askep anorektal malformasi new
DESCRIPTION
gfhTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anorectal malformasi atau atresia ani merupakan keadaan tidak
lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus
secara abnormal. Beberapa kelainan kongenital dapat ditemukan bersamaan
dengan penyakit atresia ani, namun hanya 2 kelainan yang memiliki angka
yang cukup signifikan yakni down syndrome dan kelainan urologi.
Atresia ani dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremia, infeksi
saluran kemih yang bisa berkepanjangan, kerusakan uretra (akibat prosedur
bedah), komplikasi jangka panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat
konstriksi jaringan perut dianastomosis), masalah atau k elambatan yang
berhubungan dengan toilet training, inkontinensia (akibat stenosis awal atau
impaksi), prolaps mukosa anorektal dan fistula (karena ketegangan diare
pembedahan dan infeksi). Masalah tersebut dapat diatasi dengan peran aktif
petugas kesehatan baik berupa promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Hal ini dilakukan dengan pendidikan kesehatan, pencegahan, pengobatan
sesuai program dan memotivasi klien agar cepat pulih sehingga dapat
meningkatkan derajat kesehatan secara optimal.
B. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk:
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pengertian, klasifikasi,
etiologi, pemeriksaan penunjang serta penatalaksanaan Anorectal
malformasi atau atresia ani
2. Mahasiswa dapat membuat dan menentukan asuhan keperawatan pada
pasien dengan Anorectal malformasi atau atresia ani
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Anorectal malformasi dapat diartikan sebagai kelainan kongenital
tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, sedangkan kloaka persisten
diakibatkan karena pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalia dan
traktus digestivus tidak terjadi.
Banyak anak-anak dengan malformasi ini memiliki anus
imperforata karena mereka tidak memiliki lubang dimana seharusnya anus
ada.
Walaupun istilah ini menjelaskan penampilan luar dari anak, istilah ini
lebih ditujukan pada kompleksitas sebenarnya dari malformasi. ( Wong,
2009 )
Menurut kamus
kedokteran anorectal
malformasi sering disebut jg
atresia ani adalah tidak adanya
lubang di tempat yang
seharusnya ada lubang, jadi
atresia ani dapat diartikan tidak terbentuknya lubang di anus (nurarif &
Kusuma, 2013)
B. Klasifikasi
1. Secara Fungsional
a. Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adekuat traktus
gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok
ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula recto-vagina
atau recto-fourchette yang relatif besar,dimana fistula ini sering
dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang
adekuat sementara waktu.
b. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalan
keluar tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk
menghasilkan dekompresis pontan kolon, memerlukan beberapa
bentuk intervensi bedah segera.
2. Berdasarkan Letak
a. Anomali rendah
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot
puborektalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang
berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan
dengan saluran genitourinarius.
b. Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborektalis; lesung
anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
c. Anomali tinggi
Ujung rektum di atas otot puborektalis dan sfingter internal tidak
ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius-
retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung
buntu rektum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm.
3. Klasifikasi Wingspread
a. Jenis Kelamin Laki-laki
1) Golongan I
- Kelainan fistel urin
Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium
eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun
ke vesika urinaria. Cara praktis menentukan letak fistel
adalah dengan memasang kateter urin. Bila
kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak
uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin
mengandung mekonuim maka fistel ke vesika urinaria. Bila
evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan
kolostomi segera.
- Atresia rektum
Pada atresia rektum tindakannya sama pada perempuan.
Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada
pemerikasaan colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari
1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu
segera dilakukan kolostomi.
- Perineum datar
Tidak ada keterangan lebih lanjut.
- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.
2) Golongan II
- Kelainan fistel perineum
Fistel perineum sama dengan pada perempuan, lubangnya
terletak lebih anterior dari letak anus normal, tetapi tanda
timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi.
- Membran anal
Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium
di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya
dilakukan terapi definit secepat mungkin.
- Stenosis anus
Pada stenosis anus, sama dengan perempuan. Pada stenosis
anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi
sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar sehingga
biasanya harus segera dilakukan terapi definitif.
- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.
Gambar Malformasi anorektal pada laki-laki
b. Jenis Kelamin Perempuan
3) Golongan I
- Kelainan kloaka
Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara
traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi
feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat
dilakukan kolostomi.
- Fistel vagina
Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina.
Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya
dilakukan kolostomi.
- Fistel rektovestibular
Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva.
Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya
minum susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita
mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat
direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal.
- Atresia rektum
Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada
pemerikasaan colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari
1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu
segera dilakukan kolostomi.
- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.
4) Golongan II
- Kelainan fistel perineum
Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan
tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang
buntu menimbulkan obstipasi
- Stenosis anus
Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang
seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak
lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi
definitif.
- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi
Gambar Malformasi anorektal pada perempuan
C. Etiologi
1. Faktor penyebab
a. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayilahir
tanpa lubang dubur.
b. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12
minggu atau 3 bulan.
c. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik di
daerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang
terjadi antara minggu ke-4 hingga ke-6 usia kehamilan.
d. Berkaitan dengan Sindrom Down
Malformasi anorektal memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah
satunya adalah komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan
bahwa risiko malformasi meningkat pada bayi yang memiliki
saudara dengan kelainan malformasi anorektal yakni 1 dalam 100
kelahiran, dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1 dalam
5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan
antara malformasi anorektal dengan pasien dengan trisomi 21
(Down's syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi
dari 3 bermacam-macam gen yang berbeda dapat menyebabkan
malformasi anorektal atau dengan kata lain etiologi malformasi
anorektal bersifat multigenik.
e. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan
f. Kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguanpertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik.
2. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya atresia ani dapat disebabkan oleh
kelainan kongenital saat lahir seperti:
a. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada
vertebral, anal, jantung, trachea, esofagus, ginjal, dan kelenjar limfe).
b. Kelainan sistem pencernaan.
c. Kelainan sistem pekemihan.
d. Kelainan tulang belakang
D. Patofisiologi
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian
belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang
merupakan bakal genitourinarius dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal
karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia ani karena
tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara
minggu ke-7 dan ke-10 dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat
juga dapat terjadi karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas
pada uretra dan vagina. Tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus
menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami
obstruksi.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.
Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah
dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum,
maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya
feses yang mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang.
Pada keadaan ini biasanyaakan terbentuk fistula antara rektum dengan organ
sekitarnya. Pada wanita 90% kasus atresia ani dengan fistula ke vagina
(rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak
tinggi, umumnya fistula menuju kevesika urinaria atau ke prostat
(rektovesika). Pada letak rendah, fistula menuju keuretra (rektouretralis).
E. Manifestasi klinis
Gejala yang menunjukan terjadinya malformasi anorektal terjadi dalam
waktu 24-48 jam. Gejala itu dapat berupa:
1. Perut kembung
2. Tidak bisa buang air besar
3. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat
dilihat sampai dimana terdapat penyumbatan.
4. Mekonium tdk keluar dalam 24 jam pertama
5. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi
6. Mekonium keluar melalui sebuah fistula
7. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus ( bila tidak ada
fistula ).
8. Bayi muntah-muntah pada usia 24-48 jam pertama
9. Pada pemeriksaan rectal touche terdapat adanya membrane anal.
Malformasi anorektal sangat bervariasi, mulai dari anus imperforata
letak rendah dimana rectum berada pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit
sehingga feses bayi tidak dapat melaluinya, malformasi anorektal intermedia
dimana ujung dari rektum dekat ke uretra dan malformasi anorektal letak
tinggi dimana anus sama sekali tidak ada.
Sebagian besar bayi dengan anus imperforata memiliki satu atau lebih
abnormalitas yang mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% -
60%. Makin tinggi letak abnormalitas berhubungan dengan malformasi yang
lebih sering. Kebanyakan dari kelainan itu ditemukan secara kebetulan, akan
tetapi beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa seperti kelainan
kardiovaskuler.
Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan
malformasi anorektal adalah:
1. Kelainan kardiovaskuler
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan anus imperforata. Jenis kelainan
yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus
arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect.
2. Kelainan gastrointestinal
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal atau obstruksi
duodenum
3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan
lumbosakral seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan
hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering ditemukan adalah
myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal.
4. Kelainan traktus genitourinarius
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada
malformasi anorektal. Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan
urogeital dengan malformasi anorektal letak tinggi antara 50 % sampai
60%, dengan malformasi anorektal letak rendah 15% sampai 20%.
Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai
VATER (Vertebrae, Anorectal, Tracheoesophageal and Renal
abnormality) dan VACTERL (Vertebrae, Anorectal, Cardiovascular,
Tracheoesophageal, Renal and Limb abnormality).3
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi dengan Barium Enema
Akan terlihat gambaran klasik seperti daerah transisi dari lumen
sempit ke daerah yang melebar.
Pada foto 24 jam kemudian, terlihat retensi barium dan gambaran
mikrokolon pada Hirschsprung segen panjang.
2. Biopsi hisap rektum
Digunakan untuk mencari tanda histologik yang khas, yaitu tidak
adanya sel ganglion parasimpatik di lapisan muskularis mukosa,
dan adanya serabut saraf yang menebal.
Pada pemeriksaan histokimia, aktivitas kolinesterase meningkat.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani
letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu
lalu penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal
pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan
prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982
memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital
anorektoplasti, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan
muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan
pemotongan fistel.
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara
jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik
serta antisipasi trauma psikis. Untuk menangani secara tepat, harus
ditentukankan ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan dengan
berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG.
Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena
kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat,
keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang
serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi
penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum
dan ada tidaknya fistula.
Leape (1987) menganjurkan pada:
1. Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau
TCD dahulu, setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif
(PSARP)
2. Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya
dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas
otot sfingter ani ekternus
3. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion
4. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena
dimana dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.
Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan
intermediet dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan
diversi. Operasi definitif setelah 4 – 8 minggu. Saat ini teknik yang paling
banyak dipakai adalah posterosagital anorektoplasti, baik minimal, limited
atau full postero sagital anorektoplasti.
Anoplasty
PSARP adalah metode yang ideal dalam penatalaksanaan kelainan
anorektal. Jika bayi tumbuh dengan baik, operasi definitif dapat dilakukan
pada usia 3 bulan. Kontrindikasi dari PSARP adalah tidak adanya kolon. Pada
kasus fistula rektovesikal, selain PSARP, laparotomi atau laparoskopi
diperlukan untuk menemukan memobilisasi rektum bagian distal. Demikian
juga pada pasien kloaka persisten dengan saluran kloaka lebih dari 3 cm.3
H. Prognosis
Prognosis baik apabila gejala obstruksi segera diatasi. Penyulit pasca
bedah seperti kebocoran anastomosis, atau striktur anastomosis umumnya
dapat diatasi.
I. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Pre Op
Pemeriksaan fisik :
1) Daerah perineum
Inspeksi dengan cermat daerah perineum secara dini untuk
mencari hubungan fistula ke kulit :
untuk menemukan muara anus ektopik atau stenatik
untuk memperbaiki bentuk luar jangka panjang
untuk melihat adanya mekonium (apakah keluar dari vagina
atau keluar bersama urine
untuk melihat adanya garis hitam yang menentukan letak
fistel dan terapisegeranya.
2) Abdomen
Memeriksa tanda-tanda obstruksi usus (perut kembung)
Amati adanya distensi abdomen
Ukur lingkar abdomen
Dengarkan bising usus ( 4 koadran)
Perkusi abdomen
Palpasi abdomen (mungkin kejang usus)
3) Kaji hidrasi dan status nutrisi
Timbang berat badan tiap hari
Amati muntah proyektif (karakteristik muntah)
4) TTV
Ukur suhu badan (umumnya terjadi peningkatan)
Ukur frekuensi pernafasan (terjadinya takipnea atau
dispnea)
Ukur nadi (terjadinya takikardia)
Observasi manifestasi malformasi anorektal
Pemeriksaan colok dubur pada anus yang tampak normal,
tapi bila tidak dapat
masuk lebih 1 – 2 cm berarti terjadi atresia rektum.
Pemeriksaan dengan kateter untuk membedakan fistel uretra
dan fistel vesika.
b. Pengkajian Post Op
1) Kaji integritas kulit meliput tekstur, warna, suhu kulit.
2) Amati tanda-tanda infeksi
3) Amati pola eliminasi dan keadaan umum pasien.
Patway Anorectal malformasi atau Atresia ani
Inkontinensia defekasi
Abnormalitas spingterrektal
Resiko infeksi
Perawatan tidak adekuat Nyeri
Trauma jaringanResiko kerusakan integritas kulit
Perubahan defekasi Pengeluaran tak
terkontrol Iritasi mukosa
Operasi anoplasti
Peningkatan tekanan intraabdominal
Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Mual muntah
Keracunan
Reabsorbsi sisa metabolism oleh tubuh
Nyeri
Gangguan Eliminasi urine
Gangguan Rasa nyaman
Dysuria
Mikroorganisme masuk ke saluran kemih
Ansietas Feses menumpuk Feses masuk ke uretra
Feses tidak keluar Vistel retrovaginal
Atresia Ani
Gangguan pertumbuhan Fusi Pembentukan anus dari
tonjolan embrionik
Kelainan kongenital
2. Diagnosa Keperawatan & Intervensi
a. Pra Operatif
a). Ansietas (orang tua) b/d pembedahan dan mempunyai anak yang
tidak sempurna
NOC:
- Orang tua mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan
gejala cemas srta menunjukkan teknik untuk mengontrol
cemas
- Vital sign dalam batas normal
- Ekspresi wajah, Bahasa tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya gejala cemas.
NIC:
Penurunan kecemasan
- Gunakan pendekatan yang menenagkan
- Jelaskan semua prosedur dana pa yang akan dirasakan
selama prosedur
- Pahami perspektif pasien terhadap stress
- Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
mengurangi rasa takut
- Dorong keluarga untuk menemani anak
- Bantu pasien untuk mengenali situasi yang menimbulkan
kecemasan.
- Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan
dan persepsi.
