e-riset.litbang.kemkes.go.ide-riset.litbang.kemkes.go.id/download.php?file=1....

189
LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISET IMPLEMENTASI MODEL JURU PEMBASMI JENTIK (JURBASTIK) DALAM PENANGGULANGAN DBD DI KALIMANTAN TIMUR (MULTICENTER 2019) M. Rasyid Ridha, SKM, M.Sc, dkk BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN TANAH BUMBU PUSLITBANG UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 JL. LOKA LITBANG KAW. PERKANTORAN PEMDA KAB. TANAH BUMBU, BATULICIN, KALIMANTAN SELATAN

Upload: others

Post on 19-Oct-2020

5 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • LAPORAN AKHIR PENELITIAN

    RISET IMPLEMENTASI MODEL JURU PEMBASMI JENTIK (JURBASTIK) DALAM PENANGGULANGAN DBD DI KALIMANTAN TIMUR (MULTICENTER 2019)

    M. Rasyid Ridha, SKM, M.Sc, dkk

    BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN TANAH BUMBU PUSLITBANG UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT

    BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

    TAHUN 2019

    JL. LOKA LITBANG KAW. PERKANTORAN PEMDA KAB. TANAH BUMBU, BATULICIN, KALIMANTAN SELATAN

  • i

    LAPORAN PENELITIAN

    RISET IMPLEMENTASI MODEL JURU PEMBASMI JENTIK

    (JURBASTIK) DALAM PENANGGULANGAN DBD DI KALIMANTAN TIMUR (MULTICENTER 2019)

    (20150720703)

    M. Rasyid Ridha SKM, M.Sc dan TIM

    BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN TANAH BUMBU PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

    UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN

    KEMENTERIAN KESEHATAN RI 2019

  • ii

    SK PENELITIAN

  • iii

  • iv

  • v

    SUSUNAN TIM

    No N a m a Kedudukan dalam Tim

    Keahlian/ Kesarjanaan

    Uraian tugas Waktu

    1.

    dr. Hijaz Nuhung, M. Sc

    Pembina S2 PJJ dan SIG

    Bertanggung Jawab dalam meberikan Arahan Penelitian

    Jan-Des

    2. M. Rasyid Ridha, SKM, M.Sc

    Koordinator Peneliti

    Entomologi Bertanggungjawab terhadap keseluruhan pelaksanaan penelitian

    Jan-

    Des

    3. Dr. Dra. Woro

    Riyadina,

    M.Kes

    Pembina

    Doktor/S3

    Kesehatan

    Masyarakat

    Konsultan Metodologi Jan-

    Des

    4. Anorital, SKM, M.Kes

    Pembina S2 Kesehatan

    Masyarakat Konsultan Kecacingan

    Jan-

    Des

    5. Dra Rr Rachmalina S, M.Sc.PH

    Pembina

    S2 Promosi

    Kesehatan dan

    Ilmu Perilaku

    Konsultan Kualitatif Jan-

    Des

    6. Drh. Dicky Andiarsa, M.Ked

    Peneliti S2 Kedokteran Laboratorium

    Mengkoordinir kegiatan penelitian pada bagian PSP

    Jan-

    Des

    7. Budi Hairani, S.Si

    Koordinator

    Entomologi

    Biologi Mengkoordinir Kegiatan Entomologi

    Jan-

    Des

    8. Juhairiah, SKM Peneliti S1 Kesmas Mengkoordinir kegiatan

    penelitian pada bagian

    kulaitatif dan indepth

    interview

    Jan-

    Des

    9. Lietiana Indriati, SKM, M. Lingk

    Koordinator PSP

    Epidemiologi Membantu

    pelaksanaan

    pengumpulan data

    Indepth Interview

    Jan-

    Des

    10. Lenie Marlinae, SKM, M. kes

    Anggota tim Promkes Membantu

    pelaksanaan

    pengumpulan data

    Indepth Interview

    Jan-

    Des

    11. dr Paisal M. Biomed

    Peneliti S2 Biomedis Membantu

    pelaksanaan

    Jan-

    Des

  • vi

    pengumpulan data

    Indepth Interview

    12. Annida SKM, M.Sc

    Peneliti S2 Parasitologi Membantu

    pelaksanaan

    pengumpulan data

    Indepth Interview

    Jan-

    Des

    13 Deni Fakhrizal, SKM

    Anggota tim Kesmas Membantu pelaksanaan pengumpulan data PSP

    Jan-

    Des

    14. Syarif Hidayat Anggota tim Biologi Membantu pelaksanaan pengumpulan data PSP

    Jan-

    Des

    15. Abdullah Fadilly Anggota tim Teknisi Litkayasa entomologi

    Membantu pelaksanaan pengumpulan data Entomologi

    Jan-

    Des

    16. Akhmad Rosanji, SKM

    Anggota tim Teknisi Litkayasa entomologi

    Membantu pelaksanaan pengumpulan data Entomologi

    Jan-

    Des

    17. Muttaqien Ramdani, SAB

    Administrasi S1 Administrasi Bisnis

    Bertanggungjawab pada administrasi kegiatan penelitian

    Jan-

    Des

    18. Irwan Ramadhan, SE

    Administrasi S1 Akuntansi Bertanggungjawab pada administrasi kegiatan penelitian

    Jan-

    Des

  • vii

    PERSETUJUAN ETIK

  • viii

  • ix

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat

    dan karunia Nya sehingga laporan penelitian “Riset implementasi Model Juru

    Pembasmi Jentik (Jurbastik) dalam Penanggulangan DBD di Kalimantan

    Timur (multicenter 2019)” dapat diselesaikan. Penelitian ini merupakan

    penelitian multicenter bekerjasama dengan Balai dan Loka Ampuan

    Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat yang dilakukan di 11 Provinsi di

    Indonesia berdasarkan wilayah-wilayah dengan endemisitas DBD yang tingi.

    Laporan penelitian ini memuat informasi hasil pemberdayaan

    masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 1

    rumah 1 Jumantik (1R1J) dengan peningkatan peran sebagai Jurbastik pada

    tingkat rumah tangga.

    Dalam kesempatan ini kami sampaikan ucapan terimakasih kepada

    Kepala Badan Litbangkes, Kepala Pusat Upaya Kesehatan Masyarakat,

    Kepala Balai Litbangkes Tanah Bumbu yang telah mendukung kegiatan

    penelitian ini. Terimakasih juga disampaikan kepada Ketua Panitia Pembina

    Ilmiah (PPI) Pusat Upaya Kesehatan Masyarakat, Pembina Balai Litbang

    Kesehatan Tanah Bumbu yaitu Dra. Rr. Rachmalina S, M.Sc PH, Dr. Aria

    Kusuma, SKM, MKM dan Dasuki, SF, Apt, M.Sc yang telah membimbing

    dalam penelitian ini. Kemudian kami sampaikan terimakasih kepada Kepala

    Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur, Dinas Kesehatan Kota

    Samarinda, Puskesmas Segiri, Kecamatan Samarinda Ulu, Kelurahan

    Sidodadi dan Kelurahan Dadi Mulya yang dipilih sebagai lokasi penelitian

    atas bantuannya dalam memfasilitasi perijinan dan pelaksanaan penelitian

    sehingga kegiatan ini dapat berjalan dengan lancar.

    Laporan ini tidak terlepas dari keterbatasan dan kekurangan, untuk itu

    kritik dan saran guna menyempurnakan laporan ini sangat kami harapkan.

    Tanah Bumbu, Desember 2019

    Tim Penelitian

  • x

    RINGKASAN EKSEKUTIF

    Kebijakan Pembangunan Kesehatan tahun 2018 mengarah kepada

    meningkatkan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan serta Upaya

    Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat.

    Penyakit Demam Berdarah Dengue masih menjadi salah satu masalah

    kesehatan di Indonesia, berbagai cara penanggulangannya telah dilakukan namun

    kejadian kasus masih tinggi. Dalam mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan

    penguatan sistem surveilans di masyarakat sebagai sistem deteksi dini untuk

    mencegah timbulnya penyakit.

    Sejak tahun 2015 telah diluncurkan Program Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik

    (Juru Pemantau Jentik). Program Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (1R1J)

    dikampanyekan oleh Kementerian Kesehatan RI untuk pengendalian infeksi virus

    dengue dalam semangat Gerakan Masyarakat secara luas dengan pendekatan

    keluarga Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik menitikberatkan pada pembinaan keluarga

    oleh puskesmas, lintas sektoral tingkat kecamatan serta kader kesehatan, dengan

    tujuan agar keluarga dapat berperan aktif dalam pemantauan dan pemberantasan

    jentik nyamuk vektor serta kasus DBD.

    Hingga saat ini, sebanyak 111 Kabupaten/kota yang telah menerapkan

    Gerakan 1R1J, namun masih terbatas pada beberapa kelurahan ataupun

    kecamatan dalam kabupaten tersebut. Untuk mengoptimalkan peran jumantik maka

    diperlukan peningkatan peran sebagai juru pembasmi jentik dengan istilah Juru

    Pembasmi Jentik (JURBASTIK).

    Tujuan penelitian ini untuk memberikan alternatif solusi dalam pelaksanaan

    Program Prioritas Nasional terkait Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit

    dengan penguatan upaya promotif dan preventif melalui pemberdayaan masyarakat

    dengan pendekatan GERMAS agar derajat kesehatan masyarakat meningkat dalam

    program gerakan 1R1J.

  • xi

    Hasil yang diharapkan adalah untuk percepatan pencapaian kinerja cakupan

    program 1R1J dengan partisipasi masyarakat yang tinggi yang pada akhirnya terjadi

    transfer of ownership dari program menjadi milik masyarakat.

    Disain penelitian pada kegiatan ini adalah metode quasi experimental with

    control. Pada tahap ini melakukan uji coba pada daerah perlakuan dan kontrol pada

    dua kelompok masyarakat yang relatif sama. Metode kuasi eksperimental

    digunakan untuk mengetahui apakah model yang didapatkan mempunyai pengaruh

    terhadap partisipasi anggota rumah tangga dalam program 1R1J.

    Kegiatan ini diawali dengan pengumpulan data sekunder yaitu data kasus

    DBD dari fasilitas kesehatan (Puskesmas, RS dan Dinas Kesehatan), dilanjutkan

    dengan pengumpulan data secara kualitatif/ indepth interview di level stake holder

    terhadap gerakan 1R1J di provinsi sampai masyarakat. Pengumpulan data secara

    kuantitatif menggunakan kuesioner terstruktur dilakukan di masyarakat yang

    meliputi : partisipasi anggota rumah tangga dalam pelaksanaan program 1R1J,

    dilanjutkan dengan pengukuran indeks entomologi (House Index, Container Index,

    Breuteu Index dan Angka Bebas Jentik). Hasil analisis data tersebut akan

    digunakan untuk merumuskan dan mengembangkan intervensi 1R1J secara local

    spesifik dan uji coba wilayah.

    Gambaran intervensi yang dilakukan dengan metode PAR (Participatory

    Active Research) terhadap intervensi Jurbastik, yang diawali dengan

    pertemuan/indept terhadap stakeholder, tokoh masyarakat, pelatihan 1R1J

    (Jurbastik) pada setiap tingkatan sampai dengan anggota keluarga sebagai gerakan

    1R1J, upaya promosi kesehatan dan pembuatan aplikasi sistem pelaporan hasil

    1R1J.

    Manfaat penelitian diperolehnya informasi untuk kebijakan berupa

    pengembangan model dalam pengendalian DBD dengan upaya Jurbastik dalam

    rangka mendukung upaya pengendalian vektor DBD. Sehingga dapat diterapkan

    oleh pelaksana program dalam pencegahan DBD yang aman, rasional, efisien,

    efektif, dapat diterima oleh program dan masyarakat serta berkelanjutan (transfer of

    ownership)

  • xii

    Penelitian ini merupakan penelitian Multicenter yang dilakukan oleh Balai dan

    Loka Litbang dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,

    Kementerian Kesehatan, dengan pembagian wilayah pada wilayah kerja masing-

    masing Balai/Loka. Balai Litbangkes Tanah Bumbu yaitu Provinsi Kalimantan Timur.

    Pelaksanaan G1R1J di Kota Samarinda sudah dimulai pada tahun 2016,

    namun hanya berlangsung efektif selama 3-6 bulan. Kurangnya dukungan

    kerjasama dari lintas program maupun lintas sektor menjadi salah satu penyebab

    pelaksanaan G1R1J tidak terlaksana secara kontinyu dan berkesinambungan.

