e-riset.litbang.kemkes.go.ide-riset.litbang.kemkes.go.id/download.php?file=1....
TRANSCRIPT
-
LAPORAN AKHIR PENELITIAN
RISET IMPLEMENTASI MODEL JURU PEMBASMI JENTIK (JURBASTIK) DALAM PENANGGULANGAN DBD DI KALIMANTAN TIMUR (MULTICENTER 2019)
M. Rasyid Ridha, SKM, M.Sc, dkk
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN TANAH BUMBU PUSLITBANG UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2019
JL. LOKA LITBANG KAW. PERKANTORAN PEMDA KAB. TANAH BUMBU, BATULICIN, KALIMANTAN SELATAN
-
i
LAPORAN PENELITIAN
RISET IMPLEMENTASI MODEL JURU PEMBASMI JENTIK
(JURBASTIK) DALAM PENANGGULANGAN DBD DI KALIMANTAN TIMUR (MULTICENTER 2019)
(20150720703)
M. Rasyid Ridha SKM, M.Sc dan TIM
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN TANAH BUMBU PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI 2019
-
ii
SK PENELITIAN
-
iii
-
iv
-
v
SUSUNAN TIM
No N a m a Kedudukan dalam Tim
Keahlian/ Kesarjanaan
Uraian tugas Waktu
1.
dr. Hijaz Nuhung, M. Sc
Pembina S2 PJJ dan SIG
Bertanggung Jawab dalam meberikan Arahan Penelitian
Jan-Des
2. M. Rasyid Ridha, SKM, M.Sc
Koordinator Peneliti
Entomologi Bertanggungjawab terhadap keseluruhan pelaksanaan penelitian
Jan-
Des
3. Dr. Dra. Woro
Riyadina,
M.Kes
Pembina
Doktor/S3
Kesehatan
Masyarakat
Konsultan Metodologi Jan-
Des
4. Anorital, SKM, M.Kes
Pembina S2 Kesehatan
Masyarakat Konsultan Kecacingan
Jan-
Des
5. Dra Rr Rachmalina S, M.Sc.PH
Pembina
S2 Promosi
Kesehatan dan
Ilmu Perilaku
Konsultan Kualitatif Jan-
Des
6. Drh. Dicky Andiarsa, M.Ked
Peneliti S2 Kedokteran Laboratorium
Mengkoordinir kegiatan penelitian pada bagian PSP
Jan-
Des
7. Budi Hairani, S.Si
Koordinator
Entomologi
Biologi Mengkoordinir Kegiatan Entomologi
Jan-
Des
8. Juhairiah, SKM Peneliti S1 Kesmas Mengkoordinir kegiatan
penelitian pada bagian
kulaitatif dan indepth
interview
Jan-
Des
9. Lietiana Indriati, SKM, M. Lingk
Koordinator PSP
Epidemiologi Membantu
pelaksanaan
pengumpulan data
Indepth Interview
Jan-
Des
10. Lenie Marlinae, SKM, M. kes
Anggota tim Promkes Membantu
pelaksanaan
pengumpulan data
Indepth Interview
Jan-
Des
11. dr Paisal M. Biomed
Peneliti S2 Biomedis Membantu
pelaksanaan
Jan-
Des
-
vi
pengumpulan data
Indepth Interview
12. Annida SKM, M.Sc
Peneliti S2 Parasitologi Membantu
pelaksanaan
pengumpulan data
Indepth Interview
Jan-
Des
13 Deni Fakhrizal, SKM
Anggota tim Kesmas Membantu pelaksanaan pengumpulan data PSP
Jan-
Des
14. Syarif Hidayat Anggota tim Biologi Membantu pelaksanaan pengumpulan data PSP
Jan-
Des
15. Abdullah Fadilly Anggota tim Teknisi Litkayasa entomologi
Membantu pelaksanaan pengumpulan data Entomologi
Jan-
Des
16. Akhmad Rosanji, SKM
Anggota tim Teknisi Litkayasa entomologi
Membantu pelaksanaan pengumpulan data Entomologi
Jan-
Des
17. Muttaqien Ramdani, SAB
Administrasi S1 Administrasi Bisnis
Bertanggungjawab pada administrasi kegiatan penelitian
Jan-
Des
18. Irwan Ramadhan, SE
Administrasi S1 Akuntansi Bertanggungjawab pada administrasi kegiatan penelitian
Jan-
Des
-
vii
PERSETUJUAN ETIK
-
viii
-
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan karunia Nya sehingga laporan penelitian “Riset implementasi Model Juru
Pembasmi Jentik (Jurbastik) dalam Penanggulangan DBD di Kalimantan
Timur (multicenter 2019)” dapat diselesaikan. Penelitian ini merupakan
penelitian multicenter bekerjasama dengan Balai dan Loka Ampuan
Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat yang dilakukan di 11 Provinsi di
Indonesia berdasarkan wilayah-wilayah dengan endemisitas DBD yang tingi.
Laporan penelitian ini memuat informasi hasil pemberdayaan
masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 1
rumah 1 Jumantik (1R1J) dengan peningkatan peran sebagai Jurbastik pada
tingkat rumah tangga.
Dalam kesempatan ini kami sampaikan ucapan terimakasih kepada
Kepala Badan Litbangkes, Kepala Pusat Upaya Kesehatan Masyarakat,
Kepala Balai Litbangkes Tanah Bumbu yang telah mendukung kegiatan
penelitian ini. Terimakasih juga disampaikan kepada Ketua Panitia Pembina
Ilmiah (PPI) Pusat Upaya Kesehatan Masyarakat, Pembina Balai Litbang
Kesehatan Tanah Bumbu yaitu Dra. Rr. Rachmalina S, M.Sc PH, Dr. Aria
Kusuma, SKM, MKM dan Dasuki, SF, Apt, M.Sc yang telah membimbing
dalam penelitian ini. Kemudian kami sampaikan terimakasih kepada Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur, Dinas Kesehatan Kota
Samarinda, Puskesmas Segiri, Kecamatan Samarinda Ulu, Kelurahan
Sidodadi dan Kelurahan Dadi Mulya yang dipilih sebagai lokasi penelitian
atas bantuannya dalam memfasilitasi perijinan dan pelaksanaan penelitian
sehingga kegiatan ini dapat berjalan dengan lancar.
Laporan ini tidak terlepas dari keterbatasan dan kekurangan, untuk itu
kritik dan saran guna menyempurnakan laporan ini sangat kami harapkan.
Tanah Bumbu, Desember 2019
Tim Penelitian
-
x
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kebijakan Pembangunan Kesehatan tahun 2018 mengarah kepada
meningkatkan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan serta Upaya
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat.
Penyakit Demam Berdarah Dengue masih menjadi salah satu masalah
kesehatan di Indonesia, berbagai cara penanggulangannya telah dilakukan namun
kejadian kasus masih tinggi. Dalam mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan
penguatan sistem surveilans di masyarakat sebagai sistem deteksi dini untuk
mencegah timbulnya penyakit.
Sejak tahun 2015 telah diluncurkan Program Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik
(Juru Pemantau Jentik). Program Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (1R1J)
dikampanyekan oleh Kementerian Kesehatan RI untuk pengendalian infeksi virus
dengue dalam semangat Gerakan Masyarakat secara luas dengan pendekatan
keluarga Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik menitikberatkan pada pembinaan keluarga
oleh puskesmas, lintas sektoral tingkat kecamatan serta kader kesehatan, dengan
tujuan agar keluarga dapat berperan aktif dalam pemantauan dan pemberantasan
jentik nyamuk vektor serta kasus DBD.
Hingga saat ini, sebanyak 111 Kabupaten/kota yang telah menerapkan
Gerakan 1R1J, namun masih terbatas pada beberapa kelurahan ataupun
kecamatan dalam kabupaten tersebut. Untuk mengoptimalkan peran jumantik maka
diperlukan peningkatan peran sebagai juru pembasmi jentik dengan istilah Juru
Pembasmi Jentik (JURBASTIK).
Tujuan penelitian ini untuk memberikan alternatif solusi dalam pelaksanaan
Program Prioritas Nasional terkait Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit
dengan penguatan upaya promotif dan preventif melalui pemberdayaan masyarakat
dengan pendekatan GERMAS agar derajat kesehatan masyarakat meningkat dalam
program gerakan 1R1J.
-
xi
Hasil yang diharapkan adalah untuk percepatan pencapaian kinerja cakupan
program 1R1J dengan partisipasi masyarakat yang tinggi yang pada akhirnya terjadi
transfer of ownership dari program menjadi milik masyarakat.
Disain penelitian pada kegiatan ini adalah metode quasi experimental with
control. Pada tahap ini melakukan uji coba pada daerah perlakuan dan kontrol pada
dua kelompok masyarakat yang relatif sama. Metode kuasi eksperimental
digunakan untuk mengetahui apakah model yang didapatkan mempunyai pengaruh
terhadap partisipasi anggota rumah tangga dalam program 1R1J.
Kegiatan ini diawali dengan pengumpulan data sekunder yaitu data kasus
DBD dari fasilitas kesehatan (Puskesmas, RS dan Dinas Kesehatan), dilanjutkan
dengan pengumpulan data secara kualitatif/ indepth interview di level stake holder
terhadap gerakan 1R1J di provinsi sampai masyarakat. Pengumpulan data secara
kuantitatif menggunakan kuesioner terstruktur dilakukan di masyarakat yang
meliputi : partisipasi anggota rumah tangga dalam pelaksanaan program 1R1J,
dilanjutkan dengan pengukuran indeks entomologi (House Index, Container Index,
Breuteu Index dan Angka Bebas Jentik). Hasil analisis data tersebut akan
digunakan untuk merumuskan dan mengembangkan intervensi 1R1J secara local
spesifik dan uji coba wilayah.
Gambaran intervensi yang dilakukan dengan metode PAR (Participatory
Active Research) terhadap intervensi Jurbastik, yang diawali dengan
pertemuan/indept terhadap stakeholder, tokoh masyarakat, pelatihan 1R1J
(Jurbastik) pada setiap tingkatan sampai dengan anggota keluarga sebagai gerakan
1R1J, upaya promosi kesehatan dan pembuatan aplikasi sistem pelaporan hasil
1R1J.
Manfaat penelitian diperolehnya informasi untuk kebijakan berupa
pengembangan model dalam pengendalian DBD dengan upaya Jurbastik dalam
rangka mendukung upaya pengendalian vektor DBD. Sehingga dapat diterapkan
oleh pelaksana program dalam pencegahan DBD yang aman, rasional, efisien,
efektif, dapat diterima oleh program dan masyarakat serta berkelanjutan (transfer of
ownership)
-
xii
Penelitian ini merupakan penelitian Multicenter yang dilakukan oleh Balai dan
Loka Litbang dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Kementerian Kesehatan, dengan pembagian wilayah pada wilayah kerja masing-
masing Balai/Loka. Balai Litbangkes Tanah Bumbu yaitu Provinsi Kalimantan Timur.
Pelaksanaan G1R1J di Kota Samarinda sudah dimulai pada tahun 2016,
namun hanya berlangsung efektif selama 3-6 bulan. Kurangnya dukungan
kerjasama dari lintas program maupun lintas sektor menjadi salah satu penyebab
pelaksanaan G1R1J tidak terlaksana secara kontinyu dan berkesinambungan.
Pendampingan yang dilakukan selama penelitian kepada pemerintah daerah dan
masyarakat khususnya lintas sektor dan koordinator jumantik meningkatkan
kesadaran akan pentingnya G1R1J sehingga himbauan G1R1J mulai dimasukkan
sebagai wacana pada agenda beberapa kegiatan di tingkat kelurahan dan
kecamatan
Pelaksanaan G1R1J di Kota Samarinda sudah dimulai pada tahun 2016,
namun hanya berlangsung efektif selama 3-6 bulan. Kurangnya dukungan
kerjasama dari lintas program maupun lintas sektor menjadi salah satu penyebab
pelaksanaan G1R1J tidak terlaksana secara kontinyu dan berkesinambungan.
