kuliah infus dan obat anestesi fix
DESCRIPTION
kkjTRANSCRIPT
BAB I
KANULASI INTRAVENA
1.1 DEFINISI
Terapi intravena adalah tindakan yang dilakukan dengan cara
memasukkan cairan, elektrolit, obat intravena dan nutrisi parenteral ke dalam
tubuh melalui intravena.1
1.2 TIPE- TIPE CAIRAN1,3
Cairan/larutan yang digunakan dalam terapi intravena berdasarkan
osmolalitasnya dibagi menjadi:
1. Isotonik1,3
Suatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas sama atau mendekati
osmolalitas plasma. Cairan isotonik digunakan untuk mengganti volume
ekstrasel, misalnya kelebihan cairan setelah muntah yang berlangsung lama.
Cairan ini akan meningkatkan volume ekstraseluler. Satu liter cairan isotonik
akan menambah CES 1 liter. Tiga liter cairan isotonik diperlukan untuk
mengganti 1 liter darah yang hilang.
Contoh:
NaCl 0,9%
Ringer Laktat
Komponen-komponen darah (Alabumin 5 %, plasma)
Dextrose 5 % dalam air (D5W)
2. Hipotonik1
Suatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas lebih kecil daripada
osmolalitas plasma. Tujuan cairan hipotonik adalah untuk menggantikan
cairan seluler, dan menyediakan air bebas untuk ekskresi sampah tubuh.
Pemberian cairan ini umumnya menyebabkan dilusi konsentrasi larutan
plasma dan mendorong air masuk ke dalam sel untuk memperbaiki
keseimbangan di intrasel dan ekstrasel, sel tersebut akan membesar atau
membengkak. Perpindahan cairan terjadi dari kompartemen intravaskuler ke
dalam sel. Cairan ini dikontraindikasikan untuk pasien dengan risiko
1
peningkatan TIK. Pemberian cairan hipotonik yang berlebihan akan
mengakibatkan:
a. Deplesi cairan intravaskuler
b. Penurunan tekanan darah
c. Edema seluler
d. Kerusakan sel
Karena larutan ini dapat menyebabkan komplikasi serius, klien harus
dipantau dengan teliti.
Contoh:
dextrose 2,5 % dalam NaCl 0,45 %
NaCl 0,45 %
NaCl 0,2 %
3. Hipertonik1
Suatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas lebih tinggi daripada
osmolaritas plasma. Pemberian larutan hipertonik yang cepat dapat
menyebabkan kelebihan dalam sirkulasi dan dehidrasi. Perpindahan cairan
dari sel ke intravaskuler, sehingga menyebabkan sel-selnya mengkerut.
Cairan ini dikontraindikasikan untuk pasien dengan penyakit ginjal dan
jantung serta pasien dengan dehidrasi.
Contoh:
D 5% dalam saline 0,9 %
D 5 % dalam RL
Dextrose 10 % dalam air
Dextrose 20 % dalam air
Albumin 25
a. Pembagian cairan/larutan berdasarkan tujuan penggunaannya:
1. Nutrient solution
Berisi karbohidrat ( dekstrose, glukosa, levulosa) dan air. Air untuk
menyuplai kebutuhan air, sedangkan karbohidrat untuk kebutuhan kalori
dan energi. Larutan ini diindikasikan untuk pencegahan dehidrasi dan
ketosis.
Contoh:
2
D5W, Dekstrose 5 % dalam 0,45 % sodium chloride
2. Electrolyte solution1
Berisi elekrolit, kation dan anion. Larutan ini sering digunakan untuk
larutan hidrasi, mencegah dehidrasi dan koreksi ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit.
Contoh:
Normal Saline (NS)
Larutan ringer (sodium, Cl, potassium dan kalsium)
Ringer Laktat /RL (sodium, Cl, Potassium, Kalsium dan laktat)
Alkalizing solution
Untuk menetralkan asidosis metabolic
Contoh :
Ringer Laktat /RL
3. Acidifying solution1
Untuk menetralkan alkalosis metabolic
Contoh :
Dekstrose 5 % dalam NaCl 0,45 %
NaCl 0,9 %
4. Blood volume expanders
Digunakan untuk meningkatkan volume darah karena kehilangan
darah/plasma dalam jumlah besar. (misal: hemoragi, luka baker berat).
Contoh :
Dekstran
Plasma
Human Serum Albumin
b. Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya:3
1. Kristaloid
Bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan
(volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat,
dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera.
Contoh:
Ringer-Laktat dan garam fisiologis.
3
2. Koloid
Ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan
keluar dari membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka
sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah.
Contoh:
albumin dan steroid.
1.3 INDIKASI KANULASI INTRAVENA3
1. Keadaan emergency (misal pada tindakan RJP), yang memungkinkan
pemberian obat langsung ke dalam IV
2. Keadaan ingin mendapatkan respon yang cepat terhadap pemberian obat
3. Klien yang mendapat terapi obat dalam dosis besar secara terus-menerus
melalui IV
4. Klien yang mendapat terapi obat yang tidak bisa diberikan melalui oral atau
intramuskuler
5. Klien yang membutuhkan koreksi/pencegahan gangguan cairan dan
elektrolit
6. Klien yang sakit akut atau kronis yang membutuhkan terapi cairan
7. Klien yang mendapatkan tranfusi darah
8. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada
operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk
persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat)
9. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko
dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum
pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur
infus.
1.4 KONTRAINDIKASI KANULASI INTRAVENA1,3
Infus dikontraindikasikan pada daerah:
1. Daerah yang memiliki tanda-tanda infeksi, infiltrasi atau trombosis
2. Daerah yang berwarna merah, kenyal, bengkak dan hangat saat disentuh
3. Vena di bawah infiltrasi vena sebelumnya atau di bawah area flebitis
4. Vena yang sklerotik atau bertrombus
5. Lengan dengan pirai arteriovena atau fistula
4
6. Lengan yang mengalami edema, infeksi, bekuan darah, atau kerusakan kulit
7. Lengan pada sisi yang mengalami mastektomi (aliran balik vena terganggu)
8. Lengan yang mengalami luka bakar
1.5 KOMPLIKASI KANULASI INTRAVENA1,3
1. Komplikasi local
a. Flebitis1
Inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik.
Kondisi ini dikarakteristikkan dengan adanya daerah yang memerah dan
hangat di sekitar daerah insersi/penusukan atau sepanjang vena, nyeri
atau rasa lunak pada area insersi atau sepanjang vena, dan
pembengkakan. Insiden flebitis meningkat sesuai dengan lamanya
pemasangan jalur intravena, komposisi cairan atau obat yang diinfuskan
(terutama pH dan tonisitasnya, ukuran dan tempat kanula dimasukkan,
pemasangan jalur IV yang tidak sesuai, dan masuknya mikroorganisme
saat penusukan).
Intervensi :
1) Menghentikan IV dan memasang pada daerah lain
2) Tinggikan ekstremitas
3) Memberikan kompres hangat dan basah di tempat yang terkena
Pencegahan :
1) Gunakan tehnik aseptik selama pemasangan
2) Menggunakan ukuran kateter dan jarum yang sesuai dengan vena
3) Mempertimbangkan komposisi cairan dan medikasi ketika memilih
area insersi
4) Mengobservasi tempat insersi akan adanya kemungkinan komplikasi
apapun setiap jam
5) Menempatkan kateter atau jarum dengan baik
6) Mengencerkan obat-obatan yang mengiritasi jika mungkin
b. Infiltrasi1,3
Infiltrasi terjadi ketika cairan IV memasuki ruang subkutan di sekeliling
tempat pungsi vena. Infiltrasi ditunjukkan dengan adanya pembengkakan
(akibat peningkatan cairan di jaringan), palor (disebabkan oleh sirkulasi
5
yang menurun) di sekitar area insersi, ketidaknyamanan dan penurunan
kecepatan aliran secara nyata. Infiltrasi mudah dikenali jika tempat
penusukan lebih besar daripada tempat yang sama di ekstremitas yang
berlawanan. Suatu cara yang lebih dipercaya untuk memastikan infiltrasi
adalah dengan memasang torniket di atas atau di daerah proksimal dari
tempat pemasangan infus dan mengencangkan torniket tersebut
secukupnya untuk menghentikan aliran vena. Jika infus tetap menetes
meskipun ada obstruksi vena, berarti terjadi infiltrasi.
