lapkas i - malformasi anorektal

25
LAPORAN KASUS MALFORMASI ANOREKTAL STASE ILMU BEDAH RSUD CIANJUR DISUSUN OLEH LUCKY MIFTAH SAVIRO 2007730076 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2011 BAB II

Upload: lutfi-malefo

Post on 07-Oct-2015

244 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

LapKas I - Malformasi Anorektal

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS MALFORMASI ANOREKTALSTASE ILMU BEDAHRSUD CIANJUR

DISUSUN OLEHLUCKY MIFTAH SAVIRO2007730076

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA2011BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1. EmbriologiUsus terbentuk pada minggu keempat fase embrio hingga bulan ke enam fase fetus. Usus terbentuk pada awal kehidupan disebut primitive gut, yang terdiri atas 3 bagian yaitu foregut, midgut, dan hindgut. Foregut akan berdiferensiasi menjadi faring, esophagus, gaster, duodenum, liver, pancreas, dan apparatus biliaris. Midgut akan menjadi usus halus, sekum, appendiks, kolon asendens, dan duapertiga proksimal kolon transversum sedangkan hindgut akan menjadi sepertiga distal kolon transversum, kolon desendens, sigmoid, rektum, bagian proksimal kanalis ani dari sistem ani dan bagian dari sistem urogenital. Hindgut merupakan kelanjutan midgut sampai membran kloaka, dimana membran ini terdiri dari endoderm kloaka dan ectoderm anal pit. 1,2,3Pada minggu kelima masa gestasi, kloaka embrionik merupakan kantung endodermal yang berasal dari dorsal hindgut dan allaotis di ventral. Kloaka (Gambar 1-A) dipisahkan dari luar oleh membrana kloaka (proktodeum), yang menempati permukaan ventral embrio diantara ekor dan body stalk. Pada minggu ke-enam masa gestasi, septum mesoderm membagi kloaka menjadi sinus urogenital ventral dan rektum dorsal (Gambar 1-C). Septum mesodermik ini bergabung dengan membrana kloaka pada minggu ke-tujuh masa gestasi dan membentuk badan perineum. Membrana kloaka dibagi membrana urogenital ventral yang lebih besar dan membrana anal dorsal yang lebih kecil. Di bagian luar, membran anal menjadi tertarik masuk ke dalam dan membentuk anal dimple (lubang anus). 4Pada minggu ke-delapan membran anal mengalami ruptur fisiologis, sampai tak bersisa. Rektum dan kanalis analis bagian proksimal tumbuh dari lapisan endoderm dan diperdarahi oleh arteri mesenterika inferior, sedangkan kanalis analis bagian distal tumbuh dari lapisan ektoderm dan diperdarahi oleh cabang arteri iliaka interna. 4Pada kedua bagian membran anal, mesoderm somatik membentuk sepasang tuberkulus anal. Tuberkulus-tuberkulus ini bergabung di bagian dorsal menjadi struktur seperti tapal kuda. Pada minggu ke-sepuluh, ujung ventral struktur tersebut bergabung dengan badan perineum. Otot lurik pada struktur yang seperti tapal kuda ini, nantinya akan menjadi bagian superfisial sfingter anal eksternal. Sfingter anal akan terbentuk pada lokasi yang seharusnya meskipun pada ujung rektum tidak membuka, atau terbuka membentuk saluran ke lokasi lain. 4

Gambar 1. Perkembangan anus dan rektum pada minggu ke-lima sampai ke-sepuluh masa gestasi. A. Closing Plate (Proktodeum memisahkan kloaka dari daerah luar). Septum urorektal (panah) menuju ke bawah untuk membagi kloaka. B. Kloaka hampir terpisah menjadi rektum dorsal sinus urogenital ventral. Tailgut menghilang. C. Penggabungan septum urorektal dengan closing plate untuk membentuk badan perineum. D. Closing plate mengalami ruptur fisiologis. E. Selesainya proses pemisahan antara rektum dengan sinus urogenital oleh badan perineum. (Modifikasi dari Skandalakis JE, Gray SW. Embryology for Surgeons (2nd ed). Baltimore: Williams & Wilkins, 1994)2. AnatomiKanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 sentimeter. Sumbunya mengarah ke ventokranial yaitu ke arah umbilicus dan membentuk sudut yang nyata ke dorsal dengan rektum dalam keadaan istirahat. Pada saat defekasi sudut ini menjadi lebih besar. Batas atas kanalis anus disebut garis anorektum, garis mukokutan, linea pektinat, atau linea dentate. Di daearah ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara kolumna rektum. Lekukan antar-sfingter sirkuler dapat diraba di dalam kanalis analis sewaktu melakukan colik dubur, dan menunjukkan batas antara sfingter intern dan sfingter ekstern (garis Hilton). 1,2

