kuliah anestesi

241
Anestesiologi Bidang Anestesi 1. Farmakologi Obat Anestesi 2. Persiapan praanestesi : a. Pemeriksaan praoperatif b. Pemilihan obat premedikasi c. Pemilihan obat anestesi d. Pemilihan cara anestesi 3. Monitoring selama anestesi dan pasca bedah dini dan tahapan anestesi 4. Penyulit selama anestesi dan pasca bedah dini : a. Penyulit pernafasan b. Penyulit sirkulasi c. Penyulit lain : hipertermi 5. Alat anestesi inhalasi 6. Anestesi pada kebidanan : a. Anestesi pada operasi caesar b. Anestesi pada post partum sterilisasi 7. Anestesi pada gawat darurat 8. Anestesi pada anak 9. Anestesi pada operasi jalan nafas 10. Anestesi pada penderita resiko tinggi 11. Anestesi pada penderita rawat jalan 12. Anestesi pada lokal Bidang Kedokteran Gawat Darurat 1. Dasar penanganan penderita gawat 2. Penanganan gawat nafas : a. Gangguan oksigenasi b. Terapi oksigen c. Fisioterapi nafas 3. Penanganan gawat sirkulasi : a. Terapi cairan b. Transfusi komponen darah pada penderita gawat 4. Resusitasi kardiopulmoner : 1

Upload: mh-yuda-alhabsy

Post on 09-Aug-2015

335 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kuliah Anestesi

Anestesiologi

Bidang Anestesi

1. Farmakologi Obat Anestesi2. Persiapan praanestesi :

a. Pemeriksaan praoperatifb. Pemilihan obat premedikasic. Pemilihan obat anestesid. Pemilihan cara anestesi

3. Monitoring selama anestesi dan pasca bedah dini dan tahapan anestesi4. Penyulit selama anestesi dan pasca bedah dini :

a. Penyulit pernafasanb. Penyulit sirkulasic. Penyulit lain : hipertermi

5. Alat anestesi inhalasi6. Anestesi pada kebidanan :

a. Anestesi pada operasi caesarb. Anestesi pada post partum sterilisasi

7. Anestesi pada gawat darurat8. Anestesi pada anak9. Anestesi pada operasi jalan nafas10. Anestesi pada penderita resiko tinggi11. Anestesi pada penderita rawat jalan12. Anestesi pada lokal

Bidang Kedokteran Gawat Darurat

1. Dasar penanganan penderita gawat2. Penanganan gawat nafas :

a. Gangguan oksigenasib. Terapi oksigenc. Fisioterapi nafas

3. Penanganan gawat sirkulasi :a. Terapi cairanb. Transfusi komponen darah pada penderita gawat

4. Resusitasi kardiopulmoner :a. Resusitasi kardiopulmoner pada orang dewasab. Resusitasi kardiopulmoner pada bayi

5. Penanganan gangguan keseimbangan asam, basa dan elektrolit6. Penanganan penderita dengan gangguan kesadaran7. Rujukan dan komunikasi dengan penderita gawat

Pengelolaan nyeri akut dan kronis

1

Page 2: Kuliah Anestesi

FARMAKOLOGI OBAT ANESTESI UMUM

PENDAHULUAN

Untuk melakukan anestesi yang aman salah satu persyaratannya adalah mengetahui

khasiat, efek samping, dan cara kerja obat anestesi. Obat anestesi dapat dibagi dalam dua

kelompok besar yaitu obat anestesi umum dan obat anestesi regional. Obat anestesi

umum masih dibagi lagi menurut cara pemberiannya yaitu obat anestesi inhalasi dan obat

anestesi parenteral. Obat anestesi yang diberikan per-rektal, cara kerjanya seperti obat

anestesi parenteral. Obat yang dipakai untuk anestesi per-rektal adalah golongan

barbiturat yang sangat singkat. Untuk obat anestesi regional akan dibicarakan pada

farmakologi obat anestesi regional.

1. Anestesi Inhalasi

Untuk dapat memilih obat anestesi yang sesuai ada beberapa hal perlu dipahami yaitu

farmakologi dan farmakokinetik obat-obat anestesi umum dan dasar-dasar teori anestesi

inhalasi. Obat anestesi inhalasi dapat berbentuk cair yang mudah menguap atau berbentuk

gas. Untuk terjadinya anestesi maka obat tersebut masuk melalui inhalasi dari paru yang

diteruskan keseluruh jaringan melalui darah.

Agar dapat dihasilkan suatu efek farmakologi dari obat-obat anestesi yang digunakan,

diperlukan penggunaan dosis yang tepat dan cara yang benar. Untuk anestesi inhalasi,

jalan nafas digunakan sebagai jalan masuknya obat kedalam tubuh. Untuk mengetahui

cara kerja obat anestesi inhalasi, perlu dimengerti masalah uptake dan distribusi dari obat

inhalasi tersebut. Secara klinis tujuan pemberian anestesi ialah untuk mencapai tekanan

partial yang adekuat dari obat anestesi tersebut didalam otak, sehingga didapatkan efek

yang diinginkan. Efek ini bervariasi tergantung dari kadar yang ada di otak. Kadar obat

anestesi dalam jaringan merupakan hasil dari daya kelarutan dan tekanan partial obat

anestesi tersebut dalam jaringan, sedangkan daya kelarutan untuk obat anestesi tertentu

dianggap konstan. Tekanan partial dapat berubah dan diatur dengan perubahan kadar obat

anestesi. Tekanan partial obat anestesi dalam otak langsung dikendalikan dengan

merubah komposisi campuran obat yang dihisap.

2

Page 3: Kuliah Anestesi

Kadar gas didalam suatu campuran sebanding dengan tekanan partialnya. Untuk

menentukan dosis obat anestesi inhalasi, maka dipakai istilah tekanan partial (dalam torr)

dan kadar (vol.persen). Dengan mengatur komposisi campuran gas inspirasi maka

didapatkan perbedaan tekanan antara udara yang dihisap dan darah yang mengalir ke otak

sehingga terjadi aliran obat anestesi kedalam atau keluar dari otak dengan sistem respirasi

dan sirkulasi sebagai penghantarnya. Perbedaan tekanan partial ini merupakan kekuatan

pendorong yang menyebabkan obat anestesi menuju ke perbedaan kadar. Selama induksi

kadar tertentu dari suatu obat anestesi ditambahkan kedalam udara yang dihisap, sehingga

terjadi penurunan perbedaan kadar secara bertahap antara campuran gas yang dihisap dan

gas dalam alveoli, kemudian terhadap darah arterial dan otak. Selama pulih sadar, maka

terjadi hal yang sebaliknya.

Otak dan jaringan tubuh lainnya akan mengadakan keseimbangan dengan tekanan partial

obat anestesi yang digunakan melaui darah arteri, sedangkan darah akan mengadakan

keseimbangan dengan tekanan partial obat anestesi dalam alveoli. Tekanan partial obat

anestesi dalam alveoli ini sangat penting karena akan menentukan tekanan partial obat

anestesi dalam darah yang akan menuju ke otak dan jaringan tubuh lainnya.

Meningkatnya kadar inspirasi dan bertambahnya volume semenit akan menambah jumlah

obat anestesi yang masuk sehingga menyebabkan naiknya tekanan partial alveolar.

Sebaliknya turunnya tekanan partial gas inspirasi atau menurunnya volume semenit akan

mengurangi tekanan partial alveoler. Perbedaan tekanan yang besar antara gas alveoli dan

darah vena akan meningkatkan pembuangan obat anestesi dan akhirnya menurunkan

tekanan alveoler. Kenaikan curah jantung atau bertambahnya daya kelarutan obat anestesi

menyebabkan bertambahnya pengambilan dari gas alveoler dan mengurangi tekanan

partial obat anestesi dalam alveolus.

Setelah waktu tertentu maka pengambilan (uptake) obat anestesi dari paru-paru akan

mencapai keseimbangan dengan pengambilan total oleh berbagai jaringan tubuh. Obat

anestesi yang mempunyai daya kelarutan tinggi dengan cepat akan diambil dari paru oleh

darah, dan dari darah oleh jaringan. Hal ini akan menghambat atau membatasi kenaikan

tekanan partial obat anestesi dalam otak sehingga induksi menjadi lambat. Sebaliknya

dengan obat anestesi yang daya kelarutannya rendah, maka tekanan alveolaer obat

anestesi akan meningkat dengan cepat karena tidak banyak obat yang diambil oleh darah

3

Page 4: Kuliah Anestesi

dari paru. Dengan demikian maka keseimbangan antara gas alveoler, darah dan otak

cepat tercapai, sehingga menghasilkan induksi yang cepat. Daya kelarutan ini dinyatakan

dengan blood : gas atau tissue : blood partition coefficient.

Hubungan antara gas inspirasi dan tekanan partial alveoler dapat diringkas sebagai

berikut, selama penggunaan obat anestesi inhalasi, tekanan partial alveoler mula-mula

naik dengan cepat kearah tekanan gas inspirasi, kemudian lebih lambat. Tekanan partial

arteri mengikuti tekanan alveoler sampai terjadi keseimbangan antara darah paru dengan

gas alveoler. Kemudian terjadilah kenaikan tekanan partial jaringan, mencapai level

arteri. Jaringan yang kaya pembuluh darah termasuk otak akan mencapai keseimbangan

lebih cepat, sedangkan jaringan yang lain lebih lambat. Sebagai patokan, pemberian

anestesi sudah lengkap sebelum tekanan gas alveolar mencapai tekanan gas inspirasi.

(Gambar 1)

Gambar 1. Scematic diagram of uptake distribution of inhalation anaesthetics

Inspired concentration, FI or fraction inspired, of anesthetic is under direct control of the anesthetist. FI is

delivered to the alveoli by minute volume of ventilation (MVV). The alveolar concentration, FA or fraction

of alveoli, regulates tension (partial pressure) of anesthetic agent in arterial blood. The four tissue groups or

compartment (COMP), the vessel rich group (VRG), the muscle group (MG), and the vessel poor group

(VPG) tend toward equilibration with anesthetic tension in arterial blood but reach that equilibrium at retes

4

Page 5: Kuliah Anestesi

determined by the volume of blood flow to each tissue. The brain is the side of action. C.O. = cardiac

output and B.W. = body weight, both expressed in percent. SPLANC = splanchnic circulation.

2. Pengukuran potensi obat anestesi

Hubungan antara dosis yang digunakan dengan efek yang dihasilkan disebut potensi dari

obat tersebut. Dalam bidang anestesi dikenal istilah minimum alveolar concentration

(MAC) yang digunakan untuk menunjukkan potensi dari obat anestesi tersebut.

MAC ialah konsentrasi obat anestesi pada tekanan 1 atm yang menghasilkan immobilitas

dari 50% subyek yang dihadapkan pada rangsangan noxius.

Pengukuran ini memungkinkan diadakannya evaluasi secara kuantitatif respons pasien

terhadap kombinasi obat-obat yang menyebabkan depresi serebral.

Penggunaan opiat dan sedatif sebagai obat premedikasi akan menurunkan MAC sesuai

dengan dosis. Tiap kenaikan dosis disertai dengan penurunan jumlah obat inhalasi secara

proporsional untuk mencapai level anestesi yang diinginkan. Efek penambahan obat

anestesi inhalasi lain akan menurunkan kebutuhan obat tersebut. Kebutuhan bayi dan

orang tua menurun, tetapi meningkat pada masa pubertas.

Beberapa contoh MAC dibanding kadar obat anestesi.

Obat MAC Kadar induksi (vol%) Kadar rumatan (vol%)

Halothane O,76 2 – 4 0,5 – 2

Enflurane 1,68 2 – 5 1,5 – 3

Ether 1,92 10 – 30 4 – 15

N2O 105 Sampai 80 Sampai 80

N2O (Dinitrogen oksida, nitrous oxide)

Gas hampir tidak berbau, tidak mudah terbakar, tetapi dapat memudahkan terbakar dan

meledaknya obat anestesia yang mudah terbakar. N2O disimpan dalam botol logam,

sebagian dalam bentuk cair, hingga harus digunakan dengan botol berdiri tegak. Khasiat

anestesianya lemah sehingga hanya dapat dipakai pada operasi kecil atau membantu

mempercepat induksi.

5

Page 6: Kuliah Anestesi

Penggunaan N2O dilakukan dengan campuran oksigen dalam perbandingan kadar

N2O/O2 50%/50% atau maksimal 70%/30%. Khasiat analgesinya digunakan sebagai

kombinasi dengan obat anestesia lain yang tidak memiliki khasiat analgesia misalnya :

halothane, enflurane, isoflurane. N2O tidak memiliki khasiat relaksasi. Setelah anestesia

selesai, N2O dihentikan dan diteruskan O2 100% selama 5 – 10 menit lagi untuk

mencegah diffusion hypoxia.

Ether (diethyl-ether, di-etil-eter, eter)

Cairan yang tidak berwarna, mudah menguap, mudah terbakar dan mudah meledak,

lebih-lebih jika digunakan bersama O2. mudah teroksidasi menjadi peroksid dan dengan

alcohol membentuk asetaldehid, sehingga ether yang telah terbuka beberapa haru

seharusnya dibuang. Ether mempunyai bau yang merangsang. Induksi dengan ether sukar

dicapai dengan baik karena pasien sering menahan nafas akibat bau yang kurang

menyenangkan. Sekresi bronkhus dan ludah meningkat. Hipersekresi dan hipersalivasi ini

dapat dicegah dengan premedikasi atropin 0,5 mg 1 jam sebelumnya. Ether menyebabkan

mual dan muntah, baik pada waktu induksi maupun pulih sadar melalui mekanisme

rangsangan lambung dan efek sentral. Ether mempunyai khasiat narkosis yang baik,

analgesia sangat kuat dan relaksasi otot bergaris sangat baik. Selain itu ether mempunyai

batas keselamatan sangat lebar. Dosis untuk tahap pemeliharaan (maintenance) adalah 2 –

4%. Dosis maksimal yang diberikan waktu induksi adalah 15-20%. Sampai pada tahapan

yang dalam, pasien tetap dapat bernafas spontan, meskipun reaksi pusat pernafasan

terhadap CO2 menurun. Ether menyebabkan bronkhodilatasi. Sampai stadium III bidang

2, efek depresi otot jantung tak tampak jelas karena ether merangsang syaraf simpatis

serta sekresi adrenalin-noradrenalin. Pada stadium dalam, terjadi depresi nafas dan

depresi otot jantung. Ether tidak membuat otot jantung lebih peka terhadap rangsang

katekholamin.

Selain ekskresi melalui paru, sebagian kecil melalui urine, keringat, air susu dan berdifusi

secara utuh melalui kulit. Untuk memudahkan induksi ethyl choride dengan tetes terbuka

(open-drop) atau ketamine iv/im.

6

Page 7: Kuliah Anestesi

Pembedahan dilakukan pada tahap (stadium) III :

1. Bidang 1 untuk pembedahan ditangan, kaki dan permukaan tubuh.

2. Bidang 2 untuk pembedahan rongga perut bagian bawah, Sectio Caesaria, hernia,

usus buntu dan sebagainya.

3. Bidang 3 untuk pembedahan rongga perut bagian atas dan lainnya yang

memerlukan relaksasi otot yang sebaik-baiknya. Pada bidang 3 ini telah terjadi

depresi nafas dan sirkulasi sehingga pasien mudah mengalami hipoventilasi yang

dapat membahayakan pasien. Cara yang lebih aman untuk mencapai relaksasi

yang baik adalah dengan diberikan obat pelumpuh otot.

Gambar skema dari Tahap anestesia dengan ether lihat pada judul tahap anestesia.

Ether menyebabkan vasokonstriksi dan penurunan aliran darah organ viscera sehingga

filtrasi glomeruler dan jumlah air seni menurun. Sebaliknya pembuluh darah otak

menjadi vasodilatasi sehingga aliran darah dan tekanan intra kranial meningkat. Ether

jangan digunakan pada pasien dengan rudapaksa kepala, contusio cerebri dan tekanan

intra kranial yang meningkat. Pengaruh pada kadar gula darah dapat meningkatkan

sampai 2 kali lipat dan berlangsung sampai beberapa jam sesudah anestesia. Sedapat

mungkin ether dihindari penggunaannya pada pasien Diabetes Millitus.

Halothane (halotan)

Cairan tidak berwarna, berbau enak, tak mudah terbakar atau meledak. Induksinya cepat,

dengan kadar 2-4% dapat dilakukan dengan inhalasi langsung (terutama pada anak-anak)

atau dimulai dengan thiopental 3-5 mg/kg iv pelan-pelan. Kadar pemeliharaan 0,5-2%.

Khasiat analgesianya kurang baik sehingga diperlukan tambahan obat yang mempunyai

sifat analgesia misalnya N2O atau narkotik. Obat narkotik pethidin diberikan 1 mg/kg BB

atau morfin 0,1 mg/kg BB im sebagai premedikasi atau diberikan tambahan selama

anestesia, seperti pethidin dengan dosis 0,2 mg/kg BB iv. Halothane tidak melemaskan

otot bergaris kecuali otot masseter (rahang).

Depresi pernafasan terjadi pada stadium pembedahan sehingga perlu diberikan nafas

buatan berkala untuk menghindarkan hiperkarbia. Halothane menyebabkan

bronkhodilatasi dan tidak merangsang sekresi kelenjar bronkhus maupun hipersalivasi.

Terhadap sistem sirkulasi menyebabkan depresi sirkulasi. Tekanan darah menurun karena

7

Page 8: Kuliah Anestesi

kontraktilitas otot jantung yang menurun dan adanya vasodilatasi perifer. Pada over dosis

halothane aktifitas syaraf simpatis menurun sehingga dapat mudah terjadi cardiac arrest,

dan aktifitas syaraf vagus yang relatif meningkat menyebabkan terjadinya bradikardia.

Halothane juga membuat miokard lebih peka terhadap katekholamine sehingga mudah

terjadi extra-sistol dan aritmia ventrikuler yang berbahaya yang tampak bila dilakukan

dengan monitor EKG. Suntikan adrenalin untuk infiltrasi selama anestesia harus sangat

dibatasi. Dosis orang dewasa tidak boleh melampaui 10 ml larutan 1 : 100.000 dalam 10

menit atau 30 ml per jam.

Hipoventilasi menyebabkan kenaikan CO2 darah sehingga memudahkan terjadinya

aritmia ventrikuler. Penggunaan pada pasien syok atau hipotensi akan memperberat

keadaan. Untuk mengatasi hipotensi diberikan ephedrine dalam larutan 10 mg/cc

diberikan 10-15 mg iv pelan-pelan jika tekanan sistolik turun lebih dari 25% awal kalau

perlu dosis dapat diulang setelah 5-10 menit.

Aliran darah ke organ viscera menurun, GFR dan produksi air seni juga menurun.

Sebaliknya vasodilatasi perifer menyebabkan sirkulasi ke otak meningkat dan tekanan

intra kranial naik. Kenaikan tekanan intra kranial ini akan menjadi lebih tinggi jika

disertai depresi nafas yang mengakibatkan kadar CO2 yang meningkat.

Halothane pada kadar rendah (pasien masih sadar), sudah menghambat kontraksi otot

rahim serta mengurangi efektifitas ergotamine dan oksitosin hingga mudah menyebabkan

perdarahan pasca persalinan (post partum) yang sangat berbahaya. Penggunaan pada

Sectio Caesaria harus sangat hati-hati dengan perdarahan yang terjadi.

Penggunaan berulang harus dihindari sebelum jarak waktu 12 minggu karena dapat

menyebabkan kerusakan hepar (nekrosis sentrilobuler) melalui mekanisme sensitisasi.

Enflurane

Enflurane (CHF2OCF2CHFCl) adalah hidro karbon halogen yang kuat (MAC enflurane

1,68% didalam oksigen). Ia kelompok senyawa sentetik yang lebih baru, yang dibuat

untuk mengkombinasi ikatan ether stabil (untuk efek anestesi) dan molekul halogen.

Induksi cepat dan gangguan pernafasan dan sistem kardiovaskular timbul seperti pada

pemberian halothane. Enflurane tidak memiliki efek sensitisasi myocardium terhadap

obat blok neuromuskular. Beberapa kasus hepatotoksisitas seperti halothane juga

8

Page 9: Kuliah Anestesi

ditemukan. Hal ini mungkin disebabkan oleh kenyataan bahwa persentase enflurane yang

mengalami biotransformasi hanya kecil bila dibanding dengan halothane. Walau

demikian, enflurane tampak cukup kuat untuk menimbulkan disfungsi ginjal yang

mungkin berhubungan dengan kenaikan kadar plasma fluorida anorganik. Walaupun

belum ada cukup data untuk membuktikan bahwa tingkat plasma fluorida anorganik

bersifat nefrotoksik, namun lebih baik menghindari atau membatasi penggunaan

enflurane pada pasien penyakit ginjal atau yang mengalami transplantasi ginjal. Dalam

jumlah persentase yang kecil pada pasien normal, penggunaan enflurane tampak adanya

pembentukan pola elektroensefalografi (EEG) yang menyerupai tanda epilepsi. Bukti

klinik perubahan EEG yang abnormal tampaknya meragukan, terutama karena lebih

jarang dibanding dengan pasien epilepsi. Karena itu, lebih baik menghindari penggunaan

enflurane pada pasien epilepsi.

3. Anestesi Parenteral

Obat anestesia parenteral setelah penyuntikan, kadar obat anestesia dalam darah

meningkat, lalu diikuti kenaikan kadar dalam jaringan otak sehingga pasien menjadi tidak

sadar. Untuk mempertahankan tahapan anestesia, kadar dalam darah harus dipertahankan

dengan penyuntikan berkala atau memberikan tetesan secara kontinyu sebab obat tersebut

mengalami metabolisme di hati dan dikeluarkan lewat ginjal. Jika pemberian obat

anestesia dihentikan, kadar dalam darah menurun, terjadi difusi balik dari jaringan otak

kedalam darah dan pasien sadar kembali. Makin lama anestesia berlangsung, makin lama

juga proses sadar kembalinya karena jaringan tubuh selain otak juga menjadi jenuh

dengan obat anestesia.

Thiopental (Penthotal, Thiopentone sodium)

Yang termasuk obat anestesia parentaral adalah golongan barbiturat yang waktu

bekerjanya sangat singkat dikenal sebagai thiopental. Induksi intravena berjalan cepat,

dalam 30-60 detik pasien sudah tidak sadar. Pemberian intravena harus dilakukan secara

perlahan, 3-5 mg/kg BB, sambil melihat respon pasien, sampai mata tertutup dan reflex

bulu mata hilang. Hilangnya kesadaran disebabkan depresi kortex dan Reticular

Activating System. Pada dosis yang lebih banyak terjadi depresi pusat pernafasan di

medulla oblongata. Pasien cepat kembali sadar dalam 3-5 menit akibat adanya

9

Page 10: Kuliah Anestesi

redistribusi obat dari otak ke jaringan lain, bukan karena cepatnya metabolisme di hati

atau ekskresi di ginjal. Thiopental sesuai untuk tindakan singkat seperti reposisi patah

tulang yang tertutup, reposisi dislokasi sendi dan insisi abses. Thiopental sebagai obat

induksi yang dilanjutkan dengan halothane akan berjalan lancar, tapi sebaliknya bila

dilanjutkan dengan ether akan mengalami banyak kendala sebab thiopental menaikan

kepekaan reflex jalan nafas sedang disisi lain ether merangsang jalan nafas. Khasiat

analgesia dan relaksasi otot bergaris kurang. Tidak menyebabkan mual atau muntah.

Ketamine (ketalar)

Ketamine adalah obat anestesia yang dapat diberikan intramuskuler, intravena (bolus)

atau drip (per-infus). Dapat diberikan secara intramuskuler ketamine mempunyai

keuntungan tersendiri, sehingga dapat diberikan pada anak-anak yang tidak kooperatif

dan tidak mungkin untuk dipasang infus sebelumnya, atau pada anak yang menolak

penggunaan masker untuk inhalasi anestesi pada waktu induksi. Dosis intramuskuler

untuk permulaan 8-10 mg/kg BB, degan dosis ulang setengahnya. Dengan pemberian

intrvena digunakan dosis permulaan 1-2 mg/kg BB dan dosis ulang 1 mg/kg BB. Dosis

dapat diperkecil dengan pemberian secara drip (dalam infus), yaitu 2-4 mg/kg BB/jam.

Ketalar dilarutkan dalam NaCl 0,9% atau RL, dibuat larutan 0,1% (1mg/cc). Apabila

digunakan atas indikasi yang benar, ketamine memberikan beberapa keuntungan antara

lain, penyimpanannya mudah, tidak memerlukan peralatan yang mahal, penggunaannya

mudah, dapat digunakan untuk induksi maupun rumatan anestesi, efek analgesia kuat,

dengan onset yang cepat, stimulasi ringan kardiovaskuler, sehingga baik untuk pasien

shock. Kerugiannya meningkatkan tekanan intrakranial, sehingga tidak boleh digunakan

pada pasien dengan trauma kepala atau yang dicurigai adanya proses di otak dan

menyebabkan nystagmus, sehingga tidak boleh digunakan untuk operasi mata.

Propofol (Diprivan)

Propofol merupakan obat induksi anestesia cepat. Obat ini didistribusi secara cepat dan

eliminasi yang cepat. Hipotensi terjadi sebagai akibat depresi langsung pada otot jantung

dan menurunnya tahanan vaskuler sistemik. Propofol tidak mempunyai sifat analgesik.

Dibandinghkan dengan thiopental, waktu pulih sadar lebih cepat dan jarang terjadi mual

dan muntah. Pada dosis yang rendah propofol mempunyai efek anti emetik. Propofol

menekan korteks adrenal dan menurunkan kadar kortisol plasma, tetapi supresi adrenal

10

Page 11: Kuliah Anestesi

cepat kembali dan memberikan respons terhadap stimulasi ACTH. Propofol mengurangi

aliran darah otak dan tekanan prefusi ke otak. Propofol memberikan efek potensiasi

depresi SSP dan sirkulasi dengan obat golongan narkotik, sedatif, obat anestesia inhalasi.

Potensiasi terjadi pada efek blokade neuromuskuler dari golongan obat pelumpuh otot

non-depolarisasi. Untuk mengurangi efek yang kurang menguntungkan pada manula,

operasi yang beresiko tinggi, pemberian sedatif dan narkotik dosisnya harus dikurangi.

Pemberian intravena dilakukan kedalam vena besar dengan menambah lidokain iv (0,1

mg/kg) pada propofol untuk induksi yang bertujuan mengurangi rasa nyeri. Karena efek

propofol terhadap tekanan perfusi otak, maka tidak disarankan pada pasien dengan

peningkatan tekanan intrakranial. Pada pasien riwayat epilepsi atau gangguan kejang

harus diberikan dengan hati-hati. Pada operasi Caesar dosis induksi propofol

mengakibatkan konsentrasi pada vena umbilikalis tinggi, sehingga bayi yang lahir

mengalami hipotonus otot, dan skor Apgar 1 dan 5 menit yang rendah. Pada pasien yang

alergi terhadap telur atau minyak kedelai merupakan kontra indikasi pemakaian propofol.

Efek samping propofol pada sistem pernafasan adalah depresi pernafasan, apnea,

bronkospasme dan leringospasme. Pada sistem kardiovaskuler berupa hipotensi, aritmia,

takikardia, bradikardia dan hipertensi. Pada susunan syaraf pusat adanya sakit kepala,

pusing, euforia, kebingungan, gerakan klonik-mioklonik, epistotonus, mual, muntah.

Pada daerah penyuntikan dapat terjadi nyeri sehingga pada saat pemberian dapat

dicampurkan lidokain.

Rangkuman

Obat anestesia inhalasi dan parenteral mempunyai cara kerja yang berbeda. Obat

anestesia inhalasi yang dikeluarkan tubuh melalui paruakan lebih mudah untuk mengatur

kedalaman anestesinya, tetapi pada obat anestesia intravena pengeluaran dari tubuh

tergantung dari metabolisme obat tersebut, sehingga terjadinya kelebihan dosis harus

dapat diantisipasi.

11

Page 12: Kuliah Anestesi

Bahan Bacaan

1. Dripps R.D., Ekkenhoff J.E., Vandam L.D.,

Introduction to Anesthesia.

7th edition. W.B. Saunders Company. Philadelphia-London Toronto, 1988

Halaman : 103 – 132, 141 - 155

2. G. Edward Morgan, Jr., Maged S. Mikhail

Clinical Anesthesiology

Second edition a Lange Medical Book, 1996

Halaman : 109 – 127, 128 – 148

Pemeriksaan Preoperatif

12

Page 13: Kuliah Anestesi

Pendahuluan

Komponen psikologis merupakan hal penting pada tindakan pembedahan sehingga

kunjungan prabedah merupakan hal sangat penting. Selain komponen psikologis

kunjungan prabedah menentukan keadaan pasien apakah layak untuk dilakukan tindakan

anestesia dan operasi dan masih banyak lagi manfaatnya, diantaranya pemilihan obat

anestesia, obat premedikasi, tehnik anestesia, meramalkan penyulit yang mungkin terjadi

sehingga dapat menyiapkan hal-hal yang dapat mengatasi penyulit.

Kunjungan Prabedah dan Anamnesis

Setiap pasien yang akan mengalami anestesia harus dilihat dan diperiksa dahulu oleh

dokter yang akan melakukan pemberian anestesia, setidak-tidaknya 1 hari sebelum hari

operasi apabila tindakan pembedahan terencana atau pada waktu dikonsulkan oleh ahli

bedah untuk pembedahan darurat.

Semua catatan dalam dokumen medik yang baru maupun yang terdahulu (bila pasien

pernah MRS) harus dipelajari secara teliti. Harus diperhatikan hal-hal yang menyangkut

pengalaman operasi dan anestesia yang pernah dijalani (bila ada) dan perubahan-

perubahan fisiologik yang ditimbulkan oleh penyakit yang direncanakan akan dibedah,

maupun penyakit lain yang menyertainya.

Kemampuan toleransi terhadap efek obat anestesia sangat tergantung keadaan fungsi

respirasi dan sirkulasi, fungsi homeostatik di hepar, endokrin dan saraf pusat. Keadaan ini

dapat diketahui apabila dilakukan kunjungan prabedah. Kunjungan prabedah dan

melakukan dialog dengan pasien tidak dapat diganti dengan cara lain, misalnya dengan

pemberian obat penenang. Kunjungan prabedah ini merupakan proses belajar baik bagi

pasien maupun dokternya. Oleh karana itu pada waktu malakukan anamnesis tidak boleh

tergesa-gesa. Masalah obat-obat yang digunakan oleh pasien dicatat dengan baik. Hal-hal

lain yang harus diperhatikan ialah masalah emosi/keadaan psikis pasien.

Dengan kunjungan prabedah ini maka dokter dapat memberi pengertian pada pasien apa

yang akan dialami sebelum anestesia (misalnya mengapa harus puasa ± 6 jam, diberi obat

pencahar, mendapat suntikan/obat premedikasi, dipasang infus dll) dan setelah

pembedahan (akan berada disuatu diruangan yang belum dikenal yaitu ruang pulih sadar,

13

Page 14: Kuliah Anestesi

timbul rasa sakit, mungkin terasa pusing atau mual dll). Kepada pasien dapat dilatihkan

bagaimana cara mengambil nafas panjang dan batuk yang efektif agar tidak terjadi

penyulit paru (atelektasis) pasca bedah. Dapat dijelaskan pula masalah nyeri pasca bedah,

dan bagaimana perjalanan hilangnya nyeri tersebut.

Dari kontak pertama dengan pasien, dapat dilihat kemungkinan masalah yang dapat

timbul selama anestesia misalnya, pasien dengan leher pendek kemungkinan dapat terjadi

penyulit jalan nafas (obstruksi), anak atau bayi yang gemuk, kemungkinan akan

menimbulkan kesulitan pada waktu memasang infus.

Pemeriksaan Fisik

Setelah anamnesis dilakukan secara lengkap dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik, sesuai

dengan urutan pemeriksaan sistem secara legeartis. Besarnya cadangan sistem

kardiovaskuler dapat diperkirakan dengan menanyakan toleransi pasien terhadap latihan

fisik. Pasien juga dapat diminta untuk berjalan dilorong atau naik tangga, untuk

mendeteksi terjadinya nafas pendek atau nyeri di tungkai (claudicatio). Apabila ada

riwayat infark myokard, maka tidak adanya keluhan angina tidak dapat dipakai sebagai

patokan tentang baiknya aliran darah koroner.

Sementara itu hasil pemeriksaan laboratorium diteliti. Bila ada hal-hal yang perlu untuk

diperiksa, maka dapat diminta pemeriksaan laboratorium tambahan. Apabila pemeriksaan

telah selesai, diberikan penerangan tentang cara anestesia yang akan dilakukan, tentang

apa yang akan dialami pasien selama waktu pasca anestesia/bedah. Penjelasan dilakukan

dengan bahasa awam, sehingga pasien dapat mengerti. Pasien berhak untuk mengetahui

apa yang akan dilakukan oleh dokter.

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium yang ada, dapat

ditentukan status fisik pasien serta dinilai resiko pasien terhadap anestesia.

Status Fisik (Physical Status = PS)

Pasien yang akan mengalami anestesia dan pembedahan dapat dikategorikan dalam

beberapa kelas status fisik, yang semula diusulkan dan digunakan oleh American Society

of Anesthesiologist (ASA), karena itu status fisik diberi nama ASA.

14

Page 15: Kuliah Anestesi

Status fisik diklasifikasikan menjadi 5 kelas, yaitu ASA 1 sampai ASA 5, dengan uraian

sebagai berikut :

Klas 1

Pasien tanpa gangguan organik, fisiologik, biokemik maupun psikiatrik. Proses patologik

yang akan dilakukan operasi terbatas lokalisasinya dan tidak akan menyebabkan

gangguan sistemik.

Contoh :

a. Seorang dewasa muda sehat akan menjalani operasi hernia inguinalis.

b. Seorang wanita muda sehat dengan myoma uteri akan dilakukan myomektomi.

Klas 2

Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai sedang, yang disebabkan baik oleh

keadaan yang harus diobati dengan jalan pembedahan maupun oleh proses-proses

patofisiologis.

Contoh :

a. Pasien dengan penyakit jantung organik tanpa pembatasan aktifitas atau dengan

pembatasan ringan, direncanakan untuk operasi hernia.

b. Pasien dengan DM ringan direncanakan untuk operasi appendektomi.

c. Pasien dengan anemia atau dengan hipertensi essensial.

d. Dalam klas ini juga dimasukkan pasien dengan umur ekstrim (neonatus atau

geriatri) tanpa penyakit sistemik, atau pasien dengan obesitas, brochitis kronis.

Klas 3

Pasien dengan gangguan sistemik berat, apapun penyebabnya.

Contoh :

a. Pasien dengan DM berat dengan komplikasi vaskuler yang memerlukan tindakan

pembedahan.

b. Pasien dengan insufisiensi paru sedang sampai berat, perlu pembedahan misalnya

hernia.

c. Pasien dengan angina pectoris atau infark myokard lama.

15

Page 16: Kuliah Anestesi

Klas 4

Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa, yang tidak selalu dapat

dikoreksi dengan pembedahan.

Contoh : pasien dengan dekompensasi jantung, angina pectoris yang terus-menerus,

insufisiensi berat dari faal paru, hepar, ginjal atau endokrin.

Klas 5

Moribound : pasien yang hanya mempunyai kemungkinan kecil untuk hidup.

Contoh : pasien shock karena perdarahan, trauma kepala hebat dengan tekanan

intrakranial yang meningkat. Pada umumnya pasien-pasien ini memerlukan operasi untuk

rersusitasi dan umumnya hanya perlu anestesia sedikit atau bahkan tanpa obat anestesia.

Operasi Darurat (D)

Setiap pasien dari masing-masing klas tersebut diatas yang mengalami pembedahan

darurat dipertimbangkan menjadi dalam kondisi fisik yang lebih jelek. Dibelakang angka

yang menunjukkan kelasnya, ditulis huruf D yang berarti darurat (dalam buku berbahasa

Inggris ditulis E = emergency).

Dengan menggunakan klasifikasi ini seseorang dapat berbicara dengan bahasa yang sama

diforum nasional maupun internasional.

Rangkuman

Untuk melakukan pemilihan obat anestesia, obat premedikasi dan tehnik anestesia harus

dilakukan evaluasi praoperatif. Dengan dilakukan pemeriksaan praoperatif pasien dapat

dipersiapkan dengan baik untuk menghindari penyulit selama anestesia/operasi dan pasca

bedah dini. Apabila terjadi penyulit, obat dan alat sudah disediakan sehingga dapat

diatasi.

Bahan Bacaan

1. Dripps R.D., Ekkenhoff J.E., Vandam L.D.,

Introduction ti Anesthesia.

7th edition. W.B. Saunders Company. Philadelphia-London Toronto, 1988

Halaman : 13 - 21

16

Page 17: Kuliah Anestesi

2. G. Edward Morgan, Jr., Maged S. Mikhail

Clinical Anesthesiology

Second edition a Lange Medical Book, 1996

Halaman : 5 – 7

17

Page 18: Kuliah Anestesi

Premedikasi

Tujuan utama dari pemberian obat premedikasi adalah untuk memberikan sedasi psikis,

mengurangi rasa cemas dan melindungi dari stres mental atau faktor-faktor lain yang

berkaitan dengan tindakan anestesia yang spesifik. Hasil akhir yang diharapkan dari

pemberian premedikasi adalah terjadinya sedasi dari pasien tanpa disertai depresi dari

pernafasan dan sirkulasi. Kebutuhan premedikasi bagi masing-masing pasien yang untuk

setiap pasien dapat berbeda. Rasa takut dan nyeri ini harus diperhatikan betul pada

prabedah.

