malformasi kongenital labiognatopalatoschizis bilateral pada bayi

Upload: andre-a-pause

Post on 15-Oct-2015

340 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

Kasus bibir sumbing pada bayi

TRANSCRIPT

Malformasi Kongenital Labiognatopalatoschizis Bilateral pada BayiPENDAHULUAN1Setiap pasangan suami istri yang membina suatu keluarga pasti menginginkan akan hadirnya anak dalam keluarga mereka. Anak dianggap sebagai berkat bagi suatu keluarga dan merupakan generasi penerus dari keluarga tersebut. Bahkan bagi suatu bangsa, anak-anak tersebut akan menjadi generasi penerus bangsa yang akan membangun masa depan dari bangsa tersebut. Anak-anak yang sehat akan menghasilkan bangsa yang kuat pula. Oleh karena itu, perlu bagi kita semua untuk memperhatikan dan mendukung tumbuh kembang anak secara optimal sehingga nantinya dapat menjadi orang dewasa yang sehat secara fisik, mental, dan sosial. Dengan demikian dapat mencapai produktivitas sesuai dengan kemampuannya dan berguna bagi nusa dan bangsa.Tumbuh kembang anak merupakan hasil dari interakasi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, baik lingkungan sebelum anak dilahirkan maupun setelah dilahirkan. Betapa majemuknya faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi tumbuh kembang anak ini, sehingga dampaknya dapat dilihat dari hasilnya apakah tumbuh kembang anak akan optimal ataukah tidak sesuai dengan harapan. Ini semua tergantung dari bagaimana cara kita menangani anak tersebut, karena anak bukanlah miniatur orang dewasa sehingga dapat diperlakukan seperti orang dewasa, tetapi anak memerlukan perhatian khusus sebab mereka sedang tumbuh kembang. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, faktor genetik juga menentukan bagaimana kondisi anak ketika dilahirkan.

Dalam pembahasan selanjutnya akan dibahas mengenai salah satu kelainan yaitu malformasi dari bibir, langit-langit dan rahang sehingga menyebabkan suatu keadaan yang biasa dikenal dengan istilah sumbing pada anak yang dipengaruhi oleh berbagai faktor baik genetik maupun faktor lingkungan.ANAMNESIS2Identitas. Identitas meiliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama orang tua atau penanggung jawab, alamat, pendidikan dan pekerjaan orangtua, suku bangsa dan agama.Keluhan Utama. Menanyakan keluhan yang dirasakan pasien sehingga pasien dibawa ke dokter dan mencari pertolongan. Selain itu keluhan utama harus disertai dengan indikator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut.

Riwayat Penyakit Sekarang. Riwayat penyakit sekarang juga harus di tanyakan, yaitu cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien dibawa berobat. Hal yang harus ditanyakan adalah:

Lamanya keluhan berlangsung

Keluhan lain yang menyertai

Upaya dan tindakan yang telah dilakukan dan hasilnya

Riwayat Kehamilan Ibu. Dalam hal ini yang perlu ditanyakan adalah :

Riwayat kehamilan terdahulu

Penyakit yang pernah diderita selama hamil dan upaya yang dilakukan untuk mengatasinya

Berapa kali ibu melakukan kunjungan antenatal dan kepada siapa kunjungan antenatal tersebut (dokter umum atau spesialis, bidan, dukun)

Obat-obat yang diminum selama hamil

Kebiasaan ibu seperti merokok atau minum minuman kerasRiwayat Penyakit dalam Keluarga. Menanyakan pada orang tua dari anak mengenai:

Keberadaan anggota keluarga dengan keluhan yang sama Keadaan sosial-ekonomi-budaya keluarga orangtua bayi (untuk mengantisipasi adanya perkawinan dengan keluarga dekat/konsanguinasi)PEMERIKSAAN FISIK2Pemeriksaan Keadaan Umum

Pada pemeriksaan fisik diawali dengan pemeriksaan keadaan umum. Yang dinilai dalam pemeriksaan keadaan umum diantaranya adalah kesadaran pasien, status mental, dan tingkah laku pasien termasuk karakteristik tangisan pasien. Perhatikan pula fasies pasien yaitu ekspresi wajah pasien, kadang-kadang dapat memberikan informasi tentang keadaan klinisnya.Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital

Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap keadaan umum pasien, selanjutnya dilakukan adalah pemeriksaan tanda-tanda vital. Tanda vital mempunyai nilai yang sangat penting bagi fungsi tubuh. Adanya perubahan tanda vital maka mempunyai arti sebagai indikasi adanya kegiatan organ-organ di dalam tubuh. Misalnya suhu tubuh meningkat berarti ada metabolisme yang terjadi dalam tubuh atau sebagai respon imun tehadap bakteri dan virus. Atau jika denyut nadi meningkat maka pasti ada perubahan pada sisitem kardiovaskuler dan seterusnya.Pemeriksaan Sistematik

Cara pemeriksaan fisis pada bayi dan anak pada umumnya sama dengan cara pemeriksaan pada orang dewasa, yaitu dimulai dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pada kasus ini pemeriksaan inspeksi yang paling penting untuk diperhatikan adalah pemeriksaan pada kepala dan anggota gerak yang dimulai dari :Lingkar kepala. Pengukuran lingkar kepala bertujuan untuk mengetahui ukuran organ di dalam kepala dan indikasi adanya kelainan seperti makrosefali akibat hidrosefalus dan mikrosefali yang biasa menyertai kelainan bawaan yang disertai retardasi motorik dan mental. Disgenesis atau hipoplasia otak, infeksi virus kongenital (rubela, sitomegalovirus, toksoplasmosis) juga dapat menyebabkan mikrosefali, seperti juga sindrom Down dan kraniosinostosis.Wajah. Beberapa penyakit atau sindrom tertentu memperlihatkan wajah yang tidak normal (dismorfik) misalnya sindrom Down, sindrom William, dan sindrom Pierre-Robin.