Otot Pada RektumOtot dasar pelvis terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian posterior disebut sebagai otot diafragmatik dan bagian anteromedial disebut sebagai kelompok pubovisceral. Otot diafragmatik berasal dari membran obturator dan Ischium sampai ke spinal ischiadika kemudian berlanjut ke medial dan ke bawah masuk ke raphe anokosageal, serat anterior berlanjut ke serat posterienor membentuk suatu lembaran otot dengan otot kontralateral. Raphe anokoksigeal berjalan ke bawah dan ke depan dari perlekatan sacrum dan tulang koksigeus menuju otot sfingter internus dan puborectal sling complex masuk ke canalis ani melaluimucocutaneus junction. Kelompok pubovisceral berasal dari bagian belakang pubis berjalan turun ke medial dan ke belakang masuk ke viscera pelvis dan perineal body. Pada laki-laki kelompok otot ini terdiri dari pubovaginalis dan puboperineus. Di bagian posterior kelompok otot ini masuk ke kanalis ani dan perianal membentuk otot puboanalis 2,3Muskulus levator ani membentuk diafragma pelvis serta bagian atas kanalis ani sedangkan bagian dasarnya adalah otot sfingter dan ani eksternus. Antara otot levator ani dan sfingter ani intrenus disebut sebagai muscle complex atau vertical fibre. Secara rinci kanalis ani terdiri dari otot ischiococygeus, otot iliococygeus, otot pubococygeus, otot sfiongter ekstrenus superfisialis dan profunda. Sedangkan lapisan yang berfungsi sebagai sfingter internus pada individu normal adalah ketebalan lapisan sirkuler dari otot involunter usus di sekitar anorektal. (2,6,7)

Gambar 2. Struktur rektum dan kanalis analis

Pembuluh Darah dan PersyarafanKanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ektoderm, sedangkan rektum berasal dari endoderm. Karena perbedaan asal anus dan rektum ini maka perdarahan, persarafan, serta pembuluh vena dan limfenya berbeda juga, demikian pula epitel yang menutupinya. Rektum dilapisi oleh mukosa glanduler usus sedangkan kanalis analis oleh anoderm yang merupakan lanjutan epitel berlapis gepeng kulit luar. Daerah batas rektum dan kanalis analis ditandai oleh perubahan jenis epitel. Kanalis analis dan kulit luar disekitarnya kaya akan persarafan somatik sensoris dan peka terhadap rangsangan nyeri, diperdarahi oleh arteri rektalis superior dan vena rektalis superior, pembuluh limfatiknya menuju ke pelvis. Sedangkan mukosa rektum mempunyai persarafan otonom yang tidak peka terhadap rangsangan nyeri, diperdarahi oleh arteri rektalis inferior, dan vena rektalis inferior, Pembulih limfatiknya menuju ke inguinal. 1,2,3Persarafan parasimpatik dikendalikan oleh nervus S3-S4 bagian depan yang memberi percabangan ke rektum, nervus tersebut melanjutkan rangsangan dari ganglia pada pleksus Auerbach. Nervus tersebut bertindak sebagai saraf motorik pada dinding usus dan rektum, menghambat kerja sfingter internus dan serabut sensoris pada distensi rektal. 1,2,3Persarafan simpatis berasal dari cabang kedua, ketiga dan keempat ganglia lumbalis dan pleksus preaortikus. Nervus tersbut membentuk pleksus hipogastrikus pada vertebra lumbalis kelima, kemudian turun melalui dinding pelvis bagian posterolateral sebagai nervus presakralisdan bergabung dengan dengan ganglion pelvik di bagian posterolateral. Nervus tersebut bekerja sebagai penghambat kerja dinding usus dan saraf motorik dari otot sfingter internus 1,2,3Sebagian besar otot levator terutama pada bagian atas (kelompok ischiococcygeus) dan bagian anterior (termasuk serabut vertical muscle complex). Yang disebut dengan kelompok pobococcygeus, menerima inervasi dari cabang anterior nervus sakralis ketiga dan keempat. Percabangan ini membentuk persarafan yang berjalan dibagaian atas pernukaan otot levator. Nervus pudendus yang berasal dari nervus sakralis kedua, ketiga dan keempat juga memberikan innervasi otot levator. Bagian bawah otot levator dikenal sebagai kelompok puborektalis seperti pada otot sfingter eksternus menerima innervasidari cabang perineal nervus sakralis keempat dan dari cabang hemoroidalis inferior dan perineal dari nervus pudendus. 1,2,3Kanalis ani termasuk 1 cm diatas garis rektinea sampai kebawah dekat kulit, sensitif terhadap rangsang nyeri (intraepithelial), raba (korpuskulum Meissner), Dingin (bulbus Krause), tekanan (korpuskulum paccini dan Golgi Mazzoni), serta gesekan (korpuskulum genital). Rektum tidak sensitive terhadap rangsang tersebut, tetapi adanya sensasi berupa distensi rektal karena persarafan parasimpatis otot polos dan oleh reseptor propioseptif di otot volunteer akan merangsang rektum. 1,2,3