Intervensi :
1) Menghentikan infus (infus IV seharusnya dimulai di tempat baru atau
proksimal dari infiltrasi jika ekstremitas yang sama digunakan)
2) Meninggikan ekstremitas klien untuk mengurangi ketidaknyamanan
(meningkatkan drainase vena dan membantu mengurangi edema)
3) Pemberian kompres hangat (meningkatkan sirkulasi dan mengurangi
nyeri
Pencegahan:
1) Mengobservasi daerah pemasangan infus secara kontinyu
2) Penggunaan kanula yang sesuai dengan vena
3) Minta klien untuk melaporkan jika ada nyeri dan bengkak pada area
pemasangan infuse
c. Iritasi vena1
Kondisi ini ditandai dengan nyeri selama diinfus, kemerahan pada kulit di
atas area insersi. Iritasi vena bisa terjadi karena cairan dengan pH tinggi,
pH rendah atau osmolaritas yang tinggi (misal: phenytoin, vancomycin,
eritromycin, dan nafcillin)
Intervensi:
Turunkan aliran infuse
Pencegahan:
1) Encerkan obat sebelum diberikan
2) Jika terapi obat yang menyebabkan iritasi direncanakan dalam jangka
waktu lama, sarankan dokter untuk memasang central IV.
6
d. Hematoma1,3
Hematoma terjadi sebagai akibat kebocoran darah ke jaringan di sekitar
area insersi. Hal ini disebabkan oleh pecahnya dinding vena yang
berlawanan selama penusukan vena, jarum keluar vena, dan tekanan yang
tidak sesuai yang diberikan ke tempat penusukan setelah jarum atau
kateter dilepaskan. Tanda dan gejala hematoma yaitu ekimosis,
pembengkakan segera pada tempat penusukan, dan kebocoran darah pada
tempat penusukan.
Intervensi:
1) Melepaskan jarum atau kateter dan memberikan tekanan dengan kasa
steril
2) Memberikan kantong es selama 24 jam ke tempat penusukan dan
kemudian memberikan kompres hangat untuk meningkatkan absorpsi
darah
3) Mengkaji tempat penusukan
4) Memulai lagi uintuk memasang pada ekstremitas lain jika
diindikasikan
Pencegahan:
1) Memasukkan jarum secara hati-hati
2) Lepaskan torniket segera setelah insersi berhasil
e. Tromboflebitis3
Tromboflebitis menggambarkan adanya bekuan ditambah peradangan
dalam vena. Karakteristik tromboflebitis adalah adanya nyeri yang
terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat, dan pembengkakan di sekitar area
insersi atau sepanjang vena, imobilisasi ekstremitas karena adanya rasa
tidak nyaman dan pembengkakan, kecepatan aliran yang tersendat,
demam, malaise, dan leukositosis.
Intervensi:
1) Menghentikan IV
2) Memberikan kompres hangat
3) Meninggikan ekstremitas
4) Memulai jalur IV di ekstremitas yang berlawanan
7
Pencegahan:
1) Menghindarkan trauma pada vena pada saat IV dimasukkan
2) Mengobservasi area insersi tiap jam
3) Mengecek tambahan pengobatan untuk kompabilitas
f. Trombosis1
Trombosis ditandai dengan nyeri, kemerahan, bengkak pada vena, dan
aliran infus berhenti. Trombosis disebabkan oleh injuri sel endotel
dinding vena, pelekatan platelet.
Intervensi:
1) Menghentikan IV
2) Memberikan kompres hangat
3) Perhatikan terapi IV yang diberikan (terutama yang berhubungan
dengan infeksi, karena thrombus akan memberikan lingkungan yang
istimewa/baik untuk pertumbuhan bakteri)
Pencegahan:
Menggunakan tehnik yang tepat untuk mengurangi injuri pada vena
g. Occlusion3
Occlusion ditandai dengan tidak adanya penambahan aliran ketika botol
dinaikkan, aliran balik darah di selang infus, dan tidak nyaman pada area
pemasangan/insersi. Occlusion disebabkan oleh gangguan aliran IV,
aliran balik darah ketika pasien berjalan, dan selang diklem terlalu lama.
Intervensi:
Bilas dengan injeksi cairan, jangan dipaksa jika tidak sukses
Pencegahan:
1) Pemeliharaan aliran IV
2) Minta pasien untuk menekuk sikunya ketika berjalan (mengurangi
risiko aliran darah balik)
3) Lakukan pembilasan segera setelah pemberian obat
h. Spasme vena3
Kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit pucat di sekitar
vena, aliran berhenti meskipun klem sudah dibuka maksimal. Spasme
vena bisa disebabkan oleh pemberian darah atau cairan yang dingin,
8
iritasi vena oleh obat atau cairan yang mudah mengiritasi vena dan aliran
yang terlalu cepat.
Intervensi:
1) Berikan kompres hangat di sekitar area insersi
2) Turunkan kecepatan aliran
Pencegahan:
Apabila akan memasukkan darah (missal PRC), buat hangat terlebih
dahulu.
i. Reaksi vasovagal3
Kondisi ini digambarkan dengan klien tiba-tiba terjadi kollaps pada vena,
dingin, berkeringat, pingsan, pusing, mual dan penurunan tekanan darah..
Reaksi vasovagal bisa disebabkan oleh nyeri atau kecemasan.
Intervensi:
1) Turunkan kepala tempat tidur
2) Anjurkan klien untuk nafas dalam
3) Cek tanda-tanda vital (vital sign)
Pencegahan:
1) Siapkan klien ketika akan mendapatkan terapi, sehingga bisa
mengurangi kecemasan yang dialami
2) Gunakan anestesi lokal untuk mengurangi nyeri (untuk klien yang
tidak tahan terhadap nyeri).
j. Kerusakan syaraf, tendon dan ligament3
Kondisi ini ditandai oleh nyeri ekstrem, kebas/mati rasa, dan kontraksi
otot. Efek lambat yang bisa muncul adalah paralysis, mati rasa dan
deformitas. Kondisi ini disebabkan oleh tehnik pemasangan yang tidak
tepat sehingga menimbulkan injuri di sekitar syaraf, tendon dan ligament.
Intervensi:
Hentikan pemasangan infuse
Pencegahan:
1) Hindarkan pengulangan insersi pada tempat yang sama
2) Hindarkan memberikan penekanan yang berlebihan ketika mencari
lokasi vena
9
2. Komplikasi sistemik1,3
a. Septikemia/bakteremia1
Adanya susbtansi pirogenik baik dalam larutan infus atau alat pemberian
dapat mencetuskan reaksi demam dan septikemia. Perawat dapat melihat
kenaikan suhu tubuh secara mendadak segera setelah infus dimulai, sakit
punggung, sakit kepala, peningkatan nadi dan frekuensi pernafasan, mual
dan muntah, diare, demam dan menggigil, malaise umum, dan jika parah
bisa terjadi kollaps vaskuler. Penyebab septikemi adalah kontaminasi
pada produk IV, kelalaian tehnik aseptik. Septikemi terutama terjadi pada
klien yang mengalami penurunan imun.
Intervensi:
1) Monitor tanda vital
2) Lakukan kultur kateter IV, selang atau larutan yang dicurigai.
3) Berikan medikasi jika diresepkan
Pencegahan:
1) Gunakan tehnik steril pada saat pemasangan
2) Gantilah tempat insersi, dan cairan, sesuai ketentuan yang berlaku
b. Reaksi alergi1
Kondisi ini ditandai dengan gatal, hidung dan mata berair, bronkospasme,
wheezing, urtikaria, edema pada area insersi, reaksi anafilaktik
(kemerahan, cemas, dingin, gatal, palpitasi, paresthesia, wheezing, kejang
dan kardiak arrest). Kondisi ini bisa disebabkan oleh allergen, misal
karena medikasi.