Reaksi fisiologis terhadap nyeri dan rasa takut terdiri atas 2 bagian yaitu reaksi somatik

(voluntary) dan reaksi simpatetik (involuntary). Efek somatik ini timbul didalam

kecerdasan dan menumbuhkan dorongan untuk bertahan atau menghindari kejadian

tersebut. Kebanyakan pasien akan melakukan modifikasi terhadap manifestasi efek

somatik tersebut dan menerima keadaan yaitu dengan tampak tenang. Reaksi syaraf

simpatis terhadap rasa takut atau nyeri tidak dapat disembunyikan oleh pasien. Rasa takut

dan nyeri mengaktifkan syaraf simpatis untuk menimbulkan perubahan sistem sirkulasi

dalam tubuh. Perubahan ini disebabkan oleh stimulasi efferen simpatis yang ke pembuluh

darah, dan sebagian karena naiknya katekolamin dalam sirkulasi. Impuls adrenergik dari

rasa takut timbul di korteks cerebri dan dapat ditekan dengan tidur atau dengan sedativa

yang mencegah kemampuan untuk menjadi takut. Reaksi kardiovaskuler terhadap nyeri

secara neurologis berbeda dengan rasa takut, karena arkus reflex yang tersangkut

seluruhnya ada di batang otak dibawah level sensoris thalamus. Ini berarti bahwa

pendekatan klinis untuk menghilangkan kedua hal tersebut harus berbeda. Tanda akhir

dari reaksi adrenergik terhadap rasa takut ialah meningkatnya detak jantung dan tekanan

darah. Maka umumnya tujuan pemberian obat premedikasi adalah menghilangkan

kecemasan, mendapatkan sedasi, mendapatkan analgesia, mendapatkan amnesia, dan

mendapatkan efek antisialogoque. Disamping itu pada keadaan tertentu juga menaikkan

pH cairan lambung, mengurangi volume cairan lambung, dan mencegah terjadinya reaksi

allergi.

Premedikasi diberikan berdasar atas keadaan psikis dan fisiologis pasien yang ditetapkan

setelah kunjungan prabedah. Dengan demikian maka pemilihan obat premedikasi yang

18

Page 19: Kuliah Anestesi

akan digunakan harus selalu memperhitungkan umur pasien, berat badan, status fisik,

derajad kecemasan, riwayat hospitalisasi sebelumnya (terutama pada anak), riwayat

reaksi terhadap obat premedikasi sebelumnya (bila pasien pernah diberi anestesi

sebelumnya), riwayat penggunaan obat-obat tertentu yang kemungkinan dapat

berpengaruh pada jalannya anestesi (misalnya MAO inhibitor, kortikosteroid, antibiotik

tertentu), perkiraan lamanya operasi, macam operasi (misalnya terencana, darurat, pasien

rawat inap atau rawat jalan) dan rencana obat anestesia yang akan digunakan.

Sesuai dengan tujuannya, maka obat-obat yang dapat digunakan sebagai obat premedikasi

dapat digolongkan seperti dibawah ini beberapa contoh yang terdapat di Indonesia).

Golongan Obat Contoh

Barbiturat Luminal

Narkotik Petidin, Morfin

Benzodiazepin Diazepam, Midazolam

Butyrophenon Dehydrobenparidol

Antihiatamin Prometazine

Antasida Gelusil

Anticholinergik Atropin

H2 receptor antagonis Cimetidine

Karena khasiat obat premedikasi yang berlainan tersebut, dalam praktek sehari-hari

dipakai kombinasi beberapa obat untuk mendapat hasil yang diinginkan, misalnya :

Kombinasi narkotik, benzodiazepin dan anticholinergik

Kombinasi narkotik, butyrophenon dan anticholinergik

Kombinasi narkotik, antihistamin dan anticholinergik

Pada keadaan tertentu perlu diberikan antasida (baca anestesia pada ibu hamil)

Barbiturat

Kebanyakan pasien yang telah direncanakan untuk menjalani operasi akan lebih baik bila

diberikan hipnotik malam sebelum hari operasi, karena rasa cemas, hospitalisasi atau

19

Page 20: Kuliah Anestesi

keadaan sekitar yang tidak biasa dapat menyebabkan insomnia. Untuk itu dapat

digunakan golongan barbiturat per oral sebelum waktu tidur. Selain itu barbiturat juga

digunakan untuk obat premedikasi. Keuntungan penggunaan obat ini ialah dapat

menimbulkan sedasi, efek terhadap depresi respirasi minimal (ini dibuktikan dengan tidak

berubahnya respon ventilasi terhadap CO2), depresi sirkulasi minimal dan tidak

menimbulkan efek mual dan muntah. Obat ini efektif bila diberikan per oral. Premedikasi

per oral belum dapat dibudayakan di Indonesia belum dilakukan (terutama bagi golongan

menengah/bawah), karena masih ditakutkan bila disamping minum obat, pasien tidak

dapat menahan diri untuk tidak minum lebih banyak.

Kerugian penggunaan barbiturat termasuk tidak adanya efek analgesi, terjadinya

disorientasi terutama pada pasien yang kesakitan, serta tidak ada antagonisnya. Barbiturat

merupakan kontraindikasi untuk pasien dengan akut intermitten porphyria.

Narkotik

Morfin dan Petidin merupakan narkotik yang paling sering digunakan untuk premedikasi.

Keuntungan penggunaan obat ini ialah memudahkan induksi, mengurangi kebutuhan obat

anestesi, menghasilkan analgesia pra dan pasca bedah, memudahkan melakukan

pemberian nafas buatan, dapat diantagonisir dengan naloxon.

Narkotik ini dapat menyebabkan vasodilatasi perifer, sehingga dapat menyebabkan

hipotensi ortostatik. Hal ini akan lebih berat lagi bila digunakan pada pasien dengan

hipovolemia. Berlawanan dengan barbiturat, narkotik ini dapat menyebabkan depresi

pusat pernafasan di medulla yang dapat ditunjukkan dengan turunnya respons terhadap

CO2. Mual dan muntah menunjukkan adanya stimulasi narkotik pada pusat muntah di

medulla. Bila pasien dalam posisi tidur akan mengurangi efek tersebut.

Morfin diberikan dengan dosis 0,1-0,2 mg/kg BB, sedangkan Petidin dengan dosis 1-2

mg/kg BB. Pada orang tua dan anak-anak dosis diberikan lebih kecil.

Benzodiazepin

Golongan ini sangat spesifik untuk menghilangkan rasa cemas. Diazepam bekerja pada

reseptor otak yang spesifik, menghasilkan efek anti-anxiety yang selektif pada dosis yang

tidak menimbulkan sedasi yang berlebihan, depresi nafas, mual atau muntah. Kerugian

20

Page 21: Kuliah Anestesi

penggunaan diazepam untuk premedikasi ini ialah kadang-kadang pada orang tertentu

dapat menyebabkan sedasi yang berkepanjangan. Selain itu juga rasa sakit pada

penyuntikan intramuskuler, serta absorbsi sistemik yang jelek setelah pemberian

intramuskuler.

Benzodiazepin yang larut dalam air dan cepat diabsorbsi setelah pemberian

intramuskuler, yaitu Midazolam. Keuntungan obat ini tidak menimbulkan rasa nyeri pada

penyuntikan baik secara intramuskuler maupun intravena.

Diazepam dapat diberikan pada orang dewasa dengan dosis 10 mg, sedang pada anak

kecil 0,2-0,5 mg/kg BB. Midazolam dapat diberikan dengan dosis 0,1 mg/kg BB.

Penggunaan Midazolam ini harus dengan pengawasan yang ketat, karena kemungkinan

terjadi depresi respirasi.

Butyrophenon

Dari golongan ini droperidol dengan dosis 2,5-5 mg intramuskuler digunakan sebagai

obat premedikasi dengan kombinasi narkotik. Keuntungan yang sangat besar dari

penggunaan obat ini ialah efek antiemetik yang sangat kuat, dan bekerja secara sentral

pada pusat muntah di medulla. Obat ini ideal untuk digunakan pada pasien-pasien dengan

resiko tinggi, misalnya pada operasi mata, pasien dengan riwayat sering muntah dan

obesitas. Dapat juga diberikan secara intravena dengan dosis 1-1,25 mg.

Kadang-kadang pada pasien tertentu droperidol ini dapat menimbulkan dysphoria (pasien

merasa takut mati). Droperidol juga mempunyai efek blokade terhadap dopaminergik

reseptor sehingga dapat menimbulkan gejala extrapyramidal pada pasien yang normal.

Selain itu juga mempunyai efek alpha adrenergik antagonis yang ringan, sehingga

menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah perifer. Efek ini dapat digunakan pada pasien

hipertermia sebelum diberikan kompres basah seluruh tubuh. Namun perlu diingat akan

terjadinya relatif hipovolemia. Pada pasien dengan riwayat alergi/rhinitis vasomotorika

sebaiknya penggunaan obat ini dihindari.

21

Page 22: Kuliah Anestesi

Antihistamin

Dari golongan ini yang sering digunakan sebagai oabt premedikasi ialah promethazin

(phenergan) dengan dosis 12,5-25 mg intramuskuler pada orang dewasa. Digunakan pada

pasien dengan riwayat asma bronchiale.

Anticholinergik

Atropin mempunyai efek kompetitif inhibitor terhadap efek muskarinik dari acetylcholin.

Atropin ini dapat menembus barier lemak misalnya blood-brain barrier, placenta barrier

dan traktus gastrointestinal.

Reaksi tersering dari pemakaian obat ini ialah menghasilkan efek antisialagog,

mengurangi sekresi ion H asam lambung, menghambat reflex bradikardia dan efek

sedativa dan amnesik (terutama scopolamin). Efek lain yang merugikan adalah nadi yang

meningkat, midriasis, cycloplegia, kenaikan suhu, mengeringnya sekret jalan nafas dan

CNS toxycity terjadi gelisah, dan agitasi.

Antasida

Pemberian antasida 15-30 menit pra induksi hampir 100% efektif untuk menaikkan pH

asam lambung diatas 2,5. Seperti diketahui, aspirasi cairan asam lambung dengan pH

yang rendah dapat menimbulkan apa yang dinamakan acid aspiration syndrome atau

disebut juga Mendelson’s syndrome. Yang dianjurkan adalah preparat yang mengandung

Mg-trisilikat.

H2-reseptor antagonis

Obat ini akan melawan kemampuan histamin meningkatkan sekresi cairan lambung yang

mengandung ion H tinggi. Dari kepustakaan disebutkan bahwa pemberian cimetidin oral

300 mg 1-1,5 jam pra induksi dapat menaikkan pH cairan lambung diatas 2,5 sebanyak

lebih dari 80% pasien. Dapat pula diberikan secara intravena dengan dosis yang sama 2

jam sebelum induksi dimulai.

22

Page 23: Kuliah Anestesi

Rangkuman

Kunjungan pra anestesia dan pembedahan merupakan rangkaian untuk menentukan

premedikasi apa yang akan diberikan. Tanpa melihat pasien akan menyebabkan

kesalahan dosis obat premedikasi yang dapat merugikan pasien. Perhatian khusus pada

bayi dibawah 2 tahun dan orang tua diatas 60 tahun.

Menentukan dosis obat premedikasi yang tepat merupakan permulaan dari keamanan

tindakan anestesia.

Bahan Bacaan

1. Drips R.D., Ekkenhoff J.E., Vandam L.D.

Introduction to Anesthesia

7th edition. W.B. Saunders Company. Philadelphia-London Toronto, 1988

Halaman : 37 – 45

23

Page 24: Kuliah Anestesi

Pemilihan Obat Anestesi, Premedikasi dan Tehnik Anestesi

Pendahuluan

Pada pemilihan obat anestesia, premedikasi dan tehnik anestesia pada dasarnya

dipertimbangkan dua hal, yaitu bahwa cara atau obat itu harus :

1. Baik (tidak berbahaya) untuk pasien yang bersangkutan.

2. Baik untuk macam operasi yang akan dikerjakan.

Pasien sakit jantung dengan dekompensasi akan menjalani operasi untuk hemorrhoid,

pemilihan obat anestesi, obat premedikasi dan tehnik anestesinya disesuaikan dengan

penyakit yang diderita diluar pembedahan dan tindakan operasinya.pembedahan

hemorrhoid membutuhkan relaksasi dari anus dan apsein dengan dekompensasi ringan

tidak boleh diberikan lagi terhadap kerja jantung. Bila dipilih ether relaksasi dapat dicapai

hanya pada stadium yang dalam. Anestesi yang dalam tidak baik untuk pasien dengan

dekompensasi ringan. Subarachnoid block menghasilkan relaksasi yang baik. Bila

dilakukan block rendah (saddle block), pengaruh terhadap sistem kardiovaskuler tidak

ada sehingga bahaya bagi pasien sangat minimum.

Pemilihan obat anestesia

Tujuan dari memberikan anestesi adalah untuk mendapatkan 3 hal, yaitu :

narcose/hipnosis menyebabkan tidur, analgesi yang menyebabkan tidak merasakan nyeri

dan relaksasi yang menyebabkan otot-otot jadi lemas. Akan tetapi tidak semua obat

anestesi mempunyai daya yang kuat dalam bidang tersebut. Sebagai contoh : thiopental,

hanya mempunyai efek narcosis yang baik, tetapi tidak mempunyai efek analgesi dan

relaksasi. Ketamine mempunyai efek narcosis yang baik, analgesi somatik juga baik,

tetapi tidak mempunyai daya relaksasi. Halothane mempunyai efek narcosis yang baik

dan mempunyai efek analgesi dan relaksasi yang cukup. Ether mempunyai efek narcosis,

analgesi dan relaksasi yang baik.

Sebaliknya tidak semua operasi memerlukan analgesi dan relaksasi yang sama.

Laparotomy memerlukan relaksasi sedangkan menjahit luka pada tungkai tidak

memerlukan relaksasi. Pemilihan obat anestesi disesuaikan dengan kebutuhan operasi.

24

Page 25: Kuliah Anestesi

Dalam hal laparotomy misalnya digunakan ether, menjahit luka pada tungkai dapat

digunakan ketamine.

Pada anestesi modern sering digunakan beberapa obat bersama-sama dengan maksud

untuk mencapai hasil anestesi sebaik-baiknya dengan menimbulkan gangguan faal pada

pasien sesedikit mungkin. Misalnya pasien akan dilakukan pembedahan thorax dilakukan

induksi dengan thiopental intra vena, merupakan hal yang menyenangkan untuk pasien

karena dimasukkan lewat saluran infus sehingga tidak merasakan sakit atau membau

yang tidak enak. Induksi berjalan sangat cepat dan dilanjutkan dengan rumatan dengan

obat anestesi inhalasi halothane yang mempunyai daya narcosis dan untuk analgesinya

diberikan gas gelak (N2O) dan untuk relaksasinya diberikan pancuronium.

Pada anestesi tanpa pelumpuh otot jika narcosis atau analgesinya tidak cukup akan

menimbulkan tanda-tanda somatik (tanda-tanda yang timbul karena refleks-refleks yang

melewati saraf somatis) seperti pasien bergerak atau bersuara. Disamping itu akan timbul

juga tanda-tanda visceral (tanda-tanda yang timbul karena refleks-refleks yang melewati

saraf visceral atai otonom) seperti berkeringat, keluar air mata, nadi cepat, tensi naik. Jika

dipakai obat pelumpuh otot, otot-otot bergaris akan menjadi lumpuh dengan demikian

maka tanda-tanda somatic tidak dapat timbul. Cukup tidaknya narcosis atau analgesi

dinilai dengan hanya memperhatikan tanda-tanda visceral yang timbul. Perlu diperhatikan

bahwa pemakaian pelumpuh otot hanya boleh jika pasien dilakukan pernafasan buatan.

Pemilihan obat premedikasi

Pemilihan obat premedikasi sangat dipengaruhi oleh derajat kecemasan, riwayat penyakit

dan hospitalisasi sebelumnya. Pasien dengan kecemasan yang tinggi maka pemberian

sedatif sangat diperlukan.

Status fisik (ASA) merupaka pemeriksaan yang berdasar resiko anestesi dan pembedahan

ikut pula menentukan macam obat premedikasi yang dipakai. Pasien dengan status fisik

yang tinggi dan darurat kemungkinan pemberian premedikasi dapat ditangguhkan hingga

menjelang tindakan pembedahan.

Penggunaan obat-obat yang potensial terjadi potensiasi dengan dengan obat premedikasi

harus diperhitungkan dosisnya sehingga tidak terjadi depresi nafas ataupun sirkulasi.

Berat badan, umur dan obat anestesi yang akan dipakai juga ikut mempengaruhi

25

Page 26: Kuliah Anestesi

pemilihan obat premedikasinya. Pasien dengan umur tua (geriatric) pemberian sedatif dan

narkotik harus dikurangi. Pasien dibawah umur 6 bulan premedikasi yang diberikan

hanya atropin saja dengan dosis 0,01 mg/kg BB. Pemberian premedikasi pada anak atau

bayi dapat diberikan per-rektal, misalnya midazolam dengan dosis 0,5 mg/kg BB.

Efek premedikasi yang diinginkan adalah adalah adanya sedasi tanpa depresi fungsi vital.

Efek premedikasi yang diinginkan tersebut dapat diperoleh dengan pemberian :

1. Gabungan obat narkotik, benzodiazepin dan anti kholinergik

2. gabungan obat narkotik, butyrophenon dan anti kholinergik

3. gabungan obat narkotik, anti histamin dan anti kholinergik

Pemilihan ini dilakukan setelah melihat efek psikis pasien dalam menghadapi

pembedahan dan hospitalisasi, pemeriksaan pra bedah dan obat anestesi maupun tehnik

anestesi yang akan dipilih.

Untuk pasien rawat jalan pemberian premedikasi harus diperhitungkan bahwa pasien

akan pulang pada hari tersebut, sehingga pemilihannya adalah obat yang lama kerjanya

cepat dan afeknya cepat.

Pemilihan tehnik anestesi

Pemilihan tehnik anestesi dipengaruhi oleh macam pembedahan, lama pembedahan dan

pemeriksaan pra bedah. Pasien dengan kecemasan tinggi dan tidak kooperatif tidak

memungkinkan untuk dilakukan anestesia regional. Anestesia regional membutuhkan

kerjasama antara anestesis dan pasien dan pembedah. Tanpa kerjasama yang baik

pembedahan tidak mungkin dilakukan. Memberikan anestesia yang aman pada pasien

merupakan prioritas pertama untuk berhasilnya pembedahan.

Anetesi pada anak yang tidak dapat dilepas dari ibunya memerlukan tehnik khusus yang

tidak menimbulkan trauma pad anak dan ibunya. Induksi insuflasi dan ketamine

intramuskuler merupakan salah satu cara yang dapat dipakai. Trauma ini akan

berlangsung lama bagi anak yang mengalami pembedahan.

Pemberian anestesia dapat dilakukan regional atau umum (inhalasi atau intravena).

Anestesia umum dapat dilakukan gabungan antara anestesia intravena dan anestesia

inhalasi, misalnya ketamine intravena dilanjutkan dengan ether inhalasi, thiopental

intravena dilanjutkan dengan halothane inhalasi. Dapat juga anestesi inhalasi secara

26

Page 27: Kuliah Anestesi

keseluruhan misalnya pada anak dengan halothane insuflasi dilanjutkan dengan halothane

juga.

Rangkuman

Pemilihan obat anestesi, obat premedikasi dan tehnik anestesi dilakukan setelah

pemeriksaan pra bedah sehingga pemilihan ini merupakan pilihan yang paling aman

untuk pasien dan baik untuk pembedahannya dan disesuaikan dengan sarana yang ada.

Bahan bacaan

1. Snow J.S.,

Manual of Anesthesia

1th edition Little Brown Company 1977.

Halaman : 11 – 12

27

Page 28: Kuliah Anestesi

Pemantauan Selama Anestesia dan Pasca Bedah Dini

Pendahuluan

Pemantauan fungsi vital atau monitoring merupakan proses pengamatan yang dilakukan

untuk mengetahui adanya penyimpangan dari fungsi yang normal sedini mungkin agar

dapat diambil tindakan yang cepat dan tepat. Selama anestesia, anestesia yang terlalu

dalam, gangguan pernafasan, gangguan sirkulasi dan fungsi alat anestesia yang tidak

sempurna dapat menyebabkan kematian dalam waktu pendek. Ada 4 fungsi vital tubuh

yang harus diamati selama anestesia dan pasca bedah dini karena gangguan berat pada

fungsi ini dengan cepat dapat menyebabkan kematian, yaitu pernafasan, sirkulasi darah,

fungsi ginjal dan kesadaran. Pengamatan bersifat terus-menerus tanpa henti dan

dilakukan berkala, selang waktu hendaknya sesingkat mungkin (untuk pernafasan dan

sirkulasi tiap 3 – 5 menit), akan dapat menghindari dari kematian dan kesakitan

(mortality dan morbidity).

Pernafasan

Udara nafas diperiksa secara meraba dengan telapak tangan atau mendengarkan dengan

telinga yang didekatkan kemulut dan hidung pasien. Pasien yang bernafas spontan dapat

diperiksa suara nafasnya melalui pipa alat anestesia (corrugated tubing). Suara nafas yang

baik adalah bersih tanpa suara tambahan seperti berkumur atau mendengkur (tanda ada

obstruksi lendir atau pangkal lidah). Jika digunakan kantong reservoir, kembang kempis

kantong ini menggambarkan besar pernafasan pasien.

Gas ekshalasi harus keluar dengan teratur dari katub ekshalasi dan katub bekerja dengan

bebas. Pasien yang mendapat nafas buatan dipantau dengan melihat gerak dada yang naik

setiap kali udara/gas masuk dipompakan masuk. Respirometer (spirometer) dapat

memantau nafas demi nafas terus-menerus. Alat ini harus ditempatkan pada sisi ekshalasi

dari pipa alat anestesia.

Aliran oksigen dari alat anestesia atau flowmeter perlu selalu diamati dengan teliti, lebih-

lebih jika digunakan bersama N2O. Perbandingan aliran O2 : N2O yang aman adalah 1 : 1.

Hanya bagi pemberi anestesia yang berpengalaman dapat dibenarkan penggunaan

perbandingan 1 : 2 karena N2O yang berlebih sangat mudah menyebabkan hipoksia.

28

Page 29: Kuliah Anestesi

Kaidah dalam memantau pasien yang mendapat anestesia umum adalah memastikan

bahwa : ”jalan nafas bebas – pasien bernafas cukup – kadar obat anestesia rendah – kadar

O2 tinggi”.

Sirkulasi

Denyut nadi radialis mudah diraba dan diikuti. Nadi yang lain juga mudah diraba adalah

arteria temporalis superficialis yang berada tepat didepan anak telinga (tragus) dan arteria

dorsalis pedis dipunggung dipunggung kaki. Denyut nadi yang baik adalah yang teratur

dan memberikan desakan yang kuat jika ditekan dengan jari telunjuk pemeriksa. Nadi

yang teraba lemah dan mudah hilang jika ditekan jari telunjuk menggambarkan tekanan

darah yang tidak normal.

Jika denyut nadi radialis tidak teraba atau tekanan darah tidak dapat diukur, cobalah

segera meraba arteria carotis di leher. Nadi carotis yang tidak teraba menandakan henti

jantung. Tekanan darah perlu diukur 5 menit pada waktu induksi dan waktu terjadi

kesulitan atau perdarahan selama pembedahan. Jika semua berjalan lancar dan tekanan

darah stabil, pengukuran dapat dikurangi menjadi tiap 10 menit. Tensimeter air raksa atau

anaeroid cukup baik untuk digunakan. Jika menggunakan tensimeter elektronik

hendaknya diingat bahwa alat listrik tersebut tidak boleh digunakan selama anestesia

ether.

Perfusi (aliran darah) ke telapak tangan dan jari-jari tangan memberikan gambaran baik

tidaknya sirkulasi darah dan curah jantung. Pada perabaan, perfusi yang baik ditandai

dengan rasa hangat, kering dan warna kemerahan. Warna merah dibawah kuku dan

telapak tangan yang memucat jika ditekan, harus kembali merah dalam waktu kurang 2

detik.

Kedalaman/tahapan anestesia

Dari waktu ke waktu harus selalu diketahui tahapan anestesia yang dialami pasien.

Sekalipun kadar inspirasi obat anestesia yang diberikan tidak berubah, efek pada pasien

dapat berubah jika pasien mengalami syok, hipoventilasi atau hipoksia.

Tanda-tanda anestesia (sign of anestesia) yang diikuti adalah perubahan-perubahan

pernafasan, gerak bola mata, lebar pupil dan refleks cahaya serta ada atau tidaknya

29

Page 30: Kuliah Anestesi

refleks jalan nafas. Gerak nafas yang diamati adalah teraturnya irama, besarnya

amplitudo nafas, sifat nafas perut atau dada dan sinkronisasi fase nafas parut dan dada

tersebut.

Gerak bola mata berhenti pada tahap III bidang 2 atau lebih. Pupil yang lebar

menandakan tahap III bidang 3 atau lebih dalam. Tetapi lebar pupil dipengaruhi oleh obat

premedikasi dan umur. Atropin cenderung menyebabkan pupil melebar (midriasis)

sedang morfin menyebabkan pupil menyempit (miosis). Usia tua menyebabkan pupil

kaku, sukar melebar. Refleks pharynx hilang pada akhir tahap III bidang 1 dan refleks

larynx pada akhir bidang 2. Menjelang tahap IV pernafasan perut lebih menonjol dan

nafas dada mengecil serta melambat (gasping), bola mata tidak bergerak, refleks cahaya

dari pupil hilang, nadi kecil, tekanan darah turun, kulit menjadi pucat, dingin dan

berkeringat. Tahap IV adalah tahap kelumpuhan medulla oblongata. Nafas berhenti

(respiratory arrest, apnea), pupil midriasis total (lebar sekali). Keadaan gawat ini perlu

dibadakan dengan tahap II (eksitasi) dimana kadang-kadang pasien juga berhenti nafas

kerena menahan nafas (breath holding), pupil juga mungkin lebar tetapi bola mata

bergerak-gerak.

Bila terjadi keraguan tentang kedalaman anestesia, pemberian obat dihentikan, anestesia

didangkalkan. Jika nafas berhenti, apapun sebabnya, bebaskan jalan nafas dan lakukan

pernafasan buatan.

Peralatan Pemantauan

1. Pernafasan

Alat yang paling sederhana adalah telapak tangan yang diletakkan dimuka hidung dan

mulut untuk meraba udara nefas yang hangat. Stetoskop sangat besar nilainya dan

seharusnya dilekatkan pada daerah prekordial, dada depan kiri sedemikian sehingga suara

nafas dan detik jantung terdengar jelas.

Respirometer adalah alat pengukurvolume udara nafas yang dapat dipasangkan pada jalur

ekspirasi. Pada buatan Wright, udara yang mengalir keluar menggerakkan baling-baling

yang kemudian memutar jarum penunjuk volume. Tidal volume dan minute volume dapat

diukur dengan mudah. Respirometer elektrik jangan digunakan pada waktu anestesia

dengan ether.

30

Page 31: Kuliah Anestesi

Pulse oxymeter adalah pengukur saturasi oksigen di pembuluh darah kapiler. Alat ini

bekerja dengan mengukur perubahan spektrum infra merah yang terjadi jika aliran kapiler

berdenyut. Gangguan pada kandungan oksigen darah kaoiler baik yang disebabkan

karena perubahan jumlah oksigen di paru (desaturasi) ataupun gangguan sirkulasi darah

dapat cepat diketahui.

2. Sirkulasi (Peredaran Darah)

Denyut jantung dipantau terus-menerus dengan stetoskop precordial. Nadi radialis diraba

dari waktu ke waktu. Tensimeter air raksa atau aneroid dipasang dengan stetoskop yang

dilekatkan pada arteria brachialis. Tekanan darah dapat diukur tiap 5 – 10 menit. Untuk

pembedahan besar dengan perdarahan banyak atau pembedahan yang berlangsung sangat

lama, telah dikembangkan tehnik pengukuran tekanan darah langsung kedalam arteria

radialis`menggunakan jarum plastik dan pressure transducer.

Elektrokardiogram dapat dipantau dengan alat monitor yang menggunakan tabung katode

(cathode ray tube = CRT) atau Liquid Crystal Display (LCD) untuk menayangkan denyut

demi denyut aktifitas elektrik otot jantung. Alat ini sangat cepat membantu mengenali

aritmia, ischemia myocard dan infarct akut.

3. Kesadaran

Selama pasien dalam anestesia umum kedalaman anestesia dinilai dari tanda-tanda

tahapan (stadium) anestesia. Setelah anestesia selesai, proses pulih sadara diikuti dengan

melihat respons terhadap rangsang nyeri. Dari tidak bereaksi sama sekali terhadap nyeri,

berangsur-angsur bereaksi terhadap nyeri dengan bergerak atau membuka mata dan

merintih, kemudian dapat diperintah untuk membuka mata atau mengangkat tangan

sampai akhirnya sadar dapat berbicara sendiri tanpa disorientasi. Reaksi pupil terhadap

cahaya serta besarnya pupil deperiksa dengan lampu senter.

4. Fungsi Ginjal

Dari kateter buli-buli dapat dilihat produksi air seni tiap jam, perubahan kepekatan warna

dan berat jenisnya untuk mendapatkan gambaran cukup tidaknya cairan tubuh serta

apakah perfusi ginjal berjalan baik. Kateter hendaknya dipasang jika pembedahan akan

31

Page 32: Kuliah Anestesi

berlangsung lebih dari 2 jam, pembedahan dalam rongga perut, rongga dada, rongga

kepala atau posisi pembedahan menelungkup.

5. Suhu

Suhu badan terutama pada anak-anak sangat perlu dimonitor karena hipotermia dapat

menyebabkan adanya aritmia jantung dan kembalinya kesadaran yang lama.

Rangkuman

Pemantauan pernafasan, sirkulasi dan kedalaman anestesia merupakan salah satu cara

menghindari kematian dalam jangka pendek. Penyimpangan yang diketahui secara dini

dan dilakukan tindakan yang tepat dan cepat akan berhasil baik. Pemantauan harus

dilakukan secara berkala dan terus menerus. Alat yang dipakai untuk memantau harus

diketahui dengan jelas cara kerjanya sehingga adanya penyimpangan dapat diinterpretasi

secara benar dan dilakukan tindakan penanganan secara tepat dan benar.

Bahan Bacaan

1. Dripps R.D., Ekkenhoft J.E., Vandam L.D.

Introduction to Anesthesia

7th edition. W.B. Sauders Company. Philadelphia-London Toronto, 1988

Halaman : 70 – 100

2. G. Edward Morgan, Jr., Maged S. Mikhail

Clinical Anesthesiology

2nd edition a Lange Medical Book, 1996

Halaman : 73 – 108

Penyulit Selama Anestesia dan Pasca Bedah Dini

32

Page 33: Kuliah Anestesi

Pendahuluan

Penyulit yang terjadi selama anestesia dan pasca bedah dini yang paling berbahaya adalah

adanya gangguan pada jalan nafas, proses pernafasan dan sirkulasi. Bagi kebanyakan

pasien yang mulai siuman dari proses anestesia untuk suatu pembedahan yang berjalan

tanpa penyulit, maka recovery (pulih sadar) ini berjalan lancar dan tanpa gangguan atau

penyulit. Namun pada keadaan tertentu (meskipun tidak banyak), maka recovery ini dapat

merupakan suatu proses yang mengancam jiwa, sehingga harus ditangani dengan hati-

hati.

1. Penyulit Respirasi

Obstruksi merupakan hal yang tersering pada selama anestesia dan pasca bedah dini.

Yang dapat berakibat terjadinya mortalitas dan morbiditas. Untuk hal ini sudah

dibicarakan pada bab tentang airway dan ventilation. Pemberian oksigen dianjurkan pada

semua pasien yang berada di ruang pulih sadar yang telah mendapat anestesia umum,

kecuali bila ahli anestesia menentukan lain. Apabila terjadi obstruksi jalan nafas, harus

segera dilakukan usaha untuk membuka jalan nafas atas, dengan menarik angulus

mandibula kedepan atas. Tidak jarang selama anestesia berlangsung diperlukan

pemasangan jalan nafas orofaring. Pasca bedah dini bila pasien mulai sadar, seringkali

pasien sudah tidak dapat menerima adanya jalan nafas orofaring tersebut, karena refleks

batuk sudah mulai kembali. Bila sangat perlu dapat dipasang jalan nafas nasofaring

sebagai penggantinya, karena dapat diterima oleh pasien yang mulai timbul

kesadarannya.

Mortalitas oleh karena aspirasi cairan asam lambung ini cukup tinggi, yaitu 30% (3 –

70%). Perbedaan mortalitas ini disebabkan oleh perbedaan bahan yang teraspirasi dan

pengobatan yang dilakukan. Morbiditas sulit untuk didefinisikan, tetapi bervariasi dari

pneumonitis dan abses paru sampai infark miokard dan kegagalan ginjal. Dengan

terjadinya penyulit ini maka masa hospitalisasi menjadi panjang, pasien harus dirawat di

ICU dan biaya perawatan menjadi sangat mahal. Oleh karena itu aspirasi ini harus

dipandang sebagai penyulit yang serius. Aspirasi selalu menjadi ancaman bagi

pembedahan darurat, adanya obstruksi usus atau pylorus, obesitas. Demikian pula pada

33

Page 34: Kuliah Anestesi

operasi rawat jalan, dimana persiapan puasa diserahkan pada pasien sendiri atau

keluarganya. Resiko tertinggi pada pasien dengan kehamilan dimana lamanya

pengosongan lambung tidak dapat diramalkan.

Akibat dari aspirasi ini tergantung pada jumlah dan macam bahan yang terhisap, pada

jumlah yang banyak menyebabkan peru tenggelam, benda padat akan menyebabkan

obstruksi tergantung besar kecilnya partikel bahkan dapat menyebabkan asfiksia. Akibat

yang paling berat ialah yang disebabkan oleh aspirasi cairan lambung yang pH nya < 2,5 ,

karena akan segera menyebabkan bronchokonstriksi dan kerusakan mukosa trakhea.

Dalam beberapa jam dapat terjadi penyebaran yang sempurna dari suatu pneumonitis,

yang di x-foto paru tampak putih. Gejala full blown dari aspirasi asam lambung adalah

adanya wheezing, batuk, cyanosis, edema paru (pink frothy sputum), distres nafas, shock

dan hipoksemia.

Kadang-kadang gejala ini tidak tampak, sampai pasien berada di ruang pulih sadar.

Apabila dicurigai terjadi aspirasi sedang pasien tidak dalam intubasi endotrakheal, maka

harus segera dilakukan pemasangan pipa endotrakheal, kemudian dilakukan penghisapan

intra trakheal. Diberikan antibiotik intravena bila ada dugaan kontaminasi atau untuk

propilaksis. Bronkhodilator (aminophyllin) diberikan unuk mengatasi bronkhospasme

yang terjadi. Apabila terjadi edema paru atau kegagalan jantung, maka pengaturan

keseimbangan cairan sangat penting. Dalam hal aspirasi ini maka prevensi sangat penting

artinya. Banyak macam obat yang digunakan, semua ada untung ruginya.(lihat anestesia

untuk obstetri, anestesia untuk pembedahan darurat dan premedikasi).

Akibat aspirasi yang disebut dengan acid aspiration pneumonitis dilakukan terapi dan

tindakan, membantu faal nafas : dengan terapi oksigen 100% dengan humidifikasi yang

baik, bila tidak berhasil berikan nafas buatan dengan PEEP. Pemberian bronkhodilator

untuk mengatasi bronkhospasme dan kortikosteroid untuk mengurangi edema mukosa

jalan nafas dan bronkhospasme. Untuk menghilangkan kausa, jalan nafas dibersihkan dari

aspirat dengan menghisapnya. Melakukan lavage tidak dianjurkan pada pasien tersebut.

Apabila terdapat sekret yang kental, maka perlu dilakukan fisioterapi nafas. Penyulit dari

segi kardiovaskuler biasanya ada 2 macam yaitu terjadinya shock, takikardia, edema paru

(baik klinis maupun dari x-foto paru). Pasien ini mungkin tidak mengalami dekompensasi

jantung, tetapi hipovolemia yang perlu pemberian cairan. Kelompok yang lain shock,

34

Page 35: Kuliah Anestesi

takikardia dan dekompensasi jantung. Gambaran edema paru mungkin disebabkan oleh

kegagalan jantung kiri, ditambah pembesaran hepar karena kegagalam jantung kanan

yang disebabkan oleh spasme arteriole diparu karena hipoksia. Untuk membedakan kedua

hal ini perlu dipasang kateter CVP. Bila hasil pengukuran CVP rendah perlu diberi

cairan. Bila tinggi harus dilakukan digitalisasi atau obat inotropik lainnya.

Hipoventilasi akibat anestesia yang terlalu dalam dan obstruksi yang tidak segera

ditangani dapat terjadi selama anestesia. Keadaan ini bila tidak ditangani dengan segera

dapat berakibat terjadinya morbiditas dan mortaalitas. Dengan melakukan pemantauan

kedalaman dan jalan nafas selama anestesia dapat menghindari terjadinya hipoventilasi.

Pemberian pelumpuh otot yang tidak disertai dengan pemberian nafas buatan yang

adekuat juga akan menimbulkan hipoventilasi. Sebagai reaksi tubuh mengatasi

hipoventilasi ini dengan menambah frekwensi nafas semenit dan meningkatkan nadi.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kenaikkan kadar CO2 dalam darah. Pasca

bedah rasa nyeri yang mempengaruhi proses pernafasan akan berakibat terjadinya

hipoventilasi. Dengan memberikan O2 tanpa menghilangkan penyebabnya hipoventilasi

tidak akan hilang.

2. Penyulit Sirkulasi

Penyulit sirkulasi yang tersering adalah hipotensi. Hipotensi yang terjadi selama anestesia

dapat disebabkan oleh khasiat obat anestesia, tehnik anestesia atau perdarahan. Depresi

otot jantung akibat pemberian anestesia dapat dihindari dengan kombinasi obat anestesia

yang lain. Apabila terjadi hipotensi akibat pengaruh obat anestesia maka tindakan yang

dilakukan adalah mendangkalkan anestesia. Tehnik anestesia yang dapat menimbulkan

hipotensi adalah blok regional. Cara mengatasi hal tersebut adalah memberikan cairan

sebelum tindakan dan memberikan obat vasopressor. Perdarahan yang terjadi pada saat

operasi dapat dilakukan terapi cairan yang tepat asalkan pasien diobservasi dengan baik.

Terapi cairan yang tidak adekwat menyebabkan terjadinya hipotensi pasca bedah. Pada

waktu pasien dibawa dari kamar bedah ke ruang pulih sadar, untuk sementara waktu

tekanan darah tidak diukur (selama transportasi). Hipotensi yang terjadi akan terlambat

didiagnosis. Seringkali penyebabnya merupakan kalanjutan dari penyebab hipotensi

selama anestesia.

35

Page 36: Kuliah Anestesi

Nyeri sering kali berakibat kenaikan tekanan darah baik selama anestesia maupun pasca

bedah. Pada saat anestesia kenaikan tekanan darah harus dicari sebabnya dengan baik.

Penyulit sirkulasi sering berkaitan dengan penyulit respirasi, sehingga bila terjadi

penyulit sirkulasi perbaiki dulu respirasinya.

Obstruksi jalan nafas dapat berakibat kenaikan tekanan darah, gangguan irama jantung

terutama pada pasien yang sudah mempunyai penyakit jantung koroner. Hipotensi akibat

anestesia yang terlalu dalam dapat juga berakibat gangguan irama jantung.

