lab farmakologi

45
I. PENDAHULUAN Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang kedokteran/biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Sebagai pola kebijaksanaan pembangunan keselamatan manusia di dunia adalah adanya Deklarasi Helsinki,yang dihasilkan oleh Sidang Kesehatan Dunia ke 16 di Helsinki, Finlandia, pada tahun 1964 (Sulaksono, M.E., 1987). Deklarasi tersebut merupakan rekomendasi kepada penelitian kedokteran, yaitu tentang segi etik penelitian yang melibatkan manusia sebagai obyek penelitian. Disebutkan, perlunya dilakukan percobaan pada hewan sebelum percobaan di bidang biomedis maupun riset lainnya dilakukan atau diperlakukan terhadap manusia (Sulaksono, M.E., 1987). Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis/ keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, di samping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia (Sulaksono, M.E., 1987). Farmakologi merupakan sifat dari mekanisme kerja obat pada sistem tubuh termasuk menentukan toksisitasnya. Bentuk sediaan dan cara pemberian merupakan penentu dalam memaksimalkan proses absorbsi obat oleh tubuh karena keduanya sangat menentukan efek biologis suatu obat seperti absorpsi, kecepatan absorpsi dan bioavailabilitas (total obat yang dapat diserap), cepat atau

Upload: dewifatimah2342

Post on 18-Jun-2015

2.109 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lab Farmakologi

I. PENDAHULUAN

Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang kedokteran/biomedis telah

berjalan puluhan tahun yang lalu. Sebagai pola kebijaksanaan pembangunan keselamatan manusia

di dunia adalah adanya Deklarasi Helsinki,yang dihasilkan oleh Sidang Kesehatan Dunia ke 16 di

Helsinki, Finlandia, pada tahun 1964 (Sulaksono, M.E., 1987).

Deklarasi tersebut merupakan rekomendasi kepada penelitian kedokteran, yaitu tentang segi

etik penelitian yang melibatkan manusia sebagai obyek penelitian. Disebutkan, perlunya dilakukan

percobaan pada hewan sebelum percobaan di bidang biomedis maupun riset lainnya dilakukan atau

diperlakukan terhadap manusia

(Sulaksono, M.E., 1987).

Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan

tertentu, antara lain persyaratan genetis/ keturunan dan lingkungan yang memadai dalam

pengelolaannya, di samping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan

reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia (Sulaksono, M.E., 1987).

Farmakologi merupakan sifat dari mekanisme kerja obat pada sistem tubuh termasuk

menentukan toksisitasnya. Bentuk sediaan dan cara pemberian merupakan penentu dalam

memaksimalkan proses absorbsi obat oleh tubuh karena keduanya sangat menentukan efek biologis

suatu obat seperti absorpsi, kecepatan absorpsi dan bioavailabilitas (total obat yang dapat diserap),

cepat atau lambatnya obat mulai bekerja (onset of action), lamanya obat bekerja (duration of

action), intensitas kerja obat, respons farmakologik yang dicapai serta dosis yang tepat untuk

memberikan respons tertentu (Anonim I., 2008).

Obat sebaiknya dapat mencapai reseptor kerja yang diinginkan setelah diberikan melalui rute

tertentu yang nyaman dan aman seperti suatu obat yang memungkinan diberikan secara intravena

dan diedarkan di dalam darah langsung dengan harapan dapat menimbulkan efek yang relatif lebih

cepat dan bermanfaat. Jalur pemakaian obat yang meliputi secara oral, rektal, dan parenteral serta

yang lainnya harus ditentukan untuk mencapai efek yang maksimal (Anonim I., 2008).

II. TUJUAN PERCOBAAN

- Untuk mengetahui bagaimana cara memberi penandaan pada hewan percobaan.

Page 2: Lab Farmakologi

- Untuk mengetahui berbagai pengaruh rute pemberian obat terhadap efek yang ditimbulkan.

- Untuk mengetahui teknik pemberian obat melalui rute intraperitoneal (i.p.) dan secara oral.

- Untuk mengetahui pengaruh peningkatan dosis terhadap efek yang ditimbulkan.

- Untuk menyatakan onset of action obat berdasarkan rute yang diberikan.

- Untuk menyatakan duration of action obat berdasarkan rute yang diberikan.

- Untuk mengetahui efek dari pemberian Luminal Natrium berdasarkan dosis dan rute

pemberian terhadap hewan percobaan.

III. PRINSIP PERCOBAAN

- Penandaan hewan dilakukan dengan cara menandai bagian ekor hewan dengan menggunakan spidol

permanen dengan bentuk-bentuk tertentu.

- Dengan membandingkan berbagai rute pemberian obat (oral dan intraperitoneal), sehingga dapat

diperoleh onset of action, intensitas, dan duration of action dari suatu obat.

- Dengan membandingkan peningkatan dosis terhadap efek yang ditimbulkan.

IV. TINJAUAN PUSTAKA

Ditinjau dari segi sistem pengelolaannya atau cara pemeliharaannya, di mana faktor keturunan dan

lingkungan berhubungan dengan sifat biologis yang terlihat/karakteristik hewan percobaan, maka

ada 4 golongan hewan, yaitu

1). Hewan liar.

2). Hewan yang konvensional, yaitu hewan yang dipelihara secara terbuka.

3). Hewan yang bebas kuman spesifik patogen, yaitu hewan yang dipelihara dengan sistim barrier

(tertutup).

4). Hewan yang bebas sama sekali dari benih kuman, yaitu hewan yang dipelihara dengan sistem

isolator Sudah barang tentu penggunaan hewan percobaan tersebut di atas disesuaikan dengan

macam percobaan biomedis yang akan dilakukan. Semakin meningkat cara pemeliharaan, semakin

Page 3: Lab Farmakologi

sempurna pula hasil percobaan yang dilakukan. Dengan demikian, apabila suatu percobaan

dilakukan terhadap hewan percobaan yang liar, hasilnya akan berbeda bila menggunakan hewan

percobaan konvensional ilmiah maupun hewan yang bebas kuman (Sulaksonono, M.E., 1987).