Pendampingan yang dilakukan selama penelitian kepada pemerintah daerah dan
masyarakat khususnya lintas sektor dan koordinator jumantik meningkatkan
kesadaran akan pentingnya G1R1J sehingga himbauan G1R1J mulai dimasukkan
sebagai wacana pada agenda beberapa kegiatan di tingkat kelurahan dan
kecamatan. Pelaksanaan G1R1J oleh rumah tangga di wilayah kerja Kelurahan
Sidodadi pada tahun 2016 tidak berjalan karena kurangnya pemahaman koordinator
jumantik sehingga jumantik di tingkat rumah tangga tidak terbentuk dan masyarakat
merasa G1R1J bukan merupakan tanggungjawab bersama. Kurangnya sosialisasi
kepada masyarakat dan kurangnya motivasi kepada para koordinator merupakan
penyebab G1R1J tidak terlaksana dengan baik di Kelurahan Sidodadi.
Tingkat partisipasi masyarakat sebelum dilakukan periode intervensi baik
daerah perlakuan maupun kontrol sangat rendah. Setelah dilakukan intervensi
tingkat partisipasi masyarakat wilayah perlakuan meningkat secara signifikan
dibandingkan wilayah kontrol yang tidak banyak mengalami perubahan. Tingkat
partisipasi masyarakat terhadap program Jurbastik setelah diberikan pendampingan
-
xiii
mengalami peningkatan yang sangat signifikan pada daerah intervensi. Masyarakat
pada daerah kontrol tidak terjadi perubahan tingkat partisipasinya terhadap program
Jurbastik. Hasil indeks entomologi di Kelurahan Sidodadi pada sebelum intervensi
yaitu Container indeks (CI) (18,29), House Index (49,33), Bretau Index (80) dan
Angka Bebas Jentik (ABJ)(50,76), sedangkan sesudah intervensi yaitu Container
indeks (CI) (16), House Index (33,57), Bretau Index (48,57) dan Angka Bebas Jentik
(ABJ)(66,43).
Telah terbentuk GEMATRI (Gerakan Emak-Emak Pembasmi Jentik Trisari),
adanya keterlibatan kelurahan berupa sosialisasi dan mural, Kecamatan berupa
surat edaran, Dinas Kesehatan dengan menerbitkan SK mengenai pelimpahan
wewenang berupa anggaran dari Dinas Kesehatan ke Kecamatan dan Kelurahan,
salah satunya mengenai anggaran Demam berdarah, dan Puskesmas dengan aktif
melakukan pendampingan dan penyuluhan.
Pelaporan Aplikasi daring di Kelurahan Sidodadi menggunakan aplikasi gratis
dari Google yaitu google form dengan link https://forms.gle/RK6rESo2rRHdRYDe8
dan untuk melihat perkembangan pengisian spreed sheet dapat melihat
http://tiny.cc/hrkafz.
https://forms.gle/RK6rESo2rRHdRYDe8http://tiny.cc/hrkafz
-
xiv
ABSTRAK
Penyakit Demam Berdarah Dengue masih menjadi salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Salah satu program pemberdayaan masyarakat untuk menurunkan angka DBD dengan Gerakan 1 Rumah 1 Jurbastik (G1R1J). Tujuan penelitian ini untuk memberikan alternatif solusi dalam pelaksanaan Program Prioritas Nasional terkait Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit dengan penguatan upaya promotif dan preventif melalui pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan GERMAS agar derajat kesehatan masyarakat meningkat dalam program gerakan 1R1J.
Disain penelitian pada kegiatan ini adalah metode quasi experimental with control. Pada tahap ini melakukan uji coba pada daerah perlakuan dan kontrol pada
dua kelompok masyarakat yang relatif sama. Kegiatan yang dilakukan yaitu survei entomologi, pengetahuan sikap dan perilaku, FGD, Pendampingan serta dilakukan indepth interview.
Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku setelah intervensi dibandingkan dengan sebelum intervensi. Angka bebas jentik (ABJ) meningkat sebesar 16% setelah post intervensi. Pendampingan pada koordinator jumantik diperoleh nama lokal yaitu GEMATRI (Gerakan emak-emak pembasmi jentik Trisari), adanya pesan grup, dukungan Puskesmas dan Kelurahan serta adanya surat edaran pelaksanan G1R1J oleh Kecamatan. Upaya Sosialisasi ke Rukun Tetangga (RT) lainnya, serta penguatan lintas sektor perlu dilakukan untuk program Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik dalam penanggulangan DBD. Gerakan 1 rumah 1 jumantik dapat berjalan secara berkelanjutan jika ada kerjasama dan dukungan lintas sektor serta masyarakat secara bersama-sama.
-
xv
DAFTAR ISI Hal
Judul ............................................................................................................ i
Susunan Tim Peneliti…..…………………………………………….….……… ii
Surat Keputusan Penelitian ……………………………………………………. iv
Etik v
Kata Pengantar…………………………………………….…………….……… vi
Ringkasan Eksekutif… ……………………………………………….………… vii
Abstrak …………………………………………………………………………… xii
Daftar Isi …………………………………………………………………………. xiii
Daftar Tabel ……………………………………………………………………... xvi
Daftar Gambar ………………………………………………………………….. xix
Daftar Lampiran ………………………………………………………………… xxi
BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………………….. 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Tujuan Penelitian ………………….…… 9
1.3. Manfaat penelitian…..………..………………………..……………..…… 9
1.4. Hipotesis …………………………………………………..………..……… 9
BAB II. METODOLOGI PENELITIAN ………………………… …………..…… 10
2.1. Kerangka Teori …………………………………………..…..… 10
2.2. Kerangka Konsep ……………………………………………………… 11
2.3. Tempat dan waktu …………………………………………………….… 12
2.4. Disain Penelitian………………. …......………………………………… 12
2.5. Populasi dan Sampel …. ………………………………………….…… 12
2.6. Besar Sampel…………………………………………………………….. 13
2.7. Cara pemilihan/Penarikan Sampel ……………………………………. 14
2.8 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ………………………………………….. 14
2.9. Variabel dan Definisi Operasional………. 15
2.10. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data……………………….…… 15
2.11. Bahan dan Prosedur Kerja ……………………….……. 19
2.12. Manajemen dan Analisis Data ………………..……………….…… 22
-
xvi
BAB III. HASIL PENELITIAN…………..……………………………………… 24
3.1 Gambaran Umum …….………………………………………. 24
3.1.1 Kondisi geografis 24
3.1.2 Besar masalah DBD selama 3 tahun terakhir 30
3.1.3 Pengendalian DBD yang dilakukan oleh program 34
3.2 Program Gerakan 1R1J Tingkat Pemerintah Daerah 35
3.2.1 Definisi gerakan 1R1J 35
3.2.2 Keberadaan Gerakan 1R1J di wilayah penelitian 37
3.3 Program Gerakan 1R1J Tingkat Masyarakat (Hasil kuantitatif) 40
3.3.1 Pengetahuan Sikap dan Perilaku di Daerah Intervensi 40
3.3.2 Pengetahuan Sikap dan Perilaku di Daerah Kontrol 52
3.3.3 Hasil Survei Jentik 63
3.4 Program Gerakan 1R1J di Tingkat Program (Hasil kualitatif) 71
3.4.1 Implementasi Kebijakan 71
3.4.2 Sumber Daya Manusia 74
3.4.3 Anggaran/Pembiayaan 76
3.4.4 Sarana dan Prasarana 78
3.4.5 Pemberdayaan Masyarakat 78
3.4.6 Dukungan dan hambatan 81
3.5 Penggalangan Kerjasama 84
3.5.1 Sosialisasi dan Workshop 84
3.5.2 Kegiatan Pendampingan tahap I 88
3.5.3 Kegiatan Pendampingan tahap II 93
3.5.4 Kegiatan Pendampingan tahap III 97
3.5.5 Kegiatan Pendampingan tahap IV 103
3.6 Penggalangan Komitmen dan Tindak Lanjut pelaksanaan Gerakan
1R1J
107
3.7 Pengembangan Aplikasi Daring 114
BAB IV. PEMBAHASAN 116
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 122
-
xvii
5.1. Kesimpulan 122
5.2. Saran 123
DAFTAR PUSTAKA 124
-
xviii
DAFTAR TABEL
Hal Tabel 1 Jumlah Kasus dan Incidence Rate Demam Berdarah
Dengue per Provinsi di Indonesia Tahun 2008 – 2017
2
Tabel 2 Pembagian Kelurahan menurut Kecamatan di Kota Samarinda 23
Tabel 3 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kota Samarinda, 2018
25
Tabel 4 Distribusi dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Samarinda, 2018
25
Tabel 5 Kasus DBD berdasarkan Puskesmas di Kota Samarinda 28
Tabel 6 Kasus Kematian DBD berdasarkan Puskesmas 29
Tabel 7 Karakteristik Responden di Kelurahan Sidodadi
37
Tabel 8
Pengetahuan Masyarakat Terhadap Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik di Kelurahan Sidodadi
38
Tabel 9 Sikap Masyarakat Terhadap Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik di Kelurahan Sidodadi
43
Tabel 10 Tindakan Masyarakat Terhadap Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik di Kelurahan Sidodadi
44
Tabel 11 Karakteristik Responden di Kelurahan Dadi Mulya
49
Tabel 12 Pengetahuan Masyarakat Terhadap Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik di Kelurahan Dadi Mulya
50
Tabel 13 Sikap Masyarakat Terhadap Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik di Kelurahan Dadi Mulya
54
Tabel 14 Tindakan Masyarakat Terhadap Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik di Kelurahan Dadi Mulya
55
Tabel 15 Hasil uji normalitas data 56
Tabel 16 Hasil uji beda wilayah intervensi pada saat sebelum dan sesudah dilakukan intervensi
56
Tabel 17 Uji beda antara Kelurahan Sidodadi dan Dadi Mulya 56
-
xix
setelah dilakukan Intervensi
Tabel 18 Jenis Kontainer yang ditemukan pada Pengumpulan Data Pretest Wilayah Intervensi di Kelurahan Sidodadi Kota Samarinda Tahun 2019
61
Tabel 19 Letak Kontainer yang ditemukan pada Pengumpulan Data Pretest Wilayah Intervensi di Kelurahan Sidodadi Kota Samarinda Tahun 2019
61
Tabel 20 Kondisi Kontainer yang ditemukan pada Pengumpulan Data Pretest Wilayah Intervensi di Kelurahan Sidodadi Kota Samarinda Tahun 2019
62
Tabel 21 Angka Entomologi pada Pengumpulan Data Pretest Wilayah Intervensi di Kelurahan Sidodadi Kota Samarinda Tahun 2019
63
Tabel 22 Jenis Kontainer yang ditemukan pada Pengumpulan Data Pretest Wilayah Kontrol di Kelurahan Dadimulya Kota Samarinda Tahun 2019
64
Tabel 23 Letak Kontainer yang ditemukan pada Pengumpulan Data Pre test Wilayah Kontrol di Kelurahan Dadimulya Kota Samarinda Tahun 2019
63
Tabel 24 Kondisi Kontainer yang ditemukan pada Pengumpulan Data Pretest Wilayah Kontrol di Kelurahan Dadimulya Kota Samarinda Tahun 2019
63
Tabel 25 Angka Entomologi pada Pengumpulan Data Post test Wilayah Intervensi di Kelurahan Sidodadi Kota Sidodadi Tahun 2019
64
Tabel 26 Jenis Kontainer yang ditemukan pada Pengumpulan Data Posttest Wilayah Intervensi di Kelurahan Sidodadi Kota Samarinda Tahun 2019
65
Tabel 27 Letak Kontainer yang ditemukan pada Pengumpulan Data Post test Wilayah Intervensi di Kelurahan Sidodadi Kota Samarinda Tahun 2019
66
Tabel 28 Kondisi Kontainer yang ditemukan pada Pengumpulan Data Post test Wilayah Intervensi di Kelurahan Sidodadi Kota Samarinda Tahun 2019
66
Tabel 29 Angka Entomologi pada Pengumpulan Data Post Wilayah Intervensi di Kelurahan Sidodadi Kota Samarinda Tahun 2019
67
-
xx
Tabel 30 Jenis Kontainer yang ditemukan pada Pengumpulan Data
Post test Wilayah Kontrol di Kelurahan Dadimulya Kota Samarinda Tahun 2019
67
Tabel 31 Letak Kontainer yang ditemukan pada Pengumpulan Data Post Wilayah Kontrol di Kelurahan Dadimulya Kota Samarinda Tahun 2019
71
Tabel 32 Kondisi Kontainer yang ditemukan pada Pengumpulan Data Post test Wilayah Kontrol di Kelurahan Dadimulya Kota Samarinda Tahun 2019
71
Tabel 33 Angka Entomologi pada Pengumpulan Data Pretest
Wilayah Kontrol di Kelurahan Dadimulya Kota Samarinda Tahun 2019
72
Tabel 34 Identifikasi Masalah, Penyebab, Upaya yang dilakukan dan Kesepakatan Cara Pemecahannya pada Pendampingan ke 1 di Kelurahan Sidodadi, Kota Samarinda
93
Tabel 35 Identifikasi Masalah, Penyebab, Upaya yang dilakukan dan Kesepakatan Cara Pemecahannya pada Pendampingan ke 2 di Kelurahan Sidodadi, Kota Samarinda
97
Tabel 36 Identifikasi Masalah, Penyebab, Upaya yang dilakukan dan Kesepakatan Cara Pemecahannya pada Pendampingan ke 3 di Kelurahan Sidodadi, Kota Samarinda
103
Tabel 37 Identifikasi Masalah, Penyebab, Upaya yang dilakukan dan Kesepakatan Cara Pemecahannya pada Pendampingan ke 4 di Kelurahan Sidodadi, Kota Samarinda
107
-
xxi
DAFTAR GAMBAR
Hal Gambar 1 Kerangka Teori
7
Gambar 2 Kerangka Konsep Penelitian 8
Gambar 3 Peta Wilayah Administrasi Kota Samarinda
21
Gambar 4 Data Kasus DBD Tahun 2016 – April 2019 di Kota Samarinda.