3. Gangguan Kesadaran dan Kenaikan Tekanan Intrakranial

Gangguan kesadaran sebagai penyulit pasca anestesia/bedah dapat terjadi karena

pemanjangan masa pulih sadar dan penurunan kesadaran yang diikuti oleh kenaikaan

tekanan intrakranial.

Memanjangnya masa pulih sadar diakibatkan oleh penggunaan obat-obat selama

anestesia dengan dosis yang berlebih (overdosis), misalnya narkotik analgetik, pentothal,

derivat phenothiazine atau obat anestesia inhalasi sendiri. Pemberian obat premedikasi

yang terlalu berat (dosis maksimal), pemberian obat anestesia inhalasi dengan dosis yang

besar, atau pada operasi yang lama dapat menimbulkan masalah tersebut. Berkurangnya

protein binding, misalnya hipoproteinemia dapat memperpanjang kerja obat barbiturat,

hal ini disebabkan karena berkurangnya penghantaran barbiturat ke hepar. Pada

penggunaan obat anestesia yang mudah larut dalam lemak dengan kadar yang tinggi

(misalnya anestesia dengan ether yang dalam) pada operasi yang lama, menyebabkan

bangunnya sangat lambat. Hal ini disebabkan ekskresi obat anestesia yang lambat

sehingga turunnya kadar obat anestesia dalam otak lambat, yang secara klinis

menyebabkan pasien lama bangun kembali. Ekskresi yang lambat ini juga dipengaruhi

oleh uptake dan distribusinya. Menurunnya metabolisme hepar pada usia yang sangat tua,

malnutrisi, hipotermia dan penggunaan berbagai obat secara simultan yang

detoksifikasinya dengan sistem mikrosomal hepar, perupakan faktor yang ada

hubungannya dengan menurunnya metabolisme hepar dan memanjangnya masa pulih

sadar.

Memanjangnya masa pulih sadar juga dipengaruhi oleh adanya metabolik encephalopati.

Beberapa gangguan metabolik sistemik yang menimbulkan depresi susunan syaraf pusat,

36

Page 37: Kuliah Anestesi

dapat terjadi pasca anestesia dan harus dibedakan dari efek sisa obat anestesia. Gangguan

metabolik sistemik akibat gangguan fisiologi selama anestesia, misalnya hiperkapnia,

terjadinya episode hipoksia selama anestesia, gangguan keseimbangan asam-basa dan

hipotermia (terutama pada bayi), hipertermia, perdarahan yang menimbulkan syok dapat

menyebabkan lamanya waktu pulih sadar.

Kenaikan tekanan intrakranial dapat terjadi karena hiponatremia yang disebabkan oleh

masuknya cairan yang tidak mengandung elektrolit kedalam sirkulasi lewat luka operasi.

Keadaan ini dapat terjadi sebagai penyulit pada pembedahan reseksi transurethral (TUR),

dimana sinus terbuka dan dilakukan irigasi dengan cairan yang tidak mengandung

elektrolit dalam jumlah yang banyak. Hal ini dapat juga terjadi pada operasi batu buli-

buli (troicar litotripsi). Pemberian cairan intravena dengan cairan yang tidak mengandung

elektrolit dapat terjadi intoksikasi air. Hiponatremia didefinisikan sebagai keadaan

dimana kadar natrium < 135 mEq/L, keadaan ini sering terjadi karena infus cairan yang

tidak mengandung natrium dalam jumlah yang besar tersebut. Hiponatremia ringan tidak

selalu diikuti dengan tanda dan gejala klinis yang dapat dilihat. Tetapi bila kadar natrium

mencapai < 125 mEq/L, maka terjadilah apa yang dinamakan intoksikasi air.

Hipervolemia dengan hiponatremia ini menyebabkan masuknya air kedalam sel,

termasuk sel otak, sehingga terjadi gangguan kesadaran karena edema otak yang

berakibat naiknya tekanan intrakranial. Pada pasien dengan anestesi regional yang

mengalami keadaan ini, tanda-tanda pertama berupa keluhan sakit kepala, pasien menjadi

gelisah dan disorientasi, kemudian akan kehilangan kesadaran. Secara obyektif tanda-

tanda dini ini berupa kenaikan tekanan darah dan penurunan nadi.

Kegagalan kembalinya kesadaran setelah anestesia umum, dapat disebabkan karena

terjadi kerusakan neurologis, misalnya ischemia otak, perdarahan otak, emboli dan akibat

terjadinya henti jantung.

Apabila terjadi kegagalan kembalinya kesadaran dalam waktu yang seharusnya, harus

dicari penyebabnya. Bila disebabkan oleh overdosis obat-obat anestesia, maka perlu

diobservasi ketat. Pada pasien dengan depresi pernafasan, maka untuk sementara perlu

diberikan pernafasan buatan sampai obat anestesia dieliminir secara lengkap. Overdosis

narkotik, dapat diberikan antidotumnya. Pada pasien dengan kelainan yang dapat

37

Page 38: Kuliah Anestesi

menimbulkan penyulit tersebut sebaiknya sebaiknya ditangani terlebih dahulu (misalnya

koreksi gangguan elektrolit dan keseimbangan asam-basa, koreksi hipoalbuminemia).

Monitoring yang baik selama anestesia dan pasca bedah dini sangat membantu dalam

mendeteksi terjadinya penyulit dengan kemungkinan penyebabnya.

4. Gelisah Pasca Bedah

Seringkali yang menjadi penyebab gelisah ialah nyeri. Tetapi faktor lain harus

diperhitungkan sebagai penyebab gelisah misalnya hipoksia, hiperkapnia, distensi

lambung dan retensi urin.

5. Oliguria

Terapi cairan yang tidak adekwat dapat mempengaruhi perfusi ke ginjal sehingga

menghasilkan produksi urine yang berkurang. Oliguria ialah keadaan dimana produksi

urine < dari 400 cc/24 jam atau < dari 15 – 20 cc/jam. Keadaan ini merupakan gambaran

yang paling umum dari kegagalan ginjal pasca bedah. Gagal ginjal pasca bedah

merupakan salah satu penyebab kematian yang penting selama selama pasca bedah dalam

jangka panjang. Apabila dijumpai pasien dengan produksi urine kurang, maka harus

diperiksa sistem drainage urine yang terpasang, apakah tidak ada pembuntuan.

Kemungkinan yang harus dipikirkan adalah adanya penyebab prerenal, renal dan

postrenal.

Penyebab prerenal yang paling sering adalah akibat perdarahan yang mengakibatkan

perfusi ginjal turun. Ciri khas dari oliguria prerenal adalah urine yang pekat. Tindakan

yang dilakukan adalah koreksi terhadap hipovolemia, yang akan mengembalikan urine

output menjadi normal dengan cara diberikan tes 250 – 500 cc RL atau NS. Oliguria ini

terjadi apabila ada pengurangan 25% atau lebih cairan ekstraseluler. Sementara cairan

diteruskan ditambah dengan dilakukan monitoring CVP (yang bila mungkin bukan secara

klinis tetapi dengan pemasangan kateter ke vena sentral). Bila oliguria ini ternyata bukan

disebabkan oleh hipovolemia, maka kemungkinannya disebabkan oleh karena circulatory

overload atau gagal jantung. Dalam keadaan ini maka pemberian furosemide dapat

berguna untuk mengembalikan urine. Furosemide akan menimbulkan bahaya bila

38

Page 39: Kuliah Anestesi

diberikan pada pasien dengan hipovolemia. Dalam keadaan ini pemberian dopamine (2 –

10 μg/kg/menit) dapat meningkatkan aliran darah ginjal (renal blood flow).

Apabila terjadi pembuntuan pada sistem penampungan urine (distal dari ginjal) maka

penyebab oliguria adalah terbendungnya produksi urine. Terjadi pada 5% dari kasus

oliguria pasca bedah dan umumnya dapat diterapi dengan pembedahan, misalnya

penggantian kateter nefrostomi atau kateter urethra. Penyebab postrenal adalah obstruksi

saluran kencing karena adanya batu, debris atau striktura, atau karena saluran kencing

terikat pada waktu operasi dan terputusnya saluran kencing.

Hipotensi atau hipovolemia yang tidak segera diatasi sehingga menyebabkan ischemia

ginjal dan dapat berakibat kerusakan parenchym ginjal (Acute Tubular Necrosis).

Keadaan ini dapat merupakan penyulit penyulit dan penyebab utama dari oliguria pasca

bedah. Hemoglobin yang pecah pada reaksi transfusi hemolitik akan menyumbat

glomeruli atau tubuli renalis sehingga dapat menyebabkan kerusakan parenchym ginjal.

Apabila diagnosis tubular nekrosis telah ditegakkan, maka harus segera dilakukan

pengaturan cairan (restriksi) untuk mempertahankan ventricular filling pressure. Dalam

24 jam pertama tidak perlu dilakukan dialisis. Umumnya kadar K+ dalam darah akan naik

0.3 – 0.5 mEq/L/hari, tetapi selama pasca bedah dapat naik 1- 2 mEq/L/hari.

Untuk membedakan apakah oliguria karena gangguan fisiologis, kegagalan prerenal atau

renal dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel. Komposisi Urine Pada Oliguria

Hasil Laboratorium Oliguria Fisiologis Prerenal Renal

Na urine < 10 mEq/L < 25 mEq/L > 25 mEq/L

BJ urine > 1,024 >1,015 1,010 – 1,015

U/P osmolality > 25 : 1 > 1,8 : 1 < 1,1 :1

U/P urea > 100 : 1 > 20 : 1 3 : 1 jarang > 10 :1

U/P creatine > 60 : 1 > 30 : 1 < 10 : 1, jarang > 10 : 1

Yang paling berarti ialah pemeriksaan ratio osmolalitas urine : plasma. Bila U/P ratio <

1,1 : 1, biasanya disebabkan oleh tubular nekrosis. Perlu dicatat bahwa tes ini hanya

berlaku bila 6 – 12 jam sebelumnya pasien tidak menggunakan diuretik.

39

Page 40: Kuliah Anestesi

Penyulit selama anestesia dan pasca bedah dini harus dapat dideteksi secara dini untuk

menghindari terjadinya morbiditas dan mortalitas. Penyulit tersebut seharusnya

preventable (dapat dicegah), dengan memahami patofisiologi dan melakukan pemantauan

yang teliti.

Rangkuman

Penyulit yang terjadi selama anestesia dan pasca bedah dini dari segi pernafasan,

sirkulasi, muntah dan gangguan kesadaran harus dihindari. Penyulit pernafasan yang

sering terjadi adalah jatuhnya pangkal lidah kebelakang yang apabila dapat ditangani

dengan baik maka penyulit lain tidak akan timbul. Gangguan pernafasan yang tidak

segera ditangani akan dapat berakibat gangguan dari irama jantungnya yang pada

akhirnya dapat mengakibatkan gangguan dari sirkulasinya. Untuk memberikan terapi

oksigen pada pasien dengan penyulit pernafasan harus dipilihkan yang sesuai. Gangguan

sirkulasi yang paling sering adalah terapi cairan yang tidak adekwat. Apabila tidak

diterapi dengan baik akan berakibat tubuh mengorbankan organ ginjal sehingga dapat

terjadi gagal ginjal. Muntah harus diatasi dengan segera karena akibat muntah dapat

berpengaruh pada pernafasan ataupun pada peningkatan tekanan intrakranial. Penyebab

gangguan kesadaran harus dihilangkan terlebih dahulu satu persatu dan dilakukan

tindakan yang benar karena kesadaran yang menurun akan dapat menyebabkan penyulit

pernafasan dan ini akan menyebabkan lingkaran setan.

Bahan Bacaan

1. Dripps R.D., Ekkenhof J.E., Vandam L.D.

Introduction to Anesthesia

7th edition. W.B. Saunders Company. Philadelphia-London Toronto, 1988

40

Page 41: Kuliah Anestesi

Tahap Anestesia

(Tanda-tanda dan Tahap-tahap Anestesia)

Pendahuluan

Kematian karena anestesia dapat terjadi dalam waktu yang sangat pendek (akut), atau

dalam waktu yang agak panjang. Kematian dalam waktu pendek terjadi karena :

1. Anestesia terlalu dalam (overdose, ke;ebihan dosis). Karena itu setiap saat harus

diketahui dalamnya anestesia.

2. Gangguan pernafasan. Karena itu setiap saat faal nafas pasien harus diawasi

(dimonitor).

3. Gangguan sirkulasi. Karena itu setiap saat faal sirkulasi pasien harus diawasi.

Kematian dalam waktu yang agak panjang terjadi karena kegagalan faal hati dan

kegagalan faal ginjal.

Untuk mencegah terjadinya overdose (anestesia terlalu dalam) perlu diketahui dengan

baik tanda-tanda anestesia. Tanda-tanda anestesia itu tidak sama untuk berbagai obat

anestesia. Karena itu tiap obat anestesia harus diketahui tanda-tanda dalamnya anestesia

yang khusus untuk obat itu.

Secara umum dapat dikatakan bahwa ada 3 tahap anestesia :

1. Tahap induksi (stadium induksi) yaitu sejak anestesia dimulai sampai tahap

pembedahan.

2. Tahap pembedahan (stadium pembedahan) yaitu tahap dimana pembedahan dapat

dilakukan.

3. Tahap keracunan (overdose, anestesia terlalu dalam). Pada tahap keracunan

biasanya terjadi kegagalan pernafasan (arrest nafas) dan kegagalan sirkulasi

(arrest jantung).

Pada dasarnya anestesia diberikan sedemikian rupa, tidak terlalu dangkal sehingga

pembedahan dapat dilakukan, akan tetapi juga tidak terlalu dalam sehingga terjadi

gangguan pernafasan atau sirkulasi.

Berapa banyak obat anestesia harus diberikan supaya pembedahan dapat dilakukan

tergantung antara lain pada keadaan pasien. Bayi, pasien yang tua, pasien yang lemah,

pasien yang sakit keras membutuhkan jauh lebih sedikit obat anestesia daripada orang

41

Page 42: Kuliah Anestesi

yang muda dan sehat. Memberikan anestesia adalah semacam “titrasi”. Pada golongan

tersebut diatas anestesia harus dilakukan dengan hati-hati karena bahaya overdose lebih

mudah terjadi.

Tanda-tanda dan Tahap-tahap Anestesia Ether

Dengan ether tahap-tahap anestesia yang disebut dibawah ini “dilewati dengan pelan”

sehingga tiap tahap akan dapat dilihat dengan jelas. Dengan obat anestesia lain, tahap-

tahap itu dilewati lebih cepat sehingga masing-masing tahap tidak nampak jelas. Tanda

dan yang dijelaskan dibawah ini hanya berlaku semata-mata untuk anestesia dengan ether

cara tetes terbuka (open drop).

Tahap anestesia

Ada 4 tahap (stadium, stage) anestesia :

1. Tahap (stadium) I, tahap analgesia. Mulai anestesia diberikan sampai hilangnya

kesadaran.

2. Tahap II, tahap eksitasi (delirium). Mulai dari hilangnya kesadaran sampai

permulaan tahap bedah. Tahap I dan II bersama-sama disebut tahap induksi.

3. Tahap III, tahap bedah (surgical stage). Mulai dari berakhirnya tahap II sampai

berhentinya nafas spontan (arrest nafas). Pada tahap ini pembedahan dapat

dilakukan. Tahap ini dibagi menjadi 4 bidang (plane).

4. Tahap IV, tahap kelumpuhan medulla (medullary paralysis). Mulai dari

berhentinya nafas spontan sampai gagalnya sirkulasi (arrest jantung). Tahap ini

disebabkan oleh kelebihan dosis (overdose, terlalu dalam, keracunan) sehingga

terjadi kelumpuhan pada pusat pernafasan dan sirkulasi yang letaknya di medulla

oblongata.

42

Page 43: Kuliah Anestesi

Tanda-tanda anestesia (sign of anesthesia)

Tahap-tahap tersebut dikenal dengan memperhatikan tanda-tanda :

a. Nafas

b. Gerak bola mata

c. Lebar pupil

d. Ada atau tidaknya beberapa refleks

Tanda nafas

Tanda nafas adalah tanda yang paling penting karena :

a. Baik buruknya nafas langsung mempengaruhi hidup matinya pasien.

b. Dengan selalu mengawasi tanda nafas sekaligus akan dapat diawasi ada tidaknya

gangguan nafas.

c. Pada operasi dikepala tanda-tanda mata tidak dapat dilihat karena tertutup kain

bedah. Satu-satunya tanda yang dapat dilihat adalah tanda nafas.

d. Jika tanda lain tidak cocok dengan tanda nafas, maka yang dipakai adalah tanda

nafas.

Hal yang perlu diperhatikan dalam menilai tanda nafas adalah :

1. Irama, teratur atau tidak teratur.

2. Amplitudo, besar (dalam) atau kecil (dangkal).

3. Sifat, nafas dada atau nafas perut.

4. Fase, gerak dada serentak atau tidak dengan gerak perut.

Gerak bola mata

Tanda ini paling mudah ditetapkan. Bila bola mata diam tak bergerak (fixed) berarti

bidang (plane) 2 atau lebih dalam. Bila bola mata masih bergerak berarti bidang 1 atau

lebih dangkal.

Lebar pupil

Banyak hal mempengaruhi lebar pupil karena itu harus dinilai dengan hati-hati. Morphine

mengecilkan pupil sebaliknya atropin melebarkan pupil. Pada pasien diatas 50 tahun,

lebar pupil tidak dapat dipercaya kerena pada beberapa pasien pupilnya menjadi kaku dan

43

Page 44: Kuliah Anestesi

tidak dapat melebar meskipun anestesia telah dalam. Dengan singkat dapat dikatakan bila

pupil terdapat lebar anggaplah anestesia terlalu dalam kecuali jika ada tanda-tanda lain

yang menyangkal. Akan tetapi sekali lagi perlu diingat bahwa pada pasien yang pupilnya

kaku, pupilnya tetap kecil walaupun anestesia sudah sangat dalam.

Refleks-refleks

Dalam praktek ada 3 refleks yang perlu diperhatikan :

1. Refleks bulu mata (eyelash reflex), yaitu pasien berkedip bila bulu mata

disinggung. Refleks ini jadi negatip pada tahap III

2. Refleks pharynx, yaitu pasien muntah jika dinding belakang pharynx disinggung.

Refleks ini jadi negatip pada akhir bidang 1. Jalan nafas oropharynx baru dapat

dipasang jika refleks ini sudah negatip.

3. Refleks larynx, yaitu pasien batuk jika ada benda asing di larynx. Refleks ini

hilang pada bidang 2. Endotracheal tube baru dapat dipasang jika refleks ini sudah

hilang.

Tahap dan tanda anestesia

Tahap I (stadium I, tahap analgesia)

Mulai anestesia diberikan sampai hilangnya kesadaran. Pada tahap ini pasien masih sadar,

karena itu tidak ada pola tertentu dari pernafasan, gerak bola mata maupun lebar pupil.

Tahap II (stadium II, tahap eksitasi)

Mulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan tahap bedah. Tahap I dan II bersama-

sama disebut tahap induksi. Pada tahap ini pasien mulai tidak sadar.

Nafas : Tidak teratur baik irama maupun amplitudonya. Nafas kadang-kadang

cepat, pelan atau berhenti sebentar. Amplitudo sesaat besar sesaat lagi kecil. Perlu

dibedakan disini antara nafas yang berhenti sebentar karena tahan nafas (breath

holding) pada tahap II dan arrest nafas (respiratory arrest) karena kelumpuhan

medulla pada tahap IV. Tahan nafas dapat diketahui karena adanya tanda-tanda

yang lain misalnya pasien bergerak-gerak disamping itu anestesi baru sebentar

dimulai.

44

Page 45: Kuliah Anestesi

Bola mata : Masih bergerak

Pupil : Lebar

Reflex-reflex : Reflex jalan nafas meninggi

Pasien dapat batuk-batuk atau mengalami kejang tenggorok (laryngospasmus). Terjadi

juga hipersalivasi. Muntah terjadi pada akhir tahap II pada waktu induksi juga pada

waktu akan siuman (emergence). Bahaya dari muntah adalah terjadinya aspirasi. Pasien

sering memberontak menunjukkan gerakan-gerakan berusaha lepas dari meja operasi.

Pasien sakit jantung dapat mengalami dekompensasi karena gerakan-gerakan yang

berlebihan ini. Karena gangguan yang sering timbul pada tahap II ini (hipersalivasi,

batuk, kejang tenggorok, muntah dan eksitasi yang berlebihan) tehnik pemberian

anestesia ditujukan untuk melewati tahap ini secepat mungkin. Kalau perlu diberikan obat

lain untuk induksinya yang tidak menimbulkan eksitasi baru kemudian untuk

maintenance (lanjutan) digunakan ether.

Tahap III (stadium III, tahap pembedahan)

Mulai dari berakhirnya tahap II sampai berhentinya nafas spontan (arrest nafas). Tahap

ini dibagi menjadi 4 bidang (plane).

Ciri-ciri umum tahap ini ialah : Nafas jadi teratur (ini dapat dinilai dari gerak dan suara

nafas) seperti orang yang tidur nyenyak. Reflex bulu mata negatif, otot-otot jadi lemas

sehingga misalnya kepala mudah digerakan kekeri dan kekanan.

Bidang 1 (plane 1)

Nafas : teratur, dalam (amplitudo besar), gerak dada dan perut serentak (waktu

dada naik perut juga naik). Amaplitudo gerak dada dan perut sama atau hampir

sama. Pernafasan dada sangat nyata.

Bola mata : Bergerak

Pupil : Kecil

Bidang 2 (plane 2)

Nafas : Sama seperti pada bidang 1 hanya besarnya (amplitudo) berkurang.

Bola mata :Tidak bergerak (fixed)

Pupil : Kecil

45

Page 46: Kuliah Anestesi

Bidang 3 (plane 3)

Nafas : Nafas perut mulai lebih besar dari nafas dada. Gerak dada ketinggalan

(perut naik lebih dahulu baru disusul dada).

Bola mata : Tidak bergerak

Pupil : Mulai melebar (lebar sedang). Reflex cahaya positif.

Bidang 4 (plane 4)

Nafas : Otot-otot interkostal telah lumpuh sama sekali. Nafas hanya semata-mata

nafas perut. Ciri-ciri lain : inspirasi sangat cepat (jerky, gasping) seperti orang

yang terisak (tersedu) waktu menangis. Pause (waktu mengaso) setelah ekspirasi

adalah lama. Akhirnya nafas berhenti sama sekali pada waktu pasien masuk tahap

IV.

Bola mata : Tidak bergerak

Pupil : Melebar hampir maksimum, reflex cahaya negatif.

Tanda peringatan sebelum pasien masuk tahap IV (preparalytic stage) ialah :

Nafas hanya semata-mata nafas perut (abdominal). Dekat sebelum arrest nafas

biasanya pasien megap-megap (gasping).

Pupil lebar hampir maksimum, reflex cahaya negatif.

Nadi kecil, tensi rendah.

Kulit pucat dingin dan basah keringat.

Tahap IV (stadium IV, tahap kelumpuhan medulla)

Mulai arrest nafas sampai gagalnya sirkulasi (arrest jantung).

46

Page 47: Kuliah Anestesi

Rangkuman

Pada anestesia tetes terbuka (open drop) dengan ether, usahakan untuk tidak lebih dalam

dari bidang 2 sebab lebih dari bidang 2 ventilasi (minute volume) dan output jantung

mulai menurun.

Apabila pada suatu saat dalam anestesia tidak dapat diketahui dengan pasti, lebih aman

untuk menganggap anestesia terlalu dalam dan diusahakan untuk mendangkalkan dengan

menghentikan anestesia.

Apabila arrest nafas diketahui dini (cepat setelah terjadi), pemberian ether dihentikan dan

segera diberikan pernafasan buatan, pasien masih dapat ditolong. Pemberian oksigen saja

pada arrest nafas tidak menolong karena tanpa pernafasan oksigen tidak akan dapat

masuk ke paru-paru.

Muntah terjadi pada waktu induksi dan pada waktu pasien akan siuman. Pada waktu

anestesia dimulai dan pasien mulai dibangunkan, persiapan untuk mencegah aspirasi

harus dilakukan seperti : meletakkan kepala lebih rendah (posisi Trendelenberg), dan

menyiapkan alat penghisap.

Ralaksasi pada bidang 2 cukup baik untuk semua operasi kecuali operasi perut bagian

atas. Dalam hal itu kalau masih perlu relaksasi terpaksa digunakan pelemas otot (muscle

relaxant) yang harus diikuti pemberian pernafasan buatan. Sering kali terjadi kurangnya

relaksasi bukan disebabkan oleh kurang dalamnya anestesia, akan tetapi disebabkan oleh

hal-hal lain misalnya : obstruksi jalan nafas, incisi yang terlalu kecil, atau usus kembung

(distended bowel), memperdalam anestesia tidak akan menambah relaksasi bahkan

membahayakan pasien.

Pemakaian endotrakheal tube pada operasi perut bagian atas dapat membantu dalam arti

mengurangi ketegangan otot yang terjadi oleh karena obstruksi jalan nafas. Akan tetapi

cara yang terbaik adalah dengan pelemas otot.

Bahan Bacaan

1. Drips RD., Ekkenhoff JE., Vandam LD

Introduction to Anesthesia

7th edition W.B. Saunders Company. Philadelphia-London Toronto, 1988

Halaman : 205 – 210

47

Page 48: Kuliah Anestesi

Anestesia Pada Ibu Hamil

Pendahuluan

Anestesia kebidanan berbeda dengan anestesia pada wanita biasa karena kehamilan

menyebabkan banyak perubahan fisiologi bagi ibu. Selain itu juga harus dihadapi janin

yang akan segera dilahirkan. Sebagian obat yang akan diberikan kepada ibu akan

menerobos melalui placenta masuk kedalam peredaran darah janin yang kemudian dapat

menyebabkan depresi pernafasan setelah bayi lahir. Obat dan tehnik anestesia kebidanan

yang dipilih harus baik untuk ibu, baik untuk janinnya dan tidak mempengaruhi kontraksi

placenta.

Perubahan fisiologi ibu hamil

Perubahan fisiologi ibu hamil yang berpengaruh pada anestesia adalah :

1. Pernafasan

a. Minute ventilation (volume nafas satu menit) meningkat sampai 50% sehingga

anestesia inhalasi berjalan lebih cepat mencapai tahap anestesia yang dalam.

b. Functional Residual Capacity menurun, menyebabkan cadangan oksigen dalam

paru menurun sedang disisi lain kebutuhan oksigen ibu hamil meningkat.

Tindakan pe-oksigenasi sebelum anestesia adalah sangat penting untuk

mengurangi bahaya hipoksia.

2. Sirkulasi

Terjadi kenaikan volume darah sampai rata-rata 50%, yang disebut protective

hypervolemia ini memberikan cadangan volume darah yang berguna untuk mengatasi

kehilangan darah pada waktu persalinan. Pada waktu tidak hamil dengan berat badan 50

kg, volume darahnya adalah 70 ml/kg BB seluruhnya 50 x 70 = 3500 ml. Pada wanita

yang hamil, volume darah efektif bertambah dengan 50% menjadi 5.250 ml. Seorang

normal dapat kehilangan darah sampai 10% volume darahnya tanpa akibat yang

berbahaya. Kehilangan 15% volume menyebabkan kenaikan nadi, vasokonstriksi dan

penurunan tekanan darah yang perlu diatasi dengan infus cairan. Perdarahan lebih dari

48

Page 49: Kuliah Anestesi

30% volume darah akan menyebabkan syok yang harus diatasi dengan cairan dan

transfusi.

Perdarahan rata-rata pada persalinan normal pervaginam adalah 500 ml. Bagi wanita

tidak hamil ini adalah 15% volume darah, tetapi bagi wanita hamil ini hanya 10% saja

sehingga akibat yang ditimbulkannya jauh lebih ringan dari wanita tidak hamil.

Perdarahan rata-rata pada pembedahan Caecar adalah 1000 ml. Bagi wanita tidak hamil

ini setara dengan 30% volume darahnya, sehingga memerlukan penggantian cairan dan

transfusi. Bagi wanita hamil jumlah ini setara dengan 20% volume darah, sehingga cukup

diberikan cairan elektrolit saja (belum tentu perlu transfusi). 15% - 20% ibu yang hamil

aterm trimester III pada posisi terlentang mengalami supine hypotension syndrome akibat

penekanan vena cava inferior, sehingga darah ke jantung menurun dan curah jantuing

juga menurun. Gejala meliputi hipotensi, mual atau muntah, sesak nafas dan gelisah.

Untuk mengatasi sirkulasi darah placenta harus segera dibaringkan miring kekiri atau

pantat kanan diganjal agar tubuh miring 45 derajat, sehingga uterus tergeser lebih kekiri

dan penekanan vena cava berkurang.

3. Aspirasi

Pada kehamilan terjadi peningkatan produksi asam lambung, proses pencernakan yang

memanjang. Limapuluh persen (50%) kematian pada anestesia disebabkan oleh

masuknya cairan lambung kedalam trachea dan paru yang menyebabkan acid aspiration

pneumonitis atau disebut sindroma dari Mendelson. Dengan tingginya angka kematian

akibat aspirasi maka perlu diketahui faktor-faktor yang memudahkan terjadinya aspirasi,

yaitu :

a. Pendorongan lambung oleh pembesaran rahim mengakibatkan pengosongan

lambung yang lebih lambat.

b. Produksi asam lambung meningkat.

c. pH cairan lambung lebih asam. pH kurang dari 2,5 sangat merusak parenchym

paru dan menyebabkan sindroma Mendelson.

Puasa saja tidak menjamin pengosongan lambung yang baik. Perlu dilakukan

penghisapan aktif berulang-ulang melalui pipa lambung ukuran besar (Fr. 18/20). Untuk

menetralisir asam lambung yang tersisa setelah penghisapan , perlu diberikan antasida

49

Page 50: Kuliah Anestesi

Magnesium Trisilikat atau Natrium Sitrat 30 menit sebelum anestesia dimulai. Selain itu

pemberian H2 blocker (cimetidine dan ranitidine) dapat membantu mengurangi produksi

cairan lambung dan menaikkan pHnya. Tetapi obat ini memerlukan waktu 1 jam setelah

pemberian secara intravena untuk mencapai puncak aktifitas kerjanya.

4. Pembesaran Rahim

Pengosongan rahim pada tindakan pembedahan berjalan lebih cepat daripada persalinan

pervaginam yang normal. Kontraksi otot rahim harus dibantu dengan obat-obat oxytocin

agar tidak terjadi perdarahan post partum yang berlebihan. Anestesia dengan ether tahap

III bidang 2 dan anestesia dengan halothane yang ringan sekalipun (1%) sudah

menyebabkan gangguan kontraksi otot rahim.

Pengeluaran bayi yang dipercepat biasanya akibat gawat janin. Janin dapat mengalami

kegawatan karena proses persalinan sendiri seperti terjadinya perdarahan akibat placenta

terlepas dini, lilitan tali pusat dan putar paksi yang keliru. Faktor-faktor ini menyebabkan

hipoksia janin didalam rahim. Obat anestesia narkotik dan sedatif yang melewati placenta

dan masuk kedalam sirkulasi janin dapat menyebabkan depresi setelah bayi lahir. Adanya

janin yang hipoksia, maka obat anestesia yang dipilih adalah obat yang sesedikit mungkin

melewati placenta sehingga tidak menambah depresi pernafasan pada bayi.

Dosis obat anestesia yang diberikan pada ibu diusahakan yang minimal dan anestesia

yang terjadi seringan mungkin karena 5 – 10% bayi yang lahir dengan Sectio Caesaria

mengalami depresi berat. Persiapan peralatan resusitasi dan tenaga terampil resusitasi

merupakan kebutuhan yang mutlak untuk mengatasi depresi bayi lahir.

Persiapan Anestesia Pada Ibu Hamil

Persiapan ibu :

1. Untuk mencegah aspirasi dan mengurangi akibat aspirasi :

a. Pengosongan lambung.

b. Netralisasi asam lambung.

c. Mengurangi produksi asam lambung.

50

Page 51: Kuliah Anestesi

2. Untuk menghindari terjadinya hipovolemia dilakukan :

a. Pemasangan infus, cairan Ringer Laktat atau NaCl 0,9% 500 ml untuk cadangan

seandainya terjadi perdarahan berlebihan selama pembedahan.

b. Menyediakan darah.

c. Untuk menghindari perdarahan setelah bayi lahir disiapkan obat untuk

merangsang kontraksi otot rahim. Obat perangsang kontraksi otot rahim tidak

dapat masuk ke uterus bila terjadi asfiksia, hipoksia atau kerusakan dari jaringan

uterus.

Persiapan janin :

1. Alat resusitasi bayi.

Bayi lahir dengan operasi Caesar 5 - 10% lahir mengalami depresi nafas berat.

2. Tempat menghangatkan bayi.

Pelaksanaan Anestesia

Anestesia persalinan dapat dilakukan pada persalinan normal pervaginam atau pada

pembedahan Caesar.

Partus Normal

Tujuam dari pemberian anestesia pada partus normal pervaginam adalah untuk

menghilangkan rasa sakit.

Anestesia pada partus normal dapat dilakukan dengan :

a. Regional blok misalnya lumbal/caudal peridural

b. Anestesia inhalasi misalnya campuran N2O dan O2 atau dengan trichloretylene

c. Obat-obatan diberikan peroral atau parenteral. Obat tersebut dapat menghilangkan

depresi dari janin.

Operasi Caesar

Premedikasi yang diberikan hanya diberikan anti cholinergik tanpa narkotik dan sedatif.

Sulfas atropin diberikan dengan dosis 0,5 mg. Tehnik anestesia yang ideal adalah blok

regional atau cara inhalasi dengan intubasi trakhea, karena dengan ini resiko aspirasi

dapat ditekan serendah mungkin. Tetapi jika peralatan dan ketrampilan tidak

memungkinkan untuk kedua cara diatas, cara lain tanpa intubasi dapat digunakan asal

51

Page 52: Kuliah Anestesi

posisi pasien selama anestesia dipertahankan head down (kepala lebih rendah) dan

disiapkan alat penghisap yang baik.

Pilihan anestesianya :

1. Regional blok : blok subarachnoid dan blok peridural

2. Inhalasi

a. Ketamine dengan dosis 0,5 – 1 mg/kg BB dilanjutkan dengan ether inhalasi

dengan masker setelah bayi lahir. Dosis ulangan 0,5 mg/kg BB.

b. Ketamine dengan dosis 0,5 – 1 mg/kg BB dan ditambahkan suksinil kholin 1

mg/kg BB dan dilakukan intubasi, dan setelah bayi lahir ether baru dilakukan.

c. Pentothal dengan dosis 3 – 5 mg/kg BB ditambah suksinil kholin 1 mg/kg BB

dilanjutkan dengan N2O/O2, setelah bayi lahir dilanjutkan dengan ether atau

halothane.

d. Chloretyl dan ether. Pembedahan dimulai setelah pasien tidak sadar. Pada saat

kaki/kepala bayi sudah terpegang, ether dihentikan sementara sampai bayi keluar

dan tali pusat dijepit. Selanjutnya ether diteruskan sampai selesai.

Cara apapun yang dipilih, alat penghisap muntah harus selalu siap. Selama anestesia

posisi kepala pasien selalu libih rendah.

Penilaian Bayi Lahir dan Penanganannya

Evaluasi tingkat depresi bayi yang baru lahir dilakukan dengan Apgar Score. Nilai Apgar

pada menit pertama menentukan jenis tindakan pertolongan apa yang harus diberikan.

Nilai Apgar pada menit ke lima menentukan prognose selanjutnya bayi tersebut.

Tabel Nilai Apgar

GejalaNilai

0 1 2

Detik jantung Negatif Kurang dari 100 Lebih dari 100

Nafas Negatif Tangis lemah Tangis keras

Tonus otot (fleksi) Negatif + +++

Reflex response Negatif + +++

Warna kulit Biru pucat Tubuh merah ujung ektrimitas biru Merah

52

Page 53: Kuliah Anestesi

Setelah dilakukan penilaian saat bayi lahir, ditentukan tindakan yang dilakukan. Bayi

dengan nilai Apgar 10 – 7, tidak mengalami depresi atau hanya depresi ringan. Tindakan

yang dilakukan hanya pembersihan jalan nafas dan penghangatan tubuh disertai

rangsangan taktil pada telapak kaki. Bayi dengan depresi sedang (AS 6 – 4) memerlukan

tindakan pembersihan jalan nafas dan penghangatan tubuh disertai rangsangan taktil pada

telapak kaki dan tambahan oksigen. Bayi dengan depresi berat memerlukan tambahan

tindakan resusitasi nafas buatan dengan intubasi trakhea dan pijat jantung.

Rangkuman

Anestesia persalinan mempunyai perbedaan dengan anestesia pada umumnya yaitu

adanya ibu dan janin. Obat yang dimasukan pada ibu akan juga masuk ke janin.

Perubahan fisiologis ibu hamil dan adanya janin berpengaruh pada pilihan obat anestesia,

premedikasi dan cara anestesia. Selesai operasi diusahakan obat anestesia yang masih

tersisa sudah tidak berpengaruh pada kontraksi otot rahim. Bayi lahir dinilai dengan

Apgar Score dan dilakukan tindakan sesuai dengan hasil penilaian tersebut.

Bahan Bacaan

1. Dripps R.D., Ekkenhoff J.E., Vandam L.D.,

Introduction to Anesthesia.

7th edition. W.B. Saunders Company. Philadelphia-London Toronto, 1988

Halaman : 293 - 314

2. G. Edward Morgan, Jr., Maged S. Mikhail

Clinical Anesthesiology

Second edition a Lange Medical Book, 1996

Halaman : 692 – 704, 705 – 725

53

Page 54: Kuliah Anestesi

Anestesia Pada Anak

Pendahuluan

Tindakan anestesia pada anak-anak memerlukan pertimbangan khusus karena faktor-

faktor anatomi dan fisiologi yang berbeda dengan orang dewasa. Pada bayi pertumbuhan

organ yang belum sempurna dan adanya kecenderungan untuk menyesuaikan dengan

suhu sekitar mengakibatkan pemilihan obat dan perlakuan yang berbeda dengan orang

dewasa.