Jenis-jenis Hewan percobaan:

No Jenis hewan percobaan Spesies

1. Mencit (Laboratory mince) Mus musculus 2. Tikus (Laboratory Rat) Rattus norvegicus 3. Golden (Syrian) Haruster Mescoricetus auratus 4. Chinese Haruster Cricetulus griseus 5. Marmut Cavia porcellus (Cavia cobaya) 6. Kelinci Oryctolagus cuniculus 7. Mongolian gerbil Meriones unguiculatus 8. Forret Mustela putorius furo 9. Tikus kapas (cotton rat) Sigmodon hispidus 10. Anjing Canis familiaris 11. Kucing Fells catus 12. Kera ekor panjang (Cynomolgus) Macaca fascicularis (Macaca irus)13. Barak Macaca nemestrina 14. Lutung/monyet daun Presbytis ctistata 15. Kera rhesus Macaca mulata 16. Chimpanzee Pan troglodytes 17. Kera Sulawesi Macaca nigra 18. Babi Sus scrofa domestica 19. Ayam Gallus domesticus 20. Burung dara Columba livia domestica 21. Katak Rana sp. 22. Salamander Hynobius sp.No Jenis hewan percobaan Spesies

23 Lain-lain

Cara memegang hewan (handling) dan penentuan jenis kelamin

Masih dalam rangka pengelolaan hewan percobaan secara keseluruhan, cara memegang

hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula diketahui. Cara memegang hewan dari

masing-masing jenis hewan adalah ber,eda-beda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik

(besar atau kecil) serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan kecelakaan

atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau

pengambilan darah, misalnya) dan juga bagi orang yang memegangnya

(Sulaksono, M.E., 1992).

Page 4: Lab Farmakologi

Identiftikasi (Pemberian tanda pada hewan).

Tujuan dari pada pemberian tanda pada hewan adalah disamping untuk mencegah kekeliruan

hewan dalam sistim pembiakannya juga untuk mempermudah pengamatan dalam percobaan.

Bermacam-macam cara yang dipakai dalam identifikasi tergantung kepada selera dan juga lama

tidaknya hewan tersebut terpaki atau dipelihara. (marking, ear punching, too clipping, ear tags,

tattocing, coat colors) (Sulaksono, M. E., 1992).

Obat dalam tubuh akan mengalami beberapa fase yaitu:

- Fase farmasetik

- Fase farmakokinetik

- Fase farmakodinamik

Fase-fase estafet utama dalam aksi obat dalam tubuh dapat dilihat:

Dosis

I. Fase Farmasetik

Optimasi ketersediaan

farmasetik

Absorpsi

Distribusi

Biotransformasi

Ekskresi

Disintegrasi bentuk dosis

Disolusi Substansi Aktif

Page 5: Lab Farmakologi

II. Fase Farmakokinetik

Optimasi ketersediaan

biologik

III. Fase

Farmakodinamik

Optimasi efek biologik

yang dikehendaki

Efek

(Reksohadiprodjo, M.S., 1994)

Rute Penggunaan Obat

Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya serta kondisi pasien.

Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah-masalah seperti berikut:

a. tujuan terapi mengkehendaki efek lokal atau efek sistemik

b. apakah kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya lama

c. stabilitas obat di dalam lambung dan atau usus

d. keamanan relatif dalam penggunaan melalui bermacam-macam rute

e. rute yang tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokter

Interaksi obat reseptor dalam jaringan target

Page 6: Lab Farmakologi

f. kemampuan pasien menelan obat melelui oral (Anief, M., 1994).

Bentuk sediaan obat yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan efek terapi/obat.

Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau sistemik. Efek sistemik diperoleh

jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedangkan efek lokal adalah efek obat

yang hanya berkerja setempat misalnya salep

(Anief, M., 1994).

Efek sistemik dapat diperoleh dengan cara:

a. oral melalui saluran gastrointestinal atau rektal

b. parenteral dengan cara intravena, intramuskular dan subkutan

c. inhalasi langsung ke dalam paru-paru

Efek lokal dapat diperoleh dengan cara:

a. intraokular, intranasal, aural, dengan jalan diteteskan pada mata, hidung, telinga

b. intrarespiratoral, berupa gas masuk paru-paru

c. rektal, uretral, dan vaginal dengan jalan dimasukkan ke dalam dubur, saluran kencing dan

kemaluan wanita, obat melelh atau larut pada keringat badan atau larut dalam cairan badan.

Rute penggunaan obat dapat dengan cara:

a. melalui rute oral

b. melalui rute parenteral

c. melalui rute inhalasi

d. melalui rute membran mukosa seperti mata, hidung, telinga, vagina dan sebagainya

e. melalui rute kulit (Anief, M., 1994).

Rute penggunaan obat dapat diperlihatkan sebagai berikut:

No. Istilah Letak masuk dan jalan absorpsi obat

1. Per oral (per os) Melalui mulut masuk saluram intestinal (lambung),

penyerapan obat melalui membran mukosa pada

lambung dan usus memberi efek sistemik

2. Sublingual Dimasukkan di bawah lidah, penyerapan obat mellaui

Page 7: Lab Farmakologi

membran mukosa, memberi efek sistemik

3 Parenteral atau

injeksi

a. intravena

b. intrakardial

c. intrakutan

d. subkutan

e. intramuskular

melalui selain jalan lambung dengan merobek beberap

jaringan

Masuk pembuluh darah balik (vena), memberi efek

sistemik

Menembus jantung, memberi efek sistemik

Menembus kulit, memberi efek sistemik

Di bawah kulit, memberi efek sistemik

Menembus otot daging, memberi efek sistemik

4 Intranasal Diteteskan pada lubang hidung, memberi efek lokal

5 Aural Diteteskan pada lubang telinga, memberi efek lokal

No. Istilah Letak masuk dan jalan absorpsi obat

6 Intrarespiratoral Inhalasi berupa gas masuk paru-paru, memberi efek

lokal

7 Rektal Dimasukkan ke dalam dubur, memberi efek lokal +

sistemik

8 Vaginal Dimasukkan ke dalam lubang kemaluan wanita,

memberi efek lokal

9 Uretral Dimasukkan ke dalam saluran kencing, memberi efek

lokal

(Anief, M., 1994).

SEDATIVA DAN HIPNOTIKA

Hipnotika atau obat tidur (Yun: hypnos= tidur) adalah zat-zat yang dalam dosis terapi

diperuntukkan meningkatkan keinginan faali untuk tidur dan mempermudah atau menyebabkan

tidur. Lazimnya, obat ini diberikan pada malam hari. Bilamana zat-zat ini diberikan pada siang

hari dalam dosis yang lebih rendah untuk tujuan menenangkan, maka dinamakan sedativa (obat-

obat pereda). Oleh karena itu, tidak ada perbedaan yang tajam antara kelompok obat sedativa

maupun kelompok obat hipnotika (Tjay, T.H., 2002).