Telinga. Telinga sebaiknya diperiksa mulai dari daun telinga apakah bentuk, besar dan posisinya normal. Daun telinga yang lebar mungkin merupakan variasi normal atau terdapat pada sindrom Marfan. Daun telinga yang kecil terdapat pada sindrom Down. Pada kelainan yang disebut low set ear posisi daun telinga lebih rendah daripada normal; keadaan ini terdapat pada bayi dengan hidrosefalus, dan juga pada banyak sindrom seperti sindrom trisomi 13, 18, 21, sindrom Pierre-Robin, Turner.

Hidung. Pada palatoschisis sering berakibat pada ratanya batang hidung (pesek).Mulut. Periksa mulut bayi dengan inspeksi serta palpasi. Dalam kasus ini yang perlu diperhatikan adalah bibir. Labioschisis dapat terjadi pada bayi dengan insidens lebih sering pada sebelah kiri. Celah palatum mungkin tidak terlihat pada inspeksi, tetapi dapat dideteksi melalui palpasi; uvula yang terbelah harus menimbulkan kecurgiaan terhadap suatu defek palatum.Anggota gerak. Pada pemeriksaan anggota gerak sekaligus dinilai keadaan tulang, otot, serta sendi-sendi. Berbagai kelainan kongenital dapat terjadi pada ekstremitas superior maupun ekstremitas inferior, antara lain amelia (tidak terdapatnya semua anggota gerak), ektromelia (tidak ada salah satu anggota gerak), fokomelia (anggota gerak bagian proksimal yang pendek), sindaktili (bergabungnya jari-jari), atau polidaktili (jumlah jari lebih dari normal). Anggota gerak yang pendek dan lebar terdapat pada sindrom Down, gargoilisme dan kondrodistrofi.PEMERIKSAAN PENUNJANG3Pemeriksaan penunjang merupakan pemeriksaan lanjutan yang dilakukan untuk membantu dalam penegasan diagnosis berdasarkan gejala-gejala klinis yang telah didapatkan sebelumnya melalui pemeriksaan fisik. Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis bahwa kelainan labiognatopalatoschisis yang diderita bayi tersebut bersifat sindromik atau nonsindromik adalah dengan melakukan karyotyping.Pemeriksaan kromosom (karyotiping) penderita trisomi akan ditemukan jumlah total seluruh krosom adalah 47. Sedangkan pada bayi normal jumlah total kromosom tubuh adalah 46. Hasil pemeriksaan ini dapat secara signifikan memastikan klasifikasi kelainan yang diderita oleh pasien. Hasil pemeriksaan ini penting untuk menentukan tindakan penanganan lebih lanjut. DIAGNOSIS BANDING

Celah pada bibir merupakan salah satu kelainan atau cacat bawaan pada neonatus. Kondisi ini terjadi karena adanya gangguan pada masa organogenesis janin selama di dalam rahim. Gangguan ini berupa kegagalan fusi dari prosesus-prosesus yang membentuk wajah. Celah pada bibir dapat disertai dengan atau tanpa celah pada palatum dan rahang, keduanya dapat bermanifestasi secara total (komplit) maupun sebagian (parsial/inkomplit). Dalam klasifikasinya kelainan celah pada bibir dengan atau tanpa celah pada palatum ini dikelompokkan menjadi sindromik dan nonsindromik. Yang membedakannya adalah faktor etiologik dari keduanya.Celah pada bibir dengan atau tanpa celah palatum yang termasuk kedalam kelompok sindromik adalah kelainan celah pada bibir dengan faktor etiologik diantaranya adalah transmisi gen (yang diturunkan menurut hukum Mendel, seperti autosomal dominan, autosomal resesif atau X-linked), dan aberasi kromosom seperti trisomi. Celah pada bibir dengan atau tanpa celah palatum merupakan manifestasi dari suatu sindrom diantaranya adalah trisomi 13, 18, dan 21 yang terjadi akibat aberasi kromosom.4Trisomi 13 Patau Syndrome merupakan salah satu trisomi kromosom dengan insidens 1:20000 kelahiran. Manifestasi klinik yang ditunjukkan oleh sindrom ini adalah bibir sumbing, jari-jari fleksi dengan polidaktili; hemangioma muka, dahi, atau leher, hidung lebar, telinga mengalami malformasi letak rendah, tenggorokan abnormal kecil, malformasi otak, mikroftalmia; malformasi jantung; iga hipoplastik atau tidak ada; anomali viseral dan genital.6Trisomi 18 Edward Syndrome insidensnya 1:3000 kelahiran. Manifestasi klinik yang didapatkan diantaranya adalah berat badan lahir rendah, tangan terkepal dengan jari telunjuk menunpang pada jari ke-3 dan ke-5 menumpangi jari ke-4, pinggul sempit dengan abduksi terbatas; kaki dengan telapak rata; mikrosefali, mikrognatia, celah pada bibir dengan atau tanpa celah palatum; malformasi jantung dan ginjal dan retardasi mental; 95% kasus meninggal pada umur 1 tahun.6,7Trisomi 21 Down Syndrome. Insidennya 1:600-800 kelahiran. Terdapat wajah khas dengan maksila hipoplastik, perantaraan jembatan hidung dari rigi okular, lipatan epikantus, dan fisura palpebra oblik. Anomali rongga mulut yang menyertai adalah palatum durum pendek, peningkatan insiden bibir sumbing dan celah pada palatum, dan penonjolan lidah berfisura. Defek lain adalah perawakan pendek, IQ rendah, kelainan jantung, dan harapan hidup pendek.6,8DIAGNOSIS KERJA (WORKING DIAGNOSIS)4,9Telah disebutkan sebelumnya bahwa selain celah bibir/palatum sindromik terdapat pula celah bibir/palatum nonsindromik. Celah bibir dengan atau tanpa celah palatum nonsindromik bukan merupakan suatu manifestasi dari sindrom tertentu namun merupakan suatu kelainan yang bersifat multifactorial inheritance. Multifactorial inheritance menunjukkan bahwa keluarga memiliki kecenderungan untuk menderita kelainan tersebut namun tidak diturunkan secara Mendel dan merupakan hasil interaksi antara gen dengan faktor lingkungan. Penyakit atau kelainan multifactorial inheritance ini tidak menunjukkan pola pewarisan secara Mendel, namun risiko kekambuhannya diperkirakan secara nyata dipengaruhi oleh (1) jumlah orang penderita yang sudah ada dalam keluarga dan (2) derajat kesakitan dalam kasus indeks. Semakin besar jumlah keluarga yang menderita dan semakin berat penyakitnya, maka semakin tinggi risiko pada keluarga lain.