Perbedaan anatomi dan fisiologi pada anak

1. Sistem Pernafasan

Anak-anak lebih mudah mengalami sumbatan jalan nafas, karena secara proporsional jika

dibandingkan dengan orang dewasa, lubang hidung (nares) sempit, lidah relatif besar

mengisi rongga mulut, rahang kecil, leher pendek dan lingkar kepala besar (menyebabkan

posisi kepala mudah menunduk) disamping adanya banyak limfoid. Sedikit tekanan pada

jaringan lunak di leher sudah dapat mengakibatkan obstruksi. Bagian jalan nafas yang

paling sempit bukanlah pita suara, tetapi pada lingkar cricoid (subglotic). Karena

penampang trakhea sempit, sedikit edema saja menyebabkan penyempitan hebat dan

sumbatan aliran udara nafas yang serius. Luas permukaan alveoli anak 1/3 dari orang

dewasa, sedangkan metabolisme dan kebutuhan oksigen dua kali lipat orang dewasa.

“Ketidak seimbangan” ini dicoba diatasi dengan meningkatkan ventilasi alveolar hingga

menjadi 2 kali orang dewasa (per Kg BB) melalui peningkatan frekuensi nafas semenit.

Namun demikian darah arterial anak biasanya masih menunjukkan suatu asidosis

metabolik ringan dan alkalosis resporatorik. Akibatnya anak-anak lebih mudah dan labih

cepat jatuh dalam hipoksia berat jika terjadi gangguan sumbatan jalan nafas atau episode

apnea.

2. Sistem Sirkulasi

Nadi normal bayi berkisar antara 120 – 140 x/menit dan tekanan darah sistolik antara 60

– 80 mmHg. Pada umur 6 th tekanan darah meningkat menjadi 100 mmHg dan nadi turun

menjadi 100 x/menit. Nadi bayi sangat labil dan tekanan darah sering sukar diukur

54

Page 55: Kuliah Anestesi

dengan cara Korotkoff. Steteskop yang diletakkan di dada diatas apex cordis (precordia)

atau di esophagus dapat membantu mendengarkan suara jantung dan suara nafas dengan

tepat. Suara jantung yang melemah menandakan anestesia yang terlalu dalam, defisit

cairan intravaskuler atau syok yang mengancam. Jumalah darah bayi dengan berat 3 kg

kurang dari 300 ml. Perdarahan 50 ml saja sudah menyebabkan syok yang berat.

3. Pengaruh Suhu

Suhu bayi sangat dipengaruhi oleh suhu udara disekitarnya. Selama anestesia, tubuh

menjadi poikilothermia, menyesuaikan diri dengan suhu disekitarnya karena mekanisme

pemanasan tubuh ikut tertekan. Suhu udara kurang dari 270 C menyebabkan bayi harus

berkompensasi untuk menjaga suhu tubuhnya. Keadaan ini akan meningkatkan

kebutuhan oksigen serta menyebabkan asidosis metabolik. Konsumsi O2 paling sedikit

jika suhu anak dipertahankan normal.

Hipotermia menyebabkan depresi sirkulasi yang lebih berat. Pada suhu tubuh ≤ 280 C,

jantung sewaktu-waktu dapat berhenti. Kenaikkan suhu diatas 390 C juga berbahaya.

Hipertermia mudah terjadi bila ada dehidrasi, suhu udara disekitar yang tinggi, ada

radang yang menyebabkan demam, digunakan atropin (yang menghambat keluarnya

keringat), karena pengaruh obat tertentu (ketamine, barbiturat dan phenothiazine)

terhadap pesat pengatur suhu, dan digunakannya kain penutup pembedahan yang

berlebihan.

Selain meningkatkan kebutuhan O2, demam juga dapat mengakibatkan konvulsi,

kerusakan otak karena hipoksia, hipotensi dan henti jantung.

4. Keseimbangan Cairan dan Metabolisme

Karena luas permukaan tubuh per kg BB lebih besar dari pada orang dewasa, anak

memiliki turn over rate cairan yang cepat dan mereka sukar menerima kekurangan cairan.

Puasa harus dibatasi dan dipertimbangkan penggunaan cairan infus yang lebih bebas

untuk mencegah dehidrasi.

Metabolisme bayi sangat tergantung pada masukan gula atau karbohidrat. Kadar gula

darah bayi labil, akan berpengaruh pada pemberian karbohidrat yang terlambat untuk

55

Page 56: Kuliah Anestesi

anak yang mengalami stress trauma pembedahan dan sepsis. Hipoglikemia berpengaruh

buruk pada otak bayi.

5. Pilihan Untuk Pelaksanaan Anestesia Pada Anak

Anak memerlukan ketenangan dan kontak fisik yang lembut saat induksi. Ibu sebaiknya

ikut mendampingi pada waktu anestesia dimulai. Induksi dilakukan secara insuflasi

pelan-pelan dengan mendekatkan sungkup (masker) dari sistem Jackson Reese yang

mengalirkan N2O – O2 50% 10 lpm bersama halothane 3 – 4% kearah mulut dan hidung

pasien. Bila anak mulai tidak sadar, sungkup didekatkan ke wajah dan aliran gas

disesuaikan. Sungkup hendaknya dipegang tepat tanpa kebocoran tetapi juga tanpa

tekanan pada jaringan-jaringan lunak dasar mulut agar tidak menyebabkan sumbatan

jalan nafas.

Untuk anak diatas umur 7 th dapat diberikan induksi intravena dengan ketamine 0,5 – 1

mg/kg BB atau intramuskuler dengan dosis 3 – 5 mg/kg BB, cara cukup aman dan efektif.

Selanjutnya nafas diamati, jika perlu diberikan nafas buatan bergantian diselingi nafas

anak itu sendiri agar ventilasi alveolar terjaga dengan baik. Intubasi trakhea sebaiknya

tidak dikerjakan dengan ketamine sebab refleks jalan nafas masih aktif. Akan lebih

mudah dan tidak traumatik jika dekerjakan dalam anestesia ether yang didalamkan,

apabila dilakukan dengan halothane dalam, bahaya akan terjedi depresi nafas dan

sirkulasi yang dapat menimbulkan kematian. Infus harus selalu dipasang untuk

memudahkan pemberian obat dan untuk mengganti kehilangan cairan karena puasa.

Selama pembedahan suhu badan diamati dan dijaga agar tidak menurun sampai kurang

dari 360 C.

Rangkuman

Anak mempunyai perbedaan anatomi dan fisiologi dengan orang dewasa, pemilihan obat,

premedikasi dan tehnik anestesia harus disesuaikan dengan anak tersebut. Perbedaan

anatomi dan fisiologi tersebut mengakibatkan perbedaan penanganan pada waktu

pemberian anestesinya.

56

Page 57: Kuliah Anestesi

Bahan Bacaan

1. Dripps R.D., Ekkenhoff J.E., Vandam L.D.,

Introduction to Anesthesia.

7th edition. W.B. Saunders Company. Philadelphia-London Toronto, 1988

Halaman : 315 - 334

2. G. Edward Morgan, Jr., Maged S. Mikhail

Clinical Anesthesiology

Second edition a Lange Medical Book, 1996

Halaman : 726 - 742

57

Page 58: Kuliah Anestesi

Anestesi pada gawat darurat

MASALAH

Indikasi pembedahan darurat, adalah hal-hal yang memerlukan penyelesaian cepat seperti

Menghentikan perdarahan

Menghilangkan sumber infeksi

Mengeluarkan janin

Mengambil benda asing

Menurunkan tekanan intra kranial

Waktu yang tersedia membatasi kesempatan untuk melakukan evaluasi, memberbaiki

kondisi pasien dan melakukan pencegahan aspirasi. Sukar untuk menyiapkan pasien

sampai “maksimal” baik. Titik komprominya adalah “keadaan optimal” dimana

pembedahan dapat segera dilakukan, agar penyebab penyakit dapat dihilangkan. Dalam

memberikan anestesia berlaku dalil : “there is no such thing as minor anesthesia”.

Anestesia betapun singkatnya, menyangkut fungsi-fungsi vital tubuh. Persiapan dan

pelaksanaan yang kurang cermat membahayakan hidup penderita.

PERSIAPAN

1. Tentukan prioritas dalam melakukan evaluasi dan terapi dengan quick diagnosis dan

quick treatment. Urutan prioritas tersebut adalah :

1. B-1 : breath – pernafasan

2. B-2 : bleed – peradaran darah

3. B-3 : brain – kesadaran/SSP

4. B-4 : bladder – urogenital

5. B-5 : bowel – gastrointestinal

6. B-6 : bone – tulang

Kita tidak boleh terpukau oleh kalainan yang sudah langsung nampak tetapi berasal dari

urutan prioritas terakhir.

58

Page 59: Kuliah Anestesi

Contoh :

Menghadapi pasien patah tulang paha terbuka dan berdarah. Penanganannya harus

berdasarkan urutan prioritas :

B-1 : apakah jalan nafas bebas, apakah nafasnya normal ?

B-2 : berapa tensi, nadi, bagaimana perfusi perifer, apakah ada perdarahan aktif ?

B-3 : bagaimana kesadarannya ?

Dan seterusnya

Sambil melakukan bebat tekan menghentikan perdarahan, pasanglah infus RL, atasi

kehilangan volume, baru membuat foto paha dan seterusnya. Evaluasi secermat mungkin

tetapi sesingkat mungkin. Setiap menit sangat berharga. “time saving is life saving”

2. Perbaiki kondisi sampai optimal (bukan maksimal).

a) Stabilisasi hemodinamik pada perdarahan

Banyak pasien meninggal sebelum sempat menjalani pembedahan karena

terlambatnya stabilisasi hemodinamik. Cara lama transfusi dulu sampai tensi normal,

baru operasi sudah ditinggalkan. Penderita shock berat tensi tidak terukur dianggap

sudah kehilangan > 1/3 volume darahnya (1/3 x 70 ml x BB). Hipovolemia diatasi

dengan infus RL atau NaCl 0,9%, digrojog cepat, sebanyak 2-4 x volume darah yang

diperkirakan hilang. Jika hemodinamik membaik, perfusi perifer membaik acral

kering, hangat, merah, nadi 100 x/menit, tensi > 100 mmHg, tilt test negatif dan

urine 1 ml/kg/jam maka dianggap kondisi sudah optimal.

Tilt test : merubah posisi pasien dari berbaring datar, jadi head up/anti tredelenburg

sampai semiring 30 derajat. Kemudian tunggu 15 menit. Disebut negatif jika MAP

tidak turun > 10 mmHG (berarti volume sirkulasi sudah normal). Transfusi darah

baru diberikan jika :

Dengan jumlah cairan tersebut sirkulasi masih buruk

Dengan jumlah cairan tersebut Hb < 8 gr%

Sumber perdarahan telah dikuasai

Perlu diketahui bahwa pada waktu perdarahan akut Hb tidak turun. Setelah proses

hemodilusi dan volume intra vaskuler normal kembali baru akan tampak adanya

59

Page 60: Kuliah Anestesi

anemia.

b) Stabilisasi hemodinamik pada kehilangan gastrointestinal

Penyebab kehilangan cairan disini adalah :

Intake kurang : puasa, sakit lama

Output berlebihan : muntah, diarrhea, transudasi cairan ke lumen usus (ileus)

atau rongga peritoneum (peritonitis).

Rehidrasi harus mengembalikan defisit IVF dalam waktu sependek mungkin agar

pembedahan dapat segera dilakukan. Pemeriksaan berat jenis plasma dapat

emnilai besarnya kehilangan cairan disini. Test ini tidak dapat digunakan pada

perdarahan.

c) Menurunkan demam

Demam menambah bahaya hipoksia selama anestesia. Selain injeksi antipiretika,

dehidrasi harus dikoreksi. Jika suhu tidak turun, diberikan vasodilator seperti

dehidrobenzperidol 2,5 – 5 mg im. agar dengan vasodilatasi panas terbawa keluar.

Dengan dibantu kompres selimut yang dibasahi air kran (bukan es) dan kipas angin,

suhu akan lebih cepat menurun. Kompres es atau basuh alkohol tidak dianjurkan

sebab rapid cooling yang terjadi justru menyebabkan menggigil sehingga suhu

meningkat lagi. Suhu ruangan diusahakan rendah (20 -24 C).

d) Mencegah aspirasi

Tergantung dari waktu yang tersedia, diusahakan :

Puasa selama persiapan prabedah. Pengosongan lambung normalnya dalam 6

jam. Tetapi nyeri, infeksi dan persalian memperlambat.

Pasang nasogastric tube besar diameter 18/20 Fr. Dihisap berkala agar

almbung kosong.

Pada pasien obstetrik/hamil, diberikan antasida setelah lambung kosong (Mg

trisilikat) 15 cc) minimal 30 menit sebelum dianestesi. Dosis diulantiap 2 jam.

e) Menghilangkan nyeri

Narkotik adalah analgetik terbaik, namun pada penderita gawat darurat

penggunaannya harus dipertimbangkan baik-baik sebab :

60

Page 61: Kuliah Anestesi

Menyebabkan depresi nafas, lebih pada penderita trauma thorax, trauma

kepala dan shock.

Depresi nafas pada trauma kepala menyebabkan kenaikan tekanan intra

kranial dan dapat menyebabkan herniasi.

Mengacaukan diagnostik yang berdasarkan evaluasi nyeri.

Menyebabkan vasodilatasi awas shock.

f) Anestesia : “the best anesthesia is the minimum anesthesia”

Kalau operasi dapat dikerjakan dengan anestesia infiltrasi lokal atau regional, jangan

dikerjakan dengan anestesia umum. Selalu lebih aman jika pasien tetap sadar selama

operasi. Premedikasi : atropin saja, 0,25 – 0,5 mg iv sudah cukup. Hati-hati memberi

sedatif dan narkotik. Diazepam 2,5 – 5 mg iv (dewasa) dapat diberikan jika pasien

sangat gelisah.

Narkotik hanya diberikan atas 2 indikasi :

1. ada nyeri fraktur, dislokasi dan sebagainya.

2. untuk suplement anestesia halothane, diberikan waktu operasi, pethidin 5 – 10

mg iv, diulang sesuai kebutuhan.

Sifat-sifat negatif dan positif dari obat anestesia harus dipertimbangkan terhadap

kondisi pasien, contoh :

halothane hipotensi tidak untuk pasien shock.

ketamine menaikkan tekanan intrakranial tidak untuk pasien

trauma kepala.

halothane untuk operasi thorax, operasi kepala/muka karena tidak

mudah terbakar/meledak.

ketamine untuk pasien shock karena tidak menurunkan tensi atau

untuk sectio caesaria karena tidak mendepresi janin.

PELAKSANAAN ANESTESIA

Sebelum induksi, nasogastric tube dihisap sekali lagi lalu dicabut. Mulai oksigenasi 8 -10

lpm, minimal selama 5 menit. Kemudian induksi dapat dimulai dengan posisi head down,

agar jika terjadi muntah, muntahan mengalir keluar mulut menjauhi trakhea karena

gaya berat. Alat suction yang baik dan kuat harus siap tersedia.

61

Page 62: Kuliah Anestesi

Anestesi umum dengan masker, posisi head down sudah cukup memadai aman. Lebih

baik jika dipasang endotrakheal tube dengan cuff. Tetapi pemasangannya perlu

ketrampilan khusus. Intubasi lebih mengamankan jalan nafas dari bahaya aspirasi dan

memudahkan penafasan buatan. Tetapi jika ahli tidak ada, jangan memaksakan intubasi

ini.

Intubasi cara non apnea dapat dilakukan dalam ether stadium III plane 2-3. setelah

intubasi, stadium didangkalkan lagi. Cara apnea memakai pelumpuh otot dan harus

dilakukan tenaga ahli. Usahakan pasien cepat sadar lagi segera setelah operasi selesai.

Endotrakheal tube dilepas setelah pasien sadar benar. Jika masih diperlukan, nasogastric

tube dipasang kembali setelah intubasi atau setelah pasien sadar kembali.

PASCA BEDAH

Sebelum pasien sadar kembali, pengawasan ketat masih tetap harus dilakukan seperti

selama anestesi. Gangguan nafas pada masa pasca bedah :

1. Hipoventilasi karena sisa anestesi, narkotik, nyeri operasi, bebat terlalu erat pada

dada atau perut. Berikan oksigen nasal 2-3 lpm untuk memperbaiki oksigenasi

selama masih hipoventilasi sisa anestesi. Oksigen tidak dapat masuk paru jika

hipoventilasinya berat. Dalam hal demikian, diberikan nafas buatan/bantuan

dengan Ambu bag. Jika pasien sudah agak sadar, teriakkan ditelinganya supaya

bernafas dalam.

2. Obstruksi jalan nafas karena pangkal lidah, benda asing (lendir, darah, muntah).

Obstruksi dapat diatasi dengan posisi tengadah, dagu jauhkan dari dada. Kadang-

kadang perlu dibantu ganjal bantal diwah bahu.

3. Aspirasi. Posisi kepala selalu diusahakan lebih rendah agar apabila terjadi muntah

tidak terjadi aspirasi. Jika resiko muntah besar, baringkan miring. Alat suction

harus selalu siap. Posisi head down tidak boleh dilakukan pada pasien dengan

trauma kepala atau operasi intra cranial.

Rangkuman

Operasi darurat adalah operasi yang dilakukan dalam waktu terbatas dengan persiapan

yang cepat untuk mengoptimalkan pasien, sehingga harus diatasi jalan nafas, ventilasi,

62

Page 63: Kuliah Anestesi

sirkulasinya. Dan untuk selanjutnya perbaiki suhunya, dikosongkan lambungnya untuk

menghindari penyulitnya. Pemilihan obat anestesi, premedikasi dan tehnik anestesi

disesuaikan dengan tindakan pembedahan dan resikonya. Aspirasi dan perdarahan

merupakan penyulit yang sering terjadi pada anestesia pembedahan darurat.

Bahan Bacaan

1. G. Edward Morgan, Jr., Maged S. Mikhail.

Clinical Anesthesiology

2nd edition a Lange Medical Book, 1996

Halaman : 683 – 691

63

Page 64: Kuliah Anestesi

Anestesi untuk tindakan rawat jalan

Pengertian

Anestesi rawat jalan yaitu suatu tindakan anestesi yang dilakukan pada pasien yang

menjalani prosedur tertentu (pembedahan, diagnostic radiology), dimana pasien

dimasukkan dan dipulangkan dari rumah sakit pada hari yang sama.

Tindakan bedah rawat jalan ini mempunyai beberapa keuntungan :

Biaya jauh lebih murah daripada rawat jalan

Berkurangnya resiko infeksi nosokomial

Pada anak-anak juga menurunkan gangguan emosional yang disebabkan oleh

hospitalisasi

Umumnya tindakan ini dilakukan untuk tindakan pembedahan yang ringan atau

pembedahan kecil, yang dapat dilakukan tidak lebih dari 60 menit.

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan secara rawat jalan :

a. Pediatri :

Circumcisi

Irigasi ductus nasolacrimalis

Polip recti

Kista dermoid

b. Gynecology :

Dilatasi dan kuretage

Abortus

Cauter cervix

Kista Bartholini

c. Orthopaedi :

Reposisi

Eksisi ganglion

Dekompresi carpal tunnel

Trigger finger

64

Page 65: Kuliah Anestesi

Angkat pen/plate

d. Bedah Umum :

Eksisi lipoma/naevus

Fibroadenoma mammae

Eksisi tumor kelenjar keringat

Pemilihan pasien :

Untuk dapat mencapai tujuan agar pasien dapat dipulangkan pada hari yang sama, perlu

dipilih pasien yang tepat yang memenuhi persyaratan tertentu.

a. Pasien termasuk dalam Status Fisik ASA 1 – 2.

b. Telah dilakukan pemeriksaan oleh dokter, serta mendapat penerangn sejelasnya

tentang apa yang akan dilakukan oleh dokter, baik segi pembedahan maupun

anestesinya.

c. Pasien yang mau dan mampu mengikuti petunjuk-petunjuk yang diterima, baik

lisan maupun tertulis.

d. Pasien harus mempunyai motivasi untuk pulang pada hari yang sama.

e. Pasien harus mempunyai pengantar yang dapat dipertanggung jawabkan

(misalnya seorang ibu/bapak tidak boleh diantarkan oleh anaknya / cucunya yang

belum dewasa).

f. Pasien harus datang dengan membawa petunjuk tertulis yang berisi pesanan pra

anestesi yang telah didapat sebelumnya.

Pesanan pada pasien :

a. Malam sebelum hari operasi, masih boleh intake pe oral terakhir jam 22.00 untuk

orang dewasa, sedangkan untuk anak-anak dipuasakan, dengan minum air terakhir

6 jam sebelum perkiraan tindakan anestesi, sedangkan untuk makan terakhir

sebaiknya 8 jam sebelumnya. Untuk anak dibawah 2 th, puasa minum air 4 jam

dan puasa minum susu 6 jam.

b. Pasien harus datang pada pagi hari yang ditentukan, dengan pengantar seperti

yang telah disebutkan diatas.

65

Page 66: Kuliah Anestesi

Apa yang harus dilakukan pada hari pembedahan :

a. Pasien yang datang harus dicek ulang terakhir, meliputi : anamnesis tentang

adanya infeksi saluran nafas yang mungkin baru didapat setelah pemeriksaan dan

penentuan hari operasi. Anamnesis tentang persiapan puasa, apakah pasien

menjalankan pesanan untuk puasa sesuai dengan yang telah diterangkan secara

lisan maupun tertulis.

b. Setelah semua beres, pasien dipasang infus.

c. Untuk pasien-pasien rawat jalan ini tidak diberikan premedikasi berat. Pada orang

dewasa semua medikasi dapat diberikan secara intravena. Untuk bayi dan anak

yang masih rewel, premedikasi tentu saja dapat diberikan secara intramuskuler.

d. Pada umumnya untuk orang dewasa hanya diberikan sulfas atropin 0,25 mg dan

midazolam 2,5 – 5 mg IV, sebelum pasien dibawa masuk ke kamar operasi.

e. Anestesi :

Dipilih obat anestesi yang tidak menyebabkan pasien bangun terlalu lama.

Contoh : halothane, enflurane, isoflurane, sevoflurane atau propofol.

Obat induksi dengan pentothal atau propofol dengan dosis secukupnya

(dosis minimal yang masih efektif).

Sedapat mungkin tidak menggunakan tehnik intubasi endotrakheal, karena

ada kemungkinan penyulit edema larynx pasca anestesi.

Monitoring : selama anestesi monitoring sama seperti pasien rawat inap.

Analgetik : mengingat bahwa pada tindakan anestesi rawat jalan ini

dilakukan tanpa premedikasi dan digunakan obat anestesi yang kurang

kuat daya analgesinya, maka perlu diberikan tambahan analgetika selama

anestesi, misalnya morphine atau pethidin diberikan iv dengan dosis 1/3

dari dosis im. Pemberian harus dengan memperhitungkan waktu untuk

mencapai efek, sehingga pada waktu pembedahan dimulai pasien tidak

mengalami raasa sakit. Apabila tidak ada kontra indikasi, maka morphine

lebih merupakan pilihan dibanding dengan pethidin, karena efek mual dan

muntah lebih sedikit dan efek analgesi lebih lama.

66

Page 67: Kuliah Anestesi

f. Pulih sadar dan pemulangan : selama masa pasca bedah pasien perlu mendapat

pengawasan di ruang pulih sadar. Sebaiknya pasien ini jangan ditidurkan dekat

pasien yang mengalami operasi besar, yang menggunakan beberapa infus, yang

sedang diberi transfusi darah, atau pasien yang menggunakan manyak drain dan

berdarah. Hal ini untuk mencegah agar pasien tidak merasa takut pada waktu

bangun. Masalah pulih sadar pada anestesi rawat jalan tidak hanya dinilai asal

pasien telah sadar, tetapi ada hal-hal yang penting dan perlu diperhatikan,

mengingat bahwa pasien ini akan lepas dari pengawasan dokter/perawat/rumah

sakit. Sementara itu efek dari obat anestesi tidak semuanya telah hilang. Untuk

menilai masa pulih sadar ini Steward membagi dalam 3 tahap :

Immediate recovery

Kembalinya kesadaran, kembalinya reflek protektif jalan nafas dam aktifitas

motor yang singkat. Tahap ini singkat dan dapat dengan tepat diikuti dengan

menggunakan scoring system.

Intermediate recovery

Kembalinya fungsi koordinasi, hilangnya perasaan pusing subyektif. Tahap ini

kira-kira 1 jam setelah anestesi yang tidak terlalu lama. Dalam tahap ini mungkin

pasien sudah dapat dipulangkan asal ada pendamping yang dapat dipertanggung

jawabkan.

Longterm recovery

Tahap ini dapat berlangsung berjam-jam bahkan berhari-hari tergantung dari

lamanya anestesi. Untuk pengukurannya perlu tes psikomotor, sehingga tidak

praktis untuk dilakukan di klinik.

Kriteria pemulangan (kriteria klinis) :

a. Apabila pasien sudah sadar dan mengenal lingkungan, dicoba untuk

setengah duduk (kepala diganjal dengan beberapa bantal). Bila pasien

merasa pusing, ditidurkan kembali. Prosedur ini dapat diulangi, bila pasien

sudah merasa enak kembali.

b. Bila selama 15 menit pasien tidak mengeluh apa-apa, dapat dicoba untuk

duduk. Bila ada keluhan (pusing, mual atau muntah) dikembalikan

67

Page 68: Kuliah Anestesi

keposisi semula, atau kalau perlu posisi tidur lagi. Kemudian prosedur

dapat diulangi lagi.

c. Bila setelah 15 menit dalam posisi duduk tidak ada keluhan, dicoba untuk

duduk dengan kaki menjuntai. Ini dilakukan pula selama 15 menit.

Sementara itu pasien dicoba untuk minum air putih.

d. Bila pasien dapat tahan dalam posisi ini, maka dicoba untuk turun dari

tempat tidur, dan diminta untuk memakai pakainnya sendiri. Maka pasien

siap untuk dipulangkan. Dapat pula ditambahkan sebagai kriteria

pemulangan :

Pasien diminta berjalan mengikuti garis lurus.

Test Romberg dengan mata terbuka.

Kriteria pemulangan pada bayi dan anak-anak :

Tes klinis tersebut diatas tidak dapat diterapkan pada bayi dan anak kecil. Untuk

bayi dan anak kecil dapat dilakukan sebagai berikut : bila bayi atau anak tersebut

sudah menangis keras dan tidak muntah, dicoba minum air sedikit demi

sedikitdengan menggunakan sendok. Perlu diingat, sering kali anak yang sudah

menangis keras ini kemudian tertidur lagi, oleh kerena itu jangan tergesa-gesa

memulangkan atas dasar menangis keras. Bila sudah dapat minum agak banyak

dan tidak muntah, infus dilepas dan pasien dapat dipulangkan.

Kriteria pemulangan berdasar atas observasi klinis ini merupakan kriteria yang

paling sederhana dan mudah untuk dilakukan.

Beberapa kriteria lain dapat dilihat pada beberapa tabel yaitu Steward Scoring

System (tabel 1), Robertson Scoring System (tabel 2) dan Aldrete Scoring System

(tabel 3).

68

Page 69: Kuliah Anestesi

Tabel 1. Steward Scoring System

Kriteria Skor

Kesadaran

Bangun 2

Respon terhadap stimuli 1

Tidak ada respon 0

Jalan nafas

Batuk atas perintah atau menangis 2

Mempertahankan jalan nafas dengan baik 1

Perlu bantuan untuk mempertahankan 0

Gerakan

Menggerakkan anggota badan dengan tujuan 2

Gerakan tanpa maksud 1

Tidak bergerak 0

Tabel 2. Robertson Scoring System

Kriteria Skor

Kesadaran

Sadar penuh, mata terbuka, berbicara 4

Tertidur ringan, sekali-kali mata terbuka 3

Mata terbuka atas perintah atau bila dipanggil 2

Respon terhadap cubitan telinga 1

Tidak ada respon 0

Jalan

nafas

Membuka mulut dan atau batuk atas perintah 3

Tak ada batuk volunter, jalan nafas bebas tanpa bantuan 2

Obstruksi jalan nafas bila leher fleksi tetapi tanpa bantuan bila

ekstensi

1

Tanpa bantuan terjadi obstruksi 0

Aktivitas Mengangkat tangan dengan perintah 2

Gerakan tak berarti 1

Tidak bergerak 0

69

Page 70: Kuliah Anestesi

Tabel 3. Aldrete Scoring System

Recovery score In 15’ 30’ 45’ 60’ Out

Aktivitas

Dapat bergerak

volunter

atau atas perintah

4 anggota gerak 2 2 2 2 2 2

2 anggota gerak 1 1 1 1 1 1

0 anggota gerak 0 0 0 0 0 0

Respirasi

Mampu bernafas dalam dan batuk

secara bebas

2 2 2 2 2 2

Dyspnea, nafas dangkal atau

terbatas

1 1 1 1 1 1

Apnea 0 0 0 0 0 0

Sirkulasi

Tensi +/- 20 mmHg preop 2 2 2 2 2 2

Tensi 20 – 50 mmHg preop 1 1 1 1 1 1

Tensi +/- 50 mmHg preop 0 0 0 0 0 0

Kesadaran

Sadar penuh 2 2 2 2 2 2

Bangun waktu dipanggil 1 1 1 1 1 1

Tidak ada respon 0 0 0 0 0 0

Warna kulit

Normal 2 2 2 2 2 2

Pucat, kelabu dll 1 1 1 1 1 1

sianotik 0 0 0 0 0 0

Dari tebel skoring sistem diatas, bila dilihat dengan teliti, jelas bahwa scoring menurut

Robertson dan Steward dengan mudah dapat dilakukan. Sebelum pasien pulang, pada

keluarganya harus diterangkan (lisan dan tertulis) pesanan obat-obat yang harus diminum,

dan kapan harus kembali ke RS segera bila ada penyulit. Didalam pesanan perlu

70

Page 71: Kuliah Anestesi

diterangkan bahwa selama 24 jam pertama pasien harus istirahat. Makan dan minum

seperti biasa. Selama 48 jam jangan mengendarai kendaraan sendiri.

Beberapa test yang dapat digunakan untuk menilai pasien-pasien yang pulih sadar dari

pemberian sedativa secara intravena :

a. Tes klinis :

Dapat berdiri sendiri tanpa bantuan

Berjalan mengikuti garis lurus

Mempertahankan keseimbangan dengan mata tertutup (tes Romberg)

Orientasi terhadap waktu dan tempat

Menyebut nama dan alamat dengan benar

Tensi dan nadi stabil selama 30 menit

b. Pencil and paper test

c. Psychomotor test

Perlu diingat bahwa tidak semua scoring system tersebut dapat diterapkan, mengingat

terbatasnya tenaga perawat yang ada di ruang pulih sadar.

g. Penundaan pemulangan

Apabila terjadi penyulit dari segi operasinya (perdarahan, operasi

berkepanjangan)

Apabila terjadi penyulit dari segi anestesinya

Mual dan muntah yang berkepanjangan

Pusing yang berkepanjangan

Adanya penyulit selama anestesinya (hipotensi yang berat)

Terjadinya edema larynx pasca intubasi (karena anestesinya terpaksa harus

dilakukan dengan tehnik intubasi endotrakhel)

h. Lain-lain

Mengingat bahwa penundaan pemulangan dapat terjadi, maka kemungkinan ini,

sudah harus dijelaskan pada pasien maupun keluarganya pada saat konsultasi

prabedah. Informed consent harus dijelaskan dan ditanda tangani pada waktu

penentuan kapan pasien akan dilakukan operasi.

71

Page 72: Kuliah Anestesi

i. Penyulit pasca bedah setelah pemulangan

Sequellae ringan pasca anestesi rawat jalan tidak jarang ditemukan.ual atau mual dan

muntah lebih sering didapati pada anak-anak dibanding orang dewasa.

Insidens hilangnya nafsu makan pada hari operasi didapatkan pada 40%, pada

keesokan harinya 17%.

Sakit tenggorokan pasca intubasi 59%, setelah pemasangan orotracheal 24% dan

tanpa penggunaan kedua alat tersebut dapat terjadi pada 8,5%. Insidens sakit kepala

sebesar 13% dapat terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa.

Mengingat hal tersebut diatas, maka pengertian orang tua sangat diperlukan, agar

dapat mengatasi keadaan tersebut bila terjadi di rumah.

Rangkuman

Anestesi untuk tindakan rawat jalan memerlukan persyaratan khusus. Dengan mengingat

bahwa pasien akan menjalani perawatan pasca anestesi/bedah dilingkungan keluarga

tanpa tenaga paramedik, maka kesiapan dan pengertian pasien (bila pasien dewasa) dan

keluarga terhadap kemungkinan penyulit yang timbulnya lambat misalnya perdarahan,

muntah yang berlebihan. Dalam keadaan demikian keluarga harus melakukan tindakan

pertolongan dan segera membawa kembali ke rumah sakit.

Persyaratan tersebut mengharuskan pelaksanaan tindakan rawat jalan dilakukan oleh

tenaga yang terampil, untuk menghindari terjadinya penyulit. Pemantauan proses pulih

sadar dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun pemulangan pasien harus dilakukan

bila syarat tertentu sudah dipenuhi.

Bahan Bacaan

1. Drips R.D., Ekkenhoff J.E., Vandam L.D.,

Introduction to Anesthesia

7th edition. W.B. Saunders Company. Philadelphia-London-Toronto, 1998

Halaman : 362 – 367

2. G. Edward Morgan, Jr., Maged S. Mikhail

Clinical Anesthesiology

2nd edition a Lange Medical Book, 1996

72

Page 73: Kuliah Anestesi

Halaman : 749 – 754

ANESTESI REGIONAL

Farmakologi Obat Anestesi Regional

Pendahuluan

Obat anestesia regional bekerja dengan menghilangkan rasa sakit atau sensasi pada

daerah tertentu dari tubuh. Cara bekerjanya dengan mem-blok proses konduksi pada saraf

perifer jaringan tubuh, yang sifatnya sementara (reversible). Obat anesthesia regional

dikatakan baik, jika bekerja reversible sempurna, bebas dari iritasi lokal, mempunyai

potensi yang tinggi, bila diberikan secara topical effeknya regional. Mempunyai toksisitas

sistemik minimal, mudah dimetabolisme dan stabil selama penyimpanan dan sterilisasi.

Sifat-sifat suatu obat anestesi regional

Sifat obat anestesi regional tergantung pada, kelarutannya dalam lemak, ikatan dengan

protein, pKa, diffusi pada jaringan, dan efek vasodilatasi.

Kelarutan dalam lemak

Potensi dari obat anestesia regional ditentukan oleh kelarutannya dalam lemak. Kelarutan

suatu zat dalam lemak, ditandai dengan “partition coefficient”. Makin tinggi partition

coefficient obat anestesia regional, makin tinggi daya hambat konduksi akibatnya

konsentrasi yang rendah, sudah mampu menghambat konduksi saraf. Procain mempunyai

partition coefficient kurang dari satu, sedangkan Bupivacaine, Etidocain dan Tetracain

partition coefficientnya antara 30-40.

Ikatan dengan protein

Ikatan dengan protein obat anestesi regional berhubungan dengan lama kerjanya, semakin

tinggi kemampuan ikatan proteinnya, makin lama kerjanya, atau sebaliknya. Procain

mempunyai ikatan protein yang lemah, sedangkan Bupivacain mempunyai ikatan protein

73

Page 74: Kuliah Anestesi

yang kuat. Hubungan antara ikatan protein dan lama kerja obat anestesia regional

disebabkan oleh karena dinding sel saraf mengandung kurang lebih 10% protein.

pKa

pKa suatu kimia dapat diartikan sebagai pH, dimana jumlah zat yang berionisasi dan

yang tidak berionisasi dalam keadaan seimbang. Bentuk basa yang tidak bermuatan dari

obat anestesia regional berperan aktif dalam menghambat konduksi saraf. Bentuk basalah

yang dapat menembus dinding sel masuk kedalam sel saraf. Dimulainya efek analgesia

obat anestesi regional tergantung dan banyaknya bentuk basa yang terbentuk dalam suatu

larutan, pada saat obat tersebut disuntikkan ke dalam jaringan tubuh yang pHnya sekitar

7,4. Pada dasarnya jumlah bentuk basa yang akan terbentuk berbanding terbalik dengan

pKa suatu obat anestesia regional. Lidocain yang memiliki pKa 7,74, bila disuntikkan ke

dalam tubuh yang pH nya 7,4, maka 35% zat tersebut dalarn bentuk basa.Semakin tinggi

pKa nya, semakin lambat onset analgesinya. Jadi obat anestesi regional yang mempunyai

pKa mendekati pH tubuh, dimulainya efek analgesi akan lebih cepat.

Diffusi pada jaringan

Obat lokal anestesi sebelum mencapai saraf harus berdiffusi melalui jaringan ikat

disekitarnya. Lidocain dan Prilocain mempunyai pKa yang sama, tetapi pada keadaan

sebetulnya dimulainya efek analgesia Lidocain lebih cepat dan pada Prilocain.

Efek vasodilatasi

Potensi serta lama kerja obat lokal anestesi tergantung dan banyaknya obat tersebut yang

berdiffusi ke dalam reseptor nyeri yang ada pada dinding saraf setelah penyuntikan,

sebagian obat akan berdiffusi ke dalam saraf dan sebagian lagi absorbsi pembuluh darah.

Kecepatan absorbsi ini tergantung dari vaskularisasi daerah yang disuntik. Semua obat

lokal anestesi bersifat vasodilator, kecuali cocain. Potensi analgesia Mepivacain sama

dengan Lidocain, tetapi lama kerja Mepivacain lebih panjang, hal ini menunjukkan effek

vasodilator Lidocain lebih besar dan pada Mepivacain, sehingga absorbsinya lebih cepat

dan hanya sebagian kecil saja menetap pada saraf.

Absorbsi

74

Page 75: Kuliah Anestesi

Konsentrasi obat anestesi regional dalam darah ditentukan oleh kecepatan absorbsi dari

tempat dimana disuntikkan, distribusi ke dalam jaringan dan metabolisme dan ekskresi.

Faktor umur, status kardiovaskuler dan fungsi hati juga ikut berperan dalam menentukan

konsentrasi obat lokal anestesi dalam darah. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi

dan potensi suatu obat anestesia regional adalah tempat penyuntikan, dosis, penambahan

obat vasokonstriktor dan sifat-sifat obat itu sendiri.

Tempat penyuntikan

Absorpsi daerah interkostal paling mudah, diikuti ruang epidural di lumbal, pleksus

brakhialis dan jaringan subkutis. Pemberian topikal intra-trakheal efeknya jauh lebih

mudah di banding dengan pemberian nasal, urethra atau buli-buli. Oleh karena itu

pembenian intra-trakheal lebih mudah menimbulkan intoksikasi. Untuk prosedur intubasi,

pemberian Lidocain intra-trakheal sampai 100-200 mg masih dianggap aman.

