kumpulan hasil riset operasional tb tahun 2016

14
1 KUMPULAN RISET OPERASIONAL TUBERKULOSIS INDONESIA Tahun 2013-2015 Sub Direktorat Tuberkulosis Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI Jakarta, 2016

Upload: lekhue

Post on 14-Jan-2017

238 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kumpulan Hasil Riset Operasional TB Tahun 2016

1

KUMPULAN

RISET OPERASIONAL TUBERKULOSIS

INDONESIA

Tahun 2013-2015

Sub Direktorat Tuberkulosis

Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

Kementerian Kesehatan RI

Jakarta, 2016

Page 2: Kumpulan Hasil Riset Operasional TB Tahun 2016

2

DAFTAR ISI

1. Pemberdayaan Mantan Pasien TB dalam Meningkatkan Penjaringan Suspek TB di Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat

2. Peran Pendidikan Kesehatan Tuberkulosis Komprehensif Terhadap Kepatuhan Pengobatan Pasien TB di Maluku Utara

3. Peran Bidan Dalam Penemuan Kasus Tuberkulosis Di Kabupaten Siak, Provinsi Riau

4. Peningkatan Peran Perawat Kesehatan Masyarakat Dalam Penemuan Suspek TB Di

Kota Palu (Sulawesi Tengah)

5. Evaluasi Implementasi Penggunaan Xpert MTB/RIF Pada TB Anak: Penelitian Operasional (DI Yogyakarta)

6. The Feasibility of Deliver Project for Early Detection of Drug-Resistant Tuberculosis in Primary Care Setting in Bandung Municipality, West Java-Indonesia

7. Partisipasi Komunitas Dalam Meningkatkan Kepatuhan Terapi Pengobatan Penderita Tuberkulosis RO di Kabupaten Jember (Jawa Timur)

8. Pengembangan Model Kepatuhan Pasien Tuberkulosis Resistan Obat Dalam Program Terapi Di Kota Medan (Sumatera Utara)

9. Prototipe Middleware Integrasi Sistem Informasi TB dan HIV/ AIDS Untuk

Peningkatan Manajemen Kolaborasi TB-HIV (Cirebon-Jawa Barat)

10. Notifikasi Kasus TB Dengan Menerapkan Skrining TB Pada Pasien DM Serta Eksplorasi Pendukung dan Penghambat Pelaksanaannya di Puskesmas di Kota Denpasar (Bali)

11. Gambaran Faktor-faktor Kejadian Infeksi Tuberkulosis Laten Di Rumah Tahanan Kelas I Bandung (Jawa Barat)

12. Pelatihan Tes Atas Inisiasi Petugas Kesehatan (TIPK) Untuk Meningkatkan Proporsi Pasien TB Yang Diinisiasi Dan Tes HIV (Sulawesi Tengah)

Page 3: Kumpulan Hasil Riset Operasional TB Tahun 2016

3

Pemberdayaan Mantan Pasien TB dalam Meningkatkan Penjaringan Suspek TB di Kecamatan Sungai Kakap

Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat

Agus Fitriangga¹, M. Nasip², Siswani³, Andre Nugroho³, Pandu Riono4, Sumanto Simon4

¹Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura,

²Politeknik Kesehatan Pontianak, ³Dinas Kesehatan Kabupaten Kubu Raya, 4Tuberculosis Operational Research Group

Abstrak Latar belakang. Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah di dunia dan di Indonesia. Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) yang dicanangkan sejak tahun 1995 diharapkan dapat mengontrol laju transmisinya. Di Kalimantan Barat, cakupan deteksi TB masih rendah yaitu 51%. Rendahnya cakupan deteksi ini salah satu faktornya adalah masih rendahnya keterlibatan masyarakat. Peran mantan pasien TB dirasakan sangat relevan dengan program TB nasional. Tujuan penelitian ini adalah menilai pengaruh pemberdayaan mantan pasien TB dalam upaya meningkatkan penjaringan suspek TB. Desain penelitian ini adalah kuasi eksperimental dengan pendekatan kualitatif sebagai pendukung dari data kuantitatif. Lokasi penelitian adalah di Puskesmas Sungai Kakap, Kecamatan Sungai Kakap dan sebagai kelompok kontrol adalah Puskesmas Rasau Jaya, Kecamatan Rasau Jaya. Data suspek TB dikumpulkan dari tiap puskesmas. Kuesioner, Focus Group Discussion (FGD) dan Wawancara Mendalam digunakan untuk mengumpulkan data kualitatif. Data kuantitatif diolah menggunakan analisis regresi linier. Analisis isi dan triangulasi dilakukan untuk data kualitatif. Hasil Penelitian, Proporsi jumlah kunjungan suspek TB yang dirujuk mantan pasien TB di daerah intervensi lebih besar 1,9 kali dibanding daerah kontrol. Dari hasil FGD didapatkan materi pelatihan untuk pemberdayaan mantan pasien TB adalah lewat pengetahuan TB, pelatihan motivasi, serta komunikasi. Peran kepala desa sangat penting dalam mendukung pemberdayaan mantan pasien untuk meningkatkan suspek TB dalam menginisiasi jaringan mantan pasien TB. Rekomendasi, Diperlukan advokasi kepada Dinas Kesehatan Kubu Raya untuk meningkatkan penjaringan suspek TB melalui pemberdayaan mantan pasien TB dengan memberikan pelatihan motivasi dan komunikasi. Advokasi kepada Pemerintah Kabupaten Kubu Raya adalah bahwa keterlibatan aparat kecamatan dan desa sangat penting dalam upaya untuk meningkatkan peran mantan pasien TB dalam penjaringan suspek TB. Kata Kunci: Pemberdayaan Mantan Pasien TB, Penjaringan Suspek TB, Provinsi

