laboratorium farmakologi

16

Click here to load reader

Upload: hamidahnor

Post on 01-Jul-2015

513 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laboratorium Farmakologi

cyz29mjd@free Laboratorium Farmakologi-Toksikologi FarmasiProgram Studi Farmasi F-MIPAUniversitas Lambung Mangkurat

PERCOBAAN I

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORPSI OBAT

Disusun Oleh :

Nama : Wiwi RahayuNIM : J1E108027Kelompok : VIIAsisten : Hevy Putri Meitarini

PROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATBANJARBARU

2010

Page 2: Laboratorium Farmakologi

PERCOBAAN I

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORPSI OBAT

I. PENDAHULUAN

I.1. Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengenal, mempraktekkan,

dan membandingkan cara-cara pemberian obat terhadap kecepatan

absorbsinya, menggunakan data farmakologi sebagai tolak ukurnya.

I.2. Dasar Teori

Obat dapat didefinisikan sebagai bahan yang menyebabkan perubahan

dalam fungsi biologis melalui proses kimia. Pada kebanyakan kasus,

molekul obat berinteraksi dengan molekul khusus dalam sistem biologis

yang berperan sebagai regulator, yaitu molekul reseptor. Pada sebagian

kecil kasus, obat yang dikenal sebagai antagonis kimia memilki

kemungkinan berinteraksi langsung dengan obat lain, sementara sebagian

kecil obat berinteraksi hampir secara menyeluruh dengan molekul air.

Obat dapat merupakan bahan yang disintesis di dalam tubuh atau

merupakan bahan-bahan kimia yang tidak disintesis di dalam tubuh

(Katzung, 2001).

Penggunaan suatu obat hampir selalu melibatkan transfer obat ke

dalam aliran darah. Kecuali meliputi pemberian topikal untuk

mendapatkan efek lokal pada kulit atau membran mukosa dan pemberian

obat per oral yang bekerja di dalam lumen usus seperti antasid dan

beberapa laksatif. Tetapi, biarpun tempat kerja obat tersebut di salah satu

tempat tadi, bisa terjadi absorpsi ke dalam aliran darah dan dapat

menimbulkan efek yang tidak diinginkan (Katzung, 2001).

Ada beragam cara pemberian obat, misalnya obat suntik; obat yang

ditelan atau diminum; obat yang ditaruh di bawah lidah (sublingual); obat

luar, obat kumur, obat rektal, obat intravaginal, obat intraurehtral dan

sebagainya. Cara penggunaan obat yang tepat ditentukan oleh dokter

waktu menetapkan terapi yang akan diberikan kepada penderita, dengan

perkataan lain harus disesuaikan dengan penderita serta indikasi

Page 3: Laboratorium Farmakologi

penyakitnya, dan juga harus disesuaikan dengan penderita serta indikasi

penyakitnya, dan juga harus disesuaikan dengan sifat-sifat fisiko-kimia

obatnya (Joenoes, 2002).

Bentuk sediaan obat yang diberikan sangat berpengaruh terhadap

absorpsi obat, tidak saja kecepatan absorpsi tetapi juga total obat yang

dapat diserap, atu bioavailabilitas obat. Cara atau rute pemberian obat dan

bentuk sediaan obat berpengaruh terhadap:

1. Cepat atau lambatnya obat mulai bekerja (onset of action)

2. Lamanya obat mulai bekerja (duration of action)

3. Intensitas kerja obat

4. Respons farmakologik yang dicapai

5. Bioavailabilitas obat

6. Dosis yang tepat untuk memberikan respons tertentu

Bioavailiabilitas obat dapat diukur melalui efek farmakologis dan respon

klinis yang dihasilkan setelah pemberian obat. Kemungkinan metode

untuk menilai bioavailabilitas obat:

Urutan kejadian sesudah

pemberian produk obatMetode evaluasi Contoh

Efek farmakologis 1. Permulaan dari efek

2. Lamanya efek

3. Intensitas efek

In vivo: pembedaan

pengukuran efek

farmakologis, antara

lain tekanan darah,

kadar gula darah, waktu

koagulasi darah, dan

sebagainya

Respons klinis 1. Studi “blind/double

blind” yang terkontrol

2. observasi

keberhasilan/kegagala

n klinis

In vivo: evaluasi

respons klinis

(Joenoes, 2002)

Bioavailabilitas dirumuskan sebagai bagian (fraksi) dari obat yang

tidak berubah yang mencapai sirkulasi sistemik setelah pemberian melalui

jalur apa saja. Untuk dosis intravena, bioavailabilitas diasumsikan sama

Page 4: Laboratorium Farmakologi

dengan satu. Untuk obat yang diberikan secra oral, bioavailabilitasnya

mungkin kurang dari 100% berdasarkan dua alasan utama: banyaknya obat

yang diabsorbsi tidak empurna dan eliminasi lintas-pertama (Ansel, 2008).

Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi adalah kelarutan obat,

kemampuan obat difusi melintasi membran sel, kadar obat, sirkulasi darah

pada tempat adsorpsi, luas permukaan kontak obat, bentuk sediaan obat

dan rute penggunaan obat. Proses absorpsi terjadi, bila obat melintasi

paling tidak satu membran sel dan kemudahan absorbsi obat akan

memberi gambaran kadar obat yang mencapai pada jaringan dan cairan

tubuh. Struktur membran sel terdiri dari sel-sel hidup, yang dikelilingi

membran yang berfungsi memelihara penyatu paduan sel dan mengatur

pemindahan nutrisi, produk tak terpakai dan substansi yang diperlukan ke

dan dari sitoplasma (Anief, 2005).

Laju absorpsi ditentukan oleh tempat pemberian dan formulasi obat.

Baik laju absorpsi dan banyaknya masukkan dapat mempengaruhi

keektifan klinik

Cara pemberian obat sangat menentukan absorpsi obat. Obat yang

diberikan secara intravaskular (intravena, intraarterial, intrakardial)

langsung masuk ke peredaran sistemik. Tetapi obat yang diberikan secara

Page 5: Laboratorium Farmakologi

ekstra vaskular (oral/peroral, rektal, topikal, subkutan, intramuskular)

harus terlebih dahulu menembus membran untuk dapat masuk ke dalam

darah/plasma (diabsorpsi). Sebelum molekul obat diabsorpsi, terlebih

dahlu molekul obat itu harus terbebaskan dari bentuk sediaannya.

Pembebasan obat dari bentuk sediaannya disebut juga liberasi obat dan

tergantung pada faktor-faktor berikut :

1. Sifat-sifat fisiko-kimia bahan obat.

2. Bentuk sediaan obat yang diberikan

3. Lingkungan dari bagian tubuh dimana terjadi penyerapan /absorpsi obat.

Formulasi bentuk sediaan dan faktor farmako-teknik merupakan faktor

penting untuk disintegrasi/pembebasan obat dari bentuk sediaannya. Obat

yang terbebaskan dari bentuk sediannya belum tentu diabsorpsi, kalau obat

tersebut terikat pada kulit atau mukosa disebut absorpsi, seperti halnya

dengan Norit (Karbo-adsorbens). Kalau obat sampai tembus ke dalam

kulit, tetapi belum masuk ke kapiler disebut penetrasi. Hanya kalau obat

meresap/menembus dinding kapiler dan masuk ke dalam saluran darah

baru disebut absorpsi (Joenoes, 2002).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan absorpsi adalah

1. Diperlambat oleh nyeri dan stres

Nyeri dan stress mengurangi aliran darah, mengurangi pergerakan

saluran cerna, retensi gaster.

2. Makanan tinggi lemak

Makanan tinggi lemak dan pada takan menghambat pengosongan

lambung dan memperlambat waktu absorpsi obat

3. Faktor bentuk obat

Absorpsi dipengaruhi formulasi obat: tablet, kapsul, cairan, sustained

release, dan lain-lain.

4. Kombinasi dengan obat lain

Interaksi satu obat dengan obat lain dapat meningkatkan atau

memperlambat tergantung jenis obat (Anonim, 2008).

Page 6: Laboratorium Farmakologi

Mekanisme absorpsi obat menurut urutan pentingnya adalah sebagai

berikut:

1. Difusi pasif

Difusi pasif adalah transport melalui membran yang semi permiabel.

Obat yang akan diabsorpsi terlebih dahulu harus berada dalam larutan

murni (terdispersi secara molekuler) pada situs penyerapan. Sewaktu

melalui membran, molekul obat melarut dalam bagian lipoid dari

membransesuai dengan kelarutannya dalam lemak dan koefisien partisi

lemak-airMolekul obat meninggalkan membran lipoid dan melarut lagi

dalam medium air yang berada di bagian dalam membran, perbedaan

konsentrasi obat pada kedua bagian membran menentukan penyerapan.

Fraksi obat yang berada dalam bentuk bebas atau tidak terionisasi dapat

melalui membran dengan cara difusi pasif.

2. Transpor konvektif

Transpor konvektif juga disebut filtrasi, ini menyangkut mekanisme

pasif, karena transpor berupa lintasan melalui pori-pori dari membrane.

Molekul obat yang larut dalam cairan/medium-air pada situs absorpsi

akan ikut pelarutnya melalui pori-pori. Sebagian ion-ion dan molekul

netral dapat melalui pori. Lebar porisekitar 7-10Å, dengan demikian

pada umumnya hanya molekul obat yang besarnya kurang dari itu yang

dapat melalui pori dengan mudah.

3. Transpor aktif

Molekul obat harus berada/berupa larutan dalam air ic cairan gastro

intestinal, terdispersi secara molekuler pada situs absorpsi. Transpor

aktif terjadi dengan bantuan suatu bahan pembawa (transporter) yang

merupakan bagian dari membran. Bahan pembawa ini adalah suatu

enzim atau bahan protein yang membentuk suatu kompleks dengan

molekul obat pada permukaan membran.