3. Fisiologi AnorektalFungsi anorektal secara normal adalah motilitas kolon yaitu mengeluarkan isi feses dari kolon ke rektum; fungsi defekasi yaitu mengeluarkan feses secara intermitten dari rektum; menahan isi usus agar tidak keluar pada saat tidak defekasi. Fungsi fungsi tersebut saling berkaitan satu dengan yang lain dan adanya ketidak seimbangan akan menyebabkan ketidaknormalan yang mempengaruhi masing-masing fungsi. 1,3Motilitas KolonMotilitas kolon berbeda dengan motilitas usus dimana gelombang peristaltik diganti oleh adnya gerakan massa feses yang propulsif disepanjang kolon. Motilitas kolon diatur oleh aktifitas listrik myogenik yang diperantarai oleh persarafan intriksik dan pleksus mienterikus. Sebaliknya hal ini juga dirangsang oleh innervasi ekstrinsik dadn refleks humoral seperti gastrokolik dan ileokolik. Motilitas kolon berfungsi untuk absorbsi cairan dan pendorongan massa pada waktu defekasi. Gerakan dari sigmoid ke rektum dihambat oleh beberapa mekanisme yang digunakan oleh kontinensi 1,3KontinensiKontinensi adalah kemampuan untuk mempertahankan feses dalam hal ini sangat tergantung pada konsistensi feses, tekanan dalam anus, tekanan rektum, serta sudut anorektal. Feses yang cair sulit dipertahankan dalam anus. 1,3,5Kontinensi diatur oleh mekanisme volunter dan involunter yang menjaga hambatan secara anatomiis dan fisiologis jalannya feses ke rektum dan anus. Penghambat terbesar secara fisiologi adalah sudut antara anus dan rektum yang dihasilkan oleh otot levator ani bagian puborektal anterior dan superior dan otot ini berkontraksi secara involunter. Adanya perbedaan antara tekanan adan aktivitas motorik anus, rektum, dan sigmoid juga menyebabkan progresifitas pelepasan feses terlambat. Kontraksi sfingter ani eksternus seperti pada puborektalis diaktivasi secara involunter dengan distensi rektum dan dapat meningkatkan secara volunteer selama 1-2 menit. 1,3Tekanan istirahat dalam anus kurang lebih 25-100 mmHg, dalam rektum 5-20 mmHg. Apabila sudut antara anus dan rektum lebih dari 80 maka feses akan sulit dipertahankan. 1,3DefekasiPada bayi baru lahir defekasi bersifat otonom tetapi dengan perkembangan, maturitas defekasi dapat diatur. Pemindahan feses dari kolon sigmoid ke rektum kadang dicetuskan juga oleh rangsang makanan terutama pada bayi. Apabila rektum terisi feses maka akan dirasakan oleh rektum sehingga menimbulkan keinginan untuk defekasi. Rektum mempunyai kemampuan yang khas untuk mengenal dan memisahkan bahan padat, cair, dan gas. 1,3Syarat untuk terjadinya defekasi normal adalah persarafan sensibel untuk sensasi isi rektum dan persarafan sfingter ani untuk kontraksi dan relaksasi, peristaltik kolon dan rektum normal, dan struktur organ panggul yang normal. Sikap badan waktu defekasi juga memegang peranan yang penting. Defekasi terjadi akibat peristaltik rektum, relaksasi sfingter ani eksternus, dan dibantu mengedan. 1,3

Gambar 3. Refleks pada Kolon dan Rektum

Distensi pada rektum akan menimbulkan stimulasi yang menginisiasi refleks defekasi. Refleks tersebut menimbulkan kontraksi lemah pada rektum dan relaksasi sfingter ani interna. Stimulasi parasimpatik menyebabkan kontraksi kuat pada rektum sehingga mempunyai andil dalam refleks defekasi. Aksi potensial yang disebabkan oleh distensi rektum dibawa oleh serabut saraf aferen korda spinalis pada regio sakrum, dimana serabut saraf eferen menginisiasi kontraksi peristaltik pada kolon bagian bawah dan rektum. Refleks defekasi mengurangi aksi potensial ke sfingter ani internus sehingga terjadi relaksasi. Sfingter ani eksternus, yang tersusun atas otot skelet dan dapat dikendalikan oleh otak, mencegah peregerakan feses keluar dari rektum. Ketika sfingter ini direlaksasi secara volunteer, maka feses akan keluar. Refleks defekasi berlangsung selama beberapa menit dan secara gradual akan berkurang. Pergerakan luas pada kolon diperkirakan menjadi pencetus timbulnya refleks defekasi kembali. 54. EpidemiologiMalformasi anorektal terjadi lebih banyak pada laki-laki dibanding perempuan, dan terjadi rata-rata satu sampai empat dalam 5000 kelahiran. Pada laki-laki dapat terjadi fistel rektouretra, sedang pada perempuan dapat terjadi fistula rektovestibular. Malformasi anorektal tanpa fistel terjadi hanya 5% dari seluruh kejadian atresia ani.

