laporan 7 biokim

Upload: ananda-resha-erfoure

Post on 09-Feb-2018

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 laporan 7 biokim

    1/12

    PENENTUAN KADAR PROTEIN TOTAL

    I. Tujuan Percobaan

    Menentukan kadar protein pada sample kacang hijau.

    II. Prinsip Percobaan

    Reaksi oksidasi protein oleh asam sulfat menjadi ammonium sulfat. Destilasi , pemutusan ikatan ammonium sulfat dengan NH3. NH3 terpisah

    dan bereaksi dengan HCl.

    III. DASAR TEORI

    Protein merupakan polimer heterogen molekul-molekul asam amino.

    Dalam protein globuler, rantai-rantai samping hidrofil dan polar berada di bagian

    luar dan rantai samping hidrofob dan nonpolar berada di bagian dalam (Purwoko

    dkk, 2007). Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O

    dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat (Abu bakar dkk, 2005).

    Protein memiliki makromolekul (BM > 40.000) dan termasuk juga kelompok

    makronutrien dengan Polipeptida rantai panjang dengan salah satu ujungnya

    berupa asam karboksilat dan ujung lainnya gugus amina.

    Protein merupakan polimer dari asam -amino. Dimana gugus amino dan

    gugus R terikat pada karbon pertama dari asam karboksilat. Ada 20 asam amino

    sebagai pembangun molekul protein, sifat individu asam-asam ini ditentukan oleh

    kelakuan dari gugus R. Sifat tersebdiri dari protein yang berbeda adalah

    disebabkan oleh konsekuensi jumlah total jenis dan urutan dari asam amino yang

    terdapat pada rantai polimer protein itu dan juga ditentukan oleh konfigurasi ruang

    dari rantai itu sendiri (Arbianto, 1994).

    Ditinjau dari strukturnya protein dapat dibagi ke dalam dua golongan besar yaitu

    golongan protein sederhana dan protein gabungan. Yang dimaksud dengan protein

    sederhana adalah protein yang hanya terdiri dari molekul-molekul asam amino,

    sedangkan protein gabungan adalah protein yang terdiri atas protein dan gugus

  • 7/22/2019 laporan 7 biokim

    2/12

    bukan protein. Gugus ini disebut gugus prostetik dan terdiri atas karbohidrat, lipid

    atau asam nukleat (Poedjadi, 1994).

    (Anwar, 1994) mengatakan bahwa struktur protein tersusun oleh gabungan

    asam amino pada gugus karbonil dan asam amino dengan ikatan peptida. Peptida

    dan protein merupakan polimer kondensasi asam amino dengan penghilangan

    unsur air dari gugus amino dan gugus karboksil. Jika bobot molekul senyawa lebih

    kecil dari 6.000, biasanya digolongkan sebagai polipeptida (Astuti, 1999). Asam

    amino merupakan komponen penyusun utama protein dan dibagi dalam dua

    komponen yaitu asam amino esensial dan asam amino non esensial. Asam amino

    esensial tidak dapat diproduksi dalam tubuh sehingga sering harus ditambahkan

    dalam bentuk makanan, sedangkan asam amino non esensial dapat diproduksi

    dalam tubuh. Asam amino umumnya berbentuk serbuk dan mudah larut dalam air,

    namun tidak larut dalam pelarut organik non polar (Sitompul, 2004).

    Ikatan peptida yang membangun rantai polipeptida dalam protein dapat

    diputus (dihidrolisis) menggunakan asam, basa atau enzim pemecahan ikatan

    peptida dalam kondisi asam atau basa kuat merupakan proses hidrolisis kimia dan

    pemecahan ikatan peptida menggunakan enzim merupakan proses hidrolisis

    biokimia reaksi hidrolisis peptida akan menghasilkan produk reaksi yang berupa

    satu molekul dengan gugus karboksil dan molekul lainnya memiliki gugus amina

    (Juniarso dkk, 2007).

    Asam amino dan protein secara umum mempunyai sifat-sifat fisik yang

    sama. Dari keseluruhan asam amino yang terdapat di alam hanya 20 asam amino

    yang yang biasa dijumpai pada protein.