Page 8: Lab Farmakologi

Hipnotika/ sedativa, seperti juga antipsikotropika (neuroleptika), termasuk ke dalam kelompok

psikoleptika yang mencakup obat-obat yang menekan atau menghambat fungsi-fungsi SSP tertentu

(Tjay, T.H., 2002).

Sedativa berfungsi untuk menurunkan aktivitas, mengurangi ketegangan, dan menenangkan

penggunanya. Keadaan sedasi juga merupakan efek samping dari banyak obat yang khasiat

utamanya tidak menekan SSP, misalnya seperti antikolinergika (Tjay, T.H., 2002).

Hipnotika menimbulkan rasa kantuk (drowsiness), mempercepat tidur, dan sepanjang malam

mempertahankan keadaan tidur yang menyerupai tidur alamiah mengenai sifat-sifat EEG-nya.

Selain sifat-sifat ini, secara ideal obat tidur tidak menimbulkan aktivitas sisa pada keesokan harinya

(Tjay, T.H., 2002).

GOLONGAN BARBITURAT

Di samping sebagai sedatif dan hipnotik, golongan barbiturat dapat pula dimanfaatkan

sebagai obat antikonvulsi; dan yang biasa digunakan adalah barbiturat kerja lama. (long-acting

barbiturates). Di sini dibicarakan khasiat antiepilepsi prototipe barbiturat, fenobarbital,

mefobarbital, dan metarbital; serta primidon yang mirip dengan barbiturat (Utama, H dan Vincent

H.S. Gan,1995).

Sebagai antiepilepsi fenobarbital menekan letupan di fokus epilepsi. Barbiturat menghambat tahap

akhir oksidasi mitokondria, sehingga mengurangi pembentukan fosfatase berenergi tinggi. Senyawa

fosfat ini perlu untuk sintesis neurotransmiter misalnya Ch, dan untuk repolarisasi membran sel

neuron setelah depolarisasi

(Utama, H dan Vincent H.S. Gan,1995).

FENOBARBITAL

Fenobarbital (asam 5,5-fenil-etil barbiturat) merupakan senyawa organik pertama yang digunakan

dalam pengobatan antikonvulsi. Kerjanya, membatasi penjalaran aktivitas bangkitan dan menaikkan

ambang rangsang. Fenobarbital masih merupakan obat antikonvulsi dengan potensi terkuat,

tersering digunakan, dan termurah. Dosis efektif relatif rendah. Efek sedatif, dalam hal ini dianggap

efek samping, dapat diatasi dengan pemberian amfe-tamin atau stimulan sentral lainnya tanpa

menghi-langkan khasiat antikonvulsinya. Kemungkinan intoksikasi kecil; kadang-kadang hanya

Page 9: Lab Farmakologi

timbul ruam skarlatiniform pada kulit (2%). Efek toksik yang berat pada penggunaan sebagai

antiepilepsi belum pernah dilaporkan. Fenobarbital adalah obat terpilih untuk memulai terapi

epilepsi grand mal. Karena efek toksik berbeda dengan obat antikonvulsi lainnya, khususnya

dengan fenitoin, penggunaan fenobarbital sering dikombinasikan dengan obat-obat tersebut

(Utama, H dan Vincent H.S. Gan,1995).

Indikasi penggunaan fenobarbital ialah terhadap grand mal atau berbagai serangan kortikal lainnya;

juga terhadap status epileptikus serta konvulsi fe-bril. Sekalipun khasiatnya terbatas, karena sifat

antikonvulsi berspektrum lebar dan aman, fenobarbital sering cocok untuk terapi awal serangan

absence, spasme mioklonik, dan epilepsi akinetik; apalagi mengingat kemungkinan komplikasi

serangan tonik-klonik umum (grand mal) pada ketiga je-nis epilepsi tersebut. Terhadap epilepsi

psikomotor manfaatnya terbatas dan penterapan hams berhati-hati, oleh karena ada kemungkinan

terjadinya eksaserbasi petit mal. Hal ini terutama hams di-ingat oleh mereka yang menggunakan

fenobarbital sebagai obat terpilih pada setiap kelainan dengan konvulsi (umpamanya pada bidang

kesehatan anak) (Utama, H dan Vincent H.S. Gan,1995).

Dosis yang biasa digunakan pada orang dewasa adalah dua kali 100 mg sehari. Untuk

mengendali-kan epilepsi disarankan mendapatkan kadar plasma optimal, berkisar antara 10 sampai

30 meg/ml. Kadar plasma di atas 40 meg/ml sering disertai gejala toksik yang nyata. Penghentian

pemberian fenobarbital harus secara bertahap guna mencegah kemungkinan meningkatnya

frekuensi serangan kembali, atau malahan serangan status epileptikus

(Utama, H dan Vincent H.S. Gan,1995).

MEFOBARBITAL

Mefobarbital (asam 3-metil-5.5-feniletil barbiturat), efek sedatifnya lebih lemah daripada feno-

barbital; demikian pula khasiat antikonvulsinya. Tetapi mefobarbital tetap efektif terhadap grand

mal. Sifat-sifatnya dan efektivitasnya sama dengan fenobarbital karena terjadi N-demetilasi di hati.

Khasiat mefobarbital terhadap petit mal jelas me-lebihi fenobarbital, akan tetapi kurang bila diban-

dingkan dengan obat yang selektif terhadap petit mal. Dosis yang biasa diberikan pada orang

dewasa adalah 400-600 mg sehari dalam dosis terbagi

(Utama, H dan Vincent H.S. Gan,1995).

Page 10: Lab Farmakologi

METARBITAL

Metarbital diperoleh dengan metilasi-N3 pada barbital dan menjadi asam 3-metil-5,5-dietilbar-

biturat. Senyawa ini merupakan jenis barbiturat dengan masa kerjanya paling lama. Metarbital tidak

memiliki gugus fenil (yang memberikan si-fat antikonvulsi); tetapi dalam kombinasi ataupun

sebagai obat tunggal berguna terhadap grand mal yang sudah refrakter terhadap pengobatan lazim;

juga terhadap epilepsi mioklonik dan petit mal. Khusus terhadap spasme mioklonik pada anak kecil

(infant) metarbital paling baik khasiatnyajdan pada kelainan dengan konvulsi akibat kerusakan pada

otak, metarbital juga sangat berguna

(Utama, H dan Vincent H.S. Gan,1995).