Hal yang paling membedakan antara kedua kelompok klasifikasi kelainan celah pada bibir ini adalah ada atau tidaknya abnormalitas pertumbuhan fisik lainnya. Keberadaan abnormalitas pertumbuhan fisik menandakan celah pada bibir bersifat sindromik dan dapat dikaji kembali dengan pemeriksaan kromosom. Berdasarkan data yang diperoleh bayi tersebut menderita labiognatopalatoschisis bilateral nonsindromik dengan riwayat ayah yang pernah menderita kelainan celah pada bibir namun sudah dioperasi. Dalam anamnesis maupun pemerikaan fisik dan penunjang tidak di temukan indikasi yang menuju pada kasus labiognatopalatoschisis sindromik.PATOFOSIOLOGI4,8,10Pertumbuhan dan perkembangan wajah serta rongga mulut merupakan suatu proses yang sangat kompleks. Gangguan yang terjadi pada saat intra uterin terutama pada masa-masa pembentukan organ, bisa menyebabkan timbulnya kelainan pada anak yang akan dilahirkan. Kelainan yang sering muncul adalah kelainan pada wajah, antara lain celah bibir. Kelainan wajah ini terjadi karena ada gangguan pada periode organogenesis pada trimester pertama kehamilan.Sumbing bibir dan palatum merupakan kegagalan bersatunya jaringan selama perkembangan. Gangguan pola normal pertumbuhan muka dalam defisiensi prosesus muka merupakan penyebab kesalahan perkembangan bibir dan palatum. Periode perkembangan struktur anatomi bersifat spesifik sehingga sumbing bibir dapat terjadi terpisah dari sumbing palatum, meskipun keduanya dapat terjadi bersama-sama dan bervariasi dalam derajat keparahannya bergantung pada luas sumbing yang dapat bervariasi mulai dari lingir alveolar (alveolar ridge) sampai ke bagian akhir dari palatum lunak. Variasi dapat pula dari takik ringan pada sudut mulut atau bifid uvula sampai deformitas berat berupa sumbing bibir yang meluas ke tulang alveolar dan seluruh palatum secara bilateral.

Variasi yang terjadi merupakan refleksi dari rangkaian perkembangan palatum yang dimulai pada minggu ke-8 pada regio premaksila dan berakhir pada minggu ke-12 pada uvula di palatum lunak. Jadi, jika faktor penyebab bekerja pada minggu ke-8, sumbing akan terjadi lebih ke posterior dan juga ke anterior termasuk alveolus, palatum durum dan palatum mole, serta uvula, membentuk cacat yang serius. Sebaliknya, jika penyebab bekerja dekat akhir periode perkembangan, sumbing yang terlihat hanya pada palatum lunak bagian posterior, menyebabkan terjadinya sumbing sebagian atau hanya pada uvula sebagai cacat ringan yang tidak membutuhkan terapi.Celah bibir dan langit-langit (palatum) adalah suatu kelainan kongenital pada mulut dan wajah. Celah bibir merupakan bentuk abnormalitas dari bibir yang tidak terbentuk sempurna akibat kegagalan proses penyatuan processus selama perkembangan embrio intra uterine. Tingkat pembentukan celah bibir dapat bervariasi, mulai dari yang ringan yaitu berupa sedikit takikan (notching) pada bibir, sampai yang parah dimana celah atau perbukaan yang muncul cukup besar yaitu dari bibir atas sampai ke hidung. Celah langit-langit terjadi ketika palatum tidak menutup secara sempurna, meninggalkan pembukaan yang dapat meluas sampai ke kavitas nasal. Celah bisa melibatkan sisi lain dari palatum, yaitu meluas ke bagian palatum keras di anterior mulut sampai palatum lunak ke arah tenggorokan. Seringkali terjadi bersamaan antara celah bibir dan celah alveolar atau dapat tanpa kelainan lainnya. Celah biasanya suatu kejadian tersendiri tetapi dapat terjadi sebagai bagian dari suatu sindrom.Sumbing yang hanya mengenai bibir dinamakan cheiloschisis. Sumbing bibir umumnya terjadi pada minggu ke 6-7 intrauterin, sesuai dengan waktu perkembangan bibir normal dengan terjadinya kegagalan penetrasi dari sel mesodermal pada groove epitel di antara prosesus nasalis medialis dan lateralis. Sumbing sempurna yang meliputi kelainan yang dimulai dari perbatasan bibir dan kulit melalui tulang alveolar rahang atas sampai bagian bawah (dasar) rongga hidung dan rongga mulut disebut cheilognathoschisis. Sumbing yang sudah melibatkan palatum dinamakan cheilognatopalatoschisis atau labiognatopalatoschisis.Celah bibir diakibatkan dari fusi struktur embrional sekitar rongga mulut primitif yang tidak sempurna. Celah ini dapat unilateral atau bilateral dan sering disertai dengan perkembangan abnormal hidung eksterna, kartilago hidung, dan rigi alveolus maksilaris. Celah bibir ini dapat disertai atau tidak disertai dengan celah palatum. Luasnya sumbing bibir sangat bervariasi dari lekukan pada bibir di bawah satu lubang hidung sampai fissura dalam dan lebar meluas sampai kedua lubang hidung. Pada sumbing yang berat, lubang hidung pada sisi yang terkena rendah, dan hidung berdeviasi pada sisi tersebut (lihat gambar 1).