Dosis

Pada dasarnya, konsentrasi dalam darah berbanding lurus dengan dosis total. Lidocain

200 mg disuntikkan ke dalam ruang epidural lumbal, maka konsentrasi dalam darah rata-

rata 1.5 Ug/ml dan jika dinaikkan menjadi 600mg, konsentrasinya akan naik pula menjadi

4 Ug/ml. Gejala intoksikasi akan timbul bila konsentrasi Lidocain dalam darah lebih dari

7 Ug/ml

Penambahan obat vaskonstriktor

Adrenalin sebagai obat vasokonstriktor, akan memperpanjang lama kerja obat anestesi

regional. Penambahan adrenalin dengan perbandingan 1 : 200.000 akan mengurangi

kecepatan absorbsi, sehingga kemungkinan terjadinya intoksikasi berkurang.

Sifat-sifat obat anestesi regional

Meskipun obat anestesi regional mempunyai potensi analgesia yang sama, namun derajat

absorbsinya beda. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh perbedaan aktivitas

vasodilatornya dan kelarutannya dalam lemak dari masing-masing obat.

Distribusi

75

Page 76: Kuliah Anestesi

Obat anestesi regional mengalami distribusi ke seluruh jaringan tubuh, namun

konsentrasinya tidak sama untuk jaringan tertentu. Secara umum konsentrasinya akan

lebih tinggi pada organ yang vaskularisasinya banyak.

Metabolisme dan ekskresi

Metabolisme obat lokal anestesi tergantung dari struktur kimianya . Obat-obat dari

golongan ester akan mengalami hidrolisa dalam plasma oleh enzim pseudokholin-

esterase, sedangkan obat dari golongan amide akan mengalami metabolisme di hati.

Kecepatan metabolisme dapat berbeda, meskipun memiliki struktur kimia yang sama.

Procain akan lebih cepat dihidrolisa dan pada tetracain (keduanya dan golongan ester),

sehingga procain kurang toksis dibanding tetracain. Ekskresi procain, kurang dari 2%

ditemukan dalam urine dalam bentuk utuh, 90% dalam bentuk PABA dan sisanya dalam

bentuk dietile-ethanol. Metabolisme dan golongan amide jauh lebih kompleks.

Toksisitas Obat Anestesi Regional

Obat anestesi regional, bila diberikan dengan dosis dan tempat lokasi yang tepat,

merupakan obat yang cukup aman. Intoksikasi akan terjadi bila secara tidak sengaja

masuk ke dalam intra vaskuler atau melebihi dosis maksimal. Gejala intoksikasi berupa

adanya gejala sistemik yaitu eksitasi, depresi susunan syaraf pusat, hipertensi, hipotensi

sampai dengan henti jantung dan pada gejala lokal adanya kerusakan syaraf dan otot.

Pada pemberian prilokain dapat tejadi methaemoglobine atau adiksi pada pemberian

kokain, Reaksi alergi juga dapat terjadi pada pemberian obat anestesi regional. Apabila

obat tersebut masuk ke dalam intra-vaskuler, gejala intoksikasi akan timbul kurang lebih

dari 5 menit, sedangkan pada pemberian infiltrasi atau epidural, gejala akan timbul

setelah 20 menit.

Pengelolaan Intoksikasi

Bila terjadi intoksikasi obat anestesi regional dapat menimbulkan kematian yang

mendadak, oleh karena itu pengelolaannya harus cepat dan tepat. Obat-obat darurat dan

76

Page 77: Kuliah Anestesi

sarana resusitasi barus tersedia dan siap pakal. Penguasaan resusitasi kardio-pulmoner

mutlak diperlukan. Tindakan yang harus segera dilakukan pada intoksikasi adalah :

menhentikan konvulsi dengan obat anti konvulsan, misalnya tiopental atau dengan

suksinil kholin 50-100mg i.v. Tindakan tersebut diatas akan diikuti dengan terjadinya

apnea, sehingga mutlak perlu dilakukan pernafasan buatan.

Apabila terjadi hipotensi, diberikan vasopressor, misalnya aphedrin 5-15 mg i.v. dan bila

henti jantung, lakukan resusitasi kardio-pulmoner.

Untuk menghindari tejadinya intosikasi, gunakan dosis yang dianjurkan, sebelum obat

disuntikkan lakukan aspirasi dulu, untuk meyakinkan bahwa jarum tidak berada dalam

pembuluh darah, lakukan test-dose, sebelum obat disuntikkan, bila diperlukan jumlah

obat yang banyak, pilihlah obat yang paling kurang toksis, penambahan vasokonstriktor

adrenalin, pengukuran harus dengan semprit, tidak boleh dengan tetesan dan penyuntikan

dosis penuh, harus tetap perlahan lahan. Pasien tetap diawasi dengan ketat selama

beberapa waktu, setelah selesai penyuntikan untuk mengetahui timbulnya komplikasi

yang lambat.

Dosis, Hubungannya Dengan Lokasi Pemberian

Dibawah ini dicantumkan dosis maksimal, sesuai penggunaannya.

Tabel 1. Untuk penggunaan inflitrasi dan epidural

Jenis obat Konsentrasi Lama kerja Dosis maks

Procain 2 – 4 % 0,5 jam 1000 mg

Lidocain 1 – 4 % 1 – 2 jam 500 mg

Mepivacain 1 – 2 % 1 – 2 jam 500 mg

Tetracain 0,1 – 0,25 % 2 – 3 jam 75 mg

Bupivacain 0,5 – 0,75 % 5 – 7 jam 200 mg

Etidocain 0,5 – 1 % 4 – 6 jam 300 mg

77

Page 78: Kuliah Anestesi

Tabel 2. Untuk penggunaan topical/spray

Jenis obat Konsenttrasi Lama kerja Dosis maks

Cocain 4 % 30 menit 250 mg

Lidocain 2 – 4 % 15 menit 200 mg

Tetracain 0,5 % 45 manit 50 mg

Pembagian Obat Anestesi Regional

Ada dua golongan besar obat anestesia regional, yaitu golongan ESTER dan golongan

AMIDE. Disebut ester bila terjadi hubungan Amino-ester antara gugusan aromatik

dengan rantai intermediate. Disebut amide bila terjadi hubungan Amino-amide antara

gugusan aromatik dengan rantai intermediate.

Gambar

Perbedaan antara bentuk ester dan amide terletak pada, tempat dimana ia dimetabolisme

dan potensi allerginya. Golongan ester akan dihidrolisa dalam plasma oleh enzim pseudo-

choline-esterase, sedangkan golongan amide dimetabolisir dalam hati. PABA (Para

Amino Benzoic Acid) merupakan salah satu hasil hidrolisa dari golongan ester. PABA

inilah yang sering menimbulkan reaksi allergi. Sedangkan metabolisme golongan amide

tidak menghasilkan PABA, sehingga jarang menimbulkan reaksi allergi.

Yang termasuk golongan ester adalah : Cocaine, Procaine, Chioroprocaine, Tetracaine.

Golongan amide meliputi : Dibucaine, Lidocaine, Mepivacaine, Prilocaine, Bupivacaine,

Etidocaine

Procaine

78

Page 79: Kuliah Anestesi

Setelah bertahun-tahun mencoba sintesa bermacam-macam ester, Einhorn pada tahun

1904 menemukan Procaine, sebuah ester di-ethyl amino ethanol dan p-amino benzoic

acid. Procaine-HCI secara topical aktifitasnya kurang, tetapi telah digunakan secara luas,

oleh karena toksisitas sistemik minimal, iritasi local sedikit, sterilisasinya mudah, lama

kerjanya pendek dan murah. Kurangnya toksisitas sistemik dan lama kerjanya yang

pendek tersebut akibat dihidrolisa dengan cepat oleh pseudochline-esterase. Procaine

kurang banyak digunakan oleh karena kalah bersaing dengan golongan amide.

Lidocaine

Lidocain-HCl (Xylocaine), derivat acetanilide, diperkenalkan oleh Lofgren pada tahun

1948. Keuntungan utama Lidocaine adalah mulainya cepat, bebas iritasi lokal. Sebagian

obat dimetabolisir dimikrosome hepar dan sebagian lagi dikeluarkan melalui urine dalam

bentuk yang tidak berubah Obat ini dua kali lebih toksis dan pada procaine. Untuk

injeksi, digunakan konsentrasi 0,5-2,0%, sedangkan untuk topical anestesi digunakan

konsentrasi 4%. Dosis maksimal yang diberikan tanpa obat vasokonstriktor (adrenalin)

adalah 3 mg/kg berat badan dan 7 mg/kg berat badan bila dengan adrenalin. Lidocaine

dikatakan bebas dari reaksi allergi, sehingga dipakai sebagai pengganti golongan ester

bila allergi terhadap golongan ester.

Mepivacaine

Mepivacaine-HCI (Carbocaine) bekerjanya sama cepat seperti Lidocaine, tetapi lama

kerjanya lebih lama 20%. Atas dasar ini tidak diperlukan penambahan adrenalin pada

blok saraf. Konsentrasi yang dianjurkan adalab 1 - 4% untuk injeksi dan anestesi topical,

dengan dosis maksimal 500 mg. Meskipun iritasi jaringan minimal, obat ini tidak

digunakan untuk anestesi spinal.

Bupivacaine

Bupivacaine-HCI (Marcaine) disintesa tahun 1975 oleh Ekenstam, merupakan derivat

anilide. Obat ini lebih kuat dan lebih lama kerjanya dibandingkan dengan Lidocaine atau

Mepivacaine. Digunakan dalam konsentrasi 0,25 - 0,75%. Jumlah total untuk satu kali

pemberian maksimal 200-500 mg. Pada konsentrasi rendah, blok motorik kurang

79

Page 80: Kuliah Anestesi

adekwat. Untuk operasi abdominal, dipenlukan konsentrasi 0,75%. Onset anestesi lebih

lambat dan pada Lidocaine atau Mepivacaine, tetapi lama kerjanya 2-3 kali lebih lama.

Rangkuman

Obat anestesi regional merupakan obat yang bila sudah masuk didalam tubuh harus

ditunggu sampai dilakukan metabolisme, sehingga pilihan obat harus disesuaikan dengan

macam tindakan operasi dan lamanya. Dosis dengan vasokonstriktor atau tanpa

vasokonstriktor yang diberikan harus dperhitungkan dengan berat badan pasien untuk

menghindari intoksikasi

Bahan Bacaan

1. Dripps R.D., EkkenhoffJ.E., Vandam L.D., Introduction to Anestesia.

7th edition. W.B. Saunders Company. Philadelphia- London Toronto, 1988

Halaman : 211 - 222,

2. C. Edward Morgan,Jr., Maged S. Mikhail

Clinical Anesthesiology

Second edition a Lange Medical Book. 1996

Halaman: 193 - 200

80

Page 81: Kuliah Anestesi

Terapi Cairan Pengganti Perdarahan

Pendahuluan

Perdarahan dan hemorrhagic shock merupakan salah satu penyulit selama anestesi dan

pasca bedah dini. Perdarahan dapat ditolong dengan memberikan larutan Ringer Laktat

atau Normal Saline dalam jumlah besar. Lahir istilah “Hemodilusi” karena selama darah

yang hilang diganti cairan, terjadilah pengenceran darah dan unsur-unsurnya. Hemodilusi

bukan keadaan fisiologik, tetapi sesuatu yang berguna untuk menyelamatkan penderita

dengan perdarahan hebat. Darah diberikan pada saat yang tepat sehingga tidak terjadi hal-

hal yang tidak diinginkan.

Dasar-dasar pemikiran

Pasien yang berdarah, menghadapi dua masalah yaitu berapa sisa darah yang beredar dan

berapa sisa eritrosit untuk mengangkut oksigen ke jaringan.

Volume darah

Bila volume darah hilang 1/3, pasien akan meninggal dalam beberapa jam. Penyebab

kematian adalah shock progresif yang menyebabkan hipoksia jaringan.

Hipovolemia menyebabkan beberapa perubahan :

a. Vasokonstriksi organ sekunder (viscera, otot, kulit) untuk menyelamatkan organ

primer (otak, jantung) dengan aliran darah yang tersisa.

b. Vasokonstriksi menyebabkan hipoksia jaringan, terjadi metabolisme anaerobbic

dengan produksi asam laktat yang menyebabkan lactic acidosis.

c. Lactic acidosis menyebabkan perubahan-perubahan sekunder sehingga terjadi

kerusakan merata.

81

Page 82: Kuliah Anestesi

d. Pergeseran kompartemen cairan. Kehilangan darah dari intravaskuler sampai 10%

EBV tidak mengganggu volume sebesar yang hilang. Tetapi kehilangan lebih dari

25% atau bila terjadi shock/hipotensi maka sekaligus kompartemen interstitial dan

intrasel ikut terganggu. Bila dalam terapi hanya diberikan sejumlah kehilangan

plasma volume (intravaskuler), pasien masih mengalami defisit yang

menyebabkan shocknya irreversible dan berakhir kematian.

Eritrosit untuk transportasi oksigen

Dalam keadaan normal, jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan adalah :

Cardiac output x Saturasi O2 x Hb x 1,34 + CO pO2 x 0,003

Kalau unsur CO x pO2 x 0,003 karena kecil diabaikan, maka tampak bahwa persediaan

oksigen untuk jaringan tergantung pada cardiac output, saturasi dan kadar Hb. Karena

kebutuhan oksigen tubuh tidak dapat dikurangi kecuali dengan hipotermia dan anestesia

dalam, maka jika eritrosit hilang, total Hb berkurang, cardiac output harus naik agar

penyediaan oksigen jaringan tidak terganggu. Orang normal dapat menaikkan cardiac

output tiga kali normal dengan cepat, asalkan volume sirkulasi cukup (normovolemia).

Faktor Hb dan Saturasi jelas tidak dapat naik. Hipovolemia akan mematahkan

kompensasi cardiac output. Dengan mengembalikan volume darah yang telah hilang yang

telah hilang dengan apa saja asal segera normovolemia, CO akan mampu berkompensasi.

Jika Hb turun sampai tinggal 1/3. tetapi CO dapat naik sampai tiga kali, maka penyediaan

oksigen ke jaringan masih tetap normal. Pengembalian volume, mutlak diprioritaskan

daripada pengembalian eritrosit.

82

Page 83: Kuliah Anestesi

Cara mengatasi perdarahan

Pada Kasus A, infus dilambatkan dan biasanya transfusi tidak diperlukan. Pada kasus B,

jika Hb < 8 gr% atau hematokrit < 25%, transfusi sebaiknya diberikan. Tetapi seandainya

akan dilakukan pembedahan untuk menghentikan suatu perdarahan, transfusi dapat

ditunda sebentar sampai sumber perdarahan dapat dikuasai. Pada kasus C, transfusi harus

segera diberikan. Ada tiga kemungkinan penyebab yaitu perdarahan masih berlangsung

terus (continuing loss), shock terlalu berat, hipoksia jaringan terlalu lama dan anemia

terlau berat.

A B

83

Pasien datang dengan perdarahan

Pasang infus jarum besarAmbil sample darah

Catat tekanan darah, nadiPerfusi, (produksi urine)

Ringer laktat atau NaCl 0,9%20 ml/kg BB cepat ulangi1000 – 2000 ml dalam 1 jam

Hemodinamik baikTekanan sistolik > 100 mmHg, nadi >100, perfusi hangat, keringUrine > ½ ml/kg/jam

Hemodinamik buruk

Teruskan cairan2 -4 x EBV

Hemodinamik buruk Hemodinamik baik

C

Page 84: Kuliah Anestesi

Pada 1 – 2 jam pertama, kalau diukur Hb atau hematokrit, hasil yang diperoleh mungkin

masih “normal”. Harga Hb yang benar adalah yang diukur setelah pasien kembali

normovolemik dengan pemberian cairan. Pasien didalam keadaan anestesi, dengan nafas

buatan atau dengan hipotermia, dapat mentolerir hematokrit 10 – 15%. Tetapi pada

pasien biasa yang sadar, nafas sendiri, memerlukan Hb 8gr% atau lebih agar cadangan

kompensasinya tidak terkuras habis.

Jumlah cairan

Lebih dahulu dihitung Estimated Blood Volume pasien, yaitu 65 – 70 ml/kg BB.

Kehilangan sampai 10% EBV dapat ditolerir dengan baik. Kehilangan 10% - 30% EBV

memerlukan cairan lebih banyak dan lebih cepat. Kehilangan 30% - 50% EBV masih

dapat ditunjang untuk sementara dengan cairan saja sampai darah transfusi tersedia. Total

volume cairan yang dibutuhkan pada kehilangan > 10% EBV berkisar antara 2 – 4 kali

volume yang hilang.

Perkiraan volume darah yang hilang dilakukan dengan kriteria Trauma Status dari

Giesecke. Dalam waktu 30 60 menit setelah pemberian, cairan Ringer laktat akan

meresap keluar vaskuler menuju interstitial. Demikian sampai terjadi keseimbangan baru

antara plasma volume (IVF) dan ISF. Ekspansi ISF ini merupakan “interstitial edema”

yang tidak berbahaya. Bahaya edema paru-paru dan edema otak dapat terjadi jika semula

organ-organ tersebut telah terkena trauma. 24 jam kemudian akan terjadi diuresis

spontan. Jika keadaan terpaksa, diuresis dapat dipercepat lebih awal dengan furosemide

setelah transfusi diberikan.

Trauma Status dari Giesecke

TANDA TS I TS II TS III

Sesak nafas - Ringan Berat

Takanan darah N Turun Tak terukur

Nadi Cepat Sangat cepat Tak teraba

Urine N Oliguria Anuria

Kesadaran N Disorientasi ↓/coma

84

Page 85: Kuliah Anestesi

Gas darah N pO2↓/pCO2↓ pO2↓/pCO2↓↓

CVP N Rendah Sangat rendah

Blood loss % EBV < 10% 10% - 30% 30% - 50%

Macam Cairan

Ada 4 pilihan pokok yang bertahun-tahun menjadi perbantahan sengit

a. Transfusi darah

Ini adalah pilihan pokok kalau donor yang cocok ada. Hemodilusi dengan cairan tidak

bertujuan meniadakan transfusi, tetapi mempertahankan hemodinamik dan perfusi

yang baik sementara darah donor belum tersedia, menghemat jumlah darah donor

yang perlu ditransfusikan dan memberikan koreksi ECF defisit. Bila darah golongan

yang sesuai tidak tersedia, dapat digunakan donor universal yaitu golongan dengan

titer anti A rendah (Rh negatif) atau Packed Red Cell golongan O. Sebaiknya darah

universal ini selalu tersedia di UGD.

b. Plasma expander

Cairan koloid ini mempunyai nilai oncotic yang tinggi (dextran, gelatin, hydroxy-

ethyl starch) sehingga mempunyai volume-effect lebih baik dan tinggal lebih lama di

intravaskuler. Sayang ECF defisit tidak dapat dikoreksi oleh plasma expander. Selain

itu harga plasma expander adalah 10X lebih mahal daripada cairan kristaloid. Reaksi

anaphylactoid dapat terjadi baik karena dextran maupun gelatin (0,03 – 0,08

pemberian). Reaksi ini dapat berakhir fatal. Dextran juga menyebabkan gangguan

pada cross match darah dan pada dosis lebih dari 10 – 15 ml/kg BB akan

menyebabkan gangguan pembekuan darah.

c. Albumin

Albumin 5% atau Plasma Protein Fraction adalah alternatif yang baik dari segi

volume effect. Tetapi harganya adalah 70x harga cairan kristaloid untuk volume

effect yang sama.

d. Ringer Laktat atau NaCl 0,9%

85

Page 86: Kuliah Anestesi

Cairan ini paling mirip komposisinya dengan cairan ECF. Meskipun pemberian infusi

IVF diikuti perembesan, namun akhirnya tercapai keseimbangan juga setelah ISF

jenuh. Cairan lain seperti Dextrose 0,45% NaCl tidak dapat digunakan.

Penyulit

Penyulit akibat pemberian cairan dapat terjadi pada jantungnya sendiri, pada proses

metabolisme atau pada paru.

Dekompensasi jantung

Dekompensasi ditandai oleh kenaikkan PCWP (Pulmonary Capillary Wedge Pressure).

Bahaya terjadinya dekompensasi jantung sangat kecil, kecuali pada jantung yang sudah

sakit sebelumnya. Pada pemberian colloid dapat mengalami kenaikkan PCWP 50% yang

potensial akan mengalami dekompensasi jantung.

Edema paru-paru

Adanya edema paru-paru dapat dinilai antara lain dengan meningkatnya rasio Qs/Qt.

Pemberian colloid yang diharapkan tidak merembes keluar IVF ternyata mengalami

kenaikkan Qs/Qt yang sama yaitu 16 ± 1%. Akibat pengenceran darah, terjadi transient

hypoalbuminemia 2,5 ± 0,1 mg% dari harga sebelunya sebesar 3,5 ± 0,1 mg%.

Penurunan albumin ini diikuti penurunan tekanan oncotic plasma dari 21 ± 0,4 menjadi

13 ± 1.0. Penurunan selisih tekanan COP – PCWP dari nilai sebelumnya tidak selalu

menyebabkan edema. Giesecke memberi batasan bahwa kadar albumin terendah yang

masih aman adalah 2,5 mg%. Kalau albumin perlu dinaikkan, pemberian infus albumin

20 – 25% dapat diberikan dengan tetesan lambat 100 ml/2 jam. Dosis ini akan menaikkan

kadar 0,25 – 0,50 gm%.

Jika masih terjadi edema paru-paru, diberikan furosemide 1 – 2 mg/kg BB. Gejala sesak

nafas akan berkurang setelah urine keluar 1000 – 2000 ml. Lakukan digitalisasi atau

berikan dopamine drip 5 – 10 microgram/kg/menit. Sebagai terapi simtomatik berikan

oksigen, atau bila diperlukan mendesak lakukan nafas buatan + PEEP. Incidence

pulmonary insuffisiency post resusitasi cairan adalah 2,1%.

86

Page 87: Kuliah Anestesi

Lactic acidosis

Pemberian Ringer Laktat tidak menambah buruk acidosis lactat karena shock. Lactat

diubah hepar menjadi bicarbonate yang menetralisir metabolic acidosis apda shock.

Perbaikkan sirkulasi akibat pemberian volume justru menurunkan kadar laktat darah

karena perbaikkan transport oksigen ke jaringan (metabolisme aerobik bertambah).

Gangguan hemostasis

Gangguan karena pengenceran ini mungkin terjadi jika hemodilusi sudah mencapai 1,5 x

EBV. Faktor pembekuan yang terganggu adalah thrombocyt. Pemberian Fresh Frozen

Plasma tidak berguna karena tidak mengandung thrombocyt, sedang faktor V dan VIII

dibutuhkan dalam jumlah sedikit (5 – 30% normal). Thrombocyt dapat diberikan sebagai

fresh blood, platelet rich plasma atau thrombocyt concetrate dengan masa simpan kurang

6 jam jika suhu 4oC. Untuk hemostasis yang baik diperlukan kadar thrombocyt 100.000

per mm3. Dextran juga dapat menimbulkan gangguan jika dosis melebihi 10 ml/kg BB.

Rangkuman

Ringer Laktat atau NaCl 0,9% selain harganya murah, tersedia dengan mudah sampai ke

tingkat Puskesmas, tanpa perlu cross match, tanpa reaksi allergi, wktu simpan tak

terbatas, tidak perlu lemari es, dan dapat menyelamatkan nyawa dengan pasti. Dengan

kemasan botol plastik, paket-paket cairan ini dapat didrop dengan cepat dari helikopter

dan langsung digunakan untuk stabilisasi korban, dimanapun dia berada.

Jika pedoman-pedoman pemberian cairan diikuti, pemberian cairan berlebih sekalipun

tidak mudah menyebabkan kematian, prosesnya jauh lebih lama daripada proses shock

perdarahan. Sehingga kita cukup waktu untuk melakukan koreksi terhadap penyulit yang

mengancam jiwa tersebut.

Bahan Bacaan

1. Dripps R.D., Ekkenhoff J.E., Vandam L.D.

Introduction to Anesthesia

7th edition. W.B. Sauders Company. Philadelphia-London-Toronto, 1998

87

Page 88: Kuliah Anestesi

Halaman : 259 – 292

2. G. Edward Morgan, Jr., Maged S. Mikhail

Clinical Anesthesiology

Second edition a Lange Medical Book, 1996

Halaman : 543 – 574

Patofisiologi Cairan Tubuh Pada Trauma dan Perdarahan

Pendahuluan

Tugas peredaran darah yang sangat penting adalah oksigenasi jaringan. Bila oksigen tidak

cukup (hipoksia/anoksia), glukosa hanya dapat dipecah menjadi asam laktat. Ini berakibat

asam laktat naik berlebihan. Pada shock akan mengakibatkan angka kematian yang

tinggi. Cara lain untuk menentukan hipoksia adalah dengan mengukur pemakaian oksigen

dalam semenit (oxygen consumption). Turunnya pemakaian oksigen berarti terjadinya

hipoksia. Peredaran darah yang baik berarti oksigenasi jaringan baik. Perfusi yang baik

memerlukan cardiac output yang baik. Cardiac output yang baik, menimbulkan tensi yang

“baik”.

Kesalahan pemikiran yang sering terjadi adalah pembalikan jalan pikiran diatas : apabila

tensi tinggi maka peredaran darah pasti baik. Ini tidak selamanya benar. Sebagai contoh

ialah apa yang terjadi sebagai akibat pemberian obat vasokonstriksi (vasopresor) yang

kuat noradrenalin, pembuluh darah mengalami vasokonstriksi hebat sehingga tensi naik.

Tetapi jantung mengalami kesukaran memompa darah keluar sehingga cardiac output

turun. Akibatnya perfusi turun dan oksigenasi jaringan juga turun. Memperbaiki

peredaran darah berarti mengusahakan baiknya oksigenasi, baiknya perfusi, baiknya

cardiac output, bukan hanya sekedar menaikkan tensi. Meskipun yang kita ukur sehari-

hari adalah hanyalah tensi, namun pada setiap pengukuran harus kita tanyakan “dalam

hati” apakah pada tensi ini perfusi jaringan juga baik atau tidak.

Perubahan-perubahan sesudah perdarahan

88

Page 89: Kuliah Anestesi

Setelah terjadi perdarahan, akan akan terjadi perubahan-perubahan dalam tubuh menurut

pola tertentu yang dapat dibagi menjadi tiga tahap : tahap vasokonstriksi, tahap

hemodilusi dan tahap produksi eritrosit

Tahap vasokonstriksi terjadi setelah perdarahan. Pada tahap ini perfusi organ vital (otak

dan jantung) dipertahankan dengan mengorbankan perfusi organ lain, untuk menghindari

kematian. Menyusul tahap hemodilusi dimana volume darah kembali normal. Oksigenasi

jaringan dicukupi dengan menaikkan cardiac output dan menambah ekstraksi oksigen.

Tahap terakhir adalah produksi eritrosit, untuk mengembalikan daya angkut oksigen

darah kembali normal.

Tahap Vasokonstriksi

Cara terjadinya dan akibatnya :

Tahap vasokonstriksi terjadi segera setelah perdarahan. “Personal” bagi tubuh pada waktu

ini adalah bagaimana mengatur cardiac output yang turun karena berkurangnya volume

darah untuk tetap hidup.

Rentetan kejadian yang menimbulkan vasokonstriksi ini adalah sebagai berikut : terjadi

perdarahan volume darah turun cardiac output turun tensi turun baroreseptor

pada arteri dan pembuluh darah besar terangsang terjadi refleks yang berakibat

timbulnya pacuan pada susunan syaraf simpatik dan dikeluarkannya catecholamine

(adrenalin dan nor-adrenalin) oleh kelenjar adrenalin terjadilah vasokonstriksi.

Vasokonstriksi ini pada berbagai bagian pembuluh darah mempunyai akibat yang

berbeda. Pada sistem vena, vasokonstriksi menyebabkan terjadinya penyesuaian yang

paling besar antara kapasitas pembuluh darah yang tinggal. Seolah-olah darah “diperas”

dari vena ke jantung sehingga cardiac output tidak turun banyak.

Hal ini terjadi karena dalam keadaan normal 75% dari volume darah ada di sistem vena.

Andaikata vasokonstriksi ini tidak terjadi, volume darah yang ketinggalan sebagian besar

akan akan tertimbun di vena, darah yang balik ke jantung sangat kurang, cardiac output

akan sangat turun.

Pada sistem arteri, vasokontriksi tidak terjadi merata. Arteri untuk ke jantung dan otak

kurang peka terhadap pengaruh syaraf simpatis dan catecholamine. Disitu tidak terjadi

vasokonstriksi. Arteri untuk ginjal, otot, kulit, usus dan hati sebaliknya sangat peka

terhadap pengaruh syaraf simpatis dan catecholamine. Disini vasokonstriksi terjadi sangat

89

Page 90: Kuliah Anestesi

hebat. Hasilnya perfusi jantung dan otak relatif tidak berkurang, sedangkan perfusi ginjal,

hati dan lain-lain berkurang sangat banyak. Disamping itu akibat dari vasokonstriksi

secara menyeluruh adalah naiknya tahan perifer. Dengan demikian walaupun cardiac

output turun, tensi tidak banyak turun, ini menyebabkan perfusi otak dan jantung lebih

terjamin. Dengan singkat “logika” tubuh menghadapi turunnya cardiac output karena

perdarahan ialah mempertahankan perfusi organ vital otak dan jantung, dan

“mengorbankan” perfusi organ “kelas dua” seperti ginjal dan lainya. Hal ini dinamakan

“protective redistribution”.

Hubungan antara vasokonstriksi dan tanda-tanda shock

Terjadinya vasokonstriksi dan naiknya kadar catecholamine menimbulkan tanda-tanda

yang khas pada shock karena perdarahan. Turunnya perfusi otot dan kulit menyebabkan

kaki dan tangan dingin dan pucat. Pengaruh catecholamine pada kelenjar keringat

menyebabkan berkeringat. Vasokonstriksi pada vena menyebabkan vena kempis.

Turunnya perfusi ginjal menimbulkan oliguria sampai anuria. Tanda-tanda tersebut diatas

dan tidak hanya rendah atau tingginya tensi menjadi petunjuk adanya shock. Sebaliknya

hilangnya gejala-gejala diatas, kaki dan tangan menjadi hangat dan kering, vena tampak

kembali berisi, produksi urine menjadi normal 1 ml/kg/jam (pada orang dewasa) dapat

dipakai sebagai petunjuk berhasil tidaknya terapi. Tensi yang “baik” saja tidak dapat

digunakan sebagai ukuran hasil pengobatan.

Suatu hal yang perlu juga diingat ialah bahwa turunnya tensi tidak sebanding dengan

turunnya cardiac output. Pada binatang dengan perdarahan sebanyak 10% volume darah

(EBV) cardiac output turun sampai 21% sedang tensi hanya turun 7%. Bila volume darah

hilang sebesar 20%, cardiac output turun sampai 45% sedangkan tensi hanya turun 15%.

Di klinik ini berarti terapi pada perdarahan tidak boleh menunggu sampai tensi betul-

betul turun, tetapi perlu melihat atau menduga jumlah darah yang hilang. Salah satu cara

adalah dengan sistem scoring.

Hal ini perlu diketahui ialah pada perdarahan akut, pada fase sebelum terjadi hemodilusi,

kadar hemoglobin tidak dapat digunakan sebagai ukuran jumlah darah yang hilang (Hb

belum turun).

Tahap Hemodilusi

90

Page 91: Kuliah Anestesi

Pada tahap ini volume darah menjadi normal kembali karena naiknya volume plasma,

sedangkan jumlah eritrosit pada waktu itu belum kembali normal. Dalam hal ini terjadi

“pengenceran” darah (hemodilusi) dan kadar hemoglobin akan turun. Hemodilusi ini

tanpa pertolongan berjalan lambat, 24 – 48 jam, bahkan kadang-kadang lebih lama waktu

yang diperlukan untuk volume darah kembali menjadi normal. Dan mekanisme ini

menyebabkan volume darah menjadi pulih seperti semula.

Pertama, pada tahap vasokonstriksi karena kontraksi spincter ke kapiler, tekanan

hidrostatik dalam kapiler menurun. Tekanan onkotik relatif menjadi lebih kuat, cairan

ekstraseluler ekstravaskuler (ISF) “dihisap” masuk kedalam kapiler. Mekanisme yang

kedua adalah karena kerja ginjal. Turunnya volume darah merangsang reseptor pada

atrium yang kemudian menyebabkan dikeluarkannya ADH oleh hipofise. Disamping itu

turunya perfusi ginjal menimbulkan satu rantai peristiwa yang berakibat terangsangnya

aldosteron oleh kulit kelenjar adrenaline. ADH menyebabkan pengeluaran air oleh ginjal

dikurangi, aldosteroan menyebabkan pengeluaran natrium dikurangi. Ditahannya air dan

natrium yang beraal dari makanan dan minuman didalam tubuh oleh ginjal akhirnya

mengembalikan volume darah menjadi normal.

Hemodilusi ini berbeda dengan tahap vasokonstriksi, tidak mengurangi perfusi dan

oksigen jaringan. Karena itu tubuh dapat bertahan lama pada tahap ini.

Tahap Produksi Eritrosit

Produksi eritrosit menjadi sangat lambat, diperlukan 3 – 4 minggu sebelum jumlah

eritrosit kembali normal. Bahwa ini “tidak begitu merugikan” tubuh untuk “sekedar

hidup”, pengalaman kita sehari-hari menunjukkan bagaimana pasien-pasien dengan

hemoglobin yang rendah (kadang-kadang < 5 gr%), dapat bertahan, kadang-kadang tanpa

keluhan yang berarti.

Pada percobaan dengan binatang dibuktikan bahwa batas keselamatan (margin of safety)

untuk eritrosit jauh lebih besar daripada untuk volume plasma. Mereka dapat hidup

dengan jumlah eritrosit 35% dari normal, akan tetapi akan mati apabila volume plasma

kurang dari 70% dari normal.

Persoalan di Klinik : Tahap Mana Yang Paling Baik Dibantu

Tahap Vasokonstriksi

91

Page 92: Kuliah Anestesi

Seperti diuraikan diatas dasar dari tahap ini adalah protective redistribution yaitu

mempertahankan perfusi organ vital dengan “mengorbankan” perfusi organ “kelas dua”.

Hanya pada perdarahan ringan (< 10% dari EBV) tahap vasokonstriksi ini tidak

merugikan jaringan. Jika perdarahan > 10% dari EBV, perfusi dari jaringan-jaringan

tertentu selalu terganggu.

Dahulu dengan “membuat” tensi dipertahankan dengan obat-obat vasokonstriktor

(vasopresor), tetapi dengan dengan pengertian baru bahwa perfusi lebih penting

dibandingkan dengan tensi maka pemberian vasokonstriktor akan lebih memperburuk

keadaan. Lebih hebat lagi vasokonstriksi akan lebih mengurangi perfusi jaringan seperti

ginjal, hati dan lain-lainnya. Hal ini terbukti juga pada percobaan dengan binatang.

Lillehei mendapatkan bahwa pemberian vasokonstriktor pada hemorrhagic shock justru

mempercepat kematian anjing. Survival tidak bertahan baik. Pada autopsi didapatkan

necrose yang lebih luaspada organ-organ yang lebih banyak, dibandingkan pada golongan

yang tidak diberi vasokonstriktor.

Bell mengeluarkan darah anjing sehingga tensinya manjadi setengah dari harga normal.

Bila kemudian diberi vasokonstriktor sehingga tensinya kembali normal, ternyata bahwa

aliran darah ke ginjal malah turun lebih rendah daripada sebelum diberikan apa-apa.

Vasokonstriksi sendiri pada shock tanpa tambahan vasokonstriktor dalam waktu lama

dapat membahayakan tubuh. Pada anjing-anjing yang mengalami shock irreversibel, pada

golongan yang satu hanya diberi hanya dibantu dengan pemberian darah, plasma

expander atau cairan saja, mortalitasnya adalah 75%. Beberapa vasokonstriktor, seperti

noradrenaline dan metaraminol (aramine) walaupun pada orang sehat menyebabkan

naiknya tensi, tidak mempunyai pengaruh bahwa dapat menyebabkan turunnya cardiac

output. Pada umumnya apabila perdarahan sedemikian banyaknya sehingga cardiac

output turun menjadi ½ - 1/3 normal, kebanyakkan binatang percobaan akan mati.

Dari uraian diatas jelas bahwa membantu tahap vasokonstriksi dengan obat

vasokonstriktor tidak akan menolong penderita, bahkan dapat membahayakan.

Perlu diperhatikan bahwa pada shock karena perdarahan, vasokonstriktor tidak berguna.

Pada shock karena sebab yang lain, obat itu dapat sangat berguna.

Tahap Hemodilusi

Bagaimana kekurangan oksigen jaringan tidak terjadi

92

Page 93: Kuliah Anestesi

Berlawanan dengan tahap vasokonstriksi dimana oksigenasi jaringan terganggu, pada

tahap hemodilusi walaupun kadar hemoglobin turun perfusi dan oksigenasi jaringan dapat

dicukupi. Hal itu dapat terjadi karena adanya dua cara kompensasi.

Cara pertama adalah naiknya cardiac output. Dalam keadaan biasa darah arteri

mengandung 20 vol.% O2 (tiap 100 ml darah mengandung 20 ml O2). Darah vena berisi

15 vol.% O2. Jadi tiap 100 ml darah diambil 5 ml O2. kebutuhan O2 per menit adalah 250

ml. Cardiac output dapat dihitung yaitu 250/5 x 100 ml/menit yaitu 5 l/menit. Misalnya

karena turunnya kadar hemoglobin setelah perdarahan, darah arteri hanya mengandung

17,5 vol.% O2. Jadi tiap 100 ml darah hanya diambil 2,5 ml O2, bukan 5 ml O2 seperti

biasanya. Kebutuhan O2 tiap menit akan dicapai dengan mudah dengan menaikkan

cardiac output menjadi 250/2,5 x 100 ml yaitu 10 l/menit.

Cara kompensasi yang lain ialah pengambilan O2 tetap 5 ml dari tiap-tiap 100 ml darah.

Dalam hal ini tidak perlu naik. Hanya darah vena kadar oksigennya turun dari normal

15% menjadi 12,5 vol.%. cara ini disebut penggunaan cadangan oksigen vena (venous

oxygen reserve). Pada orang dewasa yang sehat, pada waktu gerak badan misalnya

dengan mudah cardiac output dapat dinaikkan lima kali, sedangkan sedangkan

pengambilan O2 darah dapat dinaikkan menjadi tiga kali lebih besar dari biasa. Karena itu

jika perlu mereka itu dengan mudah dapat menanggung hemodilusi ini.