Efek samping berupa kantuk, pusing, gelisah, gangguan lambung, dan ruam kulit. Dosis awal

dewasa adalah 100-300 mg sehari diberikan terbagi 2-3 kali sehari dan dapat dinaik-kan menjadi

800 mg sehari. Untuk anak 5-15 mg/ kg berat badan sehari, diberikan terbagi. (Utama, H dan

Vincent H.S. Gan,1995)

Obat hipnotik dapat menimbulkan rasa mengantuk dan memperlama keadaaan tidur. Efek hipnotik

lebih bersifat depresan terhadap susunan saraf pusat daripada sedasi dan obat ini dapat diperoleh

secara mudah pada kebanyakan obat-obat sedatif dengan jalan meningkatkan dosis

(Utama, H dan Vincent H.S. Gan,1995).

Derajat dosis yang tergantung pada depresi fungsi susunan saraf pusat adalah karakteristik untuk

obat-obat hipnotif sedatif. Walaupun begitu, pada masing-masing obat, terdapat perbedaan dalam

hubungan antara dosis dan tingkat depresi susunan saraf pusat. Dua contoh dari hubungan dosis-

respon diperlihatkan pada Gambar 21-1. Slope yang linier dari obat A adalah khas dari kebanyakan

obat sedativa-hipnotika yang lebih tua, termasuk barbiturat dan alkohol. Pada obat-obat tersebut,

peningkatan dosis diatas yang diperlukan untuk hipnotis dapat menimbulkan suatu keadaan anestesi

umum. Dengan dosis yang lebih tinggi lagi, hipnotik-sedatif dapat menekan pusat pernapasan dan

pusat vasomotor di medula, menimbulkan koma dan kematian. Deviasi dari hubungan linier dosis-

respon seperti terlihat pada obat B, akan memerlukan proporsi yang lebih besar dalam peningkatan

dosis untuk mendapatkan depresi susunan saraf pusat yang lebih dalam daripada hipnosis. Hal ini

menunjukkan/ ditunjukkan oleh kebanyakan obat dari golongan benzodiazepin, dan batas

Page 11: Lab Farmakologi

keamanaan yang lebih besar merupakan penawaran yang penting dalam penggunaan klinik yang

luas untuk mengobati keadaan ansietas dan gangguan tidur.

Koma Obat A

E

F Anestesi Obat B

E

K

Hipnosis

S

S

P Sedasi

Kenaikan Dosis

(Katzung, B.G., 1998)

Page 12: Lab Farmakologi

VI. METODE PERCOBAAN

5.1. Alat dan Bahan

5.1.1. Alat

- oral sonde mencit

- spidol permanent

- spuit 1 ml

- beaker glass 25 ml

- erlenmeyer 10 ml

- labu tentukur 100ml

- jam tangan

- timbangan elektrik

5.1.2. Bahan

- mencit 5 ekor

- akuadest

- luminal Na konsentrasi 0,7%

5.2. Prosedur Percobaan

1. Penandaan Hewan

- dipegang ujung ekor mencit dengan tangan kanan dan dibiarkan kaki depan berpaut

pada kawat kasa kandang

- ditandai ekor mencit dengan spidol permanent

- diletakkan di atas timbangan elektrik, kemudian catat beratnya

Page 13: Lab Farmakologi

2. Persiapan Hewan

- dipegang ujung ekor dengan tangan kanan dan dibiarkan kaki depan terpaut pada kawat

kasa kandang

- dipegang kulit kepala sejajar dengan telinga mencit dengan menggunakan jari telunjuk

dan ibu jari tangan kiri

- ditukarkan pegangan ekor dari tangan ke jari kelingking kiri supaya mencit itu dapat

dipegang dengan sempurna

- mencit siap untuk disuntik

3. Cara Pemberian Obat

a. Intraperitoneal

Percobaan kontrol (dengan pemberian aquadest)

- dipegang tengkuk mencit sedemikian rupa dengan tangan kiri sehingga ibu jari

melingkar di bawah rahang sehingga posisi abdomen lebih tinggi dari kepala

- disuntikkan aquadest pada bagian bawah tengah abdomen dengan cepat

- diamati efek yang terjadi

Pemberian Luminal Na 0,7%

- dipegang tengkuk mencit sedemikian rupa dengan tangan kiri sehingga ibu jari

melingkar di bawah rahang sehingga posisi abdomen lebih tinggi dari kepala

- disuntikkan Luminal Na 0,7% pada bagian bawah tengah abdomen perlahan-lahan

- diamati efek obat yang terjadi

b. Peroral

Pemberian Luminal Na 0,7%

Page 14: Lab Farmakologi

- dipegang tengkuk mencit

- diselipkan jarum oral yang telah berisi Luminal Na 0,7% berdekatan dengan langit-

langit dan didorong hingga masuk ke esofagus

- Larutan didesak keluar dari alat suntik

5.3 . Flow Sheet

Mencit

1. Penandaan Hewan

Dipegang ujung ekor dengan tangan kanan dan dibiarkan kaki

depan berpaut pada kawat kasa dari kandang

Ditandai ekornya dengan spidol permanent

Diangkat ke atas timbangan elektrik

Dicatat beratnya

2. Persiapan Hewan

Mencit

Dipegang ujung ekor dengan tangan kanan dan

dibiarkan kaki depan berpaut pada kawat

kasa di kandang

Hasil

Page 15: Lab Farmakologi

Dipegang kulit kepala sejajar dengan telinga mencit dengan

menggunakan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri

Ditukarkan pegangan ekor dari tangan kanan ke jari kelingkng kiri

supaya mencit dapat dipegang dengan sempurna

3. Cara Pemberian Obat

a. Per Oral

Mencit

Ditandai dan ditimbang mencit

Dihitung dosis, dimasukkan obat ke oral sonde

Dipegang tengkuk mencit

Diselipkan jarum oral yang telah berisi obat berdekatan

dengan langit-langit dan dorong hingga masuk ke esofagus

Didesak larutan obat keluar dari alat suntik

Diamati respon selama 90 menit dengan selang waktu

10 menit

Dibuat grafik respon terhadap waktu

Hasil

Hasil

Page 16: Lab Farmakologi

b. Intraperitoneal

Mencit

Ditandai dan ditimbang mencit

Dihitung dosis, dimasukkan obat ke spuit

Dipegang tengkuk mencit sedemikian rupa dengan

tangan kiri sehingga ibu jari melingkar di bawah rahang (bukan

tenggorokan) sehingga posisi abdomen lebih tinggi dari kepala

Disuntikkan larutan obat pada bagian bawah tengah

abdomen dengan cepat

Diamati respon selama 90 menit dengan selang waktu

10 menit

Dibuat grafik respon terhadap waktu

Hasil

VI. PERHITUNGAN DATA, GRAFIK DAN PEMBAHASAN

6.1. Perhitungan Dosis

Dosis mencit I

Berat mencit 25,6gr

Page 17: Lab Farmakologi

Dosis : Kontrol aquadest dosis 1 % / BB (i.p)