    Dari struktur umumnya, asam amino mempunyai dua gugus pada tiap

    molekulnya, yaitu gugus amino dan gugus karboksil, yang digambarkan sebagai

    struktur ion dipolar. Gugus amino dan gugus karboksil pada asam amino

    menunjukkan sifat-sifat spesifiknya. Karena asam amino mengandung kedua

  • 7/22/2019 laporan 7 biokim

    3/12

    gugus tersebut, senyawa ini akan memberikan reaksi kimia yang yang mencirikan

    gugus-gugusnya. Sebagai contoh adalah reaksi asetilasi dan esterifikasi (Girindra,

    1993).

    Asam amino esensial adalah substansi protein yang diperlukan oleh tubuh

    manusia, tetapi tubuh tidak dapat mensintesa sendiri, sehingga harus dikonsumsi

    dari luar dalam bentuk makanan. Mengingat hal tersebut, maka penyediaan protein

    nabati dan hewani perlu dikombinasikan, agar tubuh memperoleh asupan protein

    berkualitas tetapi biaya yang dikeluarkan untuk membeli makanan tidakterlampau

    besar.

    Metode Kjeldahl dikembangkan pada taun 1883 oleh pembuat bir bernama

    Johann Kjeldahl. Makanan didigesti dengan asam kuat sehingga melepaskan

    nitrogen yang dapat ditentukan kadarnya dengan teknik titrasi yang sesuai.

    Jumlah protein yang ada kemudian dihitung dari kadar nitrogen dalam sampel.

    Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen

    total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel

    didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai

    sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan alkali dengan

    kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan

    penyerap dan ditetapkan secara titrasi.

    Prinsip dasar yang sama masih digunakan hingga sekarang, walaupun

    dengan modifikasi untuk mempercepat proses dan mencapai pengukuran yang

    lebih akurat. Metode ini masih merupakan metode standart untuk penentuan

    kadar protein. Karena metode Kjeldahl tidak menghitung kadar protein secara

    langsung, diperlukan faktor konversi (F) untuk menghitung kadar protein total dan

    kadar nitrogen. Faktor konversi 6,25 (setara dengan 0,16 g nitrogen per

    gram protein) digunakan untuk banyak jenis makanan, namun angka ini hanya

    nilai rata-rata, tiap protein mempunyai faktor

    Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga

    tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.

    1. Tahap destruksi

  • 7/22/2019 laporan 7 biokim

    4/12

    Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga

    terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi

    menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi

    (NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator

    berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan menggunakan

    K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titk didih asam

    sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator

    yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium

    dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik

    didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah

    atau sebaliknya.

    2. Tahap destilasi

    Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3)

    dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama

    destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya

    gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia

    yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam khlorida atau asam borat

    4 % dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak antara asam dan ammonia

    lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin

    dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi

    indikator misalnya BCG + MR atau PP.

    3. Tahap titrasi

    Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam

    khorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N).

    Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda

    dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP.

    %N = N. NaOH 14,008 100%

    Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam

    borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan

    asam khlorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan

    perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda.

  • 7/22/2019 laporan 7 biokim

    5/12

    %N = N.HCl 14,008 100 %

    Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan

    mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini

    tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan

    Keuntungan dan Kerugian

    a. Keuntungan :

    Metode Kjeldahl digunakan secara luas di seluruh dunia dan masihmerupakan metode standar dibanding metode lain.

    Sifatnya yang universal, presisi tinggi dan reprodusibilitas baik membuatmetode ini banyak digunakan untuk penetapan kadar protein.

    b. kerugian

    Metode ini tidak memberikan pengukuran protein sesungguhnya, karenatidak semua nitrogen dalam makanan bersumber dari protein.

    Protein yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karenasusunan residu asam amino yang berbeda.