Mekanisme seperti diterangkan diatas menyebabkan tahap hemodilusi ini dapat dibantu

(dipercepat) dengan pemberian cairan dalam batas-batas tertentu tanpa menimbulkan

anoxia atau hypoxia jaringan.

Berapa batas hemodilusi akut yang dapat dilakukan

Dalam pelaksanaan hemodilusi ini dibantu dengan mengganti darah yang hilang dengan

cairan. Persoalan berikutnya adalah seberapa jauh penggantian perdarahan dengan cairan

ini dapat dilakukan, atau dengan kata lain sampai dimana hemodilusi akut ini dapat

dilaksanakan.

Rush dengan menggunakan larutan garam dan buffer, volume yang diberikan 4 kali

volume yang hilang, pada perdarahan yang meliputi 50% volume darah anjing,

mendapatkan survival jangka pendek sebesar 100%. Pada waktu itu hematokrit yang

tercatat adalah 16% (kira-kira sama dengan kadar hemoglobin 5 gr%).

93

Page 94: Kuliah Anestesi

Takaori dengan menggunakan larutan colloid (plasma expander) dextran 40,

mendapatkan pada perdarahan yang meliputi 80% volume darah anjing, survival jangka

panjang sebesar 85%. Pada waktu itu kadar hemoglobin adalah 3 gr%. Hal ini yang

didapatkan pada penelitian itu adalah bahwa pada kadar hemoglobin dibawah 6% waktu

perdarahan anjing (bleeding time) memanjang lebih dari 10 menit (normal 3 – 5 menit).

Angka-angka survival diatas sangat menyolok bila dibandingkan dengan laporan yang

menyatakan tanpa cairan perdarahan sebesar 39% volume darah anjing survivalnya hanya

50%.

Di klinik pemberian cairan pada penderita ini juga sudah dilakukan. Pada golongan

penderita tertentu perdarahan 500 – 2000 ml dapat diganti dengan larutan crystalloid

dengan hasil yang baik. Jelas bahwa tahap hemodilusi ini dalam batas tertentu dapat

dibantu dengan pemberian cairan tanpa merugikan tubuh. Akan tetapi perlu juga diingat,

jika hal ini dilakukan kelewat batas dapat berbahaya seperti terjadinya edema paru-paru.

Cairan Yang Mana Untuk Mengganti Perdarahan

Berdasarkan ada atau tidak adanya molekul besar didalamnya, ada dua macam cairan

yang dapat digunakan.

Cairan non colloid (crystalloid) dan cairan colloid (plasma expander). Cairan non colloid

adalah cairan yang tidak mengandung molekul-molekul besar, contoh yang dipakai

sehari-hari adalah larutan garam faali. Cairan ini apabila diberikan dalam waktu yang

singkat sebagian besar dari padanya akan keluar dari ruang intravaskuler (pembuluh

darah). Karena itu volume yang diberikan harus lebih banyak (2,5 – 4 kali) dari volume

darah yang hilang. Dengan demikian bagian yang tetap tinggal dalam ruang intravaskuler

akan cukup banyak untuk mengganti volume darah yang hilang.

Cairan yang lain adalah colloid, yaitu cairan yang mengandung molekul-molekul besar

yang dimaksudkan untuk berfungsi seperti albumin didalam darah. Cairan ini juga

disebut plasma expander. Sebagian besar dari volume yang diberikan dalam waktu yang

cukup lama akan tinggal dalam ruang intravaskuler. Karena itu volume yang diberikan

cukup sama dengan volume darah yang hilang.

Cairan non colloid (crystalloid)

94

Page 95: Kuliah Anestesi

Mudah dimengerti bahwa cairan yang paling baik untuk digunakan adalah cairan yang

susunannya mirip dengan cairan ekstraseluler. Pada waktu itu cairan yang umum

digunakan adalah larutan Ringer Laktat. Bila larutan ini tidak ada, larutan garam faal

(NaCl 0,9%) dapat digunakan. Idealnya cairan hanya digunakan pada perdarahan yang

tidak melebihi 15% volume darah penderita.

Cairan colloid (plasma expander)

Jika perdarahan sangat banyak sebaiknya dipakai plasma expander. Di Indonesia ada 3

macam plasma expander yang terdapat di pasaran, yaitu yang berisi Dextran, pecahan

gelatin (Haemaccel) dan Polyvinylpyrrolidone (PVP) (Periston, Subsotan, Plasmosan).

Rupanya plasma expander yang paling baik pada waktu ini adalah dari golongan pecahan

gelatin. Pada pemberian plasma expander volume yang diberikan cukup sama dengan

volume darah yang hilang.

Rangkuman

Patofisiologi perdarahan dan mekanisme tubuh untuk mengatasi keadaan tersebut,

mengakibatkan pemikiran kapan dan pasien mana yang diberikan cairan non colloid,

colloid dan darah.

Bahan Bacaan

1. Dripps R.D., Ekkenhoff J.E., Vandam L.D.,

Introduction to Anesthesia.

7th edition. W.B. Saunders Company. Philadelpia-London Toronto, 1988

Halaman : 389 – 402.

95

Page 96: Kuliah Anestesi

Terapi Cairan Pasca Bedah

Pendahuluan

Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan salah satu segi yang menunjang

berlangsungnya metabolisme tubuh dan kehidupan. Penyakit dasar, pembedahan dan

anestesi memberikan pengaruh besar dan menyebabkan perubahan-perubahan pada

keseimbangan cairan ini. Secara khusus dibicarakan masalah pasca bedah, dimana

keseimbangan cairan ini sangat berarti bagi proses penyembuhan dan pencegahan infeksi.

Terapi cairan meliputi : penggantian kehilangan cairan, memenuhi kebutuhan air,

elektrolit dan nutrisi, untuk membantu tubuh mendapatkan kembali keseimbangan yang

normal.

Dengan berkembangnya pelayanan kesehatan, semakin banyak tindakan pembedahan

dapat dilakukan dimana-mana, seyogyanya pengetahuan mengenai pengelolaan cairan

pasca bedah ini bersama-sama kita kuasai.

Terapi Cairan Pada Kasus Bedah

Terapi cairan dilakukan sejak masa prabedah, untuk mengatasi keadaan syok karena

dehidrasi dan perdarahan dan mengganti sebagian dari dehidrasi sedang dan ringan.

Kekurangan cairan kerana persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement) harus

diperhitungkan, dan sedapat mungkin diganti pada masa prabedah.

Pada pasien-pasien yang karena penyakitnya tidak mendapat nutrisi yang adekuat baik

kualitatif maupun kuantitatif, terapi cairan dan nutrisi diberikan lebih dini lagi. Hidrasi

yang cukup ini diperlukan untuk menghadapi trauma anestesi dan pembedahan, yaitu

kehilangan-kehilangan yang disebabkan oleh perdarahan, edema jaringan karena

manipulasi dan penguapan dari cavum peritoneum. Pada laparotomy terapi cairan pasca

bedah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan air, elektrolit dan nutrisi, mengganti

96

Page 97: Kuliah Anestesi

kehilangan cairan pada masa pasca bedah (ciran lambung, febris), melanjutkan

penggantian deficit prabedah dan selama pembedahan, koreksi terhadap gangguan

keseimbangan yang disebabkan terapi cairan tersebut.

Kebutuhan basal air dan elektrolit

Dalam keadaan normal, rata-rata pengeluaran air dan elektrolit seorang pasien dengan BB

50 kg, adalah sebagai berikut :

Tabel. Pengeluaran air dan elektrolit pasien berat badan 50 kg

Air Na K

Urine 1500 cc 65 90

Pernafasan 1000 cc (700 cc/m2/24jam) - -

Penguapan 1500 cc (tropis) - -

Feces 100 cc 5 10

Di daerah tropis kehilangan cairan penguapan dapat mencapai 1500 cc/24 jam, hanya

terdiri dari air tanpa elektrolit. Keringat menambah kehilangan ini 300 – 600 cc/24 jam,

yang merupakan air dengan sejumlah kecil Na dan K. Sebaliknya, pemecahan jaringan

otot dan lemak karena puasa menghasilkan kurang lebih 400 cc air yang meningkat

sampai 1000 cc pada katabolisme yang cukup besar/sepsis.

Secara umum disimpulkan, kebutuhan air seorang pasien dengan BB 50 kg dalam

keadaan basal kurang lebih (3100 – 400) cc, yaitu 2700 cc/24 jam atau kurang lebih 50

cc/kg BB/24 jam.

Pada terapi cairan selama 2 – 3 hari saja, elektrolit yang diutamakan adalah Na dan K.

Kebutuhan Na 60 – 100 mEq/24 jam, Kalium 40 – 60 mEq/24 jam. Pada hari-hari

pertama pasca bedah tidak dianjurkan penambahan K, karena adanya pengeluaran K dari

sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan transfusi darah (WB mengandung K

kurang lebih 20 mEq/L), yang perlu diperhatikan adalah kenyataan bahwa stress

pembedahan menyebabkan pelepasan aldosteron dan ADH sehingga terjadi

kecenderungan tubuh untuk menahan air dan Na. Pada orang tua dengan cardiac reserve

yang sempit sebaiknya pada permulaan terapi cairan hanya diberikan 2/3 dari kebutuhan

97

Page 98: Kuliah Anestesi

yang diperhitungkan. Berdasarkan pengamatan dan penilaian selanjutnya, jumlah cairan

dapat diatur kembali. Pada hari ke 2 – 5 pasca bedah, terjadi reabsorbsi kembali cairan

yang hilang ke “third space”. Penambahan yang tak tampak ini harus diperhitungkan

dalam evaluasi untuk pengaturan cairan.

Kalori

Pasien dengan keadaan umum baik dan trauma pembedahan yang minimal, pemberian

karbohidrat 100 – 150 gr sudah memadai. Jumlah ini cukup untuk memenuhi kebutuhan

sel-sel yang harus memakai glukosa sebagai sumber kalori, dan dapat menekan

pemecahan protein sebanyak 50%. Pemberian kalori yang minimal ini berdasarkan

pertimbangan mengenai kesulitan-kesulitan pemakaian cairan hipertonis, yang diperlukan

untuk mendapatkan jumlah asam amino dan kalori sesuai kebutuhan. Tersedianya larutan

asam amino 2,5% denga 150 gr karbohidrat merupakan suatu pilihan baru, karena dengan

osmolalitas dibawah 800 mOsm memungkinkan pemberian lewat vana perifer. Dilain

pihak, penambahan asan amino ini dapat membuat “Nitrogen Balance” mendekati

keseimbangan.

Kebutuhan basal air, elektrolit dan kalori pasca bedah pasien dengan operasi herniotomy,

berat badan 50 kg. Terapi cairan hari ke 0 pasca bedah dalam 24 jam adalah : air 2500

cc (50 x 50cc), Na 60 mEq, K 0 mEq dan kalori 100 gr glukosa.

Cairan 500 cc NS atau D5%NS dengan 2000 cc D5% akan menghasilkan total cairan

2500 cc dengan 80 mEq Na dan 125 gr glukosa.

Sumber kehilangan cairan dan elektrolit

Kehilangan cairan dan elektrolit pada masa pasca bedah antara lain berasal dari febris,

saluran pencernaan dan hiperventilasi. Kebutuhan cairan dalam keadaan febris meningkat

sebanyak 15% setiap kenaikkan 10C suhu tubuh. Produksi cairan lambung yang

berlebihan, muntah dan diarrhea akan menambah kebutuhan cairan dan elektrolit.

Hiperventilasi memperbesar pengeluaran air lewat paru-paru, sedang humidifikasi udara

kering mengambil sejumlah besar cairan tubuh. Hiperventilasi pada pasien dengan

trakheostomy tanpa humidifikasi akan memperbesar kehilangan cairan. Kedua hal

tersebut dapat menyebabkan kehilangan air 1 – 1,5 L/hari.

98

Page 99: Kuliah Anestesi

Tabel. Fluid and electrolyte in the acutely ill adult

Volume K Cl Na Ph

Saliva 1000 – 1500 10 – 20 6 – 30 10 – 40 5,5 – 7,8

Gastric juice 2000 – 2500 10 – 20 10 – 30 60 – 120 1,5 – 7,3

Hapatic bile 600 – 800 2 – 12 80 – 110 130 – 153 6,2 – 8,5

Pancreatic juice 700 – 1000 3 – 10 30 – 50 150 – 143 7,8 – 8,8

Duodenal secretions 300 – 800 2 – 10 70 – 120 90 – 140 5,8 – 7,5

Jejunal secretions 2000 – 3000 5 – 10 100 – 130 125 – 140 6,5 – 7,6

Colonic mucosal secretions 200 – 500 3 – 10 60 – 90 140 – 148 7,8 – 80

Total 8000 – 10.000

Koreksi gangguan keseimbangan air dan elektrolit

Water excess

Terjadi pada pasien-pasien yang mendapat terapi cairan dengan sedikit/tanpa Na, untuk

mengganti sejumlah besar kehilangan Na. Contoh yang jelas adalah kehilangan dari

saluran pencernaan (muntah, diarrhea, cairan lambung) yang diganti hanya dengan cairan

Dextrose 5%. Kelebihan air terhadap keseimbangannya dengan Na, menyebabkan

turunnya kadar Na serum. Hiponatremi ini dapat menyebabkan edema pada asel-sel otak,

dan timbulnya gejala tergantung pada cepatnya penurunan tersebut. Keadaan ringan dapat

diatasi dengan restriksi air, tetapi bila kadar Na serum < 120 mEq/L, perlu diberi terapi

dengan Na hipertonis. Pemberian Na hipertonis ini harus hati-hati pada pasien-pasien tua

dengan cardiac reserve yang sempit.

Kelebihan air dapat dikeluarkan dengan pemberian glukosa hipertonis atau furosemide

yang sebaiknya diberikan bersama-sama dengan NaCl dan KCl. Terapi dengan

99

Page 100: Kuliah Anestesi

furosemide dalam jangka waktu yang lama juga akan menyebabkan penurunan kadar Na

serum.

Water deficit

Terjadi bilamana tubuh kehilangan air lebih banyak dari pada Na. Misalnya pada

keadaan-keadaan : febris lama, hiperventilasi, tracheostomy tanpa humidifikasi, diabetes

insipidus, non ketotic hiperosmolar dehidration. Kekurangan 2% dari BB akan

menimbulkan rasa haus, makin berat akan terjadi kelemahan otot-otot, delirium dan

convulsi. Terapinya adalah pemberian cairan Dextrose 5%.

Saline excess

Umumnya terjadi sebagai akibat samping resusitasi cairan koloid untuk mengatasi syok

dan mempertahankan volume IVF pada masa-masa prabedah dan selama pembedahan.

Kelebihan volume yang isotonis ini umumnya dapat ditolerir oleh pasien-pasien muda,

tetapi pada orang tua mudah menyebabkan decompensasi cordis dan edema paru-paru.

Terapi yang dilakukan adalah restriksi cairan, kalau perlu diberikan diuretic dan

digitalisasi.

Saline deficit

Terutama terdapat pada pasien-pasien yang mengalami dehidrasi pada masa prabedah,

dan belum terkoreksi seluruhnya. Kehilangan dari saluran pencernaan pada masa pasca

bedah memperbesar deficit ini. Terapinya adalah penggantian dengan Ringer Lactat atau

NaCl 0,9%.

Hipokalemi

Terutama disebabkan pemberian cairan tanpa K, atau penggantian tidak sesuai pada

kehilangan yang banyak misalnya kehilangan dari saluran pencernaan. Gejala-gejala

klinis adalah kelemahan otot, paraesthesia, paralytic ileus. Kecuali bila kadar K serum

dibawah 2 mEq/L, terapi kalium dapat dilakukan dalam 2 – 4 hari. Pemberian kalium

jangan melebihi 200 mEq/L, dengan kecepatan tetesan 10 – 20 mEq/L, dicampurkan

dalam cairan infus.

Hiperkalemi

Pasien-pasien dengan gangguan fungsi ginjal, kerusakan jaringan luas dan combutio akan

terjadi hiperkalemi. Tanda-tanda klinis dapat hanya kelemahan otot atao tanpa keluhan

sampai terjadi gangguan irama jantung dan cardiac arrest. Umumnya setelah kadar K

100

Page 101: Kuliah Anestesi

serum > 6 mEq/L terjadi perubahan-perubahan khas pada ECG. Bila kadar serum

mencapai 6 mEq/L segera diberikan terapi untuk menurunkan sebagai berikut :

1. Pemberian Calcium glukonas/khlorida 10 – 30 ml perlahan-lahan dalam waktu 2

menit. Pemberian Calcium ini kontra indikasi pada pasien yang mendapat terapi

digitalis.

2. Pemberian Sodium bicarbonat 50 – 100 mEq untuk alkalinisasi darah.

3. Pemberian glukosa 25% bersama regular insulin 1 unit setiap 4 – 5 gr glokusa

(pada renal failure 1 unit setiap 10 gr glukosa).

Penurunan kadar K dengan terapi ini dapat bertahan selama 6 jam.

Keseimbangan Asam Basa

Perubahan pH cairan tubuh sangat berpengaruh pada kerja sel dan enzym tubuh sehingga

tubuh selalu berusaha mempertahankan keseimbangan asam basa dalam suatu batas

fisiologis yang sempit. Pemeriksaan dilakukan pada contoh darah arteri dengan harga

normal : pO2 80 – 100 mmHg, pCO2 35 – 45 mmHg, pH 7,35 – 7,45, HCO3 21 – 25

mMol/L dan BE (-2) – (+2).

Penyimpangan kearah asidosis (pH < 7,35) dan alkalosis (pH > 7,45) dapat disebabkan

oleh gangguan pernafasan maupun gangguan metabolisme. Interpretasi hasil pemeriksaan

gas darah (BGA) dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Tentukan asidosis atau alkalosis. Apabila penyebabnya respiratorik, pCO2

menyimpang searah dengan pH dan jika BE menyimpang searah searah dengan

pH maka penyebabnya adalah metabolik.

2. Tentukan apakah sudah terjadi usaha-usaha kompensasi dengan melihat pCO2

atau BE yang menyimpang kearah yang berlawanan dengan pH. Usaha

kompensasi dengan menurunkan BE tidak boleh dikoreksi dengan Na bicarbonat.

Penyebab asidosis metabolik antara lain ketoasidosis yang terjadi pada pasien

diabetes militus yang tidak diterapi dengan baik atau lactic acidosis akibat

gangguan perfusi jaringan oleh sebab cardiac, sepsis, perdarahan. Alkalosis

metabolik terjadi pada pasien yang kehilangan cairan lambung dalam jumlah yang

besar.

101

Page 102: Kuliah Anestesi

Terapi terhadap asidosis metabolik dan alkalosis matabolik adalah memperbaiki dan

mengatasi penyebab. Pada asidosis metabolik koreksi dilakukan dengan Na bikarbonat

dengan memakai patokan rumus : Dosis = 1/3 x Berat Badan x BE (mEq). Jumlah ini

mula-mula diberikan separuhnya, sisanya diberikan ½ atau 1 jam kemudian. Sebaiknya

dilakukan pemeriksaan ulangan setelah terapi.

----------------------- 7,35 --------------------------- 7,45 ------------------ pH

----------------------- 45 --------------------------- 35 ------------------ pCO2

----------------------- -2 ---------------------------- +2 ------------------ BE

ACIDOSIS ALKALOSIS

pH + pCO2 : Respiratorik

pH + BE : Matabolik

Nutrisi Parenteral

Pasien pasca bedah tanpa komplikasi yang tidak mendapat nutrisi sama sekali, akan

kehilangan protein 75 – 125 gr/hari. Pemberian karbohidrat saja 100 – 150 gr, akan

menekan pemecahan ini sebanyak 50%. Pemberian kalori dalam jumlah minimal yang

berlangsung terus menerus, akan kehilangan protein menjadi cukup besar. Albumin dan

enzym pencernaan mengalami penurunan yang lebih cepat, karena adanya proses

metabolisme yang cepat. Hipoalbuminemia akan menyebabkan edema jaringan, infeksi

dan dehiscensi luka operasi. Turunnya enzym pencernaan akan menyulitkan proses

realimentasi.

Total Parenteral Nutrition bertujuan menyediakan nutrisi secara lengkap yaitu kalori,

protein dan lemak termasuk unsur-unsur penunjang nutrisi elektrolit, vitamin dan trace

element. Pemberian kalori sampai 40 – 50 Kcal/kg dengan protein 0,2 – 0,24 N/kg.

Cairan hipertonis yang mengandung semua unsur ini, memberikan beberapa masalah

mengenai tehnik pemberian, akibat samping maupun monitoring.

Pada pasien yang diperkirakan realimentasi sesudah 3 – 5 hari, mengalami pembedahan

besar pada saluran pencernaan, keadaan umum/status gizi kurang baik diperlukan

102

Page 103: Kuliah Anestesi

pemberian parenteral nutrisi. Pada kasus-kasus yang saluran pencernaannya

memungkinkan, gabungan enteral dan parenteral nutrisi merupakan suatu pilihan lain.

Pemantauan

Terapi cairan ditetapkan berdasarkan, perhitungan cairan keluar masuk, pemeriksaan

laboratorium dan tanda-tanda klinis. Perhitungan cairan masuk umumnya dilakukan

setelah 24 jam, kecuali pada keadaan khusus misalnya pasien dengan gagal ginjal,

dilakukan setiap 3 sampai 6 jam. Terapi cairan selama 1 – 2 hari tidak memerlukan

pemeriksaan laboratorium. Bila berlangsung lebih dari 3 hari atau terdapat tanda-tanda

klinis yang mencurigakan, minimal dilakukan pemeriksaan serum elektrolit. Tanda-tanda

dehidrasi yang klasik, kelemahan otot, bendungan vena leher melengkapi perkiraan

berdasarkan perhitungan cairan keluar masuk.

Rangkuman

Dalam pelaksanaan sehari-hari tidak selalu mudah menerapkan terapi cairan, terutama

pada pasca bedah dimana banyak aspek (medis bedah) yang secara tumpang tindih

mempengaruhi keseimbangan cairan pasien. Namun sebagian besar kesulitan-kesulitan

pengaturan cairan dapat diatasi dengan pengelolaan kasus demi kasus, observasi dan

evaluasi yang teliti.

Bahan Bacaan

1. Dripps R.D., Ekkenhoff J.E., Vandam L.D.,

Introduction to Anesthesia

7th edition. W.B. Sauders Company. Philadelphia-London-Toronto, 1988

Halaman : 259 – 282

2. G. Edward Morgan Jr., Maged S. Mikhail

Clinical Anesthesiology

2nd edition a Lange Medical Book, 1996

Halaman : 517 – 574

103

Page 104: Kuliah Anestesi

Terapi Cairan Prabedah Pada Bedah Darurat Gastrointestinal

Pendahuluan

Pada umumnya kegawatan bedah darurat gastrointestinal disebabkan oleh karena :

Perdarahan

Infeksi atau keradangan

Gangguan pasase isi usus atau ileus

Pada ketiga keadaan tersebut sering terjadi gangguan sistem sirkulasi yang berupa

hipovolemia baik karena kehilangan darah, cairan maupun elektrolit. Tidak jarang

kehilangannya sedemikian banyak sebelumnya sehingga pasien pada waktu datang

berada dalam keadaan syok yang dapat mengancam jiwa. Pemberian cairan adalah

merupakan salah satu terapi yang terpenting dan ditujukan untuk mengembalikan

keseimbangan cairan tubuh kembali normal.

Bila pasien kemudian memerlukan operasi maka rehidrasi mutlak diperlukan, karena

tindakan anestesia dapat menyebabkan depresi miokard dan vasodilatasi. Rehidrasi akan

menyebabkan toleransi pasien menjadi lebih baik terhadap stress anestesi dan

pembedahan.

Stone menyatakan, bahwa Surgical Mortality Rate dari ileus obstruktif sebelum tahun

1930 adalah sekitar 30% sedangkan pada waktu ini antara 5 – 10%. Penurunan ini

terutama disebabkan karena telah disadarinya pentingnya rehidrasi prabedah disamping

karena kemajuan dalam bidang anestesi, tehnik pembedahan dan penggunaan antibiotika.

104

Page 105: Kuliah Anestesi

Bila pasien memerlukan operasi, rehidrasi harus diberikan secepatnya, namun aman.

Rehidrasi dengan dengan cara sembarangan akan menyebabkan waktu rehidrasi lebih

lama atau dapat menyebabkan terjadinya fluid overloading yang berbahaya.

Disini akan dibahas masalah rehidrasi pada kehilangan cairan yang bukan disebabkan

karena perdarahan. Pemberian cairan pengganti perdarahan dibahas tersendiri.

Patofisiologi

Tiap hari saluran pencernaan makanan mensekresi sekitar 8000 ml cairan kedalam

lumennya, namun dari sejumlah itu hanya 200 – 400 ml akan dikeluarkan berupa faeces,

sedangkan lainnya diserap kembali oleh usus.

Pada ileus baik obstruktif (pembuntuan maknis) maupun paralitik (pembuntuan

fungsionil) terjadi gangguan pasase dari isi usus. Meskipun keduanya mempunyai

penyebab yang berbeda, tetapi akibat yang ditimbulkan hampir sama. Cairan ekstraseluler

yang disekresikan tersebut tidak dapat diresorbsi, sehingga secara fungsional dianggap

hilang dari tubuh karena tidak ikut lagi berperan pada pengaturan keseimbangan cairan

tubuh. Kehilangan cairan ini sering disebut sebagai “third space” fluid loss. Kehilangan

cairan ini hanya bisa diganti tubuh dengan cara mengambil dari cairan intraseluler.

Muntah-muntah yang kemudian dapat terjadi akan lebih memperburuk kadaan pasien,

sehingga akan terjadi dehidrasi yang hebat.

Gangguan pasase kemudian akan menyebabkan timbulnya penumpukan gas dalam usus,

yang berasal dari aerofagia dan produksi bakteri usus. Bersama-sama dengan

penumpukan cairan, maka akan terjadi kenaikkan tekanan intraluminal yang selanjutnya

bila lebih besar dari tekanan dalam venulae akan menyebabkan tekanan kapiler

meningkat. Kenaikkan tekanan ini akan menyebabkan cairan ekstraseluler keluar dinding

dan lumen usus. Dinding usus akan menebal dan edematous. Tekanana intraluminal

kemudian akan makin meninggi melebihi tekanan kapiler. Kapiler dan venulae akan

kolaps dan aliran darah arteriel terganggu yang akan menyebabkan penurunan oksigenasi

jaringan dan akhirnya kematian sel (nekrosis) yang selanjutnya akan mengakibatkan

terjadinya perforasi usus.gangguan pasase ini juga akan menyebabkan gangguan nutrisi

yang akan lebih memperburuk keadaan pasien.

105

Page 106: Kuliah Anestesi

Distensi abdomen sendiri akan menimbulkan gangguan volume dan ekspansi paru.

Ventilasi alveoler menurun sehingga terjadi gangguan oksigenasi darah dengan segala

akibatnya.

Keadaan umum yang buruk, lemah dan gangguan eskpansi paru akan menyebabkan

bahaya terjadinya aspirasi isi usus ke paru-paru bila pasien muntah. Pasien dapat

mengalami sufokasi yang fatal atau mengalami pneumonitis yang biasanya sulit diatasi.

Evaluasi defisit cairan

Derajat kehilangan cairan pada muntaber relatif lebih mudah dihitung dengan cara

mengukur berat badan pasien dan membandingkannya dengan berat badan sebelum sakit.

Pada “third space” loss penilaian ini lebih sulit karena cairan yang hilang masih berada

dalam tubuh. Untuk mengetahui berapa kira-kira defisit yang terjadi diperlukan anamnesa

dan pemeriksaan fisik yang teliti.

Pada anamnesa perlu diketahui berapa lama pasien telah sakit, berapa banyak ia muntah-

muntah, berapa banyak ia masih dapat makan dan minum, apakah pernah pingsan dan

lain-lainnya.

Pada tabel dibawah ini dapat dilihat tanda-tanda fisik defisit cairan ekstraseluler.

Tabel. Tanda-tanda defisit cairan ekstraseluler.

Ringan Sedang Berat

CNS

Mengantuk

Apatis

Respon lambat

Anorexia

Aktifitas turun

Refleks tendon turun

Anestesi akral distal

Stupor

Coma

Kardiovaskuler Takhikardia

Takhikardia

Hipotensi orthostatik

Nadi lemah

Vena kolaps

Sianosis

Hipotensi

Akral dingin

Nadi perifer tak teraba

Detak jantung jauh

Jaringan Mukosa lidah Lidah kecil, lunak, Atonia

106

Page 107: Kuliah Anestesi

mengering

Turgor ↓

keriput

Turgor ↓↓

Mata cowong

Turgor ↓↓↓

Urine Pekat Pekat, turun Oliguria

Defisit 3 – 5% 6 – 8% 9 – 10%

Pemeriksaan lain yang dapat membantu adalah adanya kenaikan berat jenis urine,

kenaikan hematokrit dan Blood Urea Nitrogen (BUN).

Pemeriksaan elektrolit darah tidak banyak membantu pada “third space” loss karena

cairan yang hilang komposisinya menyerupai cairan ekstraseluler. Pada obstruksi atas

(mis : pylorus) maka kehilangan Chlorida akan lebih banyak dari pada kehilangan

Natrium dan Kalium.

Pemeriksaan gas darah dapat dilakukan untuk membantu menentukan adanya gangguan

perfusi jaringan dan gangguan ventilasi.

Dengan dasar pemeriksaan diatas maka estimasi jumlah cairan yang hilang kemudian

dihitung berdasarkan prosentase berat badan.

Pemilihan Cairan

Karena yang hilang pada “third space” loss adalah cairan ekstraseluler maka untuk

koreksi defisit dipilih juga larutan infus yang komposisi bahan yang dikandungnya

menyerupai cairan ekstraseluler (ECF).

Pada tabel dibawah ini dapat dibandingkan beberapa macam larutan infus dengan bahan

yang dikandungnya yang pada saat ini bisa didapat di pasaran.

Tabel. Perbandingan antara komposisi ECF dengan beberapa macam cairan infus.

Larutan Na+ K+ Cl- pH Ca++ Mg++ Kalori/L

ECF 138 5 108 7,4 5 3 12

D5W 0 0 0 4,5 0 0 200

NaCl 0,9% 154 0 154 6,0 0 0 0

Ringer Laktat 130 4 109 6,5 3 0 0

Rl D5% 130 4 109 3 0 200

RL Maltose 130 4 109 3,5 – 6,5 3 0 200

107

Page 108: Kuliah Anestesi

Ringer Laktat mempunyai komposisi yang hampir menyerupai ECF, disamping itu

mengandung sodium laktat yang berguna untuk mengkoreksi asidosis. Ringer laktat

doxtrose selain hal tersebut diatas juga mengandung dextrose yang dapat memberikan

kalori.

Maltose dalam metabolismenya tidak memerlukan insulin dan merupakan sumber energi

yang pengaruhnya terhadap kadar gula darah lebih kecil. Dalam praktek cairan-cairan

tersebut diatas kecuali D5W dapat digunakan untuk mengkoreksi defisit ECF.

Rehidrasi Prabedah

Beberapa liter cairan dapat hilang pada 24 jam pertama gangguan pasase usus. Bila

proses telah berlangsung beberapa waktu biasanya secara fisiologis tubuh telah

mengadakan penyesuaian atas kehilangan cairan tersebut. Karena itu bila fungsi

hemodinamika telah diatasi, maka sisa defisit dapat dilanjutkan diberikan dengan lebih

pelan. Pengembalian yang terlalu cepat dapat menimbulkan behaya terjadinya fluid

overloading terutama pada pasien tua dan pasien dengan penyakit jantung. Pada pasien

yang memerlukan laparotomy eksploratif maka pemberian cairan diberikan secepatnya.

Rehidrasi cepat disini ditujukan terutama memperbaiki defisit sirkulasi, yaitu

mengembalikan volume plasma sampai sirkulasi menjadi stabil. Diharapka dalam waktu

sekitar 1 – 3 jam hal tersebut sudah dapat dilakukan. Tentu saja untuk itu dibutuhkan cara

dan pemantauan tertentu.

Tindakan yang pertama dilakukan bila menemui pasien dengan kegawatan

gastrointestinal adalah menentukan apakah terdapat gangguan pada fungsi pernafasannya,

bila ada segera atasi. Tentukan kemudian derajat dehidrasinya, dan segera dipasang infus

dengan kanula berdiameter besar. Bila pasien dalam keadaan syok kadang-kadang agak

susah mencari vena sehingga diperlukan pemasangan melalui vena jugularis eksterna atau

melalui vena seksi.

Pada dehidrasi sedang atau berat berikan bolus RL sebanyak 20 – 40 ml/kg BB dalam

waktu sekitar 1 jam.

108

Page 109: Kuliah Anestesi

Bila setelah pemberian tersebut belum terdapat perbaikan fungsi vital dapat diulangi lagi

dengan bolus 20 ml/kg BB.

Bila terdapat keragu-raguan dalam pemberian cairan atau belum terdapat perbaikan pada

fungsi vital (tensi meningkat, nadi menurun dan menguat, urine keluar, dan lainya-

lainnya), akan lebih baik bial pemberian cairan dilakukan dengan pedoman CVP

sehingga dapat lebih akurat dan aman.

Gambar

Bila fungsi sirkulasi membaik dapat dicoba dilakukan Tilt test, yaitu dengan mengukur

tensi pada posisi anti trendelenberg atau duduk. Penurunan Mean Arterial Pressure (MAP

= Diastolik + 1/3 (Sistolik – Diastolik) lebih dari 10 mmHg menunjukkan masih adanya

defisit sekitar 1000 ml.

Pada defisit cairan yang telah berlangsung lama kadang-kadang urine masih minimal

meskipun defisit plasma telah terkoreksi. Ini terjadi karena kuatnya pengaruh ADH dan

Aldosteron. Untuk mengatasinya dapat dicoba diberika Furosemide 1 mg/kg BB atau

dapat diberikan Manitol 0,5 – 1 mg/kg BB. Bila CVP dan diuretika telah diberikan

sampai optimum urine belum keluar juga, sangat mungkin pasien telah mengalami

kegagalan ginjal akut.

Bila fungsi sirkulasi telah membaik dan cukup stabil, maka pasien telah cukup siap untuk

dilakukan operasi maupun transportable untuk dirujuk dengan aman ke rumah sakit lain

yang dapat melakukan operasi. Bila ternyata kemudian operasi tidak diperlukan, maka

sisa defisit diberikan ½ nya dalam waktu 8 jam berikutnya dan sisanya diberikan dalam

16 jam berikutnya. Pemberian ini masih perlu ditambah dengan kebutuhan cairan normal

per hari sebanyak 50 ml/kg BB/24 jam (dewasa) ditambah perkiraan cairan yang masih

akan hilang dalam 24 jam mendatang. Jumlah keduanya itu diberikan dengan cara

membagi rata.

Contoh :

Pasien dengan ileus obstruktif, BB = 50 kg. Diperkirakan mengalami defisit cairan sekitar

10% BB.

Perhitungan :

a. Defisit cairan = 10% x 50 = 5000 ml

b. Kebutuhan cairan = 50 x 50 ml = 2500

109

Page 110: Kuliah Anestesi

c. Andaikan perkiraan cairan yang masih akan hilang = 1000 ml/hari

Jumlah b & c = 2500 ml + 1000 ml = 3500 ml/24 jam = 150 ml/jam

Cara pemberian :

Tahap I : RL = 20 – 40 ml/kg BB/jam = 1000 – 2000 ml dalam 1 – 2 jam

Tahap II : RL ½ x (5000 – 1000) = 2000 dalam 8 jam = 250 ml/jam

o Cairan maintenance = 150 ml/jam

o Jumlah = 400 ml/jam selama 8 jam

Tahap III = RL = ½ (5000 – 1000) = 2000 dalam 16 jam = 100 ml/jam

o Cairan maintenance = 150 ml/jam

o Jumlah = 250/jam selama 16 jam

Bila telah terdapat perbaikan fungsi vital, maka selesai tahap I atau pada awal tahap II

pasien sudah cukup baik untuk dioperasi.

Penutup

Rehidrasi adalah merupakan salah satu tindakan yang terpenting dalam penanganan

kasus-kasus kegawatan bedah gastrointestinal. Pemberian cairan dengan cara yang

sembarangan dapat memperlambat persiapan operasinya, yang selanjutnya tentu dapat

merugikan pasien.

Dengan bekal pengetahuan patofisiologinya, anamnesa dan pemeriksaan fisik yang teliti

untuk menentukan derajat dehidrasinya, cara pemberian dan pemilihan cairan yang

sesuai, maka diharapkan pasien dapat dibawa ke kondisi yang seoptimum mungkin untuk

menghadapi stress anestesi dan pembedahan yang akan dihadapinya.

110

Page 111: Kuliah Anestesi

Transfusi Darah

Pendahuluan

Transfusi sebenarnya bukan satu-satunya cara untuk mengatasi keadaan anemia pada

seorang pasien yang kehilangan darah, baik itu kehilangan akut ataupun khronis.

Kehilangan khronis dapat mudah diatasi dengan terapi Fe (besi) dan perbaikan nutrisi,

kecuali beberapa pasien kelainan sistim hemopoetik. Kehilangan darah akut dapat diganti

volumenya dengan cairan pengganti (larutan elektrolit atau plasma expander). Pada

hakekatnya “blood is R-E-D selain merah, R-E-D berarti Rare-Expensive-Dengerous.

(langka, mahal, berbahaya)

Resiko transfusi

Resiko transfusi yang banyak dikenal adalah reaksi transfusi. Jenis yang sering terjadi

adalah reaksi transfusi panas, yang disebut leukosit donor/leukoaglutinin resipien atau

bahan pirogen. Reaksi ini tak berbahaya dan berhenti dengan penghentian transfusi atau

pemberian antipiretika. Kebiasaan memberikan “premedikasi” dengan antipiretika +

antihistamin pra-transfusi tidak dapat dibenarkan. Prevalensi reaksi ini hanya sekitar 1%,

prevensi yang diberikan adalah pemborosan dan menambah resiko alergi obat atas diri

99% pasien yang semestinya tidak akan mengalami reaksi. Obat-obat tersebut dapat

membenikan masking-effect pada tanda-tanda awal reaksi transfusi jenis berbahaya.

111

Page 112: Kuliah Anestesi

Reaksi transfusi alergi adalah akibat kontak dengan protein asing dan terbentuknya

immune-complex, aktifasi komplemen yang dilkuti degranulasi sel - sel mast dan basofil

yang melepaskan histamin. Reaksi yang ringan berupa pruritus dan urticaria. Reaksi yang

berat berupa bronchospasme, sesak nafas atau bahkan reaksi anafilaktik yang fatal.

Reaksi transfusi hemolitik adalah hemolisis akut intravaskuler karena inkompatibilitas

golongan darab ABO. Jika hemolisis tidak berat dan jumlah darah yang mismatch masih

sedikit (<250 ml), pasien masih dapat diselamatkan jika ditangani dengan baik.

Reaksi transfusi bakteremial septik terjadi karena darah donor tercemar bakteria dan jenis

yang mampu berkembang biak pada suhu 4C0 : E. coli, Proteus spp, P. aeruginosa, A.

aerogenes, K. pneumoniae. Darah yang tercemar plasmanya keruh, berwarna abu-abu

atau coklat hitam. Angka kematian pada reaksi ini sangat tinggi karena endotoksin

kuman-kuman ini menyebabkan shock.

Resiko transfusi yang lain adalah transmisi penyakit. Dari survey di Surabaya didapatkan

prevalensi hepatitis B pada lebih kurang dua persen dari donor, sedang di Jakarta

dilaporkan 5%. Sebanyak 5-10% pasien hepatitis B menjadi carrier yang menular.

Screening hepatitis B tidak tersedia disetiap kota dimana darah ditransfusikan. Timbulnya

gejala antara 2 minggu sampai 6 bulan setelah transfusi. 50-75% pasien Hepatitis NANB

ini menjadi khronis dan 10-20% dan yang khronis ini akan menjadi cirrhosis. Screening

test yang terbaru sekalipun masih belum memiliki sensitivitas 100%. Prevalensi Hepatitis

non A - non B adalah 2-3 x lebih besar daripada Hepatitis B dan test untuk NANB belum

ada yang dapat diandalkan dengan harga terjangkau.

Masalah AIDS, yang dapat ditularkan dari donor asimptomatik (tanpa gejala). Masa

inkubasi bertahun-tahun, tanpa gejala, sampai pada saat timbulnya “AIDS Related

Complex” lalu “Full Blown AIDS”. Jarak antara transfusi sampai diagnosis AIDS (+)

pada orang dewasa rata-rata 30 bulan dan pada anak 13,5 bulan. Pencegahan diupayakan

dengan seleksi menyingkirkan calon donor yang ber-resiko tinggi (homosex dan pecandu

narkotik) dan melakukan test Elisa untuk menyingkirkan mereka yang seropositif. Test

ini masih mahal.

Langkah-langkah rasionalisasi

112

Page 113: Kuliah Anestesi

Untuk melakukan transfusi yang aman dilakukan dengan indikasi transfusi, batas awal

dan akhir yang tepat, penggunaan komponen yang tepat, penggunaan cairan pengganti

(teknik hemodilusi) dan transfusi darah sendiri (autologous)

Indikasi Transfusi, Batas Awal Dan Akhir Yang Tepat

Pada perdarahan akut, pasien kehilangan volume darah dan eritrosit yang berisi

Hemoglobulin. Penggantian volume yang hilang harus didahulukan karena defisit 30%

sudah menyebabkan shock berat dan kematian. Toleransi kehilangan Hb lebih besar.

Kadar Hb yang tinggal 50% masih dapat diatasi tubuh dengan mekanisme kompensasi,

karena itu tidak semua kehilangan darah harus diganti ditransfusi.

Bagi pasien tanpa penyakit jantung, Hb 8-10 gm/dl masih cukup memberikan oksigen

jaringan dengan baik, asal volume sirkulasi dipertahankan normal. Terapi cairan yang

bertujuan mengembalikan volume sirkulasi menjadi normal, dengan kadar Hb dalam

batas 6-8 gm/dl, dengan demikian transfusi dapat ditunda. Apabila diperlukan transfusi,

maka kadar Hb akan dikembalikan menjadi 10 gm/dl dan tidak perlu sampai Hb jadi

“normal” 15 gm/dl, karena dengan Hb 10 gm/dl oksigenasi jaringan sudah cukup.

Transfusi 250-500 ml (1-2 kantong) pada pasien dewasa, tidak diperlukan pemberian

transfusi, tetapi dengan diberikan Ringer Laktat atau NaCl 500-1000 ml saja. Pemberian

satu kantong darah menaikkan Hb 0,25 gm/dl, peningkatan sebesar ini dapat dicapai

dengan pemberian gizi yang baik dan terapi Fe++. Manfaat kenaikan Hb 0,25 gm/dl tidak

layak dibandingkan dengan resiko penyakit yang mungkin ditularkan.

Penggunaan Komponen Yang Tepat Dan Dosis Yang Tepat

Palang Merah Indonesia menyediakan darah utuh, darah yang diendapkan, trombosit dan

plasma.

Darah utuh (Whole blood = WB), memiliki faktor koagulasi labil (Labile Factor) dan

trombosit jika belum lewat 6 jam. Lewat batas 6 jam itu, hanya Hb dan faktor pembekuan

stabil lainnya yang masih cukup banyak.

Darah diendapkan/dipadatkan (Packed Red Cell = PRC), digunakan untuk anemia yang

tidak disertai hipovolumia. Misalnya anemia khronis, atau anemia karena perdarahan akut

yang sudah mendapat penggantian volume sirkulasi. Dan 250 cc darah utuh diperoleh 125

113

Page 114: Kuliah Anestesi

cc PRC maka dari 250cc PRC didapat peningkatan Hb 2x lebih banyak dan resiko

circulatory overload dapat dikurangi.

Trombosit dalam penyediaan transfusi ada 2 macam ialah plasma kaya trombosit (Platelet

Rich Plasma) atau konsentrat trombosit (Thrombocyte Concentrate = TC). Satu unit PRP

(50 cc) berasal dan 250 cc darah utuh, teoritis akan meningkatkan jumlah trombosit

5000/mm3. Pemberian trombosit dilakukan pada trombositopenia (kadar 50.000 -

80.000/mm3) misalnya pada demam hemoragik dan hemodilusi (penggantian perdarahan

dengan cairan).Trombosit diberikan cukup sampai perdarahan berhenti atau masa

perdarahan (bleeding time) mendekati 2x nilai normal.

Plasma, diberikan untuk mengatasi hipovolemia akibat kehilangan plasma seperti pada

demam hemoragik Dengue dan luka bakar yang luas. Untuk DHF diberikan 10-20 cc/kg

sampai shock teratasi, berupa plasma segar, plasma segar atau plasma biasa. Plasma segar

beku (Fresh Frozen Plasma = FFP) dan plasma segar (Fresh Plasma kurang dan 24 jam)

dapat digunakan mengatasi defisiensi faktor pembekuan. Diberikan 10 cc/kg satu jam

pertama, dilanjutkan 1 cc/kg BB perjam sampai hasil PPT dan APTT mencapai nilai

kurang atau sama dengan 1,5 x nilai kontrol yang normal. Plasma tidak dapat digunakan

untuk menaikkan kadar albumin pasien hipo-albuminemia.

Penggunaan Cairan Pengganti (Teknik Hemodilusi)

Volume darah normal adalah 67-70 cc/kgBB. Kehilangan sampai 25% volume darah

masih dapat diganti cairan RL, NaCI 0,9% atau kombinasi dengan cairan koloid seperti

Dextran, Expafusin. Jika kehilangan mencapai 30-50%, maka selain RL/NaCI 0,9% harus

ditambahkan Darah Endap (PRC) terutama jika kadar Hb mencapai kurang 6-8 gm/dl

atau hematokrit 20-25%. Teknik hemodilusi ini tidak sesuai bagi pasien trauma kepala

dan trauma thorax karena bahaya edema otak atau edema paru.

Transfusi Autologous

Cara ini menggunakan darah pasien sendiri untuk mengganti perdarahan pada

pembedahan yang terencana (elektif). Cara yang dipakai adalah dengan menabung darah

sendiri atau retransfusi darah yang keluar

Menabung darah sebelum pembedahan

114

Page 115: Kuliah Anestesi

Dalam waktu 2-7 hari sebelum pembedahan, 250-500 ml darah dapat diambil dari pasien

itu sendiri 8 ml/kg yang setara dengan 10-15% volume darahnya. Darah ini disimpan

untuk kemudian ditransfusikan kembali setelah pembedahan selesai. Jika perlu persiapan

darah lebih banyak maka prosedur dimulai dua minggu prabedah dengan mengambil 450

ml. Pasien diberi makanan bergizi, Fe++ dan vitamin yang cukup. Hari ketujuh prabedah,

diambil lagi 900 ml dan pada saat itu darah pengambilan ke I ditransfusikan kembali.

Pasien jadi hanya “kehilangan” volume 450 ml saja, tetapi kita mempunyai 900 ml diluar

tubuh pasien tersebut. Darah pengambilan ke II disimpan untuk pembedahan dan

diretransfusikan setelah pembedahan selesai. Transfusi autologous ini dapat dilakukan

jika kondisi umum pasien baik, Hb kurang dari 10 gm/dl dan tidak ada penyakit Diabetes

lanjut, penyakit jantung koroner dan penyakit cerebrovaskuler.

Retransfusi darah yang keluar (autotransfusion)

Darah yang keluar selama pembedahan ditampung atau dihisap hati-hati, disaring dari

bahan diluar darah kemudian ditransfusikan kembali. Cara ini kurang dianjurkan.

Rangkuman

Dengan menghemat transfusi, dapat dicegah hospital acquired infection, utamanya

Hepatitis dan AIDS. Pemberian transfusi seharusnya diperhitungkan dengan matang,

sehingga berusaha menghindari transfusi yang kurang perlu.

Bahan Bacaan

1. Dripps R.D., EkkenhoffJ.E., Vandam L.D.,

Introduction to Anestesia.

7th edition. WE. Saunders Company. Philadelphia-London Toronto, 1988

Halaman: 282 - 292

2. G. Edward Morgan,Jr., MagedS. Mikhail

Clinical Anesthesiology

Second edition a Lange Medical Book. 1996

Halaman: 543 – 558

115

Page 116: Kuliah Anestesi

DASAR - DASAR PENGELOLAAN PENDERITA GAWAT

DARURAT

Pendahuluan

Penderita gawat darurat ialah penderita yang oleh karena suatu penyebab

(penyakit, trauma, kecelakaan, tindakan anestesi) yang bila tidak segera ditolong

akan mengalami cacat, kehilangan organ tubuh atau meninggal.

Dalam menghadapi penderita gawat darurat maka factor waktu memegang

peranan yang sangat penting (time saving is life saving). Tindakan pada menit

pertama dalam menangani kegawatan medik tersebut, dapat berarti besar dan

sangat menentukan hidup atau mati penderita, karena itu harus dilakukan

dengan cara yang tepat, cepat dan cermat.

Untuk ini diperlukan adanya :

1. Tenaga medis/para medis yang terlatih, baik pengetahuan maupun

ketrampilan.

2. Sistim dan cara pengelolaan penderita gawat darurat yang sederhana tapi

berdaya guna dan berhasil guna.

3. Fasilitas, alat, obat yang lengkap

Pertolongan pada penderita gawat darurat dapat dilakukan:

116

Page 117: Kuliah Anestesi

1. Ditempat kejadian

2. Selama dalam pengangkutan /transportasi

3. Di unit gawat darurat / rumah sakit

Dalam memberikan pertolongan pada penderita harus diingat hal-hal sebagai

berikut :

1. Bagaimana mempertahankan jiwa penderita. Atasi dulu yang paling

mengancam jiwa.

2. Bagaimana mengurangi penyulit yang mungkin timbul.

3. Bagaimana meringankan penderitaan korban

4. Melindungi diri terhadap kemungkinan penularan penyakit menular dari

penderita (Hepatitis, HIV / AIDS dll)

Dasar - Dasar Penanganan

Sebagai patokan yang mudah diingat dalam urutan prioritas penanganan

penderita gawat darurat adalah urutan 6B. Urutan prioritas ini dibuat atas

pertimbangan hal-hal mana yang lebih cepat menyebabkan kematian.

B1 = Breath = Masalah pernafasan dapat menyebabkan

kematian dalam 3 menit.

B2 = Bleed = Masalah hemodinamik juga dapat

menyebabkan kematian dalam

beberapa menit.

B3 = Brain = Masalah kesadaran dan susunan syaraf.

B4 = Bladder = Masalah urogenital

B5 = Bowel = Masalah tractus digestivus

B6 = Bone = Masalah tulang dan kerangka.

117

Page 118: Kuliah Anestesi

B1 = Breath = Masalah pernafasan

Coba periksa apakah :

a. Jalan nafas bebas ? disebut bebas bila penderita dapat bernafas atau diberi

nafas dengan mudah. Suara nafas bersih dan tidak ada suara nafas

tambahan. Bila tidak demikian,

1. Bantuan manual dengan triple airway manouvre yaitu :

Hiperekstensi kepala, angkat tengkuk, ganjal bahu

Jaw thrust, dorong rahang bawah kedepan

Buka mulut

2. Bantuan jalan nafas buatan yaitu :

Jalan nafas oro / nasopharynx

Jalan nafas oro / naso tracheal

Cricothyrotomy / tracheostomy

b. Penderita bernafas ?

1. Bila penderita tidak bernafas, segera beri nafas dengan :

Nafas buatan tanpa alat - mulut ke mulut / hidung

Nafas buatan dengan alat :

i. Ambu bag, Jackson Reese

ii. Respirator

2. Bila penderita bernafas, tapi mungkin tidak memadai

Terapi oxygen melalui :

Jenis Alat Konsentrasi Oxygen yang dicapai

Nasal pronge 3 l/min 30%

118

Page 119: Kuliah Anestesi

Nasal catheter 3 l/min 30 – 40%

Masker 6 – 8 l/min 60%

Masker + reservoir 2 X MV 100%

Bronchial toilette

Dicoba dahulu batuk sendiri. Tetapi bila tidak mampu mengeluarkan secret,

lakukan penghisapan intra tracheal / bronchial

Chest physiotherapy, latih cara menarik nafas dalam dan batuk.

Clapping dan vibration

Postural drainage

Mist terapy (humidifier / nebulizer)

Nafas buatan jangka panjang melalui endotracheal tube atau tracheostomy,

diberikan bila point I s/d III tersebut gagal memberikan 02 dan C02 arterial yang

memadai.

Kriteria gangguan nafas

Kriteria gangguan nafas Jenis tindakan

Parameter I, II, III IV

1. Tanpa alat frekuensi nafas/menit 25 – 35 > 35

2. Spirometer – vital capacity 30 – 15 ml/kg < 15 ml/kg

3. Blood gas :

PO2 mmHg

PCO2 mmHg

200 – 70

45 – 60

70

60

119

Page 120: Kuliah Anestesi

Aa – DO2 mmHg 200 – 350 350

Untuk terapi nafas jangka panjang diperlukan hal-hal sebagai berikut :

1. Berikan minute volume minimal yang dengan kadar oxygen 40 - 50 %

masih memberikan pO2 100- 150.

2. Bila belum berhasil, tambhkan PEEP bertahap @ 1/2 cm H20 sampai 15

cm H20 selama hemodinamik tidak terganggu.

3. Atur dead space agar pCO2 30 - 35.

4. Berikan nafas panjang berkala

5. Berikan cukup kelembaban dalam udara nafas (100% lembab nisbi pada

37oC).

6. Suction intra tracheal secara steril.

Untuk memudahkan hal ini tracheostomy lebih baik dari pada

nasotracheal tube.

7. Bila penderita sudah berhasil distabilisir, secarabertahap PEEP dikurangi

dan 2 x sehari dicoba nafas spontan dengan CPAP

B2 = Bleed = Masalah Hemodinamik

Coba periksa apakah penderita syok ?

Untuk itu periksalah perfusi perifer, tekanan darah, nadi (rate dan pengisiannya).

Perfusi disebut baik bila jari-jari dan telapak tangan hangat, kering dan merah.

Tekanan darah memang membantu diagnosis, tetapi bukan satu - satunya cara

diagnosis. Per definisi, syok adalah : gangguan perfusi organ vital atau

gangguan oksigenasi jaringan vital.

Penting dicatat bahwa penggunaan cairan sebagai terapi pengganti pada

perdarahan adalah untuk sementara saja. Setelah darah tersedia, berikan

transfusi, naikkan Hb sampai 7,5 gr%.

120

Page 121: Kuliah Anestesi

Setelah hemodinamika stabil, kadang - kadang perlu diberikan diuretika untuk

membuang kembali excess cairan tadi, lebih - lebih pada kasus – kasus trauma

thorax dan hypo albuminemia dimana kecenderungan untuk edema paru - paru

sangat besar.

Jenis syok Tanda khas Terapi

Hipovolemik

(kehilangan volume)CVP rendah

Cairan 2 – 4 X

kehilangan volume, bila

Hb < 7,5 gr% transfusi

Kardiogenik

(pump failure)

CVP tinggi mungkin ada

aritmia

Diuretik

Digitalis

Beta mimetik

Obat-obat aritmia

Peripheral pooling CVP rendah

Vasodilatasi hebat

Vasokonstriktor

Septik

Hyperdynamic &

Hipodinamic stage

Febris

Suportif

Antibiotika

Hilangkan fokus infeksi

B3 = Brain = Masalah (kesadaran/neurologik)

Perlu diketahui tingkat kesadaran penderita dan gejala neurologis yang ada.

a. Bagaimana kesadaran penderita ?

121

Page 122: Kuliah Anestesi

Tingkat kesadaran penderita dapat dievaluasi dengan cara yang biasa

dipakai (sadar, somnolent, stupoor, coma) atau lebih baik bila menggunakan

Glasgow Coma Scale.

a. Lebih praktis

b. Lebih dapat dipercaya

c. Dapat dilakukan oleh dokter maupun paramedis

d. Bisa / mudah dimonitor dari waktu ke waktu

e. Dapat untuk meramalkan prognose /out come

Tabel Glasgow Coma Scale (GCS)

Eye-opening (E)

     Spontaneous, already open and blinking 4

     To speech 3

   To pain 2

     None 1

  Verbal response (V)

     Oriented 5

     Answers but confused 4

     Inappropriate but recognizable words 3

    Incomprehensible sounds 2

    None 1

  Best motor response (M)

     Obeys verbal commands 6

    Localizes painful stimulus 5

    Withdraws from painful stimulus 4

    Decorticate posturing (upper extremity flexion) 3

    Decerebrate posturing (upper extremity extension) 2

No movement 1

122

Page 123: Kuliah Anestesi

Nilai tertinggi : E + M + V = 15 (responsiveness)

Nilai terendah: E + M + V = 3 (coma)

Penderita dikatakan coma bila mata tak pernah terbuka, tidak bisa diperintah dan

tak pernah terucap kata suara dari mulutnya.

Ada 5 kemungkinan hasil akhir (out come) yang diperoleh setelah melakukan

pertolongan yang maksimal pada coma atau trauma kapitis yang berat (6).

1. Good recovery

Bila penderita dapat hidup mandiri tanpa tergantung orang lain dan

tanpa ada (atau bila ada minimal) kelainan neurologis.

2. Moderate disability

Bila penderita dapat hidup mandiri tapi ada kelainan neurologis dan

intelektual.

3. Severe disability

Kesadaran penderita baik, tapi untuk melakukan kegiatan sehari-hari

masih memerlukan bantuan orang lain

4. Vegetative state

5. Dead

Hubungan antara Glasgow Scale pada 24 jam I dan prognosa/outcome dapat

disebut pada tabet berikut (5).

GCS Jumlah kasus Dead/vegetativeModerate disability/Good

recovery

>11 57 7% 87%

8-10 190 27% 68%

5 – 7 525 53% 34%

123

Page 124: Kuliah Anestesi

3 – 4 176 87% 7%

b. Apakah ada tanda-tanda neurologis yang lain ?

Mata

Pupil Penting menentukan lebar pupil, simetris atau tidak, dan reaksi

terhadap cahaya. Pupil yang semula simetris kemudian menjadi asimetris

curiga akan adanya lesi yang unilateral.

Gerak : Apakah ada gerak spontan, gerak oculo cephalic, gerak oculo ves

tibular, doll’s eye phenomen.

Papil : Papil oedema ?

Anggota gerak :

Adanya hemiplegia atau paraplegia dapat untuk memperkirakan dimana letak

lesi.

Sistim autonom :

Nadi, tensi, pernafasan dan suhu.

Bila diperlukan dan ada fasilitas dapat dilakukan pemeriksaan C.T. scan,

arteriografi, EEG dan lain - lain

c. Penyebab gangguan kesadaran

Gangguan nafas

Harus diingat bahwa salah satu penyebab gangguan kesadaran yang

cukup sering adalah kegagalan nafas mendadak.

124

Page 125: Kuliah Anestesi

Hipoksemia : Sel otak sangat peka akan kekurangan oksigen. Bila dalam

waktu 3 - 5 menit tidak mendapat oksigen maka akan terjadi kerusakan

yang irreversible.

Hiperkarbia : Kenaikan tekanan C02 arteri, akan menyebabkan

vasodilatasi pembuluh darah otak. Menyebabkan kenaikan tekanan

intracaranial, yang merupakan ancaman akan terjadinya herniasi otak.

Gangguan sirkulasi

o Syok / cardiac arrest :

Aliran darah ke otak berkurang, maka akan terjadi hipoksemia dan

kerusakan sel otak.

o C.V.A :

Perdarahan

Thrombosis

Trauma

Menyebabkan perdaraan, edema sampai lacerasi otak. Bila ada tanda-

tanda kenaikan tekanan intra kranial (muntah - muntah, tensi naik, nadi

turun, kesadaran menurun, ada edema papil), segera lakukan :

o Cortico steroid dosis tinggi

o Diuretika furosemid

o Manitol hanya diberikan bila yakin bahwa tidak perdarahan

intracranial

o Posisi tidur slight head up

o Nafas buatan dengan hiperventilasi sampai tekanan C02 arteri

sekitar 30 mm Hg.

Metabolik

125

Page 126: Kuliah Anestesi

o Gangguan faal ginjal (koma uremikum)

o Gangguan faal hepar (koma hepatikum)

o Gangguan endokrin (koma diabetikum)

Dalam hal ini perlu bantuan pemeriksaan laboratorium yang lebih teliti.

lnfeksi : encephalitis,meningitis dan lain-lain.

Obat - obatan : obat anestesi, traquilizer, sedativum

Tumor : menyebabkan kenaikan intra kranial dan herniasi otak.

B4 = Bladder = masalah urologi

Disini yang dinilai adalah fungsi ginjal terhadap ancaman terjadinya kegagalan

ginjal mendadak (acute renal failure).

Samuel Pawers (7) menyatakan bahwa :

“Persistent oliguria below 25 ml per hour for more than two hours, contitutes a

true medical emergency reguiring the most urgent and aggressive corrective

therapy.”

Karena itu untuk bisa menilai fungsi ginjal perlu diperiksa Urine

Volume

Normal : I - 2 mI/kg BB

Anuria : 20 ml/24jam

Oliguria :25 ml/jam atau 400 ml/24 jam

Poliuria : 2500 ml/24 jam

Kwalitas

Berat jenis

Sedimen dan lain-lain

Pemeriksaan serum creatinin, BUN dan bila mungkin clearance creatinin,

perbandingan urin creatinin/serum creatinin dan UUN / BUN

126

Page 127: Kuliah Anestesi

Urine :

Secara kasar dapat untuk rnenggambarkan keadaan :

Fungsi ginjal dan salurannya

Hemodinamik penderita (hipotensi produksi urine berkurang)

Hidrasi penderita (hipovolemia produksi urine berkurang dan pekat).

Hormonal : Diabetes melitus, produksi urine meningkat. Diabetes

insipidus, poliguria, berat jenis rendah

Bilaterjadi oliguria/anuria :

Ingat bahaya akan terjadinya acute renal failure yang mempunyai angka

mortalitas yang tinggi.

Perlu tindakan yang cepat, tepat dan adekuat.

Penyebab:

o Prerenal

Hipovolemia

Hipotensi/syok

o Renal

Prerenal yang tak segera diatasi

Reaksitransfusi

Myoglobinuria karena crush syndrome

Radang

o Post renal

Batu, debris

Urutan Tindakan

Bila memang jelas ada tanda hipovolemia, berilah cairan ringer lactate atau

normal saline sampai tanda hipovolemia hilang.

127

Page 128: Kuliah Anestesi

Jika urine belum bertambah, berilah furosemid test.

Bila keadaan meragukan, pasang CVP catheter, maka akan didapat 3

kemungkinan

o CVP rendah : beri cairan sampai CVP normal (8 - 14cm). Bila urine

belum bertambah lakukan furosemid tes.

o CVP normal : langsung furosemid test

o CVP tinggi : Iangsung furosemid test

Furosemid test : diberikan I ampul furosemid intra vena, ditunggu 20-30

menit bila urine belum bertambah, dosis ditingkatkan dua kali sampai total

dosis 1 gram.

Bila tetap tidak ada response, penderita diterapi sebagai acute renal

failure dengan cara :

Pengaturan pemberian cairan yang ketat dengan monitoring CVP.

Jumlah cairan yang masuk harus sama dengan yang keluar (kira -

kira 400 cc ditambah cairan yang keluar).

Diberikan kelori yang cukup tinggi lewat infus (Dextrose 20 - 50 %)

dan diberikan regular insulin 1 unit/5 gr glucose, selain untuk

metabolisme glucose juga untuk mendorong kalium masuk ke

dalam sel.

Stop/kurangi pemberian kalium pasang maagslang untuk drainge

K+ dan H+ dari lambung sehingga mengurangi terjadinya

hiperkaliemia dan acidosis.

Bila ada asidosis berikan nabic.

Cegah terjadinya infeksi dan pemberian obat yang nefrotoksik.

Kalau perlu dialisis

128

Page 129: Kuliah Anestesi

Harus dibedakan oliguria/anuria dengan retensio urine, dimana produksi

urine normal, hanya oleh karena sesuatu sebab tidak bisa dikeluarkan

lewat urethra.

B5 = Bowel = Masalah tractus digestivus

Yang perlu diperhatikan adalah

Perut yang kembung atau distensi (menyangkut mastah B 1)

Keadaan ini akan menyebabkan diaphragma terdorong keatas, sehingga

pergerakan terganggu, dengan demikian pengembangan paru - paru terbatas

maka memudahkan terjadinya hipoventilasi dengan segala akibatnya.

Penyebab dapat berupa :

Ascites : perlu dilakukan punksi

Perdarahan intra abdominal : segera laparatomy

Ileus paralitik :

o Pasang pipa lambung

o Pasang pipa rektum

o Pasang infus

o Dipertimbangkan obat - obatseperti prostigmin, alinamin dan lain –

lain

Ileus obstruktip

o Dipersiapkan untuk laparatomy

o Pasang pipa lambung

o Pasang infus lakukan rehidrasi dengan monitoring tensi, nadi, CVP

(biIa dipasang) dan produksi urine

129

Page 130: Kuliah Anestesi

Muntah dan diarrhe (menyangkut masalah B2) akan menyebabkan tubuh

kehilangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi keadaan dehidrasi akut dengan

gejala klinis.

Gejala klinis akibat berkurangnya cairan interstisiel

Turgor kulit menurun

Mata cowong

Mukosa kering

Ubun – ubun cekung

Gejala akibat berkurang plasma

Takhikardia

Hipotensi sampai syok

Oliguria

Untuk rehidrasi ada bermacam - macam cara :

Memberikan cairan dengan pedoman pada CVP

Berdasarkan beratjenis plasma

Cara konvensional / sederhana

Contoh

Berat badan 50 kg - dehydrasi berat (10%).

Diberikan cairan (RL/NaCl 0,9) 20 mI/kg BB (1000 ml) Segera. Bila belum

mengatasi syoknya, diberikan ulang sejumlah yang sama. Untuk mengoreksi

defisitnya : 10/100 x 50 L = 5000 ml. Diberikan bertahap, 8 jam I 2500 cc dan 16

jam berikutnya 2500 ml. Selain itu jika penderita belum bisa intake oral, juga

diberikan cairan maintenance sebanyak 40 - 50 cc/kg/24 jam.

Nutrisi

BiIa oleh karena satu dan lain sebab penderita tidak bisa intake per oral maka

dipertimbangkan untuk memberikan nutrisi parenteral untuk mencegah

130

Page 131: Kuliah Anestesi

katabolisme yang berlebihan dan protein tubuh yang dapat menurunkan daya

tahan tubuh.

Hepar

Diperiksa apakah ada hepatomegali, cirrrhosis hepatis dan gangguan faal hepar.

Limpa

Apakah ada splenomegali, perlu dicari penyebabnya. Limpa mudah rupture oleh

karena trauma.

B6 = Bone = Masalah tulang dan kerangka

Pada umunya penyakit tulang atau patah tulang tidak menyebabkan kematian

secara langsung kecuali :

Patah tulang leher

Terutama diatas cervical kedua yang dapat menyebabkan tetraplegi dan

kelumpuhan otot diaphragma sehingga penderita meninggal karena gangguan

nafas (B1). Saat ini dengan makin meningkatnya jumlah kendaraan dan

kemacetan lalulintas maka kemungkinan terjadinya. patah tulang leher makin

besar.

Patang tulang terbuka dengan perdarahan penderita meninggal karena syok

hipovolemia (B2).

Dalam keadaan demikian perlu dipasang tourniquet, atau sumber perdarahan

dijepit/klem dan dilakukan penggantian darah yang hilang dengan cairan (Ringer

lactate), plasma eskpander ataupun darah. Perlu diberikan antibiotika untuk

mencegah infeksi yang mungkin terjadi

Patah tulang panjang

Dapat menyebabkan terjadinya emboli lemak yang masif sehingga dapat

menyebabkan kematian penderita karena gangguan nafas (B1)

131

Page 132: Kuliah Anestesi

Penting diperhatikan pada waktu pertolongan ditempat kejadian dan selama

pengangkutan agar dilakukan dengan cara yang benar sehingga tidak

menambah komplikasi dan memperburuk keadaan.

Kesimpulan

Dalam menangani penderita gawat darurat dituntut untuk bertindak cepat dan

tepat baik dalam mendiagnosa maupun terapinya. Dengan demikian diperlukan:

1. Kerja sama antar medik yang terlatih terampil dan cekatan

2. Cara penanganan / pengelolaan yang praktis, sistematis sehingga mudah

diingat dan dilaksanakan.

3. Fasilitas alat dan obat yang cukup.

Penutup

Telah dibicarakan dasar-dasar penanganan penderita gawat darurat, ternyata

masalah gawat darurat medik adalah sangat luas sehingga tidak cukup untuk

dibicarakan semua.

Bahan Bacaan

1. Beat J.M.

Critical care for surgical patients

Macmillan Publising Co Inc - New York - 1982

2. Bendixen M.H. Respiratory Care

C.V. Mosby Co - Saint Louis - 1965.

3. ChungE.K. Cardiac Emergency Care

Lea dan Febiger - Philadelphia - 1980

132

Page 133: Kuliah Anestesi

4. Cohen A.S. Freidin R.B. Samuels M.A. Medical Emergencies - Diagnostic

and Mangement Procedure From Boston City Hospital

5. Jennett B.

Diagnosis and Monitoring of Coma - Management of Medical Emergencies

Edited by Howard .Baderman

Pitmen; Medical Publishing Co. Ltd. London 1978

6. Jennett B and Bond M.R.

Assessment of outcome after severe Brain damage

Lancet 1.480 1975

7. Kinneyi. M

Manual of Preoperative and Postoperative Care

W.B.Saunders Co Philadelphia 1971.

8. Safar Peter

Cardio Pulmonary Cerebral Resusitation

Asmund S. Laerdal Stavanger. Norway 1981.

9. Well M.H., Daluz P.L.

Crititical Care Medicine Manual

Springer Verlag - New York, 1978

10.Weil M.H. ; Henning RJ.

New Concepts in the diagnosis and fluid treatment of circulatory shock

anesthesia and analgesia 58; 2- 124- 132, Mai - April 1979.

11.Well M.H. Shubin H.

Ctitical Care Medicine, Current Principles and Practices

133

Page 134: Kuliah Anestesi

Harper and Row Publisher – Maryland - 1981.

12.Zorab. J.S.M

Immediate Care

W.B. Saunders Co. Ltd - London - 1977.

GAWAT NAFAS AKUT

Pendahuluan

Gangguan nafas dapat berupa hipoventilasi sampai ke henti nafas yang dapat

disebabkan oleh bermacam-macam faktor antara lain :

Tindakan anestesi :

o Anestesi yang terlalu dalam

o Sisa obat pelemas otot

o Obat narkotik

Suatu penyakit

o Radang otak

o Radang syaraf

o Stroke

o Tumor otak

o Edema paru

o Gagal jantung

o Miastenia gravis

134

Page 135: Kuliah Anestesi

Trauma - kecelakaan

o Cedera kepala

o Cedera tulang leher

o Cedera torax

Keracunan obat

Apapun penyebabnya bila tidak dilakukan penanganan dengan baik akan

menyebabkan hipoksemia dan hiperkarbia. Karena itu gawat nafas merupakan

salah satu kegawatan yang cepat menimbulkan kematian, untuk itu perlu

penanganan yang cepat, tepat, cermat dan terpadu/multidisipliner.

Patofisiologi

Jalan nafas yang tersumbat akan menyebabkan gangguan ventilasi karena itu

langkah yang pertama adalah membuka jalan nafas dan menjaganya agar tetap

bebas. Setelah jalan nafas bebas tetapi tetap ada gangguan ventilasi maka

harus dicari penyebab yang lain.

Penyebab lain yang terutama adalah gangguan pada mekanik ventilasi dan

depresi susunan syaraf pusat.

Untuk inspirasi agar diperoleh volume udara yang cukup diperlukan jalan nafas

yang bebas, kekuatan otot inspirasi yang kuat, dinding torak yang utuh, rongga

pleura yang negatif dan susunan syaraf yang baik.

Bila ada gangguan dan unsur-unsur mekanik diatas maka akan menyebabkan

volume udara inspirasi tidak adekwat sehingga terjadi hipoventilasi yang

mengakibatkan hiperkarbia dan hipoksemia. Hiperkarbia menyebabkan

vasodilatasi pembuluh darah otak yang akan meningkatkan tekanan intrakranial,

yang dapat menurunkan kesadaran dan menekan pusat napas bila disertai

hipoksemia keadaan akan makin buruk. Penekanan pusat nafas akan

menurunkan ventilasi. Lingkaran ini harus dipatahkan dengan memberikan

ventilasi dan oksigenasi.

135

Page 136: Kuliah Anestesi

Pusat nafas bekerja secara otomatis dan menurut kendali. OIeh karena itu pada

penderita dengan gangguan ventilasi dimana penolong belum mampu

menguasai ventilasinya dan masih diperlukan kooperasi dengan penderita

sebaiknya penderita tidak ditidurkan, tetap dalam keadaan sadar.

Gangguan ventilasi dan oksigenasi juga dapat terjadi akibat kelainan di paru dan

kegagalan fungsi jantung.

Parameter ventilasi :

PaCO2 (N : 35 - 45 mmHg)

ETCO2 (N : 25 - 35 mmHg)

Parameter Oksigenasi :

PaO2(N : 80 - lOOmmHg)

SaO2(N : 95 - 100%)

Penyebab Gangguan Nafas

Seperti apa yang telah disinggung di depan, banyak faktor dapat menyebabkan

gangguan nafas, tapi pada dasarnya dapat dibagi dalam dua kelompok :

1. Penyebab di sentral

Segala sesuatu yang menimbulkan depresi pada pusat nafas akan

menimbulkan gangguan nafas.

Contoh : Obat-obatan (anesthesia, narkotik, tranquilizer), trauma kepala,

radang otak, stroke, tumor.

2. Penyebab diperifer

a. Jalan nafas

Sumbatan jalan nafas akan mengganggu ventilasi dan oksigenasi,

tetapi setelah jalan nafas bebas masih tetap ada gangguan ventilasi

maka harus dicari penyebab yang lain.

136

Page 137: Kuliah Anestesi

b. Paru

Kelainan di paru seperti radang, aspirasi, atelektasis, edema, contusio,

dapat menyebabkan gangguan nafas.

c. Rongga pleura

Normalnya rongga pleura kosong dan bertekanan negatif, tetapi bila

ada sesuatu yang menyebabkan tekanan menjadi positif seperti udara

(pneumotorak), cairan (fluidotorak), darah (hematotorak) maka paru

dapat terdesak dan timbul gangguan nafas.

d. Dinding dada

Patah tulang iga yang multipel apalagi segmental akan menyebabkan

nyeri waktu inspirasi dan terjadinya flail chest sehingga terjadi

hipoventilasi sampai atelektasis paru.

e. Otot nafas

Otot inspirasi utama adalah diafragma dan interkostal eksternus. Bila

ada kelumpuhan otot-otot tersebut misal karena sisa obat pelumpuh

otot, myastenia gravis, akan menyebabkan gangguan nafas. Tekanan

intra abdominal yang tinggi akan menghambat gerak diafragma.

f. Syaraf

Kelumpuhan atau menurunnya fungsi syaraf yang menginervasi otot

interkostal dan diafragma akan menurunkan kemampuan inspirasi

sehingga terjadi hipoventilasi.

Contoh : Blok subarachnoid yang terlalu tinggi, cedera tulang leher,

Guillain Barre Syndrome, Poliomyelitis.

g. Jantung

Kelainan pada jantung seperti payah jantung kiri, infark miokard akut,

tamponade jantung dapat menyebabkan gangguan pada paru yang

akan menimbulkan gangguan nafas.

137

Page 138: Kuliah Anestesi

Gambar 1 : komponen gangguan pernafasan

Tanda - Tanda Gangguan Ventilasi

Lihat (Look)

Takhipnea

Takhipnea walaupun dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti nyeri,

ketakutan, shock, dapat dianggap sebagai tanda dini adanya masalah jalan

nafas dan ventilasi. Lebih-lebih bila disertai dengan upaya nafas yang berat

(abnormal breathing).

Perubahan status mental

Agitasi menunjukkan adanya hipoksemia sedangkan penurunan kesadaran

mungkin akibat hipoventilasi sehingga terjadi peningkatan PaCO2 yang akan

meningkatkan tekanan intrakranial

138

Page 139: Kuliah Anestesi

Gerak nafas

Bagaimana pengembangan dada dan perut waktu inspirasi ? Apakah besar,

normal atau menurun ? Bila menurun awas hipoventilasi.

Apakah ada paralisis otot napas (interkostal atau diafragma), bila hal ini

terjadi pada penderita trauma mungkin ada cedera tulang leher.

Apakah ada asimetri gerak dada kanan dan kiri. Awas mungkin ada

pneumotorak, hematotorak, fluidotorak atau atelektasis paru.

Apakah digunakan otot nafas tambahan ?

Sianosis

Bila ada berarti ada hipoksemia, tetapi bila tidak nampak bukan berarti tidak

ada sumbatan jalan nafas atau gangguan ventilasi, mungkin baru tahap awal

atau hemoglobin kurang dan 5 g%.