Syringe : 80 skala (1skala = 1 / 80 = 0,0125 ml)

Jumlah larutan obat yang disuntikkan :

= 1 / 100 x 25,6gr = 0,256ml

Jumlah skala yang diberikan dalam syringe :

Dosis mencit II

Berat mencit : 26,1 gr

Dosis : Luminal-Na 0,7 %, 80 mg / kg BB (oral)

Syringe : 80 skala (1skala = 1 / 80 = 0,0125 ml)

Jumlah obat yang diberikan :

Konsentrasi obat 0,7 %

= 0,7 gr/100 ml = 700 mg / ml = 7 mg / ml

Jumlah larutan obat yang disuntikkan

Jumlah skala yang diberikan dalam syringe

Page 18: Lab Farmakologi

Dosis mencit III

Berat mencit : 29,8 gr

Dosis : Luminal-Na 0,7%, 90 mg / kg BB (oral)

Syringe : 80 skala (1skala = 1 / 80 = 0,0125 ml)

Jumlah obat yang diberikan :

=

Konsentrasi obat 0,7 %

= 0,7 gr/100 ml = 700 mg / ml = 7 mg / ml

Jumlah larutan obat yang disuntikkan

Jumlah skala yang diberikan dalam syringe

Dosis mencit IV

Berat mencit : 25,0 gr

Dosis : Luminal-Na 0,7 %, 80 mg / kg BB (i.p)

Syringe : 80 skala (1skala = 1 / 80 = 0,0125 ml)

Jumlah obat yang diberikan :

Page 19: Lab Farmakologi

=

Konsentrasi obat 0,7 % = 0,7 gr/100 ml = 700 mg / ml = 7 mg / ml

Jumlah larutan obat yang disuntikkan

Jumlah skala yang diberikan dalam syringe

Dosis mencit V

Berat mencit : 24,7 gr

Dosis : Luminal-Na 0,7%, 90 mg / kg BB (i.p)

Syringe : 80 skala (1skala = 1 / 80 = 0,0125 ml)

Jumlah obat yang diberikan :

=

Konsentrasi obat 0,7 %

= 0,7 gr/100 ml = 700 mg / ml = 7 mg / ml

Jumlah larutan obat yang disuntikkan

Page 20: Lab Farmakologi

Jumlah skala yang diberikan dalam syringe

6.2. Data Percobaan

Keterangan:

1.1 Normal

1.2 Garuk-Garuk (reaktif)

1.3 Gerak lambat

1.4 Tidur

i.p = intraperitoneal

6.3. Grafik Percobaan

Terlampir

6.4. Pembahasan

No Perlakuan Waktu

10 20 30 40 50 60 70 80 90

1. Kontrol (aquadest)

secara i.p

1.1 1.2 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.2 1.2

2. Luminal dosis 80

mg/Kg BB secara oral

1.1 1.1 1.1 1.1 1.3 1.3 1.3 1.3 1.3

3. Luminal dosis 80

mg/Kg BB secara i.p

1.2 1.3 1.3 1.3 1.3 1.3 1.3 1.3 1.3

4. Luminal dosis 90

mg/Kg BB secara oral

1.1 1.1 1.3 1.3 1.3 1.3 1.3 1.3 1.3

5. Luminal dosis 90

mg/Kg BB i.p

1.1 1.3 1.3 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4

Page 21: Lab Farmakologi

Berdasarkan hasil percobaan diperoleh bahwa peningkatan dosis yaitu dari 80mg/KgBB menjadi

90mg/KgBB dengan rute pemberian yang sama yaitu Mencit II (Luminal Na 0,7% dosis

80mg/KgBB secara oral) dengan Mencit IV ((Luminal Na 0,7% dosis 90mg/KgBB secara oral) dan

antara Mencit III ((Luminal Na 0,7% dosis 80mg/KgBB secara i.p.) dengan Mencit V (Luminal Na

0,7% dosis 90mg/KgBB secara i.p.) akan memberikan efek luminal Na (tidur) lebih cepat.

Sementara Mencit I I (kontrol (aquadest) secara i.p. 1% BB ) tidak menunjukkan efek mengantuk

(walaupun pada menit ke-20, menit ke-80 dan menit ke-90 mencit berlaku reaktif). Hal ini mungkin

hanya disebabkan oleh perilaku mencit saja.

Menurut literatur, derajat dosis yang tergantung pada depresi fungsi susunan saraf pusat adalah

karakteristik untuk obat-obat hipnotif sedatif. Pada obat-obat tersebut, peningkatan dosis diatas

yang diperlukan untuk hipnotis dapat menimbulkan suatu keadaan anestesi umum. Dengan dosis

yang lebih tinggi lagi, hipnotik-sedatif dapat menekan pusat pernapasan dan pusat vasomotor di

medula, menimbulkan koma dan kematian (Katzung, B. G., 1998).

Berdasarkan percobaan juga diperoleh hasil bahwa pemberian obat secara i.p. menunjukkan onset

of action yang lebih cepat bila dibandingkan dengan pemberian obat secara oral. Oleh karena itu,

Mencit V (Luminal Na 0,7% dosis 90mg/KgBB secara i.p.) menunjukkan onset of action yang

paling cepat diantara semua mencit karena pemberiannya secara i.p. dan dosisnya yang tinggi.

Menurut literatur, pemberian obar secara oral merupakan cara pemberian obar secara umum

dilakukan karena mudah, aman, dan murah. Namun kerugiannya ialah banyak faktor yang dapat

mempengaruhi bioavailabilitasnya. Sedangkan pemberian secara suntikan yaitu pemberian

intraperitoneal, memiliki keuntungan karena efek yang timbul lebih cepat dan teratur dibandingkan

dengan pemberian secara oral karena tidak mengalami tahap absorpsi maka kadar obat dalam darah

diperoleh secara cepat, tepat dan dapat disesuaikan langsung dengan respons penderita. Namun

suntikan i.p. tidak dilakukan pada manusia karena bahaya injeksi dan adesi terlalu besar (Setiawati,

A. dan F.D. Suyatna, 1995).

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

- Pada penandaan hewan percobaan dibuat pada ekor dengan garis-garis yang disesuaikan

dengan urutan mencit.