    Pendampingan yang dilakukan selama penelitian kepada pemerintah daerah dan

    masyarakat khususnya lintas sektor dan koordinator jumantik meningkatkan

    kesadaran akan pentingnya G1R1J sehingga himbauan G1R1J mulai dimasukkan

    sebagai wacana pada agenda beberapa kegiatan di tingkat kelurahan dan

    kecamatan

    Pelaksanaan G1R1J di Kota Samarinda sudah dimulai pada tahun 2016,

    namun hanya berlangsung efektif selama 3-6 bulan. Kurangnya dukungan

    kerjasama dari lintas program maupun lintas sektor menjadi salah satu penyebab

    pelaksanaan G1R1J tidak terlaksana secara kontinyu dan berkesinambungan.

    Pendampingan yang dilakukan selama penelitian kepada pemerintah daerah dan

    masyarakat khususnya lintas sektor dan koordinator jumantik meningkatkan

    kesadaran akan pentingnya G1R1J sehingga himbauan G1R1J mulai dimasukkan

    sebagai wacana pada agenda beberapa kegiatan di tingkat kelurahan dan

    kecamatan. Pelaksanaan G1R1J oleh rumah tangga di wilayah kerja Kelurahan

    Sidodadi pada tahun 2016 tidak berjalan karena kurangnya pemahaman koordinator

    jumantik sehingga jumantik di tingkat rumah tangga tidak terbentuk dan masyarakat

    merasa G1R1J bukan merupakan tanggungjawab bersama. Kurangnya sosialisasi

    kepada masyarakat dan kurangnya motivasi kepada para koordinator merupakan

    penyebab G1R1J tidak terlaksana dengan baik di Kelurahan Sidodadi.

    Tingkat partisipasi masyarakat sebelum dilakukan periode intervensi baik

    daerah perlakuan maupun kontrol sangat rendah. Setelah dilakukan intervensi

    tingkat partisipasi masyarakat wilayah perlakuan meningkat secara signifikan

    dibandingkan wilayah kontrol yang tidak banyak mengalami perubahan. Tingkat

    partisipasi masyarakat terhadap program Jurbastik setelah diberikan pendampingan

  • xiii

    mengalami peningkatan yang sangat signifikan pada daerah intervensi. Masyarakat

    pada daerah kontrol tidak terjadi perubahan tingkat partisipasinya terhadap program

    Jurbastik. Hasil indeks entomologi di Kelurahan Sidodadi pada sebelum intervensi

    yaitu Container indeks (CI) (18,29), House Index (49,33), Bretau Index (80) dan

    Angka Bebas Jentik (ABJ)(50,76), sedangkan sesudah intervensi yaitu Container

    indeks (CI) (16), House Index (33,57), Bretau Index (48,57) dan Angka Bebas Jentik

    (ABJ)(66,43).

    Telah terbentuk GEMATRI (Gerakan Emak-Emak Pembasmi Jentik Trisari),

    adanya keterlibatan kelurahan berupa sosialisasi dan mural, Kecamatan berupa

    surat edaran, Dinas Kesehatan dengan menerbitkan SK mengenai pelimpahan

    wewenang berupa anggaran dari Dinas Kesehatan ke Kecamatan dan Kelurahan,

    salah satunya mengenai anggaran Demam berdarah, dan Puskesmas dengan aktif

    melakukan pendampingan dan penyuluhan.

    Pelaporan Aplikasi daring di Kelurahan Sidodadi menggunakan aplikasi gratis

    dari Google yaitu google form dengan link https://forms.gle/RK6rESo2rRHdRYDe8

    dan untuk melihat perkembangan pengisian spreed sheet dapat melihat

    http://tiny.cc/hrkafz.

    https://forms.gle/RK6rESo2rRHdRYDe8http://tiny.cc/hrkafz

  • xiv

    ABSTRAK

    Penyakit Demam Berdarah Dengue masih menjadi salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Salah satu program pemberdayaan masyarakat untuk menurunkan angka DBD dengan Gerakan 1 Rumah 1 Jurbastik (G1R1J). Tujuan penelitian ini untuk memberikan alternatif solusi dalam pelaksanaan Program Prioritas Nasional terkait Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit dengan penguatan upaya promotif dan preventif melalui pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan GERMAS agar derajat kesehatan masyarakat meningkat dalam program gerakan 1R1J.

    Disain penelitian pada kegiatan ini adalah metode quasi experimental with control. Pada tahap ini melakukan uji coba pada daerah perlakuan dan kontrol pada

    dua kelompok masyarakat yang relatif sama. Kegiatan yang dilakukan yaitu survei entomologi, pengetahuan sikap dan perilaku, FGD, Pendampingan serta dilakukan indepth interview.

    Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku setelah intervensi dibandingkan dengan sebelum intervensi. Angka bebas jentik (ABJ) meningkat sebesar 16% setelah post intervensi. Pendampingan pada koordinator jumantik diperoleh nama lokal yaitu GEMATRI (Gerakan emak-emak pembasmi jentik Trisari), adanya pesan grup, dukungan Puskesmas dan Kelurahan serta adanya surat edaran pelaksanan G1R1J oleh Kecamatan. Upaya Sosialisasi ke Rukun Tetangga (RT) lainnya, serta penguatan lintas sektor perlu dilakukan untuk program Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik dalam penanggulangan DBD. Gerakan 1 rumah 1 jumantik dapat berjalan secara berkelanjutan jika ada kerjasama dan dukungan lintas sektor serta masyarakat secara bersama-sama.

  • xv

    DAFTAR ISI Hal

    Judul ............................................................................................................ i

    Susunan Tim Peneliti…..…………………………………………….….……… ii

    Surat Keputusan Penelitian ……………………………………………………. iv

    Etik v

    Kata Pengantar…………………………………………….…………….……… vi

    Ringkasan Eksekutif… ……………………………………………….………… vii

    Abstrak …………………………………………………………………………… xii

    Daftar Isi …………………………………………………………………………. xiii

    Daftar Tabel ……………………………………………………………………... xvi

    Daftar Gambar ………………………………………………………………….. xix

    Daftar Lampiran ………………………………………………………………… xxi

    BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………………….. 1

    1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1

    1.2. Tujuan Penelitian ………………….…… 9

    1.3. Manfaat penelitian…..………..………………………..……………..…… 9

    1.4. Hipotesis …………………………………………………..………..……… 9

    BAB II. METODOLOGI PENELITIAN ………………………… …………..…… 10

    2.1. Kerangka Teori …………………………………………..…..… 10

    2.2. Kerangka Konsep ……………………………………………………… 11

    2.3. Tempat dan waktu …………………………………………………….… 12

    2.4. Disain Penelitian………………. …......………………………………… 12

    2.5. Populasi dan Sampel …. ………………………………………….…… 12

    2.6. Besar Sampel…………………………………………………………….. 13

    2.7. Cara pemilihan/Penarikan Sampel ……………………………………. 14

    2.8 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ………………………………………….. 14

    2.9. Variabel dan Definisi Operasional………. 15

    2.10. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data……………………….…… 15

    2.11. Bahan dan Prosedur Kerja ……………………….……. 19

    2.12. Manajemen dan Analisis Data ………………..……………….…… 22

  • xvi

    BAB III. HASIL PENELITIAN…………..……………………………………… 24

    3.1 Gambaran Umum …….………………………………………. 24

    3.1.1 Kondisi geografis 24

    3.1.2 Besar masalah DBD selama 3 tahun terakhir 30

    3.1.3 Pengendalian DBD yang dilakukan oleh program 34

    3.2 Program Gerakan 1R1J Tingkat Pemerintah Daerah 35

    3.2.1 Definisi gerakan 1R1J 35

    3.2.2 Keberadaan Gerakan 1R1J di wilayah penelitian 37

    3.3 Program Gerakan 1R1J Tingkat Masyarakat (Hasil kuantitatif) 40

    3.3.1 Pengetahuan Sikap dan Perilaku di Daerah Intervensi 40

    3.3.2 Pengetahuan Sikap dan Perilaku di Daerah Kontrol 52

    3.3.3 Hasil Survei Jentik 63

    3.4 Program Gerakan 1R1J di Tingkat Program (Hasil kualitatif) 71

    3.4.1 Implementasi Kebijakan 71

    3.4.2 Sumber Daya Manusia 74

    3.4.3 Anggaran/Pembiayaan 76

    3.4.4 Sarana dan Prasarana 78

    3.4.5 Pemberdayaan Masyarakat 78

    3.4.6 Dukungan dan hambatan 81

    3.5 Penggalangan Kerjasama 84

    3.5.1 Sosialisasi dan Workshop 84

    3.5.2 Kegiatan Pendampingan tahap I 88

    3.5.3 Kegiatan Pendampingan tahap II 93

    3.5.4 Kegiatan Pendampingan tahap III 97

    3.5.5 Kegiatan Pendampingan tahap IV 103

    3.6 Penggalangan Komitmen dan Tindak Lanjut pelaksanaan Gerakan

    1R1J

    107

    3.7 Pengembangan Aplikasi Daring 114

    BAB IV. PEMBAHASAN 116

    BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 122

  • xvii

    5.1. Kesimpulan 122

    5.2. Saran 123

    DAFTAR PUSTAKA 124

  • xviii

    DAFTAR TABEL

    Hal Tabel 1 Jumlah Kasus dan Incidence Rate Demam Berdarah

    Dengue per Provinsi di Indonesia Tahun 2008 – 2017

    2

    Tabel 2 Pembagian Kelurahan menurut Kecamatan di Kota Samarinda 23

    Tabel 3 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kota Samarinda, 2018

    25

    Tabel 4 Distribusi dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Samarinda, 2018

    25

    Tabel 5 Kasus DBD berdasarkan Puskesmas di Kota Samarinda 28

    Tabel 6 Kasus Kematian DBD berdasarkan Puskesmas 29

    Tabel 7 Karakteristik Responden di Kelurahan Sidodadi

    37

    Tabel 8

    Pengetahuan Masyarakat Terhadap Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik di Kelurahan Sidodadi

    38

    Tabel 9 Sikap Masyarakat Terhadap Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik di Kelurahan Sidodadi

    43

    Tabel 10 Tindakan Masyarakat Terhadap Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik di Kelurahan Sidodadi

    44

    Tabel 11 Karakteristik Responden di Kelurahan Dadi Mulya

    49

    Tabel 12 Pengetahuan Masyarakat Terhadap Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik di Kelurahan Dadi Mulya

    50

    Tabel 13 Sikap Masyarakat Terhadap Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik di Kelurahan Dadi Mulya

    54

    Tabel 14 Tindakan Masyarakat Terhadap Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik di Kelurahan Dadi Mulya

    55

    Tabel 15 Hasil uji normalitas data 56

    Tabel 16 Hasil uji beda wilayah intervensi pada saat sebelum dan sesudah dilakukan intervensi

    56

    Tabel 17 Uji beda antara Kelurahan Sidodadi dan Dadi Mulya 56

  • xix

    setelah dilakukan Intervensi

    Tabel 18 Jenis Kontainer yang ditemukan pada Pengumpulan Data Pretest Wilayah Intervensi di Kelurahan Sidodadi Kota Samarinda Tahun 2019

    61

    Tabel 19 Letak Kontainer yang ditemukan pada Pengumpulan Data Pretest Wilayah Intervensi di Kelurahan Sidodadi Kota Samarinda Tahun 2019

    61

    Tabel 20 Kondisi Kontainer yang ditemukan pada Pengumpulan Data Pretest Wilayah Intervensi di Kelurahan Sidodadi Kota Samarinda Tahun 2019

    62

    Tabel 21 Angka Entomologi pada Pengumpulan Data Pretest Wilayah Intervensi di Kelurahan Sidodadi Kota Samarinda Tahun 2019

    63

    Tabel 22 Jenis Kontainer yang ditemukan pada Pengumpulan Data Pretest Wilayah Kontrol di Kelurahan Dadimulya Kota Samarinda Tahun 2019

    64

    Tabel 23 Letak Kontainer yang ditemukan pada Pengumpulan Data Pre test Wilayah Kontrol di Kelurahan Dadimulya Kota Samarinda Tahun 2019

    63

    Tabel 24 Kondisi Kontainer yang ditemukan pada Pengumpulan Data Pretest Wilayah Kontrol di Kelurahan Dadimulya Kota Samarinda Tahun 2019

    63

    Tabel 25 Angka Entomologi pada Pengumpulan Data Post test Wilayah Intervensi di Kelurahan Sidodadi Kota Sidodadi Tahun 2019