5. EtiologiEtiologi malformasi anorektal belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli berpendapat bahwa kelainan ini sebagai akibat dari abnormalitas perkembangan embriologi anus, rectum, dan traktus urogenitalis, dimana septum urorektal tidak membagi membran kloaka secara sempurna. 1,3,4

6. PatofisiologiPada pasien dengan anus imperforata, rektum gagal turun ke kompleks sfingter eksternal. Yang terjadi adalah kantung rektum berakhir dan berikatan pada pelvis, di atas atau dibawah muskulus levator ani. Pada sebagian besar kasus, kantung rektum berhubugan dengan sistem genitourinaria atau dengan perineum melewati fistula, sehingga deskripsi anatomis anus imperforata di bagi menjadi letak tinggi dan letak rendah tergantung di daerah mana ujung rektum berakhir, apakah di atas atau di bawah muskulus levator ani. Berdasarkan sistem klasifikasi, pria yang menderita anus inperforata letak tinggi umumnya berikatan dengan uretra pars membranosa. Pada perempuan, anus imperforata letak tinggi umumnya timbul sebagai persisten kloaka. Pada pria dan wanita, jika letaknya rendah sering terjadi fistula perineum. Pada pria, fistula berikatan dengan raphe media skrotum atau penis. Pada perempuan, fistula dapat berakhir pada vestibula vagina, yang terletak di luar himen, atau pada perineum. 6

Gambar 4. Defek embriogenesis anus dan anorektal. A, Stenosis anus akibat kecilnya portio anus pada membran kloaka. B, Membranous atresia akibat adanya closing plate yang persisten. C, Anus yang tertutup. Badan perineum tidak berikatan dengan cloacal plate yang persisten, sehingga terjadi fistula. D dan E, agenesis anorektal dengan dan tanpa septum urorektal yang menurun. F, agenesis anus dengan gagalnya fusi di tengah-tengah lipatan septum urorektal, meninggalkan dua fistula yang terbuka. G, anal agenesis dengan fistula rektovaginal (Skandalakis JE, Gray SW. Embryology for Surgeons (2nd ed). Baltimore: Williams & Wilkins, 1994)7. KlasifikasiKlasifikasi MAR tergantung pada letaknya. Patokan sebagai letak tinggi atau rendah tergantung pada ujung rektum (rectal pouch) terhadap garis pubokoksigeus (pubococcygeal line/PCL). Jika rectal pouch terletak di atas PCL maka MAR tersebut letak tinggi.Banyak klasifikasi anomali anorektal yang ada; dan tidak ada klasifikasi yang sempurna. Skandalakis mengklasifikasikan anomali anorektal sesuai dengan sifat topografikoanatomi dari anus dan rektum.Klasifikasi Anatomik Malformasi Anorektal

PerempuanLaki-laki

Letak Tinggi1. Agenesis Anorektala. Dengan fistula rektovaginalb. Tanpa fistula2. Atresia RektumLetak Tinggi1. Agenesis anorektala. Dengan fistula rektoprostatikb. Tanpa fistula2. Atresia rektum

Letak Intermediet1. Fistula rektovestibular2. Fistula rektovaginal3. Agenesis anus tanpa fistulaLetak Intermediet1. Fistula rektobulbar uretral2. Agenesis anus tanpa fistula

Letak Rendah1. Fistula anovestibulara2. Fistula anokutaneusa,b3. Stenosis anusLetak Rendah1. Fistula anokutaneusa2. Stenosis anusa,c

Malformasi Kloaka (Persisten Kloaka)d

a Merupakan bentuk yang paling sering ditemukanb Termasuk fistula yang muncul pada posterior labia mayora, sering juga disebut fourchette fistulae atau vulvar fistulaec Sebelumnya disebut sebagai covered anusd Sebelumnya disebut juga fistulae rectocloacal. Masuknya fistula dapat pada letak tinggi atau intermediet, tergantung dari panjangnya kanal kloaka.Tabel 1. Klasifikasi Malformasi Anorektal (Sumber: Skandalakis JE, Gray SW (eds). Embryology for Surgeons, 2nd Ed. Baltimore: Williams & Wilkins, 1994)

Gambar 5. Klasifikasi malformasi anorektal (Sumber: Modified from Raffensperger JG (ed). Swenson's Pediatric Surgery (5th ed). Norwalk CT: Appleton & Lange, 1990; with permission. Prepared by Kascot Media, Inc., for the Department of Surgery, Children's Memorial Hospital, Chicago IL.)

i. Defek pada Laki-laki Fistula perineumMalformasi tipe ini merupakan tipe malformasi yang paling simpel. Pada defek ini, rektum terbuka langsung di sebelah anterior sampai ke tengah sfingter, dan dinding anterior rektum menempel pada bagian posterior uretra. Orifisium anus sama sekali tertutup. Pasien penderita malformasi ini masih bisa mengontrol pergerakan sfingternya, sehingga beberapa ahli bedah memutuskan untuk tidak membedahnya. Jika memang tidak dibedah, maka anus harus di dilatasi secara manual dan berkala untuk mempermudah defekasi, dan orifisium harus didilatasi secara berkala dengan menggunakan alat Hegar sampai ke Hegar nomer 12 pada bayi baru lahir. Indikasi operasi pada kasus ini biasanya karena efek kosmetik. Menurut springer, ketika diagnosis sudah ditetapkan, maka intervensi bedah harus segera dilakukan. Bedah yang dilakukan tidak perlu dilakukan kolostomi. 7

Gambar 6. Fistula Perianal pada Pria7

Fistula RektouretralFistula tipe ini terbagi menjadi dua kategori: (a) fistula rekto uretrabulbar (letak intermediet), dan (b) fistula rektoprostat (letak tinggi). Kedua varian ini yang paling sering ditemukan pada kasus agenesis anorektal pada pria. Kedua fistula ini harus dibedakan karena prognosis dan terapinya yang berbeda. Sebanyak 80% penderita fistula rekto-uretrabulbar mampu mengontrol pergerakan ususnya pada usia 3 tahun, dan 60% pada penderita fistula rektoprostatika.