- Instruksikan pasien untk menggunakan tehnik relaksasi.
b). Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
ketidakmampuan mencerna makanan
NOC:
- Adanya peningkatan BB sesuai dengan tujuan
- BB ideal sesuai dg tinggi badan.
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
- Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dan menelan
- Tidak terjadi penurunan BB yang berarti.
NIC:
Nutrition management
- Kaji adanya alergi makanan
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
- Berikan substansi gula
- Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
- Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
- Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Nutrition monitoring
- BB pasien dlm batas normal
- Monitor adanya penurunan BB
- Monitor interaksi anak selama makan
- Monitor lingkungan selama makan
- Jadwalkan pengobatan dan tindakan selama jam makan
- Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
- Monitor tugor kulit
- Monitor kekeringan, rambut kusam dan mudah patah.
- Monitor perkembangan dan pertumbuhan
- Monitor mual dan muntah
- Monitor pucat, kemerahan dan kekeringan jaringan
konjungtiva.
- Monitor kalori dan intake nutrisi
2. Post Operasi
a) Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan, pembedahan.
NOC:
- Mampu mengonrol nyeri
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
- Mampu mengenali nyeri
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
NIC:
- Gunakan komunikasi terapeutik untk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
- Observasi reaksi nonverbal dr ketidaknyamanan
- Bantu keluarga dan pasien untuk menemukan dukungan
- Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
- Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengatasi nyeri
b). Resiko infeksi
NOC:
- Pasien bebas dari tanda dan gejala nyeri
- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah terjadinya
infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas normal
- Menunjukkan prilaku hidup sehat
NIC:
- Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
- Pertahankan tehnik relasasi
- Batasi pengunjung bila perlu
- Intruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah berkunjung
- Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
- Pertahankan lingkungan aseptic
- Kolabarasi pemberian antibiotic
- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
- Monitor hitung granulosit,WBC
- Berikan perawata kulit pada area epidema
- Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
BAB II
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Anorectal malformasi atau atresia ani merupakan keadaan tidak
lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus
secara abnormal. Beberapa kelainan kongenital dapat ditemukan bersamaan
dengan penyakit atresia ani, namun hanya 2 kelainan yang memiliki angka yang
cukup signifikan yakni down syndrome dan kelainan urologi.
Klasifikasi pada anorectal malformasi dpt dibedakan secara fungsional,
berdasarkan Letak, Klasifikasi Wingspread dan berdasarkan jenis kelamin.
Anorectalal malfolmarsi biasanya mepunyai gejala yang terjadi dalam
waktu 24-48 jam seperti ; perut kembung,tidak bias BAB,pada pemeriksaan
radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai dimana terdapat
penyumbatan, mekonium tdk keluar dalam 24 jam pertama, tidak dapat dilakukan
pengukuran suhu rectal pada bayi.
Pada konsep keperawatan dpt dilakukan pengkajian pre operasi dan post
operasi,begitu pula untuk intervensi berdasarkan diagnose pre dan post operasi
B.Saran
Kami dari kelompok sangat mengharapkan adanya saran dan masukan untuk
kesempurnaan makalah kami.
DAFTAR PUSTAKA
Grosfeld, J., O'neill , J., & Fonkalsrud, E. (2006). Pediatric surgery 6th edition. Philadelphia: Mosby Elseiver.
Nurarif, A., & Kusuma, H. (2013). Aplikasi asuahan keperawatan berdasarkan diagnosa medis & nanda nic noc edisi revisi jilid 2. Jogyakarta: Mediaaction publising.
Pediatric Surgery. (2015). Retrieved 10 25, 2015, from University of California San Fransisco: http://www.pedsurg.ucsf.edu/conditions--procedures/anorectal-malformation.aspx
.
DAFTAR PUSTAKA
Grosfeld, J., O'neill , J., & Fonkalsrud, E. (2006). Pediatric surgery 6th edition. Philadelphia: Mosby Elseiver.
Nurarif, A., & Kusuma, H. (2013). Aplikasi asuahan keperawatan berdasarkan diagnosa medis & nanda nic noc edisi revisi jilid 2. Jogyakarta: Mediaaction publising.
Pediatric Surgery. (2015). Retrieved 10 25, 2015, from University of California San Fransisco: http://www.pedsurg.ucsf.edu/conditions--procedures/anorectal-malformation.aspx
.
DAFTAR PUSTAKA
Grosfeld, J., O'neill , J., & Fonkalsrud, E. (2006). Pediatric surgery 6th edition. Philadelphia: Mosby Elseiver.
Nurarif, A., & Kusuma, H. (2013). Aplikasi asuahan keperawatan berdasarkan diagnosa medis & nanda nic noc edisi revisi jilid 2. Jogyakarta: Mediaaction publising.
Pediatric Surgery. (2015). Retrieved 10 25, 2015, from University of California San Fransisco: http://www.pedsurg.ucsf.edu/conditions--procedures/anorectal-malformation.aspx