    64

    Tabel 26 Jenis Kontainer yang ditemukan pada Pengumpulan Data Posttest Wilayah Intervensi di Kelurahan Sidodadi Kota Samarinda Tahun 2019

    65

    Tabel 27 Letak Kontainer yang ditemukan pada Pengumpulan Data Post test Wilayah Intervensi di Kelurahan Sidodadi Kota Samarinda Tahun 2019

    66

    Tabel 28 Kondisi Kontainer yang ditemukan pada Pengumpulan Data Post test Wilayah Intervensi di Kelurahan Sidodadi Kota Samarinda Tahun 2019

    66

    Tabel 29 Angka Entomologi pada Pengumpulan Data Post Wilayah Intervensi di Kelurahan Sidodadi Kota Samarinda Tahun 2019

    67

  • xx

    Tabel 30 Jenis Kontainer yang ditemukan pada Pengumpulan Data

    Post test Wilayah Kontrol di Kelurahan Dadimulya Kota Samarinda Tahun 2019

    67

    Tabel 31 Letak Kontainer yang ditemukan pada Pengumpulan Data Post Wilayah Kontrol di Kelurahan Dadimulya Kota Samarinda Tahun 2019

    71

    Tabel 32 Kondisi Kontainer yang ditemukan pada Pengumpulan Data Post test Wilayah Kontrol di Kelurahan Dadimulya Kota Samarinda Tahun 2019

    71

    Tabel 33 Angka Entomologi pada Pengumpulan Data Pretest

    Wilayah Kontrol di Kelurahan Dadimulya Kota Samarinda Tahun 2019

    72

    Tabel 34 Identifikasi Masalah, Penyebab, Upaya yang dilakukan dan Kesepakatan Cara Pemecahannya pada Pendampingan ke 1 di Kelurahan Sidodadi, Kota Samarinda

    93

    Tabel 35 Identifikasi Masalah, Penyebab, Upaya yang dilakukan dan Kesepakatan Cara Pemecahannya pada Pendampingan ke 2 di Kelurahan Sidodadi, Kota Samarinda

    97

    Tabel 36 Identifikasi Masalah, Penyebab, Upaya yang dilakukan dan Kesepakatan Cara Pemecahannya pada Pendampingan ke 3 di Kelurahan Sidodadi, Kota Samarinda

    103

    Tabel 37 Identifikasi Masalah, Penyebab, Upaya yang dilakukan dan Kesepakatan Cara Pemecahannya pada Pendampingan ke 4 di Kelurahan Sidodadi, Kota Samarinda

    107

  • xxi

    DAFTAR GAMBAR

    Hal Gambar 1 Kerangka Teori

    7

    Gambar 2 Kerangka Konsep Penelitian 8

    Gambar 3 Peta Wilayah Administrasi Kota Samarinda

    21

    Gambar 4 Data Kasus DBD Tahun 2016 – April 2019 di Kota Samarinda.

    27

    Gambar 5 Jumlah Kasus Kematian DBD Tahun 2016 – April 2019 di Kota Samarinda

    28

    Gambar 6 Kegiatan Sosialisasi Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik di Puseksmas Segiri

    82

    Gambar 7 Kegiatan Workshop Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik di Kelurahan Sidodadi

    84

    Gambar 8 FGD dan Wokshop Pendampingan Ke Kesatu

    88

    Gambar 9 FGD dan Wokshop Pendampingan Ke Kedua

    91

    Gambar 10 FGD dan Wokshop Pendampingan Ke Ketiga

    97

    Gambar 11 FGD dan Wokshop Pendampingan Ke Keempat

    103

    Gambar 12 Penggalangan Komitment Bersama Pemberantasan DBD 105

    Gambar 13 Kegiatan Sosialisasi Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik di Kelurahan Sidodadi.

    106

    Gambar 14 Penyebaran Informasi Pegendalian DBD melalui media massa dan mural

    107

    Gambar 15 Kegiatan Penyampaian hasil pengumpulan data pada saat pretest

    108

    Gambar 16 Kegiatan Wawancara Mendalam dan penyampaian Informasi penelitian

    109

    Gambar 17 Kegiatan Penyampaian Program Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik dengan Camat Samarinda Ulu

    110

    Gambar 15 Kegiatan Penyampaian Program Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik dengan Lurah Sidodadi

    111

  • xxii

    Gambar 16 Pelaporan Secara Online dengan Menggunakan Google Form

    112

  • xxiii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Surat Izin Penelitian dari Kesbangpol Linmas Provinsi

    Kalimantan Timur.

    Lampiran 2 Kuisioner Kuntitatif Lampiran 3 Kuisoioner kualitatif

  • 1

    I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan

    oleh virus dengue, ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau

    Ae. albopictus. 1 Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah

    tropik dan subtropik, bahkan terdapat kecenderungan terus meningkat 2 dan banyak

    menimbulkan kematian pada anak.3

    Sejak pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968 sebanyak 58

    orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) :

    41,3 %), DBD terus menyebar luas ke seluruh Indonesia. Pada tahun 2015, DBD

    sudah menjangkiti seluruh provinsi di Indonesia (34 provinsi) dengan jumlah

    kabupaten/kota terjangkit adalah 436 dari 514 kabupate/kota yang ada di Indonesia

    (84,82%). Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968

    hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009. Peningkatan dan

    penyebaran kasus DBD tersebut kemungkinan disebabkan oleh mobilitas penduduk

    yang tinggi, perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim, perubahan

    kepadatan dan distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya yang masih

    memerlukan penelitian lebih lanjut.4 Pada saat ini, menurut data Badan Kesehatan

    Dunia (WHO), Asia Pasifik menanggung 75 persen dari beban dengue di dunia

    antara tahun 2004 dan 2010, sementara Indonesia dilaporkan sebagai negara ke-2

    dengan kasus DBD terbesar diantara 30 negara wilayah endemis.5

    Kasus DBD di Indonesia mengalami siklus epidemik yang terjadi setiap

    sembilan-sepuluh tahunan karena adanya perubahan iklim yang berpengaruh

    terhadap kehidupan vektor dan faktor yang mempengaruhinya. Perubahan iklim

    menyebabkan perubahan curah hujan, suhu, kelembaban, arah udara sehingga

    berefek terhadap ekosistem daratan dan lautan serta berpengaruh terhadap

    kesehatan terutama terhadap perkembangbiakan vektor penyakit seperti nyamuk

    Aedes, malaria dan lainnya.6 Selain itu, faktor perilaku dan partisipasi masyarakat

    yang masih kurang dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) serta

    faktor pertambahan jumlah penduduk dan faktor peningkatan mobilitas penduduk

  • 2

    yang sejalan dengan semakin membaiknya sarana transportasi menyebabkan

    penyebaran virus DBD semakin mudah dan semakin luas.

    Pada periode 10 tahun terakhir, jumlah kasus DBD di Indonesia secara

    keseluruhan tercatat sebanyak 1.213.324 penderita dengan rata-rata incidence rate

    (IR) adalah 49,55 per 100.000 penduduk. Jumlah kasus pertahun setiap tahunnya

    mengalami naik turun dan ada di seluruh provinsi di Indonesia kecuali tahun 2011 di

    Papua dan Papua Barat tidak dilaporkan ada kasus DBD. Jumlah kasus tahun 2008

    adalah 137.469 penderita (IR = 59,02 per 100.000 penduduk), naik menjadi 158.912

    penderita (IR=68,22 per 100.000 penduduk), selanjutnya turun sedikit tahun 2010

    menjadi 156.086 penderita (IR=65,70 per 100.000 penduduk) dan turun tajam pada

    tahun 2011 menjadi 65.725 penderita (IR=27,67 per 100.000 penduduk). Jumlah

    kasus DBD naik lagi tahun 2012 menjadi 90.245 penderita (IR=37,11 per 100.000

    penduduk) dan tahun 2013 menjadi 112.511 penderita (IR=68,22 per 100.000

    penduduk). Tahun 2014 turun lagi menjadi 99.508 penderita (IR=39,80 per 100.000

    penduduk), tapi naik lagi tahun 2015 menjadi 129.650 penderita (IR=50,75 per

    100.000 penduduk) dan tahun 2016 menjadi 2014.171 penderita (IR=78,85 per

    100.000 penduduk). Terakhir tahun 2017 turun ke tingkat yang paling rendah dalam

    periode 10 tahun terakhir menjadi 59.047 penderita (IR=22,55 per 100.000

    penduduk).7

    Tabel 1. Jumlah Kasus dan Incidence Rate Demam Berdarah Dengue per Provinsi di Indonesia Tahun

    2008 - 2017

    No Provinsi

    Tahun 2008-2012

    Tahun 2013-2017

    Jumlah Tahun 2008-2017

    Kasus Rata-rata IR

    Kasus Rata-rata IR

    Kasus Rata-rata IR

    1 Jawa Barat 120.470 55,98 102.640 43,97 223.110 49,97

    2 Jawa Timur 75.539 40,20 76.040 39,23 151.579 39,72

    3 DKI Jakarta 88.988 199,14 47.330 93,41 136.318 146,27

    4 Jawa Tengah 68.549 41,32 64.393 37,48 132.942 39,40

    5 Bali 29.407 167,60 52.313 250,46 81.720 209,03

    6 Sumatera Utara 28.774 44,08 27.820 40,21 56.594 42,14

    7 Kalimantan Timur 21.299 133,64 26.433 149,66 47.732 141,65

    8 Banten 19.846 41,58 17.426 29,70 37.272 35,64

    9 Sulawesi Selatan 14.885 37,61 20.548 48,23 35.433 42,92

    10 Lampung 15.086 41,93 16.459 42,05 31.545 41,99

    11 DI Yogyakarta 11.272 65,43 16.583 90,98 27.855 78,21

  • 3

    12 Sumatera Barat 11.875 50,33 14.795 57,54 26.670 53,94

    13 Kalimantan Barat 13.733 64,21 10.122 43,45 23.855 53,83

    14 Sumatera Selatan 10.633 29,03 11.632 28,91 22.265 28,97

    15 Aceh 11.680 52,43 9.489 38,01 21.169 45,22

    16 Riau 7.451 27,49 13.099 40,82 20.550 34,15

    17 Sulawesi Tengah 8.743 67,39 7.799 54,92 16.542 61,16

    18 Kalimantan Selatan 4.770 26,01 10.223 51,76 14.993 38,89

    19 Kepulauan Riau 7.171 90,50 7.205 71,75 14.376 81,13

    20 NTB 4.900 23,12 7.695 33,01 12.595 28,07

    21 Sulawesi Utara 6.778 58,29 5.708 47,81 12.486 53,05

    22 Kalimantan Tengah 5.341 49,28 5.955 47,88 11.296 48,58

    23 Sulawesi Tenggara 3.271 30,02 7.667 59,58 10.938 44,80

    24 Jambi 3.550 22,62 5.231 30,68 8.781 26,65

    25 Bengkulu 2.856 32,82 4.245 45,04 7.101 38,93

    26 NTT 3.992 16,72 2.347 9,20 6.339 12,96

    27 Kapulauan Babel 1.983 32,72 2.438 36,09 4.421 34,41

    28 Papua 1.144 13,21 2.629 16,97 3.773 15,09

    29 Sulawesi Barat 1.122 20,36 2.281 36,18 3.403 28,27

    30 Kalimantan Utara - - 2.750 106,77 2.750 106,77

    31 Gorontalo 965 19,40 1.754 31,09 2.719 25,24

    32 Maluku Utara 1.210 23,95 843 14,63 2.053 19,29

    33 Papua Barat 1.030 34,93 459 10,88 1.489 22,91

    34 Maluku 124 1,63 536 63,14 660 32,39

    35 Indonesia 608.437 51,54 604.887 47,56 1.213.324 49,55

    Sumber Data : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2017

    Lima belas provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus DBD terbanyak

    selama periode tahun 2008-2017 berturut-turut adalah Jawa Barat (223.110 kasus),

    Jawa Timur (151.579 kasus), DKI Jakarta (136.318 kasus), Jawa Tengah (132.942

    kaus), Bali (81.720 kasus), Sumatera Utara (56.594 kasus), Kalimantan Timur

    (47.732 kasus), Banten (37.272 kasus), Sulawesi Selatan (35.433 kasus), Lampung

    (31.545 kasus), DI Yogyakarta (27.855 kasus), Sumatera Barat (26.670 kasus),

    Kalimantan Barat (23.855 kasus), Sumatera Selatan (22.265 kasus) dan Aceh

    (21.169 kasus). Sedangkan berdasarkan incidence rate, lima belas provinsi tertinggi

    berturutpturut adalah Bali (IR = 209,03 per 100.000 penduduk), DKI Jakarat (IR =

    146,27 per 100.000 penduduk), Kalimantan Timur (IR = 141,45 per 100.000

    penduduk), Kalimantan Utara dalam periode 4 tahun terakhir (IR = 106,77 per

    100.000 penduduk), Kepulauan Riau (IR = 81,13 per 100.000 penduduk), DI

  • 4

    Yogyakarta (IR = 78,21 per 100.000 penduduk), Sulawesi Tengah (IR = 61,16 per

    100.000 penduduk), Sumatera Barat (IR = 53,94 per 100.000 penduduk),

    Kalimantan Barat (IR = 53,83 per 100.000 penduduk), Sulawesi Utara (IR = 53,05

    per 100.000 penduduk), Jawa Barat (IR = 49,97 per 100.000 penduduk), Kalimantan

    Tengah (IR = 48,58 per 100.000 penduduk), Aceh (IR = 45,22 per 100.000

    penduduk), Sulawesi Tenggara (IR = 44,80 per 100.000 penduduk), dan Sulawesi

    Selatan (IR = 42,92 per 100.000 penduduk).