Gambar 1. Celah Bibir Unilateralhttp://www.klikdokter.com/medisaz/read/2010/07/05/104/bibir-sumbingPada bibir sumbing bilateral, bagian tengah bibir atas tidak melekat pada kedua sisi dan dapat berpindah kedepan; hal ini terutama dapat berat bila disertai dengan celah palatum (lihat gambar 2). Anomali gigi, seperti gigi hilang, salah letak, atau gigi berubah bentuk, lazim pada sisi celah, terutama pada tipe yang berat.Celah palatum terjadi bila lempeng palatum primer dan sekunder gagal berfusi. Celah palatum derajatnya sangat bervariasi dan hanya melibatkan palatum mole atau meluas ke dalam palatum durum. Celah dapat terjadi hanya pada linea mediana palatum posterior, tetapi dapat meluas ke lubang hidung pada satu atau kedua sisi, melibatkan rigi alveolus maksila. Bila celah meluas sampai ke anterior, lebih mungkin dihubungkan dengan celah palatum. Celah palatum sentral lebar dapat disertai dengan tidak adanya perkembangan sekat hidung parsial atau total, mengakibatkan lubang yang luas antara hidung dan rongga mulut.

Bentuk celah palatum dan bibir yang paling berat terjadi pada agenesis serebrofasial mediana. Kadang-kadang celah kecil di palatum mole mungkin sulit dibedakan dengan uvula bifida. Juga celah palatum mole otot terjadi, dengan perkembangan membran mukosa utuh; keadaan ini dikenal sebagai celah palatum submukosa, dapat tidak dikenali hingga anak berusia beberapa tahun (lihat gambar 3).

Gambar 2.

Gambar 3.

Celah Bibir dan Palatum Bilateral

Celah Palatum Submukosa

http://www.klikunic.com/2009/11/

http://www.pedsent.com/surgery gratis-operasi-bibir-sumbing.html

/cleftpalate.htmCelah pada bibir dapat diklasifikasikan menjadi celah bibir unilateral yang hanya terjadi pada salah satu sisi wajah dan bilateral yang dapat terjadi pada kedua sisi wajah. Selain itu kedua klasifikasi tersebut dapat terjadi secara total atau komplit hingga menyentuh dasar hidung dan secara sebagian (inkomplet) yang tidak menyentuh dasar hidung. Pada celah palatum dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi terjadinya celah menjadi primer di anterior dan sekunder di posterior dengan foramen incisivus sebagai acuannya.Sama halnya dengan celah pada bibir, celah pada palatum juga dapat terjadi unilateral dan bilateral baik secara total (komplit) maupun sebagian (inkomplit). Klasifikasi yang terakhir pada celah palatum adalah celah palatum submukosa yang terjadi pada palatum mole dengan pertumbuhan mukosa yang utuh seperti yang telah disebutkan sebelumnya (lihat gambar 4).Gambar 4. Klasifikasi Celah Bibir dan Palatum

http://wp.stockton.edu/gfb1/2011/11/29/cleft-lip-corrected-genetically-in-mouse-model/ETIOLOGI4Penyebab kelainan ini belum diketahui secara pasti. Beberapa hipotesis yang ditemukan dalam perkembangan kelainan ini antara lain faktor herediter, trauma, dan obat-obatan yang dicurigai sebagai teratogenik penyebab kelainan kongenital, yaitu golongan thalidomid, aminotrepin, kina, obat anti kejang, obat-obat penekan selera makan dan kortison. Di samping itu, alkohol, asap rokok dan kekurangan gizi juga dicurigai sebagai penyebab kelainan bawaan. Kondisi yang seperti ini disebut juga multifactorial causation sebab banyak faktor yang berkontribusi sehingga menimbulkan defek tersebut.

Secara garis besar, faktor yang diduga menjadi penyebab terjadinya celah bibir atau langit-langit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu faktor herediter dan faktor lingkungan. Faktor herediter dianggap sebagai faktor yang dipastikan sebagai penyebab terjadinya celah bibir. Faktor risiko herediter dibagi menjadi dua macam, mutasi gen dan aberasi kromosom. Pada mutasi gen biasanya ditemukan sejumlah sindrom yang diturunkan menurut hukum Mendel, baik secara autosomal dominan, resesif, maupun X-linked. Pada autosomal dominan, orangtua yang mempunyai kelainan ini menghasilkan anak dengan kelainan yang sama, sedangkan pada autosomal resesif kedua orangtua normal, tetapi sebagai pembawa gen abnormal. Pada kasus terkait X (X-linked), dengan gen abnormal tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan sedangkan pria dengan gen abnormal menunjukkan kelainan ini. Pada aberasi kromosom, keadaan celah bibir dan atau langit-langit merupakan suatu bentuk manifestasi dari berbagai macam sindrom misalnya Trisomi 18 Edward syndrome dan Trisomi 13 Patau syndrome.