    Penggunaan asam sulfat pada suhu tinggi berbahaya, demikian jugabeberapa katalis

    ( Sitompul, 2004 )

    Lengkapnya kandungan dalam kacang hijau dapat kita lihat dari

    perhitungan bahwa dalam setiap 100 gram kacang hijau mengandung :

    345 kkal Protein 22,2 gram Lemak 1,2 gram Karbohidrat 62,9 gram Kalsium 125 mg Fosfor 325 mg Zat besi 6.7 mg Vitamin A 10 RE Vitamin C 6.0 mg

  • 7/22/2019 laporan 7 biokim

    6/12

    Vitamin B1 0,64 mg( Purwoko, 2007 )

    IV. ALAT DAN BAHAN

    IV.1 ALAT

    Labu Kjeldahl Alat destilasi Erlenmeyer Gelas kimia

    Gelas ukur Pipet tetes Termometer Alat pemanas ( heater )

    IV. 2 BAHAN

    Sample kacang hijau Kalium Sulfat Raksa ( II ) Oksida Asam Sulfat pekat

    Lempeng Zn Aquadest Air es Natrium Hidroksida Asam klorida Indikator Phenolplatein

    V. PROSEDUR KERJA250 mg sampel ditimbang dan dihaluskan, dimasukkan ke dalam labu

    kjeldahl. 7,5 g kalium sulfat, 0,35 g raksa ( II ) oksida dan 15 mL asam sulfat

    pekat ditambahkan ke dalam lanuh kjeldahl. Semua bahan dipanaskan dalam labu

    kjeldahl dalam lemari asam sampai berhenti berasap .Pemanasan diteruskan

    sampai cairan mendidih dan jernih. Pemanasan ditambahkan kurang lebih 30

    menit. Kemudian pemanasan dimatikan dan dibiarkan dingin. 100 mL aquadest

    ditambahkan dalam labu kjeldahl yang didinginkan dalam air es dan beberapa

  • 7/22/2019 laporan 7 biokim

    7/12

    lempeng Zn. Kalium sulfat 4 % ditambahkan dan akhirnya perlahan ditambahkan

    Natrium hidroksida 50 % yang telah didinginkan di lemari es sebanyak 50 mL.

    Labu kjeldahl dipasang pada alat destilasi dengan segera. Labu kjeldahl

    dipanaskan perlahan sampai dua lapis tercampur, kemudian dipanaskan dengan

    cepat sampai mendidih. Destilasi ditampung didalam erlenmeyer yang telah diisi

    dengan larutan baku asam klorida 0,1 N sebanyak 50 mL dan indikator

    phenolplatein sebanyak 0,1 % b/v ( dalam etanol 95 % ) sebanyak 5 tetes, ujung

    pipa kaca destilator dipastikan masuk ke dalam larutan asam klorida 0,1 N. Proses

    destilasi selesai jika destilat yang ditampung lebih kuran 75 mL. Sisa asam

    klorida 0,1 N yang tidak bereaksi dengan destilat dititrasi dengan larutan baku

    natrium hidroksida 0,1 N. Titik akhir titrasi tercapai jikaterjadi perubahan warna

    dari larutan bening menjadi bening merah muda. Titrasi blanko juga dilakukan.

    VI. DATA PENGAMATAN

    Percobaan yang dilakukan Hasil pengamatan

    Destruksi

    Awal reaksi warna larutan

    Setelah labu dipanaskan

    Setelah beberapa menit

    Titrasi

    Blanko

    Titran

    oranye

    keluar asap putih

    warna berubah menjadi bening

    asap putih menghilang

    41, 5 mL

    36, 1 mL

    Perhitungan

  • 7/22/2019 laporan 7 biokim

    8/12

    % N = 14 ( mL blankomL titran ) ( N titran ) x 100 %

    Gram sampel x 1000

    % N = 14 ( 41 , 5 mL36,1 mL titran ) 10 % x 100 %

    0,257 x 1000

    = 3,024 %

    % protein = 6,25 x 3,024 % = 18,9 %

    VII.PEMBAHASAN

    Analisis protein dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan dua metode

    yaitu metode kuantitatif dan kualitatif. Analisis protein secara kualitatif adalah

    analisis yang bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya protein dalam suatu

    bahan pangan. Analisis kualitatif dapat dilakukan dengan reaksi Xantoprotein,

    reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida dan reaksi Sakaguchi.