Intervensi :
1) Jika reaksi terjadi, segera hentikan infuse
2) Pelihara jalan nafas
3) Berikan antihistamin steroid, antiinflamatori dan antipiretik jika
diresepkan
4) Jika diresepkan berikan epinefrin
5) Jika diresepkan berikan kortison
Pencegahan:
1) Monitor pasien setiap 15 menit setelah mendapat terapi obat baru
10
2) Kaji riwayat alergi klien
c. Overload sirkulasi3
Membebani sistem sirkulasi dengan cairan intravena yang berlebihan
akan menyebabkan peningkatan tekanan darah dan tekanan vena sentral,
dipsnea berat, dan sianosis. Tanda dan gejala tambahan termasuk batuk
dan kelopak mata yang membengkak. Penyebab yang mungkin termasuk
adalah infus larutan IV yang terlalu cepat atau penyakit hati, jantung dan
ginjal. Hal ini juga mungkin bisa terjadi pada pasien dengan gangguan
jantung yang disebut denga kelebihan beban sirkulasi.
Intervensi:
1) Tinggikan kepala tempat tidur
2) Pantau tanda-tanda vital setiap 30 menit sampai 1 jam sekali
3) Jika diperlukan berikan oksigen
4) Mengkaji bunyi nafas
5) Jika diresepkan berikan furosemid
Pencegahan:
1) Sering memantau tanda-tanda vital
2) Menggunakan pompa IV untuk menginfus
3) Melakukan pemantauan secara cermat terhadap semua infuse
d. Embolisme udara3
Emboli udara paling sering berkaitan dengan kanulasi vena-vena sentral.
Manifestasi klinis emboli udara adalah dipsnea dan sianosis, hipotensi,
nadi yang lemah dan cepat, hilangnya kesadaran, nyeri dada, bahu, dan
punggung bawah.
Intervensi :
1) Klem atau hentikan infuse
2) Membaringkan pasien miring ke kiri dalaam posisi Trendelenburg
3) Mengkaji tanda-tanda vital dan bunyi nafas
4) Memberikan oksigen
Pencegahan:
1) Pastikan sepanjang selang IV telah bebas dari udara, baru memulai
menyambungkan infuse
11
2) pastikan semua konektor tersambung dengan baik
1.6 PROSEDUR PEMASANGAN KANULASI INTRAVENA (INFUS)2,4
1. Alat dan bahan
a. Standar infuse
b. Set infuse
c. Cairan sesuai program medic
d. Jarum infuse dengan ukuran yang sesuai
e. Pengalas
f. Torniket
g. Kapas alcohol
h. Plester
i. Gunting
j. Kasa steril
k. Sarung tangan
2. Prosedur kerja:
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Cuci tangan
c. Hubungkan cairan dan infus set dengan memasukkan ke bagian karet
atau akses slang ke botol infuse
d. Isi cairan ke dalam set infus dengan menekan ruang tetesan hingga terisi
sebagian dan buka klem slang hingga cairan memenuhi slang dan udara
slang keluar
e. Letakkan pangalas di bawah tempat ( vena ) yang akan dilakukan
penginfusan
f. Lakukan pembendungan dengan torniker 10-12 cm di atas tempat
penusukan dan anjurkan pasien untuk menggenggam dengan gerakan
sirkular ( bila sadar )
g. Gunakan sarung tangan steril
h. Disinfeksi daerah yang akan ditusuk dengan kapas alcohol
i. Lakukan penusukan pada vena dengan meletakkan ibu jari di bagian
bawah vena da posisi jarum ( abocath ) mengarah ke atas
12
j. Perhatikan keluarnya darah melalui jarum ( abocath / surflo ) maka tarik
keluar bagian dalam ( jarum ) sambil meneruskan tusukan ke dalam vena
k. Setelah jarum infus bagian dalam dilepaskan atau dikeluarkan, tahan
bagian atas vena dengan menekan menggunakan jari tangan agar darah
tidak keluar. Kemudian bagian infus dihubungkan atau disambungkan
dengan slang infus.
l. Buka pengatur tetesan dan atur kecepatan sesuai dengan dosis yang
diberikan
m. Lakukan fiksasi dengan kasa steril
n. Tuliskan tanggal dan waktu pemasangan infus serta catat ukuran jarum
o. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
1.7 RUMUS TETESAN CAIRAN INFUS4
1. Macro
Tetes/menit : (jumlah cairan x 20) / (Lama Infus x 60)
Lama Infus: (Jumlah Cairan x 20) / (jumlah tetesan dlm menit x 60)
2. Micro
Jumlah tetes/menit : (Jumlah cairan x 60 ) / (Lama Infus x 60)
Lama waktu : ( Jumlah Cairan x 60) / (jumlah tetesan dalam menit x 60)
13
BAB II
OBAT-OBATAN DALAM ANESTESI
ANESTESI UMUM
2.1 DEFINISI5
Anestesi Umum adalah tindakan meniadakan rasa nyeri/sakit secara sentral
disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversibel).Komponen
anestesi yang ideal terdiri : hipnotik, analgesia, relaksasi otot.
2.2 JENIS ANESTESI UMUM5,6
Anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya terdiri dari 2 cara, yaitu:
Anestetik Inhalasi
Anestetik Intravena
2.3 ANESTESI INHALASI5,6
Obat anastetik inhalasi yang pertama kali dikenal dan digunakan untuk
membantu pembedahan ialah N2O. Dalam dunia modern, anastetik inhalasi yang
umum digunakan untuk praktek klinik ialah N2O, halotan, enfluran, isofluran,
desfluran, dan sevofluran.Agen ini dapat diberikan dan diserap secara terkontrol
dan cepat, karena diserap serta dikeluarkan melalui paru-paru (alveoli).Dalam
praktek kelarutan zat inhalasi dalam darah adalah faktor utama yang penting
dalam menentukan kecepatan induksi dan pemulihannya. Induksi dan pemulihan
berlangsung cepat pada zat yang tidak larut.5
Konsentrasi alveolar minimal (KAM) atau MAC (Minimum Alveolar
Concentration) ialah kadar minimal zat tersebut dalam alveolus pada tekanan 1
atmosfir yang diperlukan untuk mencegah gerakan pada 50% pasien yang
dilakukan insisi standar. Pada umumnya immobilisasi tercapai pada 95% pasien,
jika kadarnya dinaikkan di atas 30% nilai KAM. Dalam keadaan seimbang
tekanan parsial zat anestetik dalam alveoli sama dengan tekanan zat dalam darah
dan otak tempat kerja obat.Keterbatasan lain bahwa konsep MAC hanya
membandingkan tingkat anestesi saja dan tidak dapat memperkirakan efek
fisiologis pada sistem organ penting seperti fungsi kardiovaskular dan ginjal,
terutama pada pasien berpenyakit menahun.5
14
Konsentrasi uap anestetik dalam alveoli selama induksi ditentukan oleh:6
Konsentrasi inspirasi. Induksi makin cepat kalau konsentrasi makin tinggi,
asalkan tidak terjadi depresi nafas atau kejang laring. Induksi makin cepat
jika disertai oleh N2O (efek gas kedua).
Ventilasi alveolar. Ventilasi alveolar meningkat, konsentrasi alveolar makin
tinggi, dan sebaliknya.
Koefisien gas / darah. Makin tinggi angkanya, makin cepat larut dalam darah,
makin rendah konsntrasi dalam alveoli, dan sebaliknya.
Curah jantung atau aliran darah paru. Makin tinggi curah jantung, makin
cepat uap diambil darah.
Hubungan ventilasi – perfusi. Gangguan hubungan ini memperlambat
ambilan gas anestetik.Sebagian besar gas anestetik dikeluarkan lagi oleh
paru-paru. Sebagian lagi dimetabolisir oleh hepar dengan sistem oksidasi
sitokrom P450. Sisa metabolisme yang larut dalam air dikeluarkan melalui
ginjal.
