lapak mikpang daging dan ikan

Upload: rahma-

Post on 17-Jul-2015

160 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Nama : Rahma Sofiannisa NPM : 240210100016 Kel/Kls : 4A1/TIP-A VI. PEMBAHASAN Daya tahan simpan daging dan ikan segar biasanya ditentukan oleh suhu penyimpanan dan jumlah mikroorganisme. Jumlah dan jenis mikroorganisme yang mencemari permukaan ditentukan pula oleh pengolahan sebelum penyembelihan dan tingkat pengendalian higienis yang dilaksanakan selama proses penyembelihan maupun pembersihan. Jumlah mikroorganisme pencemar berkisar antara 102 sampai 104/cm2, dan bila dibiarkan pada kondisi suhu-suhu pertumbuhan yang sesuai jumlahnya makin bertambah banyak selama proses penyimpanan dan pemasaran selanjutnya. Jumlah mikroorganisme pencemar awal berperan dalam menentukan waktu penyimpanan daging/ikan yang dijual dalam keadaan segar (Buckle, 1985). Selain hal tersebut, kontaminasi biasanya terjadi pula saat proses pemasaran. Kondisi lingkungan pasar dan kondisi yang kurang higienis dapat menyebabkan kontaminasi bakteri antara lain jenis mesofilik dan bakteri pathogen seperti Salmonella dan Shigella. Kontaminasi bakteri ini berpengaruh terhadap kualitas dan daya tahan simpan daging atau ikan segar serta berbagai produk olahannya. Pada praktikum ini, sampel yang digunakan ialah daging dan ikan segar. Medium yang digunakan berupa PCA dan SSA. PCA yang merupakan medium yang umum dipakai untuk inokulasi berbagai jenis bakteri aerobik yang tumbuh pada permukaan. Sedangkan medum SSA digunakan untuk menumbuhkan bakteri Salmonella dan Shigella.

6.1 Pemeriksaan Mikroorganisme pada Daging Daging telah diketahui sebagai bahan yang mudah rusak, hal ini disebabkan karena komposisi gizinya yang baik untuk untuk manusia maupun mikroorganisme serta karena terjadinya pencemaran permukaan pada daging oleh mikrooganisme perusak (Buckle, 1985). Mikrooganisme yang ditemukan pada daging adalah jenis bakteri mesofilik seperti Eschercia coli, Staphylococcus aureus, Clostridium perferingens, dan Salmonella. Pada daging yang dicuring mikroorganisme yang dominan adalah bakteri asam laktat, mikrokoki, enterokoki, Bacillus, dan khamir. Sedangkan pada daging yang diolah dengan pemanasan

Nama : Rahma Sofiannisa NPM : 240210100016 Kel/Kls : 4A1/TIP-A termasuk pengasapan, mikroorganisme yang dominan adalah Bacillus,

Clostridium, dan Staphylococcus. (Sukarminah dkk, 2008) Pada praktikum ini, pemeriksaan mikroorganisme pada daging dilakukan pada sampel daging segar. Pada Tabel 1 berikut ini dapat dilihat hasil pengamatan jumlah koloni pada sampel daging segar dan perhitungannya dalam SPC. Tabel 1. Perhitungan Koloni dan SPC Pada Bahan Pangan Daging SampelJumlah Koloni Kelompok

Keterangan

SPC

10-3 438

10-4 264 2,6 x 106 > 3,0 x 105 4,4 x 105

Bakteri Shigella Salmonella Shigella Salmonella

Jumlah Koloni 179 32 17 31

Daging

1A

Daging

3A

438

17

(dokumentasi pribadi, 2011) Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa berdasarkan perhitungan SPC, yakni pada cawan petri yang ditambahkan medium PCA, sampel daging kelompok 1A memiliki jumlah koloni mikrooorganisme aerobik yang lebih

banyak dibandingkan dengan sampel daging kelompok 3A, walaupun keduanya berasal dari sampel daging yang sama. Pengenceran yang lebih tinggi (10-3) memiliki jumlah koloni yang lebih rendah dibandingkan pengenceran lebih rendah (10-2) untuk setiap jenis sampel. Jumlah koloni yang sama untuk pengenceran 10-2 disebabkan kelompok 3A menggunakan data kelompok 1A sesuai petunjuk asisten. Hal ini disebabkan terjadi kesalahan praktikum pada cawan petri pengenceran 10-2 kelompok 3A. Kesalahan berupa agar yang sudah agak membeku saat dituangkan ke dalam cawan petri, sehingga agar tidak dapat membeku sempurna dan bakteri tidak dapat tumbuh. Pada kedua jenis sampel tumbuh bakteri Salmonella dan Shigella. Pada medium SSA, kedua jenis bakteri ini memeiliki warna koloni yang berbeda. Warna koloni Salmonella ialah hijau metalik, sedangkan warna koloni Shigella Jumlah koloni Salmonella dan Shigella yang terdapat pada daging sampel daging

