 minggu 1 kali

97,2 2,8 98,4 1,6

18. Kunjungan petugas/kader jumantik diperlukanuntuk memantau lingkungan sekitar rumahwarga

95,2 4,8 95,2 4,8

19. Saya merasa terganggu bila dikunjungipetugas atau kader jumantik 2 minggu 1 kali

6,2 93,8 3,2 96,8

20. Rumah yang ditemukan jentik diberikan sanksi 29,0 71,0 45,2 54,8

Tindakan

Berdasarkan keterangan dari Puskesmas Turikale, sosialisasi lanjutdan pelaksanaan program G1R1J di wilayah non-intervensi belum intensdilakukan. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara masyarakat di KelurahanTurikale pada tabel 20, dimana masih sangat sedikit responden yang pernahmengikuti sosialisasi mengenai G1R1J baik pada saat pre-test, maupun padasaat post-test.

Tabel 21Persentase Tindakan Responden terhadap sosialisasi dan program G1R1J di

Kelurahan Turikale

Sikap Non-intervensiPre-test (n=145) Post-test

(n=124)Ya (%) Tidak

(%)Ya (%) Tidak

(%)16. Pernah mendapatkan sosialisasi 1R1J 3,5 96,6 0,8 99,217. Jumlah sosialisasi program 1R1J yang

pernah didapatkan dalam rentang waktu2015-2018

(n=5) (n=1)

e. 2015 (kali)- Tidak pernah 100,0 100,0

f. 2016 (kali)- Tidak pernah 100,0 100,0- 1 kali 0,0 0,0

g. 2017 (kali)- Tidak pernah 100,0 100,0- 1 kali 0,0 0,0- 2 kali 0,0 0,0

h. 2018 (kali)- Tidak pernah 40,0 100,0

Page 78: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

57

- 1 kali 60,0 0,0- 2 kali 0,0 0,0- 3 kali 0,0 0,0

18. Yang melakukan sosialisasi 1R1Jg. RT/RW 0,0 100,0 0,0 100,0h. Petugas kelurahan/kecamatan 20,0 80,0 0,0 100,0i. Petugas kader 0,0 100,0 0,0 100,0j. Petugas puskesmas 40,0 60,0 0,0 100,0k. Petugas dinas kesehatan 80,0 20,0 0,0 100,0l. Lainnya 0,0 100,0 100,0 0,0

19. Materi yang diberikan pada saat sosialisasi1R1Jf. Pengetahuan tentang penyakit,

penularan, dan vektor DBD80,0 20,0 100,0 0,0

g. Pengetahuan tentang cara mengamatijentik

60,0 40,0 0,0 100,0

h. Pengetahuan tentang caramembersihkan/membunuh jentik

40,0 60,0 100,0 0,0

i. Pengetahuan tentang cara mencatat dikartu jentik

0,0 100,0 0,0 100,0

j. Pengetahuan tentang PSN 3M plus 0,0 100,0 0,0 100,0(n=145) (n=124)

20. Program 1R1J pernah dilaksanakan di tempatresponden

0,0 100,0 0,8 99,2

21. Anggota rumah tangga yang melaksanakangerakan 1R1J

(n=0) (n=1)

a. Kepala keluarga 0,0 0,0 100,0 0,0b. Istri 0,0 0,0 0,0 100,0c. Anak 0,0 0,0 0,0 100,0d. Anggota rumah tangga lainnya 0,0 0,0 0,0 100,0e. Asisten rumah tangga 0,0 0,0 0,0 100,0f. Lainnya 0,0 0,0 0,0 100,0

22. Tahun program 1R1J dilaksanakan di tempatrespondeng. 2015 0,0 0,0 0,0 100,0h. 2016 0,0 0,0 0,0 100,0i. 2017 0,0 0,0 0,0 100,0j. 2018 0,0 0,0 0,0 100,0k. 2019 0,0 0,0 100,0 0,0l. Tidak pernah melaksanakan 0,0 0,0 0,0 100,0

Masyarakat di wilayah non-intervensi belum terpapar mengenaiG1R1J. Hal tersebut ditunjukkan dengan tidak terdapatnya responden yangmelaksanakan G1R1J dirumahnya pada saat pengumpulan data pre-test.Sedangkan pada saat post-test, hanya satu orang dari 124 responden yangmengaku masih melaksanakan G1R1J di rumahnya.

Page 79: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

58

Tabel 22.Persentase Tindakan Mengenai Pelaksanaan G1R1J di Rumah Tangga

Kelurahan Turikale

Sikap Non-intervensiPre-test(n=145)

Post-test(n=124)

Ya(%)

Tidak(%)

Ya (%) Tidak(%)

23. Apakah program 1R1J masih tetapdilaksanakan di rumah tangga

0 (0,0) 0 (0,0) 1(100,0)

0 (0,0)

24. Siapa anggota rumah tangga yangpaling sering melakukan kegiatanjumantik rumah

(n=0) (n=1)

f. Bapak 0,0 100,0g. Ibu 0,0 0,0h. Anak 0,0 0,0i. Anggota rumah tangga lainnya 0,0 0,0j. Asisten rumah tangga 0,0 0,0

25. Apakah rumah tangga memiliki kartupemeriksaan jentikd. Ya, dapat menunjukkan 0,0 0,0e. Ya, tidak dapat menunjukkan 0,0 0,0f. Tidak ada 0,0 100,0

(n=0) (n=0)26. Apakah kartu pemeriksaan jentik diisi

oleh jumantik rumah0,0 0,0 0,0 0,0

27. Apakah petugas/kader/koordinatorjumantik memeriksa kartu jentik padasaat kunjungan rumah

0,0 0,0 0,0 0,0

28. Frekuensi kunjungan koordinatorjumantik ke rumah

(n=0) (n=1)

e. 1 minggu 1 kali 0,0 0,0 0,0 100,0f. 2 minggu 1 kali 0,0 0,0 0,0 100,0g. > 2 minggu 1 kali 0,0 0,0 0,0 100,0h. Tidak tahu 0,0 0,0 100,0 0,0

Tabel 22 menunjukkan tentang pelaksanaan 3M Plus di rumah tangga

responden. Tidak jauh berbeda dengan wilayah intervensi Kelurahan

Adatongeng, masyarakat di Kelurahan Turikale juga belum familier dengan

istilah 3M Plus baik pada saat pre-test maupun pada saat post-test. Upaya

yang dilakukan dalam rangka pembasmian jentik oleh hampir semua

masyarakat di wilayah non-intervensi yaitu menguras dan menutup rapat

tempat penampungan air, serta menggunakan repelan untuk mencegah

gigitan nyamuk. Terdapat sedikit penurunan angka ditemukan jentik di

Page 80: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

59

beberapa kontainer tertentu, seperti bak mandi dan barang bekas.

Presentase ditemukan jentik di ember juga menurun secara signifikan.

Masih banyak masyarakat yang menganggap got/selokan merupakan salah

satu tempat perkembangbiakan jentik nyamuk penyebab DBD, baik pada

saat pre-test maupun pada saat post-test. Perilaku paling dominan

masyarakat non-intervensi yaitu membuang dan menyikat tempat

penampungan air yang terdapat jentik.

Tabel 23.Persentase Tindakan Mengenai Pelaksanaan 3M Plus di Kelurahan Turikale

Sikap Non-intervensiPre-test(n=145)

Post-test(n=124)

Ya(%)

Tidak(%)

Ya (%) Tidak(%)

29. Apakah anggota rumah tangga melakukankegiatan PSN 3M plus

(n=145) (n=124)

m. Menguras tempat penampungan air 95,9 4,1 97,6 2,4n. Menutup rapat tempat penampungan

air55,9 44,1 62,1 37,9

o. Mendaur ulang barang bekas 6,9 93,1 3,2 96,8p. Mengganti air vas bunga, minuman

burung, dsb3,4 96,6 4,8 95,2

q. Tidur menggunakan kelambu pagi dansiang hari

3,4 96,6 7,3 92,7

r. Menggunakan obat anti nyamuk untukmencegah gigitan nyamuk

69,0 31,0 85,5 14,5

s. Melakukan larvasida 4,8 95,2 3,2 96,8t. Memelihara ikan pemakan jentik 3,4 96,6 8,1 91,9u. Menggunakan perangkap nyamuk 75,2 24,8 1,6 98,4v. Menanam tanaman pengusir nyamuk 2,1 97,9 1,6 98,4w. Memasang kawat kasa nyamuk 29,7 70,3 25,0 75,0x. Lainnya 0,7 99,3 0,8 99,2

30. Tempat menemukan jentik nyamuk di dalamdan di luar rumahq. Bak mandi/WC 58,6 41,4 39,5 60,5r. Ember 49,7 50,3 16,1 83,9s. Drum 17,2 82,8 0,0 100,0t. Dispenser 20,0 80,0 8,1 91,9u. TPA kulkas 11,7 88,3 0,0 100,0v. Toren air/tandon/tangki air 15,9 84,1 1,6 98,4w. Pagar bambu 13,1 86,9 0,8 99,2x. Tempurung kelapa 15,9 84,1 0,0 100,0y. Pot tanaman 21,4 78,6 7,3 92,7z. Tempat minum binatang 17,9 82,1 0,8 99,2

Page 81: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

60

aa. Aquarium 9,0 91,0 1,6 98,4bb. Kolam 13,1 86,9 7,3 92,7cc. Barang bekas 36,6 63,4 22,6 77,4dd. Selokan/got 65,5 34,5 66,9 33,1ee. Tempat air suci 1,4 98,6 0,8 99,2ff. Lainnya 1,4 98,6 2,4 97,6

31. Yang dilakukan jika ditemukan jentik ditempat penampungan airf. Membuang air dari tempat

penampungan82,8 17,2 98,4 1,6

g. Menguras dan menyikat tempatpenampungan air

49,0 51,0 46,8 53,2

h. Menaburkan obat pembasmi jentik 4,1 95,9 0,8 99,2i. Memelihara ikan pemakan jentik di

tempat penampungan air0,7 99,3 0,8 99,2

j. Membuang jentiknya saja 0,7 99,3 0,8 99,2

Survey Jentik

Jenis kontainer yang ditemukan dalam proses pengumpulan data di

wilayah kelurahan Turikale pada saat pre-test dan post-test masing-masing

sebanyak 14 jenis kontainer dan. Jumlah kontainer yang diperiksa pada saat

pre sebanyak 569 kontainer dan post-test sebanyak 463 kontainer. Jumlah

kontainer positif jentik pada saat pre-test sebanyak 13 kontainer dan 5

kontainer positif pupa, sedangkan jumlah kontainer yang ditemukan positif

jentik pada post-test sebanyak 3 kontainer dan untuk pupa tidak ditemukan

pada saat pengumpulan data. Jumlah kontainer terbanyak dan ditemukan

positif jentik terbanyak adalah ember dan bak mandi. Jumlah jentik paling

banyak ditemukan di penampung dispenser sebanyak 5 kontainer (pre-test)

dan 2 kontainer (post-test).(Tabel 23).

Tabel 24.Jenis Kontainer pada Pengumpulan Data Kelurahan Turikale Kabupaten

Maros, 2019

Jenis KontainerPre Post

N % Jentik Pupa N % Jentik PupaBak Mandi 100 14,3 26 8 90 14,7 7 2Bak WC 9 1,3 6 1,0 2 1Drum 14 2,0 4 2 10 1,6 2Tangki 0 0,0 5 0,8Tempayan 33 4,7 47 7,7 1

Page 82: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

61

Ember 410 58,6 22 7 290 47,4 3Baskom 42 6,0 1 76 12,4Tempat air suci 0,0 0,0Lain-lain TPA 6 0,9 1 14 2,3 1 1Tempat minumhewan 7 1,0 4 3 20 3,3

Tempat wudhu 0,0 0,0Penampung kulkas 0,0 0,0Penampungdispenser 35 5,0 17 6 33 5,4 6 2

Saluran Air 3 0,4 1 0,0Talang air 0,0 0,0Bagian tanaman 0,0 0,0Vas bunga/pot 2 0,3 0,0Tempurung kelapa 0,0 0,0Kolam/aquarium 7 1,0 1 8 1,3Barang bekas 26 3,7 5 3 12 2,0Lain-lain bukanTPA 6 0,9 4 1 0,2

Total 569 100 13 5 463 99,784 3 0

Jumlah kontainer terbanyak dan ditemukan positif jentik dan pupa

dengan kondisi kontainer terbuka di kelurahan Turikale pada saat pre-test

sebanyak 12 kontainer dan 5 kontainer sedangkan pada post-test sebanyak 3

kontainer dan untuk pupa tidak ditemukan pupa pada saat pengumpulan

data.(Tabel 24). Kondisi kontainer berdasarkan letak sebagian besar

ditemukan dalam rumah 74,0% pada pre-test dan 81,5% pada post-test.

Jumlah kontainer yang positif jentik dan pupa banyak ditemukan didalam

rumah yaitu sebanyak 9 kontainer dan 2 kontainer (pre-test) dan 3 kontainer

dan dan untuk pupa tidak ditemukan pupa pada saat pengumpulan data.

(Tabel 25).

Page 83: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

62

Tabel 25Kondisi Kontainer pada Pengumpulan Data Kelurahan Turikale

Kabupaten Maros, 2019

Kondisi KontainerPre Post

N % Jentik Pupa N % Jentik PupaTertutup 125 22,0 1 0 101 21,8 0 0Terbuka 444 78,0 12 5 362 78,0 3 0

Total 569 100 13 5 463 100 3 0

Tabel 26.Letak Kontainer pada Pengumpulan Data Kelurahan Turikale Kabupaten

Maros, 2019

Letak KontainerPre Post

N % Jentik Pupa N % Jentik PupaLuar 148 26,0 4 3 85 18,3 0 0Dalam 421 74,0 9 2 378 81,5 3 0

Total 569 100 13 5 463 100 3 0

Hasil indikator indeks entomologi di kelurahan Turikale tersaji dalam

Tabel 26, pada saat pre-test jumlah rumah positif jentik sebanyak 10 rumah

sehingga Angka Bebas Jentik (ABJ) di wilayah non intervensi sebesar 93,33%

sedangkan pada saat post-test jumlah rumah positif jentik sebanyak 4 rumah

sehingga Angka Bebas Jentik (ABJ) di wilayah non intervensi sebesar

96,92%. Jumlah kontainer positif jentik dan pupa yang teridentifikasi saat pre-

test sebanyak 12 kontainer sehingga CI di wilayah ini sebesar 2,11%

sedangkan pada post-test jumlah kontainer positif jentik dan pupa yang

ditemukan sebanyak 4 kontainer sehingga CI di wilayah ini sebesar 0,86%.

Page 84: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

63

Tabel 27.Indeks Entomologi pada Pengumpulan Data Kelurahan Turikale

Kabupaten Maros, 2019

IndeksNon-Intervensi

Pre Post

Jumlah kontainer 569 464

Kontainer positif jentik 12 4

Jumlah rumah 150 130

Rumah positif jentik 10 4

Container Index (CI) 2,11% 0,86%

House Index (HI) 6,67% 3,08%

Breteau Index (BI) 8 3,08

ABJ 93,33% 96,92%

3.2.3.3. Hasil AnalisisDaerah Intervensi (Kelurahan Adatongeng)Pengetahuan

Hasil analisis T-test pada Tabel 27 menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan untuk pengetahuan responden antara hasil pretest

dan postest untuk masyarakat di wilayah intervensi untuk semua variabel,

diantaranya mendengar istilah jumantik, mendengar istilah G1R1J, darimana

mendengar istilah G1R1J, materi sosialisasi, mengetahui keberadaan kartu

jentik, kegunaan kartu jentik, dan pengetahuan mengenai kegiatan 3M Plus.

Tabel 28.Hasil Analisis mengenai pengetahuan masyarakat di Kelurahan Adatongeng

No. Variabel MeanDifference

StandarDeviasi SE 95% CI p-value

1. Mendengar istilah jumantik 57,9 49,6 4,3 49,4 – 66,4 < 0,0012. Mendengar istilah G1R1J 53,0 50,1 4,4 44,4 -61,7 < 0,001

3. Dari mana pernahmendengar istilah G1R1J 50,4 50,2 4,4 41,8 – 58,9 < 0,001

4. Materi saat sosialisasiG1R1J 22,3 24,3 2,1 18,1 – 26,4 < 0,001

5. Mengetahui adanya kartujentik 51,9 50,2 4,3 43,3 – 60,5 < 0,001

6. Kegunaan dari kartu lembarjentik 53,4 50,1 4,3 44,8 – 61,9 < 0,001

Page 85: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

64

7. Kegiatan 3M Plus 30,4 24,8 2,1 26,1 – 34,6 < 0,001Sikap

Terdapat perbedaan proporsi untuk semua variabel sikap antara

pretest dan postest, mancakup perihal pentingnya sosialisasi G1R1J, anggota

rumah tangga yang melaksanakan G1R1J, kegiatan 3M Plus, kebersihan

lingkungan dalam dan luar rumah, kunjungan petugas, serta pemberian

sanksi untuk rumah yang ditemukan jentik.

Tabel 29.Hasil Analisis mengenai sikap masyarakat di Kelurahan Adatongeng

No. Variabel MeanDifference

StandarDeviasi SE 95% CI p-value

1. G1R1J perlu disosialisasikanke masyarakat 30,1 46,0 3,9 22,2 – 37,9 < 0,001

2. G1R1J perlu dilaksanakan disetiap rumah tangga 9,0 28,8 2,5 4,1 – 13,9 < 0,001

3.Semua anggota rumah tanggabertanggungjawab terhadapkebersihan lingkungan disekitar rumah

6,8 25,2 2,2 2,4 – 11,1 0,0024

4. Kegiatan 3M plus tidak perludilakukan di setiap rumah 40,6 49,3 4,3 32,1 – 49,1 < 0,001

5.Hanya lingkungan dalamrumah yang perlu diperhatikankebersihannya

15,0 35,9 3,1 8,9 – 21,2 < 0,001

6.Perlu menguras bak mandiatau penampungann airminimal 1 kali 1 minggu

6,8 25,2 2,2 2,4 – 11,1 0,0024

7.Kunjungan petugas jumantikdiperlukan untuk memantaulingkungan sekitar rumahtangga

9,0 28,8 2,5 4,1 – 13,9 < 0,001

8.Merasa terganggu biladikunjungi petugas atau kaderjumantik 2 minggu 1 kali

12,8 33,5 2,9 7,0 – 18,5 < 0,001

9. Rumah yang ditemukan jentikdiberikan sanksi 52,6 50,1 4,3 44,0 – 61,2 < 0,001

Perilaku

Hasil analisis untuk perilaku pada Tabel 29 menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan rerata perilaku untuk semua variabel di wilayah

intervensi, mencakup perihal sosialisasi G1R1J, kepemilikan dan

Page 86: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

65

pemeriksaan kartu jentik, kunjungan koordinator, dan pengetahuan mengenai

3M plus.

Tabel 30.Hasil Analisis mengenai perilaku masyarakat di Kelurahan Adatongeng

No. Variabel MeanDifference

StandarDeviasi SE 95% CI p-value

1. Mendapatkan sosialisasiG1R1J 39,8 49,1 4,3 31,4 – 48,3 < 0,001

2. Siapa yang melakukansosialisasi G1R1J 41,4 49,4 4,3 32,9 – 49,8 < 0,001

3. Materi saat sosialisasi G1R1J 17,4 24,2 2,1 13,3 – 21,6 < 0,001

4. G1R1J pernah dilaksanakan ditempat responden 69,9 46,0 3,9 62,0 – 77,8 < 0,001

5. RT memiliki kartu pemeriksaanjentik 68,4 46,7 4,0 60,4 – 76,4 < 0,001

6. Kartu pemeriksaan jentik diisioleh jumantik rumah 65,9 47,6 4,1 57,7 – 74,1 < 0,001

7. Frekuensi kunjungankoordinator jumantik ke rumah 58,3 49,5 4,3 49,8 – 66,9 < 0,001

8. PSN 3M plus 16,9 18,0 1,6 13,9 – 20,1 < 0,001

Daerah Non-Intervensi (Kelurahan Turikale)Pengetahuan

Tabel 30 menunjukkan hasil analisis pengetahuan antara pretest dan

postest untuk wilayah non-intervensi. Terdapat perbedaan proporsi untuk

semua variabel pengetahuan, diantaranya pengetahuan mengenai istilah

jumantik, istilah G1R1J, materi sosialisasi, keberadaan dan kegunaan kartu

jentik, serta pengetahuan mengenai 3M plus.

Tabel 31.Hasil Analisis mengenai pengetahuan masyarakat di Kelurahan Turikale

No. Variabel MeanDifference

StandarDeviasi SE 95% CI p-value

1. Mendengar istilah jumantik 72,6 44,8 4,0 38,7 – 56,5 <0,0012. Mendengar istilah G1R1J 19,4 39,7 3,6 12,3 – 26,4 <0,001

3. Dari mana pernah mendengaristilah G1R1J 12,9 35,9 3,2 6,5 – 19,3 <0,001

4. Materi saat sosialisasi G1R1J 6,5 13,6 1,2 4,0 – 8,9 <0,001

5. Mengetahui adanya kartujentik 3,2 17,7 1,6 0,1 – 6,4 0,045

6. Kegunaan dari kartu lembar 3,2 17,7 1,6 0,1 – 6,4 0,045

Page 87: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

66

jentik7. Kegiatan 3M Plus 20,1 23,8 2,1 15,9 – 24,3 <0,001

SikapHasil analisis untuk sikap menunjukkan bahwa tidak terdapat

perbedaan yang bermakna antara hasil pretest dan postest untuk variabel

perlunya pelaksanaan G1R1J di tiap rumah tangga, perlunya menguras bak

mandi sekali seminggu, dan pelaksanaan G1R1J di tempat responden,

sedangkan untuk variabel lainnya terdapat perbedaan proporsi hasil antara

pretest dan postest.

Tabel 31.Hasil Analisis mengenai sikap masyarakat di Kelurahan Turikale

No. VariabelMean

Difference

StandarDeviasi SE 95% CI p-value

1. G1R1J perlu disosialisasikanke masyarakat 19,4 39,7 3,6 12,3 – 26,4 < 0,001

2. G1R1J perlu dilaksanakan disetiap rumah tangga 4,8 21,5 1,9 1,01 – 8,7 0,0137

3.Semua anggota rumah tanggabertanggungjawab terhadapkebersihan lingkungan disekitar rumah

9,7 29,7 2,7 4,4 – 14,9 < 0,001

4. Kegiatan 3M plus tidak perludilakukan di setiap rumah 35,5 48,0 4,3 26,9 – 44,0 < 0,001

5.Hanya lingkungan dalamrumah yang perlu diperhatikankebersihannya

21,8 41,4 3,7 14,4 – 29,1 < 0,001

6.Perlu menguras bak mandiatau penampungann airminimal 1 kali 1 minggu

4,8 21,5 1,9 1,01 – 8,7 0,0137

7.Kunjungan petugas jumantikdiperlukan untuk memantaulingkungan sekitar rumahtangga

5,6 23,2 2,1 1,5 – 9,8 0,0076

8.Merasa terganggu biladikunjungi petugas atau kaderjumantik 2 minggu 1 kali

9,7 29,7 2,7 4,4 – 14,9 < 0,001

9. Rumah yang ditemukan jentikdiberikan sanksi 51,6 50,2 4,5 42,7 – 60,5 < 0,001

Page 88: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

67

PerilakuAnalisis perilaku antara pretest dan postest menunjukkan adanya

perbedaan rerata untuk variabel mendapatkan sosialisasi G1R1J, yang

melakukan sosialisasi, materi sosialisasi, dan pelaksanaan 3M plus, akan

tetapi untuk variabel pelaksanaan G1R1J di tempat responden tidak terdapat

perbedaan antara pretest dan postest. Tidak dapat dilakukan analisis untuk

variable kepemilikan kartu jentik, pengisian kartu jentik, dan frekuensi

kunjungan koordinator karena di wilayah tersebut tidak dibagikan kartu

pemeriksaan jentik.

Tabel 33.Hasil Analisis mengenai perilaku masyarakat di Kelurahan Turikale

No. Variabel MeanDifference

StandarDeviasi SE 95% CI p-value

1. Mendapatkan sosialisasiG1R1J 4,8 21,5 1,9 1,01 – 8,7 0,0137

2. Siapa yang melakukansosialisasi G1R1J 4,0 19,8 1,8 0,5 – 7,5 0,0247

3. Materi saat sosialisasi G1R1J 1,8 9,2 0,8 0,1 – 3,4 0,0337

4. G1R1J pernah dilaksanakan ditempat responden 0,8 8,9 0,8 -0,8 – 2,4 0,3193

5. RT memiliki kartu pemeriksaanjentik 0 0 0 0 0

6. Kartu pemeriksaan jentik diisioleh jumantik rumah 0 0 0 0 0

7. Frekuensi kunjungankoordinator jumantik ke rumah 0 0 0 0 0

8. PSN 3M plus 17,7 19,0 1,7 14,3 – 21,0 < 0,001

Perbandingan Post antara Daerah Intervensi dan Non-intervensi

Pengetahuan

Perbandingan hasil analisis untuk pengetahuan postest antara daerah

intervensi dan non-intervensi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

proporsi untuk semua variabel, kecuali pada variabel kegiatan 3M plus. Hasil

analisis ditunjukkan pada Tabel 33 berikut:

Page 89: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

68

Tabel 34.Hasil Analisis postest mengenai perbandingan pengetahuan masyarakat di

Kelurahan Adatongeng dan Kelurahan Turikale

No. Variabel MeanDifference SE 95% CI p-value

1. Mendengar istilah jumantik 13,1 5,0 3,3 – 22,9 0,00922. Mendengar istilah G1R1J 34,9 5,8 23,5 – 46,3 < 0,001

3. Dari mana pernah mendengaristilah G1R1J 38,6 5,6 27,7 – 49,6 < 0,001

4. Materi saat sosialisasi G1R1J 15,8 2,8 10,3 – 21,3 < 0,0015. Mengetahui adanya kartu jentik 52,4 4,7 43,1 – 61,7 < 0,001

6. Kegunaan dari kartu lembarjentik 52,4 4,7 43,1 – 61,7 < 0,001

7. Kegiatan 3M Plus 5,9 3,5 -1,0 – 12,8 0,094

SikapHasil analisis postest sikap menunjukkan bahwa tidak terdapat

perbedaan proporsi untuk semua variabel antara wilayah intervensi dan non-

intervensi. Variabel mencakup sosialisasi G1R1J, kegiatan 3M plus,

kebersihan lingkungan, kunjungan petugas, dan pemberian sanksi untuk

rumah yang ditemukan jentik. Beberapa variabel tidak bisa dilakukan analisis,

antara lain pelaksanaan G1R1J di tiap rumah tangga, pennanggungjawab

kebersihan di lingkungan rumah, dan perlunya menguras bak mandi sekali

seminggu.

Tabel 35.Hasil Analisis Postest Mengenai Perbandingan Sikap Masyarakat di

Kelurahan Adatongeng dan Kelurahan Turikale

No. Variabel MeanDifference SE 95% CI p-value

1. G1R1J perlu disosialisasikan kemasyarakat 10,7 5,4 -0,03 – 21,4 0,0508

2. G1R1J perlu dilaksanakan disetiap rumah tangga 0 0 0 0

3.Semua anggota rumah tanggabertanggungjawab terhadapkebersihan lingkungan di sekitarrumah

0 0 0 0

4. Kegiatan 3M plus tidak perludilakukan di setiap rumah 9,5 6,2 -2,7 – 21,6 0,1264

5. Hanya lingkungan dalam rumah -5,9 4,9 -15,6 – 3,6 0,2202

Page 90: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

69

yang perlu diperhatikankebersihannya

6.Perlu menguras bak mandi ataupenampungann air minimal 1kali 1 minggu

0 0 0 0

7.Kunjungan petugas jumantikdiperlukan untuk memantaulingkungan sekitar rumah tangga

0,1 1,1 -2,1 – 2,2 0,9605

8.Merasa terganggu biladikunjungi petugas atau kaderjumantik 2 minggu 1 kali

4,6 4,1 -3,4 – 12,6 0,2587

9. Rumah yang ditemukan jentikdiberikan sanksi 5,4 5,9 -6,1 – 16,9 0,3576

PerilakuTerdapat perbedaan proporsi perilaku untuk postest antara wilayah

intervensi dan non-intervensi, mencakup variabel sosialisai G1R1J,

kepemilikan dan pemeriksaan kartu jentik, frekuensi kunjungan koordinator ke

rumah responden, dan pelaksanaan 3M plus di rumah tangga responden.

Tabel 36.Hasil Analisis Postest Mengenai Perbandingan Perilaku Masyarakat di

Kelurahan Adatongeng Dan Kelurahan Turikale

No. Variabel MeanDifference SE 95% CI p-value

1. Mendapatkan sosialisasi G1R1J 39,5 4,9 29,9 – 49,1 < 0,001

2. Siapa yang melakukansosialisasi G1R1J 41,8 4,8 32,4 – 51,3 < 0,001

3. Materi saat sosialisasi G1R1J 16,9 2,4 12,1 – 21,6 < 0,001

4. G1R1J pernah dilaksanakan ditempat responden 91,7 2,5 86,7 – 96,6 < 0,001

5. RT memiliki kartu pemeriksaanjentik 81,9 3,5 75,1 – 88,8 < 0,001

6. Kartu pemeriksaan jentik diisioleh jumantik rumah 68,2 4,2 59,9 -76,5 < 0,001

7. Frekuensi kunjungankoordinator jumantik ke rumah 65,9 4,3 57,5 – 74,3 < 0,001

8. PSN 3M plus 4,5 1,9 0,8 – 8,1 0,0162

3.2.4. Program Gerakan 1R1J di Tingkat Program

Dalam tema ini tersambung secara holistik aspek pengetahuan, sikap

dan perilaku (praktek), yang dikerjakan oleh orang-orang yang menjadi

informan terhadap pelaksanaan program G1R1J baik pada tingkat provinsi,

Page 91: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

70

kabupaten/kota, Puskesmas, koordinator, supervisi, kader jumantik maupun

informan di tingkat kecamatan/kelurahan/RW/RT. Untuk mengetahui

bagaimana dinamika pelaksanaan G1R1J di level Dinkes Provinsi Sulawesi

Selatan, diperlukan lebih banyak data primer yang dapat digali dari provider

yang terkait dengan tugas dan tanggung jawabnya. Semua informan

mengetahui dengan baik mengenai Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik,

mulai dari struktur, siapa saja yang harus terlibat, dan kegiatan di

lapangan.pelaporan. Program belum berjalan sesuai juknis karena masih

ditemukan kasus DBD yang tinggi di berbagai daerah. Hal ini seperti yang

diungkapkan oleh salah seorang informan:

“Program pencegahan dan pemberantasan DBD, di Provinsi SulawesiSelatan, dimulakan sejak tahun 2017, namun program tersebut belumterlaksana maksimal, karena masih ditemukan kasus-kasus DBDdiberbagai daerah, termasuk didalamnya kabupaten Maros (Informan 1,Dinkes Provinsi Sulsel).

Kegiatan yang mendukung Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik baru

sampai pada pelaksanaan sosialisasi dan pembagian surveyor kit kepada

kabupaten yang berkomitmen untuk melaksanakan G1R1J.

3.2.4.1. Implementasi Kebijakan

Kejadian DBD di Kabupaten Maros mulai tahun 2017-2019

berfluktuasi, cenderung turun di tahun 2017 dan 2018, akan tetapi menurut

data sementara 2019, jumlah kasusnya kembail naik. Upaya pencegahan

dan pemberantasan DBD di tingkat program yaitu dengan menggiatkan

penyuluhan kepada masyarakat, meningkatkan pengetahuan tentang bahaya

jentik nyamuk, kerja bakti dan fogging terutama diwilayah yang terpapar DBD.

Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J) merupakan program dari kementerian

kesehatan bertujuan menurunkan angka kasus dan angka kematian akibat

DBD dengan meningkatkan peran serta dan pemberdayaan masyarakat

berbasis keluarga untuk melakukan pencegahan, di kabupaten Maros SK

G1R1J dan sudah ada sejak tahun 2017, hal itu dikemukakan salah satu

informan:

" G1R1J sudah ada SK sejak 2017, namun belum terlaksana secaraaplikatif di masyarakat" ( Dinkes Maros).

Page 92: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

71

Untuk pengetahuan mengenai G1R1J, semua informan pada dasarnya

mengetahui adanya program tersebut meskipun tidak menjabarkannya secara

rinci, dan pelaksanaannya masih belum sesuai juknis.

Hasil wawancara dengan informan menunjukkan bahwa sikap

informan tersebut diatas, merupakan bagian dari upaya yang dilakukan oleh

petugas kesehatan, berkomitmen dalam menyampaikan program ini dalam

menurunkan ABJ dan PSN dan pencegahan vektor jentik nyamuk. Selain itu,

melibatkan warga masyarakat agar bersikap bahwa DBD itu bisa menjadi

penyebab kematian, dan harus mampu melakukan pencegahan sendiri agar

mereka terhindar dari penyakit DBD. Komunikasi secara aktif pada

masyarakat berisiko juga perlu dilakukan. Komunikasi dapat berupa

pemberian informasi yang benar tentang bahaya DBD, fokus untuk

memutuskan mata rantai penularan penyakit DBD melalui PSN yang tepat.

3.2.4.2. Sumber Daya Manusia

Sumberdaya memegang peranan penting dalam mencegah dan

menurunkan tingkat prevalensi kasus-kasus DBD, namun Sumber Daya

Manusia (SDM) yang terpola secara struktural belum nampak secara nyata

jelas dan konsisten dalam mengimplementasikan program itu, sehingga

belum berjalan efektif sesuai konteks lingkungannya, karena operasional

SDM tidak dapat berdiri sendiri, akan tetapi perlu dipadukan dengan

keselarasan yang dapat saling menunjang. Ketersediaan sarana yang

digunakan dalam G1R1J menurut sebagian informan disiapkan oleh dinkes

provinsi dan kabupaten. seperti pernyataan yang dikemukakan oleh salah

satu informan:

"Sarana yang disediakan KIT Jumantik oleh Puskesmas 1 KIT 1Jumantik, isinya rompi, tas, senter, payung, pulpen dan notebook, sertaformaulir , sumber dananya dari Provinsi Sulsel, dserahkan pada waktusosialisasi " (Informan 2, Dinkes Maros).

Pelatihan atau sosialisasi mengenai G1R1J dilingkungan dinas

kesehatan sampai kader sangat penting dalam menunjang keberlangsungan

kegiatan G1R1J. Pelatihan dan sosialisasi telah dilaksanakan dari tingkat

provinsi sampai ke puskesmas, tapi baru didapatkan oleh sebagian kecil

pihak yang terlibat di intansi tersebut. Beberapa pihak yang juga memegang

peranan penting dalam pelaksanaan G1R1J masih ada yang belum

Page 93: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

72

mendapatkan sosialisasi atau pelatihan khusus G1R1J, hanya mendapatkan

informasi mengenai G1R1J dari hasil diskusi dengan pihak lainnya. Hal ini

seperti yang diungkapkan oleh salah satu informan:

“Belajar sendiri sama Pak Wita (dari Pusat) itu sering diskusi” (Informan

3, Dinkes Provinsi)

3.2.4.3. AnggaranSalah satu yang sering menjadi kendala dalam implementasi suatu

program untuk mengupayakan pemahaman masyarakat terhadap bahaya

penyakit DBD adalah pendanaan, karena factor ini merupakan salah satu

penentu bahwa kebijakan itu berhasil atau tidak (gagal). Dari uraian hasil

wawancara dengan salah satu informan mengenai sumber dana dari

pemerintah daerah adalah APBD kabupaten Maros, namun yang sangat

diperlukan untuk menjalankan tugas-tugas mereka adalah biaya insentif yang

harus masuk dalam pembiayaan APBD kabupaten sebagai salah satu

bentuk kepedulian daerah membantu anggaran dana kementerian kesehatan.

Besarnya bantuan dana APBD dan APBN, sebagaimana wawancara dengan

salah satu informan mengatakan bahwa:

Jumlah dana untuk membiayai pelaksanaan program G1R1J, sumberdana dari APBD sesuai yang direncanakan dan diusulkan RAB(Rencana Anggaran Belanja) sebagai berikut: tahun 2017 sebesarRp.46.660.000, tahun 2018 sebesar Rp.94.550.000, tahun 2019sebesar Rp.265.000.000. " (Informan 2, Dinkes Maros).

Pendanaan Jumlah yang paling besar dana yang diterima yaitu tahun

2019, dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun, jumlah dana yang

dicairkan untuk program G1R1J, masih dianggap kurang memadai, karena

yang bisa digunakan untuk egiatan G1R1J sangat minim. Alokasi khusus

G1R1J tidak ada, jadi hanya diambilkan dari dana DBD. Hal ini berdasarkan

keterangan dari informan:

… mengenai kebijakan G1R1J di kabupaten Maros dapatdiimplementasikan, karena terjadi peningkatan tiap tahun, demikian jugadana DAK naik dari tahun ke tahun, berapa besar kenaikannya tidaktahu persis jumlahnya, karena diambil dari program DBD, mengenaicukup atau tidak ya dicukup-cukupkan. (Informan 4, Dinkes Maros).

Hasil wawancara dengan informan menunjukkan bahwa pemerintah

daerah sudah berupaya untuk mengatasi berbagai problema terkait dengan

pemberantasan DBD di kabupaten Maros, sehingga dimasukkan dalam

Page 94: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

73

APBD, meskipun biaya tersebut masih kurang, karena kasus-kasus DBD

tetap berfluktuasi tiap tahun.

3.2.3.4. Sarana dan Prasarana

Ketersediaan sarana yang digunakan dalam G1R1J menurut sebagian

informan disiapkan oleh dinkes provinsi dan kabupaten. seperti pernyataan

yang dikemukakan oleh salah satu informan:

"Sarana yang disediakan KIT Jumantik oleh Puskesmas 1 KIT 1Jumantik, isinya rompi, tas, senter, payung, pulven dan notebook,serta formaulir , sumber dananya dari Provinsi Sulsel, dserahkanpada waktu sosialisasi " (Informan 2, Dinkes Maros).

Dengan demikian jelas Dinkes kabupaten Maros memiliki peranan

sebagai fasilitator dan pembuat kebijakan, serta memberi dukungan dalam

operasional jumantik, sehingga target kinerja petugas kesehatan di tingkat

Puskesmas dan kader jumantik dapat dicapai.

3.2.4.5. Pemberdayaan MasyarakatKoordinator dan tokoh masyarakat sangat menyarankan agar

sosialisasi lebih lanjut mengenai G1R1J dilakukan di tingkat masyarakat

secara rutin dan terjadwal agar masyarakat lebih mengerti tentang kegiatan

ini. Kegiatan ini perlu dilakukan agar menyadarkan masyarakat tentang

pentingnya pelaksanaan PSN dalam mencegah DBD. Hasil diskusi dengan

koordinator, mereka meminta agar sosialisasi ke masyarakat sebaiknya

dilakukan oleh petugas kesehatan, bukan hanya oleh koordinator jumantik

“Kurangnya memberikan sosialisasi ke warga masyarakat, makasebaiknya melibatkan petugas kesehatan Puskesmas” (Koordinatorjumantik).

Pemberdayaan masyarakat yang selama ini dilaksanakan baru sampai

pada sosialisasi di pertemuan rutin warga seperti arisan dan majelis ta’lim.

Sebagian besar masyarakat agak sulit mengikuti kegiatan bersama karena

sibuk bekerja. Sosialisasi dari rumah ke rumah masih dianggap yang paling

efektif. Meskipun beberapa warga masih tidak mau memberikan respon

positif terhadap kunjungan koordinator.

Page 95: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

74

“Masih ada warga tidak mau buka pintunya kalau koordinator jumantikmelakukan pemantauan jentik” (Koordinator jumantik).

3.2.4.6. Dukungan dan Hambatan

Hambatan utama dalam pelaksanaan G1R1J yaitu anggaran dan

SDM. Hampir semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan G1R1J belum

pernah mengikuti pelatihan ataupun sosialisasi yang dikhususkan untuk

G1R1J. Begitupun instruksi dari atas tidak ada, sehingga sebagian besar

pelaksanaan G1R1J di beberapa lokasi adalah murni inisiatif dari kabupaten

itu sendiri, termasuk Kabupaten Maros. Dukungan stakeholder tingkat

provinsi dan kabupaten terhadap jalannya Kegiatan G1R1J di Sulawesi

Selatan khususnya Maros masih pada tahap sosialisasi di pertemuan resmi,

dan pembagian kit jumantik di beberapa kabupaten yang berkomitmen

melaksanakan G1R1J, meskipun masih dalam jumlah yang terbatas.

“Tidak ada dana. Tidak ada sama sekali pendampingan jangan kanpendampingan, koordinasi pengelola program sama sekali berapatahun tidak pernah ada jadi murni apa yang dilakukan beberapaprovinsi hampir seluruh Indonesia murni inisiatif sendiri, kreatifitassendiri” (Informan 3, Dinkes Provinsi).

3.2.5. Penggalangan Kerjasama3.2.5.1. Sosialisasi dan Workshop

Kegiatan sosialisasi bertujuan untuk menyamakan

persepsi/pandangan/kegiatan terhadap program gerakan 1 Rumah 1

Jumantik pada lintas sektor, kecamatan, kelurahan, RW, RT, kader,

koordinator jumantik, supervisor dan tokoh masyarakat. Sosialisasi

diselenggarakan untuk dua wilayah, yaitu untuk Kelurahan Turikale sebagai

kontrol, dan Kelurahan Adatongeng sebagai daerah intervensi. Workshop

hanya diselenggarakan untuk daerah intervensi, yang bertujuan agar pihak –

pihak yang terlibat dalam G1R1J dapat melakukan analisis masalah DBD,

penyebab masalah dan cara pemecahan masalah terkait implementasi

penanggulangan penyakit DBD. Semua kegiatan sosialisasi dan workshop

Page 96: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

75

dilakukan di Dinas Kesehatan untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa

kegiatan ini didukung penuh oleh pemerintah setempat.

Kegiatan sosialisasi diikuti oleh Pak Lurah, beberapa jumantik rumah,

tokoh masyarakat, tokoh agama, RT/RW, koordinator jumantik, kader

Posyandu, dan PKK. Materi yang disampaikan pada saat sosialisasi di

wilayah kontrol dan wilayah intervensi antara lain Sosialiasisasi Mengenai

Pelaksanaan Penelitian oleh Tim Peneliti, kemudian dilanjutkan dengan

paparan mengenai Situasi DBD di Kabupaten Maros oleh Kepala Seksi

Penyakit Menular Dinkes Kabupaten Maros, dan ditutup dengan penyajian

informasi mengenai Gerakan 1R1J. Kegiatan workshop diisi dengan

pemaparan mengenai kegiatan penelitian oleh Tim Peneliti, dilanjutkan

dengan sosialisasi G1R1J dan Bahaya DBD oleh Dinkes Provinsi, serta

Pengenalan Habitat Vektor dan Metode Survey Jentik oleh Tim Peneliti.

Hasil diskusi antara warga, tokoh masyarakat, perangkat

pemerintahan dan pihak penyelenggara cukup dinamis. Rerata pertanyaan

warga hanya berkisar ke penyebab, bahaya, dan pencegahan DBD. Selain

itu, hampir semua peserta menyalahkan saluran got yang tersumbat dan

lahan kosong yang tidak terawat (rawa-rawa) merupakan penyebab utama

penyebaran nyamuk DBD. Kurangnya pembahasan mengenai PSN dan

G1R1J, serta minimnya pengetahuan warga mengenai tempat

perkembangbiakan Aedes aegypti menandakan bahwa di daerah belum

disosialisasikan secara merata mengenai G1R1J ke masyarakat. Penjelasan

yang disampaikan pada saat sosialisasi dan workshop sedikit banyak

membuka wawasan masyarakat mengenai tempat-tempat perkembangbiakan

jentik yang selama ini kurang diperhatikan, begitu juga dengan kebiasaan-

kebiasaan menggantung pakaian dan tidak menutup tempat penampungan air

yang bisa memicu perkembangbiakan jentik dan nyamuk penyebab DBD.

Masyarakat sangat mengharapkan adanya sosialisasi lebih lanjut dan

menyeluruh untuk semua warga di Kelurahan Adatongeng maupun di

Kelurahan Turikale, karena belum semua warga mengerti dengan baik

mengenai G1R1J dan bagaimana cara pelaksanaan PSN yang tepat.

3.2.5.2. Kegiatan Pendampingan Tahap IKegiatan pendampingan tahap pertama adalah focus group discussion

(FGD) dengan supervisor, koordinator jumantik, RT, RW, tokoh masyarakat

Page 97: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

76

dan tokoh agama (gambar 3). Rata-rata informan mengetahui dengan baik

bahaya DBD, gejala dan cara pencegahannnya. Sebagian besar informan

juga sudah bisa memberikan penjelasan mengenai G1R1J, meskipun belum

selengkap definisi yang ada di juknis. Hal tersebut seperti yang disampaikan

salah satu informan:

“Membuang dan membersihkan timbulnya jentik yang ada dalam

rumah, yang kurang mendapat perhatian pemilik rumah” (Informan 3,

koordinator jumantik).

Gambar 5. Focus group discussion (FGD) supervisor, koordinator, RT, RW, tokoh

masyarakat, tokoh agama Perumahan Tumalia, Kelurahan Adatongeng.

Semua koordinator belum pernah mendapatakan sosialisasi dari

program, hanya sosialisai yang telah dilakukan oleh tim peneliti. Koordinator

dan tokoh masyarakat sangat mengharapkan sosialisasi untuk semua

masyarakat, agar warga lebih mengerti mengenai G1R1J. Kegiatan

koordinator yang sudah dilakukan meliputi sosialisasi ke warga, pengecekan

kartu jentik, dan menempelkan stiker untuk sosialisasi. Sosialisasi dilakukan

baik dalam pertemuan rutin warga maupun melalui obrolan-obrolan ketika

melakukan kunjungan pemeriksaan kartu jentik.

Semua hasil pendataan jentik dan hasil cek pengisian kartu oleh

kader tetap disampaikan ke puskesmas sebagai laporan kegiatan. Laporan

Page 98: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

77

berupa catatan dan rekapitulasi hasil pemantauan jentk di masing-masing

rumah.

“Dibuatkan catatan dan rekap hasil temuan jentik di masing-masing

rumah, setiap laporan itu seharusnya Puskesmas segera menindakklanjuti”

(Informan 4, koordinator jumantik).

Kegiatan yang dilakukan pada pendampingan tahap pertama selain

FGD adalah mengidentifikasi masalah oleh masing-masing koordinator

jumantik meliputi penyebab masalah dan cara pemecahan masalah terkait

pembasmian jentik dan pemberantasan penyakit DBD (Tabel 36 ).

Tabel 37.Analisis masalah, penyebab masalah dan cara pemecahan masalah terkaitpembasmian jentik dan pemberantasan penyakit DBD pada pendampingan

tahap 1.

Masalah Penyebab Upaya yang sudahdilakukan

Kesepakatan carapemecahannya

Masyarakat belummengerti dengan baikdampak yangditimbulkan DBD Pengetahuan

mengenai DBD masihkurang

Sosialisasi tentang DBD

Kerjasama denganPuskesmas dankelurahan

Tidak ada yangmengontrolkeberadaan jentikdirumah masing-masing

Sosialisasi cara mengisikartu jentik

Koordinator yangsosialisasi sendirikadang tidak diterimaoleh warga.

Warga bosan didatangidan disurvey

Sosialisasi dilakukanbersama denganPuskesmas dipertemuan ruitn warga

Berdasarkan tabel diatas, masalah yang berhasil diidentifikasi yaitu

masyarakat belum mengerti dengan baik dampak yang ditimbulkan DBD,

tidak ada yang mengontrol keberadaan jentik di rumah masing-masing,

koordinator yang melaksanakan sosialisasi sendiri kadang tidak diterima

warga. Penyebab dari permasalahan tersebut karena pengetahuan warga

mengenai DBD masih kurang, warga juga sudah bosan didatangi petugas

karena wilayahnya sering dijadikan sampel penelitian/survei. Untuk

mengatasi hal tersebut perlu pemecahan masalah dengan melakukan

kesepakatan yaitu koordinator bekerjasama dengan puskesmas dan

Page 99: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

78

kelurahan untuk sosialisasi pada pertemuan warga seperti majelis taklim dan

arisan.

3.2.5.3. Kegiatan Pendampingan Tahap IIPengetahuan menyangkut persepsi dan perspektif sangat penting dalam usaha

mensukseskan program gerakan satu rumah satu jumantik (G1R1J). Memahami

permasalahan DBD maka perlu diketahui persepsi dan perspektif warga di Kelurahan

Adatongeng kecamatan Turikale terhadap DBD. Kegiatan pendampingan tahap kedua

adalah wawancara mendalam terhadap RT dan RW serta advokasi kepada Dinas

Kesehatan Maros, Camat Turikale dan Lurah Adatongeng. Pengetahuan informan

mengenai gejala DBD menyebutkan demam tinggi kemudian timbul bintik-bintik merah.

Untuk pengetahuan mengenai penyebab sebagian informan menyebutkan bahwa DBD

di sebabkan oleh jenis nyamuk tertentu yang dinamakan Aedes agypti, namun salah

satu informan menyebutkan DBD disebabkan oleh semua jenis nyamuk. Ketiga

informan menyatakan bahwa DBD merupakan penyakit yang berbahaya berdasarkan

pengalaman pribadi, keluarga, tetangga yang pernah terkena DBD. Pengetahuan

informan mengenai cara pencegahan DBD dengan dilakukan fogging dan penggunaan

obat nyamuk.

Sosialiasi atau memasyarakatkan program G1R1J belum terlihat efektif. Pada

pendampingan kedua masih diketemukan bahwa G1R1J adalah program yang baru

didengar. Hal tersebut dikarenakan informasi hanya bertumpu pada pertemuan di

kantor kelurahan maupun di puskesmas. Hal tersebut dikemukakan salah satu

informan:

“Gerakan satu rumah satu jumantik ini sebelumya tidak pernah ya saya ketahui,

nanti yang di kegiatannya tim ini baru saya ketahui” (Informan 3, Kecamatan

Turikale)

Ketokohan merupakan bagian penting dalam tahap sosialisasi dan

pendampingan program G1R1J di . Sebagian besar warga, menganggap himbauan

dan atau instruksi dari pimpinan merupakan hal yang sangat penting untuk

mensukseskan program G1R1J. Faktor yang menjadi penghambat pelaksaan

program satu rumah satu jumantik adalah lokasi wilayah pendampingan yang

Page 100: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

79

beralamat di Kelurahan Adatongeng yang mana karakterisitik wilayah pendampingan

adalah wilayah perumahan padat penduduk (perumnas). Hal tersebut berimbas pada

kefektifan program gerakan satu rumah satu jumantik. Karakteristik warga perumahan

yang lebih banyak dihuni oleh pekerja kantoran dan mahasiswa serta pelajar

menyebabkan penentuan waktu bersama untuk membersihkan lingkungan rumah dan

lingkungan sekitar susah ditemukan. Ketiadaan waktu luang bersama antar warga

menyebabkan antar satu warga dengan warga lainnya saling iri hati/cemburu dan

saling mengharap untuk membersihkan lingkungannya. Faktor lainnya yang

menghambat adalah SK untuk koordinator dan supervisor jumantik, SK tersebut

nantinya akan menghubungkan struktur organisasi G1R1J di Kelurahan Adatongeng

baik dari tingkat pusat hingga daerah, adapun SK juga berhubungan dengan honor

yang akan diterima oleh mereka serta lingkup kerja mereka.

Gambar 4. Advokasi ke Dinas Kesehatan Maros.

Advokasi pada pendampingan tahap kedua dilakukan kepada Dinas

Kesehatan Maros (gambar 4), Camat Turikale dan Lurah Adatongeng. Advokasi

tersebut menyampaikan hasil sementara survei yang telah dilaksanakan terhadap

masing-masing 150 rumah warga daerah intervensi dan non intervensi, dalam

advokasi tersebut juga menyampaikan efektifitas program G1R1J akan dicapai apabila

memaksimalkan peran lintas sektor terutama saat sosialisasi. Hasil dari advokasi

tersebut adalah Dinas kesehatan Kabupaten Maros akan melakukan sosialisasi

program melalui siaran di radio FM Maros. Selain itu dinas kesehatan Kabupaten

Maros juga menyisipkan sosialiasasi G1R1J dan bahaya DBD saat pelaksanaan

Page 101: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

80

upacara di lapangan kantor bupati terutama saat Dinas Kesehatan Kabupaten Maros

mendapatkan tugas menjadi pelaksana upacara. Dinas Kesehatan Maros juga akan

melaksanakan advokasi ke Bupati Maros.

Peran lintas sektor berpengaruh tarhadap keberhasilan program G1R1J,

apabila tidak berjalan dengan maksimal maka apa yang telah programkan akan

menemui hambatan, misal sikap apatis salah satu pemimpin terhadap program

G1R1J, dimana sikap apatis tersebut berlandaskan pengalaman pendampingan

kepada warga perumnas yang juga bersikap apatis. Sikap apatis pemimpin terhadap

program G1R1J juga disebabkan faktor internal individu, juga dipengaruhi oleh rotasi

jabatan yang begitu cepat di Kabupaten Maros sehingga program G1R1J belum

berjalan efektif selama pendampingan dan advokasi tahap kedua.

Tabel 38Analisis masalah, penyebab masalah dan cara pemecahan masalah terkait

pembasmian jentik dan pemberantasan penyakit DBD pada pendampingan tahap 2.

Masalah Penyebab Upaya yang sudahdilakukan

Kesepakatan carapemecahannya

Belum adapembagian wilayahtugas masing-masingkoordinator

Cluster/letak rumahmasing-masingresponden belumjelas

Sosialisasi wilayahterdekat terlebihdahulu, pembagiansementara tiap lorong.

Berkoordinasi denganRT/RW mengenai letakrumah responden.

Masih ada yangbelum mendapatkartu jentik

Tidak ada di rumahpada saat dikunjungi

Membagikan kartu padasaat pertemuan rutinatau pada saat setelahshalat maghrib dimasjid.

Beberapa yangditemui pada saatsosialisasi ke rumah-rumah adalah lansia

Memanggil tetanggaterdekat untukmembantu memberipemahaman danmembantu mengisikartu jentik berdasarkanpengakuan dariresponden.

Kesadaran warga dalam program pemantauan dan pembasmian jentik

nyamuk adalah kunci sukses dalam program G1R1J, namun begitu kreativitas

supervisor dan koordiantor jumantik dalam melakukan pendampingan terhadap warga

Page 102: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

81

merupakan hal terpenting. Pelatihan dan bimbingan teknis yang harus diberikan

kepada supervisor dan koordinator jumantik perlu dilakukan secara lebih intens lagi

agar supervisor dan koordiantor jumantik lebih memahami kinerja yang harus

dilaksanakan dalam program G1R1J dan PSN. Tingkat kepahaman supervisor

tentang tanggung jawab serta wilayah kerjanya dalam pendampingan kedua ini bisa

dikatakan belum terlalu maksimal, beberapa faktor diantaranya pengetahuan akan

tupoksi sebagai supervisor, pemanfaatan waktu bersama koordinator jumantik dan

warga, serta kegiatan yang telah dilaksanakannya terutama dalam menyusun dan

melaporkan angka bebas jentik (ABJ). Ketika ABJ tidak dilaporkan, maka hal ini

mengindikasikan pada pemantauan dan pemeriksaan jentik nyamuk tahap

pendampingan kedua ini belum maksimal. Hal tersebut teridentifikasi dalam diskusi

kelompok yang terangkum dalam tabel 37 karena belum ada pembagian wilayah tugas

masing-masing koordinator, masih ada warga yang belum mendapatkan kartu jentik,

warga yang ditemui saat sosialisasi adalah lansia. Berdasarkan permasalahan

tersebut kesepakatan cara pemecahannya adalah berkoordinasi dengan RT/RW

mengenai letak rumah responden, membagikan kartu jentik pada saat pertemuan di

masjid maupun majelis taklim. Apabila lansia yang ditemui pada saat sosialisasi maka

memanggil tetangga terdekat untuk memberi pemahaman dan membantu mengisi

kartu jentik.

3.2.5.4. Kegiatan Pendampingan Tahap III

Pendampingan tahap tiga dilakukan dengan mewawancari 10 informan tingkat

rumah tangga. Adapun sepuluh rumah tangga tersebut disampel dari 5 rumah tangga

yang aktif dan 5 rumah tangga yang tidak aktif dalam pemantauan jentik hingga

penanggulangan demam berdarah di wilayah rumah tangga dan lingkungan

sekitarnya. Hasil yang diperoleh dikelompokan berdasarkan pengetahuan yang

dimiliki informan hingga hambatan-hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan

jumantik. Pelaksanakan pendampingan ketiga adalah menggali informasi mengenai

pengetahuan informan tentang demam berdarah. Kesepuluh informan beberapa di

antaranya mengerti dan mengetahui mengenai penyebab demam berdarah, gejala

demam berdarah, semua informan menyatakan bahwa DBD berbahaya, sebagian

menyatakan menular dan beberapa informan menyatakan tidak menular bahkan ada

yang tidak mengetahui bahwa DBD merupakan penyakit menular, salah satu informan

mengemukakan bahwa:

Page 103: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

82

“kalau tanda tanda orang kena DBD panas, .. DBD itu karena di gigit nyamuk. Menurut

saya DBD itu berbahaya, tapi tidakji kalau menular.. Ya mencegahnya itu

membersihkan bak mandi, menguras airnya, mengubur kaleng kaleng” (Informan 8,

Jumantik Rumah Tangga).

Gambar 7. Wawancara mendalam salah satu informan jumantik rumah tangga di

Perumahan Tumalia, Kelurahan Adatongeng.

Gerakan satu rumah satu jumantik merupakan gerakan yang belum lama

disosialisasikan. Program G1R1J merupakan penyempurnaan dari program 3M+ yang

telah disosialisasikan beberapa tahun sebelumnya. Pengetahuan warga bersumber

dari persepsi dan perspektif yang bersandar dari pengalaman yang telah dilaluinya.

Intensitas sebuah program dilihat dari sosialsisi program itu sendiri. Merujuk jawaban

sebelumnya mengenai pengalaman mereka tentang G1R1J, warga Adatongeng

hampir tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan G1R1J karena belum

dilaksanakan sosialisasi dari program.

Tindakan yang dilakukan warga berkenaan jentik nyamuk demam berdarah

beberapa di antaranya telah tepat semisal dengan membersihkan pot bunga, bak

kamar mandi, menaburkan abate, dan membersihkan sampah atau tempat-tempat

yang dapat menampung jentik nyamuk, apakah itu karena memiliki pengalaman buruk

secara langsung terhadap demam berdarah ataukah hanya melalui cerita mengenai

bahayanya demam berdarah. Sementara itu, tindakan lainnya yang dilakukan belum

terlalu mengena, semisal membersihkan selokan depan rumah hanya dikarenakan

Page 104: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

83

begitu banyak jentik atau hawan-hewan kecil lainnya dalam selokan tersebut. Warga

tahu tentang nyamuk terutamamengenai jentik nyamuk, walau masih belum

mengetahui perbedaan antara nyamuk penyebab demam berdarah dan nyamuk biasa.

Warga kelurahan Adatongeng memiliki respon yang sangat positif dalam

pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk baik itu sifatnya di rumahnya maupun

yang ada di lingkungan sekitar rumahnya. Namun begitu pendapat beberapa informan

bisa dijadikan peringatan dalam programG1R1J, karena dalam anggapan mereka

bahwa G1R1J merupakan tugas dari pemerintah. Sementara itu pada tahap

pendampingan ketiga ini masih juga ada yang beranggapan bahwa pengasapan/foging

merupakan langkah tepat untuk membasmi jentik maupun nyamuk dewasa. Partisipasi

warga dalam mengisi kartu pantau jentik masih minim, bahkan ada yang tidak

mengetahui keberadaan kartu jentik itu sendiri. Sementara itu ada yang mengetahui

keberadaan kartu pantau jentik, namun tetap juga tidak mengisinya, seperti

pernyataan salah satu informan:

“tidak pernah saya isi. Biasa petugas ji yang periksa kartu” (informan 5,

Jumantik Rumah Tangga).

Gambar 8. Pengisian Kartu Pemeriksaan Jentik

Page 105: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

84

Berkenaan hal tersebut, bisa diindikasikan bahwa 1. partisipasi warga yang

memang rendah; 2. sosialisasi dari kader yang belum maksimal; 3. sewaktu sosialiasi

cara pengisian kartu dan sewaktu pendampingan ketiga, orang yang ditemui berbeda.

Beberapa informan yang diwawancarai belum merasakan manfaat langsung dari

program G1R1J. Bahkan masih ada juga yang berpendapat bahwa program

pemerintah adalah tugas pemerintah itu sendiri, dan bukan merupakan kewenangan

masyarakat. Namun, sebagian informan berkeyakinan bahwa dalam tahap

pendampingan yang dilakukan hingga saat ini mereka telah merasakan manfaat

langsung dari adanya G1R1J. Program G1R1J dalam penanggulangan DBD,

memberikan kesan yang berbeda antara warga yang satu dengan warga yang lainnya

walaupun mereka tinggal berdekatan.

Tabel 39 .Analisis masalah, penyebab masalah dan cara pemecahan masalah terkait

pembasmian jentik dan pemberantasan penyakit DBD.

Masalah Penyebab Upaya yang sudahdilakukan

Kesepakatan carapemecahannya

Kartu jentik belumsemuanya terisi

Masih kurangkesadaran, masih belumfaham cara mengisikartu jentik, lupacaranya, sibuk denganpekerjaan masing-masing.

Sosialisasi rumah kerumah dan pertemuanrutin warga, sertamenghimbau untukmengisi kartu jentik.

Sosialisasi rutinbersama pihakPuskesmas

Meminta dukungandari kelurahan agarmenghimbaumasyarakat untukberpartisipasi dalamkegiatan G1R1J

Tanggalpemeriksaan tidaksesuai dengansistematik carapengisian kartu

Masih kurang pahamcara mengisi(membersihkan TPAtiap hari, mengisi kartutiap hari)

Memberi penjelasankembali mengenaicara pengisian kartuyang benar.

Dituliskan tanggalpemeriksaan olehkoordinator.

Diingatkan lewatWA/SMS.

Edaran Bupatimengenaihimbauan agarwargaberpartisipasidalam PSN danG1R1J belum

Masih dalam tahappenyebarluasaninformasi

Penyampaianhimbauan bupati diacara lomba wargadan di tempat ibadah.

Mendistribusikanedaran bupati ke SKPDoleh Dinkes Kab.Maros.

Page 106: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

85

terdistribusi kesemua titik-titikpotensial untukwarga.

Identifikasi masalah dan kesepakatan kerja dalam pendampingan tahap ketiga

(tabel 38) adalah membuat pelaporan, membuat grup media sosial (wa) untuk

mempermudah komunikasi dan pelaporan. Kerja bakti akan dilakukan seminggu sekali

oleh warga dalam lingkup RW dengan dihadiri oleh aparat kelurahan dan ditinjau

langsung oleh Kepala Kelurahan Adatongeng. Kader bersama tokoh masyarakat

melakukan sosialisasi tentang Jumantik, Jurbastik dan Pembersihan Sarang Nyamuk,

serta Demam Berdarah di perkumpulan warga seperti majelis taklim, arisan, pengajian

warga, upacara 17 Agustusan. Kader dan Petugas Kesehatan juga meminta bantuan

tokoh agama di setiap sholat Jumat (sebelum Khutbah) untuk mengingatkan warga

mengisi kartu pantau jentik. Advokasi dan Pendampingan tahap tiga juga

menganjurkan warga untuk membuat alat perangkap nyamuk seperti yang tertuang di

buku saku jumantik. Mendistribusikan surat himbauan Bupati Maros (gambar 6)

sebagai penguatan kepercayaan masyarakat saat koordinator melaksanakan

sosialisasi dan pendampingan agar masyarakat ikut serta berpartisipasi pada program

G1R1J.

Page 107: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

86

Gambar 9. Surat edaran Bupati Maros berisi himbauan agar warga ikut sertaberpartisipasi terhadap pencegahan dan pengendalian penyakit demamberdarah dengue (DBD) dalam program Gerakan satu rumah satu jumantik(G1R1J).

Page 108: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

87

Pendampingan tahap ketiga ini masih banyak yang belum mempunyai kartu

jentik atau tidak mengetahui tempat penyimpanan kartu jentik, sementara itu dari

penulisan tanggalnya biasanya tidak sesuai dengan tanggal waktu warga memantau

jentik, bahkan ada yang mengisi kartu jentik sebelum tanggal dan bulan yang telah

ditetapkan. Fokus advokasi dan pendampingan tahap ketiga ini adalah menguatkan

pemahaman masyarakat tentang jentik nyamuk, tempat-tempat perindukan nyamuk

DBD yang perlu di perhatikan, karena warga masih banyak yang belum paham.