1.) N2O (gas gelak, nitrous oxide, dinitrogen monoxida)5,7
N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak
terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara. Zat ini dikemas dalam bentuk cair,
dalam silinder warna biru 9000 liter atau 1800 liter dengan tekanan 750 psi
atau 50 atm. Pemberian anestesia dengan N2O harus disertai O2 minimal
25%. Gas ini bersifat anestesi lemah, tetapi analgesinya kuat, sehingga sering
digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Jarang digunakan
sendirian, tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan anestetik lain. Pada
akhir anestesia setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi
alveoli, sehingga terjadi pegenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi.Untuk
menghindarinya, berikan O2 100% selama 5-10 menit.
2.) Halotan5,7
Merupakan turunan etan, berbau enak dan tak merangsang jalan
nafas.Halotan harus disimpan dalam botol gelap (coklat tua) supaya tidak
dirusak oleh cahaya dan diawetkan oleh timol 0,01%. Selain untuk induksi
dapat juga untuk laringoskopi intubasi.Pada nafas spontan rumatan anestesia
sekitar 1-2 vol % dan pada nafas kendali sekitar 0,5 – 1 vol % yang tentunya
15
disesuaikan dengan respon klinis pasien. Halotan menyebbakan vasodilatasi
serebral, meninggikan aliran darah otak yang sulit dikendalikan dengan
teknik anestesia hiperventilasi, sehingga tidak disukai untuk bedah otak.
Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus
simpatis, hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor,
depresi miokard dan inhibisi reflex baroreseptor.Kebalikan dari N2O, halotan
analgesinya lemah, anestesinya kuat, sehingga kombinasi keduanya ideal
sepanjang tidak ada kontraindikasi.
Kombinasi dengan adrenalin sering menyababkan disritmia, sehingga
penggunaan adrenalin harus dibatasi.Adrenalin dianjurkan dengan
pengenceran 1:200.000 (5ug/ml) dan maksimal penggunaannya 2 ug/kg. Pada
bedah sesar, halotan dibatasi maksimal 1 vol%, karena relaksasi uterus akan
menimbulkan perdarahan. Halotan menghambat pelepasan insulin,
meninggikan kadar gula darah.
Kira-kira 20% halotan dimetabolisir terutama di hepar secara
oksidatif menjadi komponen bromine, klorin, dan asam trikoloro
asetat.Secara reduktif menjadi komponen fluoride dan produk non-volatil
yang dikeluarkan lewat urin.Metabolisme reduktif ini menyebabkan hepar
kerja keras, sehingga merupakan indikasi kontra pada penderita gangguan
hepar, pernah dapat halotan dalam waktu kurang tiga bulan atau pada pasien
kegemukan.Pasca pemberian halotan sering menyebabkan pasien
menggigil.5,7
3.) Efluran5
Merupakan halogenasi eter dan cepat poluer setelah ada kecurigaan gangguan
fungsi hepar setelah pengunaan ulang oleh halotan. Pada EEG menunjukkan
tanda-tanda epileptik, apalagi disertai hipokapnia. Kombinasi dengan
adrenalin lebih aman 3 kali dibanding halotan. Di metabolisme hanya 2-8%
oleh hepar menjadi produk non volatil yang dikeluarkan lewat urin. Sisanya
dikeluarkan lewat paru dalam bentuk asli. Induksi dan pulih anestesi lebih
cepat dibandingkan halotan. Efek depresi nafas lebih kuat, depresi terhadap
sirkulasi lebih kuat, dan lebih iritatif dibandingkan halotan, tetapi jarang
16
menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap otot lurik lebih baik
dibandingkan halotan.
4.) Isofluran5
Merupakan halogenasi eter yang pada dosis anestetik atau sub anestetik dapat
menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi meninggikan
aliran darah otak dan tekanan intrakranial, namun hal ini dapat dikurangi
dengan teknik anestesia hiperventilasi, sehingga banyak digunakan untuk
bedah otak.
Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga
digemari untuk anesthesia teknik hipotensi dan banyak digunakan pada
pasien dengan gangguan koroner.Isofluran dengan konsentrasi > 1% terhadap
uterus hamil menyebabkan relaksasi dan kurang responsive jika diantisipasi
dengan oksitosin, sehingga dapat menyebabkan perdarahan pasca
persalinan.Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis biasa jika
menggunakan isofluran.
5.) Sevofluran5,7
Merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat
dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak
merangsang jalan nafas, sehingga digemari untuk induksi anestesia inhalasi
di samping halotan. Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang
menyebbakan aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat sama seperti isofluran
dan belum ada laporan toksik terhadap hepar. Setelah pemberian dihentikan
sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan. Belum ada laporan yang
membahayakan terhadap tubuh manusia.
Tabel. Farmakologi klinik anestesi inhalasi5
N2O Halotan Enfluran Isofluran Desfluran Sevofluran
Kardiovaskular
Tekanan darah TB ¯¯ ¯¯ ¯¯ ¯¯ ¯
Laju nadi TB ¯ TB atau TB
Tahanan vascular TB TB ¯ ¯¯ ¯¯ ¯
Curah jantung TB ¯ ¯¯ TB TB atau ¯ ¯
Respirasi
17
Volum tidal ¯ ¯¯ ¯¯ ¯¯ ¯ ¯
Laju napas
PaCO2 Istirahat TB
‘Challenge’
Serebral
Aliran darah
Tekanan
Intrakranial
Laju metabolism ¯ ¯ ¯¯ ¯¯ ¯¯
‘Seizure’ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯
Blokade
Pelumpuh otot non
depolarisasi
Ginjal
Aliran darah ¯¯ ¯¯ ¯¯ ¯¯ ¯ ¯
Laju filtrasi
glomerulus¯¯ ¯¯ ¯¯ ¯¯ ? ?
Output urin ¯¯ ¯¯ ¯¯ ¯¯ ? ?