    Berdasarkan IR DBD, suatu daerah dapat dikategorikan dalam risiko tinggi

    risiko tinggi apabila IR > 55 per 100.000 penduduk, dalam risiko sedang dan rendah

    yaitu, risiko sedang apabila IR 20-55 per 100.000 penduduk, dan risiko rendah

    apabila IR

  • 5

    DBD, aspek lingkungan dan perilaku manusia adalah dua hal yang pokok yang

    harus menjadi perhatian.

    Selain penduduk, variabel iklim yang meliputi suhu dan kelembaban udara

    seta curah hujan juga berpengaruh terhadap kejadian DBD. Pada tingkat lokal dan

    regional, curah hujan dan ekologis manusia, sangat berpengaruh terhadap

    kehadiran nyamuk Aedes aegypti pada skala rumah tangga. Curah hujan adalah

    komponen penting karena dapat membengaruhi faktor lain seperti kesuburan

    vegetasi dan keberadaan air pada kontainer, serta memiliki potensi untuk

    mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk sehingga angka kejadian demam

    berdarah meningkat pada bulan-bulan tertentu sesuai dengan tinggi rendahnya

    curah hujan.11

    Kepadatan nyamuk Aedes spp sangat berhubungan dengan kejadian DBD.

    Hasil penelitian di Banyuwangi menunjukan bahwa Infeksi primer maupun infeksi

    sekunder DBD sebagian besar terjadi di daerah dengan angka bebas jentik (ABJ) <

    95%.12 Berdasarkan Permenkes Nomor 50 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu

    Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor Dan Binatang

    Pembawa Penyakit Serta Pengendaliannya, ABJ adalah persentase rumah atau

    bangunan yang bebas jentik, dihitung dengan cara jumlah rumah yang tidak

    ditemukan jentik dibagi dengan jumlah seluruh rumah yang diperiksa dikali 100%.

    Yang dimaksud dengan bangunan antara lain perkantoran, pabrik, rumah susun,

    dan tempat fasilitas umum yang dihitung berdasarkan satuan ruang bangunan/unit

    pengelolanya. Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk ABJ adalah 95%,

    dengan demikian untuk tidak terjadi penularan DBD maka ABJ di suau wilayah

    minimal 95%. Sampai dengan tahun 2016, ABJ secara nasional belum mencapai

    target minimal meskipun ABJ tahun 2016, yaitu sebesar 67,6% meningkat

    dibandingkan tahun 2015 sebesar 54,2%. Hal ini dapat disebabkan Puskesmas

    sudah mulai menggalakkan kembali kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB)

    secara rutin sehingga kegiatan kader Juru Pemantau Jentik (Jumantik) sudah mulai

    digalakkan kembali. Selain itu, pelaporan data ABJ sudah mulai mencakup sebagian

    wilayah kabupaten/kota di Indonesia sehingga cakupan ABJ juga semakin

    meningkat. Dalam periode tahun 2010-2016, ABJ nasional tidak dapat mencapai

    angka minimal nasional, paling tinggi hanya 80,2% (tahun 2010) dan paling rendah

  • 6

    24,1% (tahun 2014). Pada periode tersebut, berturut ABJ nasional setiap tahunnya

    adalah 80,2% (tahun 2010), 76,2% (tahun 2011), 79,3% (tahun 2012), 80,1% (tahun

    2013), 24,1% (tahun 2014), 54,2% (tahun 2015) dan 67,6% (tahun 2016). 7

    Penelitan di Bandung tahun 2014 menunjukan bahwa pengetahuan

    masyarakat berkaitan dengan DBD sudah baik (90%), pernah melakukan PSN

    (84,7%), rutin melakukan PSN setiap minggu (60,2%), pernah menugaskan untuk

    PSN (49,5%), dan rutin menugaskan PSN (42,5%). Sedangkan hasil survai jentik di

    rumah responden pada penelitian yang menunjukan ABJ 34,1%. Selanjutnya

    dilaporkan, penyebab tidak rutin melakukan PSN paling tinggi adalah karena bukan

    kewajiban (46,51%), karena sibu (36,43%), karena sudah ada petugasnya (7,75%),

    karena malas (6,20%), karena lupa (1,55%), dan karena lain-lain alasan sebesar

    1,56%.13

    Pengendalian DBD telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan

    Nomor 581/MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam

    Berdarah dan Keputusan Menteri Kesehatan nomor 92 tahun 1994 tentang

    perubahan atas lampiran Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

    581/MENKES/SK/1992, dengan menitikberatkan pada upaya pencegahan dengan

    gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) selain penatalaksanaan penderita

    DBD dengan memperkuat kapasitas pelayanan kesehatan dan sumber daya,

    memperkuat surveilans epidemiologi dan optimalisasi kewaspadaan dini terhadap

    Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD.14 Berbagai upaya telah dilakukan untuk

    menanggulangi terjadinya peningkatan kasus, salah satu diantaranya dan yang

    paling utama adalah dengan memberdayakan masyarakat dalam kegiatan

    Pengendalian Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M (Menguras-Menutup-

    Mengubur). Kegiatan ini telah diintensifkan sejak tahun 1992 dan pada tahun 2000

    dikembangkan menjadi 3M Plus yaitu dengan cara menggunakan larvasida,

    memelihara ikan dan mencegah gigitan nyamuk. Tapi sampai saat ini upaya tersebut

    belum menampakkan hasil yang diinginkan karena setiap tahun masih terjadi

    peningkatan angka kematian.15

    Pelaksanaan PSN, sangat berkaitan dengan perilaku masyarakat sebagai

    pelaku utamanya. Sedangkan yang disebut perilaku merupakan suatu respons

  • 7

    seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar) yang terjadi melalui suatu

    proses : Stimulus Organism Response (S-O-R) dan sangat tergantung dari orang

    yang bersangkutan. Dengan demikian maka perilaku antara individu yang satu

    dengan lainnya atau antara komunitas yang satu dengan lainnya akan berbeda

    karena manusia mempunyai aktivitas masing-masing.16 Perilaku adalah suatu

    keadaan yang seimbang antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan, yang

    dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut di

    dalam diri seseorang.17

    Pada tahun 2015 pada ASEAN Dengue Day (ADD), diluncurkan Gerakan 1

    Rumah 1 Jumantik dengan tujuan untuk menurunkan angka penderita dan angka

    kematian akibat DBD dengan meningkatkan peran serta dan pemberdayaan

    masyarakat berbasis keluarga untuk melakukan pencegahan. Gerakan ini

    merupakan program PSN untuk mencapai ABJ >95% dengan mengajak seluruh

    masyarakat berperan aktif dalam mencegah perkembangbiakan nyamuk. Ujung

    tombak Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik adalah Juru Pemantau Jentik (Jumantik) yang

    merupakan anggota masyarakat yang dilatih oleh Puskesmas setempat untuk

    memantau keberadaan dan perkembangan jentik nyamuk guna mengendalikan

    penyakit DBD di suatu daerah melalui Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

    dengan cara 3M Plus, yaitu; menguras bak mandi, menutup tempat penampungan

    air, memanfaatkan barang bekas, plus cegah gigitan nyamuk.14

    Juru pemantau jentik atau Jumantik didefinisikan sebagai orang yang

    melakukan pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk khususnya

    Aedes spp. Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik didefinisikan sebagai peran serta dan

    pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan setiap keluarga dalam pemeriksaan,

    pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk untuk pengendalian penyakit tular

    vektor khususnya DBD melalui pembudayaan PSN 3M PLUS. Jumantik Rumah

    adalah kepala keluarga / anggota keluarga /penghuni dalam satu rumah yang

    disepakati untuk melaksanakan kegiatan pemantauan jentik di rumahnya. Jumantik

    Lingkungan adalah petugas yang ditunjuk oleh pengelola TTU atau TTI untuk

    melaksanakan pemantauan jentik. Contoh TTI adalah perkantoran, sekolah, rumah

    sakit, sedangkan contoh TTU adalah pasar, terminal, pelabuhan, bandara, stasiun,

    tempat ibadah, tempat pemakaman, tempat wisata. Koordinator Jumantik adalah

  • 8

    satu atau lebih jumantik/kader yang ditunjuk oleh Ketua RT untuk melakukan

    pemantauan dan pembinaan pelaksanaan jumantik rumah dan jumantik lingkungan

    (crosscheck). Supervisor Jumantik adalah satu atau lebih anggota dari Pokja DBD

    atau orang yang ditunjuk oleh Ketua RW/Kepala Desa/Lurah untuk melakukan

    pengolahan data dan pemantauan pelaksanaan jumantik di lingkungan RT. Sebagai

    pemantau dan pelaksana PSN, maka dibentuk juru pemantau dan pembasmi jentik

    yang disingkat Jumbastik yang merupakan penerapan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik

    yang didefinisikan sebagai peran serta dan pemberdayaan masyarakat dengan

    melibatkan setiap keluarga, tempat-tempat umum (TTU) dan di tempat-tempat

    institusi (TTI) dalam pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk.

    Jumbastik terdiri dari Jumantik Rumah yaitu di rumah tangga yang bertugas

    memantau dan memberantas nyamuk di rumah masing-masing dan Jumantik

    Lingkungan yaitu di TTU dan di TTI yang bertugas memantau dan memberantas

    nyamuk di TTU atau TTI masing-masing.18

    Penyadaran masyarakat dapat lebih efektif jika dilakukan oleh Koordinator

    Jumantik yang umumnya adalah kader kesehatan karena mereka lebih dekat

    dengan masyarakat dan terlibat langsung dalam kegiatan kemasyarakatan. Kader

    kesehatan seharusnya mendapat pembekalan pengetahuan dan keterampilan agar

    mereka mampu secara mandiri melakukan tugasnya dengan baik. Beberapa studi

    menyebutkan bahwa partisipasi kader di masyarakat dipengaruhi oleh motivasi,

    pengetahuan dan keterampilan teknis, keterampilan sosial, kemampuan

    perencanaan dan problem solving (kemampuan manajerial). Prinsip pemberdayaan

    kesehatan pada dasarnya mendorong masyarakat untuk meningkatkan motivasi dan

    kemandirian dalam bertindak dan menentukan keputusan yang berpengaruh

    terhadap kesehatannya. Peningkatan motivasi dapat memberikan pengaruh

    terhadap peningkatan upaya pengendalian Aedes spp. oleh warga.19 Tugas

    Jumantik selain untuk surveilans dan pemberantasan vektor di pemukiman maupun

    tempat-tempat umum, juga berperan dalam memperkuat perilaku masyarakat dalam

    PSN 3M plus yang keberhasilannya dapat ditinjau dari nilai ABJ dan nilai CI.20

  • 9

    1.2. Tujuan Penelitian

    Tujuan Umum :

    Tujuan penelitian ini untuk Mengimplementasikan program juru pembasmi

    jentik (Jurbastik) dalam penanggulangan DBD melalui program gerakan 1R1J

    (1Rumah 1 Jumantik)

    Tujuan khusus :

    1. Identifikasi pelaksanaan program gerakan 1R1J di tingkat pemerintah daerah.

    2. Identifikasi pelaksanaan program gerakan 1R1J di tingkat masyarakat (Rumah

    tangga).

    3. Menggalang partisipasi aktif kerjasama antara masyarakat, petugas kesehatan

    dan tokoh masyarakat setempat dalam menanggulangi DBD di wilayahnya.