Gambar 7. Fistulafistula rektouretra bulbar (sebelah kiri) dan fistula rektoprostat (sebelah kanan)

Fistula RektovesikalMalformasi ini merupakan tipe yang paling sering ditemukan pada malformasi pria. Umumnya os sakrum pada penderita malformasi ini mengalami gangguan perkembangan. Malformasi tipe ini merupakan satu-satunya malformasi yang membutuhkan tindakan pembedahan dari arah posterosagital dan abdominal (dengan laparotomi atau laparoskopi).Pada pasien ini dibutuhkan tindakan PSARP (Posterosagital Anorectoplasty) untuk membuat ruangan agar rektum dapat ditarik kebawah. Saat melakukan laparotomi atau laparoskopi, rektum harus dipisahkan dengan vesika urinaria. Prognosis pasien ini tidak begitu baik. Hanya sebanyak 15% dari seluruh pasien dengan malformasi tipe ini yang mempunyai control usus yang baik pada umur 3 tahun.7

Gambar 8. Fistula rektovesika pada pria

Anus Imperforata tanpa FistulaPada malformasi tipe ini sangatlah unik. Ketika disebut anus imperforata, maka ketinggian defek tidak perlu lagi ditentukan dengan pemeriksaan penunjang lain karena pada defek ini selalu terdapat 1-2 cm di atas kulit perineum, setingga uretra pars bulbaris. Malformasi tipe ini muncul pada 5% dari seluru malformasi dan setengah penderita anus imperforata tanpa fistula mengidap Down Syndome (DS). Prognosis, sakrum, dan sfingter pada pasien ini baik meskipun mengidap DS. Sebanyak 90% pada pasien ini mengidap DS dan 80% diantaranya mempunyai kemampuan kontrol usus yang baik.7

Gambar 9. Anus imperforata tanpa fistula.ii. Defek pada Perempuan Fistula RektoperinealPada defek ini sesuai dengan fistula rektoperineal pada pria. Penderita fistula tipe ini mempunyai 100% kontrol pada ususnya dan hanya 10% dari seluruh penderitanya mempunyai kelainan defek lain. Gejala pada pasien ini adalah tertahannya feses. Konstipasi merupakan sekuel. Semakin rendah letak malformasi, maka semakin tinggi pula risiko terkena konstipasi.7

Gambar 10. Fistula rektoperineal pada wanita

Fistula RektovestibularDefek tipe ini mungkin merupakan defek yang paling penting pada penderita wanita karena defek tipe ini yang paling sering ditemukan. Alasan lain adalah fistula rektovestibular mempunyai prognosis yang sempurna jika ditangani secara tepat. Namun, jika ditangani secara tidak tepat, maka akan timbul komplikasi yang lebih banyak. Dalam beberapa tahun, telah terjadi kontroversi tentang penanganan pasien ini apakah perlu dilakukan kolostomi terlebih dahulu atau langsung dilakukan operasi tanpa kolostomi. Penatalaksanaannya tergantung pada pengalaman-pengalaman dokter bedah yang bersangkutan. Ketika bayi lahir dengan kondisi yang sehat, maka malformasi ini dapat langsung dilakukan pembedahan ketika baru lahir. Namun jika bayi lahir prematur atau mempunyai defek lain, akan lebih aman jika dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Namun kolostomi mempunyai risiko tinggi terjadinya infeksi, terutama pada bayi yang dirawat inap, terdapatnya jaringan parut saat penutupan kolostomi, dan kemungkinan adanya gangguan kontrol usus.7

Gambar 11. Fistula rektovestibular

Kloaka PersistenKloaka didefinisikan sebagai malformasi dimana rektum, vagina, dan uretra bergabung dan membentuk satu saluran yang terbuka pada satu orifisium dimana uretra wanita terbentuk. Panjang dari saluran kloaka yang terbentuk menentukan terapi dan prognosis penyakit ini.Pada kloaka dengan panjang saluran yang pendek (3 cm) mempunyai defek lain yang parah, sehingga dibutuhkan seorang ahli bedah pediatri urologi dalam pembedahannya. Pasien dengan kloaka yang pendek dapat ditangani dengan PSARP tanpa kolostomi.Ketika bayi lahir dengan malformasi bentuk kloaka, maka dokter bedah harus berpikir bahwa bayi ini akan menderita vagina yang sangat besar penuh dengan cairan yang disebut hidrokolpos. Hidrokolpos tersebut dapat menekan trigonum vesika urinaria sehingga aliran urin tidak dapat terbuang sehingga terjadi megaureter bilateral dan hidronefrosis.Pada bayi baru lahir yang menderita kloaka persisten, maka diperlukan pemeriksaan evaluasi sistem urologi dan USG pelvis. Bayi tersebut tidak boleh di bawa ke meja operasi tanpa pemeriksaan ini. Jika bayi menderita hidrokolpos, maka dokter bedah harus melakukan drainase isi hidrokolpos saat melakukan operasi kolostomi. Jika hidrokolpos tidak terdrainase maka besar kemungkinan bayi tersebut mengalami hidronefrosis. Juga, jika drainase tidak dikukan secara sempurna maka akan timbul infeksi vagina (pyokolpos), perforasi, dan sepsis.Operasi kolostomi harus dilakukan dengan benar-benar memisahkan bagian-bagian kloaka agar tidak terjadi infeksi traktus urinarius. Springer melakukan kolostomi ketika bayi berusia 1 bulan, karena diharapkan pada umur itu usus telah tumbuh dan berkembang secara normal.