Faktor lingkungan adalah faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan embrio, seperti usia ibu saat hamil, penggunaan obat-obatan, defisiensi nutrisi, penyakit infeksi, radiasi, stress emosional dan trauma pada masa kehamilan. Faktor usia ibu hamil di usia lanjut biasanya berisiko melahirkan bayi dengan bibir sumbing. Keadaan ini dapat meningkatkan risiko ketidakmampuan pembelahan meiosis yang akan menyebabkan bayi lahir dengan keadaan trisomi. Risiko ini meningkat diduga sebagai akibat bertambahnya umur sel telur yang dibuahi. Wanita dilahirkan dengan kira-kira 400.000 sel gamet dan tidak memproduksi gamet-gamet baru selama hidupnya. Oleh karena itu, jika seorang wanita berusia 35 tahun maka sel-sel telurnya juga berusia 35 tahun. Penggunaan obat-obatan untuk ibu hamil juga harus diperhatikan karena terdapat beberapa obat yang bisa menyebabkan terjadinya celah bibir antara lain asetosal atau aspirin, juga obat-obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) serta obat golongan antihistamin yang digunakan sebagai antiemetik pada masa kehamilan trimester pertama. Obat-obatan kortikosteroid, anticonvulsant (fenobarbital dan difenilhidantoil) dan thalidome juga dilaporkan dapat menyebabkan celah.

Faktor lingkungan berikutnya adalah defisiensi nutrisi khususnya defisiensi asam folat dan vitamin B6 pada masa kehamilan. Trauma pada masa kehamilan dan stress emosional diduga dapat menyebabkan celah bibir dan langit-langit. Pada keadan stres, korteks adrenal menghasilkan hidrokortison yang berlebihan dan telah dibuktikan bahwa pemberian hidrokortison berlebihan pada masa kehamilan dapat menyababkan celah bibir atau langit. Begitu pula halnya dengan efek radiasi yang berlebihan dapat menyebabkan celah pada bibir dan langit-langit.

Menurut Fraser faktor penyebab dari defek tersebut dapat diklasifikasikan menjadi 4 faktor penyebab. Yang menjadi faktor penyebab pertama adalah mutasi gen, yaitu berhubungan dengan beberapa macam sindrom atau gejala yang dapat diturunkan oleh hukum Mendel dimana celah bibir dengan atau tanpa celah pada langit-langit sebagai komponennya. Kedua, aberasi kromoson yaitu apabila celah bibir terjadi sebagai gambaran klinis dari beberapa sindrom yang dihasilkan dari aberasi kromosom, contohnya sindrom D-trisomi. Pada kasus ini kelainan atau malformasi lain bisa muncul. Faktor ketiga yaitu faktor lingkungan atau adanya zat teratogen. Zat teratogen yang dimaksud adalah agen spesifik yang dapat merusak embrio seperti virus rubella, thalidome. Teratogen lainnya yang dapat menyebabkan cleft yaitu ethanol, phenytoin, defisiensi asam folat dan rokok. Faktor resiko yang terakhir disebut multifactorial inheritance, yaitu memiliki kecenderungan yang kuat dari keluarga untuk mendapatkan defek ini namun tetapi tidak sesuai dengan pola Mendel sederhana.Sedangkan menurut Beiley, celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit memiliki faktor etiologik yang dikategorikan sebagai sindromik dan nonsindromik. Disebut sindromik jika etiologi defek tersebut berasal dari transmisi gen (yang diturunkan menurut hukum Mendel, seperti autosomal dominan, autosomal resesif atau X-linked), dan aberasi kromosom seperti trisomi. Keadaan pasien dengan etiologi sindromik biasanya disertai dengan adanya synostosis, telecanthus, hipoplasia maksila, facial nerve paresis atau paralysis, bentuk madibula yang tidak normal, excursion atau maloklusi. Sedangkan pasien yang digolongkan sebagai nonsindromik yaitu apabila tidak ada kelainan pada leher dan kepala, memiliki fungsi kognitif dan pertumbuhan fisik yang normal. Multifactoral inheritance disebut sebagai penyebabnya, dimana kecenderungan yang terkuat dari keluarga namun tidak ditemukan adanya pola hukum Mendel atau aberasi kromosom.EPIDEMIOLOGI11Insiden celah bibir (sumbing) dengan atau tanpa adanya celah pada palatum, kira-kira terdapat pada 1:600 kelahiran; insiden celah palatum saja sekitar 1:1000 kelahiran. Dalam jumlah tersebut, 10% hingga 30% hanya mengenai bibir, 35-55% mengenai bibir dan palatum, dan 30-45% terbatas pada palatum saja. Bibir sumbing lebih lazim pada bayi laki-laki daripada perempuan dengan ratio 2:1 dan lebih sering pada bagian kiri daripada bagian kanan. Namun demikian, celah palatum saja lebih banyak didapatkan pada bayi perempuan dengan rasio serupa yaitu 2:1. Sumbing pada bibir bawah selalu dibagian tengah akibat gagalnya perpaduan kedua processus mandibularis. Faktor genetik pada bibir sumbing, dengan atau tanpa celah palatum, lebih penting daripada celah palatum saja. Namun, keduanya terjadi secara sporadis; insidens tertinggi kelainan ini terdapat pada orang Asia dan terendah pada orang kulit hitam. Insiden yang terkait dengan malformasi kongenital dan gangguan dalam proses perkembangan meningkat pada anak-anak dengan cacat celah, terutama pada mereka yang menderita cacat celah palatum saja. Penemuan ini sebagian terjelaskan oleh adanya kenaikan insiden gangguan pendengaran konduktif pada anak yang menderita celah palatum, sebagian disebabkan karena infeksi berulang pada telinga tengah, juga oleh frekuensi cacat celah pada anak-anak yang mempunyai kelainan kromosom.GAMBARAN KLINIS,6,8Klasifikasi Veau untuk sumbing bibir dan palatum digunakan secara luas oleh klinikus untuk menggambarkan variasi sumbing dan palatum. Klasifikasi ini terbagi dalam empat kategori utama berdasarkan derajat sumbing.