Kalimantan Barat.

Page 4: Kumpulan Hasil Riset Operasional TB Tahun 2016

4

Peran Pendidikan Kesehatan Tuberkulosis Komprehensif

Terhadap Kepatuhan Pengobatan Pasien TB di Maluku Utara

Hesty Elvianty Masry1, Marwan Polisiri2, Rosmila Tuharea3, Monissa A. Hi Djafar3,

Suryadi M. Ali3, Bachti Alisjahbana4, Bagoes Widjanarko4

1Dinas Kesehatan Provinsi Malut, 2Dinas Kesehatan Kota Tidore Kepulauan Malut,

3FIKES Universitas Muhammadiyah Malut Ternate,

4Tuberculosis Operational Research Group

Abstrak

Indonesia saat ini berada pada ranking kelima negara dengan beban tuberkulosis (TB)

tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 566.000 atau 244

per 100.000 population (WHO, 2009) dan estimasi angka insidensi berjumlah

528.000 kasus baru per tahun (228 per 100.000 populasi). Insidensi kasus TB BTA+

diperkirakan sebesar 102 per 100.000 populasi (atau sekitar 236.000 pasien TB dengan

BTA+ per tahun).

Di Maluku Utara kejadian putus berobat/default yang selama tahun 2009 dan 2010

cukup tinggi, yakni dari 9,3% menjadi 13,3%. Tingginya kasus putus

berobatdikhawatirkan dapat menimbulkan masalah baru dalam upaya penanggulangan

TB, antara lain resistensi obat dan kasus kronis. Oleh karena itu diperlukan sebuah

strategi untuk memutuskan rantai penularan TB dan menurunkan insiden TB di

masyarakat melalui upaya terpadu dan sistematis.

Tujuan pada penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan faktor-faktor penting dari

pendidikan kesehatan TB komprehensif yang dapat mempengaruhi kepatuhan pasien,

Mengembangkan dan mengimplementasikan metode pendidikan kesehatan TB

komprehensif oleh petugas TB untuk meningkatkan kepatuhan berobat Paien dan

Mengukur besarnya peningkatan pemahaman pasien terhadap pentingnya pengobatan

TB setelah mendapatkan pendidikan kesehatan TB komprehensif oleh petugas TB.

Metode Penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan studi kuasi

eksperimental, dimana terdapat kelompok yang mendapatkan intervensi yaitu petugas

TB di pusksemas kota ternate dan kabupaten Halmahera selatan, dan kelompok kontrol

yaitu petugas TB di puskesmas kabupaten Halmahera barat dan kota tidore kepulauan.

Sebagai subyek observasi adalah pasien TB.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan pasien TB pada kelompok intervensi

lebih besar (27,4 %) bila dibandingkan dengan kelompok kontrol (10,35), Terdapat

perbedaan rasio putus berobat sebesar 0,11 antar kelompok intervensi dibanding

kontrol setelah di adjust tempat tinggal tetap, pengetahuan dan usia pasien.

Disarankan kepada dinas kesehatan provinsi dan dinas kesehatan kabupaten di maluku

utara untuk Memperbaiki dan mengembangkan komponen pendidikan kesehatan TB

komprehensif pada modul pelatihan TB oleh Tim Pelatih Provinsi Maluku Utara bekerja

sama dengan Tim Riset Operasional TB Provinsi, Mengembangkan protap komunikasi

antar petugas TB dan pasien saat memulai dan selama pengobatan TB serta

Mengembangkan pelaksanaan jejaring kerjasama (pemberdayaan) antar petugas TB dan

aparat lain di level desa/ kecamatan/ kabupaten dan provinsi .

Kata Kunci: Pendidikan Kesehatan, TB Komprehensif, Kepatuhan Pengobatan.