27
Gambar 5 Jumlah Kasus Kematian DBD Tahun 2016 – April 2019 di Kota Samarinda
28
Gambar 6 Kegiatan Sosialisasi Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik di Puseksmas Segiri
82
Gambar 7 Kegiatan Workshop Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik di Kelurahan Sidodadi
84
Gambar 8 FGD dan Wokshop Pendampingan Ke Kesatu
88
Gambar 9 FGD dan Wokshop Pendampingan Ke Kedua
91
Gambar 10 FGD dan Wokshop Pendampingan Ke Ketiga
97
Gambar 11 FGD dan Wokshop Pendampingan Ke Keempat
103
Gambar 12 Penggalangan Komitment Bersama Pemberantasan DBD 105
Gambar 13 Kegiatan Sosialisasi Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik di Kelurahan Sidodadi.
106
Gambar 14 Penyebaran Informasi Pegendalian DBD melalui media massa dan mural
107
Gambar 15 Kegiatan Penyampaian hasil pengumpulan data pada saat pretest
108
Gambar 16 Kegiatan Wawancara Mendalam dan penyampaian Informasi penelitian
109
Gambar 17 Kegiatan Penyampaian Program Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik dengan Camat Samarinda Ulu
110
Gambar 15 Kegiatan Penyampaian Program Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik dengan Lurah Sidodadi
111
-
xxii
Gambar 16 Pelaporan Secara Online dengan Menggunakan Google Form
112
-
xxiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian dari Kesbangpol Linmas Provinsi
Kalimantan Timur.
Lampiran 2 Kuisioner Kuntitatif Lampiran 3 Kuisoioner kualitatif
-
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue, ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau
Ae. albopictus. 1 Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah
tropik dan subtropik, bahkan terdapat kecenderungan terus meningkat 2 dan banyak
menimbulkan kematian pada anak.3
Sejak pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968 sebanyak 58
orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) :
41,3 %), DBD terus menyebar luas ke seluruh Indonesia. Pada tahun 2015, DBD
sudah menjangkiti seluruh provinsi di Indonesia (34 provinsi) dengan jumlah
kabupaten/kota terjangkit adalah 436 dari 514 kabupate/kota yang ada di Indonesia
(84,82%). Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968
hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009. Peningkatan dan
penyebaran kasus DBD tersebut kemungkinan disebabkan oleh mobilitas penduduk
yang tinggi, perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim, perubahan
kepadatan dan distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya yang masih
memerlukan penelitian lebih lanjut.4 Pada saat ini, menurut data Badan Kesehatan
Dunia (WHO), Asia Pasifik menanggung 75 persen dari beban dengue di dunia
antara tahun 2004 dan 2010, sementara Indonesia dilaporkan sebagai negara ke-2
dengan kasus DBD terbesar diantara 30 negara wilayah endemis.5
Kasus DBD di Indonesia mengalami siklus epidemik yang terjadi setiap
sembilan-sepuluh tahunan karena adanya perubahan iklim yang berpengaruh
terhadap kehidupan vektor dan faktor yang mempengaruhinya. Perubahan iklim
menyebabkan perubahan curah hujan, suhu, kelembaban, arah udara sehingga
berefek terhadap ekosistem daratan dan lautan serta berpengaruh terhadap
kesehatan terutama terhadap perkembangbiakan vektor penyakit seperti nyamuk
Aedes, malaria dan lainnya.6 Selain itu, faktor perilaku dan partisipasi masyarakat
yang masih kurang dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) serta
faktor pertambahan jumlah penduduk dan faktor peningkatan mobilitas penduduk
-
2
yang sejalan dengan semakin membaiknya sarana transportasi menyebabkan
penyebaran virus DBD semakin mudah dan semakin luas.
Pada periode 10 tahun terakhir, jumlah kasus DBD di Indonesia secara
keseluruhan tercatat sebanyak 1.213.324 penderita dengan rata-rata incidence rate
(IR) adalah 49,55 per 100.000 penduduk. Jumlah kasus pertahun setiap tahunnya
mengalami naik turun dan ada di seluruh provinsi di Indonesia kecuali tahun 2011 di
Papua dan Papua Barat tidak dilaporkan ada kasus DBD. Jumlah kasus tahun 2008
adalah 137.469 penderita (IR = 59,02 per 100.000 penduduk), naik menjadi 158.912
penderita (IR=68,22 per 100.000 penduduk), selanjutnya turun sedikit tahun 2010
menjadi 156.086 penderita (IR=65,70 per 100.000 penduduk) dan turun tajam pada
tahun 2011 menjadi 65.725 penderita (IR=27,67 per 100.000 penduduk). Jumlah
kasus DBD naik lagi tahun 2012 menjadi 90.245 penderita (IR=37,11 per 100.000
penduduk) dan tahun 2013 menjadi 112.511 penderita (IR=68,22 per 100.000
penduduk). Tahun 2014 turun lagi menjadi 99.508 penderita (IR=39,80 per 100.000
penduduk), tapi naik lagi tahun 2015 menjadi 129.650 penderita (IR=50,75 per
100.000 penduduk) dan tahun 2016 menjadi 2014.171 penderita (IR=78,85 per
100.000 penduduk). Terakhir tahun 2017 turun ke tingkat yang paling rendah dalam
periode 10 tahun terakhir menjadi 59.047 penderita (IR=22,55 per 100.000
penduduk).7
Tabel 1. Jumlah Kasus dan Incidence Rate Demam Berdarah Dengue per Provinsi di Indonesia Tahun
2008 - 2017
No Provinsi
Tahun 2008-2012
Tahun 2013-2017
Jumlah Tahun 2008-2017
Kasus Rata-rata IR
Kasus Rata-rata IR
Kasus Rata-rata IR
1 Jawa Barat 120.470 55,98 102.640 43,97 223.110 49,97
2 Jawa Timur 75.539 40,20 76.040 39,23 151.579 39,72
3 DKI Jakarta 88.988 199,14 47.330 93,41 136.318 146,27
4 Jawa Tengah 68.549 41,32 64.393 37,48 132.942 39,40
5 Bali 29.407 167,60 52.313 250,46 81.720 209,03
6 Sumatera Utara 28.774 44,08 27.820 40,21 56.594 42,14
7 Kalimantan Timur 21.299 133,64 26.433 149,66 47.732 141,65
8 Banten 19.846 41,58 17.426 29,70 37.272 35,64
9 Sulawesi Selatan 14.885 37,61 20.548 48,23 35.433 42,92
10 Lampung 15.086 41,93 16.459 42,05 31.545 41,99
11 DI Yogyakarta 11.272 65,43 16.583 90,98 27.855 78,21
-
3
12 Sumatera Barat 11.875 50,33 14.795 57,54 26.670 53,94
13 Kalimantan Barat 13.733 64,21 10.122 43,45 23.855 53,83
14 Sumatera Selatan 10.633 29,03 11.632 28,91 22.265 28,97
15 Aceh 11.680 52,43 9.489 38,01 21.169 45,22
16 Riau 7.451 27,49 13.099 40,82 20.550 34,15
17 Sulawesi Tengah 8.743 67,39 7.799 54,92 16.542 61,16
18 Kalimantan Selatan 4.770 26,01 10.223 51,76 14.993 38,89
19 Kepulauan Riau 7.171 90,50 7.205 71,75 14.376 81,13
20 NTB 4.900 23,12 7.695 33,01 12.595 28,07
21 Sulawesi Utara 6.778 58,29 5.708 47,81 12.486 53,05
22 Kalimantan Tengah 5.341 49,28 5.955 47,88 11.296 48,58
23 Sulawesi Tenggara 3.271 30,02 7.667 59,58 10.938 44,80
24 Jambi 3.550 22,62 5.231 30,68 8.781 26,65
25 Bengkulu 2.856 32,82 4.245 45,04 7.101 38,93
26 NTT 3.992 16,72 2.347 9,20 6.339 12,96
27 Kapulauan Babel 1.983 32,72 2.438 36,09 4.421 34,41
28 Papua 1.144 13,21 2.629 16,97 3.773 15,09
29 Sulawesi Barat 1.122 20,36 2.281 36,18 3.403 28,27
30 Kalimantan Utara - - 2.750 106,77 2.750 106,77
31 Gorontalo 965 19,40 1.754 31,09 2.719 25,24
32 Maluku Utara 1.210 23,95 843 14,63 2.053 19,29
33 Papua Barat 1.030 34,93 459 10,88 1.489 22,91
34 Maluku 124 1,63 536 63,14 660 32,39
35 Indonesia 608.437 51,54 604.887 47,56 1.213.324 49,55
Sumber Data : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2017
Lima belas provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus DBD terbanyak
selama periode tahun 2008-2017 berturut-turut adalah Jawa Barat (223.110 kasus),
Jawa Timur (151.579 kasus), DKI Jakarta (136.318 kasus), Jawa Tengah (132.942
kaus), Bali (81.720 kasus), Sumatera Utara (56.594 kasus), Kalimantan Timur
(47.732 kasus), Banten (37.272 kasus), Sulawesi Selatan (35.433 kasus), Lampung
(31.545 kasus), DI Yogyakarta (27.855 kasus), Sumatera Barat (26.670 kasus),
Kalimantan Barat (23.855 kasus), Sumatera Selatan (22.265 kasus) dan Aceh
(21.169 kasus). Sedangkan berdasarkan incidence rate, lima belas provinsi tertinggi
berturutpturut adalah Bali (IR = 209,03 per 100.000 penduduk), DKI Jakarat (IR =
146,27 per 100.000 penduduk), Kalimantan Timur (IR = 141,45 per 100.000
penduduk), Kalimantan Utara dalam periode 4 tahun terakhir (IR = 106,77 per
100.000 penduduk), Kepulauan Riau (IR = 81,13 per 100.000 penduduk), DI
-
4
Yogyakarta (IR = 78,21 per 100.000 penduduk), Sulawesi Tengah (IR = 61,16 per
100.000 penduduk), Sumatera Barat (IR = 53,94 per 100.000 penduduk),
Kalimantan Barat (IR = 53,83 per 100.000 penduduk), Sulawesi Utara (IR = 53,05
per 100.000 penduduk), Jawa Barat (IR = 49,97 per 100.000 penduduk), Kalimantan
Tengah (IR = 48,58 per 100.000 penduduk), Aceh (IR = 45,22 per 100.000
penduduk), Sulawesi Tenggara (IR = 44,80 per 100.000 penduduk), dan Sulawesi
Selatan (IR = 42,92 per 100.000 penduduk).