Tiap obat memrlukan pembawa yang spesifik, ikatan molekul obat

dengan pembawa adalah menurut teori obat-reseptor. Obat yang

mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap pembawa akan

menggeser obat yang mempunyai afinitas lebih rendah (inhibisi

Page 7: Laboratorium Farmakologi

kompetitif). Sistem ikatan obat-pembawa ini dinyatakan jenuh, bila

semua molekul pembawa sudah terpakai, sedangkan banyak molekul

obat belum terbawa.

4. Transpor yang dipermudah

Pada transport ini molekul obat harus berada berupa larutan dalam air

i.c cairan gastro-intstinal, terdispersi secara molekuler pada situs

penyerapan. Prinsip dan mekanisme transport yang dipermudah sama

dengan transport aktif, perbedaannya terletak pada tidak terjadinya

perlawanan konsentrasi yang lebih tinggi.

5. Transpor pasangan ion

Absorpsi bahan obat yang sangat terionisasi pada pH fisiologik tidak

dapat diterangkan dengn salah satu mekanisme transpor yang

diterangkan terdahulu. Obat yang sangat terionisasi seperti halnya

senyawa ammonium kuartener dan asam sulfonat membentuk kompleks

elektro-kimia yang netral dengan kation. Diperkirakan obat-obat ini

membentuk pasangan ion dengan zat endogen dari saluran cerna, seperti

misalnya dengan mucin. Kompleks pasangan-ion ini adalah netral dan

diabsorpsi secara difusi pasif, karena kompleks ini larut dalam air dan

juga dalam lipid

6. Pinositosis

Pinositosis merupakan proses yang memungkinkan molekul obat yang

besar melalui membran. Bahan obat tidak perlu berada pada larutan

dalam air; misalnya butiran lemak/minyak atau partikel solid.

Mekanisme pinositosis dapat dibandingkan dengan fagositosis di mana

bakteri diselaputi oleh leukosit. Pinositosis terjadi di lumen saluran

cerna, melalui epitel intestinal masuk ke kapiler vena atau getah bening.

Butir lemak/minyak atau pertikel solid dilapisi dengan proses yang

terbentuk dari sel epitel, dan membentuk gelembung yang melalui

membran. Gelembung-gelembung dapat berdiameter sampai 750Å.

Caa pinositosis ini penting untuk obat-obat yang larut dalam minyak,

seperti vitamin A, D, E, K. Pinositosis lebih penting untuk penyerapan

bahan gizi, seperti asam lemak, lemak dan asam amino (Joenoes, 2002).

Page 8: Laboratorium Farmakologi

II. CARA PERCOBAAN

2.1. ALAT DAN BAHAN

2.1.1. Alat yang Digunakan

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah

1. Baskom.

2. Beker glass

3. Jarum (1-2 ml)

4. Jarum berujung tumpul (untuk per oral)

5. Neraca analitis

6. Sarung tangan

7. Spuit injeksi

8. Stopwatch

2.1.2. Bahan yang Digunakan

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah

1. Aquadest.

2. Alkohol 70%

3. Natrium pentobarbital

2.1.3. Hewan Coba

Hewan coba yang digunakan pada percobaan ini adalah mencit

Page 9: Laboratorium Farmakologi

dihitung volume natrium pentobarbital,

dosis 35 mg/kgBB

25 ekor mencit

Dibagi menjadi 5 kelompok

Kel 1 Kel 2 Kel 3 Kel 4 Kel 5

- peroral - s.c. - i.m. - intra peritonial

- i.v.

Mencit

Diamati, dicermati dan dicatat waktu hilangnya reflek balik badan serta waktu kembalinya reflek. Dihitung onset dan durasi waktu tidur sodium pentobarbitalnyaHasil dibandingkan dengan uji statistik analisa varian pola searah dengan taraf kepercayaan 95 %.

2.2. CARA KERJA

Mencit ditimbang

Hasil

Page 10: Laboratorium Farmakologi

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 2005. Ilmu Meracik Obat. Universitas Gajah Mada press. Yogyakarta

Anonim, 2008. Farmakokinetikhttp;//www.Farmakokinetik.pdfDiakses tanggal : 12 Oktober 2010

Ansel, Howard.C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi Keempat. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Joenoes, Zaman Nanizar. 2002. Ars Prescribendi: Resep yang Rasional Jilid 1, 2 dan 3. Airlangga University Press. Surabaya.

Katzung, G. Bertram. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Page 11: Laboratorium Farmakologi

PERCOBAAN I

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORPSI OBAT

Disusun Oleh :

Nama : Wiwi RahayuNIM : J1E108027Kelompok : VII

Tanggal Praktikum : 14-10-2010

Dikumpul Tanggal : 13-10-2010

Nilai :

Diketahui,

(Hevy Putri Meitarini)

PROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATBANJARBARU

2010

Page 12: Laboratorium Farmakologi