Beberapa kader jumantik memanfaatkan gawai untuk mengingatkan warga agar bisa

memantau dan membasmi jentik nyamuk dan mengisi kartu jentik dua maupun satu

hari sebelum tanggal pengisian yang telah ditetapkan. Respon warga ketika diingatkan

untuk mengisi kartu jentik sangat positif

Faktor penting lainnya dalam advokasi dan pendampingan ketiga ini adalah

minimnya kesadaran warga dalam membuang sampah pada tempatnya. Warga masih

membuang sampah rumah tangganya sembarangan, walaupun kelurahan telah

menyediakan tempat pembuangan sampah ditiitk tertentu, serta Badan Lingkungan

Hidup Kabupaten telah menjadwalkan untuk menjemput sampah warga seminggu tiga

kali.

3.2.5.5. Kegiatan Pendampingan Tahap IV

Kegiatan pendampingan tahap 4 adalah mengevaluasi kinerja dari berbagai

lintas sektor untuk mengetahui apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat

dalam program Gerakan Satu Rumah Satu Jumkantik (G1R1J). Hal pertama yang

menjadi bahan evaluasi adalah koordinasi Provinsi dan Kabupaten. gambaran bahwa

hubungan kerjasama antara dinas tingkat provinsi dan tingkat kabupaten belum terjalin

dengan maksimal, terutama pada program G1R1J. Baik provinsi maupun kabupaten

belum berkoordinasi dalam mencari solusi untuk melaksanakan G1R1J dengan baik

terutama di wilayah Kelurahan Adatongeng sebagai wilayah intervensi. Kalaupun ada

kerjasama biasanya hanya terjalin sesama bidang, untuk pelaporan apabila ada yang

terkena DBD. Sedangkan untuk G1R1J belum terlaksana. Pernyataan salah satu

informan mengenai peran provinsi dalam proses pendampingan atau intervensi:

“Provinsi tidak ada, yang ada hanya kabupaten. Bentuknya itu dalam pemasangan

spanduk dan stikernya...sebelum adanya program ini, memang sama sekali tidak ada

intervensi untuk pemeriksaan terkait DBD. Kayaknya harus di lanjutkan sosialisasi

setempat, kan selama ini fokus di Adatongeng saja” (Informan 1, Puskesmas Turikale).

Page 109: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

88

Gambar 10. Wawancara mendalam evaluasi kinerja lintas sektor di Puskesmas

Turikale.

Pendampingan dan intervensi belum berjalan secara maksimal seperti yang

diharapkan terutama dalam program G1R1J. Untuk koordinasi antar bidang, masih

terdapat ego lintas sektor dalam kegiatan jumantik maupun jurbastik. Bidang-bidang

yang ada memilih untuk fokus pada bidangnya sendiri tanpa bermaksud untuk

menguatkan jalinan kerjasama antar lini, karena juru pantau jentik ini akan

berhubungan dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk, Angka Bebas Jentik, dan

Demam berdarah. Seharusnya antar bidang bisa berkoordinasi, dimulai dari

pendataan awal, pemantauan jentik, hingga pengobatan bila sudah ada yang

terindikasi terkena demam berdarah. Proses pendampingan dan intervensi tahap

empat ini juga memberikan manfaat langsung dimasyarakat itu sendiri walau belum

sesuai seperti yang diharapkan. Dibandingan saat pendampingan pertama hingga

ketiga, ada peningkatan pengetahuan masyarakat berkenaan nyamuk dan demam

berdarah serta tingkat partisipasi yang mulai membaik dibandingkan saat

pendampingan tahap pertama hingga tahap ketiga.

Pelaksanaan program diawali dengan intervensi dan pendampingan dari

pusat ke daerah. Adapun daerah kemudian diharapkan dapat berinovasi untuk

memenuhi capaian angka bebas jentik yang ideal. Pelaksanaan intervensi

pendampingan dari tahap pertama hingga tahap keempat selain menghasilkan

manfaat program, juga menghasilkan rencana tindak lanjut yang akan dilakukan pihak

terkait berkenaan program G1R1J. Tiap-tiap pengambil kebijakan dari beragam bidang

Page 110: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

89

telah memiliki rencana untuk tetap melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

demam berdarah baik dengan tetap menjalankan apa yang telah dilaksanakan dalam

program satu rumah satu jumantik, maupun menambahkan kegiatan-kegiatan tertentu

semisal, lebih mempererat koordinasi jalinan antar bidang maupun menambah

jaringan untuk lebih memperkuat pelaksanakan pendampingan selanjutnya.

Tabel 39. Analisis masalah, penyebab masalah dan cara pemecahan masalah terkait

pembasmian jentik dan pemberantasan penyakit DBD.

Masalah PenyebabUpaya yang sudah

dilakukan

Kesepakatan cara

pemecahannya

Hanya sebagian kecil

responden yang tidak

mengisi kartu jentik

Lupa, sibukDiingatkan lewat

WA/SMS.

Diingatkan lewat

WA/SMS.

Masih ada beberapa

rumah yang belum

dibagikan kartu jentik.

Yang bersangkutan

tidak pernah bisa

ditemui

Kartu pemeriksaan jentik

belum terisi penuh

Lupa, sibuk, keluar

daerah

Diingatkan lewat

WA/SMS.

Diingatkan lewat

WA/SMS.

Berdasarkan evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilakukan supervisor dan

koordinator jumantik, maka diidentifikasi permasalahan dan cara pemecahan masalah

(tabel 39). Pada pendampingan tahap keempat hanya sebagian kecil responden yang

tidak mengisi kartu jentik dengan alasan lupa atau sibuk. Masih ada beberapa rumah

yang belum dibagikan kartu jentik karena tidak pernah ditemui ketika koordinator

datang membagikan kartu jentik. Sedangkan kartu jentik yang sudah terisi belum terisi

secara penuh dengan alasan lupa, sibuk atau keluar kota. Pemecahan berbagai

masalah tersebut dilakukan dengan mengingatkan warga melalui WA/SMS.

Pelaksanaan intervensi dan pendampingan keempat menemukan beragam

permasalahan yang belum terselesaikan dan kemungkinan besar masih akan berlanjut

saat intervensi ini selesai dilaksanakan. Beberapa temuan tersebut adalah:

1. Partisipasi warga yang masih rendah (pada rumah yang sama).

Hal terpenting yang menjadi temuan pada tahapan ini adalah masih rendahnya

respon warga dalam usaha melibatkan diri dalam memantau dan membasmi

nyamuk. Hal tersebut ditandai dengan:

Page 111: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

90

a. Pada beberapa kasus, koordinator tidak bisa masuk ke dalam rumah warga

untuk memantau pengisian kartu jentik. Hal tersebut karena tuan rumah tidak

berada di tempat ataupun karena tidak diizinkan masuk.

b. Beberapa rumah tidak mengisi atau tidak mengetahui lagi di mana

keberadaan kartu jentik.

c. Perlu mendapat perhatian apakah benar warga telah melakukan pemantauan

dan pembasmian jentik nyamuk meskipun telah mengisi kartu jentik.

2. Kerja bakti tidak menyelesaikan masalah dengan tuntas

Kerja bakti tidak berjalan maksimal untuk menaikan angka bebas jentik ataupun

pemberantasan sarang nyamuk. Kerja bakti adalah upaya membersihkan

lingkungan, namun tidak serta merta berdampak pada pemantauan dan

pemberantasan jentik nyamuk Aedes aegypti. Tingkat partisipasi warga dalam

kerja bakti juga belum meningkat karena mengharapkan lurah memantau

langsung kegiatan kerja bakti.

3. Mengintensifkan sosialisasi door to door

Koordinator melaksanakan sosialisasi dari rumah ke rumah untuk terus

mengingatkan warga dengan membekali diri menggunakan media promosi

kesehatan dan surat edaran dari Bupati berisi himbauan agar warga ikut serta

berpartisipasi terhadap pencegahan dan pengendalian penyakit demam berdarah

dengue (DBD) dalam program Gerakan satu rumah satu jumantik (G1R1J).

4. Inovasi pada kartu pantau jentik

Masih banyak warga yang mengeluhkan bentuk kartu yang kecil, sehingga sulit

untuk mengisinya. Selain itu desain kartu jentik kiranya dapat dibuat semenarik

mungkin, sehingga warga dapat mengingat keberadaan kartu jentik (semisal

warna yang terang, dan terbuat dari bahan yang tahan air).

5. Supervisor yang tidak mengetahui SOP

Salah satu kendala dalam memantau aktivitas warga saat membasmi jentik

nyamuk adalah supervisor yang tidak menginput dan mengevaluasi data dari

koordinator untuk dihubungkan dengan pihak puskesmas. Ketika data tidak

terupdate maka evaluasi program akan terhambat atau menemui kendala.

Koordinator, supervisor, RT, RW, dan semua SKPD di wilayah penelitian

sangat mendukung kegiatan G1R1J. Bidang kesehatan dan lintas sektor sangat

intens berkoordinasi mengenai kegiatan penelitian, dan menyampaikan hasil

kegiatan tim ke tingkat bupati. Hal ini ditunjukkan dengan difasilitasinya kegiatan

sosialisasi koordinator dengan membuatkan spanduk dan stiker untuk ditempel di

Page 112: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

91

rumah warga oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Maros. Camat dan Dinkes juga

memediasi advokasi ke tingkat bupati sehingga terbit edaran bupati mengenai

dukungan terhadap G1R1J dan himbauan agar warga mengaktifkan kembali

kegiatan G1R1J melalui PSN dan 3M Plus.

Kegiatan pendampingan menghasilkan penandatanganan komitmen bersama

agar terus melaksanakan kegiatan G1R1J dengan pendekatan masyarakat

melalui penguatan system surveilens, kerja bakti, dan PSN di lingkunag rumah,

kantor, dan sekolah dalam rangka mencegah penularan penyakit DBD.

Pernyataan komitmen bersama ditandatangani dari tingkat koordinator sampai ke

kecamatan dan dinkes, dan diketahui oleh bupati setempat.

Gambar 11. Pemaparan Hasil Kegiatan oleh Koordinator Jumantik

3.2.6. Penggalangan Komitmen dan Tindak Lanjut Pelaksanaan G1R1J

Koordinator, supervisor, RT, RW, dan semua SKPD di wilayah

penelitian sangat mendukung kegiatan G1R1J. Bidang kesehatan dan lintas

sektor sangat intens berkoordinasi mengenai kegiatan penelitian, dan

menyampaikan hasil kegiatan tim ke tingkat bupati. Hal ini ditunjukkan

dengan difasilitasinya kegiatan sosialisasi koordinator dengan membuatkan

Page 113: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

92

spanduk dan stiker untuk ditempel di rumah warga oleh Dinas Kesehatan

Kabupaten Maros. Camat dan Dinkes juga memediasi advokasi ke tingkat

bupati sehingga terbit edaran bupati mengenai dukungan terhadap G1R1J

dan himbauan agar warga mengaktifkan kembali kegiatan G1R1J melalui

PSN dan 3M Plus. Kegiatan pendampingan Jurbastik juga sangat dirasakan

manfaatnya bagi Puskesmas dan Dinkes karena dengan adanya sosialisasi

ini dapat meningkatkan pengetahuan warga mengenai Jurbastik.

“…adanya perubahan di masyarakat Bu. Terutama di warganya.

Menambah pengetahuan masyarakat, adapun yang kami lakukan dalam

program jumantik yakni proses sosialisasinya sudah berjalan bu seperti

di radio, spanduk dan juga stiker” (Informan 2, Dinkes Kabupaten).

Pencairan anggaran kegiatan juga terbantu dengan adanya advokasi

kegiatan Jurbastik ke tingkat bupati. Pihak Puskesmas Turikale sangat

mengharapkan keberlanjutan kegiatan Jurbastik tersebut, dan akan

mengadopsi metode yang digunakan di wilayah penelitian agar dilakukan di

wilayah lainnya di Kabupaten Maros.

“Itu kan yang kasih cair anggaran dari bupati itu setelah ada advokasi

ke camat atau lurah. .. Kami juga berkoordinasi untuk membuat SK

koordinator untuk G1R1J khusus Adatongeng saja, untuk percontohan

dulu. Rencananya akan di lanjutkan untuk kelurahan yang lain. ini juga

sudah di laporkan ke dinas kesehatan kabupaten Pak” (Informan 1,

Puskesmas Turikale).

Kegiatan pendampingan menghasilkan penandatanganan komitmen

bersama agar terus melaksanakan kegiatan G1R1J dengan pendekatan

masyarakat melalui penguatan system surveilens, kerja bakti, dan PSN di

lingkungan rumah, kantor, dan sekolah dalam rangka mencegah penularan

penyakit DBD. Pernyataan komitmen bersama ditandatangani dari tingkat

koordinator sampai ke kecamatan dan dinkes, dan diketahui oleh bupati

setempat.

Page 114: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

93

3.2.7. Pengembangan Aplikasi DaringKoordinator sepakat untuk tetap menggunakan form manual yang

telah ada dari puskesmas, karena formatnya sejalan dengan laporan kegiatan

puskesmas. Biaya operasional dan kurang mendukungnya gadget yang

dimiliki oleh koordinator juga merupakan salah satu alasan sehingga mereka

belum mau menggunakan aplikasi daring. Sistem pelaporan yang ada pada

saat sebelum pendampingan yaitu laporan kader langung ke PJ DBD

Puskesmas. Setelah melalui proses pendampingan, koordinator melaporkan

hasil kegiatan ke supervisor, kemudian supervisor merekap hasilnya dan

melaporkan ke PJ DBD Puskesmas.

Page 115: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

94

IV. PEMBAHASAN

4.2. Kabupaten MarosProgram Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik di Kabupaten Maros

Pengetahuan mengenai G1R1J di tingkat pemerintahan, mulai dari

Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten sampai ke

Puskesmas sudah cukup bagus secara teori, meskipun belum optimal dalam

pelaksanannya. Mengenai Implementasi pelaksanaan program G1R1J,

menyimak jawaban dari informan dapat dimaknai bahwa ada suatu proses

komunikasi diantara provider atau pelaksana program baik secara vertikal

maupun horizontal telah jelas dilaksanakan dalam pemberantasan jentik

nyamuk DBD. Untuk mendapatkan legalitas komunikasi program secara garis

besar dilaksanakan melalui surat edaran yang dikuatkan oleh regulasi dari

Pemda Maros tentang pemberantasan nyamuk DBD. Namun kegiatan

pemberantasan DBD lintas program yang berjalan belum maksimal,

khususnya dalam kegiatan G1R1J.

Faktor penentu dalam mengimplementasikan kebijakan program

G1R1J antara lain sumberdaya dan dukungan kelompok sasaran. Kedua

faktor tersebut dipilih untuk mengkaji permasalahan yang terkait dengan

implementasi program yaitu sumberdaya, karena sumberdaya yang tidak

didukung oleh kecukupan tenaga kesehatan, kader jumantik, koordinator

jumantik sulit mencapai keberhasilan yang maksimal. Bilamana jumlah

implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan implementasi

tidak akan berjalan efektif dan produktif. Penetapan jumlah provider diatur

dalam moratorium yang bertanggung jawab dalam melakukan pemberantasan

dan pencegahan penyakit DBD. Namun, jumlah yang ditetapkan itu belum

mampu bekerja secara maksimal, karena masih ada diantara petugas

lapangan yang merasa kurang kompeten dan berkomitmen dalam

menjalankan tugasnya, sehingga berpengaruh pada keberhasilan

pelaksanaan suatu kebijakan. Oleh karena itu, agar tidak menimbulkan

penyimpangan-penyimpangan tujuan dan sasaran kebijakan, maka perlu

adanya pemahaman bagi para pelaksana agar mereka mengerti, jelas dan

memahami apa yang telah ditetapkan sesuai standar dan tujuan kebijakan,

serta dikomunikasikan kepada para pelaksana kebijakan secara akurat dan

Page 116: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

95

konsisten, sesuai dengan teori Edwards III.4 Artinya arus komunikasi itu

konsistensi dari atas ke bawah, harus jelas dan tegas. Yakni mengetahui

dengan jelas tujuan yang ingin dicapai dan seharusnya yang mereka

lakukan.

Hasil wawancara awal menunjukkan bahwa pelaksana kegiatan

G1R1J di Kabupaten Maros sebelum kegiatan pendampingan belum bisa

menjalankan fungsinya masing-masing secara optimal dikarenakan

kurangnya dukungan dari segi biaya operasional dan fasilitas dalam

pelaksanaan G1R1J. Kader/koordinator dan supervisor jumantik yang

bertugas mengawasi jalannya G1R1J di tiap rumah tangga belum pernah

mendapatkan pelatihan khusus tentang G1R1J sehingga penguasaan materi

dan praktik dilapangan belum maksimal. Kurangnya pemahaman masyarakat

mengenai pentingnya pelaksanaan G1R1J, kurangnya pengetahuan

masyarakat mengenai tugas dan tanggung jawab jumantik rumah, koordinator

dan supervisor juga menjadi penghambat utama tidak berjalannya program

tersebut. Menurut Solichin5 bahwa suatu kebijakan tidak dilaksanakan sesuai

dengan rencana, mungkin karena pihak-pihak yang terlibat di dalam

pelaksanaannya tidak mau bekerjasama atau mereka telah bekerja secara

tidak efisien, karena mereka tidak sepenuhnya menguasai permasalahan atau

kemungkinan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya di luar jangkauan

kekuasaan, sehingga betapapun gigih usaha mereka, hambatan-hambatan

yang ada tidak mampu mereka mencari solusinya, akibatnya implementasi

yang efektif sukar untuk dipenuhi.

Menurut Van Meter dan Van Horn, keberhasilan program G1R1J

sangat tergantung pada kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang

tersedia, memadai dalam jumlah, dan dapat dioptimalkan sesuai tuntutan

kebutuhan yaitu sumberdaya fisik atau fasilitas dan sumberdaya finansial

atau dana.4 Dengan kata lain, perlu adanya peningkatan kapasitas

koordinator jumantik baik dari segi biaya operasional maupun dari segi

keahlian dalam mensosialisasikan, mengatur, dan mengawasi pelaksanaan

G1R1J di wilayahnya agar tugasnya dapat berjalan secara optimal.

Sosialisasi kegiatan penelitian yang dirangkaikan dengan workshop

G1R1J yang diikuti oleh koordinator jumantik, supervisor, kelurahan,

kecamatan, dan sebagian kecil masyarakat sedikit membuka wawasan

mereka mengenai pentingnya pencegahan DBD melalui pemberantasan

Page 117: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

96

sarang nyamuk di rumah masing-masing. Diskusi mengenai tempat potensial

perkembangbiakan nyamuk dan bahaya DBD cukup menarik bagi peserta

workshop, karena sebagian besar pengetahuan masyarakat selama ini bahwa

sumber nyamuk DBD adalah saluran got dan rawa-rawa, sedangkan tempat

potensial lainnya didalam dan luar rumah seringkali luput dari perhatian

warga. Masyarakat sangat mengharapkan sosialisasi lebih lanjut, rutin, dan

menyeluruh mengenai G1R1J dan cara pemberantasan sarang nyamuk yang

tepat.

Kegiatan Pendampingan

Pengetahuan yang baik akan mempengaruhi perilaku dan sikap

(respon) warga tentang pemberantasan DBD yang saat ini mulai diupayakan

pada gerakan pemberantasan DBD dari warga itu secara swadaya. Nico S

Kalangie6 mengemukakan bahwa pengetahuan seseorang mengenai suatu

peristiwa kesehatan tidak terlepas dari kesadaran akan peristiwa/gejala

kesehatan itu sendiri. Memahami permasalahan DBD maka perlu diketahui

persepsi dan perspektif warga di Kelurahan Adatongeng kecamatan Turikale

terhadap DBD. Berpedoman pada definisi yang dikemukakan Soekidjo

Notoatmodjo7 “pengetahuan atau knowledge merupakan hasil dari tahu,

setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu”.

Dengan begitu warga dianggap tahu jika telah atau pernah mengalami melalui

penyerapan panca indera baik melihat, mendengar, mencium,meraba dan

merasa. Kalangie dalam tulisannya lebih mengistilahkan pengetahuan

budaya, pengetahuan tradisional atau pribumi. Adapaun istilah tersebut

menyiratkan kompleksitas dari proses terciptanya pengetahuan. Nico S.

Kalangie mengungkapkan Pengetahuan budaya mengenai suatu gejala

kesehatan yang dimiliki seseorang merupakan pola pikirnya mengenai makna

gejala itu. Perilaku seperti yang sudah dikemukakan sebagai bentuk-bentuk

tindakan yang dilakukannya merupakan konsekuensi logis (ideal dan

normatif) dari eksistensi pengetahuan budaya atau pola pikir yang dimaksud

(termasuk dalam pengetahuan budaya adalah kepercayaan, nilai, dan norma

sehubungan dengan gejala kesehatan).8

Page 118: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

97

Secara operasional pengetahuan yang dimaksud menunjuk pada

definisi pengetahuan budaya masyarakat Adatongeng tentang demam

berdarah berikut bentuk sikap dan perilakunya. Sikap dan perilaku tersebut

tergambar sebagai bagian dari strategi warga dalam menghadapi penyakit

khususnya dalam perilaku pencegahan dan pengobatan demam berdarah.

Respon atau tindakan warga di Kelurahan Adotongeng lebih kepada

mencegah demam berdarah tidak meluas yakni dengan melakukan fogging

atau pengasapan. Foster dan Anderson menuliskan bahwa perilaku

merupakan ganjaran dari perilaku atau tingkah laku yang tidak disukai,

sehingga ancaman dari penyakit demam berdarah memainkan peranan

penting dalam masyarakat untuk mempertahankan aturan-aturan yang ada9,

dalam hal ini menggeneralisasi bahwa demam berdarah hanya dicegah

melalui pengasapan, namun akar permasalahan berupa pemberantasan jentik

nyamuk Aedes aegypti tidak atau belum tersentuh dengan baik. Hal tersebut

terkait pengetahuan warga mengenai penyakit demam berdarah itu sendiri,

termasuk gejala, tingkat kegentingan dan penularan demam berdarah.

Perilaku pencegahan demam berdarah tidak selamanya cerminan dari sikap

namun tergantung pada faktor situasional yang mempengaruhi seseorang.

Tersumbatnya aliran sosialisasi G1R1J cenderung dikarenakan aliran

informasi hanya bertumpu pada pertemuan di kantor kelurahan maupun di

puskesmas. Hal tersebut bukti minimnya penggunaan media alternatif untuk

mensosialisasikan G1R1J. Proses penanaman pengetahuan G1R1J

berproses dalam tahap demi tahap. Mula-mula mereka memberikan informasi

tentang suatu ide baru atau hal baru dalam hal ini G1R1J agar masyarakat

mengenalnya. Informasi ini dilanjutkan dengan kampanye, penyuluhan dan

intervensi serta advokasi lebih lanjut agar masyarakat menjadi tertarik kepada

program G1R1J lalu mengaplikasikannya.

Penyampaian informasi mengenai kegiatan G1R1J oleh koordinator

jumantik ke masyarakat sudah sangat baik sampai pada akhir pendampingan.

Hampir semua warga sudah mengetahui istilah Jumantik dan G1rakan 1

Rumah 1 Jumantik. Respon masyarakat dalam hal pengisian kartu

pemeriksaan jentik juga semakin positif sampai pada akhir pendampingan.

Hal ini tidak lepas dari dukungan lintas sektor dari RT, RW, lurah, camat, dan

bupati dalam mendukung kegiatan Jurbastik. Peran Puskesmas dan Dinkes

Kabupaten sebagai fasilitator juga sangat memegang peranan penting dalam

Page 119: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

98

hal promosi kesehatan dengan membantu mengisi kegiatan sosialisasi,

menyediakan media sosialisasi (stiker, spanduk), dan menyebarluaskan

kegiatan G1R1J melalui pertemuan antar SKPD dan media radio lokal.

Tataran aplikasi program G1R1J di tingkat warga Adatongeng

tentunya tidak semulus atau semudah apa yang dibayangkan dan

direncanakan sebelumnya. Green (1980) menyatakan bahwa untuk

memperkenalkan suatu program baru yang utama diperlukan pada awalnya

adalah faktor predisposisi (predisposing factors), yang dapat mencakup sikap,

nilai, kepercayaan dan norma sosial.10

Sikap dan Perilaku Masyarakat Terhadap Pemberantasan SarangNyamuk dan G1R1J

Kegiatan pemberantasan sarang nyamuk tidak terlalu maksimal

terutama dalam memberantas nyamuk Aedes aegypti. Sejalan dengan

pengetahuan warga bahwa nyamuk itu semuanya sama, baik yang

menyebabkan demam berdarah maupun malaria. Pelaksanaan program

pencegahan dan pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD) di

kelurahan Adotongeng khususnya RT D dan RT E selama ini hanya sebatas

pada kegiatan kerja bakti yang hanya sesekali dilakukan. Kegiatan hanya

berupa pembersihan selokan yang terdapat jentik nyamuk, sementara itu

untuk bak penampungan air, pot dan penampungan air minum hewan

peliharaan serta pemeriksaan pakaian yang tergantung urung dilakukan.

Adapun bila sudah terindikasi ada warga yang terdampak demam berdarah,

maka yang dilakukan adalah pengasapan.

Salah satu penyebab terdapatnya tempat perkembangbiakan jentik

yang tidak terkontrol adalah kurangnya perhatian warga terhadap keberadaan

genangan-genangan air sisa air hujan maupun sisa-sisa air dari kegiatan

sehari-hari. Penampungan air yang tidak tertutup rapat diluar rumah,

tumpukan kaleng bekas, ban bekas, dan beberapa genangan air bersih dapat

menjadi tempat potensial pekembangbiakan jentik nyamuk DBD.

Penumpukan barang bekas bisa diatasi dengan pembersihan lingkungan

secara serentak atau kerja bakti. Akan tetapi karena kesibukan warga yang

sebagian besar pegawai dan pedagang tidak memungkinkan kegiatan

kerjabakti dilaksanakan secara berkala. Kesibukan masyarakat di suatu

pemukiman sangat berpengaruh terhadap kepedulian kebersihan

Page 120: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

99

lingkungannya. Semakin dinamis pekerjaan penduduk suatu pemukiman,

makan akan semakin terabaikan kebersihan lingkungannya. Kesibukan dan

aktifitas masyarakat menjadi alasan juga kenapa tidak terjadinya gotong

royong karena untuk mencocokkan dan menentukan kapan hari yang bisa

dilakukan untuk gotong royong bersama.11

Masyarakat sangat mendukung penanganan penyakit DBD melalui

pencegahan dini di wilayah tersebut, karena mereka sudah mengetahui

bahaya dari penyakit DBD. Pertanyaan seputar alasan mengapa mereka

setuju, rerata jawabannya karena ingin sehat. Pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M+ sebenarnya sudah dilkaukan oleh sebagian besar responden,

akan tetapi untuk istilah 3M+ itu sendiri, masyarakat belum familier karena

kurangnya sosialisasi. Keadaan lain yang dapat menjadi penyebab rendahnya

tingkat pengetahuan adalah karena program dengue adalah program yang

telah berjalan sangat panjang dengan PSN-DBD sebagai aktivitas utama

sehingga masyarakat menjalankan aktivitas tersebut secara otomatis tanpa

merasa perlu untuk mengetahui alasannya.12

Respon Masyarakat (hasil KAP) terhadap G1R1J setelah ProsesPendampingan (PAR)

Pengalaman-pengalaman terhadap suatu peristiwa sakit mendasari

seseorang untuk berperilaku adaptif terhadap penyakit tersebut melalui

tindakan pencegahan maupun pemberantasan. Dalam konteks ini, memahami

pengalaman warga di daerah dampingan yakni Kelurahan Adatongeng

menjadi menarik untuk melihat sejauh mana strategi adaptasi yang mereka

lakukan dalam mencegah dan memberantasjentik nyamuk demam berdarah.

Menurut Foster dan Anderson,9 strategi adaptasi baru dalam menghadapi

penyakit dinyatakan sebagai suatu strategi yang memaksa manusia untuk

menaruh perhatian utama pada pencegahan dan pengobatan penyakit

khusunya demam berdarah. Hasil diskusi didapatkan bahwa warga kelurahan

Adatongeng memiliki respon yang sangat positif dalam pemantauan dan

pemberantasan jentik nyamuk baik itu sifatnya di rumahnya maupun yang ada

di lingkungan sekitar rumahnya. Namun begitu, beberapa pendapat peserta

FGD dijadikan peringatan dalam program Jumantik dan Jurbastik, karena

dalam anggapan mereka baik Jumantik dan Jurbastik merupakan tugas dari

pemerintah. Sementara itu pada tahap pendampingan ini masih juga ada

Page 121: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

100

yang beranggapan bahwa pengasapan merupakan langkah tepat untuk

membasmi jentik maupun nyamuk dewasa.

Pengetahuan masyarakat mengenai kegiatan G1R1J dan istilah

Jurbastik di wilayah intervensi meningkat seiring kegiatan pendampingan,

meskipun belum semua responden memahami dengan benar istilah Jumantik

maupun G1R1J. Hal ini ditunjukkan dari hasil wawancara beberapa jumantik

rumah selama PAR III, dimana belum semua responden dapat memberikan

penjelasan rinci mengenai apa itu Jumantik dan G1R1J, akan tetapi sebagian

besar sudah bisa menjelaskan dengan tepat mengenai gejala, penyebab, dan

cara pencegahan DBD. Jumlah responden yang mengisi kartu pemeriksaan

jentik semakin bertambah, meskipun belum semuanya mengisi secara rutin

dengan alasan lupa atau sibuk bekerja. Animo masyarakat terhadap kegiatan

Jurbastik ini meningkat setelah adanya surat edaran Bupati Maros berupa

himbauan untuk turut serta dalam pelaksanaan G1R1J dan PSN di

Kabupaten Maros. Surat edaran ini merupakan tindak lanjut dari advokasi tim

peneliti ke lintas sektor, yang kemudian disampaikan oleh Camat Turikale dan

Dinkes Kabupaten Maros sampai ke tingkat bupati. Lintas sektor memiliki

peran yang sangat penting dalam publikasi kegiatan Jurbastik di Kabupaten

Maros. Masyarakat lebih menaruh perhatian terhadap suatu kegiatan apabila

terdapat campur tangan pemerintah setempat didalamnya. Kurangnya

partisipasi masyarakat selama ini dikarenakan minimnya keterlibatan lintas

sektor dalam kegiatan G1R1J. Berbagai faktor bisa menjadi penyebab,

diantaranya sarana dan prasarana untuk jumantik tidak mencukupi,

pengoorganisasian yang kurang berjalan dengan baik karena tidak ada forum

kesehatan tingkat kelurahan serta kurang berjalannya kerjasama lintas sektor

dan tidak dilakukan pengawasan langsung kelapangan.13

Berbeda dengan wilayah non-intervensi, meskipun terdapat

peningkatan jumlah responden yang pernah mendengar istilah Jumantik pada

saat postest, namun untuk istilah G1R1J tidak terdapat kenaikan yang

signifikan. Peningkatan jumlah responden yang pernah mendengar istilah

jumantik di daerah non-intervensi dikarenakan responden masih mengingat

pertanyaan yang diajukan pada saat pretest, karena pada saat ditanyakan

pernah mendengar dari mana, responden menjawab dari surveyor/peneliti,

sedangkan pada daerah intervensi, informasi jumantik dan G1R1J didapatkan

dari koordinator/kader.

Page 122: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

101

Terdapat perbedaan proporsi pelaksanaan Jurbastik antara pretest dan

postest untuk semua variabel yang dianalisis untuk wilayah intervensi. Hal ini

menunjukkan bahwa sosialisasi yang dilakukan oleh koordinator memberikan

hasil yang signifikan terhadap pelaksanaan Jurbastik di rumah tangga

responden. Sedangkan untuk wilayah non-intervensi, tidak terdapat

perbedaan proporsi pelaksanaan Jurbastik antara pretest dan postest untuk

beberapa variabel pada bagian sikap dan perilaku. Sosialisasi dan pelatihan

sangat penting dalam pelaksanaan suatu program. Pengetahuan, sikap, dan

tindakan responden mengenai G1R1J di wilayah intervensi meningkat seiring

dengan sosialisasi yang dilakukan oleh koordinator jumantik terhadap

responden selama proses pendampingan. Hal ini sejalan dengan penelitian

yang telah dilakukan oleh Sugiyono dan Darnoto bahwa terdapat pengaruh

yang signifikan dari pelatihan pencegahan DBD terhadap peningkatan

pengetahuan dan sikap siswa SD.14 Pengetahuan responden tentang istilah

Jumantik dan G1R1J mengalami peningkatan, dimana sebagian besar

responden (69%) pernah mendengar istilah jumantik, dan sebanyak 93%

responden pernah mendengar istilah G1R1J setelah kegiatan pendampingan.

Tingkat pengetahuan responden yang baik dapat dijadikan sebagai dasar

dalam pembentukan perilaku petugas dalam melaksanakan kegiatan

surveilans epidemiologi DBD karena pengetahuan merupakan domain

terendah dalam pembentukan perilaku seseorang.15

Tidak terdapat kartu jentik di wilayah non-intervensi sehingga

beberapa variable terkait kartu dan kunjungan koordinator tidak bisa dilakukan

analisis. Berdasarkan informasi dari pihak puskesmas, di wilayah non-

intervensi memang belum pernah dibagikan kartu jentik, karena pelaksanaan

G1R1J masih pada tahap sosialisasi. Beberapa variabel untuk wilayah non-

intervensi tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara hasil pretest dan

postest, antara lain untuk variabel perlunya sosialisasi G1R1J ke masyarakat,

pernah tidaknya dilaksanakan G1R1J di lokasi tersebut, dan perlunya

menguras bak mandi minimal sekali seminggu. Kurangnya kesadaran

mengenai perlunya kegiatan G1R1J di suatu wilayah dapat disebabkan

karena kurangnya informasi yang didapatkan atau karena wilayah tersebut

belum intens terpapar mengenai G1R1J. Hal ini menunjukkan bahwa proses

pendampingan dan kunjungan koordinator sangat berperan penting dalam

Page 123: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

102

meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai bahaya DBD dan

pentingnya PSN melalui kegiatan 3M plus.

Kebiasaan masyarakat dalam suatu wilayah terkait pelaksanaan PSN

tentu melibatkan banyak pihak, salah satunya kader/koordinator jumantik.

Petugas kesehatan memiliki peranan penting sebagai penggerak masyarakat

untuk berperilaku dalam pemberantasan penyakit demam berdarah yang

meliputi pemberantasan sarang nyamuk.16 Petugas kesehatan dibantu

dengan keterlibatan RT/RW, lurah, dan camat dapat meningkatkan kebiasaan

PSN responden.

Indeks EntomologiSelain pelaksanaan G1R1J di rumah tangga, indeks entomologi juga

menjadi indikator keberhasilan kegiatan Jurbastik. Angka bebas jentik untuk

wilayah intervensi meningkat sekitar 23,34% pada saat postest dari 61,33%

menjadi 85%, namun belum memenuhi kriteria daerah bebas jentik karena

masih dibawah angka 95%. Sedangkan untuk wilayah non-intervensi, terjadi

sedikit peningkatan ABJ sekitar 3,59%, dari 93,33% pada saat pretest

menjadi 96,92% pada saat postest. Nilai ABJ untuk wilayah non-intervensi

memenuhi syarat untuk wilayah bebas jentik. Nilai ABJ suatu wilayah

dipengaruhi oleh jumlah kontainer/TPA. Semakin banyak TPA, maka potensi

untuk positif jentik menjadi lebih besar.

Bak mandi dan ember merupakan TPA yang paling sering ditemukan

di rumah tangga, termasuk di Keluarahan Adatongeng. Jenis TPA yang paling

banyak ditemukan larva Aedes aegypti adalah bak mandi. Bak mandi menjadi

TPA yang paling banyak ditemukan larva karena hampir setiap rumah

responden memiliki bak mandi, kebiasaan masyarakat untuk selalu mengisi

air pada bak mandi sehingga memungkinkan untuk air tinggal dalam waktu

yang lama dan kebiasaan masyarakat untuk membersihkan bak mandi ketika

sudah terlihat kotor dan hanya membuang airnya saja tanpa menyikat

permukaan bak sehingga memungkinkan bagi telur nyamuk untuk tetap

tinggal. Rumah dengan banyak TPA memiliki peluang lebih besar

dibandingkan rumah yang memiliki sedikit TPA terhadap keberadaan larva

karena keberadaan kontainer sangat berperan dalam kepadatan vektor

nyamuk Aedes aegypti, semakin banyak kontainer maka akan semakin

Page 124: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

103

banyak tempat perindukan dan akan semakin padat populasi nyamuk Aedes

aegypti.17

Banyaknya jumlah TPA di Kelurahan Adatongeng dipengaruhi oleh

kurangnya ketersediaan air bersih/PDAM sehingga warga harus menampung

air untuk kebutuhan sehari-hari. Selain perubahan signifikan pada ABJ,

indeks entomologi berupa HI, BI, dan CI untuk wilayah intervensi (Kelurahan

Adatongeng) juga mengalami penurunan yang signifikan.Hal ini sejalan

dengan peningkatan pengetahuan responden terhadap tempat-tempat yang

berpotensi untuk perkembangbiakan jentik baik yang terdapat didalam

maupun diluar rumah. Terdapat penurunan angka HI, BI, dan CI untuk

wilayah non-intervensi (Kelurahan Turikale) namun tidak terlalu signifikan,

karena nilai HI, CI, dan BI untuk wilayah tersebut memang sudah rendah

pada saat pretest. Jumlah TPA di Kelurahan Turikale tidak sebanyak di

Kelurahan Adatongeng karena ketersediaan air bersih di wilayah Kelurahan

Turikale terdistribusi dengan baik.

Keterbatasan PenelitianKeterbatasan penelitian ini antara lain adalah:

1. Jumlah responden berkurang dikarenakan banyak warga yang pindah

setelah terkena banjir yang cukup parah di Kabupaten Maros, sedangkan

sampel wawancara untuk pre dan post test harus orang yg sama. Responden

yang tidak berada di tempat pada saat post test tidak dapat diganti dan

menyebabkan turunnya jumlah sampel pada saat post test.

2. Masyarakat di wilayah intervensi sudah jenuh dengan kegiatan-kegiatan

yang dilakukan di wilayah tersebut karena sering menjadi daerah

percontohan/pilot project untuk kegiatan-kegiatan daerah, sehingga agak

sulit untuk mengintensifkan suatu kegiatan di wilayah tersebut.

3. Masyarakat di wilayah intervensi (Kelurahan Adatongeng) tidak memiliki

tokoh sentral yang bisa mempengaruhi masyarakat agar lebih intens

melaksanakan kegiatan Jurbastik.

4. Kepala Puskesmas, lurah, camat, dan staf Dinkes Kabupaten Maros yang

terlibat dalam G1R1J, sebagian besar baru memegang jabatan tersebut

sehingga mempengaruhi kelancaran kegiatan. Pergantian pejabat SKPD

seperti lurah dan camat sangat dinamis sehingga membatasi keberlanjutan

pelaksanaan suatu kegiatan.

Page 125: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

104

5. Pemegang program DBD Dinkes Kabupaten Maros dimutasi di tengah

jalannya kegiatan penelitian, sehingga pemegang program DBD yang baru

belum menguasai dengan baik mengenai pelaksanaan G1R1J.

Page 126: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

105

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.2. Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi SelatanKESIMPULAN1. Program gerakan 1R1J di tingkat pemerintah daerah belum berjalan

secara optimal, pihak-pihak yang terlibat dalam program tersebut belum

semuanya mendapatkan pelatihan khusus tentang G1R1J dikarenakan

kurangnya dukungan dari segi biaya operasional dan fasilitas. Belum ada

evaluasi mengenai pelaksanaan G1R1J.

2. Pelaksanaan program gerakan 1R1J di tingkat rumah tangga belum

berjalan sesuai sistem yang seharusnya, seperti pengisian kartu dan

kunjungan koordinator yang tidak rutin. Melalui proses pendampingan,

pelaksanaan G1R1J sesuai juknis dilaksanakan di tingkat rumah tangga

dan mendapat respon yang cukup baik dari masyarakat.

3. Sosialisasi dan kunjungan dalam rangka penanggulangan DBD melalui

program G1R1J dilaksanakan oleh petugas kesehatan dengan didampingi

oleh tokoh masyarakat setempat. Himbauan yang dilakukan secara

kontinyu baik dalam kegiatan rutin warga maupun secara personal

(kunjungan) dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam

pelaksanaan G1R1J, utamanya kebersihan tempat penampungan air dan

pengisian kartu jentik.

4. Edaran dari bupati mengenai himbauan untuk melaksanakan G1R1J

semakin meningkatkan partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam

kegiatan G1R1J. Sosialisasi dilakukan di semua bidang, mulai dari

kegiatan rutin warga, kunjungan rutin ke rumah, pengumuman di radio

lokal, dan pembagian edaran bupati ke seluruh SKPD. Peningkatan

partisipasi masyarakat dalam kegiatan G1R1J ditunjukkan dengan semakin

baiknya pengetahuan mengenai pencegahan DBD serta adanya kenaikan

ABJ dan penurunan HI, BI, CI yang lebih signifikan pada wilayah intervensi

dibandingkan dengan wilayah non-intervensi.

5. Penggunaan aplikasi daring dalam pelaporan program jurbastik belum

efektif dilakukan di wilayah penelitian dikarenakan keterbatasan biaya

operasional, SDM, dan peralatan. Pelaporan oleh koordinator masih

mengikuti form manual dari Puskesmas.

Page 127: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

106

SARAN1. Masyarakat diharapkan lebih berperan aktif dalam pemberantasan

penyakit DBD melalui upaya pemberantsanan sarang nyamuk Aedes

aegypti dengan melakukan 3M+ khususnya dalam menguras tempat

penampungan air dengan menyikat dasar dan dindingnya secara teratur

serta melakukan larvasidasi untuk TPA yang jarang dikuras.

2. Sosialisasi dan pelatihan secara menyeluruh terhadap masyarakat sangat

diperlukan dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat

mengenai kegiatan Jurbastik. Sosialisasi dapt dilakukan melalui melalui

media massa, sekolah, tempat ibadah, kader puskesmas atau kelompok

masyarakat lainnya.

3. Perlu penjelasan lebih lanjut kepada warga mengenai 3M+ dan cara

pengisian kartu yang benar. Kartu pemeriksaan jentik yang dibagikan

sebaiknya tidak terlalu kecil agar memudahkan pengisian kartu oleh warga.

4. Perlu peningkatan peran lintas sektor utamanya lurah, camat, dan bupati

dalam pelaksanaan G1R1J, utamanya dalam promosi kegiatan.

5. Media promosi kegiatan perlu dibuat lebih modern dan interaktif, seperti

bentuk karikatur, poster kartun, dan stiker agar lebih menarik perhatian.

Page 128: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

107

DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Pusat Statistik Kabupaten Maros. Statistik Daerah Kabupaten Maros2018. 1101002.73. (Otuluwa S, ed.). Maros: Badan Pusat Statistik KabupatenMaros; 2018.

2. Badan Pusat Statistik Kabupaten Maros. Kabupaten Maros Dalam Angka 2019.1102001.73. (Hikmayani, ed.). Kabupaten Maros: Badan Pusat Statistik KabupatenMaros; 2019.

3. Dinas Komunikasi, Informatika S dan PPSS. Kabupaten Maros.https://sulselprov.go.id/pages/des_kab/11.

4. Agustino L. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta; 2014.

5. Wahab SA. Analisis Kebijakan Dari Formulasi Ke Penyusunan Model-ModelImplementasi Kebijakan Publik. Jakarta: Bumi Aksara; 2012.

6. Koentjaraningrat. Peranan Ilmu-ilmu Sosial dalam Upaya PeningkatanKesehatan. In: Ilmu-Ilmu Sosial Dalam Pembangunan Kesehatan. Jakarta: PT.Gramedia; 1985.

7. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2007.

8. Kalangie NS. Kebudayaan Dan Kesehatan: Pengembangan PelayananKesehatan Primer Melalui Pendekatan Sosiobudaya. Jakarta: Kesaint Blanc; 1994.

9. Foster GM, Anderson BG. Antropologi Kesehatan (Terjemahan). Jakarta: UIPress; 2006.

10. Green L. Health Education Planning. Palo Alto: Mayfield PublishingCompany.; 1980.

11. Hardiana D. Perilaku Masyarakat dalam Menjaga KebersihanLingkungan Lingkungan Pantai Kecamatan Sasak Ranah Pasisie KabupatenPasaman Barat. J Buana. 2018;2(Maret):495-506.

12. Respati T, Raksanagara A, Djuhaeni H. Model Program DemamBerdarah Dengue , Peran Serta Masyarakat , serta Sanitasi Dasar di KotaBandung. Maj Kedokt Bandung. 2015;50(22):159-166.

13. Rahayu T. Evaluasi Pelaksanaan Program Pencegahan danPenanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja PuskesmasKetapang 2 (Studi di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang Kabupaten KotawaringinTimur Propinsi Kalimantan Tengah). J Kesehat Masy UNDIP. 2012;1(2):479-492.

14. Sugiyono S, Darnoto S. Pengaruh Pelatihan Pencegahan DemamBerdarah Dengue (Dbd) Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Siswa Di SdnWirogunan I Kartasura Kabupaten Sukoharjo. J Kesehat. 2017;9(2):84.doi:10.23917/jurkes.v9i2.4594

15. Natalia A. Gambaran Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi PenyakitDemam Berdarah Dengue Ditinjau dari Aspek Petugas di Tingkat Puskesmas Kota

Page 129: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

108

Semarang Tahun 2011. J Kesehat Masy UNDIP. 2012;109(4):555-562.

16. Nuryanti E. Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Di Masyarakat.KESMAS - J Kesehat Masy. 2013;9(1):15-23. doi:10.15294/kemas.v9i1.2825

17. Wisfer, Ibrahim E, Selomo M. Hubungan Jumlah Penghuni, TempatPenampungan Air Keluarga dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di WilayahEndemis DBD Kota Makassar. 2014.

Page 130: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

109

DRAFT MODEL JURBASTIK KABUPATEN MAROS

“OPTIMALISASI KETERLIBATAN LINTAS SEKTOR DALAM PELAKSANAANKEGIATAN JURBASTIK DI KABUPATEN MAROS”

PENDAHULUAN

Alasan yang melatarbelakangi pengkajian perilaku masyarakat dalam

pencegahan Demam Berdarah adalah penyebaran penyakit yang dibebakan oleh virus

dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamu Aedes Aegypti. Nyamuk Aedes dapat

menggigit semua orang, pada waktu tertentu, dan di manapun. Demam berdarah

dapat menjadi wabah (Soegijanto, 2006), bahkan kejadian luar biasa (KLB)12 untuk

bulan Desember hingga Februari.3

Pencegahan berkembangnya nyamuk aedes aegypti sebagai penular DBD

menjadi mutlak dilakukan karena vaksin yang efektif terhadap DBD sampai saat ini

belum tersedia. Pengobatan yang dilakukan hanya untuk mengurangi gejala sakit dan

mengurangi resiko kematian. Penanggulangan DB secara umum ditujukan kepada

pemberantsan rantai penularan dengan memusnahkan pembawa virusnya (vektor)

yaitu nyamuk aedes aegypti, dengan memberantas sarang perkembangbiakannya

yang umumnya ada di air bersih yang tergenang di permukaan tanah maupun

ditempat-tempat penampungan air (Soedarmo, 2005)

Upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan telah dilakukan oleh

pemerintah terutama melalui Dinas Kesehatan. Dinas Kesehatan melakukan berbagai

upaya untuk memanngulangi terjadinya peningkatan kasus, salah satu di antaranya

dan yang paling utama adalah dengan memberdayakan masyarakat dalam

pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M yang mulai diintesifkan

sejak tahun 1992. Tahun 2000 gerakan 3M dikembangkan menjadi 3M+ yakni yakni

1https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20190131142925-255-365417/kasus-meningkat-indonesia-waspada-dbd2https://regional.kompas.com/read/2019/02/01/16162231/5-fakta-kasus-dbd-di-indonesia-status-waspada-hingga-kiat-kota-cirebon?page=all3https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/07/26/mqjtjv-alasan-demam-berdarah-di-indonesia-meningkat

Page 131: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

110

menutup semua tampungan air atau sumber air, menguras bak mandi, dan mendaur

ulang barang bekas.(Litbangkes Donggala, 2019) Upaya-upaya yang telah dilakukan

tersebut belum menampakan hasil yang diinginkan karena setiap tahun masih terjadi

peningkatan angka kesakitan dan kematian.

Tahun 2015 diiniasi program Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (G1R1J)

yang mana G1R1J menitikberatkan pada peningkatan partisipasi warga dalam

berperan aktif memantau dan memberantas jentik nyamuk vector serta kasus dbd.

Peningkatan partisipasi warga dilakukan dengan pendampingan dari lintas sektor

tingkat kecamatan, puskesmas, serta kader kesehatan.

Permasalahan yang ditemui adalah semenjak digulirkannya G1R1J begitu

beragam, di antaranya: belum ada evaluasi yang dilakukan terhadap program

tersebut,, indikatornya belum didefinisikan, pelaksanaannya belum berkelanjutan, tidak

adanya daya dukung (anggaran) dari daerah, kurangnya animo masyarakat terhadap

kegiatan tersebut, serta lingkup kegiatannya hanya pada lokasi yang relative kecil

yakni RT atau RW saja. Untuk itulah maka dilakukan riset implementasi model juru

pembasmi jentik (JURBASTIK) dalam Penanggulangan DBD di Provinsi Sulawesi

Selatan, tepatnya di Kabupaten Maros.

Pendampingan dan Intervensi yang dilaksanakan di Kabupaten Maros meliputi

dua kelurahan yakni Kelurahan Turikale sebagai daerah non-intervensi, dan Kelurahan

Adatongeng sebagai daerah intervensi. Kegiatan pendampingan, dibagi menjadi

empat tahap, dengan kegiatan meliputi FGD koordinator dan tokoh masyarakat;

wawancara RT/RW, lurah, camat, wawancara jumantik rumah, dan penyampaian

laporan koordinator. Tiap tahap pendampingan selalu disertai kegiatan diskusi dengan

koordinator, supervisor, pihak puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten.

Page 132: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

111

NoVariabel Intervensi

Komunitas

ModelA Model B Model C

Pengembangan Masyarakat LokalKebijakan Sosial/Perencanaan

SosialAksi Sosial

1 Kategori tujuantindakan terhadapwarga masyarakatKelurahanAdatongengkhususnya diperumahan Tumania

Kemandirian; pengembangankapasitas dan pengintegrasianmasyarakat dalam Jurbastik dan PSN

Pemecahan masalah denganmemperhatikan masalah yangpenting yang ada pada masyarakat,yakni berkaitan Pengetahuan, Sikapdan Perilaku

Pergeseran (pengalihan) sumberdaya dan relasi kuasa; perubahaninstitusi dasar dari top down kebottom up berpatokan antara wargamasyarakat dan lintas sektoral

2 Asumsi mengenai strukturkomunitas dan kondisipermasalahan yang ada

Adanya anomie dan pesimis dansaling tidak bekerjasama dalammasyarakat; kesenjangan relasi dankapasitas dalam memecahkanmasalah.

Masalah sosial yang sesungguhnya;kesehatan dan mental, serta lokasiperumahan.

Bila PSN dan Jurbastik tidakdilaksanakan wargamasyarakatsendiri yang dirugikan(menerima dampaknya)

3 Strategi dasar dalammelakukan perubahanPengetahuan, Sikap, dan

Pelibatan berbagai kelompokdalam menentukan danmemecahkan masalah mereka

Pengumpulan data yang terkaitdengan demam berdarah, danmemilih serta menentukan bentuk

Kristalisasi dari isu danpengorganisasian warga danpenentu kebijakan (lintas sektoral)

Page 133: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

112

Perilaku sendiri terkait demam berdarah tindakan yang palingrasonal

untuk pemecahan masalah demamberdarah

4 Karakterisitik taktik danteknik perubahan

Konsensus; komunikasi antarkelompok dan kelompokkepentingan dalam masyarakat(komunitas); diskusi kelompok,ceramah, door to door, spanduk,stiker, iklan media massa

Konsensus kelompok kepentingandalam penggerakan massa (dalammemantau, membasmi jentiknyamuk dan mengisi kartu pantaujentik)

aksi ang bersifat langsung, (kerjabakti) dan memantau sertamembasmi jentik nyamuk padatempat perindukan nyamuk

5 Peran praktisi yangmenonjol

Sebagai enabler-katalis, koordinator;orang meng- 'ajar'-kan keterampilanmemecahkan masalah dannilai-nilai etisKetua RT, ketua RW Tokoh Agama,Tokoh mayarakat,

Pengumpul dan penganalisis data,pengimplementasi program, danfasilitator (Kader, koordinator,Supervisor, Kepala Kelurahan,Camat, Puskesmas, Dinkes Bupati,Dinkes Provinsi, Litbangkes

Lintas Sektoral

6 Media perubahan Manipulasi kelompok kecil (rumahtangga) yang berorientasi padaterselesaikannya suatu tugas mulaidari pantau, basmi dan pengisiankartu pantau jentik

Organisasi Lintas sektoraldan datayang tersedia

Kesepahaman antara wargamasyarakat dan lintas sektoral, danadanya inovasi berkenaan PSN danG1R1J

(Sumber: Adi2013a; disesuaikan)

Page 134: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

113

AKTOR, KEPENTINGAN, JARINGAN DAN POSISI SOSIALNYA

No Nama/Jabatan Alamat Kepentingan/Peran Posisi Sosial1 Ali Deppu Ketua RT /Guru Tokoh masyarakat di RT D.

warga di perumahan Tumaniamengetahui sosok satu ini.Warga cenderung mematuhiperintah dari beliau terutamasaat diadakannya kerja bakti

2 H. Abdul Hamid,S.P

Ketua RW Tokoh masyarakat. WargaTumania selalu berhubungandengan pak Hamid bilaberurusan masalahkependudukan. Pak Hamidmerupakan penyuluhpertanian, sehingga programPSN dan Jurbastik dapatdijelaskannya dengan mudah

3 Guru TK dan SD Guru yang aktif dalamkegiatankemasyarakatan

Sebagai tenaga pendidik danjuga aktif di kegiatankemasyarakatan. Menjadigrada terdepan dalamsosialisasi PSN di lingkungansekolah, beserta prakteknya

4 Kader Jurbastik Posyandu Tumania Tempat masyarakatkhususnya ibu-ibuberkonsultasi mengenaikesehatannya, termasuk jugalansia. Sehingga program PKNdan Jurbastik bisadiaplikasikan secaraberkelanjutan

5. Suveilans DBD Puskesmas Turikale Garda terdepan yangmenghubungkan pihakprovinsi, kabupaten denganwarga masyarakat. Pihak yangselalu mendapat masukan dankritikan berkenaan kebijakanterkait jumantik, jurbastik, danPSN

6. SPV Jurbastik/PSN KelurahanAdatongeng

Kontrol dan evaluasi programJurbastik/PSN

7. Lurah KantorKelurahanAdatongeng

Lurah Adatongeng Pengejawantahan gerakandari pusat ke daerah, danpenyalur aspirasi dari daerahke pusat. Pengambil kebijakandalam penggunaan anggaran

8. Kepala Puskesmas Puskesmas Turikale Penghubung kebijakankesehatan antara pusat,

Page 135: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

114

provinsi, kabupaten dankecamatan. KepalaPuskesmas juga selakupengabil kebijakan anggarandi tingkat PKM

9. Camat Camat Turikale Sebagai penentu kebijakan ditingkat kecamatan, dansebagai penghubung aspirasidari warga dan aturankebijakan dari pemerintahkabupaten. Pihak yang palingdibutuhkan terkaitpermasalahan penggerakanmasyarakat dan jugapengelolaan anggarankemasyarakatan

10. Suveilans DBD Dinkes KabupatenMaros

Garda terdepan yangmenghubungkan pihakprovinsi, kabupaten denganwarga masyarakat. Pihak yangselalu mendapat Pihak yangselalu mendapat masukan dankritikan berkenaan kebijakanterkait jumantik, jurbastik, danPSN

11 Bupati Kabupaten Maros Orang Nomor satu ditingkatKabupaten Maros, penentukebijakan, dan penyaluraspirasi dari warga di tingkatkabupaten.

12. Suveilans DBD Dinkes ProvinsiSulawesi Selatan

Garda terdepan yangmenghubungkan pihak,kabupaten dengan Kebijakanyang berasal dari pusat. Pihakyang selalu mendapatmasukan dan kritikanberkenaan kebijakan terkaitjumantik, jurbastik, dan PSN

13. Ditjen Pencegahandan PengendalianPenyakit

Ditjen Pencegahandan PengendalianPenyakit KementerianKesehatan

Pengambil kebijakan terkaitprogram yang akandiaplikasikan ke masyarakat.Pihak yang selalu mendapatmasukan dan kritikanberkenaan kebijakan terkaitjumantik, jurbastik, dan PSN

Page 136: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

115

BAGAN ALUR KERJASAMA LINTAS SEKTOR DALAM PROGRAM JURBASTIK-PEMBERANTASAN SARANG NYAMUKDI WILAYAH DAMPINGAN, KELURAHAN TURIKALE KABUPATEN MAROS

SPVJurbastik Suveilans DBD

Provinsi SulawesiSelatan

KetuaRW

Guru TKdan SD

KaderJurbastik

Suveilans DBDPuskesmasTurikale

LurahAdatongeng

CamatTurikale

Suveilans DBDDinkes

KabupatenMaros

BupatiKabupaten

Maros

Ketua RT

KepalaPuskesmasTurikale

Ditjen Pencegahandan Pengendalian

Penyakit

Hitam Sangat Kuat Hijau Kuat Biru Sedang Merah Lemah

Page 137: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

116

TABEL PERMASALAHAN DAN TAHAPAN KEGIATAN DENGAN MELIBATKANNLINSEK DALAM PROGRAM PEMBERANTASAN NYAMUK

No Permasalahan Tentang DemamBerdarah Tahapan/ Rekomendasi

Pihak terkait danPenanggungjawab

Program1 Pengetahuan Warga akan DBD

(Jentik, penyebab, gejala,Penularan, pengobatan)

1. Sosialisasi door-to-door2. Pemanfaatan media

interaktif

Posyandu, PKM, Dinaskesehatan

2 Minimnya Pengisian Kartu pantaujentik

1. Sosialisasi door-to-door2. Memberikan Peralatan

dan perlengkapanjumantik dan jurbastikkepada warga

3. Reward/Penghargaanbagi warga yang telahmengisi kartu pantaujentik tepat waktu

Posyandu, PKM, Dinaskesehatan

3 Minimnya DanaSosialisasi/Pelatihan

1. Belum tersedianya danabaik di kelurahan maupunpuskesmas berkenaansosialisasi dnpendampingan

2. Pelatihan Penganggaranuntuk kegiatan PSN-Jurbastik

3. Realisasi anggaran yangterlambat

PKM, Dinas kesehatan,Lurah, Camat Bupati

4 Koordinasi Antar Lembaga Masihlemah

1. Identifikasi lembaga danbidang penunjang dalamsatu lingkup PSN

2. Melakukan rapatKoordinasi

3. MembuatMou/SOP/Edaran antarbidang, antar lini setingkatBupati Maros

4. Pembuatan rencana aksisecara serentak danterkoordinasi

Lintas Sektor

5 Partisipasi Warga dalam PSN 1. Pemetaan masalahminimnya partisipasiwarga

2. Menggerakkan kembaliGotong royong

3. Pelibatan KepalaKelurahan,, Camat, Bupatidalam Kerja bakti Warga

4. Edaran Bupati tentangPSN, Jumantik, danjurbastik

Bupati, Camat, Kepalakelurahan,

Page 138: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

117

5. Edaran Bupati ASNsebagai Jumantik danjurbastik

6 Tata Kelola Pembuangan Sampah a. Identifikasi penetapantempat pembuangan akhirsampahb.Pelatihan pengelolaansampahc.Pelatihan Reduse, Reuse,dan recycle sampahd.Pembuatan tempatpembuangan sementaraSampahe.

Badan Lingkungan Hidup,Dinas Ekonomi Kreatif,Dinas PemberdayaanMasyarakat

7 Sungai Yang Sering banjir 1. Pengerukan Sungai2. Pembuatan Jaring

penghambat sampah kesungai

3. Monitoring jaring danmembersihkan sampah

4. PembuatanTanggul/saluranlimpahan

Dinas PUPR dan badanLingkungan Hidup

8 Pengetahuan penataan danpengelolaan Barang masih layakpakai di tingkat rumah tangga

1. Pelatihan Reduce,Recycle dan Reuse

2. Pelatihan kewirausahaan

Dinas Perindustrian,perdagangan danEkonomi kreatif

9 Penyediaan sarana penunjang(Abatisasi dan Larvasida)

1. Sosialisasi manfaat abatedan larvasida

2. Sosialiasi penggunaanAbate dan larvasida

Dinas Kesehatan

10 Pembuatan Perangkap nyamuk 1. Sosialisasi pemanfaatanbarang bekas

2. Pelatihan pembuatanperangkap nyamuk

3. Pemasangan perangkapnyamuk

Dinas Kesehatan

11 Penanaman tanaman yang tidakdisukai nyamuk

1. Membuat Kategoritanaman

2. Pembagian bibit kepadawarga

3. Penanaman tanaman diperumahan, kantor,maupun taman

Dinas Kesehatan, DinasPertaniand anperkebunan, KepalaDesa, Camat, KepalaDinas, Bupati.

12 Pengasapan 1. Sosialiasi Plus MinusPengasapan

2. Melakukan PengasapanBerkala

Dinas Kesehatan

13 Evaluasi dan Monitoring 1. Mengidentifikasi jenjangpelaporan PSN, DBD,Jumantik, dan Jurbastikdari Kelurahan,

Lintas Sektor

Page 139: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

118

Kecamatan hingga DinasKesehatan KabupatenMaros, antar bidang antarlini

2. Menghubungkan dataPSN, DBD, Jumantik, danJurbastik antar bidangantar lini (khususnyasurveilans kesling dan dbdtingkat kelurahan,kecamatan, dankabupaten)

3. Data yang masukkemudian dibuatpelaporan ke masyarakatdi Kabupaten Maros baiklewat media sosialmaupun media cetak

Page 140: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

119

NoProgram Aksi

Tuntas DemamBerdarah

Tahun Pertama Tahun Kedua Tahun KetigaBulan Bulan Bulan

1&2 3&4 5&6 7&8 9&10 11&12 1&2 3&4 5&6 7&8 9&10 11&12 1&2 3&4 5&6 7&8 9&10 11&12

1 Pengetahuan Wargaakan DBD (Jentik,penyebab, gejala,Penularan,pengobatan)

2 Minimnya PengisianKartu pantau jentik

3 Minimnya DanaSosialisasi/Pelatihan

4 Koordinasi AntarLembaga Masihlemah

5 Partisipasi Wargadalam PSN

6 Tata KelolaPembuanganSampah

7 Sungai Yang Seringbanjir

8 Pengetahuanpenataan danpengelolaan Barangmasih layak pakai ditingkat rumah tangga

Page 141: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

120

9 Penyediaan saranapenunjang (Abatisasidan Larvasida)

10 PembuatanPerangkap nyamuk

11 Penanamantanaman yang tidakdisukai nyamuk

12 Pengasapan

13 Evaluasi danMonitoring

Page 142: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

121

BAGAN ALUR PROGRAM PEMBERANTASAN NYAMUK DENGAN MELIBATKAN LINSEK DI KABUPATEN MAROS

Kegiatan PSNdengan

melibatkan

PengetahuanAwal

BerkenaanResp

Sosialisasi- PSN- 3M- 3M+- G1R1J

Aksi/TindakanWarga

AdatongengFaktor

Penghambat

FaktorPendukung

PemanfaatanMedia untuksosialisasi- Edaran Bupati- Cetak- Elektronik- Media Sosial- Baliho

Evaluasi Program

Page 143: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

122

LAMPIRAN

Page 144: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

123

KUESIONERRISET IMPLEMENTASI MODEL JURU PEMBASMI JENTIK (JURBASTIK)

DALAM PENANGGULANGAN DBD TAHUN 2019

I. PENGENALAN TEMPAT

1 Provinsi 2 Kabupaten/Kota*)

coret salah satu 3 Kecamatan 4 Nama Puskesmas 5 Kode Puskesmas 1. Intervensi 2. Non intervensi 6 Desa/Kelurahan*)

7 Klasifikasi Desa/Kelurahan 1. Perkotaan 2.Pedesaan 8 Nomor Urut Rumah

9 Status Bangunan

1. Rumah milik sendiri/keluarga2. Rumah sewa tahunan3. Rumah sewa bulanan4. Rumah Kosong5. Tempat Tempat Umum/ Tempat Tempat Institusi

10 Nama yang bertanggungjawab sebagai JUMANTIK rumah/Lingkungan :

11 Alamat (Tulis dengan huruf kapital)

12 Koordinat .............................................LS/LU

…..............................................BT

Jika jawaban BLOK I.9 berkode 4 atau 5WAWANCARA SELESAI LANJUT KE FORM ENTOMOLOGI

II. KETERANGAN RUMAH TANGGA

1 Nama kepala keluarga:

2 Jumlah orang yang tinggal dibangunan tersebut ............. orang 3 Jumlah ART (≥ 15 tahun): ............. orang

III. KETERANGAN PENGUMPUL DATA

1 Nama Pengumpul Data:………………………………... 2 Tanggal pengumpulan data --

K – I.*)No urut rumah_______________(*lingkari salah satu)

RAHASIA

Page 145: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

124

IV. KETERANGAN ANGGOTA RUMAH TANGGA

No.urutART

NamaAnggota Rumah Tangga(ART)

Hubungan dengankepala rumah tangga1. Kepala rumah tangga2. Istri/suami3. Anak4. Menantu5. Cucu6. Orang tua / mertua7. Famili lain8. Pembantu rumah tangga9. Lainnya

Jenis Kelamin1.Laki-laki2.Perempuan

Umur (tahun)Jika umur< 1thn isikan“00”Jika umur≥ 97 thn isikan “97”

Pendidikan tertinggi1. Tidak/Belum

pernah sekolah2. Tidak tamat SD/MI3. Tamat SD/MI

sederajat4. Tamat SLTP/MTs

sederajat5. Tamat SLTA/MA

sederajat6. Tamat PT

Pekerjaan utama1. Tidak bekerja2. Sekolah3. PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD4. Pegawai swasta5. Wiraswasta/ Pedagang6. Petani / Buruh tani7. Nelayan8. Buruh/Sopir/Asisten rumah tangga9. Lainnya(Ditanyakan untuk ART usia > 10 th)

Penggunaan anti nyamuk:1. Repelen2. Obat nyamuk bakar4. Semprot (aerosol)8. Elektrik16.Tidak menggunakan

Peran ARTdalampenanganan jentikdi rumah &lingkungan1. Mengamati2. Membersihkan3. Mencatat4. Jawaban 1 & 25.Jawaban 1&36.Jawaban 2&37. Jawaban 1,2&38. Tidak melakukan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

10. 11.