Berdasarkan IR DBD, suatu daerah dapat dikategorikan dalam risiko tinggi
risiko tinggi apabila IR > 55 per 100.000 penduduk, dalam risiko sedang dan rendah
yaitu, risiko sedang apabila IR 20-55 per 100.000 penduduk, dan risiko rendah
apabila IR
-
5
DBD, aspek lingkungan dan perilaku manusia adalah dua hal yang pokok yang
harus menjadi perhatian.
Selain penduduk, variabel iklim yang meliputi suhu dan kelembaban udara
seta curah hujan juga berpengaruh terhadap kejadian DBD. Pada tingkat lokal dan
regional, curah hujan dan ekologis manusia, sangat berpengaruh terhadap
kehadiran nyamuk Aedes aegypti pada skala rumah tangga. Curah hujan adalah
komponen penting karena dapat membengaruhi faktor lain seperti kesuburan
vegetasi dan keberadaan air pada kontainer, serta memiliki potensi untuk
mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk sehingga angka kejadian demam
berdarah meningkat pada bulan-bulan tertentu sesuai dengan tinggi rendahnya
curah hujan.11
Kepadatan nyamuk Aedes spp sangat berhubungan dengan kejadian DBD.
Hasil penelitian di Banyuwangi menunjukan bahwa Infeksi primer maupun infeksi
sekunder DBD sebagian besar terjadi di daerah dengan angka bebas jentik (ABJ) <
95%.12 Berdasarkan Permenkes Nomor 50 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu
Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor Dan Binatang
Pembawa Penyakit Serta Pengendaliannya, ABJ adalah persentase rumah atau
bangunan yang bebas jentik, dihitung dengan cara jumlah rumah yang tidak
ditemukan jentik dibagi dengan jumlah seluruh rumah yang diperiksa dikali 100%.
Yang dimaksud dengan bangunan antara lain perkantoran, pabrik, rumah susun,
dan tempat fasilitas umum yang dihitung berdasarkan satuan ruang bangunan/unit
pengelolanya. Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk ABJ adalah 95%,
dengan demikian untuk tidak terjadi penularan DBD maka ABJ di suau wilayah
minimal 95%. Sampai dengan tahun 2016, ABJ secara nasional belum mencapai
target minimal meskipun ABJ tahun 2016, yaitu sebesar 67,6% meningkat
dibandingkan tahun 2015 sebesar 54,2%. Hal ini dapat disebabkan Puskesmas
sudah mulai menggalakkan kembali kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB)
secara rutin sehingga kegiatan kader Juru Pemantau Jentik (Jumantik) sudah mulai
digalakkan kembali. Selain itu, pelaporan data ABJ sudah mulai mencakup sebagian
wilayah kabupaten/kota di Indonesia sehingga cakupan ABJ juga semakin
meningkat. Dalam periode tahun 2010-2016, ABJ nasional tidak dapat mencapai
angka minimal nasional, paling tinggi hanya 80,2% (tahun 2010) dan paling rendah
-
6
24,1% (tahun 2014). Pada periode tersebut, berturut ABJ nasional setiap tahunnya
adalah 80,2% (tahun 2010), 76,2% (tahun 2011), 79,3% (tahun 2012), 80,1% (tahun
2013), 24,1% (tahun 2014), 54,2% (tahun 2015) dan 67,6% (tahun 2016). 7
Penelitan di Bandung tahun 2014 menunjukan bahwa pengetahuan
masyarakat berkaitan dengan DBD sudah baik (90%), pernah melakukan PSN
(84,7%), rutin melakukan PSN setiap minggu (60,2%), pernah menugaskan untuk
PSN (49,5%), dan rutin menugaskan PSN (42,5%). Sedangkan hasil survai jentik di
rumah responden pada penelitian yang menunjukan ABJ 34,1%. Selanjutnya
dilaporkan, penyebab tidak rutin melakukan PSN paling tinggi adalah karena bukan
kewajiban (46,51%), karena sibu (36,43%), karena sudah ada petugasnya (7,75%),
karena malas (6,20%), karena lupa (1,55%), dan karena lain-lain alasan sebesar
1,56%.13
Pengendalian DBD telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 581/MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam
Berdarah dan Keputusan Menteri Kesehatan nomor 92 tahun 1994 tentang
perubahan atas lampiran Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
581/MENKES/SK/1992, dengan menitikberatkan pada upaya pencegahan dengan
gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) selain penatalaksanaan penderita
DBD dengan memperkuat kapasitas pelayanan kesehatan dan sumber daya,
memperkuat surveilans epidemiologi dan optimalisasi kewaspadaan dini terhadap
Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD.14 Berbagai upaya telah dilakukan untuk
menanggulangi terjadinya peningkatan kasus, salah satu diantaranya dan yang
paling utama adalah dengan memberdayakan masyarakat dalam kegiatan
Pengendalian Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M (Menguras-Menutup-
Mengubur). Kegiatan ini telah diintensifkan sejak tahun 1992 dan pada tahun 2000
dikembangkan menjadi 3M Plus yaitu dengan cara menggunakan larvasida,
memelihara ikan dan mencegah gigitan nyamuk. Tapi sampai saat ini upaya tersebut
belum menampakkan hasil yang diinginkan karena setiap tahun masih terjadi
peningkatan angka kematian.15
Pelaksanaan PSN, sangat berkaitan dengan perilaku masyarakat sebagai
pelaku utamanya. Sedangkan yang disebut perilaku merupakan suatu respons
-
7
seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar) yang terjadi melalui suatu
proses : Stimulus Organism Response (S-O-R) dan sangat tergantung dari orang
yang bersangkutan. Dengan demikian maka perilaku antara individu yang satu
dengan lainnya atau antara komunitas yang satu dengan lainnya akan berbeda
karena manusia mempunyai aktivitas masing-masing.16 Perilaku adalah suatu
keadaan yang seimbang antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan, yang
dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut di
dalam diri seseorang.17
Pada tahun 2015 pada ASEAN Dengue Day (ADD), diluncurkan Gerakan 1
Rumah 1 Jumantik dengan tujuan untuk menurunkan angka penderita dan angka
kematian akibat DBD dengan meningkatkan peran serta dan pemberdayaan
masyarakat berbasis keluarga untuk melakukan pencegahan. Gerakan ini
merupakan program PSN untuk mencapai ABJ >95% dengan mengajak seluruh
masyarakat berperan aktif dalam mencegah perkembangbiakan nyamuk. Ujung
tombak Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik adalah Juru Pemantau Jentik (Jumantik) yang
merupakan anggota masyarakat yang dilatih oleh Puskesmas setempat untuk
memantau keberadaan dan perkembangan jentik nyamuk guna mengendalikan
penyakit DBD di suatu daerah melalui Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
dengan cara 3M Plus, yaitu; menguras bak mandi, menutup tempat penampungan
air, memanfaatkan barang bekas, plus cegah gigitan nyamuk.14
Juru pemantau jentik atau Jumantik didefinisikan sebagai orang yang
melakukan pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk khususnya
Aedes spp. Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik didefinisikan sebagai peran serta dan
pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan setiap keluarga dalam pemeriksaan,
pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk untuk pengendalian penyakit tular
vektor khususnya DBD melalui pembudayaan PSN 3M PLUS. Jumantik Rumah
adalah kepala keluarga / anggota keluarga /penghuni dalam satu rumah yang
disepakati untuk melaksanakan kegiatan pemantauan jentik di rumahnya. Jumantik
Lingkungan adalah petugas yang ditunjuk oleh pengelola TTU atau TTI untuk
melaksanakan pemantauan jentik. Contoh TTI adalah perkantoran, sekolah, rumah
sakit, sedangkan contoh TTU adalah pasar, terminal, pelabuhan, bandara, stasiun,
tempat ibadah, tempat pemakaman, tempat wisata. Koordinator Jumantik adalah
-
8
satu atau lebih jumantik/kader yang ditunjuk oleh Ketua RT untuk melakukan
pemantauan dan pembinaan pelaksanaan jumantik rumah dan jumantik lingkungan
(crosscheck). Supervisor Jumantik adalah satu atau lebih anggota dari Pokja DBD
atau orang yang ditunjuk oleh Ketua RW/Kepala Desa/Lurah untuk melakukan
pengolahan data dan pemantauan pelaksanaan jumantik di lingkungan RT. Sebagai
pemantau dan pelaksana PSN, maka dibentuk juru pemantau dan pembasmi jentik
yang disingkat Jumbastik yang merupakan penerapan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik
yang didefinisikan sebagai peran serta dan pemberdayaan masyarakat dengan
melibatkan setiap keluarga, tempat-tempat umum (TTU) dan di tempat-tempat
institusi (TTI) dalam pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk.
Jumbastik terdiri dari Jumantik Rumah yaitu di rumah tangga yang bertugas
memantau dan memberantas nyamuk di rumah masing-masing dan Jumantik
Lingkungan yaitu di TTU dan di TTI yang bertugas memantau dan memberantas
nyamuk di TTU atau TTI masing-masing.18
Penyadaran masyarakat dapat lebih efektif jika dilakukan oleh Koordinator
Jumantik yang umumnya adalah kader kesehatan karena mereka lebih dekat
dengan masyarakat dan terlibat langsung dalam kegiatan kemasyarakatan. Kader
kesehatan seharusnya mendapat pembekalan pengetahuan dan keterampilan agar
mereka mampu secara mandiri melakukan tugasnya dengan baik. Beberapa studi
menyebutkan bahwa partisipasi kader di masyarakat dipengaruhi oleh motivasi,
pengetahuan dan keterampilan teknis, keterampilan sosial, kemampuan
perencanaan dan problem solving (kemampuan manajerial). Prinsip pemberdayaan
kesehatan pada dasarnya mendorong masyarakat untuk meningkatkan motivasi dan
kemandirian dalam bertindak dan menentukan keputusan yang berpengaruh
terhadap kesehatannya. Peningkatan motivasi dapat memberikan pengaruh
terhadap peningkatan upaya pengendalian Aedes spp. oleh warga.19 Tugas
Jumantik selain untuk surveilans dan pemberantasan vektor di pemukiman maupun
tempat-tempat umum, juga berperan dalam memperkuat perilaku masyarakat dalam
PSN 3M plus yang keberhasilannya dapat ditinjau dari nilai ABJ dan nilai CI.20
-
9
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum :
Tujuan penelitian ini untuk Mengimplementasikan program juru pembasmi
jentik (Jurbastik) dalam penanggulangan DBD melalui program gerakan 1R1J
(1Rumah 1 Jumantik)
Tujuan khusus :
1. Identifikasi pelaksanaan program gerakan 1R1J di tingkat pemerintah daerah.
2. Identifikasi pelaksanaan program gerakan 1R1J di tingkat masyarakat (Rumah
tangga).
3. Menggalang partisipasi aktif kerjasama antara masyarakat, petugas kesehatan
dan tokoh masyarakat setempat dalam menanggulangi DBD di wilayahnya.
4. Memperkuat sumber daya setempat, tokoh masyarakat setempat, saluran
komunikasi setempat dalam rangka penanggulangan DBD melalui kegiatan
1R1J dengan peran sebagai jurbastik.