Nama : Rahma Sofiannisa NPM : 240210100016 Kel/Kls : 4A1/TIP-A kelompok 1A lebih banyak dibandingkan dengan yang terdapat pada sampel daging 3A. Meski sampel daging segar yang digunakan sama, namun berdasarkan hasil praktikum kedua kelompok (1A dan 3A) terdapat perbedaan hasil baik perhitungan SPC pada medium PCA dan pengamatan jumlah koloni Salmonella dan Shigella pada medium SSA. Perbedaan jumlah koloni Salmonella dan Shigella pada sampel daging yang sama menunjukkan perbedaan dalam tingkat kontaminasi mikroorganisme yang dapat terjadi baik pada saat penyimpanan dan persiapan (pemotongan bentuk dadu) sebelum praktikum maupun saat praktikum berlangsung. Terkontaminasinya daging dapat pula disebabkan pengambilan sampel daging yang berasal dari bagian tubuh hewan yang berbeda, penanganan pasca penyembelihan yang berbeda, maupun saat distribusi dan pemasaran. Kontaminasi umumnya berasal dari faktor lingkungan yakni lingkungan yang kurang higienis (sebelum praktikum) maupun kondisi ruangan yang kurang aseptik (saat praktikum). Penyimpanan pada suhu rendah umumnya digunakan untuk

memperlambat kecepatan berkembangnya pencemaran/kontaminasi yang terjadi pada permukaan dari tingkat awal sampai ke tingkat akhir dimana terjadi kerusakan. Waktu yang diperlukan untuk perkembangan mikroorganisme semacam itu merupakan ukuran ketahanan mutu produk daging (Buckle, 1985). Penyimpanan pada suhu rendah dapat dilakukan dengan cara pendinginan maupun cara pembekuan. Pendinginan ialah penggunaan suhu rendah dalam kisaran suhu 1-3,5C, suhu yang jauh melebihi permulaan pembekuan otot, tetapi masih berada dalam suhu optimum bagi pertumbuhan mikroorganisme psikrofilik (-2 7C). Hal terpenting dalam pemasaran daging yang disimpan pada suhu dingin ialah penjualan secepat mungkin berdasarkan pada daya tahan yang tidak lebih dari 3-5 hari (Buckle, 1985). Bila diperlukan waktu simpan yang lebih lama maka penyimpanan dilakukan dengan cara pembekuan. Pada pembekuan digunakan suhu di bawah -15C agar mikroorganisme tidak dapat tumbuh dan daging masih cukup keras dan tahan pada penimbunan besar-besaran. Daging yang dibekukan mengalami

Nama : Rahma Sofiannisa NPM : 240210100016 Kel/Kls : 4A1/TIP-A kerusakan yang lambat disebabkan karena oksidasi lemak yang dihambat. Oksidasi lemak dapat mempengaruhi rasa terutama pada daging yang mengandung banyak lemak tidak jenuh (Bucke, 1985).