Gambar 12. Kloaka Persisten8. Diagnosis, Tanda, dan GejalaAnamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti sangat membantu penegakkan diagnosis malformasi anorektal. Diagnosis dapat ditentukan dengan pemeriksaan fisik ketika bayi lahir dengan meilhat apakan anusnya terbuka atau tidak, biasanya saat dilakukan pengukuran suhu tubuh dengan termometer rektal. Bila anus terlihat normal dan terdapat obstruksi yang lebih tinggi dari perineum maka gejala yang akan tmbul dalam 24-48 jam, berupa distensi abdomen dan muntah. Namun jika segera setelah lahir dan mekonium tidak keluar, berarti telah terjadi obstrukti total (agenesis rektum tanpa fistula). Untuk menentukan golongan malformasi dipakai pemeriksaan radiologi invertogram yang dapat dibuat setelah udara yang ditelan oleh bayi telah mencapai rektum (kira-kira 24 jam setelah kelahiran). Invertogram adalah teknik pengambilan foto untuk menilai jarak rectal pouch terhadap tanda timah atau logam lain pada tempat bakal anus di kulit perineum. Sewaktu foto diambil, bayi diletakan terbalik (kepala dibawah) atau tidur telungkup, dengan sinar horizontal diarahkan ke trokanter mayor. Selanjutnya diukur jarak dari ujung udara yang ada pada rectal pouch ke garis PCL. 1,3Memang pada umumnya malformasi anorektal dapat terdiagnosa saat lahir, namun pada beberapa kasus MAR terdiagnosis pada umur bayi yang lebih tua. Kim et al, merekomendasikan pada bayi yang sudah cukup dewasa dan anak-anak dengan gejala VACTERL (Vertebral anomalies [hilangnya atau gagal berkembangnya vertebra dan hemivertebrae], Anorectal anomalies [anus imperforata], Cardiac defects, Tracheoesophageal fistula, Renal anomalies [agenesis ginjal atau anomali ginjal], dan Radial limb anomalies [kebanyakan bentuk displasia radius]). Anomali-anomali tersebut jika diikuti dengan gejala konstipasi, maka perlu di evaluasi adanya sebuah malformasi anorektal.Pemeriksaan khusus pada perempuanNeonatus perempuan perlu pemeriksaan khusus karena seringnya ditemukan fistel ke vestibulum atau vagina (80 90%).Kelainan letak tinggi. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feses menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya cepat dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva. Umumnya evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalis, dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehungga perlu cepat dilakukan kolostomi. Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada pemeriksaan colok dubur, jari tidak ddapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel dibuat invertogram. Jika udara lebih dari 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi.Kelainan Letak Rendah. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu ada di posteriornya. Kelainan ini umumnya menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak ditempat yang seharusnya tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan tetapi definitif. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara kurang 1 cm dari kulit, dapat segera dilakukan pembedahan definitif. Dalam hal ini evakuasi tidak ada, sehingga perlu dilakukan kolostomi. 1,3Pemeriksaan khusus pada laki-lakiYang harus diperhatikan ialah adanya fistel atau kenormalan bentuk perineum dan ada tidaknya butir mekonium di urin. Dari kedua hal tadi pada anak laki-laki dapat dibuat kelompok dengan atau tanpa fistel urin dan fistel perineum.Kelainan letak tinggi. Jika ada fistel urin tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis untuk menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urine. Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak di uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin mengandung mekonium berarti fistel ke vesika urinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rektum tindakannya sama dengan perempuan, harus dibuat kolostomi. Jika tidak ada fistel dan udara lebih dari 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakuakan kolostomi.Kelainan letak rendah. Fistel perineum sama pada wanita: lubangnnya terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium dibawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definitif secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan pada wanita, tindakan definitif harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara kurang 1 cm dari kulit pada invertogram, perlu juga segera dilakukan pertolongan bedah.

9. Pemeriksaan PenunjangKetika pertamakali diagnosis MAR ditegakkan, maka pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan adalah foto roentgen invertogram 24 jam setelah bayi lahir. Invertogram adalah pemeriksaan roentgen dengan kepala bayi terletak pada posisi bawah. Hal ini bertujuan untuk memasukkan udara ke bagian paling atas rectal pouch.