5. Pengembangan aplikasi daring dalam sistem pelaporan program jurbastik.
1.3. Manfaat penelitian
Sebagai bahan pengambil kebijakan untuk menentukan model penerapan
program Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik dengan peningkatan peran sebagai jurbastik
dalam upaya pemberantasan DBD
1.4. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah “partisipasi masyarakat dalam kegiatan
1R1J pada kelompok yang diberi perlakuan lebih tinggi dari pada kelompok kontrol”
-
10
II. METODOLOGI PENELITIAN
2.1. Kerangka Teori
Gambar 1. Kerangka Teori
Sumber : Guzman & Haris, 2015, McBridea&Ohman, 2000; Syahribulan et al., 2012;
Sumantri, 2015; Kumar et.al, 2016; Ditjen P2MPL, 1999; Khormi, 2013; Morin et al
2013.
Lingkungan
- Intensitas cahaya - Keberadaan, rimbunan dan tinggi
tanaman - Tempat Penampungan Air (TPA) - Kepadatan penduduk
Iklim
- Curah hujan - Suhu - Kelembaban
Nyamuk Aedes sp
- Kepadatan nyamuk - Kepadatan jentik - Tempat
perkembangbiakan
- Kesenangan menggigit(feeding habits)
- Keberadaan resting places
- Jarak terbang (flight range)
Virus Dengue
Serotipe virus dengue
Penduduk
- Umur - Jenis kelamin - Status gizi - Imunitas - Pendidikan
- Perilaku PSN (menguras, menutup, memanfaatkan barang bekas, menabur larvasida, menggunakan anti nyamuk, memelihara predator larva, menanam tanaman pengusir nyamuk, mengatur ventilasi rumah, menghindari
menggantung pakaian)
Transmisi
DBD
-
11
2.2. Kerangka Konsep
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep yang telah dibuat, bahwa output yang
diharapkan adalah ABJ lebih dari 95% dan tidak ditemukan kasus indigenous, ini
adalah angka capaian yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan merupakan
indikator capaian 1R1J. Untuk mendapatkan angka tersebut diperlukan beberapa
indikator yang harus diukur , diantaranya penggalian informasi melalui wawancara
mendalam untuk identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap gerakan
1R1J di tingkat pemerintah daerah, stake holder dan rumah tangga. Di tingkat
rumah tangga mengukur tingkat partisipasi masyarakat dalam program gerakan
1R1J, mengukur indeks entomologi dengan melakukan survei jentik untuk
-
12
mendapatkan nilai HI, BI, CI, ABJ. Dalam proses diimplementasikan gerakan 1 R1J
(1 Rumah 1 Jurbastik) dengan mengadakan pelatihan, pendampingan, umpan balik
status virologi pada jentik/nyamuk dan aplikasi sistem pelaporan.
2.3. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan selama 11 bulan mulai bulan Januari-November 2019
di 13 Provinsi yang merupakan wilayah dengan kasus DBD tertinggi dan telah
dilakukan sosialisasi oleh program mengenai 1R1J.
Penelitian ini merupakan penelitian Multicenter yaitu antara Pusat Penelitian
Upaya Kesehatan Masyarakat dengan 7 Balai/Loka ampuan, adapun pembagian
wilayah penelitian adalah sebagai berikut :
1. Balai Litbangkes Baturaja : Jambi dan Sumatera Selatan 2. Loka Litbang Pangandaran : Lampung, Banten, Jawa Barat 3. Balai Litbangkes Banjarnegara : Kalimantan Barat 4. Balai Litbangkes Tanah Bumbu : Kalimantan Timur 5. Balai Litbangkes Donggala : Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan 6. Loka Litbang Waikabubak : Bali 7. Pusat Upaya Kesehatan Masyarakat : Jawa Timur, Riau dan NTB
Penelitian tahap 1 tahun 2019 dilakukan selama 11 bulan mulai bulan
Januari-November 2019 sebanyak 13 provinsi dari 24 provinsi yang sudah
melaksanakan gerakan 1R1J.
Balai Litbang Kesehatan Tanah Bumbu melakukan kegiatan penelitian di
Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur yaitu di Wilayah Kerja Puskesmas
Segiri dengan Kelurahan Sidodado sebagai daerah Intervensi dan Kelurahan Dadi
Mulya sebagai Kontrol.
2.4. Desain Penelitian
Desain penelitian quasi experimental with control digunakan untuk
mengetahui apakah model implementasi 1R1J (jurbastik) mempunyai pengaruh
terhadap partisipasi anggota rumah tangga. Dalam penelitian ini dilakukan uji coba
dengan perlakuan dan kontrol pada dua kelompok masyarakat yang relatif sama.
-
13
2.5. Populasi dan Sampel
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah anggota masyarakat yang menempati
rumah/bangunan di lingkungan Kelurahan Sidodadi dan Kelurahan Dadi Mulya.
Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah penghuni rumah/bangunan yang
ditunjuk/bertangungjawab melakukan kegiatan 1R1J di tiap rumah/bangunan,
sampel berasal dari semua rumah/bangunan di lingkungan RW lokasi penelitian.
2.6. Besar Sampel
Besar sampel yang digunakan berdasarkan uji hipotesis beda dua populasi
(Lemeshow, 1997) dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
n : Besar sampel minimal
Z 1-α/2 : Nilai distribusi normal standar pada α = 0,05 (95%) =1,96
Z 1-ᵦ : Nilai distribusi normal standar pada kekuatan uji 1-ᵦ = 90 % = 1,28
α : Derajat kemaknaan (Kesalahan menolak Ho yang benar) = 0,05
ᵦ : Kesalahan tidak menolak Ho padahal Ho salah= 0,05
P1 : Proporsi keberadaan larva Aedes di daerah kasus DBD di Lombok sebagai
daerah 1R1J = 0,47 (Roy Nusa, dkk, 2015)
P2 : Proporsi keberadaan larva Aedes di daerah kontrol diperoleh dari 0,47 –
0,2 =
0,27
P̅ : Proporsi rata-rata kedua kelompok, karena belum ditemukan referensi untuk
perhitungan proporsi kelompok kedua, maka peneliti mengganggap
perbedaan proporsi antar kedua kelompok sebesar 20% (0,2)
-
14
Berdasarkan hasil perhitungan maka jumlah sampel adalah 104 responden
ditambahkan 10% didapatkan 114 responden dan dibulatkan menjadi 120 untuk
kelompok intervensi dan 120 responden untuk kelompok kontrol, sehingga jumlah
total sampel adalah 240 responden.
2.7. Cara pemlihan/Penarikan Sampel.
Pengambilan sampel dilakukan secara bertingkat (multistage sampling),
dengan tahapan sebagai berikut :
Di masing-masing provinsi ditentukan 2 kabupaten/kota dengan jumlah kasus
DBD tertinggi tahun 2017. Pada masing-masing kabupaten/kota ditentukan 1
kecamatan dengan kasus DBD tertinggi tahun 2017 dan telah dilakukan sosialisasi
gerakan 1R1J sebagai lokasi penelitian. Kecamatan terpilih selanjutnya dibagi
menjadi dua kategori yaitu kecamatan sebagai lokasi intervensi dan 1 kecamatan
sebagai kontrol, dan di masing-masing kecamatan terpilih, ditentukan 1 unit lokasi
penelitian yaitu adalah RW atau kampung yang mencukupi sampel minimal.
Penentuan rumah yang disurvei dilakukan secara random sampling
2.8. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria inklusi
a. Rumah tinggal dihuni oleh satu atau lebih rumah tangga atau keluarga yang terdiri
dari kepala keluarga dan anggota keluarga.
b. Bersedia ikut serta dalam penelitian.
c. Sehari-harinya ada anggota keluarga dewasa yang ada di rumah.
Kriteria eksklusi
a. Tempat tinggal merupakan rumah petak dengan sewa bulanan (tempat kos).
b. Rumah sedang direnovasi atau dalam waktu dekat akan direnovasi.
-
15
2.9. Variable dan Definisi Operasional
Variabel
Variabel terikat :
Nilai ABJ > 95% dan Kasus DBD
Variabel bebas :
Partisipasi anggota keluarga dalam pelaksanaan 1R1J
Keberadaan jentik nyamuk Aedes spp
Definisi Operasional
Rukun warga/RW adalah : satuan organisasi masyarakat non formal di bawah
lingkungan desa/kelurahan
1R1J adalah : Suatu program gerakan satu rumah satu jumantik dimasyarakat,
dimana anggota keluarga berperan sebagai juru pemantau jentik
Rumah/bangunan: ruangan dengan bentuk fisik yang dibatasi dinding dan
memiliki atap untuk tempat tinggal/beraktifitas manusia
2.10. Instrument dan Cara Pengambilan Data
Data pre (sebelum intervensi)
Dilakukan pengumpulan data pre yaitu sebelum kegiatan intervensi sebagai
baseline data pada selauruh wilayah yang terpilih sebagai daerah penelitian baik
daerah intervensi maupun kontrol. Pada daerah kontrol dilakukan sosialisasi sesuai
dengan yang diterapkan oleh Program (Subdit Arbovirosis) namun tidak dilakukan
pendampingan seperti yang dilakukan pada daerah intervensi.
Data yang dikumpulkan meliputi :
a. Pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat
Dilakukan wawancara terhadap orang dewasa yang ada di rumah sampel
terpilih berpedoman pada kuesioner terstruktur.
Wawancara berkaitan dengan pengetahuan, sikap dan prilaku atau
kebiasaan yang dilakukan sehari-hari berkaitan dengan surveilans vektor dan
-
16
kasus DBD serta pelaksanaan pemberantasan vektor. Hasil wawancara
ditulis pada lembar jawaban yang dibuat terpisah dari kuesioner.
Instrumen yang digunakan adalah kuesioner.
b. Pengamatan (surveilans) jentik nyamuk Aedes spp oleh masyarakat
Kepada responden yang sama dengan wawancara PSP, ditanyakakan
apakah ada ART yang biasa mengamati keberadaan jentik nyamuk Aedes
pada kontainer yang ada di dalam dan luar rumah.
Kalau ada, apakah biasa dicatat. Kalau biasa dicatat, maka dilihat
catatannya.
Bagaimana tindakan selanjutnya?
Hasil pengamatan dilacatat pada format pengumpulan data.
c. Keberadaan jentik nyamuk Aedes spp
Dilakukan pengamatan keberadaan jentik nyamuk Aedes spp pada kontainer
di dalam dan luar rumah dengan single method. Pengamatan dilakukan pada
pre dan post.
Di setiap rumah sampel, dilakukan pencatatan jumlah kontainer yang berisi
air di dalam dan di luar rumah. Hasil pengamatan dilacatat pada format
pengumpulan data.
Instrumen yang digunakan adalah perlengkapan survai jentik, formulir/format
isian dan kuesioner.
Intervensi
Metode intervensi yang dilakukan adalah dengan metode Participatory Active
Research (PAR ), cara yang dipakai dalam mengumpulkan informasi berdasarkan
pada keinginan dan kehidupan masyarakat setempat. PAR lebih focus pada ‘proses’
mengetahui pengetahuan masyarakat dan menekankan pada keterlibatan
masyarakat setempat di semua bagian penelitian (Koning, Martin, 1996), yaitu
menerapkan model intervensi berdasarkan lokal spesifik ke daerahan, serta
keinginan masyarakat dengan pendekatan dari masyarakat itu sendiri (Community-
based intervention by using bottom-up planning). Pada penelitian ini intervensi yang
-
17
dilakukan adalah penerapan program JURBASTIK pada Gerakan 1 Rumah 1
Jumantik melalui pembinaan kepada Jumantik Rumah dan Jumantik Lingkungan
oleh kader/Koordinator Jumantik, dengan tahapan sebagai berikut :
a. Rekrutmen Koordinator 1R1J (Jurbastik) serta Supervisor.