Page 5: Kumpulan Hasil Riset Operasional TB Tahun 2016

5

Peran Bidan Dalam Penemuan Kasus Tuberkulosis di Kabupaten Siak, Provinsi Riau

Suyanto1, Dwi Sri Rahayu2, Winarto1, Fifia Chandra1, Doni Pahlevi1,

Muhammad Noor Farid3, Sumanto Simon3

1 Fakultas Kedokteran Universitas Riau, Pekanbaru, 2Dinas Kesehatan Provinsi Riau, 3Tuberculosis Operational Research Group

Abstrak. Cakupan penemuan suspek dan kasus tuberkulosis (TB) di Kabupaten Siak,Provinsi Riau masih di bawah target nasional. Saat ini hampir di semua desa di kabupaten Siak memiliki bidan desa, namun keterlibatannya dalam kegiatan pengendalian TB masih belum optimal. Tujuan penelitian ini untuk menilai dampak keterlibatan bidan dalam peningkatan jumlah suspek dan kasus TB. Metodologi yang digunakan adalah quasi eksperimental yaitu 52 bidan desa intervensi dan 50 bidan desa kontrol diambil sebagai sampel penelitian. Dilakukan pelatihan manajemen TB berupa pengenalan suspek TB dan proses edukasi perujukan suspek pada kelompok intervensi, sedangkan pada kelompok kontrol hanya sosialisasi kegiatan perujukan suspek TB ke puskesmas. Selanjutnya dilakukan monitoring pegummpulan data selama enam bulan. Hasil penelitian mendapatkan terdapat perbedaan dalam jumlah dan rerata suspek yang dirujuk pada kelompok intervensi terhadap kelompok kontrol (delta 2.8) sebelum dan sesudah penelitian. Bidan kelompok intervensi lebih selektive dalam merujuk suspek (ratio proporsi suspek yang dirujuk bidan 0.44; Ratio Proporsi suspek yang memeriksakan dahak 1.83). Walaupun tidak ada perbedaan secara proporsi BTA + yang ditemukan (ratio 1.1), namun didapatkan lebih banyak jumlah BTA + pada kelompok intervensi (ratio 2.5). Rata-rata tingkat pengetahuan bidan setelah pelatihan lebih tinggi dibandingkan sebelum pelatihan (p<0.01). Kesimpulan: Pelatihan manajemen TB dapat meningkatkan pengetahuan bidan dalam merujuk suspek dan meningkatkan angka suspek dan kasus TB di wilayah intervensi. Dengan demikian Bidan memiliki potensi daya ungkit untuk meningkatkan cakupan tersangka dan BTA positif di desa. Rekomendasi: Dinas Kesehatan Kabupaten Siak diharapkan dapat membuat kebijakan untuk melibatkan bidan dalam hal mencari tersangka TB dan Ikatan Bidan Indonesia diharapkan menyebararkan informasi ini kepada anggotanya untuk telibat aktif dalam kegiatan pengendalian TB. Kata kunci: Peran Bidan, Penemuan Kasus TB, Provinsi Riau.

Page 6: Kumpulan Hasil Riset Operasional TB Tahun 2016

6

Peningkatan Peran Perawat Kesehatan Masyarakat Dalam Penemuan Suspek TB Di Kota Palu

Irfanita Dwi Yuniarti1, Lutfiah2, Sitti Rachmah3, Muh. Jusman Rau4, Herawanto4

1Dinas Kesehatan Provinsi Sulteng, 2Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat, 3Dinas Kesehatan Kota Palu, 4Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako

Abstrak Dasar pemikiran. Sebagai petugas kesehatan, perawat memiliki tugas asuhan keperawatan. Beberapa kegiatan perawatan kesehatan masyarakat, antara lain penemuan suspek atau kasus. Perawatan kesehatan masyarakat merupakan program nasional yang telah ditetapkan dalam keputusan Menteri Kesehatan, dilaksanakan diseluruh puskesmas, namun sampai saat ini belum berjalan secara maksimal. Dalam penemuan suspek berdasarkan data program TB Dinas Kesehatan Kota Palu bahwa tahun 2013 Perkesmas telah menemukan 408 suspek. Metode. Tujuan penelitian ini adalah mengukur peningkatan peran perawat dalam penemuan suspek TB di Kota Palu. Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimental berupa Nonequivalent Control Group Design dimana ada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. sampel penelitian ini adalah total populasi yaitu 149 perawat yang terbagi kelompok intervensi 70 perawat dan kontrol 79 perawat. Kelompok intervensi diberikan pelatihan dan analisis data yang digunakan adalah analisis regresi. Hasil. Penelitian ini menunjukan ada perbedaan angka penemuan suspek antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebesar 4,1. Angka ini telah memperhitungkan faktor konfounding ((jenis kelamin, masa kerja, pengetahuan, motivasi, beban kerja dan mendapatkan pelatihan). Kesimpulan. Ada kecenderungan peningkatan penemuan suspek TB pada kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol. Perlu adanya upaya untuk memaksimalkan peran perawat kesehatan masyarakat memalui pendanaan dan kebijakan pemberian penghargaan untuk meningkatkan motivasi perawat serta upaya meningkatkan pengetahuan tenaga Perkesmas tentang TB melalui pelatihan, on the job training, sosialisasi/workshop atau kegiatan lainnya. Kata Kunci: Suspek TB, Perawat, Kesehatan Masyarakat.