6.2 Pemeriksaan Mikroorganisme pada Ikan Daging ikan bersifat lebih perishable dari jenis daging-daging yang lain sekalipun disimpan dingin. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan daging ikan dipengaruhi oleh : (Tjahjadi, 2008) a. Komposisi daging ikan yang bervariasi dengan spesies ikan dan musim penangkapan b. Medium hidup (laut atau air tawar) c. Mikroflora pada ikan d. Cara penagkapan e. Penanganan pasca panen ikan Kerusakan mikrobiologis pada ikan disebabkan oleh berbagai jenis bakteri yang terdapat pada lender di permukaan tubuh ikan dan dalam saluran pencernaan ikan. Daging ikan yang sehat bersifat steril, tetapi setelah mati bakteri yang ada padanya menyerang jaringan-jaringan pada tubuh ikan. Beberapa jenis ikan hidup di dalam lautan yang dingin, sehingga bakteri yang ada padanya telah mengadaptasi diri pada suhu rendah, sehingga masih aktif ketika ikan itu dimasukkan ke dalam cold storage. Mikroorganisme yang berperan dalam kebusukan ikan terutama tergolong jenis bakteri Pseudomonas. Di dalam produk-produk ikan juga ditemukan bakteribakteri pathogen yang berbahaya seperti Salmonella, Staphylococcus, Clostridium botulinum, dsb. Pada produk olahan ikan yang telah mengalami proses pemanasan termasuk pengasapan dan penggaraman bakteri-bakteri yang masih hidup adalah jenis bakteri Bacillus, Micrococcus dan mungkin beberapa khamir. Pada produk fermentasi ikan banyak ditemu beberapa spesies Lactobacillus. Pada praktikum ini, pemeriksaan mikroorganisme pada ikan dilakukan pada sampel ikan segar. Pada Tabel 2 berikut ini dapat dilihat hasil pengamatan jumlah koloni pada sampel daging segar dan perhitungannya dalam SPC.

Nama : Rahma Sofiannisa NPM : 240210100016 Kel/Kls : 4A1/TIP-A

Tabel 2. Perhitungan Koloni dan SPC Pada Bahan Pangan Ikan SampelJumlah Koloni Kelompok

Keterangan

SPC

10 Ikan 2A

-3

10

-4

Bakteri Shigella

Jumlah Koloni 246

50

11

5,0 x 104 < 3,0 x 104 (2,0 x 104)

Ikan

4A

20

18

Salmonella

16

(dokumentasi pribadi, 2011) Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa berdasarkan perhitungan SPC, yakni pada cawan petri yang ditambahkan medium PCA, sampel ikan kelompok 2A memiliki jumlah koloni mikroorganisme aerobik yang lebih banyak dibandingkan dengan sampel daging kelompok 4A, walaupun keduanya berasal dari sampel ikan yang sama. Pengenceran yang lebih tinggi (10-3) memiliki jumlah koloni yang lebih rendah dibandingkan pengenceran lebih rendah (10-2) untuk setiap jenis sampel. Pada pengamatan cawan petri yang ditambahkan medium SSA terdapat perbedaan jenis koloni bakteri yang tumbuh pada kedua jenis sampel ikan segar tersebut. Pada sampel daging ikan kelompok 2A, jenis bakteri yang tumbuh hanya bakteri Shigella. Sebaliknya pada sampel daging ikan kelompok 4A, jenis bakteri yang tumbuh hanya bakteri Salmonella saja. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh tingkat dan daerah kontaminasi yang berbeda pada tubuh ikan. Walau sampel yang digunakan berasal dari ikan yang sama, namun bila pengambilan sampelnya pada tempat yang berbeda, maka memungkinkan bila tingkat kontaminasinya berbeda yakni satu tempat mengalami tingkat kontaminasi mikroorganisme pembusuk yang lebih tinggi dibandingkan yang lainnya. Hal lainnya yaitu, belum tumbuhnya Salmonella ataupun Shigella disebabkan daging ikan yang masih segar dan belum terlalu terkontaminasi oleh mikroorganisme. Bakteri Salmonella umumnya tumbuh pada daging ikan segar yang disimpan atau dibiarkan agak lama pada suhu ruang. Pada praktikum ini, dalam sampel ikan kelompok 2A tidak terdapat bakteri Salmonella karena tingkat

Nama : Rahma Sofiannisa NPM : 240210100016 Kel/Kls : 4A1/TIP-A kontaminasi rendah. Hal ini disebabkan ikan yang digunakan awalnya masih hidup dan segar dan langsung digunakan untuk praktikum tanpa melalui proses penyimpanan yang terlalu lama. Faktor hiegienitas lingkungan kerja saat praktikum juga dapat mempengaruhi terjadinya perbedaan-perbedaan tersebut. Kerusakan yang terjadi pada ikan akibat tumbuhnya mikroorganisme pembusuk maupun pathogen dapat dicegah atau diperlambat dengan cara pengawetan ikan. Tiga teknis pengawetan yang umum dipakai ialah : (Buckle, 1985) a. Cara-cara penggunaan suhu seperti panas melalui metode pengalengan dan suhu rendah dalam pendinginan dan pembekuan b. Cara-cara kimiawi yang menyangkut penggunaan garam dan cuka c. Pengeringan baik secara alami atau buatan d. Kombinasi dari teknik-teknik diatas