Dilakukan rekrutmen Koordinator Jumantik yang berasal dari anggota
masyarakat setempat serta kader kesehatan yang sudah ada, Jumlah kader
yang direkrut berdasarkan jumlah keluarga di masing-masing RT lokasi
intervensi penelitian dengan perbandingan seorang Koordinator Jumantik untuk
membina maksimal sebanyak 10 keluarga/TTU/TTI. Koordinator Jumantik yang
direkrut berasal dari RT yang sama dengan keluarga binaannya. Selanjutnya di
masing-masing RW direkrut seorang Supervisor Jumantik yang merupakan
anggota Pokja DBD atau orang yang ditunjuk oleh Ketua RW/Kepala
Desa/Lurah untuk melakukan pengolahan data dan pemantauan pelaksanaan
jumantik di lingkungan RT.
b. Pelatihan Koordinator Jurbastik serta Supervisor
Koordinator Jumantik dan Supervisor Jumantik yang sudah direkrut selanjutnya
dilatih berkaitan dengan penanggulangan DBD, surveilans vektor dan kasus
DBD serta pembinaan keluarga Tim pelatihan terdiri dari lintas sektoral tingkat
kabupaten/kota, lintas sektoral tingkat kecamatan serta tim peneliti.
c. Pembuatan sistem aplikasi daring dalam pelaporan 1R1J.
Pembuatan sitem pelaporan secara elektronik bertujuan untuk memudahkan
dan mempercepat laporan hasil pelaksanaan 1R1J kepada koordinator,
supervisor, Puskesmas, sampai ke ppemegang program di tingkat Dinas
Kesehatan Kabupaten/kota
d. Sosialisasi RW
Sosialisasi diawali dengan pemaparan dan pemicuan tentang permasalahan
DBD di wilayah RW lokasi intervensi penelitian serta penyebabnya berdasarkan
hasil penelitian sebelumnya. Selanjutnya kader dan warga masyarakat di
-
18
daerah perlakuan melakukan diskusi membahas permasalahan DBD untuk
mencari solusi bersama.
Dalam diskusi juga dicari kesepakatan dari warga berkaitan dengan surveilans
vektor dan kasus DBD serta pemberantasan vektor secara bersama-sama.
Selain itu juga dilakukan pembentukan Jumantik di setiap rumah yang bertugas
mengamati keberadaan jentik /pupa di rumah masing-masing serta
bertanggungjawab pada pemberantasannya.
e. Pendampingan untuk pembinaan keluarga binaan oleh kader/lintas sektor/ tim
peneliti Setiap minggu selama 5 bulan intervensi, dilakukan pembinaan oleh
kader terhadap keluarga binaannya berkaitan dengan pemberantasan vektor
DBD, active case finding dan deteksi dini kasus DBD. Sedangkan pembinaan
oleh lintas sektor kota maupun kecamatan serta tim peneliti dilakukan setiap
bulan. Selama periode pembinaan, juga dilakukan pengamatan terhadap kinerja
kader keadaan lingkungan oleh peneliti dan lintas sektoral kabupaten dan
kecamatan.
f. Pembuatan buku saku.
Sebagai bahan pembinaan dan pedoman pelaksanaan surveilans vektor dan
kasus DBD serta pemberantasan vektor, maka dibuat buku saku yang berisi :
Pengertian Demam Berdarah Dengue, Pengendalian Vektor Terpadu, Cara-cara
melakukan pengendalian jentik, dengan PSN
Buku saku tersebut dibagikan kepada lintas sektoral tingkat kota dan
kecamatan, kader kesehatan serta warga masyarakat binaan.
2.11. Bahan dan Prusedur Kerja
Bahan
Pengumpulan data sekunder, kualitatif dan kuantitatif : Alat tulis, pedoman panduan
wawancara mendalam, kuesioner terstruktur, pedoman pengisian kuesioner,
recorder, alat tulis, map plastik, flash disk
Pengumpulan data vektor : Senter, pipet plastik, botol jentik, plastik, sarung tangan,
selang, formulir, alat tulis
-
19
Prusedur Kerja
Penentuan lokasi penelitian
Penentuan lokasi penelitian yaitu provinsi dan kabupaten/kota yang telah
melakukan 1R1J, data tersebut didapatkan dari Subdit Arbovirosis Ditjen
P2P. Untuk selanjutnya tim peneliti bekerjasama dengan Dinas Kesehatan
Provinsi/kabupaten/kota dan puskesmas setempat untuk menentukan 2
RW/kampung dalam kecamatan yang berbeda untuk dipilih sebagai daerah
perlakuan dan kontrol. Setelah lokasi penelitian diperoleh, ditentukan
pemilihan secara acak untuk menentukan lokasi perlakuan dan kontrol.
Selain itu juga dilakukan pengurusan perizinan penelitian dari pemerintah
kabupaten/kota setempat
Pengumpulan data sekunder
Pengumpulan data sekunder meliputi, kejadian kasus DBD dalam 3 tahun
terakhir yaitu 2016, 2017 dan 2018, yang diperoleh dari Dinas Kesehatan,
Rumah Sakit dan Puskesmas. Data sekunder yang di perlukan antara lain,
mengenai kapan mulai melakukan 1R1J, cakupan kegiatan 1R1J, laporan
kegiatan 1R1J, kegiatan surveilans vektor oleh program/Puskesmas, nilai
ABJ, sumber dana 1R1J.
Selain itu dilakukan juga rekrutmen supervisor jumantik, Koordinator dan
petuga survei :
a. Supervisor Jumantik direkrut 1 orang di setiap RW, berasal dari anggota
POKJANAL DBD RW setempat, atau orang yang ditunjuk oleh Kepala
Desa/Lurah/Ketua RW.
b. Rekrutmen Koordinator Jumantik dilakukan di masing-masing RW lokasi
intervensi yaitu di 2 RW setiap kabupaten/kota, atau di 4 RW di setiap
provinsi. Di masing-masing RW direkrut 30 orang Koordinator Jumantik
yang merupakan kader kesehatan atau orang yg dipilih berasal dari
masing-masing RT. Maka di setiap kabupaten/kota direkrut 60 orang, atau
120 orang kader per provinsi.
c. Petugas survai atau enumerator adalah mahasiswa semester akhir atau
alumni sekolah tinggi kesehatan atau Poltekes yang beralamat di
-
20
kabupaten/kota lokasi penelitian. Di setiap kabupaten/kota direkrut
petugas survai masing-masing 5 orang atau 10 orang per provinsi.
Pelatihan Supervisor Jumantik, Koorinator Jumantik dan Petugas Survei
Setelah dilakukan rekrutmen, selanjutnya dilakukan pelatihan bagi petugas
survai, Koordinator Jumantik serta Supervisor Jumantik.
Pelatihan dilaksanakan di masing-masing kabupaten/kota dengan peserta
latih 60 orang Koordinator Jumantik, 2 orang Supervisor Jumantik serta 5
orang petugas survai per kabupaten/kota. Tim pelatih adalah tim peneliti dan
lintas sektoral tingkat kabupaten/kota dan kecamatan setempat.
Pendataan Rumah Tangga, TTU dan TTI
Untuk mengetahui jumlah sasaran pembinaan, dilakukan pendataan seluruh
rumah tangga (ruta), tempat-tempat umum (TTU) dan tempat-tempat institusi
(TTI) di lokasi penelitian. Pendataan di daerah intervensi dilakukan oleh kader
yang baru selesai dilatih, sedangkan di daerah pembanding dilakukan oleh
petugas Puskesmas setempat.
Pengumpulan data secara kualitatif (Sebelum intervensi)
Pengumpulan data secara kualitatif dilakukan dengan melakukan indepth
interview di level stake holder terhadap gerakan 1R1J di provinsi, Kabupaten,
Puskesmas, Tokoh Masyarakat dan Kader. Beberapa pertanyaan diantaranya
adalah :
- Apakah pernah disosialisasi gerakan 1R1J, di tingkat provinsi, kabupaten,
kecamatan, puskesmas maupun masyarakat
- Apakah ada pelatihan terhadap gerakan 1R1J di tingkat provinsi,
kabupaten, kecamatan, puskesmas maupun masyarakat,
- Apakah terdapat sumber anggaran untuk kegiatan 1R1J,
- Bagaimana sistem pelaporan kegiatan 1R1J
- Apakah kegitan 1R1J dilakukan secara terus menerus oleh masyarakat
- Berapa nilai ABJ di wilayahnya
- Dsb
Pengumpulan data secara kuantitatif (Sebelum intervensi)
-
21
Pengumpulan data secara kuantitatif menggunakan kuesioner dilakukan di
masyarakat yang meliputi : Partisipasi anggota rumah tangga dalam
pelaksanaan program 1R1J
Wawancara dilakukan kepada penghuni yang ditunjuk/bertanggungjawab
melaksanakan kegiatan 1R1J di setiap rumah/bangunan. Sebelum
pelaksanaan wawancara, pewawancara memberikan penjelasan tentang
maksud dan tujuan wawancara. Responden diminta untuk membaca dan
menandatangani formulir PSP (Terlampir formulir PSP pada Lampiran).
Beberapa pertanyaan diantaranya:
- Karakteristik responden : Umur, pendidikan, jenis kelamin
- Apakah pernah disosialisasi gerakan 1R1J, di RW setempat/Puskesmas
- Apakah ada pelatihan gerakan 1R1J di RW setempat/Puskesmas
- Siapakah dalam rumah tangga yang ditunjuk sebagai Jurbasttik?
- Berapa kali dalam seminggu dilakukan pemeriksaan jentik di rumah oleh
jumantik keluarga?
- Bagaimana perlakuan jika ditemukan jentik pada tempat penampungan air
- Bagaimana sistem pelaporan kegiatan 1R1J
- Apakah kegiatan 1R1J dilakukan secara terus menerus oleh keluarga
- Dsb
Pengumpulan data vektor (Sebelum intervensi)
Pelaksanaan koleksi jentik vektor DBD dilakukan surveyor, kader/jumantik .
Sebelum pelaksanaan koleksi jentik dilakukan sosialisasi cara pengumpulan
jentik pada lokasi penelitian. Sosialisasi dilakukan dengan membagikan
lembaran/SOP yang berisi program 1R1J dan cara penangkapan jentik.
Survei jentik dilakukan pada 120 rumah dari 1 RW untuk wilayah intervensi
maupun kontrol. Survei jentik dilakukan pada semua kontainer/TPA maupun
tempat yang berpontensi sebagai perkembangbiakan jentik Ae. aegypti . Di
setiap rumah sampel dihitung kontainer indeks yaitu jumlah kontainer berisi air
yang positif jentik nyamuk Aedes spp dibagi jumlah kontainer yang ditemukan.
Pengamatan dan Pembinaan
-
22
Sebagai tindak lanjut dari sosialisasi tingkat RW, dilakukan pengamatan dan
pembinaan tentang pelaksanaan kesepakatan yang dibuat dalam sosialisasi
tingkat RW. Pembinaan dan pengamatan dilakukan oleh Koordinator
Jumantik, Supervisor Jumantik, lintas sektoral tingkat kecamatan dan tingkat
kabupaten/kota, serta tim peneliti.
Pengamatan dan pembinaan oleh Koordinatror Jumantik dilakukan terhadap
ruta dan TTU/TTI yang menjadi binaannya masing-masing dengan cara
melakukan kunjungan rumah setiap 2 minggu. Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan kondisi lingkungan dalam dan luar rumah serta mengecek
keberadaan larva/pupa nyamuk vektor DBD serta ada tidaknya anggota ruta
yang sakit DBD [ada masa pengamatan. Selain itu juga perlu dilakukan
penyuluhan individu sesuai dengan keadaan hasil pengawasan. Pembinaan
dilakukan selama 5 bulan bulan berturut-turut.
Post (sesudah intervensi).
Setelah selesai 5 bulan pembinaan di 4 daerah perlakuan, pada bulan ke
tujuh dilakukan pengumpulan data setelah intervensi pada sampel yang
sama dengan pengumpulan data sebelum intervensi.
Data yang dikumpulkan dan metode pengumpulannya adalah sama seperti
kegiatan sebelum intervensi
2.12. Manajemen dan Analisis Data
Manajemen Data
Data hasil wawancara dientri pada lembar kerja elektronik
Data rumah/bangunan anggota masyarakat yang mengumpulkan nyamuk/jentik
dientri pada lembar kerja elektronik, dicatat waktu penyerahannya kepada petugas.
Analisis Data
Data terkumpul pada kegiatan pre dan post, dianalisis sesuai dengan kebutuhan
masing-masing jenis survai yang dilakukan.
-
23
Pada data sebelum dan data setelah intervensi, dilakukan dua jenis pengolahan
data, yaitu data di setiap rumah sampel serta data secara keseluruhan setiap daerah
penelitian.
Data Pengerahuan, Sikap dan Perilaku (PSP) dilakukan input data dengan SPSS
kemudian di analisis secara diskriptif. Data tersebut dilakukan analisis lanjut dengan
uji beda yaitu membandingkanPSP sebelum dan sesudah di daerah intrevesi dan
kontrol, kemudian perbedaan antara daerah intrevensi dan kontrol. Data PSP
dilakukan pemotongan terhadap responden yang tidak dapat ditemui sewaktu
pengumpulan data PSP setelah intervensi, kemudian dilakukan Uji Normalitas
sebelum dilakukan Uji beda.
Data angka entomologi di setiap rumah sampel dihitung kontainer indeks yaitu
jumlah kontainer berisi air yang positif jentik nyamuk Aedes spp dibagi jumlah
kontainer yang ditemukan.
Rumusnya adalah :1
CI = Jumlah kontainer positif jentik
X 100 Jumlah kontainer diperiksa
Secara keseluruhan di setiap daerah penelitian, selain dihitung kontainer indeks,
juga dihitung house indeks (HI), bretau index (BI) dan angka bebas jentik (ABJ).
Rumusnya adalah :
HI = Jumlah rumah positif jentik
X 100 Jumlah rumah diperiksa
BI = Jumlah kontainer positif jentik
X 100 Jumlah rumah diperiksa
ABJ = Jumlah rumah yang tidak diperoleh jentik X 100 Jumlah rumah diperiksa
-
24
III. HASIL PENELITIAN
3.1. Gambaran Umum 3.1.1. Kondisi Geografis
Kota Samarinda merupakan ibukota dari Provinsi Kalimantan Timur.
Kota Samarinda berbatasan langsung dengan kabupaten Kutai Kartanegara
yang merupakan salah satu kabupaten yang kaya dengan sumber daya alam
dan merupakan salah satu daerah yang sangat banyak menyumbang devisa
bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Luas wilayah Kota
Samarinda adalah 718,00 km2 dan terletak antara 117003'00" Bujur Timur dan
117018"14" Bujur Timur serta diantara 00019'02" Lintang Selatan dan
00042'34" Lintang Selatan.
Sejak akhir tahun 2010 kota Samarinda dibagi menjadi 10 kecamatan
yaitu kecamatan Palaran, Samarinda Ilir, Samarinda kota, Sambutan,
Samarinda Sebarang, Loa Janan Ilir, Sungai Kunjang, Samarinda Ulu,
Samarinda Utara dan Sungai Pinang. Sedangkan jumlah desa di kota
Samarinda sebanyak 53 kelurahan dengan luas wilayah 718,00 Km2
Gambar 3. Peta Wilayah Administrasi Kota Samarinda
-
25
Batas wilayah Utara : Kabupaten Kutai Kartanegara Timur : Kabupaten Kutai Kartanegara Selatan : Kabupaten Kutai Kartanegara Barat : Kabupaten Kutai Kartanegara
Kota Samarinda merupakan ibukota Provinsi Kalimantan Timur. Kota
Samarinda dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 27 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan
Timur. Secara geografis, Kota Samarinda terletak pada posisi 0o 21’ 18’’ - 1o 09’
16’’ LS dan 116o 15’ 16’’ - 117 24’ 16’’ BT . Kota ini terbelah oleh Sungai
Mahakam, dan memiliki wilayah dengan luas total 718,00 km2. Dengan luas
wilayah tersebut kota Samarinda merupakan daerah kota terbesar diantara tiga
daerah kota yang ada di Kalimantan Timur. Secara administratif, seluruh wilayah
Kota Samarinda berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara baik
bagian Utara, Timur, Selatan, maupun Barat.
Kota Samarinda beriklim tropis basah, hujan sepanjang tahun. Temperatur
udara antara 20o C - 34 o C dengan curah hujan rata-rata 1980 mm/tahun dengan
kelembaban udara rata-rata 85 %. Kontur geografis terdiri dari daerah berbukit
dengan ketinggian bervariasi dari 10m - 200m dari permukaan laut.
Kota Samarinda dibentuk dan didirikan pada tanggal 21 Januari 1960,
berdasarkan UU Darurat No. 3 Tahun 1953, Lembaran Negara No. 97 Tahun 1953
tentang Pembentukan daerah-daerah Tingkat II Kabupaten/kotamadya di
Kalimantan Timur. Semula Kodya Dati II Samarinda terbagi dalam 3 kecamatan,
yaitu Kecamatan Samarinda Ulu, Samarinda Ilir dan Samarinda Seberang.
Kemudian dengan SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Provinsi Kalimantan Timur
No. 18/SK/TH-Pem/1969 dan SK No. 55/TH-Pem/SK/1969, terhitung sejak tanggal
1 Maret 1969, wilayah administratif Kodya Dati II Samarinda ditambah dengan 4
kecamatan, yaitu Kecamatan Palaran, Sanga-Sanga, Muara Jawa dan Samboja
(luas sekitar 2.727 km²). Saat ini pembagian kecamatan di Samarinda tidak
termasuk Sanga-Sanga, Muara Jawa dan Samboja, ketiganya masuk dalam
Kabupaten Kutai Kartanegara. Setelah PP No. 38 Tahun 1996 terbit, wilayah
administrasi Kodya Dati II Samarinda mengalami pemekaran, semula terdiri dari 6
http://id.wikipedia.org/wiki/21_Januarihttp://id.wikipedia.org/wiki/21_Januarihttp://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undanghttp://id.wikipedia.org/wiki/Kalimantan_Timurhttp://id.wikipedia.org/wiki/Samarinda_Ulu,_Samarindahttp://id.wikipedia.org/wiki/Samarinda_Ulu,_Samarindahttp://id.wikipedia.org/wiki/Samarinda_Seberang,_Samarindahttp://id.wikipedia.org/wiki/Gubernur_Kalimantan_Timurhttp://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Tingkat_Ihttp://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Tingkat_Ihttp://id.wikipedia.org/wiki/Kalimantan_Timurhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kalimantan_Timurhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kalimantan_Timurhttp://id.wikipedia.org/wiki/1_Marethttp://id.wikipedia.org/wiki/1_Marethttp://id.wikipedia.org/wiki/Palaran,_Samarindahttp://id.wikipedia.org/wiki/Palaran,_Samarindahttp://id.wikipedia.org/wiki/Muara_Jawa,_Kutai_Kartanegarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Samboja,_Kutai_Kartanegarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Samboja,_Kutai_Kartanegarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Sanga-Sanga,_Kutai_Kartanegarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Sanga-Sanga,_Kutai_Kartanegarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Samboja,_Kutai_Kartanegarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Kutai_Kartanegarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Peraturan_Pemerintah
-
26
kecamatan menjadi 10 kecamatan dengan 59 Kelurahan. Berikut pembagian
Kelurahan menurut Kecamatan di wilayah Kota Samarinda :
Tabel 2. Pembagian Kelurahan menurut Kecamatan di Kota Samarinda
No. Kecamatan Kelurahan
1.
Palaran
Rawa Makmur
Handil Bakti
Simpang Pasir
Bantuas
Bukuan
2.
Samarinda Seberang
Mesjid
Tenun
Mangkupalas
Baqa
Sei. Keledang
Gunung Panjang
3.
Loa Janan Ilir
Sengkotek
Harapan Baru
Rapak Dalam
Simpang Tiga
Tani Aman
4.
Sei. Kunjang
Loa Bakung
Loa Buah
Karang Asam Ulu
Karang Asam Ilir
Lok Bahu
Teluk Lerong Ulu
Karang Anyar
5.
Samarinda Ulu
Air Putih
Bukit Pinang
Air Hitam
Gunung Kelua
Sidodadi
Dadimulya
Jawa
Teluk Lerong Ilir
6.
Samarinda Kota
Bugis
Karang Mumus
Pelabuhan
Pasar Pagi
Sungai Pinang Luar
7.
Samarinda Ilir
Sidomulyo
Sungai Dama
Sidodamai
Pelita
http://id.wikipedia.org/wiki/Kecamatanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kecamatan
-
27
Selili
8.
Sambutan
Sungai Kapih
Makroman
Pulau Atas
Sindang Sari
Sambutan
9.
Samarinda Utara
Sempaja Utara
Sempaja Timur
Sempaja Selatan
Sempaja Barat
Sei. Siring
Budaya Pampang
Tanah Merah
Lempake
10.
Sungai Pinang
Gunung Lingai
Bandara
Temindung Permai
Sungai Pinang Dalam
Mugirejo
Keadaan Penduduk
Pertumbuhan penduduk di kota Samarinda terjadi baik karena pertumbuhan
alami maupun karena urbanisasi dan imigrasi. Apabila dibandingkan dengan daerah
Tingkat II lainnya di Kalimantan Timur, maka kota Samarinda merupakan salah satu
kota yang tertinggi pertumbuhan penduduknya. Hal ini terjadi karena kota
Samarinda memiliki potensi ekonomi yang cukup besar.
Jumlah penduduk kota Samarinda cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Akan tetapi jumlah penduduk Kota Samarinda tercatat menurun pada tahun 2016,
hal ini disebabkan perpindahan penduduk dan pemutakhiran data penduduk di Kota
Samarinda. Jumlah penduduk di Kota Samarinda tahun 2016 sebanyak 968.478
jiwa, dengan rasio antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan sebesar 108,97.
Jumlah penduduk laki-laki mencapai 52,14 % atau sebesar 505.024 jiwa sedangkan
jumlah penduduk perempuan 47,85 % atau sebesar 463.454 jiwa dari total
penduduk seluruhnya. Rincian jumlah penduduk menurut jenis kelamin berdasarkan
kelompok umur dapat dilihat sebagai berikut.
-
28
Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kota Samarinda, 2018
Kelompok Umur Jenis Kelamin
Laki-Laki Perempuan Jumlah
0‒4 40 302 38 372 78 674
5‒9 36 997 35 311 72 308
10‒14 35 065 32 958 68 023
15‒19 37 881 37 478 75 359
20‒24 40 688 39 339 80 027
25‒29 39 924 36 685 76 609
30‒34 39 769 36 574 76 343
35‒39 37 939 36 076 74 015
40‒44 35 785 32 809 68 594
45‒49 31 115 28 351 59 466
50‒54 24 078 21 342 45 420
55‒59 17 925 15 588 33 513
60‒64 12 437 9 968 22 405
65-69 6 946 6 065 13 011
70-74 3 688 3 792 7 480
75+ 2 840 3 993 6 833
Jumlah 443 379 414 701 858 080
Sumber : BPS, Sensus Penduduk (SP) 2010 dan Proyeksi Penduduk Indonesia 2015–2045
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk kota
Samarinda pada tahun 2018 adalah penduduk dalam usia produktif, dewasa atau
usia kerja. Hal ini dapat dimaknai dengan semakin tingginya usia harapan hidup.
Kondisi ini menuntut kebijakan peningkatan dibidang kesehatan.
Tabel 4. Distribusi dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Samarinda, 2018
No Nama Kelurahan Persentase (%) Jumlah Penduduk
1 Palaran 7,26 281,44
2 Samarinda Ilir 8,80 4 396,68
3 Samarinda Kota 4,05 3 123,56
4 Sambutan 6,93 588,84
5 Samarinda Seberang
8,51 5 845,16
6 Loa Janan Ilir 8,38 2 751,78
7 Sungai Kunjang 13,97 2 785,04
-
29
8 Samarinda Ulu 14,89 5 776,94
9 Samarinda Utara 14,54 543,54
10 Sungai Pinang 12,68 3 184,19
Samarinda 100 1 195,10
Pada tabel 4 dapat disimpulkan bahwa penyebaran penduduk di 10
Kecamatan di kota Samarinda tidak merata. Penduduk terbanyak ada di kecamatan
Samarinda Ulu, dengan tingkat kepadatan 7464 jiwa per km2. Sedangkan
kecamatan Samarinda Utara yang memiliki wilayah terluas dihuni sekitar 113.807
jiwa penduduk dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 496 jiwa per km2.
Ketimpangan antara luas wilayah dan jumlah penduduk yang ada juga terlihat pada
kecamatan Palaran dan kecamatan Sambutan, kedua kecamatan tersebut memiliki
wilayah yang luas, dengan tingkat kepadatan penduduk yang rendah. Diharapkan
pemerintah dapat meratakan penyebaran penduduk dari kecamatan-kecamatan
yang padat penduduknya, ke wilayah kecamatan yang kurang penduduknya. Hal ini
merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di Kota
Samarinda, sehingga seluruh masyarakat Kota Samarinda dapat terpenuhi haknya
dibidang kesehatan secara merata.
Keadaan Ekonomi
Potensi perekonomian Kota Samarinda dari tahun ke tahun cukup
berkembang dengan pesat dari berbagai sektor bisnis, dengan banyaknya di
bangun perumahan dan hotel – hotel. Selain industri menengah, juga memiliki
potensi industri rumah tangga atau produk kerajinan rakyat seperti : batu-batuan
(kristal, kecubung, dan lain-lain), rotan (topi seraung, lampit, dan lain-lain), peralatan
dan hiasan tradisional (mandau, patung, manik-manik, dan lain-lain), serta pakaian
tradisional (sarung Samarinda, batik Kaltim, dan lain-lain). Kota Samarinda juga
menyimpan potensi perekonomian melalui sektor pariwisata, diantaranya : Wisata
alam, yaitu Air terjun Tanah Merah, Air Terjun Berambai, Air Terjun Pinang Seribu,
Gunung Steiling Selili, Kebun Raya Unmul Samarinda, Rumah Ulin Arya; Wisata
Budaya, yaitu Desa Budaya Pampang; Wisata Pendidikan dan Permainan, yaitu
Salma Shofa, Mahakam Lampion Garden; Wisata Religi, yaitu Mesjid Tua
-
30
Samarinda Seberang, Masjid Islamic Center, serta potensi Wisata di sepanjang
Sungai Mahakam.
3.1.2. Besar Masalah DBD Selama 3 tahun Terakhir.
Kasus DBD di Kota Samarinda meningkat signifikan pada tahun 2016 dan
menurun pada tahun 207 dan 2018, kemundian kembali naik pada tahun 2019.
Pada tahun 2016 kasus meningkat di Bulai Mei sebanyak 335 kasus, sedangkan
2017 kasus meningkat di bulan April sebanyak 48 Kasus dan pada tahun 2018
meningkat pada tahun 2018. Pada tahun 2019, terjadi peningkatan kasus pada
bulan Februari sebanyak 445 kasus (Gambar 4).
Gambar 4. Data Kasus DBD Tahun 2016 – April 2019 di Kota Samarinda.
Pada tahun 2016 jumlah penderita DBD yang dilaporkan melalui Sistem
Informasi Daerah (SIKDA) Samarinda sebanyak 2.814 kasus, dengan jumlah
kematian sebanyak 18 orang. Angka Kesakitan (Incidence Rate/IR) = 290,6 per
100.000 penduduk dan Angka Kematian (Case Fatality Rate/CFR) = 0,6 %. Angka
Kesakitan DBD di Samarinda tergolong tinggi. Di Indonesia provinsi Kalimantan Timur
merupakan provinsi dengan Angka Kesakitan DBD tertinggi kedua setelah provinsi
Bali. Kematian akibat DBD di Samarinda tergolong rendah, karena CFR < 1%
(Gambar 5).
-
31
Gambar 5. Jumlah Kasus Kematian DBD Tahun 2016 – April 2019 di Kota Samarinda
Berdasarkan Puskesmas, Kasus DBD terbanyak berada di wilayah kerja Puskesmas
Sidomolyo pada tahun 2016 (349 Kasus), Loa Bakung pada Tahun 2017 (50 kasus)
dan Iar Putih pada tahun 2018 (106 kasus) (Tabel 5).
Tabel 5. Kasus DBD berdasarkan Puskesmas di Kota Samarinda
NO PUSKESMAS Tahun
2016 2017 2018 2019*
1 Palaran 241 17 55 65
2 Bantuas 13 11 2 5
3 Bukuan 53 0 14 33
4 Mangkupalas 99 42 30 36
5 Baqa 83 16 43 40
6 Harapan Baru 128 14 34 69
7 Trauma Center 63 22 12 54
8 Loa Bakung 107 50 45 39
9 Karang Asam 133 11 47 45
10 Wonorejo 143 40 34 57
11 Juanda 109 20 93 60
12 Air Putih 149 41 106 61
7 Segiri 133 18 57 47
14 Pasundan 134 19 60 57
15 Sidomulyo 349 40 79 63
16 Sungai Kapih 53 7 5 13
-
32
17 Sambutan 109 8 46 18
18 Makroman 44 4 8 19
19 Bengkuring 95 37 71 68
20 Sempaja 144 11 75 57
21 Sungai siring 39 4 32 26
22 Lempake 74 15 72 42
23 Remaja 123 15 62 42
24 Temindung 226 36 99 86
25 Lok bahu 0 16 24 33
26 Samkot 0 5 17 16
Sumber : Sikda Dinkes Kota Samarinda, *Sampai Bulan April 2019
Jumalh kasus kematian di tahun 2016 sebanyak 16 orang, dengan Wilayah Puskesmas terbanyak yaitu Temindiung, pada tahun 2017 (5 orang), 2018 (7 orang) dan tahun 2019 (5 Orang). Data lengkap Kasusu Kematian berdasarkan Puskesmas dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kasus Kematian DBD berdasarkan Puskesmas
NO PUSKESMAS Tahun
2016 2017 2018 2019
1 Palaran 2 0 3 1
2 Bantuas 0 0 0 0
3 Bukuan 2 0 1 1
4 Mangkupalas 1 0 0 0
5 Baqa 0 0 0 0
6 Harapan Baru 0 0 0 0
7 Trauma Center 0 0 0 0
8 Loa Bakung 0 0 0 0
9 Karang Asam 1 0 0 0
10 Wonorejo 1 0 0 0
11 Juanda 0 0 0 0
12 Air Putih 1 3 0 0
7 Segiri 0 0 1 0
14 Pasundan 1 0 0 0
15 Sidomulyo 1 0 0 0
16 Sungai Kapih 0 0 0 0
17 Sambutan 0 0 0 0
18 Makroman 0 0 0 0
19 Bengkuring 1 0 1 0
20 Sempaja 1 0 0 0
-
33
21 Sungai siring 1 0 0 0
22 Lempake 2 0 0 0
23 Remaja 0 0 0 2
24 Temindung 3 2 1 1
25 Lok bahu 0 0 0 0
26 Samkot 0 0 0 0
Jumlah 16 5 7 5
Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari informan tingkat Provinsi
Kalimantan Timur dan Kota Samarinda, mengatakan bahwa kasus DBD selama 3
tahun terakhir berfluktuatif, tertinggi pada tahun 2016 seperti yang dikatakan
informan berikut
“...Kalau 3 tahun terakhir mulai 2016 incidence rate-nya itu seingat saya itu sampai 300 lebih. Jadi 2016 puncaknya memang. Di 2017 tinggal 60. Di 2019 ini agak naik lagi nampaknya. 2018, 90 kasus.” (Informan 1, Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Timur).
Dikatakan bahwa pada tahun 2016 kasus DBD di Kota Samarinda hampir
menjadi KLB
”.. Kita tuh yang tinggi 2016 hampir KLB waktu itu. 2017 mulai naik tapi tidak setinggi 2016. Tahun 2018 meningkat dibanding 2017.” (Informan 1, Dinas Kesahatan Kota Samarinda).
Kasus DBD pada 3 tahun terakhir di Kelurahan Sidodadi juga berfluktuatif dan
tertinggi pada tahun 2016
”…Selama 3 tahun ini cenderung DBD kadang peningkatan kadang juga stagnan, jumlah kasusnya DBD nya tahun 2016 itu 134 kasus, 2017 terdapat 22 kasus, 2018 ada 46 kasus, untuk sekarang ini sampai dengan saat ini kasusnya itu 39 kasus Sampai dengan saat ini 39 kasus sampai dengan bulan Maret, berarti tahun 2016 yang sangat tinggi.” (Informan 4, Puskesmas Segiri).
Beberapa kasus merupakan kasus import tidak terjadi penularan di Kelurahan
Sidodadi namun tercatatat di Kelurahan Sidodadi, karena alamat sementara dari
penderita selama masa pengobatan di rumah sakit umum pemerintah yang terletak
di Kelurahan Sidodadi
-
34
”…Sidodadi ini kebnyakan juga sebagian juga, bukan kasusnya dia, tapi memang pada umumnya banyak juga kasusnya di sidodadi, karena dua rumah sakit ini yang padat ini di sidodadi. Nempel, kasusnya dari tanah bumbu umpanya,,,sakitnya disini karena dia diopname di rumah sakit numpang dirumahnya..ada beberapa kasus yang begitu.” (Informan 4, Puskesmas Segiri).
3.1.3. Pengendalian DBD yang dilakukan oleh program
Selama ini tidak ada program pengendalian DBD yang dilakukan pada tingkat
provinsi, menurut keterangan informan tidak adanya program dikarenakan
terkendala pada tidak adanya anggran, tingkat provinsi hanya menerima dan
mendistribusikan logistik.
” …Kita selama ini tidak ada anggaran untuk program DBD, dari APBD maupun dekon. Kita Cuma dapat logistiknya aja, kayak abate, malation, yang dapat dari pusat, selebihnya kami tidak ada anggaran.” (Informan 2, Dinas Kesahatan Provinsi Kalimantan
Timur).
Program pengendalian DBD yang dilakukan tingkat Kota Samarinda
yaitu mengeluarkan surat peringatan dini pada tahun 2018, koordinasi lintas
sektor (kecamatan, kelurahan, puskesmas, babinsa, koramil polsek) untuk
pencegahan DBD dengan PSN, promosi kesehatan menggunakan sepanduk
dan mobil promkes untuk menggerakkan kader jumantik, foging fokus dan
PSN
”...DKK Samarinda mengeluarkan surat pernyataan dini kewaspadaan dini ke masing-masing puskesmas september atau oktober tahun 2018 saat sudah masuk musim penghujan, harapannya puskesmas menyampaikan dan mempromosikan ke masyarakat, kita juga selama peningkatan kasus melakukan koordinasi langsung turun ke kecamatan, saat rapat itu ada juga aparat dari polsek kecamatan, perwakilan koramil, babinsa, jadi lintas sektor jadi tujuan goalsnya supaya program pencegahan, pengendalian untuk DBD lebih baik, kemudian dari Promkes juga sudah mengeluarkan himbauan khusus jadi apa pembuatan spanduk di setiap puskesmas tentang waspada DBD kemudian PSN dan 3MPLUS itu sudah dilakukan oleh Promkes. Promkes juga menyediakan mobil promosi kesehatan keliling untuk di pinjamkan ke puskesmas yang tujuannya untuk pemberitahuan, kita berkeliling di korwil kerja puskesmas, melakukan fogging f