Page 7: Kumpulan Hasil Riset Operasional TB Tahun 2016

7

Evaluasi Implementasi Penggunaan Xpert MTB/RIF Pada TB Anak: Penelitian Operasional

Rina Triasih1), Amalia Setyati1), Dwikisworo Setyowireni1), Titik Nuryastuti2),

Rachma Dewi Isnaini Putri3), Emi Rusdiyanti4), Yodi Mahendradhata5), Ari Probandari5)

1)Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Uniiversitas Gadjah Mada/RS. Dr. Sardjito, Yogyakarta;

2)Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Uniiversitas Gadjah Mada Yogyakarta; 3)Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta; 4)Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta;

5)Tuberculosis Operational Research Group

Abstrak Latar belakang. Penegakan diagnosis tuberkulosis (TB) pada anak masih problematik karena kesulitan pemeriksaan baku emas. Pemeriksaan dengan Xpert MTB/Rif mempunyai nilai diagnostik yang baik untuk TB dewasa dan anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan Xpert MTB/RIF pada TB anak di Indonesia. Metode. Kami melakukan penelitian secara prospektif di kota Yogyakarta dari bulan Maret – Oktober 2015. Anak umur 0 – 14 tahun dengan gejala TB dengan atau tanpa riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa diikutkan dalam penelitian ini. Kami melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, uji tuberkulin, foto Rontgen dada, dan pemeriksaan spesimen (BTA, Xpert MTB/RIF dan kultur) pada semua anak yang memenuhi kriteria penelitian. Hasil. Sejumlah 80 anak diikutkan dalam penelitian ini. Dua puluh satu (26%) anak didiagnosis sakit TB, 14 (17%) anak dengan infeksi laten TB dan 43 (56%) bukan TB. Hasil positif Xpert MTB/RIF ditemukan pada 4 (5%) anak, kultur M. tuberculosis tumbuh pada 1 (1,25%) anak, dan semua anak dengan BTA negatif. Jumlah anak yang didiagnosis TB berdasar hasil pemeriksaan BTA, kultur, Xpert MTB/RIF dan skor > 6 berturut-turut 0,1,4 dan 31 anak. Semua anak dengan hasil Xpert MTB/RIF positif mempunyai sakit TB berat dan dirawat di RS. Jumlah kasus TB baru anak meningkat dari 11 sebelum penggunaan Xpert MTB/RIF menjadi 20 selama penggunaan Xpert MTB/RIF. Kesimpulan. Penggunaan Xpert MTB/RIF membantu penegakan diagnosis TB anak dan sebaiknya diimplementasikan dengan berbasis rumah sakit. Kata Kunci: Xpert MTB/RIF, Tuberkulosis, Anak.

Page 8: Kumpulan Hasil Riset Operasional TB Tahun 2016

8

The Feasibility of Deliver Project for Early Detection of Drug-Resistant Tuberculosis in Primary Care Setting in Bandung

Municipality, West Java-Indonesia

Bony Wiem Lestari1, Arto Yuwono Soeroto2, Sabrina Munggarani Yusuf 3,Basti Andriyoko4, Yorisa Sativa5, Sumanto Simon6,7, Bachti Alisjahbana2,6

1Department of Epidemiology and Biostatistics, Faculty of Medicine Universitas Padjadjaran,

Bandung-Indonesia, 2 Internal MedicineDepartment, Hasan Sadikin General Hospital, Bandung-Indonesia

3TB-HIV Research Center, Faculty of Medicine Universitas Padjadjaran, Bandung-Indonesia 4Clinical Pathology Department, Hasan Sadikin General Hospital, Bandung-Indonesia

5Infectious Disease Control Unit, Municipal Health Office, Bandung-Indonesia 6Tuberculosis Operational Research Group, Ministry of Health, Indonesia 7Clinical PathologyDepartment, Faculty of Medicine-Indonesian Catholic