Klasifikasi untuk sumbing bibir, yaitu:

Kelas I : Takik unilateral pada tepi merah bibir dan meluas sampai bibir.

Kelas II : Bila takik pada merah bibir sudah meluas ke bibir, tetapi tidak mengenai dasar hidung.

Kelas III : Sumbing unilateral pada merah bibir yang meluas melalui bibir ke dasar hidung.

Kelas IV : Setiap sumbing bilateral pada bibir yang menunjukkan takik tak sempurna atau merupakan sumbing yang sempurna.

Menurut sistem Veau, sumbing palatum dapat di bagi dalam empat tipe klinis, yaitu :

Kelas I : Sumbing yang terbatas pada palatum lunak

Kelas II : Cacat pada palatum keras dan lunak, meluas tidak melampaui foramen incisivum dan terbatas hanya pada palatum sekunder.

Kelas III : Sumbing pada palatum sekunder dapat komplet atau tidak komplet. Sumbing komplit palatum sekunder meliputi palatum lunak dan keras sampai foramen incisivum. Sumbing tidak komplet meliputi palatum lunak dan bagian palatum keras, tetapi tidak meluas sampai foramen incisivum. Sumbing unilateral yang komplet dan meluas dari uvula sampai foramen incisivum di garis tengah dan prosesus alveolaris unilateral juga termasuk kelas IIIKelas IV : Sumbing bilateral komplet meliputi palatum lunak dan keras serta prosesus alveolaris pada kedua sisi premaksila, meninggalkan daerah itu bebas dan sering kali bergerak.

Celah bibir dan kebanyakan celah palatum tampak pada saat lahir dan penampilan kosmetik atau penampilan wajah merupakan keprihatinan yang timbul segera pada orangtua. Tidak ada kesukaran minum ASI atau susu dengan botol pada bayi dengan bibir sumbing yang kurang berat dengan palatum utuh. Pada sumbing yang lebih luas, dan terutama bila disertai dengan celah palatum, muncul dua masalah; mengisap mungkin tidak efektif dan saliva serta susu dapat bocor ke dalam rongga hidung, dan mengakibatkan refleks gag atau tersedak ketika bayi bernapas.

Pada bibir sumbing biasanya disertai dengan gigi yang cacat bentuk, gigi tambahan atau bahkan tidak tumbuh gigi. Celah kartilago cuping hidung-bibir seringkali disertai dengan defisiensi sekat hidung dan pemanjangan vomer, menghasilkan tonjolan keluar bagian anterior celah prosesus maksilaris.

Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki abnormalitas padaperkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole tidak dapat menutup ruang/rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of speech). Meskipun telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otot-otot tersebut diatas untuk menutup ruang/rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali sepenuhnya normal.

Penderita celahpalatum memiliki kesulitan bicara, sebagian karena palatum lunak cenderung pendek dan kurang dapat bergerak sehingga selama berbicara udara keluar dari hidung. Anakmungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi suara/kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh,dan ch".Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol pembukaan danpenutupan tuba eustachius. Fungsi tuba eustachius dapat terganggu, dan keterlibatan telinga tengah melalui otitis akut berulang atau otitis media menetap dengan efusi lazim terjadi.Anak yang mengalami celah palatum sering berkembang infeksi sinus nasalis dan hipertrofi tonsil dan adenoid. Infeksi ini lazim terdapat bahkan sesudah perbaikan bedah sekalipun, dan dapat turut menyebabkan sering terkenanya telinga tengah. Gabungan penampilan kosmetik dan gangguan bicara sering menciptakan kesukaran psikologis pada anak yang lebih tua.

PENATALAKSANAAN4,12Penanganan kelainan celah bibir dan celah langit-langit memerlukan penanganan yang multidisiplin karena merupakan masalah yang kompleks, variatif dan memerlukan waktu yang lama serta membutuhkan beberapa ilmu dan tenaga ahli diantaranya dokter anak, dokter bedah plastik, dokter bedah mulut, pediatric dentist, otrhodontist, proosthodontist, ahli THT (otolaryngologist), speech phatologist, geneticist dan psikiater atau psikolog untuk menangani masalah psikologi dari pasien dan orang tua dari pasien.Sebelum melakukan operasi, orangtua diharapkan melakukan konseling. Hal ini untuk membantu mengurangi kecemasan dan beban psikologis orangtua pasien dan memberikan informasi mengenai operasi yang akan dilakukan dan bagaimana tampilan anak mereka setelah dilakukan operasi. Konseling juga dilakukan pada anak agar saat bertambah besar mereka tidak terganggu secara psikologis.Anak yang memiliki celah bibir atau celah langit-langit memiliki masalah dalam proses makan karena itu di butuhkan metode agar anak tetap mendapat asupan gizi. Pemberian makan pada anak dengan celah langit-langit lebih sulit dibanding anak dengan celah bibir karena pada celah langit-langit, anak cenderung mengalami kesulitan menghisap atau menelan. Untuk mengatasinya, dapat digunakan dot khusus dengan nipple yang kecil agar aliran air susu bisa kontinu dan terkontrol. Berbeda dengan penderita celah bibir saja yang masih bisa diberi susu dengan botol atau dot biasa.Beberapa praktisi merekomendasikan penggunaan obturator (plastic plate) untuk menutup celah selama anak sedang makan. Plate ini membutuhkan modifikasi agar selalu pas atau fit sejalan dengan perkembangan pertumbuhan langit-langit anak. Posisi pemberian air susu kepada anak diperhatikan, posisi untuk anak yang menderita celah bibir dengan langit-langit atau celah langit-langit saja diusahakan lebih tegak (upright position) agar tidak mudah tersedak. Orangtua dapat menggendong bayinya pada 350-450 terhadap lantai (lihat gambar 5).Gambar 5. Upright position

cfm?doc_id=8453" http://www.rch.org.au/kidsinfo/factsheets.