Page 146: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

125

B. PENGETAHUANPetunjuk Pengisian : ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1 = YA ATAU 2 = TIDAK & PILIHAN JAWABAN TIDAK DIBACAKAN

B01 Apakah [NAMA] pernah mendengar istilah Jumantik? 1.Ya2.Tidak

B02 Apakah [NAMA] pernah mendengar istilah 1 Rumah 1 Jumantik (1R1J) atau Jumantik rumah? 1. Ya2. Tidakke B16

B03 Dari mana pernah mendengar istilah 1 Rumah 1 Jumantik (1R1J) atau Jumantik rumah?1. RT/RW 5.Petugas Puskesmas 2. Kelurahan/Kecamatan 6.Petugas Dinas Kesehatan 3. Kader 7.Media cetak/Elektronik/media sosial 4. keluarga 8.Lainnya

B04 Apakah menurut [NAMA] sosialisasi 1R1J diperlukan ? 1. Ya2. Tidak

B05 Menurut [NAMA] siapakah sebaiknya yang melakukan sosialisasi 1R1J ?

1.RT/RW 4. Petugas Puskesmas 2.Petugas Kelurahan/Kecamatan/Pemda 5. Petugas Dinas Kesehatan 3.Petugas Kader 6. Tidak tahu

B06 Materi apa saja menurut [NAMA] yang sebaiknya diberikan pada saat sosialisasi 1R1J ?1. Pengetahuan tentang penyakit, penularan, dan vektor

nyamuk Demam Berdarah Dengue (DBD) 4. Pengetahuan tentang cara mencatat di kartujentik

2. Pengetahuan tentang cara mengamati jentik 5. Pengetahuan tentang PSN 3M Plus 3. Pengetahuan tentang cara membersihkan tempat

perkembangbiakan dan membasmi jentik 6. Tidak tahu B07 Siapa saja menurut [NAMA] yang harus mendapat sosialisasi 1R1J?

1. Kepala keluarga 4. Anggota rumah tangga lainnya 2. Istri 5. Asisten/pembantu rumah tangga 3. Anak 6. Tidak tahu

B08 Siapa saja menurut [NAMA] anggota keluarga yang dapat menjadi JUMANTIK rumah (1R1J)?1. Kepala Keluarga 4. Anggota rumah tangga lainnya 2. Istri 5. Asisten/pembantu rumah tangga 3. Anak 6. Tidak tahu

B09 Apakah [NAMA] mengetahui syarat menjadi JUMANTIK rumah (1R1J)? 1. Berusia > 15 tahun 4. Bertanggungjawab melakukan kebersihan

lingkungan dalam dan luar rumah 2. Dapat menggerakkan anggota keluarga untuk melakukan

PSN 5. Pernah mendapatkan sosialisasi tentang 1R1J 3. Dapat memeriksa tempat perkembanbiakan nyamuk 6. Tidak tahu

B10 Menurut [NAMA] apa saja yang yang harus dilakukan oleh seorang JUMANTIK Rumah dalam kegiatan (1R1J)?

V. KETERANGAN INDIVIDUA. IDENTIFIKASI RESPONDEN

(Jika Responden Tidak Dapat Diwawancarai, maka dapat Diwakilkan)

A01 Nama responden

A02 No Urut responden ……………………. A03 Usia responden: …….……..….tahun A04 Jenis Kelamin responden: 1. Laki-laki 2. Perempuan

Page 147: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

126

1. Mensosialisasikan PSN 3M Plus kepada seluruh anggota/penghuni rumah 2. Dapat memeriksa tempat perkembanbiakan nyamuk dalam dan luar rumah min. seminggu sekali 3. Dapat menggerakkan anggota keluarga untuk melakukan PSN 3M Plus min. seminggu sekali 4. Mengisi kartu Jentik hasil pemeriksaan Tempat penampungan air

B11 Apakah [NAMA] mengetahui adanya kartu / lembar jentik ? 1. Ya2. Tidak Lanjut ke B14

B12 Menurut [NAMA] apakah kegunaan dari kartu / lembar jentik? 1. Mencatat hasil pemeriksaan jentik2. Tidak tahu

B13 Menurut [NAMA] siapa saja yang dapat mengisi kartu jentik?1. Kepala Keluarga 3. Kader 2. Anggota keluarga 4. RT/RW

B14 Apakah [NAMA} mengetahui siapa yang berkunjung ke rumah dalam rangka 1R1J?

1. Kader 4. Koordinator JUMANTIK 2. Petugas puskesmas 5. Supervisor JUMANTIK 3. RT/RW 6. Lainnya

B15 Apakah [NAMA] mengetahui berapa kali frekuensi kunjungan koordinator ke rumah?1. 1 minggu 1 x 3. > 2 minggu 1 x

2. 2 minggu 1 x 4. Tidak tahu B16 Apakah yang [NAMA] ketahui tentang kegiatan 3M Plus ? (Jawaban tidak dibacakan)

1. Menguras tempat-tempat penampungan air : bak mandi-WC, drum dsb 6. Menggunakan perangkap nyamuk (ovitrap,

larvitrap, mosquito trap) 2. Mendaur ulang barang bekas/ Mengubur barang-barang

bekas: botol plastic, kaleng, ban bekas dsb 7. Menutup tempat penampungan air 3. Menggunakan obat anti nyamuk untuk mencegah gigitan

nyamuk 8. Mengganti air vas bunga, minuman burung dsb 4. Tidur menggunakan kelambu pada pagi dan sore hari 9. Menanam tanaman pengusir nyamuk:

lavender, sereh, zodia 5. Menggunakan bubuk temephos/ Ikan 10. Pakai raket nyamuk

B17 Menurut pengetahuan [NAMA] tempat-tempat apa saja yang sering ditemukan jentik nyamuk? (Jawaban tidak dibacakan)

1. Bak Mandi/WC 9. Pot tanaman 2. Ember 10. Tempat minum binatang 3. Drum 11. Aquarium 4. Dispenser 12. Kolam 5. Tempat penampungan air kulkas 13. Barang bekas (ban, ember, botol kemasan,

panci, kaleng) 6. Toren/Tandon/Tangki air 14. Selokan/Got 7. Pagar bambu 15. Tempat air Suci 8. Tempurung Kelapa 16. Lainnya

B18 Menurut [NAMA] apa saja yang harus dilakukan jika ditemukan jentik di tempat penampungan air di dalam dan di luar rumah?1. Membuang air di tempat penampungan tersebut 4. Memelihara ikan pemakan jentik di tempat

penampungan tersebut 2. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air 5. Membuang jentiknya saja 3. Menaburkan obat pembasmi jentik 6. Lainnya

C. SIKAPBACAKAN PERNYATAAN NO.C01 SAMPAI DENGAN NO. C10, ISIKAN KODE JAWABAN 1= SETUJU ATAU 2= TIDAK SETUJU

Page 148: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

127

C01 Gerakan 1R1J tidak perlu disosialisasikanke masyarakat C06 Hanya lingkungan dalam rumah saja yang perlu

diperhatikan kebersihannya C02 Gerakan 1R1J perlu dilaksanakan di setiap

rumah tangga C07 Perlu menguras bak mandi atau penampungan airminimal 1 minggu 1 kali

C03Semua anggota rumah tanggabertanggungjawab terhadap kebersihanlingkungan disekitar rumah

C08 Kunjungan petugas/kader JUMANTIK diperlukanuntuk memantau lingkungan sekitar rumah warga

C04 Kartu pemeriksaan jentik harus diisi ketikamelakukan pemeriksaan jentik C09 Saya merasa terganggu bila dikunjungi petugas atau

kader JUMANTIK 2 minggu 1 x C05 Kegiatan 3M Plus tidak perlu dilakukan

disetiap rumah C10 Rumah yang ditemukan jentik diberikan sanksi D. TINDAKAN (Jawaban Boleh Dibacakan)

D01 Apakah [NAMA] pernah mendapatkan sosialisasi 1R1J? ISIKAN KODE JAWABANDENGAN 1= YA ATAU 2 = TIDAK

1.Ya2.Tidak Lanjut ke D05

D02 Berapa kali sosialisasi program 1R1J yang pernah [NAMA] dapatkan dalam rentang waktu 2015-2018? ISIKAN KODE ‘88’ JIKAJAWABAN RESPONDEN ‘LUPA’

a. 2015……..kali

b. 2016……...kaIi c. 2017……..kali d.2018…..…..kaliD03 Siapa yang melakukan sosialisasi 1R1J ? ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1= YA ATAU 2 = TIDAK & PILIHAN JAWABAN

DIBACAKAN1. RT/RW 7. Petugas Puskesmas 2. Petugas Kelurahan/Kecamatan 8. Petugas Dinas Kesehatan 3. Petugas Kader 9. Lainnya

D04 Materi apa saja yang telah diberikan pada saat sosialisasi 1R1J ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1= YA ATAU 2 = TIDAK1. Pengetahuan tentang penyakit, penularan, dan vektor

nyamuk Demam Berdarah Dengue (DBD) 4.Pengetahuan tentang cara mencatat di kartu jentik 2. Pengetahuan tentang cara mengamati jentik 5.Pengetahuan tentang PSN 3M Plus 3. Pengetahuan tentang cara membersihkan/membunuh

jentik D05 Apakah Program 1R1J pernah dilaksanakan di tempat saudara? 1. Ya

2. Tidak ke D14 D06 Siapa saja di rumah tangga yang melaksanakan gerakan 1R1J? ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1= YA ATAU 2 = TIDAK

1. Kepala keluarga 4. Anggota rumah tangga lainnya 2. Istri 5. Asisten rumah tangga 3. Anak 6. Lainnya

D07 Sejak Tahun berapa program 1R1J dilaksanakan di tempat /rumah saudara ? ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1 = YA ATAU 2 =TIDAK

1. 2015 4. 2018 2. 2016 5. 2019 3. 2017 6. Tidak pernah melaksanakan (lanjut ke D14)

D08 Apakah program 1R1J masih tetap dilaksanakan di rumah tanggasampai saat ini

1. Ya2. Tidak ke D14

D09 Siapa diantara anggota rumah tangga yang paling sering melakukan kegiatan JUMANTIK Rumah (1R1J)? ISIKAN ANGKA SESUAIDENGAN JAWABAN RESPONDEN(1,2,3,4 atau 5)

1. Bapak2. Ibu

3. Anak4. Anggota rumah tangga lainnya5. Asisten rumah tangga

D10 Apakah rumah tangga memiliki kartu pemeriksaan jentik ? ISIKAN DENGAN MEMILIH JAWABAN: 1, 2 ATAU 3

1. Ya dapat menunjukkan2. Ya tidak dapat menunjukkan, ke Ke D133. Tidak ada, alasan…………………………… Ke D13

D11 Apakah kartu pemeriksaan jentik diisi oleh JUMANTIK rumah? (lakukan OBSERVASI) 1. Ya

2. Tidak D12 Apakah petugas/kader/koordinator JUMANTIK memeriksa kartu jentik pada saat kunjungan ke

rumah?1. Ya2. Tidak

D13 Berapa kali frekuensi kunjungan koordinator JUMANTIK ke rumah? ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1 = YA ATAU 2 = TIDAK

Page 149: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

128

1. 1 minggu 1 x 3. > 2 minggu 1 x 2. 2 minggu 1 x 4. Tidak tahu

D14 Alasan mengapa di rumah tangga tidak dilaksanakan 1R1J saat ini ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1 = YA ATAU 2 = TIDAK1. Malas 4. Tidak ada yang mengerjakan 2. Tidak ada waktu 5. Merasa tidak perlu 3. Lingkungan sudah bersih 6. Tidak Tahu

D15 Apakah anggota rumah tangga melakukan kegiatan PSN 3M plus sebagai berikut :ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1 = YA ATAU 2 = TIDAK

Frekuensi1. < 1x per minggu2. 2 minggu 1 x

3. 3 minggu 1 x4. > 1 Bulan

1. Menguras tempat-tempat penampungan air : Bak mandi-WC, drumdsb

2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air 3. Mendaur ulang Barang Bekas : Botol plastik, kaleng, dan bekas dsb 4. Mengganti air vas bunga, minuman burung dsb 5. Tidur menggunakan kelambu pagi dan siang hari 6. Menggunakan obat anti nyamuk untuk mencegah gigitan nyamuk 7. Melakukan larvasidasi (temefos dll) 8. Memelihara ikan pemakan jentik (ikanisasi) 9. Menggunakan perangkap nyamuk ( ovitrap, larvitrap, mosquito trap) 10. Menanam tanaman pengusir nyamuk : lavender, sereh, zodiac 11. Memasang kawat kasa nyamuk 12. Lainnya

D16 Dimana saja biasanya [NAMA] menemukan jentik nyamuk di dalam dan di luar rumah? ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1= YA ATAU 2= TIDAK

1. Bak Mandi/WC 9. Pot tanaman 2. Ember 10. Tempat minum binatang 3. Drum 11. Aquarium 4. Dispenser 12. Kolam 5. TPA kulkas 13. Barang bekas 6. Toren air/Tandon/Tangki air 14. Selokan/Got 7. Pagar bambu 15. Tempat air Suci 8. Tempurung kelapa 16. Lainnya

D17 Jika ditemukan jentik di tempat penampungan air di dalam dan di luar rumah apa saja yang dilakukan [NAMA]? ISIKAN KODE JAWABANDENGAN 1= YA ATAU 2 = TIDAK

1. Membuang air dari tempat penampungan tersebut 4. Memelihara ikan pemakan jentik di tempatpenampungan tersebut

2. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air 5. Membuang jentiknya saja 3. Menaburkan obat pembasmi jentik

E. KONDISI RUMAHE01 Luas Lantai bangunan rumah (DITANYAKAN) ………………….. m2 E02 Pencahayaan di dalam ruangan 1. Cukup 2. Tidak cukup E03 Keberadaan pakaian menggantung di dalam rumah 1. Ada 2. Tidak ada E04 Ventilasi 1. Ada, luas < 10%

2. Ada, Luas > 10% luas lantai

Page 150: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

129

3. Tidak adaE05 Jendela 1. Ada 2. Tidak ada

Catatan:

Page 151: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

130

FORMULIR PEMERIKSAAN JENTIKRiset Implementasi Model Juru Pembasmi Jentik (Jurbastik) dalam Penanggulangan DBD (Multicenter 2019)

PROVINSI : NAMA PUSKESMAS : TGL SURVEI :KABUPATEN/KOTA : RT/RW : NAMA PEMERIKSA :KECAMATAN : NAMA KK& JUMANTIK : GPS : S:

DESA/KELURAHAN : NAMA RESPONDEN : E:KATEGORI WILAYAH: 1. Intervensi 2. Non Intervensi STRATA: 1. Tertata 2. Tidak Tertata STATUS BANGUNAN: 1. Milik sendiri 2. Sewa 3. Rumah Kosong 4. TTU/TTI

NO JENIS KONTAINER(tuliskan kode/jenis kontainer)

JUMLAH

LETAK/TEMPAT

1. Di dalam2. Di luar

BAHAN (tuliskankode bahan)

WARNA(tuliskan kode warna)

TUTUP1. Tertutup2. Terbuka

JENTIK1. Ada

2. Tidak

PUPA1. Ada

2. Tidak

SPESIES(tuliskan kodegenus/spesies)

PERKIRAANVOLUME AIR

(tuliskan kodevolume air)

PELIHARAIKAN1. Ya

2. Tidak

DIKURAS1 MINGGUTERAKHIR

1. Ya2. Tidak

DITABURTEMEFOS

1.Ya2. Tidak

WAKTUTABUR

TEMEFOS(tuliskan

kode waktu)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

JENIS KONTAINERBAHAN

KONTAINERWARNA

KONTAINER GENUS/SPESIES PERKIRAAN VOLUME AIR WAKTU TABUR TEMEFOS

1 = Bak mandi 12 = Penampung kulkas 1 = Semen2 = Plastik

3 = Keramik

4 = Fiber

5 = Kaca

6 = Logam

7 = Tanah

8 = Karet

9= Batu

10= Kayu

Styrofoam/11= gabus

1 = Merah2 = Biru

3 = Kuning

4 = Hijau

5 = Putih

6 = Abu-abu

7 = Hitam

8 = Bening/

transparan

9 = Coklat

1 = Aedes aegypti2 = Aedes albopictus

3 = Culex

4 = Armigeres

5= Anopheles

1 = Kurang dari 1 Liter2 = 1 - 20 Liter

3 = 20- 100 Liter

4 = Lebih dari 100 Liter

1 = 1 minggu terakhir2 = 2 minggu terakhir

3 = 3 minggu terakhir

4 = 4 minggu terakhir

5 = Lebih dari 1 bulan terakhir

2 = Bak WC 13 = Penampung dispenser

3 = Drum 14 = Saluran air

4 = Toren/tangki 15 = Talang air

5 = Tempayan/gentong 16 =Bagian tanaman (lubangpohon/pelepah daun)

6 = Ember 17 = Vas/pot bunga/alas

7 = Baskom 18= Tempurung/batok kelapa

8 = Tempat air suci 19= Kolam/akuarium terbengkalai

9 = Tempat wudhu Barang bekas20= (Kaleng/panci/ember/ban/gelas/

botol kemasan)10 =Lain-lain (tempatpenampungan air), tuliskan!

11=Tempat minum/mandihewan peliharaan

21=Lain-lain (bukan tempatpenampungan air), tuliskan

No urut bangunan:

Page 152: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

131

Lampiran SK Bupati Pelaksana G1R1J Kecamatan Turikale

Page 153: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

132

Page 154: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

133

Page 155: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

134

Lampiran SK Puskesmas Turikale untuk Pelaksana G1R1J di wilayah Kecamatan Turikale

Page 156: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

135

Page 157: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

136

Page 158: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

137

Page 159: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

138

Lampiran 3. Edaran Bupati mengenai himbauan untuk melaksanakan G1R1J

Page 160: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

139

Lampiran 4. Penandatangan Komitmen Bersama

Page 161: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

140

Lampiran 5. Foto Kegiatan

Page 162: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

141

Page 163: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

142

Page 164: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

143

Page 165: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

144

Page 166: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

145

Page 167: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

LAPORAN AKHIR

RISET IMPLEMENTASI MODEL JURUPEMBASMI JENTIK (JURBASTIK) DALAM

PENANGGULANGAN DBDPROVINSI SULAWESI TENGAH

(MULTICENTER 2019)

Meiske Elisabeth Koraag, S.Si, Dkk

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKATBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN2019

Page 168: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

SUSUNAN TIM

Ketua Pelaksana : Meiske Elisabeth Koraag., S.Si.

Peneliti :1. Samarang, SKM., M.Si2. Ade Kurniawan, SKM3. Phetisya Pamela F Sumolang., S.Si4. drh. Gunawan5. Yulianti Bakari, S.Sos, MA6. Risti, AMKL7. Nelfita, AMKL8. Deby Rezkiawan Firdaus, S.Kom9. Muh. Irham, S, AMD. FT

Page 169: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id
Page 170: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id
Page 171: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id
Page 172: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

K

Page 173: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id
Page 174: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

PERSETUJUAN ETIK

Page 175: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id
Page 176: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dankarunia Nya sehingga laporan penelitian “Riset implementasi Model Juru Pembasmi Jentik(Jurbastik)dalam Penanggulangan DBD di Provinsi Sulawesi Tengah (multicenter 2019)” dapatdiselesaikan. Penelitian ini merupakan penelitian multicenter bekerjasama dengan Balai danLoka Ampuan Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat yang dilakukan di 11 Provinsi diIndonesia berdasarkan wilayah-wilayah dengan endemisitas DBD yang tinggi.

Laporan penelitian ini memuat informasi hasil pemberdayaan masyarakat dalamPemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 1 rumah 1 Jumantik (1R1J) di KabupatenPoso dengan peningkatan peran dari jumantik menjadi “Jurbastik” pada tingkat rumah tangga.

Dalam kesempatan ini kami sampaikan ucapan terimakasih kepada Kepala DinasKesehatan Provinsi Sulawesi Tengah dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Poso yang dipilihsebagai lokasi penelitian atas bantuannya dalam memfasilitasi perijinan dan pelaksanaanpenelitian sehingga kegiatan ini dapat berjalan dengan lancar.

Laporan ini tidak terlepas dari keterbatasan dan kekurangan, untuk itu kritik dan saranguna menyempurnakan laporan ini sangat kami harapkan.

Donggala, Desember 2019

Tim Penelitian

Page 177: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

RINGKASAN EKSEKUTIF

Kebijakan Pembangunan Kesehatan tahun 2018 mengarah kepada meningkatkan

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan serta Upaya Promosi Kesehatan dan

Pemberdayaan Masyarakat. Penyakit Demam Berdarah Dengue masih menjadi salah satu

masalah kesehatan di Indonesia, berbagai cara penanggulangannya telah dilakukan namun

kejadian kasus masih tinggi. Dalam mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan penguatan

sistem surveilans di masyarakat sebagai sistem deteksi dini untuk mencegah timbulnya

penyakit.

Sejak tahun 2015 telah diluncurkan Program Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (Juru

Pemantau Jentik). Program Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (1R1J) dikampanyekan oleh

Kementerian Kesehatan RI untuk pengendalian infeksi virus dengue dalam semangat Gerakan

Masyarakat secara luas dengan pendekatan keluarga (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia 2016b; Subuh & Kementerian Kesehatan RI 2016; Sekretariat Jenderal Kementerian

Kesehatan RI 2016; Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2016a). Gerakan 1 Rumah 1

Jumantik menitikberatkan pada pembinaan keluarga oleh puskesmas, lintas sektoral tingkat

kecamatan serta kader kesehatan, dengan tujuan agar keluarga dapat berperan aktif dalam

pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk vektor serta kasus DBD. Hingga saat ini,

sebanyak 111 Kabupaten/kota yang telah menerapkan Gerakan 1R1J, namun masih terbatas

pada beberapa kelurahan ataupun kecamatan dalam kabupaten tersebut. Untuk

mengoptimalkan peran jumantik maka diperlukan peningkatan peran sebagai juru pembasmi

jentik dengan istilah Juru Pembasmi Jentik (JURBASTIK).

Tujuan penelitian ini untuk memberikan alternatif solusi dalam pelaksanaan Program

Prioritas Nasional terkait Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit dengan penguatan upaya

promotif dan preventif melalui pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan GERMAS agar

derajat kesehatan masyarakat meningkat dalam program gerakan 1R1J. Hasil yang diharapkan

adalah untuk percepatan pencapaian kinerja cakupan program 1R1J dengan partisipasi

masyarakat yang tinggi yang pada akhirnya terjadi transfer of ownership dari program menjadi

milik masyarakat.

Disain penelitian pada kegiatan ini adalah metode quasi experimental with control. Pada

tahap ini melakukan uji coba pada daerah perlakuan dan kontrol pada dua kelompok

masyarakat yang relatif sama. Metode kuasi eksperimental digunakan untuk mengetahui

apakah model yang didapatkan mempunyai pengaruh terhadap partisipasi anggota rumah

Page 178: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

tangga dalam program 1R1J. Kegiatan ini diawali dengan pengumpulan data sekunder yaitu

data kasus DBD dari fasilitas kesehatan (Puskesmas, RS dan Dinas Kesehatan), dilanjutkan

dengan pengumpulan data secara kualitatif/ indepth interview di level stake holder terhadap

gerakan 1R1J di provinsi sampai masyarakat. Pengumpulan data secara kuantitatif

menggunakan kuesioner terstruktur dilakukan di masyarakat yang meliputi : partisipasi anggota

rumah tangga dalam pelaksanaan program 1R1J, dilanjutkan denganpengukuran indeks

entomologi (House Index (HI), Container Index (CI), Breuteu Index (BI) dan Angka Bebas Jentik

(ABJ)). Hasil analisis data tersebut akan digunakan untuk merumuskan dan mengembangkan

intervensi 1R1J secara lokal spesifik dan uji coba wilayah.

Gambaran intervensi yang direncanakan dilakukan dengan metode PAR (Participatory

Active Research) terhadap intervensi Jurbastik, yang diawali dengan pertemuan/indept

terhadap stakeholder, tokoh masyarakat, pelatihan 1R1J (Jurbastik) pada setiap tingkatan

sampai dengan anggota keluarga sebagai gerakan 1R1J, upaya promosi kesehatan dan

pembuatan aplikasi sistem pelaporan hasil 1R1J. Tahun kedua direncanakan melakukan

evaluasi hasil dari implementasi model intervensi pada setiap level program, tujuannya untuk

mengetahui kelemahan dan kelebihan dari intervensi yang telah dilakukan.

Manfaat penelitian diperolehnya informasi untuk kebijakan berupa pengembangan

model dalam pengendalian DBD dengan upaya Jurbastik dalam rangka mendukung upaya

pengendalian vektor DBD di wilayah Kabupaten Poso, sehingga dapat diterapkan oleh

pelaksana program dalam pencegahan DBD yang aman, rasional, efisien, efektif, dapat

diterima oleh program dan masyarakat serta berkelanjutan (transfer of ownership).

Penelitian ini merupakan penelitian Multicenter yang dilakukan oleh Balai dan Loka

Litbang dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan,

dengan pembagian wilayah pada wilayah kerja masing-masing Balai/Loka. Balai Litbangkes

Baturaja dengan wilayah penelitian Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan, Loka

Litbangkes Ciamis yaitu Provinsi Lampung dan Provinsi Banten, Balai Litbangkes Banjarnegara,

yaitu Provinsi Kalimantan Barat, Balai Litbangkes Tanah Bumbu yaitu Provinsi Kalimantan

Timur dan Kalimantan Selatan, Balai Litbangkes Donggala yaitu Provinsi Sulawesi Tengah dan

Sulawesi Selatan, Loka Litbangkes Waikabubak yaitu Provinsi Bali dan Puslitbang Upaya

Kesehatan Masyarakat Provinsi Jawa Timur dan Riau

Hasil penelitian untuk Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi menunjukkan terdapat perubahan

yang signifikan terhadap pengetahuan, sikap dan tindakan responden pada saat setelah

dilakukan intervensi berupa kegiatan pendampingan 1 – 4 kali. Terdapat peningkatan

pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat mengenai kegiatan G1R1J dan peningkatan ABJ

Page 179: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

serta perbaikan indeks entomologi lainnya berupa HI, CI dan BI di wilayah intervensi setelah

dilakukan kegiatan pendampingan. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

rerata pengetahuan dan tindakan sebelum dan setelah intervensi untuk beberapa variabel

seperti pelaksanaan G1R1J, sosialisasi G1R1J, kepemilikan kartu kontrol jentik, dan PSN 3M

plus di wilayah intervensi (kelurahan Kawua). Upaya untuk menyampikan pesan G1R1J

(jurbastik) dilakukan dalam bentuk sosialisasi oleh koordinator jumantik, ketua RT/RW, tokoh

masyarakat, tokoh agama. Sosialisasi dilakukan pada kegiatan pertemuan RT dan kegiatan

keagamaan. Partisipasi masyarakat juga terwujud dalam bentuk keikutsertaan dalam kegiatan

sosialisasi, gerakan jumat bersih plus PSN 3M plus dan pengisian kartu kontrol jentik, detektif

cilik anak Sekolah Dasar. Kegiatan pemberdayaan masyarakat melibatkan camat, lurah dan

puskesmas di wilayah Kecamatan Poso Kota Selatan. Pada akhirnya pelaksanaan G1R1J

dengan mengimplementasikan jurbastik ini perlu keterlibatan berbagai sektor seperti

masyarakat, RT/RW, tokoh masyarakat, tokoh agama, camat, lurah, sekolah dasar, puskesmas,

dinas kesehatan kabupaten, dinas kesehatan provinsi dan Bupati. Setiap sektor membuat

komitmen untuk melaksanakan perannya dalam pelaksanaan G1R1J di wilayahnya.

Page 180: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

ABSTRAK

Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (G1R1J) merupakan upaya yang paling efektif untuk

mencegah penyebaran penyakit DBD Kabupaten Poso dan Kabupaten Maros berkomitmen

menjalankan kegiatan G1R1J, namun kasus DBD tetap berfluktuasi setiap tahunnya. Proses

intervensi melalui kegiatan pendampingan 4 kali terhadap pelaksanaan G1R1J dilakukan

dengan peningkatan peran sebagai Jurbastik dalam upaya pemberantasan DBD di Kabupaten

Poso. Disain penelitian menggunakan metode quasi experimental with control. Kegiatan

penelitian diawali dengan pengumpulan data sekunder mengenai kasus DBD di daerah

penelitian, dilanjutkan dengan pengumpulan data secara kualitatif/indepth interview di level

stake holder terhadap gerakan 1R1J di provinsi sampai masyarakat. Pengumpulan data

kuantitatif terhadap masyarakat menggunakan kuesioner terstruktur, meliputi partisipasi

anggota rumah tangga dalam pelaksanaan program 1R1J, dilanjutkan dengan pengukuran

indeks entomologi. Intervensi di wilayah penelitian dilakukan dengan metode PAR (Participatory

Active Research) terhadap intervensi Jurbastik, yang diawali dengan wawancara terhadap

stakeholder, tokoh masyarakat, pelatihan 1R1J (Jurbastik) pada setiap tingkatan sampai

dengan anggota keluarga sebagai gerakan 1R1J, upaya promosi kesehatan dan pembuatan

aplikasi sistem pelaporan hasil 1R1J. Hasil Penelitian menunjukkan, terdapat perubahan yang

signifikan terhadap pengetahuan, sikap dan tindakan responden pada saat setelah dilakukan

kegiatan pendampingan. Terdapat pengingkatan pengetahuan masyarakat mengenai kegiatan

G1R1J, dan ABJ di wilayah intervensi pada saat postest. Hasil analisis data menunjukkan

bahwa terdapat perbedaan proporsi antara pretest dan postest untuk beberapa variabel yang

berkenaan dengan kegiatan PSN di rumah responden. Sosialisasi rumah ke rumah dan di

pertemuan rutin warga menjadi media yang paling efektif dalam menyampaikan kegiatan

Jurbastik.Partisipasi aktif masyarakat meningkat setelah melibatkan lintas sektoral mulai dari

tingkat kelurahan, kecamatan, dan bupati.Keterlibatan lintas sektor dalam promosi kegiatan

Jurbastik sangat berperan besar terhadap animo masyarakat, sehingga diperlukan peningkatan

peran aktif lintas sektor utamanya di tingkat pemerintah daerah dalam menyukseskan kegiatan

Jurbastik di Kabupaten Poso.

Kata Kunci: Jumantik, G1R1J, Jurbastik, DBD, Poso

Page 181: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

DAFTAR ISI

HalJudul ........................................................................................................................... i

Susunan Tim Peneliti…..…………………………………………….….………................................... ii

Surat Keputusan Penelitian …………………………………………………….................................. 4

Etik .............................................................................................................................. 10

Kata Pengantar…………………………………………….…………….………...................................... 11

Ringkasan Eksekutif… ……………………………………………….…………..................................... 12

Abstrak ……………………………………………………………………………......................................... 14

Daftar Isi …………………………………………………………………………......................................... 15

Daftar Tabel …………………………………………………………………….......................................... 18

Daftar Gambar …………………………………………………………………........................................ 22

Daftar Lampiran …………………………………………………………………...................................... 23

BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………………….......................................... 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................................... 1

1.2. Tujuan Penelitian ………………….……..................................................................... 17

1.3. Manfaat penelitian…..………..………………………..……………..…….............................. 17

1.4. Hipotesis …………………………………………………..………..………................................... 18

BAB II. METODE PENELITIAN ………………………… …………..……......................................... 19

2.1. Kerangka Teori …………………………………………..…..….............................................. 19

2.2. Kerangka Konsep ………………………………………………………...................................... 20

2.3. Tempat dan waktu …………………………………………………….…................................... 21

2.4. Disain Penelitian………………. …......…………………………………................................... 21

2.5. Populasi dan Sampel …. ………………………………………….……................................... 21

2.6. Besar Sampel……………………………………………………………........................................ 22

2.7. Cara pemilihan/Penarikan Sampel ……………………………………............................... 22

2.8. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ................................................................................ 23

2.9. Variabel dan Definisi Operasional………............................................................... 23

2.10. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data……………………….…….............................. 23

2.11. Bahan dan Prosedur Pengumpulan Data ……………………….……............................ 27

2.12. Manajemen dan Analisis Data ………………..……………….……................................ 30

Page 182: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

BAB III. HASIL PENELITIAN…………..………………………………………...................................... 343.1 Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah

3.1.1 Gambaran Umum …….……………………………………….................................. 34

3.1.1.1. Kondisi geografis ................................................................. 34

3.1.1.2. Besar masalah DBD selama 5 tahun terakhir ...................... 35

3.1.1.3 Pengendalian DBD yang dilakukan oleh program ............... 36

3.1.2 Program Gerakan 1R1J Tingkat Pemerintah Daerah 38

3.1.2.1 Definisi gerakan 1R1J .......................................................... 38

3.1.2.2 Keberadaan Gerakan 1R1J di wilayah penelitian 38

3.1.3 Program Gerakan 1R1J Tingkat Masyarakat (Hasil kuantitatif) 38

3.1.3.1 Wilayah Intervensi (Kelurahan

Kawua)........................

38

3.1.3.2 Wilayah Non Intervensi (Kelurahan Sayo) ........................... 57

3.1.3.3 Hasil Analisis Wilayah Intervensi (Kelurahan Kawua) ......... 75

3.1.3.4 Hasil Analisis Wilayah Non Intervensi (Kelurahan Sayo) .... 77

3.1.4 Program Gerakan 1R1J di Tingkat Program (Hasil kualitatif)

3.1.4.1 Implementasi Kebijakan ...................................................... 82

3.1.4.2 Sumber Daya Manusia ........................................................ 86

3.1.4.3 Anggaran/Pembiayaan ........................................................ 92

3.1.4.4 Sarana dan Prasarana ......................................................... 94

3.1.4.5 Pemberdayaan Masyarakat ................................................ 96

3.1.4.6 Dukungan dan hambatan .................................................... 98

3.1.5 Penggalangan Kerjasama 101

3.1.5.1 Sosialisasi dan Workshop .................................................... 101

3.1.5.2 Kegiatan Pendampingan tahap I ......................................... 106

3.1.5.3 Kegiatan Pendampingan tahap II ........................................ 112

3.1.5.4 Kegiatan Pendampingan tahap III ....................................... 117

3.1.5.5 Kegiatan Pendampingan tahap IV ....................................... 122

3.1.5.6 Advokasi .............................................................................. 126

3.1.6 Penggalangan Komitmen dan Tindak Lanjut pelaksanaan Gerakan1R1J .......................................................................................................

127

Page 183: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

3.1.7 Pengembangan Aplikasi Daring ............................................................ 130

BAB IV. PEMBAHASAN ............................................................................................... 131

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 147

DRAFT MODEL JURBASTIK KABUPATEN POSO ............................................................ 150

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 152

LAMPIRAN 172

Page 184: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

DAFTAR TABEL

HalTabel 1 Jumlah Kasus dan Incidence Rate Demam Berdarah Dengue per

Provinsi di Indonesia Tahun 2008 – 2017 .............................2

Tabel 2 Target dan Capaian Indikator Kinerja Program DBD di KabupatenPoso ..........................................................................

36

Tabel 3 Distribusi Karakteristk responden di Kelurahan Kawua (wilayahintervensi) Kabupaten PosoTahun 2019 .....................................

39

Tabel 4 Persentase Pengetahuan Responden Tentang Istilah G1R1J diWilayah Kelurahan Kawua (Intervensi) Kabupaten Poso, 2019 ..

40

Tabel 5 Persentase Pengetahuan Responden Tentang Sosialisasi 1R1J diWilayah Kelurahan Kawua (Intervensi) Kabupaten Poso, 2019............................................................................................

40

Tabel 6 Persentase Pengetahuan Responden Tentang Jumantik Rumah1R1J di Wilayah Kelurahan Kawua (Intervensi) Kabupaten Poso,2019 ................................................................

42

Tabel 7 Persentase Pengetahuan Responden Tentang Kartu Jentik 1R1J diWilayah Kelurahan Kawua (Intervensi) Kabupaten Poso, 2019..................................................................................

43

Tabel 8 Persentase Pengetahuan Responden Tentang Kegiatan 3M Plus diWilayah Kelurahan Kawua (Intervensi) Kabupaten Poso, 2019............................................................................................

44

Tabel 9 Persentase Sikap Responden tentang Gerakan 1R1J di KelurahanKawua (Wilayah Intervensi) Kabupaten Poso, 2019 ..

47

Tabel 10 Persentase Tindakan Responden tentang pelaksanaan gerakan1R1J di Kelurahan Kawua (Wilayah intervensi) Kabupaten PosoTahun 2019 .................................................................................

48

Tabel 11 Persentase Tindakan Responden tentang pelaksanaan kegiatanPSN 3M plus pada rumah tangga di Kelurahan Kawua (WilayahIntervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 (≤1 minggu)..

51

Tabel 12 Persentase Tindakan Responden tentang pelaksanaan kegiatanPSN 3M plus pada rumah tangga di Kelurahan Kawua (Wilayah

52

Page 185: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

Intervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 (2 minggu 1x)...............................................................................................

Tabel 13 Persentase Tindakan Responden tentang pelaksanaan kegiatanPSN 3M plus pada rumah tangga di Kelurahan Kawua (WilayahIntervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 (3 minggu 1x)...............................................................................................

52

Tabel 14 Persentase Tindakan Responden tentang pelaksanaan kegiatanPSN 3M plus pada rumah tangga di Kelurahan Kawua (WilayahIntervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 (≥ 1 bulan)...

53

Tabel 15 Persentase Tempat Ditemukan Jentik di Dalam dan di LuarRumahdi Kelurahan Kawua (Wilayah Intervensi) Kabupaten PosoTahun 2019 ........................................................................

54

Tabel 16 Jenis Kontainer yang ditemukan di Kelurahan Kawua (WilayahIntervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 ....................................

55

Tabel 17 Letak Kontainer yang ditemukan di Kelurahan Kawua (WilayahIntervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 ....................................

56

Tabel 18 Kondisi Kontainer yang ditemukan di Kelurahan Kawua (WilayahIntervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 .....................

56

Tabel 19 Indikator Entomologi di Kelurahan Kawua (Wilayah Intervensi)Kabupaten Poso Tahun 2019 ......................................................

57

Tabel 20 Distribusi Karakteristk responden di Kelurahan Sayo (wilayah nonintervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 .............................

58

Tabel 21 Persentase Pengetahuan Responden Tentang Istilah G1R1J diWilayah Kelurahan Sayo ( Wilayah Non Intervensi) KabupatenPoso, 2019 ..................................................................................

59

Tabel 22 Persentase Pengetahuan Responden Tentang Sosialisasi G1R1J diWilayah Kelurahan Sayo ( Wilayah Non Intervensi) KabupatenPoso, 2019 ................................................................

59

Tabel 23 Persentase Pengetahuan Responden Tentang Jumantik Rumah diWilayah Kelurahan Sayo ( Wilayah Non Intervensi) KabupatenPoso, 2019 ...............................................................

61

Tabel 24 Persentase Pengetahuan Responden Tentang Jumantik Rumah diWilayah Kelurahan Sayo ( Wilayah Non Intervensi) KabupatenPoso, 2019 ................................................................

62

Tabel 25 Persentase Pengetahuan Responden Tentang Jumantik Rumah di 63

Page 186: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

Wilayah Kelurahan Sayo ( Wilayah Non Intervensi) KabupatenPoso, 2019 ...............................................................

Tabel 26 Persentase Sikap Responden tentang Gerakan 1R1J di KelurahanSayo (Wilayah Non Intervensi) Kabupaten Poso, 2019............................................................................................

65

Tabel 27 Persentase Tindakan Responden tentang pelaksanaan G1R1J diKelurahan Sayo (Wilayah intervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019............................................................................................

66

Tabel 28 Persentase Tindakan Responden tentang pelaksanaan kegiatanPSN 3M plus pada rumah tangga di Kelurahan Sayo (Wilayah NonIntervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 (≤ 1x per minggu).................................................................................

68

Tabel 29 Persentase Tindakan Responden tentang Frekuensi PelaksanaanKegiatan PSN 3M plus pada Rumah Tangga di Kelurahan Sayo(Wilayah Non Intervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 (2 minggu1x) ..........................................................

69

Tabel 30 Persentase Tindakan Responden tentang Frekuensi PelaksanaanKegiatan PSN 3M plus pada Rumah Tangga di Kelurahan Sayo(Wilayah Non Intervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 (3 minggu1x) ..........................................................

70

Tabel 31 Persentase Tempat Ditemukan Jentik di Dalam dan di Luar Rumahdi Kelurahan Sayo (Wilayah Non Intervensi) Kabupaten PosoTahun 2019 (≥ 1 bulan) ......................................................

70

Tabel 32 Persentase Tempat Ditemukan Jentik di Dalam dan di Luar Rumahdi Kelurahan Sayo (Wilayah Non Intervensi) Kabupaten PosoTahun 2019 ........................................................................

71

Tabel 33 Jenis Kontainer yang ditemukan di Kelurahan Sayo (Wilayah NonIntervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 ............................

73

Tabel 34 Letak Kontainer yang ditemukan di Kelurahan sayo (Wilayah NonIntervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 ................................

73

Tabel 35 Kondisi Kontainer yang ditemukan di Kelurahan Sayo (WilayahNon Intervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 ............................

74

Tabel 36 Angka Entomologi di Kelurahan Sayo (Wilayah Non Intervensi)Kabupaten Poso .......................................................................

74

Tabel 37 Hasil Analisis Pengetahuan di Wilayah Kawua(Wilayah Intervensi) ..................................................................

75

Page 187: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

Tabel 38 Hasil Analisis Sikap di Wilayah Kawua ...................................... 76

Tabel 39 Hasil Analisis Tindakan di Wilayah Kawua (Wilayah Intervensi)

..................................................................................................

76

Tabel 40 Hasil Analisis Pengetahuan di Wilayah Sayo (Wilayah Non

Intervensi) ......................................................................

77

Tabel 41 Hasil Analisis Sikap di Wilayah Sayo (Wilayah Non

Intervensi) ......................................................................

78

Tabel 42 Hasil Analisis Tindakan di Wilayah Sayo (Wilayah Non

Intervensi) .....................................................................

79

Tabel 43 Hasil Analisis Pengetahuan Post – Post (Wilayah Intervensidan Non Intervensi).......................................................................

80

Tabel 44 Hasil Analisis Sikap Post – Post (Wilayah Intervensi dan NonIntervensi) .......................................................................

80

Tabel 45 Hasil Analisis Tindakan Post – Post (Wilayah Intervensi danNon Intervensi) .................................................................

81

Page 188: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

DAFTAR GAMBAR

HalGambar 1 Siklus hidup nyamuk Ae. aegypti ……………………………….. 12

Gambar2 Kerangka Teori ......................................................……………. 19

Gambar3 Kerangka Konsep Penelitian .................................................... 20

Gambar4 Peta Wilayah Kabupaten Poso ................................................. 35

Gambar5 Workshop dan sosialisasi jurbastik di wilayah intervensi ......... 103

Gambar6 Workshop di wilayah intervensi ................................................ 106

Gambar7 Diskusi Koordinator Jumantik tentang pelaksanaan kesepakatandan analisis permasalahan .................................

117

Gambar8 Pertemuan Evaluasi Kegiatan Koordinator Jumantik diKelurahanKawua ......................................................................

125

Gambar9 Advokasi Hasil Kesepakatan Bersama Lintas Sektor TerkaitJurbastik ke Pemerintah daerah (Wakil Bupati) Kabupaten Poso.........................................................................................

127

Page 189: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

DAFTAR LAMPIRAN

HalLampiran 1 Kuesioner 172

Lampiran 2 SK Kepala Dinas Kesehatan Kab Poso.................................. 237

Lampiran 3 Suat Edaran Bupati Poso tentang Jumat Bersih dan PSN 238

Lampiran 4 Foto Kegiatan ......................................................................... 239

Page 190: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangDemam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

virus dengue, ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes

albopictus (1). Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah tropik dan

subtropik, bahkan terdapat kecenderungan terus meningkat (2) dan banyak

menimbulkan kematian pada anak (3).

Sejak pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968 sebanyak 58 orang

terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %),

DBD terus menyebar luas ke seluruh Indonesia. Pada tahun 2015, DBD sudah

menjangkiti seluruh provinsi di Indonesia (34 provinsi) dengan jumlah kabupaten/kota

terjangkit adalah 436 dari 514 kabupate/kota yang ada di Indonesia (84,82%). Selain

itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus

menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009. Peningkatan dan penyebaran kasus DBD

tersebut kemungkinan disebabkan oleh mobilitas penduduk yang tinggi,

perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan

distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya yang masih memerlukan

penelitian lebih lanjut (4). Pada saat ini, menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO),

Asia Pasifik menanggung 75 persen dari beban dengue di dunia antara tahun 2004

dan 2010, sementara Indonesia dilaporkan sebagai negara ke-2 dengan kasus DBD

terbesar diantara 30 negara wilayah endemis (5).

Kasus DBD di Indonesia mengalami siklus epidemik yang terjadi setiap sembilan-

sepuluh tahunan karena adanya perubahan iklim yang berpengaruh terhadap

kehidupan vektor dan faktor yang mempengaruhinya. Perubahan iklim menyebabkan

perubahan curah hujan, suhu, kelembaban, arah udara sehingga berefek terhadap

ekosistem daratan dan lautan serta berpengaruh terhadap kesehatan terutama

terhadap perkembangbiakan vektor penyakit seperti nyamuk Aedes, malaria dan

lainnya (6). Selain itu, faktor perilaku dan partisipasi masyarakat yang masih kurang

dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) serta faktor pertambahan

jumlah penduduk dan faktor peningkatan mobilitas penduduk yang sejalan dengan

Page 191: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

2

semakin membaiknya sarana transportasi menyebabkan penyebaran virus DBD

semakin mudah dan semakin luas.

Pada periode 10 tahun terakhir, jumlah kasus DBD di Indonesia secara keseluruhan

tercatat sebanyak 1.213.324 penderita dengan rata-rata Incidence Rate (IR) adalah

49,55 per 100.000 penduduk. Jumlah kasus pertahun mengalami naik turun setiap

tahunnya dan ada di seluruh provinsi di Indonesia kecuali tahun 2011 di Papua dan

Papua Barat tidak dilaporkan ada kasus DBD. Jumlah kasus tahun 2008 adalah

137.469 penderita (IR= 59,02 per 100.000 penduduk), naik menjadi 158.912 penderita

(IR=68,22 per 100.000 penduduk), selanjutnya turun sedikit tahun 2010 menjadi

156.086 penderita (IR=65,70 per 100.000 penduduk) dan turun tajam pada tahun 2011

menjadi 65.725 penderita (IR=27,67 per 100.000 penduduk).

Tabel 1. Jumlah Kasus dan Incidence Rate Demam Berdarah Dengue per Provinsi diIndonesia Tahun 2008 - 2017

No ProvinsiTahun 2008-2012 Tahun 2013-2017 Jumlah Tahun 2008-2017

Kasus Rata-rata IR Kasus Rata-

rata IR Kasus Rata-rata IR

1 Jawa Barat 120.470 55,98 102.640 43,97 223.110 49,972 Jawa Timur 75.539 40,20 76.040 39,23 151.579 39,723 DKI Jakarta 88.988 199,14 47.330 93,41 136.318 146,274 Jawa Tengah 68.549 41,32 64.393 37,48 132.942 39,405 Bali 29.407 167,60 52.313 250,46 81.720 209,036 Sumatera Utara 28.774 44,08 27.820 40,21 56.594 42,147 Kalimantan Timur 21.299 133,64 26.433 149,66 47.732 141,658 Banten 19.846 41,58 17.426 29,70 37.272 35,649 Sulawesi Selatan 14.885 37,61 20.548 48,23 35.433 42,9210 Lampung 15.086 41,93 16.459 42,05 31.545 41,9911 DI Yogyakarta 11.272 65,43 16.583 90,98 27.855 78,2112 Sumatera Barat 11.875 50,33 14.795 57,54 26.670 53,9413 Kalimantan Barat 13.733 64,21 10.122 43,45 23.855 53,8314 Sumatera Selatan 10.633 29,03 11.632 28,91 22.265 28,9715 Aceh 11.680 52,43 9.489 38,01 21.169 45,2216 Riau 7.451 27,49 13.099 40,82 20.550 34,1517 Sulawesi Tengah 8.743 67,39 7.799 54,92 16.542 61,1618 Kalimantan Selatan 4.770 26,01 10.223 51,76 14.993 38,8919 Kepulauan Riau 7.171 90,50 7.205 71,75 14.376 81,1320 NTB 4.900 23,12 7.695 33,01 12.595 28,0721 Sulawesi Utara 6.778 58,29 5.708 47,81 12.486 53,0522 Kalimantan Tengah 5.341 49,28 5.955 47,88 11.296 48,5823 Sulawesi Tenggara 3.271 30,02 7.667 59,58 10.938 44,8024 Jambi 3.550 22,62 5.231 30,68 8.781 26,65

Page 192: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

3

25 Bengkulu 2.856 32,82 4.245 45,04 7.101 38,9326 NTT 3.992 16,72 2.347 9,20 6.339 12,9627 Kapulauan Babel 1.983 32,72 2.438 36,09 4.421 34,4128 Papua 1.144 13,21 2.629 16,97 3.773 15,0929 Sulawesi Barat 1.122 20,36 2.281 36,18 3.403 28,2730 Kalimantan Utara - - 2.750 106,77 2.750 106,7731 Gorontalo 965 19,40 1.754 31,09 2.719 25,2432 Maluku Utara 1.210 23,95 843 14,63 2.053 19,2933 Papua Barat 1.030 34,93 459 10,88 1.489 22,9134 Maluku 124 1,63 536 63,14 660 32,3935 Indonesia 608.437 51,54 604.887 47,56 1.213.324 49,55

Sumber Data : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2017

Jumlah kasus DBD naik lagi tahun 2012 menjadi 90.245 penderita (IR=37,11 per

100.000 penduduk) dan tahun 2013 menjadi 112.511 penderita (IR=68,22 per 100.000

penduduk). Tahun 2014 turun lagi menjadi 99.508 penderita (IR=39,80 per 100.000

penduduk), tapi naik lagi tahun 2015 menjadi 129.650 penderita (IR=50,75 per

100.000 penduduk) dan tahun 2016 menjadi 2014.171 penderita (IR=78,85 per

100.000 penduduk). Terakhir tahun 2017 turun ke tingkat yang paling rendah dalam

periode 10 tahun terakhir menjadi 59.047 penderita (IR=22,55 per 100.000 penduduk)(7).

Lima belas provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus DBD terbanyak selama periode

tahun 2008-2017 berturut-turut adalah Jawa Barat (223.110 kasus), Jawa Timur

(151.579 kasus), DKI Jakarta (136.318 kasus), Jawa Tengah (132.942 kaus), Bali

(81.720 kasus), Sumatera Utara (56.594 kasus), Kalimantan Timur (47.732 kasus),

Banten (37.272 kasus), Sulawesi Selatan (35.433 kasus), Lampung (31.545 kasus), DI

Yogyakarta (27.855 kasus), Sumatera Barat (26.670 kasus), Kalimantan Barat (23.855

kasus), Sumatera Selatan (22.265 kasus) dan Aceh (21.169 kasus). Berdasarkan

Incidence Rate, lima belas provinsi tertinggi berturutpturut adalah Bali (IR= 209,03 per

100.000 penduduk), DKI Jakarat (IR= 146,27 per 100.000 penduduk), Kalimantan

Timur (IR= 141,45 per 100.000 penduduk), Kalimantan Utara dalam periode 4 tahun

terakhir (IR= 106,77 per 100.000 penduduk), Kepulauan Riau (IR= 81,13 per 100.000

penduduk), DI Yogyakarta (IR= 78,21 per 100.000 penduduk), Sulawesi Tengah (IR=

61,16 per 100.000 penduduk), Sumatera Barat (IR= 53,94 per 100.000 penduduk),

Kalimantan Barat (IR= 53,83 per 100.000 penduduk), Sulawesi Utara (IR= 53,05 per

100.000 penduduk), Jawa Barat (IR= 49,97 per 100.000 penduduk), Kalimantan

Page 193: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

4

Tengah (IR= 48,58 per 100.000 penduduk), Aceh (IR= 45,22 per 100.000 penduduk),

Sulawesi Tenggara (IR= 44,80 per 100.000 penduduk), dan Sulawesi Selatan (IR=

42,92 per 100.000 penduduk).

Berdasarkan IR DBD, suatu daerah dapat dikategorikan dalam risiko tinggi apabila IR

> 55 per 100.000 penduduk, dalam risiko sedang apabila IR 20-55 per 100.000

penduduk, dan risiko rendah apabila IR <20 per 100.000 penduduk. Dengan demikian,

secara nasional wilayah Indonesia termasuk dalah kategori sedang, tetapi terdapat

beberapa provinsi dalan kategori risiko tinggi (8).

Data Dinkes Provinsi Jambi menyebutkan bahwa angka IR Kota Jambi pada tahun

2015 mencapai 97,9 per 100.000 penduduk, mengalami sedikit penurunan di tahun

2016 menjadi 96,6 per 100.000 penduduk. Meski mengalami penurunan menjadi

kategori risiko rendah di tahun 2017 (IR= 20,5 per 100.000 penduduk) namun tetap

menjadi salah satu kota yang tertinggi kasus DBD di Provinsi Jambi (Laporan DBD

Provinsi Jambi). Di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) angka IR tertinggi di tahun

2015 terdapat pada Kota Prabumulih (IR= 198 per 100.000 penduduk), diikuti Kota

Palembang (IR= 66 per 100.000 penduduk). Pada tahun 2016 terdapat beberapa

kabupaten/kota dengan angka IR di atas angka nasional berturut-turut mulai dari yang

tertinggi yakni Kota Lubuklinggau, Kota Prabumulih, Kota Pagar Alam, Kabupaten

Banyuasin, dan Kota Palembang. Angka IR Kota Prabumulih dan Palembang adalah

131 dan 62,8 per 100.000 penduduk. Meskipun mengalami penurunan pada tahun

2017, dua kota dengan angka IR tertinggi di Provinsi Sumsel adalah Kota Prabumulih

dan Kota Palembang (IR= 47,3 dan 46,4 per 100.000 penduduk) (Laporan DBD Prov

Sumsel).

Meluasnya DBD, selain mengancam jiwa manusia, juga bisa menimbulkan kerugian

secara ekonomi cukup besar. Soewarta Kosen, Peneliti yang juga Koordinator Unit

Analisis Kebijakan dan Ekonomi Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan Kemenkes, mengatakan, sumber kerugian itu bukan dari biaya perawatan

saja melainkan juga akibat hilangnya produktivitas si penderita DBD di bidang

ekonomi, kerugian non medisnya justru lebih besar. Tahun 2010 total kerugian

ekonomi akibat DBD mencapai Rp 3,1 triliun dari total jumlah penderita DBD yang

mencapai 157.370 kasus. Kerugian tersebut, hanya di bawah 10% yang menjadi

tanggungan pemerintah, sisanya tanggungan masyarakat (9).

Page 194: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

5

Penyakit DBD adalah penyakit berbasis lingkungan yang sangat dipengaruhi oleh

perilaku manusia, iklim dan kondisi lingkungan yang mengakibatkan tersedia dan

terjangkaunya tempat perkembangbiakan oleh nyamuk Aedes spp sebagai vektornya(10). Penelitian di Jepara dan Ujungpandang menunjukkan bahwa keberadaan nyamuk

Aedes spp. berhubungan dengan tinggi rendahnya penularan virus dengue di

masyarakat, sedangkan keberadaan nyamuk Aedes spp selain dipengaruhi oleh iklim

dan kondisi lingkungan, juga dipengaruhi oleh periaku masyarakat setempat (11).

Dengan demikian, dalam penanggulangan DBD, aspek lingkungan dan perilaku

manusia adalah dua hal yang pokok yang harus menjadi perhatian.

Selain penduduk, variabel iklim yang meliputi suhu dan kelembaban udara serta curah

hujan juga berpengaruh terhadap kejadian DBD. Pada tingkat lokal dan regional, curah

hujan dan ekologis manusia, sangat berpengaruh terhadap kehadiran nyamuk Aedes

aegypti pada skala rumah tangga. Curah hujan adalah komponen penting karena

dapat membengaruhi faktor lain seperti kesuburan vegetasi dan keberadaan air pada

kontainer, serta memiliki potensi untuk mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk

sehingga angka kejadian demam berdarah meningkat pada bulan-bulan tertentu

sesuai dengan tinggi rendahnya curah hujan (12).

Kepadatan nyamuk Aedes spp sangat berhubungan dengan kejadian DBD. Hasil

penelitian di Banyuwangi menunjukan bahwa infeksi primer maupun infeksi sekunder

DBD sebagian besar terjadi di daerah dengan angka bebas jentik (ABJ) < 95% (13).

Berdasarkan Permenkes Nomor 50 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu

Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor Dan Binatang

Pembawa Penyakit Serta Pengendaliannya, ABJ adalah persentase rumah atau

bangunan yang bebas jentik, dihitung dengan cara jumlah rumah yang tidak ditemukan

jentik dibagi dengan jumlah seluruh rumah yang diperiksa dikali 100 persen. Yang

dimaksud dengan bangunan antara lain perkantoran, pabrik, rumah susun, dan tempat

fasilitas umum yang dihitung berdasarkan satuan ruang bangunan/unit pengelolanya.

Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk ABJ adalah 95 persen, dengan

demikian untuk tidak terjadi penularan DBD maka ABJ di suatu wilayah minimal 95

persen. Sampai dengan tahun 2016 ABJ secara nasional belum mencapai target

minimal, meskipun terjadi peningkatan ABJ di tahun 2016 yaitu sebesar 67,6 persen

dibandingkan tahun 2015 (54,2%). Hal ini dapat disebabkan karena Puskesmas sudah

mulai menggalakkan kembali kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) secara rutin

Page 195: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

6

sehingga kegiatan kader Juru Pemantau Jentik (Jumantik) mulai digalakkan kembali.

Selain itu, pelaporan data ABJ sudah mulai mencakup sebagian wilayah

kabupaten/kota di Indonesia sehingga cakupan ABJ juga semakin meningkat. Dalam

periode tahun 2010-2016, ABJ nasional tidak dapat mencapai angka minimal nasional,

paling tinggi hanya 80,2 persen (tahun 2010) dan paling rendah 24,1 persen (tahun

2014). Pada periode tersebut, berturut-turut ABJ nasional setiap tahunnya adalah 80,2

persen (tahun 2010), 76,2 persen (tahun 2011), 79,3 persen (tahun 2012), 80,1 persen

(tahun 2013), 24,1 persen (tahun 2014), 54,2 persen (tahun 2015) dan 67,6 persen

(tahun 2016) (7).

Penelitian di Bandung tahun 2014 menunjukan bahwa pengetahuan masyarakat

berkaitan dengan DBD sudah baik (90%), pernah melakukan PSN (84,7%), rutin

melakukan PSN setiap minggu (60,2%), pernah menugaskan untuk PSN (49,5%), dan

rutin menugaskan PSN (42,5%), sedangkan hasil survai jentik di rumah responden

pada penelitian menunjukan ABJ 34,1 persen. Selanjutnya dilaporkan, penyebab tidak

rutin melakukan PSN paling tinggi adalah karena bukan kewajiban (46,51%), karena

sibuk (36,43%), karena sudah ada petugasnya (7,75%), karena malas (6,20%), karena

lupa (1,55%), dan karena lain-lain alasan sebesar 1,56 persen (14).

Pengendalian DBD telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

581/MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah dan

Keputusan Menteri Kesehatan nomor 92 tahun 1994 tentang perubahan atas lampiran

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 581/MENKES/SK/1992, dengan menitikberatkan

pada upaya pencegahan dengan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN)

selain penatalaksanaan penderita DBD dengan memperkuat kapasitas pelayanan

kesehatan dan sumber daya, memperkuat surveilans epidemiologi dan optimalisasi

kewaspadaan dini terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD (15). Berbagai upaya telah

dilakukan untuk menanggulangi terjadinya peningkatan kasus, salah satu diantaranya

dan yang paling utama adalah dengan memberdayakan masyarakat dalam kegiatan

Pengendalian Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M (Menguras-Menutup-

Mengubur). Kegiatan ini telah diintensifkan sejak tahun 1992 dan pada tahun 2000

dikembangkan menjadi 3M Plus yaitu dengan cara menggunakan larvasida,

memelihara ikan dan mencegah gigitan nyamuk. Tapi sampai saat ini upaya tersebut

belum menampakkan hasil yang diinginkan karena setiap tahun masih terjadi

peningkatan angka kematian (16).

Page 196: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

7

Pelaksanaan PSN, sangat berkaitan dengan perilaku masyarakat sebagai pelaku

utamanya, sedangkan yang disebut perilaku merupakan suatu respons seseorang

terhadap stimulus (rangsangan dari luar) yang terjadi melalui suatu proses: Stimulus

Organism Response (S-O-R) dan sangat tergantung dari orang yang bersangkutan.

Dengan demikian maka perilaku antara individu yang satu dengan lainnya atau antara

komunitas yang satu dengan lainnya akan berbeda karena manusia mempunyai

aktivitas masing-masing (17). Perilaku adalah suatu keadaan yang seimbang antara

kekuatan pendorong dan kekuatan penahan yang dapat berubah apabila terjadi

ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut di dalam diri seseorang (18).

Pada tahun 2015 pada ASEAN Dengue Day (ADD), diluncurkan Gerakan 1 Rumah 1

Jumantik dengan tujuan untuk menurunkan angka penderita dan angka kematian

akibat DBD dengan meningkatkan peran serta dan pemberdayaan masyarakat

berbasis keluarga untuk melakukan pencegahan. Gerakan ini merupakan program

PSN untuk mencapai ABJ >95% dengan mengajak seluruh masyarakat berperan aktif

dalam mencegah perkembangbiakan nyamuk. Ujung tombak Gerakan 1 Rumah 1

Jumantik adalah Juru Pemantau Jentik (Jumantik) yang merupakan anggota

masyarakat yang dilatih oleh Puskesmas setempat untuk memantau keberadaan dan

perkembangan jentik nyamuk guna mengendalikan penyakit DBD di suatu daerah

melalui Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus, yaitu; menguras

bak mandi, menutup tempat penampungan air, memanfaatkan barang bekas, plus

mencegah gigitan nyamuk(19).

Juru pemantau jentik atau Jumantik didefinisikan sebagai orang yang melakukan

pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk khususnya Aedes spp.

Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik didefinisikan sebagai peran serta dan pemberdayaan

masyarakat dengan melibatkan setiap keluarga dalam pemeriksaan, pemantauan dan

pemberantasan jentik nyamuk untuk pengendalian penyakit tular vektor khususnya

DBD melalui pembudayaan PSN 3M PLUS. Jumantik Rumah adalah kepala

keluarga/anggota keluarga/penghuni lain dalam satu rumah yang disepakati untuk

melaksanakan kegiatan pemantauan jentik di rumahnya. Jumantik Lingkunganadalah petugas yang ditunjuk oleh pengelola tempat-tempat umum (TTU) atau tempat-

tempat institusi (TTI) untuk melaksanakan pemantauan jentik. Contoh TTU adalah

pasar, terminal, pelabuhan, bandara, stasiun, tempat ibadah, tempat pemakaman,

atau tempat wisata. Contoh TTI adalah perkantoran, sekolah, atau rumah sakit.