University of Atmajaya, Jakarta-Indonesia

Abstract Introduction MultiDrug-Resistant Tuberculosis (MDR-TB) has become a threat for TB control in Indonesia. It poses a huge burden for National TB Programme (NTP) due to its long, expensive and toxic treatment. Diagnostic delay of MDR-TB may lead to delay of appropriate treatment which contributes to poor treatment outcomes and MDR-TB transmission. The WHO recommends the use of GeneXpert to reduce diagnostic delay which is then included in diagnostic algorithm. However, the effectiveness of the algorithm is influenced by local factors such as patients’ behavior and adherence of health care workers to the algorithm. The Deliver Project is a project funded by Ministry of Health to transfer sputum of MDR-TB suspects from Primary Health Care (PHC) to Provincial Hospital (PH) where GeneXpert is located. Thus, we aimed to assess the feasibility of this project in terms of increasing the number of MDR-TB suspects referral from PHC to PH and MDR-TB confirmed cases. Methods We conducted a pre- and post-experimental study in Bandung Municipality starting from January until December 2015. All PHCs in Bandung were introduced with the Deliver Project. TB nurses and laboratory personnels from each PHC were trained about how to identify suspects and standard MDR-TB sputum packaging. For data analysis, we utilized database recorded in 2014 as baseline. Outcome measured in this study were the number of referral of MDR-TB suspects, frequency for each MDR-TB suspect criteria and the number of MDR-TB confirmed cases. Results In 2014, there were 581 MDR-TB suspects from Bandung registered in database. Ongoing data until November 2015 showed that there had already been 974 MDR-TB suspects registered. Referral from PHCs in Bandung contributed to 19.6% of total MDR-TB suspects in 2014. Meanwhile, starting from January until November 2015, PHCs had identified 34.3% of total MDR-TB suspects (p-value <0.05). From January until November 2015, among 974 MDR-TB suspects, 70 cases were confirmed as MDR-TB with an incidence of 7.2%. We found that the most frequent criterias for MDR-TB suspects identified by health care workers in PHCs were relapse of TB cases (37.7%) and default from TB treatment (18%). Conclusions The Deliver Project successfully increased the referral number of MDR-TB suspects from PHCs to Provincial Hospital. Our results showed that the Deliver Project is feasible in our resource-limited setting. Easier access to diagnostic facility may eventually lead to early diagnosis of MDR-TB cases. Key words: MDR-TB, Primary Health Care, Diagnosis.

Page 9: Kumpulan Hasil Riset Operasional TB Tahun 2016

9

Partisipasi Komunitas Dalam Meningkatkan Kepatuhan Terapi Pengobatan Penderita Tuberkulosis RO di Kabupaten Jember

Irma Prasetyowati1, Dwi Martiana Wati1, Yunus Ariyanto1, M. Sulthony2, Sigit Kusuma Jati3,

IWG Artawan Eka Putra4, Chatarina Umbul Wahyuni4

1Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember, 2Wasor TB Kabupaten Jember,

3TAK TB RO RS Paru Jember, 4Tuberculosis Operational Research Group

Abstrak

TB RO merupakan masalah kesehatan akibat efek domino dari pengobatan TB yang tidak adekuat, sehingga dampaknya lebih parah daripada TB. Oleh karena itu pengobatannya memakan waktu lebih lama dan biaya yang lebih besar. Hal ini semakin diperparah dengan meluasnya penularan di masyarakat. Mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan, maka upaya penanggulangan TB RO harus bersifat sinergis dengan melibatkan penderita, keluarga terdekat, petugas kesehatan, serta semua unsur masyarakat. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah meningkatkan kepatuhan berobat penderita TB RO melalui partisipasi komunitas. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan rekayasa sosial partisipasi komunitas dalam meningkatkan kepatuhan terapi pengobatan penderita TB RO. Metode yang digunakan bersifat mixed method dengan pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian menyebutkan penderita yang sembuh dan dalam pengobatan, memiliki motivasi yang kuat untuk sembuh dan mendapatkan dukungan komunitas penuh berupa kepedulian, perhatian, materi, informasi, bahkan penghargaan dari petugas kesehatan, keluarga, serta tokoh masyarakat. Sementara pada kelompok penderita yang putus berobat dan menolak pengobatan, motivasi untuk sembuh sangat kurang disebabkan oleh pengetahuan mereka tentang TB RO sangat minim. Adapun dukungan komunitas yang mereka dapatkan kurang atau bahkan tidak mampu membuat mereka untuk mau menerima atau tetap melakukan pengobatan. Kurangnya motivasi disebabkan pengalaman pengobatan sebelumnya, kondisi sosial ekonomi rendah serta posisi mereka sebagai kepala keluarga yang menjadikan mereka sebagai satu-satunya sumber nafkah dalam keluarga, ditambah dengan minimnya keterampilan petugas dalam mengelola KIE. Upaya yang dilakukan untuk menanggulangi permasalahan tersebut adalah dengan memunculkan kepedulian mengenai TB RO pada masyarakat yang dibangun melalui sebuah rekayasa sosial yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat melalui perubahan sistem sosial. Selanjutnya dengan memperhatikan berbagai faktor penguat serta hambatan yang dihadapi, maka peneliti merumuskan rekayasa sosial yang sesuai dengan kondisi tersebut dalam bentuk Musyawarah MasyarakatDesa (MMD). Hasil akhir pelaksanaan MMD adalah komitmen bersama untuk menanggulangi permasalahan TB RO yang dituangkan dalam bentuk peraturan desa (PerDes). Kata kunci: TB RO, Partisipasi, Komunitas, Rekayasa Sosial