cfm?doc_id=8453

Dengan memberikan informasi dan pelatihan, bayi bisa diberikan makan dengan menggunakan preemie nipple yaitu nipple yang sifatnya lebih lembut dan mudah disesuaikan dengan cleft atau dengan nipple khusus seperti Mead-Johnson cross cut nipple dimana aliran susu dapat disesuaikan dapat juga merekomendasikan jenis dot khusus untuk anak dengan celah yaitu dot yang memiliki nipple yang panjang dimana susu yang keluar bisa langsung menuju faring. Nutrisi pada bayi harus tetap dipertahankan hingga optimal untuk mulai dilakukan tindakan bedah.Perbaikan secara bedah melibatkan beberapa prosedur primer dan sekunder. Prosedur pembedahan dan waktu pelaksanaannya bervariasi, tergantung dari tingkat keparahan defeknya dan keputusan dari dokter bedahnya. Biasanya dokter bedah menggunakan rule of ten sebagai dasar penentuan waktu untuk mekakukan operasi bedah bibir (labioplasty) pada bayi. Rule of ten yaitu operasi dapat dilakukan bila pasien berusia 10 minggu, berat badab 10 pon dan hemoglobin setidaknya 10 g/dl. Namun jika terdapat kondisi medis yang membahayakan kesehatan bayi, operasi ditunda sampai risiko medis minimal.

Tindakan labioplasty dilakukan dengan menggunakan beberapa cara penutupan sumbing seperti Veau, cara Le Mesurier dan sebagainya. Namun saat ini yang paling sering digunakan adalah tehnik penutupan sumbing cara Millard yaitu dengan gerak memutar dan memajukan (rotation and advancement). Tindakan selanjutnya adalah dilakukan palatoplasty. Tujuan dilakukannya operasi ini adalah untuk menutup celah palatum dan mendapatkan fungsi palatum mole yang normal yaitu tidak sengau (nasolali) saat berbicara. Tindakan ini perlu dilakukan sedini mungkin diantara usia 16-30 bulan atau diantara usia 15-24 bulan; tergantung bentuk dan lebarnya celah. Palatoplasty dilakukan sedini mungkin sebelum anak mulai bicara lengkap sehingga pusat bicara di otak belum membentuk cara bicara.Jika operasi dikerjakan terlambat, sering hasil operasi dalam hal kemampuan mengeluarkan suara normal atau tidak sengau sulit dicapai.Operasi yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan speech teraphy karena jika tidak, setelah operasi suara sengau pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Untuk anak yang dioperasi sebelum usia 2 tahun, penilaian fonasi dilakukan sesudah anak memiliki perbendaharaan kata yang cukup banyak. Yang terutama dinilai adalah apakah setelah operasi anak dapat mengucapkan kata yang mengandung huruf letup yang pengucapannya perlu kemampuan menutup rapat rongga mulut, tak boleh ada udara yang bocor ke hidung (tak ada nasal escape). Bila diperlukan dapat dilakukan speech therapy hingga usia 5 6 tahun. Pada sekitar 6 tahun, bila dengan dilakukannya speech therapy hasilnya masih menunjukkan sisa-sisa nasolali, bisa dilakukan velopharyngoplasty. Pada usia 8-9 tahun, gigi permanen di kanan dan kiri celah sudah siap muncul sehingga diperlukan lahan buat akarnya untuk tumbuh normal. Perlu dilakukan operasi bone grafting yang akan mengisi celah dengan tulang.Setelah gigi permanen cukup tumbuh, mungkin dalat dilakukan penataan oleh orthodonist. Kemudian hingga usia 17-18 tahun dilakukan cek kesimetrisan maxilla dan mandibula jika masih terdapat ketidaksimetrisan dapat dilakukan osteotomi dan reposisi maksila. Pengelolaan operatif baru selesai bila spesialis Bedah Plastik tak mampu lagi menawarkan tindakan operasi yang akan memberikan keuntungan perbaikan bagi pasien.Upaya Preventif 1Cara pencegahan yang dapat dilakukan untuk meminimalkan resiko bayi dengan kelainan atau cacat bawaan terutama celah pada bibir, langit-langit dan rahang dapat dilakukan mulai dari masa pranikah jauh sebelum anak dilahirkan ke dunia.

Faktor pranikah yang harus diperhatikan oleh masing-masing pasangan adalah apakah diantara mereka terdapat penyakit-penyakit keturunan yang dapat diturunkan kepada anak mereka kelak. Dianjurkan pula untuk tidak menikah antar keluarga atau yang memiliki kekerabatan yang dekat untuk mencegah faktor yang resesif menjadi dominan. Perhatikan pula usia dari wanita yang akan hamil. Dianjurkan pada wanita untuk tidak hamil sebelum usia 18 tahun atau lebih dari 35 tahun, untuk mengurangi risiko pada ibu maupun bayinya.