Distensi vena leher

Perlu dilihat pada penderita trauma, mungkin ada tension pneumotoraks atau

tamponade jantung.

Jejas di dada

Dapat berupa luka tusuk, luka lecet, hematoma, atau bekas roda.

Dengar (Listen)

Keluhan

Bila penderita masih sadar dapat ditanyakan apakah ada keluhan sesak.

Suara napas

Didengarkan apakah suara nafas normal, menurun atau hilang. Apakah ada

suara tambahan stridor, wheeze, ronkhi.

Raba (Feel)

Hawa ekspirasi

139

Page 140: Kuliah Anestesi

Diraba di lubang ekshalasi, hidung, mulut, trakheostorni atau pipa

endotrakheal.

Emfisema subkutis

Pada penderita trauma sering terjadi patah tulang iga multipel yang

menimbuIkan emfisema subkutis. Awas pneumotorak.

Krepitasi/nyeri tekan

Pada trauma thorak sering terjadi patah tulang iga multipel yang

menimbulkan nyeri pada waktu dipakai bernafas, sehingga penderita

cenderung bernafas dangkal yang dapat menyebabkan hipoventilasi dan

atelektasis paru.

Deviasi trakhea

Bila ada deviasi trakhea curiga adanya atelektasis, tension pneumothorak,

hemato/fluidothorak masif dan hematoma.

Pemeriksaan Tambahan

Pulse oximeter

Untuk mengukur saturasi 02. Secara kontinyu dan tidak invasif.

CO2 detector (capnograf)

Untuk mengukur kadar CO2 pada hawa akhir ekspirasi (End Tidal CO2)

Secara kontinyu dan tidak invasif. Dapat pula untuk membantu mencheck

apakah intubasi yang dilakukan masuk trakhea atau esofagus. Bila masuk

esofagus kadar CO2 rendah.

Gas darah

Tindakan invasif untuk mengukur pH, PaO2 PaCO2 dan BE sehingga bisa

diketahui oksigenasi, ventilasi dan asam basa penderita saat itu.

140

Page 141: Kuliah Anestesi

Foto Torak

Untuk mengetahui jalan nafas, paru, rongga pleura, sinus phrenicocostalis,

diafragma, tulang dinding dada, jantung dan mediastinum. Untuk melihat

keadaan trakhea, paru, rongga pleura, jantung dan dinding dada.

Kriteria Gagal Nafas

Pontoppidan

Menentukan kriteria gagal nafas berdasarkan mechanic of breathing,

oksigenation dan ventilation (lihat tabel)

Accetable range

Chest physical

therapy, oxygen,

close monitoring

Intubation

Tracheotomy

Ventilation

Machanics

Respiratory rate

Vital capacity (ml/Kg)

Inspiratory force (cmH2O)

12 – 25

70 – 30

100 – 50

25 – 35

OxygenationA-aDO2 (mmHG)

PaO2 (mmHg)

VentilationVd/Vt

PaCO2 (mmHG)

Tabel I

Kolom paling kanan menunjukkan keadaan gagal nafas yang harus dilakukan

intubasi endotrakheal atau trakheostomi dan bantuan ventilasi.

Kolom tengah menunjukkan keadaan hipoventilasi atau gawat nafas yang sering

perlu monitoring ketat terapi oksigen dan fisioterapi nafas.

Tetapi semua mi hanyalah suatu pedoman, yang paling penting mengetahui

keseluruhan keadaan penderita dan mencegah tidak mengalami gagal nafas.

141

Page 142: Kuliah Anestesi

Shapiro

Gagal nafas akut bita tekanan oksigen arteri (PaO2) < 50 mmHg dan tekanan

CO2 arteri (PaCO2) > 50 mmHg (Rule Of fifty).

Petty

1. Acutte respiratory faiture :

Pa02 < 50 mmHg, tanpa atau disertai kenaikan PaCO2

2. Acute ventilatory failure PaCO2 > 50 mmHg

Pengelolaan Jalan Nafas

Terapi suportif

Pada dasarnya apapun penyebabnya dasar pertolongannya adalah sama yaitu

melakukan terapi suportif dulu sambil berusaha mencari penyebabnya. Terapi

suportif merupakan tindakan resusitasi yang dilakukan berdasarkan prioritas

kegawatannya yaitu Airway–Breathing–Circulation-Disability/Brain dengan tujuan

untuk mengatasi hipoksemi dan hiperkarbia yang mungkin telah terjadi akibat

gawat nafasnya.

Jalan Nafas (Airway)

Dilakukan pembebasan jalan nafas dan dijaga agar nafas tetap terbuka baik

secara manual (head tilt, chin lift, jaw thrust) dengan bantuan pipa

orofaringeal/nasofaringeal dan bila pertu dilakukan pemasangan jalan nafas

definitif (intubasi endotrakheal, cricotiroidotomi, trakheostomi). Jalan nafas

yang bebas memungkinkan pemberian oksigen lebih baik dan efektif.

Setelah jalan nafas bebas, dievaluasi bagaimana dengan ventilasinya apakah

membaik atau tetap jelek. Bila membaik, berarti gangguan ventilasinya akibat

sumbatan jalan nafasnya, tetapi bila masih jelek harus dicari penyebab yang

lain.

142

Page 143: Kuliah Anestesi

Oksigenasi

Pemberian oksigen merupakan salah satu prioritas utama dengan tujuan

untuk menghilangkan hipoksemia yang terjadi, sehingga dicapai oksigenasi

yang maksimum sampai ke tingkat jaringan/sel.

Pada fase awal sebaiknya diberikan 100% oksigen, kemudian kebutuhan

oksigen disesuaikan respon dan keadaan penderita. Dengan menggunakan

alat Bag-valve-mask/tube dengan aliran O2 12 – 15L, kadar O2 hawa

inspirasi (FiO2) mendekati 100% dengan masker ketat memakai reservoir

dengan aliran O2 10 – 12L FiO2 70 - 80%, masker O2 aliran 10-12L FiO2 50

- 60%, nasal prong dengan aliran 22 – 6L FiO2 30 - 45%.

Monitoring pemberian oksigen dapat dilakukan dengan pulse oximeter untuk

melihat saturasi O2(SaO2) dan analisa gas darah untuk melihat PaO2.

Diusahakan SaO2 lebih besar 95% dan PaO2 lebih besar 80 mmHg.

Breathing/Ventilasi

Pada keadaan dimana terjadi hipoventilasi (PaCO2 > 50 mmHg) atau henti

nafas maka perlu diberikan bantuan ventilasi. Bantuan ventilasi dapat

diberikan dengan tanpa alat (mouth to mouth, mouth to nose) atau dengan

bantuan alat (mouth to facemask, bag-valve-mask sampai ventilasi mekanik).

Di rumah sakit pada umumnya bantuan ventilasi awal mempergunakan bag-

valve-mask/tube atau lazim disebut Ambu bag dengan masker atau lewat

pipa endotracheal yang bila ditambah dengan oksigen dapat sekalian untuk

melakukan oksigenasi. Dasar pernberian ventilasi bantuan adalah ventilasi

bertekanan positif berkala (IPPV = Intermittent Positive Pressure Ventilation).

Untuk melakukan tindakan ini dituntut ketrampilan penolong karena bila tidak

benar dapat menyebabkan distensi lambung dan resiko terjadinya aspirasi isi

lambung. Hal ini bisa dicegah bila penderita telah terpasang jalan nafas

endotrakheal. Sebagai ukuran bahwa pemberian nafas kita cukup baik

dengan melihat pengembangan dada yang adekwat, monitoring dengan

Capnograf End Tidal CO2 (ETCO2) 25-35 mmHg dan analisa gas darah

PaCO2 35-45 mmHg.

143

Page 144: Kuliah Anestesi

Circulation/Sirkulasi

Diperlukan hemodinamik yang baik, sebab tanpa hemodinamik yang baik

oksigen yang diberikan tidak akan sampai kejaringan/sel. Bila ada shock

harus segera diatasi.

Disability/Brain/Neurologik

Tingkat kesadaran penderita dapat menurun akibat hiperkarbia dan

hipoksemia yang berat, karena itu perbaikan tingkat kesadaran dapat dipakai

sebagai indikator keberhasilan ventilator dan oksigenasi.

Terapi causal

Sambil dilakukan resusitasi (terapi suportif) diupayakan mencari penyebab gawat

nafasnya, tetapi kadang tidak mudah mencari penyebabnya atau bila diketahui

kadang sulit untuk menghilangkannya atau diperlukan waktu yang lama untuk

menyembuhkannya.

Bahan Bacaan

1. Committee on Tauma, Advanced trauma life support student manual,

Chicago, American College of Surgeon, 1997:61-95

2. Safar P. Bircher N.G, Cardio pulmonary Cerebral Resuscitation 3rded W.B

SaundersCo, London 1988.

144

Page 145: Kuliah Anestesi

TERAPI OKSIGEN

Dalam merawat pasien seringkali kita harus melakukan pemberian terapi oksigen, karena

pemberian oksigen tersebut sudah merupakan pekerjaan rutin, sehingga tidak terpikirkan

bahwa sebenarnya oksigen juga merupakan suatu “obat” yang harus memenuhi kriteria 4

tepat 1 waspada, didalam pemberiannya (tepat indikasi, dosis, cara pemberian, waktu

serta waspada terhadap akibat samping.

Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya hipoksia yaitu :

kadar oksigen yang rendah

gangguan jalan nafas dan pernafasan

gangguan diffusi

gangguan transport oksigen

gangguan ekstraksi oksigen atau penggunaan oksigen jaringan.

Perlu diingat bahwa sebelum melakukan terapi oksigen maka jalan nafas harus

dibebaskan lebih dahulu, terutama bila terjadi sumbatan sumbatan jalan nafas total.

Penanganan terhadap hipoksia, bila tidak dilakukan dengan cepat dan benar akan

meningkatkan mortalitas dan morbiditas, karena adanya hipoksia tidak saja menggannggu

fungsi organ atau jaringan akan tetapi juga akan merusak organ atau jaringan tersebut.

Pengertian terapi oksigen

Terapi oksigen adalah suatu tindakan untuk rneningkatkan tekanan parsial oksigen pada

inspirasi, yang dapat dilakukan dengan cara :

Meningkatkan kadar oksigen inspirasi (FiO2)

Meningkatkan tekanan oksigen (hiperbarik)

145

Page 146: Kuliah Anestesi

Secara umum indikasi terapi oksigen adalah :

Mencegah terjadinya hipoksia

Terapi terhadap hipoksia

adapun contoh beberapa keadaan atau penyakit yang memerlukan terapi oksigen antara

lain :

1. Gagal nafas

2. Trauma multipel berat

3. Shock

4. Luka bakar > 25%

5. Akut miokard infarct

6. Pasca bedah

7. Payah jantung

8. Sepsis

9. Keracuanan carbonmonoksida (CO)

10. Dll

Transport oksigen

Oksigen dalam darah sebagian besar diikat oleh hemoglobin, sedangkan sebagian kecil

larut dalam plasma. Banyaknya oksigen yang terikat pada Hb dinyakatan dengan

pengertian kandungan oksigen arteri (oxygen content = CaO2)

CaO2 = Hb x SaO2 x 1,34

Hb = kadar hemoglobin (g%)

SaO2 = saturasi oksigen (%)

1,34 = konstanta (banyaknya ml oksigen yang terikat setiap 1 g Hb).

146

Page 147: Kuliah Anestesi

Oksigen delivery (DO,), adalah banyaknya oksigen yang disuplai kejaringan,

yang besarnya tergantung pada cardiac output dan kandungan oksigen arteri

DO2 = CO x CaO2

Bila cardiac output = 5000m1/menit, Hb 15g% dan SaO2 100%

DO2 ± 1000ml /menit

Banyaknya oksigen yang digunakan (oxygen consumtion) dinyatakan dengan VO2

VO2 = CO x (CaO2 – CVO2)

CVO2 = kandungan oksigen vena = Hb x SvO2 x 1,34

SvO2 = saturasi oksigen vena (mixed vena)

VO2 ± 250 ml/menit

Alat dan penggunaannya

Alat dan cara terapi oksigen ditentukan oleh banyaknya kadar oksigen (FiO2) yang akan

diberikan pada pasien, untuk menentukan FiO2 seringkali kita harus melakukan titrasi,

sampai tanda-tanda hipoksia dapat teratasi.

Tanda dan gejala : hipoksia

Sesak

Nafas cuping hidung

Adanya gerak otot nafas tambahan, retraksi intercoctal, suprastemal

Takhikardi, tekanan darah meningkat

Berkeringat dingin

Gelisah - bingung

Kalau berat tampak sianosis

Prinsip alat terapi oksigen

147

Page 148: Kuliah Anestesi

FiO2 dapat diatur sesuai kebutuhan

Tidak terjadi rebreathing - penumpukan CO2

Resistensi minimal

Efisien dan ekonomis

Nyaman untuk pasien

Dikenal beberapa macam alat untuk terapi oksigen antara lain

Nasal kateter - nasal prong ( 24 - 40%)

Masker sederhana (simple mask : 40 - 60%)

Masker dengan reservoir rebreathing (40 - 80%)

Masker dengan reservoir non-rebreathing (40 - 90%)

Sistem venturi (24, 28, 35, 40, 50, 60%)

Bag valve mask (bag & mask - sampai 100%)

Respirator (21 - 100%)

CPAP mask atau nasal (21 - 100%)

Incubator (sampai 40%)

Oksigen tent atau head box ( 30 - 50%)

Tiga alat terakhir tidak dibahas dalam bab ini

Monitoring terapi oksigen dapat dilakukan secara klinis atau dengan alat yang disebut

oksimeter atau percutaneus PaO2 sedangkan secara invasif dengan melakukan

pemeriksaan gas darah arteri.

Macam dan penggunaan Untuk Terapi Oksigen

Kanula hidung

148

Page 149: Kuliah Anestesi

Cukup bagus untuk pemberian oksigen dengan flow rate 2 - 4 L/menit dan dapat

mencapai FiO2 0,28 – 0,36.

Pemberian oksigen dengan flow rate yang lebih tinggi akan menyebabkan kurang nyaman

bagi pasien

Carakerja

Selain oksigen yang diberikan melalui kanula tersebut, udara luar masih dapat

masuk melalui kedua lubang hidung

F102 yang dicapai tergantung

o Flow rate oksigen yang diberikan

o Volume tidal, volume inhalasi serta rate nafas

o Volume dan rongga nasofaring

Bila pasien bernafas melalui mulut, menyebabkan udara masuk pada waktu

inhalasi, dan akan mempunyai efek venturi pada bagian belakang faring sehingga

menyebabkan oksigen yang diberikan melalui kanula hidung terhirup melalui

rongga hidung

Dengan kanula hidung pasien masih dapat bicara, makan dan minum

Perhatian :

Kanula hidung dan aliran gas kering menyebabkan trauma dan iritasi mukosa hidung

Sungkup Oksigen

Sungkup sederhana

Sungkup ini dirancang untuk menambah kadar oksigen pada udara pernafasan pasien,

umumnya untuk meningkatkan kadar oksigen dengan konsentrasi medium

Kompenen-komponen :

Bagian badan sungkup yang dilengkapi dengan lubang-lubang di kedua sisinya

149

Page 150: Kuliah Anestesi

Bagian lain dihubungkan dengan pipa ke sumber oksigen

Pita elastik untuk mengikat sungkup pada muka pasien

Mekanisme kerja :

Udara luar masuk dan udara ekshalasi keluar melalui lubang-lubang pada kedua

sisi badan sungkup.

Oksigen masuk melalui sisi lubang yang lain

Konsentrasi akhir dan oksigen yang dihirup tergantung :

o Berapa liter oksigen ditambahkan

o Pola pernaf san pasien.

o Bila ada tenggang waktu berhenti antara ekshalasi dan inhalasi, maka

sungkup terisi dengan oksigen, konsentrasi tinggi akan tercapai pada

inhalasi berikutnya.

o Flow rate inhalasi pasien

o Selama inhalasi oksigen akan diencerkan oleh udara yang masuk melalui

lubang-lubang pada sisi sungkup apabila flow rate inhalasi pasien melebihi

flow rate oksigen yang diberikan.

o Seberapa besar kebocoran oleh karena kurang melekatnya sungkup pada

muka pasien. Contoh 4L/m oksigen yang diberikan menyebabkan F102

0,35 – 0,4 pada pola nafas yang normal

Sungkup dengan reservoir rebreathing

Fungsi :

Seperti halnya sungkup sederhana namun dengan sungkup yang memakai reservoir

rebreathing diharapkan tekanan partial oksigen pada inspirasi dapat lebih tinggi (80%)

Komponen :

Sungkup sederhana ditambah reservoir bag.

150

Page 151: Kuliah Anestesi

Mekanisme kerja :

Oksigen mengalir 10 - 12 liter/menit mengsi sungkup yang berlubang-lubang pada kedua

sisi dinding. Sungkup menerima oksigen yang masuk pada saat ekspirasi hawa ekshalasi

mengisi sungkup campur dengan oksigen yang ada sedang hawa ekshalasi sebagian yang

lain.

Selanjutnya pada inspirasi berikutnya terhisaplah udara luar yang masuk bercampur

dengan udara sisa ekshalasi sebelumnya, dan oksigen dari reservoir bag maupun dan

sumber oksigen (tabung).

Sungkup dengan reservoir non rebreathing

Fungsi :

Tidak berbeda dengan sungkup yang lain, hanya saja pada pemakaian sungkup dengan

reservoir non rebreathing ini dapat dicapai peningkatan tekanan partial oksigen pada

inspirasi lebih tinggi lagi (90%)

Komponen :

Sungkup sederhana dengan lubang berkatup searah pada kedua sisinya. Selama

dihubungkan dengan sumber oksigen juga terpasang resrvoir bag.

Mekanime kerja :

Seperti sungkup dengan reservoir bag, namun disini tidak terhirup ulang hawa ekshalasi

sebelumnya, digunakan aliran oksigen 10 - 12 liter/menit.

Sungkup venturi : Sungkup penambah, oksigen dengan konsentrasi

tetap, umumnya untuk meningkatkan kadar oksigen konsentrasi tinggi.

Komponen :

Badan sungkup berlubang-lubang pada kedua sisi sungkup

Ujung atas sungkup dihubungkan dengan alat venturi. Alat ini dibuat dalam

berbagai ukuran warna, sebagai tanda berapa konsentrasi oksigen yang dapat

dicapai.

151

Page 152: Kuliah Anestesi

Ada pula alat venturi ini yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat diatur

seberapa lubang yang dikehendaki dibentuk sehingga dapat dicapai konsentrasi

oksigen yang sesuai.

Mekanisme kerja

Oksigen flow yang diberikan tinggi

Oksigen tersebut mengalir melalui bagian yang sempit sehingga menyebabkan

effek venturi yaitu tekanan negativ ditempat tersebut hal ini menyebabkan udara

luar tersedot masuk melalui celah-celah alat venturi dan bercampur dengan

oksigen, sehinga dicapai konsentrasi 0,24, 0,28, 0,31, 0,35, 0,4 atau 0,6

Oleh karena flow dan oksigen yang diberikan cukup tinggi maka hawa ekshalasi

pasien segera akan didorong keluar dari dalam sungkup melalui lubang, pada

kedua sisi sungkup, maka dari itu tidak ada udara ekshalasi yang terhirup kembali

dan hal ini tidak akan meningkatkan ruang mati.

Alat Untuk Ventilasi Manual

Ambu bag

Alat ini dimaksudkan untuk dapat digunakan melakukan ventilasi manual. Portable

mudah dibawa kemana-mana dan dapat digunakan setiap saat :

resusitasi, untuk memberikan nafas buatan

pemindahan pasien yang masih memerlukan nafas buatan

nafas buatan jangka pendek

o Balon ambu terbuat dan bahan karet atau plastik berlapis silikon.

Dirancang sedemikian rupa bila bola setelah ditekan segera dapat

mengembang sendiri secara otomatis dan udara luar masuk melalui lubang

dibagian belakang lubang kecil dan besar.

o Pada bagian depan terdapat katup searah. (non rebreathing valve - Ambu

valve), dan bahan karet, berupa membran tipis berlapis silikon.

152

Page 153: Kuliah Anestesi

o Katup ini juga berfungsi sebagai katup penyelamat, apabila terjadi

kelebihan gas inhalasi yang dipompakan.

o Ada beberapa ukuran bagi bayi, anak, dan dewasa.

o Ada yang dirancang sebagai ambu sekali pakai (disposable).

Balon Anestesi

Balon dapat mengembang, apabila diisi dengan oksigen. Merupakan bagian yang penting

dan sistem alat penunjang pernafasan.

Komponen :

Balon terbuat dan bahan karet atau plastik anti statik

Dirancang dalam bentuk eklipsoidal

Dengan beberapa ukuran mulai 0,25 liter, 0,5 liter, 1 liter, 2 liter dan 3 liter.

Ujung depan kearah pasien sering dihubungkan dengan pipa korugated yang

berakhir pada konektor bengkok.

Pada konektor bengkok tersebut terdapat cabang tempat masuk oksigen, cabang

termpat pengukuran tekanan, berhubungan dengan sungkup pasien atau konektor

ETT.

Ujung belakang balon berakhir pada bagian menyempit berupa pipa karet

berlubang. Lubang tersebut dapat diatur besar kecilnya dan ini berfungsi sebagai

lubang pengatur tekanan dalam balon (expiratory port)

Perhatian :

Baton dapat mengembang berlebih yang disebabkan oleh karena aliran oksigen

yang berlebihan, lubang expiratory port tertutup, sehingga tekan dalam balon

tinggi dan dapat menyebabkan pneumothorax.

Besar kecilnya balon ikut menentukan cukup tidaknya oksigen bagi pasien. Balon

yang terlatu kecil dapat mengakibatkan tidak cukupnya oksigen bagi pasien

dengan volume tidal yang besar.

153

Page 154: Kuliah Anestesi

Sebaliknya balon yang terlalu besar sulit untuk digunakan membantu dan

mengendalikan pernafasan pasien.

Macam Dan Penggunaan Ventilasi Mekanik

Ventilator

Fungsi :

Untuk mengendalikan nafas dengan cara IPPV

Beberapa mempunyai fasilitas dengan berbagai model pengendalian/ operasional

Dapat digunakan dikamar operasi, ruang rawat intensiv, selama transportasi

pasien dalam ambulans ataupun di rumah, misalnya pada pasien-pasien yang

memerlukan bantuan nafas di malam hari (nocturnal respiratory assistance)

Berbagai klasifikasi/jenis respirator berdasarkan, siklus kerjanya, metode

operasionalnya, sumber tenaganya, kecocokannya untuk digunakan di kamar

operasi atau di ruang rawat intensiv.

Kecocokannya untuk digunakan pasien anak atau dewasa

Gambaran ventilator yang ideal

Sederhana portable, mudah dan murah

Dapat rnemberikan volume tidak kurang 1500cc dengan frekwensi nafas hingga

60 kali/menit dan dapat diatur ratio I/E.

Dapat digunakan dan cocok dengan berbagai alat penunjang pernafasan yang lain.

Dapat digunakan pula untuk memberikan udara, oksigen, uap gas, atau campuran.

Dapat dirangkai dengan PEEP.

Dapat memonitor tekanan dalam jalan nafas, volume inhalasi, ekshalasi, volume

tidal, frekuensi nafas dan konsentrasi oksigen inhalasi.

Mempunyai fasilitas untuk humidifikasi serta penambahan obat didalamnya.

154

Page 155: Kuliah Anestesi

Mempunyai alarm, bila terjadi dikoneksi, tekanan didalam jalan nafas yang tinggi,

gangguan atau terputusnya sumber listrik.

Mempunyai fasilitas untuk SIMV, CPAP, pressure support.

Mudah membersihkan dan mensterilkan.

SMF ANESTESI 24-06 October 2007 (2MINGGU)

PREMEDIKASI Tujuan

– menghilangkan kecemasan – mendapatkan sedasi

155

Page 156: Kuliah Anestesi

– mendapatkan analgesia – mendapatkan amnesia – mendapatkan efek antisialogoque – menaikkan pH cairan lambung – mengurangi volume cairan lambung – mencegah terjadinya reaksi allergi.

Hasil akhir : sedasi dari pasien tanpa disertai depresi dari pernafasan dan sirkulasi.

Golongan Obat Contoh

Barbiturat Luminal

Narkotik Petidin, Morfin

Benzodiazepin Diazepam, Midazolam

Butyrophenon Dehydrobenparidol

Antihiatamin Prometazine

Antasida Gelusil

Anticholinergik Atropin

H2 receptor antagonis Cimetidine

Obat-obatan premedikasi dilakukan 30 menit sampai 1 jam sebelum operasiCara pemberiannya secara im dan bila diberikan iv maka dosisnya 1/3 im

1. NARKOTIKa. Morfin Dosis : 0,1 – 0,2 mg/kgBB im (premedikasi) Keuntungan- menurunkan kecemasan- menghindari takipneu pada terapi trikloretilen Kerugian- Waktu pemulihan memanjang- Spasme dan kolik biliaris dan ureter- Hipotensi- Depresi nafas

b. Petidin Dosis premedikasi : 1 – 1,5 mg/kgBB ivDosis induksi : 1 – 2 mg/kgBB Efeknya menekan tekanan darah dan pernafasanMerangsang otot polos

2. BARBITURATDosis: 1 mg/kgBB po/ imDewasa; 100-200 mg

156

Page 157: Kuliah Anestesi

Masa pemulihan tidak diperpanjangFenobarbital: depresan lemah terhadap pernafasan dan sirkulasiMual dan muntah jarang

3. ANTIKOLINERGIKDosis: 0,001 – 0,04 mg/kgBB ato 0,4-0,6 mg imBekerja setelah 10 – 15 menitMencegah hipersekresi kelenjar ludah dan bronkusNadi meningkatMidriasisKenaikan suhu

4. TRANSQUILLIZERc. Diazepam Dosis premedikasi : 0,2 – 0,5 mg/kgBB im /po Dosis maksimum: 15 mg Dosis induksi: 0,2 – 1 mg/kgBB iv

Kerja pada limbic, thalamus hipotalamus

Efek penenang

Antianxietas

Relax otot rangka

d. Midazolam Dosis: 50% dari dosis diazepamAwal dan lama kerja lebih pendek

5. PROMETAZINE HCl/PHENERGANDosis: 12,5 – 50 mg/kgBB iv /im Anti emeticAnti histamineAnalgesic pasca operasi

6. DROPERIDOL/ DEHYDROPARIDOLDosis: 0,1 – 0,2 mg/kgBB (2,5 – 5 mg im) Dosis premedikasi : 2,5 – 10 mg iv/im (0,04 – 0,07 mg/kgBB)

Anti emeticNeuroleptikSedasiGangguan ektra pyramidal

157

Page 158: Kuliah Anestesi

Vasodilatasi pembuluh darah perifer

INDUKSI1. pentotal / thiopental (gol barbiturate)golongan barbituratedosis induksi: 3 – 5 mg/kgBB iv- Depresi kortex dan reticuler activating system- Dosis berlebih menyebabkan depresi pusat nafas di medulla oblongata- Pulih / sadar cepat (3-5) menit karena redistribusi obat dari otak ke jaringan lain - Untuk tindakan singkat- Meningkatkan kepekaan reflek jalan nafas- Vasodilatasi hipotensi- Metabolisme di hepar- Ultra short acting barbiturate- Injeksi sakit, nyeri bias nekrosis- Tidak iritasi saluran nafasdosis sedasi : 0,5 – 1,5 mg/kgBB

2. ketamin/ketalardosis induksi: 1 – 2 mg/kgBB iv- Efek analgesic kuat- Onset cepat- Stimulasi kardiovaskuler ringan- Vasokonstriksi- TIK meningkat3. Propofoldosis induksi: 1 – 2 mg/kgBB dosis rumatan: 500 µg/kgBB/menit infusdosis sedasi: 25 – 100 µg/kgBB/menit infuse- Suntik pada vena besar +lidokain iv (0,1 mg/kgBB) tidak menimbulkan nyeri- Tidak punya sifat analgesic- Waktu pulih sadar lebih cepat, mual dan muntah lebih jarang disbanding

thiopental- Anti emetic- Menurunkan aliran darah otak dan tekanan perfusi ke otak- Depresi pernafasan, apneu, bronco dan laringo spasme- Kardiovasculer: hipotensi, aritmia, takikardi/bradikardi, hipertensi

MUSCLE RELAKSAN1. Sifat- Depolarisasi- Non Depolarisasi2. Duration of Action (DoA)- Short Act (3-5 menit)- Intermediate (30-45 menit)

158

Page 159: Kuliah Anestesi

- Long act (45-60 menit)

a. DepolarisasiFasikulasi otot (+)Potensiasi dengan asetilkolin esteraseKelumpuhan bertahap tidak adaSuksinil kolin (suksametonium)Dosis intubasi: 1-1,5 mg/kg BBMula kerja 1-2 menitLama kerja 3-5 menit

b. Non DepolarisasiFasikulasi otot (-)Potensiasi dengan anestetik inhalasiKelumpuhan bertahap adaDapat diantagonis dengan antikolin esterase (prostigmin 0,5 mg bertahap sampai 5 mg. efek muskarinik, nikotinik, stimulant otot langsung)Pavulon (pankuronium bromida)Dosis awal: 0,08 mg/kg BB ivDosis rumatan: ½ dosis awalDosis intubasi trakea 0,15 mg/kgBB ivMula kerja 2-3 menitLama kerja 30-40 menit

Suksinil kolinIndikasi:- Relaksasi otot skeletal selama intubasi endotrakeal- Operasi abdomen- Terapi kejang listrik- Terapi emergensi pada laringospasmeKontraindikasi- Trauma termis lama / trauma langsung pada otot gangguan neurlogis

tetanus- Trauma tembus mata- Myotonia kekakuan (rigidity)

ANESTESI REGIONAL indikasi untuk operasi dari udel kebawaha. Anestesi local + infiltrasib. Anestesi local ivc. Anestesi blok (SAB dan Peridural)

1. Sub Arachnoid Block- Untuk operasi 1-2 jam- Jarum no 25: one shoot Th II setinggi jugular

159

Page 160: Kuliah Anestesi

Th IV setinggi papilla mamae. Ex: operasi appendix, SC Th VI setinggi Proc. Xiphoideus. Ex: op. mioma Th VIII setinggi arcus costae untuk kasus-kasus obstetric Th XI setinggi inguinal untuk fraktur cruris- Makin tinggi block vasodilatasi >>- Kontraindikasi: hipotensi- Obat disuntik pada L3-L4 setinggi SIAS- Pencapaian obat tergantung: Konsentrasi obat Posisi pasien Keahlian operator

2. Peridural- Untuk operasi lama/ berulang pemberian- Mandarin dilepas setelah kateter dimasukkan- Obat-obat yang dipakai = SAB

3. SAB dan peridural- Untuk operasi bagian pusat ke bawah- Mudah terjadi vasodilatasi hebat- KI: gangguan tulang belakang (scoliosis, kiposis, lordosis)

LIDOKAINDosis infiltrasi : 0,25 – 0,5%Dosis blok/topical: 1-2%Dosis permukaan: lidokain gel 2%Dosis lumbal:5%Dosis maksimal tanpa adrenalin 3 mg/kgBBDosis maksimal adrenalin 7 mg/kgBBDi metabolisme di hepar sebagian, sebagian dikeluarkan ke urinMulainya cepat bebas iritasi localKuat dan ekstensif

BUPIVAKAINGolongan amidaDosis blok 0,25-0,5%Dosis spinal 0,5%Jumlah total untuk sekali pemberian (maks) 200 – 500 mgMula kerja lambatLama/masa kerja panjangANESTESI UMUM indikasi untuk operasi dari udel keatas

1. Intra vena < 1 jam2. Facemask 30 – 1 jam3. intubasi > 1 jam

Obat anestesi inhalasi1. Halotan- Dosis induksi: 2-4%

160

Dilanjutkan inhalasi

Page 161: Kuliah Anestesi

- Dosis rumatan: 0,5-2%- Menurunkan curah jantung dan tekanan arteri rata-rata - Bradikardia- Depresi miokard- Miokard peka trhadap katekolamin aritmia- Bronkodilator- Vasodilatasi- TIK meningkat- Hepatotoksisitas- Induksi cepat, watu pulih cepat- Jarang mual dan muntah- Analgesi dan relaksasi kurang2. Enfluran- Dosis induksi 2-4,5% dalam O2/N2O2- Dosis rumatan: 0,5-3%- Mudah menguap- Induksi cepat- Jarang menimbulkan mual dan muntah- Masa pemulihan cepat- Iritatif sauran pernafasan - Renal toksisity flouride3. Isofluran- Dosis induksi 3-3,5% dalam O2/ kombinasi N2-O2- Dosis rumatan: 0,5-3%- Irama jantung stabil- Tidak terangsang oleh adrenalin- Induk dan Masa pemulihan cepat- mahal4. eter- Dosis induksi 10-20% - Dosis rumatan: 5-15%- Mudah menguap, bau khas- Iritatif sauran pernafasan - Mudah terbakar / meledak- Diurai cahaya / udara- Murah dan mudah tersedia- Tidak perlu kombinasi, sederhana- Hipersekresi kelenjar ludah- Hiperglikemia- menimbulkan mual dan muntah- vasokonstriksi

5. sevofluran- Dosis induksi 6-8 vol% - Dosis rumatan: 1-2 vol%- Induksi enak dan cepat, terutama pada anak

161

Page 162: Kuliah Anestesi

6. etilklorida- Dosis induksi / Dosis rumatan: ? / 3-3,5% ?- Mudah menguap dan terbakar- Mula kerjanya cepat tapi waktu kerja juga cepat- Masa pemulihan cepat- Dapat sebagai anestesi lokal7. N2O- Dosis kombinasi N2O:O2 Anestesi 60%:40%; 70%:30%; 50%:50% Analgesik 20%:80% Induksi 80%:20% Rumatan 70%:30%- Tidak iritatif - Tidak berwarna dan tidak berasa- Bau manis- Bahaya untuk pasien; Pneumotorak Pneumomediastinum Obstruksi Emboli udara Timpanoplasti

CAIRAN

Kebutuhan air perhari0 – 10 kg 100 cc/kgBB10 – 20 kg 1000cc + 50 cc/kgBB20 – 30 kg 1500cc + 20 cc/kgBB> 30 kg 50 cc/kgBB

Jenis-jenis cairan1. Cairan elektrolit / kristaloid ex: RL, PZ2. Cairan kalori Ex: D53. Cairan koloid Ex: expander, haemacel

Larutan Na+ K+ Cl- pH Ca++ Mg++ Kalori/L

ECF 138 5 108 7,4 5 3 12

Kebutuhan ElektrolitNa 2 – 4 mEq/kgBB/hrK 1 – 2 mEq/kgBB/hrKebutuhan Kalori

20 – 30 kal/kgBB/hr

162

Cairan tubuh

Intrasel (40%)

Ekstrasel (60%)

Interstitial (15%)

Plasma/ intra vaskuler(5%)

Page 163: Kuliah Anestesi

D5W 0 0 0 4,5 0 0 200

NaCl 0,9% 154 0 154 6,0 0 0 0

Ringer Laktat 130 4 109 6,5 3 0 0

Rl D5% 130 4 109 3 0 200

RL Maltose 130 4 109 3,5 – 6,5 3 0 200

Contoh pasien BB 50 kgKebutuhan cairan 50 cc/kgBB/hr = 2500 cc/hr = 100 cc/jamKebutuhan Na 2-4 mEq/kgBB/hr = 100 – 200 mEq/hr (missal 150 mEq/hr)Kebutuhan kalori 20 – 25 kal/kgBB/hr = 1000 – 1250 kal/ hr

Jadi diberikan infuse:RL 2 flas karena mengandung Na 131 mEq/L (sudah 1000cc)D20 2 flas karena = 800 kal/L (sudah 1000cc)D10 1 flas karena = 200 kal/flas (sudah 500cc)1 flas cairan = 500 cc

DEHIDRASIRingan Sedang Berat

Kesadaran N Apatis Stupor/Coma

Tensi N/↓ ↓↓ Tak terukur

Nadi N/↑ ↑↑ Tak teraba

RR N/↑ ↑↑ Takipneu

Turgor Turgor ↓ Turgor ↓↓ Turgor ↓↓↓

Urine N/↓ (Pekat) Oliguri Anuri

% kehilangan 3 – 5% 6 – 8% > 8%

Defisit 1500 – 2500

cc

3000 – 4000 cc > 4000 cc

Yang patognomonis: urine + JVPYang lainnya terpengaruh oleh lingkungan dan keadaan

163

REHIDRASI

Cepat (20cc/kgBB/15-30 menit)

Lambat

½ dalam 8 jam I

½ dalam 16 jam II

Page 164: Kuliah Anestesi

Bila dehidrasi ringan dan sedang pake hidrasi lambatBila dehidrasi berat pake hidrasi cepatRumatan tetap dipakai 50 cc/kgBB/hr

Contoh soal:Lelaki 60 th BB 50 kg diagnosa hernia inkarserata 6 hari (T: 100/60, N: 80, urin: -, kesad: apatis, turgor: ↓↓, perfusi pucat, RR: 24)Dx: Dehidrasi berat berarti defisit cairan > 10% atau 5L= 5000ccTx: rehidrasi cepat 20 cc/kgBB/30 menit = 1000cc/30 menitT: 100/70, N: 80, urin: -Diulangi lagi 1000 cc/ 30 menitT: 110/70, N: 78, urin: -Diulangi lagi 1000 cc/ 30 menitT: 130/80, N: 78, urin: 40 cc (optimal)Cairan yang sudah masuk = 3000 cc dalam 1 ½ jam, kemudian dilanjutkan rehidrasi lambatCairan yang kurang adalah 5000 – 3000 = 2000cc diberikan1000cc dalam 6,5 jam = 170 cc/jam + rumatan (100 cc/jam) = 270 cc/jam selama 6,5 jam1000cc dalam 16 jam = 85 cc/jam + rumatan (100 cc/jam) = 185 cc/jam selama 16jam

Lelaki 25 th BB 50 kg diagnosa obstruksi ileus (T: 70/50, N: 120, urin: -, kesad: apatis, turgor: ↓↓)Dx: Dehidrasi sedang berarti defisit cairan 6% atau 3L= 3000ccTx: rehidrasi lambat 1500cc dalam 8 jam = 175 cc/jam + rumatan (100 cc/jam) = 275 cc/jam selama 8 jam1500cc dalam 16 jam = 80 cc/jam + rumatan (100 cc/jam) = 180 cc/jam selama 16jam

164