Page 22: Lab Farmakologi

- Cara pemberian secara intraperitonial (i.p.) dengan menyuntikkan tepat pada bagian abdomen

mencit dan melaui oral dengan menggunakan oral sonde untuk mempermudah masukknya

obat kedalam mulut mencit yang sempit dan langsung ke kerongkongan.

- Pada pemberian obat secara oral lebih lama menunjukkan onset of action dibanding secara

Intraperitonial, hal ini dikarenakan Intraperitonial tidak mengalami fase absorpsi tapi

langsung ke dalam pembuluh darah.Sementara pemberian secara oral, obat akan mengalami

absorpsi terlebih dahulu lalu setelah itu masuk ke pembuluh darah dan memberikan efek.

- Semakin tinggi dosis yang diberikan akan memberikan efek yang lebih cepat

- Onset of action dari rute pemberian obat secar IP lebih cepat diperoleh daripada rute

pemberian obat secara oral.

- Duration of action dari rute pemberian obat secara IP lebih panjang (lama) dibandingkan rute

pemberian obat secara oral.

- Dari hasil yang diperoleh diketahui :

Mencit I (kontrol [aquadest 1%] secara i.p) pada menit ke 10 sampai 90 normal walaupun

pada menit ke-20, 80 dan 90 menunjukkan gerakan reaktif

Mencit II (Luminal Na 0,7%, 80 mg/Kg BB secara oral) pada menit ke 10 sampai menit ke-

40 normal diteruskan dengan gerakan lambat pada menit ke-50 sampai 90.

Mencit III (Luminal Na 0,7 %, 80 mg/Kg BB secara i.p) pada menit ke-10 langsung reaktif

kemudian menunjukkan gerakan lambat dari menit ke-20 sampai menit ke-90.

Mencit IV (Luminal Na 0,7 %, 90 mg/Kg BB secara oral) pada menit ke-10 dan 20

menunjukkan gerakan normal lalu diikuti gerakan lambat pada menit ke-30 sampai 90

(efeknya lebih cepat dibandingkan dengan mencit II karena dosis ditingkatkan)

Mencit V (Luminal Na 0,7 %, 90 mg/Kg BB secara i.p.) pada menit ke-10 normal dan pada

menit ke-20 sampai menit ke-30 gerakan lambat dan mulai tidur pada menit ke-40 sampai

menit ke-90 (efeknya lebih cepat bila dibandingkan dengan mencit III karena dosis

ditingkatkan).

Page 23: Lab Farmakologi

7.2 Saran

Lebih berhati-hati dalam penanganan hewan percobaan dan dalam pembacaan skala spuit

agar dosis yang diberikan tepat dan tercapai efek yang dikehendaki.

Lebih berhati-hati dalam pemberian obat secara interperitonial agar tidak mengalami

kerusakan pada abdomen maupun tusukan pada organ-organ dalam yang vital.

Dapat digantikan atau digunakan turunan barbiturat lainnya maupun obat golongan sedatif-

hipnotik lainnya (seperti benzodiazepin) untuk mengetahui perbandingan onset of action

dan duration of action.

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M., 1994. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hal. 42-43.

Anonim I, 2008.Farmakologi-1.

http://71mm0.files.wordpress.com/2008/05/farmakologi-1.doc

Katzung, B.G., 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 351.

Reksohadiprodjo, M.S., 1994. Pusat Penelitian Obat Masa Kini. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press. Hal. 3.

Setiawati, A. dan F.D. Suyatna, 1995. Pengantar Farmakologi Dalam “Farmakologi dan Terapi”.

Edisi IV. Editor: Sulistia G.G. Jakarta: Gaya Baru. Hal. 3-5.

Sulaksono, M.E., 1987. Peranan, Pengelolaan dan Pengembangan Hewan Percobaan. Jakarta.

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/16_PerkembangbiakanHewanPercobaan.pdf/

16_PerkembangbiakanHewanPercobaan.html

Sulaksono, M.E., 1992. Faktor Keturunan dan Lingkungan Menentukan Karakteristik Hewan

Percobaan dan Hasil Suatu Percobaan Biomedis. Jakarta.

Page 24: Lab Farmakologi

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15_FaktorKeturunandanLingkungan.pdf/

15_FaktorKeturunandanLingkungan.html

Tjay, T.H. dan K. Rahardja. 2002.Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek

Sampingnya. Edisi Kelima. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo

Kelompok Gramedia. Hal. 357.

Utama, H dan Vincent H.S.Gan,1995. Antikonvulsi Dalam “Farmakologi dan Terapi”. Edisi IV.

Editor: Sulistia G.G. Jakarta: Gaya Baru. Hal. 168-169.

Page 25: Lab Farmakologi

Faktor Keturunan dan LingkunganMenentukan Karakteristik HewanPercobaan dan Hasil SuatuPercobaan BiomedisIr. M. Edhie SulaksonoStaf Penelitian pada Badan Penelitian dan PengembanganKesehatan, Departemen Kesehatan R.I.PENDAHULUANPenggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiahdibidang kedokteran/biomedis telah berjalan puluhan tahunyang lalu. Sebagai pola kebijaksanaan pembangunan kese-lamatan manusia di dunia adalah adanyaDeklarasi Helsinki,yang dihasilkan oleh Sidang Kesehatan Dunia ke 16 di Hel-sinki, Finlandia, pada tahun 1964. Deklarasi tersebut merupa-kan rekomendasi kepada penelitian kedokteran, yaitu tentangsegi etik penelitian yang melibatkan manusia sebagai obyekpenelitian. Disebutkan, perlunya dilakukan percobaan padahewan sebelum percobaan di bidang biomedis maupun risetlainnya dilakukan atau diperlakukan terhadap manusia.Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslahmemenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain per-syaratan genetis/keturunan dan lingkungan yang memadaidalam pengelolaannya, di samping faktor ekonomis, mudahtidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologisyang mirip kejadiannya pada manusia. Ditinjau dari segi sistempengelolaannya atau cara pemeliharaannya, di mana faktorketurunan dan lingkungan berhubungan dengan sifat biologisyang terlihat/karakteristik hewan percobaan, maka ada 4golongan hewan, yaitu1). Hewan liar.2). Hewan yang konvensional, yaitu hewan yang dipeliharasecara terbuka.3). Hewan yang bebas kuman spesifik patogen, yaitu hewanyang dipelihara dengan sistimbarrier(tertutup).4). Hewan yang bebas sama sekali dari benih kuman, yaituhewan yang dipelihara dengan sistem isolator.Sudah barang tentu penggunaan hewan percobaan tersebutdi atas disesuaikan dengan macam percobaan biomedis yangakan dilakukan. Semakin meningkat cara pemeliharaan, se-makin sempurna pula hasil percobaan yang dilakukan.Dengan demikian, apabila suatu percobaan dilakukanterhadap hewan percobaan yang liar, hasilnya akan berbedabila menggunakan hewan percobaan konvensional ilmiahmaupun hewan yang bebas kuman(Germfree animal).FAKTOR GENETIS/KETURUNAN DARI HEWAN PER-COBAAN