Faktor lainnya yang tidak kalah penting adalah faktor pranatal. Masa pranatal merupakan masa dimana janin bertumbuh dengan pesat menuju bentuk yang sempurna sebelum dilahirkan ke dunia. Agar janin selama dikandung dapat tumbuh dengan baik, harus dijaga agar setiap kelainan dapat diketahui sedini mungkin dengan menganjurkan ibu untuk melakukan pemeriksaan yang teratur. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama ibu hamil diantaranya adalah gizi ibu selama hamil, konsumsi obat-obatan, toksin, atau zat kimia yang berdampak teratogenik, radiasi, penyakit infeksi yang diderita ibu semasa hamil oleh karena itu dianjurkan untuk dilakukannya deteksi TORCH, kondisi emosional ibu yang stabil juga merupakan hal yang penting untuk diperhatikan selama masa pranatal.Faktor yang terakhir adalah faktor perinatal yang berkaitan dengan mulusnya proses kelahiran tanpa komplikasi pada bayi. Asfiksia neonatorum merupakan salah satu komplikasi persalinan yang dapat menyebabkan kematian atau kerusakan permanen pada SSP, sehingga bayi dapat cacat seumur hidup. Dengan memperhatikan ketiga aspek ini diharapkan setiap pasangan dapat memiliki anak yang sehat tanpa cacat bawaan yang bahkan dapat berkontribusi hingga seumur hidup.KOMPLIKASI4 Gangguan giziKeadaan celah bibir dan langitan dapat menimbulkan masalah-masalah lain antara lain kesulitan makan karena adanya celah pada bibir atau mulut dapat menyulitkan bayi untuk menghisap ataupun makan makanan cair lainnya. Untuk menanggulanginya dapat digunakan alat, seperti dot khusus serta posisi makan yang disesuaikan agar bayi tidak tersedak. Keadaan ini dapat menimbulkan masalah baru seperti kekurangan gizi akibat sulitnya dalam pemberian makan atau minum.

Infeksi telinga (Otitis media)

Infeksi telinga akibat selalu terbukanya saluran yang menghubungkan telinga tengah dan kerongkongan menyebabkan infeksi yang bisa berakibat hilangnya pendengaran.

Pneumonia AspirasiPada labiognatopalatoschisis yang merupakan gangguan terberat bagi bayi yang baru lahir dapat menyebabkan komplikasi pneumonia aspirasi akibat salah telan. Gangguan Berbicara

Gangguan berbicara juga ditemukan pada penderita celah, hal ini diakibatkan penurunan fungsi otot-otot palatum dan faring yang terjadi akibat adanya celah akan mempengaruhi pola berbicara bahkan menghambatnya.

Gangguan Pertumbuhan Tulang dan DentalGangguan pertumbuhan tulang muka dapat terlihat sebagai retardasi dari muka pada bagian tengah (rahang atas yang kurang berkembang), sering merupakan kombinasi dari lateral kompresi yang berat pada lengkung rahang serta menimbulkan gigi geligi berjejal-jejal. Sedangkan masalah dental yang biasa muncul adalah missing teeth atau supernumery teeth sehingga diperlukan perawatan khusus untuk menangani ini. celah biasanya meluas diantara gigi insisif dua dan caninus karena itu gigi tersebut biasanya tidak muncul atau hilang.PROGNOSIS6Prognosis pada bayi dengan kelainan kongenital berupa bibir sumbing dengan atau tanpa disertai celah pada palatum dan alveolus tergantung pada beratnya atau parahnya derajat sumbing dan upaya penanganannya. Bayi yang diberikan penangan yang optimal sedini mungkin dan sesuai dengan derajat beratnya sumbing akan memberikan prognosis baik. Namun apabila bayi yang mengalami kelainan kongenital seperti yang telah disebutkan sebelumnya tidak diberikan penanganan yang optimal sedini mungkin prognosisnya belum dapat dipastikan dan apabila bayi terlambat ditangani maka hasil yang didapatkan tidak akan seoptimal penangan yang lebih dini.KESIMPULANBibir sumbing dengan atau tanpa celah palatum merupakan suatu kelainan yang dapat berdiri sendiri (nonsindromik) atau merupakan suatu manifestasi dari sindrom lain. Bibir sumbing nonsindromik merupakan suatu kelainan multifactoral inheritance dimana terdapat kecenderungan dalam keluarga namun tidak diturunkan secara Mendelian dan disertai dengan adanya kontribusi dari faktor lingkungan. Angka kejadiannya semakin meningkat tergantung pada keberadaan anggota keluarga dengan jenis kelainan yang sama serta tingkat keparahan.DAFTAR PUSTAKA1. Soetjiningsih. Tumbuh kembang. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1995. h. 127-32

2. Latief A, Tumbelaka RA, Matondang CS, Chair I, Bisanto J, Abdoerrachman MH, et al. Diagnosis fisis pada anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 1991. H. 25-132

3. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2009. h. 61-2

4. Erlinda D. Distribusi frekuensi celah bibir dan langitan di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta tahun 1998 dan 2000. Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. 2008 di unduh dari http://www.lontar.ui.ac.id pada tanggal 11 Januari 2012

5. Sudiono J. Gangguan tumbuh kembang dentokraniofasial. Jakarta: Penerbit Buku Kedoktera EGC. 2009. h. 5-12

6. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak Nelson.15th ed (1). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. h. 392

7. Sullivan A, Kean L, Cryer A. Panduan pemeriksaan antenatal. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2009. H. 221

8. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku ajar pediatri Rudolph. 20th ed (2). Jakarta: 2007. h. 1066-7

9. Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL. Harrison : Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. 18th ed (1). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012. h. 519

10. Betz CL, Sowden AL. Buku saku keperawatan Pediatri. 5th ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2009. h. 95-7

11. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak Nelson.15th ed (2). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. h. 1282-3

12. Bisono. Operasi sumbing; petunjuk praktis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2003. h. 5-49