10. Diagnosis BandingPenyakit Hirschprung, yang disebabkan oleh tidak terdpatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus Auerbach di kolon. Sebagian besar segmen yang a ganglionik mengenai rectum dan bagian bawah kolon sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon yang lebih proksimal. Gejala utama pada bayi baru lahir berupa muntah hijau, pengeluaran mekoniium yang terlambat, serta distensi abdomen. Gejala timbul pada umur 2-3 hari. Bila dilakukan colok dubur, tinja akan keluar menyemprot. Diagnosis dapat ditegakkan setelah dilakukan pemerikasaan barium enema dan biopsy rectum (biopsy hijau).

11. TerapiPerlu tidaknya tindakan kolostomi pada sekitar 80 % kasus malformasi anorektal dapat ditentukan melalui pemeriksaan fisis (inspeksi perineal) dan urinalisis. Adanya fistel (perineal subepithelial midline raphe), adanya defek tipe bucket-handle, anal stenosis, atau anal membrane, adalah defek-defek yang mudah dideteksi dengan inspeksi dan semuanya dianggap sebagai defek letak rendah. Penatalaksanaan dari defek-defek tersebut tidak perlu dengan kolostomi protektif. Defek ditangani pada masa awal kelahiran dengan operasi perineal minor dan dipertimbangkan posterior sagital anoplasty minimal. Pada penderita dengan flat bottom atau terdapat mekonium dalam urine atau udara dalam vesica urinaria, dipertimbangkan perlunya kolostomi protektif lebih dulu sebelum pengobatan definitive 4-8 minggu setelah kolostomi, dapat dilakuakn posterior sagital anorectoplasty (PSARP). Selama beberapa minggu itu, pertumbuhan bayi diobservasi untuk meyakinkan bahwa tidak ada defek terkait lainnya yang membutuhkan penanganan lebih dulu. Sekita 80-90% dari malformasi anorektal pada laki-laki merupakan defek letak rendah, sedang 10-20% lainnya masih diragukan dan memerlukan invertogram. Bila hasil foto menunjukkan usus berlokasi > 1 cm dari kulit, penderita memerlukan tindakan kolostomi. Bila rectum berlokasi < 1 cm dari kulit , dianggap defek letak rendah dan ditangani dengan minimal posterior sagital anaplasty, tanpa kolostomi pada masa awal kelahiran. 1,3Inspeksi perineal pada bayi perempuan lebih bernilai dibanding pada laki-laki. Adanya kloaka yang mudah didiagnosa dengan inspeksi, menunjukkan keadaan yang serius; kemungkinan terdapat defek urologi terkait > 90%, dan membutuhkan evaluasi urologik darurat. Penderita Akan memerlkan tindakan kolostomi dan kadang-kadang vesikotomi, vaginostomi, atau pengalihan sistem urinarius lain yang dilakukan pada saat yang bersamaan dangan kolostomi. Jika setelah 6 bulan prosedur dilaksanakan bayi bertumbuh dan berkembang dengan baik, pasien direkomendasikan untuk pembuatan kloaka persisten melalui posterior-sagital ano-rekto-vagino-urethroplasty (PSRAVUP). JIka penderita memiliki fistel pada vagina (mekonium keluar dari vagina) atau vestibular, maka tindakan kolostomi protektif dianjurkan. Bila 4-8 minggu setelah ditemukan adanya defek yang berhubungan, penderita dianjurkan untuk tindakan posterior sagital anorectoplasty (PSAP). Kadang-kadang fistel vestibular dan vagna paten, dan pasien tidak merasakan gejala-gejala obstruksi distal. Jika hal ini terjadi, penderita dapat bertumbuh dan berkembang dangan baik tanpa dilakukan tindkan kolostomi, namun sebenarnya tindakan kolostomi diperlukan sebelum PSARP, bukan hanya untuk dekompresi, tetapi juga tujuan proteksi, untuk menghindari infeksi setelah perbaikan. Penderita dengan fistel kutaneus atau perianal tidak memerlukan tindakan kolostoi sebelumnya dan dapat dengan minimal posterior sagital anoplasty pada mas kelahiran. Penderita tidak mempunyai fistel yang berhubungan dengan genitalia atau perineum, memerlukan invertigram, namun kondisi ini (anus imperforate tanpa fistel) jarang dijumpai pada perempuan. 1,3KolostomiKolostomi pada kolon desendens merupakan prosedur yang ideal untuk penatalaksanaan awal malformasi anorktal. Tindakan kolostomi merupakan upaya dekompresi, diversi, dan sebagai proteksi terhadap kemungkinan terjadinya obstruksi usus. Kolostomi pada kolon desendens mempunyai beberapa keuntungan dibanding dengan kolostomi pada kolon asendens atau transversum. Bagian distal dari kolostomi akan mengalami disfungsi dan akan terjadi atropi karena tidak digunakan. Dengan kolostomi pada kolon desendens maka segmen yang akan mengalami disfungsi menjadi lebih pendek. Atropi dari segmen distal akan berakibat tejadinya diare cair sampai dilakukan peneutupan stoma dan hal ini dapat diminimalkan dengan melakukan kolostomi pada kolon desendens. Pembersihan mekanik kolon distal lebih mudah dilakukan jika kolostomi terletak di bagian kolon desendens. 