    Sedangkan analisis protein secara kuantitatif adalah analisis yang bertujuan untuk

    mengetahui kadar protein dalam suatu bahan pangan. Analisis kuantitatif protein

    dapat dilakukan dengan metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry,

    metode spektrofotometri visible (Biuret) dan metode spektrofotometri UV.

    Prinsip kerja dari metode Kjeldahl adalah protein dan komponen organic

    dalam sampel didestruksi dengan menggunakan asam sulfat dan katalis. Hasil

    destruksi dinetralkan dengan menggunakan larutan alkali dan melalui destilasi.

    Destilat ditampung dalam larutan asam borat. Selanjutnya ion- ion borat yang

    terbentuk dititrasi dengan menggunakan larutan HCl.

    Pada percobaan kali ini kami melakukan penentuan kadar protein total

    dengan metode Kjeldahl. Sample yang kami gunakan adalah kacang hijau yang

    sebelumnya telah dihaluskan. kacang hijau yang kami gunakan sebanyak 0,254

    gram hal ini karena kacang hijau mempunyai kadar protein yang cukup tinggi

    maka penimbangan dilakukan di bawah 1 gram. Prosedur pertama yang kami

  • 7/22/2019 laporan 7 biokim

    9/12

    lakukan adalah destruksi dengan cara memasukkan sampel sebanyak 0,254 gram

    kedalam labu kjeldahl.Destruksi merupakan proses pengubahan N protein menjadiammonium sulfat. Proses ini berlangsung selama sampel yang ditambah dengan

    katalisator direaksikan dengan H2SO4 pekat dan dididihkan di atas pemanas labu

    Kjeldahl. Penambahan asam sulfat dilakukan dalam ruang asam untuk

    menghindari S yang berada di dalam protein terurai menjadi SO2 yang sangat

    berbahaya.

    Kedalam labu, ditambahkan 0,35 gram HgO, 7,5 gram K2SO4.

    Penambahan K2SO4berfungsi sebagai katalisator yang dapat meningkatkan titik

    didih. 1 gram K2SO4 dapat meningkatkan titik didih hingga 30C. Peningkatan titik

    didih akan mengefektifkan reaksi antara asam sulfat dengan sampel ( destruksi

    berjalan efektif ). Hal tersebut disebabkan oleh lamanya waktu yang dibutuhkan

    oleh asam sulfat untuk menguap ( semakin tinggi titik didih, maka waktu yang

    dibutuhkan asam sulfat untuk menguap akan semakin lama ). Setelah itu,

    ditambahkan H2SO4 sebanyak 15 mL. H2SO4 disini berfungsi sebagai pereaksi.

    Kemudian sampel didestruksi selama beberapa jam hingga warnanya berubah dari

    oranye menjadi bening. Destruksi sampel bertujuan untuk mempercepat reaksi dan

    hidrolisis protein menjadi unsure C, H, O, N, S dan P.

    HgO + H2SO4 HgSO4+ H2

    Hg2SO4+ 2 H2SO4 2 HgSO4+ 2 H2O + SO2

    Proses destruksi akan menghasilkan karbondioksida ( CO2), air ( H2O ) dan

    ammonium sulfat (( NH4)2SO4).

    (CHON) + On+ H2SO4 CO2+ H2O + (NH4)2SO4

    Sampel yang sudah selesai didestruksi didinginkan dan dilanjutkan dengan

    prosedur berikutnya yaitu destilasi. Sebelumnya, sampel ditambahkan dengan

    akuades agar endapan dapat larut. Destilasi merupakan suatu proses memisahkan

    cairan maupun larutan yang berdasarkan pada perbedaan titik didih. Tujuan dari

    proses destilasi adalah memisahkan zat yang akan dianalisa dengan cara memecah

    ammonium sulfat menjadi ammonia ( NH3). Pemecahan tersebut melibatkan

    peran NaOH 50 % yang ditambahkan kedalam sampel sebanyak 50 mL.