6.3 Salmonella dan Shigella Pada praktikum ini digunakan medium Tetrathional Broth untuk perbanyakan bakteri Salmonella. Medium ini berdasarkan funsinya merupakan jenis medium pengaya yang kaya akan nutrient tertentu sehingga dapat menumbuhkan dan memperbanyak sel dengan cepat. Sampel daging segar hasil pengenceran 10-1 sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam TTB karena medium ini lebih spesifik dalam menumbuhkan dan memperbanyak bakteri Salmonella. Medium TTB bersifat mudah menguap (volatil) karena mengandung KI dan sangat sensitif bila terkena cahaya. Masa inkubasi pun harus tepat 16 jam, karena bila kurang dari waktu tersebut, maka pertumbuhan bakteri belum optimal, bila lebih maka banyak bakteri yang telah mati dan dapat mempengaruhi hasil pengamatan. Adapun Medium SSA digunakan untuk menumbuhkan bakteri Salmonella dan Shigella yang terdapat pada daging dan ikan segar. Medium ini bersifat selektif karena hanya dapat ditumbuhi jenis bakteri tertentu yakni Salmonella dan Shigella. Bakteri Salmonella dan Shigella yang diamati pada praktikum ini juga termasuk ke dalam golongan mikroorganisme aerobik. Mikroorganisme aerobik ialah mikroorganisme yang membutuhkan oksigen bagi pertumbuhannya. Bakteri

Nama : Rahma Sofiannisa NPM : 240210100016 Kel/Kls : 4A1/TIP-A yang bersifat aerobik tetapi tidak sensitif terhadap oksigen (aerotoleran) mempunyai enzim-enzim yaitu superoksida dismutase yang dapat memecah radikal bebas dan enzim katalase yang memecah H2O2 sehingga menghasilkan senyawa yang tidak beracun (Fardiaz, 1992). Tersedianya oksigen dalam suatu bahan pangan dipengaruhi oleh daya osidasi dan reduksi (O-R) dari bahan pangan tersebut. Daging yang masih segar pada bahan pangan umumnya memiliki daya O-R rendah atau mempunya energi potensial (Eh) negatif karena adanya zat-zat pereduksi di dalamnya, misal gugus sulfihidril (-SH). Selama sel hewan masih bernapas dan aktif, daya O-R-nya rendah sehingga menghambat difusi oksigen dari luar ke dalam bahan. Jenis jasad renik yang tumbuh pada kondisi ini ialah bersifat anaerobik. (Fardiaz, 1992) Akan tetapi, karena jenis mikroorganisme yang tumbuh pada praktikum ini ialah jenis mikroorganisme aerobik, maka diperkirakan bahwa sampel daging dan ikan yang dipraktikumkan pada praktikum ini kondisinya sudah kurang segar. Hal ini menyebabkan daya O-R naik dan energi potensialnya menjadi positif, karena hilangnya atau berkurangnya zat-zat pereduksi yang terdapat di dalamnya. Keadaan ini merangsang pertumbuhan bakteri aerobik seperti Salmonella, Shigella, Pseudomonas, dsb. (Fardiaz, 1992) Adanya kedua jenis bakteri pathogen ini menunjukkan bahwa daging dan ikan tersebut telah tercemar. Pencemaran ini dapat terjadi setelah masa penyembelihan, pencucian, distribusi, pemasaran, maupun penyimpanan yang kondisinya kurang higienis. Walau kedua jenis bakteri ini sama-sama bersifat pathogen, namun keduanya memiliki karakteristik yang berbeda. Karakteristik tersebut dapat dilihat sebagai berikut : a. Salmonella

(sumber : www.medicalzone.org)