Page 10: Kumpulan Hasil Riset Operasional TB Tahun 2016

10

Pengembangan Model Kepatuhan Pasien Tuberkulosis Resistan

Obat Dalam Program Terapi Di Kota Medan

Erna Mutiara1, Syarifah1, Rahayu Lubis1, Sukarni2, Khairina Ulfa2, Bagoes Widjanarko3, Sardikin Giriputro3

1Fakultas Kesehatan Masyarakat-USU, 2Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara,

3Tuberculosis Operational Research Group

Abstrak Salah satu masalah TB yang paling serius adalah masih tingginya angka putus berobat. Upaya untuk mengatasi masalah putus berobat perlu dilakukan dengan menggali potensi berbagai pihak sehingga bisa berkontribusi. Tujuan penelitian ini untuk memahami faktor pendukung, dan penghambat kepatuhan berobat serta peran pihak di sekitar pasien untuk mendukung pasien menyelesaikan pengobatan. Penelitian kualitatif ini dilakukan di Kota Medan. Wawancara mendalam dilakukan pada pasien patuh dan tidak patuh berobat, tokoh masyarakat/tokoh agama, petugas TB dan dokter puskesmas, Tim Ahli Klinis (TAK) RSUP Haji Adam Malik Medan, LSM, organisasi pasien TB Resistan Obat Pejuang Sehat Bermanfaat (PEJABAT), serta unsur perguruan tinggi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) USU. Sementara itu teknik Diskusi Kelompok Terarah (DKT) dilakukan pada 3 kelompok : kelompok pasien, kelompok petugas TB dan dokter puskesmas, serta kelompok TAK, Dinkes Kota Medan, LSM dan Ketua Departemen FKM USU. Proses analisis data dilakukan melalui tahapan: membuat transkrip data, melakukan analisis isi, membuat kategori dan tema, hasil analisis dipergunakan untuk memandu curah pendapat untuk merancang model, menyusun model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pendukung yang memengaruhi pasien patuh berobat antara lain pengetahuan pasien, sikap petugas, adanya keinginan untuk sehat, dukungan (keluarga, tokoh masyarakat, petugas kesehatan, tempat kerja) dan komunikasi yang baik. Faktor penghambat yang memengaruhi pasien patuh berobat adalah efek samping, ada penyakit lain, kondisi fisik yang lemah, tingkat keparahan penyakit, PMO yang bukan tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan dan ekonomi. Dari hasil penelitian ini disusun model pelibatan sosial elemen masyarakat yang disusun kemiripan dengan model Public Private Mix (PPM), yang perlu diimplementasikan dimana Perguruan Tinggi sebagai developer, Dinas Kesehatan sebagai user dan financier.

Kata kunci: Kepatuhan, Public-Private Mix, TB Resistan Obat.

Page 11: Kumpulan Hasil Riset Operasional TB Tahun 2016

11

Prototipe Middleware Integrasi Sistem Informasi TB dan HIV/ AIDS Untuk Peningkatan Manajemen

Kolaborasi TB-HIV (Cirebon-Jawa Barat)

Page 12: Kumpulan Hasil Riset Operasional TB Tahun 2016

12

Notifikasi Kasus TB Dengan Menerapkan Skrining TB Pada Pasien DM Serta Eksplorasi Pendukung dan Penghambat

Pelaksanaannya di Puskesmas di Kota Denpasar, Bali

Putu Ayu Swandewi Astuti1, I Ketut Suarjana1, Ketut Hari Mulyawan1, Made Kerta Duana1, Ni Ketut Arniti2, Ni Made Dian Kurniasari1, I Wayan Gede Artawan Eka Putra1,

Chatarina Umbul Wahyuni3, Ari Probandari4, Bacthi Alisjahbana5

1Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar Bali, 2Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 3Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya,

4Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, 5Fakultas Kedokteran Universitas Pajajaran Bandung