Page 197: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

8

Koordinator Jumantik adalah satu atau lebih Jumantik/kader yang ditunjuk oleh

Ketua RT untuk melakukan pemantauan dan pembinaan pelaksanaan Jumantik rumah

dan Jumantik lingkungan (crosscheck). Supervisor Jumantik adalah satu atau lebih

anggota dari Pokja DBD atau orang yang ditunjuk oleh Ketua RW/Kepala Desa/Lurah

untuk melakukan pengolahan data dan pemantauan pelaksanaan Jumantik di

lingkungan RT. Sebagai pemantau dan pelaksana PSN maka dibentuk juru pemantau

dan pembasmi jentik yang disingkat Jurbastik, merupakan penerapan Gerakan 1

Rumah 1 Jumantik yang didefinisikan sebagai peran serta dan pemberdayaan

masyarakat dengan melibatkan setiap keluarga, pengelola TTU dan TTI dalam

pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk. Jurbastik terdiri dari

Jumantik Rumah yaitu di rumah tangga yang bertugas memantau dan memberantas

nyamuk di rumah masing-masing dan Jumantik Lingkungan yang bertugas memantau

dan memberantas nyamuk di TTU atau TTI masing-masing (20).

Penyadaran masyarakat dapat lebih efektif jika dilakukan oleh Koordinator Jumantik

yang umumnya adalah kader kesehatan karena mereka lebih dekat dengan

masyarakat dan terlibat langsung dalam kegiatan kemasyarakatan. Kader kesehatan

seharusnya mendapat pembekalan pengetahuan dan keterampilan agar mereka

mampu secara mandiri melakukan tugasnya dengan baik. Beberapa studi

menyebutkan bahwa partisipasi kader di masyarakat dipengaruhi oleh motivasi,

pengetahuan, dan keterampilan teknis, keterampilan sosial, kemampuan perencanaan

dan problem solving (kemampuan manajerial). Prinsip pemberdayaan kesehatan pada

dasarnya mendorong masyarakat untuk meningkatkan motivasi dan kemandirian

dalam bertindak dan menentukan keputusan yang berpengaruh terhadap

kesehatannya. Peningkatan motivasi dapat memberikan pengaruh terhadap

peningkatan upaya pengendalian Aedes spp. oleh warga(21). Tugas Jumantik selain

untuk surveilans dan pemberantasan vektor di pemukiman maupun tempat-tempat

umum, juga berperan dalam memperkuat perilaku masyarakat dalam PSN 3M plus

yang keberhasilannya dapat ditinjau dari nilai ABJ dan nilai CI (22)..

5.1. Fokus penelitianDalam upaya pemberantasan DBD diperlukan penguatan sistem pelaksanaan PSN

dan surveilans berbasis masyarakat untuk mencapai ABJ >95% serta deteksi

keberadaan dan kepadatan vektor sebagai salah satu faktor risiko kesakitan DBD.

Kementerian Kesehatan RI telah meluncurkan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik yang

Page 198: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

9

menitik beratkan pada pengawasan dan pemberantasan jentik nyamuk Aedes spp oleh

Jumantik Rumah dan Jumantik Lingkungan. Dalam Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik,

diharapkan adanya peningkatan peran jumantik menjadi Jurbastik (Juru Pembasmi

Jentik) sebagai upaya survailans dan pemberantasan vektor secara aktif oleh

masyarakat di tingkat keluarga. Untuk mencapai itu, peran lintas sektor dan program

kesehatan (Puskesmas) termasuk kader kesehatan sangat dibutuhkan dalam rangka

pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan upaya pengendalian vektor dan deteksi

dini kasus DBD.

Kajian pustakaPenyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)Demam berdarah dengue atau yang biasa disingkat DBD disebabkan oleh virus

Dengue melalui perantara nyamuk vektor Aedes sp. Penyakit ini ditandai dengan

demam mendadak selama 2 sampai 7 hari, setelah masa inkubasi 4-10 hari setelah

digigit nyamuk yang terinfeksi. Seseorang yang terinfeksi virus dengue mengalami

gejala mirip flu. Gambaran klinis demam berdarah bervariasi sesuai dengan usia

pasien. Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO.

Pasien yang sudah terinfeksi virus Dengue dapat menularkan kepada orang lain

melalui perantara nyamuk Aedes sp. setelah gejala pertama muncul (selama 4-5 hari;

maksimal 12) (WHO, 2017b).

Epidemiologi DBDDalam perjalanan penyakitnya, kasus DBD melibatkan 3 organisme utama yaitu virus

dengue, nyamuk Aedes sp. dan manusia sebagai host. Secara alamiah,

keberlangsungan ketiga kelompok organisme tersebut dipengaruhi oleh faktor

lingkungan baik lingkungan fisik maupun biologi. Pola perilaku yang terjadi dan status

ekologi dari ketiga kelompok organisme tersebut dalam ruang dan waktu saling

berkaitan, menyebabkan penyakit DBD berbeda derajat endemisitasnya pada satu

lokasi dengan lokasi lainnya dan dari waktu ke waktu.

Virus DengueVirus Dengue termasuk kedalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae, terdiri dari 4 jenis

serotipe, yaitu Denvirus-1, Denvirus-2, Denvirus-3, dan Denvirus-4. Virus berukuran

kecil (50 nm) ini memiliki single standard RNA. Virionnya terdiri dari nucleocapsid

dengan bentuk kubus simetris dan terbungkus dalam amplop lipoprotein. Seseorang

Page 199: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

10

yang telah terinfeksi oleh serotipe tertentu maka pada masa pemulihan akan

memberikan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe tersebut. Namun, kekebalan

silang terhadap serotipe lainnya setelah pemulihan hanya bersifat parsial dan

sementara. Infeksi selanjutnya oleh serotipe lain dapat meningkatkan risiko demam

berdarah yang lebih parah (WHO, 2017a). Seseorang yang tinggal di daerah endemis

dengue dapat terinfeksi oleh lebih dari 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Di

Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa

rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi

sepanjang tahun. Den-3 merupakan serotipe virus yang dominan dan diketahui banyak

menunjukkan manifestasi klinik yang berat (Depkes, 2004) dan merupakan serotipe

yang paling luas distribusinya disusul Den-2, Den-1, dan Den-4 (Ditjen-P2PL, 2013c).

Vektor Demam Berdarah DengueNyamuk Aedes aegypti merupakan vektor utama yang menularkan virus dengue dari

manusia penderita ke manusia lainnya melalui gigitan nyamuk betina infektif. Aedes

aegypti berkembang biak di dalam rumah dan mampu menggigit siapapun sepanjang

hari. Habitat dalam ruangan kurang rentan terhadap variasi iklim dan hal ini dapat

meningkatkan umur nyamuk (WHO, 2017b). Nyamuk betina bertelur di wadah air

buatan seperti ban, kaleng, toples dan lain sebagainya. Media air diperlukan untuk

tempat berkembang biak, sehingga puncak kepadatan nyamuk terjadi pada musim

hujan. Pada musim hujan lebih banyak ditemukan wadah-wadah yang berubah fungsi

menjadi tempat penampungan air, dan menjadi konsekuensi langsung meningkatnya

jumlah kasus DBD.

Nyamuk Ae. aegypti mampu beradaptasi dengan baik di lingkungan perkotaan dan

merupakan vektor yang sangat kompetitif karena sifat antropofiliknya. Nyamuk Ae.

aegypti tersebar luas di daerah tropis dan subtropis dan ditemukan hampir di semua

perkotaan dan pedesaan. Di wilayah Asia Tenggara, selain Ae aegypti juga dikenal Ae.

albopictus sebagai vektor kedua yang juga penting dalam mendukung keberadaan

virus dengue.

Morfologi Nyamuk Ae. aegyptiNyamuk Ae. aegypti berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran

nyamuk rumah (Culex sp), mempunyai warna dasar yang hitam dengan bintik-bintik

putih pada bagian badannya, terutama pada kaki dan dikenal dari bentuk morfologi

Page 200: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

11

yang khas sebagai nyamuk yang mempunyai gambaran lire (Lyre form) berwarna putih

pada punggungnya. Probosis bersisik hitam, palpi pendek dengan ujung hitam besisik

putih perak. Occiput bersisik lebar, berwarna putih terletak memanjang. Femur bersisik

putih pada permukaan posterior dan setengan basal, anterior dan tengah bersisik putih

memanjang. Tibia semuanya hitam. Tarsi belakang berlingkaran putih pada segmen

basal kesatu sampai keempat dan kelima berwarna puih. Sayap brukuran 2,5 – 3,0

mm bersisik hitam.

Nyamuk Aedes albopictus, sepintas seperti nyamuk Ae. aegypti, yaitu mempuyai

warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian dadanya, tetapi pada thorax

yaitu bagian mesotonumnya terdapat satu garis longitudinal (lurus dan tebal) yang

dibentuk oleh sisk sisik putih berserakan. Nyamuk ini merupakan penghuni asli Negara

Timur, walaupun mempunyai kebiasaan bertelur ditempat-tempat yang alami di rimba

dan hutan bambu, tetapi telah dilaporkan dijumpainya telur dalam jumlah banyak

disekitar tempat pemukiman penduduk di daerah perkotaan.

Siklus Hidup Nyamuk Ae. aegyptiNyamuk Ae. aegypti mengalami metamorfosis sempurna, yaitu telur– larva–pupa–

dewasa. Stadium telur, larva dan pupa hidup didalam air, sedangkan stadium dewasa

hidup di luar air. Pada umumnya telur akan menetas dalam 1–2 hari setelah terendam

air. Stadium jentik biasanya berlangsung antara 5–15 hari, dalam keadaan normal

berlangsung 9–10 hari. Stadium berikutnya adalah stadium pupa yang berlangsung 2

hari, kemudian selanjutnya menjadi dewasa dan melanjutkan siklus berikutnya. Dalam

suasana yang optimal, perkembangan dari telur menjadi dewasa memerlukan waktu

sedikitnya 9 hari.

Nyamuk Aedes albopictus dalam berkembang biaknya juga mengalami metamorfosis

sempurna dengan lama berkembang biaknya dari telur hingga dewasa adalah 7-14

hari denngan tiap-tiap fase: telur – jentik: 1–2 hari, jentik–kepompong: 7–9 hari dan

kepompong–dewasa: 2–3 hari. Antara nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus lama

siklus hidupnya tidak berbeda jauh. Apabila digambarkan siklus hidup nyamuk Ae.

aegypti adalah sebagai berikut:

Page 201: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

12

Gambar 1. Siklus hidup nyamuk Ae. aegypti

Tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes berupa genangan air yang tertampung

disuatu wadah yang disebut kontainer, bukan pada genangan air di tanah. Kontainer

ini dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :

1. Tempat penampungan air yang bersifat tetap (TPA)

Penampungan ini biasanya dipakai untuk keperluan rumahtangga sehari-hari, pada

umumnya keadaan airnya adalah jernih, tenang dan tidak mengalir, seperti bak

mandi, bak WC, drum penyimpanan air dan lain-lain.

2. Bukan tempat penampungan air (non TPA)

Adalah kontainer atau wadah yang bisa menampung air, tetapi bukan untuk

keperluan sehari-hari, seperti tempat minum hewan piaraan, barang bekas (ban,

kaleng, botol, pecahan piring/gelas), vas atau pot bunga dan lain-lain.

3. Tempat perindukan alami.

Bukan tempat penampungan air tetapi secara alami dapat menjadi tempat

penampungan air misalnya potongan bambu, lubang pagar, pelapah daun yang

berisi air dan bekas tempurung kelapa yang berisi air.

Berbagai penelitian yang telah dilakukan terhadap perindukan nyamuk didapatkan

bahwa:9

1) Tempat perindukan alami lebih disukai bila dibandingkan dengan non alami.

2) Jenis kontainer tanah liat dan bambu paling disukai bila dibandingkan kontainer

semen, kaca/gelas, alumunium dan plastik.

3) Warna-warna kontainer terang (coklat muda, kuning dan merah) lebih disukai

sebagai tempat berkembang biak.

Pupa2 - 4 hari

Telur1 – 2 hari

Jentik/larva7 – 9 hari

Nyamuk dewasabetina

Page 202: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

13

4) Semakin dalam jarak permukaan air ke permukaan bejana semakin banyak

didapatkan larva.

Habitat Nyamuk VektorHabitat vektor mempelajari hubungan antara vektor dan lingkungannya atau

mempelajari bagaimana pengaruh lingkungan terhadap vektor, terdapat dua macam

lingkungan yaitu lingkungan fisik dan biologi.

a. Lingkungan fisik

Lingkungan fisik ada bermacam-macam misalnya tata rumah, jenis kontainer,

ketinggian tempat dan iklim.

1) Jarak antara rumah

Jarak rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah ke rumah lain,

semakin dekat jarak antar rumah semakin mudah nyamuk menyebar kerumah

sebelah menyebelah. Bahan-bahan pembuat rumah, konstruksi rumah, warna

dinding dan pengaturan barang-barang dalam rumah menyebabkan rumah

tersebut tidak disenangi atau tidak disenangi oleh nyamuk. Berbagai penelitian

penyakit menular membuktikan bahwa kondisi peruamahan yang berdesak-

desakan dan kumuh mempunyai kemungkinan lebih besar terserang penyakit.

2) Macam kontainer

Termasuk macam kontainer dsini adalah jenis/bahan kontainer, letak kontainer,

bentuk, warna, kedalaman air, tutup dan asal air, mempengaruhi nyamuk dalam

pemilihan tempat bertelur.

3) Ketinggian tempat

Variasi ketinggian tempat berpengaruh terhadap syarat-syarat ekologis yang

diperlukan oleh vektor penyakit. Di Indonesia nyamuk Ae.aegypti dan Ae.

albopictus dapat hidup pada daerah dengan ketinggian 1000 meter diatas

permukaan laut.

4) Iklim

Iklim adalah salah satu komponen pokok lingkungan fisik yang terdiri dari: suhu

udara, kelembapan udara, curah hujan dan kecepatan angina.

a) Suhu udara

Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi metabolismenya

menurun atau bahkan terhenti bila suhunya turun sampai di bawah suhu kritis.

Page 203: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

14

Pada suhu yang lebih tinggi dari 350C juga mengalami perubahan dalam arti

lebih lambatnya proses-proses fisiologis, rata-rata suhu optimum untuk

pertumbuhan nyamuk adalah 250C–270C. pertumbuhan nyamuk akan terhenti

sama sekali bila suhu kurang 100C atau lebih dari 400C.

b) Kelembapan nisbi

Kelembapan udara yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan keadaan rumah

menjadi basah dan lembap yang memungkinkan berkembangbiaknya kuman

atau bakteri penyebab penyakit. Kelembaban yang baik berkisar antara 40-70

persen. Untuk mengukur kelembapan udara digunakan hygrometer, yang

dilengkapi dengan jarum penunjuk angka kelembapan relatif.9

c) Curah hujan

Hujan berpengaruh terhadap kelembapan nisbi udara dan tempat perindukan

nyamuk juga bertambah banyak.

d) Kecepatan angin

Kecepatan angin secara tidak langsung berpengaruh pada kelembapan dan

suhu udara, disamping itu angin berpengaruh terhadap arah penerbangan

nyamuk. Meskipun kondisi iklim dari suatu daerah berpengaruh terhadap vektor

penyakit, namun karena keterbatasan alat maka pada penelitian ini yang akan

dilakukan pengukuran langsung adalah suhu udara dan kelembapan udara.

b. Lingkungan Biologi

Nyamuk Ae. aegypti dalam perkembangannya mengalami metamorfosis lengkap yaitu

mulai dari telur-larva-pupa-dewasa. Telur Ae. aegypti berukuran lebih kurang 50

mikron, berwarna hitam berbentuk oval menyerupai torpedo dan bila terdapat dalam

air dengan suhu 20-40 oC akan menetas menjadi larva instar 1 akan berkembang terus

menjadi instar II, instar III dan instar IV, kemudian berubah menjadi nyamuk dewasa

memerlukan waku antara 2-3 hari. Pertumbuhan dan perkembangan nyamuk Ae.

aegypti sejak dari telur sampai nyamuk dewasa memerlukan waktu 7-14 hari dan

nyamuk jantan lebih cepat menetasnya bila dibandingkan nyamuk betina. Larva

nyamuk Ae. aegypti lebih banyak ditemukan pada bejana yang terbuat dari metal,

tanah liat, semen, dan plastik. Lingkungan biologi yang mempengaruhi penularan DBD

terutama adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang

mempengaruhi kelembapan dan pencahayaan di dalam rumah. Adanya kelembapan

yang tinggi dan kurangnya pencahayaan dalam rumah merupakan tempat yang

disenangi nyamuk untuk hinggap beristirahat.

Page 204: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

15

c. Lingkungan Sosial

Kebiasaan masyarakat yang merugikan kesehatan dan kurang memperhatikan

kebersihan lingkungan seperti kebiasaan menggantung baju, kebiasaan tidur siang,

kebiasaan membersihkan TPA, kebiasaan membersihkan halaman rumah, dan juga

pastisipasi masyarakat khususnya dalam rangka pembersihan sarang nyamuk, maka

akan menimbulan risiko terjadinya transmisi penularan penyakit DBD di dalam

masyarakat. Kebiasaan ini akan menjadi lebih buruk dimana masyarakat sulit

mendapatkan air bersih, sehingga mereka cenderung untuk menyimpan air dalam

tendon/bak air, karena TPA tersebut sering tidak dicuci dan dibersihkan secara rutin

pada akhirnya menjadi potensial sebagai tempat perindukan nyamuk Ae. aegypti.

Faktor Risiko Transmisi Demam Berdarah DengueTransmisi DBD disebabkan adanya interaksi antara virus, nyamuk vektor, manusia,

dan faktor lingkungan (Guzman & Harris, 2015). Berbagai tindakan pencegahan dan

pengendalian vektor DBD sudah banyak dilakukan, namun belum menunjukkan hasil

yang optimal. Upaya mengidentifikasi faktor risiko lokal sangat penting dalam

memastikan tindakan pencegahan ditargetkan secara efisien. Faktor-faktor risiko

tersebut antara lain:

a. Virus DengueSeperti telah dikemukakan sebelumnya, bahwa virus Dengue terdiri dari empat jenis

serotipe, yaitu Denvirus-1, Denvirus-2, Denvirus-3, dan Denvirus-4. Seseorang yang

terinfeksi satu jenis serotipe Dengue akan memberikan kekebalan terhadap serotipe

tersebut, namun tidak untuk serotipe lainnya. Sebagian besar kasus DBD/Dengue

Syock Syndrom (DSS) terjadi pada penderita yang mengalami infeksi sekunder

Dengue. Faktor virulensi virus Dengue berperan penting dalam patogenitas DBD/DSS

(McBridea & Ohmann, 2000).

b. Nyamuk VektorDemam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit tular vektor yang disebabkan

oleh virus Dengue melalui perantara nyamuk Aedes. Kemampuan nyamuk menjadi

vektor penyakit berkaitan dengan kepadatan populasi dan aktivitas nyamuk menghisap

darah inang (host) (Syahribulan et al., 2012). Sesudah melakukan kegiatan mencari

Page 205: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

16

darah host, nyamuk memerlukan tempat beristirahat. Nyamuk beristirahat pada

tempat-tempat yang sepi, gelap, dingin, dan basah (Sumantri, 2015). Beberapa

penelitian menyebutkan terdapat hubungan yang bermakna antara keberadaan resting

place di dalam dan diluar rumah dengan kejadian DBD (Rianasari et al., 2016;

Salawati, Astuti, & Nurdiana, 2010). Aktivitas menghisap darah oleh nyamuk betina

diperlukan untuk proses pematangan telur demi kelanjutan generasi nyamuk

selanjutnya. Nyamuk Aedes memiliki kemampuan terbang dengan jarak 40-100 m

(Ditjen-P2MPL, 1999). Oleh karena itu pemeriksaan lingkungan dengan radius

tersebut penting diketahui dengan tujuan menentukan luas wilayah pengendalian

vektor untuk melindungi penduduk dari transmisi penyakit (Sumantri, 2015).

Kepadatan populasi nyamuk Aedes yang diukur melalui kepadatan larva dan jumlah

kontainer sangat nyata pengaruhnya terhadap kasus penularan DBD (Suwarja, 2007).

Dalam program pengendalian DBD, survei larva yang biasanya dilakukan adalah

dengan cara visual. Cara tersebut bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya larva

pada setiap TPA yang diperiksa. Indeks entomologi yang umum digunakan untuk

pemantauan tingkat kepadatan larva nyamuk Aedes, yaitu House Index (HI), Container

Index (CI), dan Breteau Index (BI) (WHO, 2011).

Perumusan masalah

Dalam upaya pemberantasan DBD diperlukan penguatan sistem pelaksanaan PSN

dan surveilans berbasis masyarakat untuk mencapai ABJ >95% serta deteksi

keberadaan dan kepadatan vektor sebagai salah satu faktor risiko kesakitan DBD.

Kementerian Kesehatan RI telah meluncurkan gerakan 1 Rumah 1 Jumantik yang

menitik beratkan pada pengawasan dan pemberantasan jentik nyamuk Aedes spp oleh

Jumantik Rumah dan Jumantik Lingkungan. Dalam gerakan 1 Rumah 1 Jumantik,

diharapkan adanya upaya survailans dan pemberantasan vektor serta pelaporan

kasus DBD secara aktif oleh masyarakat di tingkat keluarga. Untuk mencapai itu,

peran lintas sektor dan program kesehatan (Puskesmas) termasuk kader kesehatan

sangat dibutuhkan dalam rangka pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan upaya

pengendalian vektor dan deteksi dini kasus DBD.

Pertanyaan penelitian

1. Apakah Definisi Operasional (DO) Program Gerakan 1R1J disemua tingkatan

sudah tepat?

Page 206: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

17

2. Bagaimana pelaksanaan 1R1J di tingkat provinsi, kabupaten, Puskesmas dan

di masyarakat?

3. Apakah sinkronisasi kegiatan antar program sudah berjalan/terkoordinasi

(surveilans, pemberantasan vektor dan Program Pengendalian Penyakit)?

4. Apakah surveilans vektor disemua tingkatan sudah dilakukan dengan sesuai

SOP?

5. Apakah pelaksanaan Program Gerakan 1R1J sudah berjalan dimasyarakat

secara terus menerus dan berkesinambungan?

6. Apakah sudah ada sistem pelaporan secara cepat?

7. Bagaimana analisis hasil pelaksanaan 1R1J?

1.2 Tujuan Penelitian1.2.1 Tujuan Umum :Tujuan penelitian ini untuk memberikan alternatif solusi dalam pelaksanaan Program

Prioritas Nasional terkait Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit dengan

penguatan upaya promotif dan preventif melalui pemberdayaan masyarakat dengan

kegiatan Jurbastik agar derajat kesehatan masyarakat meningkat.

1.2.2 Tujuan Khusus:1. Identifikasi pelaksanaan program gerakan 1R1J di tingkat pemerintah daerah.

2. Identifikasi pelaksanaan program gerakan 1R1J di tingkat masyarakat (rumah

tangga)

3. Menggalang partisipasi aktif kerjasama antara masyarakat-petugas kesehatan dan

tokoh masyarakat setempat dalam menanggulangi DBD di wilayahnya

4. Memperkuat sumberdaya setempat, tokoh masyarakat setempat, saluran

komunikasi setempat dalam rangka menanggulani DBD melalui kegiatan 1R1J

dengan peran sebagai jurbastik.

5. Pengembangan aplikasi daring dalam sistem pelaporan program Jurbastik.

1.3 Manfaat PenelitianSebagai bahan pengambil kebijakan untuk menentukan model penerapan program

Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik dengan peningkatan peran sebagai Jurbastik dalam

upaya pemberantasan DBD.

Page 207: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

18

1.4 HipotesisHipotesis dalam penelitian ini adalah “partisipasi masyarakat dalam kegiatan 1R1J

pada kelompok yang diberi perlakuan lebih tinggi dari pada kelompok kontrol”.

Page 208: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

19

BAB II METODE PENELITIAN

2.1 Kerangka Teori

Gambar 2. Kerangka Teori

Lingkungan- Intensitas cahaya- Keberadaan, rimbunan dan tinggi tanaman- Tempat Penampungan Air (TPA)- Kepadatan penduduk

Iklim- Curah hujan- Suhu- Kelembapan

Nyamuk Aedes sp- Kepadatan nyamuk- Kepadatan jentik- Tempat

perkembangbiakan- Kesenangan

menggigit(feedinghabits)

- Keberadaan restingplaces

- Jarak terbang (flightrange)

Virus DengueSerotipe virusdengue

Penduduk- Umur- Jenis kelamin- Status gizi- Imunitas- Pendidikan- Perilaku PSN (menguras,

menutup, memanfaatkanbarang bekas, menaburlarvasida, menggunakan antinyamuk, memelihara predatorlarva, menanam tanamanpengusir nyamuk, mengaturventilasi rumah, menghindarimenggantung pakaian)

TRANSMISI DBD

Sumber : Guzman & Haris, 2015,McBridea&Ohman, 2000; Syahribulan et al.,2012; Sumantri, 2015; Kumar et.al, 2016;Ditjen P2MPL, 1999; Khormi, 2013; Morin et al2013.

Page 209: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

20

2.2 Kerangka Konsep

Pre intervensi Post Intervensi

Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep penelitian, bahwa output yang diharapkan adalah ABJ

lebih dari 95% dan tidak ditemukan kasus indigenous, ini adalah angka capaian yang

telah ditetapkan oleh pemerintah dan merupakan indikator capaian 1R1J. Disain

Dalam penelitian ini adalah quasi experimental with control, dengan mengukur

variabel-vriabel sebelum dan setelah intervensi. Pengumpulan data Dilakukan dengan

mix methode yaitu kualitatif dan kuantitatif. Untuk mendapatkan angka tersebut

diperlukan beberapa indicator yang harus diukur. Pengumpulan data kuantitatif

dilakukan kepada petugas kesehatan dan masyarakat untuk mengetahui

Pengetahuan, Sikap dan perilaku terhadap program gerakan 1R1J. Pengukuran

indeks entomologi (HI, CI, BI) dan ABJ. Sedangkan pengumpulan data kualittif

dilakukan wawancara mendalam terhadap pemerintah daerah, pemegang program,

Petugas Puskesmas, Kader dll, diantaranya penggalian informasi terkait adanya SK

1R1J, Norma Standart Pedoman dan Kriteria (NSPK), Pelaksanaan PSN, Petunjuk

teknis IRIJ, SOP dan sistem penganggaran. Pada penelitian ini model intervensi yang

Data Kuantitatif(Masyarakat &Petugas):1. Pengetahuan,

sikap danperilakuterhadap 1R1J

2. Indeksentomologi (HI,CI, BI)

Data Kualitatif(Petugas):1. Pelaksanaan

sosialisasi 1R1J(SK)

2. KeberadaanNSPK (Pedoman1R1J)

3. SOP 1R1J4. Pendanaan

ABJ

Data Kuantitatif(Masyarakat &Petugas):3. Pengetahuan,

sikap danperilakuterhadap 1R1J

4. Indeksentomologi (HI,CI, BI)

Data Kualitatif(Petugas):5. Pelaksanaan

sosialisasi 1R1J(SK)

6. KeberadaanNSPK (Pedoman1R1J)

7. SOP 1R1J8. Pendanaan

ABJ

1. Pelatihan Jurbastik2. Pendampingan

P A R(PartisipatoryAction Research)

Page 210: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

21

dilakukan adalah peningkatan fungsi Jumantik menjadi JURBASTIK (juru pembasmi

jentik) pada Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik. Metode yang digunakan dengan

pendekatan metode PAR (Participating Active Research) yaitu berdasarkan lokal

spesifik ke daerahan, serta keinginan masyarakat dengan pendekatan dari masyarakat

itu sendiri dimana dilakukan pelatihan dan pendampingan sehingga dapat mengatasi

masalah di wilayahnya.

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Nilai ABJ > 95%. Variabel bebas dalam

penelitian ini adalah:

Partisipasi anggota keluarga dalam pelaksanaan 1R1J

Keberadaan jentik nyamuk Aedes spp

2.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 11 bulan mulai bulan Januari-November 2019, lokasi

penelitian yaitu Kabupaten Poso (Provinsi Sulawesi Tengah) dan Kabupaten Maros

(Provinsi Sulawesi Selatan). Penentuan wilayah penelitian berdasarkan pada angka

Incidence Rate (IR) yang tinggi tahun 2017, serta telah melakukan program 1R1J.

2.4 Disain penelitianDesain penelitian quasi experimental with control digunakan untuk mengetahui apakah

model implementasi 1R1J (jurbastik) mempunyai pengaruh terhadap partisipasi

anggota rumah tangga. Dalam penelitian ini dilakukan uji coba dengan perlakuan dan

kontrol pada dua kelompok masyarakat yang relatif sama

2.5 Populasi dan sampelPopulasiPopulasi dalam penelitian ini adalah anggota masyarakat yang menempati

rumah/bangunan di lingkungan RW lokasi penelitian yang berada di Kabupaten Poso

dan Kabupaten Maros

SampelSampel dalam penelitian ini adalah penghuni rumah/bangunan yang

ditunjuk/bertangungjawab melakukan kegiatan 1R1J di tiap rumah/bangunan, sampel

berasal dari semua rumah/bangunan di lingkungan RW di Kabupaten Poso dan

Kabupaten Maros.

Page 211: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

22

2.6 Besar SampelBesar sampel yang digunakan berdasarkan uji hipotesis beda dua populasi

(Lemeshow, 1997) dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

n : Besar sampel minimal

Z 1-α/2 : Nilai distribusi normal standar pada α = 0,05 (95%) =1,96

Z 1-ᵦ : Nilai distribusi normal standar pada kekuatan uji 1-ᵦ = 90 % = 1,28

α : Derajat kemaknaan (Kesalahan menolak Ho yang benar) = 0,05

ᵦ : Kesalahan tidak menolak Ho padahal Ho salah= 0,05

P1 : Proporsi keberadaan larva Aedes di daerah kasus DBD di Lombok sebagai

daerah 1R1J = 0,47 (Roy Nusa, dkk, 2015)

P2 : Proporsi keberadaan larva Aedes di daerah kontrol diperoleh dari 0,47 – 0,2=

0,27P̅ : Proporsi rata-rata kedua kelompok, karena belum ditemukan referensi untuk

perhitungan proporsi kelompok kedua, maka peneliti mengganggapperbedaan proporsi antar kedua kelompok sebesar 20% (0,2)

Berdasarkan hasil perhitungan maka jumlah sampel adalah 134 responden

ditambahkan 10% didapatkan 147 responden dan dibulatkan menjadi 150 untuk

kelompok intervensi dan 150 responden untuk kelompok kontrol, sehingga jumlah total

sampel adalah 300 responden.

2.7 Cara Pemilihan/Penarikan SampelPengambilan sampel dilakukan secara bertingkat (multistage sampling), dengan

tahapan sebagai berikut :

Di masing-masing provinsi akan ditentukan 2 kabupaten/kota dengan jumlah kasus

DBD tertinggi tahun 2017. Pada masing-masing kabupaten yaitu Kabupaten Poso

dan Kabupaten Maros ditentukan 1 kecamatan yaitu Kecamatan Poso Kota

Selatan (Kabupaten Poso) dan Kecamatan Turikale (Kabupaten Maros).

Kecamatan terpilih selanjutnya dibagi menjadi dua kelurahan. Untuk Kabupaten

Poso, Kecamatan Poso Kota Selatan dengan 2 kelurahan yaitu Kelurahan Kawua

Page 212: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

23

(wilayah intervensi) dan Kelurahan Sayo (wilayah kontrol). Untuk Kabupaten

Maros, Kecamatan Turikale dengan 2 kelurahan yaitu Kelurahan Adatongeng

(wilayah intervensi) dan Kelurahan Turikale (wilayah kontrol). Penentuan rumah

yang disurvei dilakukan secara random sampling

2.8 Kriteria Inklusi dan EksklusiKriteria Inklusi

- Rumah tinggal dihuni oleh satu atau lebih rumah tangga atau keluarga yang

terdiri dari kepala keluarga dan anggota keluarga.

- Bersedia ikut serta dalam penelitian.

- Sehari-harinya ada anggota keluarga dewasa yang ada di rumah.

Kriteria Eksklusi- Tempat tinggal merupakan rumah petak dengan sewa bulanan (tempat kos).

- Rumah sedang direnovasi atau dalam waktu dekat akan direnovasi.

2.9 Variabel dan Definisi OperasionalVariabel PenelitianVariabel terikat dalam penelitian ini adalah Nilai ABJ > 95%.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah:

- Partisipasi anggota keluarga dalam pelaksanaan 1R1J

- Keberadaan jentik nyamuk Aedes spp

Definisi Operasional variabel- Gerakan 1R1J adalah: suatu program gerakan satu rumah satu Jumantik di

masyarakat, dimana anggota keluarga berperan sebagai juru pemantau jentik.

- Rukun warga/RW adalah : satuan organisasi masyarakat non formal di bawah

lingkungan desa/kelurahan.

- Rumah/bangunan: ruangan dengan bentuk fisik yang dibatasi dinding dan

memiliki atap untuk tempat tinggal/beraktifitas manusia.

2.10 Instrumen Pengumpulan Data

Data pre (sebelum intervensi)Dilakukan pengumpulan data pre yaitu sebelum kegiatan intervensi

sebagai baseline data pada seluruh wilayah yang terpilih sebagai daerah

Page 213: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

24

penelitian baik daerah intervensi maupun kontrol. Pada daerah kontrol

dilakukan sosialisasi sesuai dengan yang diterapkan oleh Program (Subdit

Arbovirosis) namun tidak dilakukan pendampingan seperti yang dilakukan pada

daerah intervensi.

Data yang dikumpulkan meliputi :

a. Pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat

Dilakukan wawancara terhadap orang dewasa yang ada di rumah sampel

terpilih berpedoman pada kuesioner terstruktur.

Wawancara berkaitan dengan pengetahuan, sikap dan tindakan atau

kebiasaan yang dilakukan sehari-hari berkaitan dengan surveilans vektor dan

kasus DBD serta pelaksanaan pengendalian vektor. Hasil wawancara ditulis

pada lembar jawaban yang dibuat terpisah dari kuesioner.

Instrumen yang digunakan adalah kuesioner.

b. Pengamatan (surveilans) jentik nyamuk Aedes spp oleh masyarakat

Kepada responden yang sama dengan wawancara PSP, ditanyakakan

apakah ada ART yang biasa mengamati keberadaan jentik nyamuk Aedes

pada kontainer yang ada di dalam dan luar rumah.

Kalau ada, apakah biasa dicatat. Kalau biasa dicatat, maka dilihat catatannya.

Bagaimana tindakan selanjutnya?

Hasil pengamatan dilacatat pada format pengumpulan data.

c. Keberadaan jentik nyamuk Aedes spp

Dilakukan pengamatan keberadaan jentik nyamuk Aedes spp pada kontainer

di dalam dan luar rumah dengan single method. Pengamatan dilakukan pada

pre dan post.

Dilakukan identifikasi spesies Aedes sp

Di setiap rumah sampel, dilakukan pencatatan jumlah kontainer yang berisi air

di dalam dan di luar rumah. Hasil pengamatan dicatat pada format

pengumpulan data.

Instrumen yang digunakan adalah perlengkapan survai jentik, formulir/format

isian dan kuesioner.

Intervensi

Page 214: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

25

Pada penelitian ini intervensi yang dilakukan adalah penerapan program JURBASTIK

pada Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik melalui pembinaan kepada Jumantik Rumah dan

Jumantik Lingkungan oleh kader/Koordinator Jumantik, Metode intervensi yang

dilakukan adalah dengan pendekatan metode Participatory Active Research (PAR ),

cara yang dipakai dalam mengumpulkan informasi berdasarkan pada keinginan dan

kehidupan masyarakat setempat. PAR lebih focus pada ‘proses’ mengetahui

pengetahuan masyarakat dan menekankan pada keterlibatan masyarakat setempat di

semua bagian penelitian (Koning, Martin, 1996), yaitu menerapkan model intervensi

berdasarkan lokal spesifik ke daerahan, serta keinginan masyarakat dengan

pendekatan dari masyarakat itu sendiri (Community-based intervention by using

bottom-up planning).

Adapun tahapan penelitian sebagai berikut :

a. Rekrutmen Koordinator 1R1J (Jurbastik) serta Supervisor

Akan dilakukan rekrutmen Koordinator Jumantik yang berasal dari anggota

masyarakat setempat serta kader kesehatan yang sudah ada, Jumlah kader yang

akan direkrut berdasarkan jumlah keluarga di masing-masing RT lokasi intervensi

penelitian dengan perbandingan seorang Koordinator Jumantik untuk membina

maksimal sebanyak 10 keluarga/TTU/TTI. Koordinator Jumantik yang direkrut

berasal dari RT yang sama dengan keluarga binaannya. Selanjutnya di masing-

masing RW akan direkrut seorang Supervisor Jumantik yang merupakan anggota

Pokja DBD atau orang yang ditunjuk oleh Ketua RW/Kepala Desa/Lurah untuk

melakukan pengolahan data dan pemantauan pelaksanaan jumantik di lingkungan

RT.

b. Pelatihan Koordinator Jurbastik serta Supervisor

Koordinator Jumantik dan Supervisor Jumantik yang sudah direkrut selanjutnya

dilatih berkaitan dengan penanggulangan DBD, surveilans vektor dan kasus DBD

serta pembinaan keluarga Tim pelatihan terdiri dari lintas sektoral tingkat

kabupaten/kota, lintas sektoral tingkat kecamatan serta tim peneliti.

c. Pembuatan sistem aplikasi daring dalam pelaporan 1R1J.

Pembuatan sitem pelaporan secara elektronik bertujuan untuk memudahkan dan

mempercepat laporan hasil pelaksanaan 1R1J kepada koordinator, supervisor,

Puskesmas, sampai ke pemegang program di tingkat Dinas Kesehatan

Kabupaten/kota

d. Sosialisasi RW

Page 215: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

26

Sosialisasi diawali dengan pemaparan dan pemicuan tentang permasalahan DBD di

wilayah RW lokasi intervensi dan wilayah kontrol penelitian serta penyebabnya

berdasarkan hasil penelitian sebelumnya. Selanjutnya kader dan perwakilan

masyarakat di daerah perlakuan melakukan diskusi membahas permasalahan DBD

untuk mencari solusi bersama. Dalam diskusi juga dicari kesepakatan dari warga

berkaitan dengan surveilans vektor dan kasus DBD serta pemberantasan vektor

secara bersama-sama. Selain itu juga akan dilakukan pembentukan Jumantik di

setiap rumah yang bertugas mengamati keberadaan jentik /pupa di rumah masing-

masing serta bertanggungjawab pada pemberantasannya.

e. Pendampingan untuk pembinaan keluarga binaan oleh kader/lintas sektor/ tim

peneliti Setiap bulan, selama 5 bulan intervensi, dilakukan pembinaan oleh kader

terhadap keluarga binaannya berkaitan dengan pemberantasan vektor DBD, active

case finding dan deteksi dini kasus DBD. Sedangkan pembinaan oleh lintas sector

kota maupun kecamatan serta tim peneliti dilakukan setiap bulan. Selama periode

pembinaan, juga dilakukan pengamatan terhadap kinerja kader keadaan lingkungan

oleh peneliti dan lintas sektoral kabupaten dan kecamatan.

f. Pembuatan buku saku.

Sebagai bahan pembinaan dan pedoman pelaksanaan surveilans vektor dan kasus

DBD serta pemberantasan vektor, maka akan dibuat buku saku yang berisi :

Pengertian Demam Berdarah Dengue, Pengendalian Vektor Terpadu, Cara-cara

melakukan pengendalian jentik, dengan PSN. Buku saku tersebut akan dibagikan

kepada lintas sektoral tingkat kota dan kecamatan, kader kesehatan serta warga

masyarakat binaan.

KontrolPada wilayah kontrol tetap dilakukan sosialisasi 1R1J yang selama ini dilakukan

oleh program pengendalian DBD, dan dilakukan pengukuran untuk Pengetahuan

Sikap dan Perilaku masyarakat terhadap program pengendalian vektor dan survei

vektor

Page 216: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

27

2.11 Bahan dan Prosedur Pengumpulan DataBahan

Pengumpulan data sekunder, kualitatif dan kuantitatif : Alat tulis, pedoman

panduan wawancara mendalam, kuesioner terstruktur, pedoman pengisian kuesioner,

recorder, alat tulis, map plastik, flash disk. Pengumpulan data vektor : Senter, pipet

plastik, botol jentik, plastik, sarung tangan, selang, formulir, alat tulis

Cara Pengumpulan Data

Penentuan lokasi penelitian

Penentuan lokasi penelitian yaitu provinsi dan kabupaten/kota yang telah

melakukan 1R1J, data tersebut didapatkan dari Subdit Arbovirosis Ditjen P2P.

Untuk selanjutnya tim peneliti bekerjasama dengan Dinas Kesehatan

Provinsi/kabupaten/kota dan puskesmas setempat untuk menentukan 2

RW/kampung dalam kecamatan yang berbeda untuk dipilih sebagai daerah

perlakuan dan kontrol. Setelah lokasi penelitian diperoleh, ditentukan pemilihan

secara acak untuk menentukan lokasi perlakuan dan kontrol.

Selain itu juga akan dilakukan pengurusan perizinan penelitian dari pemerintah

kabupaten/kota setempat

Pengumpulan data sekunder

Pengumpulan data sekunder meliputi, kejadian kasus DBD dalam 3 tahun

terakhir yaitu 2016, 2017 dan 2018, yang diperoleh dari Dinas Kesehatan,

Rumah Sakit dan Puskesmas. Data sekunder yang di perlukan antara lain,

mengenai kapan mulai melakukan 1R1J, cakupan kegiatan 1R1J, laporan

kegiatan 1R1J, kegiatan surveilans vektor oleh program/Puskesmas, nilai ABJ,

sumber dana 1R1J.

Rekrutmen supervisor jumantik, Koordinator dan petugas survei :

a. Supervisor Jumantik direkrut 1 orang di setiap RW, berasal dari anggota

POKJANAL DBD RW setempat, atau orang yang ditunjuk oleh Kepala

Desa/Lurah/Ketua RW.

b. Rekrutmen Koordinator Jumantik dilakukan pada 2 kecamatan di setiap

kabupaten/kota, masing-masing sebagai wilayah intervensi dan kontrol.

Setiap kecamatan dipilih 1 RW sebagai wilayah intervensi dan kontrol. Di

Page 217: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

28

masing-masing RW akan direkrut 40 orang Koordinator Jumantik yang

merupakan kader kesehatan atau orang yg dipilih berasal dari masing-

masing RT. Maka di setiap kabupaten/kota akan direkrut 80 orang per

provinsi.

c. Petugas survai atau enumerator adalah peneliti dan jika jumlah peneliti tidak

memadai maka direkrut beberapa orang yang di rekrut dan dilatih. Di setiap

kabupaten/kota dibutuhkan petugas survai masing-masing 4 orang per

provinsi.

Pendataan Rumah Tangga, TTU dan TTI

Untuk mengetahui jumlah sasaran pembinaan, dilakukan pendataan seluruh

rumah tangga (ruta), tempat-tempat umum (TTU) dan tempat-tempat institusi

(TTI) di lokasi penelitian. Pendataan di daerah intervensi akan dilakukan oleh

kader yang baru selesai dilatih, sedangkan di daerah pembanding akan

dilakukan oleh petugas Puskesmas setempat.

Pengumpulan data secara kualitatif (Sebelum intervensi)

Pengumpulan data secara kualitatif dilakukan dengan melakukan indepth

interview di level stake holder terhadap gerakan 1R1J di provinsi, Kabupaten,

Puskesmas, Tokoh Masyarakat dan Kader. Beberapa pertanyaan diantaranya

adalah :

- Apakah pernah disosialisasi gerakan 1R1J, di tingkat provinsi, kabupaten,

kecamatan, puskesmas maupun masyarakat

- Apakah ada pelatihan terhadap gerakan 1R1J di tingkat provinsi, kabupaten,

kecamatan, puskesmas maupun masyarakat,

- Apakah terdapat sumber anggaran untuk kegiatan 1R1J,

- Bagaimana sistem pelaporan kegiatan 1R1J

- Apakah kegitan 1R1J dilakukan secara terus menerus oleh masyarakat

- Berapa nilai ABJ di wilayahnya

- Dsb

Pengumpulan data secara kuantitatif (Sebelum intervensi)

Pengumpulan data secara kuantitatif menggunakan kuesioner dilakukan di

masyarakat yang meliputi : Partisipasi anggota rumah tangga dalam

pelaksanaan program 1R1J

Wawancara dilakukan kepada penghuni yang ditunjuk/bertanggungjawab

melaksanakan kegiatan 1R1J di setiap rumah/bangunan. Sebelum pelaksanaan

Page 218: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

29

wawancara, pewawancara memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan

wawancara. Responden diminta untuk membaca dan menandatangani formulir

PSP (Terlampir formulir PSP pada Lampiran). Beberapa pertanyaan

diantaranya:

- Karakteristik responden : Umur, pendidikan, jenis kelamin

- Apakah pernah disosialisasi gerakan 1R1J, di RW setempat/Puskesmas

- Apakah ada pelatihan gerakan 1R1J di RW setempat/Puskesmas

- Siapakah dalam rumah tangga yang ditunjuk sebagai Jurbasttik?

- Berapa kali dalam seminggu dilakukan pemeriksaan jentik di rumah oleh

jumantik keluarga?

- Bagaimana perlakuan jika ditemukan jentik pada tempat penampungan air

- Bagaimana sistem pelaporan kegiatan 1R1J

- Apakah kegiatan 1R1J dilakukan secara terus menerus oleh keluarga

- Dsb

Pengumpulan data vektor (Sebelum intervensi)

Pelaksanaan koleksi jentik vektor DBD dilakukan surveyor, kader/jumantik .

Sebelum pelaksanaan koleksi jentik dilakukan sosialisasi cara pengumpulan

jentik pada lokasi penelitian. Sosialisasi dilakukan dengan membagikan

lembaran/SOP yang berisi program 1R1J dan cara penangkapan jentik. Survei

jentik dilakukan pada 120 rumah dari 1 RW untuk wilayah intervensi maupun

kontrol. Survei jentik dilakukan pada semua kontainer/TPA maupun tempat yang

berpontensi sebagai perkembangbiakan jentik Ae. aegypti . Di setiap rumah

sampel akan dihitung kontainer indeks yaitu jumlah kontainer berisi air yang

positif jentik nyamuk Aedes spp dibagi jumlah kontainer yang ditemukan.

Pelatihan Supervisor Jumantik, Koorinator Jumantik dan Petugas Survei

Pelatihan akan dilaksanakan di masing-masing kabupaten/kota dengan peserta

latih 40 orang Koordinator Jumantik, 2 orang Supervisor Jumantik serta 5 orang

petugas survai per kabupaten/kota. Tim pelatih adalah tim peneliti dan lintas

sektoral tingkat kabupaten/kota dan kecamatan setempat.

Pengamatan, Pembinaan dan Pendampingan

Sebagai bagian dari intervensi akan dilakukan pengamatan, pembinaan dan

pendampingan tentang pelaksanaan kesepakatan yang dibuat dalam

sosialisasi 1R1J (Jurbastik). Pembinaan dan pengamatan dilakukan oleh

Page 219: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

30

Koordinator Jumantik, Supervisor Jumantik, lintas sektoral tingkat kecamatan

dan tingkat kabupaten/kota, serta tim peneliti.

Pengamatan dan pembinaan oleh Koordinatror Jumantik dilakukan terhadap

ruta dan TTU/TTI yang menjadi binaannya masing-masing dengan cara

melakukan kunjungan rumah setiap 2 minggu, sementara tim peneliti akan

mendampingi setiap 1 bulan sekali. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan

kondisi lingkungan dalam dan luar rumah serta mengecek keberadaan

larva/pupa nyamuk vektor DBD serta ada tidaknya anggota ruta yang sakit

DBD (selama masa pengamatan). Selain itu juga perlu dilakukan penyuluhan

individu sesuai dengan keadaan hasil pengawasan. Pembinaan dilakukan

selama 4 bulan bulan berturut-turut.

Post (sesudah intervensi).

Setelah selesai 4 bulan pembinaan di daerah perlakuan, pada bulan ke tujuh

dilakukan pengumpulan data setelah intervensi pada sampel yang sama

dengan pengumpulan data sebelum intervensi.

Data yang dikumpulkan dan metode pengumpulannya adalah sama seperti

kegiatan sebelum intervensi baik pada daerah kontrol maupun daerah

intervensi.

2.12 Manajemen dan Analisis DataManajemen DataData hasil wawancara dientri pada lembar kerja elektronik

Data rumah/bangunan anggota masyarakat yang mengumpulkan nyamuk/jentik dientri

pada lembar kerja elektronik, dicatat waktu penyerahannya kepada petugas.

Analisis DataData terkumpul pada kegiatan pre dan post, akan dianalisis sesuai dengan kebutuhan

masing-masing jenis survai yang dilakukan.

Pada data sebelum dan data setelah intervensi, dilakukan dua jenis pengolahan data,

yaitu data di setiap rumah sampel serta data secara keseluruhan setiap daerah

penelitian.

a. Pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat.i. Pembobotan

Page 220: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

31

Setiap jawaban benar dari setiap responden pada item pertanyaan pengetahuan,

sikap dan perilaku masing-masing diberi nilai 1, apabila salah diberi nilai 0.

Selanjutnya, angka jawaban dikali dengan pembobotan, yaitu jawaban pada item

pengetahuan diberi pembobotan 1, item sikap diberi pembobotan 2, dan item

perilaku diberi pembobotan 3.

ii. Status PSP

Nilai hasil pembobotan pada pertanyaan item pengetahuan, item sikap dan item

perilaku selanjutnya dijumlahkan dan dibandingkan dengan nilai maksimal yaitu

nilai apabila jawaban betul semua.

Dari hasil perbandingan ini dapat ditentukan status PSP setiap responden, yaitu

status BAIK apabila nilainya >80% dibandingkan nilai maksimal, dan status

BURUK apabila nilainya <80% dibandingkan nilai maksimal.

iii. Penilaian

Dilakukan pemberian nilai (skoring) pada status PSP responden berdasarkan

status, yaitu 0 untuk responden dengan status BAIK dan 1 untuk status BURUK.

Dilakukan pemberian nilai (skoring) pada status PSP responden berdasarkan

status, yaitu 0 untuk responden dengan status BAIK dan 1 untuk status BURUK.

b. Kegiatan Surveilans vektor yang dilakukan oleh masyarakati. Status pelaksanaan kegiatan surveilans yang dilakukan oleh masyarakat

Surveilans vektor oleh keluarga dilakukan setiap minggu. Selama 6 bulan

pembinaan, pengamatan oleh keluarga setidaknya dilakukan 5 bulan kali 4

minggu yaitu 20 kali, karena pada bulan pertama merupakan awal

pembinaan.

Berdasarkan catatan di masing-masing keluarga, dihitung jumlah kegiatan

pengamatan yang dilakukan dan dicross check pada rekapan yang ada di

kader pembinanya. Apabila jumlahnya >20 kali, statusnya dilaksanakan terus

menerus, dan apabila jumlahnya <20 kali maka statusnya dilaksanakan tidak

terus menerus.

ii. Penilaian

Dilakukan pemberian nilai (skoring) pada status pelaksanaan kegiatan

surveilans yang dilakukan oleh masyarakat, yaitu 0 apabila dilaksanakan

terus menerus dan 1 untuk status dilaksanakan tidak terus menerus.

Page 221: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

32

Dihitung jumlah dan persentasi keluarga dengan status dilaksanakan terus

menerus dan status dilaksanakan tidak terus menerus pada data hasil pre

dan data hasil post. Selanjutnya data pre dan data post dibandingkan serta

dihitung besarnya kenaikan atau penurunan status dilaksanakan terus

menerus.

c. Keberadaan larva/pupa nyamuki. Keberadaan larva/pupa nyamuk Aedes spp

Berdasarkan data hasil survai keberadaan larapa/pupa nyamuk Aedes spp,

pada setiap rumah sampel dilakukan pemberian kategori yaitu TIDAK ADA

(diberi tanda TA) dan ADA (diberi tanda A). Selanjutnya dilakukan skoring

yaitu 0 pada rumah responden dengan kategori TA, dan 1 untuk kategori A.

Selanjutnya, dihitung jarak keberadaan jentik Aedes spp antara data post test

dengan pretes untuk keperluan analisa data, dengan rumus skore post test –

skore pre. Hasilnya adalah :

Bila skore pre 0 dan jarak 0, diberi nilai 0

Bila skore pre 0 dan jarak 1, diberi nilai 1

Bila skore pre 1 dan jarak -1, diberi nilai 0

Bila skore pre 1 dan jarak 0, diberi nilai 1

ii. Menghitung angka entomologi

Di setiap rumah sampel dihitung kontainer indeks yaitu jumlah kontainer

berisi air yang positif jentik nyamuk Aedes spp dibagi jumlah kontainer yang

ditemukan.

Rumusnya adalah :

CI = Jumlah kontainer positif jentik X 100Jumlah kontainer diperiksa

Secara keseluruhan di setiap daerah penelitian, selain dihitung kontainer

indeks, juga dihitung house indeks (HI), bretau index (BI) dan angka bebas

jentik (ABJ).

Page 222: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

33

Rumusnya adalah :

HI =Jumlah rumah positif jentik

X 100Jumlah rumah diperiksa

BI = Jumlah kontainer positif jentik X 100Jumlah rumah diperiksa

ABJ = Jumlah rumah yang tidak diperoleh jentik X 100Jumlah rumah diperiksa

Page 223: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

34

BAB III HASIL PENELITIAN

3.1 Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah3.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Poso3. 1.1. Kondisi Geografis

Kabupaten Poso beribukota di Poso, secara administrasi Kabupaten Poso

memiliki batas wilayah :

Sebelah utara berbatasan dengan Teluk Tomini dan Kabupaten Parigi

Moutong

Sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan

Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tojo Una-Una dan

Kabupaten Morowali Utara

Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Sigi

Luas wilayah 8.712,25 km2, jumlah penduduk 209.228 jiwa, jumlah kepala

keluarga (KK) 51.505 KK, jumlah kecamatan 19 kecamatan, 28 kelurahan dan

143 desa. Sektor andalan untuk pendapatan asli daerah yaitu perkebunan,

pertanian, perikanan dan kelautan. Lokasi penelitian yaitu Kecamatan Poso

Kota Selatan, kecamatan ini memiliki 5 kelurahan dan 1 Puskesmas.

Kecamatan Poso Kota Selatan memiliki luas 25,06 km2 dengan kepadatan

penduduk 366 jiwa/km2.(1) Lokasi penelitian untuk wilayah intervensi yaitu

Kelurahan Kawua. Kelurahan Kawua merupakan ibu kota Kecamatan Poso

Kota Selatan, luas wilayah 5,42 km2dan memiliki jumlah penduduk terbanyak

yaitu 3.606 jiwa dan kepadatan 665 jiwa/km2. Jumlah RT dan RW sebanyak 5

RW dan 10 RT.Ketinggian dari permukaan laut 23 meter. Lokasi penelitian

untuk wilayah non intervensi (kontrol) yaitu Kelurahan Sayo, memiliki luas

wilayah 1,8 km2 jumlah jiwa sebanyak 2.252 jiwa dengan kepadatan 1251

jiwa/km2. Jumlah RT dan RW sebanyak 3 RW dan 10 RT. Ketinggian dari

permukaan laut 16 meter. Kelurahan Kawua dan Kelurahan Sayo masuk dalam

wilayah kerja Puskesmas Kawua, karena di wilayah Kecamatan Poso Kota

Selatan hanya terdapat 1 Puskesmas yaitu Puskesmas Kawua yang

membawahi 5 kelurahan.

Page 224: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

35

Gambar 4. Peta Wilayah Kabupaten Poso

Kabupaten Poso adalah salah satu kabupaten tertua di Provinsi Sulawesi

Tengah. Kabupaten ini mempunyai luas sebesar 8712,25 km2 dengan jumlah

penduduk sebanyak 229.223 jiwa (tahun 2000).

3.1.1.2. Besaran Masalah DBD Selama Lima Tahun Terakhir

Incidence Rate (IR) DBD di Kabupaten Poso berfluktuasi selama 5

tahun terakhir. IR mengalami peningkatan dari tahun 2014 – 2016 dan

mengalami penurunan tahun 2017, akan tetapi meningkat kembali ditahun

2018. Jumlah kasus DBD di Kecamatan Poso Kota Selatan tahun 2018

sebanyak 7 kasus dan tahun 2019 meningkat menjadi 13 kasus (sampai

Bulan September). Kelurahan Kawua jumlah kasus DBD tahun 2018

sebanyak 9 kasus dan tahun 2019 sebanyak 2 kasus (sampai Bulan

September).

Page 225: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

36

Tabel 2.

Target dan Capaian Indikator Kinerja Program DBD di Kabupaten Poso

IndikatorKinerja

Target Capaian

NasionalRenstra

2014 2015 2016 2017 2018

IR49 per

100.000 pddk53 per

100.000 pddk

18,07 per100.000

pddk

78,96 per100.000

pddk

78,52 per100.000

pddk

4,52per100.000

pddk

53,71 per100.000

pddk

CFR < 1% < 1% 0,00% 0,00% 0,00% 0,69 % 0,97%

ABJ > 95 % > 95 % 84% - - 75,5% 76%

Permasalahan DBD di wilayah Kabupaten Poso

Wilayah penularan DBD cenderung meluas

Surveilans epidemiologi kurang optimal

Diagnosis DBD masih mengandalakan Rumah Sakit

Pemahaman masyarakat yang keliru tentang fogging yaitu

setiap ada kasus DBD harus dilakukan fogging

Kegiatan survei vektor masih kurang

Pokjanal DBD belum berfungsi optimal

Peran serta masyarakat dalam PSN masih rendah

3.1.1.3. Pengendalian DBD yang Dilakukan oleh ProgramVisi program DBD yaitu setiap warga mampu hidup sehat terbebas

dari penyakit DBD dan misi program yaitu :

Mendorong kemandirian masyarakat untuk bebas dari

penyakit DBD

Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga

dan masyarakat dari penyakit DBD

Memelihara dan meningkatkan mitra lembaga pemerintah

dan lembaga swasta, masyarakat, LSM dan dunia usaha,

organisasi profesi dalam pemberantasan DBD

Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang

bermutu dan terjangkau masyarakat

Page 226: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

37

Strategi program DBD :

Peningkatan pemberdayaan masyarakat

Peningkatan kemitraan berwawasan bebas dari

penyakit DBD

Peningkatan profesionalisme pengelola program

Desentralisasi

Pembangunan berwawasan kesehatan

Kegiatan pengendalian DBD :

Pemberantasan sarang nyamuk (PSN)

Dilakukan survei jentik secara massal Bulan Januari

2019 pada 7 kelurahan dan 1 desa di wilayah Kecamatan

Poso Kota Selatan, Kecamatan Poso Kota, Kecamatan

Poso Kota Utara dan Kecamatan Lage. Dilakukan survei

jentik berkala disetiap puskesmas tiga bulan sekali.

Dilakukan pemilihan detektif jentik (DETIK) anak sekolah

dan sudah dibentuk disemua kecamatan di wilayah Poso

Kota Bersaudara dan Kecamatan Lage sebanyak total 85

DETIK yang tujuannya untuk melakukan pemeriksaan

jentik disetiap sekolah (Sekolah dasar).

Abatesasi

Pelaksanaan abatesasi dilakukan oleh kader

jumantik/koordinator jumantik di masing-masing wilayah

kelurahan dan dikoordinir oleh pengelola DBD

puskesmas.

Penyelidikan epidemiologi

Kegiatan penyelidikan epidemiologi dilakukan bila ada

kasus DBD di suatu wilayah ataupun jika ada

peningkatan kasus dan kejadian luar biasa

Fogging

Fogging dilakukan bila ada kasus disuatu wilayah dan

dilakukan selektif

Page 227: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

38

3.1.2. Program Gerakan 1R1J di Tingkat Pemerintah Kabupaten Poso3.1.2.1. Definisi Gerakan 1R1J

Pengetahuan mengenai G1R1J di tingkat pemerintahan, mulai dari Dinas

Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten sampai ke Puskesmas sudah

cukup bagus. Pengetahuan mengenai kegiatan maupun pihak-pihak yang

berkepentingan mengenai G1R1J juga dijelaskan dengan sangat baik, meskipun

implementasinya di masyarakat belum maksimal.

3.1.2.2. Keberadaan Gerakan 1R1J di Wilayah PenelitianBerdasarkan SK Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Poso No :

443.32/87.31/Dinkes Tahun 2017 ditetapkan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik di

Kabupaten Poso yaitu di Kecamatan Poso Kota Selatan yang meliputi 5

Kelurahan yaitu Kelurahan Sayo, Kelurahan Kawua, Kelurahan Ranononcu,

Kelurahan Lembomawo dan Kelurahan Bukit Bambu. Setiap kelurahan

memiliki 1 orang supervisor dan 3 orang koordinator jumantik. Setiap

koordinator jumantik membawahi 3-4 RT.

3.1.3. Program Gerakan 1R1J Tingkat Masyarakat Kabupaten Poso3.1.3.1. Wilayah Intervensi (Kelurahan kawua)

Karakteristik Responden

Berdasarkan Tabel 2 sebagian besar responden berusia 15-65 tahun

(91,3%) jenis kelamin laki-laki. Berdasarkan tingkat pendidikan sebagian

besar tamat SLTA/MA sederjat, sebagian besar respon bekerja sebagai

PNS/TNI/POLRI/BUMN/BUMD

Page 228: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

39

Tabel 3.Distribusi Karakteristk responden di Kelurahan Kawua (wilayah

intervensi) Kabupaten PosoTahun 2019No Karakteristik

RespondenPre

Intervensin = 150Jumlah

(%)

PostIntervensin = 144Jumlah

(%)1 Umur

< 15 tahun 0 015 – 65 tahun 91,3 91,3> 65 tahun 8,7 8,7

2 JenisKelaminLaki-laki 45,3 45,3Perempuan 54,7 54,7

3 PendidikanTidak/BelumSekolah 0 0TidakTamat SD/MI 2,0 2,0Tamat SD/MI sederajat 6,0 6,0Tamat SLTP/MTs sederajat 8,7 8,7Tamat SLTA/MA sederajat 44,7 44,7Tamat PT 38,7 38,7

4 PekerjaanTidakBekerja 18,0 18,0Sekolah 4,7 4,7PNS/TNI/POLRI/BUMN/BUMD 32,0 32,0PegawaiSwasta 2,0 2,0Wiraswasta/Pedagang 18,7 18,7Petani/BuruhTani 6,7 6,7Nelayan 0 0Buruh/Sopir/Asisten RT 4,7 4,7Lainnya 13,3 13,3

PengetahuanPengetahuan responden di wilayah intervensi tentang pernah mendengar

istilah jumantik, mendengar istilah G1R1J dan sumber informasinya

mengalami peningkatan setelah intervensi. Peningkatannya menjadi 70 – 80

% setelah dilakukan intervensi. Sumber informasi paling banyak responden

mengatakan kader/koordinator jumantik.

Page 229: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

40

Tabel 4Persentase Pengetahuan Responden Tentang Istilah G1R1J di Wilayah

Kelurahan Kawua (Intervensi) Kabupaten Poso, 2019

No Pengetahuan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)

Tidak(%)

N Ya(%)

Tidak(%)

N

1 Mendengar istilahJumantik 34,0 66,0 150 86,1 13,9 144

2 Mendengar istilahGerakan 1R1J 10,0 90,0 150 72,2 27,8 144

3 Darimana mendengaristilah JumantikRt/RW

6,7 93,3 15 16,3 83,7 104

Kelurahan/kecamatan 0 100,0 15 3,8 96,2 104

Kader73,3 26,7 15 76,0 24,0 104

Keluarga 0 100,0 15 1,0 99,0 104

Petugas Puskesmas60,0 40,0 15 54,8 45,2 104

Petugas DinasKesehatan 6,7 93,3 15 23,1 76,9 104

Media cetak/Elektronik 0 100,0 15 1,9 98,1 104

Lainnya 0 100,0 15 0 100,0 104

Pengetahuan responden tentang perlunya sosialisasi 1R1J mengalami peningkatan

menjadi 97,1% setelah intervensi, siapa sebaiknya yang melakukan intervensi

sebagian besar responden menjawab petugas puskesmas 78,8% setelah intervensi.

Materi yang diberikan saat sosialisasi sebagian besar responden menjawab materi

tentang Pengetahuan tentang penyakit, penularan, dan vektor nyamuk Demam

Berdarah Dengue (DBD). Sebagian besar responden menjawab tentang siapa saja

yang harus mendapat sosialisasi yaitu kepala keluarga dan istri.