1,3Pada kasus dengan fistel anorektal, urin sering keluar melalui kolon, untuk kolostomi distal akan keluar memalui stoma bagian distal tanpa danya absorbs. Bila stoma terletak di kolon proksimal, urin akan keluar ke kolon dan akan diabsorbsi, hal ini akan meningkatkan resiko terjadinya asidosis metabolic. Loop kolostomi akan menyebabkan aliran urin dari stoma proksimal ke distal usus dan terjadi infeksi saluran kencing serta pelebaran distal rectum. Distensi rectum yang lama akan menyebabkan kerusakan dinding usus yang irreversible disertai dengan kelainan hipomotilitas dinding usus yang menetap, hal ini akan menyebabkan konstipasi di kemudian hari. Double barrel transversocolostomy dextra dengan tujuan dekompresi dan diversi memiliki keuntungan antara lain :1. Meninggalkan seluruh kolon kiri bebeas pada saat tindakan definitf tidak menimbulkan kesulitan2. Tidak terlalu sulit dikerjakan3. Stoma distal dapat berlaku sebagaimana muara pelepasan secret kolon distalA. Feses kolon kanan relative tidak berbau disbanding kolon kiri oleh karena pembusukan feses.B. Dimungkinkan irigasi dan pengosongan dari kantong rectum yang buntu 1,3Posterosagital anorectoplasty (PSARP)Metode ini diperkenalkan oleh Pena dan de Vries pada tahun 1982. Prosedur ini memebrikan beberapa keuntungan seperti kemudahan dalam operasi fistel rektourinaria maupun rektovaginal dengan cara membelah otot pelvis, sing, dan sfingter. PSARP dibagi menjadi tiga yaitu minimal, limited, dan full PSARP. 1,3Posisi penderita adalah prone dengan elevasi pada pelvis. Dengan bantuan stimulator dilakukan identifikasi anal dimple. Insisi dimulai dari tengah sacrum ke bawah melewati pusat sfingter eksterna ampai kedepan kurang lebih 2 cm. Insisi diperdalam dengan membuka subkutis, lemak, parasagital fibre dan muscle complex. Tulang coccygeus dibelah sehingga tampak dinding belakang rectum. Rektum dibebaskan dari dinding belakang dan jika ada fistel dibebaskan juga, rektumj dipisahkan dengan vagina yang dibatasi oleh common wall. Dengan jahitan, rectum ditarik melewati otot levator, muscle complex, dan parasagital fibre kemudian dilakukan anoplasty dan dijaga agar tidak tegang.Untuk minimal PSARP tidak dilakukan pemitingan otot levator maupun vertical fibre, yang penting adalah memisahkan common wall untuk memsahkan rectum dengan vagina dan dibelah hanya otot sfingter eksternus. Untuk limited PSARP yang dibelah adalah otot sfingter eksternus, muscle fibre, muscle complex, serta tidak memberlah tulang coccygeus. Penting melakukan diseksi rectum agar tidak merusak vagina. Masing-masing jenis prosedur mempunyai indikasi yang berbeda. Minimal PSARP dilakukan pada fistell perianalm anal stenosis, anal membrane, bucket handle, dan atresia anitanpanfistel yang akhiran rectum kurang dari 1 cm dari kuit. Limited PSARP dilakukan pada atresia ani dengan fistel rektovestibular. Full PSARP dilakukan pad atresia ani letak tinggi, dengan gambaran invertogram akhir rectum lebih dari 1 cm dari kulit, pada fistelrektovaginalis, fistel rekto uretralis, atresia rectum, dan stenosis rectum. 1,3Dalam algoritme yang ada, tindakan kolostomi perlu dilakukan pada penderita malformasi anorektal letak tinggi. Kolostomi akan mengecilkan kolon bagian distal yang membesar juga berguna melindungi tindakan operasi definitive dari kontamnasi feses pada tahap selanjutnya. Stelah tindakan kolostomi, penderita dapat melakukan operasi definitif 4-8 minggu kemudian. Bila tindakan definitive dilakukan pada usia 4-8 minggu setelah tindakan kolostomi, terdapat beberapa keuntungan antara lain: penderita tidak perlu terlalu lama merawat stoma, perbedaan antar usus prksimal dan distal tidak ada, simple anal dilatasi, sensasi lokal pada rektum lebih meningkat.

REFERENSI

1. Pena, A. Imperforate Anus and Cloacal Malformation. Pediatric Surgery. 3rd edition. WB Saunders. 2000. page 473-92.2. Atlas Netter, hal. 369-743. Pena A, Devries PA. Posterior Sagital Anorectoplasty: Important technical considerations and new applications. J Pediatr Surg 1982;17:796-881.4. Skandalakis, John E. Skandalakis Surgical Anatomy. Elsevier. 2006.5. Seeley, Stephens, Tate. Anatomy and Physiology, Sixth Edition. The McGrawHill Companies, 2004.6. Brunicardi FC, Anderson DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Metthews JB, Pollock RE: Schwartzs Principles of Surgery, 9th Edition. 2008.7. Puri P., Hllwarth M. E. Pediatric Surgery. Springer-Verlag Berlin Heidelberg: New York. 2004.25