Page 26: Lab Farmakologi

Faktor keturunan merupakan salah satu faktor yang ikutmenentukan hasil suatu sifat-sifat biologis yang terlihat, ataukarekteristik hewan percobaan, atau yang lazim disebutdenganpenotipa.Faktor keturunan adalah unsur-unsur yangdianggap mempunyai sifat-sifat turunan yang diwariskanoleh kedua tetuanya kepada keturunannya. Ada dua macamsifat-sifat yang diturunkan yang menghasilkan suatu penotipahewan, yaitu:1). Sifat turunan yang kualitatif (tidak dapat diukur), misalnya warna bulu (hitam, albino, coklat atau warna campuran);sifat mudah dan cepat menjadi besar; golongan darah maupunkemampuan memberikan reaksi kekebalan dan lain sebagai-nya.2). Sifat turunan yang kuantitatif (dapat diukur), misalnyaproduksi anaknya(litter size)dan sifat-sifat lainnya.Sifat-sifat turunan inipada dasarnya diatur oleh adanya suatugen, yaitu suatu unit dasar pembentuk sifat-sifat di atas, yangditerimanya dari kedua tetuanya. Sedangkan jumlah gen yangCermin Dunia Kedokteran No. 42, 1987 51

Page 27: Lab Farmakologi
Page 28: Lab Farmakologi

diwariskan kepada anaknya, berapa tepatnya tidak ada orangyang tabu. Susunan gen-gen yang membentuk sifat, bentukatau karakter (penotipa) individu turunannya dinamakangenotipa.Sebagai contoh adalah hewan percobaanMencitAlbino (putih).Albino adalah warna bulu untuk putih, se-dangkan warna bulu adalah merupakan salah satu sifat bio-logis yang terlihat dari hewan Mencit tadi yang bersifat me-nurun (sifat turunan yang kualitatif dan tidak dapat diukur).W arna bulu sudah jelas yaitu putih. Lalu, bagaimana dengansusunan genotipanya? Genotipanya telah ditentukan oleh paraahli terdahulu yaituaayang tersusun dari beberapa gen,sehingga terbentuklah warna bulu yang albino tadi.StrainMencit(inbred strain)di dunia yang terdaftar berjumlah230strainpada tahun 1979 (FESTING, 1979). Jumlah inibelum termasuksubstraindari masing-masingstrainMencittersebut.Masing-masingstrainMencit tersebut memiliki simbolgen yang berbeda-beda dan karakteiristik yang berbeda pula.Masing-masing memiliki perbedaan dalam perilaku, kemampu-an imunologis, infeksi penyakit, kemampuan dalam mem-berikan reaksi terhadap obat, .kemampuan reproduksi danlain sebagainya. MisalnyaStrainBALB/c, karakteristiknyasebabagi berikut:Strainini dibentuk oleh Mc. Dowell padatahun 1923. Mempunyai kemampuan reproduksi yang baik;secara normal kejadian tumor glandula mammae sangat kecilsekali, akan tetapi apabila diinfeksikan dengan virus tumorglandula mammae dengan cara menggunakanfostering strainC3H(virus carrier)

Page 29: Lab Farmakologi

akan mempertinggi kejadian tumor ter-sebut pada Mencit BALB/c. Ciri yang lainnya adalah resistenterhadap efek alergik ensefalomielitis (FESTING, 1979).Karakteristik yang timbul dari masing-masingstrainMencit tersebut adalah akibat daripada pemilikan gen-gen yangberbeda-beda yang diturunkan kepada keturunannya, sehinggadengan demikian masing-masingstrainmemiliki perbedaandalam pemakaian sebagai model penelitian.FAKTORLINGKUNGANYang dimaksud dengan faktor lingkungan antara lainiklim setempat, temperatur ruangan, kelembaban, makananhewan yang diberikan, cara perawatan, program pemberantas-an dan pencegahan penyakit dan lain sebagainya (lihat ilus-trasi 2).Alam, dengan situasi lingkungan yang berbeda-beda,memberikan banyak variasi lingkungan yang sangat pentingdipandang dari segi genetis/keturunan, karena1). Faktor lingkungan dapat menutupi variasi (perbedaan-perbedaan) yang ditimbulkan oleh faktor genetis/keturunan.2). Keadaan lingkungan tertentu dibutuhkan suatu individu(dalam hal ini hewan percobaan) untuk dapat memberikanpotensi genetisnya (kemampuan untuk memberikan keturun-an yang baik).3). Faktor lingkungan jelas tidak dapat diturunkan tetua ke-pada keturunannya. Misalnya dalam hal bertumbuh menjadibesar dari Marmutstrain Hartley,di mana hewan ini mem-52 Cermin Dunia Kedokteran No.42, 1987punyai kemampuan genetis baik sekali dan mempunyai sifatrentan/peka terhadap kuman tbc.Dalam jangka waktu kurang lebih 30 hari setelah lahir mampumenghasilkan berat badan kurang lebih 250--300 gram (ber-dasarkan hasil pengamatan di bidang Binatang Percobaan),sedangkan untuk Marmut lokal/pasar, karena tidak mem-punyai kemampuan genetis yang baik, sangat sulit mencapaiberat yang sama dan dalam waktu yang sama pula. Persoalan-nya adalah, apabila MarmutstrainHartley teresebut tidak di-pelihara dalam lingkungan yang baik (suhu, kelembaban,makanan dan lain sebagainya), maka akan memberikan karak-teristik atau penotipa yang kurang menguntungkan, sehinggadengan demikian akan sia-sialah pekerjaan yang salama ini