    Penambahan NaOH bertujuan untuk mempercepat pelepasan ammonia dengan

  • 7/22/2019 laporan 7 biokim

    10/12

    cara menciptakan suasana basa ( reaksi tidak dapat berlangsung dalam kondisi

    asam ).

    ( NH4)2SO4+ 2NaOH 2NH3+ Na2SO4+ 2H2O

    NH3dihasilkan dalam destilat berupa gas. Gas NH3tersebut ditangkap oleh

    asam klorida yang sudah berada di labu erlenmeyer sebanyak 50 mL dan juga

    ditambahkan 2 tetes indikator phenolplatein. Ujung pipa destilasi sedapat

    mungkin tercelup ke dalam asam klorida agar tidak ada NH3yang lepas dan tidak

    bereaksi dengan HCl sehingga dapat meyebabkan kadar yang diamati tidak sesuai

    dengan yang sebenarnya. Ke dalam labu destilasi juga dimasukkan serbuk Zn yang

    berfungsi untuk mencegah terjadinya bumping. Penambahan indikator

    penolplatein dimaksudkan untuk melihat jalannya reaksi dengan perubahan warna

    nantinya.

    Reaksi NH3dan HCl :

    NH3+ HCl NH4Cl

    Destilasi dikatakan selesai ketika destilat yang ditampung lebih kurang 75

    mL. Kemudian dilanjutkan dengan titrasi destilat dengan NaOH. Setelah

    melakukan titrasi, dapat diketahui kadar proteinnya yang tertuang dalam bentuk

    persen kadar nitrogen. Sebelumnya kami telah melakukan titrasi blangko sebagai

    pembanding. Berikut adalah rumus kadar nitrogen :

    % N = 14 ( mL blankomL titran ) ( N titran ) x 100 %

    Gram sampel x 1000

    % N = 14 ( 41 , 5 mL36,1 mL titran ) 10 % x 100 %

    0,257 x 1000

    = 3,024 %

    Dari kadar nitrogen yang didapatkan dapat diketahui kadar protein dalam

    sampel dengan rumus :

  • 7/22/2019 laporan 7 biokim

    11/12

    % protein = 6,25 x 3,024 % = 18,9 %

    VIII. KESIMPULAN

    1. Analisis protein secara kuantitatif adalah analisis yang bertujuan untukmengetahui kadar protein dalam suatu bahan pangan. Analisis kuantitatif

    protein dapat dilakukan dengan metode Kjeldahl.

    2. Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogentotal pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen.

    3. Metode kjeldahl terbagi dalam 3 tahapan yaitu destruksi, destilasi, dantitrasi.

    4. Kadar protein dalam kacang hijau yang didapatkan dari percobaan adalah18,9 %.

    DAFTAR PUSTAKA

    Anwar, Chairil dkk. 1994. Kimia Organik.UGM Press. Yogyakarta.

    Arbianto, P., 1994,Biokimia Konsep-konsep Dasar, Depdikbud, Jakarta.

    Astuti, Yeti, 2009,Analisis Protein, Gramedia, Jakarta.

    Girindra, Aisjah, 1993,Biokimia 1, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

    Juniarso, E., T., Safari, A., dan Pamungkas, R., A., 2007, Pemanfaatan Limbah

    Ikan Menjadi Ekstrak Kasar Protease Dari Isi Perut Ikan Lemuru

    (Sardinella Sp.) Untuk Proses Deproteinisasi Limbah Udang Secara

    Enzimatik Menjadi Kitosan, Universitas Jember.

    Poedjiadi, A., 1994,Dasar-Dasar Biokimia, UI-Press, Jakarta.

    Purwoko, T dan Handajani, N. S., 2007, Kandunga protein Kecap Manis Tanpa

    Fermentasi Moromi Hasil Fermentasi Irhizopus oryzae dan R.

    oligosporus,Jurnal Biodiversitas, ISSN: 1412-033X, 6(2)223-227.

    Sitompul, S., 2004,Analisis Asam Amino dalam Tepung Ikan dan Bungkil Kedelai,

    Buletin Tekhnik Pertanian, Vol. 9, Nomor 1.

  • 7/22/2019 laporan 7 biokim

    12/12