Nama : Rahma Sofiannisa NPM : 240210100016 Kel/Kls : 4A1/TIP-A Salmonella merupakan bakteri gram negatif berbentuk basil. Bakteri ini termasuk ke dalam Famili Enterobacteriaceae dan bersifat motil dengan flagella peritrikat. Salmonella dikenal sebagai bakeri pathogen karena beberapa jenis bakteri ini dapat menyebabkan penyakit pada manusia, seperti gejala gastrointestinal (gangguan perut), demam tifus (S. thyphi), dan paratifus (S. parathyphi) (Fardiaz, 1992). Daging dan ikan dapat menjadi vektor pembawa penyakit yang berasal dari bakteri ini. Salmonella memecah berbagai jenis karbohidrat menjadi asam dan gas, dapat menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon, memproduksi H2S, dan mendekarboksilasi lisin dan ornitin masing-masing menjadi kadaverin dan putresin. Mikroba ini bersifat oksidase negatif dan katalase positif.

b. Shigella

(sumber : www.ciriscience.org) Shigella merupakan bakteri gram negatif berbentuk basil. Bakteri ini termasuk ke dalam Famili Enterobacteriaceae seperti Salmonella. Perbedaannya dengan Salmonella ialah bahwa bakteri ini bersifat nonmotil, yakni tidak memiliki flagella. Shigella juga dikenal sebagai bakeri pathogen karena beberapa jenis bakteri ini dapat menyebabkan penyakit pada manusia, diantaranya penyakit disentri basiler (S. dysentriae). (Fardiaz, 1992). Bakteri ini memproduksi asam tanpa gas dari glukosa, bersifat mesofil dengan suhu pertumbuhan antara 10 45C, pH optimum 6 8 dan peka terhadap panas.

Nama : Rahma Sofiannisa NPM : 240210100016 Kel/Kls : 4A1/TIP-A

VII. 1.

KESIMPULAN Mikroorganisme aerobik umumnya tumbuh pada bahan pangan yang sudah kurang segar atau telah mengalami proses pengolahan. Pada bahan pangan ini, daya O-R nya tinggi karena menurunnya zat pereduksi sehingga difusi oksigen tidak terhambat dan merangsang pertumbuhan bakteri aerobik seperti Salmonella dan Shigella.

2.

Koloni bakteri Salmonella berwarna hijau metalik dengan atau tanpa warna hitam di sekelilingnya, sedangkan warna koloni Shigella ialah merah jambu.

3.

Bakteri Salmonella dan Shigella merupakan bakteri pathogen yang dapat menyebabkan penyakit. Daging dan ikan dapat menjadi vektor penyakit yang disebabkan oleh kedua bakteri ini.

4.

Terdapatnya Salmonella dan Shigella menunjukkan bahwa bahan pangan tersebut telah mengalami kontaminasi dan dalam kondisi kurang segar dan sebaiknya tidak dikonsumsi dalam keadaan mentah.

5.

Pada sampel daging jumlah koloni mikroorganisme aerobik pada medium PCA kelompok 1A lebih banyak dibandingkan dengan kelompok 3A.

6.

Pada sampel daging jumlah koloni Salmonella dan Shigella pada medium SSA kelompok 1A lebih banyak dibandingkan dengan kelompok 3A.

7.

Pada sampel ikan jumlah koloni mikroorganisme aerobik pada medium PCA kelompok 2A lebih banyak dibandingkan kelompok 4A.

8.

Pada sampel ikan kelompok 2A tidak ditemui adanya bakteri Salmonella, sedangkan pada sampel ikan kelompok 4A tidak ditemui adanya bakteri Shigella.

9.

Terdapatnya perbedaan hasil walau digunakan sampel yang sama (baik daging maupun ikan), dapat disebabkan pengambilan sampel yang berasal dari bagian tubuh hewan yang berbeda serta adanya kontaminasi dari lingkungan seperti kurangnya higienitas dan sanitasi.

Nama : Rahma Sofiannisa NPM : 240210100016 Kel/Kls : 4A1/TIP-A DAFTAR PUSTAKA

Buckle,K.A,Edwards,R.A,Fleet,G.H,dan M,Wooton.1985. Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono.UI Press, Jakarta.

Ilmu

Pangan.

Fardiaz, Srikandhi. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Sukarminah, Een, Debby M. Sumanti, Tita Rialita, In In Hanidah. 2008. Diktat Penuntun Praktikum Mikrobiologi Pangan. Jurusan Teknologi Industri Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung. Tjahjadi, C. dan H.Marta.2008. Pengantar Teknologi Pangan : Volume 2 Jilid 1. Jurusan Teknologi Industri Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran.