lap. perjalanan depok - jakarta kota
TRANSCRIPT
GEOGRAFI TRANSPORTASI
(Kaitan Moda Split dengan Trip Generation dan Trip Distribution)
Nama Kelompok:
Bella Shinta Dewi 0806453831
Gita Riskayanti 0806453863
Junita Cahyawati 0806328493
Risha Aisyah 0806453970
Rizka Nurul Fatimah 0806453996
DEPARTEMEN GEOGRAFI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
2010
1. Ringkasan Perjalanan
Trip survey dilakukan pada hari jumat tanggal 29 Oktober 2010 pukul 13.15 WIB
dengan daerah tujuan Jakarta Kota dari Kota Depok. Perjalanan dimulai dari Jalan
Margonda Raya depan Depok Town Square (Detos) dengan menggunakan moda
transportasi bus kopaja 63 jurusan Depok-Blok M. Kemudian dilanjutkan dengan moda
transportasi Trans Jakarta koridor 1 jurusan Blok M - Kota. Perjalanan memakan waktu
sekitar 2 jam.
Survey dilakukan setelah hujan reda sehingga kondisi jalan banyak genangan
air. Akibatnya kondisi jalan sedikit macet pada titik yang rawan kemacetan seperti
perempatan, pertigaan, dan pasar. Kondisi penumpang di kopaja 63 cukup ramai
sekitar pukul 13.15-14.11 WIB. Kondisi penumpang pada Trans Jakarta ramai sekitar
pukul 14.20-15.00 WIB terutama di shelter - shelter pergantian koridor. Di shelter
stasiun kota tiba pukul 15.14 WIB.
Depok Town Square (region asal) Penumpang Kopaja 63
Penumpang Busway Kondisi macet kawasan Sudirman
2. Jenis Moda dan Moda Split
2.1. Jenis Moda
Moda yang digunakan dalam melakukan survey yakni Kopaja 63 jurusan Depok-
Blok M dan dilanjutkan dengan moda Trans Jakarta koridor 1 (Blok M-Stasiun Kota).
Surveyor memilih moda transportasi bus karena adanya moda split menuju ke tempat
tujuan di jalur yang dilalui. Kedua moda transportasi ini memiliki kelebihan-kelebihan
dan kekurangan-kekurangan antara lain:
Kelebihan Kopaja 63
Ongkos angkutan yang relatif murah dan memiliki kesetaraan biaya baik untuk
perjalanan jauh maupun dekat.Ongkos yang dikenakan untuk Kopaja 63 sebesar
Rp 2500 sehingga juga dapat menjangkau penumpang ‘kelas bawah’ untuk tiba
ke tempat tujuan
Pengangkutan penumpang dapat dimana saja tidak tergantung dengan adanya
halte bus yang disediakan
Menghubungkan daerah marginal Jakarta menuju pusat kota
Kekurangan Kopaja 63
Penumpang melebihi kapasitas sehingga kenyamanan berkurang
Kurangnya privasi akibat adanya pengamen dan pedagang asongan
Terbatasnya jumlah armada Kopaja 63 sehingga membuat penambahan waktu
Tidak memiliki jalur khusus sehingga terlihat tidak tertib
Kelebihan Bus Transjakarta
Memberikan kenyamanan lebih (AC, kebersihan, tempat duduk busa)
Adanya front-liner (penjaga pintu) di setiap shelternya yang bertugas untuk
memberitahukan shelter selanjutnya kepada setiap penumpang dan menertibkan
penumpang
Ongkos angkutan dikenakan sama untuk perjalanan jauh maupun dekat untuk
satu kali perjalanan
Memiliki jalur khusus sehingga memberikan alternatif untuk mengatasi
kemacetan yang ada dan dapat menghemat waktu
Kekurangan Bus Transjakarta
Pemberhentian shelter yang sulit dijangkau oleh setiap lapisan masyarakat
karena shelter dibangun di tempat-tempat tertentu (tempat-tempat yang memiliki
nilai lebih biasanya seperti sekolah, perkantoran, tempat perbelanjaan)
Jaringan terbatas dan belum mencakup daerah-daerah marginal
Armada moda ini belum mampu memenuhi permintaan (demand) masyarakat
akan kebutuhan transportasi
Moda Transportasi Kopaja 63
Moda Transportasi Bus Transjakarta
2.2. Moda Split
Moda split adalah jenis-jenis sarana yang tersedia untuk melakukan perjalanan
yang bertujuan untuk mengetahui jumlah perjalanan dari tempat asal (asal – origin) ke
tempat lain (tujuan – destination) dengan menggunakan jenis moda transportasi
tertentu. Di samping itu, moda split juga bertujuan untuk mengetahui kebutuhan
(kekurangan/kelebihan) moda yang melayani.
Berdasarkan hasil survey yang kami lakukan kemarin, untuk memenuhi
perjalanan Depok ke Jakarta Kota memerlukan moda split dari Kopaja 63 ke bus
Transjakarta. Surveyor memilih moda split tersebut karena fasilitas yang ditawarkan
lebih menguntungkan bagi penumpang, yakni mempersingkat waktu dan lebih
memberikan kenyamanan dibandingkan dengan menggunakan moda kereta karena
kondisi survey yang tidak memungkinkan yakni, waktu survey pada Hari Jumat siang
hari dimana pada waktu tersebut moda transportasi memiliki jadwal keberangkatan
yang tidak tepat pada waktunya.
Terminal Moda Split (Terminal Blok M)
Moda Split yang Digunakan (Bus Transjakarta)
3. Trip Generation (Asal Perjalanan)
Trip Generation dapat dikatakan sebagai jumlah perjalanan yang ditimbulkan
oleh suatu wilayah. Pengertian wilayah disini dapat berupa unit pemukiman/bagian
wilayah kota (kawasan) atau kota itu sendiri. Besar kecilnya Trip Generation tergantung
pada jumlah penduduk, status sosial ekonomi penduduk, dan aksesibilitas. Trip
Generation dapat dipandang sebagai tempat asal perjalanan.
Terdapat beberapa alternatif pilihan moda yang melintas di sepanjang Jl.
Margonda (daerah origin survey), diantaranya:
Angkutan umum kecil, berupa:
a. 112 (biru) : rute dari terminal Depok – Kampung Rambutan
b. 04 (cokelat) : rute dari terminal Depok – Kampung Rambutan
c. 19 (merah) : rute dari terminal Depok
d. D11 (biru) : rute dari terminal Depok – Kelapa Dua, Palsigunung
e. 03 (cokelat) : rute dari terminal Depok
Metromini, berupa:
a. 63 (hijau) : Depok – Blok M
b. Miniarta : Depok – Pasar Minggu
c. Deborah non AC : Depok – Lebak Bulus
d. 75 : Depok – Pasar Minggu
Patas AC semuanya melewati Jalan Tol, berupa:
134, 84, 82, Deborah AC
Dari berbagai alternatif moda tersebut, kami memutuskan untuk menggunakan
moda metromini yaitu 63 karena merupakan satu-satunya moda transportasi yang
rutenya menuju Blok M dan akan dilanjutkan dengan menggunakan Trans Jakarta.
Metromini 63 (Depok – Blok M)
Pada saat kami melakukan survey sekitar pukul 13.17 WIB, kondisi metromini
tidak begitu ramai dan padat penumpang. Hal ini dikarenakan survey yang kami
lakukan tidak pada jam pulang kerja sehingga kondisinya agak sedikit lenggang.
Artinya, tidak terlalu banyak penumpang yang memerlukan angkutan tersebut pada
siang hari.
Kebanyakan penumpang berasal dari warga sekitar (tinggal di Depok) yang rute
perjalanannya tidak terlalu jauh walaupun antar kota. Ada juga penumpang yang
berasal dari kalangan mahasiswa (UI, Gunadarma, BSI), anak sekolah (SMP 98, SMA
107) yang ingin pulang sekolah dan komuter.
Gambar Kondisi Metromini 63
Faktor yang berpengaruh pada Trip Generation:
Jumlah penduduk di wilayah : tidak terlalu padat, dapat dilihat dari tidak banyaknya
penumpang yang menggunakan moda transportasi tersebut.
Sosial – ekonomi : kebanyakan penumpang berasal dari kelas menengah sampai
menengah ke bawah karena moda ini sangat terjangkau bagi masyarakat.
Penumpang dapat berupa anak sekolah, mahasiswa, dan warga umum.
Aksesibilitas : Jangkauannya antar propinsi/antar kota (perbatasan), mencakup
wilayah yang banyak dilalui oleh warga komuter seperti Lenteng Agung, Pasar
Minggu, dan Depok.
Trans Jakarta (Blok M – Kota)
Setelah tiba di terminal Blok M sekitar pukul 14.17 WIB, kami melanjutkan
perjalanan survey menggunakan Trans Jakarta. Kondisi angkutan tidak begitu ramai
karena kami berangkat dari shelter pertama (Blok M) sehingga belum begitu banyak
penumpang. Mayoritas penumpang yang ada berasal dari warga yang berasal dari
dalam kota.
Setiap pemberhentian di tiap - tiap shelter, selalu diiringi dengan pertambahan
penumpang. Hal ini disebabkan karena adanya faktor penarik dari Trans Jakarta
tersebut dan juga kebutuhan warga akan adanya Trans Jakarta tersebut juga tinggi
(untuk menghindari kemacetan) sehingga kondisi penumpangnya cukup padat.
Penumpang mayoritas berasal dari kalangan menengah sampai menengah ke
atas. Warga umum yang menggunakan moda ini biasanya mempunyai tempat tujuan ke
Jakarta Kota seperi untuk ke kantor, tempat perbelanjaan, kampus, dan lain
sebagainya. Jarang ditemukan anak sekolah (SMP, SMA) karena angkutan ini kurang
cocok untuk angkutan anak sekolah.
Adapun kondisi perjalanan yang kami tempuh ketika kami bertolak dari halte
busway Blok M mulai pukul 14.17 adalah melewati Jalan Trunojoyo. Jalan ini
merupakan kawasan berpenumpang tiga orang atau lebih (3 in 1). Di jalan tersebut
tidak terdapat angkot (angkutan kota), yang kami temukan hanya mobil pribadi dan bus
patas AC. Kondisi jalan tersebut (kecuali jalur busway) sangat macet dimana di
perempatan jalan terdapat komunitas banci yang berdiam untuk mengamen di bis. Di
samping itu kami juga melewati gedung BPN RI (Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia). Setelah itu kami pun tiba di pemberhentian (shelter) pertama yakni Shelter
MAsjid Agung sekitar 10 menit dari Blok M. Stelah melewati halte kami melewati Panin
Bank dan STC Senayan dan Gedung SCTV. Kemudian pergerakan busway kami
singgah di Shelter Bundaran Senayan lalu Halte Glora Bung Karno. Pada pukul 14.40
pergerakan busway berhenti sementara di Shelter Polda Metro Jaya dimana kondisi
jalan (kecuali jalur Busway) masih padat merayap. Dan pada shelter tersebut mulai
banyak penumpang yang masuk ke busway. Sampai shelter Bendungan Hilir, Karet,
Setia Budi, dan Duku Atas jalan lancer tanpa hambatan kemacetan (congest).