Hepar
Aliran darah ¯ ¯¯ ¯¯ ¯ ¯ ¯
Metabolisme0.004
%15-20% 2-5% 0.2% <0.1% 2-3%
2.4 ANESTESI INTRAVENA5,6,7
Obat Dalam sediaan
Jumlah di sediaan
Pengenceran
Dalam spuit
Dosis (mg/kgBB)
1 cc spuit =
Pethidin Ampul 100mg/2cc
2cc + aquadest 8cc
10 cc 0,5-1 10 mg
Fentanyl 0,05 mg/cc
0,05mg
18
Recofol (Propofol)
Ampul 200mg/20cc
10cc + lidocain 1 ampul
10 cc 2-2,5 10 mg
Ketamin Vial 100mg/cc 1cc + aquadest 9cc
10 cc 1-2 10 mg
Succinilcholin Vial 200mg/10cc
Tanpa pengenceran
5 cc 1-2 20 mg
Atrakurium Besilat (Tramus/ Tracrium)
Ampul 10mg/cc Tanpa pengenceran
5 cc Intubasi: 0,5-0,6, relaksasi: 0,08, maintenance: 0,1-0,2
10 mg
Efedrin HCl Ampul 50mg/cc 1cc + aquadest 9cc
10 cc 0,2 5 mg
Sulfas Atropin Ampul 0,25mg/cc Tanpa pengenceran
3 cc 0,005 0,25 mg
Ondansentron HCl (Narfoz)
Ampul 4mg/2cc Tanpa pengenceran
3 cc 8 mg (dewasa)5 mg (anak)
2 mg
Aminofilin Ampul 24mg/cc Tanpa pengenceran
10 cc 5 24 mg
Dexamethason Ampul 5 mg/cc Tanpa pengenceran
1 5 mg
Adrenalin Ampul 1 mg/cc 0,25-0,3Neostigmin (prostigmin)
Ampul 0,5mg/cc Tanpa pengenceran
Masukkan 2 ampul prostigmin + 1 ampul SA
0,5 mg
Midazolam (Sedacum)
Ampul 5mg/5cc Tanpa pengenceran
0,07-0,1 1 mg
Ketorolac Ampul 60 mg/2cc Tanpa pengenceran
30 mg
Difenhidramin HCl
Ampul 5mg/cc Tanpa pengenceran
5 mg
Onset dan Durasi yang penting7
OBAT ONSET DURASI
19
Succinil Cholin 1-2 mnt 3-5 mnt
Tracrium (tramus) 2-3 mnt 15-35 mnt
Sulfas Atropin 1-2 mnt
Ketamin 30 dtk 15-20 mnt
Pethidin 10-15 mnt 90-120 mnt
Pentotal 30 dtk 4-7 mnt
Keuntungan anestesi intravena lebih dapat diterima pasien, kurang perasaan
klaustrofobik (perasaan akan-akan wajah ditutupi topeng), tahap tidak sadar yang
lebih cepat dan lebih menyenangkan bagi ahli anestesi.Oleh karena itu, agen
intravena dapat digunakan sendiri untuk menimbulkan anestesi. Di antara
kekurangannya, paling menonjol induksi yang cepat (kadang-kadang sangat cepat)
dan depresi cerebrum yang jelas, seperti terlihat pada gangguan pernapasan yang
mengharuskan digunakannya ventilasi dan ketidak-stabilan hemodinamik. Agen
induksi intravena biasanya digunakan bersama dengan anestesi inhalasi lain untuk
mendapatkan analgesia yang memadai dan dengan relaksan otot untuk mendapatkan
operasi yang optimum.8
Pemakaian obat anestetik intravena, dilakukan untuk: induksi anesthesia,
induksi dan pemeliharaan anesthesia bedah singkat, suplementasi hypnosis pada
anesthesia atau tambahan pada anelgesia regional dan sedasi pada beberapa tindakan
medik atau untuk membantu prosedur diagnostik misalnya tiopental, ketamin dan
propofol. Untuk anestesia intravena total biasanya menggunakan propofol. Anestesi
intravena ideal membutuhkan kriteria yang sulit dicapai oleh hanya satu macam obat
yaitu larut dalam air dan tidak iritasi terhadap jaringan, mula kerja cepat, lama kerja
pendek, cepat menghasilkan efek hypnosis, mempunyai efek analgesia, disertai oleh
amnesia pascaanestesia, dampak yang tidak baik mudah dihilangkan oleh obat
antagonisnya, cepat dieliminasi dari tubuh, tidak atau sedikit mendepresi fungsi
respirasi dan kardiovaskuler, pengaruh farmakokinetik tidak tergantung pada
disfungsi organ, tanpa efek samping (mual muntah), menghasilkan pemulihan yang
cepat. Untuk mencapai tujuan di atas, kita dapat menggunakan kombinasi beberapa
obat atau cara anestesi lain. Kombinasi beberapa obat mungkin akan saling
berpotensi atau efek salah satu obat dapat menutupi pengaruh obat yang lain.8
1.) Barbiturate5,7
20
Contoh di sini ialah pentothal atau sodium thiopenthon ialah obat anestesi
intravena yang bekerja cepat (short acting). Bekerja menghilangkan
kesadaran dengan blockade sistem sirkulasi (perangsangan) di formasio
retikularis. Barbiturate menghambat pusat pernafasan di medula
oblongata.Tidal volume menurun dan kecepatan nafas meninggi dihambat
oleh barbituratetetapi tonus vascular meninggi dan kebutuhan oksigen badan
berkurang, curah jantung sedikit menurun.Barbiturate tidak menimbulkan
sensitisasi jantung terhadap katekolamin.
Tiopental dikemas dalam bentuk tepung atau bubuk berwarna kuning,
berbau belerang, biasanya dalam ampul 500 mg atau 1000 mg. Sebelum
digunakan dilarutkan dalam aquades steril sampai kepekatan 2,5 % (1 ml =
25 mg). Tiopental hanya boleh digunakan untuk intravena dengan dosis 3-7
mg/kg dan disuntikkan perlahan dihabiskan dalam 30-60 detik. Larutan ini
sangat alkalis dengan pH 10-11, sehingga suntikan keluar vena akan
menimbulkan nyeri hebat apalagi masuk ke arteri akan menyebabkan
vasokonstriksi dan nekrosis jaringan sekitar.
Tiopental akan menyebabkan sedasi, hipnosis, anestesia, atau depresi
nafas. Tiopental menurunkan aliran darah otak, tekanan likuor, tekanan
intrakranial dan diduga dapat melindungi otak akibat kekurangan O2. Dosis
rendah bersifat anti analgesi. Tiopental di dalam darah 70% diikat oleh
albumin, sisanya dalam bentuk bebas. Sehingga pada pasien dengan albumin
rendah dosis harus dikurangi. Tiopental jarang digunakan untuk anestesia
intravena total.
Kontraindikasi
syok berat
Anemia berat
Asma bronkiale menyebabkan konstriksi bronkus
Obstruksi sal napas atas
Penyakit jantung & liver
kadar ureum sangat tinggi (ekskresinya lewat ginjal)
2.) Propofol6,7,8
21
Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat
isotonik dengan kepekatan 1% (1 ml=10 mg). Onset cepat, lama kerja
pendek. Efek kerja dicapai dalam 15-45 detik. Efek puncak 1 menit, lama
aksi 5-10 menit. Akumulasi minimal, cepat dimetabolisme, pemulihan cepat.
Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik
sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena. Efek hipnotik 1,8
kali pentothal. Depresi jalan nafas lebih besar dibandingkan pentothal. Efek
anti emetik positif. Mekanisme kerja diduga menghasilkan efek sedatif
hipnotik melalui interaksi dengan GABA (gamma-amino butyric acid),
neurotransmitter inhibitori utama pada SSP.
Propofol menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sistemik dan juga
tekanan darah. Relaksasi otot polos disebabkan oleh inhibisi simpatik. Efek
negatif inotropik disebabkan inhibisi uptake kalsium intraseluler. Tergantung
dosis, propofol dapat menyebabkan depresi nafas dan apnoe sementara pada
beberapa pasien setelah induksi IV. Pemberian opioid preoperatif dapat
meningkatkan depresi nafas. Dapat menurunkan volume tidal dan frekuensi
nafas serta dilatasi bronkus. Efek pada SSP dapat menurunkan metabolisme
O2 di otak, aliran darah serebral, dan tekanan intrakranial.
Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi
intravena total 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0,2
mg/kg. Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrose 5%. Pada
manula dosis harus dikurangi, pada anak < 3 tahun dan pada wanita hamil
tidak dianjurkan.
3.) Ketamin5,7
Ketamine adalah derivat fensiklidin yang menghasilkan anestesi disosiatif
yang menyerupai keadaan kataleptik dimana mata pasien tetap terbuka
dengan nistagmus lambat. Pada saat yang sama pasien tidak dapat
berkomunikasi, terjadi amnesia dan analgesia yang sangat baik. Ketamin
meningkatkan tekanan darah sistolik 23% dari baseline, denyut jantung
meningkat, kadang-kadang timbul aritmia, serta menimbulkan hipersekresi.
Mekanisme kerja ketamin berinteraksi dengan reseptor N-metil-D-aspartat
(NMDA), reseptor opioid, reseptor monoaminergik, reseptor muskarinik, dan
22
saluran voltage sensitive ion calcium. Daya larut dalam lemak tinggi
membuat transfer obat ini melewati sawar darah otak danmenghasilkan
anestesi. Mula kerja 30 detik pada IV, 2-4 menit pada IM. Lama kerja pada
IV 10-20 menit, tetapi memerlukan waktu 60-90 menit untuk berorientasi
penuh. Waktu paruh 7-11 menit. Kadar plasma tertinggi pada IV 1 menit,
pada IM 5 menit.
Indikasi:
Untuk prosedur dimana pengendalian jalan napas sulit, missal pada
koreksi jaringan sikatrik pada daerah leher, disini untuk melakukan
intubasi kadang sukar.
Untuk prosedur diagnostic pada bedah saraf/radiologi (arteriograf).
Tindakan orthopedic (reposisi, biopsy)
Pada pasien dengan resiko tinggi: ketamin tidak mendepresi fungsi vital.
Dapat dipakai untuk induksi pada pasien syok.
Untuk tindakan operasi kecil.