Tabel 5Persentase Pengetahuan Responden Tentang Sosialisasi 1R1J di Wilayah

Kelurahan Kawua (Intervensi) Kabupaten Poso, 2019No Pengetahuan Pre Intervensi Post Intervensi

Ya(%)

Tidak(%)

N Ya(%)

Tidak(%)

N

1 Sosialisasi 1R1Jdiperlukan ? 93,3 63,7 15 97,1 2,9 104

2 Siapa sebaiknya yangmelakukan sosialisasi

Page 230: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

41

1R1J ?RT/RW

13,3 86,7 15 24,0 76,0 104PetugasKelurahan/Kecamatan/Pemda

0100,0 15 6,7 93,3 104

Petugas Kader20,0 80,0 15 64,4 35,6 104

Petugas Puskesmas80,0 20,0 15 78,8 21,2 104

Petugas DinasKesehatan 13,3 86,7 15 27,9 72,1 104Tidak tahu

6,7 93,3 150

100 1043 Materi yang

sebaiknyadiberikanpada saatsosialisasi1R1JPengetahuan tentangpenyakit, penularan,dan vektor nyamukDemam BerdarahDengue (DBD)

53,3 46,7

15

79,8 20,2

104Pengetahuan tentangcara mengamati jentik 40,0 60,0 15 68,3 31,7 104

Pengetahuan tentangcara membersihkantempatperkembangbiakandan membasmi jentik

53,3 46,7

15

72,1 27,9

104Pengetahuan tentangcara mencatat di kartujentik

60,0 40,015

70,2 29,8104

Pengetahuan tentangPSN 3M Plus 33,3 66,7 15 39,4 60,6 104

Tidak Tahu 6,7 93,3 15 0 100 1044 Yang harus mendapat

sosialisasi 1R1J

Kepala Keluarga 26,7 73,3 15 90,4 9,4 104

Istri 53,3 46,7 15 86,5 13,5 104

Anak 6,7 93,3 15 60,6 39,4 104Anggota rumah tanggalainnya 6,7 93,3 15 51,9 48,1 104

Asisten rumah tangga 20,0 80,0 15 12,5 87,5 104

Tidak Tahu 6,7 93,3 15 1,0 99,0 104

Page 231: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

42

Sebagian besar responden mengatakan yang dapat menjadi jumantik rumah yaitu istri

dan kepala keluarga, syarat menjadi jumantik rumah yaitu bertanggungjawab melakukan

kebersihan lingkungan dalam dan luar rumah, serta yang harus dilakukan oleh jumantik rumah

menurut sebagian besar responden adalah Mengisi kartu jentik hasil pemeriksaan tempat

penampungan air

Tabel 6Persentase Pengetahuan Responden Tentang Jumantik Rumah 1R1J di

Wilayah Kelurahan Kawua (Intervensi) Kabupaten Poso, 2019

No Pengetahuan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)

Tidak(%)

N Ya(%)

Tidak(%)

N

1Siapa saja yang dapatmenjadi JUMANTIKrumah (1R1J)?Kepala Keluarga

13,3 86,7 15 82,7 17,3 104Istri

73,3 26,7 15 87,5 12,5 104Anak

0,7 9,3 15 58,7 41,3 104Anggota RT lainnya

6,7 93,3 15 35,6 64,4 104Asisten rumah tangga

20,0 80,0 15 8,7 91,3 104TidakTahu

40,0 60,0 15 0100

104

2 Syarat menjadiJUMANTIK rumah(1R1J) ?Berusia > 15 tahun

60,0 40,0 15 41,3 58,7 104

Dapat menggerakkananggota keluargauntuk melakukan PSN 0 100,0 15 23,1 76,9

104

Dapat memeriksatempatperkembanbiakannyamuk 13,3 86,7 15 51,0 49,0

104

Bertanggungjawabmelakukan kebersihanlingkungan dalam danluar rumah

13,3 86,7 15 57,7 42,3 104

Pernah mendapatkansosialisasi tentang1R1J 0 100,0 15 21,2 78,2

104

Tidak tahu26,7 73,3

1516,3 83,7 104

Page 232: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

43

3 Yang harus dilakukanoleh seorang JumantikRumah dalamkegiatan 1R1JMensosialisasikanPSN 3M Plus kepadaseluruhanggota/penghunirumah

40,0 60,0 15 47,1 52,9 104

Dapat memeriksatempatperkembangbiakannyamuk dalam danluar rumah min.seminggu sekali

53,3 46,7 15 71,2 28,8 104

Dapat menggerakananggota keluargauntuk melakukan PSN3M Plus min.seminggu sekali

33,3 66,7 15 54,8 45,2 104

Mengisi kartu jentikhasil pemeriksaantempat penampunganair

46,7 53,3 15 81,7 18,3 104

Responden sebagian besar mengetahui adanya kartu jentik setelah intervensi,

sebagian besar juga mengetahui fungsi kartu jentik yaitu untuk mencatat hasil

pemeriksaan jentik 97,1% dan yang dapat mengisi kartu jentik sebagian besar

menjawab anggota keluarga, yang terlibat dalam 1R1J sebagian besar responden

menjawab kader, sebagian besar responden menjawab kunjungan kader sebanyak 1

minggu 1 kali.

Tabel 7Persentase Pengetahuan Responden Tentang Kartu Jentik 1R1J di Wilayah

Kelurahan Kawua (Intervensi) Kabupaten Poso, 2019

No Pengetahuan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)

Tidak(%)

N Ya(%)

Tidak(%)

N

1 Mengetahui adanyakartu jentik ? 100 0 15 98,1 1,9 104

2 Fungsi dari kartu jentik?Mencatat hasilpemeriksaan jentik 100

010 97,1

0101

Tidak tahu100

05 2,9

03

3 Siapa saja yang dapat

Page 233: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

44

mengisi kartu jentik?Kepala keluarga

20,0 80,0 15 68,3 31,7 104Anggota keluarga

60,0 40,0 15 86,5 13,5 104Kader

46,7 53,3 15 19,2 80,8 104RT/RW

0 100 15 2,9 97,1 1044 Siapa sajakah selain

dari anggota keluargayang terlibat dalam1R1J?Kader

80,0 20,015

76,9 23,1 104Petugas Puskesmas

33,3 66,7 15 24,0 76,0 104RT/RW

0 100 15 16,3 83,7 104Koordinator Jumantik

20,0 80,0 15 52,9 47,1 104Supervisor Jumantik

0 100 15 3,8 96,2 104Lainnya

0 100 15 0 100,0 1045 Berapa kali frekuensi

kunjungan koordinatorke rumah1 minggu 1 x

13,3 88,7 15 41,3 58,7 104

2 minggu 1x6,7 93,3

1526,9 73,1

104> 2 minggu 1x

20,0 80,0 15 35,6 64,4 104Tidak tahu

60,0 40,0 15 9,6 90,4 104

Kegiatan 3M plus yang paling sering dilakukan oleh sebagian besar responden yaituMenguras tempat-tempat penampungan air : bak mandi-WC, drum dan sebagainya, sedangkan

tempat ditemukannya jentik sebagian besar menjawab bak mandi/WC

Tabel 8Persentase Pengetahuan Responden Tentang Kegiatan 3M Plus di Wilayah

Kelurahan Kawua (Intervensi) Kabupaten Poso, 2019No Pengetahuan Pre Intervensi Post Intervensi

Ya(%)

Tidak(%)

N Ya(%)

Tidak(%)

N

1 Kegiatan 3M PlusMenguras tempat-tempat penampungan 45,3 54,7 150 84,0 16,0 144

Page 234: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

45

air : bak mandi-WC,drum dsbMendaur ulang barangbekas : botol plastic,kaleng, ban bekas dsb

23,3 76,7150

42,4 57,6 144

Menggunakan obatanti nyamuk untukmencegah gigitannyamuk

14,0 86,0150

49,3 50,7 144

Tidur menggunakankelambu 2,0 98,0

15016,7 83,3 144

Menggunakan bubuktemephos/ikan 2,7 97,3

1504,2 95,8 144

Menggunakan ovitrap,larvitrap, mosquito trap 0,7 99,3

1500,7 99,3 144

Menutup tempatpenampungan air 32,7 67,3

15058,3 41,7 144

Mengganti air vasbunga, minumanburung dsb

0,7 99,3150

4,9 95,1 144

Menanam tanamanpengusir nyamuk :lavender, sereh, zodia

12,7 87,3150

4,9 95,1 144

Pakai raket nyamuk0,7 99,3

1502,8 97,2 144

2 Apakah mengetahuitempat ditemukannyajentik nyamuk?Bak Mandi/WC

56,7 43,3150

88,9 11,1 144

Ember47,3 52,7

15084,7 15,3 144

Drum21,3 78,7

15051,4 48,6 144

Dispenser3,3 96,7

15030,6 69,4 144

TPA Kulkas4,7 95,3

15023,6 76,4 144

Toren air11,3 88,7

15031,9 68,1 144

Pagar bambu 0100

1504,2 95,8 144

Tempurung kelapa4,7 95,3

15016,7 83,3 144

Pot tanaman2,7 97,3

1509,7 90,3 144

Tempat minumbinatang 2,0 98,0

1506,3 93,8 144

Aquarium 0100

1500,7 99,3 144

Kolam16,7 83,3

15012,5 87,5 144

Ban Bekas46,7 53,3

15059,0 41,0 144

Selokan/Got 150 144

Page 235: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

46

22,7 77,3 31,9 68,1Tempat air suci 0

100150

0,7 99,3 144

Lainnya 0100

1501,4 98,6 144

3 Apa saja yangdilakukan jikaditemukan jentik ditempat penampunganair di dalam dan di luarrumah?Membuang air nyasaja 86,7 13,3

15092,4 7,6 144

Menguras danmenyikat tempat-tempat penampunganair

40,0 60,0150

85,4 14,6 144

Menaburkan obatpembasmi jentik 8,0 92,0

15031,9 68,1 144

Memelihara ikan1,3 98,7

1505,6 94,4 144

Membuang jentiknyasaja 16,0 84,0

15016,0 84,0 144

Lainnya2,0 98,0

1501,4 98,6 144

Sikap

Sebagian besar responden tidak mengalami perubahan sikap sebelum dan setelah

intervensi, hanya beberapa item pertanyaan yang ada perubahan sikap seperti kartu

pemeriksaan jentik harus diisi ketika melakukan pemeriksaan jentik dan rumah yang ditemukan

jentik diberikan sanksi.

Page 236: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

47

Tabel 9Persentase Sikap Responden tentang Gerakan 1R1J di Kelurahan Kawua

(Wilayah Intervensi) Kabupaten Poso, 2019

No Sikap Pre Intervensi N Post Intervensi NSetuju

(%)TidakSetuju

(%)

Setuju(%)

TidakSetuju

(%)1 Gerakan 1R1J tidak perlu

disosialisasikan kemasyarakat

(22,0) (78,0)150

(22,9) (77,1)144

2 Gerakan 1R1J perludilaksanakan di setiaprumah tangga

(99,3) (0,7)150

(98,6) (1,4)144

3 Semua anggota rumahtangga bertanggungjawab terhadapkebersihan lingkungandisekitar rumah

(98,7) (1,3)150

(98,6) (1,4)144

4 Kartu pemeriksaan jentikharus diisi ketikamelakukan pemeriksaanjentik

(75,3) (24,7)150

(93,1) (6,9)144

5 Kegiatan 3 M Plus tidakperlu dilakukan di setiaprumah

(48,0) (52,0)150

(36,8) (63,2)144

6 Hanya lingkungan dalamrumah saja yang perludiperhatikankebersihannya

(42,0) (58,0)150

(34,0) (66,0)144

7 Perlu menguras bakmandi atau penampunganair minimal 1 minggu 1kali

(96,7) (3,3)150

(96,5) (3,5)144

8 Kunjungan petugas/kaderJUMANTIK diperlukanuntuk memantaulingkungan sekitar rumahwarga

(96,7) (3,3)150

(97,9) (2,1)144

9 Saya merasa terganggubila dikunjungi petugasatau kader JUMANTIK 2minggu 1 kali

(34,0) (66,0)150

(40,3) (59,7)144

10 Rumah yang ditemukanjentik diberikan sanksi (56,7) (43,3)

150(76,4) (23,6)

144

Page 237: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

48

Tindakan

Indikator untuk variable tindakan responden terdiri dari beberapa item

pertanyaan yaitu(1) pelaksanaan G1R1J di wilayah tersebut; (2) waktu dan

keikut sertaan masyarakat; (3) praktek kegiatan PSN 3M Plus; (4) frekuensi

kegiatan PSN 3M Plus yang dilakukan masyarakat; (5) tindakan masyarakat

jika menemukan jentik di rumah masing-masing. Variable tindakan terbagi

menjadi empat tabel yang menyajikan tiap item pertanyaan berdasarkan sub

tema. Sebagian besar responden telah mendapatkan sosialisasi setelah

intervensi, sosialisasi sebagian besar dilakukan tahun 2019, yang mengikuti

sosialisasi sebagian besar istri dan kepala keluarga, materi sosialisasi yang

diterima berupa cara mencatat di kartu jentik. Pelaksanaan 1R1J sebagian besar

menjawab tahun 2019 dan adapula yang menjawab tahun 2018. Kepemilikan kartu

jentik sebagian besar dapat menunjukan pada post intervensi. Pemeriksaan kartu

jentik oleh koordinator jumantik saat kunjungan rumah juga mengalami peningkatan

saat post intervensi.

Tabel 10Persentase Tindakan Responden tentang pelaksanaan gerakan1R1J di Kelurahan Kawua (Wilayah intervensi) Kabupaten Poso

Tahun 2019

No Tindakan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)

Tidak(%)

N Ya(%)

Tidak(%)

N

1 Mendapat sosialisasi1R1J 12,7 87,3

15067,4 32,6

144

2 Tahun berapasosialisasi2015 0

10019 0

10097

2016 0100

19 0100

97

2017 0100

19 0100

97

201810,5 89,5

192,1 97,9

97

2019100

0 19100

0 97

3 Yang melakukansosialisasi 1R1JRt/RW 0 19 97

Page 238: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

49

100 13,4 86,6Kelurahan/kecamatan

5,3 94,719

7,2 92,897

Kader63,2 36,8

1970,1 29,9

97

Petugas Puskesmas52,6 47,4

1955,7 44,3

97

Petugas DinasKesehatan 5,3 94,7

1917,5 82,5

97

Lainnya 0100

192,1 97,9

97

4 Materi sosialisasi 1R1J :Penyakit, penularan danvektor nyamuk DBD 52,6 47,4

1972,2 27,8

97

Cara mengamati jentik36,8 63,2

1958,8 41,2

97

Cara membersihkanjentik 36,8 63,2

1971,1 28,9

97

Cara mencatat di kartujentik 84,2 15,8

1981,4 18,6

97

PSN 3 M Plus15,8 84,2

1930,9 69,1

97

5 Pelaksanaan 1R1J diwilayah tsb 27,3 72,7

1987,5 12,5

144

6 ART yangmelaksanakan 1R1J :Kepala Keluarga

34,1 65,941

64,3 35,7126

Istri51,2 48,8

4175,4 24,6

126

Anak9,8 90,2

4142,9 57,1

126

ART lainnya41,5 58,5

4121,4 78,6

126

Asisten RT2,4 97,6

412,4 97,6

126

Lainnya3,2 96,8

126

7 Sejak Tahun berapaprogram 1R1Jdilaksanakan

2015 0100

41 0100

126

2016 0100

41 0100

126

2017 0100

410,8 99,2

126

2018 97,6 2,441

45,2 54,8126

2019 2,4 97,641

86,5 13,4126

Tidak pernahmelaksanakan

8 Program 1R1J 42 126

Page 239: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

50

tetapdilaksanakan dirumahtangga

95,2 4,8 98,4 1,6

9 ART palingseringmelaksanakan1R1JBapak

23,1- 39

23,0- 126

Ibu51,3

- 3955,6

- 126

Anak7,7

- 3916,7

- 126

ART lainnya17,9

- 394,8

- 126

Asisten RT 0 - 3910 Kepemilikan kartu

pemeriksaan jentikYa dapat menunjukan

97,5 2,540

98,4 1,6 126

Ya tidak dapatmenunjukan 2,5 97,5

401,6 98,4 126

Tidak ada 0100

40 0100 126

11 Pengisian kartu jentikoleh jumantikrumah 52,5 47,5

4086,5 13,5 126

12 Koordinatormemeriksakartujentiksaatkunjungankerumah

97,5 2,540

96,8 3,2 126

13 Frekuensikunjungankoordinatorjumantik1 minggu 1 x

27,5 72,540

32,5 67,5 126

2 minggu 1 x 0100

4024,6 75,4 126

> 2 minggu 1 x22,5 77,5

4037,3 62,7 126

tidak tahu50,0 50,0

40119 88,1 126

14 Alasan mengapa dirumah tangga tidakdilaksanakan 1R1J saatini

Malas 1,3 98,6 1506,9 93,1 144

Tidak ada waktu 2,0 98,0 15026,4 73,6 144

Lingkungan sudahbersih 0 100,0 150

4,2 95,8 144

Tidak ada yangmengerjakan 0 100,0 150

21,5 78,5 144

Merasa tidak perlu 0 100,0 1505,6 94,4 144

Tidak Tahu 90,0 10,0 15016,7 83,3 144

Page 240: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

51

Sebagian besar responden melakukan kegiatan PSN 3M plus antara lainMenguras tempat penampungan air (TPA) dan menggunakan obat anti nyamuk.

Tabel 11Persentase Tindakan Responden tentang pelaksanaan kegiatanPSN 3M plus pada rumah tangga di Kelurahan Kawua (Wilayah

Intervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 (≤1 minggu)

No Tindakan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)

Tidak(%)

N Ya(%)

Tidak(%)

N

1 Kegiatan PSN 3M Plus 150Menguras tempatpenampungan air (TPA) 100

0 14794,4 5,6

144

Menutup rapat TPA98,7 1,3

7798,4 1,6

125

Mendaur ulang barangbekas 100

0 478,3 21,7

23

Mengganti air vas bunga,minuman burung dll

0 0 0100

0 6

Tidur menggunakankelambu 85,7 14,3

7100

0 12

menggunakan obat antinyamuk 95,8 4,2

11891,0 9,0

111

Menggunakan larvasida25,0 75,0

2437,5 62,5

16

Memelihara ikan pemakanjentik 100

0 1 0 0 0

Menggunakan perangkapnyamuk

0100

1 0100

1

Menanam tanamanpengusir nyamuk

0100

150,0 50,0

4

Memasang kawat kasa 0100

1318,8 81,3

16

Lainnya 0 0 0 0 0 0

Page 241: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

52

Tabel 12Persentase Tindakan Responden tentang pelaksanaan kegiatanPSN 3M plus pada rumah tangga di Kelurahan Kawua (Wilayah

Intervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 (2 minggu 1x)

Tabel 13Persentase Tindakan Responden tentang pelaksanaan kegiatanPSN 3M plus pada rumah tangga di Kelurahan Kawua (Wilayah

Intervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 (3 minggu 1x)

No Tindakan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)

Tidak(%)

N Ya(%)

Tidak(%)

N

1 Kegiatan PSN 3M Plus 150Menguras tempatpenampungan air (TPA) 0 100 147 0 100 144Menutup rapat TPA

0 100 77 0 100 125Mendaur ulang barangbekas 0 100 4 0 100 23Mengganti air vas bunga, 0 0 0 0 6

No Tindakan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)

Tidak(%)

N Ya(%)

Tidak(%)

N

1 Kegiatan PSN 3M Plus 150Menguras tempatpenampungan air (TPA) 0 100 147 4,9 95,1 144Menutup rapat TPA

0 100 77 0 100 125Mendaur ulang barang bekas

0 100 4 17,4 82,6 23Mengganti air vas bunga,minuman burung dll 0 0 0 0 100 6Tidur menggunakan kelambu

14,3 85,7 7 0 100 12menggunakan obat antinyamuk 2,5 1,7 118 3,6 96,4 111Menggunakan larvasida

4,2 95,8 24 37,5 62,5 16Memelihara ikan pemakanjentik 0 100 1 0 0 0Menggunakan perangkapnyamuk 0 100 1 0 100 1Menanam tanaman pengusirnyamuk 0 100 1 25,0 75,0 4Memasang kawat kasa

0 100 13 6,3 93,8 16Lainnya 0 0 0 0 0 0

Page 242: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

53

minuman burung dll 100Tidur menggunakankelambu 0 100 7 0 100 12menggunakan obat antinyamuk 0 100 118 0 100 111Menggunakan larvasida

20,8 79,2 24 12,5 87,5 16Memelihara ikanpemakan jentik 0 100 1 0 0 0Menggunakan perangkapnyamuk 0 100 1 0 100 1Menanam tanamanpengusir nyamuk 0 100 1 25,0 75,0 4Memasang kawat kasa

0 100 13 0 100 16Lainnya 0 0 0 0 0 0

Tabel 14

Persentase Tindakan Responden tentang pelaksanaan kegiatanPSN 3M plus pada rumah tangga di Kelurahan Kawua (Wilayah

Intervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 (≥ 1 bulan)

No Tindakan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)

Tidak(%)

N Ya(%)

Tidak(%)

N

1 Kegiatan PSN 3M Plus 150Menguras tempatpenampungan air (TPA) 0 100 147 0,7 99,3 144Menutup rapat TPA

1,3 98,7 77 1,6 98,4 125Mendaur ulang barangbekas 0 100 4 4,3 95,7 23Mengganti air vas bunga,minuman burung dll 0 0 0 0 100 6Tidur menggunakankelambu 0 100 7 0 100 12menggunakan obat antinyamuk 1,7 98,3 118 5,4 94,6 111Menggunakan larvasida

50,0 50,0 24 12,5 87,5 16Memelihara ikan pemakanjentik 0 100 1 0 0 0Menggunakan perangkapnyamuk 100 0 1 100 0 1Menanam tanamanpengusir nyamuk 100 0 1 25,0 75,0 4Memasang kawat kasa

100 0 13 25,0 75,0 16Lainnya 0 0 0 0 0 0

Page 243: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

54

Tabel 15Persentase Tempat Ditemukan Jentik di Dalam dan di Luar

Rumahdi Kelurahan Kawua (Wilayah Intervensi) Kabupaten PosoTahun 2019

No Tindakan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)

Tidak(%)

N Ya(%)

Tidak(%)

N

1 Dimanasajabiasanyamenemukanjentiknyamuk didalam dan di luarrumah

Bak Mandi/WC 48,0 52,0 150 75,0 25,0 144

Ember 46,0 54,0 150 66,0 34,0 144

Drum15,3 84,7 150

25,075,0 144

Dispenser 3,3 96,7 150 19,4 80,6 144Tempat Penampungan AirKulkas 0,7 99,3 150 9,7 90.3 144

Toren/tandon/tangki air 11,3 88,7 150 16,7 83,3 144

Pagar bambu 0100 0 1,4 98,6 144

Tempurung kelapa 4,0 96,0 150 7,6 92,4 144

Pot tanaman 2,7 97,3 150 6,3 93,8 144

Tempat minum binatang 1,3 98,7 150 2,8 97,2 144

Aquarium 0100 150 0 100 144

Kolam 8,7 91,3 150 4,9 95,1 144

Barang Bekas 36,7 63,3 150 35,4 64,6 144

Selokan/Got 27,3 72,7 150 26,4 73,6 144

Tempat air suci 0100 150 0 100 144

Lainnya 0100 150 0 100 144

2 Jika ditemukan jentik ditempat penampungan air didalam dan di luar rumahapa saja yang dilakukanMembuang air dari tempatpenampungan tersebut 88,0 12,0 150 91,7 8,3 144Menguras dan menyikattempat-tempatpenampungan air 43,3 65,7 150 86,1 13,9 144Menaburkan obat 150 144

Page 244: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

55

pembasmi jentik 7,3 92,7 26,4 73,6Memelihara ikan pemakanjentik di tempatpenampungan tersebut 3,3 96,7 150 3,5 96,5 144

Membuang jentiknya saja 12,0 88,0 150 10,4 89,6 144

Survey Jentik

Survei Jentik di Kelurahan Kawua (wilayah intervensi)

Terdapat 15 jenis kontainer yang ditemukan pada pre intervensi maupun post

intervensi di Kelurahan Kawua. Jumlah kontainer yang diperiksa saat pre

intervensi sebanyak 543 kontainer dan post intervensi sebanyak 566

kontainer. Jumlah kontainer positif jentik saat pre intervensi sebanyak 58

kontainer dan positif pupa 13 kontainer. Jumlah kontainer positif jentik saat

post intervensi sebanyak 37 kontainer dan positif pupa 19 kontainer. Jumlah

kontainer terbanyak dan ditemukan positif jentik terbanyak adalah ember dan

penampungan dispenser. Jumlah jentik paling banyak ditemukan di ember

sebanyak 19 kontainer (pre intervensi) dan 8 kontainer (post intervensi).

Sedangkan jumlah pupa paling banyak juga ditemukan di ember sebanyak 6

kontainer (pre intervensi) dan 9 kontainer (post intervensi). (Tabel 16).

Tabel 16

Jenis Kontainer yang ditemukan di Kelurahan Kawua (Wilayah Intervensi)Kabupaten Poso Tahun 2019

No Jenis Kontainer Pre Intervensi Post IntervensiN

(%)PositifjentikN (%)

PositifPupaN(%)

N(%)

PositifjentikN (%)

PositifPupaN(%)

1 Bak Mandi 76 7 1 79 5 22 Bak WC 30 1 1 28 1 13 Drum 32 4 1 22 2 14 Torn 0 0 0 0 0 05 Tempayan 35 0 0 26 2 06 Ember 278 19 6 285 8 57 Baskom 25 1 0 61 3 28 Tempat air suci 0 0 0 0 0 09 Lain-lain TPA 9 1 0 13 1 0

10 Tempat minum hewan 1 1 0 2 0 011 Tempat wudhu 0 0 0 0 0 012 Penampung kulkas 14 4 0 18 3 113 Penampung dispenser 28 12 2 21 5 2

Page 245: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

56

14 Saluran Air 0 0 0 0 0 015 Talang air 0 0 0 0 0 016 Bagian tanaman 1 1 0 0 0 017 Vas bunga/pot 1 1 0 2 2 018 Tempurung kelapa 0 0 0 0 0 019 Kolam/aquarium 3 0 0 3 1 120 Barang bekas 9 5 2 3 2 321 Lain-lain bukan TPA 1 1 0 3 2 1

Total 543 58 13 566 37 19

Tabel 17Letak Kontainer yang ditemukan di Kelurahan Kawua (Wilayah Intervensi)

Kabupaten Poso Tahun 2019

No LetakKontainer

Pre Intervensi Post Intervensi(%) Positif

jentik(%)

PositifPupa(%)

(%) Positifjentik(%)

PositifPupa(%)

1 Dalam79,6 75,8 69,2 78,8 54,0 57,9

2 Luar20,4 24,2 30,8 21,2 46,0 42,1

Total 543 58 13 566 37 19

Sebagian besar kontainer terletak di dalam rumah 79,6% (pre intervensi) dan

78,8% (post intervensi). Kontainer positif lebih banyak ditemukan di dalam rumah

44 kontainer (pre intervensi) dan 20 kontainer (post intervensi).

Tabel 18

Kondisi Kontainer yang ditemukan di Kelurahan Kawua (Wilayah Intervensi)Kabupaten Poso Tahun 2019

No KondisiKontainer

Pre test Post test(%) Positif

jentik(%)

PositifPupa(%)

(%) Positifjentik(%)

PositifPupa(%)

1Tertutup 36,0 27,6 23,0 34,6 10,8 10,5

2Terbuka 64,0 72,4 77,0 65,4 89,2 89,5Total 543 58 13 566 37 19

Kondisi kontainer sebagian besar dalam keadaan terbuka 64,0% (pre intervensi) dan

65,0% (post intervensi). Kondisi kontainer terbuka lebih banyak ditemukan jentik yaitu

42 kontainer (pre intervensi) dan 33 kontainer (post intervensi) dibandingkan kontainer

Page 246: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

57

tertutup. Kontainer tertutup masih ditemukan adanya positif jentik dan pupa di wilayah

intervensi.Demikian pula pupa lebih banyak ditemukan pada kontainer terbuka

dibandingkan tertutup pada pre intervensi maupun post intervensi.

Hasil pemeriksaan indikator entomologi, pada pre intervensi jumlah rumah

positif jentik sebanyak 44 rumah sehingga Angka Bebas Jentik (ABJ) di wilayah

intervensi sebesar 72%. Jumlah kontainer positif jentik dan pupa pada pre test

sebanyak 62 kontainer sehingga CI di wilayah ini sebesar 9,0%.jumlah rumah positif

jentik sebanyak 44 rumah sehingga Angka Bebas Jentik (ABJ) saat pre test sebesar

72%. Jumlah kontainer positif jentik dan pupa pada pre test sebanyak 62 kontainer

sehingga CI di wilayah ini sebesar 9,0%.

Tabel 19

Indikator Entomologi di Kelurahan Kawua (Wilayah Intervensi) Kabupaten Poso

Tahun 2019

IndikatorEntomologi

Pre Intervensi Post Intervensi

Rumah yangdiperiksa

150 144

Rumah yang positif 44 28Kontainer yangdiperiksa

676 675

Kontainer yang positif 62 33House Index (HI) 29,0% 19,44%Container Index (CI) 9,0% 4,89%Breteau Index (BI) 41,33/100 rumah 22,92/100 rumahABJ 72,0% 80,56%

Pada post intervensi, jumlah rumah positif jentik sebanyak 28 rumah sehingga Angka

Bebas Jentik (ABJ) saat postintervensi sebesar 80,6%. Jumlah kontainer positif jentik

dan pupa padapost intervensi sebanyak 33 kontainer sehingga CI di wilayah ini

sebesar 4,9%.jumlah rumah positif jentik sebanyak 28 rumah sehingga Angka Bebas

Jentik (ABJ) post intervensi sebesar 80,6%.

3.1.3.2. Wilayah Non-Intervensi (Kelurahan Sayo)

Karakteristik Responden

Page 247: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

58

Sebagian besar responden berusia 15-65 tahun (92,7%) jenis kelamin

perempuan. Berdasarkan tingkat pendidikan sebagian besar tamat SLTA/MA

sederjat, sebagian besar respon bekerja sebagai

PNS/TNI/POLRI/BUMN/BUMD.

Tabel 20Distribusi Karakteristk responden di Kelurahan Sayo (wilayah non intervensi)

Kabupaten Poso Tahun 2019

No Karakteristik Responden(n = 150)

PraIntervensi(n = 150)Jumlah

(%)

PostIntervensi(n = 144)Jumlah

(%)1 Umur

< 15 tahun 0 015 – 65 tahun 92,7 92,7> 65 tahun 7,3 7,3

2 Jenis KelaminLaki-laki 45,3 45,3Perempuan 54,7 54,7

3 PendidikanTidak/Belum Sekolah 2,7 2,7Tidak Tamat SD/MI 3,3 3,3Tamat SD/MI sederajat 28,0 28,0Tamat SLTP/MTs sederajat 23,3 23,3Tamat SLTA/MA sederajat 35,3 35,3Tamat PT 7,3 7,3

4 PekerjaanTidak Bekerja 18,7 18,7Sekolah 3,3 3,3PNS/TNI/POLRI/BUMN/BUMD 10,0 10,0Pegawai Swasta 0,7 0,7Wiraswasta/Pedagang 17,3 17,3Petani/Buruh Tani 15,3 15,3Nelayan 0 0Buruh/Sopir/Asisten RT 28,7 28,7Lainnya 6,0 6,0

Pengetahuan

Pada kelompok non intervensi terdapat pengetahuan respondententang istilah jumantik dan G1R1J juga mengalami peningkatan padapost intervensi, akan tetapi peningkatannya kecil

Page 248: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

59

Tabel 21Persentase Pengetahuan Responden Tentang Istilah G1R1J di Wilayah

Kelurahan Sayo ( Wilayah Non Intervensi) Kabupaten Poso, 2019

S

e

b

a

g

i

a

n

b

e

s

a

Sebagian besar responden belum pernah menerima sosialisasi G1R1J

sebelum maupun setelah intervensi dan merasa perlu untuk menerima

sosialisasi. Sebagian besar responden menginginkan materi sosialisasi

tentang Pengetahuan tentang cara membersihkan tempat

perkembangbiakan dan membasmi jentik.

Tabel 22Persentase Pengetahuan Responden Tentang Sosialisasi G1R1J di

Wilayah Kelurahan Sayo ( Wilayah Non Intervensi) Kabupaten Poso, 2019

No Pengetahuan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)

Tidak(%)

N Ya(%)

Tidak(%)

N

1 Mendengar istilahJumantik 32,0 68,0 150 48,6 51,4 144

2 Mendengar istilahGerakan 1R1J 10,7 89,3 150 25,7 74,3 144

3 Darimana mendengar istilah JumantikRt/RW

0 100 16 10,8 89,2 37Kelurahan/kecamatan

6,3 93,7 16 2,7 97,3 37Kader

62,5 37,5 16 67,6 32,4 37

Keluarga0 100 16 5,4 94,6 37

Petugas Puskesmas18,8 81,2 16 29,7 70,3 37

Petugas Dinas Kesehatan18,8 81,2 16 18,9 81,1 37

Media cetak/Elektronik0 100 16 0 100 37

Lainnya0 100 16 2,7 97,3 37

No Pengetahuan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)

Tidak(%)

N Ya(%)

Tidak(%)

N

1 Sosialisasi 1R1J diperlukan? 100

0 16100

0 37

2 Siapa sebaiknya yang melakukan sosialisasi 1R1J ?RT/RW

6,3 93,816

13,5 86,537

Petugas Kelurahan/ 0 16 37

Page 249: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

60

Sama dengan wilayah intervensi, sebagian besar responden juga

mengatakan yang dapat menjadi jumantik rumah yaitu istri dan kepala

keluarga, syarat menjadi jumantik rumah yaitu berusia >15 tahun, serta yang

harus dilakukan oleh jumantik rumah menurut sebagian besar responden adalah

dapat memeriksa tempat perkembangbiakan nyamuk dalam dan luar.

Kecamatan/Pemda 100 5,4 94,6Petugas Kader

43,8 56,316

56,8 43,237

Petugas Puskesmas62,5 37,5

1654,1 45,9

37

Petugas Dinas Kesehatan31,3 68,8

1637,8 62,2

37

Tidak tahu 0100

16 0100

37

3 Materi yang sebaiknyadiberikan pada saatsosialisasi 1R1JPengetahuan tentangpenyakit, penularan, danvektor nyamuk DemamBerdarah Dengue (DBD)

68,8 31,316

54,1 45,937

Pengetahuan tentang caramengamati jentik 56,3 43,8

1632,4 67,6

37

Pengetahuan tentang caramembersihkan tempatperkembangbiakan danmembasmi jentik

62,5 37,516

59,5 40,537

Pengetahuan tentang caramencatat di kartu jentik 62,5 37,5

1659,5 40,5

37

Pengetahuan tentang PSN3M Plus 25,0 75,0

1632,4 67,6

37

Tidak Tahu 6,2 93,816

21,6 78,437

4 Yang harus mendapat sosialisasi 1R1J

Kepala Keluarga 25,0 75,016

75,7 24,337

Istri 75,0 25,016

78,4 21,637

Anak 6,3 93,816

45,9 54,137

Anggota rumah tanggalainnya 62,5 37,5

1645,9 54,1

37

Asisten rumah tangga 6,3 93,816

2,7 97,337

Tidak Tahu 0100

162,7 97,3

37

Page 250: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

61

Tabel 23

Persentase Pengetahuan Responden Tentang Jumantik Rumah di WilayahKelurahan Sayo ( Wilayah Non Intervensi) Kabupaten Poso, 2019

No Pengetahuan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)

Tidak(%)

N Ya(%)

Tidak(%)

N

1 Siapa saja yang dapat menjadi JUMANTIK rumah (1R1J)?Kepala Keluarga

18,8 81,3 16 67,6 32,4 37Istri

93,8 6,3 16 83,8 16,2 37Anak

18,8 81,3 16 37,8 62,2 37Anggota RT lainnya

6,3 93,8 16 32,4 67,6 37Asisten rumah tangga

37,5 62,5 16 2,7 97,3 37Tidak tahu

0 100 16 8,1 91,9 372 Syarat menjadi JUMANTIK rumah (1R1J) ?

Berusia > 15 tahun75,0 25,0 16 37,8 62,2 37

Dapat menggerakkananggota keluarga untukmelakukan PSN 0 100 16 13,5 86,5 37Dapat memeriksa tempatperkembanbiakannyamuk 18,8 81,3 16 21,6 78,4 37Bertanggungjawabmelakukan kebersihanlingkungan dalam danluar rumah 18,8 81,3 16 27,0 73,0 37Pernah mendapatkansosialisasi tentang 1R1J 0 100 16 13,5 86,5 37Tidak tahu

6,3 93,8 16 40,5 59.5 373 Yang harus dilakukan oleh seorang Jumantik Rumah dalam kegiatan 1R1J

Mensosialisasikan PSN3M Plus kepada seluruhanggota/penghuni rumah 75,0 25,0 16 29,7 70,3 37Dapat memeriksa tempatperkembangbiakannyamuk dalam dan luarrumah min. seminggusekali 68,8 31,3 16 62,2 37,8 37Dapat menggerakananggota keluarga untukmelakukan PSN 3M Plusmin. seminggu sekali 0 100 16 18,9 81,1 37Mengisi kartu jentik hasilpemeriksaan tempatpenampungan air 6,3 93,7 16 43,2 56,8 37

Page 251: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

62

Responden sebagian besar mengetahui adanya kartu jentik setelah intervensi,

sebagian besar juga mengetahui fungsi kartu jentik yaitu untuk mencatat hasil

pemeriksaan jentik 75,7% dan yang dapat mengisi kartu jentik sebagian besar

menjawab anggota keluarga, yang terlibat dalam 1R1J sebagian besar

responden menjawab kader, sebagian besar responden menjawab kunjungan

kader sebanyak lebih dari 2 minggu sekali.

Tabel 24

Persentase Pengetahuan Responden Tentang Jumantik Rumah di WilayahKelurahan Sayo ( Wilayah Non Intervensi) Kabupaten Poso, 2019

No Pengetahuan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)

Tidak(%)

N Ya(%)

Tidak(%)

N

1 Mengetahui adanya kartujentik ? 100

016 94,6 5,4 37

2 Fungsi dari kartu jentik?Mencatat hasilpemeriksaan jentik 100 0 16 75,7 24,3 37Tidak tahu

0 100 1624,3

75,7 373 Siapa saja yang dapat mengisi kartu jentik?

Kepala keluarga31,3 68,8 16 43,2 56,8 37

Anggota keluarga87,5 12,5 16 54,1 45,9 37

Kader18,8 81,3 16 37,8 62,2 37

RT/RW0 100 16 0 (00 37

4 Siapa sajakah selain dari anggota keluarga yang terlibat dalam 1R1J?Kader

81,3 18,8 16 78,4 21,6 37Petugas Puskesmas

18,8 81,3 16 21,6 78,4 37RT/RW

0 100 16 8,1 91,9 37Koordinator Jumantik

25,0 75,0 16 27,0 73,0 37Supervisor Jumantik

0 100 16 0 100 37Lainnya

6,3 93,7 16 2,7 97,3 375 Berapa kali frekuensi kunjungan koordinator ke rumah

1 minggu 1 x62,5 37,5 16 24,3 75,7 37

Page 252: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

63

Kegiatan 3M plus yang paling sering dilakukan oleh sebagian besar responden

yaitu Menguras tempat-tempat penampungan air : bak mandi-WC, drum dan sebagainya,

sedangkan tempat ditemukannya jentik sebagian besar menjawab bak mandi/WC. Ketika

menemukan jentik penampungan air di dalam ataupun luar rumah sebagian besar

menjawab hanyang membuang airnya saja.

Tabel 25

Persentase Pengetahuan Responden Tentang Jumantik Rumah di WilayahKelurahan Sayo ( Wilayah Non Intervensi) Kabupaten Poso, 2019

2 minggu 1x6,3 93,7 16 18,9 81,1 37

> 2 minggu 1x18,8 81,3 16 37,8 62,2 37

Tidak tahu12,5 87,5 16 32,4 67,6 37

No Pengetahuan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)

Tidak(%)

N Ya(%)

Tidak(%)

N

1 Kegiatan 3M PlusMenguras tempat-tempatpenampungan air : bakmandi-WC, drum dsb

43,3 56,7150

47,9 52,1 144

Mendaur ulang barangbekas : botol plastic,kaleng, ban bekas dsb

22,7 77,3150

27,8 72,2 144

Menggunakan obat antinyamuk untuk mencegahgigitan nyamuk

10,7 89,3150

18,1 81,9 144

Tidur menggunakankelambu 2,7 97,3

1508,3 91,7 144

Menggunakan bubuktemephos/ikan 0 100 150 0,7 99,3 144Menggunakan ovitrap,larvitrap, mosquito trap 1,3 98,7 150 0,7 99,3 144Menutup tempatpenampungan air 24,7 75,3 150 30,6 69,4 144Mengganti air vas bunga,minuman burung dsb

0,7 99,3 150 1,4 98,6 144Menanam tanamanpengusir nyamuk :lavender, sereh, zodia 6,7 93,3 150 3,5 96,5 144Pakai raket nyamuk

0 100 150 0 100 1442 Apakah mengetahui tempat ditemukannya jentik nyamuk?

Bak Mandi/WC57,0 43,0

15061,1 38,9 144

Page 253: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

64

Sikap

Sebagian

besar

sikap responden tidak berubah pada sebelum intervensi dan non intervensi,sikap responden positif terhadap pelaksanaan G1R1J meskipun tidakdilakukan intervensi

Ember41,3 58,7

15047,9 52,1 144

Drum18,0 82,0

15026,4 73,6 144

Dispenser7,3 92,7

15013,2 86,8 144

TPA Kulkas4,0 96,0

1509,0 91,0 144

Toren air20,0 80,0

15016,0 84,0 144

Pagar bambu 0100

1502,1 97,9 144

Tempurung kelapa4,0 96,0

1507,6 92,4 144

Pot tanaman0,7 99,3

1502,1 97,9 144

Tempat minum binatang 0100

1501,4 98,6 144

Aquarium0,7 99,3

1500,7 99,3 144

Kolam6,7 93,3

1509,0 91,0 144

Ban Bekas36,0 64,0

15038,2 61,8 144

Selokan/Got15,3 84,7 150 17,4 82,6 144

Tempat air suci0 100 150 0,7 99,3 144

Lainnya0 100 150 0,7 99,3 144

3 Apa saja yang dilakukan jika ditemukan jentik di tempat penampungan air didalam dan di luar rumah?Membuang air nya saja

78,0 32,0 150 79,2 20,8 144Menguras dan menyikattempat-tempatpenampungan air 28,0 72,0 150 38,2 61,8 144Menaburkan obatpembasmi jentik 6,0 94,0 150 13,9 86,1 144Memelihara ikan

0 100 150 2,1 97,9 144Membuang jentiknya saja

10,0 90,0 150 9,7 90,3 144Lainnya

0 100 150 0 100 144

Page 254: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

65

Tabel 26Persentase Sikap Responden tentang Gerakan 1R1J di Kelurahan Sayo

(Wilayah Non Intervensi) Kabupaten Poso, 2019

No Sikap Pre Intervensi Post Intervensi NSetuju

(%)TidakSetuju

(%)

Setuju(%)

TidakSetuju

(%)1 Gerakan 1R1J tidak perlu

disosialisasikan kemasyarakat

(1,3) (98,7) (2,1) (97,9) 144

2 Gerakan 1R1J perludilaksanakan di setiaprumah tangga

(98,0) (2,0) (97,9) (2,1)144

3 Semua anggota rumahtangga bertanggung jawabterhadap kebersihanlingkungan disekitar rumah

(98,0) (2,0) (97,9) (2,1)144

4 Kartu pemeriksaan jentikharus diisi ketikamelakukan pemeriksaanjentik

(74,7) (25,3) (77,1) (22,9)144

5 Kegiatan 3 M Plus tidakperlu dilakukan di setiaprumah

(38,7) (61,3) (28,5) (71,5)144

6 Hanya lingkungan dalamrumah saja yang perludiperhatikankebersihannya

(38,0) (62,0) (35,4) (64,6)144

7 Perlu menguras bak mandiatau penampungan airminimal 1 minggu 1 kali

(95,3) (4,7) (97,2) (2,8)144

8 Kunjungan petugas/kaderJUMANTIK diperlukanuntuk memantaulingkungan sekitar rumahwarga

(98,7) (1,3) (97,9) (2,1)144

9 Saya merasa terganggubila dikunjungi petugasatau kader JUMANTIK 2minggu 1 kali

(33,3) (66,7) (32,6) (67,4)144

10 Rumah yang ditemukanjentik diberikan sanksi (66,7) (33,3) (71,5) (28,5)

144

Tindakan

Sebagian besar responden belum mendapatkan sosialisasi 1R1J baiksebelum maupun sesudah intervensi. Responden yang telah mendapatkanintervensi mengatakan mendapatkannya di tahun 2018 dan 2019. Yangmemberikan sosialisasi adalah kader menurut sebagian besar responden. Akantetapi sebagian besar responden mengatakan tidak tahu tentang frekuensikunjungan kader/koordinator jumantik ke rumah mereka.

Page 255: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

66

Tabel 27Persentase Tindakan Responden tentang pelaksanaan G1R1J di

Kelurahan Sayo (Wilayah intervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019

No Tindakan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)

Tidak(%)

N Ya(%)

Tidak(%)

N

1 Mendapat sosialisasi 1R1J7,3 92,7 150 18,1 81,9 144

2 Tahun berapa sosialisasi2015

0 11 11 0 100 262016

0 11 11 0 100 262017

0 11 11 0 100 262018

36,4 63,6 11 15,4 84,6 262019

100 0 11 100 0 263 Yang melakukan sosialisasi

1R1JRt/RW 0

100 11 19,2 80,8 26Kelurahan/kecamatan

0 100 11 3,8 96,2 26Kader

72,7 27,3 11 73,1 26,9 26Petugas Puskesmas

9,1 90,9 11 42,3 57,7 26Petugas Dinas Kesehatan

36,4 63,6 11 30,8 69,2 26Lainnya 0

100 11 0 100 264 Materi sosialisasi 1R1J :

Penyakit, penularan danvektor nyamuk DBD 81,8 18,2

1180,8 19,2

26

Cara mengamati jentik63,6 36,4

1165,4 34,6

26

Cara membersihkan jentik18,2 81,8

1161,5 38,5

26

Cara mencatat di kartujentik 45,5 54,5

1157,7 42,3

26

PSN 3 M Plus18,2 81,8

1126,9 73,1

26

5 Program 1R1J pernahdilaksanakan di wilayahtsb 32,0 68,0

15034,0 66,0

144

6 ART yang melaksanakan1R1J :Kepala Keluarga

16,7 83,3 48 42,9 57,1 49

Page 256: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

67

Istri56,3 43,8 48 69,4 30,6 49

Anak6,3 93,8 48 16,3 83,7 49

ART lainnya41,7 58,3 48 26,5 73,5 49

Asisten RT 048,0 48 100 49

Lainnya4,2 95,8 48 4,1 95,9 49

7 Sejak Tahun berapaprogram 1R1Jdilaksanakan

2015 0 100 48 0 100 49

2016 0 100 48 0 100 49

2017 12,1 97,9 48 2,0 98,0 49

2018 100 0 48 69,4 30,6 49

2019 0 100 48 51,0 49,0 49Tidak pernahmelaksanakan 2,1 97,9 48 0 100 49

8 Program 1R1J tetapdilaksanakan di rumahtangga 85,1 14,9 47 83,7 16,3 49

9 Anggota rumah tanggayang paling seringmelakukan kegiatanJUMANTIK Rumah

Bapak 5,1 94,9 39 17,1 82,9 41

Istri 69,2 30,8 39 68,3 31,7 41

Anak 10,3 89,7 39 7,3 92,7 41Anggota rumah tanggalainnya 15,4 84,6 39 7,3 92,7 41Asisten/pembantu rumahtangga 0 0 39 0 0 41

10 Kepemilikan kartupemeriksaan jentikYa dapat menunjukan

92,5 7,5 40 87,8 12,2 41Ya tidak dapat menunjukan

2,5 97,5 40 4,9 95,1 41Tidak ada

5,0 95,0 40 7,3 92,7 4111 Pengisian kartu jentik oleh

jumantik rumah 40,5 59,5 37 51,2 48,8 4112 Koordinator memeriksa

kartu jentik saat kunjunganke rumah 97,3 2,7 37 78,0 22,0 41

Page 257: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

68

13 Frekuensi kunjungankoordinator jumantik1 minggu 1 x

37,5 62,5 40 31,7 68,3 412 minggu 1 x

2,5 97,5 40 17,1 82,9 41> 2 minggu 1 x

17,5 82,5 40 29,3 70,7 41tidak tahu

42,5 57,5 40 36,6 63,4 4114 Alasan mengapa di rumah

tangga tidak dilaksanakan1R1J saat ini

Malas 9,3 90,7150

5,6 94,4 144

Tidak ada waktu 6,7 93,3150

6,3 93,8 144

Lingkungan sudah bersih 0,7 99,3150

0,7 99,3 144

Tidak ada yangmengerjakan 1,3 98,7

1500,7 99,3 144

Merasa tidak perlu 1,3 98,7150

2,8 97,2 144

Tidak Tahu 94,0 6,0150

82,6 17,4 144

Tabel 28Persentase Tindakan Responden tentang pelaksanaan kegiatan

PSN 3M plus pada rumah tangga di Kelurahan Sayo (Wilayah NonIntervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 (≤ 1x per minggu)

No Tindakan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)

Tidak(%)

N Ya(%)

Tidak(%)

N

1 Kegiatan PSN 3M PlusMenguras tempatpenampungan air (TPA) 98,6 1,4 150 98,6 1,4 144Menutup rapat TPA

100 0 59 100 0 62Mendaur ulang barangbekas 100 0 2 100 0 6Mengganti air vas bunga,minuman burung dll 0 0 0 0 0 0Tidur menggunakankelambu 90,9 99,1 11 88,9 11,1 9menggunakan obat antinyamuk 94,1 5,9 86 95,5 4,5 89Menggunakan larvasida

32,1 67,9 28 33,3 66,7 27Memelihara ikan pemakanjentik 0 0 0 0 0 0Menggunakan perangkap 0 0 0 0 0 0

Page 258: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

69

nyamukMenanam tanamanpengusir nyamuk 0 0 0 0 0 0Memasang kawat kasa

0 100 1 0 100 2Lainnya 0 0 0 0 0 0

Kegiatan PSN yang paling sering dilakukan yaitu menguras tempatpenampungan air, menutup rapat tempat penampungan air danmenggunakan anti nyamuk.

Tabel 29Persentase Tindakan Responden tentang Frekuensi Pelaksanaan Kegiatan

PSN 3M plus pada Rumah Tangga di Kelurahan Sayo (Wilayah NonIntervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 (2 minggu 1x)

No Tindakan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)

Tidak(%)

N Ya(%)

Tidak(%)

N

1 Kegiatan PSN 3M Plus 150Menguras tempatpenampungan air (TPA) 0,7 99,3 150 1,4 98,6 144Menutup rapat TPA

0 100 59 0 100 62Mendaur ulang barang bekas

0 100 2 0 100 6Mengganti air vas bunga,minuman burung dll 0 0 0 0 0 0Tidur menggunakan kelambu

0 100 11 0 100 9menggunakan obat antinyamuk 1,2 98,8 86 1,1 98,9 89Menggunakan larvasida

0 100 28 3,7 96,3 27Memelihara ikan pemakanjentik 0 0 0 0 0 0Menggunakan perangkapnyamuk 0 0 0 0 0 0Menanam tanaman pengusirnyamuk 0 0 0 0 0 0Memasang kawat kasa

0 100 1 0 100 2Lainnya 0 0 0 0 0 0

Page 259: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

70

Tabel 30Persentase Tindakan Responden tentang Frekuensi PelaksanaanKegiatan PSN 3M plus pada Rumah Tangga di Kelurahan Sayo

(Wilayah Non Intervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 (3 minggu 1x)

No Tindakan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)

Tidak(%)

N Ya(%)

Tidak(%)

N

1 Kegiatan PSN 3M Plus 150Menguras tempatpenampungan air (TPA) 0,7 99,3 150 0 100 144Menutup rapat TPA

0 100 59 0 100 62Mendaur ulang barang bekas

0 100 2 0 100 6Mengganti air vas bunga,minuman burung dll 0 0 0 0 0 0Tidur menggunakan kelambu

0 100 11 0 100 9menggunakan obat antinyamuk 0 100 86 1,1 98,9 89Menggunakan larvasida

3,6 96,4 28 3,7 96,3 27Memelihara ikan pemakanjentik 0 0 0 0 0 0Menggunakan perangkapnyamuk 0 0 0 0 0 0Menanam tanaman pengusirnyamuk 0 0 0 0 0 0Memasang kawat kasa

0 100 1 0 100 2Lainnya 0 0 0 0 0 0

Tabel 31Persentase Tempat Ditemukan Jentik di Dalam dan di Luar Rumahdi Kelurahan Sayo (Wilayah Non Intervensi) Kabupaten Poso Tahun

2019 (≥ 1 bulan)No Tindakan Pre Intervensi Post Intervensi

Ya(%)

Tidak(%)

N Ya(%)

Tidak(%)

N

1 Kegiatan PSN 3M Plus 150Menguras tempatpenampungan air (TPA) 0 100 150 0 100 144Menutup rapat TPA

0 100 59 0 100 62Mendaur ulang barang bekas

0 100 2 0 100 6Mengganti air vas bunga,minuman burung dll 0 0 0 0 0 0Tidur menggunakan kelambu

9,1 90,9 11 11,1 88,9 9

Page 260: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

71

menggunakan obat antinyamuk 4,7 95,3 86 3,4 96,6 89Menggunakan larvasida

64,3 35,7 28 59,3 40,7 27Memelihara ikan pemakanjentik 0 0 0 0 0 0Menggunakan perangkapnyamuk 0 0 0 0 0 0Menanam tanaman pengusirnyamuk 0 0 0 0 0 0Memasang kawat kasa

100 0 1 100 0 2Lainnya 0 0 0 0 0 0

Tabel 32Persentase Tempat Ditemukan Jentik di Dalam dan di Luar Rumah

di Kelurahan Sayo (Wilayah Non Intervensi) Kabupaten PosoTahun 2019

No Tindakan Pre Intervensi Post IntervensiYa

n(%)Tidakn(%)

N Yan(%)

Tidakn(%)

N

1 Dimana saja biasanyamenemukan jentik nyamuk didalam dan di luar rumah

150

Bak Mandi/WC 64,0 36,0 150 64,6 35,4 144

Ember 45,3 54,7 150 50,0 50,0 144

Drum 16,0 84,0 150 17,4 82,6 144

Dispenser 5,3 94,7 150 5,6 94,4 144Tempat Penampungan AirKulkas

0100 150 2,1 97,9 144

Toren/tandon/tangki air 20,0 80,0 150 15,3 84,7 144

Pagar bambu 0,7 99,3 150 0,7 99,3 144

Tempurung kelapa3,3

96,7150 4,9 95,1 144

Pot tanaman 0,7 99,3 150 0,7 99,3 144

Tempat minum binatang 0 100 150 0,7 99,3 144

Aquarium 0,7 99,3 150 0,7 99,3 144

Kolam 2,0 98,0 150 3,5 96,5 144

Barang Bekas 21,3 78,7 150 27,1 72,9 144

Page 261: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

72

Selokan/Got 20,7 79,3 150 17,4 82,6 144

Tempat air suci 0100 150 0 100 144

Lainnya 0100 150 0 100 144

2 Jika ditemukan jentik ditempat penampungan air didalam dan di luar rumah apasaja yang dilakukanMembuang air dari tempatpenampungan tersebut 83,3 16,7 150 83,3 16,7 144Menguras dan menyikattempat-tempatpenampungan air 30,7 69,3 150 33,3 66,7 144Menaburkan obat pembasmijentik 4,7 95,3 150 12,5 87,5 144Memelihara ikan pemakanjentik di tempatpenampungan tersebut 0 100 150 0,7 99,3 144

Membuang jentiknya saja 8,0 92,0 150 8,3 91,7 144

Survei JentikSurvei Jentik di Kelurahan Sayo (Non Intervensi)

Terdapat 12 jenis kontainer yang ditemukan pada pre intervensi dan 10

jenis kontainer pada post intervensi di Kelurahan Sayo. Jumlah kontainer yang

diperiksa saat pre intervensi sebanyak 537 kontainer dan post intervensi

sebanyak 601 kontainer. Jumlah kontainer positif jentik saat pre intervensi

sebanyak 51 kontainer dan positif pupa 16 kontainer. Jumlah kontainer positif

jentik saat post intervensi sebanyak 38 kontainer dan positif pupa 28 kontainer.

Jumlah kontainer terbanyak dan ditemukan positif jentik terbanyak adalah

ember dan penampungan dispenser. Jumlah jentik paling banyak ditemukan di

ember sebanyak 18 kontainer (pre intervensi) dan 11 kontainer (post

intervensi). Sedangkan jumlah pupa paling banyak juga ditemukan di ember

sebanyak 4 kontainer (pre intervensi) dan 6 kontainer (post intervensi). (Tabel

30).

Page 262: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

73

Tabel 33Jenis Kontainer yang ditemukan di Kelurahan Sayo (Wilayah Non Intervensi)

Kabupaten Poso Tahun 2019

No Jenis Kontainer Pre Intervensi Post IntervensiN (%) Positif

jentikN (%)

PositifPupaN(%)

N(%)

PositifjentikN (%)

PositifPupaN(%)

1 Bak Mandi 65 2 0 54 4 32 Bak WC 23 1 1 22 3 23 Drum 39 6 4 44 8 84 Torn 0 0 0 0 0 05 Tempayan 29 1 1 23 1 06 Ember 274 18 4 278 11 67 Baskom 39 4 2 91 6 68 Tempat air suci 0 0 0 0 0 09 Lain-lain TPA 32 0 0 57 1 0

10 Tempat minum hewan 0 0 0 0 0 011 Tempat wudhu 0 0 0 0 0 012 Penampung kulkas 3 0 0 1 0 013 Penampung dispenser 25 16 3 22 3 214 Saluran Air 0 0 0 0 0 015 Talang air 0 0 0 0 0 016 Bagian tanaman 1 1 0 0 0 017 Vas bunga/pot 0 0 0 0 0 018 Tempurung kelapa 0 0 0 0 0 019 Kolam/aquarium 0 0 0 2 0 020 Barang bekas 3 2 1 7 1 121 Lain-lain bukan TPA 4 0 0 0 0 0

Total 537 51 16 601 38 28

Tabel 34

Letak Kontainer yang ditemukan di Kelurahan Sayo (Wilayah Non Intervensi)Kabupaten Poso Tahun 2019

No LetakKontainer

Pre Intervensi Post Intervensi(%) Positif

jentik(%)

PositifPupa(%)

(%) Positifjentik(%)

PositifPupa

(%)1 Dalam

88,0 84,3 68,7 85,7 92,1 89,32 Luar

11,9 15,7 31,3 14,3 7,9 10,7Total 537 51 16 601 38 28

Sebagian besar kontainer terletak di dalam rumah 88,0% (pre intervensi) dan85,7% (post intervensi). Kontainer positif lebih banyak ditemukan di dalam rumah43 kontainer (pre intervensi) dan 35 kontainer (post intervensi).

Page 263: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

74

Tabel 35

Kondisi Kontainer yang ditemukan di Kelurahan Sayo (Wilayah Non Intervensi)Kabupaten Poso Tahun 2019

No KondisiKontainer

Pre Intervensi Post Intervensi(%) Positif

jentik(%)

PositifPupa(%)

(%) Positifjentik(%)

PositifPupa(%)

1 Tertutup39,1 17,6 12,5 0,4 84,2 14,3

2 Terbuka60,9 82,4 87,5 39,6 15,8 85,7

Total 537 51 16 601 38 28

Kondisi kontainer sebagian besar dalam keadaan terbuka 60,9% (pre intervensi)dan 60,4% (post intervensi). Kondisi kontainer terbuka lebih banyak ditemukanjentik saat pre intervensi yaitu 42 kontainer (pre intervensi) dan 6 kontainer (postintervensi) dibandingkan kontainer tertutup. Kontainer tertutup ditemukan adanyapositif jentik 9 kontainer (pre intervensi) dan 32 kontainer (post intervensi). Pupalebih banyak ditemukan pada kontainer terbuka dibandingkan tertutup pada preintervensi maupun post intervensi.

Tabel 36Angka Entomologi di Kelurahan Sayo (Wilayah Non Intervensi)

Kabupaten Poso

Hasil indikator indeks entomologis, pada pre intervensi jumlah rumah positif

jentik sebanyak 44 rumah sehingga Angka Bebas Jentik (ABJ) di wilayah

intervensi sebesar 70,7%. Jumlah kontainer positif jentik dan pupa pada pre

test sebanyak 58 kontainer sehingga CI di wilayah ini sebesar 7,0%. Pada

post intervensi, jumlah rumah positif jentik sebanyak 30 rumah sehingga

Angka Bebas Jentik (ABJ) saat post intervensi sebesar 79,17%. Jumlah

Indikator Entomologi PreIntervensi

PostIntervensi

Rumah yang diperiksa 150 144Rumah yang positif 44 30Kontainer yang diperiksa 804 916Kontainer yang positif 58 40House Index (HI) 29,0% 20,83%Container Index (CI) 7,0% 4,37%Breteau Index (BI) 38,67/100 rumah 27,78/ 100

rumahABJ 70,7% 79,17%

Page 264: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

75

kontainer positif jentik dan pupa pada post intervensi sebanyak 40 kontainer

sehingga CI di wilayah ini sebesar 4,4%.

3.1.3.3. Hasil Analisis Wilayah Intervensi (Kelurahan Kawua)

Analisis Pre – Post Intervensi

Dari hasil analisis T test , ada perbedaan rerata pengetahuan responden

antara pre dan post intervensi pada tujuh variabel pengetahuan antara lain

pernah mendengar istilah jumantik, mendengar istiah G1R1J, darimana

pernah mendengar istilah G1R1J, materi saat sosialisasi G1R1J, mengetahui

adanya kartu jentik, kegunaan dari kartu lembar jentik dan kegiatan 3M plus.

Tabel 37Hasil Analisis Pengetahuan di Wilayah Kawua

(Wilayah Intervensi)No. Variabel Mean

DifferenceStandarDeviasi

SE 95% CI p-value

1. Mendengar istilah jumantik 48,7 52,8 4,3 40,2 – 57,2 <0,0012. Mendengar istilah G1R1J 59,3 49,3 4,0 40,2 – 57,2 <0,0013. Dari mana pernah

mendengar istilah G1R1J61,3 48,9 3,9 53,4 – 69,2 <0,001

4. Materi saat sosialisasiG1R1J

42,1 36,5 2,9 36,2 – 48,0 <0,001

5. Mengetahui adanya kartujentik

57,3 50,9 4,2 49,1 – 65,6 <0,001

6. Kegunaan dari kartulembar jentik

58,7 50,7 4,1 50,5 – 66,9 <0,001

7. Kegiatan 3M Plus 25,5 40,3 3,3 19,0 – 32,0 <0,001

Untuk variabel sikap tidak ada perbadaan rerata sikap responden pada sembilan

variabel sikap, tetapi terdapat perbedaan rerata sikap responden antara pre dan post

intervensi tentang tentang rumah yang ditemukan jentik diberikan sanksi.

Tabel 38

Page 265: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

76

Hasil Analisis Sikap di Wilayah Kawua (Wilayah Intervensi)

Tabel 39Hasil Analisis Tindakan di Wilayah Kawua (Wilayah Intervensi)

No. Variabel MeanDifference

StandarDeviasi

SE 95% CI p-value

1. Mendapatkan sosialisasiG1R1J

50 54,0 2,7 41,3 – 58,7 <0,001

2. Siapa yang melakukansosialisasi G1R1J

50,7 51,5 4,2 42,3 – 58,9 <0,001

3. Materi saat sosialisasiG1R1J

35,3 36,6 2,9 29,4 – 41,2 <0,001

4. G1R1J pernah dilaksanakandi tempat responden

52,7 53,9 4,4 43,9 – 61,4 <0,001

5. RT memiliki kartupemeriksaan jentik

58 50,9 4,2 49,8 – 66,2 <0,001

6. Kartu pemeriksaan jentikdiisi oleh jumantik rumah

60 50,5 4,1 51,9 – 68,1 <0,001

No. Variabel MeanDifference

StandarDeviasi

SE 95% CI p-value

1. G1R1J perlu disosialisasikanke masyarakat

0,7 58,5 4,8 -8,8 – 10,1 0,8892

2. G1R1J perlu dilaksanakan disetiap rumah tangga

0 16,4 1,3 -22,6 – 2,6 1,000

3. Semua anggota rumahtangga bertanggungjawabterhadap kebersihanlingkungan di sekitar rumah

-1,3 20,0 1,6 -4,6 -1,9 0,416

4. Kegiatan 3M plus tidak perludilakukan di setiap rumah

7,3 65,6 5,4 -3,3 – 17,9 0,1733

5. Hanya lingkungan dalamrumah yang perludiperhatikan kebersihannya

7,3 65,6 5,4 -3,3 – 17,9 0,1733

6. Perlu menguras bak mandiatau penampungann airminimal 1 kali 1 minggu

0 23,2 1,9 -3,7 -3,7 1,000

7. Kunjungan petugas jumantikdiperlukan untuk memantaulingkungan sekitar rumahtangga

0 25,9 2,1 -4,2 – 4,2 1,000

8. Merasa terganggu biladikunjungi petugas ataukader jumantik 2 minggu 1kali

-7,3 62,5 5,1 -17,4 – 2,7 0,1528

9. Rumah yang ditemukanjentik diberikan sanksi

18,7 56,0 4,6 9,6 – 27,7 <0,001

Page 266: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

77

7. Frekuensi kunjungankoordinator jumantik kerumah

38 57,5 4,7 28,7 – 47,3 <0,001

8. PSN 3M plus -4,7 29,2 2,4 -9,4 – 0,03 0,0519

Untuk tindakan responden, terdapat perbedaan rerata tindakan

responden antara pre dan post intervensi yang meliputi variabel antara lain

pernah mendapatkan sosialisasi G1R1J, siapa yang melakukan sosialisasi

G1R1J, materi yang diberikan saat sosialisasi G1R1J, G1R1J pernah

dilaksanakan di tempat responden, rumah tangga memiliki kartu pemeriksaan

jentik, kartu pemeriksaan jentik diisi oleh jumantik rumah dan frekuensi

kunjungan koordinator jumantik ke rumah. Sedangkan variabel tindakan PSN

3M plus tidak terdapat perbedaan rerata antara pre dan post intervensi.