Abstrak Latar Belakang. Prevalensi Tuberkulosis (TB) di Indonesia masih tinggi namun angka notifikasi kasus (CNR) TB masih sangat rendah. Di Bali, CNRTB sebesar 74 per 100.000 penduduk, lebih rendah dari CNR Indonesia. Di sisi lain, Diabetes Mellitus (DM) sebagai salah satu faktor risiko TB, prevalensinya di Indonesia juga mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Rekomendasi terkait kolaborasi program TB-DM juga telah dikeluarkan oleh WHO dan The Union. Rekomendasi tersebut juga sudah menjadi konsensus nasional TB-DM bersama dengan algoritma penapisan TB pada pasien DM. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan sistem skrining TB pada pasien DM sesuai dengan algoritma konsensus, hasil penerapan, dan eksplorasi faktor pendukung dan penghambat pelaksanaanya. Metode. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksploratif yang menggunakan pendekatan kombinasi kuantitatif dan kualitatif di 11 puskesmas di Kota Denpasar. Sejumlah 567 sampel kuantitatif diperoleh dengan consecutive sampling sedangkan sampel kualitatif diperoleh dengan metode purposive sampling. Pasien diskrining sesuai tahapan algoritma dan 567 pasien diwawancara terkait karakteristik sosiodemografi, pengetahuan, persepsi, informasi dari tenaga kesehatan dan penerimaan terhadap program skrining. Data kualitatif faktor penghambat dan pendukung pelaksanaan program diperoleh melalui wawancara mendalam dan Focus Group Discussion (FGD), dari pasien dan stakeholder terkait. Hasil. Dari 567 pasien DM semua diwawancara gejala klinis oleh dokter. Setelah diwawancara gejala klinis, 28.2% mengikuti pemeriksaan skrining melalui rontgen dan periksa dahak. Terdapat 21.2% mengikuti sebagian pemeriksaan yaitu salah satu dari rontgen atau dahak, dan 50.6% tidak melakukan pemeriksaan sama sekali baik itu rontgen maupun dahak. Melalui skrining ini diperoleh 2 pasien DM yang positif TB dengan BTA positif. Kendala utama pada pasien untuk diskrining adalah transportasi dan ketersediaan waktu. Pengetahuan dan persepsi pasien terkait TB-DM juga masih rendah. Dukungan yang utama adalah adanya jaminan kesehatan dan komitmen dan dukungan dari tenaga kesehatan. Simpulan. Ada potensi penemuan kasus TB pada pasien DM. Oleh karena itu, penting jika program ini bisa dilaksanakan secara berkesinambungan di puskesmas. Agar dapat memaksimalkan fisibiltas dari program ini, perlu peningkatan pemahaman dan komitmen petugas kesehatan tentang TB-DM, KIE yang intensif pada masyarakat, menyiapkan pedoman pelaksanan teknis skrining, dan perbaikan alat uji diagnostik. Kata Kunci: Skrining, TB-DM, Algoritma.

Page 13: Kumpulan Hasil Riset Operasional TB Tahun 2016

13

Pelatihan Tes Atas Inisiasi Petugas Kesehatan (TIPK) Untuk Meningkatkan Proporsi Pasien TB Yang Diinisiasi Dan Tes HIV

Provinsi Sulawesi Tengah

Muh. Jusman Rau1, Herawanto1, Lutfiah2, Irfanita Dwi Yuniarti3, Sitti Rachmah4, Pandu Riono5,6, Muhammad Noor Farid5,6

1Faculty of Medicine and Health Sciences Tadulako University, Palu, Indonesia,

2Faculty of Medicine University of Alkhairaat, Palu, Indonesia, 3Central Sulawesi Province Health Office, Palu, Indonesia, 4Palu City Health Office, Indonesia,

5Faculty of Public Health Indonesia University, Indonesia, 6TB Operational Research Group, Ministry of Health the Republic of Indonesia

Abstrak

Latar Belakang. Tes HIV atas inisiasi petugas kesehatan merupakan kebijakan Pemerintah untuk dilaksanakan di layanan kesehatan. Ini mengindikasikan semua petugas kesehatan perlu menawarkan atau menginisiasi tes HIV pada beberapa kelompok antara lain pasien TB. Jumlah kasus TB tahun 2014 di Kota Palu sebanyak 653, sedangkan jumlah kasus TB yang diinisiasi untuk tes HIV sampai dengan tribulan ke-2 tahun 2014 hanya 72 kasus TB dan yang dites HIV 60 orang, sedangkan target secara nasional kasus TB yang diinisiasi adalah 60% atau 392 orang. Tujuan. Tujuan penelitian ini adalah mengukur dampak intervensi berupa pelatihan Tes atas Inisiasi Petugas Kesehatan (TIPK) untuk meningkatkan proporsi Pasien TB yang diinisiasi untuk melakukan tes HIV. Metode. Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimental, dengan total populasi. Terdapat 32 petugas dari 12 Puskesmas dan 4 Rumah Sakit dibagi menjadi kelompok intervensi 16 Petugas (6 Puskesmas dan 2 Rumah Sakit) dan kelompok kontrol 16 petugas (6 Puskesmas dan 2 Rumah Sakit) berdasarkan wilayah. Intervensi berupa pelatihan tentang TIPK diberikan selama 3 hari sesuai dengan modul pelatihan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Data yang digunakan adalah data 3 tribulan sebelum intervensi dan 3 tribulan setelah intervensi. Data dianalisis dengan analisis Poisson Regresi. Hasil. Pada kelompok intervensi terjadi peningkatan pengetahuan dengan rata-rata perbedaan sebelum dan sesudah pelatihan sebesar 20.7 ± 11.5 (95% CI 14.9-29.9). Ada perbedaaan pasien TB yang diinisiasi pada kelompok intervensi sebesar 3.9 kali lebih besar (95% CI 1.35-11.22) dibandingkan kelompok kontrol dan ada perbedaan pasien TB yang tes HIV pada kelompok intervensi sebesar 3.9 kali lebih besar (95% CI 1.1-13.1) dibandingkan kelompok kontrol setelah memperhitungkan interaksi antara waktu sebelum dan setelah intervensi dan jenis layanan. Kesimpulan. Intervensi berupa pelatihan TIPK dapat meningkatkan kemampuan petugas TB dalam melakukan inisiasi pada pasien TB untuk tes HIV yang dapat meningkatkan penemuan kasus koinfeksi TB HIV secara dini sehingga mendapatkan penanganan dan pengobatan secara efektif dan efisien untuk meningkatkan kualitas hidup dan produktifitas pasien TB serta untuk mengurangi beban kedua penyakit. Hasil penelitian ini dapat membantu program HIV dalam upaya menemukan kasus HIV dari pasien TB dan meningkatkan akses tes HIV bagi pasien TB, serta diharapkan dapat diaplikasikan di seluruh wilayah terutama yang memiliki prevalensi TB dan HIV yang tinggi. Kata Kunci: Tuberkulosis, Inisiasi, Konseling, HIV.

Page 14: Kumpulan Hasil Riset Operasional TB Tahun 2016

14

Gambaran Faktor-faktor Kejadian Infeksi Tuberkulosis Laten Di Rumah Tahanan Kelas I Bandung, Jawa Barat

Fatimah1, Hanifah Nurhasanah2, Al Asyary Upe3, Irfan Iriawan Saputra1,

Bachti Alisjahbana2, Sumanto Simon4, Bagoes Widjanarko5

1First Class Prison State, Bandung, 2TB-HIV Research Center, Padjadjaran University, Bandung, 3Postgraduated School of Public Health, Muhammadiyah University of Prof Dr HAMKA, Jakarta,

4School of Medicine, Atmajaya University, Jakarta, 5Faculty of Public Health, Diponegoro University, Semarang

Abstrak Latar Belakang. Secara global, angka prevalensi tuberkulosis (TB) paru di rutan/ lapas diketahui lebih tinggi dibandingkan dengan di populasi umum. Dengan kondisi yang padat dan fasilitas yang kurang memadai, rutan/ lapas diduga merupakan tempat terjadinya penularan TB antar wargabinaan (WBP). Namun pengukuran tingkat prevalensi TB di rutan/ lapas di Indonesia belum pernah dilakukan, dan sampai saat ini belum terdapat laporan yang komprehensif mengenai faktor risiko infeksi TB laten di rutan/ lapas di Indonesia. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kejadian infeksi TB dan faktor-faktor risiko apa saja yang berpengaruh terhadap kejadian infeksi TB laten. Metode. Penelitian ini menggunakan metode survey cross-sectional. Subyek pada penelitian adalah WBP yang mendiami Rutan Kelas I Bandung. Subyek WBP dipilih dengan cara systematic random sampling. Skrining latent TB dilakukan dengan menggunakan Tuberculine Skin Test (TST) dilakukan pada semua subyek. Skrining TB dilakukan dengan pemeriksaan foto toraks. Subyek dengan gejala TB dan/ atau foto toraks sugestive TB dimintakan sputum untuk pemeriksaan basil tahan asam (BTA), xpert Mtb/ Rif. Informasi mengenai faktor resiko dikumpulkan dengan wawancara dan pemeriksaan kondisi lingkungan. Hasil. Dari 400 orang WBP terpilih, 4 orang mempunyai riwayat TB sebelumnya dan pemeriksaan tidak dilanjutkan. Dari 396 WBP semuanya adalah laki-laki, median dan rentang usia subyek adalah 31 (18 s/d 67) tahun, dengan median dan rentang masa pidana 1.125 (0 s/d 18) tahun. WBP yang baru pertama kali penahanan adalah sejumlah 16 (48,6%). Sebanyak 58 (14,8%) WBP tidak TB, 194 (49%) mengalami infeksi TB laten, 128 (32,3%) TB terduga, 7 (1,8%) TB klinis, dan 9 (2,3%) TB terkonfirmasi. Kejadian laten tb cenderung lebih tinggi pada WBP dengan masa penahanan > 3 bulan daripada yang < 3 bulan yaitu dan 48.3% dan 40.4% berturutan. Riwaya merokok juga ditemukan berkorelasi dengan kejadian infeksi TB laten. Kesimpulan. Angka kejadian TB laten ditemukan tinggi di Lapas dan menunjukkan kecenderungan makin tinggi dengan lamanya penahanan. Angka kejadian TB juga ditemukan 3 kali lipat dibandingkan dengan di populasi. Temuan ini menunjukkan besarnya permasalahan TB di lapas dan perlunya perhatian lebih tinggi untuk pengendaliannya.

Kata Kunci: Compliance, Suspected TB cases, Referral.