Di tempat dimana alat-alat anestesi tidak ada.
Pasien asma
Kontra Indikasi
hipertensi sistolik 160 mmHg diastolic 100 mmHg
riwayat Cerebro Vascular Disease (CVD)
Dekompensasi kordis
Ketamin kurang digemari untuk induksi anestesia, karena sering
menimbulkan takikardia, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca
anestesia dapat menimbulkan mual muntah, pandangan kabur dan mimpi
buruk. Kalau harus diberikan sebaiknya sebelumnya diberikan sedasi
midazolam atau diazepam dengan dosis 0,1 mg/kg intravena dan untuk
mengurangi salivasi diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kg. Dosis bolus untuk
induksi intravena ialah 1-2 mg/kg dan untuk intramuskular 3-10 mg. Efek
analgesik dicapai dengan dosis sub anestetik 0,2-0,5 mg/kg IV. Ketamin
dikemas dalam cairan bening kepekatan 1% (1 ml= 10mg), 5% (1 ml = 50
mg) dan 10% (1 ml = 100 mg).
23
4.) Benzodiazepin8,9
Benzodiazepin yang digunakan sebagai anestetik ialah diazepam, lorazepam,
dan midazolam. Benzodiazepine juga digunakan untuk medikasi pra-
anestetik (sebagai neurolepanalgesia) dan untuk mengatasi konvulsi yang
disebabkan oleh anestetik lokal dalam anestetik regional.(1)Digunakan untuk
induksi anesthesia, kelompok obat ini menyebabkan tidur, mengurangi
cemas, dan menimbulkan amnesia anterograd (setelah pemberian midazolam
IM, IV), tetapi tidak berefek analgesic. Efek pada SSP ini dapat diatasi
dengan antagonisnya, flumazenil.
a. Midazolam5,9
Obat induksi jangka pendek atau premedikasi, pemeliharaan anestesi,
bekerja cepat dan karena transformasi metaboliknya cepat dan lama
kerjanya singkat, bekerja kuat menimbulkan sedasi dan induksi tidur.
Kemasan suntik 1 mg/ml, 5 mg/ml.
Mula kerja 30 detik-1 menit IV, 15 menit IM. Efek puncak pada IV 3-
5 menit, IM 15-30 menit. Lama kerja 15-80 menit IV/IM. Konsentrasi
plasma maksimum dicapai dalam 30 menit. Efek farmakologik dengan
meningkatnya fungsi saluran ion klorida yang menyebabkan
hiperpolarisasi pada membran sel melalui neurotransmiter inhibitor
GABA. Tereksposnya midazolam pada pH darah menyebabkan
perubahan strukturnya, dari yang larut dalam air menjadi larut pada
lemak yang mampu menembus sawar darah otak. Kontraindikasi
pemberian pada pasien dengan hipersensitivitas, insufisiensi paru-paru
akut, depresi pernafasan, dan kehamilan 3 bulan pertama.
Midazolam menyebabkan tekanan darah menurun, lebih rendah dari
diazepam, penurunan sistolik maksimal 15%, yang disebabkan oleh
vasodilatasi perifer. Efek depresi pernafasan minimal. Juga menurunkan
metabolisme O2 di otak dan aliran darah ke otak. Dosis pre medikasi 0,03-
0,04 mg/kg IV, sedasi 0,5-5 mg/kg IV, induksi 0,1-0,4 mg/kgbb IV.
b. Diazepam5,6
Diazepam adalah obat yang berkhasiat ansiolitik, sedatif, relaksasi otot,
antikonvulsi dan amnesia. Ikatan dan metabolitnya pada protein plasma
24
sangat tinggi (98%), menembus sawar darah otak dan sawar plasenta
serta ditemukan dalam ASI.Diazepam diubah menjadi nordiazepam,
hydroxydiazepam dan oxazepam yang aktif secara farmakologi. Waktu
paruh 20-50 jam, tergantung fungsi liver. Eliminasi 70% dalam urine
dalam bentuk bebas atau konjugasi. Konsentrasi maksimal di plasma
dicapai lebih lama. Dibandingkan dengan barbiturate, efek anestesi
diazepam kurang memuaskan karena mula kerjanya lambat dan masa
pemulihannya lama.
Diazepam digunakan untuk berbagai macam intervensi (menimbulkan
sedasi basal sebelum dilakukan pengobatan utama), meringankan
kecemasan, anxietas atau stress akut, dan prosedur seperti berkurangnya
ingatan, juga untuk induksi anestesia terutama pada penderita dengan
penyakit kardiovaskular.Diazepam juga digunakan untuk medikasi
preanestetik dan untuk mengatasi konvulsi.Menyebabkan tidur dan
penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara lambat, tetapi
tidak berefek analgesik. Kontraindikasi pemberian obat terhadap pasien
dengan hipersensitivitas, insufisiensi pulmonal akut, depresi nafas,
keadaan phobia atau obsesi, psikosis kronis, glaukoma sudut sempit akut
dan lebar.
Dosis premedikasi 10-20 mg IM, induksi 0,3-0,6 mg/kgBB IV. Anak-
anak 0,1-0,2 mg/kgBB 1 jam sebelum induksi. Dewasa dan remaja 2-20
mg/kg IM/IV tergantung indikasi dan beratnya gejala. Kemasan suntik 5
mg/ml. Injeksi dilakukan secara lambat ± 0,5-1 ml/menit, karena
pemberian terlalu cepat dapat menimbulkan apnea.
5.) OPIOID6,8,9
Opioid ialah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan dengan
reseptor morfin.Opioid disebut juga sebagai analgetika narkotika yang sering
digunakan dalam anesthesia untuk mengendalikan nyeri saat pembedahan
dan nyeri pasca pembedahan. Malahan kadang-kadang digunakan untuk
anesthesia narkotik total pada pembedahan jantung. Opium ialah getah
candu.Opiate ialah obat yang dibuat dari opium. Narkotik ialah istilah tidak
spesifik untuk semua obat yang dapat menyebabkan tidur.
25
Mekanisme kerja opioid yakni, reseptor opioid sebenarnya tersebar
luas di seluruh jaringan sistem saraf pusat, tetapi lebih terkonsentrasi di otak
tengah yaitu di sistem limbic, thalamus, hipotalamus, korpus striatum, sistem
aktivasi reticular dan di korda spinalis yaitu di substansia gelatinosa dan
dijumpai pula di pleksus saraf usus. Molekul opioid dan polipeptida endogen
(met-enkefalin, beta-endorfin, dinorfin) berinteraksi dengan reseptor morfin
dan menghasilkan efek.Opioid digolongkan menjadi:
-Agonis. Mengaktifkan reseptor. Contoh: morfin, papaveretum, petidin
(meperidin, demerol), fentanil, alfentanil, sufentanil, remifentanil, kodein,
alfaprodin.
-Antagonis. Tidak mengaktifkan reseptor dan pada saat bersamaan mencegah
agonis merangsang reseptor.Contoh: nalokson, naltrekson.
-Agonis-antagonis. Pentasosin, nalbufin, butarfanol, buprenorfin.
Klasifikasi Opioid6,8
Dalam klinik opioid digolongkan menjadi lemah (kodein) dan kuat (morfin),
tetapi penggolongan ini kurang popular.Penggolongan lain menjadi natural
(morfin, kodein, papaverin, dan tebain), semisintetik (heroin,
dihidromorfin/morfinon, derivate tebain) dan sintetik (petidin, fentanil,
alfentanil, sufentanil dan remifentanil).
a. Morfin8,9
Meskipun morfin dapat dibuat secara sintetik, tetapi secara komersial lebih
mudah dan lebih menguntungkan dibuat dari bahan getah papaver
somniferum.Morfin paling mudah larut dalam air dibandingkan golongan
opioid lain dan kerja analgesinya cukup panjang (long acting).
- Terhadap Sistem Saraf Pusat, mempunyai dua sifat yaitu depresi dan
stimulasi. Digolongkan depresi yaitu analgesi, sedasi, perubahan emosi,
hipoventilasi alveolar stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis, miosis,
mual-muntah, hiperaktif reflex spinal, konvulsi, dan sekresi hormone
antidiuretik (ADH).