3.1.3.4. Hasil Analisis Wilayah Non Intervensi (Kelurahan Sayo)a. Analisis Pre – Post Intervensi

Pada wilayah non intervensi, terdapat perbedaan rerata antara pre dan post

intervensi variabel pernah mendengar istilah juumantik, mengetahui adanya

kartu jentik, materi saat sosialisasi G1R1J, serta kegiatan 3M plus. Variabel

pengetahuan lainnya seperti mendengar istilah G1R1J, darimana pernah

mendengar istilah G1R1J, dan kegunaan dari kartu lembar jentik tidak dapat

dilakukan analisis.

Tabel 40

Hasil Analisis Pengetahuan di Wilayah Sayo (Wilayah Non Intervensi)

No. Variabel MeanDifference

StandarDeviasi

SE 95% CI p-value

1. Mendengar istilahjumantik

16 47,9 3,9 8,3 -23,7

<0,001

2. Mendengar istilah G1R1J 0 0 0 0 03. Dari mana pernah

mendengar istilah G1R1J0 0 0 0 0

4. Materi saat sosialisasiG1R1J

6,3 24,8 2,0 2,3 –10,3

0,0023

5. Mengetahui adanya kartujentik

12 40 3,3 5,5 -18,5

<0,001

6. Kegunaan dari kartulembar jentik

0 0 0 0 0

7. Kegiatan 3M Plus 5,7 26,3 2,1 1,4 – 9,9 0,0093

Page 267: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

78

Tabel 41

Hasil Analisis Sikap di Wilayah Sayo (Wilayah Non Intervensi)

No. Variabel MeanDifference

StandarDeviasi

SE 95% CI p-value

1. G1R1J perlu disosialisasikanke masyarakat

-0,7 8,2 0,6 -1,9 - 0,7 0,3189

2. G1R1J perlu dilaksanakan disetiap rumah tangga

0 0 0 0 0

3. Semua anggota rumahtangga bertanggungjawabterhadap kebersihanlingkungan di sekitar rumah

0 11,6 0,9 -1,9 – 1,9 1,000

4. Kegiatan 3M plus tidak perludilakukan di setiap rumah

8,7 28,2 2,3 4,1 – 13,2 <0,001

5. Hanya lingkungan dalamrumah yang perludiperhatikan kebersihannya

1,3 30,6 1,3 -3,6 – 6,3 0,5947

6. Perlu menguras bak mandiatau penampungann airminimal 1 kali 1 minggu

0,7 8,2 0,7 -0,7 – 1,9 0,3189

7. Kunjungan petugas jumantikdiperlukan untuk memantaulingkungan sekitar rumahtangga

0 16,4 1,3 -2,6 – 2,6 1,000

8. Merasa terganggu biladikunjungi petugas ataukader jumantik 2 minggu 1kali

-0,7 31,7 2,6 -5,8 -4,5 0,7972

9. Rumah yang ditemukanjentik diberikan sanksi

4 32,5 2,7 -1,2 – 9,2 0,1341

Untuk variabel sikap responden, terdapat perbedaan sikap responden tentang

kegiatan 3M plus tidak perlu dilakukan disetiap rumah antara pre dan post intervensi.

Sedangkan 6 variabel lainnya tidak terdapat perbedaan rerata sikap responden antara

pre dan post intervensi tentang G1R1J perlu disosialisasikan, semua anggota rumah

tangga bertanggung jawab terhadap kebersihan disekitar rumah, hanya lingkungan

dalam rumah yang perlu diperhatikan kebersihannya, perlu menguras bak mandi atau

penampungan air 1 kali 1 minggu, kunjungan petugas jumantik diperlukan untuk

memantau lingkungan disekitar rumah, merasa terganggu bila dikunjungi kader atau

petugas jumantik 2 minggu 1 kali, serta rumah yang ditemukan jentik diberikan sanksi.

Variabel sikap G1R1J perlu dilaksanakan disetiap rumah tangga tidak dapat dilakukan

analisis karena ada sel yang kosong.

Page 268: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

79

Tabel 42

Hasil Analisis Tindakan di Wilayah Sayo (Wilayah Non Intervensi)

No. Variabel MeanDifference

StandarDeviasi

SE 95% CI p-value

1. Mendapatkan sosialisasiG1R1J

10,7 33,1 2,7 5,3 – 16,0 <0,001

2. Siapa yang melakukansosialisasi G1R1J

10,7 33,1 2,7 5,3 – 16,0 <0,001

3. Materi saat sosialisasiG1R1J

6,9 21,5 1,7 3,5 – 10,4 <0,001

4. G1R1J pernah dilaksanakandi tempat responden

2 47,0 3,8 -5,6 – 9,6 0,6032

5. RT memiliki kartupemeriksaan jentik

5,4 41,6 3,4 -1,4 – 12,1 0,1170

6. Kartu pemeriksaan jentik diisioleh jumantik rumah

4 32,5 2,7 -1,2 – 9,2 0,1341

7. Frekuensi kunjungankoordinator jumantik kerumah

1,3 28,3 2,3 -3,2 – 5,9 0,5654

8. PSN 3M plus -0,7 14,2 1,2 -2,9 – 1,6 0,5654

Untuk variabel tindakan tidak terdapat perbedaan rerata tindakan responden

antara pre dan post intervensi tentang G1R1J pernah dilaksanakan di tempat

responden, rumah tangga memiliki kartu pemeriksaan jentik, kartu pemeriksaan

jentik diisi oleh jumantik rumah, frekuensi kunjungan koordinator jumantik ke

rumah, serta PSN 3M plus. Ada perbedaan rerata tindakan responden antara

pre dan post intervensi pada beberapa variabel lainnya seperti mendapatkan

sosialisasi G1R1J, siapa yang melakukan sosialisasi G1R1J, dan materi yang

diberikan saat sosialisasi G1R1J.

Analisis Post – Post (Intervensi dan Non Intervensi)

Hasil analisis post intervensi wilayah intervensi (Kawua) dan post

intervensi wilayah non intervensi (Sayo) menunjukan variabel pengetahuan

terdapat perbedaan rerata pengetahuan responden tentang pernah mendengar

istilah jumantik, mendengar istilah G1R1J, darimana pernah mendengar istilah

G1R1J, materi saat sosialisasi G1R1J, mengetahui adanya kartu jentik,

kegunaan dari kartu lembar jentik serta kegiatan 3M Plus.

Page 269: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

80

Tabel 43

Hasil Analisis Pengetahuan Post – Post (Wilayah Intervensi dan NonIntervensi)

No. Variabel MeanDifference

SE 95% CI p-value

1. Mendengar istilah jumantik 34,7 5,1 24,6 – 44,8 < 0,0012. Mendengar istilah G1R1J 44 5,2 33,8 – 54,2 < 0,0013. Dari mana pernah

mendengar istilah G1R1J46 5,1 35,9 – 56,1 < 0,001

4. Materi saat sosialisasiG1R1J

34,8 3,7 27,6 – 41,9 < 0,001

5. Mengetahui adanya kartujentik

44,7 5,2 34,5 – 54,8 < 0,001

6. Kegunaan dari kartu lembarjentik

46 5,1 36,0 – 55,9 < 0,001

7. Kegiatan 3M Plus 23,9 4,3 15,4 – 32,3 < 0,001

Hasil analisis variabel sikap menunjukan ada perbedaan rerata sikap responden

antara post intervensi Kawua dan post intervensi Sayo tentang G1R1J perlu

disosialisasikan ke masyarakat. Tidak ada perbedaan rerata sikap responden antara

post intervensi Kawua dan post intervensi Sayo tentang G1R1J perlu dilaksanakan di

setiap rumah tangga, Semua anggota rumah tangga bertanggungjawab terhadap

kebersihan lingkungan di sekitar rumah, Kegiatan 3M plus tidak perlu dilakukan di

setiap rumah, Hanya lingkungan dalam rumah yang perlu diperhatikan kebersihannya,

Perlu menguras bak mandi atau penampungann air minimal 1 kali 1 minggu,

Kunjungan petugas jumantik diperlukan untuk memantau lingkungan sekitar rumah

tangga, Merasa terganggu bila dikunjungi petugas atau kader jumantik 2 minggu 1

kali, serta Rumah yang ditemukan jentik diberikan sanksi.

Tabel 44

Hasil Analisis Sikap Post – Post (Wilayah Intervensi dan Non Intervensi)

No.

Variabel MeanDifference

SE 95% CI p-value

1. G1R1J perlu disosialisasikanke masyarakat

-20 3,6 -27,0 - -12,9 < 0,001

2. G1R1J perlu dilaksanakan disetiap rumah tangga

0,7 1,5 -2,3 – 3,6 0,6533

3. Semua anggota rumahtangga bertanggungjawabterhadap kebersihan

-0,7 1,7 -4,1 – 2,8 0,7033

Page 270: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

81

lingkungan di sekitar rumah4. Kegiatan 3M plus tidak perlu

dilakukan di setiap rumah-9,3 5,5 -20,1 – 1,5 0,090

5. Hanya lingkungan dalamrumah yang perludiperhatikan kebersihannya

2 5,5 -8,9 – 12,9 0,7188

6. Perlu menguras bak mandiatau penampungann airminimal 1 kali 1 minggu

0,7 2,2 -3,6 – 4,9 0,7597

7. Kunjungan petugas jumantikdiperlukan untuk memantaulingkungan sekitar rumahtangga

-2,7 1,9 -6,3 – 0,9 0,1527

8. Merasa terganggu biladikunjungi petugas ataukader jumantik 2 minggu 1kali

-7,3 5,6 -18,3 – 3,7 0,1912

9. Rumah yang ditemukanjentik diberikan sanksi

4,7 5,1 -5,4 – 14,8 0,3643

Tabel 45

Hasil Analisis Tindakan Post – Post (Wilayah Intervensi dan Non Intervensi)

No. Variabel MeanDifference

SE 95% CI p-value

1. Mendapatkan sosialisasiG1R1J

44,7 5,1 34,7 – 54,6 < 0,001

2. Siapa yang melakukansosialisasi G1R1J

45,3 5,0 35,4 – 55,3 < 0,001

3. Materi saat sosialisasiG1R1J

30,8 3,5 23,9 – 37,7 < 0,001

4. G1R1J pernah dilaksanakandi tempat responden

45,3 5,1 35,2 – 55,4 < 0,001

5. RT memiliki kartupemeriksaan jentik

54 4,8 44,5 – 63,5 < 0,001

6. Kartu pemeriksaan jentik diisioleh jumantik rumah

60 4,5 50,9 – 69,0 < 0,001

7. Frekuensi kunjungankoordinator jumantik kerumah

33,3 4,9 23,7 – 42,9 < 0,001

8. PSN 3M plus -5,3 2,2 -9,8 - -0,9 0,0184

Hasil analisis variabel tindakan menunjukan ada perbedaan rerata tindakan

responden antara post intervensi Kawua dan post intervensi Sayo tentang

Mendapatkan sosialisasi G1R1J, Siapa yang melakukan sosialisasi G1R1J,

Page 271: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

82

Materi saat sosialisasi G1R1J, G1R1J pernah dilaksanakan di tempat

responden, RT memiliki kartu pemeriksaan jentik, Kartu pemeriksaan jentik diisi

oleh jumantik rumah, Frekuensi kunjungan koordinator jumantik ke rumah,

serta melakukan PSN 3M plus.

3.1.4. Program Gerakan 1R1J di Tingkat Program (Hasil Kualitatif)

Program gerakan I rumah 1 jumantik merupakan salah satu program inovasi

dari kementerian kesehatan dalam upaya pengendalian dan pencegahan

penyebaran penyakit demam berdarah yang melibatkan berbagai sector

terutama menitik beratkan kepada masyarakat yakni rumahtangga. Demam

berdarah itu sendiri di Sulawesi Tengah dalam tiga tahun terakhir masih

merupakan salah satu masalah kesehatan. Hal ini dapat diketahui berdasarkan

olah data kasus DBD pertahun Kab/kota provinsi Sulawesi Tengah dan hasil

wawancara bersama pengelola program tingkat provinsi maupun kabupaten

menunjukkan angka kasus DBD terjadi fluktuatif artinya terdapat peningkatan

dan penurunan jumlah kasus setiap tahunnya. Pada tahun 2016 kasus DBD di

Sulawesi Tengah dengan IR DBD mencapai 77,91 per 100.000. Tahun 2017

terdapat 503 kasus DBD dengan IR DBD mencapai 27,36 per 100.000

penduduk, menurunbiladibandingkan di tahun 2017. Tahun 2018 terdapat 436

kasus DBD dengan IR DBD mencapai 35,65 per 100.000 penduduk.

Sementara di tahun 2019 data yang dikumpulkan hingga bulan Februari 2019,

laporan yang masuk menunjukkan bahwa, terdapat 69 kasus DBD dengan IR

DBD mencapai 11, 75 % per penduduk.

3.1.4.1. Implementasi Kebijakan

Esensi utama dari implementasi kebijakan adalah memahami apa yang

seharusnya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku dan dirumuskan.

Pemahaman tersebut harus mendalam, mengetahui bagaimana program

tersebut tersebar kedalam system sosial dan mempengaruhinya sehingga

dapat diketahui program tersebut berhasil atau gagal.

Dari hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan selama riset ini

dilakukan ditemukan bahwa dalam implementasi kebijakan program gerakan 1

rumah 1 jumantik di Sulawesi Tengah telah memiliki dasar pelaksanaan

Page 272: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

83

program gerakan 1 rumah satu jumantik, baik berupa SK, petunjuk teknis

pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah oleh juru pemantau jentik

(Jumantik) atau SOP serta standar pencapaian dari gerakan 1 rumah 1

jumantik. Hasil wawancara menyebutkan bahwa dasar pelaksanaan gerakan 1

rumah 1 jumantik sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah dan Keputusan

menteri kesehatan nomor 581/MENKES/SK/V!!/1992 dan keputusan menteri

kesehatan nomor 92 tahun 1994 dengan menitik beratkan pada upaya

pencegahan dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Pengelola provinsi

dan kabupaten/kota hanya mengikuti pedoman dari peraturan pemerintah dan

keputusan menteri kesehatan tersebut. Sementara untuk Peraturan Daerah nya

belum ada.

Terkait SK pelaksanaan gerakan 1 rumah 1 jumantik di wilayah kerja

tingkat provinsi, belum memiliki SK untuk pelaksanaannya, hanya sebatas di

wilayah kerja kabupaten yang telah memiliki SK pelaksanaan gerakan 1 rumah

1 jumantik. Sejauh ini penerbitan SK pelaksanaan gerakan 1 rumah 1

jumantik/SK Supervisor Jumantik/ SK koordinator jumantik diserahkan

langsung kemasing-masing pengelola program dinas kesehatan kab/kota di

Sulawesi Tengah, yang ditandatangani oleh Dinas Kesehatan Kab/Kota. Dari

dinas kabupaten/kota, SK tersebut kemudian diteruskan kepengelola program

tingkat provinsi serta dikirim langsung kepemerintah pusat. Adanya SK ini

secara tidak langsung pemerintah pusat mau mengakui bahwa program G1R1J

telah berjalan, meskipun yang melegitimasi adalah kepala dinas kesehatan

kab/kota. Peran legitimator sangat penting dalam pelaksanaan keberhasilan

program, karena merupakan pemegang kunci.

Menurut informan dianjurkan dalam konteks sebagai penguat,

pembenaran dan lisensi pelaksanaan gerakan 1 rumah 1 jumantik di tingkat

kab/kota adalah Walikota atau Bupati. Keterlibatan Walikota atau Bupati

sebagai legitimator, secara tidak langsung akan menguatkan implementasi

kebijakan program gerakan satu rumah satu jumantik keanggota system sosial

yang lebih luas. Berbagai sector baik itu dinas kesehatan, dinas pariwisata,

dinas pendidikan dan kebudayaan, pemerintah kecamatan dan sector lainnya,

ikut berperan aktif dalam menyebarkan informasi tentang pentingnya G1R1J

dan mengajak anggota masyarakat untuk melaksanakan PSN 3 M plus dalam

mencegah perkembangbiakan nyamuk di lingkungan rumah, TTI, dan TTU.

Page 273: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

84

Kendala utama adalah terbatasnya kemampuan sumberdaya pemerintah, dan

kondisi internal masyarakat sehingga sampai penelitian ini dilakukan masih

terbatas di dinas kesehatanKabupaten Poso. Dikarenakan program ini

sasarannya kemasyarakat sehingga sangat sulit merubah pola perilaku dan

kebiasaan masyarakat yang telah membudaya.

Berdasarkan laporan kegiatan program Arbovirosis tahun 2017 tercatat

baru beberapa kabupaten yang telah menerbitkan SK gerakan 1 rumah 1

jumantik diantaranya adalah Kabupaten Morowali (SK.Kadis kesehatan

Pengendalian penduduk dan keluarga berencana daerah Kabupaten Morowali

No. 440/160.10/DKPP-KB/IX/2017) dengan jumlah kordinator jumantiknya

sebanyak 20 orang dan jumlah supervisor jumantik sebanyak 13 orang;

Kabupaten Parigi Moutong (SK. Kadis kesehatan Kabupaten Parigi Moutong

no. 443/212.27/Dinkes, tgl 16 November 2017) dengan jumlah coordinator

jumantik 4 orang dan jumlah supervisor jumantik 3 orang; Kabupaten Banggai

laut (SK. Kadis Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana

Kabupaten Banggai Laut, No. 443/1751/Dinkes-PPKB/2017, tgl. 3 November

2017) dengan jumlah koordinator jumantik sebanyak 3 orang dan jumlah

supervisor 1 orang dan; Kab.Poso (SK. Kadis Kesehatan Kabupaten Poso

No.443.32/87.31/Dinkes, Tgl. 31 Okrober 2017) dengan jumlah koordinator

jumantik 15 orang dan jumlah supervisor ada 5 orang. Beberapa kabupaten

lain sepertiToli-Toli, Kota Palu dan Banggai masih dalam tahap proses.

Hasil wawancara mengatakan bahwa dalam SK kepala dinas kesehatan

Kabupaten Poso tersebut udah tercantum nama-nama masing-masing kader

jumantik dari Kelurahan Kawua yang merupakan wilayah intervensi di

Kecamatan Poso Kota Selatan, dengan rincian per kelurahan coordinator

sebanyak 3 orang dan supervisor sebanyak 1 orang. Sementara dilakukannya

penelitian ini rencananya SK pelaksanaan gerakan 1 rumah 1 jumantik yang

telah ada akan dirubah kembali, mengingat kegiatan sosialisasi gerakan 1

rumah 1 jumantik telah diketahui oleh Bupati kab. Poso. Hanya saja,

pengetahuan lebih jelas tentang adanya SK pelaksanaan gerakan 1

rumahJumantik/ SK Supervisor Jumantik/ SK koordinator jumantik tidak semua

informan mengetahuinya sehingga terkesan hanya diprioritaskan oleh

pengelola program DBD saja.

Page 274: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

85

Dalam hal petunjuk teknis (JUKNIS) pelaksanaan gerakan 1 rumah 1

jumantik atau pedoman maupun SOP, berdasarkan hasil wawancara bahwa

semua informan mengakui adanya buku petunjuk teknis yang digunakan oleh

dinas kesehatan, maupun kader jumantik dalam hal petunjuk pembentukan dan

pembinaan jumantik keluarga/ koordinator dan supervisor, serta teknis

melaksanakan pemeriksaan, pemantauan, dan pemberantasan nyamuk

dengan metode PSN PLUS. Selama ini yang dilakukan oleh pengelola

program di wilayah kerjaka bupaten hanya mengacu pada buku petunjuk yang

dibagikan oleh pemerintah pusat dan provinsi. Pembagiaan Juknis tersebut

dilakukan pada saat sosialisasi pertama yakni tahun 2017, dan telah dibagikan

kelintas sektor, serta lintas program. Sementara di tingkat Puskesmas, Juknis

ini diperbanyak dan diolah hingga dapat digunakan sebagai SOP dan dibagikan

kelintas program, supervisor serta koordinator jumantik. Akan tetapi, tidak

semua lintas program maupun kader yang memiliki dan menguasai materi

dalam buku petunjuk tersebut sehingga ketika ditanya lebih jauh tentang

struktur pengorganisasian jumantik misalnya, hanya beberapa yang

mengetahui. Artinya pemahaman tentang GIRIJ mereka sangat terbatas.

Untuk standar pencapaian dari gerakan satu rumah satu jumantik

menurut semua informan yang diwawancarai bahwa sejauh ini mereka

mengikuti standar pencapaian ABJ (angka bebas jentik) yang ditetapkan

secara nasional yakni ada yang mengatakan yang 90% dan ada pula yang

mengatakan 95 %. Standar 90 – 95% capaian untuk daerah-daerah yang

endemis DBD, namun untuk wilayah kerja di kecamatan pencapaian ABJ yang

dicapai baru 80 - 94% artinya kondisi lingkungan di wilayah kecamatan Poso

Selatan masih sangat berbahaya dari perkembang biayakan jentik nyamuk

Aedes aegypti. Diupayakan kedepannya pencapaian ABJ nya 100 %, tetapi

harus secara bertahap.

Menurut informan sudah menerima sosialisasi G1R1J yang diberikan

oleh Dinas Kesehatan Provinsi tahun 2017 yang melibatkan Dinas Kesehatan

Kabupaten, Puskesmas, camat, lurah di wilayah Poso Kota Bersaudara

(Kecamatan Poso Kota Selatan, Kecamatan Poso Kota dan Kecamatan Poso

Kota Utara). Pemateri sosialisasi adalah kepala bidang P2M dan pengelola

DBD Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah.

Page 275: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

86

Dinas Kesehatan Kabupaten Poso telah memberikan sosialisasi tentang

G1R1J kepada seluruh camat di wilayah Poso Kota Bersaudara, dan kepada

kepala puskesmas serta pengelola DBD di puskesmas di wilayah Poso Kota

Bersaudara. Di Kabupaten Poso baru terdapat 1 kecamatan yang menerapkan

G1R1J yaitu Kecamatan Poso Kota Selatan meliputi 5 Kelurahan. Masing-

masing kelurahan terdapat 1 orang supervisor dan 3 orang koordinator

jumantik. SK G1R1J dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten

Poso tahun 2017. Surat Keputusan (SK) yang menerbitkan masih Dinas

kesehatan kab karena masih 1 kecamatan tetapi akan ditingkatkan menjadi SK

Bupati seiring dengan bertambahnya wilayah G1R1J, direncanakan tahun

2019.

Kegiatan G1R1J yang telah berjalan di wilayah Kecamatan Poso Kota

Selatan meliputi sosialisasi G1R1J di puskesmas melibatkan lintas sektor pada

lokmin tribulanan, pemasangan kartu kontrol jentik, pembuatan pojok abate,

penyuluhan G1R1J di sekolah dan kegiatan keagamaan, pelaporan data jentik

oleh koordinator jumantik (1-2 bulan sekali) ke pengelola DBD puskesmas.

Adapun pedoman yang dipakai dalam pelaksanaan G1R1J yaitu juknis tahun

2017 yang dikeluarkan oleh Ditjen P2PTVZ kementerian Kesehatan.

3.1.4.2. Sumber Daya Manusia

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan di tingkat provinsi dan

kabupaten, menyebutkan bahwa sumber daya yang terlibat dalam pelaksanaan

program ini, secara struktur adalah pertama, dinas kesehatan provinsi

Sulawesi Tengah dan dinas kesehatan Kabupaten Poso yang terdiri dari

pengelola program/penanggung jawab DBD, kepala seksi penyakit menular

dan kepala bidang P2P. Kedua, informan di tingkat kecamatan yaitu tenaga

puskesmas yaitu kepala puskesmas, pengelola DBD, pengelola kesehatan

lingkungan, pengelola/penanggung jawab P2. Ketiga, ditingkat kelurahan yaitu

lurah. Keempat, koordinator jumantik yaitu orang yang dipilih dari RT/RW untuk

memantau kartu jentik di rumah-rumah masyarakat dan tempat-tempat

umum/ibadah serta melaporkannya ke supervisor jumantik. Kelima yaitu

jumantik rumah yaitu seseorang yang bertanggung jawab dalam memeriksa

tempat penampungan air dan menuliskan hasil pemeriksaannya di kartu jentik

di rumahnya.

Page 276: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

87

Pengelola program baik itu di tingkat provinsi/ kabupaten maupun

kecamatan memiliki tugas untuk melakukan rekapitulasi jumlah supervisor dan

jumlah koordinator jumantik. Seperti diungkapkan dalam hasil wawancara

bersama pengelola program tingkat kabupaten.

“ ...rekapitulasi jumlah supervisor dan koordinator jumantik terlampir dalam SKyang dibuat oleh Dinkes Kab. Masing-masing kelurahan akan dipantau oleh 1supervisor jumantik dan 3 koordinator jumantik, sehingga setiap kelurahanmemiliki 4 orang kader terpilih sehingga untuk kecamatan Poso Kota Selatandengan 5 kelurahan memilih 20 orang yang terdiri dari 5 supervisor dan 15koordinator jumantik...” (Informan 3, Dinkes Kabupaten)

Serupa dengan Hasil wawancara yang diungkap oleh pengelola program

tingkat kecamatan :

“ ...untuk nama-nama supervisor dan koordinator jumantik di Puskesmas, adadipegang oleh PJ. DBD Puskesmas. setiap kelurahan memiliki 4 kader perkelurahan, tapi untuk nama-nama jumantik rumah di Puskesmas belumada...”(Informan 3, Puskesmas Kawua)

Secara alur, nama-nama supervisor dan koordinator jumantik yang ada pada

oleh penanggung jawab DBD Puskesmas kemudian diusulkan ke pengelola

DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Poso. Perekrutan nama-nama supervisor

dan koordinator jumantik di Kawua (wil ayah intervensi) dipilih berdasarkan

mekanisme dalam Juknis. Satu orang supervisor ditunjuk dari staf kelurahan.

Tiga orang koordinator jumantik ditunjuk mewakili dari puskesmas dan dari

setiap RT/RW nya kelurahan.

“...iya, puskesmas yang mengusulkan nama-nama koordinator dan supervisorjumantik ke dinas, melalui PJ DBD, jadi ada mekanismenya... ” (Informan 1,Puskesmas Kawua)

Nama-nama supervisor dan koordinator jumantik yang diterima

penanggung jawab DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten Poso direkap dan

diterbitkan ke dalam surat keputusan (SK) penetapan supervisor dan

koordinator jumantik di wilayah Kecamatan Poso Kota Selatan. Penanggung

jawab DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Poso lalu melaporkan ke Dinas

Kesehatan Provinsi dalam bentuk rekapitulasi yang dilampirkan dalam SK. Dari

SK supervisor dan jumantik yang diserahkan oleh kabupaten ke pengelola

provinsi kemudian dikumpulkan dan direkap kembali dalam bentuk laporan

kegiatan program Arbovirosis. Laporan rekapitulasi ini dilakukan setiap tahun,

Page 277: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

88

data terakhir laporan rekapitulasi yang ada dan diolah pengelola program DBD

tingkat provinsi yakni tahun 2017.

Sumber daya manusia yang terlibat dalam G1R1J di wilayah Kecamatan

Poso Kota Selatan meliputi 5 kelurahan dimana setiap kelurahan terdapat 1

orang supervisor jumantik dan 3 orang koordinator jumantik. Koordinator

jumantik sebagian besar merangkap tugas sebagai kader lainnya seperti kader

TB, kader posyandu. Sedangkan supervisor jumantik merupakan pegawai

kelurahan. Hal ini menjadi kendala bagi koordinator jumantik dalam

menjalankan tugasnya karena rangkap tugas tersebut dan juga kesibukan

lainnya seperti urusan keluarga, kegiatan sosial dan keagamaan.

Dalam proses pengadopsian program gerakan satu rumah satu jumantik,

berbagai pihak yang terlibat yaitu dinas kesehatan provinsi dan dinas

kesehatan kab. dan puskesmas harus memiliki dasar pengetahuian yang

cukup tentang implementasi pelaksanaan PSN 3 M Plus dengan gerakan satu

rumah satu jumantik. Melalui pelatihan dan bimbingan teknis baik yang diterima

maupun yang diberikan ke kepada kader jumantik. akan tetapi pada tahap ini

tidak semua informan yang pernah mendapatkan pelatihan tentang

pelaksanaan PSN 3 M Plus dengan Gerakan 1R1J.

Dari hasil wawancara di Dinkes Provinsi dan Dinkes Kabupaten maupun

tingkat kecamatan menyebutkan bahwa ada yang sudah menerima, dan ada

yang belum menerima pelatihan. Ada yang sudah memberikan pelatihan

kepada kader, dan ada juga yang menjawab belum sama sekali dilakukan

pelatihan kepada kader jumantik.

“ ...iya, saya sudah mengikuti pelatihan tetapi baru satu kali. pengelolaDBD diundang ke Palu (Informan 1, Dinkes provinsi)...”

Serupa dengan hasil wawancara di tingkat kecamatan/puskesmas

mengatakan bahwa :

“...iya ada, waktu pertemuan dengan dinas kesehatan tahun 2017sekaligus dengan pelatihan GIRIJ. Pada waktu itu yang ikut ada 6 orangdiantaranya kepala PKM, dan petugas lain serta semua kader jumantik 20orang...” (Informan 1, Puskesmas Kawua)

Dapat disimpulkan bahwa kegiatan pelatihan yang mereka terima sangat

terbatas kepada unsur-unsur tertentu yang mewakili. Tidak semua pengelola

program DBD baik itu dinas kesehatan provinsi maupun kabupaten serta

puskesmas terlibat dalam pelatihan tersebut sehingga pengetahuan yang

Page 278: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

89

diterima pada saat pelatihan hanya sampai pada satu unsur saja. Sejauh ini

pelatihan hanya dilakukan satu kali pada saat program ini disosialisasikan yaitu

pada tahun 2017. Sebaliknya, meskipun umumnya informan mengatakan tidak

pernah mengikuti pelatihan, justru pengetahuan tentang gerakan 1 rumah 1

didapatkan melalui forum media lain seperti melalui buku petunjuk teknis dan

penelusuran dokumen di internet.

Hasil wawancara dengan salah satu informan mengatakan bahwa :

“...secara teknis, saya belum pernah menerima pelatihan secaralangsung tentang program ini. saya mengetahuinya hanya dengan membacabuku dari petunjuk teknis, Bekal saya dari dulu sudah pernah terlibat dalampemberdayaan kesehatan lingkungan masyarakat, bagaimana mensupportmasyarakat supaya mereka terpicu. Hanya itu saja bekal saya...” (Informan 3,Dinkes Provinsi)

Serupa dengan apa yang diungkapkan oleh informan di tingkat

Puskesmas/ kecamatan bahwa

“...untuk bimtek khusus dan pelatihan tentang G1R1J, saya belum dapatpelatihan. Sebagai PJ.DBD saya hanya belajar dari internet tentang gerakan 1rumah 1 jumantik...” (Informan 3, Puskesmas Kawua)

Pada tahap pengenalan program inovasi DBD, mereka sadar bahwa ia

kekurangan informasi tentang adanya program gerakan 1 rumah 1 jumantik,

tetapi ia menaruh minat khusus dengan mencari tahu lebih banyak tentang

pengetahuan teknis pemberantasan sarang nyamuk dan pengetahuan prinsip

dasar berkenaan pengetahuan mengenai apa itu demam berdarah, bagaimana

penyebarannya, dan sebagainya, melalui forum media lain yakni buku dan

internet.

Pada tahap pengenalan ini, dinas kesehatan provinsi dan dinas

kesehatan kabupaten serta puskemas merupakan pemegang program,

ketiganya menerapkan ide-ide atau pengetahuan yang diterimanya ke dalam

sistem sosial dan anggotanya melalui pelatihan/bimbingan teknis. Sistem sosial

yang dimaksud adalah yang terlibat dalam struktur keorganisasian gerakan 1

rumah 1 jumantik.

Sejauh ini Dinas Kesehatan Provinsi belum pernah memberikan

pelatihan dalam bentuk model pelatihan yang semestinya seperti yang

dikatakan dalam wawancara bersama salah satu informan Dinas Kesehatan

Provinsi bahwa :

Page 279: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

90

“...Dalam 3 tahun terakhir belum ada pelatihan, yang ada hanyasosialisasi tentang DBD. Kurangnya model pelatihan tentang DBD untukpemegang program/kader. Sehingga model pelatihan DBD perlu ada standaryang jelas...”. (Informan 3, Dinkes Provinsi)

Pelatihan G1R1J yang diberikan Dinkes Kabupaten kepada supervisor

dan koordinator jumantik belum pernah dilakukan, akan tetapi hanya berupa

sosialisasi dan bimbingan kepada Puskesmas kemudian Puskesmas

melakukan sosialisasi kepada supervisor & koordinator jumantik di wilayahnya.

Dapat disimpulkan bahwa untuk menyebarkan pengetahuan ide-ide

inovasi program G1R1J melalui kegiatan pelatihan, dari dinas kesehatan

sendiri tidak pernah/belum pernah melakukan model pelatihan dengan standar

yang jelas. Artinya penyampaian pengetahuan tentang gerakan 1 rumah 1

jumantik yang dilakukan Dinas Kesehatan Provinsi melalui bentuk sambil lalu.

Ketika ada sosialisasi di daerah, disaat itu pula dilakukan pelatihan kepada

penerima program tersebut berupa pengetahuan teknis tentang gerakan 1

rumah 1 jumantik dan pengetahuan prinsip berkenaan apa itu penyakit demam

berdarah, upaya-upaya pengendalian penyakit DBD dan jumantik.

Pelatihan G1R1J yang diberikan Dinkes Kabupaten kepada supervisor

dan koordinator jumantik belum pernah dilakukan, akan tetapi hanya berupa

sosialisasi dan bimbingan kepada Puskesmas kemudian Puskesmas

melakukan sosialisasi kepada supervisor & koordinator jumantik di wilayahnya.

Mereka mensosialisasi PSN 3 M plus dalam kegiatan gerakan 1 rumah 1

jumantik. Pemahaman tentang bagaimana tugas dan tanggung jawab

koordinator jumantik, cara pemantauan jentik, mengisi kartu jentik serta tata

cara melaporkan hasil pemantauan. Ada perbedaan, jika dulunya koordinator

yang lebih aktif memantau dan mencatat jentik di kartu jentik di setiap rumah,

sekarang tugas mereka hanya memantau kartu jentik di setiap rumah jumantik..

“...Belum pernah dilakukan pelatihan teknis secara khusus hanyadiberikan sosialisasi saja...” (Informan 2/Dinkes Kabupaten)”

Sosialisasi merupakan forum yang selama ini digunakan oleh pemegang

program puskesmas dalam memberikan pengetahuan teknis tentang gerakan 1

rumah 1 jumantik. Bimbingan teknis merupakan salah satu bagian terpenting

dalam tugas pemegang program dinas kesehatan maupun puskesmas untuk

memberikan pengembangan pengetahuan dan meningkatkan kemampuan

sumberdaya manusia dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.

Page 280: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

91

Bimbingan teknis perekrutan dan pelatihan jumantik oleh pengelola DBD Dinas

Kesehatan Kabupaten. Bimbingan teknis dilakukan saat perekrutan jumantik

rumah yang dilakukan langsung ke jumantik rumah terpilih dari rumah yang

dibagikan kartu kontrol saat pembagian kartu. Bimbingan ini dibantu oleh

supervisor jumantik, koordinator jumantik, petugas puskesmas yaitu pengelola

DBD. Bimbingan teknis ini berupa penjelasan langsung saat pembagian kartu

kontrol ke rumah-rumah di lima Kelurahan yang ada di Kecamatan Poso Kota

Selatan”

Hal serupa juga dikatakan oleh Informan di Puskesmas Kawua bahwa

“...Dalam perekrutan jumantik rumah ada bimbingan dari DinasKesehatan Kabupaten tetapi hanya ke pengelola DBD puskesmas...” (Informan3, Puskesmas Kawua)

Informan tersebut juga mengatakan bahwa :

“...Ya diberikan saat sosialisasi, untuk bimbingan teknis khusus belumpernah...” (Informan 3, Puskesmas Kawua)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut disimpulkan bahwa selama ini

kegiatan bimbingan teknis dalam perekrutan sumber daya yang terlibat dalam

program G1R1J oleh Dinas Kesehatan Kabupaten sudah dilakukan dua kali

yaitu pada saat sosialisasi dan pelatihan teknis yang dihadiri oleh kader dan

pengelola DBD di puskesmas. Sosialisasi dan pelatihan ini terkait tugas

sebagai koordinator jumantik dan supervisor jumantik. Kemudian bimtek

jumantik rumah dilakukan secara langsung pada saat kader jumantik

membagikan kartu kontrol ke setiap jumantik rumah. Dalam melakukan

bimbingan teknis tersebut dibantu oleh supervisor jumantik, koordinator

jumantik dan pengelola DBD Puskesmas. Bimbingan teknis perekrutan ini

sudah dilakukan di lima kelurahan di Kecamatan Poso Kota Selatan.

Menurut salah satu informan kendala yang ditemukan dalam melakukan

sosialisasi maupun bimbingan teknis kepada masyarakat yaitu kurangnya minat

masyarakat yang ingin terlibat dalam kegiatan sebagai kader/koordinator

jumantik maupun jumantik rumah. Terlebih jika dikatakan bahwa tugas sebagai

kader/koordinator jumantik itu secara sukarela yang artinya bahwa pekerjaan

yang dilakukannya itu tanpa imbalan. Dalam perekrutan banyak warga yang

menolak sebagai kader jumantik sehingga tenaga sumber daya dalam

penyebaran program jumantik ke masyarakat sangat terbatas. Menurut hasil

Page 281: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

92

wawancara menyebutkan bahwa materi yang diberikan saat bimbingan

/pelatihan berupa petunjuk teknis pada saat di lapangan, memberikan

pengetahuan tentang tugas dan tanggung jawab koordinator jumantik dan

supervisor jumantik, serta tugas jumantik rumah.

3.1.4.3. AnggaranDari hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan bahwa bisa

dikatakan hampir semua pemegang program baik itu Dinas Kesehatan

Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten dan puskesmas mengetahui sumber-

sumber pendanaan dalam gerakan 1 rumah satu jumantik. Menurut hasil

wawancara bersama informan di Dinas Kesehatan Provinsi mengatakan

bahwa dana APBN tidak ada melainkan dana APBD, akan tetapi tidak

membiayai gerakan 1 rumah 1 jumantik.

“...Dana dalam APBN tidak ada. Dalam APBD berupa pengadaan logistikmalation, abate, alat foging. Program terpilih saja yang dibiayai APBD karenaharus menanggung kegiatan program lainnya yang tidak dibiayai oleh pusat...”(Informan 1, Dinkes Provinsi)

Lebih lanjut bisa dilihat dari hasil wawancara bersama penanggung jawab DBD

Dinas Kesehatan Provinsi yang mengatakan bahwa sebaiknya mengambil

dana bersumber swadaya seperti dana kelurahan atau dana desa serta tidak

mengandalkan dana BOK.

“...akan tetapi saya sarankan ambil di dana kelurahan atau desa karena kitatakutkan kalau ambil dana BOK sewaktu-waktu dananya macet, jadi kitabersumber swadaya dari situ...” (Informan 2, Dinkes Provinsi)

Berdasarkan wawancara dengan informan tersebut bahwa lebih baik

lagi jikalau koordinator jumantik tidak mengharapkan honor, kalaupun ada

honor maka diharapkan honor yang diberikan sesuai dengan SBU (standar

biaya umum) yang berlaku di wilayah kerja koordinator jumantik masing-

masing. Selain itu, diharapkan pemberian honornya mengikuti aturan-aturan

keuangan seperti SBU serta honornya disesuaikan juga dengan beban kerja.

Jika honornya misalnya 500.000 tetapi turunnya 1 bulan satu kali, tidak

mungkin dibayarkan 500.000, jadi harus masuk akal. Besaran honor

dilapangan selama ini bersumber dari dana BOK Puskesmas.

“...Pengendalian penyakit harus melibatkan masyarakat langsung, kalau tidakkita akan terseok-seok karena pembiayaanya kecil. Kalau sudah terlibatmasyarakat dari terkecil dalam hal ini anggota masyarakat terlibat maksimal,maka itu tidak perlu biaya...” (Informan 2, Dinkes Provinsi)

Page 282: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

93

Dari hasil wawancara kedua informan tersebut ada dua jawaban yang berbeda

dimana menurut kedua informan tersebut diketahui penggunaan dana kegiatan

GIRIJ bersumber dari dana BOK yang hanya diperuntukkan untuk bantuan

transportasi bagi koordinator jumantik dan supervisor. Pilihan lain yang

ditawarkan pengelola DBD Dinas Kesehatan Provinsi yaitu pendanaan

operasional dalam kegiatan G1R1J juga dapat diambil dari dana kelurahan

atau desa karena sifatnya swadaya, artinya anggaran tersebut berasal dari

masyarakat dan diperuntukkan untuk masyarakat. Kegiatannya bisa

dimasukkan dalam anggaran kegiatan program PHBS kelurahan.

Terkait pendanaan biaya operasional dan insentif tenaga koordinator jumantik,

dapat diketahui melalui hasil wawancara dua informan dibawah ini :

Informan Kepala Seksi P2 mengatakan :

“...Pendanaan 1R1J awalnya dari anggaran Dinkes Kabupaten tapi hanyasetengah tahun di tahun 2018 yaitu sebesar Rp. 50. ribu per bulan untuktransportasi per kader, kemudian dialihkan ke dana BOK Puskesmas...”(Informan 2, Dinkes Kabupaten Poso)

Berikut lebih dijelaskan lagi dalam wawancara bersama pengelola DBD

Puskesmas Kawua.

“...Pendanaan bersumber dari BOK puskesmas, Pendanaan hanya diberikankepada kader jumantik baik itu biaya operasional yang diberikan ketika kaderturun lapangan yang didapatkan 3 bulan sekali...” (Informan 2, PuskesmasKawua)

Sumber pendanaan insentif dan transport kader jumantik awalnya (tahun 2018)

bersumber dari dinas kesehatan kabupaten, kemudian dialihkan ke dana BOK

puskesmas dengan rincian biaya transport (insentif) yang diterima sebesar

Rp.50.000 per bulan. Uang transport tersebut dibayarkan setiap triwulan ketika

kader turun ke lapangan. Namun, di sisi lain menurut informasi dari kader

Jumantik tersebut mengatakan bahwa “

“...insentif yang diterima hanya 50.000 dipotong pajak 3000, jadi totalnya47.000 diterima setiap 3 bulan. Jadi 47.000 dikali 3 bulan menjadi 151.000,sumber dana dari pengelola kabupaten. Insentif yang kami terima tidak cukupsehingga mau tidak mau kerja kami di lapangan tidak maksimal...”

Kenyataan inilah yang menyebabkan semangat para koordinator jumantik

terkadang menjadi berkurang, selain karena mereka juga merangkap sebagai

Page 283: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

94

kader lainnya seperti kader tuberkulosis (TB) dan kader posyandu. Inilah salah

satu faktor penghambat yang dirasakan oleh kader jumantik.

3.1.4.4. Sarana dan PrasaranaSarana dan Prasarana merupakan alat penunjang terpenting dalam

pelaksanaan gerakan 1 rumah 1 jumantik, tanpa sarana dan prasarana yang

baik dan memadai kegiatan kader jumantik dan jumantik rumah dalam

pemantauan dan pencatatan laporan tidak berjalan dengan apa yang

diharapkan selama ini. Hal ini di dukung oleh pengelola program di Dinas

Kesehatan Provinsi.

“...Kami sangat prioritaskan hal-hal tersebut karena harapannya kami akanlebih mensupport sehingga kita bisa mencapai harapan untuk deteksi jentik...”(Informan 1, Dinkes Provinsi)

Alat transportasi yang digunakan oleh koordinator jumantik berupa milik

pribadi, seperti yang disampaikan informan di Dinas Kesehatan Provinsi :

“...sarana yang tansportasi yang digunakan kader jumantik dalam mobilitasnyamenggunakan transportasi masing-masing pribadi...” (Informan 1, DinkesProvinsi)

Informasi yang sama juga disampaikan oleh informan di Dinas Kesehatan

Kabupaten :

“...Sarana transportasi menggunakan kendaraan pribadi karena pendanaanhanya Rp. 50 rb perbulan...” (Informan 3, Dinkes Kabupaten)

Dinas Kesehatan Kabupaten belum dapat menyediakan alat transportasi bagi

koordinator jumantik dalam menjalankan tugasnya, akan tetapi diberikan

bantuan transportasi berupa biaya transportasi yang menurut koordinator

jumantik jumlahnya masih minim.

“...Ada dana transpot sebesar 50 ribu rupiah, yang sebenarnya tidak mencukupiuntuk transpor selama sebulan...” (Informan 1, Koordinator Jumantik)

Menurut informasi dari Dinas Kesehatan Provinsi menjelaskan sarana

yang digunakan dalam gerakan 1 rumah 1 jumantik awalnya setiap kabupaten

diberikan KIT PSN sebagai stimulan kemudian dilanjutkan oleh Dinas

Kesehatan Kabupaten. KIT yang diberikan tersebut tidak bisa diberikan secara

keseluruhan. Hanya beberapa saja yang kita berikan. Alat pelindung diri (APD),

foging, larvasida, termasuk logistiknya diberikan. Kesemuanya tidak diberikan

secara rutin melainkan diberikan sesuai dengan kebutuhan. Dinas Kesehatan

Provinsi menjadi seperti buffer (penyangga) yang senantiasa menyediakan

Page 284: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

95

yang diperlukan Dinkes kabupaten. Apabila stok Dinkes Provinsi kehabisan

maka mereka mencarikan sumber yang menyediakan bagi Dinkes Kabupaten.

Sarana tersebut digunakan kader jumantik selama melakukan kegiatan

pemantauan jentik, kunjungan ke rumah jumantik, sosialisasi, dan pelaporan.

Adapun Puskesmas Kawua menyediakan sarana penunjang berupa senter dan

larvasida, sedangkan sebagian sarana lain seperti kendaraan, paku tindis untuk

menggantung kartu kontrol jentik digunakan dari dana pribadi masing-masing

kader jumantik. Hal ini bisa dilihat dari hasil wawancara dengan Kepala

Puskesmas Kawua bahwa sarana yang dipergunakan:

“...abate, dan ada juga senter dari kesling puskesmas, hanya baterai biasadisiapkan oleh Dinkes. Ada call center untuk abate di Dinkes jika puskesmasmembutuhkan...” (Informan 1, Puskesmas Kawua)

“...untuk kendaraan menggunakan kendaraan pribadi dari PJ DBD berupamotor...” (Informan 2, Puskesmas Kawua)

Fasilitas sarana berupa pengadaan logistik PSN berupa senter, baterai,

buku petunjuk (pedoman), ATK (alat tulis) tas dan larvasida (abate) serta

pengadaan kartu jentik (kartu kontrol) untuk dibagikan ke semua rumah di lima

kelurahan, formulir laporan koordinator dan supervisor jumantik, serta biaya

transportasi. Kesemuanya disediakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten dalam

mendukung operasional koordinator jumantik. Namun hal tersebut disesuaikan

dengan anggaran yang ada dan terbatas. Seperti transportasi (kendaraan

operasional) kader jumantik, selain menggunakan kendaraan pribadi juga

menggunakan kendaraan dinas puskesmas.

“...biasanya menggunakan mobil Puskesmas Keliling menumpang ke desauntuk survei dan pembagian kartu...” (Informan 3, Puskesmas Kawua)

Lanjut, ditambahkan oleh informan :

“...Menggunakan kendaraan pribadi, tidak ada angkutan, hanya jika bertepatandengan kegiatan lain seperti Posyandu maka diikutkan ke lokasi tersebut...”(Informan 3, Puskesmas Kawua)

Selain menggunakan kendaraan pribadi, biasanya juga menggunakan

kendaraan puskesmas ke lokasi tertentu saja ketika bertepatan dengan

kegiatan posyandu atau kegiatan kunjungan oleh tenaga puskesmas di lokasi

tersebut.

Page 285: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

96

3.1.4.5. Pemberdayaan MasyarakatGerakan 1 Rumah 1 Jumantik atau disingkat dengan G1R1J adalah

gerakan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dengan melibatkan

setiap keluarga dalam pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik

nyamuk untuk pengendalian penyakit tular vektor khususnya DBD melalui

pembudayaan PSN 3M Plus. Artinya setiap rumah/ keluarga, ada salah

seorang jumantik anggota keluarga yang berperan sebagai jumantik rumah.

Dalam suatu wilayah RT akan dilakukan pembentukan G1R1J, terdiri dari

orang-orang yang akan bertanggung jawab sebagai jumantik rumah, jumantik

lingkungan, koordinator jumantik, dan supervisor jumantik.

Di Kabupaten Poso, G1R1J telah melibatkan lintas sektor kabupaten,

pemerintahan kecamatan maupun kelurahan dan tokoh masyarakat. Ada 3

kegiatan yang terkait dengan keterlibatan lintas sektor yang telah dilakukan

oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Poso maupun Puskesmas Kawua antara lain

kegiatan Jumpaberlian, Detektif Cilik dan Lokakarya Mini Tribulanan

Puskesmas Kawua.

1) Program Jumpaberlian (Jumat Pagi Bersih Lingkungan)

Program jumpaberlian sudah berjalan di wilayah Kabupaten Poso

sejak tahun 2015 dan berlaku di seluruh kecamatan. Kegiatan ini di inisiasi

oleh pemerintah Kabupaten Poso yaitu Bupati Poso yang tujuannya untuk

menghimbau kepada seluruh warga masyarakat untuk melakukan kegiatan

bersih lingkungan baik di sekitar rumah maupun tempat-tempat

umum/tempat ibadah. Kegiatan Jumpaberlian ini melibatkan seluruh

satuan kerja (organisasi perangkat daerah/OPD) termasuk dinas

kesehatan dan masyarakat di wilayah Kabupaten Poso.

“...Dalam jumpaberlian melibatkan banyak satker diluar dinkes, sertapemerintah kecamatan dan kelurahan...” (Informan 2, Dinkes Kabupaten)

Kegiatan ini juga dilakukan secara rutin di Kecamatan Poso Kota Selatan

dan melibatkan lima kelurahan di wilayah Kecamatan Poso Kota Selatan.

Kegiatan jumpaberlian yang dilakukan di masing-masing kelurahan di

koordinir oleh lurah. Kegiatan jumpaberlian yang dilaksanakan di

Kabupaten Poso kendalanya belum dilakukan seluruh masyarakat,

masyarakat belum mandiri dan aktif melakukan kegiatan ini. Kegiatan ini

masih bersifat insidental dan dikoordinir oleh camat dan lurah. Demikian

Page 286: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

97

pula yang terjadi di Kelurahan Kawua. Kegiatan Jumpaberlian yang

dikoordinir oleh camat dilakukan terjadwal setiap minggu sekali dengan

lokasi yang berpindah dan bergiliran disetiap kelurahan. Kegiatan ini

melibatkan tokoh masyarakat di wilayah kelurahan di Kecamatan Poso

Kota Selatan.

2) Detektif Cilik

Di Kabupaten Poso yaitu di 4 kecamatan telah dilakukan pemilihan

detektif jentik anak sekolah yaitu Kecamatan Poso Kota, Kecamatan Poso

Kota Utara, Kecamatan Poso Kota Selatan dan Kecamatan Lage. Detektif

jentik dipilih dari setiap sekolah dasar yang ada di wilayah empat

kecamatan tersebut. Pembentukan detektif cilik anak sekolah dikoordinir

oleh puskesmas. Para detektif cilik ini bertugas memantau jentik dan

membersihkan jentik disekolah mereka masing-masing.

“...Kami membentuk jumantik/detektif cilik yang mana mereka ini nantinyayang bertanggungjawab memantau jentik di sekolahnya. Peralatan yangdiberikan yaitu berupa baju kaos, senter dan tas...” (Informan 1,Puskesmas Kawua)

Keberadaan detektif cilik ini diharapkan akan membantu koordinator

jumantik untuk memantau jentik nyamuk yang ada tempat penampungan

air di sekolah. Para detektif cilik ini juga dibekali peralatan survei jentik

serta sebelumnya dilakukan sosialisasi di sekolah-sekolah (sekolah dasar)

di wilayah 4 kecamatan di Poso Kota. Akan tetapi ada beberapa kendala

yaitu belum terlaporkannya dengan baik (kontinyu) hasil pemeriksaan jentik

oleh detektif cilik pada kartu jentik dan peran siswa sebagai detektif cilik

akan berakhir ketika sudah tamat sekolah dasar dan belum ada upaya

regenerasi/pergantian peran sebagai detektif cilik.

3) Lokakarya Mini Tribulan Puskesmas

Lokakarya mini tribulan Puskesmas Kawua dilakukan setiap 3 bulan yaitu

pada minggu kedua di ruang pertemuan Puskesmas Kawua. Kegiatan ini

bertujuan untuk menyampaikan hasil kegiatan puskesmas, evaluasi

kegiatan puskesmas dan mendengarkan usulan/pendapat dari lintas sektor

terkait kegiatan puskesmas. Kegiatan ini melibatkan lintas sektor antara

lain camat, lurah, pihak sekolah, tokoh masyarakat, tokoh agama, kader

termasuk para koordinator jumantik dan supervisor jumantik. Pertemuan ini

Page 287: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

98

membahas kegiatan upaya kesehatan masyarakat esensial yang dilakukan

puskesmas selama 3 bulan yang telah berjalan.

“...UKM esensial dibawahi oleh PJ UKM jadi laporan dbd akan dipantaudisitu...” (Informan 2, Puskesmas Kawua)

Pelaporan DBD termasuk didalamnya laporan pemeriksaan jentik yang

dilaporkan oleh koordinator jumantik akan diberikan pengelola DBD

puskesmas kepada penanggung jawab UKM.

3.1.4.6. Dukungan dan Hambatan

Dukungan

Bupati Poso sangat memperhatikan & memprioritaskan kebersihan di

wilayah Kabupaten Poso terutama di wilayah Poso Kota Bersaudara

melalui kegiatan “Jumpaberlian” sehingga kegiatan G1R1J melalui

jurbastik (PSN 3M plus) juga mendapat dukungan dan perhatian dari

Bupati Poso

“...Karena kebijakan pemda bupati poso, beliau sangat konsistenmemperhatikan kebersihan diwilayah kab poso melalui JUMPABERLIAN,terutama diwilayah perkotaan...” (Informan 1, Dinkes Kab Poso)

Beberapa faktor pendukung antara lain :

a. Kebijakan Pemerintah daerah sangat mendukung dan konsisten dalam

memperhatikan kebersihan lingkungan di wilayah Kabupaten Poso

melalui program JUMPABERLIAN terutama di wilayah perkotaan

b. Adanya Kerjasama lintas sektor terutama terutama camat, lurah, RT,

tokoh masyarakat, dan PKM dalam mensosialisasikan gerakan 1

rumah 1 jumantik.

c. Respon masyarakat cukup baik dalam menerima sosialisasi program

PSN 3 M Plus melalui gerakan 1 rumah 1 jumantik, baik di tingkat

kecamatan, maupun di tingkat kelurahan.

d. Dukungan dari dinkes kabupaten berupa operasional, pembinaan /

pelatihan dan sosialisasi tentang program gerakan 1 rumah 1 jumantik

yang berkelanjutan

e. Peran serta dan kerjasama yang baik antara koordinatar jumantik dan

warga dalam menumbuhkembangkan kesadaran hidup sehat dan

Page 288: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

99

kemauan warga untuk terlibat sebagai jumantik rumah di setiap

lingkungan RT/RW

f. Camat, lurah, maupun RT/RW nya sangat antusias dalam kegiatan ini.

mereka ikut mendukung pelaksanaan kegiatan ini dalam

menggerakkan masyarakat untuk terlibat aktif dalam program

Hambatan

Dalam suatu program, selalu ditemukan hambatan baik di

Pengelola Program Dinkes Provinsi, Dinkes Kabupaten, Pengelola

Program di Puskesmas Kecamatan, Camat, Lurah, RT/RW maupun

koordinator jumantik untuk mensukseskan program gerakan 1 rumah 1

jumantik di wilayah kecamatan Poso Kota Selatan khususnya di wilayah

intervensi (kelurahan Kawua) dan di wilayah non intervensi (Kelurahan

Sayo). Agar program ini dapat diterima dan diadopsi oleh masyarakat,

bukanlah hal yang mudah, Beberapa hambatan yang ditemui yaitu :

1. Pendanaan operasional yang kurang mendukung

2. Belum semua memahami kegiatan gerakan 1 rumah 1 jumantik

termasuk pengelola program DBD.

“...Dari pihak puskesmas saja ada yang belum paham tentanggerakan 1R 1J, mereka belum sadar bahwa itu tugasnya...” (Informan3, Dinkes Provinsi)

3. Aktivitas masyarakat perkotaan yang sibuk sehingga petugas

kesehatan dan koordinator jumantik mengalami kesulitan dalam

melakukan survei jentik. Kemudian ditemukan, ada gedung-gedung

atau rumah kosong yang sulit untuk dimasuki, oleh karenanya

masalah tersebut diserahkan pada kelurahan untuk melakukan cek

masalah jentiknya.

4. Ditemukan penjualan larvasida (abate) diluar program sehingga

menjadi tidak gratis.

5. Masyarakat yang masih belum berpartisipasi aktif dalam

membersihkan TPA dirumah masing-masing dan mengisi kartu

kontrol.

“...Kalau penghambat biasanya banyak masyarakat yang sibukdengan aktivitas sehingga biasanya petugas untuk melakukan surveijentik mengalami kesulitan untuk memeriksa, ada gedung-gedung

Page 289: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

100

atau rumah kosong yang sulit untuk dimasuki, makanya kamimenyerahkan pada Kelurahan untuk melakukan cek masalahjentiknya...”(Informan 1, Dinkes Kab Poso)

6. Tidak ada sarana transportasi seperti motor untuk petugas, serta

adanya tugas rangkap yang menjadi tanggung jawab lain dari

petugas

7. Sosial budaya masyarakat yang berbeda-beda, Karakteristik

pekerjaan masyarakat seperti ada petani, berkebun dan pegawai

jadi kesibukkannya berbeda-beda. Ada yang menerima petugas dan

ada yang menolak petugas untuk rumahnya disurvei jentik.

Kesadaran masyarakat akan pentingnya mencegah penularan DBD

melalui G1R1J masih rendah.

“...Jadi dbd ini bila tidak ada kasus akan menjadi sesuatu yang biasa-biasa saja, akan tetapi jikalau sudah ada kasus dbd maka semuaakan berteriak melapor, dan dbd akan menjadi hal terdepan...”(Informan 1, Dinkes Kabupaten)

C. Saran

Saran yang dikemukakan oleh informan antara lain :

1. Sebaiknya penyampaian program dilaksanakan secara

kalaboratif yakni dari tingkat pusat dengan lintas program

dan lintas sektor. Lebih ditingkatkan kerjasama lintas sektor,

lintas program, pemerintah setempat dan PKK, semua

dilibatkan dan bersinergi. Perlu penekanan tentang betapa

besar manfaat dari kegiatan program rumah 1 jumantik,

perlu meningkatkan kerja sama lintas sektor dan lintas

program untuk mendukung Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik

dalam penanggulangan DBD.

“...diperlukan kerja sama lintas sektor, lintas program, PKK,yang dalam hal ini memegang peranan penting. Semuanyaperlu dilibatkan, dengan demikian upaya yang dicapai bisabersinergi...” (Informan 2, Dinkes Kab Poso)

Dinkes Provinsi juga menyampaikan saran tentang manfaat

pelaksanaan G1R1J juga dapat dimasukan menjadi indikator

lomba desa/kelurahan sehat.

Page 290: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

101

“...Perlu penekanan tentang betapa besar manfaatnya yangnantinya dapat dimasukkkan dalam salah satu variabel untuklomba desa sehat....” (Informan1, Dinkes Provinsi)

2. Pelaporan perlu diperbaiki karena masih ada data yang tidak

tercatat. Semua pengelola baik puskesmas, kabupaten

maupun provinsi , masing-masing memiliki sistem pelaporan

(surveilans) yang baik yaitu ada bukti fisik secara terperinci

tentang ABJ. Selain itu perlu adanya feedback dari provinsi

maupun pusat, sehingga ada tolak ukur sampai dimana

kinerja petugas di kabupaten.

3. Melakukan sosialisasi ke masyarakat yaitu pertama dengan

mengundang seluruh warga dalam satu kelurahan; Kedua

khususnya disosialisasikan ke seluruh petugas puskesmas

(petugas kesehatan) seperti bidan, bukan hanya kepada

pemegang program yang terkait dengan DBD sehingga

masing-masing memiliki pemahaman dan dapat membantu

menjelaskan kepada masyarakat tentang pentingnya

kegiatan ini. Ketiga, mengkampanyekan melalui media TV /

radio lokal berupa iklan atau konten. Pesan-pesan yang

disampaikan dalam media gaya bercerita dan narasi harus

sederhana dan mudah dipahami, memuat materi tentang

gerakan 1 Rumah 1 Jumantik serta cara mengisi kartu

kontrol yang ada di rumah warga.

3.1.5. Penggalangan Kerjasama3.1.5.1. Sosialisasi dan Workshop

Sosialisasi di wilayah Non Intervensi

Kegiatan sosialisasi pada wilayah non intervensi yaitu Kelurahan Sayo

dilaksanakan selama satu hari yang dihadiri oleh Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten Poso, Kepala Seksi P2M Dinas Kesehatan Kabupaten Poso,

Kepala Puskesmas Kawua, perwakilan Kecamatan Poso Kota Selatan,

Perwakilan Kantor Kelurahan Sayo, perwakilan tokoh masyarakat Kelurahan

Sayo, PJ DBD dan staf Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten

Poso, PJ DBD dan staf bagian Kesehatan Lingkungan Puskesmas Kawua,

Kader G1R1J Kelurahan Sayo (1 orang supervisor, 3 orang koordinator

Page 291: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

102

jumantik). Dalam sambutan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Poso

menyampaikan Kabupaten Poso berada posisi ke 5 kasus demam berdarah

di Sulawesi Tengah. Fogging bukan solusi efektif dalam mencegah nyamuk

demam berdarah, tetapi ada solusi lain yang efektif yaitu gerakan 3M plus

menggunakan kelambu anti nyamuk. dan menggunakan krim anti nyamuk.

Gerakan yang diprakarsai pemerintah yaitu gerakan 1 rumah 1 jumantik yang

nantinya berkembang menjadi juru pembasmi jentik nyamuk. Disamping itu

banyak cara inovasi dalam mengembangkan dan mematikan nyamuk salah

satunya dengan mengembang biakan dalam suatu wadah, menjadi jentik

larva kemudian mematikan.

Tujuan kegiatan sosialisasi ini yaitu untuk memberikan pemahaman

dan pengetahuan tentang GIRIJ untuk menciptakan lingkungan yang sehat

dan sejahtera. Setelah sambutan dan pembukaan oleh Kadinkes kemudian

dilanjutkan dengan materi yang disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten Poso yang berjudul “Pengetahuan Tentang DBD”. Beliau

mengatakan dalam materinya bahwa penyebab DBD adalah virus dengue,

bukan nyamuk yang menyebabkan DBD tetapi melalui gigitan nyamuk yang

menularkan virus dengue. DBD menjadi masalah kesehatan masyarakat,

karena DBD dapat menjadi fatal bila tidak ditangani dengan baik, DBD bisa

terjadi karena disebabkan perilaku manusia dan lingkungan. Distribusi kasus

DBD di Kecamatan Poso Kota Selatan yaitu di Kelurahan Sayo, Kawua dan

Bukit Bambu ada 9 kasus DBD. Materi kedua disampaikan oleh Kasie P2M

Dinas Kesehatan Kabupaten Poso yaitu tentang “Juknis Implementasi PSN

3M plus dan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik”. Dalam materinya disampaikan

bahwa setiap jumantik rumah dan jumantik anak sekolah wajib berperan serta

dalam pencegahan dan pengendalian DBD melalui “pembudayaan 3M Plus”.