    4. Memperkuat sumber daya setempat, tokoh masyarakat setempat, saluran

    komunikasi setempat dalam rangka penanggulangan DBD melalui kegiatan

    1R1J dengan peran sebagai jurbastik.

    5. Pengembangan aplikasi daring dalam sistem pelaporan program jurbastik.

    1.3. Manfaat penelitian

    Sebagai bahan pengambil kebijakan untuk menentukan model penerapan

    program Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik dengan peningkatan peran sebagai jurbastik

    dalam upaya pemberantasan DBD

    1.4. Hipotesis

    Hipotesis dalam penelitian ini adalah “partisipasi masyarakat dalam kegiatan

    1R1J pada kelompok yang diberi perlakuan lebih tinggi dari pada kelompok kontrol”

  • 10

    II. METODOLOGI PENELITIAN

    2.1. Kerangka Teori

    Gambar 1. Kerangka Teori

    Sumber : Guzman & Haris, 2015, McBridea&Ohman, 2000; Syahribulan et al., 2012;

    Sumantri, 2015; Kumar et.al, 2016; Ditjen P2MPL, 1999; Khormi, 2013; Morin et al

    2013.

    Lingkungan

    - Intensitas cahaya - Keberadaan, rimbunan dan tinggi

    tanaman - Tempat Penampungan Air (TPA) - Kepadatan penduduk

    Iklim

    - Curah hujan - Suhu - Kelembaban

    Nyamuk Aedes sp

    - Kepadatan nyamuk - Kepadatan jentik - Tempat

    perkembangbiakan

    - Kesenangan menggigit(feeding habits)

    - Keberadaan resting places

    - Jarak terbang (flight range)

    Virus Dengue

    Serotipe virus dengue

    Penduduk

    - Umur - Jenis kelamin - Status gizi - Imunitas - Pendidikan

    - Perilaku PSN (menguras, menutup, memanfaatkan barang bekas, menabur larvasida, menggunakan anti nyamuk, memelihara predator larva, menanam tanaman pengusir nyamuk, mengatur ventilasi rumah, menghindari

    menggantung pakaian)

    Transmisi

    DBD

  • 11

    2.2. Kerangka Konsep

    Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

    Berdasarkan kerangka konsep yang telah dibuat, bahwa output yang

    diharapkan adalah ABJ lebih dari 95% dan tidak ditemukan kasus indigenous, ini

    adalah angka capaian yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan merupakan

    indikator capaian 1R1J. Untuk mendapatkan angka tersebut diperlukan beberapa

    indikator yang harus diukur , diantaranya penggalian informasi melalui wawancara

    mendalam untuk identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap gerakan

    1R1J di tingkat pemerintah daerah, stake holder dan rumah tangga. Di tingkat

    rumah tangga mengukur tingkat partisipasi masyarakat dalam program gerakan

    1R1J, mengukur indeks entomologi dengan melakukan survei jentik untuk

  • 12

    mendapatkan nilai HI, BI, CI, ABJ. Dalam proses diimplementasikan gerakan 1 R1J

    (1 Rumah 1 Jurbastik) dengan mengadakan pelatihan, pendampingan, umpan balik

    status virologi pada jentik/nyamuk dan aplikasi sistem pelaporan.

    2.3. Tempat dan Waktu

    Penelitian ini dilakukan selama 11 bulan mulai bulan Januari-November 2019

    di 13 Provinsi yang merupakan wilayah dengan kasus DBD tertinggi dan telah

    dilakukan sosialisasi oleh program mengenai 1R1J.

    Penelitian ini merupakan penelitian Multicenter yaitu antara Pusat Penelitian

    Upaya Kesehatan Masyarakat dengan 7 Balai/Loka ampuan, adapun pembagian

    wilayah penelitian adalah sebagai berikut :

    1. Balai Litbangkes Baturaja : Jambi dan Sumatera Selatan 2. Loka Litbang Pangandaran : Lampung, Banten, Jawa Barat 3. Balai Litbangkes Banjarnegara : Kalimantan Barat 4. Balai Litbangkes Tanah Bumbu : Kalimantan Timur 5. Balai Litbangkes Donggala : Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan 6. Loka Litbang Waikabubak : Bali 7. Pusat Upaya Kesehatan Masyarakat : Jawa Timur, Riau dan NTB

    Penelitian tahap 1 tahun 2019 dilakukan selama 11 bulan mulai bulan

    Januari-November 2019 sebanyak 13 provinsi dari 24 provinsi yang sudah

    melaksanakan gerakan 1R1J.

    Balai Litbang Kesehatan Tanah Bumbu melakukan kegiatan penelitian di

    Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur yaitu di Wilayah Kerja Puskesmas

    Segiri dengan Kelurahan Sidodado sebagai daerah Intervensi dan Kelurahan Dadi

    Mulya sebagai Kontrol.

    2.4. Desain Penelitian

    Desain penelitian quasi experimental with control digunakan untuk

    mengetahui apakah model implementasi 1R1J (jurbastik) mempunyai pengaruh

    terhadap partisipasi anggota rumah tangga. Dalam penelitian ini dilakukan uji coba

    dengan perlakuan dan kontrol pada dua kelompok masyarakat yang relatif sama.

  • 13

    2.5. Populasi dan Sampel

    Populasi

    Populasi dalam penelitian ini adalah anggota masyarakat yang menempati

    rumah/bangunan di lingkungan Kelurahan Sidodadi dan Kelurahan Dadi Mulya.

    Sampel

    Sampel dalam penelitian ini adalah penghuni rumah/bangunan yang

    ditunjuk/bertangungjawab melakukan kegiatan 1R1J di tiap rumah/bangunan,

    sampel berasal dari semua rumah/bangunan di lingkungan RW lokasi penelitian.

    2.6. Besar Sampel

    Besar sampel yang digunakan berdasarkan uji hipotesis beda dua populasi

    (Lemeshow, 1997) dengan rumus sebagai berikut :

    Keterangan :

    n : Besar sampel minimal

    Z 1-α/2 : Nilai distribusi normal standar pada α = 0,05 (95%) =1,96

    Z 1-ᵦ : Nilai distribusi normal standar pada kekuatan uji 1-ᵦ = 90 % = 1,28

    α : Derajat kemaknaan (Kesalahan menolak Ho yang benar) = 0,05

    ᵦ : Kesalahan tidak menolak Ho padahal Ho salah= 0,05

    P1 : Proporsi keberadaan larva Aedes di daerah kasus DBD di Lombok sebagai

    daerah 1R1J = 0,47 (Roy Nusa, dkk, 2015)

    P2 : Proporsi keberadaan larva Aedes di daerah kontrol diperoleh dari 0,47 –

    0,2 =

    0,27

    P̅ : Proporsi rata-rata kedua kelompok, karena belum ditemukan referensi untuk

    perhitungan proporsi kelompok kedua, maka peneliti mengganggap

    perbedaan proporsi antar kedua kelompok sebesar 20% (0,2)

  • 14

    Berdasarkan hasil perhitungan maka jumlah sampel adalah 104 responden

    ditambahkan 10% didapatkan 114 responden dan dibulatkan menjadi 120 untuk

    kelompok intervensi dan 120 responden untuk kelompok kontrol, sehingga jumlah

    total sampel adalah 240 responden.

    2.7. Cara pemlihan/Penarikan Sampel.

    Pengambilan sampel dilakukan secara bertingkat (multistage sampling),

    dengan tahapan sebagai berikut :

    Di masing-masing provinsi ditentukan 2 kabupaten/kota dengan jumlah kasus

    DBD tertinggi tahun 2017. Pada masing-masing kabupaten/kota ditentukan 1

    kecamatan dengan kasus DBD tertinggi tahun 2017 dan telah dilakukan sosialisasi

    gerakan 1R1J sebagai lokasi penelitian. Kecamatan terpilih selanjutnya dibagi

    menjadi dua kategori yaitu kecamatan sebagai lokasi intervensi dan 1 kecamatan

    sebagai kontrol, dan di masing-masing kecamatan terpilih, ditentukan 1 unit lokasi

    penelitian yaitu adalah RW atau kampung yang mencukupi sampel minimal.

    Penentuan rumah yang disurvei dilakukan secara random sampling

    2.8. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

    Kriteria inklusi

    a. Rumah tinggal dihuni oleh satu atau lebih rumah tangga atau keluarga yang terdiri

    dari kepala keluarga dan anggota keluarga.

    b. Bersedia ikut serta dalam penelitian.

    c. Sehari-harinya ada anggota keluarga dewasa yang ada di rumah.

    Kriteria eksklusi

    a. Tempat tinggal merupakan rumah petak dengan sewa bulanan (tempat kos).

    b. Rumah sedang direnovasi atau dalam waktu dekat akan direnovasi.

  • 15

    2.9. Variable dan Definisi Operasional

    Variabel

    Variabel terikat :

    Nilai ABJ > 95% dan Kasus DBD

    Variabel bebas :

    Partisipasi anggota keluarga dalam pelaksanaan 1R1J

    Keberadaan jentik nyamuk Aedes spp

    Definisi Operasional

    Rukun warga/RW adalah : satuan organisasi masyarakat non formal di bawah

    lingkungan desa/kelurahan

    1R1J adalah : Suatu program gerakan satu rumah satu jumantik dimasyarakat,

    dimana anggota keluarga berperan sebagai juru pemantau jentik

    Rumah/bangunan: ruangan dengan bentuk fisik yang dibatasi dinding dan

    memiliki atap untuk tempat tinggal/beraktifitas manusia

    2.10. Instrument dan Cara Pengambilan Data

    Data pre (sebelum intervensi)

    Dilakukan pengumpulan data pre yaitu sebelum kegiatan intervensi sebagai

    baseline data pada selauruh wilayah yang terpilih sebagai daerah penelitian baik

    daerah intervensi maupun kontrol. Pada daerah kontrol dilakukan sosialisasi sesuai

    dengan yang diterapkan oleh Program (Subdit Arbovirosis) namun tidak dilakukan

    pendampingan seperti yang dilakukan pada daerah intervensi.

    Data yang dikumpulkan meliputi :

    a. Pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat

    Dilakukan wawancara terhadap orang dewasa yang ada di rumah sampel

    terpilih berpedoman pada kuesioner terstruktur.

    Wawancara berkaitan dengan pengetahuan, sikap dan prilaku atau

    kebiasaan yang dilakukan sehari-hari berkaitan dengan surveilans vektor dan

  • 16

    kasus DBD serta pelaksanaan pemberantasan vektor. Hasil wawancara

    ditulis pada lembar jawaban yang dibuat terpisah dari kuesioner.

    Instrumen yang digunakan adalah kuesioner.

    b. Pengamatan (surveilans) jentik nyamuk Aedes spp oleh masyarakat

    Kepada responden yang sama dengan wawancara PSP, ditanyakakan

    apakah ada ART yang biasa mengamati keberadaan jentik nyamuk Aedes

    pada kontainer yang ada di dalam dan luar rumah.

    Kalau ada, apakah biasa dicatat. Kalau biasa dicatat, maka dilihat

    catatannya.

    Bagaimana tindakan selanjutnya?

    Hasil pengamatan dilacatat pada format pengumpulan data.

    c. Keberadaan jentik nyamuk Aedes spp

    Dilakukan pengamatan keberadaan jentik nyamuk Aedes spp pada kontainer

    di dalam dan luar rumah dengan single method. Pengamatan dilakukan pada

    pre dan post.

    Di setiap rumah sampel, dilakukan pencatatan jumlah kontainer yang berisi

    air di dalam dan di luar rumah. Hasil pengamatan dilacatat pada format

    pengumpulan data.

    Instrumen yang digunakan adalah perlengkapan survai jentik, formulir/format

    isian dan kuesioner.

    Intervensi

    Metode intervensi yang dilakukan adalah dengan metode Participatory Active

    Research (PAR ), cara yang dipakai dalam mengumpulkan informasi berdasarkan

    pada keinginan dan kehidupan masyarakat setempat. PAR lebih focus pada ‘proses’

    mengetahui pengetahuan masyarakat dan menekankan pada keterlibatan

    masyarakat setempat di semua bagian penelitian (Koning, Martin, 1996), yaitu

    menerapkan model intervensi berdasarkan lokal spesifik ke daerahan, serta

    keinginan masyarakat dengan pendekatan dari masyarakat itu sendiri (Community-

    based intervention by using bottom-up planning). Pada penelitian ini intervensi yang

  • 17

    dilakukan adalah penerapan program JURBASTIK pada Gerakan 1 Rumah 1

    Jumantik melalui pembinaan kepada Jumantik Rumah dan Jumantik Lingkungan

    oleh kader/Koordinator Jumantik, dengan tahapan sebagai berikut :

    a. Rekrutmen Koordinator 1R1J (Jurbastik) serta Supervisor.