- Terhadap Sistem Jantung-Sirkulasi dosis besar merangsang vagus dan
beralkibat bradikardi, walaupun tidak mendepresi miokardium. Dosis
terapetik pada dewasa sehat normal tidur terlentang hamper tidak
26
mengganggu sistem jantung-sirkulasi. Morfin menyebabkan hipotensi
ortostatik.
- Terhadap Sistem Respirasi harus hati-hati, karena morfin dapat
melepaskan histamine, sehingga menyababkan konstriksi bronkus.Oleh
sebab itu di indikasi-kontrakan pada kasus asma dan bronchitis kronis.
- Terhadap Sistem Saluran Cerna morfin mrnyababkan kejang otot usus,
sehingga terjadi konstipasi.Kejang sfingter Oddi pada empedu
menyebabkan kolik, sehingga tidak dianjurkan digunakan pada gangguan
empedu.Kolik empedu menyerupai serangan jantung, sehingga untuk
membedakannya diberikan antagonis opioid.
- Terhadap Sistem Ekskresi Ginjal, morfin dapat menyebabkan kejang
sfingter buli-buli yang berakibat retensio urin.
b. Petidin5,9
Petidin (meperidin, demerol) adalah zat sintetik yang formulanya sangat
berbeda dengan morfin, tetapi mempunyai efek klinik dan efek samping yang
mendekati sama. Perbedaannya dengan morfin sebagai berikut:
1) Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang lebih
larut dalam air.
2) Metabolisme oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan normeperidin, asam
meperidinat dan asam normeperidinat. Normeperidin ialah metabolit yang
masih aktif memiliki sifat konvulsi dua kali lipat petidin, tetapi efek
analgesinya sudah berkurang 50%. Kurang dari 10% petidin bentuk asli
ditemukan dalam urin.
3) Petidin bersifat seperti atropine menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan
pandangan dan takikardia.
4) Seperti morfin ia menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap sfingter
Oddi lebih ringan.
5) Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pasca bedah yang tak
ada hubungannya dengan hipotermi dengan dosis 20-25 mg iv pada dewasa.
Morfin tidak.
6) Lama kerja petidin lebih pendek dibandingkan morfin.
Dosis dan sediaan
27
Dosis petidin intramuscular 1-2 mg/kgBB (morfin 10 x lebih kuat) dapat
diulang tiap 3-4 jam. Dosis intravena 0,2-0,5 mg/kgBB. Petidin subkutan tidak
dianjurkan karena iritasi. Rumus bangun menyerupai lidokain, sehingga dapat
digunakan untuk analgesia spinal pada pembedahan dengan dosis 1-2 mg/kg
BB.
c. Fentanil7,8
Farmakodinamik
Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu
analgesik, fentanil 75-125 kali lebih poten dibandingkan dengan morfin.
Awitan yang cepat dan lama aksi yang singkat mencerminkan kelarutan lipid
yang lebih besar dari fentanil dibandingkan dengan morfin. Fentanil (dan
opioid lain) meningkatkan aksi anestetik lokal pada blok saraf tepi. Keadaan
itu sebagian disebabkan oleh sifat anestetsi lokal yamg lemah (dosis yang
tinggi menekan hantara saraf) dan efeknya terhadap reseptor opioid pada
terminal saraf tepi. Fentanil dikombinasikan dengan droperidol untuk
menimbulkan neureptanalgesia.
Farmakokinetik
Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif
hampir sama dengan dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru ketika
pertama kali melewatinya. Fentanil dimetabolisir oleh hati dengan N-
dealkilase dan hidrosilasidan, sedangkan sisa metabolismenya dikeluarkan
lewat urin.
Indikasi
Efek depresinya lebih lama dibandingkan efek analgesinya. Dosis 1-3 g /kg
BB analgesianya hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya dipergunakan
untuk anastesia pembedahan dan tidak untuk pasca bedah. Dosis besar 50-
150 mg/kg BB digunakan untuk induksi anastesia dan pemeliharaan anastesia
dengan kombinasi bensodioazepam dan inhalasi dosis rendah, pada bedah
jantung. Sediaan yang tersedia adalah suntikan 50 mg/ml.
Efek samping
28
Efek yang tidak disukai ialah kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat
dicegah dengan pelumpuh otot. Dosis besar dapat mencegah peningkatan
kadar gula, katekolamin plasma, ADH, renin, aldosteron dan kortisol.
Antagonis
a. Nalokson7,8
Nalokson ialah antagonis murni opioid dan bekerja oada reseptor mu, delta,
kappa, dan sigma. Pemberian nalokson pada pasien setelah mendapat morfin
akan terlihat laju napas meningkat, kantuk menghilang, pupil mataa dilatasi,
tekanan darah kalu sebelumnya rendah akan meningkat.
Nalokson biasanya digunakan untuk melawan depresi napas pada
akhir pembedahan dengan dosis dicicil 1-2 ug/kgBB intravena dan dapat
diulang tiap 3-5 menit, sampai ventilasi dianggap baik. Dosisi lebih dari 0,2
mg jarang digunakan. Dosis intramuscular 2x dosis intravena.pada keracunan
opioid nalokson dapat diberikan per-infus dosis 3-10ug/kgBB. Untuk depresi
napas neonates yang ibunya mendapat opioid berikan nalokson 10 ug/kgBB
dan dapat diulang setelah 2 menit. Biasanya 1 ampul nalokson 0,4 mg
diencerkan sampai 10 ml, sehingga tiap ml mengandung 0,04 mg.
b. Naltrekson7,8
Naltrekson merupakan antagonis opioid kerja panjang yang biasanya
diberikan per oral, pada pasien dengan ketergantungan opioid.Waktu paro
plasma 8-12 jam.Pemberian per oral dapat bertahan sampai 24 jam.
Naltrekson per oral 5 atau 10 mg dapat mengurangi pruritus, mual muntah
pada analgesia epidural saat persalinan, tanpa menghilangkan efek analgesin
ya.
2.5 OBAT MUSCLE RELAXANT5,7,8,10
Efek Relaksasi Otot8
Relaksasi otot lurik dapat dicapai dengan mendalamkan anesthesia umum
inhalasi, melakukan blockade saraf regional dan memberikan pelumpuh
otot.Pendalaman anesthesia beresiko depresi napas dan depresi jantung,
blockade saraf terbatas penggunaannya. Anesthesia tidak perlu dalam, hanya
sekedar supaya tidak sadar, analgesinya dapat diberikan opioid dosis tinggi dan
otot lurik dapat relaksasi akibat pemberian pelumpuh otot.Ketiga kombinasi ini
29
dikenal sebagai trias anesthesia “the triad of anesthesia” dan ada yang
memasukkan ventilasi kendali.
Setiap serabut saraf motorik mensarafi beberapa serabut otot lurik dan
sambungan ujung saraf dengan otot lurik disebut sambungan saraf-
otot.Pelumpuh otot disebut juga sebagai obat blockade neuro-muskular.
Akibat rangsang terjadi depolarisasi pada terminal saraf.Influks ion kalsium
memicu keluarnya asetil-kolin sebagai transmitter saraf. Asetilkolin saraf akan
menyeberang dan melekat pada reseptor nikotinik-kolinergik di otot. Kalau
jumlahnya cukup banyak, maka akan terjadi depolarisasi dan lorong ion tebuka,
ion natrium, dan kalsium masuk dan ion kalium keluar, terjadilah kontraksi otot.
Asetilkolin cepat dihidrolisa oleh asetilkolin-esterase (kolin-esterase khusus atau
murni) menjadi asetil dan kolin, sehingga lorong tertutup kembali terjadilah
repolarisasi.5
a) Pelumpuh Otot Depolarisasi5,8
Pelumpuh otot depolarisasi (nonkompetitif, leptokurare) bekerjanya seperti
asetil-kolin, tetapi di celah saraf otot tak dirusak oleh kolinesterase, sehingga
cukup lama berada di celah sinaptik, sehingga terjadilah depolarisasi ditandai
oleh fasikulasi yang disusul relaksasi otot lurik.Termasuk golongan pelumpuh
otot depolarisasi ialah suksinil-kolin (diasetil-kolin) dan dekametonium.