Supervisor jumantik, koordinator jumantik dan jumantik rumah masing-masing

memiliki tugas dan fungsi yang berbeda dan ketiganya harus bertanggung

jawab melaksanakannya. Kegiatan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik terdapat 2

kegiatan besar didalamnya yaitu pembentukan dan pemeliharaan. Kegiatan

pembentukan meliputi advokasi pejabat setempat, pelatihan kader, sosialisasi

PSN G1R1J, pengamatan jentik, dan PSN dengan larvasida. Kegiatan

pemeliharaan meliputi refresing kader (mencari tahu permasalahan

Page 292: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

103

dilapangan), pelatihan kader jumantik, sosialisasi PSN GIRIJ: pada warga

dan jumantik serta lintas sektor, pengamatan jentik, PSN dengan Larvasidasi.

Gambar 5. Workshop dan sosialisasi jurbastik di wilayah intervensi

Sosialisasi di Wilayah Intervensi

Kegiatan sosialisasi pada wilayah intervensi yaitu Kelurahan Kawua

dilaksanakan selama satu hari yang dihadiri oleh Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten Poso, Kepala Seksi P2M Dinas Kesehatan Kabupaten Poso,

Kepala Puskesmas Kawua, perwakilan Kecamatan Poso Kota Selatan,

Perwakilan Kantor Kelurahan Kawua, perwakilan tokoh masyarakat Kelurahan

Kawua, PJ DBD dan staf Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten

Poso, PJ DBD dan staf bagian Kesehatan Lingkungan Puskesmas Kawua,

Kader G1R1J Kelurahan Sayo (1 orang supervisor, 3 orang koordinator

jumantik). Kepala Dinas Kesehatan dalam sambutannya menyampaikan

angka kejadian DBD semakin meningkat, Kabupaten Poso peringkat ke 4

angka kesakitan tertinggi dan ada 32 orang data dari RS yang terjangkit.

Upaya yang dilakukan harus dilakukan secara terpadu dan melengkapi.

Fogging salah satu upaya yang dilakukan slama ini, terkadang ada penolakan

oleh masyarakat, dengan alasan cara tersebut tidak efektif untuk dilakukan

karena hanya membunuh nyamuk dewasa saja sementara jentiknya masih

berkembang biak. Untuk nyamuk dewasa memiliki batas hidup belum cukup

satu tahun nyamuk tersebut akan mati. Untuk memutuskan siklus hidup, harus

Page 293: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

104

membasmi jentik dan larvanya tadi. GIRIJ masih terbatas pada wilayah

tertentu, tapi kemungkinan gerakan ini bisa meluas hingga dibeberapa

daerah. Program-program yang dijalankan sekarang merupakan salah satu

langkah untuk menanggulangi penyakit endemik yang ada di Kabupaten

Poso.

“...Saya mengharapkan dengan adanya sosialisasi gerakan inimenambah pengetahuan kita dalam upaya menanggulangi penyakit DBDmelalui gerakan JURBASTIK....”(Kadis Kesehatan Kab Poso)

Materi pertama tentang “Situasi DBD di Kabupaten Poso dan

penanggulangannya” disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten

Poso. Dalam materinya dikatakan bahwa DBD merupakan salah satu penyakit

yang menjadi masalah kesehatan. Nyamuk menjadi vektor penular virus ke

manusia. Ada beberapa faktor penyebab : drainase yang kurang baik,

perilaku manusia, iklim penghujan yang berpotensi memunculkan genangan

air. IR Kabupaten Poso 81 per 100.000 penduduk, Kasus tertinggi ada di

Kelurahan Kayamanya, kemudian Kelurahan Kawua ada 9 kasus, dan

Kelurahan Mapane 2 kasus. CFR atau angka kematian, sebesar 0 kasus.

Materi kedua tentang “PSN 3M Plus” disampaikan oleh Penanggung Jawab

Program Arbovirosis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah (Muhadi,

SKM). Dalam materi disampaikan bahwa visi pengendalian DBD yaitu

terwujudnya individu dan masyarakat yang mandiri dalam mencegah dan

melindungi diri dari penularan DBD melalui optimalisais kegiatan PSN 3 M

Plus, disamping itu meningkatnya akses masyarakat terhadap pelayanan

kesehatan yang berkualitas. Sedangkan misi pengendalian DBD yaitu

mengedepankan aspek pemberdayaan dan peran serta masyarakat serta

kemitraan multi sektor. Tujuan pengendalian DBD yaitu menurunkan angka

kematian DBD 1%, membasmi penularan DBD dengan mengendalikan

populasi vektor sehingga ABJ mencapai 90%, meningkatkan persentase

kabupaten/kota yang melaksanakan gerakan 1 rumah 1 jumantik 40 %.

Permasalahan yang terjadi sekarang dalam pelaksanaan pengendalian DBD

antara lain pemeriksaan jentik secara berkala belum berjalan sesuai dengan

prosedur, partisipasi masyarakat untuk melakukan pengendalian penyakit

DBD melalui pemberantasan sarang nyamuk 3 M plus masih belum optimal,

adanya aggapan masyarakat yang mengatakan fogging merupakan satu-

Page 294: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

105

satunya jalan untuk memberantas DBD, serta belum optimalnya peran lintas

program maupun lintas sektor. Melaksanakan 3 M plus yaitu melibatkan

masyarakat langsung melalui G1R1J, melakukan kegiatan survei jentik

berkala sesuai presedur dan memperluas cakupan sasaran pemeriksaan

jentik, serta melibatkan lintas program dan promkes.

Workshop/Pelatihan di Wilayah Intervensi

Kegiatan workshop/pelatihan pada wilayah intervensi yaitu Kelurahan

Kawua dilaksanakan selama satu hari yang dihadiri oleh Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten Poso, Kepala Seksi P2M Dinas Kesehatan Kabupaten

Poso, Kepala Puskesmas Kawua, perwakilan Kecamatan Poso Kota Selatan,

Perwakilan Kantor Kelurahan Kawua, perwakilan tokoh masyarakat Kelurahan

Kawua, PJ DBD dan staf Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten

Poso, PJ DBD dan staf bagian Kesehatan Lingkungan Puskesmas Kawua,

Kader G1R1J Kelurahan Sayo (1 orang supervisor, 3 orang koordinator

jumantik).

Materi pelatihan tentang “Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J)”

disampaikan oleh Penanggung Jawab Arbovirosis Dinas Kesehatan Provinsi

Sulawesi Tengah (Muhadi, SKM). Dalam materinya disampaikan perlu adanya

juru pemantauan jentik dalam melakukan pengawasan dan penyuluhan

kepada masyarakat agar melakukan PSN dengan 3M PLUS. Selain itu,

diperlukan peran serta keluarga dan masyarakat dalam pencegahan dan

pengendalian DBD. Masing-masing jumantik rumah, jumantik lingkungan,

koordinator jumantik dan supervisor jumantik perlu melaksanakan tugasnya

dengan baik. Jumantik Rumah bertugas mensosialisasikan PSN 3M plus di

keluarga, memantau tempat perindukan nyamuk, menggerakkan anggota

keluarga melakukan PSN 3M plus, mencatat hasil pemantauan pada kartu

jentik, Jumantik Lingkungan bertugas mensosialisasikan PSN 3M plus pada

TTU & TTI, memeriksa tempat perindukan nyamuk & melaksanakan PSN 3M

plus pada TTU & TTI, mencatat hasil pemeriksaan pada kartu jentik,

Koordinator Jumantik bertugas mensosialisasikan, menggerakan masyarakat,

membuat rencana / jadwal kunjungan, melakukan kunjungan dan pembinaan,

melakukan pemantauan jentik di rumah tak berpenghuni seminggu sekali,

membuat rekap hasil pemantauan jentik rumah, TTU, TTI sebulan sekali,

melaporkan hasil pemantauan kepada supervisor sebulan sekali. Supervisor

Page 295: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

106

Jumantik bertugas untuk Memeriksa & mengarahkan rencana kerja

koordinator jumantik, memberikan bimtek kepada koordinator jumantik,

melakukan pembinaan & peningkatan keterampilan koordinator jumantik,

mengolah data ABJ, melaporkan ABJ ke Puskesmas sebulan sekali.

Setelah pemberian materi dilakukan diskusi kelompok untuk

merumuskan output/hasil dari kegiatan sosialisasi dan workshop di wilayah

intervensi Kelurahan Kawua antara lain membuat analisis masalah,

penyebab masalah, cara mengatasi masalah terkait penularan dan

pemberantasan DBD di Kelurahan Kawua serta membuat matriks rencana

kerja untuk 1 (satu) bulan kedepan yang akan dilakukan di Kelurahan Kawua

terkait pelaksanaan G1R1J.

Gambar 6. Workshop di wilayah intervensi

3.1.5.2. Kegiatan PendampinganTahap IPendampingan tahap 1 bertujuan untuk melakukan kegiatan Focus

Group Discussion (FGD) terhadap koordinator jumantik, supervisor jumantik,

kecamatan, kelurahan, RW, RT, tokoh masyarakat, tokoh agama tentang

permasalahan dalam pelaksanaan gerakan 1 rumah 1 jumantik, melakukan

analisis masalah DBD, penyebab masalah dan cara pemecahan masalah

tentang pelaksanaan gerakan 1 rumah 1 jumantik, serta membuat rencana

kegiatan untuk 1 bulan kedepan setelah kegiatan pendampingan pertama

tentang pelaksanaan gerakan 1 rumah 1 jumantik. Metode yang digunakan

dalam kegiatan ini antara lain Focus Group Discussion (FGD), Diskusi,

Penyusunan tindak lanjut, dan penyampaian rencana tindak lanjut. Kegiatan

Page 296: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

107

FGD dilaksanakan di Ruang Pertemuan Kantor Kelurahan Kawua.

Pesertanya terdiri dari 4 orang kader yang meliputi 3 orang koordinator

jumantik dan 1 orang supervisor jumantik.

Pelaksanaan FGD dilakukan dalam 1 kelompok dan dipandu oleh

seorang peneliti sekaligus memfasilitasi kegiatan tersebut dan dibantu oleh 2

orang peneliti sebagai notulen kegiatan FGD. Keseluruhan peserta menggap

penyakit DBD merupakan penyakit berbahaya.

“...penyakit DBD berbahaya karena bisa menyebabkan kematian...”(Informan

1/Koordinator jumantik)

“...penyakit DBD sangat berbahaya dan menular melalui gigitan nyamuk..”

(Informan 2/Koordinator jumantik)

Keseluruhan peserta FGD telah mengetahui penyebab penyakit DBD,

penularan, gejala, penanganan dan pencegahan DBD.

Keseluruhan peserta mengatakan penyakit DBD dmenular melalui gigitan

nyamuk Aedes aegypti yang gejalanya panas naik turun selama 3-4 hari. Dua

orang peserta mengatakan DBD dapat dicegah dengan membersihkan

lingkungan rumah. Dua orang peserta mengatakan kebanyakan kasus DBD di

Kelurahan Kawua ditularkan saat penderita berada diluar kota (diluar

Kelurahan Kawua).

“...di Kawua ada 4 kasus DBD yang terjadi tetapi penyakit tersebut tidakdisebabkan dari lingkungan Kawua tetapi justru didapatkan dari luar Kawua...”(Informan 1/Koordinator jumantik)

“...seperti pengalaman kasus kemarin ada ibu yang berasal dari KelurahanKawua, suami bekerja di Morowali, kemudian ia membawa anaknya baptisandi Gereja morowali, selama 1 minggu.. selesai baptisan, anaknya mengalamipanas, akhirnya anaknya di bawa ke Poso untuk dirawat karena terkenagejala DBD...”(Informan 1/Koordinator jumantik)

“...Di wilayah kawua ada terjadi kasus DBD, yakni 3-4 orang tetapiasalnya bukan dari sini (Kawua)... mereka mau pergi natalan kemarin, merekaberasal dari morowali...” (Informan 2/Koordinator jumantik)

“...Baru-baru ini terjadi di Kawua seorang ibu asal penyakit dari palu ketikaada pelatihan disana selama 1-2 minggu... saat ke palu ibu tersebut sehatdan segar, tetapi sepulang dari palu ia panas lalu di rawat ke rumah sakitkarena positif terinfeksi DBD...”(Informan 1/Koordinator jumantik)

Page 297: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

108

Jika ada temuan kasus yang dicurigai DBD koordinator jumantik selalu

melaporkan ke pengelola DBD di Puskesmas Kawua melalui telpon untuk

menunggu arahan selanjutnya dari puskesmas.

Semua koordinator jumantik rumah sudah mengetahui tentang gerakan 1

rumah 1 jumantik, mereka juga sudah pernah mendapatkan sosialisasi dari

Dinas Kesehatan Kabupaten dan Puskesmas Kawua.

“....ya informasi saya dapatkan langsung dari Dinkes Kabupaten pada saatsosialisasi 2 tahun yang lalu...” (Informan 3/Koordinator jumantik)

“...setiap rumah ada kartu jentik dan yang mengisi kartu jentik tersebut adalahtuan rumah..” (Informan 2/koordinator jumantik)

“...mereka akan mengisi kartu ketika di dapat ada jentik diberikan kode disitu...jika tidak ada jentik di sekitar rumah beri tanda negatif di kartu tersebut...”(Informan 1/koordinator jumantik)

Koordinator jumantik mengetahui bahwa disetiap rumah terdapat satu orang

yang ditunjuk sebagai jumantik rumah yang bertugas untuk memantau jentik

nyamuk di dalam dan luar rumah serta mengisi kartu jentik.

“...kami memasang kartu jentik yang dibagikan di setiap rumah tangga lalukami memberikan pengetahuan kepada mereka...” (Informan 1/koordinatorjumantik)

Seluruh koordinator jumantik juga pernah diberikan sosialisasi tentang G1R1J

baik oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Poso maupun Puskesmas Kawua,

selanjutnya mereka melakukan sosialisasi G1R1J ke masyarakat baik melalui

kegiatan keagamaan (ibadah rumah tangga) maupun pertemuan di

lingkungan RT. Kegiatan sosialisasi belum berjalan rutin karena keterbatasan

waktu dan kesibukan masing-masing koordinator jumantik.

“...Ya.. Pernah, Sosialisasi ke masyarakat dilakukan tahun 2018, sekitar 10rumah, materi yang diberikan tentang 3M namun tidak secara rutin...”(Informan 3/koordinator jumantik)

“...Untuk penyampaian sosialisasi kami juga mendatangi di perkumpulankegiatan ibadah nasrani atau syukuran.. karena disini banyak nasrani jadikami melakukan pertemua di tempat-tempat ibadah seperti gereja...”(Informan 2/koordinator jumantik)Koordinator jumantik melakukan pemeriksaan terhadap kartu yang telah

dibagikan disetiap rumah akan tetapi rutinitas pemeriksaan kartu tidak sesuai

juknis yaitu setiap minggu melainkan lebih dari seminggu.

Page 298: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

109

“...kami turun langsung ke warga untuk mengambil data dari rumahwarga..kemudian kami mengisi blanko untuk dilaporkan ke puskesmas...”(Informan 3/koordinator jumantik)

“...Setiap rumah ada stiker serta setiap bulan kami mengecek rumahtersebut..” (Informan 3/koordinator jumantik)

Dalam melakukan pemeriksaan kartu maupun sosialisasi terkadang

koordinator jumantik menemukan kendala yang menghambat kegiatan G1R1J

di wilayah Kelurahan Kawua seperti faktor malas dari jumantik rumah. Mereka

terkadang malas dan berharap kepada koordinator yang memeriksa

penampungan air mereka dan mengisi kartu jentik mereka. Untuk itu mereka

terkadang mencari cara untuk mengatasi masalah tersebut.

“...Beberapa kali kami selalu mengingatkan kepada jumantik untuk memantaujentik dan mengisi kartu kontrol, tetapi sebagian masyarakat ada yang tidakmau ambil pusing...” (Informan 2/koordinator jumantik)

“...Saya pikir masyarakat disini sebenarnya dorang tahu tetapi kadang merekabermasa bodoh...” (Informan 3/koordinator jumantik)

“...Kami juga menemukan ada beberapa jumantik rumah menghilangkan kartukontrol, jadi kami biasanya langsung menempelkan di dinding rumah ataupintu menggunakan paku tindis/paku tembok...” (Informan 1/koordinatorjumantik)

Jadwal kunjungan rumah dan TTU oleh koordinator jumantik belum rutin

karena biasanya mereka berkoordinir dulu dengan yang punya

rumah/masyarakat yang akan dikunjungi karena untuk mengantisipasi ada

rumah warga yang tidak bisa dikunjungi karena pemilik rumah tidak berada

ditempat. Demikian pula tempat-tempat umum masih terbatas pada sekolah

dan rumah ibadah yang biasa dikunjungi, selain itu rumah kosong juga sudah

dilakukan pemantauan.

“...Jadi kami sudah sampaikan di gereja, dan dimana saja, di kompi dankantor lurah dan camat , sekolah-sekolah agar dibuka pintu gerbangnyajangan ditutup, supaya bisa dipantau jentik nyamuknya tersebut...”(Informan3/koordinator jumantik)

“...Iya ada, kami kunjungan seminggu sekali, kita masuk ke sekolah-sekolah,kemarin di sangena ada rumah BTN yang baru dibangun masih kosong, kamipasang kartu pantau jentik...” (Informan 1/koordinator jumantik)

Koordinator jumantik bersama-sama dengan masyarakat melakukan kegiatan

PSN 3M dalam bentuk jumat bersih yang dilakukan seminggu sekali. Sebelum

Page 299: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

110

dilakukan kegiatan PSN 3M terlebih dahulu dilakukan sosialisasi di kantor

kelurahan atau dirumah-rumah masyarakat.

“...Kami selalu mempersiapkan kartu cadangan, dan rutin memberikanpengarahan (sosialisasi) kepada jumantik rumah untuk rajin memantau jentik,untuk menguras bak mandi, serta menjaga kebersihan rumah supaya bisahidup sehat...”(Informan 2/Koordinator jumantik)

“...Sosialisasi dilakukan biasanya dikantor lurah, biasa juga kita turunlangsung saya dan pak endri disekitar rumah keluarga berapa KK kumpulmenjadi satu, baru dimulai disitu...” (Informan 1/koordinator jumantik)

Hasil pemantauan jentik rumah, TTU dan TTI di catat dalam form laporan oleh

koordinator jumantik kemudian diserahkan kepada pengelola DBD di

Puskesmas Kawua. Laporan diserahkan setiap bulan kepada supervisor

jumantik kemudian supervisor menyerahkan laporan tersebut ke pengelola

DBD di puskesmas.

Monitoring dan evaluasi kegiatan G!R!J di Kelurahan Kawua dilakukan pada

lokmin triwulan di Puskesmas yang biasanya mengundang camat, lurah,

pengelola DBD Dinas Kesehatan Kabupaten, ketua RT/RW dan para

koordinator jumantik.

Dalam melaksanakan tugas mereka sebagai koordinator jumantik, mereka

dibekali kit yang berisi tas yang di dalamnya ada buku pedoman PSN 3M

plus, senter, rompi, dan form pelaporan. Akan tetapi mereka masih merasa

kurang yaitu perlu adanya buku catatan dan tanda pengenal agar mereka

lebih mudah diterima oleh masyarakat ketika melakukan kunjungan rumah.

Tersedia anggaran transport dari dana BOK puskesmas untuk koordinator

jumantik yang besarannya Rp. 50.000 yang diberikan setiap 3 bulan sekali (di

rapel). akan tetapi dana ini dirasa belum cukup oleh koordinator jumantik.

“...seperti atribut tanda pengenal tidak ada, padahal itu sangat pentingsebagai identitas penguatan tugas kami sebagai koordinator jumantik dilapangan...”(Informan 2/koordinator jumantik)

“...insentif yang diterima hanya Rp. 50.000 dipotong pajak Rp.3.000 jaditotalnya Rp. 47.000 diterima setiap 3 bulan. Jadi Rp. 47.000 x 3 bulanmenjadi Rp. 151.000...”(Informan 2/koordinator jumantik)

“...Setiap 3 bulan insentif diterima..harapan kami, insentif bisa ditambahsedikit oleh pengelola program, Jika ada kekurangan, kami menggunakanbiaya sendiri...” (Informan 1/koordinator jumantik)

Page 300: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

111

Menurut koordinator jumantik peran serta camat, lurah, ketua RT/RW dan

tokoh masyarakat sangat penting, mereka berperan dalam menggerakan

masyarakat untuk terlibat aktif dalam kegiatan jurbastik, karena masih banyak

ditemukan masyarakat yang belum aktif melakukan pemantauan dirumahnya

dan belum memahami fungsinya sebagai jumantik rumah.

“...sikap masa bodoh masyarakat terhadap tugas sebagai jumantik, dankurangnya kesadaran masyarakat terkait kebersihan lingkungan, yah mungkinkarena kesibukan masyarakat...” (Informan 1/koordinator jumantik)

“...masyarakat merasa kurang penting dalam hal ini..” (Informan 3/koordinatorjumantik)

Ada beberapa permasalahan yang ditemukan dan dirumuskan pada saat

workshop dan diangkat menjadi topik FGD antara lain :

1. Koordinator jumantik/kader dan supervisor jumantik masih belum

memahami benar tugasnya dalam program gerakan 1 rumah 1 jumantik,

2. Masyarakat belum memahami gerakan 1 rumah 1 jumantik

3. Masyarakat belum memahami perannya sebagai jumantik rumah dan

belum menunjuk salah satu anggota keluarga sebagai jumantik rumah

4. Belum ada dukungan nyata dari pemerintah kelurahan/kecamatan

terkait program gerakan 1 rumah 1 jumantik

Untuk mengatasi masalah tersebut maka dilakukan beberapa alternatif

solusi yang menjadi kesepakatan kader antara lain :

1. Melakukan sosialisasi pertemuan ditingkat RT yang tujuannya untuk

membahas tentang pelaksanaan gerakan 1 rumah 1 jumantik di setiap

RT

2. Refreshing kader dalam bentuk pertemuan kader jumantik dengan

pengelola DBD yang dilakukan di Puskesmas untuk mengevaluasi

kegiatan kader jumantik yang terjadwal dilakukan setiap 1 bulan 2 kali

3. Melakukan sosialisasi gerakan 1 rumah 1 jumantik yang dilakukan pada

kegiatan pertemuan Ibadah Rumah Tangga di masing-masing

kelompok, sosialisasi dilakukan oleh kader/koordinator jumantik

4. Usulan dukungan dana dari kecamatan dan kelurahan untuk membantu

menunjang kelancaran kegiatan gerakan 1 rumah 1 jumantik dengan

menganggarkan bantuan honor transportasi untuk kader/koordinator

jumantik masing-masing kelurahan. Usulan akan dikomunikasikan

Page 301: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

112

dengan Ibu Lurah dan Pak Camat (usulan ke Lurah Kawua dan Camat

Poso Kota Selatan)

5. Usulan rencana untuk penambahan jumlah kader mengingat jumlah

kader yang ada sekarang masih sedikit dan tidak seimbang dengan

jumlah kader. Usulan akan dikomunikasikan dengan Ibu Lurah dan Pak

Camat (usulan ke Lurah Kawua dan Camat Poso Kota Selatan)

6. Usulan membuat pojok abate di Puskesmas Kawua yang dapat diambil

sendiri oleh masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kawua (usulan ke

kepala Puskesmas kawua)

7. Usulan agar Puskesmas melakukan kegiatan sosialisasi gerakan 1

rumah 1 jumantik di rumah ibadah / kegiatan ibadah (usulan ke kepala

Puskesmas kawua)

3.1.5.3. Kegiatan Pendampingan Tahap II

Kegiatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi kegiatan jumantik dalam

pelaksanaan kegiatan penanggulangan DBD bulan sebelumnya,

mengidentifikasi hambatan jumantik dalam pelaksanaan kegiatan

penanggulangan DBD baik secara teknis maupun non teknis bulan

sebelumnya, serta memberikan advokasi kepada Dinas Kesehatan,

puskesmas dan lintas sektor (camat/desa/RW/RT) agar menggalang

kerjasama, komitmen dan koordinasi lintas sektor dalam pelaksanaan

kegiatan implementasi jurbastik dalam penanggulangan DBD.

Koordinator jumantik melakukan tugas mereka memantau kartu

dirumah-rumah, akan tetapi masih banyak temuan rumah yang belum mengisi

kartu kontrol. Dilakukan upaya untuk berkoordinasi dengan tokoh agama

untuk menyampaikan pesan-pesan jurbastik dan PSN 3M plus melalui

kegiatan ibadah di gereja dalam bentuk sosialisasi dan sosialisasi di

beberapa pertemuan tingkat RT.

“...kami melakukan sosialisasi GIRIJ, dan juga pada kegiatan gabungangereja...” (Informan 1/koordinator jumantik)

“...Jadi sudah dua kali saya melakukan sosialisasi kepada masyarakat yangdihadiri oleh setiap RT...” (Informan 1/koordinator jumantik)

Page 302: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

113

Setiap koordinator jumantik bertanggung jawab terhadap 3-4 RT di Kelurahan

Kawua, jumlah koordinator jumantik sebanyak 3 orang dan supervisor

jumantik 1 orang. Jumlah koordinator jumantik dirasa kurang karena beban

kerja yang berat ditambah lagi mereka merangkap tugas sebagai kader

puskesmas seperti kader TB, kader malaria, kader posyandu. Maka terkadang

supervisor jumantik turut membantu tugas koordinator jumantik.

“...Penanggung jawab GIRIJ setiap RT : Ibu eva RT 1 dan RT 2 RT 5, Pakendik RT 3, RT 4, dan RT 6, ibu Maria RT 7 dan RT 10, Pak candra RT 8dan RT 9...” (Informan 4/supervisor jumantik)

Dilakukan pertemuan dengan jumantik dan lintas sektor (lurah, tokoh

masyarakat, tokoh agama, ketua RT, ketua RW) diperoleh informasi Kegiatan

jumantik yang dilakukan jumantik rumah, koordinator jumantik dan supervisor

jumantik terus berjalan sampai saat ini. Ditemukan kendala antara lain :

Masih ada beberapa rumah yang kartu pantau jentiknya tidak ditemukan

karena hilang, lupa menyimpan dan lain-lain

Masih ada beberapa rumah yang tidak mengisi kartu pantau jentik

Masih ada rumah yang sulit dimasuki jumantik karena akses masuk ke

rumah ditutup dan kepala rumah tangganya atau anggota rumah sulit

ditemui

Jumantik kesulitan menemui pemilik rumah (kepala/anggota rumah

tangga) yang belum mengisi kartu pantaunya karena kesibukan pemilik

rumah

Penyebab masalah tersebut karena masyarakat sebagian besar belum ikut

dalam kegiatan sosialisasi yang dilakukan di tingkat RT dan di tempat-

tempat ibadah. Belum ada koordinasi antara koordinator jumantik dan ketua

RT ketika melakukan kunjungan rumah.

“...Ibu maria masih jalan sendiri, belum berkoordinasi dengan ketua RTuntuk melakukan kunjungan setiap rumah terkait pengisian kartu kontrol,dan memantau kondisi rumah...” (Informan 4/supervisor jumantik)

Alternatif solusi antara lain :

Melakukan pertemuan dengan lintas sektor antara lain perwakilan

kecamatan, perwakilan kelurahan, perwakilan RT/RW, perwakilan tokoh

masyarakat, perwakilan puskesmas, perwakilan tokoh agama untuk

membahas kegiatan jumantik di rumah-rumah (jumantik rumah).

Page 303: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

114

Melakukan pembahasan dengan RT/RW terkait pertemuan sosialisasi

bulanan yang dilakukan ditingkat RT yang telah menjadi kesepakatan

bersama oleh linsek. Sekaligus memantau rumah-rumah yang

bermasalah dengan pemantauan jentik seperti kartu hilang, kartu tidak

diisi, rumah tertutup padahal ada orang didalamnya dan pemilik rumah

sulit ditemui.

Oleh Karena kesulitan mengumpulkan banyak orang dan tempat yang

memadai untuk pertemuan RT membahas kegiatan jurbastik maka

pertemuan dilakukan dalam skala-skala kecil (berapapun yang hadir) di

rumah warga. Beberapa ketua RT menyarankan bahwa untuk

pemeriksaan jentik dirumah oleh jumantik rumah sebaiknya melibatkan

anak sekolah dirumah tersebut dan menunjuk mereka sebagai jumantik

rumah karena anak-anak cenderung lebih tertarik terhadap jentik

dibanding orang dewasa atau orang tua. Kegiatan lomba/penilaian

sekolah sehat perlu di tingkatkan dan turut melibatkan tokoh masyarakat

dan ketua RT dan memasukan indikator bebas jentik.

Ada penambahan jumlah koordinator jumantik di wilayah Kelurahan

Kawua yang semula hanya 3 orang menjadi 5 orang dengan pembagian

kerja setiap koordinator memegang 2 RT (penambahan 2 orang

koordinator jumantik yang baru). Penambahan koordinator jumantik

diusulkan oleh masyarakat dan disetujui oleh Lurah dan Camat dan

disampaikan kepada pengelola DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten

Poso untuk dilakukan pembaharuan SK G1R1J untuk Kelurahan

Kawua. Demikian pula dengan penambahan anggaran honor

koordinator jumantik, Lurah juga berkomitmen untuk mewujudkan

pemberian bantuan honor transport kepada masing-masing koordinator

jumantik yang teknis pemberiannya masih akan dikoordinasikan dengan

camat. Anggaran nantinya diambilkan dari Dana Kelurahan Kawua.

“...Perlu ditambahkan kader lagi, nanti kami serahkan pada ibu eva, ibueva yang mengusulkan kepada kami, setiap satu kader menangani duaRT...” (Lurah Kawua)

“...mudah-mudahan kami tahun depan sudah menganggarkan jugauntuk honor koordinator jumantik..” (Lurah Kawua)

Page 304: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

115

Koordinator jumantik dan supervisor telah melakukan pertemuan

1 kali selama bulan Juni untuk mengevaluasi dan refreshing tentang

tugas mereka, hal ini berdasarkan kesepakatan bersama lintas sektor.

Pembahasan tentang kegiatan jumantik, hambatan dalam kegiatan

jumantik dan membuat format pengisian buku kerja. Koordinator

jumantik dan supervisor juga telah membuat jadwal bersama untuk

pelaporan mingguan jentik kepada pengelola DBD di Puskesmas yaitu

setiap hari Minggu (4 kali dalam seminggu). Koordinator dan supervisor

wajib memiliki buku kerja/aktivitas jumantik untuk memantau aktivitas

masing-masing koordinator jumantik dan supervisor.

Koordinator jumantik, supervisor, pengelola DBD puskesmas

dan pengelola DBD Kabupaten memiliki grup WA bersama untuk

percepatan pelaporan jentik dan media komunikasi jumantik diantara

anggota. Nama grup WA “Jumantik/Jurbastik Kawua”. Aplikasi ini dibuat

oleh pengelola DBD Puskesmas Kawua untuk sebagai wadah

komunikasi diantara koordinator jumantik, supervisor jumantik dan

pengelola DBD puskesmas. Akan tetapi ada kendala yaitu koordinator

jumantik memiliki keterbatasan untuk membeli paket data sehingga

mereka mengharapkan bantuan dari kelurahan untuk menggunakan

aplikasi. Ibu lurah memberikan solusi dengan menyediakan wifi kantor

kelurahan Kawua agar bisa dipakai oleh koordinator jumantik untuk

melaporkan kegiatannya melalui WA group.

“...tentang usulan kesediaan pulsa data, tidak dapat terealisasi sekarang(dianggarkan) apabila kegiatan ini belum ada hasilnya, harus ada buktidari kegiatan-kegiatan kader...” (Lurah Kawua)

“...di kantor kelurahan ada wifi, silakan kalau mau dipakai untukmelaporkan kegiatan kader...” (Lurah Kawua)

Peran serta tokoh agama terkait sosialisasi jurbastik DBD yang

dilakukan pada kegiatan ibadah kelompok dan ibadah di gereja.

Kegiatan ini telah dilakukan 2 kali yaitu pada ibadah kelompok ibu

dan ibadah kelompok bapak pada Bulan Juni. Kegiatan ini sudah

berjalan akan tetapi menurut tokoh agama (ibu pendeta) kegiatan

ini belum berjalan maksimal karena waktu sosialisasi terbatas.

Page 305: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

116

Sosialisasi dilakukan dengan melibatkan koordinator jumantik

sebagai pemateri.

“...kendala waktunya sangat sempit karena dilakukan pada saat hariminggu ada ibadah pagi dan siang sehingga terkesan hanyamengisi waktu...” (Ibu Pendeta)

Puskesmas Kawua berkomitmen untuk menyediakan posko

larvasida (abate) di puskesmas yang dapat diakses secara gratis

oleh masyarakat. Sosialisasi kegiatan gerakan 1 rumah 1 jumantik

di rumah ibadah. Untuk pojok abate sudah berjalan kegiatannya

dan kegiatan sosialisasi G1R1J direncanakan akan dilakukan pada

Bulan Juli.

“...sosialisasi DBD sudah dilakukan oleh petugas Promkes, untukpojok abate di puskesmas kotaknya belum jadi, sementara dibuat...”(Kepala Puskesmas Kawua)

“...kami kader sudah menyampaikan kepada masyarakat terkaitpengambilan abate di pojok abate puskesmas, harus jugaditambahkan penjelasan tata cara penggunaan obat Abate yangperlu ditampilkan di dinding atau ditempat yang mudah terbaca...”(Informan 1/koordinator jumantik)

Camat menyetujui dan mendukung kesepakatan bersama lintas

sektor untuk dilaksanakan serta turut menandatangani persetujuan

camat pada kesepakatan tersebut. Beliau mengharapkan setiap

pihak yang terlibat dalam kesepakatan tersebut agar menjalankan

kesepakatan tersebut dengan sebaik-baiknya.

“...Saya mendukung kesepakatan tersebut dan berharapkesepakatan ini bisa dijalankan dengan sebaik-baiknya oleh semuayang terlibat...” (Camat Poso Kota Selatan)

Page 306: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

117

Gambar 7. Diskusi Koordinator Jumantik tentang pelaksanaan

kesepakatan dan analisis permasalahan

3.1.5.4. Kegiatan Pendampingan Tahap IIIDilakukan survei jentik dan pemeriksaan kartu jentik di lokasi

penelitian yaitu Kelurahan Kawua RT 4, 9, dan 10, pendampingan dengan

koordinator dan supervisor jumantik di Puskesmas Kawua, serta

pendampingan dengan lintas sektor dilaksanakan di Kantor Kelurahan

Kawua.

Survei jentik

Page 307: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

118

Survei jentik dilakukan pada 10 rumah yang terbagi dalam RT 10 = 3 rumah,

RT 9 = 5 rumah, RT 4 = 2 rumah. Beberapa penampungan air di dalam dan

luar rumah diperiksa. Dari 10 rumah tersebut diperoleh hasil positif jentik

sebanyak 3 rumah dan negatif jentik sebanyak 7 rumah. Jenis TPA yang positif

jentik Aedes yaitu drum (diluar rumah), toples bekas (dalam rumah), bak mandi

(dalam rumah) dan belakang kulkas (didalam rumah), hasil pemeriksaan kartu

jentik diperoleh hasil sebanyak 4 kartu yang telah terisi dan 6 kartu yang belum

terisi.

Wawancara Jumantik Rumah

Seluruh rumah yang dikunjungi telah memiliki dan menunjuk salah satu

anggota rumah tangganya menjadi jumantik rumah. Jumantik rumah sebagian

besar (70%) telah memahami tugasnya sebagai jumantik rumah dan

melakukan kegiatan PSN jurbastik dirumahnya, sisanya belum melakukan PSN

jurbastik. Ada sekitar 20% jumantik rumah yang dikunjungi yang telah mengisi

kartu jentiknya secara lengkap sampai bulan Juli dan sebagian besar belum

mengisi sama sekali dan belum mengisi lengkap. Alasan mereka tidak mengisi

kartu jentik antara lain kesibukan diluar rumah sehingga lupa dan tidak sempat

mengisi kartu, tidak tahu kalau harus mengisi kartu karena beranggapan

kartunya diisi oleh kader (koordinator jumantik), tidak tahu cara mengisi kartu

jentik, kartu tercecer karena tidak digantung didepan rumah. Sembari

wawancara, tim peneliti juga memberitahukan cara pengisian kartu jentik yang

benar dan cara melakukan PSN jurbastik oleh jumantik rumah. Aktivitas PSN

3M plus sudah dilakukan oleh beberapa jumantik rumah tetapi ada kendala

dimusim kering air berkurang sehingga warga menampung air selama

beberapa hari untuk mengatasi kekurangan air.

“...Setahu saya ada kartunya tetapi saya lupa menaruh kartunya dimana tetapibiasanya digantung di depan pintu rumah mungkin anak saya yang tahu...”(Informan 1/jumantik rumah)

“...saya selalu menguras ember akan tetapi kalau pas musim kering seperti iniitu jarang dilakukan karena air harus saya tampung, disini lagi susah air...”(Informan 2/jumantik rumah)

Hasil survei jentik, pemeriksaan kartu dan wawancara jumantik rumah yang

dilakukan oleh tim peneliti menjadi bahan diskusi dengan para koordinator

Page 308: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

119

jumantik, supervisor jumantik dan pengelola DBD puskesmas. Ada beberapa

catatan permasalahan bagi koordinator jumantik antara lain :

Masih banyaknya kartu jentik yang belum diisi oleh jumantik rumah

Ada rumah yang kartu jentiknya tidak digantung depan rumah

Pemeriksaan kartu jentik yang dilakukan oleh koordinator jumantik tidak

rutin seminggu sekali menurut informasi jumantik rumah

Masih ada rumah yang belum melakukan survei jentik secara rutin

minimal seminggu sekali

Pelaporan jentik tiap rumah oleh koordinator dan supervisor jumantik ke

pengelola DBD di puskesmas tidak rutin setiap minggu karena

keterbatasan jumlah koordinator jumantik (penambahan 2 orang

koordinator baru dilakukan bulan Juli) dan kesibukan pekerjaan lainnya

dari koordinator jumantik.

“...jumlah kader ada 5, laporan kader belum maksimal. ada sebagian kadermengalami halangan sehingga ada setiap pertemuan hanya sedikit yangkumpul...” (Informan 4/supervisor jumantik)

Kegiatan pertemuan kader dilakukan untuk refreshing kader bersama pengelola

DBD puskesmas, akan tetapi pada beberapa kali pertemuan masih ada kader

yang belum bisa ikut karena berbagai alasan.

“...kendala istri saya sebagai kader adalah dia tidak tahu naik motor jadi harusmenunggu saya atau ibu maria baru bisa jalan...” (Informan 1/Ketua RT)

Untuk mengatasi masalah diatas maka dilakukan beberapa solusi

antara lain :

Menekankan kembali pembagian kerja koordinator jumantik yaitu setiap

orang menangani 2 RT sesuai dengan kesepakatan bersama dan mematuhi

aturan pelaporan jentik dari rumah warga ke petugas DBD di puskesmas

Selalu mengingatkan warga untuk melakukan PSN jurbastik di rumah

masing-masing melalui kegiatan keagamaan, pertemuan RT dan jumat

bersih plus PSN jurbastik di wilayah Kelurahan Kawua

Bila ada koordinator jumantik yang berhalangan karena sakit, keluar kota

dan lain-lain maka supervisor dan koordinator jumantik lainnya membantu

tugas (back up) koordinator jumantik tersebut

Page 309: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

120

Diskusi Dengan Lintas Sektor

Hasil diskusi dengan lintas sektor diperoleh beberapa saran/masukan tentang

pelaksanaan jurbastik di Kelurahan Kawua yaitu :

Karena kesulitan mengumpulkan banyak orang dan tempat yang memadai untuk

pertemuan RT membahas kegiatan jurbastik di rumah warga maka pertemuan

dilakukan dalam skala kecil (berapapun yang hadir)

“...kami melakukan pertemuan dimana ada yang berkumpul yang dilakukansecara tidak formal. artinya kita menyampaikan dengan bahasa kita sendiri yangbisa dipahami warga...” (Informan 1/tokoh masyarakat)

Beberapa ketua RT menyarankan bahwa untuk pemeriksaan jentik dirumah oleh

jumantik rumah sebaiknya melibatkan anak sekolah dirumah tersebut dan

menunjuk mereka sebagai jumantik rumah karena anak-anak cenderung lebih

tertarik terhadap jentik dibanding orang dewasa atau orang tua

Tempat-tempat umum seperti sekolah, kantor, dan rumah-rumah ibadah

seharusnya tidak luput dari pantauan para koordinator jumantik di wilayah kerja

RT masing-masing. Detektif cilik sudah dibentuk di beberapa sekolah dasar di

Kawua. Pembentukannya berdasarkan inisiasi Puskesmas Kawua. Tahun 2019

di Kecamatan Poso Kota Selatan ada kegiatan lomba sekolah sehat yang

diadakan oleh Puskesmas Kawua, salah satu indikator penilaiannya yaitu

keberadaan jentik nyamuk.

“...detektif cilik yang kami buat baru tahun ini, bekerja sama dengan dinaskesehatan. jadi kami memergerkan dua kegiatan. pertama sekolah sehat, keduabebas jentik...”(Informan 1/puskesmas kawua)

“...saran kami terkait sekolah bebas jentik kegiatan ini bisa berkesinambungansetiap tahun. dan kader terjun juga ditempat-tempat umum sehingga adadetektif cilik yang sudah terbentuk kita ajari mereka tentang pembasmianjentik...” (Informan 1/puskesmas kawua)

Saran koordinator jumantik untuk mengatasi adanya permasalahan dengan

tempat-tempat umum yang masih banyak belum terlaporkan data jentiknya (kartu

jentik) seperti sekolah-sekolah maka dalam penilaian sekolah sehat juga dapat

melibatkan koordinator jumantik.

“...kemudian masalah format yang di isi di TTU , kami minta kami juga dilibatkanberkoordinasi dalam lomba sekolah sehat...”(Informan 1/koordinator jumantik)

“...kami melakukan kesepakatan dengan ibu pendeta dan pak imam untukmengadakan pertemuan dirumah ibadah gereja atau masjid bahwa akan

Page 310: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

121

memberikan satu edukasi atau pelajaran kepada masyarakat tentang G1R1J...”(Informan 1/puskesmas kawua)

Indepth interview dengan ketua RT

Hasil wawancara mendalam dengan 3 orang ketua RT dan 1 orang ketua

RW diperoleh informasi antara lain :

Pertemuan sosialisasi jurbastik di kelompok ibadah dan RT sebaiknya tidak

hanya diikuti orang tua tetapi juga anak-anak/remaja. Penting untuk melibatkan

anak-anak usia sekolah untuk terlibat dalam kegiatan PSN ataupun menjadi

petugas jurbastik rumah. Dalam pertemuan dengan masyarakat, ketua RT telah

menyampaikan pesan tentang jurbastik dan cara mengisi kartu jentik.

“...saya mengumpulkan anak anak sekolah yang berada dilingkungan RT 4 dananak-anak kelompok ibadah sekitar 10 orang yang ditugaskan sebagaipemantau jentik di rumah masing-masing dan mereka sangat antusias dengantugas mereka...” (Informan 1, Ketua RT)

Setiap minggu ketua RT berkeliling ke rumah warga untuk mengingatkan mengisi

kartu jentiknya, biasanya dilakukan bersama dengan koordinator jumantik.

Pertemuan kecil antara ketua RT dan warganya untuk berdiskusi tentang

jurbastik dan pengisian kartu jentik.

“...sudah dilakukan pertemuan-pertemuan bersama kader ke rumah-rumah.cuma karena kesibukkan kader dan warga jadi kami melakukan hanyadibeberapa warga saja pada saat berkumpul...” (Informan 2, Ketua RT)

“...saya sudah jalan ke rumah-rumah sekaligus sudah memberikan penyuluhankepada masyarakat tentang satu rumah satu jumantik...” (Informan 3, Ketua RT)

Kegiatan lomba / penilaian sekolah sehat perlu di tingkatkan dan turut melibatkan

tokoh masyarakat dan ketua RT

Beberapa ketua RT bersama warganya mulai aktif membersihkan rumah dan

halaman sambil melakukan kegiatan PSN terkadang disertai perbincangan

(sosialisasi) karena untuk mengumpulkan warga agak sulit karena banyak warga

adalah PNS. Sehingga terkadang ketua RT harus mencari cara yang lebih

sesuai dengan kondisi masyarakat agar bisa menyampaikan pesan-pesan

jurbastik.

“...setiap minggu sore saya jalan ke rumah masyarakat atau tempat berkumpulwarga untuk selalu mengingatkan. begini saja yang saya lakukan setiapminggu...”(Informan 2/ketua RT)

Page 311: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

122

“...hanya saja kendalanya adalah mengatur agar warga bisa berkumpul ataumenyempatkan waktu bertemu itu sangat susah. pada penyerahan kartu, selaludijelaskan bagaimana cara pengisian kartu dan pembagian bubukabate...”(Informan 3/Ketua RT)

3.1.5.5. Kegiatan Pendampingan Tahap IV

Melakukan pertemuan evaluasi koordinator jumantik terkait kegiatan mereka

selama 4 bulan di Kelurahan Kawua.

Masing - masing koordinator jumantik menyampaikan hasil kegiatannya yang

meliputi :

Melakukan refreshing kader yang telah dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada

Bulan Juli dan Bulan Agustus. Melakukan pemeriksaan jentik di tempat-

tempat umum. Melakukan pendataan (list) nama-nama jumantik rumah

disetiap rumah.

“...Refershing kader sudah 2 kali dilakukan pada Bulan Juli dan Agustus dansemua koordinator jumantik dan supervisor hadir di kegiatan itu...” (Informan3/Puskesmas Kawua)

Melakukan pemeriksaan kartu jentik serta melakukan penyuluhan/edukasi

yang dilakukan di pertemuan di masyarakat yaitu dirumah warga dan di rumah

ibadah

“...sosialisasi dari rumah kerumah, sosialisasi kartu jentik di tempat ibadah,masyarakat semakin paham dengan kegiatan jumantik...” (Informan 4/koordinator jumantik)

“...sebagian masyarakat sudah mau bisa diajak sosialisasi dan sudahmemperhatikan cara pengisian kartu jentik, sebagian masyarakat sudah bisamenerima koordinator/kader datang kerumah untuk memberikansosialisasi...”(Informan 3/Koordinator jumantik)

Melakukan pendataan (list) nama-nama jumantik rumah disetiap rumah untuk

memudahkan koordinasi dan komunikasi

“...kami sudah melakukan pendataan nama-nama jumantik di rumah-rumahmasyarakat setiap RT...”(Informan 1/supervisor jumantik)

Melakukan pembagian larvasida (abate) pada masyarakat dan tempat-tempat

umum

Membuat “grup chat WA jurbastik kawua” yang beranggotakan koordinator

jumantik, supervisor jumantik dan pengelola DBD puskesmas yang berisi

kegiatan koordinator jumantik seperti pemeriksaan kartu jentik.

Page 312: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

123

Mengumpulkan laporan koordinator jumantik yang berisi kegiatan yang

mereka lakukan selama 4 bulan :

Masing-masing koordinator membuat laporan tertulis pada buku kerja yang

berisi aktivitas yang dilakukan kader antara lain : pemeriksaan kartu jentik di

rumah-rumah dan pemeriksaan kartu jentik di tempat-tempat umum

Melakukan indepth interview dengan Puskesmas Kawua antara lain : kepala

puskesmas, pengelola DBD puskesmas, penanggung jawab kesling,

penanggung jawab P2.

Topik wawancara berupa kegiatan yang telah dilakukan oleh puskesmas

dalam mendukung implementasi jurbastik untuk penanggulangan DBD di

Kelurahan Kawua. Kegiatan yang telah dilakukan antara lain :

Refreshing kader/koordinator jumantik yang sudah dilakukan 1 kali selama 4

bulan kegiatan pendampingan

Membuat Pojok abate yang ditujukan untuk masyarakat umum (wilayah kerja

puskesmas) yang dapat diambil kapanpun sesuai jam kerja puskesmas serta

mengisi daftar pengambilan abate

Melakukan kegiatan penyuluhan/sosialisasi di masyarakat seperti sekolah-

sekolah (UKGS) yang terjadwal dan tempat ibadah

Pada kegiatan PIS PK pada wilayah yang merupakan kantung-kantung DBD

selalu dipantau dan diberikan pesan-pesan tentang DBD

Lokakarya mini tribulanan yang melibatkan lintas sektor membahas tentang

pelaksanaan jurbastik di wilayah kerja Puskesmas Kawua

Melakukan kegiatan jumat bersih plus PSN 3M Plus yang diinisiasi oleh

Puskesmas Kawua pada setiap minggu ke 1 dan 2 yang dilakukan di wilayah

kerja Puskesmas (Kec. Poso Kota Selatan)

Dalam wawancara juga diperoleh informasi :

Puskesmas Kawua berkomitmen akan terus melakukan kegiatan jumat bersih

plus PSN di wilayah kerja puskesmas

Melakukan surveilans dengan pemantauan terhadap hasil pelaporan

pemeriksaan jentik yang dilakukan oleh koordinator jumantik dan melakukan

evaluasi terhadap kegiatan tersebut (G1R1J)

Melakukan penyuluhan tentang PSN Jurbastik dan DBD terhadap kelompok-

kelompok masyarakat seperti sekolah, kegiatan keagamaan dan lain-lain.

Page 313: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

124

Kegiatan ini akan melibatkan lintas program yaitu promosi kesehatan dan

kesehatan lingkungan.

Melakukan pertemuan dengan lintas sektor untuk mengevaluasi kegiatan mereka

selama 4 bulan pendampingan.

Pertemuan dengan lintas sektor dihadiri oleh perwakilan Dinkes Kab Poso (Kasie

P2 dan Pengelola DBD Dinkes Kab Poso), Camat, Lurah, Kepala Puskesmas

Kawua, tokoh masyarakat, tokoh agama, ketua RT, koordinator jumantik,

supervisor jumantik. Tokoh masyarakat dan ketua RT memaparkan hasil

kegiatan mereka selama pendampingan 4 bulan diantaranya :

Melakukan jumat bersih plus PSN di wilayah RT masing-masing, khusus

RT 10 kegiatan jumat bersih plus PSN dilakukan pada hari sabtu (2 kali

dalam 1 bulan)

Melakukan pertemuan dan sosialisasi tentang DBD dan pengisian kartu

pada masyarakat diwilayah RT masing-masing dengan diskusi dengan

beberapa rumah tangga.

Melakukan sosialisasi tentang DBD dan pengisian kartu di tempat-tempat

keagamaan

Page 314: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

125

Gambar 8. Pertemuan Evaluasi Kegiatan Koordinator Jumantikdi Kelurahan Kawua

Dinas Kesehatan Provinsi berperan dalam program gerakan 1

rumah 1 jumantik yang dilakukan di Kecamatan Poso Kota Selatan

Kabupaten Poso, Dinas Kesehatan Provinsi berkomitmen untuk selalu

melakukan evaluasi dan monitoring kegiatan tersebut

“...evaluasi sejauh manakah pelaksanaan gerakan 1R 1J di tingkatkabupaten dan puskesmas, yang melakukan adalah kami pengelolaprogram DBD di Dinkes Prov, baik itu melalui WA atau turun langsung kelapangan...” (Informan 3/Dinkes Provinsi)

Dinas Kesehatan Provinsi juga ikut berperan memberikan dukungan

kepada Dinas Kesehatan Kabupaten dan Puskesmas Kawua untuk aktif

melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan lintas sektor tentang

pelaksanaan G1R1J juga memberikan pelatihan kepada para koordinator

jumantik terkait tugas perannya dalam program G1R1J.

“...kami siap membantu Dinkes Kab maupun puskesmas dalam bentuktenaga untuk mensosialisasikan G1R1J, pelaksanaan jurbastik maupunjumat bersih plus PSN 3M plus di Kabupaten Poso...” (Informan 3, DinkesProvinsi)

“...kami akan melatih para koordinator jumantik dalam melaksanakantugas mereka, baik kami diminta oleh Dinkes Kab, puskesmas ataupuninisiatif kami nantinya...” (Informan 3, Dinkes Provinsi)

Page 315: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

126

Dinas Kesehatan Provinsi akan terus melakukan komunikasi terkait

pelaksanaan G1R1J di Kabupaten Poso serta menindaklanjuti

saran/masukan dari lintas sektor, Dinas Kesehatan Kabupaten dan

puskesmas terkait hasil sosialisasi maupun kesepakatan yang teah

dilakukan oleh pelaksana program DBD di Kabupaten Poso dan lintas

sektor.

“...kami memanfaatkan komunikasi yang ada sama teman-teman dikab/kota untuk menindaklanjuti hasil sosialisasi sejauh manaberjalan..”(Informan 2/Dinkes Provinsi)

3.1.5.6. Advokasi Kesepakatan Lintas Sektor

Advokasi/komunikasi tentang kesepakatan lintas sektor sebagai bentuk

rekomendasi kebijakan kepada pemerintah kabupaten yaitu Bupati Poso.

Pertemuan advokasi/komunikasi ini dilakukan dengan Wakil Bupati Poso

(Bpk. Toto Samsuri) di Kantor Bupati Poso, tim didampingi oleh

Sekretaris Dinas Kesehatan Kab Poso, Kasie P2, dan Pengelola DBD

turut ikut menyampaikan rekomendasi kebijakan kepada beliau tentang

hasil kesepakatan bersama lintas sektor yaitu Camat, Lurah, tokoh

agama, tokoh masyarakat, ketua RT dan RW, Puskesmas, koordinator

jumantik yaitu melakukan kegiatan “Jumat bersih plus pemberantasan

sarang nyamuk (PSN) di Kabupaten Poso”.

“...Pemerintah Daerah Poso merasa sangat bersyukur ada programpenelitian terkait dengan penyakit Demam Berdarah...” (Wakil BupatiPoso)

“...Kami mendukung kegiatan ini, dan saya bersedia diundang untukmengikuti kegiatan lokmin tribulan puskesmas kawua yang membahasmasalah DBD ini...” (Wakil Bupati Poso)

Beliau merasa bersyukur penelitian terkait DBD yaitu G1R1J bisa

dilakukan di wilayah Kabupaten Poso. Untuk rekomendasi yang telah

diusulkan akan ditindak lanjuti terlebih dahulu dan akan diikutkan dalam

kegiatan yang ada, seperti di Kabupaten Poso ada kegiatan

JUMPABERLIAN yang dilaksanakan setiap hari Jumat, rencananya akan

diikutkan dengan kegiatan tersebut. Setelah mendapat persetujuan

Bupati Poso maka rekomendasi kebijakan ini akan dituangkan dalam

Surat Edaran Bupati Poso dan diberlakukan bagi seluruh masyarakat di

wilayah Kabupaten Poso.

Page 316: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

127

Gambar 9. Advokasi Hasil Kesepakatan Bersama Lintas Sektor Terkait Jurbastikke Pemerintah daerah (Wakil Bupati) Kabupaten Poso

3.1.6. Penggalangan Komitmen dan Tindak Lanjut Pelaksanaan G1R1JPihak yang terlibat dalam pelaksanaan G1R1J Jurbastik di wilayah Kelurahan

Kawua telah membuat kesepakatan dan telah melaksanakan kesepakatan

tersebut sesuai hasil 4 kali pendampingan, dimana pada pendampingan 1- 3

telah berjalan proses analisis masalah, menyusun alternatif solusi dan

membuat kesepakatan. Pendampingan 4 dilakukan evaluasi terhadap

pelaksanaan kesepakatan yang telah dilakukan pada pendampingan

sebelumnya dan menganalisis permasalahn yang masih ditemukan pada

tahap tersebut. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap proses pendampingan

maka diidentifikasi beberapa komitmen yang dilakukan oleh pihak yang terkait

antara lain :

Komitmen diantara koordinator jumantik :

Refreshing koordinator jumantik setiap bulan (terjadwal)

Penyuluhan yang dilakukan di pertemuan di masyarakat yaitu dirumah

dan di rumah ibadah bekerja sama RT & tokoh agama (terjadwal)

Pemeriksaan kartu jentik dirumah-rumah masyarakat dan memberikan

edukasi kepada masyarakat (terjadwal)

Pemeriksaan dan pembasmian jentik di tempat-tempat umum

(terjadwal)

Pendataan (list) nama-nama jumantik rumah disetiap rumah

Page 317: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

128

Pembagian larvasida pada tempat-tempat umum (terjadwal)

Pelaporan kegiatan jumantik melalui “grup chat WA jurbastik kawua”

yang beranggotakan koordinator jumantik, supervisor jumantik dan

pengelola dbd puskesmas yang berisi kegiatan koordinator jumantik

seperti pemeriksaan kartu jentik, aktivitas pemeriksaan jentik,

pertemuan kader (koordinator jumantik & supervisor jumantik)

Masing-masing koordinator membuat laporan tertulis pada buku kerja

yang berisi aktivitas yang dilakukan kader antara lain : pemeriksaan

kartu jentik di rumah-rumah dan pemeriksaan kartu jentik di tempat-

tempat umum di wilayah kerja masing-masing koordinator jumantik

Komitmen Puskesmas Kawua pelaksanaan G1R1J di wilayah kerjanya

meliputi :

Refreshing/pertemuan koordinator jumantik dan pengelola DBD yang

dilakukan setiap bulan (terjadwal)

Membuat Pojok abate yang ditujukan untuk masyarakat umum (wilayah

kerja puskesmas) yang dapat diambil kapanpun sesuai jam kerja

puskesmas serta mengisi daftar pengambilan abate

Melakukan kegiatan penyuluhan/sosialisasi DBD dan jurbastik di

sekolah-sekolah (UKGS) dan kegiatan keagamaan (terjadwal)

Pada kegiatan PIS PK pada wilayah yang merupakan kantung-kantung

DBD selalu dipantau dan diberikan pesan-pesan tentang DBD

(terjadwal)

Lokakarya mini tribulanan yang melibatkan lintas sektor (kecamatan,

kelurahan,) untuk membahas tentang evaluasi pelaksanaan jurbastik di

wilayah kerja Puskesmas Kawua telah berjalan (terjadwal)

Mengusulkan kepada kepala daerah (bupati) untuk mengoptimalkan

kegiatan “Jumpaberlian” menjadi “Jumat bersih plus PSN 3M plus &

pengisian kartu jentik” berama-sama dengan puskesmas kawua dan

Dinkes Kab Poso”

Melakukan kegiatan “jumat bersih (jumpaberlian) plus PSN 3M Plus

pengisian kartu jentik” yang diinisiasi oleh Puskesmas Kawua pada

setiap minggu ke-1 dan ke- 2 bulan berjalan yang dilakukan di wilayah

kerja Puskesmas (Kec. Poso Kota Selatan)

Page 318: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

129

Komitmen ketua RT, tokoh masyarakat dan tokoh agama meliputi :

Melakukan jumat bersih plus PSN 3M plus di wilayah RT masing-

masing dan terjadwal (khusus RT 10 kegiatan jumat bersih plus PSN

dilakukan pada hari sabtu (2 kali dalam 1 bulan))

Melakukan pertemuan dan sosialisasi tentang DBD dan pengisian kartu

pada masyarakat diwilayah RT masing-masing setiap bulan (terjadwal)

Melakukan sosialisasi tentang DBD dan pengisian kartu di kegiatan

keagamaan

Membantu koordinator jumantik untuk memeriksa rumah kosong dan

rumah yang sulit dikunjungi oleh koordinator jumantik

Komitmen Lurah dan Camat meliputi :

Menyetujui penambahan koordinator jumantik di wilayah Kelurahan

Kawua Kecamatan Poso Kota Selatan dari 3 orang menjadi 5 orang

Mengusulkan alokasi anggaran untuk kegiatan koordinator jumantik

pada anggaran kelurahan tahun 2020 yaitu pada anggaran PHBS

Kelurahan Kawua

Mengikuti lokmin tribulanan tentang evaluasi DBD/jurbastik di

Puskesmas Kawua

Menyediakan fasilitas wifi kelurahan bagi koordinator jumantik untuk

mengirimkan laporan pemantauan jentik di grup WA koordintaor

jumantik

Mengusulkan kepada kepala daerah (bupati) untuk mengoptimalkan

kegiatan “Jumpaberlian” menjadi “jumat bersih plus PSN 3M plus &

pengisian kartu jentik” berama-sama dengan puskesmas kawua dan

Dinkes Kab Poso”

Melakukan kegiatan “jumat bersih (jumpaberlian) plus PSN 3M Plus

pengisian kartu jentik” setiap minggu di wilayah Kec. Poso Kota Selatan

Komitmen Dinkes Kabupaten meliputi :

Memantau dan mengevaluasi pelaporan kegiatan G1R1J di wilayah

Kecamatan Poso Kota Selatan

Memasukan angka bebas jentik dalam salah satu indikator penilaian

Kelurahan sehat (sesuai arahan/saran Bupati Poso)

Page 319: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

130

Mengusulkan kepada kepala daerah (bupati) untuk mengoptimalkan

kegiatan “Jumpaberlian” menjadi “jumat bersih plus PSN 3M plus &

pengisian kartu jentik” berama-sama dengan puskesmas kawua dan

Dinkes Kab Poso” yang telah dituangkan dalam bentuk “Surat Edaran

Bupati Poso” yang berlaku di seluruh wilayah Kabupaten Poso tahun

2019

Melakukan sosialisasi G1R1J dan menambah 1 lagi wilayah G1R1J

yang baru yaitu Kecamatan Poso Kota sehingga sudah ada 2

kecamatan di Kab Poso yang telah menerapkan G1R1J yaitu Kec Poso

Kota Selatan dan Kec Poso Kota dan telah dihadiri dan disetujui oleh

Bupati Poso kegiatan sosialisasi tersebut.

Penandatanganan kesepakatan bersama lintas sektor tentang G1R1J

se kecamatan poso kota tahun 2019 (hasil sosialisasi G1R1J)

Mengusulkan perubahan SK G1R1J yang semula dikeluarkan Dinkes

Kab Poso menjadi SK G1R1J yang dikeluarkan oleh Bupati Poso tahun

2019 (SK dalam proses)

Komitmen Dinkes Provinsi :

Melakukan evaluasi dan monitoring kegiatan Jurbastik (G1R1J) di

Kabupaten Poso

Memberikan pelatihan dan bimbingan teknis kepada para koordinator

jumantik terkait tugas perannya dalam program G1R1J.

Memfasilitasi sarana prasarana Jurbastik yang dibutuhkan kabupaten

sesuai ketersediaannya

3.1.7. Pengembangan Aplikasi DaringAplikasi yang disepakati koordinator jumantik adalah “grup chat WA jurbastik

kawua” yang beranggotakan koordinator jumantik, supervisor jumantik dan

pengelola dbd puskesmas yang berisi kegiatan koordinator jumantik seperti

pemeriksaan kartu jentik, aktivitas pemeriksaan jentik, kegiatan pertemuan

koordinator jumantik dan supervisor jumantik.

Page 320: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

131

IV. PEMBAHASAN

Program Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik

Berdasarkan hasil pengumpulan data pengetahuan, sikap dan tindakan

diperoleh informasi bahwa ada peningkatan skor ketiga variabel tersebut dari

sebelum intervensi (pre intervensi) dan setelah dilakukan intervensi (post

intervensi) pada responden di wilayah intervensi maupun wilayah non

intervensi. Variabel pernah mendengar istilah jumantik mengalami

peningkatan dari 34% pada pre intervensi menjadi 86,1% post intervensi pada

wilayah intervensi. Sedangkan pada wilayah yang tidak dilakukan intervensi

(non intervensi) juga terjadi peningkatan dari awalnya pre intervensi 32%

menjadi 48,6% saat post intervensi. Peningkatan pengetahuan tentang

pernah mendengar istilah jumantik pada wilayah non intervensi tidak sebesar

peningkatan pada wilayah intervensi. Pengetahuan tentang pernah

mendengar istilah gerakan 1 rumah 1 jumantik juga mengalami peningkatan

pada wilayah intervensi yaitu dari sebelum intervensi 10% menjadi 72,2%

setelah dilakukan intervensi. Kelompok non intervensi juga mengalami

peningkatan yang lebih kecil dibandingkan wilayah intervensi yaitu diawal

sebelum intervensi 10,7% menjadi 25,7% setelah intervensi. Sebagian besar

responden pernah mendengar istilah jumantik dari kader dibandingkan yang

lainnya baik pada saat sebelum intervensi maupun setelah intervensi,

proporsi responden yang pernah mendengar istilah jumantik dari kader

meningkat dari sebelum intervensi 7,3% dan setelah dilakukan intervensi

76%. Hal ini disebabkan karena setelah dilakukan intervensi berupa

pendampingan terhadap para koordinator jumantik maka para koordinator

jumantik melakukan kegiatan sosialisasi jurbastik kepada masyarakat dalam

berbagai kesempatan seperti pada pertemuan RT dan pertemuan

keagamaan. Hal ini mereka lakukan untuk mengingatkan masyarakat tentang

peran mereka sebagai jurbastik dengan melakukan kegiatan PSN 3M plus di

rumah masing-masing dan melakukan pengisian kartu kontrol (kartu jentik).