Page 30: Lab Farmakologi

telah dilakukan.KARAKTERISTIK HEWAN PERCOBAAN(PENOTIPA)Sifat-sifat karakteristik ini selamanya akan timbul, karenaadanya kerja sama antara faktor keturunan dan lingkungan.Jadi adanya berbagai macam bentuk maupun sifat karakteris-tik disebabkan oleh karenaadanya perbedaan-perbedaanyang ditimbulkan oleh faktor genetis dan faktor lingkungan.PENGARUH FAKTOR KETURUNAN DAN LINGKUNGANTERHADAP PENOTIPA HEWAN PERCOBAANSecara matematis/perhitungan aljabar, pengaruh faktorketurunan dan lingkungan terhadap penotipa hewan per-cobaan dapat digambarkan sebagai berikutK + L +VariasiKL = PK=Faktor keturunan/genetisL=Faktor lingkunganP=PenotipaAda 4 kemungkinan pengaruh kedua faktor (genetik danlingkungan) terhadap penotipa hewan percobaan, yaitu:I). K (sama) + L (sama) = P (sama).Artinya : apabila terdapat 2 kelompok/grup hewan percoba-an atau lebih (mencit, misalnya), yang ierasal dari keturunanyang sama(strainyang sama) (dalam hal ini faktor K sama),mendapatkan perlakuan yang sama pula (iklim, makanan,perawatan, dan lain-lain) (dalam hal ini faktor L sama), makaakan dihasilkan hewan yang berpenotipa yang baik pula(P sama).2). K (berbeda) + L (sama) = P (berbeda).Artinya : apabila terdapat 2 kelompok/grup hewan percoba-an atau lebih yang berasal dari keturunan yang berlainan(strain berbeda) dan mendapat perlakuan yang sama, makaakan dihasilkan penotipa dari kedua kelompok/grup hewanpercobaan tadi yang berlainan satu sama lain.3). K (sama) + L (berbeda) = P (berbeda).Artinya : walaupun terdapat dua kelompok/grup hewanpercobaan atau lebih yang sama asal keturunannya (strain

Page 31: Lab Farmakologi
Page 32: Lab Farmakologi

sama), apabila dipelihara dalam lingkungan yang berbeda,maka penotipa yang dihasilkandarikedua kelompok/gruphewan percobaan tadi akan berbeda pula.4). K (berbeda)+L (berbeda)=P (berbeda).Artinya : Penotipadarikedua kelompok/grup hewan per-cobaan atau lebih tadi akan berbeda sama sekali, apabilamasing-masing kelompok/grup hewan tersebut berasaldariketurunan yang berlainan dan dipelihara dalam lingkunganyang berbeda pula.PENGARUH FAKTOR KETURUNAN DAN LINGKUNG-AN TERHADAP HASIL SUATU PERCOBAAN BIOMEDIS(DRAMATIPA)Yang dimaksud dengan percobaan biomedis antara lainpercobaan potensi/khasiat produk biologi (misalnya vaksin,sera, antibiotik, hormon dan lain-lain), tes keracunan, pe-nelitian di bidang virologi, imunologi, farmasi dan lain se-bagainya. Semua percobaan tersebut bisa menggunakanhewan percobaan sebagai modelnya sebelum dilakukan per-cobaan pada manusia. Sebagai persyaratannya, hewan per-cobaan yang digunakan haruslah proses yang terjadi padahewan percobaan tersebut sama atau banyak kesamaannyadalam proses yang terjadi pada manusia. Di samping itu,susunan genetis yang hampir sama (diperlukan usaha pem-biakan yang terarah dan teratur sesuai dengan sistem yangada dalam program pembiakan/breeding) dan lingkungan yangmemadai sebagai penunjang faktor genetis, sangat berpengaruhterhadap karakteristik hewan percobaan itu sendiri (DJ.SHORT, DP. W OODNOTT, 1969).Secara imunologis untuk menentukan grup Mencit yangpaling baik (mampu memberikan reaksi kekebalan)daribeberapa kelompok/grup/strain, antara lain dengan melaluipercobaan pemeriksaan potensi vaksin baik Tetanus maupunPertusis, misalnya.Masing-masing

Page 33: Lab Farmakologi

strainMencit diimunisasi sehingga akanmemberikan reaksi kekebalan yang berbeda. Berdasarkananalisa statistik,strainMencit yang memberikan reaksi ke-kebalan yang paling baik (tinggi) dianggap merupakanstrainMencit yang paling baik pula. Reaksi kekebalan yang di-timbulkan oleh hewan percobaan bila diimunisasi tersebutdipengaruhi oleh mekanisme kekebalan yang ada dalamtubuh hewan dan mekanismenya dipengaruhi oleh beberapafaktor-faktor genetik, lingkungan, anatomi hewan, fisiologi,faktor mikroba dan lain-lain (BELLANTI, YOSEPH, A,1971) (lihat ilustrasi 1).Faktor genetika (keturunan)Perbedaan hasil pemeriksaan potensi yang dilakukandibeberapa negara yaitu misalnya Jepang, Amerika Serikat,Eropa mauoun Indonesia disebabkan karenastrainhewanpercobaan yang digunakan berbeda,(PERKINS, FT. 1980).Dengan demikian, jelas bahwa secara genetis, Mencit yangdipakai sebagai model percobaandaribeberapa negara ter-sebut adalah berbeda dan dengan demikian penotipa hewantersebut juga berbeda, lebih-lebih pola pemeliharannya dimasing-masing negara tersebut berbeda pula.Faktor lingkunganMeningkatnya kejadian penyakit infeksi pada hewanpercobaan, disebabkan karena kondisi lingkungan yang jelekdi mana hewan itu tinggal. Maka dengan meningkatnya ke-jadian penyakit infeksi dan disertai dengan keadaan nutrisiyang jelek pula, akan berakibat resistensi tubuh menurun,sehingga akan berpengaruh terhadap hasil suatu percobaan.KESIMPULAN DAN SARANDariuraian tersebut di atas, dapat disimpulkan, terdapatdua faktor utama di dalam mengontrol pertumbuhan dan per-kembangan hewan percobaan (termasuk penotipa), yaitufaktor keturunan dan faktor lingkungan (eksternal). Pening-katan mutu genetis dan adanya kontrol genetik serta denganpeningkatan pengelolaan hewan percobaan akan sangat mem-

Page 34: Lab Farmakologi

bantu dalam peningkatan mutu/kualitas hewan percobaan,walaupun hewan tersebut tergolong hewan yang konvensional.Peningkatan sistem pemeliharaan akan lebih diperlukan dalamkegiatan penelitian biomedisdarisistem yang konvensionalke sistem pemeliharaan yang lebih tinggi lagi di masa men-datang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan kemajuanjaman. Usaha sentralisasi maupun desentralisasi hewan per-cobaan yang mencakup secara nasional dan dikelola secaraCermin Dunia Kedokteran No. 42, 1987 53

Page 35: Lab Farmakologi
Page 36: Lab Farmakologi