Di dalam vena suksinil-kolin dimetabolisir oleh kolin-esterase-plasma, pseudo-
kolin-esterase, menjadi suksinil-monokolin.Obat anti kolinesterase (prostigmin)
dikontraindikasikan, karena menghambat kerja pseudokolinesterase.
b) Pelumpuh Otot Non-Depolarisasi5,8
Pelumpuh otot nondepolarisasi (inhibitor kompetitif, takikurare) berikatan
dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tak menyebabkan depolarisasi, hanya
menghalangi asetil-kolin menempatinya, sehingga asetilkolin tak dapat bekerja.
Berdasarkan lama kerja, pelumpuh otot non-depolarisasi dibagi menjadi kerja
panjang, sedang, dan pendek.Gallamin ada yang memasukkan sebagai panjang
yang lainnya kerja sedang.
Pilihan pelumpuh otot:9
Gangguan faal ginjal : atrakurium, vekuronium
Gangguan faal hati : atrakurium
30
Miasternia gravis : jika dibutuhkan dosis 1/10 atrakurium
Bedah singkat : atrakurium, rokuronium, mivakuronium
Kasus obstetric : semua dapat digunakan, kecuali gallamin
Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot:
Cegukan (hiccup)
Dinding perut kaku
Ada tahanan pada inflasi paru
Dosis awal
(mg/kgBB)
Dosis
rumatan
(mg/kgBB)
Durasi
(menit)
Efek samping
Non depol long-acting
1. D-tubokurarin
(tubarin)
2. Pankuronium
3. Metakurin
4. Pipekuronium
5. Doksakurium
6. Alkurium
(alloferin)
0.40-0.60
0.08-0.12
0.20-0.40
0.05-0.12
0.02-0.08
0.15-0.30
0.10
0.15-0.020
0.05
0.01-0.015
0.005-
0.010
0.5
30-60
30-60
40-60
40-60
45-60
40-60
Hipotensi
Takikardi
Hipotensi
KV stabil
KV stabil
Takikardi
Non depol intermediate
acting
1. Gallamin (flaxedil)
2. Atrakurium
(tracrium/notrixum
)
3. Vekuronium
(norcuron)
4. Rokuronium
(roculax/esmeron)
5. Cistacuronium
4-6
0.5-0.6
0.1-0.2
0.6-1.0
0.15-0.20
0.5
0.1
0.015-0.02
0.10-0.15
0.02
30-60
20-45
25-45
30-60
30-45
Hipotensi
Amanhepar&ginjal
Isomer atrakurium
Non depol short acting
1. mivakurium 0.20-0.25 0.05 10-15 Hipotensi &
31
(mivacron)
2. ropacuronium
1.5-2.0 0.3-0.5 15-30 histamin +
Depol short acting
1. suksinilkolin
(scolin)
2. dekametonium
1.0
1.0
3-10
3-10
Durasi
Ultrashort (5-10 menit): suksinilkolin
Short (10-15 menit) : mivakurium
Medium (15-30 menit) : atrakurium, vecuronium
Long (30-120 menit) : tubokurarin, metokurin , pankuronium,
pipekuronium, doksakurium, galamin
Efek terhadap kardiovaskuler
Tubokurarin , metokurin , mivakurium dan atrakurium : Hipotensi
pelepasan histamin dan (penghambatan ganglion)
Pankuronium : menaikkan tekanan darah
Suksinilkolin : aritmia jantung
Antikolinesterase9,10
Merupakan antagonis pelumpuh otot non depolarisasi dengan
fungsiberupa efek nilotinik dan muskarinik yang menyebabkan
vasodilatasi sehingga output jantung menurun dan terjadi bradikardi,
hiperperistaltik, hipersekresi, bronkospasme, miosis, kontraksi vesika
urinaria. Pemberian diikuti dengan Atropin untuk menghindari bradikardi
dengan perbandingan2:1.
1. neostigmin metilsulfat 0,04-,0,08mg/kg (prostigmin)
2. piridostigmin 0,1-0,4mg/kg
3. edrofonium 0,5-1,0mg/kg
MAC (Minimal Alveolar Concentration)7
Merupakan konsentrasi zat anestesi inhalasi minimal, yang diterapkan
dalam alveoli dimana 50% binatang, tidak memberikan respon rangsang
sakit
32
Anestesi Lokal
Struktur Kimia obat
Cara Pemberian
Ester
Amide
Blok Saraf Sentral
Blok Saraf Tepi
Kokain, Klorprokain, Benzokain, Prokain, Tetrakain
Lidokain, Prilokain, Etidokain, Bupivakain, Mepivakain, Ropivakain
Topical
infiltrasi
Blok nerv
Regional iv
ganglion
pleksus
spinalservikal
- Halotan : 0,87%
- Eter : 1,92%
- Enfluran : 1,68%
- Isofluran : 1,15%
- Sevofluran : 1,8%
Obat Darurat7,9
Nama Berikan bila Berapa yang diberikan?
Efedrin TD menurun >20% dari TD
awal (biasanya bila TD sistol
<90 diberikan)
2 cc spuit
Sulfas atropine Bradikardi (<60) 2 cc spuit
Aminofilin Bronkokonstriksi 5 mg/kgBB
Spuit 24mg/ml
Dexamethason Reaksi anafilaksis 1 mg/kgBB
Spuit 5 mg/cc
Adrenalin Cardiac arrest 0,25 – 0,3 mg/kgBB, 1 mg/cc (teori)
Prakteknya beri sampai aman
Succinil cholin Spasme laring 1 mg/kgBB (1cc spuit
-
2.6 ANESTESI LOKAL/ REGIONAL5,8,10
Berfungsi blokade reversibel konduksi saraf dengan mencegah DEPOLARISASI
dengan blokade ion Na+ ke channel Na (blokade konduksi) mencegah
permeabilitas membran saraf terhadap ion Na+.
Penggolongan anestesi lokal:5,8
33
Potensi Obat7
SHORT act MEDIUM act LONG act
Prototipe Prokain Lidokain Bupirokain
Gol Ester Amida Amida
Onset 2’ 5’ 15’
Durasi 30-45’ 60-90’ 2-4jam
Potensi 1 3 15
Toksisitas 1 2 10
Dosis max 12 Mg/KgBB 6 mg/KgBB 2 Mg/KgBB
Metabolisme Plasma Liver Liver
Keterangan:7
Bupivacaine
- Konsentrasi 0,5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam. Volume yang
digunakan <20ml.
Lidokain (Xylocaine, Lidonest)
- Umumnya digunakan 1-2%, dengan mula kerja 10 menit dan relasasi otot
baik.
- 0,8% blokade sensorik baik tanpa blokade motorik.
- 1,5% lazim digunakan untuk pembedahan.
- 2% untuk relaksasi pasien berotot.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Weinstein, S. (2001). Buku Saku: Terapi Intravena. Edisi 2. Jakarta: EGC
2. Hidayat, A, dkk. (2005). Buku Saku: Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia.
Jakarta: EGC
3. Mansjoer, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius FK UI
4. Potter & Perry. (2005). Buku Saku: Ketrampilan & Prosedur Dasar. Edisi 5.
Jakarta: EGC
5. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Prakis Anestesiologi Edisi
Kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2002.
6. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, editors. Anestesiologi.
Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 1989.
7. Omoigui S. 2002. Buku Saku Obat- Obatan Anestesia. Edisi II. Jakarta :
EGC
8. Morgan, G. Edward Jr,. Maged, S. Mikhail, and Murray, Michael J,. 2006.
ClinicalAnesthesiology, Fourth Edition. United States of America: Appleton
& Lange.
9. Dobson, MB. 1994. Penuntun Praktis Anestesi. Jakarta: EGC.
10. The Association of Anaesthetists of Great Britain and Ireland. 2007.
Recommendations For Standards Of Monitoring During Anaesthesia And
Recovery.
35
36