Pengetahuan responden tentang sosialisasi G1R1J apakah perlu

dilakukan mengalami peningkatan dari awalnya hanya 9,3% yang menjawab

perlu (pre intervensi) meningkat menjadi 97% yang menjawab perlu (post

Page 321: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

132

intervensi). Hal ini dimungkinkan karena masyarakat sudah mengalami

perubahan pengetahuan tentang G1R1J sehingga sudah merasa bahwa

kegiatan ini penting dilakukan dan mereka membutuhkan informasi yang lebih

banyak tentang kegiatan ini dari petugas kesehatan. Juga kemungkinan

karena sosialisasi yang mereka terima selama ini masih dirasakan kurang

atau bahkan ada yang belum pernah menerima sosialisasi dari petugas

kesehatan. Beberapa responden yang diwawancarai mengatakan bahwa

mereka bukannya tidak mau ikut berpartisipasi dalam G1R1J akan tetapi

mereka sama sekali tidak tahu tentang G1R1J karena merasa belum pernah

mendapat sosialisasi tentang G1R1J. Berbeda dengan wilayah intervensi,

pada wilayah non intervensi juga terjadi peningkatan pengetahuan tentang

perlu tidaknya sosialisasi G1R1J akan tetapi peningkatannya kecil dan tidak

sebesar peningkatan pada wilayah intervensi. Sebagian besar responden

mengharapkan sosialisasi tersebut diberikan oleh petugas puskesmas dan

kader (koordinator jumantik) karena mereka yang sering berkunjung ke rumah

responden untuk memeriksa kartu dan menyampaikan pesan tentang

kebersihan tempat-tempat penampungan air dirumah-rumah. Demikian pula

pada wilayah kontrol juga mengaharapkan sosialisasi diberikan oleh kader

jumantik maupun petugas puskesmas.

Sebelum intervensi hanya sedikit responden yang mengetahui materi

apa saja yang perlu diberikan dalam sosialisasi 1R1J tetapi setelah dilakukan

intervensi maka terjadi peningkatan jumlah responden yang mengetahui

materi yang perlu diberikan saat sosialisasi 1R1J yaitu pengetahuan tentang

penyakit DBD, penularan, dan vektor nyamuk DBD. Selain itu, materi tentang

cara mengamati jentik juga diperlukan oleh sebagian besar responden,

responden membutuhkan informasi tersebut mengingat peran mereka juga

sebagai jumantik rumah dirumah mereka masing-masing. Pada wilayah non

intervensi materi yang perlu diberikan sama dengan wilayah intervensi tetapi

ada tambahan lagi yang menurut responden perlu diberikan yaitu

pengetahuan tentang cara membersihkan tempat perkembangbiakan dan

membasmi jentik serta Pengetahuan tentang cara mencatat di kartu jentik. Hal

ini karena pada mereka tidak diberikan intervensi berupa sosialisasi sehingga

mereka masih membutuhkan banyak informasi tentang tugas jumantik rumah.

Page 322: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

133

Menurut sebagian besar responden yang perlu mendapatkan sosialisasi

tentang 1R1J adalah kepala keluarga dan istri karena sebagian besar yang

berperan sebagai jumantik rumah adalah kepala keluarga dan istri, hal ini

bersesuaian dengan pertanyaan tentang siapa yang dianggap dapat menjadi

jumantik di rumah sebagian besar responden menjawab istri dan kepala

rumah tangga. Hal ini terjadi pada wilayah intervensi maupun non intervensi,

bahkan di wilayah non intervensi paling banyak responden menjawab istri

yang dapat menjadi jumantik rumah.

Pengetahuan responden tentang syarat menjadi jumantik rumah dapat

dijawab oleh sebagian besar responden. Bertanggungjawab melakukan

kebersihan lingkungan dalam dan luar rumah dan dapat memeriksa tempat

perkembangbiakan nyamuk merupakan syarat menjadi jumantik rumah yang

paling banyak diketahui oleh sebagian besar responden. Sebagian besar

responden beranggapan bahwa kegiatan 3M sudah tercakup di dalam

aktivitas membersihkan lingkungan di dalam dan di luar rumah. Berbeda

dengan wilayah intervensi, menurut sebagian besar responden wilayah non

intervensi syarat menjadi jumantik rumah yaitu berusia dewasa (> 15 tahun).

Yang harus dilakukan oleh seorang jumantik rumah dalam kegiatan 1R1J

sebagian besar responden menjawab dapat mengisi kartu jentik hasil

pemeriksaan tempat penampungan air serta dapat memeriksa tempat

perkembangbiakan nyamuk dalam dan luar rumah minimal seminggu sekali.

Sebagian besar responden menganggap mengisi kartu jentik itu adalah tugas

utama sebagai jumantik rumah karena mereka sering mendapat pesan-pesan

itu dari para kader/koordinator jumantik maupun ketua RT dan tokoh

masyarakat disekitar mereka pada kegiatan pertemuan RT maupun

pertemuan ibadah keagamaan. Selanjutnya kartu tersebut akan diperiksa oleh

koordinator jumantik dan dilaporkan ke puskesmas, hal ini menjadi sesuatu

rutinitas yang sudah dipahami responden setelah dilakukan intervensi.

Kemudian aktivitas memeriksa tempat perkembangbiakkan nyamuk juga

menjadi sesuatu yang sangat diketahui oleh responden karena aktivitas ini

harus dilakukan sebelum melakukan pengisian kartu jentik. Mereka harus

memeriksa tempat penampungan air di rumah mereka dan mengisi kartu

jentik sesuai hasil pemeriksaan mereka. Pada wilayah kontrol sebagian besar

responden menjawab yang harus dilakukan oleh seorang jumantik rumah

Page 323: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

134

dalam kegiatan 1R1J yaitu dapat memeriksa tempat perkembangbiakan

nyamuk dalam dan luar rumah minimal seminggu sekali. Sebagian besar

responden mengetahui adanya kartu jentik (98%) setelah dilakukan

intervensi. Sebelumnya hanya 10% responden yang tahu tentang adanya

kartu jentik. Fungsi kartu jentik untuk mencatat hasil pemeriksaan jentik

sebagian besar responden sudah mengetahuinya setelah intervensi 97,1%.

Pada wilayah non intervensi juga terjadi peningkatan jumlah responden yang

mengetahui adanya kartu jentik akan tetapi peningkatannya masih jauh lebih

rendah dibanding pada wilayah intervensi. Yang dapat mengisi kartu jentik

menurut responden yaitu anggota keluarga 86,5% pada wilayah intervensi.

Hal ini dikarenakan terkadang ada kesibukan kepala keluarga sehingga

pengisian kartu jentik dapat juga diwakilkan kepada anggota keluarga seperti

istri ataupun anak-anak. Wilayah non intervensi juga banyak responden yang

menjawab anggota keluarga yang dapat mengisi kartu jentik.

Pengetahuan responden tentang siapa saja selain anggota keluarga

yang terlibat dalam 1R1J sebagian besar responden menjawab kader, akan

tetapi sebenarnya kader yang dimaksud responden yaitu koordinator jumantik

karena responden kurang mengetahui istilah koordinator jumantik, yang

mereka ketahui hanya istilah kader. Hal ini terjadi pada wilayah intervensi

maupun non intervensi. Kemungkinan juga disebabkan karena pekerjaan para

koordinator jumantik di wilayah intervensi merangkap sebagai kader lainnya

seperti kader posyandu, kader TB sehingga responden lebih terbiasa dengan

istilah tersebut. Frekuensi kunjungan koordinator jumantik ke rumah

responden juga mengalami peningkatan setelah dilakukan intervensi yaitu

paling banyak 1 minggu 1 kali, dibanding sebelum intervensi banyak yang

menjawab tidak tahu. Di wilayah non intervensi banyak responden yang

menjawab frekuensi kunjungan kader jumantik yaitu >2 minggu 1 kali bahkan

sebagian lagi menjawab tidak tahu.

Terkait PSN, kegiatan 3M plus yang paling banyak diketahui responden

setelah dilakukan intervensi yaitu menguras tempat-tempat penampungan air

seperti bak mandi-WC, drum dan sebagainya. Aktivitas menutup tempat

penampungan air juga banyak diketahui responden. Hal ini karena perilaku

mereka juga yang kebanyakan melakukan aktivitas membersihkan tempat

penampungan air dengan cara menguras bak mandi ataupun ember sehingga

Page 324: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

135

kebiasaan tersebut mudah diingat oleh responden. Pengetahuan tentang

tempat yang paling banyak ditemukan jentik sebagian besar responden

menjawab di bak mandi/WC dan ember pada sebelum maupun setelah

dilakukan intervensi. Hal ini dimungkinkan karena pengalaman responden

menemukan jentik kebanyakan di tempat-tempat tersebut. Yang dilakukan

responden bila menemukan jentik ditempat penampungan air di dalam

maupun diluar rumah sebagian besar masih menjawab membuang airnya

saja meskipun mengalami penurunan jumlah responden yang menjawab ini

setelah dilakukan intervensi, akan tetapi jawaban menguras dan menyikat

tempat-tempat penampungan air mengalami peningkatan jumlah responden

yang menjawab dibanding sebelum intervensi. Di wilayah non intervensi

aktivitas menguras tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi-WC,

drum dan sebagainya merupakan jawaban sebagian besar responden,

apabila menemukakan jentik sebagian besar responden mengatakan air

hanya dibuang saja dan hanya sebagian kecil yang menjawab menguras dan

menyikat tempat penampungan air.

Sebelum intervensi maupun setelah intervensi sikap sebagian besar

responden merasa perlu gerakan 1R1J untuk disosialisasikan ke masyarakat

karena informasi tentang 1R1J masih belum tersampaikan ke seluruh

masyarakat di wilayah Kelurahan Kawua. Demikian pula sikap responden

terhadap gerakan 1R1J apakah perlu dilaksanakan oleh setiap rumah tangga,

sebagian besar responden menjawab setuju 98,6% pasca intervensi. Dalam

diri masyarakat sudah menerima dan merasa perlu melakukan gerakan 1R1J

di wilayah mereka. Sebagian besar responden juga bersikap setuju apabila

seluruh anggota rumah tangga bertanggung jawab terhadap kebersihan

lingkungan disekitar rumah, kebiasaan menjaga kebersihan lingkungan di

Kelurahan Kawua sebelum adanya gerakan 1R1J pun sudah dilakukan pada

setiap rumah tangga sehingga sikap responden akan positif dengan

kebersihan lingkungan di sekitar rumah. Sikap responden terhadap kartu

pemeriksaan jentik yang harus diisi ketika melakukan pemeriksaan jentik

sebagian besar setuju baik pada sebelum intervensi maupun setelah

dilakukan intervensi. Hal ini merupakan dampak dari upaya sosialisasi tentang

jurbastik (PSN 3M plus) sudah dilakukan koordinator jumantik selama

kegiatan intervensi pada pertemuan-pertemuan yang melibatkan masyarakat

Page 325: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

136

di Kelurahan Kawua. Sejalan dengan itu, setelah dilakukan intervensi sikap

sebagian besar responden juga mendukung (setuju) terhadap kegiatan 3M

plus perlu dilakukan disetiap rumah. Melakukan kebersihan di dalam dan di

luar rumah juga sebagian besar bersikap setuju dengan pernyataan ini.

Sebab sebelum dilakukan intervensi kebanyakan responden lebih

memperhatikan kebersihan di luar rumah dan mengabaikan kebersihan di

dalam rumah terutama tempat penampungan air. Sikap responden sebagian

besar setuju terhadap perilaku diperlukannya menguras bak mandi atau

penampungan air minimal 1 minggu 1 kali. Kebanyakan responden tidak

melakukan kegiatan menguras melainkan hanya mengganti/membuang air

saja tetapi tidak menyikat bak mandi ataupun ember, apalagi disaat musim

kering dimana di Kelurahan Kawua mengalami kesulitan air maka yang terjadi

adalah sebagian besar masyarakat akan menampung air dalam waktu lama

sehingga berpotensi untuk terjadi perkembangbiakkan nyamuk Aedes

aegypti. Sebagian besar responden setuju bahwa kunjungan petugas/kader

jumantik diperlukan untuk memantau lingkungan sekitar rumah warga.

Menurut responden kader/koordinator jumantik perlu berkunjung ke rumah

warga untuk menyampaikan pesan-pesan tentang jurbastik PSN 3M plus

kepada masyarakat, akan tetapi jika memungkinkan kunjungan dilakukan di

hari jumat, sabtu atau minggu dimana sebagian besar kepala rumah tangga

dan anggota keluarga berada dirumah. Kunjungan koordinator jumantik

ataupun kader jumantik ke rumah responden dengan frekuensi 2 minggu

sekali tidak dianggap mengganggu oleh sebagian besar responden 59,7%

meskipun ada juga yang merasa terganggu, hal ini dikarenakan terkadang

kedatangan kader jumantik/koordinator jumantik dianggap tidak pada waktu

yang tepat misal pada hari kerja dimana kepala rumah tangga tidak ada di

tempat ataupun saat responden sedang melakukan istirahat siang atau sore

ataupun saat kepala rumah tangga sedang sibuk sehingga direspon negatif

oleh sebagian responden. Akan tetapi setelah dilakukan intervensi sudah ada

perubahan terhadap sikap responden dan mulai bersikap positif terhadap

kunjungan kader/koordinator jumantik. Sikap sebagian responden tentang

apakah rumah yang ditemukan jentik diberikan sanksi adalah setuju, bahkan

mengalami peningkatan setelah dilakukan intervensi. Di wilayah non

intervensi sebagian besar responden juga menunjukan sikap yang positif

Page 326: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

137

terhadap gerakan 1R1J, kebersihan lingkungan di sekitar rumah, pengisian

kartu jentik, kegiatan 3M plus, kunjungan kader/petugas jumantik dan sanksi

rumah yang ditemukan jentik.

Sebagian besar responden telah mendapatkan sosialisasi 67,9%,

sebagian besar sosialisasi diperoleh pada tahun 2019. Sosialisasi yang

dilakukan oleh petugas puskesmas maupun kader/koordinator jumantik mulai

dilakukan tahun 2019 dan pada saat intervensi dilakukan. Beberapa

responden sudah menerima sosialisasi dari tahun 2018 pada pertemuan di

puskesmas dan kelurahan. Sosialisasi yang sering & terjadwal yang diberikan

oleh petugas kesehatan maupun koordinator jumantik pada kegiatan

keagamaan maupun kegiatan RT diharapkan dapat mengubah perilaku

masayarakat yang dapat menimbulkan “reinforcement” yaitu proses dimana

akibat atau perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat memperkuat

perilaku tertentu di masa mendatang. (7) Perilaku manusia dipengaruhi oleh

faktor lingkungan dan faktor individu, namun faktor lingkungan memiliki

kekuatan lebih besar dalam menentukan perilaku. Adapun faktor individu

tersebut antara lain tingkat intelegensia, pengalaman pribadi, sifat kepribadian

dan motif (10)

Berbeda dengan wilayah intervensi, di wilayah non intervensi hanya

sedikit responden yang mendapatkan sosialisasi 18,1%, sosialisasi dilakukan

di tahun 2019. Materi yang paling banyak disosialisasikan yaitu tentang

penyakit, penularan dan vektor nyamuk DBD serta materi tentang cara

mencatat di kartu jentik. Materi ini disampaikan oleh kader/koordinator

jumantik Kelurahan Kawua menggunakan buku juknis dan leaflet yang

diberikan oleh Dinkes Kabupaten dan Puskesmas Kawua. Wilayah non

intervensi, materi yang paling banyak di sosialisasikan yaitu tentang penyakit,

penularan dan vektor nyamuk DBD.

Pelaksanaan gerakan 1R1J di wilayah Kelurahan Kawua sebagian

besar responden yang melakukan gerakan 1R1J meningkat dari 27,3%

sebelum intervensi menjadi 87,5% setelah intervensi. Jumlah ini meningkat

setelah dilakukan intervensi melalui sosialisasi oleh kader jumantik kepada

masyarakat sehingga masyarakat sudah mulai melakukan aktivitas jurbastik

dirumah mereka. Anggota rumah tangga yang melaksanakan gerakan 1R1J

antara lain kepala rumah tangga, istri, anak dan anggota rumah tangga

Page 327: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

138

lainnya. Pertanyaan tentang sejak tahun berapa program 1R1J dilaksanakan

di Kelurahan Kawua sebagian besar responden menjawab sejak tahun 2018

dan 2019, akan tetapi banyak yang menjawab tahun 2019 karena ditahun

tersebut barulah banyak sosialisasi 1R1J diberikan kepada masyarakat di

Kelurahan Kawua. Berbeda dengan wilayah intervensi, di Kelurahan Sayo

(wilayah non intervensi) sebagian besar responden mengatakan anggota

keluarga yang melakukan 1R1J hanya istri dan kepala keluarga, paling

banyak responden menjawab istri. Program 1R1J di wilayah non intervensi

dilaksanakan sejak 2018 merupakan jawaban sebagian besar responden.

Sebagian besar responden mengatakan program 1R1J tetap dilaksanakan di

rumahtangga sampai saat ini. Anggota rumah tangga yang paling sering

melakukan aktivitas jumantik rumah/jurbastik dirumah yaitu istri dan kepala

keluarga (bapak). Peran istri dalam aktivitas tersebut lebih banyak karena

keseharian mereka yang lebih sering berada di rumah dan melakukan

aktivitas bersih-bersih di rumah. Sehingga mereka lebih sering ditunjuk

sebagai jumantik rumah dibanding kepala keluarga. Hal ini juga terjadi di

wilayah non intervensi istri lebih banyak berperan menjadi jumantik rumah,

jauh berbeda dengan bapak (kepala keluarga). Hal ini mungkin karena

sebagian besar responden yang berstatus istri merupakan ibu rumah tangga

yang tidak bekerja diluar rumah, berbeda dengan wilayah intervensi

(Kelurahan Kawua) responden yang berstatus istri sebagian memiliki

pekerjaan tetap diluar rumah.

Kepemilikan kartu pemeriksaan jentik mengalami peningkatan setelah

dilakukan intervensi menjadi 98,4 dari 144 responden. Ada juga beberapa

yang punya kartu tetapi tidak dapat menunjukan karena tercecer.

Berdasarkan hasil observasi di sebagian besar rumah responden telah

terpasang kartu jentik dan telah diisi setiap minggunya oleh jumantik rumah.

Pada kartu jentik tersebut juga terdapat paraf koordinator jumantik setiap

minggu, akan tetapi dari hasil observasi dan wawancara dengan responden,

kebanyakan pemantauan kartu jentik dilakukan oleh koordinator jumantik

tidak rutin, kadang setiap minggu kadang 2 minggu atau lebih dari 2 minggu

sekali. Kunjungan koordinator jumantik selalu dilakukan dalam rangka untuk

memeriksa kartu jentik dan juga memberi pesan-pesan tentang DBD. Di

wilayah non intervensi kepemilikan kartu jentik masih kurang, hanya 87,8 dari

Page 328: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

139

41 responden yang memiliki kartu dan dapat menunjukan. Demikian pula

pengisian kartu jentik tersebut oleh jumantik rumah sangat rendah. Hal ini

juga berkaitan dengan frekuensi memeriksa kartu jentik yang dilakukan kader

jumantik sangat jarang dan tidak rutin serta banyak responden yang tidak

tahu.

Menguras tempat penampungan air (TPA), menutup rapat TPA, dan

menggunakan obat anti nyamuk merupakan tiga aktivitas PSN 3M plus yang

paling banyak dilakukan. Frekuensi aktivitas tersebut dilakukan kurang dari

atau sama dengan 1 minggu sekali. Aktivitas menguras tempat penampungan

air setiap hari sering dilakukan kecuali pada musim kering/kemarau dimana

air sulit maka aktivitas menguras dilakukan 3-4 hari. Kebiasaan responden

menutup tempat penampungan air juga sering dilakukan khususnya untuk air

yang akan digunakan untuk aktivitas memasak dan minum. Akan tetapi

adapula air yang ditampung dalam drum ataupun ember ukuran besar yang

tidak ditutup dan digunakan untuk aktivitas mandi dan mencuci. Ada beberapa

tempat penampungan air responden yang terbuka ditemukan menggunakan

larvasida. Berdasarkan wawancara dengan responden, tempat-tempat yang

biasanya ditemukan jentik baik di dalam maupun diluar rumah yaitu bak

mandi/WC, ember dan barang bekas. Ketiga tempat tersebut paling sering

ditemukan jentik. Jika menemukan jentik dalam tempat penampungan air

maka sebagian besar responden akan membuang air dari tempat

penampungan tersebut dan menguras serta menyikat tempat-tempat

penampungan air tersebut.

Aktivitas PSN 3M plus yang paling sering dilakukan di wilayah kontrol

sama dengan wilayah kontrol yaitu menguras tempat penampungan air (TPA),

menutup rapat TPA, dan menggunakan obat anti nyamuk. Tempat

penampungan air yang biasa ditemukan jentik yaitu bak mandi/WC dan

ember, jika menemukan jentik ditempat penampungan air di dalam dan luar

rumah maka sebagian besar responden menjawab membuang air dari tempat

penampungan tersebut.

Indeks entomologi yang meliputi ABJ, HI, CI dan BI mengalami

perubahan setelah dilakukan intervensi pada Kelurahan Kawua. Ada

peningkatan ABJ setelah dilakukan intervensi, meskipun ada penurunan

jumlah rumah yang diperiksa setelah intervensi akan tetapi terdapat

Page 329: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

140

penurunan jumlah rumah yang positif jentik. Pengetahuan masyarakat tentang

jentik dan upaya PSN yang dilakukan turut berkontribusi terhadap

peningkatan ABJ post intervensi. Peran jumantik rumah dalam mengontrol

perindukan nyamuk Aedes aegypti di dalam dan luar rumah sudah mulai

berjalan dengan baik. Hal ini merupakan dampak dari usaha koordinator

jumantik untuk sosialisasi kepada masyarakat tentang PSN 3M plus dan

jurbastik. Jumlah rumah yang positif jentik nyamuk Aedes aegypti (HI) dari

seluruh rumah yang diperiksa mengalami penurunan setelah dilakukan

intervensi. Jumlah kontainer yang positif jentik (CI) mengalami penurunan

setelah dilakukan intervensi. Demikian pula dengan jumlah kontainer yang

positif per 100 rumah yang diperiksa mengalami penurunan.

Pemberdayaan Masyarakat Dalam PSN Jurbastik

Pemberdayaan masyarakat adalah metode yang digunakan dalam

ilmu sosial yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan yang ada dalam

masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan.

Pemberdayaan masyarakat adalah suatu upaya atau proses untuk

menumbuhkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat dalam

mengenali, mengatasi, memelihara, melindungi dan meningkatkan

kesejahteraan mereka sendiri. Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan

adalah upaya atau proses untuk menumbuhkan kesadaran kemauan dan

kemampuan dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan. (3),(4) Melalui

upaya pemberdayaan masyarakat dapat bertindak efektif untuk mengubah

dirinya dan lingkungan disekitarnya. Masyarakat memenuhi kebutuhan

kesehatan dan sosial mereka dan bekerja secara lintas sektoral untuk

memecahkan masalah lokal. (2)(5) Pemberdayaan bertujuan untuk

memobilisasi masyarakat dengan memperkuat keterampilan dasar hidup dan

meningkatkan pengaruh pada hal-hal yang mendasari kondisi sosial dan

ekonomi. (2)

Sumber daya yang terlibat dalam struktur jumantik dapat dikatakan

sebagai agent pembaharu dalam hal perilaku hidup bersih dan sehat. Sebagai

pelopor dalam mensosialisaikan/mengingatkan upaya-upaya dalam

pencegahan DBD sekaligus memberikan contoh kepada masyarakat untuk

Page 330: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

141

mengubah perilaku masyarakat. Fungsi utama sebagai pembaharu adalah

mata rantai antara dua sistem sosial atau lebih. Peranan agen pembaharu

dalam satu program inovasi sangat penting. (2)(6)

Implementasi kebijakan dapat dikatakan sebagai suatu proses

berkelanjutan. Salah satu kebijakan pemerintah adalah program gerakan 1

rumah 1 jumantik yang telah diimplementasikan di Indonesia sejak tahun

2015 menitikberatkan pada pembinaan keluarga oleh puskesmas, lintas

sektoral tingkat kecamatan serta kader kesehatan, dengan tujuan agar

keluarga dapat berperan aktif dalam pemantauan dan pemberantasan jentik

nyamuk vektor di rumah tangga. Di Kabupaten Poso program G1R1J telah

diimplementasikan sejak tahun 2017 yang di tandai dengan dikeluarkannya

Surat Keputusan (SK) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Poso tentang

pelaksanaan gerakan 1 rumah 1 jumantik di wilayah Kecamatan Poso kota

Selatan. Keberadaan SK ini secara tidak langsung pemerintah pusat mau

mengakui bahwa program G1R1J telah berjalan, meskipun yang melegitimasi

adalah kepala dinas kesehatan kab/kota. Peran legitimator sangat penting

dalam pelaksanaan keberhasilan program karena merupakan pemegang

kunci. Kecepatan adopsi suatu program inovasi kolektif berhubungan positif

dengan tingkat keterlibatan legitimator sistem sosial dalam pengambilan

keputusan. Artinya semakin legitimator dilibatkan dalam proses pengambilan

keputusan, semakin cepat inovasi kolektif itu tersebar. Oleh karena itu, di

Kabupaten Poso tahun 2019 dilakukan revisi kembali SK pelaksanaan G1R1J

yang semula dikeluarkan oleh kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Poso

menjadi SK pelaksanaan G1R1J yang dikeluarkan oleh Bupati Poso. Surat

Keputusan tersebut mengakomodasi beberapa hal yang merupakan hasil dari

kegiatan pendampingan yang telah dilakukan selama 4 kali di wilayah

intervensi Kelurahan Kawua diantaranya penambahan jumlah koordinator

jumantik di wilayah Kelurahan kawua dari semula 3 orang menjadi 5 orang.

Kemudian pada SK tersebut juga dilakukan penambahan wilayah G1R1J

yang semula hanya di Kecamatan Poso Kota Selatan menjadi bertambah 2

kecamatan lagi yaitu Kecamatan Poso Kota dan Kecamatan Poso Kota Utara,

sehingga total menjadi 3 kecamatan yang menerapkan G1R1J di wilayah

Kabupaten Poso. Pedoman pelaksanaan G1R1J di wilayah Kabupaten Poso

menggunakan juknis G1R1J tahun 2017 (revisi). Meskipun para pengelola

Page 331: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

142

DBD mengatakan telah berpedoman pada juknis 2017 tetapi pada

pelaksanaannya masih ditemukan ketidaksesuaian diantaranya penggunaan

kartu kontrol jentik masih menggunakan format lama (juknis 2015), pelaporan

hasil pemeriksaan kartu kontrol jentik belum rutin terlaporkan di Puskesmas.

Perlu upaya evaluasi dan monitoring oleh Dinas Kesehatan kabupaten dan

Dinas Kesehatan Provinsi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Upaya

refreshing kader/koordinator jumantik yang dilakukan setiap bulan dan telah

disepakati oleh para koordinator jumantik dan supervisor jumantik serta

pengelola DBD puskesmas pada kegiatan pendampingan 4 kali merupakan

alternatif solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Upaya ini efektif

dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengisi kartu kontrol

jentik.

Pada dasarnya keberhasilan suatu program sangat tergantung pada

kemampuan sumper daya manusia yang terlibat. Dalam usaha penyebaran

ide-ide baru dalam suatu program, dibutuhkan peranan agen pembaharu,

tokoh masyarakat, sistem sosial dan anggota system sosial. (1) Agen

pembaharu yang dimaksud adalah pekerja profesional yang berusaha

mempengaruhi atau mengarahkan keputusan inovasi selaras dengan yang

diinginkan oleh lembaga yang ia bekerja. Dalam hal ini, bisa jadi dari

pemerintah sebagai pemegang program, kader dan jumantik. (2) tokoh

masyarakat adalah orang-orang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi

orang lain untuk bertindak dengan cara–cara tertentu. biasanya mereka itu

menduduki jabatan formal, tetapi pengaruh itu berlaku secara informal. Dalam

hal ini bisa jadi tokoh agama, ibu pendeta, dan pak lurah, ketua RT. (3)

sistem sosial dan anggotanya. Sistem Sosial adalah suatu kumpulan unit

yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk

memecahkan masalah, dalam mencapai tujuan bersama. Anggota atau unit

sistem sosial itu bisa berupa perorangan (individu) maupun kelompok informal(9). Dalam hal ini bisa jadi yang masuk dalam struktur keorganisasi gerakan 1

rumah 1 jumantik, sementara anggota sistem sosialnya adalah para kader

jumantik atau pemuka pendapat. (4) adalah masyarakat, penerima program.

Upaya komunikasi sebagai bentuk penyampaian informasi tentang G1R1J

maupun jurbastik juga telah dilakukan dalam bentuk sosialisasi/edukasi

kepada pengelola program DBD di kabupaten dan masyarakat. Kegiatan

Page 332: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

143

sosialisasi dilakukan oleh pengelola program DBD Dinas Kesehatan provinsi

kepada pengelola program di Dinas Kesehatan kabupaten dan puskesmas,

kemudian Dinas Kesehatan Kabupaten melakukan sosialisasi dan bimbingan

teknis kepada puskesmas. Puskesmas melakukan sosialisasi kepada

masyarakat dalam bentuk lokmin tribulan yang melibatkan lintas sektor

(kecamatan, Kelurahan, RT/RW, PKK, tokoh masyarakat/agama, sekolah),

koordinator dan supervisor jumantik di wilayah kerja puskesmas. Bahkan

Bapak Wakil Bupati Poso bersedia menghadiri kegiatan tersebut (Lokmin

tribulan) yang membahas tentang G1R1J, jurbastik dan kegiatan jumat bersih

plus PSN 3M plus, beliau bersedia diundang untuk ikut kegiatan tersebut di

Puskesmas Kawua, ini beliau sampaikan pada saat kegiatan advokasi hasil

kesepakatan bersama lintas sektor bersama Dinas kesehatan Kabupaten.

Beliau juga mewakili Bupati Poso menyetujui kesepakatan bersama tersebut

dan berharap kegiatan tersebut berjalan lancar dan terpantau hasilnya, beliau

mendukung kegiatan tersebut dengan mengeluarkan surat edaran bupati

tentang pelaksanaan “Jumat bersih plus PSN 3M plus di wilayah Kabupaten

Poso” kegiatan ini dirangkaikan dengan kegiatan JUMPABERLIAN yang

sedianya telah berjalan di Kabupaten Poso. Sejalan dengan itu, peran para

koordinator jumantik bersama-sama dengan tokoh masyarakat, RT/RW untuk

melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang jurbastik dan kegiatan

jumat bersih plus PSN 3M plus terus berjalan. Peran tokoh agama dalam

melakukan sosialisasi tentang jurbastik dan jumat bersih plus PSN 3M plus

juga terus dilakukan, tokoh agama bekerja sama dengan koordinator jumantik

dalam melakukan sosilasasi.

Puskesmas Kawua juga menginisiasi Detektif Cilik dimana kegiatan

ini melibatkan sekolah dasar di wilayah Puskesmas Kawua (Kecamatan Poso

Kota Selatan) untuk melakukan pemantauan jentik di sekolah. Siswa kelas 5

dan 6 menjadi detektif cilik di sekolahnya sekaligus mencatat pada kartu

kontrol jentik yang dibagikan oleh para koordinator jentik. Jadi kegiatan ini

bekerja sama dengan koordinator jumantik yang membawahi TTU/TTI di

wilayah tersebut. Kegiatan jumat bersih plus PSN 3M plus juga dilakukan di

sekolah-sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Kawua, hal ini seiring

dengan kegiatan Detektif Cilik.

Page 333: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

144

Keberadaan anggaran untuk menunjang kegiatan G1R1J di

Kecamatan Poso Kota Selatan masih berjalan. Saat ini anggaran operasional

koordinator jumantik bersumber dari BOK Puskesmas Kawua. Awalnya (tahun

2018) anggaran operasional berasal dari Dinas kesehatan kabupaten Poso

akan tetapi tahun 2019 dipindahkan ke BOK puskesmas. Besaran biaya

operasional koordinator jumantik Rp. 50.000 setiap orang dan dibayarkan

setiap 3 bulan. Jumlah ini dirasakan kurang mengingat beban kerja

koordinator jumantik sehingga berdasarkan hal tersebut dilakukan diskusi

dengan Lurah Kawua untuk mencari solusi masalah tersebut. Maka

disepakatilah bersama Lurah Kawua untuk membantu operasional koordinator

jumantik dengan melakukan penganggaran kegiatan jurbastik (G1R1J) di

Kelurahan Kawua tahun 2020, anggaran tersebut akan dimasukan pada

anggaran PHBS kelurahan Kawua. Lurah pun berharap agar kegiatan ini

terus berjalan dengan lancar baik pada jumantik rumah maupun koordinator

dan supervisor jumanatik serta pelaporannya juga rutin. Untuk itu dilakukan

kesepakatan diantara para koordinator jumantik, supervisor dan pengelola

DBD puskesmas untuk membuat grup chat WA yang merupakan wadah untuk

penyampaian laporan para koordinator jumantik ke supervisor dan pengelola

DBD, selain itu setiap kegiatan koordinator jumantik seperti memeriksa kartu

jentik, memeriksa TTU/TTI, sosialisasi jurbastik maupun kegiatan jumat bersih

plus PSN 3M plus terlaporkan dalam grup chat WA tersebut.

Dukungan pemerintah daerah juga penting, Bupati Poso mengusulkan

untuk memasukan angka bebas jentik sebagai kriteria lomba kelurahan/desa

sehat. Hal ini disampaikan oleh Bupati dalam kegiatan pertemuan sosialisasi

dan pelatihan G1R1J bagi puskesmas dan lintas sektor di wilayah Kabupaten

Poso. Menurut beliau kriteria ini secepatnya dimasukan mengingat terjadi

peningkatan kasus DBD di Kabupaten Poso di tahun 2018 dan terus terjadi

hingga awal tahun 2019.

Hasil analisis uji T dependen menunjukan ada perbedaan rerata

pengetahuan sebelum dan setelah dilakukan intervensi pada wilayah

intervensi (Kawua), hal ini disebabkan karena setelah intervensi (post

intervensi) ada pemberian sosialisasi G1R1J kepada masyarakat, sosialisasi

dilakukan oleh koordinator jumantik di pertemuan tingkat RT dan pertemuan

keagamaan. Sikap responden menunjukan tidak adanya perbedaan rerata

Page 334: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

145

sikap sebelum dan setelah dilakukan intervensi pada wilayah intervensi

(kawua), hal ini disebabkan karena sikap responden terhadap program

G1R1J sebelum dilakukan penelitian sudah baik atau mendukung program ini

sehingga saat post intervensi tidak lagi mengalami perubahan yang signifikan,

kecuali pada pertanyaan rumah yang ditemukan jentik akan diberikan sanksi,

responden mengalami peningkatan yang menjawab setuju, hal ini

dikarenakan pemahaman masyarakat tentang G1R1J sudah mulai meningkat

oleh karena sosialisasi yang diberikan. Untuk variabel tindakan, pertanyaan

tentang pernah mendapatkan sosialisasi G1R1J, siapa yang melakukan

sosialisasi G1R1J, materi yang diterima saat sosialisasi G1R1J, apakah

G1R1J pernah dilaksanakan di tempat responden, apakah rumah tangga

memiliki kartu pemeriksaan jentik, apakah kartu pemeriksaan jentik diisi oleh

jumantik rumah, frekuensi kunjungan koordinator jumantik ke rumah

menunjukan adanya perbedaan rerata sebelum dan setelah intervensi di

Kelurahan Kawua. Sedangkan tindakan melaksanakan PSN 3M plus

menunjukan tidak adanya perbedaan rerata yang signifikan sebelum dan

setelah dilakukan intervensi, meskipun demikian ada beberapa tindakan PSN

3M plus yang sebelum intervensi belum pernah dilakukan oleh responden

tetapi setelah dilakukan intervensi maka dilakukan kegiatan PSN 3M plus

tersebut seperti menanam tanaman pengusir nyamuk dan memasang kawat

kasa. Kesadaran masyarakat untuk melakukan PSN 3M plus mulai muncul

dengan adanya intervensi berupa edukasi melalui sosialisasi. Kegiatan

menguras tempat penampungan air mengalami sedikit penurunan pada saat

post intervensi, hal ini disebabkan karena adanya musim kering saat

intervensi penelitian sehingga terjadi kesulitan air di masyarakat Kelurahan

Kawua sehingga masyarakat banyak yang menampung air dalam waktu lama

serta tidak menguras tempat penampungan air. Terkait dengan teori perilaku,

motivasi masyarakat untuk melakukan perilaku PSN 3M plus dibentuk oleh

faktor keyakinan (subjective norm) setelah memperoleh informasi dari petugas

kesehatan tentang bahaya penyakit DBD dan informasi tentang pentingnya

adanya jumantik disetiap rumah, memeriksa tempat penampungan air dan

mengisi kartu jentik.(8)

Wilayah non intervensi Kelurahan Sayo, ada beberapa variabel

pengatahuan yang terdapat perbedaan rerata sebelum dan setelah intervensi.

Page 335: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

146

Variabel pengetahuan tersebut antara lain mendengar istilah jumantik, materi

saat sosialisasi G1R1J, mengetahui adanya kartu jentik serta kegiatan 3M

Plus. Meskipun masyarakat tidak di Kelurahan Sayo tidak mendapatkan

intervensi tetapi mereka memperoleh informasi tentang G1R1J ataupun DBD

dari pertemuan-pertemuan keagamaan, dasa wisma, pertemuan RT yang

dilakukan setiap bulan.

Page 336: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

147

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan1. Pelaksanaan program G1R1J di Kabupaten Poso meliputi 1

kecamatan yaitu Kecamatan Poso Kota Selatan yang meliputi 5

kelurahan termasuk diantaranya Kelurahan Kawua (wilayah intervensi)

dan Kelurahan Sayo (wilayah kontrol) dimana pelaksanaannya

sebelum intervensi belum berjalan dengan baik sesuai juknis tetapi

setelah intervensi peran dinas kesehatan kabupaten poso dan

puskesmas kawua telah dinyatakan dalam bentuk komitmen yang

telah dan akan dilaksanakan untuk mendukung program G1R1J

2. Pelaksanaan G1R1J di wilayah Kelurahan Kawua (wilayah intervensi)

sebelum dilakukan intervensi belum berjalan optimal ditandai dengan

rendahnya pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat tentang

G1R1J namun setelah dilakukan intervensi ada perubahan perilaku

masyarakat lebih mengetahui dan berperan serta dalam kegiatan

G1R1J dan kegiatan kemasyarakatan yang mendukung program

G1R1J

3. Untuk menggalang partisipasi aktif masyarakat, petugas kesehatan

dan tokoh masyarakat dilakukan upaya pemberdayaan masyarakat

dalam bentuk komitmen koordinator jumantik, tokoh masyarakat, ketua

RT/RW, dan tokoh agama untuk melakukan G1R1J serta kegiatan

kemasyarakatan yang mendukung pelaksanaan G1R1J. Surat edaran

bupati tentang jumat bersih plus PSN 3M plus di wilayah Kabupaten

Poso yang merupakan hasil advokasi dan kesepakatan lintas sektor

perlu disosialisasikan secara meluas kepada seluruh masyarakat di

Kelurahan Kawua

4. Partisipasi masyarakat, tokoh masyarakat, ketua RT/RW, tokoh

agama, camat lurah sepakat melakukan gerakan “jumat bersih plus

pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M plus serta

mengisi kartu jentik”, yang telah diadvokasi ke pemerintah daerah dan

telah dituangkan dalam Surat Edaran Bupati untuk dilaksanakan di

seluruh Kabupaten Poso serta mendukung implementasi jurbastik

dalam G1R1J di Kabupaten Poso

Page 337: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

148

5. Untuk melancarkan komunikasi dan pelaporan oleh koordinator

jumantik telah dibentuk grup WA koordinator jumantik, supervisor

jumantik dan pengelola DBD Puskesmas Kawua

Saran1. Masyarakat lebih berperan aktif dalam pemberantasan penyakit DBD

melalui upaya pemberantsanan sarang nyamuk Aedes aegypti dengan

melakukan 3M plus khususnya dalam menguras tempat penampungan

air dengan menyikat dasar dan dindingnya secara teratur serta

melakukan larvasidasi untuk TPA yang jarang dikuras.

2. Sosialisasi G1R1J secara menyeluruh terhadap masyarakat sangat

diperlukan dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat

mengenai kegiatan Jurbastik. Sosialisasi dapt dilakukan melalui

melalui media massa, sekolah, kegiatan keagamaan, kader

puskesmas atau kelompok masyarakat lainnya.

3. Perlu disosialisasikan kepada warga mengenai 3M plus dan cara

pengisian kartu yang benar. Kartu pemeriksaan jentik yang dibagikan

sebaiknya tidak terlalu kecil agar memudahkan pengisian kartu oleh

warga.

4. Media untuk promosi G1R1J/jurbastik diperlukan seperti surat kabar,

TV dan Radio

5. Untuk medukung G1R1J, surat edaran bupati tentang jumat bersih

plus PSN 3M plus di wilayah Kabupaten Poso perlu disosialisasikan

secara meluas kepada seluruh masyarakat di Kabupaten Poso

Keterbatasan PenelitianKeterbatasan penelitian ini antara lain :

1. Jumlah responden berkurang dikarenakan ada warga yang pindah rumah

dan bepergian ke luar lokasi penelitian dalam waktu yang melebihi waktu

penelitian. Responden yang tidak berada di tempat pada saat post test

tidak dapat diganti dan menyebabkan turunnya jumlah sampel saat post

test.

Page 338: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

149

2. Adanya pergantian jabatan kepala seksi penyakit menular di Dinas

Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah pada saat awal penelitian sehingga

yang bersangkutan (pejabat baru) memberikan informasi yang sangat

terbatas ketika wawancara/indepth interview dilakukan.

Page 339: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

150

KONSEP MODEL JURBASTIK KABUPATEN POSO

Kerangka Model Pemberdayaan Jurbastik Kawua

Ada 2 bagian yaitu program dan intervensi, yang bagian program dilakukan

sebelum intervensi berupa evaluasi program G1R1J yang sudah berjalan

sedangkan Intervensi dilakukan pada saat kegiatan intervensi dan

pendampingan dilakukan

Dinkes Prov, Dinkes Kab berkoordinasi dengan Puskesmas dan lintas sektor

baik pemerintah daerah maupun tokoh masyarakat untuk melaksanakan

pendampingan kepada tim G1R1J dan sosialisasi ke masyarakat (RW/RT)

tentang G1R1J

Page 340: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

151

Tim G1R1J melakukan sosialisasi jurbastik (G1R1J) kepada masyarakat dan

memantau kartu jentik di rumah masyarakat

Masyarakat (jumantik rumah) melakukan pengisian kartu jentik untuk diperiksa

oleh tim G1R1J

Page 341: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

152

DAFTAR PUSTAKA

1. BPS Poso, Profil Kabupaten Poso 2018, Badan Pusat Statistik Sulawesi Tengah

2 Sulaeman SE, Karsidi R, Murti B, Model Pemberdayaan Kesehatan Studi Program Desa Siaga, Jurnalkesehatan masyarakat Nasional 7(4) 2017

3. Kasmel A, Andersen PT, Measurement of Community Empowerment in Three Community ProgrammsIn Rapla (Estonia), Int. J. Environ. Res. Public Health 2011, 8, 799-817

4. Killian A, Lawford H, Ujuju CN, Abeku TA, The impact of behaviour change communication on the useof insecticide treated nets: a secondary analysis of ten post-campaign surveys from Nigeria, MalariaJournal (2016) 15:422

5. Saswata G, Manashi S, Health Communication and Behavioural Change: An Exploratory Study amongMarginalized Communities in Rural West Bengal, India, Journal of Health Management 15(3) 307–327

6. Kozica S,Lombard C,Teede H,2,DraganIlic, Murphy K, Harrison C, Initiating and Continuing BehaviourChange with in a Weight Gain Prevention Trial: A Qualitative Investigation, PLOS ONE 15(2015)

7. Mustafa H, Perilaku Manusia Dalam Perspektif Psikologi Sosial, Jurnal Administrasi Bisnis 2(7) 2011143 - 156

8. Darmawan A, Perilaku Masyarakat dalam Mengelola Sampah di Kota Bima Nusa Tenggara Barat,Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota vol 10(2): 175-186 Juni 2014

9. Hanafi, Memasyarakatkan Ide-Ide Baru disarikan dari karya Everret M Rogers dan F. Floyd Shoemaker:Communication of Innovations, Surabaya: Usaha Nasional 1981

10. Azawar azrul, Pengantar Ilmu Lingkungan, Jakarta : penerbit Mutiara Sumber Widya

Page 342: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

153

LAMPIRAN

Page 343: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

154

KUESIONERRISET IMPLEMENTASI MODEL JURU PEMBASMI JENTIK (JURBASTIK)

DALAM PENANGGULANGAN DBD TAHUN 2019

I. PENGENALAN TEMPAT

1 Provinsi 2 Kabupaten/Kota*)

coret salah satu 3 Kecamatan 4 Nama Puskesmas 5 Kode Puskesmas 1. Intervensi 2. Non intervensi 6 Desa/Kelurahan*)

7 Klasifikasi Desa/Kelurahan 1. Perkotaan 2.Pedesaan 8 Nomor Urut Rumah

9 Status Bangunan

1. Rumah milik sendiri/keluarga2. Rumah sewa tahunan3. Rumah sewa bulanan4. Rumah Kosong5. Tempat Tempat Umum/ Tempat Tempat Institusi

10 Nama yang bertanggungjawab sebagai JUMANTIK rumah/Lingkungan :

11 Alamat (Tulis dengan huruf kapital)

12 Koordinat .............................................LS/LU

…..............................................BT

Jika jawaban BLOK I.9 berkode 4 atau 5WAWANCARA SELESAI LANJUT KE FORM ENTOMOLOGI

II. KETERANGAN RUMAH TANGGA

1 Nama kepala keluarga:

2 Jumlah orang yang tinggal dibangunan tersebut ............. orang 3 Jumlah ART (≥ 15 tahun): ............. orang

III. KETERANGAN PENGUMPUL DATA

1 Nama Pengumpul Data:………………………………... 2 Tanggal pengumpulan data --

K – I.*)No urut rumah_______________(*lingkari salah satu)

RAHASIA

Page 344: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

155

IV. KETERANGAN ANGGOTA RUMAH TANGGA

No.urutART

NamaAnggota Rumah Tangga(ART)

Hubungan dengankepala rumah tangga1. Kepala rumah tangga2. Istri/suami3. Anak4. Menantu5. Cucu6. Orang tua / mertua7. Famili lain8. Pembantu rumah tangga9. Lainnya

Jenis Kelamin1.Laki-laki2.Perempuan

Umur (tahun)Jika umur< 1thn isikan“00”Jika umur≥ 97 thn isikan “97”

Pendidikan tertinggi1. Tidak/Belum

pernah sekolah2. Tidak tamat SD/MI3. Tamat SD/MI

sederajat4. Tamat SLTP/MTs

sederajat5. Tamat SLTA/MA

sederajat6. Tamat PT

Pekerjaan utama1. Tidak bekerja2. Sekolah3. PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD4. Pegawai swasta5. Wiraswasta/ Pedagang6. Petani / Buruh tani7. Nelayan8. Buruh/Sopir/Asisten rumah tangga9. Lainnya(Ditanyakan untuk ART usia > 10 th)

Penggunaan anti nyamuk:1. Repelen2. Obat nyamuk bakar4. Semprot (aerosol)8. Elektrik16.Tidak menggunakan

Peran ARTdalampenanganan jentikdi rumah &lingkungan1. Mengamati2. Membersihkan3. Mencatat4. Jawaban 1 & 25.Jawaban 1&36.Jawaban 2&37. Jawaban 1,2&38. Tidak melakukan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

10. 11.

Page 345: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

156

B. PENGETAHUANPetunjuk Pengisian : ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1 = YA ATAU 2 = TIDAK & PILIHAN JAWABAN TIDAK DIBACAKAN

B01 Apakah [NAMA] pernah mendengar istilah Jumantik? 1.Ya2.Tidak

B02 Apakah [NAMA] pernah mendengar istilah 1 Rumah 1 Jumantik (1R1J) atau Jumantik rumah? 1. Ya2. Tidakke B16

B03 Dari mana pernah mendengar istilah 1 Rumah 1 Jumantik (1R1J) atau Jumantik rumah?1. RT/RW 5.Petugas Puskesmas 2. Kelurahan/Kecamatan 6.Petugas Dinas Kesehatan 3. Kader 7.Media cetak/Elektronik/media sosial 4. keluarga 8.Lainnya

B04 Apakah menurut [NAMA] sosialisasi 1R1J diperlukan ? 1. Ya2. Tidak

B05 Menurut [NAMA] siapakah sebaiknya yang melakukan sosialisasi 1R1J ?

1.RT/RW 4. Petugas Puskesmas 2.Petugas Kelurahan/Kecamatan/Pemda 5. Petugas Dinas Kesehatan 3.Petugas Kader 6. Tidak tahu

B06 Materi apa saja menurut [NAMA] yang sebaiknya diberikan pada saat sosialisasi 1R1J ?1. Pengetahuan tentang penyakit, penularan, dan vektor

nyamuk Demam Berdarah Dengue (DBD) 4. Pengetahuan tentang cara mencatat di kartujentik

2. Pengetahuan tentang cara mengamati jentik 5. Pengetahuan tentang PSN 3M Plus 3. Pengetahuan tentang cara membersihkan tempat

perkembangbiakan dan membasmi jentik 6. Tidak tahu B07 Siapa saja menurut [NAMA] yang harus mendapat sosialisasi 1R1J?

1. Kepala keluarga 4. Anggota rumah tangga lainnya 2. Istri 5. Asisten/pembantu rumah tangga 3. Anak 6. Tidak tahu

B08 Siapa saja menurut [NAMA] anggota keluarga yang dapat menjadi JUMANTIK rumah (1R1J)?1. Kepala Keluarga 4. Anggota rumah tangga lainnya 2. Istri 5. Asisten/pembantu rumah tangga 3. Anak 6. Tidak tahu

B09 Apakah [NAMA] mengetahui syarat menjadi JUMANTIK rumah (1R1J)? 1. Berusia > 15 tahun 4. Bertanggungjawab melakukan kebersihan

lingkungan dalam dan luar rumah 2. Dapat menggerakkan anggota keluarga untuk melakukan

PSN 5. Pernah mendapatkan sosialisasi tentang 1R1J 3. Dapat memeriksa tempat perkembanbiakan nyamuk 6. Tidak tahu

B10 Menurut [NAMA] apa saja yang yang harus dilakukan oleh seorang JUMANTIK Rumah dalam kegiatan (1R1J)?

V. KETERANGAN INDIVIDUA. IDENTIFIKASI RESPONDEN

(Jika Responden Tidak Dapat Diwawancarai, maka dapat Diwakilkan)

A01 Nama responden

A02 No Urut responden ……………………. A03 Usia responden: …….……..….tahun A04 Jenis Kelamin responden: 1. Laki-laki 2. Perempuan

Page 346: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

157

1. Mensosialisasikan PSN 3M Plus kepada seluruh anggota/penghuni rumah 2. Dapat memeriksa tempat perkembanbiakan nyamuk dalam dan luar rumah min. seminggu sekali 3. Dapat menggerakkan anggota keluarga untuk melakukan PSN 3M Plus min. seminggu sekali 4. Mengisi kartu Jentik hasil pemeriksaan Tempat penampungan air

B11 Apakah [NAMA] mengetahui adanya kartu / lembar jentik ? 1. Ya2. Tidak Lanjut ke B14

B12 Menurut [NAMA] apakah kegunaan dari kartu / lembar jentik? 1. Mencatat hasil pemeriksaan jentik2. Tidak tahu

B13 Menurut [NAMA] siapa saja yang dapat mengisi kartu jentik?1. Kepala Keluarga 3. Kader 2. Anggota keluarga 4. RT/RW

B14 Apakah [NAMA} mengetahui siapa yang berkunjung ke rumah dalam rangka 1R1J?

1. Kader 4. Koordinator JUMANTIK 2. Petugas puskesmas 5. Supervisor JUMANTIK 3. RT/RW 6. Lainnya

B15 Apakah [NAMA] mengetahui berapa kali frekuensi kunjungan koordinator ke rumah?1. 1 minggu 1 x 3. > 2 minggu 1 x

2. 2 minggu 1 x 4. Tidak tahu B16 Apakah yang [NAMA] ketahui tentang kegiatan 3M Plus ? (Jawaban tidak dibacakan)

1. Menguras tempat-tempat penampungan air : bak mandi-WC, drum dsb 6. Menggunakan perangkap nyamuk (ovitrap,

larvitrap, mosquito trap) 2. Mendaur ulang barang bekas/ Mengubur barang-barang

bekas: botol plastic, kaleng, ban bekas dsb 7. Menutup tempat penampungan air 3. Menggunakan obat anti nyamuk untuk mencegah gigitan

nyamuk 8. Mengganti air vas bunga, minuman burung dsb 4. Tidur menggunakan kelambu pada pagi dan sore hari 9. Menanam tanaman pengusir nyamuk:

lavender, sereh, zodia 5. Menggunakan bubuk temephos/ Ikan 10. Pakai raket nyamuk

B17 Menurut pengetahuan [NAMA] tempat-tempat apa saja yang sering ditemukan jentik nyamuk? (Jawaban tidak dibacakan)

1. Bak Mandi/WC 9. Pot tanaman 2. Ember 10. Tempat minum binatang 3. Drum 11. Aquarium 4. Dispenser 12. Kolam 5. Tempat penampungan air kulkas 13. Barang bekas (ban, ember, botol kemasan,

panci, kaleng) 6. Toren/Tandon/Tangki air 14. Selokan/Got 7. Pagar bambu 15. Tempat air Suci 8. Tempurung Kelapa 16. Lainnya

B18 Menurut [NAMA] apa saja yang harus dilakukan jika ditemukan jentik di tempat penampungan air di dalam dan di luar rumah?1. Membuang air di tempat penampungan tersebut 4. Memelihara ikan pemakan jentik di tempat

penampungan tersebut 2. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air 5. Membuang jentiknya saja 3. Menaburkan obat pembasmi jentik 6. Lainnya

C. SIKAPBACAKAN PERNYATAAN NO.C01 SAMPAI DENGAN NO. C10, ISIKAN KODE JAWABAN 1= SETUJU ATAU 2= TIDAK SETUJU

Page 347: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

158

C01 Gerakan 1R1J tidak perlu disosialisasikanke masyarakat C06 Hanya lingkungan dalam rumah saja yang perlu

diperhatikan kebersihannya C02 Gerakan 1R1J perlu dilaksanakan di setiap

rumah tangga C07 Perlu menguras bak mandi atau penampungan airminimal 1 minggu 1 kali

C03Semua anggota rumah tanggabertanggungjawab terhadap kebersihanlingkungan disekitar rumah

C08 Kunjungan petugas/kader JUMANTIK diperlukanuntuk memantau lingkungan sekitar rumah warga

C04 Kartu pemeriksaan jentik harus diisi ketikamelakukan pemeriksaan jentik C09 Saya merasa terganggu bila dikunjungi petugas atau

kader JUMANTIK 2 minggu 1 x C05 Kegiatan 3M Plus tidak perlu dilakukan

disetiap rumah C10 Rumah yang ditemukan jentik diberikan sanksi D. TINDAKAN (Jawaban Boleh Dibacakan)

D01 Apakah [NAMA] pernah mendapatkan sosialisasi 1R1J? ISIKAN KODE JAWABANDENGAN 1= YA ATAU 2 = TIDAK

1.Ya2.Tidak Lanjut ke D05

D02 Berapa kali sosialisasi program 1R1J yang pernah [NAMA] dapatkan dalam rentang waktu 2015-2018? ISIKAN KODE ‘88’ JIKAJAWABAN RESPONDEN ‘LUPA’

a. 2015……..kali

b. 2016……...kaIi c. 2017……..kali d.2018…..…..kaliD03 Siapa yang melakukan sosialisasi 1R1J ? ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1= YA ATAU 2 = TIDAK & PILIHAN JAWABAN

DIBACAKAN1. RT/RW 7. Petugas Puskesmas 2. Petugas Kelurahan/Kecamatan 8. Petugas Dinas Kesehatan 3. Petugas Kader 9. Lainnya

D04 Materi apa saja yang telah diberikan pada saat sosialisasi 1R1J ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1= YA ATAU 2 = TIDAK1. Pengetahuan tentang penyakit, penularan, dan vektor

nyamuk Demam Berdarah Dengue (DBD) 4.Pengetahuan tentang cara mencatat di kartu jentik 2. Pengetahuan tentang cara mengamati jentik 5.Pengetahuan tentang PSN 3M Plus 3. Pengetahuan tentang cara membersihkan/membunuh

jentik D05 Apakah Program 1R1J pernah dilaksanakan di tempat saudara? 1. Ya

2. Tidak ke D14 D06 Siapa saja di rumah tangga yang melaksanakan gerakan 1R1J? ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1= YA ATAU 2 = TIDAK

1. Kepala keluarga 4. Anggota rumah tangga lainnya 2. Istri 5. Asisten rumah tangga 3. Anak 6. Lainnya

D07 Sejak Tahun berapa program 1R1J dilaksanakan di tempat /rumah saudara ? ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1 = YA ATAU 2 =TIDAK

1. 2015 4. 2018 2. 2016 5. 2019 3. 2017 6. Tidak pernah melaksanakan (lanjut ke D14)

D08 Apakah program 1R1J masih tetap dilaksanakan di rumah tanggasampai saat ini

1. Ya2. Tidak ke D14

D09 Siapa diantara anggota rumah tangga yang paling sering melakukan kegiatan JUMANTIK Rumah (1R1J)? ISIKAN ANGKA SESUAIDENGAN JAWABAN RESPONDEN(1,2,3,4 atau 5)

1. Bapak2. Ibu

3. Anak4. Anggota rumah tangga lainnya5. Asisten rumah tangga

D10 Apakah rumah tangga memiliki kartu pemeriksaan jentik ? ISIKAN DENGAN MEMILIH JAWABAN: 1, 2 ATAU 3

1. Ya dapat menunjukkan2. Ya tidak dapat menunjukkan, ke Ke D133. Tidak ada, alasan…………………………… Ke D13

D11 Apakah kartu pemeriksaan jentik diisi oleh JUMANTIK rumah? (lakukan OBSERVASI) 1. Ya

2. Tidak D12 Apakah petugas/kader/koordinator JUMANTIK memeriksa kartu jentik pada saat kunjungan ke

rumah?1. Ya2. Tidak

D13 Berapa kali frekuensi kunjungan koordinator JUMANTIK ke rumah? ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1 = YA ATAU 2 = TIDAK

Page 348: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

159

1. 1 minggu 1 x 3. > 2 minggu 1 x 2. 2 minggu 1 x 4. Tidak tahu

D14 Alasan mengapa di rumah tangga tidak dilaksanakan 1R1J saat ini ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1 = YA ATAU 2 = TIDAK1. Malas 4. Tidak ada yang mengerjakan 2. Tidak ada waktu 5. Merasa tidak perlu 3. Lingkungan sudah bersih 6. Tidak Tahu

D15 Apakah anggota rumah tangga melakukan kegiatan PSN 3M plus sebagai berikut :ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1 = YA ATAU 2 = TIDAK

Frekuensi1. < 1x per minggu2. 2 minggu 1 x

3. 3 minggu 1 x4. > 1 Bulan

1. Menguras tempat-tempat penampungan air : Bak mandi-WC, drumdsb

2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air 3. Mendaur ulang Barang Bekas : Botol plastik, kaleng, dan bekas dsb 4. Mengganti air vas bunga, minuman burung dsb 5. Tidur menggunakan kelambu pagi dan siang hari 6. Menggunakan obat anti nyamuk untuk mencegah gigitan nyamuk 7. Melakukan larvasidasi (temefos dll) 8. Memelihara ikan pemakan jentik (ikanisasi) 9. Menggunakan perangkap nyamuk ( ovitrap, larvitrap, mosquito trap) 10. Menanam tanaman pengusir nyamuk : lavender, sereh, zodiac 11. Memasang kawat kasa nyamuk 12. Lainnya

D16 Dimana saja biasanya [NAMA] menemukan jentik nyamuk di dalam dan di luar rumah? ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1= YA ATAU 2= TIDAK

1. Bak Mandi/WC 9. Pot tanaman 2. Ember 10. Tempat minum binatang 3. Drum 11. Aquarium 4. Dispenser 12. Kolam 5. TPA kulkas 13. Barang bekas 6. Toren air/Tandon/Tangki air 14. Selokan/Got 7. Pagar bambu 15. Tempat air Suci 8. Tempurung kelapa 16. Lainnya

D17 Jika ditemukan jentik di tempat penampungan air di dalam dan di luar rumah apa saja yang dilakukan [NAMA]? ISIKAN KODE JAWABANDENGAN 1= YA ATAU 2 = TIDAK

1. Membuang air dari tempat penampungan tersebut 4. Memelihara ikan pemakan jentik di tempatpenampungan tersebut

2. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air 5. Membuang jentiknya saja 3. Menaburkan obat pembasmi jentik

E. KONDISI RUMAHE01 Luas Lantai bangunan rumah (DITANYAKAN) ………………….. m2 E02 Pencahayaan di dalam ruangan 1. Cukup 2. Tidak cukup E03 Keberadaan pakaian menggantung di dalam rumah 1. Ada 2. Tidak ada E04 Ventilasi 1. Ada, luas < 10%

2. Ada, Luas > 10% luas lantai

Page 349: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

160

3. Tidak adaE05 Jendela 1. Ada 2. Tidak ada

Catatan:

Page 350: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

161

FORMULIR PEMERIKSAAN JENTIKRiset Implementasi Model Juru Pembasmi Jentik (Jurbastik) dalam Penanggulangan DBD (Multicenter 2019)

PROVINSI : NAMA PUSKESMAS : TGL SURVEI :KABUPATEN/KOTA : RT/RW : NAMA PEMERIKSA :KECAMATAN : NAMA KK& JUMANTIK : GPS : S:

DESA/KELURAHAN : NAMA RESPONDEN : E:KATEGORI WILAYAH: 1. Intervensi 2. Non Intervensi STRATA: 1. Tertata 2. Tidak Tertata STATUS BANGUNAN: 1. Milik sendiri 2. Sewa 3. Rumah Kosong 4. TTU/TTI

NO JENIS KONTAINER(tuliskan kode/jenis kontainer)

JUMLAH

LETAK/TEMPAT

1. Di dalam2. Di luar

BAHAN (tuliskankode bahan)

WARNA(tuliskan kode warna)

TUTUP1. Tertutup2. Terbuka

JENTIK1. Ada

2. Tidak

PUPA1. Ada

2. Tidak

SPESIES(tuliskan kodegenus/spesies)

PERKIRAANVOLUME AIR

(tuliskan kodevolume air)

PELIHARAIKAN1. Ya

2. Tidak

DIKURAS1 MINGGUTERAKHIR

1. Ya2. Tidak

DITABURTEMEFOS

1.Ya2. Tidak

WAKTUTABUR

TEMEFOS(tuliskan

kode waktu)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

JENIS KONTAINERBAHAN

KONTAINERWARNA

KONTAINER GENUS/SPESIES PERKIRAAN VOLUME AIR WAKTU TABUR TEMEFOS

1 = Bak mandi 12 = Penampung kulkas 1 = Semen2 = Plastik

3 = Keramik

4 = Fiber

5 = Kaca

6 = Logam

7 = Tanah

8 = Karet

9= Batu

10= Kayu

Styrofoam/11= gabus

1 = Merah2 = Biru

3 = Kuning

4 = Hijau

5 = Putih

6 = Abu-abu

7 = Hitam

8 = Bening/

transparan

9 = Coklat

1 = Aedes aegypti2 = Aedes albopictus

3 = Culex

4 = Armigeres

5= Anopheles

1 = Kurang dari 1 Liter2 = 1 - 20 Liter

3 = 20- 100 Liter

4 = Lebih dari 100 Liter

1 = 1 minggu terakhir2 = 2 minggu terakhir

3 = 3 minggu terakhir

4 = 4 minggu terakhir

5 = Lebih dari 1 bulan terakhir

2 = Bak WC 13 = Penampung dispenser

3 = Drum 14 = Saluran air

4 = Toren/tangki 15 = Talang air

5 = Tempayan/gentong 16 =Bagian tanaman (lubangpohon/pelepah daun)

6 = Ember 17 = Vas/pot bunga/alas

7 = Baskom 18= Tempurung/batok kelapa

8 = Tempat air suci 19= Kolam/akuarium terbengkalai

9 = Tempat wudhu Barang bekas20= (Kaleng/panci/ember/ban/gelas/

botol kemasan)10 =Lain-lain (tempatpenampungan air), tuliskan!

11=Tempat minum/mandihewan peliharaan

21=Lain-lain (bukan tempatpenampungan air), tuliskan

No urut bangunan:

Page 351: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

162

Page 352: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

163

Page 353: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

164

Page 354: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

165

Page 355: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

166

Page 356: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

167

DOKUMENTASI

Page 357: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

168

Page 358: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

169

Page 359: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

170

Page 360: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

171

Page 361: LAPORAN AKHIR - e-riset.litbang.kemkes.go.id

172