Pukul 14.45 kami transit di Shelter Bonsai yag jika singgah di shelter maka
dapat melanjutkan tujuan ke Bundaran Hotel Indonesia, Grand Indonesia Shopping
Town dan Plaza Indonesia. Pada saat itu kami sudah mulai menapaki CBD yang ada di
Jakarta. Tak lama kami singgah di Shelter Bundaran HI pukul 14.48, disinilah kami
dapat berhenti tepat di depan Hotel Indonesia. Lalu selanjutnya busway kami singgah di
Shelter Sarinah 14.50,Shelter Bank Indonesia 14.54, Monas 14.56, Harmoni Sentral,
Sawah besar 15.03, Mangga Besar 15.05, Olimo 15.06, Glodok 15.08, dan terakhir
Kota 15.10. Berdasarkan laporan perjalanan kami, dapat diketahui bahwa ktika kami
mulai memasuki kawasan CBD (setelah lewat Bundaran HI) maka jarak tiap
pemberhentian shelter semakin berkurang dan waktu tempuh dari satu shelter ke
shelter lainnya juga semakin sedikit (yakni sekitar 1-3 menit). Hal ini dikarenakan
aktivitas di kawasan CBD yang memang padat dan menuntut jarak pisah shelter yang
relative pendek agar memudahkan aktivitas manusia yang dinamis di CBD (terkait
mobilitas pekerja kantoran).
Faktor yang mempengaruhi:
Jumlah penduduk di wilayah : penduduk sangat padat dan banyak yang
memerlukan angkutan umum, terlihat dari banyaknya jumlah penumpang yang
menggunakan Trans Jakarta.
Sosial – ekonomi : penumpang mayoritas berasal dari kalangan menengah dan
ada juga beberapa yang berasal dari kalangan menengah ke atas. Kebanyakan
para pekerja yang bekerja di daerah Jakarta.
Aksesibilitas : secara keseluruhan, jalur Trans Jakarta hampir menjangkau seluruh
wilayah Jakarta (di bagian Tengah hingga Utara). Akses Trans Jakarta hanya
menjangkau daerah-daerah potensial yang berpenumpang tinggi. Dapat terlihat
pada koridor 1 yang kami lewati (Blok M – Kota), jalur Trans Jakarta melalui daerah
yang tinggi potensi penumpangnya. (Blok M – Masjid Agung – Bundaran Senayan –
Gelora Bung Karno – Karet – Setia Budi – Dukuh Atas 1,2 – Tosari – Bundaran HI –
Sarinah – BI – Monas – Harmoni – Sawah Besar – Mangga Besar – Olimo – Glodok
– Kota).
4. Trip Distribution (Persebaran Perjalanan)
Trip Distribution dapat diartikan seperti bagaimana lalu lintas yang ditimbulkan
untuk suatu wilayah itu didistribusikan. Apakah arah perjalanan itu menuju ke satu
tempat atau tersebar merata.
Berdasarkan pengamatan, Trans Jakarta lebih menimbulkan macet jika
dibandingkan dengan angkutan-angkutan lain. Hal ini dikarenakan jalur Busway
mengambil jalur kendaraan lain. Padahal, jalur yang ada sekarang ini masih kurang
lebar untuk memenuhi kebutuhan transportasi. Akibatnya banyak menyebabkan
kemacetan.
Arah perjalanan masing - masing moda yang kami tumpangi berbeda-beda.
Apabila kita perhatikan, arah perjalanan metromini 63 terfokus pada satu tempat/rute
(hanya dari Depok – Blok M). Tetapi sebaliknya, arah perjalanannya tersebar merata
dan ada dimana-mana (Blok M – Kota, bisa transit di shelter Harmoni dan melanjutkan
perjalanan lain lagi).
***
Sumber:
http://rizkisaputro.files.wordpress.com/2008/07/peta-jakarta.jpg?w=300&h=300
http://alisanta.files.wordpress.com/2007/02/
transjakartanetworkasplannedfor2007.png
Rodrigue, et all. 2006. Geography Of Transport System. New York:
Lampiran
Gambar 1. Jaringan Jalan Jabodetabek
Gambar 2. Rute Trans Jakarta