    Dilakukan rekrutmen Koordinator Jumantik yang berasal dari anggota

    masyarakat setempat serta kader kesehatan yang sudah ada, Jumlah kader

    yang direkrut berdasarkan jumlah keluarga di masing-masing RT lokasi

    intervensi penelitian dengan perbandingan seorang Koordinator Jumantik untuk

    membina maksimal sebanyak 10 keluarga/TTU/TTI. Koordinator Jumantik yang

    direkrut berasal dari RT yang sama dengan keluarga binaannya. Selanjutnya di

    masing-masing RW direkrut seorang Supervisor Jumantik yang merupakan

    anggota Pokja DBD atau orang yang ditunjuk oleh Ketua RW/Kepala

    Desa/Lurah untuk melakukan pengolahan data dan pemantauan pelaksanaan

    jumantik di lingkungan RT.

    b. Pelatihan Koordinator Jurbastik serta Supervisor

    Koordinator Jumantik dan Supervisor Jumantik yang sudah direkrut selanjutnya

    dilatih berkaitan dengan penanggulangan DBD, surveilans vektor dan kasus

    DBD serta pembinaan keluarga Tim pelatihan terdiri dari lintas sektoral tingkat

    kabupaten/kota, lintas sektoral tingkat kecamatan serta tim peneliti.

    c. Pembuatan sistem aplikasi daring dalam pelaporan 1R1J.

    Pembuatan sitem pelaporan secara elektronik bertujuan untuk memudahkan

    dan mempercepat laporan hasil pelaksanaan 1R1J kepada koordinator,

    supervisor, Puskesmas, sampai ke ppemegang program di tingkat Dinas

    Kesehatan Kabupaten/kota

    d. Sosialisasi RW

    Sosialisasi diawali dengan pemaparan dan pemicuan tentang permasalahan

    DBD di wilayah RW lokasi intervensi penelitian serta penyebabnya berdasarkan

    hasil penelitian sebelumnya. Selanjutnya kader dan warga masyarakat di

  • 18

    daerah perlakuan melakukan diskusi membahas permasalahan DBD untuk

    mencari solusi bersama.

    Dalam diskusi juga dicari kesepakatan dari warga berkaitan dengan surveilans

    vektor dan kasus DBD serta pemberantasan vektor secara bersama-sama.

    Selain itu juga dilakukan pembentukan Jumantik di setiap rumah yang bertugas

    mengamati keberadaan jentik /pupa di rumah masing-masing serta

    bertanggungjawab pada pemberantasannya.

    e. Pendampingan untuk pembinaan keluarga binaan oleh kader/lintas sektor/ tim

    peneliti Setiap minggu selama 5 bulan intervensi, dilakukan pembinaan oleh

    kader terhadap keluarga binaannya berkaitan dengan pemberantasan vektor

    DBD, active case finding dan deteksi dini kasus DBD. Sedangkan pembinaan

    oleh lintas sektor kota maupun kecamatan serta tim peneliti dilakukan setiap

    bulan. Selama periode pembinaan, juga dilakukan pengamatan terhadap kinerja

    kader keadaan lingkungan oleh peneliti dan lintas sektoral kabupaten dan

    kecamatan.

    f. Pembuatan buku saku.

    Sebagai bahan pembinaan dan pedoman pelaksanaan surveilans vektor dan

    kasus DBD serta pemberantasan vektor, maka dibuat buku saku yang berisi :

    Pengertian Demam Berdarah Dengue, Pengendalian Vektor Terpadu, Cara-cara

    melakukan pengendalian jentik, dengan PSN

    Buku saku tersebut dibagikan kepada lintas sektoral tingkat kota dan

    kecamatan, kader kesehatan serta warga masyarakat binaan.

    2.11. Bahan dan Prusedur Kerja

    Bahan

    Pengumpulan data sekunder, kualitatif dan kuantitatif : Alat tulis, pedoman panduan

    wawancara mendalam, kuesioner terstruktur, pedoman pengisian kuesioner,

    recorder, alat tulis, map plastik, flash disk

    Pengumpulan data vektor : Senter, pipet plastik, botol jentik, plastik, sarung tangan,

    selang, formulir, alat tulis

  • 19

    Prusedur Kerja

    Penentuan lokasi penelitian

    Penentuan lokasi penelitian yaitu provinsi dan kabupaten/kota yang telah

    melakukan 1R1J, data tersebut didapatkan dari Subdit Arbovirosis Ditjen

    P2P. Untuk selanjutnya tim peneliti bekerjasama dengan Dinas Kesehatan

    Provinsi/kabupaten/kota dan puskesmas setempat untuk menentukan 2

    RW/kampung dalam kecamatan yang berbeda untuk dipilih sebagai daerah

    perlakuan dan kontrol. Setelah lokasi penelitian diperoleh, ditentukan

    pemilihan secara acak untuk menentukan lokasi perlakuan dan kontrol.

    Selain itu juga dilakukan pengurusan perizinan penelitian dari pemerintah

    kabupaten/kota setempat

    Pengumpulan data sekunder

    Pengumpulan data sekunder meliputi, kejadian kasus DBD dalam 3 tahun

    terakhir yaitu 2016, 2017 dan 2018, yang diperoleh dari Dinas Kesehatan,

    Rumah Sakit dan Puskesmas. Data sekunder yang di perlukan antara lain,

    mengenai kapan mulai melakukan 1R1J, cakupan kegiatan 1R1J, laporan

    kegiatan 1R1J, kegiatan surveilans vektor oleh program/Puskesmas, nilai

    ABJ, sumber dana 1R1J.

    Selain itu dilakukan juga rekrutmen supervisor jumantik, Koordinator dan

    petuga survei :

    a. Supervisor Jumantik direkrut 1 orang di setiap RW, berasal dari anggota

    POKJANAL DBD RW setempat, atau orang yang ditunjuk oleh Kepala

    Desa/Lurah/Ketua RW.

    b. Rekrutmen Koordinator Jumantik dilakukan di masing-masing RW lokasi

    intervensi yaitu di 2 RW setiap kabupaten/kota, atau di 4 RW di setiap

    provinsi. Di masing-masing RW direkrut 30 orang Koordinator Jumantik

    yang merupakan kader kesehatan atau orang yg dipilih berasal dari

    masing-masing RT. Maka di setiap kabupaten/kota direkrut 60 orang, atau

    120 orang kader per provinsi.

    c. Petugas survai atau enumerator adalah mahasiswa semester akhir atau

    alumni sekolah tinggi kesehatan atau Poltekes yang beralamat di

  • 20

    kabupaten/kota lokasi penelitian. Di setiap kabupaten/kota direkrut

    petugas survai masing-masing 5 orang atau 10 orang per provinsi.

    Pelatihan Supervisor Jumantik, Koorinator Jumantik dan Petugas Survei

    Setelah dilakukan rekrutmen, selanjutnya dilakukan pelatihan bagi petugas

    survai, Koordinator Jumantik serta Supervisor Jumantik.

    Pelatihan dilaksanakan di masing-masing kabupaten/kota dengan peserta

    latih 60 orang Koordinator Jumantik, 2 orang Supervisor Jumantik serta 5

    orang petugas survai per kabupaten/kota. Tim pelatih adalah tim peneliti dan

    lintas sektoral tingkat kabupaten/kota dan kecamatan setempat.

    Pendataan Rumah Tangga, TTU dan TTI

    Untuk mengetahui jumlah sasaran pembinaan, dilakukan pendataan seluruh

    rumah tangga (ruta), tempat-tempat umum (TTU) dan tempat-tempat institusi

    (TTI) di lokasi penelitian. Pendataan di daerah intervensi dilakukan oleh kader

    yang baru selesai dilatih, sedangkan di daerah pembanding dilakukan oleh

    petugas Puskesmas setempat.

    Pengumpulan data secara kualitatif (Sebelum intervensi)

    Pengumpulan data secara kualitatif dilakukan dengan melakukan indepth

    interview di level stake holder terhadap gerakan 1R1J di provinsi, Kabupaten,

    Puskesmas, Tokoh Masyarakat dan Kader. Beberapa pertanyaan diantaranya

    adalah :

    - Apakah pernah disosialisasi gerakan 1R1J, di tingkat provinsi, kabupaten,

    kecamatan, puskesmas maupun masyarakat

    - Apakah ada pelatihan terhadap gerakan 1R1J di tingkat provinsi,

    kabupaten, kecamatan, puskesmas maupun masyarakat,

    - Apakah terdapat sumber anggaran untuk kegiatan 1R1J,

    - Bagaimana sistem pelaporan kegiatan 1R1J

    - Apakah kegitan 1R1J dilakukan secara terus menerus oleh masyarakat

    - Berapa nilai ABJ di wilayahnya

    - Dsb

    Pengumpulan data secara kuantitatif (Sebelum intervensi)

  • 21

    Pengumpulan data secara kuantitatif menggunakan kuesioner dilakukan di

    masyarakat yang meliputi : Partisipasi anggota rumah tangga dalam

    pelaksanaan program 1R1J

    Wawancara dilakukan kepada penghuni yang ditunjuk/bertanggungjawab

    melaksanakan kegiatan 1R1J di setiap rumah/bangunan. Sebelum

    pelaksanaan wawancara, pewawancara memberikan penjelasan tentang

    maksud dan tujuan wawancara. Responden diminta untuk membaca dan

    menandatangani formulir PSP (Terlampir formulir PSP pada Lampiran).

    Beberapa pertanyaan diantaranya:

    - Karakteristik responden : Umur, pendidikan, jenis kelamin

    - Apakah pernah disosialisasi gerakan 1R1J, di RW setempat/Puskesmas

    - Apakah ada pelatihan gerakan 1R1J di RW setempat/Puskesmas

    - Siapakah dalam rumah tangga yang ditunjuk sebagai Jurbasttik?

    - Berapa kali dalam seminggu dilakukan pemeriksaan jentik di rumah oleh

    jumantik keluarga?

    - Bagaimana perlakuan jika ditemukan jentik pada tempat penampungan air

    - Bagaimana sistem pelaporan kegiatan 1R1J

    - Apakah kegiatan 1R1J dilakukan secara terus menerus oleh keluarga

    - Dsb

    Pengumpulan data vektor (Sebelum intervensi)

    Pelaksanaan koleksi jentik vektor DBD dilakukan surveyor, kader/jumantik .

    Sebelum pelaksanaan koleksi jentik dilakukan sosialisasi cara pengumpulan

    jentik pada lokasi penelitian. Sosialisasi dilakukan dengan membagikan

    lembaran/SOP yang berisi program 1R1J dan cara penangkapan jentik.

    Survei jentik dilakukan pada 120 rumah dari 1 RW untuk wilayah intervensi

    maupun kontrol. Survei jentik dilakukan pada semua kontainer/TPA maupun

    tempat yang berpontensi sebagai perkembangbiakan jentik Ae. aegypti . Di

    setiap rumah sampel dihitung kontainer indeks yaitu jumlah kontainer berisi air

    yang positif jentik nyamuk Aedes spp dibagi jumlah kontainer yang ditemukan.

    Pengamatan dan Pembinaan

  • 22

    Sebagai tindak lanjut dari sosialisasi tingkat RW, dilakukan pengamatan dan

    pembinaan tentang pelaksanaan kesepakatan yang dibuat dalam sosialisasi

    tingkat RW. Pembinaan dan pengamatan dilakukan oleh Koordinator

    Jumantik, Supervisor Jumantik, lintas sektoral tingkat kecamatan dan tingkat

    kabupaten/kota, serta tim peneliti.

    Pengamatan dan pembinaan oleh Koordinatror Jumantik dilakukan terhadap

    ruta dan TTU/TTI yang menjadi binaannya masing-masing dengan cara

    melakukan kunjungan rumah setiap 2 minggu. Selanjutnya dilakukan

    pemeriksaan kondisi lingkungan dalam dan luar rumah serta mengecek

    keberadaan larva/pupa nyamuk vektor DBD serta ada tidaknya anggota ruta

    yang sakit DBD [ada masa pengamatan. Selain itu juga perlu dilakukan

    penyuluhan individu sesuai dengan keadaan hasil pengawasan. Pembinaan

    dilakukan selama 5 bulan bulan berturut-turut.

    Post (sesudah intervensi).

    Setelah selesai 5 bulan pembinaan di 4 daerah perlakuan, pada bulan ke

    tujuh dilakukan pengumpulan data setelah intervensi pada sampel yang

    sama dengan pengumpulan data sebelum intervensi.

    Data yang dikumpulkan dan metode pengumpulannya adalah sama seperti

    kegiatan sebelum intervensi

    2.12. Manajemen dan Analisis Data

    Manajemen Data

    Data hasil wawancara dientri pada lembar kerja elektronik

    Data rumah/bangunan anggota masyarakat yang mengumpulkan nyamuk/jentik

    dientri pada lembar kerja elektronik, dicatat waktu penyerahannya kepada petugas.

    Analisis Data

    Data terkumpul pada kegiatan pre dan post, dianalisis sesuai dengan kebutuhan

    masing-masing jenis survai yang dilakukan.

  • 23

    Pada data sebelum dan data setelah intervensi, dilakukan dua jenis pengolahan

    data, yaitu data di setiap rumah sampel serta data secara keseluruhan setiap daerah

    penelitian.

    Data Pengerahuan, Sikap dan Perilaku (PSP) dilakukan input data dengan SPSS

    kemudian di analisis secara diskriptif. Data tersebut dilakukan analisis lanjut dengan

    uji beda yaitu membandingkanPSP sebelum dan sesudah di daerah intrevesi dan

    kontrol, kemudian perbedaan antara daerah intrevensi dan kontrol. Data PSP

    dilakukan pemotongan terhadap responden yang tidak dapat ditemui sewaktu

    pengumpulan data PSP setelah intervensi, kemudian dilakukan Uji Normalitas

    sebelum dilakukan Uji beda.

    Data angka entomologi di setiap rumah sampel dihitung kontainer indeks yaitu

    jumlah kontainer berisi air yang positif jentik nyamuk Aedes spp dibagi jumlah

    kontainer yang ditemukan.

    Rumusnya adalah :1

    CI = Jumlah kontainer positif jentik

    X 100 Jumlah kontainer diperiksa

    Secara keseluruhan di setiap daerah penelitian, selain dihitung kontainer indeks,

    juga dihitung house indeks (HI), bretau index (BI) dan angka bebas jentik (ABJ).

    Rumusnya adalah :

    HI = Jumlah rumah positif jentik

    X 100 Jumlah rumah diperiksa

    BI = Jumlah kontainer positif jentik

    X 100 Jumlah rumah diperiksa

    ABJ = Jumlah rumah yang tidak diperoleh jentik X 100 Jumlah rumah diperiksa

  • 24

    III. HASIL PENELITIAN

    3.1. Gambaran Umum 3.1.1. Kondisi Geografis

    Kota Samarinda merupakan ibukota dari Provinsi Kalimantan Timur.

    Kota Samarinda berbatasan langsung dengan kabupaten Kutai Kartanegara

    yang merupakan salah satu kabupaten yang kaya dengan sumber daya alam

    dan merupakan salah satu daerah yang sangat banyak menyumbang devisa

    bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Luas wilayah Kota

    Samarinda adalah 718,00 km2 dan terletak antara 117003'00" Bujur Timur dan

    117018"14" Bujur Timur serta diantara 00019'02" Lintang Selatan dan

    00042'34" Lintang Selatan.

    Sejak akhir tahun 2010 kota Samarinda dibagi menjadi 10 kecamatan

    yaitu kecamatan Palaran, Samarinda Ilir, Samarinda kota, Sambutan,

    Samarinda Sebarang, Loa Janan Ilir, Sungai Kunjang, Samarinda Ulu,

    Samarinda Utara dan Sungai Pinang. Sedangkan jumlah desa di kota

    Samarinda sebanyak 53 kelurahan dengan luas wilayah 718,00 Km2

    Gambar 3. Peta Wilayah Administrasi Kota Samarinda

  • 25

    Batas wilayah Utara : Kabupaten Kutai Kartanegara Timur : Kabupaten Kutai Kartanegara Selatan : Kabupaten Kutai Kartanegara Barat : Kabupaten Kutai Kartanegara

    Kota Samarinda merupakan ibukota Provinsi Kalimantan Timur. Kota

    Samarinda dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

    Nomor 27 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan

    Timur. Secara geografis, Kota Samarinda terletak pada posisi 0o 21’ 18’’ - 1o 09’

    16’’ LS dan 116o 15’ 16’’ - 117 24’ 16’’ BT . Kota ini terbelah oleh Sungai

    Mahakam, dan memiliki wilayah dengan luas total 718,00 km2. Dengan luas

    wilayah tersebut kota Samarinda merupakan daerah kota terbesar diantara tiga

    daerah kota yang ada di Kalimantan Timur. Secara administratif, seluruh wilayah

    Kota Samarinda berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara baik

    bagian Utara, Timur, Selatan, maupun Barat.

    Kota Samarinda beriklim tropis basah, hujan sepanjang tahun. Temperatur

    udara antara 20o C - 34 o C dengan curah hujan rata-rata 1980 mm/tahun dengan

    kelembaban udara rata-rata 85 %. Kontur geografis terdiri dari daerah berbukit

    dengan ketinggian bervariasi dari 10m - 200m dari permukaan laut.

    Kota Samarinda dibentuk dan didirikan pada tanggal 21 Januari 1960,

    berdasarkan UU Darurat No. 3 Tahun 1953, Lembaran Negara No. 97 Tahun 1953

    tentang Pembentukan daerah-daerah Tingkat II Kabupaten/kotamadya di

    Kalimantan Timur. Semula Kodya Dati II Samarinda terbagi dalam 3 kecamatan,

    yaitu Kecamatan Samarinda Ulu, Samarinda Ilir dan Samarinda Seberang.

    Kemudian dengan SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Provinsi Kalimantan Timur

    No. 18/SK/TH-Pem/1969 dan SK No. 55/TH-Pem/SK/1969, terhitung sejak tanggal

    1 Maret 1969, wilayah administratif Kodya Dati II Samarinda ditambah dengan 4

    kecamatan, yaitu Kecamatan Palaran, Sanga-Sanga, Muara Jawa dan Samboja

    (luas sekitar 2.727 km²). Saat ini pembagian kecamatan di Samarinda tidak

    termasuk Sanga-Sanga, Muara Jawa dan Samboja, ketiganya masuk dalam

    Kabupaten Kutai Kartanegara. Setelah PP No. 38 Tahun 1996 terbit, wilayah

    administrasi Kodya Dati II Samarinda mengalami pemekaran, semula terdiri dari 6

    http://id.wikipedia.org/wiki/21_Januarihttp://id.wikipedia.org/wiki/21_Januarihttp://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undanghttp://id.wikipedia.org/wiki/Kalimantan_Timurhttp://id.wikipedia.org/wiki/Samarinda_Ulu,_Samarindahttp://id.wikipedia.org/wiki/Samarinda_Ulu,_Samarindahttp://id.wikipedia.org/wiki/Samarinda_Seberang,_Samarindahttp://id.wikipedia.org/wiki/Gubernur_Kalimantan_Timurhttp://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Tingkat_Ihttp://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Tingkat_Ihttp://id.wikipedia.org/wiki/Kalimantan_Timurhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kalimantan_Timurhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kalimantan_Timurhttp://id.wikipedia.org/wiki/1_Marethttp://id.wikipedia.org/wiki/1_Marethttp://id.wikipedia.org/wiki/Palaran,_Samarindahttp://id.wikipedia.org/wiki/Palaran,_Samarindahttp://id.wikipedia.org/wiki/Muara_Jawa,_Kutai_Kartanegarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Samboja,_Kutai_Kartanegarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Samboja,_Kutai_Kartanegarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Sanga-Sanga,_Kutai_Kartanegarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Sanga-Sanga,_Kutai_Kartanegarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Samboja,_Kutai_Kartanegarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Kutai_Kartanegarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Peraturan_Pemerintah

  • 26

    kecamatan menjadi 10 kecamatan dengan 59 Kelurahan. Berikut pembagian

    Kelurahan menurut Kecamatan di wilayah Kota Samarinda :

    Tabel 2. Pembagian Kelurahan menurut Kecamatan di Kota Samarinda

    No. Kecamatan Kelurahan

    1.

    Palaran

    Rawa Makmur

    Handil Bakti

    Simpang Pasir

    Bantuas

    Bukuan

    2.

    Samarinda Seberang

    Mesjid

    Tenun

    Mangkupalas

    Baqa

    Sei. Keledang

    Gunung Panjang

    3.

    Loa Janan Ilir

    Sengkotek

    Harapan Baru

    Rapak Dalam

    Simpang Tiga

    Tani Aman

    4.

    Sei. Kunjang

    Loa Bakung

    Loa Buah

    Karang Asam Ulu

    Karang Asam Ilir

    Lok Bahu

    Teluk Lerong Ulu

    Karang Anyar

    5.

    Samarinda Ulu

    Air Putih

    Bukit Pinang

    Air Hitam

    Gunung Kelua

    Sidodadi

    Dadimulya

    Jawa

    Teluk Lerong Ilir

    6.

    Samarinda Kota

    Bugis

    Karang Mumus

    Pelabuhan

    Pasar Pagi

    Sungai Pinang Luar

    7.

    Samarinda Ilir

    Sidomulyo

    Sungai Dama

    Sidodamai

    Pelita

    http://id.wikipedia.org/wiki/Kecamatanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kecamatan

  • 27

    Selili

    8.

    Sambutan

    Sungai Kapih

    Makroman

    Pulau Atas

    Sindang Sari

    Sambutan

    9.

    Samarinda Utara

    Sempaja Utara

    Sempaja Timur

    Sempaja Selatan

    Sempaja Barat

    Sei. Siring

    Budaya Pampang

    Tanah Merah

    Lempake

    10.

    Sungai Pinang

    Gunung Lingai

    Bandara

    Temindung Permai

    Sungai Pinang Dalam

    Mugirejo

    Keadaan Penduduk

    Pertumbuhan penduduk di kota Samarinda terjadi baik karena pertumbuhan

    alami maupun karena urbanisasi dan imigrasi. Apabila dibandingkan dengan daerah

    Tingkat II lainnya di Kalimantan Timur, maka kota Samarinda merupakan salah satu

    kota yang tertinggi pertumbuhan penduduknya. Hal ini terjadi karena kota

    Samarinda memiliki potensi ekonomi yang cukup besar.

    Jumlah penduduk kota Samarinda cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

    Akan tetapi jumlah penduduk Kota Samarinda tercatat menurun pada tahun 2016,

    hal ini disebabkan perpindahan penduduk dan pemutakhiran data penduduk di Kota

    Samarinda. Jumlah penduduk di Kota Samarinda tahun 2016 sebanyak 968.478

    jiwa, dengan rasio antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan sebesar 108,97.

    Jumlah penduduk laki-laki mencapai 52,14 % atau sebesar 505.024 jiwa sedangkan

    jumlah penduduk perempuan 47,85 % atau sebesar 463.454 jiwa dari total

    penduduk seluruhnya. Rincian jumlah penduduk menurut jenis kelamin berdasarkan

    kelompok umur dapat dilihat sebagai berikut.

  • 28

    Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kota Samarinda, 2018

    Kelompok Umur Jenis Kelamin

    Laki-Laki Perempuan Jumlah

    0‒4 40 302 38 372 78 674

    5‒9 36 997 35 311 72 308

    10‒14 35 065 32 958 68 023

    15‒19 37 881 37 478 75 359

    20‒24 40 688 39 339 80 027

    25‒29 39 924 36 685 76 609

    30‒34 39 769 36 574 76 343

    35‒39 37 939 36 076 74 015

    40‒44 35 785 32 809 68 594

    45‒49 31 115 28 351 59 466

    50‒54 24 078 21 342 45 420

    55‒59 17 925 15 588 33 513

    60‒64 12 437 9 968 22 405

    65-69 6 946 6 065 13 011

    70-74 3 688 3 792 7 480

    75+ 2 840 3 993 6 833

    Jumlah 443 379 414 701 858 080

    Sumber : BPS, Sensus Penduduk (SP) 2010 dan Proyeksi Penduduk Indonesia 2015–2045

    Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk kota

    Samarinda pada tahun 2018 adalah penduduk dalam usia produktif, dewasa atau

    usia kerja. Hal ini dapat dimaknai dengan semakin tingginya usia harapan hidup.

    Kondisi ini menuntut kebijakan peningkatan dibidang kesehatan.

    Tabel 4. Distribusi dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Samarinda, 2018

    No Nama Kelurahan Persentase (%) Jumlah Penduduk

    1 Palaran 7,26 281,44

    2 Samarinda Ilir 8,80 4 396,68

    3 Samarinda Kota 4,05 3 123,56

    4 Sambutan 6,93 588,84

    5 Samarinda Seberang

    8,51 5 845,16

    6 Loa Janan Ilir 8,38 2 751,78

    7 Sungai Kunjang 13,97 2 785,04

  • 29

    8 Samarinda Ulu 14,89 5 776,94

    9 Samarinda Utara 14,54 543,54

    10 Sungai Pinang 12,68 3 184,19

    Samarinda 100 1 195,10

    Pada tabel 4 dapat disimpulkan bahwa penyebaran penduduk di 10

    Kecamatan di kota Samarinda tidak merata. Penduduk terbanyak ada di kecamatan

    Samarinda Ulu, dengan tingkat kepadatan 7464 jiwa per km2. Sedangkan

    kecamatan Samarinda Utara yang memiliki wilayah terluas dihuni sekitar 113.807

    jiwa penduduk dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 496 jiwa per km2.

    Ketimpangan antara luas wilayah dan jumlah penduduk yang ada juga terlihat pada

    kecamatan Palaran dan kecamatan Sambutan, kedua kecamatan tersebut memiliki

    wilayah yang luas, dengan tingkat kepadatan penduduk yang rendah. Diharapkan

    pemerintah dapat meratakan penyebaran penduduk dari kecamatan-kecamatan

    yang padat penduduknya, ke wilayah kecamatan yang kurang penduduknya. Hal ini

    merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di Kota

    Samarinda, sehingga seluruh masyarakat Kota Samarinda dapat terpenuhi haknya

    dibidang kesehatan secara merata.

    Keadaan Ekonomi

    Potensi perekonomian Kota Samarinda dari tahun ke tahun cukup

    berkembang dengan pesat dari berbagai sektor bisnis, dengan banyaknya di

    bangun perumahan dan hotel – hotel. Selain industri menengah, juga memiliki

    potensi industri rumah tangga atau produk kerajinan rakyat seperti : batu-batuan

    (kristal, kecubung, dan lain-lain), rotan (topi seraung, lampit, dan lain-lain), peralatan

    dan hiasan tradisional (mandau, patung, manik-manik, dan lain-lain), serta pakaian

    tradisional (sarung Samarinda, batik Kaltim, dan lain-lain). Kota Samarinda juga

    menyimpan potensi perekonomian melalui sektor pariwisata, diantaranya : Wisata

    alam, yaitu Air terjun Tanah Merah, Air Terjun Berambai, Air Terjun Pinang Seribu,

    Gunung Steiling Selili, Kebun Raya Unmul Samarinda, Rumah Ulin Arya; Wisata

    Budaya, yaitu Desa Budaya Pampang; Wisata Pendidikan dan Permainan, yaitu

    Salma Shofa, Mahakam Lampion Garden; Wisata Religi, yaitu Mesjid Tua

  • 30

    Samarinda Seberang, Masjid Islamic Center, serta potensi Wisata di sepanjang

    Sungai Mahakam.

    3.1.2. Besar Masalah DBD Selama 3 tahun Terakhir.

    Kasus DBD di Kota Samarinda meningkat signifikan pada tahun 2016 dan

    menurun pada tahun 207 dan 2018, kemundian kembali naik pada tahun 2019.

    Pada tahun 2016 kasus meningkat di Bulai Mei sebanyak 335 kasus, sedangkan

    2017 kasus meningkat di bulan April sebanyak 48 Kasus dan pada tahun 2018

    meningkat pada tahun 2018. Pada tahun 2019, terjadi peningkatan kasus pada

    bulan Februari sebanyak 445 kasus (Gambar 4).

    Gambar 4. Data Kasus DBD Tahun 2016 – April 2019 di Kota Samarinda.

    Pada tahun 2016 jumlah penderita DBD yang dilaporkan melalui Sistem

    Informasi Daerah (SIKDA) Samarinda sebanyak 2.814 kasus, dengan jumlah

    kematian sebanyak 18 orang. Angka Kesakitan (Incidence Rate/IR) = 290,6 per

    100.000 penduduk dan Angka Kematian (Case Fatality Rate/CFR) = 0,6 %. Angka

    Kesakitan DBD di Samarinda tergolong tinggi. Di Indonesia provinsi Kalimantan Timur

    merupakan provinsi dengan Angka Kesakitan DBD tertinggi kedua setelah provinsi

    Bali. Kematian akibat DBD di Samarinda tergolong rendah, karena CFR < 1%

    (Gambar 5).

  • 31

    Gambar 5. Jumlah Kasus Kematian DBD Tahun 2016 – April 2019 di Kota Samarinda

    Berdasarkan Puskesmas, Kasus DBD terbanyak berada di wilayah kerja Puskesmas

    Sidomolyo pada tahun 2016 (349 Kasus), Loa Bakung pada Tahun 2017 (50 kasus)

    dan Iar Putih pada tahun 2018 (106 kasus) (Tabel 5).

    Tabel 5. Kasus DBD berdasarkan Puskesmas di Kota Samarinda

    NO PUSKESMAS Tahun

    2016 2017 2018 2019*

    1 Palaran 241 17 55 65

    2 Bantuas 13 11 2 5

    3 Bukuan 53 0 14 33

    4 Mangkupalas 99 42 30 36

    5 Baqa 83 16 43 40

    6 Harapan Baru 128 14 34 69

    7 Trauma Center 63 22 12 54

    8 Loa Bakung 107 50 45 39

    9 Karang Asam 133 11 47 45

    10 Wonorejo 143 40 34 57

    11 Juanda 109 20 93 60

    12 Air Putih 149 41 106 61

    7 Segiri 133 18 57 47

    14 Pasundan 134 19 60 57

    15 Sidomulyo 349 40 79 63

    16 Sungai Kapih 53 7 5 13

  • 32

    17 Sambutan 109 8 46 18

    18 Makroman 44 4 8 19

    19 Bengkuring 95 37 71 68

    20 Sempaja 144 11 75 57

    21 Sungai siring 39 4 32 26

    22 Lempake 74 15 72 42

    23 Remaja 123 15 62 42

    24 Temindung 226 36 99 86

    25 Lok bahu 0 16 24 33

    26 Samkot 0 5 17 16

    Sumber : Sikda Dinkes Kota Samarinda, *Sampai Bulan April 2019

    Jumalh kasus kematian di tahun 2016 sebanyak 16 orang, dengan Wilayah Puskesmas terbanyak yaitu Temindiung, pada tahun 2017 (5 orang), 2018 (7 orang) dan tahun 2019 (5 Orang). Data lengkap Kasusu Kematian berdasarkan Puskesmas dapat dilihat pada Tabel 6.

    Tabel 6. Kasus Kematian DBD berdasarkan Puskesmas

    NO PUSKESMAS Tahun

    2016 2017 2018 2019

    1 Palaran 2 0 3 1

    2 Bantuas 0 0 0 0

    3 Bukuan 2 0 1 1

    4 Mangkupalas 1 0 0 0

    5 Baqa 0 0 0 0

    6 Harapan Baru 0 0 0 0

    7 Trauma Center 0 0 0 0

    8 Loa Bakung 0 0 0 0

    9 Karang Asam 1 0 0 0

    10 Wonorejo 1 0 0 0

    11 Juanda 0 0 0 0

    12 Air Putih 1 3 0 0

    7 Segiri 0 0 1 0

    14 Pasundan 1 0 0 0

    15 Sidomulyo 1 0 0 0

    16 Sungai Kapih 0 0 0 0

    17 Sambutan 0 0 0 0

    18 Makroman 0 0 0 0

    19 Bengkuring 1 0 1 0

    20 Sempaja 1 0 0 0

  • 33

    21 Sungai siring 1 0 0 0

    22 Lempake 2 0 0 0

    23 Remaja 0 0 0 2

    24 Temindung 3 2 1 1

    25 Lok bahu 0 0 0 0

    26 Samkot 0 0 0 0

    Jumlah 16 5 7 5

    Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari informan tingkat Provinsi

    Kalimantan Timur dan Kota Samarinda, mengatakan bahwa kasus DBD selama 3

    tahun terakhir berfluktuatif, tertinggi pada tahun 2016 seperti yang dikatakan

    informan berikut

    “...Kalau 3 tahun terakhir mulai 2016 incidence rate-nya itu seingat saya itu sampai 300 lebih. Jadi 2016 puncaknya memang. Di 2017 tinggal 60. Di 2019 ini agak naik lagi nampaknya. 2018, 90 kasus.” (Informan 1, Dinas Kesehatan Provinsi

    Kalimantan Timur).

    Dikatakan bahwa pada tahun 2016 kasus DBD di Kota Samarinda hampir

    menjadi KLB

    ”.. Kita tuh yang tinggi 2016 hampir KLB waktu itu. 2017 mulai naik tapi tidak setinggi 2016. Tahun 2018 meningkat dibanding 2017.” (Informan 1, Dinas Kesahatan Kota Samarinda).

    Kasus DBD pada 3 tahun terakhir di Kelurahan Sidodadi juga berfluktuatif dan

    tertinggi pada tahun 2016

    ”…Selama 3 tahun ini cenderung DBD kadang peningkatan kadang juga stagnan, jumlah kasusnya DBD nya tahun 2016 itu 134 kasus, 2017 terdapat 22 kasus, 2018 ada 46 kasus, untuk sekarang ini sampai dengan saat ini kasusnya itu 39 kasus Sampai dengan saat ini 39 kasus sampai dengan bulan Maret, berarti tahun 2016 yang sangat tinggi.” (Informan 4, Puskesmas Segiri).

    Beberapa kasus merupakan kasus import tidak terjadi penularan di Kelurahan

    Sidodadi namun tercatatat di Kelurahan Sidodadi, karena alamat sementara dari

    penderita selama masa pengobatan di rumah sakit umum pemerintah yang terletak

    di Kelurahan Sidodadi

  • 34

    ”…Sidodadi ini kebnyakan juga sebagian juga, bukan kasusnya dia, tapi memang pada umumnya banyak juga kasusnya di sidodadi, karena dua rumah sakit ini yang padat ini di sidodadi. Nempel, kasusnya dari tanah bumbu umpanya,,,sakitnya disini karena dia diopname di rumah sakit numpang dirumahnya..ada beberapa kasus yang begitu.” (Informan 4, Puskesmas Segiri).

    3.1.3. Pengendalian DBD yang dilakukan oleh program

    Selama ini tidak ada program pengendalian DBD yang dilakukan pada tingkat

    provinsi, menurut keterangan informan tidak adanya program dikarenakan

    terkendala pada tidak adanya anggran, tingkat provinsi hanya menerima dan

    mendistribusikan logistik.

    ” …Kita selama ini tidak ada anggaran untuk program DBD, dari APBD maupun dekon. Kita Cuma dapat logistiknya aja, kayak abate, malation, yang dapat dari pusat, selebihnya kami tidak ada anggaran.” (Informan 2, Dinas Kesahatan Provinsi Kalimantan

    Timur).

    Program pengendalian DBD yang dilakukan tingkat Kota Samarinda

    yaitu mengeluarkan surat peringatan dini pada tahun 2018, koordinasi lintas

    sektor (kecamatan, kelurahan, puskesmas, babinsa, koramil polsek) untuk

    pencegahan DBD dengan PSN, promosi kesehatan menggunakan sepanduk

    dan mobil promkes untuk menggerakkan kader jumantik, foging fokus dan

    PSN

    ”...DKK Samarinda mengeluarkan surat pernyataan dini kewaspadaan dini ke masing-masing puskesmas september atau oktober tahun 2018 saat sudah masuk musim penghujan, harapannya puskesmas menyampaikan dan mempromosikan ke masyarakat, kita juga selama peningkatan kasus melakukan koordinasi langsung turun ke kecamatan, saat rapat itu ada juga aparat dari polsek kecamatan, perwakilan koramil, babinsa, jadi lintas sektor jadi tujuan goalsnya supaya program pencegahan, pengendalian untuk DBD lebih baik, kemudian dari Promkes juga sudah mengeluarkan himbauan khusus jadi apa pembuatan spanduk di setiap puskesmas tentang waspada DBD kemudian PSN dan 3MPLUS itu sudah dilakukan oleh Promkes. Promkes juga menyediakan mobil promosi kesehatan keliling untuk di pinjamkan ke puskesmas yang tujuannya untuk pemberitahuan, kita berkeliling di korwil kerja puskesmas, melakukan fogging f